PENERAPAN HUKUM SATU HARGA (LAW OF ONE PRICE) DALAM ARBITRAGE INTERNASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENERAPAN HUKUM SATU HARGA (LAW OF ONE PRICE) DALAM ARBITRAGE INTERNASIONAL"

Transkripsi

1 PENERAPAN HUKUM SATU HARGA (LAW OF ONE PRICE) DALAM ARBITRAGE INTERNASIONAL Soebari Martoatmodjo *) ABSTRAK Menurut teori terdapat hubungan timbal balik antara inflasi, kurs valuta asing, suku bunga, premium atau discount dari kurs forward. Hubungan kausal antara beberapa variabel tersebut diatas dicanangkan dalam konsep-konsep yang dinamakan Paritas Suku Bunga, Paritas Daya Beli, Efek Fisher, Efek Fisher Internasional dan Kurs Spot dimasa datang yang tidak bias. Hubungan dari kelima konsep tersebut diyakini akan menimbulkan apa yang disebut sebagai hukum satu harga (law of one price) yang berlaku untuk seluruh dunia. Tulisan ini bermaksud menjawab pertanyaan apakah benar hukum satu harga tersebut dapat berlaku efektif atau tidak diseluruh dunia dan lebih tegas lagi apakah juga berlaku di Indonesia? Kata kunci : IRP, PPP, FE, IFE, UFR, Kurs Spot, Kurs Forward, Parity Lines dan Arbitrage. 1. PENDAHULUAN Dalam manajemen keuangan internasional diketahui bahwa terdapat hubungan kausal antara selisih inflasi dan kurs spot valuta asing, antara selisih suku bunga dengan premium atau discount dari kurs forward. Hubungan-hubungan sebab akibat tersebut diatas masing-masing dikenal dengan konsep Purchasing Power Parity (PPP), konsep Interest Rate Parity (IRP) dan konsep International Fisher Effect (IFE). Purchasing Power Parity menyatakan bahwa kurs spot dari suatu mata uang atau valuta dalam hubungannya dengan mata uang atau valuta lain akan berubah sebagai reaksi atas perbedaan laju inflasi antara dua negara. Sedangkan Interest Rate Parity menyatakan bahwa kurs forward suatu valuta dalam hubungannya dengan mata uang asing akan mengandung premium atau discount sesuai dengan selisih suku bunga antara kedua negara. Sementara itu International Fisher Effect menyatakan bahwa kurs spot suatu mata uang dalam hubungannya dengan valuta lainnya akan berubah sesuai dengan selisih *) Drs.Soebari Martoatmodjo,MM adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya. 238 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

2 suku bunga diantara dua negara. Dari ketiga konsep ini akan menimbulkan konsekuensi sebagai berikut : a. Untuk Purchasing Power Parity (PPP) konsekuensinya adalah daya beli konsumen pada saat membeli barang di dalam negeri sendiri akan sama dengan daya beli mereka pada saat menyimpan barang dari negara lain. b. Untuk Interest Rate Parity konsekuensi logisnya adalah arbitrage internasional (covered) tidak akan memberikan pengembalian yang lebih baik dari pada pengembalian pada investasi domestik. c. Untuk International Fisher Effect konsekuensinya adalah apabila dipandang dari sudut investor domestik, pengembalian dari sekuritas-sekuritas pasar uang luar negeri tidak akan lebih baik dibanding pengembalian dari sekuritas-sekuritas pasar uang domestik (Madura 1994). Berdasar atas konsekuensi logis dari ketiga konsep tersebut diatas maka secara teoritis ketiga konsep akan mendukung apa yang disebut dengan law of one price (hukum satu harga) yang seharusnya berlaku untuk negara-negara di seluruh dunia. Uraian berikut mencoba mengkaji dan memahami aspek-aspek dari hukum satu harga yang disebutkan diatas. 2. KONSEP HUKUM SATU HARGA Pada dasarnya hukum satu harga ini mengajarkan bahwa untuk komoditas yang sama akan memiliki harga yang relatif sama pula, meskipun dijual ditempat yang berbeda Apabila pada uraian pendahuluan telah disebutkan bahwa konsekuensi logis dari PPP, IRP dan IFE akan mendukung hukum satu harga yang berlaku diseluruh dunia, maka untuk berlakunya hukum satu harga ini harus dipenuhi asumsi-asumsi antara lain pasar harus kompetitif, pembeli dan penjual mempunyai akses informasi dengan biaya yang rendah dan sebagainya. Hubunganhubungan antara kurs spot, kurs forward, tingkat bunga dan tingkat inflasi yang digambarkan pada uraian terdahulu disempurnakan oleh Shapiro (1999) dalam suatu diagram yang merupakan hasil dari suatu aktivitas arbitrage sebagai berikut : Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 239

3 Gambar 1 Lima Kunci Hubungan Teoritis Antara Kurs Spot, Kurs Forward, Tingkat Bunga dan Tingkat Inflasi Expected Persentage Change Of Spot Exchange Rate Of Foreign Currency -3 % Forward Discount Or Interest Rate Premium On Foreign Differential Currency +3 % -3 % Expected Inflation Rate Defferential +3 % Keterangan : a). UFR : Forward Rate as Unbiased Predictors of Future Spot Rate b). PPP : Purchasing Power Parity c). IFE : International Fisher Effect d). FE : Fisher Effect e). IRP: Interest Rate Parity Dari kerangka atau pola dasar hubungan seperti tersebut diatas dapat diterangkan hubungan antara harga, kurs spot, tingkat bunga dan kurs forward. Lihat diagram diatas, misalnya apabila Franc Perancis mengalami ekspektasi inflasi sebesar 3% lebih besar dari ekspektasi inflasi di USA untuk tahun yang akan datang, maka nilai Franc Perancis akan jatuh kira-kira 3% dibanding dengan US $. Sejalan dengan hal tersebut maka Franc Perancis akan dijual di pasar forward dengan discount 3% relatif terhadap US $. Ini berarti tingkat bunga Franc Perancis akan berada pada posisi 3% lebih besar dari tingkat bunga di USA dalam jangka 1 tahun kedepan. Untuk memahami diagram diatas secara rinci, dibawah ini akan diuraikan masing-masing konsep yang membentuk law of one price sebagai berikut : 240 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

4 A. Interest Rate Parity (Paritas Tingkat Bunga) Investasi dapat dilakukan di dalam negeri atau di luar negeri. Jika dilakukan di dalam negeri relatif tidak terjadi ketidakpastian dalam arti tidak terganggu oleh fluktuasi dari nilai mata uang. Tetapi apabila investasi dilakukan di luar negeri masalah yang segera muncul adalah apabila mata uang asing tersebut nilainya berubah. Dalam Paritas Daya Beli (PPP) kondisi tersebut akan berlaku di pasar barang. Sedangkan di pasar sekuritas akan muncul apa yang disebut dengan paritas tingkat bunga. Pada dasarnya paritas tingkat bunga menjelaskan bahwa tingkat return investasi dari suatu mata uang atau biaya pinjaman dalam suatu mata uang akan sama besarnya di berbagai negara. Shapiro (1999) menyatakan bahwa mata uang dari suatu negara dengan tingkat bunga rendah akan mengalami forward premium jika dibandingkan dengan mata uang negara lain dengan tingkat bunga yang tinggi. Dalam pasar yang efisien dengan asumsi tanpa biaya transaksi maka tingkat bunga aktual akan kurang lebih sama besarnya dengan Kurs Forward. Jika memang terjadi seperti yang digambarkan diatas tadi, terjadilah apa yang dikatakan dengan Interest Rate Parity. Ada 2 jenis Interest Rate Parity : a). Apabila perbedaan tingkat bunga domestik dengan tingkat hedging asing (the hedged foreign rate) adalah nol maka keadaan ini disebut dengan Covered Interest Differetial. Sebagai contoh seorang investor Amerika Serikat mempunyai uang US $ Uang tersebut dapat diinvestasikan dengan dua cara : (1). Invest di Amerika Serikat selama 90 hari dengan bunga 8% per tahun atau 2% per 90 hari. (2). Invest di Jerman dengan tingkat bunga 6% per tahun (1,5% per 90 hari) Kurs spot DM 1,5311 / US $ dan Kurs forward DM 1,5236 / US $. Jika investor tersebut investasi di Amerika Serikat, maka 90 hari yang akan datang yang bersangkutan akan menerima US $ x 1,02 = US $ Keuntungan yang diperoleh adalah US $ Namun apabila investasi ini dilakukan dengan pilihan kedua, langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut : (1). Belikan US $ dengan DM pada Kurs Spot DM 1,5311 / US $ akan didapatkan DM (2). Investasikan di Jerman dengan bunga 1,5% per 90 hari. Pada akhir periode yang bersangkutan akan dapat meraih uang sebanyak DM x 1,015 = DM ,50. (3). Jual perolehan pada butir 2 ke US $ dengan kurs DM 1,5311 / US $ akan didapatkan US $ Bandingkan cara investasi ke satu dan ke dua adalah US $ US $ = 0. Terjadilah apa yang dimaksud dengan covered interest differential. Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 241

