Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN"

Transkripsi

1 Bab IV DISTRIBUSI LUMINOSITAS GALAKSI TARGET, KERAPATAN LUMINOSITAS SERTA KAITANNYA DENGAN MORFOLOGI GALAKSI KAWAN Studi lebih lanjut dilakukan untuk memeriksa korelasi antara morfologi sebuah galaksi dengan lingkungan tempat galaksi tersebut berada. Definisi lingkungan yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah kerapatan luminositas di sekitar galaksi target. Selain lingkungan, hal lain yang mengalami penghalusan adalah klasifikasi dari galaksi target yang memasukkan properti dari galaksi tersebut yakni luminositas galaksi target. IV.1 Klasifikasi Kelas Luminositas dan Perhitungan Kerapatan Luminositas IV.1.1 Klasifikasi Kelas Luminositas Galaksi Target Luminositas galaksi target dapat dihitung dari data magnitudo semu yang diperoleh dari basis data Sloan Digital Sky Survey (SDSS). SDSS menyediakan magnitudo dari lima buah panjang gelombang yakni pita u = 3551Å, g = 4686Å, r = 6165Å, i = 7481Å, z = 8931Å. Magnitudo semu paling redup yang diperoleh untuk galaksi-galaksi anggota gugus Abell 2219 yang masuk dalam studi Boschin (2004) adalah u = 25.2, g = 22.5, r = 21.3, i = 20.5, z = Untuk memperoleh luminositas yang sesungguhnya dari galaksi target maka pada magnitudo semu terlebih dahulu dilakukan koreksi k (k correction) yang mengkoreksi ketidakseragaman kecerlangan 42

2 akibat adanya redshift. Koreksi k dibahas rinci pada halaman lampiran pada tugas akhir ini. Setelah dilakukan koreksi k, maka diperoleh magnitudo mutlak pada panjang gelombang di mana radiasi tersebut diemisikan, atau panjang gelombang terhadap pengamat diam yang tidak mengalami redshift. Panjang gelombang tersebut dapat dihitung melalui hubungan, (IV.1) obs emisi 1 z emisi dengan mengambil z rata-rata gugus sebesar 0.225, dan dengan mengetahui berapa besar panjang gelombang yang diamati di bumi, maka diperoleh panjang gelombang emisi rata-rata untuk masing-masing panjang gelombang pengamatan yakni pada daerah u, λ emisi = 2752 Å, g, λ emisi = 2856 Å, r, λ emisi = 4777Å, i, λ emisi = 5779 Å, dan z, λ emisi = 6921Å. Dengan demikian luminositas yang dihitung adalah luminositas pada panjang gelombang emisi bukan pada panjang gelombang yang diamati oleh pengamat di bumi. Luminositas galaksi dihitung untuk masing-masing panjang gelombang melalui hubungan M 2.5log L, (IV.2) dengan M adalah magnitudo mutlak dan L adalah luminositas. Setelah diperoleh luminositas galaksi target untuk setiap panjang gelombang, kemudian akan dibuat klasifikasi kelas luminositas dari masing-masing panjang gelombang. Galaksi target akan didefinisikan dalam dua kelompok kelas luminositas yakni luminositas tinggi dan luminositas rendah. Kelas luminositas tinggi adalah galaksi galaksi yang memiliki luminositas lebih besar dari nilai luminositas rata-rata, sedangkan kelas luminositas kecil merupakan galaksi-galaksi yang memiliki luminositas yang lebih kecil dari suatu nilai luminositas rata-rata. Untuk setiap panjang gelombang dihitungkan nilai luminositas rata-ratanya. Nilai <L> untuk masing-masing panjang gelombang ditampilkan dalam tabel dibawah ini. Table IV.I Luminositas rata-rata 43

3 Pita λ pengamatan λ emisi <L>λ (Lmatahari) u 3551 Å 2752 Å 2.37 x 1010 g 4686 Å 2856 Å 2.77 x 1010 r 6165 Å 4777 Å 4.08 x 1010 i 7481 Å 5779 Å 5.16 x 1010 z 8931 Å 6921 Å 6.61 x 1010 Sehingga klasifikasi galaksi target yang tadinya hanya memisahkan antara galaksi ellips dan lentikular dengan (u-r) > 2.5 dan galaksi spiral dengan (u-r) < 2.5 kini dipisahkan lebih lanjut menjadi empat kelas galaksi target yakni galaksi ellips dan S0 dengan L > L galaksi ellips dan S0 dengan L < L, kemudian galaksi spiral dengan luminositas > L rata-rata, dan yang terakhir adalah galaksi spiral dengan L < L. Galaksi-galaksi target kemudian akan dinotasikan dengan galaksi ellips dan S0 berluminositas tinggi, E,S0 berluminositas rendah, Sp berluminositas tinggi dan Sp berluminositas rendah. IV.1.2 Perhitungan Kerapatan Luminositas Kerapatan luminositas merupakan istilah yang digunakan untuk mendefinisikan luminositas total dari seluruh galaksi kawan per luas permukaan bola dengan radius tertentu dari galaksi target. Kerapatan luminositas akan digunakan untuk mengkarakterisasi lingkungan di sekitar galaksi target. Definisi ini diharapkan dapat membantu untuk melihat bagaimana sebaran kerapatan di sekitar galaksi target. Kerapatan luminositas dihitung lewat hubungan 44

4 n Li i 1 L, R 2, (IV.3) 4 R dengan R adalah radius di sekitar galaksi target, n adalah jumlah galaksi kawan dari galaksi target, L adalah luminositas galaksi kawan pada panjang gelombang tertentu. Terdapat 4 buah radius dengan ukuran 200, 400, 600 dan 800 kpc serta 5 buah panjang gelombang dengan panjang gelombang yang telah disebutkan di atas untuk masing-masing galaksi target. R galaksi kawan dengan luminositas L i Gambar IV.1 Ilustrasi Kerapatan Luminositas Kerapatan luminositas ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang bagaimana sebaran materi luminus di sekitar galaksi target jika dianggap ada hubungan antara kandungan materi sebuah galaksi dengan kecerlangan galaksi tersebut yang kemudian dapat memperhalus definisi kerapatan jumlah yang digunakan untuk mengkarakterisasi lingkungan yang diusulkan pada bab sebelumnya. IV.2 Distribusi Luminositas Galaksi Target dan Hubungannya dengan Morfologi Galaksi Kawan 45

5 IV.2.1 Distribusi Luminositas Target dalam Ruang Kedua perhitungan di atas yakni perhitungan luminositas galaksi target pada 5 panjang gelombang dan juga kerapatan luminositas kemudian digunakan untuk melihat bagaimana galaksi dengan luminositasnya tersebar dalam gugus galaksi Abell Terdapat 5 buah panjang gelombang yang akan dilihat bagaimana sebarannya. Hasil plotting ditunjukkan dalam gambar IV.2 IV.6. Galaksi E,S0 berluminositas tinggi dilambangkan oleh tanda persegi, galaksi E,S0 berluminositas rendah dilambangkan oleh tanda bulatan, galaksi spiral berluminositas tinggi dilambangkan oleh tanda asterisk, dan galaksi spiral berluminositas rendah dilambangkan oleh tanda plus. Data plot dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan set tabel III. Gambar IV.2 Distribusi luminositas galaksi target pada λ = nm 46

