STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI"

Transkripsi

1 Bab IV STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI IV.1 Star Formation Rate (SFR) di Galaksi Star formation adalah suatu peristiwa pembentukan bintang yang terjadi di suatu daerah. Sebagai suatu sistem bintang, galaksi melakukan aktivitas pembentukan bintang. Syaratnya, galaksi tersebut masih memiliki cukup bahan bakar untuk membentuk bintang. Dalam hal ini galaksi harus memiliki gas dingin yang cukup besar kandungannya. Galaksi yang memenuhi syarat ini adalah galaksi spiral dan irregular yang memang kandungan gas dinginnnya masih cukup tinggi. Star formation rate (SFR) sendiri adalah laju pembentukan bintang yang terjadi di galaksi. Penentuan SFR pada galaksi bertujuan menghitung seberapa besar massa bintang baru yang terbentuk dalam satu tahun (satuan SFR adalah massa Matahari per tahun). Pada awal Bab IV (sub-bab IV.1 dan IV.2) ini, dengan mengikuti secara ketat refrensi dari paper Kennicutt (1998), akan dibahas SFR secara lebih mendalam, dimana akan dibahas daerah-daerah pembentukan bintang di galaksi dan indikator-indkator terjadinya SFR beserta cara menghitung SFR itu sendiri. Tempat terjadinya pembentukan bintang di sebuah galaksi adalah di bagian piringan galaksi dan di bagian daerah dekat inti galaksi. Pembentukan bintang adalah hal yang wajar terjadi pada piringan galaksi karena piringan galaksi adalah daerah dengan kandungan gas paling tinggi di sebuah galaksi. Banyaknya kandungan gas di piringan galaksi memungkinkan pembentukan bintang terjadi. Hal seperti ini terjadi pada galaksi normal (galaksi tunggal yang tidak atau belum mengalami interaksi) Sedangkan mekanisme tentang bagaimana bintang dapat terbentuk di daerah dekat inti galaksi, dapat dijelaskan dengan 47

2 adanya interaksi galaksi. Perbedaan SFR di piringan dan di daerah dekat inti galaksi dapat dilihat lebih detail pada tabel IV.1. Saat galaksi berinteraksi, potensial galaksi akan mengalami gangguan yang akan mengganggu kesetimbangan galaksi tersebut. Dalam hal ini komponen-komponen penyusun galaksi seperti bintang dan gas akan mengalami gangguan. Pada bintang, gangguan tak akan terlalu mengganggu dirinya karena mean free path pada bintang yang besar. Jarak antar bintang jauh lebih kecil dari ukuran bintang itu sendiri sehingga gangguan secara langsung dapat dikatakan tidak ada. Sedangkan gas pada galaksi bersifat diffuse dan akan berada di segala tempat (mengisi ruang). Hal ini membuat gas akan rawan terhadap gangguan. Saat interaksi terjadi tidal force akan membuat gas pada galaksi kehilangan momentum sudut dan dapat jatuh ke daerah pusat galaksi yang gravitasinya lebih besar sehingga daerah dekat inti galaksi tersebut akan mendapat tambahan gas. Selain itu, interaksi galaksi akan menghasilkan shockwave yang dapat menekan gas-gas yang berada di galaksi. Karena tekanan dari shockwave tersebut, gas-gas yang seharusnya belum membentuk bintang akan dipicu untuk membentuk bintang lebih cepat dari seharusnya. Mekanisme pendukung ini membuat pembentukan bintang baru dapat terjadi di daerah dekat inti galaksi. Selain itu, saat peristiwa ini terjadi sebagian dari gas ini akan mungkin terakresi oleh supermassive black hole yang berada di pusat galaksi sebelum menjadi bintang. Hal ini akan meningkatkan aktivitas di daerah inti galaksi tersebut. Tabel IV.1 Star formation di disk dan di daerah inti galaksi Kennicutt 1998 ARAA Properti Piringan Radius 1 30 Kpc Kpc Circumnuclear regions (termasuk starbursts) Star formation rate (SFR) 0 20 M yr M yr -1 Luminositas bolometric M M Massa gas M M Skala waktu pembentukan 1 50 Gyr Gyr 48

3 bintang Kerapatan gas M pc M pc -2 Optical depth (0.5 µm) Kerapatan SFR M yr -1 kpc M yr -1 kpc -2 Mode dominant Steady state Steady state + burst Kebergantungan terhadap jenis Kuat Lemah/tidak ada Kebergantungan terhadap bar Lemah/tidak ada Kuat Kebergantungan terhadap lengan spiral Kebergantungan terhadap interaksi Lemah/tidak ada Sedang Lemah/tidak ada Kuat Kebergantungan terhadap gugus Sedang/lemah Sedang Kebergantungan terhadap redshift Kuat? Pada galaksi yang normal (tidak berinteraksi), SFR nilainya hanya sekitar nol sampai dengan beberapa massa Matahari per tahun. Sedangkan pada galaksi yang berinteraksi, nilai SFR sangat besar, bisa mencapai 1000 massa Matahari per tahun. Galaksi-galaksi dengan nilai SFR tinggi biasa disebut dengan starburst galaxies. Starburst galaxies sendiri dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah galaksi starburst yang membentuk hanya beberapa massa Matahari per tahunnya. Kelompok kedua adalah Luminous Infrared Galaxies (LIGs), dimana pada galaksi-galaksi ini pembentukan bintangnya sampai dengan 50 massa Matahari per tahun. Kelompok ketiga adalah Ultra Luminous Infrared Galaxies (ULIGs) yang laju pembentukan bintangnya mencapai massa Matahari per tahun. Pembagian star formation pada galaksi dibagi menjadi current star formation dan past star formation. Current star formation adalah pembentukan bintang yang masih terjadi dan dapat diamati hingga saat ini, ditunjukkan dengan adanya daerah HII, adanya asosiasi bintang OB, dan adanya fenomena starburst. Sedangkan past star formation sendiri adalah pembentukan bintang yang terjadi di masa lampau. Tentunya pembentukan bintang ini tak dapat diamati dan hanya dapat ditelusuri dari jejak-jejaknya saja. 49

