PENGARUH INFUS DAUN PUDING (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS JANTAN MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH INFUS DAUN PUDING (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS JANTAN MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO."

Transkripsi

1 PENGARUH INFUS DAUN PUDING (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA TIKUS JANTAN MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002 Rattus norvegicus) GALUR DDY ( Berna Elya 1 dan Dadang Kusmana 2 1. Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok, Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh infus daun puding (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) terhadap tikus jantan untuk melihat kualitas spermatozoa dan jumlah anak yang dihasilkan oleh tikus betina setelah dikawinkan dengan tikus jantan perlakuan. Sebanyak 60 tikus jantan berumur 2 bulan dengan berat badan g dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan. Pemberian infus dilakukan per oral setiap hari sampai hari ke 52. Pada hari ke 53 sebagian tikus jantan dibunuh dan diperiksa kualitas spermatozoanya, dan sebagian lagi dikawinkan dengan tikus betina. Hasil penelitian menunjukkan infus daun puding yang diberikan 52 hari, dengan dosis 50 mg/g bb, 100 mg/g bb, 200mg/g bb, 400mg.g bb 800 mg/g bb dapat menurunkan konsentrasi dan kualitas spermatozoa vas deferen tikus jantan galur DDY, tetapi belum berpengaruh terhadap jumlah fetus, berat plasenta, abnormalitas fetus dan berat badan fetus hasil perkawinan denga tikus jantan perlakuan. Abstract We have conducted a research on the effect of the infusion of leaves Polyscias guilfoylei L.H. Bailey on male rats to investigate the spermatozoa quality and foetus number of the female rats after copulated with the treatment male rats. Sixty male rats which has age about 2 months with wight g were divided into six groups. The infus was provided orally daily until the 52 th day. At 53 th day, a part of those were sacrificed and a part of those were coopulated with the female rats. The result of the research showed that the infusion of Polyscias guilfoylei L.H. Bailey leaves that being given during 52 days with the dosage of 50 mg/g body weight, 100 mg/g bw, 200 mg/g bw, 400 mg/g bw and 800 mg/g bw could decrease the consentration and the quality of spermatozoa vas deferen of male rats DDY strain, but no effect on the foetus number, the placenta weight, foetus abnormalities and body weight of foetus from the copulation with the treatment male rats. Keywords: Polyscias guilfoylei L.H. Bailey, the infusion, spermatozoa vas deferen Pendahuluan Salah satu alternatif jenis kontrasepsi pria yang ideal adalah penggunaan bahan alam dari tanaman, yang sejalan dengan undang-undang no. 23 tahun 1992 tentang pengobatan tradisional. Hal ini sesuai dengan keadaan negara Indonesia yaitu sebagai negara kepulauan dengan iklim tropika basah yang kaya dengan spesies flora. Adapun yang dimaksud dengan kontrasepsi yang ideal harus memenuhi persyaratan mudah digunakan, dapat diterima oleh masyarakat, tidak toksik, tidak menimbulkan efek samping dan bersifat reversibel. Tanaman puding (Polyscias guilfoylei) merupakan tanaman perdu yang termasuk ke dalam tanaman berkhasiat yang pemanfaatannya masih sedikit 99 diketahui. Di Indonesia, tanaman ini banyak tumbuh di

2 daerah Sumatra, Jawa, Sulawesi dan Ambon [1]. Tanaman puding termasuk suku Araliaceae yang kaya akan kandungan saponinnya. Dari penelitian terdahulu, telah dapat diisolasi dua senyawa saponin triterpenoida yang berasal dari daun puding [2]. Manfaat dari saponin salah satunya adalah bersifat spermisida [3,4]. Pada beberapa daerah di Jawa Barat yang kaum prianya biasa mengkonsumsi daun puding sebagai sayuran, mempunyai anak keturunan antara 2 sampai 4 orang tanpa menggunakan obat kontrasepsi (personal kontak). 100 MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian infus daun puding dapat menurunkan jumlah spermatozoa, motilitas, viabilitas spermatozoa serta meningkatkan abnormalitas spermatozoa tikus jantan galur DDY dan untuk mengetahui jumlah anak yang dikawinkan dengan tikus jantan perlakuan. Eksperimental Bahan: 1. Hewan uji. Tikus jantan galur DDY sebanyak 60 ekor dan tikus betina dara galur Sparague-Dawley sebanyak 30 ekor, berumur 2-3 bulan dengan berat badan g. Tikus diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Penyakit Menular Departemen Kesehatan RI, Jl. Percetakan Negara, Jakarta. 2. Bahan uji. Bahan uji yang digunakan adalah daun puding (Polyscias guilfoylei L.H. Bailey) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), Bogor. Metode: 1. Pengambilan dan pengolahan sampel Sampel diambil dari Balitro Bogor, kemudian dibersihkan dan dikeringkan dengan cara diangin- anginkan. 2. Pembuatan infus daun puding Dicampurkan simplisia yang telah kering dengan derajat halus yang cocok dalam panci infus dengan air secukupnya. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90 o C sambil sekali-sekali diaduk. Setelah itu diserkai selagi panas dengan menggunakan kain flanel, lalu ditambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh infus yang dikehendaki [5]. 3. Uji kualitas spermatozoa Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan uji statistik Anova bila datanya normal dan homogen dan bila tidak digunakan uji non parametrik. Hewan uji dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus norvegicus) galur DDY jantan dan betina virgin, berumur 3 bulan dengan berat rata-rata 150 g. Urutan-urutan cara kerjanya adalah sebagai berikut: a. Adaptasi tikus selama satu minggu b. Pengacakan tikus dibagi ke dalam 6 kelompok perlakuan dan masing-masing kelompok perlakuan terdiri dari 12 ulangan. c. Memberi perlakuan melalui oral pada masing-masing kelompok perlakuan selama 52 hari berturut- turut dengan dosis sebagai berikut: Kelompok kontrol (K1), kelompok tikus yang dicekok 3 ml aquades/ekor/hari. Kelompok E1, kelompok tikus yang dicekok 3 ml 5% infus daun puding/ekor/hari Kelompok E2, kelompok tikus yang dicekok 3 ml10% infus daun puding/ekor/hari Kelompok E3, kelompok tikus yang dicekok 3 ml20% infus daun puding/ekor/hari Kelompok E4, kelompok tikus yang dicekok 3 ml40% infus daun puding/ekor/hari Kelompok E5, kelompok tikus yang dicekok 3 ml80% infus daun puding/ekor/hari d. Pada hari ke 53, sebagian tikus (6 ekor ) dari masing-masing kelompok perlakuan di bedah, kemudian diambil duktus deferen dengan memotongnya di ujung kauda epididimis dan dibagian ampula duktus deferen. Sperma yang ada di duktus deferen ditampung di gelas arloji yang telah berisi larutan NaCl 9% sebanyak 0,25 ml. Tikus sisanya kemudian dikawinkan dengan tikus betina yang sedang masa estrus atau proestrus pada sore hari dan bila pada keesok harinya terjadi sumbat vagina pada tikus betina maka dianggap kehamilan hari ke-0. Pada kehamilan hari ke-20 tikus betina dibedah dan dihitung jumlah anaknya serta dicatat bila ada kelainan morfologinya. e. Selanjutnya dilakukan penghitungan persentase motilitas, viabilitas dan penghitungan jumlah sperma serta membuat apusan larutan sperma untuk menghitung persentase sperma yang abnormal. Dalam mengerjakan untuk

