SIFAT FISIKOKIMIA DAN PALATABILITAS BAKSO DAGING KERBAU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SIFAT FISIKOKIMIA DAN PALATABILITAS BAKSO DAGING KERBAU"

Transkripsi

1 SIFAT FISIKOKIMIA DAN PALATABILITAS BAKSO DAGING KERBAU SRI USMIATI 1 dan ATIEN PRIYANTI 2 1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor ABSTRAK Sifat fisikokimia dalam pembuatan bakso merupakan salah satu aspek penting dari daging. Komposisi kimia dan sifat fisik daging bervariasi tergantung kepada letak dan fungsi daging dalam tubuh ternak. Dalam pembuatan bakso, bahan lain yang diperlukan adalah bahan pengisi (filler), yang berfungsi memperbaiki emulsi, memperkecil penyusutan dan menambah berat produk serta dapat menekan biaya produksi. Filler dalam pembuatan bakso biasanya adalah tepung tapioka dan sagu. Penelitian penggunaan daging dari bagian karkas yang berbeda dengan taraf tapioka serta perbandingannya dengan pati sagu perlu dilakukan untuk melihat sifat fisikokimia dan palatabilitas bakso kerbau yang dihasilkan. Penelitian terbagi menjadi: (1) penelitian satu menggunakan dua faktor perlakuan yaitu: A = 4 bagian daging dari bagian karkas kerbau yaitu A1 = paha belakang/silverside, A2 = paha depan/blade, A3 = sengkel/foreshank, dan A4 = campuran (70% daging leher/chuck dan 30% daging rusuk/rib), dan B = 3 taraf tepung tapioka yaitu B1 = 30%; B2 = 40% dan B3 = 50% dengan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 3, dua ulangan, dan (2) penelitian dua, menggunakan dua faktor perlakuan yaitu: D = daging dari bagian karkas kerbau (3 bagian yaitu D1 = jantung, D2 = paha belakang, dan D3 = campuran), dan P = perbandingan jenis bahan pengisi (4 macam perbandingan tapioka:pati sagu yaitu P1 = 1:0; P2 = 1:1, P3 = 2:1 dan P4 = 1:2) dengan rancangan percobaan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3x4, dua ulangan. Peubah yang diamati meliputi ph adonan, daya mengikat air, tingkat keempukan, kadar air, abu, protein, dan lemak, dan uji hedonik terhadap rasa, warna, aroma, tekstur, kekenyalan, dan penampakan umum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter bakso kerbau pada penelitian satu yang paling baik adalah yang dibuat menggunakan daging dari bagian karkas paha belakang pada taraf tepung tapioka 40% ditandai oleh tingkat kekerasan yang rendah (9,64 mm/s), daya mengikat air dan kadar air yang cukup tinggi (23 dan 65,83%) sehingga berpengaruh terhadap keempukan, kadar protein cukup tinggi (38,61%), kadar lemak yang baik (6,84%), dan kadar karbohidrat rendah (49,85%) serta atribut rasa, warna, aroma, tekstur, kekenyalan dan penampakan umum yang dinilai panelis pada taraf suka dengan nilai modus 4. Hasil penelitian dua menunjukkan bahwa karakter bakso kerbau yang paling baik adalah yang dibuat menggunakan daging campuran (leher/chuck dan rusuk/rib) pada seluruh perbandingan tapioka dengan pati sagu ditandai oleh kadar protein yang tinggi (12,6%), kadar lemak yang sedang (0,5%) dan tingkat keempukan yang baik (23,7 mm/det) dengan tingkat kesukaan panelis berkisar pada nilai hedonik 3-4 (netral-suka) serta merupakan bakso kerbau yang dianggap lebih ekonomis karena harga daging campuran lebih murah dibandingkan daging paha belakang. Kata kunci: Fisikokimia, bakso kerbau, karkas, tapioka, sagu PENDAHULUAN Bakso merupakan produk makanan yang populer berbentuk bulatan atau bentuk lainnya yang diperoleh dari campuran daging tidak kurang dari 50% dan pati atau serealia dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan (DEWAN STANDARISASI INDONESIA, 1995). Bahan pangan ini diperkirakan dibawa ke Indonesia oleh perantau dari daerah Cina (SOEKARTO, 1990). Produk bakso dibuat menggunakan daging segar yang dapat diambil dari setiap bagian daging ternak untuk mendapatkan produk yang kenyal dan kompak. Daging pada masing-masing bagian badan ternak memiliki karakter yang berbeda yang diperkirakan dapat mempengaruhi sifat produk yang dihasilkan. Daging untuk membuat bakso biasanya diperoleh dari ternak ayam dan sapi dengan tingkat preferensi masyarakat yang sangat besar. Disamping kedua jenis ternak tersebut, salah satu jenis ternak yang potensial dagingnya untuk bahan baku bakso adalah ternak kerbau. Saat ini tingkat konsumsi daging kerbau relatif lebih kecil dibandingkan konsumsi daging sapi. Hal ini disebabkan antara lain karena daging kerbau 149

2 lebih liat/keras dan kurang empuk dibandingkan dengan daging sapi karena umumnya ternak kerbau adalah ternak kerja dan baru dipotong setelah tua, sehingga dagingnya kurang disukai. Peredaran daging kerbau di pasar relatif sedikit. Namun demikian disadari ataupun tidak, terutama bagi konsumen yang tidak dapat membedakan daging sapi dengan daging kerbau, daging kerbau telah banyak dijual di pasar dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk olahan rendang, sate padang, dendeng dan abon. Daging kerbau memiliki struktur, komposisi kimia, nilai nutrisi, palatabilitas dan bagian karkas yang dapat dimakan hampir sama dengan daging sapi. Perbedaannya terletak pada penyebaran lemak, yaitu lemak daging kerbau terpusat di bawah kulit dan rongga tubuh dan lebih sedikit yang ada diantara daging (marbling) (COCHRILL, 1974). Dengan jumlah lemak yang lebih sedikit (2,42 g/100 g) dibanding lemak daging sapi (10,15 g), maka daging kerbau lebih sedikit tingkat kolesterolnya (82 mg/100 g) dibanding kolesterol daging sapi (86 mg/100 g) ( americangourmet.net/healthybuffalo.html). Kecenderungan masyarakat terhadap makanan sehat yang rendah kolesterol, merupakan potensi dalam pengembangan produk olahan berbahan baku daging kerbau, antara lain bakso. PURNOMO (1990) menyatakan bahwa daging yang digunakan untuk pembuatan bakso mempunyai aspek penting antara lain bagian potongan daging pada karkas dan sifat kimianya. Komposisi kimia daging bervariasi antara lain tergantung kepada spesies ternak, umur dan jenis kelamin, serta letak dan fungsi daging di dalam tubuh (WILSON et al., 1981). Protein adalah komponen yang terbesar dari daging (SOEPARNO, 1998). Menurut LAWRIE (2003), protein dalam daging terbagi menjadi protein sarkoplasmik yang larut dalam air dan garam konsentrasi rendah, protein miofibrilar yang larut dalam garam konsentrasi tinggi (pekat), dan protein stroma yang tidak larut dalam garam konsentrasi tinggi. Jenis protein yang membantu proses dalam produk emulsi adalah protein sarkoplasmik, protein aktin dan miosin serta protein mioglobin (WILSON et al., 1981). Karbohidrat pada daging terdapat dalam bentuk glikogen sebanyak 0,8% dari berat daging, glukosa 0,1% dan karbohidrat hasil intermediet dari metabolisme sel (ABERLE et al., 2001). Bahan lain yang diperlukan dalam pembuatan bakso adalah bahan pengisi yang berfungsi untuk memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk dan karena harganya relatif murah maka dapat menekan biaya produksi. Bahan pengisi atau bahan pengikat merupakan fraksi bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan bakso. Bahan pengisi yang umum digunakan adalah tepung tapioka dan tepung sagu aren (PANDISURYA, 1983). Komposisi kimia tepung tapioka dan tepung sagu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi proksimat tepung tapioka dan tepung sagu Bahan Kadar air (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar abu (%) Kadar karbohidrat (%) Tapioka 13,12 0,13 0,04 0,162 86,548 Sagu 17,82 0,11 0,04 0,258 81,772 Sumber: PANDISURYA (1983) Banyaknya kandungan karbohidrat yang terdapat dalam bahan pengisi membuat bahan pengisi memiliki kemampuan dalam mengikat air dan tidak dapat mengemulsikan lemak (KRAMLICH, 1971). Komponen utama dalam bahan pengisi pembuatan bakso adalah pati yang mempunyai rasa tidak manis dan tidak larut dalam air dingin, tetapi di dalam air panas dapat membentuk gel yang bersifat kental (DE MAN, 1989). Pati terdiri atas dua fraksi yang tidak dapat dipisahkan yaitu fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut yang disebut amilopektin. Kandungan antara amilosa dan amilopektin berperan dalam membentuk produk olahan. Semakin besar kandungan

3 amilopektin atau semakin kecil kandungan amilosa bahan maka makin lekat produk olahannya (WINARNO, 1997). Struktur kedua fraksi tersebut disajikan pada Gambar 1 dan 2. Gambar 1. Struktur rantai lurus amilosa Gambar 2. Struktur amilopektin Amilosa bersifat sangat hidrofilik, karena banyak mengandung gugus hidroksil dibandingkan dengan amilopektin. Molekul amilosa cenderung membentuk susunan paralel melalui ikatan hidrogen. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel, meski konsentrasinya tinggi. Karena itu, molekul pati tidak mudah larut dalam air. Berbeda dengan amilopektin yang strukturnya bercabang, pati akan mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air (WINARNO et al., 1980). Amilosa bersifat higroskopis, dapat meningkatkan penyerapan air, pembentukkan gel lebih mudah, karena rantai lurusnya mudah membentuk jaringan tiga dimensi. Pati akan membentuk gel buram akibat pengelompokkan molekul-molekul amilosa melalui ikatan hidrogen intermolekul. Bahan tambahan lain yang digunakan dalam pembuatan produk bakso adalah: 1) Garam dapur (NaCl) Garam berfungsi mengekstraksi protein miofibrial dan meningkatkan daya simpan karena dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk (CROSS dan OVERBY, 1998). Garam juga berperan dalam menentukan tekstur produk dengan cara meningkatkan kelarutan protein (ZAIKA et al., 1978). Penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2% karena konsentrasi garam yang kurang dari 1,8% akan menyebabkan rendahnya protein yang terlarut (SUNARLIM, 1992). Pemberian garam dilakukan ketika daging masih segar (prerigor). Pada keadaan tersebut ph masih di atas 5,5 sehingga belum terbentuk ikatan aktomiosin dan aktin 149