4 IV.2 Indikator dan Cara Penghitungan Star Formation Rate (SFR) di Galaksi Hampir semua metode penentuan SFR mengacu kepada bintang-bintang dengan massa besar. Meskipun demikian bukan berarti hanya bintang bermassa besar saja yang mempengaruhi SFR pada galaksi. Pada kenyataannya, bintang bermassa kecil juga berpengaruh pada SFR di galaksi, hanya saja secara pengamatan bintang bermassa kecil lebih sulit diamati dibandingkan dengan bintang bermassa besar. Dalam mengungkap SFR di galaksi, beberapa indikator dapat menuntun kita untuk mengetahui bahwa sedang terjadi proses pembentukan bintang di galaksi. Dengan mengukur lebar dari garis emisi yang dipancarkan galaksi-galaksi dan mengukurnya pada beberapa panjang gelombang, informasi mengenai SFR diharapkan dapat diperoleh. IV.2.1 Kontinum Ultraviolet Penghitungan SFR bertujuan untuk menentukan berapa massa bintang baru yang terbentuk (dalam satuan massa Matahari per tahun). Hal ini dilakukan dengan menghitung berapa jumlah bintang muda yang terbentuk dimana bintangbintang muda meradiasikan cahayanya secara lebih dominan pada panjang gelombang ultraviolet. Dengan mengukur luminositas pada panjang gelombang ultraviolet, informasi mengenai SFR juga diharapkan dapat diperoleh. Emisi bintang-bintang muda yang panas dan bermassa besar akan menghasilkan SFR: SFR (M yr -1 ) = L NUV (erg s -1 Hz -1 ). (IV.1) Rentang panjang gelombang yang digunakan pada studi di panjang gelombang ultraviolet adalah Ǻ. Keuntungan menggunakan kontinum ultraviolet adalah jika diterapkan pada galaksi jauh dengan redshift tinggi. Pada galaksi dengan redshift tinggi, cahaya ultraviolet dapat digeser sampai pada cahaya optik. Namun kelemahannya adalah terlalu peka terhadap debu. 50

5 IV.2.2 Garis Rekombinasi Selain mengemisikan cahaya pada panjang gelombang ultraviolet, bintangbintang panas tersebut (kelas B0 dan yang lebih panas) akan mengionisasi gas-gas hidrogen di sekitarnya. Agar proses ionisasi dapat terjadi, diperlukan adanya sumber sinar ultraviolet dan gas yang kerapatannya tinggi. Hal ini ditemukan di daerah pembentukan bintang baru dimana kerapatan gas tinggi dan terdapat bintang-bintang baru yang muda dan panas yang radiasinya dapat mengionisasikan gas-gas di sekitarnya. Garis-garis emisi pada panjang gelombang 912 Ǻ dari spektrum galaksi berasal dari rekombinasi gas terionisasi. Cahaya pada panjang gelombang ini selain disebabkan karena pemanasan oleh bintang-bintang panas, juga karena aktivitas inti galaksi dimana terdapat obyek sangat kompak (black hole atau supermassive black hole) yang mengakresi massa di sekitarnya. Emisi garis rekombinasi yang dihasilkan antara lain adalah garis H α. Metode penentuan SFR dengan emisi garis H α ini memiliki keunggulan, yaitu tak memerlukan koreksi pemerahan serumit metode yang lain. Adapun SFR yang dihasilkan adalah: SFR (M yr -1 ) = L H (erg s -1 ). (IV.2) Selain emisi garis H α, proses ionisasi gas ini juga akan menghasilkan radiasi bebas-bebas yang akan dipancarkan pada panjang gelombang radio. Saat bintang-bintang panas mengionisasi gas-gas di sekitarnya, saat itu juga radiasi bintang menyinari debu-debu antar bintang yang ada di sekitarnya. Saat debu-debu tersebut menerima radiasi, debu-debu tersebut akan menyerap radiasi bintang-bintang panas dan nantinya debu-debu tersebut akan meradiasikan kembali cahaya yang bintang yang diserapnya tadi. Proses radiasi kembali oleh debu-debu tersebut akan berada pada panjang gelombang inframerah dekat. Gambar IV.1 dan IV.2 di bawah ini adalah contoh perbandingan spektrum galaksi yang memiliki nilai SFR rendah dan tinggi. Spektrum pada gambar IV.1 adalah spektrum galaksi SDSS J Galaksi ini memiliki nilai SFR rendah, yaitu sekitar 0.84 massa Matahari per tahun. Sedangkan gambar IV.2 51

6 adalah spektrum galaksi SDSS J yang memiliki nilai SFR sekitar 2.79 massa Matahari per tahun. Dari spektrum galaksi SDSS J pada gambar IV.1, dijumpai bahwa garis-garis emisi H α yang adalah salah satu indikator adanya SFR di galaksi, intensitasnya tidak tinggi, hanya sekitar erg cm -2 s -1 Ǻ -1. Hal ini sesuai dengan nilai SFR yang rendah, hanya sekitar 0.84 massa Matahari per tahun. Sedangkan pada galaksi SDSS J yang memiliki SFR lebih tinggi, yaitu sekitar 2.97 massa Matahari per tahun, garis emisi H α lebih tinggi, yang menunjukkan intensitasnya lebih tinggi, yaitu sekitar 2.5 x erg cm -2 s -1 Ǻ -1. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi garis emisi adalah salah satu indikator besarnya nilai SFR. Meskipun demikian, tinggi garis bukanlah satusatunya faktor karena lebar garis emisi juga menentukan besarnya nilai SFR. Gambar IV.1 Contoh spektrum galaksi yang memiliki nilai SFR rendah. Spektrum ini adalah spektrum galaksi SDSS J yang nilai SFR sekitar 0.84 massa Matahari per tahun

7 Gambar IV.2 Contoh spektrum galaksi yang memiliki nilai SFR tinggi. Spektrum ini adalah spektrum galaksi SDSS J yang nilai SFR sekitar 2.97 massa Matahari per tahun - IV.2.3 Garis [OII] Studi SFR pada galaksi dengan redshift tinggi (z > 0.5) sulit dilakukan karena galaksi dengan redshift tinggi memancarkan cahaya H α pada panjang gelombang inframerah yang sulit diamati. Hal ini membuat penentuan SFR pada galaksi jauh memerlukan indikator lain. Indikator yang dipilih adalah garis emisi [OII] pada panjang gelombang 3727 Ǻ. Luminositas garis [OII] dipengaruhi oleh pemerahan, kelimpahan, dan keadaan ionisasi gas. Kennicutt (1998) menemukan hubungan antara SFR dengan luminositas garis [OII], yaitu: SFR (M yr -1 ) = 1.4± L [OII] 3727 (erg s -1 ). (IV.3) IV.2.4 Indikator-indikator Lain Beberapa indikator lain yang dapat membantu dalam penentuan SFR di galaksi adalah luminositas pada panjang gelombang inframerah dekat, yaitu: SFR (M yr -1 ) = L IR (8 1000µ) (erg s -1 ). (IV.4) 53

