I. PENDAHULUAN. mencapai 4,35 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. mencapai 4,35 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10"

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi cabai di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional sehingga pemerintah harus mengimpor cabai yang mencapai lebih dari ton per tahun (DBPH, 2009). Rataan produksi cabai nasional baru mencapai 4,35 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10 ton/ha. Kendala biologis yang diakibatkan oleh serangan patogen virus pada cabai masih merupakan penyebab utama kegagalan panen, maka usaha untuk mengatasi penyakit cabai akibat virus sangat perlu mendapat perhatian (Suryaningsih dkk., 1996). Cabai diproduksi secara luas di Bali untuk memenuhi kebutuhan lokal dan nasional. Kultivar cabai yang banyak ditanam di Bali adalah cabai besar (Capsicum annum L) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L). Sebagian besar cabai di produksi pada lahan tanpa irigasi sehingga menyebabkan penurunan produksi selama musim kemarau mencapai 50%, selain akibat penanaman tanpa irigasi penurunan produksi lebih besar disebabkan oleh serangan penyakit, terutama penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus. Tanaman cabai yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik dan kuning. Penyakit kuning pada cabai berasosiasi dengan Pepper leaf curl geminivirus (PepLCV), sedangkan penyakit mosaik dapat terjadi karena asosiasi lebih dari satu jenis virus. Di Indonesia jenis virus penting yang menyerang tanaman cabai meliputi Cucumber 1

2 2 mosaic virus (CMV), Chili veinal mottle virus (ChiVMV), Tobacco mosaic virus (TMV), dan Geminivirus (Duriat, 1996; Sulandari, 2004) Menurut Duriat dan Gunaini (2003), para pakar virologi seperti Neinhaus (1981) dan Kalloo (1994) telah mencatat antara jenis virus yang menyerang tanaman cabai di daerah tropis dan sub tropis. Prevalensi penyakit virus dari waktu-kewaktu terjadi perubahan seperti hasil deteksi virus cabai yang dilakukan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang antara Hasil survei tahun 1986 dan 1990 dilaporkan urutan tiga virus utama yaitu CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato Virus Y) dan TEV (Tobacco Etch Virus). Pada tahun 1992 dan 1995 urutan berubah menjadi CMV, ChiVMV (Chili Veinal Mottle Virus) dan PVY. Pada tahun 2002 dan 2003 geminivirus (virus kuning) telah menjadi epidemi di sebagian daerah sentra produksi cabai di Indonesia. Sedangkan menurut Duriat et al., (1995) dan Suryaningsih dkk., (1996) beberapa macam virus telah dilaporkan dapat menyerang kultivar cabai di Indonesia, empat virus penting diantaranya yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV), Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV), Potato Virus Y (PVY) dan Tobaco Mosaic Virus (TMV) dapat menginduksi gejala mosaik. CMV merupakan virus yang sangat penting pada tanaman cabai, karena selalu terdapat di antara virus yang lainnya, dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar. Penurunan produksi akibat virus mosaik ini dapat dengan cepat tersebar ke pertanaman di sekitar sumber virus sesuai dengan aktivitas kutudaun (aphids) yang berfungsi sebagai vektornya. Sampai saat ini beberapa usaha yang