4 maupun miosin mudah diekstraksi (SUNARLIM, 1992). 2) Sodium tripolifosfat (STTP) Sodium tripolifosfat umum digunakan dalam pengolahan daging. Penggunaan STPP maksimal adalah 0,5% (CROSS dan OVERBY, 1988). Alkali fosfat berfungsi antara lain untuk meningkatkan ph daging, menurunkan penyusutan selama pemasakan, meningkatkan keempukan dan menstabilkan warna (OCKERMAN, 1983). Menurut PEARSON dan TAUBER (1984), alkali fosfat dapat meningkatkan emulsi lemak pada protein miofibril sehingga STTP cepat larut dan memecah aktomiosin menjadi aktin dan miosin. 3) Es atau air es Penambahan es pada pembentukan emulsi daging bertujuan: (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi, serta (4) mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah akibat pemanasan mekanis (PEARSON dan TAUBER, 1984). Penambahan es akan mempengaruhi tekstur bakso yang dihasilkan (PURNOMO, 1990). Penelitian untuk mempelajari pengaruh daging kerbau yang diambil dari bagian karkas yang berbeda pada berbagai tingkat bahan pengisi dan penggunaan macam bahan pengisi perlu dilakukan sehingga dapat diketahui tingkat preferensi masyarakat terhadap bakso daging kerbau. Tujuan penelitian adalah (1) untuk mengetahui karakteristik bakso kerbau yang dibuat menggunakan daging bagian dari karkas yang berbeda pada berbagai tingkat tepung tapioka dan (2) untuk mengetahui sifat fisikokimia dan tingkat kesukaan panelis terhadap bakso kerbau menggunakan daging bagian dari karkas yang berbeda pada berbagai perbandingan bahan pengisi. Bahan dan alat BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan ialah daging kerbau berumur ±3 tahun yaitu: (1) penelitian satu: daging prerigor yang diambil dari bagian silverside/paha belakang, shank/sengkel, blade/paha depan dan campuran (chuck/leher 70%:rib 30%), dan (2) penelitian dua: daging postrigor yang diambil dari bagian jantung, silverside/paha belakang dan daging campuran. Kerbau dibeli dari PT. Kariyana Gita Utama Sukabumi. Bahan lainnya adalah tepung tapioka, pati sagu, lada, garam, air es/es, sodium tripolifosfat/stpp dan bahan lain untuk analisis fisik dan kimia serta organoleptik. Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat pengolahan bakso (alat penggiling/food processor, pisau, talenan), thermometer, serta berbagai jenis wadah dan gelas ukur untuk analisa, ph-meter (merk Hanna), sentrifuse (merk Hettich Zentrifugen) dan penetrometer (merk Koehler). Metodologi Penelitian ini terdiri atas: (1) Penelitian satu menggunakan dua faktor perlakuan yaitu: A = daging dari bagian karkas kerbau (4 bagian yaitu A1 = paha belakang/silverside, A2 = paha depan/ blade, A3 = sengkel/foreshank, dan A4 = campuran, 70% leher/chuck: 30% daging rusuk/rib), dan B = taraf tepung tapioka (3 taraf yaitu B1 = 30%; B2 = 40% dan B3 = 50%), rancangan percobaan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 4 x 3 dengan dua ulangan. (2) Penelitian dua, menggunakan dua faktor perlakuan yaitu: D = daging dari bagian karkas kerbau (3 bagian yaitu D1 = jantung, D2 = paha belakang, dan D3 = campuran, daging leher dan rusuk), dan P = perbandingan jenis bahan pengisi (4 macam perbandingan tapioka:pati sagu yaitu P1 = 1:0; P2 = 1:1, P3 = 2:1 dan P4 = 1:2), rancangan percobaan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial 3x4 dengan dua ulangan.

5 Peubah yang diamati meliputi ph adonan, daya mengikat air, tingkat keempukan, kadar air, abu, protein dan lemak, serta uji hedonik terhadap rasa, warna, aroma, tekstur, kekenyalan dan penampakan umum. Prosedur analisis sifat fisikokimia dan palatabilitas/organoleptik Metode pengukuran terhadap ph (AOAC, 1984), daya mengikat air/dma (OCKERMEN, 1983), keempukan (KILCAST dan EVES, 1993), analisis kimia meliputi kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu (AOAC, 1984), dan kadar karbohidrat (WINARNO, 1997). Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik. Penilaian uji hedonik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Skor kesukaan ditentukan dengan lima nilai skala hedonik yaitu: 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (netral), 4 (suka), dan 5 (sangat suka). Parameter yang diuji meliputi rasa, warna, aroma, tekstur, kekenyalan dan penampakan umum. Pembuatan bakso Prosedur pembuatan bakso disajikan pada Gambar 3. Daging kerbau tanpa lemak dan jaringan ikat Garam, es, dan STPP Daging digiling dalam food processor Bahan pengisi dan bumbubumbu Pencampuran dan penggilingan dalam food processor, diamkan 5 menit Pencetakan bakso, masukkan dalam air panas C, 10 menit Perebusan (air suhu C, 10 menit) Analisis fisikokimia dan organoleptik BAKSO Gambar 3. Diagram alir pembuatan bakso 149

6 Komposisi bahan-bahan dalam pembuatan bakso masing-masing pada penelitian satu dan dua disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2. Komposisi bahan dalam pembuatan bakso kerbau Bahan Tapioka 30% Tapioka 40% Tapioka 50% Daging (g) Tapioka (g) Es/air es 10% (g) Garam 2% 5,2 5,6 6 STPP 0.75% (g) 1,95 2,1 2,25 Lada 0.2% (g) 0,52 0,56 0,6 Total adonan (g) 293,67 315,26 338,85 Keterangan: Persentase tapioka berdasarkan berat daging, sedangkan berat es atau air es, garam, STPP, dan lada berdasarkan total berat daging dan tepung tapioka Tabel 3. Komposisi bahan dalam pembuatan bakso kerbau Bahan Tapioka: pati sagu (1:0) Tapioka:pati sagu (1:1) Tapioka:pati sagu (2:1) Tapioka:pati sagu (1:2) Daging (g) Bahan pengisi (g) (46,00 : 0) (23,00 : 23,00) (30,67 : 15,33) (15,33 : 30,67) Es/air es 30% (g) 46,2 46,2 46,2 46,2 Garam 4% STPP 0,2% (g) 0,4 0,4 0,4 0,4 Lada 0,5% (g) HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisik bakso daging kerbau a. Penelitian satu Hasil analisis statistik sifat fisik bakso kerbau (ph, daya mengikat air, keempukan) penelitian satu disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan daging dari bagian karkas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai ph, taraf tapioka berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat keempukan bakso, sedangkan kedua faktor tidak menunjukkan interaksi terhadap nilai ph, DMA dan keempukan. Nilai ph adonan bakso menggunakan daging dari bagian sengkel (5,75) lebih tinggi dibanding ph adonan bakso bagian paha depan (5,59) dan campuran (5,60) serta lebih tinggi pula dibandingkan ph adonan bakso bagian paha belakang (5,49). Perbedaan nilai ph ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan kandungan glikogen sehingga kecepatan glikolisisnya berbeda. Semakin tinggi kadar glikogen daging, makin cepat proses glikolisis dan ph semakin tinggi. Penambahan tepung tapioka hingga 50% tidak mempengaruhi nilai ph bakso. Nilai ph adonan bakso menggunakan tapioka 30% sebesar 5,61; 40% sebesar 5,59 dan 50% sebesar 5,63 (Tabel 4). Daya mengikat air (DMA) merupakan kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan airnya selama mengalami pemanasan, penggilingan dan pengolahan (FOREST et al., 1975). Semakin besar DMA,