8 Hal ini adalah saat starburst terjadi dimana pembentukan bintang mendominasi emisi inframerah dekat. Indikator lain adalah luminositas radio pada radiasi bebas-bebas, yaitu: SFR (M yr -1 ) = L ff (erg s -1 Hz 5 GHz). (IV.5) Metode ini memiliki keunggulan dimana pada panjang gelombang radio efek pemerahan tidak terjadi. IV.3 Hubungan Antara Nilai Star Formation Rate (SFR) dengan Warna Galaksi dan Lingkungan dimana Galaksi Berada Data awal yang berasal dari Sloan Digital Sky Survey (SDSS) data release 2 (Abazajian et al dan Brinchmann et al. 2004b) memuat data-data sebagai berikut: Plate ID: No. ID dari plat spektroskopi SDSS MJD: MJD saat pengamatan Fiber ID: No. ID fiber z: Redshift galaksi yang diamati N: Jumlah galaksi tetangga Log SFR: Nilai SFR galaksi yang diamati Log SFR/M: Nilai SFR per satuan massa dari galaksi yang diamati Log M: Massa galaksi yang diamati u, g, r, i, z: Magnitudo semu galaksi pada pita u, g, r, i, z u-g, g-r, u-r: Warna galaksi yang diamati Dari data release 2 tersebut, dilakukan reduksi dengan mengambil data galaksigalaksi dengan nilai S / N > 3, memiliki magnitudo pada pita r pada rentang 14.5 < r < 17.77, dan berada pada rentang redshift < z < 0.10 (Mariyam, 2007). Dari hasil reduksi tersebut, didapat sekitar 800 buah galaksi. Untuk melakukan 54

9 studi mengenai interaksi galaksi dan mencari hubungan antara warna, nilai SFR, dan lingkungan, dari sekitar 800 buah galaksi tersebut kembali dilakukan reduksi dengan mengambil dua buah parameter yaitu warna (u-g) dan nilai star formation rate (SFR) yang diyakini merupakan salah satu indikator galaksi yang berinteraksi. Dengan memandang bahwa galaksi yang berinteraksi adalah kemungkinan besar galaksi-galaksi kaya gas dan berwarna biru (galaksi spiral dan irregular), maka diambil galaksi dengan warna biru. Selain itu, dengan mengambil data yang nilai SFR-nya tinggi, diharapkan diperoleh galaksi yang pernah atau sedang mengalami interaksi. Dari reduksi dengan mengambil dua parameter ini (warna dan SFR), diperoleh 333 data galaksi dengan warna biru (galaksi spiral dan irregular) dan nilai SFR tinggi. Dari 333 buah galaksi yang didapat nilai SFR pada galaksi yang dipilih berada pada rentang log sampai dengan log Bila kita konversi nilai log SFR menjadi nilai SFR, maka 333 galaksi yang dipilih akan memiliki rentang SFR antara 0.09 M yr M yr -1. Angka SFR ini adalah karaktersitik nilai SFR pada galaksi-galaksi starburst. Gambar IV.3 menunjukkan plot antara log SFR dengan warna (u-g) dari 333 buah galaksi yang dipilih. Dari plot data 333 galaksi ini didapatkan bahwa nilai SFR pada galaksi tidak berbanding lurus dengan warna, dalam arti semakin tinggi nilai SFR galaksi tidak selalu warna galaksi akan semakin biru (ditunjukkan oleh gambar IV.4). Hal ini dapat terjadi karena mungkin saja dari data yang dipilih, galaksi-galaksi yang berwarna biru tersebut adalah galaksi irregular. Log SFR vs Warna (u-g) Log SFR u-g 55

10 Gambar IV.3 Plot log SFR vs warna (u-g). Gambar IV.4 Galaksi dengan nilai SFR lebih tinggi tak selalu berwarna lebih biru. Gambar kiri adalah galaksi dengan nilai log SFR dan berwarna merah. Gambar kanan adalah galaksi dengan nilai log SFR dan berwarna biru Gambar IV.5 Galaksi-galaksi yang berwarna biru (SDSS data release 2) namun tak memiliki SFR tinggi Gambar IV.5 di atas menunjukkan galaksi-galaksi dengan warna yang biru. Galaksi pertama adalah (paling kiri) adalah galaksi SDSS 56

11 J Galaksi ini memiliki warna yang biru dengan u-g = 0.94, namun hanya memiliki SFR sekitar 0.28 M yr -1. Galaksi ini memiliki massa sekitar 1.32 x 10 9 massa Matahari. Galaksi kedua (tengah) adalah galaksi SDSS J Galaksi ini memiliki warna u-g = 0.79 namun SFR-nya hanya sekitar 0.20 M yr -1. Galaksi ini memiliki massa yang juga cukup rendah, yaitu sekitar 6.58 x 10 8 massa Matahari. Sedangkan galaksi ketiga (paling kanan) adalah galaksi SDSS J Galaksi ini memiliki warna u-g = 0.85 dan nilai SFR sekitar 0.27 M yr -1. Galaksi ini memiliki massa sekitar 6.66 x 10 8 massa Matahari. Dari tiga galaksi pada gambar IV.5 di atas, ketiganya berwarna cukup biru namun SFR-nya rendah. Dari ketiga image di atas terlihat bahwa ketiga galaksi tersebut kenampakannya menunjukkan galaksi tipe irregular. Jika memang galaksi-galaksi biru tersebut adalah galaksi-galaksi irregular, maka tidaklah mengejutkan karena galaksi-galaksi irregular tidak memiliki massa yang cukup besar dan cukup gas dingin untuk dapat melakukan aktivitas pembentukan bintang baru secara besar-besaran. Dari hasil pemeriksaan terhadap massa ketiga galaksi pada gambar IV.5, dijumpai bahwa massa ketiga galaksi tersebut cenderung kecil jika dibandingkan dengan massa galaksi pada data 333 galaksi sampel dimana nilai rata-rata untuk data 333 galaksi sampel adalah sekitar 5.94 x 10 9 massa Matahari. Selain itu pula, galaksi-galaksi irregular cenderung berusia muda sehingga bintang-bintang penyusunnya juga kemungkinan masih berusia cukup muda. Hal ini membuat nilai SFR akan kecil meskipun galaksi-galaksi tersebut berwarna biru. Demikian pula halnya dengan nilai SFR dengan lingkungan. Semakin banyak galaksi tetangga, tidak lantas nilai SFR akan semakin tinggi. Meskipun kemungkinan terjadi interaksi pada daerah padat galaksi semakin besar, namun efek yang ditimbulkan tidak selalu besar. Hal ini dikarenakan untuk menimbulkan efek interaksi yang hebat, terdapat beberapa hal lain yang berpengaruh, tidak hanya kepadatan galaksi di daerah interaksi tersebut. Beberapa hal yang turut berpengaruh dalam menimbulkan efek yang hebat dari interaksi adalah kecepatan melintas galaksi dan jarak antara galaksi-galaksi yang berinteraksi. Semua hal yang berpengaruh dalam menentukan efek dari interaksi ini haruslah saling mendukung agar efek yang ditimbulkan saat interaksi benar-benar besar. 57