3 3 dilakukan untuk pengendalian CMV pada tanaman cabai belum memberikan hasil seperti yang diharapkan (Gallitelli, 1998; Suryaningsih dkk., 1996). Selama penyebaran virus mosaik ini di lapangan, paling tidak muncul dua fenotipe penyakit yaitu; tipe I disebabkan oleh CMV bersama-sama dengan satelit RNA, dan tipe II disebabkan oleh CMV saja. Keadaan ini menyebabkan adanya perhatian para ilmuwan untuk mencari informasi baru tentang ekoepidemiologi CMV dan satelit RNA nya (Gallitelli, 1998). Satelit RNA mampu mengatur ekspresi penyakit yang disebabkan oleh CMV yang terjadi pada spesies tanaman pertanian penting. Perhatian tentang masalah ini terus meningkat untuk mendapatkan informasi tentang satelit RNA yang lain yang dapat memodifikasi penyakit dan selanjutnya dipakai untuk menentukan dasar-dasar pengendalian CMV, sehingga tingkat keberhasilannya dapat lebih mendekati yang diharapkan (Kaper et al., 1998). Berdasarkan kenyataan ini, maka perlu diketahui sebaran virus dan melakukan koleksi CMV lemah yang menginfeksi tanaman cabai yang selanjutnya digunakan sebagai kandidat vaksin dalam teknik proteksi silang. Melalui vaksinasi maka kultivar cabai yang rentan (tetapi mempunyai sifat agronomis yang dikehendaki) dapat ditingkatkan ketahanannya terhadap infeksi virus ganas yang selalu menjadi ancaman bagi tanaman cabai di lapangan. 1.2 Rumusan Masalah Beberapa masalah yang perlu dirumuskan dalam melaksanakan penelitian ini antara lain :

4 4 1. Bagaimanakah sebaran penyakit virus pada tanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik dan kuning di Bali? 2. Bagaimanakah insiden penyakit virus mosaik pada tanaman cabai di Bali? 3. Virus apakah yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman cabai di Bali? 4. Bagaimanakah mengoleksi CMV lemah yang menginfeksi tanaman cabai di Bali? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui sebaran penyakit virus pada tanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik dan kuning di Bali 2. Mengetahui insiden penyakit virus mosaik pada tanaman cabai di Bali 3. Mengetahui virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman cabai di Bali 4. Mengoleksi CMV lemah yang menginfeksi tanaman cabai di Bali 1.4 Manfaat Penelitian 1 Secara akademis, hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah Ilmu Pengetahuan khususnya tentang Virologi Tumbuhan, terutama terkait dengan tersedianya virus protektif secara alamiah dan peranannya dalam mengendalikan strain virus ganas.

5 5 2 Secara praktis, hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan atau referensi untuk mengembangkan virus protektif guna mengendalikan CMV strain ganas pada tanaman cabai.

6 6 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Tanaman Cabai Tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self pollinated crop). Namun demikian, persilangan antar varietas secara alami sangat mungkin terjadi di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya (Cahyono,2003). Beberapa sifat tanaman cabai yang dapat digunakan untuk membedakan antar varietas di antaranya adalah percabangan tanaman, perbungaan tanaman, ukuran ruas, dan tipe buahnya (Prajnanta,1999). Bunga pada tanaman cabai terdapat pada ruas daun dan jumlahnya bervariasi antara 1-8 bunga tiap ruas tergantung pada spesiesnya. C. annuum mempunyai satu bunga tiap ruas. Sedangkan cabai rawit (C. frutescens) mempunyai 1-3 bunga tiap ruas. Ukuran ruas tanaman cabai bervariasi dari pendek sampai panjang. Makin banyak ruas makin banyak jumlah bunganya, dan diharapkan semakin banyak pula produksi buahnya. Buah cabai bervariasi antara lain dalam bentuk, ukuran, warna, tebal kulit, jumlah rongga, permukaan kulit dan tingkat kepedasannya. Berdasarkan sifat buahnya, terutama bentuk buah, cabai besar dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu : cabai merah, cabai keriting dan cabai paprika (Prajnanta,1999). Karakteristik agronomi cabai merah (besar) buahnya rata atau halus, agak gemuk, kulit buah tebal, berumur genjah, kurang tahan simpan dan tidak begitu pedas. Tipe ini banyak diusahakan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi. Sedangkan cabai merah keriting buahnya bergelombang atau keriting, 6