7 semakin tinggi persentase air yang terikat dalam produk. Perlakuan penggunaan daging dari bagian karkas menghasilkan DMA berkisar antara 20,33-22,50, sedangkan perlakuan taraf tepung tapioka menghasilkan DMA berkisar antara 20,63-21,50 (Tabel 4). Nilai DMA bakso daging kerbau adalah sebesar 21,21%, lebih rendah dibandingkan DMA bakso sapi hasil penelitian ANSHORI (2002) yaitu 27,22%. Perbedaan nilai DMA bakso kerbau antara lain berhubungan dengan ph adonan. ph yang rendah akan memiliki DMA yang rendah (ABERLE et al, 2001). Daya mengikat air yang tinggi terjadi karena asam laktat yang dihasilkan dalam proses glikolisis (perubahan glikogen menjadi asam laktat) menyebabkan ruang antar filamen dalam protein miofibril melebar sehingga diameter miofibril meningkat. Ion OH - dari asam laktat (CH 3 COOH) mengakibatkan filamen protein bermuatan negatif dan terjadi tolak menolak, ruangan semakin besar sehingga air menjadi terikat (DMA besar) (OCKERMAN, 1983). Perbedaan nilai DMA bakso juga dapat disebabkan oleh perbedaan fungsi otot/daging (SOEPARNO, 1988). Tabel 4. Rata-rata sifat fisik bakso daging kerbau menggunakan daging dari bagian karkas dan taraf tepung tapioka yang berbeda Taraf tapioka (%) Daging bagian karkas ph DMA (%) Keempukan (mm/det) 30 Paha belakang 5,51 C 21,00 A 10,57 A Paha depan 5,60 B 21,00 A 10,54 A Sengkel 5,79 A 26,00 A 8,77 A Campuran 5,55 B 18,00 A 11,00 A Rata-rata total 5,61 A 21,50 A 10,22 A 40 Paha belakang 5,48 C 23,00 A 9,64 A Paha depan 5,54 B 22,00 A 10,02 A Sengkel 5,70 A 20,00 A 9,08 A Campuran 5,64 B 21,00 A 8,67 A Rata-rata total 5,59 A 21,50 A 9,35 B 50 Paha belakang 5,50 C 23,50 A 8,65 A Paha depan 5,64 B 20,00 A 9,24 A Sengkel 5,78 A 17,00 A 8,76 A Campuran 5,60 B 22,00 A 8,94 A Rata-rata total 5,63 A 20,63 A 8,90 B Keterangan: Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Tingkat keempukan bakso daging kerbau diukur berdasarkan nilai kecepatan tembus (penetrasi) oleh jarum penetrometer. Semakin kecil nilai kecepatan tembus bakso menunjukkan tingkat keempukan yang semakin rendah. Tingkat keempukan bakso yang menggunakan tepung tapioka 30% lebih tinggi dari bakso yang menggunakan tepung tapioka 40% dan 50% (Tabel 4). Dengan demikian semakin tinggi penambahan tepung tapioka menyebabkan produk bakso semakin keras. Sebelum pemanasan air yang ada di luar granula dan bebas bergerak, setelah mengalami pemanasan masuk ke dalam butirbutir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi (WINARNO, 1997). Tingkat keempukan bakso juga dipengaruhi oleh ph dan DMA. Nilai ph yang tinggi mengakibatkan DMA semakin besar sehingga kandungan air semakin banyak dan bakso akan relatif lebih empuk. Seperti yang dinyatakan oleh ELLINGER dalam PRASETYO (2002), keberadaan air dalam daging atau produk mempengaruhi tingkat keempukan. Nilai kecepatan tembus/penetrasi 149

8 bakso menggunakan daging dari bagian karkas yang berbeda berkisar antara 8,87-9,93. b. Penelitian dua Hasil analisis statistik sifat fisik bakso daging kerbau pada penelitian dua disajikan pada Tabel 5. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa daging dari bagian karkas yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai ph adonan, daya mengikat air dan keempukan bakso, sedangkan perbandingan tapioka dengan pati sagu tidak berpengaruh nyata dan kedua faktor tidak terdapat hubungan interaksi. Tabel 5 menunjukkan bahwa ph adonan bakso menggunakan daging dari bagian jantung (6,98) lebih tinggi dibandingkan bagian paha belakang (6,49) dan campuran (6,56). Nilai ph adonan bakso yang dibuat dari perbedaan perbandingan tapioka dengan pati sagu adalah P1 (1:0) 6,67; P2 (1:1) 6,65; P3 (2:1) 6,68; dan P4 (1:2) 6,72. Tabel 5. Rata-rata sifat fisik bakso daging kerbau menggunakan daging dari bagian karkas dan perbandingan bahan pengisi yang berbeda Daging bagian karkas Perbandingan tapioka:pati sagu ph adonan DMA (%) Keempukan (mm/det) Jantung 1:0 6,98 A 37,5 A 36,49 A 1:1 6,98 A 28,9 A 29,52 A 2:1 6,99 A 21,0 A 32,35 A 1:2 6,98 A 35,9 A 33,67 A Rata-rata total 6,98 A 30,8 A 33,01 A Paha belakang 1:0 6,47 A 7,9 A 22,97 A 1:1 6,46 A 7,0 A 24,21 A 2:1 6,50 A 6,5 A 26,37 A 1:2 6,54 A 5,0 A 25,95 A Rata-rata total 6,49 B 6,6 C 24,87 B Campuran 1:0 6,57 A 8,0 A 25,70 A 1:1 6,50 A 11,4 A 23,14 A 2:1 6,54 A 25,8 A 22,39 A 1:2 6,63 A 11,0 A 23,55 A Rata-rata total 6,56 B 14,0 B 23,69 B Keterangan: Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Daya mengikat air bakso kerbau menggunakan daging dari bagian jantung lebih tinggi (30,83%) dibandingkan DMA bakso dari daging campuran (14,05%) dan lebih tinggi dari DMA bakso yang dibuat dari daging paha belakang 6,60% (Tabel 5). Nilai DMA bakso kerbau yang dibuat dari perbandingan tapioka dengan pati sagu P1 (1:0) sebesar 17,8%; P2 (1:1) sebesar 15,8%; P3 (2:1) sebesar 17,8%; dan P4 (1:2) sebesar 17,3%. Tingkat keempukan bakso menggunakan daging dari bagian karkas yang berbeda masing-masing adalah dari bagian jantung (D1) lebih cepat (33,0 mm/det) dibandingkan daging dari paha belakang (24,9 mm/det) dan daging campuran (23,7 mm/det). Tingkat keempukan bakso yang menggunakan perbandingan tapioka dengan pati sagu yang berbeda adalah P1 sebesar 28,38 mm/det, P2 sebesar 25,62 mm/det, P3 sebesar 27,04 mm/det dan P4 sebesar 27,72 mm/det (Tabel 3). Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan menyerap air dari kedua pati selama pemasakan relatif sama sehingga tingkat keempukan produk relatif tidak berbeda akibat perbedaan penggunaan jenis pati.

9 Sifat kimia bakso daging kerbau a. Penelitian satu Hasil analisis statistik sifat kimia/proksimat bakso (kadar air, lemak, protein, abu, karbohidrat) disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan sidik ragam, perlakuan penggunaan daging dari bagian karkas berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, lemak, protein dan karbohidrat bakso, penggunaan taraf tapioka berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, protein dan karbohidrat, namun kedua perlakuan tidak terdapat hubungan interaksi. Tabel 6. Rata-rata proksimat bakso daging kerbau menggunakan daging dari bagian karkas dan taraf tepung tapioka yang berbeda Taraf tapioka (%) Daging bagian karkas Kadar air (%) Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Kadar abu (%) Kadar karbohidrat (%) 30 Paha belakang 66,82 AB 6,35 AB 43,24 A 4,02 A 46,31 B Paha depan 66,50 B 2,94 B 39,99 B 5,61 A 51,40 A Sengkel 68,19 A 2,59 C 44,97 A 4,43 A 47,87 AB Campuran 66,15 C 8,25 A 38,59 B 2,95 A 50,12 A Rata-rata total 66,91 A 5,03 a 41,70 A 4,26 A 48,93 C 40 Paha belakang 65,82 AB 6,84 AB 38,61 A 4,63 A 49,85 B Paha depan 64,41 B 7,02 B 30,18 B 4,35 A 58,42 A Sengkel 65,24 A 3,85 C 35,29 A 4,21 A 56,56 AB Campuran 63,25 C 5,83 A 30,51 B 3,72 A 59,86 A Rata-rata total 64,68 B 5,89 a 33,65 B 4,23 A 56,17 B 50 Paha belakang 63,91 AB 3,93 AB 32,58 A 3,82 A 60,62 B Paha depan 63,57 B 5,26 B 27,47 B 3,56 A 63,65 A Sengkel 65,62 C 2,06 C 32,30 A 3,70 A 62,88 AB Campuran 61,29 A 7,32 A 24,68 B 3,78 A 64,19 A Rata-rata total 63,60 C 4,64 a 29,01 C 3,72 A 62,59 C Keterangan: Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar air bakso yang menggunakan daging campuran lebih rendah (63,56%) dibandingkan kadar air bakso yang terbuat dari daging paha belakang (65,52%) dan paha depan (64,83%) serta lebih rendah dari daging sengkel (66,56%). Kadar air bakso yang dihasilkan bervariasi dan bila dihubungkan dengan hasil pengukuran kadar lemak bakso daging kerbau maka perbedaan ini juga berhubungan dengan kadar lemak. Hal ini ditunjukkan oleh bakso yang menggunakan daging campuran memiliki kandungan air yang paling kecil sedangkan kandungan lemaknya paling besar. Semakin tinggi kadar lemak bakso, semakin rendah kadar air bakso. Menurut PRICE dan SCHWEIGERT (1986) peningkatan kadar lemak menyebabkan penurunan kadar air produk. Pengaruh perbedaan taraf tapioka menunjukkan bahwa semakin tinggi tepung tapioka yang ditambahkan, semakin kecil kadar air bakso (Tabel 6). PANDISURYA (1983) menyatakan bahwa kadar air bakso yang makin rendah disebabkan adanya pengikatan antara gugus aktif pada protein dengan gugus aktif yang ada dalam pati. Hal ini mengakibatkan air tidak dapat lagi diikat oleh protein dan pati sehingga akan keluar pada saat pemanasan. Berdasarkan Tabel 6, kandungan lemak bakso berbanding terbalik dengan kadar air yaitu semakin tinggi kadar air maka kadar lemak semakin rendah. Penambahan tepung tapioka 30% sampai 50% tidak mempengaruhi kadar lemak bakso. Kadar lemak bakso daging kerbau berkisar antara 4,64-5,89%. Hal ini kemungkinan karena kandungan lemak tepung tapioka sangat rendah sehingga tidak tampak pengaruhnya terhadap perubahan kadar lemak dalam produk bakso. 149