12 1.5 1 Log SFR vs N y = x Log SFR N Gambar IV.6 Plot log SFR vs N. Gambar IV.6 di atas adalah plot antara log SFR dengan jumlah galaksi tetangga. Adapun yang dimaksud dengan galaksi tetangga adalah galaksi yang berada pada jarak hingga 2 Mpc dan juga memiliki perbedaan kecepatan relatif kurang dari 500 km/s satu sama lain. Dari 333 data galaksi yang dipakai, diambil galaksi-galaksi yang memiliki jumlah tetangga dekat antara Hal ini dikarenakan data paling banyak terdistribusi pada rentang Selain itu analisis yang akan dilakukan adalah analisis interaksi galaksi Meskipun ada juga data galaksi dengan jumlah galaksi tetangga nol atau lebih dari dua puluh, namun datadata yang didapat tidak dapat mewakili karena datanya tidaklah banyak. Selain itu juga dengan jumlah galaksi tetangga yang semakin banyak, maka kemungkinan galaksi tersebut adalah anggota gugus. Jika memang demikian, maka galaksi tersebut kurang relevan untuk diperiksa karena pada gugus galaksi efek interaksi tidak akan terasa signifikan karena kecepatan galaksi-galaksi pada gugus padat galaksi relatif tinggi sehingga sulit menghasilkan efek interaksi yang hebat. Pada plot di gambar IV.6 di atas, didapat nilai SFR untuk galaksi-galaksi dengan jumlah galaksi tetangga 5-15 akan bervariasi, ada yang tinggi namun ada juga yang rendah. Namun terdapat kecenderungan dimana untuk galaksi dengan tetangga yang semakin banyak, efek interaksi akan semakin kecil, dalam hal ini SFR akan cenderung menurun. Hal ini terlihat dari garis regresi linier yang 58

13 dihasilkan dimana nilai SFR akan lebih tinggi pada galaksi dengan jumlah tetangga yang tak terlalu banyak (dari plot di atas galaksi dengan jumlah tetangga ~ 5 nilai SFR-nya akan cenderung lebih besar dari galaksi dengan jumlah tetangga yang lebih besar). Hal yang cukup masuk akal karena seperti kita tahu bahwa galaksi-galaksi pada gugus meskipun mengalami interaksi, efeknya tak akan terlalu signifikan. Sedangkan galaksi-galaksi pada grup akan mengalami efek yang lebih terlihat saat mereka berinteraksi. IV.4 Properti Beberapa Sampel Galaksi Dari 333 data galaksi yang dipakai, dipilih empat sampel galaksi, yaitu SDSS J , SDSS J , SDSS J , dan SDSS J Tabel IV.2, IV.3, IV.4, dan IV.5 menunjukkan data empat sampel galaksi target beserta galaksi tetangganya. Kedua galaksi ini dipilih sebagai sampel karena baik image maupun SFR-nya mengindikasikan adanya proses interaksi (ditunjukkan oleh gambar IV.7, IV.9, IV.11, dan IV.13). Pada galaksi-galaksi ini juga ditemukan adanya garis emisi H α dan [OII] yang menandakan adanya SFR, seperti ditunjukkan oleh gambar IV.8, IV.10, IV.12, dan IV.14. Selain itu, keempat galaksi ini juga memiliki tetangga yang jaraknya berdekatan dengan dirinya. Dengan adanya galaksi yang berdekatan dengannya, dicurigai galaksi ini berinteraksi. Adapun data yang didapat di tabel IV.2, IV.3, IV.4 dan IV.5 ini didapat dari gabungan web SDSS, yaitu dan web NED, yaitu Tabel IV.2 Properti galaksi SDSS J dan SDSS J & PROPERTI GALAKSI TARGET GALAKSI TETANGGA Nama SDSS J SDSS J

14 RA Deklinasi V R Helio /- 17 km/s /- 18 km/s Redshift / / Diameter sudut mayor 0.34 arc min 0.28 arc min Diameter linier mayor Kpc Kpc Diameter sudut minor 0.19 arc min 0.14 arc min Diameter linier minor Kpc Kpc Magnitudo semu pita g Jarak ke galaksi tetangga Mpc Mpc Jarak dari Bumi 265 Mpc 264 Mpc m-m Magnitudo mutlak pita g Massa 7.64 x 10 9 massa Matahari - Log SFR Log SFR / M Gambar IV.7 Gambar galaksi SDSS J dan galaksi SDSS J yang merupakan galaksi tetangganya 60

15 Gambar IV.8 Spektrum galaksi SDSS J Spektrumnya menunjukkan adanya garis emisi H α dan garis [OII] yang merupakan garis penanda terjadinya SFR Tabel IV.3 Properti galaksi SDSS J dan SDSS J & PROPERTI GALAKSI TARGET GALAKSI TETANGGA Nama SDSS J SDSS J RA Deklinasi V R Helio /- 17 km/s /- 18 km/s Redshift / / Diameter sudut mayor 0.27 arc min 0.21 arc min Diameter linier mayor Kpc Kpc Diameter sudut minor 0.12 arc min 0.11 arc min Diameter linier minor 9.49 Kpc 8.73 Kpc Magnitudo semu pita g Jarak ke galaksi tetangga Mpc Mpc Jarak dari Bumi 272 Mpc 273 Mpc 61

16 m-m Magnitudo mutlak pita g Massa 4.5 x 10 9 massa Matahari - Log SFR Log SFR / M Gambar IV.9 Gambar galaksi SDSS J dan galaksi SDSS J yang merupakan galaksi tetangganya Gambar IV.10 62

17 Spektrum galaksi SDSS J Spektrumnya menunjukkan adanya garis emisi H α dan garis [OII] yang merupakan garis penanda terjadinya SFR Tabel IV.4 Properti galaksi SDSS J dan 2dFGRS N372Z199 & PROPERTI GALAKSI TARGET GALAKSI TETANGGA Nama SDSS J dFGRS N372Z199 RA Deklinasi V R Helio /- 16 km/s /- 89 km/s Redshift / / Diameter sudut mayor 0.19 arc min 0.44 arc min Diameter linier mayor Kpc Kpc Diameter sudut minor 0.11 arc min 0.11 arc min Diameter linier minor 8.96 Kpc 8.93 Kpc Magnitudo semu pita g Jarak ke galaksi tetangga Mpc Mpc Jarak dari Bumi 280 Mpc 279 Mpc m-m Magnitudo mutlak pita g Massa 4.47 x 10 9 massa Matahari - Log SFR Log SFR / M