3 menghitung parameter-parameter ini didasarkan kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh WHO yang mengacu pada penuntun laboratorium WHO untuk pemeriksaan semen manusia [6]. Hasil dan Pembahasan Hasil 1. Jumlah total spermatozoa Konsentrasi spermatozoa pada tikus jantan setelah diberi infus daun puding menunjukkan perbedaan bermakna dibandingkan dengan kontrolnya ( = 0,05). Disamping itu, terdapat pula perbedaan bermakna antara KE1 (dosis 50 mg/200 mg bb) dibanding- kan dengan KE5 (dosis 800 mg/200 mg bb). Dari jumlah rata-rata perdosis perlakuan menunjukkan bahwa tingkat penurunan konsentrasi spermatozoa seiring dengan dosis yang diberikan. Dengan demikian makin tinggi dosis yang diberikan, maka makin besar penurunan konsentrasi spermatozoanya (Tabel 1). 2. Kualitas spermatozoa Yang dimaksud kualitas spermatozoa dalam penelitian ini hanya meliputi pada motilitas, viabilitas dan abnormalitas spermatozoa. Hasil uji statistik Anava terhadap kualitas, MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002 persentase viabilitas, persentase abnormalitas menunjukkan ada perbedaan bermakna antara kontrol dan kelompok perlakuan (KE1,KE2, KE3, KE4,KE5) (p< 0,05). Uji Tukey memperlihatkan bahwa persentase motilitas pada kelompok yang diberi infus 800 mg/200 mgbb berbeda bermakna dengan kelompok tikus dengan dosis 50 mg/200mgbb, 100 mg/200 mgbb dan 200 mg/200 mgbb (Tabel 1). Demikian pula persentase viabilitas dan persentase abnormalitas spermatozoa menunjukkan bahwa tikus yang diberi dosis 400mg/200 mg bb dan 800 mg/200mgbb berbeda bermakna dengan tikus dengan dosis 50,100,200 mg/200mg bb (Tabel 1). 3. Jumlah Implantasi Fetus Data hasil pengamatan jumlah implantasi yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan hari ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan uji Kruskal-Wallis diketahui pemberian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh terhadap jumlah implantasi tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Jumlah implantasi kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol. 4. Berat Plasenta Data hasil pengamatan berat plasenta yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan hari ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Dengan uji Kruskal-Wallis diketahui pemberian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh terhadap berat plasenta tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut Berat plasenta kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p > 0.05). 5. Jumlah Korpus Luteum Data hasil pengamatan jumlah korpus luteum yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Uji ANAVA satu arah, diketahui jumlah korpus luteum kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p> 0.05). 6. Jumlah Resorpsi Fetus Data hasil pengamatan jumlah resorpsi fetus yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan hari ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Uji Kruskal-Wallis diketahui pemberian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh terhadap jumlah resorpsi fetus tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Jumlah resorpsi fetus kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p > 0.05). Tabel 1. Pengaruh pencekokan daun puding terhadap konsentrasi dan kualitas