5 b). Apabila hasil dari covered interest differential 0 akan terjadi arbitrage incentive yang menyebabkan uang akan bergerak dari suatu negara ke negara lain. Hal ini disebut dengan Covered Interest Arbitrage. Contoh dari hal tersebut diatas adalah sebagai berikut: Tingkat bunga 12% per tahun di London dan tingkat bunga US $ 7% per tahun di New York. Kurs Spot US $ 1,75 / dan Kurs Forward diperkirakan US $ 1,68 /. Ini berarti akan mengalami forward discount sebesar (1,68 1,75) / 1,75 = 4% Sehingga Cover Yield adalah 12% - 4% = 8%. Oleh karena itu dana akan mengalir dari New York ke London. Keadaan ini akan menimbulkan Triangular Arbitrage yang dapat dijelaskan sebagai berikut : (1). Abritageur meminjam US $ di New York dan pada akhir tahun harus membayar sejumlah US $ x 1,07 = US $ (2). Belikan US $ dengan pada Kurs Spot 1 = US $ 1,75 akan didapat ,57. (3). Investasikan di London ,57 tersebut dan pada akhir tahun akan menjadi ,57 x 1,12 = (4). Belikan dengan US $ pada Kurs Forward US $ 1,68 / akan menjadi US $ (5). Kembalikan pinjaman dalam bentuk US $ Arbitrageur akan mendapatkan untung sebesar US $ US $ = US $ Langkah-langkah tersebut diatas dapat digambarkan dalam Arbitrage Segitiga (triangular arbitrage) sebagai berikut : Satu Tahun 7. Untung bersih US $ New York Awal Tahun 1. Pinjam US $ selama 1 tahun akan menjadi US $ Bayar hutang US $ Jual US $ dengan pada kurs US $ 1,75 / akan menjadi ,57 5. Jual dengan Kurs Forward didapatkan US $ Invest ,57 dengan bunga 4. Hasil Investasi 12 % / tahun ,57 x 1,12 London Satu Tahun = London Awal Tahun Sumber : Shapiro (1999) 242 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

6 Jadi apabila ada selisih suku bunga dalam negeri dibandingkan suku bunga luar negeri yang disertai dengan forward premium atau forward discount yang tidak sama besarnya dengan selisih suku bunga tersebut maka akan terjadi arbitrage internasional seperti yang digambarkan pada uraian diatas. IRP menjelaskan kepada semua orang bahwa seharusnya selisih suku bunga luar negeri dengan suku bunga dalam negeri besarnya harus sama dengan forward discount atau forward premium. Jika ini terjadi berarti terjadi keseimbangan yang letaknya tepat di garis paritas (parity line). Apabila terdapat kasus-kasus yang menyimpang yang berarti bahwa titik-titik koordinat tersebut berada diluar parity line, akan terjadi arbitrage yang dapat berwujud arbitrage dana masuk kedalam suatu negara atau sebaliknya dana mengalir keluar negeri. Dari uraian diatas hubungan arbitrage dapat dirumuskan dalam rumus-rumus sebagai berikut : Apabila l o = Kurs spot US $ / f i = Forward rate akhir periode r h = Tingkat bunga di USA r f = Tingkat bunga di Inggris 1 + r h = Hasil investasi di USA pada akhir periode (1+r f) f i / l o = Hasil investasi US $ di Inggris Maka dalam kasus arbitrage internasional ini dana akan mengalir dari USA ke Inggris apabila : ( 1 + r f ) f i 1 + r h < l o Sebaliknya dana akan mengalir dari Inggris ke USA apabila : ( 1 + r f ) f i 1 + r h > l o Interest Rate Parity (paritas tingkat bunga) tidak akan terjadi apabila : 1 + r h f i 1 + r f l o Tetapi apabila : r h r f = f i l o l o Akan terjadi Interest Rate Parity Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 243

7 Kesimpulan dari semua uraian tentang paritas tingkat bunga ini adalah sebagai berikut : Tingkat bunga yang tinggi dari suatu mata uang akan diimbangi (offset) dengan forward discount dan tingkat bunga yang rendah dari suatu mata uang akan diimbangi dengan forward premium. B. Purchasing Power Parity (Paritas Daya Beli) Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Gustav Cassel pada tahun Sebenarnya digunakan sebagai dasar untuk menentukan official exchange rate setelah perang dunia pertama. Konsep dari PPP ini dibagi dalam dua versi : (1). Versi Absolut yang mengatakan bahwa tingkat harga akan sama di seluruh dunia apabila dinyatakan dalam mata uang yang umum. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa satu unit mata uang domestik harus mempunyai daya beli yang sama di seluruh dunia. Versi absolut ini tidak memperhatikan atau menyampingkan dampak dari biaya transportasi dalam perdagangan bebas, tarif, quota dan segala jenis pembatasan (ristriksi) dan diferensiasi produk. (2).Versi Relatif yang umumnya sekarang digunakan, versi ini mengatakan bahwa tingkat kurs mata uang domestik dengan mata uang asing harus disesuaikan sesuai dengan perubahan-perubahan tingkat harga dari kedua negara. Perubahan tingkat harga ini dapat dilihat dari tingkat inflasi dari masing-masing negara atau dilihat dari Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) dari masing-masing negara. Sebagai contoh apabila tingkat inflasi di USA 5% dan di Jepang 1%, menurut teori ini dolar Amerika harus disesuaikan sebesar 4% untuk memperoleh harga yang sama untuk suatu produk tertentu diantara kedua negara. Hubungan antara inflasi dan Kurs Valas ini dapat dikemukakan sebagai berikut : Apabila i h dan i f adalah tingkat inflasi antara dua negara dan l o adalah nilai uang domestik untuk satu unit mata uang asing pada awal periode dan l t adalah Kurs Spot pada periode t maka : l t = ( 1 + i h ) t l o ( 1 + i f ) t Sehingga nilai l t adalah sebagai berikut : l t = l o x ( 1 + i h ) t ( 1 + i f ) t Untuk jangka pendek rumus umum yang dipakai adalah : l t = l o x 1 + i h 1 + i f 244 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