10 Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar protein bakso yang menggunakan daging paha belakang dan daging sengkel lebih tinggi dibandingkan dengan yang menggunakan daging paha depan dan campuran. Bakso dari daging paha belakang memiliki kandungan protein yang relatif sama dengan yang menggunakan daging sengkel (masing-masing 37,81% dan 37,52%) demikian pula dengan kandungan protein bakso yang menggunakan daging paha depan relatif tidak berbeda dengan yang menggunakan daging campuran (masingmasing 32,55% dan 31,26%). Menurut LAWRIE dalam HASNUDI (2005), sifat dan komposisi kimia daging bervariasi antara lain tergantung kepada letak dan fungsi daging di dalam tubuh. Daging yang terdapat pada organ gerak aktif mengandung kadar protein relatif lebih tinggi dibandingkan daging yang terdapat pada organ yang relatif pasif gerak seperti pada bagian leher dan rusuk (daging campuran). Kadar protein bakso kerbau mengalami penurunan seiring dengan penambahan tepung tapioka. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kadar protein tepung tapioka sehingga dengan perbedaan jumlah penambahan 10-20% tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kadar protein bakso yang terdeteksi pada produk sebagian besar berasal dari daging. Hasil penelitian FATRIANI (2003), semakin tinggi jumlah penambahan tepung, kadar protein bakso semakin menurun karena proporsi daging yang makin rendah. Perlakuan daging dari bagian karkas yang berbeda tidak mempengaruhi kadar abu bakso disebabkan oleh kandungan abu daging kerbau yang relatif rendah. Menurut NATIONAL RESEARCH COUNCIL (1981), kadar abu daging kerbau segar sekitar 1%. Perlakuan taraf tapioka juga tidak mempengaruhi kadar abu bakso daging kerbau. Hasil penelitian FATRIANI (2003) pada bakso sapi menunjukkan bahwa penambahan tepung tapioka hingga 50% tidak mempengaruhi kadar abu bakso sapi. Hal ini kemungkinan karena tepung tapioka mengandung kadar abu yang sangat rendah. Menurut PRICE dan SCHWEIGERT (1986), pengolahan daging tidak mempengaruhi kuantitas mineral daging, kecuali adanya penambahan garam mineral ke dalam adonan. Rata-rata kadar abu bakso daging kerbau dengan penggunaan daging dari bagian karkas yang berbeda berkisar antara 3,48-4,51% dan kadar abu bakso menggunakan perlakuan taraf tepung tapioka yang berbeda berkisar antara 3,72-4,26%. Tabel 6 menunjukkan bahwa kadar karbohidrat bakso menggunakan daging dari paha belakang lebih rendah dari bakso yang terbuat dari paha depan dan campuran namun tidak berbeda dengan bakso dari daging sengkel. Kadar karbohidrat bakso dari daging paha depan, sengkel dan campuran relatif tidak berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh paha belakang dan sengkel merupakan organ yang relatif paling aktif bergerak dibandingkan leher dan rusuk (campuran) serta paha depan, sehingga karbohidrat yang berbentuk glikogen akan diubah menjadi asam laktat dan energi melalui proses glikolisis, sehingga kadar karbohidrat yang terukur menjadi lebih rendah. Kadar karbohidrat bakso semakin meningkat seiring penambahan tepung tapioka. Kadar karbohidrat bakso daging kerbau yang menggunakan taraf 50% lebih tinggi dibandingkan dengan bakso kerbau dengan taraf tapioka 30% dan 40%. Hal ini disebabkan oleh karena tapioka merupakan pati sebagai salah satu bentuk karbohidrat. Semakin besar penambahan tepung tapioka menyebabkan semakin tinggi karbohidratnya karena tepung tapioka merupakan sumber karbohidrat (FATRIANI, 2003). b. Penelitian dua Hasil analisis statistik sifat kimia/ proksimat bakso penelitian dua disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan hasil sidik ragam, perlakuan penggunaan daging dari bagian karkas yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air, kadar lemak dan kadar protein bakso, namun perlakuan perbandingan tapioka dan pati sagu tidak berpengaruh nyata, kedua faktor juga tidak saling berinteraksi.

11 Tabel 7. Rata-rata sifat kimia bakso daging kerbau menggunakan daging dari bagian karkas dan perbandingan bahan pengisi yang berbeda Daging bagian karkas Perbandingan tapioka: Kadar air (%)Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Kadar abu (%) pati sagu Jantung 1:0 73,0 A 0,0 A 9,8 A 2,2 A 1:1 73,9 A 0,0 A 8,7 A 2,1 A 2:1 73,2 A 0,0 A 9,8 A 2,2 A 1:2 73,2 A 0,0 A 8,7 A 2,2 A Rata-rata total 73,3 A 0,0 A 9,3 A 2,18 A Paha Belakang 1:0 67,4 A 2,3 A 11,5 A 2,1 A 1:1 68,4 A 1,0 A 11,2 A 2,1 A 2:1 66,8 A 2,0 A 12,5 A 2,3 A 1:2 68,3 A 2,0 A 11,6 A 2,2 A Rata-rata total 67,7 B 1,8 C 11,7 B 2,18 A Campuran 1:0 68,5 A 0,5 A 13,1 A 2,3 A 1:1 68,8 A 0,5 A 12,6 A 2,1 A 2:1 69,3 A 0,5 A 12,3 A 2,1 A 1:2 68,6 A 0,5 A 12,4 A 2,1 A Rata-rata total 68,8 B 0,5 B 12,6 B 2,15 A Keterangan: Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Kadar air bakso yang menggunakan daging dari bagian paha belakang dan campuran lebih rendah (67,7% dan 68,8%) dibanding kadar air bakso yang terbuat dari jantung (73,3%), sedangkan kadar air bakso yang terbuat dari daging paha belakang dan campuran relatif sama (Tabel 7). Kadar air bakso yang menggunakan daging paha belakang dan campuran memiliki kandungan air yang lebih kecil dengan kandungan lemak yang lebih besar (1,83% dan 0,5%) dibandingkan kadar lemak bakso dari jantung (0%). Kadar air bakso yang dibuat dari perbandingan yang berbeda antara tapioka dengan pati sagu adalah P1 sebesar 69,63%, P2 sebesar 70,37%, P3 sebesar 69,77% dan P4 sebesar 70,03%. Tabel 7 menunjukkan bahwa kadar lemak bakso dari jantung adalah 0% dengan kadar air yang cukup tinggi yaitu 73,3%. Sesuai dengan fungsinya sebagai organ yang mengatur aliran darah dalam tubuh maka idealnya jantung bebas dari lemak untuk kelancaran aliran darah. Kadar lemak bakso dari daging paha belakang adalah 1,8%; dari daging campuran 0,5% dan dari bagian jantung 0%. Perbedaan perbandingan tapioka dan pati sagu tidak mempengaruhi kadar lemak bakso yang dihasilkan yaitu P1 (1:0) 0,93%; P2 (1:1) 0,50%; P3 (2:1) 0,83%; dan P4 (1:2) 0,83%. Hal ini kemungkinan karena jumlah kandungan lemak tepung tapioka dan sagu adalah relatif rendah sehingga tidak tampak pengaruhnya terhadap perubahan kadar lemak produk bakso. PANDISURYA (1983), kadar lemak tapioka dan sagu adalah 0,04%. Berdasarkan Tabel 7, kadar protein bakso yang menggunakan daging paha belakang dan daging campuran lebih tinggi (11,7% dan 12,6%) dibandingkan dengan bakso yang menggunakan jantung (9,25%). Kadar protein bakso dari daging paha belakang dan campuran relatif sama. Daging paha belakang dan campuran merupakan bagian tubuh yang aktif, terdiri atas sekumpulan protein (aktin dan miosin). Kadar protein bakso kerbau tidak dipengaruhi oleh perbedaan perbandingan tepung tapioka dengan pati sagu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kadar protein kedua jenis filler (masing-masing 0,13% dan 0,11%). Perlakuan daging dari bagian karkas yang berbeda tidak mempengaruhi kadar abu bakso disebabkan oleh kandungan abu daging kerbau yang relatif rendah, yaitu 1% (NATIONAL RESEARCH COUNCIL, 1981). Perlakuan perbandingan tapioka dan pati sagu yang berbeda juga tidak mempengaruhi

12 kadar abu bakso daging kerbau. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena tapioka dan pati sagu mengandung kadar abu yang sangat rendah, sehingga penggunaan yang sama tidak mampu membedakan kadar abu dalam produk. Rata-rata kadar abu bakso daging kerbau dengan perlakuan penggunaan daging dari bagian karkas yang berbeda adalah D1 (jantung) 2,18%, D2 (paha belakang) 2,18% dan D3 (campuran) 2,15%, sedangkan kadar abu bakso menggunakan perlakuan perbedaan perbandingan tapioka dan pati sagu adalah P1 sebesar 2,2%, P2 sebesar 2,1%, P3 sebesar 2,2% dan P4 sebesar 2,2. Atribut sensori bakso kerbau a. Penelitian satu Hasil uji hedonik sensori (warna, aroma, rasa, tekstur, kekenyalan, penampakan umum) bakso daging kerbau penelitian satu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan dan modus uji hedonik bakso daging kerbau Tapioka Atribut daging 30% 40% 50% Rataan Modus Rataan Modus Rataan Modus Warna Paha belakang 3,37 4 3,53 3 3,23 3 Paha depan 3,20 3 3,10 3 3,30 3 Sengkel 2,83 3 2,73 3 2,97 3 Campuran 3,53 4 3,47 4 3,20 3 Aroma Paha belakang 3,20 3 dan 4 3,37 4 3,23 4 Paha depan 3,40 3 dan 4 3,33 4 3,20 3 Sengkel 3,20 3 3,23 3 3,20 3 Campuran 3,43 3 3,37 4 3,33 3 Rasa Paha belakang 3,4 4 3,47 4 3,27 3 dan 4 Paha depan 3,73 3 dan 4 3,30 4 3,20 3 Sengkel 3,50 3 3,23 3 2,97 3 Campuran 3,77 3 3,53 4 3,13 3 Tekstur Paha belakang 3,43 4 3,50 4 3,43 4 Paha depan 3,50 2 dan 3 3,33 4 3,40 4 Sengkel 3,03 3 2,77 2 2,63 2 Campuran 3,20 4 3,20 3 2,83 2 Kekenyalan Paha belakang 3,27 4 3,37 4 3,27 4 Paha depan 3,27 3 3,50 4 3,30 4 Sengkel 3,33 3 2,97 2 dan 3 3,13 4 Campuran 3,27 4 3,17 4 2,97 3 Penampakan umum Paha belakang 3,30 4 3,67 4 3,10 3 Paha depan 3,07 3 3,20 3 3,30 3 Sengkel 2,73 3 2,67 3 2,57 3 Campuran 3,37 3 3,20 3 2,87 3 Keterangan: Nilai = 1. Sangat tidak suka; 2. Tidak suka; 3. Netral; 4. Suka; dan 5. Sangat suka