18 Gambar IV.11 Gambar galaksi SDSS J dan 2dFGRS N372Z199 yang merupakan galaksi tetangganya & Gambar IV.12 Spektrum galaksi SDSS J Spektrumnya menunjukkan adanya garis emisi H α dan garis [OII] yang merupakan garis penanda terjadinya SFR 64

19 Tabel IV.5 Properti galaksi SDSS J dan SDSS J & PROPERTI GALAKSI TARGET GALAKSI TETANGGA Nama SDSS J SDSS J RA Deklinasi V R Helio /- 24 km/s /- 12 km/s Redshift / / Diameter sudut mayor 1.00 arc min 0.44 arc min Diameter linier mayor 50 Kpc Kpc Diameter sudut minor 0.12 arc min 0.24 arc min Diameter linier minor 6.01 Kpc Kpc Magnitudo semu pita g Jarak ke galaksi tetangga Mpc Mpc Jarak dari Bumi 172 Mpc 169 Mpc m-m Magnitudo mutlak pita g Massa 3.1 x 10 9 massa Matahari - Log SFR Log SFR / M

20 Gambar IV.13 Galaksi SDSS J yang diduga mengalami interaksi dilihat dari kenampakannya yang tidak biasa Gambar IV.14 Spektrum galaksi SDSS J Spektrumnya menunjukkan adanya garis emisi H α dan garis [OII] yang merupakan garis penanda terjadinya SFR Dari data empat sampel galaksi di atas didapat suatu kemiripan. Galaksigalaksi sampel tersebut memang kemungkinan berdekatan dengan galaksi tetangganya. Hal ini dapat diprediksi demikian karena propertinya yang mirip, yaitu redshift dan kecepatan radialnya, seperti ditunjukkan pada tabel IV.6. 66

21 Selain itu, dari gambar IV.8. IV.10, IV.12, dan IV.14 dapat dilihat bahwa dua sampel galaksi ini memiliki garis emisi H α dan garis O[II] pada spektrumnya yang merupakan indikator adanya SFR pada galaksi. Adapun dengan memperhitungkan garis emisi H α dan garis O[II], SFR pada galaksi dapat dihitung dengan memakai persamaan (IV.2) dan persamaan (IV.3). Pada sampel dua galaksi di atas, dengan memperhatikan properti-properti yang ada, nilai potensial galaksi dapat dihitung dengan persamaan (III.10): 2 2 GM r 3r r GM Vtot ( r, θ ) = 1+ cosθ + cos 2 θ cos r θ 2 D D 4D 4D D 2 3 GM r 1 3 r = C 2 + cos 2 θ + O 3. D D 4 4 D (III.10) Tabel IV.6 Perbandingan properti empat galaksi sampel yang dipilih & Nama Galaksi D r / D z Vr Massa Log SFR (Kpc) (km/s) (M Θ ) SDSS x J SDSS x J SDSS x J SDSS J x

22 Dari tabel IV.6 di atas dapat diperoleh potensial yang dihasilkan dengan G adalah konstanta gravitasi dan sudut θ yang diambil adalah nol derajat bila kita mengetahui massa galaksi tetangga. Dengan memasukkan nilai karaktersitik dari masing-masing galaksi sampel ke dalam persamaan (III.10), didapat potensial untuk keempat galaksi sampel di atas. Jika mengacu kepada analisis kurva potensial galaksi yang berinteraksi (Pratama, 2007), galaksi yang memiliki r / D yang lebih kecil akan memiliki nilai SFR yang lebih rendah dibandingkan dengan galaksi yang memiliki nilai r / D yang lebih besar karena potensial yang dihasilkan dari proses interaksi juga tidak terlalu dalam. Namun, kenyataannya tak selalu demikian karena ada faktor lain yang turut mempengaruhi, yaitu massa galaksi tetangga yang berinteraksi dengan galaksi target tersebut. Nilai SFR keempat galaksi sampel tersebut juga berbeda. Galaksi dengan massa lebih tinggi akan memiliki nilai SFR yang lebih tinggi juga. Dengan mengasumsikan bahwa semakin tinggi massa galaksi semakin tinggi pula kandungan gasnya, maka semakin banyak juga bahan bakar pembentuk bintangbintang baru. Massa galaksi yang besar ini membuat galaksi ini mampu menyediakan bahan bakar yang cukup banyak untuk membentuk bintang-bintang baru. Misalnya pada kasus galaksi SDSS J dengan galaksi SDSS J dimana SFR pada galaksi SDSS J akan menjadi lebih besar dibandingkan galaksi SDSS J meskipun nilai r / D galaksi SDSS J lebih kecil dari r / D galaksi SDSS J Pada galaksi SDSS J , massa yang dikandung rendah sehingga menyebabkan bahan bakar pembentuk bintang baru tidak cukup banyak sehingga SFR pada galaksi ini lebih rendah dari galaksi SDSS J

Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN

Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN Studi lebih lanjut dilakukan untuk memeriksa korelasi antara morfologi sebuah galaksi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Tes Seleksi Olimpiade Astronomi

Lebih terperinci

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Bab III INTERAKSI GALAKSI Bab III INTERAKSI GALAKSI III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat

Lebih terperinci

Low Mass X-ray Binary

Low Mass X-ray Binary Bab II Low Mass X-ray Binary Sco X-1 merupakan obyek yang pertama kali ditemukan sebagai sumber sinar- X di luar Matahari (Giacconi et al., 1962). Berbagai pengamatan dilakukan untuk mencari sumber sinar-x

Lebih terperinci

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7 Soal & Kunci Jawaban 1. [HLM] Diketahui diameter pupil mata adalah 5 mm. Dengan menggunakan kriteria Rayleigh, (a) hitunglah limit resolusi sudut mata manusia pada panjang gelombang 550 nm, (b) hitunglah

Lebih terperinci

PENGENALAN ASTROFISIKA

PENGENALAN ASTROFISIKA PENGENALAN ASTROFISIKA Hukum Pancaran Untuk memahami sifat pancaran suatu benda kita hipotesakan suatu pemancar sempurna yang disebut benda hitam (black body) Pada keadaan kesetimbangan termal, temperatur

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 NAMA PROVINSI TANGGAL LAHIR ASAL SEKOLAH KABUPATEN/ KOTA TANDA TANGAN 1. Dilihat dari Bumi, bintang-bintang tampak

Lebih terperinci

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB Oleh : Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB Kompetensi Dasar XI.3.10 Menganalisis gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum XII.3.1 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Bab III HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Pengamatan menunjukkan bahwa beberapa Gamma-Ray Burst terjadi bersamaan dengan supernova keruntuhan-pusat khususnya supernova tipe Ib/c. Mengingat energi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST Bab II KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST Gamma-Ray Burst (GRB) merupakan fenomena semburan sinar-gamma yang berlangsung secara singkat dan intensif. Energi yang terlibat dalam semburan ini mencapai 10 54 erg