8 Jadi apabila tingkat inflasi di USA 5% dan di Swiss 3% dan Kurs Spot S Fr 1 = US $ 0,75 maka untuk menghitung PPP rate 3 tahun mendatang adalah sebagai berikut l 3 = 0,75 x ( 1,05 ) 3 = US $ 0,7945 ( 1,03 ) 3 Berdasarkan hasil hitungan tersebut diatas dapat diprediksi bahwa Kurs Spot S Fr terhadap US $ tiga tahun yang akan datang adalah S Fr 1 = US $ 0,7945. Dari uraian tersebut diatas akhirnya dapat disimpulkan bahwa mata uang dengan tingkat inflasi yang tinggi akan devalue relative terhadap mata uang dengan tingkat inflasi yang rendah. C. Fisher Effect Pada umumnya tingkat bunga yang digunakan dalam transaksi finansial adalah tingkat bunga nominal. Misalnya tingkat bunga nominal per tahun 8% maka pinjaman US $ 1 pada akhir periode akan dikembalikan sebesar US $ 1,08. Contoh ini tidak menggambarkan bahwa selama waktu 1 tahun itu tentu terjadi perubahan-perubahan yang dimanifestasikan pada perubahan nilai uang yang disebut inflasi. Oleh karena itu tingkat bunga nominal harus disesuaikan (adjusted) dengan ekspektasi inflasi dimasa depan. Oleh karena itu Fisher Effect mengatakan bahwa tingkat bunga nominal ( r ) terdiri dari dua komponen yaitu : (1). Tingkat Rate of Return yang dikehendaki ( a ) (2). Tingkat ekspektasi inflasi ( i ) Fisher Effect (FE) dirumuskan sebagai berikut : 1 + Tingkat bunga nominal = ( 1 + Tingkat bunga riil ) ( 1 + Tingkat ekspektasi inflasi ) = 1 + r = ( 1 + a ) ( 1 + i ) Dimana r = a + i + a i Keseimbangan dari tingkat bunga nominal dengan ekspektasi inflasi ini akan terjadi apabila : 1 + r h = 1 + i h 1 + r f 1 + i f dimana r h = Tingkat bunga domestik Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 245

9 r f = Tingkat bunga luar negeri i h = Ekspektasi inflasi domestik i f = Ekspektasi inflasi luar negeri Secara ringkas dapat dikatakan bahwa keadaan keseimbangan akan terjadi apabila : R h r f = i h i f Fisher Effect (FE) menyatakan bahwa mata uang dengan tingk at inflasi yang tinggi akan menyebabkan tingkat bunga yang tinggi dibanding dengan mata uang yang tingkat inflasinya rendah. Jadi apabila tingkat inflasi di USA 4% dan di Inggris 7% maka Fisher Effect menjelaskan bahwa tingkat bunga di Inggris harus lebih tinggi 3% dibanding dengan tingkat bunga di USA. D. International Fisher Effect Untuk memahami dampak dari perubahan-perubahan relatif dari tingkat bunga nominal antar negara terhadap nilai tukar mata uang nominal adalah dengan mempelajari kembali implikasi dari PPP dan Fisher Effect. Seperti telah diutarakan dalam contoh-contoh terdahulu yang menyatakan bahwa kenaikan inflasi relatif di USA dibanding dengan nagara lain akan diikuti dengan jatuhnya nilai US $. Keadaan ini akan diikuti pula dengan naiknya tingkat bunga relatif di USA dibanding dengan tingkat bunga luar negeri. Kedua kondisi tersebut diatas jika digabungkan akan menghasilkan apa yang disebut dengan Internatioanl Fisher Effect (IFE) suatu teori yang dikemukakan oleh Irving Fisher dan dirumuskan sebagai berikut : (1 + r h) t = ē t (1 + r f) t l o Dimana ē t = Ekspektasi kurs valas pada periode t Untuk jangka pendek rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut : 1 + r h t = ē t 1 + r f t l o Pada prinsipnya International Fisher Effect (IFE) ini, menyatakan bahwa mata uang dengan tingkat bunga yang rendah akan menyebabkan apresiasi relatif terhadap mata uang dengan dengan tingkat bunga yang tinggi. 246 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

10 E. Hubungan Antara Kurs Forward Dengan Kurs Spot Dimasa Depan (Unbiased nature of forward rate - UFR) Dalam pengertian orang, dewasa ini fungsi dari pasar uang apabila Pemerintah tidak melakukan intervensi di pasar baik untuk kurs spot maupun untuk kurs forward sangat dipengaruhi oleh ekspektasi saat ini terhadap kejadian-kejadian di masa depan. Sebagai contoh depresiasi akan diantisipasi sebagai berikut : Pemilik mulai menjual di pasar forward dan orang yang memiliki US $ akan mengerem penjualan US $ mereka di pasar forward. Aktivitas ini akan menekan harga forward dari. Pada saat yang sama bankbank yang memiliki forward akan menjual di pasar spot. Sementara itu pemilik US $ akan menunda penukarannya dengan. Dalam contoh tersebut diatas jelas sekali bahwa tekanan di pasar forward akan ditransmisikan ke dalam pasar spot vice versa. Oleh karena itu Shapiro (1999) mengatakan bahwa Kurs Forward dapat digunakan untuk meramalkan future rate. Secara formal unbiased nature of the future rate (UFR) mengatakan sebagai berikut : Kurs forward akan merefleksikan harapan kurs spot yang akan datang pada saat forward contract ditandatangani. Sehingga hubungan antara kurs forward dengan kurs spot di masa datang dirumuskan sebagai berikut : f t = ē t dimana : ē t = Ekspektasi kurs dimasa depan pada waktu t f t = Kurs forward pada waktu t Persamaan tersebut diatas dapat ditransformasikan yang dapat merefleksikan satu titik pada garis paritas sebagai berikut : f t - l o = ē t - l o l o l o Kelima konsep tersebut diatas dapat dilihat pada kurva lampiran 1 a, b, c, d dan e. 3. STUDI EMPIRIK DARI MASING-MASING KONSEP A. Paritas Tingkat Bunga (IRP) Untuk menentukan hubungan dari teori tersebut perlu dibandingkan kuotasi kurs forward dengan suku bunga pada waktu yang sama. Dalam kenyataannya kurs forward dan suku bunga pada saat yang sama itu sulit diperoleh. Namun demikian penelitian tentang IRP ini telah dilakukan oleh Albert, Brown, Frenkel Levich, Stakes dan Neuberger (Madura 1994). Studi dari mereka umumnya menjelaskan bahwa kurs forward dan suku bunga secara umum Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 247

11 mendukung IRP sehingga covered interest arbitrage dapat dilakukan. Sedangkan study tentang IRP ini di Indonesia dilakukan oleh Safrudin (Sri Handaru Yuliati & Handoyo Prasetyo 1998), yang hasilnya menyatakan bahwa IRP tidak berlaku di Indonesia. B. Paritas Daya Beli (PPP) Pada dasarnya teori ini dibuktikan dengan melakukan pengamatan yang bersifat sederhana yaitu antara dua negara. Bagaimana selisih laju inflasi dua negara akan dapat digunakan untuk memprediksi nilai tukar dapat digunakan cara tersebut diatas. Koordinat dari titik-titik yang berada pada kuadran yang menunjukkan selisih laju inflasi dan perubahan nilai tukar dapat di plot. Apabila titik-titik tersebut mendekati atau berada pada garis imejiner 45 o maka dapat dikatakan PPP terbukti. Jika sebaliknya titik-titik tersebut menjauhi garis imejiner tersebut PPP tidak terjadi. Riset yang telah dilakukan mengenai PPP ini antara lain oleh Mishken, Adler, Dumas, Abuaf D Junior (Madura 1994) yang pada umumnya hasilnya tidak mendukung teori PPP. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hakkio mendukung teori PPP meskipun tidak sempurna. Mengapa paritas daya beli (PPP) tidak terjadi? Pertanyaan ini dapat dijawab sebagai berikut : (1). Teori paritas daya beli tidak memperhatikan tariff dan non tariff barier serta intervensi pemerintah dalam transaksi perdagangan internasional. (2). Tidak ada produk substitusi dalam pasar domestik. Jika ini terjadi maka negara pengimpor tetap akan melakukan impornya meskipun terjadi selisih inflasi yang cukup besar (Madura 1994). (3). Dilihat dari pengelompokan negara-negara di dunia yang terdiri dari negara-negara maju dan negara-negara berkembang dan dihubungkan dengan pembagian barang menjadi traded goods dan non traded goods (Soebari 2001) maka dapat dipastikan bahwa teori PPP ini tidak berlaku jika digunakan untuk mengukur laju inflasi dan perubahan kurs dari negara-negara maju dan negara-negara berkembang oleh karena harga dari non traded goods antara negara maju (industri) dengan negara berkembang sangat berbeda mencolok. Sehingga apabila teori tersebut diterapkan akan didapati bahwa mata uang dari negara-negara berkembang selalu akan mengalami under value sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Bella Balasa (Nopirin 1994). (4). Bertolak dari harga non traded goods antara negara maju (industri) itu sendiri juga relatif terdapat perbedaan yang cukup tajam misalnya ongkos tukang potong rambut di Tokyo US $ 36,40, New York US $ 21,00, Rio de Jenairo US $ 17,80 di Bonn US $ 12,00 da di Hongkong US $ 4,50 seperti tertera pada lampiran 2 (Shapiro 1999). Hal tersebut diatas merupakan bukti bahwa teori PPP tidak eksis untuk antar negara maju sendiri. Penelitian di Indonesia yang berhubungan dengan Paritas Daya Beli (PPP) ini dilakukan oleh Setyawati pada tahun Hasil penelitian yang bersangkutan untuk Paritas Daya Beli versi absolut maupun relatif tidak beraku di Indonesia (Sri Handaru Yuliati & Handoyo Prasetyo 1998). 248 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