13 Berdasarkan Tabel 8, secara umum kesukaan panelis terhadap warna bakso berkisar antara nilai hedonik 2 (tidak suka) sampai dengan 4 (suka) dengan modus 3 dan 4. Warna bakso kerbau yang disukai dan memiliki modus 4 adalah bakso dari daging campuran dengan taraf tapioka 30% dan 40% (hedonik 3,53 dan 3,47) dan dari daging paha belakang dengan tapioka 30% (hedonik 3,37). Nilai kesukaan warna terendah adalah warna bakso kerbau yang terbuat dari daging sengkel pada taraf tapioka 30-50% dengan nilai modus 3. Warna produk bakso diantaranya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin daging, semakin tinggi mioglobin daging maka warna daging semakin merah. Warna merah pada daging akan mengalami perubahan menjadi abu-abu selama proses pemasakan. Dengan penambahan jumlah tapioka, maka intensitas warna abu-abu mengarah ke tingkat yang lebih muda (lebih pucat) sehingga tidak disukai panelis. Berdasarkan rataan dan modus secara umum panelis menyatakan kesukaan aroma bakso daging kerbau pada taraf 3 (netral) sampai 4 (suka). Tabel 8 menunjukkan bahwa aroma bakso kerbau yang disukai panelis adalah yang dibuat dari daging paha belakang, paha depan dan campuran pada taraf tapioka 40% dan paha belakang dengan taraf tapioka 50% (hedonik 3,37; 3,33; 3,37; dan 3,23) pada nilai modus 4, sedangkan produk aroma bakso kerbau lainnya disukai dengan modus 3. Perlakuan yang tidak membedakan hedonik aroma bakso yang dihasilkan kemungkinan disebabkan persentase bumbu yang sama pada masing-masing bahan dalam pembuatan bakso relatif tidak merubah aroma bakso kerbau. Selain itu karena penggunaan tepung tapioka yang relatif banyak kemungkinan menutup aroma bakso yang disebabkan oleh kadar lemak daging. WINARNO (1997) menyatakan bahwa rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Hedonik rasa bakso daging kerbau secara umum diterima oleh panelis dengan nilai antara 3 (netral) dan 4 (suka). Rasa bakso kerbau yang paling disukai panelis adalah bakso dari daging paha belakang dengan taraf tapioka 30% dan 40% (hedonik 3,4 dan 3,47) serta bakso dari paha depan dan campuran pada taraf tapioka 40% (hedonik 3,30 dan 3,53) dengan modus 4. Rasa bakso yang paling tidak disukai adalah bakso dari daging sengkel pada taraf tapioka 30-50%. Salah satu faktor yang mempengaruhi rasa bakso adalah kandungan lemak daging. Hal ini ditunjukkan oleh nilai terendah hedonik rasa bakso yang menggunakan bagian daging sengkel. Hasil pengukuran terhadap kadar lemak bakso dari daging sengkel adalah sebesar 2,83%, sedangkan kadar lemak bakso dari daging campuran sebesar 7,13%. Kadar lemak yang cukup tinggi daging campuran ini berasal dari daging rusuk serta leher. Penggunaan tepung tapioka dengan taraf yang semakin tinggi cenderung menyebabkan penurunan terhadap kesukaan terhadap rasa bakso daging kerbau yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena karbohidrat menutup rasa gurih daging kerbau. Berdasarkan nilai rataan dan modus, hedonik terhadap tekstur bakso bervariasi dari 2 (tidak suka) sampai 4 (suka). Kesukaan tekstur bakso yang terbuat dari daging sengkel dengan taraf tapioka 30 sampai 50% lebih rendah (hedonik 2,63; 2,77 dan 3,03) dibandingkan dengan tekstur yang berasal dari bakso dengan mengunakan bagian daging lainnya. Rendahnya kesukaan terhadap tekstur disebabkan oleh kandungan jaringan ikat yang besar pada daging sengkel menyebabkan teksturnya liat dan kasar. Jumlah jaringan ikat ini mempengaruhi daya potong dari mesin penggiling daging yang digunakan. Semakin tinggi jaringan ikat maka semakin sulit untuk digiling sampai hancur sehingga tekstur yang dihasilkan akan semakin kasar. Berdasarkan rataan dan modus, kekenyalan bakso bervariasi dari 2 (tidak suka) sampai 4 (suka). Tabel 8 menunjukkan bahwa bakso dari daging campuran dengan taraf tapioka masing-masing 50% memiliki nilai hedonik kekenyalan terendah (2,97) dengan modus 3. Hal ini disebabkan oleh penambahan taraf tapioka yang cukup besar sedangkan kadar air di dalamnya sangat rendah (63,56%) sehingga produk menjadi kurang kenyal. Kesukaan terhadap kekenyalan bakso kerbau lainnya disukai pada taraf yang relatif sama dengan nilai modus sebagian besar 4. Penampakan umum merupakan respon panelis yang dipengaruhi oleh lima kriteria kesukaan yaitu warna, aroma, rasa, tekstur, 149

14 dan kekenyalan. Berdasarkan nilai rataan dan modus, bakso dinilai oleh panelis dengan kisaran 2 (tidak suka) sampai dengan 4 (suka). Penampakan umum bakso yang paling disukai adalah bakso yang menggunakan daging paha belakang dengan taraf tapioka sebesar 30% dan 40% dengan modus 4 (hedonik 3,30 dan 3,67), sedangkan yang paling rendah adalah bakso yang terbuat dari daging sengkel dengan taraf tapioka 30-50% serta dari daging campuran pada taraf tapioka 50% dengan nilai modus 3. Hal ini memperlihatkan bahwa penggunaan tepung tapioka yang semakin besar akan menurunkan kesukaan dari penampakan umum bakso kerbau. b. Penelitian dua Atribut sensori bakso daging kerbau meliputi warna, aroma, rasa, tekstur, kekenyalan dan penampakan umum. Seluruh hasil uji hedonik pada penelitian dua disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rata-rata sifat sensori bakso daging kerbau menggunakan daging dari bagian karkas dan perbandingan bahan pengisi yang berbeda Daging bagian karkas Perbandingan tapioka: pati sagu Warna Aroma Rasa Tekstur Kekenyalan Penampakan umum Jantung 1:0 1,90 A 2,70 A 2,35 A 2,40 A 2,30 A 2,05 A 1:1 2,15 A 2,65 A 2,40 A 2,40 A 2,55 A 2,30 A 2:1 2,10 A 2,75 A 2,60 A 2,80 A 2,45 A 2,25 A 1:2 2,00 A 2,50 A 2,50 A 2,55 A 2,35 A 2,15 A Rata-rata total 2,04 A 2,65 A 2,46 A 2,54 A 2,41 A 2,19 A Paha belakang 1:0 3,55 A 3,55 A 3,75 A 3,35 A 3,30 A 3,30 A 1:1 3,60 A 3,65 A 3,80 A 3,35 A 3,40 A 3,45 A 2:1 3,35 A 3,35 A 3,75 A 3,35 A 3,10 A 3,35 A 1:2 3,45 A 3,35 A 3,25 A 3,10 A 3,30 A 3,35 A Rata-rata total 3,49 B 3,48 B 3,64 B 3,29 B 3,28 B 3,36 B Campuran 1:0 3,60 A 3,35 A 3,70 A 3,50 A 3,75 A 3,50 A 1:1 3,55 A 3,70 A 3,60 A 3,50 A 3,50 A 3,55 A 2:1 3,65 A 3,55 A 3,50 A 3,10 A 3,35 A 3,30 A 1:2 3,75 A 3,60 A 3,70 A 3,50 A 3,55 A 3,50 A Rata-rata total 3,64 B 3,55 B 3,63 B 3,40 B 3,54 B 3,46 B Keterangan: Huruf kapital superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan daging dari bagian karkas yang berbeda berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kesukaan warna, aroma, tekstur, rasa, kekenyalan dan penampakan umum bakso daging kerbau, sedangkan perbandingan tapioka dengan pati sagu yang berbeda tidak berpengaruh dan kedua faktor tidak ada hubungan interaksi. Kesukaan terhadap warna bakso dari daging jantung lebih rendah (2,03; tidak suka) dibandingkan dengan kesukaan warna bakso kerbau dari daging paha belakang dan campuran (3,49 dan 3,64; cenderung suka). Hal ini disebabkan karena warna bakso kerbau dari bagian jantung berwarna gelap (hitam) akibat perubahan warna merah tua cenderung hitam jantung (saat mentah). Sedangkan bakso dari dua bagian lainnya (paha belakang dan campuran) berubah dari warna merah segar menjadi abu-abu. Penggunaan jumlah total bahan pengisi sebesar 30% dari berat total tidak cukup membedakan nilai kesukaan panelis terhadap warna bakso kerbau. Tapioka dan pati sagu yang digunakan adalah putih. Pati sagu (pancasan) berwarna putih (SOEDJONO dalam MAULIANY, 2006), demikian pula tepung tapioka (BALAGOPALAN et al., 1988), sehingga perbedaan perbandingan kedua jenis filler tidak berpengaruh terhadap warna produk.