6 Gambar IV.3 Distribusi Luminositas Target pada λ = nm. Gambar IV.4 Distribusi Luminositas Target pada λ = nm 47

7 Gambar IV.5 Distribusi Luminositas Target pada λ = nm Gambar IV.6 Distribusi Luminositas Target pada λ = nm. 48

8 Dari gambar IV.2-6 terlihat bahwa pada semua panjang gelombang terdapat satu buah galaksi yang masuk dalam klasifikasi galaksi E,S0 berluminositas tinggi yang berada di bagian pusat galaksi dan memiliki luminositas yang besar dibandingkan dengan keseluruhan galaksi anggota gugus. Galaksi tersebut adalah sebuah galaksi cd yang mengidentifikasi daerah pusat gugus. Galaksi anggota gugus paling banyak berkumpul pada bagian pusat sampai jarak sekitar 200 kpc dari pusat gugus dan jumlahnya menurun ketika bergerak ke luar daerah gugus. Data yang digunakan untuk memperoleh hasil plot di atas dapat dilihat pada lampiran bagian B. Data Olahan. Galaksi E,S0 berluminositas rendah terdapat di seluruh daerah gugus dari daerah pusat sampai pada jarak sekitar 1000 kpc dari pusat dengan sebaran yang hampir merata. Galaksi dengan tipe E,S0 berluminositas tinggi juga terdapat pada bagian pusat gugus dan menurun jumlahnya sampai jarak sekitar 600 kpc. Pada panjang gelombang nm dan nm yang ditunjukkan oleh gambar IV.2 dan IV.3 tidak terdapat klasifikasi galaksi ini pada jarak antara 600 kpc sampai 800 kpc sedangkan pada panjang gelombang yang lebih merah (ditunjukkan oleh gambar IV.4-6) selanjutnya terdapat sebuah galaksi tipe ini pada jarak sekitar 700 kpc. Pada rentang jarak 800 kpc sampai jarak 1000 kpc terdapat enam buah galaksi dengan tipe ini pada semua daerah panjang gelombang. Galaksi dengan tipe spiral sebagian besar, yakni 18 buah galaksi dari total 21 galaksi spiral, terletak pada jarak sampai 300 kpc dari pusat gugus. Terdapat sebuah galaksi spiral pada jarak 550 kpc dan tiga buah galaksi spiral lainnya pada jarak kpc. Untuk setiap panjang gelombang, jumlah galaksi spiral yang masuk dalam tiap klasifikasi kelas yakni spiral berluminositas rendah dan spiral berluminositas tinggi berubah-ubah. Pada panjang gelombang nm terdapat sekitar 13 galaksi dengan klasifikasi spiral berluminositas tinggi tersebar dari pusat gugus sampai jarak 800 kpc. Pada panjang gelombang nm terdapat empat buah tipe ini pada rentang jarak kpc. Pada panjang gelombang 477.7, dan nm terdapat 2 buah galaksi dengan klasifikasi ini dan terletak pada jarak sampai 100 kpc dari pusat gugus. Hal ini terjadi karena untuk panjang gelombang yang semakin 49

9 merah, batas nilai L semakin besar, sehingga untuk galaksi spiral yang tidak luminus pada daerah merah akan masuk ke klasifikasi spiral dengan luminositas rendah pada panjang gelombang yang lebih merah. Galaksi dengan tipe spiral berluminositas rendah paling sedikit terdapat pada panjang gelombang nm yakni sekitar 8 buah galaksi dengan 6 buah galaksi terletak di daerah pusat gugus sampai jarak 180 kpc sedangkan 2 buah galaksi lainnya terletak pada jarak 700 kpc. Pada keempat buah panjang gelombang selanjutnya galaksi spiral berluminositas rendah tersebar pada jarak antara kpc, kemudian sebuah galaksi pada 550 kpc dan 3 buah galaksi lainnya pada rentang jarak kpc dari pusat gugus. Secara umum tidak terdapat hubungan yang jelas antara tipe galaksi dengan letaknya di dalam gugus karena dari plot diperoleh bahwa galaksi E,S0 berluminositas rendah tersebar pada semua daerah di dalam gugus mulai dari pusat sampai daerah tepi. Demikian pula dengan tipe E,S0 berluminositas tinggi yang terletak pada hampir semua daerah gugus, bahkan terdapat enam buah galaksi tipe ini pada jarak 1000 kpc dari pusat gugus. Galaksi spiral terdapat pada bagian pusat gugus baik spiral dengan luminositas rendah maupun dengan luminositas tinggi. IV.2.2 Hubungan Luminositas Target dengan Kerapatan Luminositas Bahasan ini bertujuan untuk mencari apakah ada hubungan antara luminositas galaksi target tipe tertentu dengan kerapatan luminositas lingkungan tempat ia berada. Plot yang dibuat adalah hubungan antara kerapatan luminositas pada radius 200 kpc dari galaksi target dengan luminositas galaksi target. Keduanya dihitung pada panjang gelombang yang sama. Galaksi E,S0 berluminositas rendah ditunjukkan oleh simbol titik. E,S0 berluminositas tinggi dengan simbol persegi, spiral berluminositas rendah dengan lambang plus, sedangkan galaksi spiral berluminositas tinggi dengan simbol asterik. Data yang digunakan untuk plotting dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan set tabel II untuk kerapatan luminositas dan III untuk luminositas target. 50

10 Untuk panjang gelombang yang lebih merah, luminositas target dan kerapatan luminositas yang dihitung pada radius yang sama bernilai lebih besar dibandingkan dengan luminositas target dan kerapatan luminositas pada panjang gelombang yang lebih biru Gambar IV.7 Hubungan antara kerapatan luminositas pada radius 200 kpc dengan luminositas target untuk daerah panjang gelombang nm. 51

11 Gambar IV.8 Hubungan kerapatan luminositas dengan luminositas target pada panjang gelombang nm. Gambar IV.9 Hubungan kerapatan luminositas dengan luminositas target pada panjang gelombang nm. 52

12 Gambar IV.10 Hubungan kerapatan luminositas dengan luminositas target pada panjang gelombang nm. Gambar IV.11 Hubungan kerapatan luminositas dengan luminositas target pada panjang gelombang nm. 53