12 C. Fisher Effect Hubungan antara tingkat bunga dengan tingkat inflasi pada umumnya memang terjadi. Pada lampiran 3 terlihat bahwa pada umumnya negara-negara dengan tingkat inflasi yang tinggiselalu diikuti dengan tingkat bunga tinggi. Namun demikian para peneliti yakin bahwa proporsi ekspektasi real return antara negara-negara tersebut akan sama tidak dapat di uji secara langsung. Sebagian besar para pelaku pasar setuju dengan pernyataan bahwa arbitrage yang timbul yang merupakan modal likuid yang dioperasikan pada pasar uang internasional justru ditentukan oleh tinggi rendahnya pajak atas bunga dari masing-masing negara. D. International Fisher Effect Sebagai alat prediksi IFE merupakan alat yang cukup baik untuk menduga bahwa mata uang dengan tingkat bunga yang tinggi akan terdepresiasi seperti misalnya Mexico dan Brazil. Dan mata uang dengan tingkat bunga yang rendah akan mengalami apresiasi misalnya Jepang dan Swiss. Pada lampiran 4 dapat dilihat hubungan antara tingkat bunga nominal dengan tingkat kurs valas relatf terhadap US $ selama 6 tahun dari 1982 s/d 1988, jadi berdasar grafik tersebut diatas IFE dapat digunakan sebagai alat prediksi untuk jangka panjang. Untuk jangka pendek kelihatnnya IFE kurang dapat diandalkan untuk memprediksi hubungan mata uang tingkat bunga tinggi dengan depresiasi atau mata uang dengan tingkat bunga rendah dengan apresiasi (Shapiro 1999) E. Unbiased nature of the forward Rate Banyak studi yang menguji hubungan antara kurs forward dengan kurs spot di masa datang telah dilakukan. Tetapi sebenarnya tidak realistis untuk mendapatkan hubungan yang sempurna antara kurs forward dengan kurs spot di masa datang oleh karena kurs spot di masa yang akan datang akan dipengaruhi oleh beberapa kejadian seperti krisis minyak dan sebagainya sehingga tidak dapat diramalkan secara sempurna. Namun demikian pada umumnya pada studi awal, kesimpulan umum yang diperoleh adalah bahwa kurs forward merupakan prediktor yang unbiased terhadap kurs spot yang akan datang. Tetapi studi yang terkini dengan menggunakan teknik ekonometrika yang canggih didapati bahwa kurs forward adalah prediktor yang biased yang disebabkan oleh risk premium. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kurun waktu tertentu kurs forward adalah prediktor yang unbiased, tetapi pada kurun waktu yang lain kurs forward merupakan prediktor yang biased terhadap kurs valuta asing di masa depan. Untuk memperjelas hubungan antara konsep-konsep yang telah diutarakan itu, pada lampiran 5 dapat diikuti dengan jelas hubungan kelima konsep atau teori tersebut satu sama lain yaitu antara PPP, IRP, FE, IFE dan UFR. Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 249

13 4. KESIMPULAN Setelah diamati dengan cermat uraian diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa hukum satu harga (law of one price) tidak seluruhnya mutlak dapat diterapkan. Hukum ini nampaknya untuk negara-negara maju sekalipun tidak mutlak berlaku dengan serta merta. Hanya pada kondisi-kondisi tertentu hukum satu harga ini berlaku. Tetapi pada kondisi yang lain ternyata hukum ini tidak berlaku secara relatif. Sebaliknya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia sebagaimana beberapa hasil penelitian yang telah disebutkan ternyata hukum satu harga ini tidak berlaku. 5. DAFTAR BACAAN Kuncoro, Mudrajad, 1996, Manajemen Keuangan Internasional Pengantar Ekonomi dan Bisnis Global, BPFE UGM, Yogyakarta. Madura, Jeff, 1994, International Financial Management, Third Edition, Info Acess Distribution, Pte Ltd, Singapura. Martoatmodjo, Soebari, 1999, Ekonomi Internasional, Stiesia Press, Surabaya., 1999, Perubahan Manajemen Valuta Asing di Indonesia dalam Jurnal Ekuitas Stiesia, Surabaya., 2001, Mengukur Nilai Tukar (Exchange Rate) Valuta Asing di Indonesia dalam Jurnal Ekuitas Stiesia, Surabaya. Nopirin, 1994, Ekonomi Internasional, BPFE UGM, Yogyakarta. Shapiro C, Allan, 1999, Multinational Financial Management, Sixth Edition, John Wiley & Sons Inc, New York. Soediyono, Ekonomi Internasional Pengantar Pembayaran Internasional, BPFE UGM, Yogyakarta. Yuliati, Sri Handaru dan Prasetyo, Handoyo, 1998, Manajemen Keuangan Internasional, Andi Yogyakarta. 250 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

14 Lampiran 1 A. Interest Rate Parity Theory Arbitrage Inflow to Interest differential 5 - home country In favor of home Country (%) 4 - H G Arbitrage outflow from 1 - home country Forward premium (+) or discount (-) on -2 - foreign currency (%) -3 - Parity Line Sumber : Shapiro (1999) Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 251

15 B. Purchasing Power Parity Parity Line Percentage change 5 - In home currency Value of foreign 4 - currency 3 A 2-1 B Inflation differential home country relative -2 - to foreign country (%) Sumber : Shapiro (1999) 252 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

16 C. The Fisher Effect Interest differential 5 - In favor of home Country (%) Parity line Inflation differential, home country relative -2 to foreign country (%) Sumber : Shapiro (1999) Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 253

17 D. International Fisher Effect Expected change in 5 - home currency value of foreign 4 currency (%) F E Interest differential in favor of home -2 - country (%) -3 - Parity Line Sumber : Shapiro (1999) 254 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

18 E. Relation Between the Forward Rate and the Future Spot Rate Expected change 5 - In home currency value of foreign 4 - currency (%) Parity line Forward premium (+) or discount (-) on -2 foreign currency (%) I -3 - J Sumber : Shapiro (1999) Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 255

19 Lampiran Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

20 Lampiran : 3 Fisher Effect : Nominal Interest Rate Versus Inflation for 22 Developed and Developing Countries as of April Africa 14 - South Korea South Italy Regresion line Australia 8 - Argentina Malaysia Spain Portugal Taiwan Sweden Britain 6 - United States Canada Denmark 4 - France Germany Belgium Austria 2 - Netherlands Switzerland Singapura Japan Inflation rate (measured as the percentage change in the CPI over the past year) Sumber : Shapiro (1999) Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 257