15 Tabel 5 menunjukkan bahwa aroma bakso kerbau yang disukai panelis adalah yang dibuat dari daging paha belakang dan campuran (3,48 dan 3,55; cenderung suka), sedangkan kesukaan aroma bakso kerbau dari bagian jantung sebesar 2,65 (cenderung netral). Hal ini kemungkinan karena jantung adalah organ yang tidak mengandung lemak sehingga tidak menghasilkan aroma gurih. Komponen karkas yang memiliki nilai ekonomis adalah lemak karena berfungsi selain sebagai pembungkus dan keempukan produk juga memberikan aroma gurih (BERG and BUTTERFIELD dalam HASNUDI, 2005). Penggunaan tepung tapioka dan pati sagu dengan perbandingan yang berbeda tidak menghasilkan perbedaan aroma bakso karena tapioka dan pati sagu sama-sama tidak memiliki komponen lemak yang tinggi (0,04%) sehingga tidak cukup mempengaruhi aroma yang dihasilkan oleh daging. Kesukaan terhadap rasa bakso kerbau dari bagian paha belakang dan campuran lebih tinggi (3,64 dan 3,63; cenderung suka) dibandingkan kesukaan rasa bakso yang dibuat dari jantung (2,46; cenderung netral). Menurut WINARNO (1997), rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk pangan. Salah satu faktor yang mempengaruhi rasa bakso adalah kandungan lemak daging. Hasil pengukuran terhadap kadar lemak bakso dari daging paha belakang dan campuran adalah 1,8% dan 0,5%, sedangkan kadar lemak bakso yang dibuat dari bagian jantung adalah 0%. Penggunaan tepung tapioka dan pati sagu dengan perbandingan yang berbeda tidak menghasilkan perbedaan terhadap rasa bakso karena tapioka dan pati sagu sama-sama tidak memiliki komponen lemak yang tinggi (0,04%) sehingga kurang mempengaruhi rasa gurih pada produk. Kesukaan tekstur bakso yang terbuat dari daging paha belakang dan campuran lebih tinggi (3,29 dan 3,40; cenderung suka) dibandingkan kesukaan tekstur bakso dari bagian jantung (2,54; cenderung netral). Kesukaan tekstur bakso dari daging paha belakang dan campuran kemungkinan disebabkan oleh tekstur yang lembut akibat proses giling yang seragam, sedangkan tekstur bakso dari bagian jantung cenderung lembek karena tidak adanya serat sehingga nilai kesukaannya rendah. Kesukaan kekenyalan bakso dengan daging dari bagian paha belakang dan campuran lebih tinggi (3,28 dan 3,54; cenderung suka) dibandingkan kesukaan kekenyalan bakso dari bagian jantung (2,41; cenderung netral). Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan kandungan jaringan ikat bahan baku. Daging dari paha belakang dan campuran memiliki jaringan ikat lebih banyak dibandingkan bagian jantung sehingga memiliki kekenyalan lebih baik dan disukai panelis. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap kadar air dan protein, bakso dari daging campuran memiliki kadar protein dan kadar air relatif lebih tinggi (12,6% dan 68,8%) dibandingkan bakso dari paha belakang dan jantung. Meningkatnya kadar protein semakin meningkatkan kekenyalan bakso karena semakin tinggi air yang terikat (PURNOMO, 1990), dengan demikian kesukaan kekenyalan bakso oleh panelis lebih tinggi. Hasil kesukaan yang tidak berbeda akibat perbedaan perbandingan tapioka dan pati sagu kemungkinan disebabkan oleh karena karakter fisik kedua pati relatif sama sehingga menghasilkan kekenyalan produk yang relatif sama. Kesukaan penampakan secara umum bakso dari daging paha belakang dan campuran lebih tinggi (3,36 dan 3,46; cenderung suka) dibandingkan dengan bakso dari bagian jantung (2,19; cenderung tidak suka). Hal ini tampak karena berdasarkan kesukaan warna, aroma, rasa, tekstur dan kekenyalan ternyata bakso dari daging paha belakang dan campuran lebih disukai dibandingkan kelima atribut sensori bakso yang dibuat dari bagian jantung. KESIMPULAN 1) Karakter bakso kerbau yang paling baik pada penelitian satu adalah bakso yang dibuat menggunakan daging bagian dari karkas paha belakang pada taraf tepung tapioka 40% ditandai oleh tingkat kekerasan yang rendah (9,64 mm/s), daya mengikat air dan kadar air yang cukup tinggi (23% dan 65,83%) sehingga berpengaruh terhadap keempukan, kadar protein cukup tinggi (38,61%), kadar lemak yang baik (6,84%), dan kadar 149

16 karbohidrat rendah (49,85%) serta atribut rasa, warna, aroma, tekstur, kekenyalan dan penampakan umum yang dinilai panelis pada taraf suka. 2) Karakter bakso kerbau yang paling baik pada penelitian dua adalah bakso yang dibuat menggunakan daging campuran (leher/chuck dan rusuk/rib) pada seluruh perbandingan tapioka dengan pati sagu ditandai oleh kadar protein yang tinggi (12,6%), kadar lemak yang sedang (0,5%) dan tingkat keempukan yang baik (23,7 mm/det) dengan tingkat kesukaan panelis berkisar pada nilai hedonik 3-4 (netralsuka) serta bakso kerbau ini dianggap lebih ekonomis karena harga daging campuran lebih murah dibandingkan daging paha belakang. DAFTAR PUSTAKA ABERLE, E. D., J. C. FORREST, D. E. GERRARD and E. W. MILLS Principles of Meat Science. Fourth Ed. Kendal/Hunt Publishing Company, America. ANONYMOUS Why is Buffalo Meat Better than Other Meats-Its Healthier. americangourmet.net/healthy-buffalo.html. ASSOSIATION OF OFFICIAL ANALYTICAL CHEMIST (AOAC) Official Methode of Analysis. Inc. Virginia, USA. BALAGOPALAN, C., G.PADMAJA, S.K.NANDA, dan S.N.MOORTHY Cassava in food, feed, and industry. CRC Press, Inc, Florida. COCHRILL, R.W The Husbandry and Health of the Domestic Buffalo. Food and Agriculture Organization of The United Nations. Roma. CROSS, H.R. dan A. J. OVERBY Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Publisher B.V., New York DEMAN, J.M Kimia Makanan. Edisi Kedua. Terjemahan: K. PADMAWINATA. Institut Teknologi Bandung, Bandung. DEWAN STANDARISASI INDONESIA Bakso Daging Sapi SNI Standarisasi Nasional Jakarta Indonesia, Jakarta. FATRIANI, Y Evaluasi Penambahan Tepung Tapioka dan Es Batu pada Berbagai Tingkat yang Berbeda terhadap Kualitas Bakso Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. FORREST, J.C., E.D ABERLE, H.B HENDRICK, M.D JUDGE and R.A MERKEL Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. HASNUDI Kajian Tumbuh Kembang Karkas dan Komponennya serta Penampilan Domba Sungei Putih dan Lokal Sumatera yang Menggunakan Pakan Limbah Kelapa Sawit. Sekolah Pascasarjanan. Institut Pertanian Bogor. php?id= Mei KILCAST, D. dan A. EVES Instrumentation and Sensors for the Food Industri. Butterwort Hineman, Oxford. KRAMLICH, W.E Sausage Product. In: Price and Schweigert. The Science of Meat and Meat Products. W.H. Freeman and Co., San Francisco. LAWRIE, R.A Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan: AMINUDDIN P. dan YUDHA A. Universitas Indonesia Press, Jakarta. MAULIANY, T Pertumbuhan dan Interaksi antara Lactobacillus casei, Bifidobacterium longum dengan Eschericia coli pada Sumber Karbon yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. NATIONAL RESEARCH COUNCIL The Water Buffalo: New Prospect for an Underutilized Animal. National Academy Press, Washington, DC. OCKERMAN, C Chemistry of Meat Tissue. Tenth ed. Dept. of Animal Science The Ohio State University and The Agricultural Research and Development Center. United States of America. PANDISURYA, C Pengaruh Jenis Daging dan Penambahan Tepung terhadap Mutu Bakso. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. PEARSON, A.M. dan E.W. TAUBER Processed Meat. The Avi Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. PRASETYO, D Sifat Fisik dan Palatabilitas Bakso Daging Sapi dan Daging Kerbau pada Lama Postmortem yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. PRICE J.F. dan B.S. SCHWEIGERT (1986). The Science of Meat and Meat Products, 3 rd Edition. W.H. FREEMAN and Company, San Fransisco.

17 PURNOMO, H Kajian Mutu Bakso Daging Sapi, Bakso Urat dan Bakso Aci di Daerah Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. SOEPARNO Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press Yogyakarta. SUNARLIM, R Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi dan Pengaruh Penambahan Natrium Klorida dan Natrium Tripolifosfat terhadap Perbaikan Mutu. Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. WILSON, N.R.P., E.J. DYETT, R.W. HUGHES dan C.R.V. JONES Meat and Meat Products. Aplied Science Publisher, London. WINARNO, F.G., S. FARDIAZ, dan D. FARDIAZ Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia. Jakarta. WINARNO, F.G Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ZAIKA, L.L., TATIANA E.Z., S.A. PALUMBO dan J.L. SMITH Effect of Spcies and Salt on Fermentation 149

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI

KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI KAJIAN SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK PENGGUNAAN BEBERAPA JENIS FILLER TERHADAP SOSIS DAGING BABI Siswosubroto E. Surtijono 1 ; Indyah Wahyuni 1, Arie Dp. Mirah 1 1) Fakultas Peternakan Unsrat Manado, 95115

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Itik Afkir Itik afkir merupakan ternak betina yang tidak produktif bertelur lagi. Menurut Ariansah (2008), itik masih sangat populer dan banyak di manfaatkan sebagai bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

N. Ulupi, Komariah, dan S. Utami Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

N. Ulupi, Komariah, dan S. Utami Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK EVALUASI PENGGUNAAN GARAM DAN SODIUM TRIPOLIPHOSPHAT TERHADAP SIFAT FISIK BAKSO SAPI (An Evaluation on the Use of Salt and Sodium Tripolyphosphate on the Physical Characteristic of Beef Meatball) N. Ulupi,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat

PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh manusia dan termasuk salah satu bahan pangan yang sangat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu penyedia sumber bahan pangan memiliki banyak macam produk yang dihasilkan. Salah satu produk pangan yang berasal dari peternakan yaitu