13 Untuk semua panjang gelombang, kerapatan luminositas yang dihitung sampai radius 200 kpc tidak menunjukkan bahwa ia memiliki korelasi dengan luminositas target dengan klasifikasi tertentu. Sebuah galaksi dengan tipe E,S0 berluminositas rendah dapat berada dalam lingkungan dengan kerapatan luminositas yang tinggi. Pada semua plot juga didapati bahwa galaksi dengan tipe E,S0 berluminositas tinggi berada pada daerah dengan kerapatan luminositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan E,S0 maupun spiral rendah, kecuali dua buah galaksi yang terletak pada jarak 900 dan 1000 kpc. Yang terlihat tersegregasi adalah galaksi tipe spiral berluminositas tinggi pada panjang gelombang 285.6, 477.7, 577.9, dan nm yang berada pada daerah dengan kerapatan luminositas yang tinggi. Hal ini tidak berlaku pada galaksi dengan bentuk sama namun dengan luminositas yang rendah.. Dari gambar IV.7-11 terlihat bahwa galaksi dengan luminositas tinggi apapun morfologinya (jika dua buah galaksi dengan tipe E,S0 berluminositas tinggi yang terisolasi diabaikan, lihat gambar ) membutuhkan lingkungan yang memiliki rapat luminositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan galaksi berluminositas rendah. Nampaknya untuk gugus Abell 2219, bentuk morfologi suatu galaksi yang diklasifikasikan berdasarkan pemisahan warna (u-r) tidak memiliki hubungan yang jelas dengan lingkungan tempat ia berada. Lingkungan dalam hal ini adalah berdasarkan karakterisasi yang telah didefinisikan dalam pembahasan sebelumnya. IV.2.3 Hubungan antara Tipe Galaksi Target dengan Morfologi Galaksi Kawan Hubungan antara tipe galaksi target dengan tipe galaksi kawan juga menarik untuk dilihat apakah ada hubungan antara keduanya. Galaksi kawan yang dihitung adalah galaksi kawan yang berada dalam radius tertentu dari galaksi target. Kali ini dihitungkan jumlah galaksi kawan dalam radius 200, 400, 600, 800 kpc dari galaksi target. Tipe galaksi ditunjukkan oleh simbol dalam plot yakni simbol titik untuk tipe 54

14 E, S0 dengan luminositas rendah, simbol persegi untuk tipe E,S0 berluminositas tinggi, plus untuk tipe spiral berluminositas rendah, dan simbol asterisk untuk galaksi spiral dengan luminositas tinggi. Pada plot ini galaksi kawan hanya dibedakan menjadi 2 yakni galaksi kawan dengan tipe spiral dan galaksi kawan dengan tipe E,S0. Sumbu x pada gambar IV menunjukkan jumlah galaksi spiral yang dimiliki dalam radius 200 kpc dari galaksi target, sedangkan sumbu y pada gambar IV menunjukkan jumlah galaksi E,S0 dalam radius yang sama. Data yang digunakan dalam plotting dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan set tabel III untuk jarak, set tabel II untuk jumlah kawan spiral dan ellips. Gambar IV.12 Hubungan jumlah kawan spiral dengan kawan E,S0 untuk tiap kelas galaksi target dalam radius 200 kpc dari target. 55

15 Gambar IV.13 Hubungan jumlah kawan spiral dengan kawan E,S0 untuk tiap kelas galaksi target dalam radius 400 kpc dari target. Gambar IV.14 Hubungan jumlah kawan spiral dengan kawan E,S0 untuk tiap kelas galaksi target dalam radius 600 kpc dari target. 56

16 Gambar IV.15 Hubungan jumlah kawan spiral dengan kawan E,S0 untuk tiap kelas galaksi target dalam radius 800 kpc dari target. Pada plot di semua radius yang ditunjukkan oleh gambar IV tidak terdapat kecenderungan suatu tipe galaksi target memiliki kawan dengan tipe spiral atau E, S0 dengan jumlah tertentu. Sebuah galaksi E, S0 dapat memiliki kawan spiral dalam jumlah banyak dan juga kawan E,S0 dengan jumlah banyak pula. Galaksi E,S0 juga dapat memiliki jumlah kawan spiral maupun E,S0 yang sedikit. Hal ini juga berlaku untuk galaksi target dengan tipe spiral. Namun dari semua plot dapat dilihat bahwa galaksi yang mempunyai banyak kawan spiral pasti juga memiliki banyak kawan dengan tipe E,S0 untuk radius yang sama. Hal ini terlihat dengan bentuk sebaran titik yang terpisah antara daerah kanan atas yang menunjukkan banyak kawan spiral dan banyak kawan E,S0 dengan daerah kiri bawah yang menunjukkan daerah bagi galaksi target dengan sedikit kawan spiral dan E,S0. Jika terdapat suatu hubungan antara bentuk galaksi target dengan galaksi kawannya maka bentuk sebaran yang diharapkan adalah sebaran dengan adanya pemisahan antara bentuk simbol yang berbeda. Pemeriksaan lebih lanjut dilakukan 57

17 dengan membuat plot antara jumlah kawan dengan tipe tertentu terhadap jarak target dari gugus. Simbol yang digunakan untuk membedakan tipe galaksi target sama seperti yang digunakan sebelumnya. Plot dilakukan untuk masing-masing bentuk galaksi kawan yakni kawan dengan bentuk spiral juga kawan dengan bentuk E,S0. Dari gambar IV diperoleh bahwa jumlah galaksi kawan dengan bentuk tertentu tidak bergantung pada tipe target namun sangat bergantung pada dimana target tersebut terletak dalam gugus. Galaksi target yang terletak di daerah pusat gugus memiliki jumlah galaksi kawan tipe spiral dan juga E,S0 dengan jumlah yang paling banyak. Sedangkan galaksi target yang terletak di daerah tepi gugus memiliki jumlah kawan yang lebih sedikit baik kawan dengan bentuk spiral maupun E,S0. Hal lain yang menarik untuk diamati bahwa antara simbol tidak terdapat pemisahan yang signifikan. Pada gambar IV.16 nampak bahwa jumlah kawan spiral dari galaksi target dengan tipe spiral berluminositas tinggi, yang terletak pada daerah sampai 200 kpc dari pusat, memiliki kawan spiral dengan jumlah 3 buah galaksi lebih sedikit dibandingkan dengan galaksi dengan tipe E,S0 pada rentang jarak yang sama. Untuk galaksi spiral berluminositas tinggi yang terletak pada rentang jarak kpc juga memiliki kawan spiral yang lebih sedikit walaupun jumlahnya tidak signifikan yakni hanya selisih 1 buah galaksi dibandingkan dengan galaksi target tipe lain. Selisih yang hanya sedikit ini wajar karena jumlah galaksi spiral yang terletak dalam jarak tersebut hanya berjumlah 3 buah galaksi. Dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang kuat antara morfologi galaksi kawan dengan morfologi galaksi target. 58

18 Gambar IV.16 Hubungan antara jumlah kawan spiral dalam radius 200 kpc dari target terhadap jarak target. Gambar IV.17 Hubungan antara jumlah kawan E,S0 dalam radius 200 kpc dari target terhadap jarak target. 59