21 Lampiran : 4 International Fisher Effect : Empirical Data, Israel Yugoslavia Mexico Peru Ecuador 30 Venezuela Chile 20 Pakistan Costa Rica Columbia Nepal Egypt South Africa 10 0 West Ger Australia -10 Japan New Zealand Sumber : Shapiro (1999) Switz Neth Hun Kenya Average interest rate, (%) 258 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

22 Lampiran : 5 Contoh Syarat Paritas Internasional : Yen/Dollar Kurs Forward sebagai alat prediksi yang tidak bias (E) Prakiraan Perubahan Kurs Spot + 4% (Yen menguat) Paritas daya beli (PPP) (A) Premi Forward atas valas +4% Paritas Fisher Internasional (C) Prakiraan Perbedaan aju inflasi 4% Paritas Suku Bunga (D) Perbedaan Suku Bunga Nominal - 4% Paritas Fisher (B) 1. Kurs valas a. Kurs Spot saat ini : S 1 = Y156/$ b. Kurs Forward (1 tahun) : F = Y150/$ c. Harapan Kurs Spot : S 2 = Y150/$ d. Premi Forward Yen : f y = 150 x 100% = +4% e. Prakiraan Perubahan S : S 1 S = S 2 = 150 x 100 = +4% Penerapan Hukum Satu Harga (Soebari Martoatmodjo) 259

23 2. Prediksi laju inflasi a. Jepang 3% b. AS 7% c. Perbedaan -4% 3. Suku bunga obligasi Pemerintah satu tahun : a. Jepang 6% b. AS 10% c. Perbedaan -4% Sumber : Mudrajad Kuncoro (1996) 260 Ekuitas Vol.5 No.3 September 2001

KULIAH V INTERNATIONAL PARITY CONDITION

KULIAH V INTERNATIONAL PARITY CONDITION KULIAH V INTERNATIONAL PARITY CONDITION Manajemen Keuangan Internasional PEDRO XIMENES, ST,MM Pengertian Internasional Parity Condition adalah : Sekumpulan persamaan yang menghubungkan Harga Produk Suku

Lebih terperinci

Kondisi Paritas Internasional dan Penentuan Nilai Tukar

Kondisi Paritas Internasional dan Penentuan Nilai Tukar Kondisi Paritas Internasional dan Penentuan Nilai Tukar Mater 5 Andri Helmi M, S.E., M.M. Pengantar Kita akan mempelajari hubungan penting paritas internasional yang memiliki pengaruh besar bagi penentuan

Lebih terperinci

BAB 8 HUBUNGAN KURS VALAS DENGAN INFLASI DAN TINGKAT BUNGA

BAB 8 HUBUNGAN KURS VALAS DENGAN INFLASI DAN TINGKAT BUNGA BAB 8 HUBUNGAN KURS VALAS DENGAN INFLASI DAN TINGKAT BUNGA A. INTEREST RATE PARITY THEORY (IRP THEORY) Adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana

Lebih terperinci

KONSEP PURCHASING POWER PARITY DALAM PENENTUAN KURS MATA UANG

KONSEP PURCHASING POWER PARITY DALAM PENENTUAN KURS MATA UANG KONSEP PURCHASING POWER PARITY DALAM PENENTUAN KURS MATA UANG Yovita Vivianty Indriadewi Atmadjaja Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi ABSTRAKSI Salah satu konsep

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maka meningkatkan juga aktivitas perdagangan international. Beberapa aktivitas

BAB 1 PENDAHULUAN. maka meningkatkan juga aktivitas perdagangan international. Beberapa aktivitas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya pasar bebas, globalisasi, tuntutan ekonomi maka meningkatkan juga aktivitas perdagangan international. Beberapa aktivitas perdagangan international

Lebih terperinci

Kondisi Paritas Internasional

Kondisi Paritas Internasional Kondisi Paritas Internasional Kondisi Paritas Internasional merupakan sejumlah kondisi keseimbangan di pasar valuta asing terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kurs suatu mata uang Kondisi paritas

Lebih terperinci

KULIAH VI INTERNATIONAL PARITY CONDITION FISHER EFFECT & INTERNATIONAL FISHER EFFECT

KULIAH VI INTERNATIONAL PARITY CONDITION FISHER EFFECT & INTERNATIONAL FISHER EFFECT KULIAH VI INTERNATIONAL PARITY CONDITION FISHER EFFECT & INTERNATIONAL FISHER EFFECT Mata Kuliah : Manajemen Keuangan Internasional (MKI). Dosen : Pedro Ximenes, ST,MM Pengertian (Fisher Effect) Currencies

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kestabilan suatu negara sangat bergantung pada kestabilan mata uang negara tersebut. Kehidupan politik, ekonomi, pertahanan dan keamanan, serta bidang-bidang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

Penentuan Forward Rate (FR)

Penentuan Forward Rate (FR) Penentuan Forward Rate (FR) Menggunakan Teori Interest Rate Parity (IRP) Menggunakan Teori Purcahsing Power Parity (PPP) 1-1 Penentuan Forward Rate dengan Teori IRP Inti dari teori tersebut adalah : Bila

Lebih terperinci

PARITAS DAYA BELI DAN TINGKAT BUNGA

PARITAS DAYA BELI DAN TINGKAT BUNGA PARITAS DAYA BELI DAN TINGKAT BUNGA (Purchasing Power Parity, PPP, dan Interest Rate Parity, IRP) Bramantyo Djohanputro, PhD Lecturer and Consulting in management, specializing on finance, investment,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN Universitas Dian Nuswantoro

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN Universitas Dian Nuswantoro Kode pembayaran keuangan. pembiayaan perdagangan. Pertemuan ke : Kompetensi Dasar Indikator Pokok Bahasan/Materi Aktifitas Pembelajaran Rujukan 1 Mata kuliah ini Pemahaman pada Lingkungan Lingkungan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dollar Amerika Serikat Periode 2004Q.!-2013Q.3 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi internasional pada saat ini semakin berkembang pesat sehingga setiap negara di dunia mempunyai hubungan yang kuat dan transparan. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB 9 HUBUNGAN KURS VALAS DAN INFLASI

BAB 9 HUBUNGAN KURS VALAS DAN INFLASI BAB 9 HUBUNGAN KURS VALAS DAN INFLASI Masih ingat penjelasan terhadap gambar di bawah ini : Kebijakan Moneter Longgar JUB Meningkat Naiknya Konsumsi & Permintaan Masy. Bunga riil Turun Memicu Kenaikan

Lebih terperinci

Oleh: Sujana, Saefudin Zuhdi dan Purwitayani. Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan Bogor ABSTRACT

Oleh: Sujana, Saefudin Zuhdi dan Purwitayani. Dosen Tetap Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kesatuan Bogor ABSTRACT JURNAL ILMIAH RANGGAGADING Volume 6 No. 1, April 2006 : 36-40 TEKNIK ANALISIS FORWARD CONTRACT HEDGING DENGAN MONEY MARKET HEDGING DALAM MEMINIMALISASI TINGKAT RISIKO KERUGIAN Studi Kasus Pada PT Elang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dihasilkannya (Hariyani dan Serfianto, 2010 : 1). Menurut Tri Wibowo dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi perdagangan saat ini, kemajuan suatu negara tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan negara tersebut melakukan ekspor barang dan jasa yang

Lebih terperinci

Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan Menerapkan Konsep Paritas Daya Beli

Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan Menerapkan Konsep Paritas Daya Beli 14 Penentuan Nilai Tukar Mata Uang Asing dengan Menerapkan Konsep Paritas Daya Beli Ivan Haryanto Diana Wibisono Alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Manajemen Universitas Kristen Petra Wang Sutrisno Staf Pengajar