4 T a K e l Perlaku-a n Konsentrasi spermatozoa (juta/ml) Sp ermatozo a motil (%) Sp ermatozo a hidup (%) abnormal (%) KK 75,16+2,89 68,80+2,28 67,60+6,73 10,40+1,14 KE1 58,32+5,56 36,00+15,3 50,6+6,66 17,4+1,95 KE2 3,58+8,30 30,40+5,55 46,20+7,92 20,00+1,58 KE3 41,86+2,12 29,60+4,28 28,00+3,74 23,00+1,58 KE4 41,54+14,94 20,20+9,68 27,80+8,17 31,4+2,30 KE5 40,00+4,1 15,80+5,8 25,80+6,3 40,20+1,9 Keterangan: KK : Kelompok kontrol, tikus yang dicekok dengan air matang KE 1 : Kelompok perlakuan 1, tikus yang dicekok dengan dosis 50 mg/200 mg bb/hari (5 %) KE 2 : Kelompok perlakuan 2, tikus yang dicekok dengan dosis 100 mg/200 mg bb/hari (10 %) KE 3 : Kelompok perlakuan 3, tikus yang dicekok dengan dosis 200 mg/200 mg bb/hari (20%) KE 4 : Kelompok perlakuan 4, tikus yang dicekok dengan dosis 400 mg/200 mg bb/hari (40 %) KE 5 : Kelompok perlakuan 5, tikus yang dicekok dengan dosis 800 mg/200 mg bb/hari (80 %) 102 MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 2002 bel 2. Data intrauterin dari tikus betina yang dikawinkan dengan jantan perlakuan K e l Perlakuan Konsentrasi spermatozoa (juta/ml) motil (%) hidup (%) abnormal (%) KK 75,16+2,89 68,80+2,28 67,60+6,73 10,40+1,14 KE1 58,32+5,56 36,00+15,3 50,6+6,66 17,4+1,95 KE2 3,58+8,30 30,40+5,55 46,20+7,92 20,00+1,58 KE3 41,86+2,12 29,60+4,28 28,00+3,74 23,00+1,58 KE4 41,54+14,94 20,20+9,68 27,80+8,17 31,4+2,30 KE5 40,00+4,1 15,80+5,8 25,80+6,3 40,20+1,9 Keterangan: KK : Kelompok kontrol, tikus yang dicekok dengan air matang KE 1 : Kelompok perlakuan 1, tikus yang dicekok dengan dosis 50 mg/200 mg bb/hari (5 %) KE 2 : Kelompok perlakuan 2, tikus yang dicekok dengan dosis 100 mg/200 mg bb/hari (10 %) KE 3 : Kelompok perlakuan 3, tikus yang dicekok dengan dosis 200 mg/200 mg bb/hari (20%) KE 4 : Kelompok perlakuan 4, tikus yang dicekok dengan dosis 400 mg/200 mg bb/hari (40 %) KE 5 : Kelompok perlakuan 5, tikus yang dicekok dengan dosis 800 mg/200 mg bb/hari (80 %) 7. Jumlah Fetus Data hasil pengamatan jumlah fetus yang diambil dari pembedahan tikus betina pada kehamilan hari ke 20 dapat dilihat pada Tabel 2. Uji Kruskal-Wallis diketahui pemberian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh terhadap jumlah fetus tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Jumlah fetus kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p > 0.05). 8. Jenis Kelamin Fetus

5 Perbandingan jumlah fetus jantan dan jumlah fetus betina yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 2. Uji Chi-Square terhadap perbandingan jumlah fetus jantan dan jumlah fetus betina menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan.(p > 0,05). Pembahasan 1. Jumlah total spermatozoa Testis merupakan tempat memproduksi sel-sel spermatozoa secara terus menerus dalam jumlah yang banyak. Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh hormon androgen (testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig). Kecepatan pembentukan testosteron oleh sel Leydig ditentukan oleh kadar LH dalam darah. Sebaliknya, sekresi oleh hipofisis dikendalikan oleh pengaruh kadar testosteron terhadap hipofisis dan hipotalamus serta pengaruh dari sifat bifasik testosteron. Penurunan testosteron mengakibatkan proses spermatogenesis terganggu, sehingga terjadi penurunan jumlah total spermatozoa [7]. Dengan demikian pemberian infus daun puding dapat menurunkan jumlah total spermatozoa. 2. Persentase motilitas spermatozoa Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pencekokan infus daun puding pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yaitu antara KK dengan KE1, KE2, KE 3, KE4 dan KE 5. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh antifertilitas infus daun puding yang mengandung senyawa steroid yaitu saponin terhadap motilitas spermatozoa. Dengan adanya penambahan senyawa steroid tersebut dari luar tubuh maka kadar hormon testosteron bebas dalam plasma darah akan meningkat dan sebagai akibatnya akan terjadi mekanisme umpan balik negatif [8]. 3. Persentase viabilitas spermatozoa Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh pencekokan infus daun puding pada kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan yaitu antara KK dengan KE1, KE2, KE3, KE4 dan KE5. Perbedaan tersebut menunjukkan adanya pengaruh antifertilitas infus daun puding yang mengandung senyawa steroid yaitu saponin terhadap viabilitas spermatozoa. Jumlah spermatozoa hidup dapat ditentukan dengan cara pewarnaan supra-vital. Cara tersebut berdasarkan prinsip bahwa sel mati dengan membran plasma yang rusak akan dimasuki zat warna (8). Seperti halnya pada persentase motilitas pemberian infus daun puding dapat meningkatkan senyawa steroid dalam darah sehingga akan menghambat hipofisis anterior untuk memproduksi LH. Menurunnya kadar LH dapat menurunkan produksi testosteron yang berfungsi untuk memelihara lingkungan epididimis, akibatnya fungsi epididimis terganggu. Dengan menurunnya fungsi epididimis maka dapat menurunkan viabilitas spermatozoa. Selain itu,menurunnya kadar testosteron dapat menurunkan produksi cairan prostat sehingga viabilitas spermatozoa akan menurun karena fungsi cairan prostat adalah untuk melindungi spermatozoa dari lingkungan yang tidak menguntungkan. MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS Persentase jumlah spermatozoa abnormal Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah spermatozoa yang mengalami keabnormalan. Pada proses pematangan spermatozoa di epididimis terjadi perkembangan motilitas, perubahan struktur ekor, perubahan morfologi akrosom, dan hilangnya cytoplasmic droplet, serta perubahan plasma membran. abnormal yang banyak ditemukan dalam penelitian ini adalah adanya cytoplasmic droplet karena adanya proses pematangan yang tidak sempurna pada epididimis. Seperti halnya yang terjadi pada persentase motilitas dan persentase viabilitas, kadar testosteron dalam plasma berada di bawah batas ambang sehingga epididimis tidak mampu memacu proses pematangan spermatozoa dan akibatnya persentase jumlah spermatozoa abnormal akan meningkat [8]. 5. Berat Ovarium dan Jumlah Korpus Luteum Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap berat ovarium dan hasil uji ANAVA terhadap jumlah korpus luteum menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan. Keadaan ini menunjukkan bahwa tikus betina yang digunakan mempunyai fertilitas yang merata. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya korpus luteum di dalam ovarium sebagai bukti bahwa ovarium telah melepaskan telur ke oviduk. Disamping itu rata-rata jumlah korpus luteum yang dihasilkan berkisar antara 8 sampai 11. Dari hasil penelitian Soeradi (tahun 1982) diperoleh jumlah korpus luteum kelompok kontrol yang diberikan akuades adalah 7,03 + 0,39 [9]. Dari hasil penelitian yang diperoleh, jumlah korpus luteumnya masih menunjukkan dalam jumlah batas yang