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA FORMULASI PEMBUATAN NAKEN BALLS BERBAHAN DASAR DAGING AYAM DAN JANTUNG PISANG SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA FORMULASI PEMBUATAN NAKEN BALLS BERBAHAN DASAR DAGING AYAM DAN JANTUNG PISANG SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA FORMULASI PEMBUATAN NAKEN BALLS BERBAHAN DASAR DAGING AYAM DAN JANTUNG PISANG SEBAGAI SUMBER SERAT PANGAN Jenis Kegiatan : PKM Artikel Ilmiah Diusulkan oleh: Dzikri Robbi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BAKSO DAGING KERBAU DARI BERBAGAI BAGIAN KARKAS DAN TINGKAT TEPUNG TAPIOKA

KARAKTERISTIK BAKSO DAGING KERBAU DARI BERBAGAI BAGIAN KARKAS DAN TINGKAT TEPUNG TAPIOKA KARAKTERISTIK BAKSO DAGING KERBAU DARI BERBAGAI BAGIAN KARKAS DAN TINGKAT TEPUNG TAPIOKA (Characteristic of Buffalo Meatball Madefrom Different Part of Buffalo Carcass and Cassava Flour Levels) SRI USMIATI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan

PENDAHULUAN. ekonomi yang masih lemah tersebut tidak terlalu memikirkan akan kebutuhan PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Indonesia ternyata sampai sekarang konsumsi protein kita masih bisa dikatakan kurang, terutama bagi masyarakat yang mempunyai

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM

PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM PENGARUH PEMBERIAN ANGKAK SEBAGAI PEWARNA ALAMI TERHADAP PRODUKSI KORNET DAGING AYAM Disajikan oleh : Arsidin(E1A007003), dibawah bimbingan Haris Lukman 1) dan Afriani 2) Jurusan Produksi Ternak, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack merupakan suatu jenis produk pangan sebagai makanan selingan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan umumnya dikonsumsi di antara waktu makan pagi, siang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG UBI JALAR, NATRIUM TRIPOLIFOSFAT (Na5P3O10) DAN FIBRISOL TERHADAP MUTU FISIKO-KIMIA, DAN GIZI PROTEIN BAKSO SAPI

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG UBI JALAR, NATRIUM TRIPOLIFOSFAT (Na5P3O10) DAN FIBRISOL TERHADAP MUTU FISIKO-KIMIA, DAN GIZI PROTEIN BAKSO SAPI PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG UBI JALAR, NATRIUM TRIPOLIFOSFAT (Na5P3O10) DAN FIBRISOL TERHADAP MUTU FISIKO-KIMIA, DAN GIZI PROTEIN BAKSO SAPI Ade Chandra Iwansyah 1) dan Evy Damayanthi 2) 1 Balai Besar Pengembangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack merupakan makanan ringan yang dikonsumsi saat santai atau sebelum jam makan. Snack yang telah beredar dan lebih sering dijumpai di Indonesia saat ini ialah snack

Lebih terperinci

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at :

Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p Online at : Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 97 104 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TINGKAT KEKENYALAN, DAYA MENGIKAT AIR, KADAR AIR, DAN KESUKAAN PADA BAKSO DAGING SAPI

Lebih terperinci

Komariah, N. Ulupi dan E. N. Hendrarti Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK

Komariah, N. Ulupi dan E. N. Hendrarti Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor ABSTRAK SIFAT FISIK BAKSO DAGING SAPI DENGAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SEBAGAI CAMPURAN BAHAN DASAR (The Usage of Pleurotus ostreatus as Base Material Mixture of Meatball and Its Physical Properties)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG AREN ( Arenga pinnata) TERHADAP SIFAT FISIKOKIMIA DAN AKSEPTABILITAS KORNET IRIS ITIK PETELUR AFKIR Sarah Mayang Surgawi, Wendry Setyadi Putranto, dan Kusmajadi Suradi Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Komponen Karkas Komponen karkas terdiri dari daging, tulang, dan lemak. Bobot komponen karkas dapat berubah seiring dengan laju pertumbuhan. Definisi pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda

Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda Sifat Kimia dan Palatabilitas Nugget Ayam Menggunakan Jenis dan Konsentrasi Bahan Pengisi yang Berbeda Chemical Properties and Palatability of Chicken Nugget Using Difference Type and Concentration of

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakso adalah produk pangan yang terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan lainnya, dibentuk bulat-bulatan, dan selanjutnya direbus (Usmiati

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2009

LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2009 VUCER LAPORAN AKHIR PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT TAHUN 2009 JUDUL : PENERAPAN TEKNOLOGI RESTRUCTURED MEAT DAN MEKANISASI PENGGILINGAN DAGING UNTUK MENUNJANG MALANG SEBAGAI KOTA WISATA KULINER BAKSO KETUA

Lebih terperinci

KUALITAS BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN GARAM (NaCl) DAN FOSFAT (SODIUM TRIPOLIFOSFAT/STPP) PADA LEVEL DAN WAKTU YANG BEBEDA

KUALITAS BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN GARAM (NaCl) DAN FOSFAT (SODIUM TRIPOLIFOSFAT/STPP) PADA LEVEL DAN WAKTU YANG BEBEDA KUALITAS BAKSO DAGING SAPI DENGAN PENAMBAHAN GARAM (NaCl) DAN FOSFAT (SODIUM TRIPOLIFOSFAT/STPP) PADA LEVEL DAN WAKTU YANG BEBEDA (Beef Meatballs Quality Prepared with Salt and Phosphate Addition at Various

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

PALATABILITAS BAKSO DAN SOSIS SAPI ASAL DAGING SEGAR, DAGING BEKU DAN PRODUK KOMERSIAL

PALATABILITAS BAKSO DAN SOSIS SAPI ASAL DAGING SEGAR, DAGING BEKU DAN PRODUK KOMERSIAL Jurnal Peternakan Vol 8 No 2 September 2011 (49-57) ISSN 1829 8729 PALATABILITAS BAKSO DAN SOSIS SAPI ASAL DAGING SEGAR, DAGING BEKU DAN PRODUK KOMERSIAL Y. ZURRIYATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data

METODE Lokasi dan Waktu Materi Rancangan Percobaan Analisis Data METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Seafast, Pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack atau makanan ringan adalah makanan yang dikonsumsi di sela-sela waktu makan dan bukan merupakan makanan pokok yang harus dikonsumsi setiap hari secara teratur.

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM CUKA NIRA AREN TERHADAP DAGING SAPI ASAM

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM CUKA NIRA AREN TERHADAP DAGING SAPI ASAM PENGARUH PENGGUNAAN ASAM CUKA NIRA AREN TERHADAP DAGING SAPI ASAM (Effect of Acetic Acid Fermented from Nira-aren Palm for Acidified Beef) ANDI TARIGAN Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Galang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia terhadap pemenuhan nilai gizi sudah banyak perubahan dalam pola makan, sebagai dampak dari adanya perubahan tingkat ekonomi dan pendidikan penduduknya.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di III. MATERI DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April 2014, bertempat di Laboratorium Teknologi Pasca Panen Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau. 3.2.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat kebutuhan gizi masyarakat, mempengaruhi meningkatnya kebutuhan akan makanan asal hewan (daging). Faktor lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang yang lebih banyak sehingga ciri-ciri kambing ini lebih menyerupai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Peranakan Etawa dengan kambing Kacang. Kambing ini memiliki komposisi darah kambing

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SEREAL UNTUK PRODUK DODOL DAN BAKSO SEHAT. H. Jalil Genisa

PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SEREAL UNTUK PRODUK DODOL DAN BAKSO SEHAT. H. Jalil Genisa PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SEREAL UNTUK PRODUK DODOL DAN BAKSO SEHAT H. Jalil Genisa Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar ABSTRACT One attempt to reduce poverty

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PENGOLAHAN DAGING BAKSO. Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGOLAHAN DAGING BAKSO Materi 3b TATAP MUKA ke 3 Semester Genap 2015-2016 BAHAN KULIAH TEKNOLOGI HASIL TERNAK Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman REFERENSI

Lebih terperinci

POTENSI PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SUKUN TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN FISIK SOSIS KUDA

POTENSI PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SUKUN TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN FISIK SOSIS KUDA POTENSI PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SUKUN TERHADAP KUALITAS KIMIA DAN FISIK SOSIS KUDA (Effect of Breadfruit Flour on Chemical and Physical Quality of Horse Sausage) LILIS SURYANINGSIH Fakultas Peternakan UNPAD,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schott) TERHADAP SIFAT FISIK DAN AKSEPTABILITAS NAGGET AYAM PETELUR AFKIR

PENGGUNAAN TEPUNG TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schott) TERHADAP SIFAT FISIK DAN AKSEPTABILITAS NAGGET AYAM PETELUR AFKIR PENGGUNAAN TEPUNG TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schott) TERHADAP SIFAT FISIK DAN AKSEPTABILITAS NAGGET AYAM PETELUR AFKIR Obin Rachmawan 1 ), Ahmad Taofik 2 ), Nono Suwarno 1 ) 1 ) Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu hasil dari ternak yang memiliki kandungan gizi lengkap yang disukai oleh masyarakat. Daging yang dikonsumsi oleh manusia dapat berasal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 14 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai September 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan, Laboratorium Percobaan Makanan, dan Laboratorium

Lebih terperinci

Effects of Leaching on Nutrient Composition of Talang Benih Duck Meat Ball. Olfa Mega

Effects of Leaching on Nutrient Composition of Talang Benih Duck Meat Ball. Olfa Mega Pengaruh Leaching terhadap Komposisi Nutrisi Bakso Itik Talang Benih Effects of Leaching on Nutrient Composition of Talang Benih Duck Meat Ball Olfa Mega Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Postmortem pada Daging Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Postmortem pada Daging Sapi TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging merupakan semua jaringan hewan beserta produk hasil pengolahannya yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1998).