7 7 ramping, kulit buah tipis, berumur agak dalam, lebih tahan simpan, dan rasanya pedas. Tipe ini banyak di usahakan di Jawa Barat dan Sumatera. Cabai paprika buahnya berbentuk segi empat panjang dan biasa dipanen saat matang hijau (Nawangsih dkk., 1999; Semangun, 2000). Umur cabai sangat bervariasi tergantung jenis cabai. Tanaman cabai besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur hari setelah tanam. Sedangkan waktu panen di dataran tinggi lebih lambat yaitu sekitar 4 5 bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus dilakukan sampai tanaman berumur 6 7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan dalam 3 4 hari sekali atau paling lama satu minggu sekali (Nawangsih dkk., 1999). Cabai rawit juga memiliki banyak varietas, diantaranya adalah cabai mini, cabai cengek/ceplik (rawit putih), cabai cengis (rawit hijau) dan lombok japlak. Tinggi tanaman cabai rawit umumnya dapat mencapai 150 cm. Daunnya lebih pendek dan menyempit. Posisi bunga tegak dengan mahkota bunga berwarna kuning kehijauan. Panjang buahnya dari tangkai hingga ujung buah hanya mencapai 3,7 5,3 cm. Bentuk buahnya kecil dengan warna biji umumnya kuning kecoklatan (Setiadi,1997). Pemanenan pertama cabai rawit dapat dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan dengan selang waktu satu sampai dua minggu sekali. Tanaman cabai rawit dapat hidup sampai 2 3 tahun, berbeda dengan cabai merah yang lebih genjah (Nawangsih dkk., 1999; Cahyono,2003). Tanaman cabai akan tumbuh baik pada lahan dataran rendah yang tanahnya gembur dan kaya bahan organik, tekstur ringan sampai sedang, ph tanah

8 8 berkisar antara 5,5 6,8, drainase baik dan cukup tersedia unsur hara bagi pertumbuhannya. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhannya adalah o C (Cahyono, 2003). Secara geografis tanaman cabai dapat tumbuh pada ketinggian m di atas permukaan laut. Pada dataran tinggi yang berkabut dan kelembabannya tinggi, tanaman cabai mudah terserang penyakit. Cabai akan tumbuh baik pada daerah yang rata-rata curah hujan tahunannya antara mm dengan bulan kering 3 8,5 bulan dan pada tingkat penyinaran matahari lebih dari 45 % (Suwandi dkk., 1997). 2.2 Penyakit Virus pada Tanaman Cabai Terjadinya infeksi virus pada tanaman cabai dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Syamsidi et al., 1997). Tanaman cabai yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik, klorosis, keriting, nekrotik, dan kerdil. Gejala mosaik yang terjadi, dapat disebabkan oleh beberapa virus yang menyerang tanaman cabai secara bersamasama (sinergi). Penyakit virus mosaik pada tanaman cabai umumnya disebabkan oleh gabungan beberapa patogen virus, yaitu CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato Virus Y), TMV (Tobacco Mosaic Virus). Beberapa virus yang umum menyerang tanaman cabai yaitu : virus CMV (Cucumber mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY (Potato virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato yellow leaf curl virus). (Semangun, 2000). Virus yang menginfeksi tanaman cabai juga menginfeksi tanaman spesies lain. Lebih dari 1800 spesies tanaman dilaporkan dapat terserang virus yang sama