6 normal. Tidak ada perbedaan berat ovarium dan jumlah korpus luteum antara keenam kelompok disebabkan perlakuan yang diberikan hanya pada tikus jantan. Dengan demikian tidak ada hubungan antara infus daun puding dengan berat ovarium dan jumlah korpus luteum. 6. Implantasi, Jumlah Fetus, Jumlah Resorpsi, Berat Plasenta. Implantasi adalah proses penempelan embrio pada endometrium. Berhasil atau tidaknya proses penempelan embrio pada endometrium dapat dilihat dari jumlah fetus dan jumlah resorpsi. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan implantasi yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah fetus yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak berpengaruh pada kemampuan sperma dari tikus jantan untuk membuahi telur. Dengan demikian jumlah fetus yang dihasilkan tidak ada perbedaan antara keenam kelompok. Jumlah fetus yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 2 sampai 11. Jumlah tersebut masih dalam batas normal karena menurut Nalbandov, rata-rata jumlah anak tikus paling rendah adalah 6,1 dan rata-rata jumlah anak tikus paling tinggi adalah 11,1 [10]. Dalam penelitian ini ada beberapa fetus yang mengalami resorpsi oleh uterus. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak mempengaruhi jumlah resorpsi fetus pada tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Adanya fetus yang diresorpsi merupakan suatu kejadian normal yang dapat terjadi pada tikus tikus kontrol. Implantasi di daerah dekat serviks sering mengalami resorpsi. Resorpsi fetus terjadi pada periode organogenesis. Plasenta adalah tenunan tubuh dari embrio dan hewan induknya, yang terjalin pada waktu pertumbuhan embrio untuk keperluan penyaluran makanan dari induk kepada anak dan zat buangan dari anak kepada induk [11]. Uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan berat palasenta yang bermakna antara keenam kelompok perlakuan. Tikus jantan perlakuan masih mampu menghasilkan anak yang sama dengan tikus jantan kontrol. Sehingga tidak ada perbedaan anak yang dihasilkan oleh tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut. Menurut Tulsiani, untuk menghasilkan suatu zigot merupakan persatuan satu sperma dengan ovum [12]. Dalam hal ini tidak diperlukan jumlah sperma yang cukup banyak. Menurut WHO pada manusia yang dianggap fertil apabila, ejakulasinya + 20 juta / ml. Apabila kurang dari + 20 juta / ml dianggap kurang fertil dan termasuk oligozoospermia. Namun demikian oligozoospermia (0,1 5 juta / ml) masih mampu menghasilkan anak [13]. Kemungkinan yang terjadi pada manusia terjadi juga pada tikus penelitian ini karena secara fisiologis pengaturan sistem reproduksi dengan manusia tidak jauh berbeda. 104 MAKARA, SAINS, VOL. 6, NO. 2, AGUSTUS 7. Berat Fetus Hasil uji Kruskal-Wallis terhadap data berat badan rata-rata fetus tiap induk tidak berbeda secara bermakna pada keenam kelompok perlakuan. Berat badan fetus sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah implantasi dan nutrisi induk. Dengan demikian infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak mempengaruhi fisiologis induk maupun fetus sehingga berat badan fetus pada tikus betina tidak berbeda secara bermakna antara keenam kelompok perlakuan. 8. Jenis Kelamin Fetus Uji Chi-Square menunjukkan perbandingan jumlah fetus jantan dan jumlah fetus betina tidak berbeda secara bermakna antara keenam kelompok perlakuan pada = 0,05. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa infus daun puding pada konsentrasi 5%, 10%, 20%, 40%, 80% dengan volume 1 ml/200 g bb/hari pada tikus jantan tidak mempengaruhi jenis kelamin fetus pada tikus betina yang dikawinkan dengan tikus jantan tersebut.