19 IV.3 Hubungan Kerapatan Luminositas Sekitar Target dengan Jarak Target dari Pusat Gugus. Untuk melihat profil gugus maupun galaksi anggota secara keseluruhan dengan lebih lengkap maka dibuat plot antara kerapatan luminositas yang dibawa oleh galaksi target dengan jarak target dari pusat gugus. Plot dilakukan untuk semua panjang gelombang dan untuk semua tipe galaksi target seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Kerapatan luminositas yang dipakai adalah kerapatan luminositas yang dihitung dalam radius 200 kpc dari tiap galaksi target. Hasil plot pada gambar IV dibandingkan dengan gambar IV.23 yang menggunakan jumlah galaksi kawan untuk melihat ada tidaknya perbedaan sebaran materi, materi dalam hal ini galaksi dan kecerlangan yang dimiliki oleh galaksi tersebut, dalam gugus tersebut. Pada gambar IV galaksi tipe E,S0 berluminositas rendah diberi simbol titik, E,S0 berluminositas tinggi disimbolkan dengan tanda persegi, galaksi spiral berluminositas rendah disimbolkan oleh tanda plus, dan yang terakhir galaksi spiral berluminositas tinggi disimbolkan oleh tanda asterisk. Pada gambar IV.23 galaksi spiral dilambangkan dengan tanda plus, sedangkan galaksi E,S0 dilambangkan oleh tanda titik. Data kerapatan luminositas yang digunakan dapat dilihat pada lampiran A.2 Data Olahan, set Tabel II, sementara jarak target pada set Tabel III. 60

20 Gambar IV.18 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak Gambar IV.19 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak 61

21 Gambar IV.20 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak Gambar IV.21 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak 62

22 Gambar IV.22 Plot Kerapatan Luminositas pada nm vs Jarak Gambar IV.23 Profil Jumlah Galaksi Kawan di sekitar Galaksi Target vs Jarak Target. Simbol plus adalah untuk galaksi spiral, titik adalah untuk E,S0. 63

23 Profil sebaran kerapatan luminositas untuk tiap panjang gelombang dalam radius 200 kpc (ditunjukkan oleh gambar IV.18-22) ternyata konsisten dengan bentuk profil jumlah galaksi kawan yang diplot terhadap jarak galaksi target (ditunjukkan oleh gambar IV.23). Bagian pusat gugus memiliki kerapatan paling tinggi yang kemudian turun sampai pada jarak 650 kpc dari pusat gugus. Kerapatan luminositas mengalami kenaikan kembali pada jarak sekitar 800 kpc dari pusat untuk kemudian turun kembali sampai jarak 1000 kpc dari pusat. Kerapatan pada jarak 800 kpc ini sekitar setengah kali kerapatan daerah pusat. Pada jarak kpc terdapat galaksi target yang memiliki rapat lingkungan yang berbeda. Ada galaksi target yang terletak pada lingkungan yang berkerapatan tinggi, kemungkinan terletak dekat dengan substruktur, namun ada 3 galaksi target yang terletak di daerah yang berkerapatan rendah. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh 3 galaksi target terletak di daerah yang berbeda dengan galaksi target yang dekat dengan substruktur walaupun galaksi-galaksi ini terletak pada jarak yang sama dari pusat gugus. Galaksi target dengan tipe yang berbeda tidak tampak menempati daerah yang berbeda dalam gugus. Galaksi E,S0 menempati semua daerah gugus baik yang terletak dekat dengan pusat maupun daerah tepi gugus. Galaksi spiral sebagian besar menempati daerah dekat pusat sampai jarak 300 kpc dari pusat, beberapa galaksi spiral juga terdapat pada jarak 700 sampai 800 kpc. Dari gambar IV diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang erat antara jarak galaksi target dari pusat gugus dengan morfologinya. Kerapatan luminositas memiliki profil yang berhubungan dengan jarak dari pusat gugus. Galaksi yang memiliki luminositas yang tinggi apapun bentuknya baik sferoid maupun spiral akan memiliki lingkungan yang lebih tinggi kerapatannya dibandingkan dengan galaksi dengan luminositas rendah. Hal lain adalah galaksi yang terletak dekat dengan pusat gugus akan memiliki lingkungan yang lebih rapat dibandingkan dengan galaksi yang terletak di bagian luar apapun morfologinya. Hal ini nampak tidak mengkonfirmasi apa yang diperoleh oleh Dressler bahwa galaksi dengan tipe elliptikal dan lentikular cenderung berada di bagian pusat gugus dengan lingkungan berkerapatan tinggi, sementara galaksi spiral cenderung mendiami daerah 64

24 tepi gugus dengan kerapatan rendah kerapatan rendah. Untuk dapat menyimpulkan apakah identifikasi galaksi dengan pemisahan berdasarkan warna serta karakterisasi lingkungan yang dilakukan pada tugas akhir ini mampu mendeteksi hubungan morfologi radius dan morfologi-densitas seperti yang diperoleh oleh Dressler maka penerapan pada gugus galaksi dengan richness dan redshift yang berbeda sangat perlu dilakukan. Hal penting lain yang diperoleh dalam tugas akhir ini adalah, bahwa gugus Abell 2219 merupakan gugus yang kaya dengan galaksi ellips dan lentikular (E,S0). Perbandingan antara tipe galaksi E,S0:S adalah sekitar 4:1. Gugus Abell 2219 juga terbukti memiliki sebuah galaksi cd yang mengidentifikasi pusat gugus. Profil kerapatan materi dalam gugus menunjukkan penurunan yang teratur sampai pada jarak 650 kpc dari gugus. Hanya sebuah substruktur yang ditunjukkan dengan adanya kerapatan sebesar ½ kali kerapatan dari pusat gugus yang menunjukkan bahwa kemungkinan besar gugus tersebut masih berada dalam proses menuju bentuknya yang simetris. Beberapa karakteristik dari gugus yang telah disebutkan di atas beberapa diantaranya menunjukkan adanya hubungan antara klasifikasi gugus Abell dengan klasifikasi lainnya yakni Bautz-Morgan. Gugus Abell 2219 ini termasuk dalam gugus Abell yang kaya serta rapat dengan kelas richness =3, ia memiliki 113 galaksi anggota. Abell 2219 masuk dalam klasifikasi Bautz-Morgan = cd karena ia memiliki sebuah galaksi cd yang mengidentifkasi daerah pusat. Hal lain yang konsisten yang biasanya dimiliki oleh sebuah gugus yang rapat adalah bahwa gugus ini memiliki fraksi galaksi ellips,lentikular yang besar dan miskin spiral yang biasanya identik dengan gugus yang memiliki kerapatan yang tinggi. Bentuk gugus yang juga memiliki pola yang teratur juga mengungkapkan bahwa gugus Abell 2219 simetris. 65

Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219

Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 Bab III MORFOLOGI-DENSITAS DAN MORFOLOGI RADIUS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 Hubungan morfologi galaksi dengan radius serta kerapatan diungkapkan oleh Dressler dari hasil survei terhadap tujuh buah gugus galaksi