9 9 dengan virus yang menyerang tanaman cabai. Untuk pengendalikan virus yang menyerang tanaman, hal yang sangat penting dilakukan adalah mendiagnosis virus yang menyerang tanaman tersebut. Dengan hasil diagnosis tersebut, dapat digunakan sebagai panduan untuk pemberantasan (eradikasi) beberapa sumber virus yang potensial, sehingga tanamn cabai maupun tanaman dari spesies lain terhindar dari infeksi virus yang menyerang tanaman cabai (Edwarson dan Christie, 1997). Tanaman cabai seringkali terserang virus dengan menunjukkan gejala mosaik, sehingga dapat menurunkan produksi buah cabai. Penyakit virus tersebut pada umumnya tersebar karena adanya vektor misalnya, Myzus persicae (aphids), Bemisia tabaci (lalat putih), Thrips tabaci. TMV merupakan virus yang diketahui dapat ditularkan melalui benih (seed transmission) CMV (Cucumber Mosaic Virus) CMV termasuk dalam kelompok Cucumovirus, bersama-sama dengan Peanut stunt virus (PStV) dan Cabaio aspermy virus (CAV) (Palukaitis et al., 1997). CMV mempunyai tiga RNA genom beruntai tunggal (RNA 1, 2, 3), satu RNA subgenom (RNA 4). Masing-masing RNA ini mempunyai fungsi genomik yang berbeda (Kaper dan Waterwoth 2001). Berdasarkan beberapa kriteria, isolat CMV dibagi menjadi subgroup I dan II. Wang et al., (1998) membaginya berdasarkan bobot RNA 1 dan RNA 2, Edward dan Gonsalves (1999) berdasarkan peptide mapping dari protein mantel (coat protein), dan Piazolla et al. (2000) dengan menggunakan hibridisasi RNA. cdna probe yang dikembangkan oleh

10 10 Owen dan Palukaitis (1998), Wahyuni dan Francki, (1996) juga berhasil membedakan isolat CMV subgroup I dari isolat subgroup II. CMV membutuhkan 3 buah RNA untai tunggal fungsional (RNA 1,2, dan 3) untuk dapat menginfeksi. Subgenom RNA ke-4 (RNA4) adalah kurir lapisan protein subgenomik, komponen RNA ke-5 (CARNA 5) merupakan molekul RNA berukuran kecil yang sepenuhnya bergantung pada virus penolong untuk replikasinya tetapi tidak mendukung virus penolong dengan fungsi esensial apapun (Gallitelli, 1998). Genom CMV dan fungsinya dalam biologi virus dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Genom CMV dan fungsinya dalam biologi virus Fragmen RNA Panjang nukleotida (bp) Fungsi dalam inang RNA Proses infeksi RNA Infeksi dan ekspresi gejala, sintesis protein RNA Coat protein dan penularan melalui kutudaun RNA Subgenom untuk coat protein RNA satrna untuk mempengaruhi ekspresi gejala (dikutip dari Palukaitis et al., 1997) Ketergantungan satrna pada virus penolongnya dan ketergantungan CMV pada suatu inang yang menyediakan komponen dan proses enzimatik yang diperlukan untuk replikasinya, merupakan suatu contoh yang baik dari parasitisme tingkat molekuler. Karakteristik yang dipersyaratkan agar suatu virus dapat dimanfaatkan sebagai agen pelindung adalah : 1. Gejala yang diinduksi oleh virus pelindung harus bersifat sistemik, sangat lemah dan tidak mengubah kualitas produk.

11 11 2. Mempunyai sifat genetik yang stabil sehingga tidak berubah menjadi strain yang ganas. 3. Tidak mudah disebarkan oleh vektor. 4. Sifat protektif tidak hanya terhadap satu macam virus sekerabat, tetapi juga satu sampai tiga virus sekaligus meskipun tidak selalu sekerabat. 5. Inokulum virus protektif harus mudah diproduksi, tetap murni dan stabil dalam tanaman dan vektor. Serangan CMV pada cabai dapat menyebabkan berbagai perubahan pada daun seperti perubahan warna (mosaik/mosaic atau belang/mottle); perubahan bentuk (menggulung, deformasi, menyempit, mengkerut atau berubah seperti tali sepatu/shoestring, berukuran lebih kecil); dan mengalami nekrosis (membentuk cincin-cincin nekrotik). Gejala pada batang adalah batang mengalami stunt (kerdil). Sedangkan pada buah adalah buah akan mengalami distorsi, diskolorasi, deformasi, sunken areas, black spot, bercak dan cincin-cincin nekrotik, serta buah bengkok. Pada tanaman cabai, CMV dapat menyebabkan gejala mosaik yang parah pada daun. Pada daun yang lebih tua akan tampak gejala nekrotik cincin, buah akan mengalami malformasi bentuk, serta terdapat bercak atau cincin berwarna kuning di tengah, pada buah dari tanaman yang terserang CMV (Clark dan Adams, 1977; Gallitelli, 1998). Adanya variasi gejala yang ditimbulkan CMV akan sangat sulit untuk mengidentifikasinya hanya berdasarkan gejalanya saja. Selain itu, juga sulit untuk membedakan isolat CMV dari Cucumovirus lainnya (seperti; Alfalfa mosaic virus, Tomato aspermy virus, dan Peanut stunt virus). CMV melakukan infeksi secara