7 Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa infus daun puding yang diberikan 52 hari,dengan dosis 50 mg/g bb, 100 mg/g bb, 200mg/g bb, 400mg.g bb 800 mg/g bb dapat menurunkan konsentrasi dan kualitas spermatozoa vas deferen tikus jantan galur DDY, tetapi belum berpengaruh terhadap jumlah fetus, berat plasenta, abnormalitas fetus dan berat badan fetus hasil perkawinan denga tikus jantan perlakuan. Ucapan Terima Kasih Kami mengucapkan terimakasih kepada pihak Universitas Indonesia/ Lembaga Penelitian Universitas Indonesia yang telah membiayai penelitian ini dengan nomer DIKS UI MAK Tahun Anggaran 2000 Nomor : 059/23/2000 tanggal 1 April Selain itu, ucapan terimakasih kami sampaikan juga kepada Jurusan Farmasi dan Jurusan Biologi FMIPA-UI atas fasilitas yang telah diberikan selama penelitian. Daftar Acuan [1] L. H. Bailey. The Standard Encyclopedia of Holticulture, Vol III. The Macmillan Company, New York, 1951, p.146. [2] B. Elya, Saponin Triterpenoida dari daun Polyscias guilfoylei L.H. Bailey. Seminar Nasional Kimia Bahan Alam 1999, Universitas Indonesia - UNESCO, Nopember 1999, Depok. (1999). [3] S. B. Mahato, A. K. Nandy. Phytochemistry 30 (1991) [4] S. B. Mahato, Kundu, A.P. Phytochemistry 37 (1994) [5] Departemen Kesehatan RI. Farmakope Indonesia ed. III. Dep.Kes. RI, Jakarta. (1979). [6] World Health Organization (WHO). Penuntun Laboratorium WHO untuk Pemeriksaan semen manusia dan interaksi semen-getah serviks. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta. (1988). [7] C. R. Leeson, T.S. Lesson, A.A Paparo. Buku ajar histologi, Edisi ke-5, Terjemahan dari Textbook od Histology, 5 th ed., oleh Tambajong, J. & Wonodirekso (eds.), Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta, [10] D. L. Garner, E.S.E. Hafez. Reproduction in farm animals, Lea & Febiger, Philadelphia (1987). [11] O. Soeradi, Hambatan Perkembangan Folikel Tikus Setelah Pemberian Ekstrak Daun Solanum laciniatum Ait., Medika, Jakarta, [12] A. V. Nalbandov. Fisiologi Reprodiksi pada Mamaliadan Unggas, Terj. Keman, S. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, [13] S. Partodiharjo. Ilmu Reproduksi Hewan, Penerbit Mutiara, Jakarta, [14] R. P. Tulsiani, CarbohydratesMediate Sperm-Ovum Adhesion and Triggering of Acrosome Reaction, Asian Journal of Andrology (2000) 87. [15] W. M. Hair, F. C. W. Wu. Asian Journal of Andrology (2000).

KUALITAS SPERMATOZOA DARI TANAMAN Polyscias guilfoylei

KUALITAS SPERMATOZOA DARI TANAMAN Polyscias guilfoylei MAKARA, SAINS, VOL. 14, NO. 1, APRIL 2010: 51-56 KUALITAS SPERMATOZOA DARI TANAMAN Polyscias guilfoylei Berna Elya 1*), Dadang Kusmana 2, dan Nevy Krinalawaty 2 1. Departemen Farmasi, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai usaha telah dilakukan oleh para peneliti anti fertilitas untuk menemukan obat yang tepat dalam mengatasi masalah Keluarga Berencana. Bagi pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.1 1. Perhatikan gambar berikut! Bagian yang disebut dengan oviduct ditunjukkan oleh huruf... A B C D Bagian yang ditunjukkan oleh gambar

Lebih terperinci

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Antonius Budi Santoso, Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr. M.Kes. Pembimbing II: Sri Utami Sugeng, Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG TEMPE KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) SELAMA MASA PREPUBERTALTERHADAP VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN GALUR SWISS WEBSTER Antonius Budi Santoso, 2007. Pembimbing

Lebih terperinci

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus)

POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Seminar Nasional Hasil Penelitian Universitas Kanjuruhan Malang 2017 POTENSI EKSTRAK DAUN DAN TANGKAI DAUN PEGAGAN (Centella asiatica) PADA PENURUNAN MOTILITAS SPERMATOZOA MENCIT (Mus muscullus) Susie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family

BAB I PENDAHULUAN. Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Brotowali (Tinospora crispa, L.) merupakan tumbuhan obat herbal dari family Menispermaceae yang mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat digunakan untuk mengobati

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan dan Alat Metode Penelitian Pembuatan Larutan Ekstrak Rumput Kebar BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai dengan Mei 2009. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi, Departemen Anatomi, Fisiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. &

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Kimia untuk pembuatan ekstrak Myrmecodia pendens Merr. & 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1. Tempat Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi untuk pengaklimatisasian hewan uji serta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NANAS

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NANAS ABSTRAK PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NANAS (Ananas comosus (L.) Merr.) MUDA DAN TUA TERHADAP JUMLAH JANIN MATI MENCIT BETINA GALUR SWISS WEBSTER BUNTING AWAL DAN AKHIR Naurah Alzena Hana Dhea, 1210005

Lebih terperinci

UJI KUALITAS SPERMATOZOID MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.)

UJI KUALITAS SPERMATOZOID MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.) UJI KUALITAS SPERMATOZOID MENCIT PUTIH JANTAN DENGAN EKSTRAK BUAH PARE (Momordica charantia L.) Mitayani 1, Nova Fridalni 2 dan Elmiyasna 3 STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG 1,2,3 mitayani_dd@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

UJI EFEK ANTIFERTILITAS EKSTRAK DAUN SAGA (ABRUS PRECATORIUS L.) TERHADAP TIKUS PUTIH BETINA

UJI EFEK ANTIFERTILITAS EKSTRAK DAUN SAGA (ABRUS PRECATORIUS L.) TERHADAP TIKUS PUTIH BETINA UJI EFEK ANTIFERTILITAS EKSTRAK DAUN SAGA (ABRUS PRECATORIUS L.) TERHADAP TIKUS PUTIH BETINA OLEH: RICHE OMERIUM 2443002094 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA FEBRUARI 2008 UJI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian rataan suhu dan kelembaban harian kandang berturut-turut 28,3 o C dan 91,3% yang masih dalam kisaran normal untuk hidup kelinci. Adapun suhu dan kelembaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Population Data Sheet (2014), Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepadatan penduduk di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah yang sampai sekarang belum dapat diatasi, hal ini disebabkan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni 2,6 juta jiwa per tahun. Menurut Syarief (2010) pada 2006 rata-rata angka kelahiran mencapai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (RAL). Perlakuan dikelompokkan menjadi 7 kelompok dengan 5 kali ulangan.