Lebih terperinci

Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi

Bab II GUGUS GALAKSI. II.1 Properti Gugus Galaksi Bab II GUGUS GALAKSI Identifikasi gugus galaksi yang dilakukan secara saintifik dimulai pada abad ke-18, ketika untuk pertama kalinya katalog nebula dikeluarkan oleh C. Messier dan William Herschel secara

Lebih terperinci

STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK

STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK STUDI HUBUNGAN MORFOLOGI-RADIUS DAN MORFOLOGI-DENSITAS GUGUS GALAKSI ABELL 2219 PADA DAERAH OPTIK TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Institut Teknologi

Lebih terperinci

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI

STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI Bab IV STAR FORMATION RATE (SFR) PADA GALAKSI YANG BERINTERAKSI IV.1 Star Formation Rate (SFR) di Galaksi Star formation adalah suatu peristiwa pembentukan bintang yang terjadi di suatu daerah. Sebagai

Lebih terperinci

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB

Oleh : Chatief Kunjaya. KK Astronomi, ITB Oleh : Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB Kompetensi Dasar XI.3.10 Menganalisis gejala dan ciri-ciri gelombang secara umum XII.3.1 Menerapkan konsep dan prinsip gelombang bunyi dan cahaya dalam teknologi

Lebih terperinci

FOTOMETRI OBJEK LANGIT

FOTOMETRI OBJEK LANGIT FOTOMETRI OBJEK LANGIT Kecerahan Cahaya Bintang: * Semu (apparent) * Mutlak (absolute) * Bolometrik Warna Bintang Kompetensi Dasar: Memahami konsep dasar astrofisika Judhistira Aria Utama, M.Si. Lab. Bumi

Lebih terperinci

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7

θ = 1.22 λ D...1 point θ = 2R d...2 point θ Bulan θ mata = 33.7 θ Jupiter = 1.7 Soal & Kunci Jawaban 1. [HLM] Diketahui diameter pupil mata adalah 5 mm. Dengan menggunakan kriteria Rayleigh, (a) hitunglah limit resolusi sudut mata manusia pada panjang gelombang 550 nm, (b) hitunglah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE ANALISIS DATA Waktu: 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH

Lebih terperinci

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang

Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang 5 Bab II Dasar Teori Evolusi Bintang II.1 Mengenal Diagram Hertzprung-Russel (HR) Ejnar Hertzprung pada tahun 1911 mem-plot sebuah diagram yang menghubungkan antara magnitudo relatif bintang-bintang dalam

Lebih terperinci

PENGENALAN ASTROFISIKA

PENGENALAN ASTROFISIKA PENGENALAN ASTROFISIKA Hukum Pancaran Untuk memahami sifat pancaran suatu benda kita hipotesakan suatu pemancar sempurna yang disebut benda hitam (black body) Pada keadaan kesetimbangan termal, temperatur

Lebih terperinci

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang

Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang Fotometri Bintang Sistem Magnitudo Terang suatu bintang dalam astronomi dinyatakan dalam satuan magnitudo Hipparchus (abad ke-2 SM) membagi terang bintang dalam 6 kelompok, Bintang paling terang tergolong

Lebih terperinci

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014 NAMA PROVINSI TANGGAL LAHIR ASAL SEKOLAH KABUPATEN/ KOTA TANDA TANGAN 1. Dilihat dari Bumi, bintang-bintang tampak

Lebih terperinci

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA

HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Bab III HUBUNGAN GAMMA-RAY BURST DAN SUPERNOVA Pengamatan menunjukkan bahwa beberapa Gamma-Ray Burst terjadi bersamaan dengan supernova keruntuhan-pusat khususnya supernova tipe Ib/c. Mengingat energi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST

KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST Bab II KARAKTERISTIK GAMMA-RAY BURST Gamma-Ray Burst (GRB) merupakan fenomena semburan sinar-gamma yang berlangsung secara singkat dan intensif. Energi yang terlibat dalam semburan ini mencapai 10 54 erg

Lebih terperinci

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang

Populasi Bintang. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Populasi Bintang Ferry M. Simatupang Populasi bintang adalah kelompok bintang-bintang dalam skala galaktik, yang memiliki kesamaan usia, lokasi, kinematik, dan komposisi kimia (terutama

Lebih terperinci

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

DATA DIGITAL BENDA LANGIT DATA DIGITAL BENDA LANGIT Chatief Kunjaya KK Astronomi, ITB KOMPETENSI DASAR XII.3.8 Memahami efek fotolistrik dan sinar X dalam kehidupan sehari-hari XII.3.9 Memahami transmisi dan penyimpanan data dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Fotometri dalam astronomi pertama kali diperkenalkan berdasarkan sensitivitas mata. Dengan mengandalkan kepekaan mata maka manusia mengukur dan membandingkan kecerlangan cahaya

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2016 TINGKAT PROVINSI BIDANG ASTRONOMI Waktu : 180 Menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI

SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI SOAL SELEKSI PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL BIDANG ASTRONOMI Waktu Jumlah Soal : 150 menit : 30 Soal 1. Bintang A memiliki tingkat kecemerlangan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan Bintang B. Bintang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI RONDE TEORI Waktu: 210 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT

Lebih terperinci

MATEMATIKA BISNIS. Himpunan. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen.

MATEMATIKA BISNIS. Himpunan. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen. MATEMATIKA BISNIS Modul ke: Himpunan Fakultas Ekonomi Bisnis Muhammad Kahfi, MSM Program Studi Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Konsep Konsep Himpunan merupakan suatu konsep yang paling mendasar bagi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOLUSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 014 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Hak Cipta Dilindungi Undang-undang SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL TAHUN 2015 ASTRONOMI SOLUSI ANALISIS DATA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Tes Seleksi Olimpiade Astronomi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Analisis Data Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

Lebih terperinci

Bintang Ganda DND-2006

Bintang Ganda DND-2006 Bintang Ganda Bintang ganda (double stars) adalah dua buah bintang yang terikat satu sama lain oleh gaya tarik gravitasi antar kedua bintang tersebut. Apabila sistem bintang ini lebih dari dua, maka disebut

Lebih terperinci

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros

Riwayat Bintang. Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros Riwayat Bintang Alexandre Costa, Beatriz García, Ricardo Moreno, Rosa M Ros International Astronomical Union - Comm. 46 Escola Secundária de Loulé, Portugal Universidad Tecnológica Nacional, Argentina

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA. Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Tes Olimpiade Sains Nasional 2011 Bidang : ASTRONOMI Materi : Teori Tanggal : 14 September 2011 Soal

Lebih terperinci

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

JAWABAN DAN PEMBAHASAN JAWABAN DAN PEMBAHASAN 1. Dalam perjalanan menuju Bulan seorang astronot mengamati diameter Bulan yang besarnya 3.500 kilometer dalam cakupan sudut 6 0. Berapakah jarak Bulan saat itu? A. 23.392 km B.