Lebih terperinci

RETURN DAN RESIKO AKTIVA TUNGGAL

RETURN DAN RESIKO AKTIVA TUNGGAL 1 Pertemuan 9 RETURN DAN RESIKO AKTIVA TUNGGAL A. Pengertian Return & Resiko Suatu Investasi Seorang investor maupun perusahaan yang melakukan kegiatan investasi selalu dihadapkan pada resiko dan return

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Reksa Dana 2.1.1 Pengertian Reksa Dana Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai

I. PENDAHULUAN. Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Mata uang asing (valuta asing) merupakan suatu komoditas yang memiliki nilai ekonomis. Hal ini dikarenakan adanya permintaan yang timbul karena adanya kepentingan

Lebih terperinci

ANALISIS KURS VALUTA ASING YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING (PMA), EKSPORT, DAN PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI JAWA TIMUR SKRIPSI

ANALISIS KURS VALUTA ASING YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING (PMA), EKSPORT, DAN PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI JAWA TIMUR SKRIPSI ANALISIS KURS VALUTA ASING YANG MEMPENGARUHI PENANAMAN MODAL ASING (PMA), EKSPORT, DAN PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI JAWA TIMUR SKRIPSI Di ajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia juga mengalami peningkatan. Bertambahnya aset dan modal yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia juga mengalami peningkatan. Bertambahnya aset dan modal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi yang makin berkembang telah membuka peluang dalam dunia bisnis semakin lebar dan luas. Aset dan modal yang dimiliki perusahaan di Indonesia juga mengalami

Lebih terperinci

Bab 11 Manajemen Keuangan Internasional

Bab 11 Manajemen Keuangan Internasional D a s a r M a n a j e m e n K e u a n g a n 139 Bab 11 Manajemen Keuangan Internasional Mahasiswa diharapkan dapat memahami mengenai teori perdagangan internasional, peranan manajemen keuangan internasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah

I. PENDAHULUAN. Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian

Lebih terperinci

PURCHASING POWER PARITY DAN INTEREST RATE PARITY Sebelum membahas teori-teori yang mendasari penelitian yaitu, parity Purchasing Power parity, dan

PURCHASING POWER PARITY DAN INTEREST RATE PARITY Sebelum membahas teori-teori yang mendasari penelitian yaitu, parity Purchasing Power parity, dan PURCHASING POWER PARITY DAN INTEREST RATE PARITY Sebelum membahas teori-teori yang mendasari penelitian yaitu, parity Purchasing Power parity, dan Interest Rate akan diterangkan dahulu pengertian nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nilai tukar atau kurs (exchange rate) di antara dua negara adalah harga yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Nilai tukar atau kurs (exchange rate) di antara dua negara adalah harga yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Tukar Nilai tukar atau kurs (exchange rate) di antara dua negara adalah harga yang dipakai oleh penduduk di kedua negara untuk saling melakukan perdagangan, sehingga nilai

Lebih terperinci

MIND SET: BUKU Intermediate Financial Management Meningkatkan Nilai Perusahaan Keputusan Investasi Manajemen Modal Kerja

MIND SET: BUKU Intermediate Financial Management Meningkatkan Nilai Perusahaan Keputusan Investasi Manajemen Modal Kerja MIND SET: BUKU Intermediate Financial Management 26-1 K e u a n g a n Meningkatkan Nilai Perusahaan 1 Konsep Fundamental 2 Penilaian Korporasi 3 Keputusan Investasi Kep. Pendanaan Strategis 4 5 Kep. Pendanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin saling terkait, telah meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi. Terhadap Kurs Rupiah Tahun Teknik analisis yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi. Terhadap Kurs Rupiah Tahun Teknik analisis yang digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Penelitian terdahulu Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup

Lebih terperinci

Ilmu Il Ek E o k n o omi o Nilai Tuk T ar PIEw11 1

Ilmu Il Ek E o k n o omi o Nilai Tuk T ar PIEw11 1 Ilmu Ekonomi Nilai Tukar PIEw11 1 Perekonomian Terbuka Perdagangan dapat mensejahterakan setiap orang Perekonomian tertutup (closed economy): sebuah perekonomian yang tidak berinteraksi dengan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Tingkat Bunga Bunga adalah pembayaran yang dilakukan untuk penggunaan uang. Suku bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut

Lebih terperinci

Forum Bisnis Dan Kewirausahaan Jurnal Ilmiah STIE MDP. Trisnadi Wijaya. STIE MDP 1. PENDAHULUAN

Forum Bisnis Dan Kewirausahaan Jurnal Ilmiah STIE MDP. Trisnadi Wijaya. STIE MDP 1. PENDAHULUAN Analisis Pengujian Purchasing Power Parity Dan International Fisher Effect Dalam Jangka Pendek Terhadap Nilai Tukar Dolar Hong Kong Dan Rupiah Indonesia Trisnadi Wijaya STIE MDP trisnadi@stie-mdp.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara memiliki mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap negara memiliki mata uang yang menunjukkan harga-harga barang dan jasa. Jika suatu negara memiliki hubungan ekonomi dengan negara-negara lain maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sarana untuk melakukan hedging, speculation, dan arbitrage.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sarana untuk melakukan hedging, speculation, dan arbitrage. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Indonesia menyebabkan beberapa instrumen keuangan seperti saham, obligasi, hingga derivatif menjadi sarana untuk melakukan investasi. Tidak hanya

Lebih terperinci

Bab 6 TRANSAKSI INTERNASIONAL

Bab 6 TRANSAKSI INTERNASIONAL Bab 6 TRANSAKSI INTERNASIONAL HARGA UNTUK TRANSAKSI INTERNASIONAL : NILAI TUKAR RIIL DAN NOMINAL Transaksi Internasional dipengaruhi oleh harga internasional. Dua harga internasional yang paling penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang

BAB I PENDAHULUAN. memfasilitasi investor untuk berinvestasi, untuk mendapatkan pengembalian yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Dalam era persaingan global setiap negara ingin bersaing secara internasional, sehingga dalam hal ini kebijakan yang berbeda diterapkan untuk memfasilitasi investor

Lebih terperinci

Manajemen Investasi. SUTIA BUDI STIE AHMAD DAHLAN JAKARTA

Manajemen Investasi.  SUTIA BUDI STIE AHMAD DAHLAN JAKARTA Manajemen Investasi SUTIA BUDI sutia_budy@yahoo.com sutiabudi19@gmail.com STIE AHMAD DAHLAN JAKARTA INVESTMENT MANAGEMENT Session 2 Times 2 Times 2 Times 2 Times 2 Times 2 Times 2 Times Chapter Introduction

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata

BAB I PENDAHULUAN. tersebut di banding dengan mata uang negara lain. Semakin tinggi nilai tukar mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu indikator yang menunjukan bahwa perekonomian sebuah negara lebih baik dari negara lain adalah melihat nilai tukar atau kurs mata uang negara tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan

I. PENDAHULUAN. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank Indonesia sebagai otoritas moneter atau bank sentral mempunyai tujuan utama yaitu mencapai dan menjaga kestabilan nilai rupiah. Hal ini tertulis dalam UU No. 3 tahun

Lebih terperinci

BAB 3 TRANSAKSI MATA UANG ASING

BAB 3 TRANSAKSI MATA UANG ASING BAB 3 TRANSAKSI MATA UANG ASING Suatu perusahaan dapat melakukan aktivitas yang menyangkut valuta asing (foreign activities) dalam dua cara, yaitu melakukan transaksi dalam mata uang asing atau memiliki

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Investasi Menurut Jones, C.P (2002) investasi adalah an investment can be defined as the commitment of funds to one or more assets that will be held over some futures time

Lebih terperinci

Asset Liabilities Management (ALMA) Foreign Exchange Management

Asset Liabilities Management (ALMA) Foreign Exchange Management Asset Liabilities Management (ALMA) Foreign Exchange Management Foreign Exchange Management Poundsterling Exchange of currencies on a specified date Counterparty B Counterparty A US Dollar Trading Hours

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi tidak akan pernah terlepas dari aktivitas investasi. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi tidak akan pernah terlepas dari aktivitas investasi. Berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kegiatan ekonomi tidak akan pernah terlepas dari aktivitas investasi. Berbagai kegiatan investasi di seluruh dunia yang dilaksanakan dalam skala internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan tingginya ketidakpastian perekonomian global, nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan depresiasi. Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia juga telah

Lebih terperinci

A. Expected Return. 1. Perhitungan expected return investasi tahunan

A. Expected Return. 1. Perhitungan expected return investasi tahunan 1 Bahan ajar digunakan sebagai materi penunjang Mata Kuliah : Manajemen Investasi Dikompilasi oleh : Nila Firdausi Nuzula, PhD Program Studi : Administrasi Bisnis, Universitas Brawijaya RETURNS Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang

BAB I PENDAHULUAN. semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompleksitas sistem pembayaran dalam perdagangan internasional semakin bertambah tinggi dalam kondisi perekonomian global seperti yang berkembang akhir-akhir ini.