BAB III METODE PENELITIAN. (RAL). Perlakuan dikelompokkan menjadi 7 kelompok dengan 5 kali ulangan. 52 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan dikelompokkan menjadi 7 kelompok dengan 5 kali ulangan. Perlakuan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5

METODOLOGI PENELITIAN. eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol. Desain ini melibatkan 5 (lima) kelompok

Lebih terperinci

ABSTRAK. Susan, 2007, Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami S., Dra., M.Kes.

ABSTRAK. Susan, 2007, Pembimbing I : Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II : Sri Utami S., Dra., M.Kes. ABSTRAK PENGARUH PASTA TOMAT (Solanum lycopersicum) TERHADAP KECEPATAN GERAK, JUMLAH, DAN VIABILITAS SPERMATOZOA PADA MENCIT GALUR BALB/c YANG MENGALAMI SPERMIOTOKSISITAS AKIBAT INDUKSI SISPLATIN Susan,

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN INFUS DAUN MANGGIS

PENGARUH PEMBERIAN INFUS DAUN MANGGIS PENGARUH PEMBERIAN INFUS DAUN MANGGIS (Garcinia mangostana L) TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH MENCIT JANTAN Oleh : Mohamad Adam Mustapa, S.Si.,M.Sc Nip : 197704222006041003 Abstrak Telah dilakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN A. Kategori Penelitian dan Rancangan Percobaan 1. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen eksploratif dengan rancangan acak lengkap pola searah.

Lebih terperinci

Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Angka Konsepsi Mencit (Mus musculus) ICR Jantan

Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Angka Konsepsi Mencit (Mus musculus) ICR Jantan ISSN 2302-1616 Vol 4, No. 1, Juni 2016, hal 58-63 Available online http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/biogenesis Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Angka

Lebih terperinci

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si

ABSTRAK. Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa Liliana W., S. Si., M. Kes Pembimbing II : Djaja Rusmana, dr., M. Si ABSTRAK PEMBERIAN VITAMIN C, E, SERTA KOMBINASINYA MENINGKATKAN DIAMETER TUBULUS SEMINIFERUS MENCIT (Mus musculus) GALUR Swiss Webster YANG DIBERI PAJANAN Allethrin Natalia, 2011; Pembimbing I : Teresa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan

I. PENDAHULUAN. pernah mengalami masalah infertilitas ini semasa usia reproduksinya dan I. PENDAHULUAN Infertilitas merupakan suatu masalah yang dapat mempengaruhi pria dan wanita di seluruh dunia. Kurang lebih 10% dari pasangan suami istri (pasutri) pernah mengalami masalah infertilitas

Lebih terperinci

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas,

kontrasepsi untuk kaum pria supaya kaum pria memiliki alternatif penggunaan alat kontrasepsi sesuai dengan pilihannya. Berdasarkan fakta di atas, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Populasi penduduk semakin meningkat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Badan Pusat Statistik, bahwa kenaikan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 2000

Lebih terperinci

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C Disajikan oleh : Hotmaria Veronika.G (E10012157) dibawah bimbingan : Ir. Teguh Sumarsono, M.Si 1) dan Dr. Bayu Rosadi, S.Pt. M.Si 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk mencapai tata kehidupan yang selaras dan seimbang dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Keterbatasan sumber daya alam dan pertambahan penduduk yang pesat merupakan masalah negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia. Pertambahan penduduk

Lebih terperinci

Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Angka Konsepsi Mencit (Mus musculus) ICR Jantan

Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Angka Konsepsi Mencit (Mus musculus) ICR Jantan ISSN 2302-1616 Vol 4, No. 1, Juni 2016, hal 58-63 Available online http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/biogenesis Pengaruh Ekstrak Kulit Batang Tumbuhan Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Angka

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan empat kelompok

BAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan empat kelompok 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan acak lengkap. Penelitian ini menggunakan empat kelompok perlakuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis

KATA PENGANTAR. Penulis ii iii iv KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullohi wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji bagi Allah hanya karena rakhmat dan hidayah-nya penulisan buku dengan judul Efektivitas pemberian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya

I. PENDAHULUAN. Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infertilitas adalah ketidak mampuan untuk hamil setelah sekurang-kurangnya satu tahun berhubungan seksual, sedikitnya empat kali seminggu tanpa kontrasepsi (Straight,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil dari pengamatan kualitas sperma mencit (konsentrasi sperma, motilitas sperma, dan abnormalitas sperma) yang dilakukan di Laboratorium Fisiologi secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012).

BAB III METODE PENILITIAN. Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). BAB III METODE PENILITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan selama 3 bulan (Januari - Maret 2012). Pemeliharaan dan perlakuan terhadap hewan coba dilakukan di rumah hewan percobaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental (experimental research) yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap

Lebih terperinci

SW PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH

SW PENGARUH EKSTRAK RIMPANG TEMU PUTIH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati nomor dua di dunia setelah Brazilia dengan ribuan spesies tumbuhan yang tersebar di hutan tropika (Agoes, 2009). Berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas. dan rumit (Hermawanto & Hadiwijaya, 2007) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas pada pria merupakan masalah yang perlu perhatian dan penanganan serius, bukan hanya itu tetapi begitu juga dengan infertilitas wanita dalam penatalaksanaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

BAB III METODE PENELITIAN. rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok, BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan dan Desain Penelitian Penelitian yang dilaksanakan merupakan penelitian eksperimen, rancangan penelitian yang digunakan adalah acak lengkap dengan lima kelompok,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang

I. PENDAHULUAN. Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesuburan pria ditunjukkan oleh kualitas dan kuantitas spermatozoa yang meliputi motilitas, dan morfologinya. Salah satu penyebab menurunnya kualitas dan kuantitas sperma