Lebih terperinci

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang Fotometri Bintang Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang dalam 6 kelompok, Bintang paling terang tergolong

Lebih terperinci

Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi

Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi Bab II GUGUS GALAKSI Identifikasi gugus galaksi yang dilakukan secara saintifik dimulai pada abad ke-18, ketika untuk pertama kalinya katalog nebula dikeluarkan oleh C. Messier dan William Herschel secara

Lebih terperinci

Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam

Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam RADIASI BENDA HITAM Intensitas spesifik Fluks energi Luminositas Bintang sebagai benda hitam (black body) Kompetensi Dasar: Memahami konsep pancaran benda hitam Teori Benda Hitam Jika suatu benda disinari

Lebih terperinci

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

JAWABAN DAN PEMBAHASAN JAWABAN DAN PEMBAHASAN 1. Dalam perjalanan menuju Bulan seorang astronot mengamati diameter Bulan yang besarnya 3.500 kilometer dalam cakupan sudut 6 0. Berapakah jarak Bulan saat itu? A. 23.392 km B.

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang 5 Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang II.1 Mengenal Diagram Hertzprung-Russel (HR) Ejnar Hertzprung pada tahun 1911 mem-plot sebuah diagram yang menghubungkan antara magnitudo relatif bintang-bintang dalam

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Pilihan Berganda, 20 Soal 1. Jika jarak rata-rata planet Mars adalah 1,52 SA dari Matahari, maka periode orbit planet Mars mengelilingi

Lebih terperinci

Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219

Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 Hubungan morfologi galaksi dengan radius serta kerapatan diungkapkan oleh Dressler dari hasil survei terhadap tujuh buah gugus galaksi

Lebih terperinci

1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana. 2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island

1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana. 2. Jika HB QPO diabaikan, Power Spectral Densityantara HB dan Island Bab V PEMBAHASAN Menurut HK89, hubungan sumber Z dan sumber Atoll dapat diasumsikan sebagai berikut: 1. Jika FB QPO diabaikan, Power Spectral Density antara FB dan Banana State, memiliki kemiripan. 2.

Lebih terperinci

Galaksi. Ferry M. Simatupang

Galaksi. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Galaksi Ferry M. Simatupang Galaksi adalah suatu sistem bintang-bintang, gas dan debu yang amat luas, dimana anggotanya saling mempengaruhi secara gravitasional. Matahari kita (bersama-sama

Lebih terperinci

Bintang Ganda DND-2006

Bintang Ganda DND-2006 Bintang Ganda Bintang ganda (double stars) adalah dua buah bintang yang terikat satu sama lain oleh gaya tarik gravitasi antar kedua bintang tersebut. Apabila sistem bintang ini lebih dari dua, maka disebut

Lebih terperinci

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda 1. Tinggi bintang dari bidang ekuator disebut a. altitude b. latitude c. longitude d. deklinasi e. azimut 2. Titik pertama Aries, didefinisikan

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2012 Waktu 180 menit Nama Provinsi Tanggal Lahir.........

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE ANALISIS DATA Waktu: 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI BIDANG ASTRONOMI Waktu : 180 Menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori Tanggal : 14 September 2011 Soal

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Teori Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS TAHUN 2014

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 014 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM

Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM Rancang Bangun Spektrofotometer untuk Analisis Temperatur Matahari di Laboratorium Astronomi Jurusan Fisika UM NOVITA DEWI ROSALINA*), SUTRISNO, NUGROHO ADI PRAMONO Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI SOLUSI ANALISIS DATA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Pada salah satu cabang ilmu fisika yaitu kosmologi merupakan hal yang menarik untuk dikaji. Kosmologi merupakan ilmu yang mengulas alam semesta beserta dinamikanya.

Lebih terperinci

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM

CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 10 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM CAHAYA. CERMIN. A. 5 CM B. 0 CM C. 20 CM D. 30 CM E. 40 CM Cahaya Cermin 0. EBTANAS-0-2 Bayangan yang terbentuk oleh cermin cekung dari sebuah benda setinggi h yang ditempatkan pada jarak lebih kecil

Lebih terperinci

GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI

GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI Bab II GALAKSI DAN INDIKATOR-INDIKATOR TERJADINYA INTERAKSI GALAKSI II.1 Pendahuluan Galaksi Langit malam yang penuh bintang merupakan sebuah pemandangan indah nan menakjubkan. Begitu banyaknya bintang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat

Lebih terperinci

3. ASTROFISIKA 1. Dimana besar c dalam ruang vakum ialah = km/s, atau mendekati 3x10 8 m/s.

3. ASTROFISIKA 1. Dimana besar c dalam ruang vakum ialah = km/s, atau mendekati 3x10 8 m/s. 3. ASTROFISIKA 1 3.1 GELOMBANG λ Dalam penelitian bintang, satu-satunya informasi yang bisa didapat ialah cahaya dari bintang tersebut. Cahaya adalah gelombang elektromagnet, yang merambat tegak lurus

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional

Lebih terperinci

FOTOMETRI BINT N ANG

FOTOMETRI BINT N ANG FOTOMETRI BINTANG Fotometri Bintang Keadaan fisis bintang dapat ditelaah baik dari spektrumnya maupun dari kuat cahayanya. Pengukuran kuat cahaya bintang ini disebut juga fotometri bintang. Terang Bintang

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com

indahbersamakimia.blogspot.com Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2007 Materi Uji : Astronomi Waktu : 150 menit Tidak diperkenankan menggunakan alat hitung (kalkultor). Di bagian akhir soal diberikan daftar konstanta yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE TEORI Waktu: 210 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

DATA DIGITAL BENDA LANGIT DATA DIGITAL BENDA LANGIT Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB KOMPETENSI DASAR XII.3.8 Memahami efek fotolistrik dan sinar X dalam kehidupan sehari-hari XII.3.9 Memahami transmisi dan penyimpanan data dalam

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI Waktu Jumlah Soal : 150 menit : 30 Soal 1. Bintang A memiliki tingkat kecemerlangan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan Bintang B. Bintang

Lebih terperinci

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros Riwayat Bintang Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros International Astronomical Union - Comm. 46 Escola Secundária de Loulé, Portugal Universidad Tecnológica Nacional, Argentina

Lebih terperinci

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Bab V ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Angin bintang adalah sebuah parameter yang mutlak digunakan agar model evolusi yang dibuat lebih realistis, karena sekecil apa pun suatu bintang pastilah memiliki