Lebih terperinci

Bab 6 Kondisi Paritas Internasional

Bab 6 Kondisi Paritas Internasional Bab 6 Kondisi Paritas Internasional Paritas Internasional 5 (lima) hubungan kunci Paritas : - Purchasing Power Parity - Fisher Effect - International Fisher Effect - Interest Rate Parity - Kurs Forward

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak diberlakukannya sistem nilai tukar mengambang penuh/ bebas (freely floating system) yang dimulai sejak Agustus 1997, posisi nilai tukar rupiah terhadap mata uang

Lebih terperinci

RISIKO. Untuk menghitung risiko berdasarkan probabilitas, investor menggunakan standar deviasi dengan rumus sebagai berikut.

RISIKO. Untuk menghitung risiko berdasarkan probabilitas, investor menggunakan standar deviasi dengan rumus sebagai berikut. Bahan ajar digunakan sebagai materi penunjang Mata Kuliah: Manajemen Investasi Dikompilasi oleh: Nila Firdausi Nuzula, PhD RISIKO Perhitungan risiko digunakan untuk melengkapi perhitungan tingkat return

Lebih terperinci

Universitas Gunadarma Magister Sistem Informasi

Universitas Gunadarma Magister Sistem Informasi Universitas Gunadarma Magister Sistem Informasi RINGKASAN BUKU MULTINATIONAL FINANCIAL MANAGEMENT Eighth Edition Alan C. Shapiro Tugas Matakuliah Sistem Jaringan Bisnis Internasional http://lcpro.wordpress.com/2011/02/02/sjbi-prof-dr-nopirin/

Lebih terperinci

BANK UMUM INDONESIA DAN MASALAH NILAI TUKAR VALUTA ASING

BANK UMUM INDONESIA DAN MASALAH NILAI TUKAR VALUTA ASING BANK UMUM INDONESIA DAN MASALAH NILAI TUKAR VALUTA ASING A.Baidhawi 1 Abstract The effect of exchange rate changing is very much influenced the several National Bank in Indonesia especially devisa Banking.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Indeks ini mencakup pergerakan seluruh

Lebih terperinci

AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING (PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.10)

AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING (PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.10) ISSN 0000-000 AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING (PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.10) Akhmad Riduwan *) ABSTRAK Mata uang yang digunakan sebagai dasar pencatatan transaksi dan pelaporan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL PERAMALAN KURS MATA UANG DISUSUN OLEH KELOMPOK 22. Duma Tandirenggo Herlina Bongga Sri Hastini

MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL PERAMALAN KURS MATA UANG DISUSUN OLEH KELOMPOK 22. Duma Tandirenggo Herlina Bongga Sri Hastini MAKALAH MANAJEMEN KEUANGAN INTERNASIONAL PERAMALAN KURS MATA UANG DISUSUN OLEH KELOMPOK 22 Duma Tandirenggo Herlina Bongga Sri Hastini ( 212 411 122 ) (212 411 188 ) ( 1212 411 267) UNIVERSITAS KRISTEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas dan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas dan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia mempunyai wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar sehingga sangat membutuhkan dana yang besar untuk melakukan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Pergerakan Nilai Tukar USD/JPY Tahun 2008

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Pergerakan Nilai Tukar USD/JPY Tahun 2008 BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Pergerakan Nilai Tukar USD/JPY Tahun 2008 Dalam semester pertama di tahun 2008, pergerakan USD/JPY lebih cendrung mengalami konsolidasi. Ini diakibatkan karena kondisi ekonomi

Lebih terperinci

Agung Wibowo Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang. Jl. Pawiyatan Luhur Bendan Semarang

Agung Wibowo Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang. Jl. Pawiyatan Luhur Bendan Semarang PERBEDAAN PENGARUH FAKTOR MAKROEKONOMI TERHADAP RETURN SAHAM PERUSAHAAN CONSUMER GOODS DAN REAL ESTATE (Studi Pada Industri Consumer Goods Dan Industri Real Estate yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

Chapter 8 FINANCIAL RISK MANAGEMENT. By MAHSINA, SE, MSI

Chapter 8 FINANCIAL RISK MANAGEMENT. By MAHSINA, SE, MSI Chapter 8 FINANCIAL RISK MANAGEMENT By MAHSINA, SE, MSI Email: sisin@suryasoft.com Mahsina_se@hotmail.com TUJUAN UTAMA MANAJEMEN RESIKO KEUANGAN Meminimalkan Potensi kerugian yang timbul dari perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan perusahaan secara berkesinambungan menciptakan dan menerapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perusahaan perusahaan secara berkesinambungan menciptakan dan menerapkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan perusahaan secara berkesinambungan menciptakan dan menerapkan strategi strategi baru untuk memperbaiki arus kas mereka, dalam rangka meningkatkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan secara ringkas karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORTIS

BAB II URAIAN TEORTIS 23 BAB II URAIAN TEORTIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2007) pada perusahaan perbankan yang go public di Bursa Efek Indonesia (BEI),yang berjudul pengaruh faktorfaktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang

BAB I PENDAHULUAN. karena itu, arah dan besarnya pergerakan pasar modal menjadi topik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Modal merupakan salah satu tempat (media) yang memberikan kesempatan berinvestasi bagi investor perorangan maupun institusional. Oleh karena itu, arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses globalisasi. Begitu pula halnya dengan pasar modal Indonesia, melalui

BAB I PENDAHULUAN. proses globalisasi. Begitu pula halnya dengan pasar modal Indonesia, melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menjadi kunci indikator ekonomi

Lebih terperinci

MENGENAL EMAS LOCO LONDON

MENGENAL EMAS LOCO LONDON MENGENAL EMAS LOCO LONDON PENDAHULUAN Emas merupakan salah satu jenis komoditi yang paling banyak diminati untuk tujuan investasi. Di samping itu, emas juga digunakan sebagai standar keuangan atau ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORETIS. Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Harga Saham

BAB II URAIAN TEORETIS. Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Harga Saham BAB II URAIAN TEORETIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Pane tahun 2009 dengan judul Pengaruh Risiko Sistematis, Nilai Tukar, Suku Bunga, dan Inflasi Terhadap Harga Saham Pada Industri

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN TEKNIK HEDGING CONTRACT FORWARD UNTUK MENGURANGI KERUGIAN SELISIH KURS VALAS ATAS HASIL PENJUALAN EKSPOR