Lebih terperinci

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti

OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS. Titta Novianti OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Titta Novianti OOGENESIS Pembelahan meiosis yang terjadi pada sel telur Oogenesis terjadi dalam dua tahapan pembelahan : yaitu mitosis meiosis I dan meiosis II Mitosis : diferensaiasi

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK

PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING. Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK PENGGUNAAN TELUR ITIK SEBAGAI PENGENCER SEMEN KAMBING Moh.Nur Ihsan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang ABSTRAK Suatu penelitian untuk mengetahui penggunaan kuning telur itik

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN CAP TIKUS TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus)

PENGARUH PEMBERIAN CAP TIKUS TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus) Jurnal e-biomedik (ebm), Volume 3, Nomor 1, Januari-April 2015 PENGARUH PEMBERIAN CAP TIKUS TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA WISTAR JANTAN (Rattus norvegicus) 1 Ellen E. Melmambessy 2 Lydia Tendean 2 Janette

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Angka kejadian infertilitas masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Infertilitas adalah ketidakmampuan terjadinya konsepsi atau memiliki anak pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan

BAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA

ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA ABSTRAK EFEK PEMBERIAN ETANOL 40% PERORAL TERHADAP KETEBALAN LAPISAN SEL SPERMATOGENIK TUBULUS SEMINIFERUS TIKUS WISTAR JANTAN DEWASA Kadek Devi Aninditha Intaran, 2016 Pembimbing I : Hartini Tiono, dr.,

Lebih terperinci

Key words : sukun, mencit dan fertilitas.

Key words : sukun, mencit dan fertilitas. Saintek Vol 5, No 2 Tahun 2010 PENGARUH EKSTRAK DAUN SUKUN (Arthocarpus communis ) TERHADAP FERTILITAS MENCIT (Mus musculus) ICR JANTAN Ekawaty Prasetya Staf Dosen Kesehatan Masyarakat FIKK Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap kadar glukosa darah dan histologi pankreas tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Batur Domba Batur merupakan salah satu domba lokal yang ada di Jawa Tengah tepatnya yang berada di daerah Batur, Banjarnegara (Noviani et al., 2013). Domba Batur sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina.

BAB I PENDAHULUAN Tujuan. Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri tiap fase siklus estrus pada mencit betina. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Siklus reproduksi adalah perubahan siklus yang terjadi pada sistem reproduksi (ovarium, oviduk, uterus dan vagina) hewan betina dewasa yang tidak hamil, yang memperlihatkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara

I PENDAHULUAN. dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kambing merupakan salah satu jenis ternak yang mudah dipelihara dan dikembangkan di Indonesia. Sistem pemeliharannya masih dilakukan secara tradisional. Salah satu bangsa

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Variabel Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental semu, yaitu penelitian yang dilakukan melalui pengamatan terhadap kelompok eksperimental

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008.

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI dari Januari 2008 hingga Mei 2008. B. BAHAN DAN ALAT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI PENEMUAN Hasil Pengamatan Makroskopis Daun Saga (Abrus precatorius L.)

BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI PENEMUAN Hasil Pengamatan Makroskopis Daun Saga (Abrus precatorius L.) BAB IV ANALISIS DATA DAN INTERPRETASI PENEMUAN 4.. Analisis Data 4... Hasil Pengamatan Makroskopis Daun Saga (Abrus precatorius L.) Gambar 4.. Makroskopis daun saga (Abrus precatorius L.) Tabel 4.. Hasil

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II VAGINAL SMEAR Oleh : Nama : Nur Amalah NIM : B1J011135 Rombongan : IV Kelompok : 2 Asisten : Andri Prajaka Santo LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat

BAB III METODE PENELITIAN. Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Hewan Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya sebagai tempat pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang ditempuh ialah jenis penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen merupakan penelitian dimana variabel yang hendak diteliti (variabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksperimental. Pada kelompok eksperimen, dilakukan sebuah perlakuan terhadap subjek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani

BAB I PENDAHULUAN. akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia semakin meningkat, menyebabkan kebutuhan akan pangan hewani berkualitas juga semakin meningkat. Salah satu pangan hewani berkualitas yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. HASIL Dalam penelitian ini sampel diambil dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) UGM untuk mendapatkan perawatan hewan percobaan yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN A. Kategori dan Rancangan Penelitian Penelitian uji efek tonikum infusa daun landep pada mencit putih jantan ini dapat dikategorikan sebagai penelitian eksperimental dengan rancangan

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus Conoideus Lam.) TERHADAP KADAR BILIRUBIN TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG DIINDUKSI CCL 4 Andre Setiawan Iwan, 2009. Pembimbing I : Hana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN. Volume Semen Domba HASIL DAN PEMBAHASAN Volume Semen Domba Pengukuran volume semen domba dilakukan untuk mengetahui jumlah semen yang dihasilkan oleh satu ekor domba dalam satu kali ejakulat. Volume semen domba dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 29 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen kuantitatif. Pada penelitian ini terdapat manipulasi terhadap objek

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kelakai (Stenochlaena palustris), berat badan, panjang badan, kalsifikasi tulang femur, janin tikus wistar

Kata Kunci : Kelakai (Stenochlaena palustris), berat badan, panjang badan, kalsifikasi tulang femur, janin tikus wistar ABSTRAK EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN KELAKAI (Stenochlaena palustris) TERHADAP BERAT BADAN, PANJANG BADAN, DAN PANJANG KALSIFIKASI TULANG FEMUR JANIN TIKUS WISTAR Yosep A Tarong, 2016, Pembimbing I : Heddy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkohol jika dikonsumsi mempunyai efek toksik pada tubuh baik secara langsung maupun tidak langsung (Panjaitan, 2003). Penelitian yang dilakukan (Foa et al., 2006)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK RUMPUT KEBAR (Biophytum petersianum Klotzsch) TERHADAP FERTILITAS TIKUS JANTAN (Rattus novergicus L) AZLINA