Lebih terperinci

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya

DINAS PENDIDIKAN KOTA PADANG SMA NEGERI 10 PADANG Cahaya 1. EBTANAS-06-22 Berikut ini merupakan sifat-sifat gelombang cahaya, kecuali... A. Dapat mengalami pembiasan B. Dapat dipadukan C. Dapat dilenturkan D. Dapat dipolarisasikan E. Dapat menembus cermin cembung

Lebih terperinci

Fisika Modern (Teori Atom)

Fisika Modern (Teori Atom) Fisika Modern (Teori Atom) 13:05:05 Sifat-Sifat Atom Atom stabil adalah atom yang memiliki muatan listrik netral. Atom memiliki sifat kimia yang memungkinkan terjadinya ikatan antar atom. Atom memancarkan

Lebih terperinci

SUMBER Z DAN SUMBER ATOLL

SUMBER Z DAN SUMBER ATOLL Bab IV SUMBER Z DAN SUMBER ATOLL Pengamatan obyek-obyek LMXB yang terus menerus dilakukan mengantarkan kita pada klasifikasi baru berdasarkan analisis diagram dua warna sinar-x, diantaranya sumber Z dan

Lebih terperinci

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA) Dosen : DR. ERY SUHARTANTO, ST. MT. JADFAN SIDQI FIDARI, ST., MT 1.PANCARAN RADIASI SURYA Meskipun hanya sebagian kecil dari radiasi yang dipancarkan

Lebih terperinci

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB

Satuan Besaran dalam Astronomi. Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Satuan Besaran dalam Astronomi Dr. Chatief Kunjaya KK Astronomi ITB Kompetensi Dasar X.3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsipprinsip pengukuran (ketepatan, ketelitian dan aturan angka penting) X.4.1 Menyajikan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2016 ASTRONOMI RONDE TEORI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Populasi Bintang Ferry M. Simatupang Populasi bintang adalah kelompok bintang-bintang dalam skala galaktik, yang memiliki kesamaan usia, lokasi, kinematik, dan komposisi kimia (terutama

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polimer Benzilkitosan Somorin (1978), pernah melakukan sintesis polimer benzilkitin tanpa pemanasan. Agen pembenzilasi yang digunakan adalah benzilklorida. Adapun

Lebih terperinci

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g) 22 HASIL PENELITIAN Kalsinasi cangkang telur ayam dan bebek perlu dilakukan sebelum cangkang telur digunakan sebagai prekursor Ca. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, kombinasi suhu

Lebih terperinci

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK I. SOAL PILIHAN GANDA Diketahui c = 0 8 m/s; µ 0 = 0-7 Wb A - m - ; ε 0 = 8,85 0 - C N - m -. 0. Perhatikan pernyataan-pernyataan berikut : () Di udara kecepatannya cenderung

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional 2010 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori (Pilihan Berganda) Tanggal

Lebih terperinci

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang kajian fisika yang paling menarik dan berkembang sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan evolusi alam semesta.

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kumpulan Rasi Bintang (Sumber: BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sejak masa lampau bintang-bintang telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia. Banyak kebudayaan masa lampau yang menjadikan bintang-bintang sebagai patokan dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar BAB NJAUAN PUSAKA Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Analisis Data Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Olimpiade Sains Nasional Bidang Astronomi 2012 ESSAY Solusi Teori 1) [IR] Tekanan (P) untuk atmosfer planet

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

iammovic.wordpress.com PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII

iammovic.wordpress.com PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII PEMBAHASAN SOAL ULANGAN AKHIR SEKOLAH SEMESTER 1 KELAS XII - 014 1. Dari besaran fisika di bawah ini, yang merupakan besaran pokok adalah A. Massa, berat, jarak, gaya B. Panjang, daya, momentum, kecepatan

Lebih terperinci

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang

EVOLUSI BINTANG. Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang EVOLUSI BINTANG EVOLUSI BINTANG Adalah proses panjang yang dialami sejak kelahiran sampai dengan kematian. bintang lahir, berkembang dan akhirnya padam Terbentuknya bintang Bintang-bintang lahir di nebula,

Lebih terperinci

Draft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013)

Draft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013) Draft arking Scheme (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 013) A. C No A B C D E 1 X X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10 X 11 X 1 X 13 X 14 X 15 X 16 X 17 X 18 19 X 0 X 1 X X 3 X 4 X 5 X Berdasarkan dokumen Petunjuk

Lebih terperinci

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax. 022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id HANDOUT

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB

BAB III. Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB BAB III Proses Fisis Penyebab Fluktuasi Temperatur CMB III.1 Penyebab Fluktuasi Struktur di alam semesta berasal dari fluktuasi kuantum di awal alam semesta. Akibat pengembangan alam semesta, fluktuasi

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1. argon. oksigen. nitrogen. hidrogen 1. Komposisi gas terbesar di atmosfer adalah gas. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.1 argon oksigen nitrogen hidrogen karbon dioksida Komposisi gas-gas di udara

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON B. TEORI ATOM THOMSON

FISIKA. Sesi TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON B. TEORI ATOM THOMSON FISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON 1. Atom adalah bagian terkecil suatu unsur yang tidak dapat dibagi lagi.. Atom suatu unsur serupa semuanya, dan tak

Lebih terperinci

BIMBEL ONLINE 2016 FISIKA

BIMBEL ONLINE 2016 FISIKA BIMBEL ONLINE 2016 FISIKA Rabu, 16 Maret 2016, Pkl. 19.00 20.30 WIB. online.sonysugemacollege.com Onliner : Pak Wasimudin S. 1. Sifat umum dari gelombang antara lain: (1) dapat mengalami interferensi (2)

Lebih terperinci

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia Fitri Rahma Yanti 1*, Wildian 1, Premana W. Premadi 2 Jurusan Fisika, Universitas

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2004 Materi Uji : ASTRONOMI Waktu :

Lebih terperinci

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI Satuan Astronomi (SA) atau Astronomical Unit 1 Astronomical Unit = 149 598 000 kilometers dibulatkan menjadi 150.000.000 kilometer Menurut definisinya, 1 Satuan Astronomi adalah

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Fisika Kuantum - Latihan Soal Doc. Name: AR12FIS0799 Version: 2012-09 halaman 1 01. Daya radiasi benda hitam pada suhu T 1 besarnya 4 kali daya radiasi pada suhu To, maka T 1

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

SYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN

SYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN Bab IV SYARAT BATAS DALAM PEMROGRAMAN Sintesis populasi pada tesis ini dilakukan dengan menggunakan parameterparameter yang telah didefinisikan sebelumnya. Pemodelan evolusi bintang dan sintesis populasi

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIRJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN

Lebih terperinci

FOTOMETRI OBJEK LANGIT

FOTOMETRI OBJEK LANGIT FOTOMETRI OBJEK LANGIT Kecerahan Cahaya Bintang: * Semu (apparent) * Mutlak (absolute) * Bolometrik Warna Bintang Kompetensi Dasar: Memahami konsep dasar astrofisika Judhistira Aria Utama, M.Si. Lab. Bumi

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Optika Fisis - Latihan Soal Doc Name: AR12FIS0399 Version : 2012-02 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) Mauatan listrik yang diam (2) Muatan listrik

Lebih terperinci

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X Contoh soal kalibrasi termometer 1. Pipa kaca tak berskala berisi alkohol hendak dijadikan termometer. Tinggi kolom alkohol ketika ujung bawah pipa kaca dimasukkan

Lebih terperinci

BAB 2 ORBIT DAN SIFAT FISIS ASTEROID

BAB 2 ORBIT DAN SIFAT FISIS ASTEROID BAB 2 ORBIT DAN SIFAT FISIS ASTEROID 2.1 Asteroid Definisi kata Asteroid adalah star-like atau seperti bintang. Definisi ini menjelaskan penampakan visual asteroid dari teleskop namun tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Beberapa definisi berkaitan dengan spektrofotometri. Spektroskopi (spectroscopy) : ilmu yang mempelajari interaksi antara bahan dengan

Beberapa definisi berkaitan dengan spektrofotometri. Spektroskopi (spectroscopy) : ilmu yang mempelajari interaksi antara bahan dengan Dr.Krishna P Candra Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL Beberapa definisi berkaitan dengan spektrofotometri Spektroskopi (spectroscopy) : ilmu yang mempelajari interaksi antara bahan dengan

Lebih terperinci

Fisika EBTANAS Tahun 1997

Fisika EBTANAS Tahun 1997 Fisika EBTANAS Tahun 997 EBTANAS-97-0 Perhatikan gambar percobaan vektor gaya resultan r r r R = F + F dengan menggunakan neraca pegas berikut ini () () () α α α Yang sesuai dengan rumus vektor gaya resultan

Lebih terperinci

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah.

1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat ukur dibawah ini adalah. 1 A. 5, 22 mm B. 5, 72 mm C. 6, 22 mm D. 6, 70 mm E. 6,72 mm 5 25 20 2. Dua buah vektor masing-masing 5 N dan 12 N. Resultan kedua

Lebih terperinci

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1

SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 SOAL PILIHAN GANDA ASTRONOMI 2008/2009 Bobot nilai masing-masing soal : 1 1. [SDW] Tata Surya adalah... A. susunan Matahari, Bumi, Bulan dan bintang B. planet-planet dan satelit-satelitnya C. kumpulan

Lebih terperinci

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang

Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang Latihan Soal UAS Fisika Panas dan Gelombang 1. Grafik antara tekanan gas y yang massanya tertentu pada volume tetap sebagai fungsi dari suhu mutlak x adalah... a. d. b. e. c. Menurut Hukum Gay Lussac menyatakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Nama Kelas & Sekolah Provinsi Kabupaten/Kota Tanggal Lahir Tanda Tangan Naskah ini

Lebih terperinci

1. RADIASI BENDA HITAM Beberapa Pengamatan

1. RADIASI BENDA HITAM Beberapa Pengamatan 1. RADIASI BENDA HITAM Beberapa Pengamatan setiap benda akan memancarkan cahaya bila dipanaskan, contoh besi yang dipanaskan warna yang terpancar tidak bergantung pada jenis bahan atau warna asalnya, melainkan

Lebih terperinci

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000 Bab IV Spektroskopi Pengamatan spektroskopi variabel delta Scuti biasanya dimaksudkan untuk mendeteksi komponen non-radial dari pulsasi. Hal ini membutuhkan resolusi kisi yang tinggi demi dapat mendeteksi

Lebih terperinci

Prof.Dr.Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL

Prof.Dr.Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL Prof.Dr.Ir.Krishna Purnawan Candra, M.S. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FAPERTA UNMUL Abstrak Spektrofotometri: pengukuran dengan menggunakan prinsip spektroskopi / cahaya Cahaya terdiri dari banyak

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1993

SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1993 SOAL SELEKSI PENERIMAAN MAHASISWA BARU (BESERA PEMBAHASANNYA) TAHUN 1993 BAGIAN KEARSIPAN SMA DWIJA PRAJA PEKALONGAN JALAN SRIWIJAYA NO. 7 TELP (0285) 426185) 1. Peluru ditembakkan condong ke atas dengan

Lebih terperinci

Soal Ujian Olimpiade Astronomi Kabupaten-Kota Tingkat SMA, 2008

Soal Ujian Olimpiade Astronomi Kabupaten-Kota Tingkat SMA, 2008 Soal Ujian Olimpiade Astronomi Kabupaten-Kota Tingkat SMA, 008 Waktu : 150 menit Nama : Sekolah: kabupaten/kota : Provinsi: Tanggal Lahir: Kelas (tahun ajaran 007/008): DAFTAR KONSTANTA Konstanta gravitasi,

Lebih terperinci

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri

Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri Tugas Online 2 Fisika 2 Fotometri Beberapa penerapan fotometri disekitar kita yaitu : 1. Lampu jalanan dapat menyala otomatis ketika malam hari. Hal ini terjadi karena karena dilengkapi dengan LDR ( Light

Lebih terperinci

Dualisme Partikel Gelombang

Dualisme Partikel Gelombang Dualisme Partikel Gelombang Agus Suroso Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Institut Teknologi Bandung agussuroso10.wordpress.com, agussuroso@fi.itb.ac.id 19 April 017 Pada pekan ke-10 kuliah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari

BAB I PENDAHULUAN. Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan sumber energi terbesar di Bumi. Tanpa Matahari mungkin tidak pernah ada kehidupan di muka Bumi ini. Matahari adalah sebuah bintang yang merupakan

Lebih terperinci

CATACLYSMIC VARIABLE

CATACLYSMIC VARIABLE Bab III CATACLYSMIC VARIABLE Bintang variable kataklismik atau cataclysmic variable (CV) adalah suatu sistem bintang ganda yang terdiri dari komponen primer bintang katai putih dan pasangannya adalah sebuah

Lebih terperinci

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu

Jika sebuah sistem berosilasi dengan simpangan maksimum (amplitudo) A, memiliki total energi sistem yang tetap yaitu A. TEORI SINGKAT A.1. TEORI SINGKAT OSILASI Osilasi adalah gerakan bolak balik di sekitar suatu titik kesetimbangan. Ada osilasi yang memenuhi hubungan sederhana dan dinamakan gerak harmonik sederhana.

Lebih terperinci