ANALISIS PENGGUNAAN TEKNIK HEDGING CONTRACT FORWARD UNTUK MENGURANGI KERUGIAN SELISIH KURS VALAS ATAS HASIL PENJUALAN EKSPOR ANALISIS PENGGUNAAN TEKNIK HEDGING CONTRACT FORWARD UNTUK MENGURANGI KERUGIAN SELISIH KURS VALAS ATAS HASIL PENJUALAN EKSPOR Jevi Enggawati Moch. Dzulkirom A.R Raden Rustam Hidayat Fakultas Ilmu Administrasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Umum Suku Bunga Keynes berpendapat bahwa suku bunga itu adalah semata-mata gejala moneter, bunga itu adalah sebuah pembayaran untuk menggunakan uang. Karena tingkat bunga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian era globalisasi telah meningkatkan interaksi antar negara dalam

I. PENDAHULUAN. Perekonomian era globalisasi telah meningkatkan interaksi antar negara dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian era globalisasi telah meningkatkan interaksi antar negara dalam berbagai bidang termasuk perdagangan internasional didalamnya. Banyak perusahaan yang mengimpor

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE )

PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE ) PENENTUAN TINGKAT KURS RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA SERIKAT DI PASAR VALUTA ASING INDONESIA (PERIODE 1998.1 2014) THE DETERMINATION OF FOREIGN EXCHANGE RUPIAH TO US DOLLAR IN INDONESIAN FOREX MARKET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan

I. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi

I. PENDAHULUAN. jasa. Oleh karena itu, sektor riil ini disebut juga dengan istilah pasar barang. Sisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah sektor riil dalam pembahasan mengenai ekonomi makro menggambarkan kondisi perekonomian dipandang dari sisi permintaan dan penawaran barang dan jasa. Oleh karena

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin

I.PENDAHULUAN. Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan. perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya peran perdagangan internasional dibandingkan dengan perdagangan domestik merupakan salah satu ciri yang menandai semakin berkembangnya globalisasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. arus perdagangan barang maupun uang serta modal antar negara. Globalisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat pasca pemulihan krisis ekonomi global pada Tahun 2008, mengakibatkan peningkatan arus perdagangan barang maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi sebagai cara untuk meningkatkan pendapatan di masa yang akan datang sekarang ini semakin berkembang. Banyak pilihan investasi yang ada di dunia. Berbagai

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Indeks Harga Saham Gabungan

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Indeks Harga Saham Gabungan BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian 3.1.1 Hubungan Antar Variabel 3.1.1.1 Hubungan Nilai Tukar Riil dengan Indeks Harga Saham Gabungan Melemahnya nilai

Lebih terperinci

BAB V TEKNIK MENGELOLA ASSET VALUTA ASING

BAB V TEKNIK MENGELOLA ASSET VALUTA ASING BAB V TEKNIK MENGELOLA ASSET VALUTA ASING Dalam kegiatan operasional usaha khususnya perusahaan internasional termasuk juga Multinational Enterprise (MNE) akan menghadapi risiko baik risiko premium maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan nilai tukar merupakan salah satu sumber ketidakpastian makroekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan nilai tukar merupakan salah satu sumber ketidakpastian makroekonomi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan nilai tukar merupakan salah satu sumber ketidakpastian makroekonomi yang mempengaruhi perusahaan. Kerugian dan kebangkrutan banyak perusahaan dalam beberapa

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN. Mampu Mencapai Capaian Pembelajaran

KONTRAK PERKULIAHAN. Mampu Mencapai Capaian Pembelajaran KONTRAK PERKULIAHAN Nama Mata Kuliah : Manajemen Keuangan Internasional Kode Mata Kuliah : MJM46143 Semester / TA : Genap 2015/2016 Hari Pertemuan / Jam : Kamis / 10.30 13.00 Ruang : 178.3.04 Nama Dosen

Lebih terperinci

Prosiding Manajemen ISSN:

Prosiding Manajemen ISSN: Prosiding Manajemen ISSN: 2460-6545 Pengaruh Eksposur Transaksi terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan LQ45 Bursa Efek Indonesia Tahun 2011 2015) The Influence of Transaction

Lebih terperinci

BAB 4 KURS DAN BURSA VALAS SPOT RATE, CROSS RATE DAN FORWARD RATE

BAB 4 KURS DAN BURSA VALAS SPOT RATE, CROSS RATE DAN FORWARD RATE BAB 4 KURS DAN BURSA VALAS SPOT RATE, CROSS RATE DAN FORWARD RATE I. SPOT RATE DAN MARKET SPOT Spot Rate adalah tingkat nilai tukar (kurs) suatu nilai currency (mata uang suatu negara) terhadap currency

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era perdagangan bebas saat ini telah meningkatkan interaksi antara Negara berbagai bidang, termasuk di dalam perdagangan internasional. Pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang sangat penting dalam sektor ekonomi pada sebuah negara. Hal tersebut di dukung oleh peranan pasar modal yang sangat strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal

BAB I PENDAHULUAN. terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keadaan perekonomian dunia pada era sekarang ini semakin bebas dan terbuka. Hal ini mengakibatkan arus keluar masuk barang, jasa dan modal menjadi semakin mudah menembus

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR

PRODUKSI PANGAN DUNIA. Nuhfil Hanani AR 49 PRODUKSI PANGAN DUNIA Nuhfil Hanani AR Produksi Pangan dunia Berdasarkan data dari FAO, negara produsen pangan terbesar di dunia pada tahun 2004 untuk tanaman padi-padian, daging, sayuran dan buah disajikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA. Seasoned equity offerings (SEO) merupakan penawaran saham tambahan yang dilakukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA. Seasoned equity offerings (SEO) merupakan penawaran saham tambahan yang dilakukan BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESA 2.1 Seasoned Equity Offerings (SEO) Seasoned equity offerings (SEO) merupakan penawaran saham tambahan yang dilakukan perusahaan yang listed di pasar modal,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Arbitrage Pricing Theory (APT) Capital Asset Pricing Model bukanlah satu-satunya teori yang mencoba menjelaskan bagaimana suatu aktiva ditentukan harganya oleh pasar. Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau emiten). Dengan adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN. atau emiten). Dengan adanya pasar modal, pihak yang memiliki kelebihan dana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peranan yang penting terhadap perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga

BAB I PENDAHULUAN. Rp14.900/$ pada kuartal berikutnya. Sama seperti pada tahun1998, Indonesia juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini (1993-2012) Indonesia mengalamai dua kali krisis keuangan, yang pertama terjadi pada tahun 1998 yang pada saat itu nilai tukar rupiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

10 Universitas Indonesia

10 Universitas Indonesia BAB II LANDASAN TEORI Bab ini akan menjelaskan tentang berbagai macam landasan teori dari variabel-variabel yang terdapat dalam inflation targeting framework (ITF). Bab ini terbagi menjadi dua bagian:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktiva produktif selama periode tertentu (Jogiyanto, 2010:5). Dengan kata lain

BAB I PENDAHULUAN. aktiva produktif selama periode tertentu (Jogiyanto, 2010:5). Dengan kata lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi adalah penundaan konsumsi sekarang untuk dimasukkan ke aktiva produktif selama periode tertentu (Jogiyanto, 2010:5). Dengan kata lain mengorbankan sesuatu

Lebih terperinci

Materi Minggu 6. Lalu Lintas Pembayaran Internasional

Materi Minggu 6. Lalu Lintas Pembayaran Internasional E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 43 Materi Minggu 6 Lalu Lintas Pembayaran Internasional 6.1. Gambaran Umum Lalu Lintas Pembayaran Internasional Transaksi-transaksi pembayaran antar daerah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara merupakan hal penting

BAB I PENDAHULUAN. Kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara merupakan hal penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kestabilan nilai tukar mata uang suatu negara merupakan hal penting untuk dijaga karena nilai tukar mata uang merupakan salah satu indikator penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang IHSG yang mencatat pergerakan saham dari semua sekuritas yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan juga mencerminkan pasar modal yang tengah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Nilai Tukar ( Exchange Rate 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam hubungan dengan penelitian ini, maka beberapa teori yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yangn memengaruhi impor di kawasan ASEAN+6 dan non

Lebih terperinci