Lebih terperinci

M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK

M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK M-5 PENENTUAN PANJANG GELOMBANG CAHAYA TAMPAK I. TUJUAN Tujuan percobaan ini adalah untuk menentukan besar panjang gelombang dari cahaya tampak dengan menggunakan konsep difraksi dan interferensi. II.

Lebih terperinci

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH

ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Bab V ANGIN BINTANG & HORIZONTAL BRANCH Angin bintang adalah sebuah parameter yang mutlak digunakan agar model evolusi yang dibuat lebih realistis, karena sekecil apa pun suatu bintang pastilah memiliki

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS HASIL KARAKTERISASI LED

BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS HASIL KARAKTERISASI LED BAB IV PENGUJIAN SISTEM DAN ANALISIS HASIL KARAKTERISASI LED 4.1 Kalibrasi DAC Gambar 4.1. Diagram blok proses kalibrasi DAC Gambar 4.1 memperlihatkan diagram blok proses kalibrasi DAC. Komputer dihubungkan

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit

indahbersamakimia.blogspot.com Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Soal Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2011, Waktu : 150 menit Pilihan Berganda, 20 Soal 1. Jika jarak rata-rata planet Mars adalah 1,52 SA dari Matahari, maka periode orbit planet Mars mengelilingi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Soal Test Olimpiade Sains Nasional

Lebih terperinci

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda 1. Tinggi bintang dari bidang ekuator disebut a. altitude b. latitude c. longitude d. deklinasi e. azimut 2. Titik pertama Aries, didefinisikan

Lebih terperinci

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009

SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN 2009 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIRJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS SELEKSI TINGKAT PROVINSI CALON PESERTA INTERNATIONAL ASTRONOMY OLYMPIAD (IAO) TAHUN

Lebih terperinci

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum

HASIL DAN ANALISA. 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum BAB 3 HASIL DAN ANALISA 3.1 Penentuan Batas Penetrasi Maksimum Zonasi kedalaman diperlukan untuk mendapatkan batas penetrasi cahaya ke dalam kolom air. Nilai batas penetrasi akan digunakan dalam konversi

Lebih terperinci

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah

SIFAT BINTANG. Astronomi. Ilmu paling tua. Zodiac of Denderah PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS 4.1 Praproses Citra Praproses dan reduksi citra dilakukan dengan bantuan perangkat lunak IRAF. Praproses citra dimulai dengan pengecekan awal pada kualitas data secara

Lebih terperinci

Review Studi Difraksi Fresnel Menggunakan Celah Bentuk Lingkaran

Review Studi Difraksi Fresnel Menggunakan Celah Bentuk Lingkaran Berkala Fisika ISSN : 1410-966 Vol 11., No., April 008, hal 39-43 Review Studi Difraksi Fresnel Menggunakan Celah Bentuk Lingkaran Arinar Rosyidah, Indras Marhaendrajaya, K.Sofjan Firdausi Jurusan Fisika,

Lebih terperinci

Luminositas Matahari menyatakan jumlah energi total yang dipancarkan Matahari per satuan waktu.

Luminositas Matahari menyatakan jumlah energi total yang dipancarkan Matahari per satuan waktu. OLIMPIADE ASTRONOMI Tingkat Provinsi - 2014 Copyright (c) 2014 Ridlo W. Wibowo (ridlo.w.wibowo@gmail.com) Sulistiyowati (sulis.astro08@gmail.com) Solusi ini dibuat tanpa jaminan kesesuaian dengan solusi

Lebih terperinci

Distribusi Frekuensi

Distribusi Frekuensi Distribusi Frekuensi Statistik Industri Beberapa Istilah 1 Beberapa (cont ) Kelas interval : banyaknya objek yang dikumpulkan dalam kelompok tertentu, berbentuk interval a b ex: kelas interval pertama

Lebih terperinci

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI

SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI SATUAN JARAK DALAM ASTRONOMI Satuan Astronomi (SA) atau Astronomical Unit 1 Astronomical Unit = 149 598 000 kilometers dibulatkan menjadi 150.000.000 kilometer Menurut definisinya, 1 Satuan Astronomi adalah

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance

BAB IV. Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi. IV.1 Model Concordance BAB IV Analisis Power spectrum CMB dan Power spectrum Galaksi IV.1 Model Concordance Fisikawan teoritis hanya dapat menduga bentuk power spectrum dari pemodelan berdasarkan alam semesta mengembang dengan

Lebih terperinci

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar

Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar PERTEMUAN KE 2 Ide Dasar: Matahari dan bintang-bintang menggunakan reaksi nuklir fusi untuk mengubah materi menjadi energi. Bintang padam Ketika bahan bakar nuklirnya habis. SIFAT BINTANG Astronomi Ilmu

Lebih terperinci

indahbersamakimia.blogspot.com

indahbersamakimia.blogspot.com Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2007 Materi Uji : Astronomi Waktu : 150 menit Tidak diperkenankan menggunakan alat hitung (kalkultor). Di bagian akhir soal diberikan daftar konstanta yang

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL

KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Olimpiade Sains Tingkat Prvinsi 2010 Bidang : ASTRONOMI Waktu : 150 menit Jika diperlukan,

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DITJEN MANAJEMEN PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2012 Waktu 180 menit Nama Provinsi Tanggal Lahir.........

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL Dapatkan soal-soal lainnya di http://forum.pelatihan-osn.com DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMA Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat

Lebih terperinci

MATEMA TEMA IKA BISNIS BY : NINA SUDIBYO

MATEMA TEMA IKA BISNIS BY : NINA SUDIBYO MTEMTIK BISNIS BY : NIN SUDIBYO BB 1. HIMPUNN Himpunan adalah suatu kumpulan atau gugusan dari sejumlah obyek yang harus didefinisikan dengan jelas. Obyek-obyek yang mengisi atau membentuk sebuah himpunan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015 Bidang Astronomi Waktu : 150 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

FOTOMETRI BINT N ANG

FOTOMETRI BINT N ANG FOTOMETRI BINTANG Fotometri Bintang Keadaan fisis bintang dapat ditelaah baik dari spektrumnya maupun dari kuat cahayanya. Pengukuran kuat cahaya bintang ini disebut juga fotometri bintang. Terang Bintang

Lebih terperinci

CURVE MATCHING. Moe2KiyoKidi

CURVE MATCHING. Moe2KiyoKidi CURVE MATCHING Pada dasarnya tahanan jenis semu untuk struktur berlapis ( tahanan jenis dan ketebalan perlapisan diketahui ) dapat dihitung secara teoritis ( penyelesaian problem maju ) dengan cara menyelesaikan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM Tes Seleksi Olimpiade Astronomi Tingkat Provinsi 2004 Materi Uji : ASTRONOMI Waktu :

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS Membahas hasil pengujian algoritma yang dirancang dan analisa. 4.1. Pengujian Penentuan Lokasi 4.1.1. Pengujian Posisi Robot di Lapangan Mengacu pada Tiang Gawang Musuh

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan Terdapat empat buah kesimpulan sesuai Tujuan Penelitian pada Bab I. Kesimpulan pada poin ke-1 dan poin ke-3 merupakan kesimpulan yang terkait pada Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

Bab III INTERAKSI GALAKSI

Bab III INTERAKSI GALAKSI Bab III INTERAKSI GALAKSI III.1 Proses Dinamik Selama Interaksi Interaksi merupakan sebuah proses saling mempengaruhi yang terjadi antara dua atau lebih obyek. Obyek-obyek yang saling berinteraksi dapat

Lebih terperinci

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan

sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bidang kajian fisika yang paling menarik dan berkembang sangat pesat adalah kosmologi, yaitu studi tentang asal-mula, isi, bentuk, dan evolusi alam semesta.