Lebih terperinci

KUALITAS FISIKOKIMIA NAGET AYAM YANG MENGGUNAKAN FILER TEPUNG SUWEG (Amorphophallus campanulatus B1). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

KUALITAS FISIKOKIMIA NAGET AYAM YANG MENGGUNAKAN FILER TEPUNG SUWEG (Amorphophallus campanulatus B1). Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Abstrak KUALITAS FISIKOKIMIA NAGET AYAM YANG MENGGUNAKAN FILER TEPUNG SUWEG (Amorphophallus campanulatus B1). Jajang Gumilar, Obin Rachmawan, dan Winda Nurdyanti Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN SODIUM TRIPOLIPOSPAT (STPP) DAN GARAM DAPUR (NACL) PADA DAGING SEGAR DAN DAGING LAYU TERRADAP MUTU FISIK BAKSO DAN PENERIMAANNYA

PENGARUH PEMBERIAN SODIUM TRIPOLIPOSPAT (STPP) DAN GARAM DAPUR (NACL) PADA DAGING SEGAR DAN DAGING LAYU TERRADAP MUTU FISIK BAKSO DAN PENERIMAANNYA Seminar Nosional Peternakan dan Veteriner 1997 PENGARUH PEMBERIAN SODIUM TRIPOLIPOSPAT (STPP) DAN GARAM DAPUR (NACL) PADA DAGING SEGAR DAN DAGING LAYU TERRADAP MUTU FISIK BAKSO DAN PENERIMAANNYA RosWITA

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PENCUCIAN SURIMI TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO IKAN JANGILUS (Istiophorus sp.)

PENGARUH FREKUENSI PENCUCIAN SURIMI TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO IKAN JANGILUS (Istiophorus sp.) PENGARUH FREKUENSI PENCUCIAN SURIMI TERHADAP MUTU PRODUK BAKSO IKAN JANGILUS (Istiophorus sp.) Uju *, Rudy Nitibaskara *, Bustami Ibrahim * Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bakso ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak

I. PENDAHULUAN. Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging merupakan makanan yang kaya akan protein, mineral, vitamin, lemak serta zat yang lain yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Usaha untuk meningkatkan konsumsi

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI. Oleh:

PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI. Oleh: PENGARUH SUBSTITUSI DAGING SAPI DENGAN KULIT CAKAR AYAM TERHADAP DAYA IKAT AIR (DIA), RENDEMEN DAN KADAR ABU BAKSO SKRIPSI Oleh: NURUL TRI PRASTUTY H2E 006 035 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

SIFAT FISIKO-KIMIA DAN MUTU ORGANOLEPTIK BAKSO BROILER DENGAN MENGGUNAKAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas L)

SIFAT FISIKO-KIMIA DAN MUTU ORGANOLEPTIK BAKSO BROILER DENGAN MENGGUNAKAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas L) SIFAT FISIKO-KIMIA DAN MUTU ORGANOLEPTIK BAKSO BROILER DENGAN MENGGUNAKAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas L) Siska Montolalu *), N. Lontaan ** ), S. Sakul ** ), A. Dp. Mirah ** ) Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk

I PENDAHULUAN. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi suatu produk pangan semakin meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan permintaan pangan yang memiliki nilai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER DAGING. Oleh : Tedi Akhdiat RINGKASAN

PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER DAGING. Oleh : Tedi Akhdiat RINGKASAN PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER DAGING Oleh : Tedi Akhdiat RINGKASAN Daging biasanya kalau diolah memerlukan waktu yang lama dan hasil akhir dari proses pengolahan daging yang diinginkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daging Kelinci Produk daging yang dihasilkan dari kelinci ada dua macam yaitu fryer dan roaster. Kelinci fryermerupakan karkas kelinci muda umur 2 bulan, sedangkan karkas kelinci

Lebih terperinci

Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget)

Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget) Penambahan Bahan Pengikat pada Nugget Itik Serati (The Addition of Binder Matter on Waterfowls Nugget) Nurzainah Ginting Staf Pengajar Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

Jajang Gumilar, Obin Rachmawan, dan Winda Nurdyanti Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Jajang Gumilar, Obin Rachmawan, dan Winda Nurdyanti Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran JURNAL ILMU TERNAK JUNI 2011, VOL. 11, NO. 1, 1 5 Kualitas Fisikokimia Naget Ayam yang Menggunakan Filer Tepung Suweg (Amorphophallus campanulatus B1) (Physicochemical Quality of Chicken Nugget Using Suweg

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGGILINGAN DAGING KELINCI TERHADAP KEEMPUKAN, KADAR AIR DAN KESUKAAN ROLADE

PENGARUH LAMA PENGGILINGAN DAGING KELINCI TERHADAP KEEMPUKAN, KADAR AIR DAN KESUKAAN ROLADE PENGARUH LAMA PENGGILINGAN DAGING KELINCI TERHADAP KEEMPUKAN, KADAR AIR DAN KESUKAAN ROLADE (THE INFLUENCE TIMES OF RABBIT MEAT MILLING ON SOFTNESS, DRY MEASURE, AND PREFERENCE OF RABBIT MEAT ROLADE) Lely

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan

I. PENDAHULUAN. ekonomi, perubahan pola hidup, peningkatan kesadaran gizi, dan perbaikan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan pangan hewani (daging, telur, dan susu) dari waktu ke waktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola hidup,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan,

I PENDAHULUAN. banyak ditemukan dan dikonsumsi yaitu ikan tongkol. Secara ilmu pengetahuaan, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging

II. TINJAUAN PUSTAKA Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Menurut SNI (2002) nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang dicetak, dimasak dan dibekukan serta terbuat dari campuran daging giling yang diberi bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang

I. PENDAHULUAN. tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu peredaran bakso oplosan dengan daging babi yang kini berkembang di tengah masyarakat harus segera diatasi. Maraknya penggunaan daging babi yang dioplos dengan daging

Lebih terperinci

DENDENG PENGASAPAN Dendeng adalah irisan daging yang dikeringkan dan ditambah bumbu. Pembuatan dendeng untuk memperoleh cita rasa khas adalah mengguna

DENDENG PENGASAPAN Dendeng adalah irisan daging yang dikeringkan dan ditambah bumbu. Pembuatan dendeng untuk memperoleh cita rasa khas adalah mengguna DENDENG PENGASAPAN BERKADAR LEMAK RENDAH DAN PENGARUH PEMASAKAN TERHADAP MUTU DENDENG Azman Balai Pengkajian Teknotogi Pertanian Sumatera Barat ABSTRACK The smoking way to draying of dendeng could make

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium III. MATERI DAN METODE 3.1.Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 di Laboratorium Teknologi Pascapanen Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. 3.2.Alat dan Bahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

KAJIAN PALATABILITAS BAKSO BERBAHAN DAGING SAPI SEGAR DAN DAGING SAPI BEKU IMPOR DENGAN LEVEL PENGGUNAAN SODIUM TRIPOLIFOSFAT YANG BERBEDA.

KAJIAN PALATABILITAS BAKSO BERBAHAN DAGING SAPI SEGAR DAN DAGING SAPI BEKU IMPOR DENGAN LEVEL PENGGUNAAN SODIUM TRIPOLIFOSFAT YANG BERBEDA. KAJIAN PALATABILITAS BAKSO BERBAHAN DAGING SAPI SEGAR DAN DAGING SAPI BEKU IMPOR DENGAN LEVEL PENGGUNAAN SODIUM TRIPOLIFOSFAT YANG BERBEDA Etty Nuri Hendrarti 1), Gatot Adiwinarto 2) Jurusan Penyuluhan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI

PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI PEMANFAATAN JANTUNG PISANG KEPOK KUNING (Musa paradisiaca) TEPUNG KEDELAI DAN TEPUNG TAPIOKA SEBAGAI BAHAN TAMBAHAN PADA BAKSO DAGING SAPI NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: FARHANA A420090154 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour)

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour) SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET MENGGUNAKAN TEPUNG YANG BERBEDA (Physic and organoleptic characteristic of beef nugget using different flour) Yulianti 1, Harapin Hafid 2, Astriana Naphirah 2 1.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya.

I PENDAHULUAN. udang kerang/tiram, kepiting, tripang, cumi-cumi, rumput laut dan lain sebagainya. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO PADA BERBAGAI RASIO ANTARA DAGING SAPI DAN DAGING AYAM SKRIPSI RAHMATINA

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO PADA BERBAGAI RASIO ANTARA DAGING SAPI DAN DAGING AYAM SKRIPSI RAHMATINA SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK BAKSO PADA BERBAGAI RASIO ANTARA DAGING SAPI DAN DAGING AYAM SKRIPSI RAHMATINA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya

PENDAHULUAN. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena. Sebagai sumber pangan, daging ayam mempunyai beberapa kelebihan lainnya I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai daging ayam karena dagingnya selain rasanya enak juga merupakan bahan pangan sumber protein yang memiliki kandungan gizi lengkap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat setiap tahunnya. Konsumsi daging ayam pada tahun 2013

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat setiap tahunnya. Konsumsi daging ayam pada tahun 2013 I. PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditas pangan hewani yang sangat digemari oleh masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat konsumsi daging yang semakin meningkat setiap

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET Animal Agriculture Journal, Vol. 2. No. 1, 2013, p 247 252 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP SIFAT ORGANOLEPTIK BEEF NUGGET (The

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia ~akanan Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh

I PENDAHULUAN. dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi khususnya anak anak dalam periode pertumbuhan agar tumbuh normal dan sehat, karena bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : DESTI TRISNANINGSIH A 420 100 128 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dengan pengujian organoleptik dan uji lipat dilakukan di Laboratorium Teknologi Industri Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

I. PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan ataupun minuman bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kelinci, daging

BAB III MATERI DAN METODE. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging kelinci, daging 1 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2011 di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang. 3.1. Materi Materi yang digunakan

Lebih terperinci

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bakso adalah makanan yang banyak digemari masyarakat di Indonesia. Salah satu bahan baku bakso adalah daging sapi. Mahalnya harga daging sapi membuat banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KambingKacang Kambing Kacang merupakan salah satu kambing lokal di Indonesia dengan populasi yang cukup tinggi. Kambing Kacang mempunyai ukuran tubuh yang relatif kecil,

Lebih terperinci