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK RUMPUT KEBAR (Biophytum petersianum Klotzsch) TERHADAP FERTILITAS TIKUS JANTAN (Rattus novergicus L) AZLINA PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK RUMPUT KEBAR (Biophytum petersianum Klotzsch) TERHADAP FERTILITAS TIKUS JANTAN (Rattus novergicus L) AZLINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. > 6 ekor

BAB III METODE PENELITIAN. > 6 ekor BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian eksperimental, yaitu merupakan penelitian yang di dalamnya terdapat perlakuan untuk memanipulasi beberapa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Texel di Indonesia telah mengalami perkawinan silang dengan domba lokal seperti Domba Ekor Gemuk (DEG) maupun Domba Ekor Tipis (DET) dan kemudian menghasilkan

Lebih terperinci

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian

Infertilitas pada pria di Indonesia merupakan masalah yang perlu perhatian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infertilitas adalah menurunnya atau hilangnya kemampuan menghasilkan keturunan, istilah ini sama sekali tidak menunjukkan ketidakmampuan menghasilkan keturunan sepertinya

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Semen Kambing Semen adalah cairan yang mengandung gamet jantan atau spermatozoa dan sekresi kelenjar pelengkap saluran reproduksi jantan. Bagian cairan dari suspensi

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 2 1. Pasangan antara bagian alat reproduksi laki-laki dan fungsinya berikut ini benar, kecuali... Skrotumberfungsi sebagai pembungkus

Lebih terperinci

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH

PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP KADAR ALKALI FOSFATASE PLASMA DARAH TIKUS JANTAN GALUR WISTAR (Rattus norvegicus L.) YANG DIINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA (CCl 4 ) Adiatma

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Teresa Liliana Wargasetia, S.Si., M.Kes.

ABSTRAK. Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Teresa Liliana Wargasetia, S.Si., M.Kes. ABSTRAK JUS DAN PUREE TOMAT (Solanum lycopersicum) MENURUNKAN PERSENTASE SPERMATOZOA DENGAN MORFOLOGI ABNORMAL PADA MENCIT YANG DIBERI PAJANAN ASAP ROKOK Fatrika Dewi, 2011. Pembimbing I : Prof. Dr. Susy

Lebih terperinci

EDWARD WYENANTEA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

EDWARD WYENANTEA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN EKSTRAK BIJI KELABET (TRIGONELLA FOENUM-GRAECUM LINN.) DAN EKSTRAK DAUN TAPAK DARA (CATHARANTHUS ROSEUS LINN.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH EDWARD WYENANTEA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu hasil bumi yang sangat dikenal di Indonesia. Kedelai yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies, yaitu, kedelai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan Rancangan Acak Terkontrol (RAT). bulan November sampai dengan Desember 2012.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dengan Rancangan Acak Terkontrol (RAT). bulan November sampai dengan Desember 2012. 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan Rancangan Acak Terkontrol (RAT). B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat di Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak Non Ruminansia (BPBTNR) Provinsi Jawa Tengah di Kota Surakarta.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN DAFTARISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN HALAMAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riki Ahmad Taufik, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk di Negara berkembang khususnya Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat secara tajam. Beberapa usaha telah di lakukan untuk menekan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Populasi penduduk dunia telah berlipat ganda jumlahnya dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini dan mencapai 6 milyar penduduk pada tahun 1999. Walaupun angka fertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa negara berkembang seperti Indonesia memiliki kepadatan penduduk yang cukup besar sehingga aktivitas maupun pola hidup menjadi sangat beraneka ragam. Salah satu

Lebih terperinci

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya

AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT. TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya AKTIVITAS ANALGETIKA INFUSA DAUN ALPUKAT (Persea americana) PADA MENCIT TITA NOFIANTI Program Studi S1 Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Pengujian aktivitas analgetika infusa daun alpukat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka pengguna telepon seluler (ponsel) atau handphone di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan oleh Roy Morgan Research di Australia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Dalam penelitian eksperimen terdapat kontrol sebagai acuan antara keadaan

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENURUNAN BERAT BADAN JANIN MENCIT Balb/C YANG DILAHIRKAN DARI INDUK YANG DIINDUKSI MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.

ABSTRAK. PENURUNAN BERAT BADAN JANIN MENCIT Balb/C YANG DILAHIRKAN DARI INDUK YANG DIINDUKSI MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam. ABSTRAK PENURUNAN BERAT BADAN JANIN MENCIT Balb/C YANG DILAHIRKAN DARI INDUK YANG DIINDUKSI MINYAK BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) Selita Agnes, 2011.Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes., PA(K).

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.) Budi Setyono, SPi dan Suswahyuningtyas Balai Benih Ikan Punten Batu email:

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental (experiment research),yaitu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup ilmu Farmasi, Farmakologi dan Kimia Randomized Post Test Control Group Design dengan hewan coba sebagai objek penelitian tikus

Lebih terperinci

LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.

LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L. LAMA PEMULIHAN VIABILITAS SPERMATOZOA MENCIT JANTAN (Mus musculus L.) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK KAYU SECANG (Caesalpinia sappan L.) Marlina Kamelia 1 Siti Adha Sari 2 1,2 Prodi Pendidikan Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek

Tanaman sambiloto telah lama terkenal digunakan sebagai obat, menurut Widyawati (2007) sambil oto dapat memberikan efek hepatoprotektif, efek BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infertilitas atau gangguan kesuburan dapat dimengerti sebagai ketidakmampuan sepasang suami istri untuk mendapatkan keturunan setelah satu tahun menikah tanpa menggunakan

Lebih terperinci