Lebih terperinci

Laporan Praktikum Fisika Dasar 2

Laporan Praktikum Fisika Dasar 2 Judul Percobaan : NAMA : YONATHAN ANDRIANTO SUROSO NIM : 12300041 Jurusan Fisika Universitas Negeri Manado Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Geothermal A. TUJUAN PERCOBAAN Laporan

Lebih terperinci

Draft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013)

Draft Marking Scheme. (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 2013) Draft arking Scheme (Berdasarkan Solusi OSP Astronomi 013) A. C No A B C D E 1 X X 3 X 4 X 5 X 6 X 7 X 8 X 9 X 10 X 11 X 1 X 13 X 14 X 15 X 16 X 17 X 18 19 X 0 X 1 X X 3 X 4 X 5 X Berdasarkan dokumen Petunjuk

Lebih terperinci

BAHAN AJAR. Tata Rias Korektif Wajah

BAHAN AJAR. Tata Rias Korektif Wajah BAHAN AJAR Tata Rias Korektif Wajah 1. Pengertian tata rias korektif wajah. Tata rias koreksi wajah adalah menonjolkan bagian wajah yang indah dan menutupi bagian wajah yang kurang sempurna. 2. Tujuan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL ASTRONOMI Ronde : Teori Waktu : 240 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS TAHUN 2014

Lebih terperinci

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROVINSI ASTRONOMI Waktu : 180 menit KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S 7 yang besar, karena probe sensor sangat sensitif dan jika mengalami guncangan yang besar, dapat mengakibatkan data yang diambil kurang baik. Setelah semua disiapkan, program pengambilan data dijalankan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian survei metode gayaberat secara garis besar penyelidikan dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap pengukuran lapangan, tahap pemrosesan data, dan tahap interpretasi

Lebih terperinci

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X.

Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. EKO NURSULISTIYO Gambar dibawah memperlihatkan sebuah image dari mineral Beryl (kiri) dan enzim Rubisco (kanan) yang ditembak dengan menggunakan sinar X. Struktur gambar tersebut disebut alur Laue (Laue

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi GUI GUI diimplementasikan sesuai dengan program pengolah citra dan klasifikasi pada tahap sebelumya. GUI bertujuan untuk memudahkan pengguna mengidentifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis TINJAUAN PUSTAKA Diagram Kotak Garis Metode diagram kotak garis atau boxplot merupakan salah satu teknik untuk memberikan gambaran tentang lokasi pemusatan data, rentangan penyebaran dan kemiringan pola

Lebih terperinci

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding

BAB III. TEORI DASAR. benda adalah sebanding dengan massa kedua benda tersebut dan berbanding 14 BAB III. TEORI DASAR 3.1. Prinsip Dasar Metode Gayaberat 3.1.1. Teori Gayaberat Newton Teori gayaberat didasarkan oleh hukum Newton tentang gravitasi. Hukum gravitasi Newton yang menyatakan bahwa gaya

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Nama Kelas & Sekolah Provinsi Kabupaten/Kota Tanggal Lahir Tanda Tangan Naskah ini

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Getaran, Gelombang dan Bunyi

Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Getaran, Gelombang dan Bunyi Fisika Umum (MA-301) Topik hari ini Getaran, Gelombang dan Bunyi Getaran dan Gelombang Getaran/Osilasi Gerak Harmonik Sederhana Gelombang Gelombang : Gangguan yang merambat Jika seutas tali yang diregangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

ρ menyatakan kerapatan proton di dekat Bumi, sedangkan A menyatakan luas penampang yang ditembus proton di dekat Bumi, A = 4πd 2 maka,

ρ menyatakan kerapatan proton di dekat Bumi, sedangkan A menyatakan luas penampang yang ditembus proton di dekat Bumi, A = 4πd 2 maka, OLIMPIADE ASTRONOMI Tingkat Propinsi - 2017 Copyright (c) 2017 Ridlo W. Wibowo (ridlo.w.wibowo@gmail.com) Sulistiyowati (sulis.astro08@gmail.com) Solusi ini dibuat tanpa jaminan kesesuaian dengan solusi

Lebih terperinci

Galaksi. Ferry M. Simatupang

Galaksi. Ferry M. Simatupang Ferry's Astronomy Page Galaksi Ferry M. Simatupang Galaksi adalah suatu sistem bintang-bintang, gas dan debu yang amat luas, dimana anggotanya saling mempengaruhi secara gravitasional. Matahari kita (bersama-sama

Lebih terperinci

LAPORAN R-LAB. Pengukuran Lebar Celah

LAPORAN R-LAB. Pengukuran Lebar Celah LAPORAN R-LAB Pengukuran Lebar Celah Nama : Ivan Farhan Fauzi NPM : 0806399035 Fakultas Departemen Kode Praktikum : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Fisika : OR02 Tanggal Praktikum : 27 April 2009

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 28 BAB 5 HASIL PENELITIAN Sel galur HSC-3 dan HSC-4 yang telah dikultur dan jaringan mukosa mulut normal dilakukan purifikasi (ekstraksi) protein dengan menggunakan kit Trizol (Invitrogen) sesuai dengan

Lebih terperinci

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias

biasanya dialami benda yang tidak tembus cahaya, sedangkan pembiasan terjadi pada benda yang transparan atau tembus cahaya. garis normal sinar bias 7.3 Cahaya Cahaya, apakah kamu tahu apa itu cahaya? Mengapa dengan adanya cahaya kita dapat melihat lingkungan sekitar kita? Cahaya Matahari yang begitu terang dapat membentuk pelangi setelah hujan berlalu?

Lebih terperinci

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA

HANDOUT FISIKA KELAS XII (UNTUK KALANGAN SENDIRI) GELOMBANG CAHAYA YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax. 022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id HANDOUT

Lebih terperinci

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000

Bab IV Spektroskopi. IV Obyek Pengamatan. Bintang program: Nama : RS Gru (HD ) α 2000 : 21 h m δ 2000 Bab IV Spektroskopi Pengamatan spektroskopi variabel delta Scuti biasanya dimaksudkan untuk mendeteksi komponen non-radial dari pulsasi. Hal ini membutuhkan resolusi kisi yang tinggi demi dapat mendeteksi

Lebih terperinci

Studi Difraksi Fresnel Untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya Monokromatis Menggunakan Celah Bentuk Lingkaran

Studi Difraksi Fresnel Untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya Monokromatis Menggunakan Celah Bentuk Lingkaran Studi Difraksi Fresnel Untuk Menentukan Panjang Gelombang Sumber Cahaya Monokromatis Menggunakan Celah Bentuk ingkaran Oleh : Arinar Rosyidah / JD 00 186 008 ABSTRAK Telah dilakukan studi difraksi Fresnel

Lebih terperinci

RANGKUMAN MATERI FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS

RANGKUMAN MATERI FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS RANGKUMAN MATERI FUNGSI KOMPOSISI DAN FUNGSI INVERS Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Matematika Sekolah Dosen Pembina: Dr. Tatag Yuli Eko Siswono, M.Pd. Universitas Negeri Surabaya Oleh Siti Rohmawati

Lebih terperinci

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara

Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Chapter 5 Gelombang sferis (bola) dan Radiasi suara Gelombang dasar lain datang jika jarak dari beberapa titik dari titik tertentu dianggap sebagai koordinat relevan yang bergantung pada variabel akustik.

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD

PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD PETUNJUK PENGGUNAAN PROGRAM RIETICA UNTUK ANALISIS DATA DIFRAKSI DENGAN METODE RIETVELD I. PENDAHULUAN Analisis Rietveld adalah sebuah metode pencocokan tak-linier kurva pola difraksi terhitung (model)

Lebih terperinci

Pembahasan OSK Tahun 2011 Tingkat SMP Bidang Matematika

Pembahasan OSK Tahun 2011 Tingkat SMP Bidang Matematika Pembahasan OSK Tahun 011 Tingkat SMP Bidang Matematika Bagian A : Pilihan Ganda 1. Nilai dari a. 113 b. c. 91 73 1 8! 9! + 3 adalah... d. e. 71 4 Jawaban : c 1 8! 9! + 3 = 10 9 10 + 3 = 73. Menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan salah satu jenis metode penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

3. ASTROFISIKA 1. Dimana besar c dalam ruang vakum ialah = km/s, atau mendekati 3x10 8 m/s.

3. ASTROFISIKA 1. Dimana besar c dalam ruang vakum ialah = km/s, atau mendekati 3x10 8 m/s. 3. ASTROFISIKA 1 3.1 GELOMBANG λ Dalam penelitian bintang, satu-satunya informasi yang bisa didapat ialah cahaya dari bintang tersebut. Cahaya adalah gelombang elektromagnet, yang merambat tegak lurus

Lebih terperinci

DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI DAN GRAFIKNYA

DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI DAN GRAFIKNYA DAFTAR DISTRIBUSI FREKUENSI DAN GRAFIKNYA a. Tabel distribusi frekuensi Kelas Tabulasi Frekuensi 4 IIII 7 IIII IIII 9 8 1 IIII IIII II 1 11 13 IIII IIII IIII IIII 19 14 16 IIII IIII IIII IIII IIII 4 17

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. (statistik) dinamakan galat baku statistik, yang dinotasikan dengan TINJAUAN PUSTAKA Penduga Titik dan Selang Kepercayaan Penduga bagi parameter populasi ada dua jenis, yaitu penduga titik dan penduga selang atau disebut sebagai selang kepercayaan. Penduga titik dari suatu

Lebih terperinci

Ronde Analisis Data. P (φ) = P 0 + P t cos φ dengan P t = 2πP 0r cp B

Ronde Analisis Data. P (φ) = P 0 + P t cos φ dengan P t = 2πP 0r cp B Halaman 1 dari 6 (D1) Binary Pulsar Dalam pencarian sistematis selama beberapa dekade, astronom telah menemukan sejumlah besar milisecond pulsar (periode rotasi < 10 ms). Sebagian besar pulsar ini ditemukan

Lebih terperinci

Kelas 10 Fisika BAB 1 Pengkuran dan Besaran

Kelas 10 Fisika BAB 1 Pengkuran dan Besaran BAB 1 Pengkuran dan Besaran Ringkasan Materi A. Besaran Besaran adalah suatu pernyataan yang mempunyai ukuran dan satuan. Secara garis besar, besaran dalam fisika dibagi menjadi dua bagian, yaitu: besaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Visualisasi Gelombang di Dalam Domain Komputasi Teknis penelitian yang dilakukan dalam menguji disain sensor ini adalah dengan cara menembakkan struktur sensor yang telah

Lebih terperinci

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia

Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia ISSN 2302-8491 Jurnal Fisika Unand Vol. 5, No. 4, Oktober 2016 Laju Pengembangan Alam Semesta Berdasarkan Data Supernova Tipe Ia Fitri Rahma Yanti 1*, Wildian 1, Premana W. Premadi 2 Jurusan Fisika, Universitas

Lebih terperinci

Suara Di Ruang Tertutup

Suara Di Ruang Tertutup Suara Di Ruang Tertutup Pada bab-bab sebelumnya menunjukkan bahwa meningkatnya bidang pembatas bunyi disertai dengan meningkatnya kompleksitas. Demikian bayangan yang dihasilkan pesawat yang terkena gelombang

Lebih terperinci

INTERFERENSI DAN DIFRAKSI

INTERFERENSI DAN DIFRAKSI INTERFERENSI DAN DIFRAKSI Materi yang akan dibahas : 1. Interferensi Interferensi Young Interferensi Selaput Tipis 2. Difraksi Difraksi Celah Tunggal Difraksi Fresnel Difraksi Fraunhofer Difraksi Celah

Lebih terperinci

Ukuran tendensi sentral seperti mean, median, dan modus seringkali tidak mempunyai cukup informasi untuk menyimpulkan data yg ada.

Ukuran tendensi sentral seperti mean, median, dan modus seringkali tidak mempunyai cukup informasi untuk menyimpulkan data yg ada. Azimmatul Ihwah Ukuran tendensi sentral seperti mean, median, dan modus seringkali tidak mempunyai cukup informasi untuk menyimpulkan data yg ada. Ada cara yg lebih baik untuk menginterpretasi data yg

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA Dan BUPATI KAYONG UTARA MEMUTUSKAN :

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA Dan BUPATI KAYONG UTARA MEMUTUSKAN : PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG LAMBANG DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Absorbtivitas Molar I 3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Penentuan dilakukan dengan mereaksikan KI

Lebih terperinci

BAB V DISTRIBUSI NORMAL. Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran.

BAB V DISTRIBUSI NORMAL. Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran. BAB V DISTRIBUSI NORMAL Deskripsi: Pada bab ini akan dibahas mengenai konsep distribusi normal dalam pengukuran. Manfaat: Memberikan metode distribusi normal yang benar saat melakukan proses pengukuran.

Lebih terperinci