12 12 sistemik pada banyak tanaman. Organ atau jaringan tanaman lebih tua yang berkembang sebelum terinfeksi virus biasanya tidak dipengaruhi oleh keberadaan virus, namun jaringan atau sel-sel muda yang berkembang setelah terinfeksi virus sangat dipengaruhi dan umumnya memperlihatkan gejala akut. Gejala virus akan meningkat beberapa hari setelah terjadinya infeksi, kemudian menurun sampai pada taraf tertentu atau sampai tanaman mati. CMV relatif kurang stabil dalam ekstrak tanaman (sap). Pada suhu ruang infektivitasnya cepat menurun dan akan hilang setelah beberapa jam. Dengan perlakuan suhu 70 o C atau lebih infektivitasnya akan hilang sama sekali setelah pemanasan selama 10 menit (Agrios, 2005). CMV terdapat hampir di semua negara dengan strain dan sifat biologinya yang berbeda-beda. Dengan kisaran inang yang luas maka gejala yang ditimbulkannya pun beragam (Siregar, 1993). CMV mempunyai kisaran inang yang sangat luas, terdapat pada tanaman sayuran, hias dan buah-buahan. Selain menyerang ketimun, CMV juga menyerang tanaman melon, labu, cabai, bayam, tomat, seledri, bit, polong-polongan, pisang, tanaman famili crucifereae, delphinium, gladiol, lili, petunia, tulip, zinia, dan beberapa jenis gulma (Agrios, 2005). Virus ini dilaporkan dapat menginfeksi lebih dari 800 spesies tumbuhan, dapat menyebabkan kerugian besar pada berbagai jenis tanaman (Palukaitis et al., 1997). Lebih dari 60 isolat CMV sudah diketahui sifat-sifatnya (Kaper dan Waterwoth 2001). Penyebaran CMV dapat dilakukan oleh lebih dari 60 spesies aphid, khususnya oleh Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-persisten. Virus ini

13 13 bisa ditularkan hanya dalam waktu 5-10 detik dan ditranslokasikan dalam waktu kurang dari satu menit. Kemampuan CMV untuk ditranslokasikan menurun kirakira setelah 2 menit dan biasanya hilang dalam 2 jam. Selain itu, beberapa isolat dapat kehilangan kemampuannya untuk ditularkan oleh spesies kutudaun tertentu tapi tetap dapat ditularkan oleh spesies kutudaun yang lain. Berbagai spesies gulma dapat menjadi inang CMV, oleh karenanya dapat menjadi sumber virus bagi tanaman budidaya lain (Khetarpal et al., 1998). Pada daerah subtropis CMV dapat melewati musim dingin dan bertahan pada gulma-gulma tahunan (Agrios, 2005). Pengendalian penyakit pada virus tanaman tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan terhadap penyakit lain. Misalnya dengan seleksi bahan tanaman yang sehat dan diambil dari daerah yang bebas penyakit. Perlindungan tanaman terhadap serangga vektor dan eradikasi tanaman sumber inokulum penyakit. Penggunaan jenis tanaman yang resisten sangat dianjurkan. Imunisasi atau vaksinasi pada tanaman juga dapat dilakukan (Khetarpal et al., 1998) ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) ChiVMV (Chilli veinal mottle potyvirus ) merupakan salah satu virus yang menginduksi gejala mosaik, yang dapat menginfeksi tanaman cabai, sehingga menjadi kendala dalam produksi cabai Indonesia. Survei yang dilakukan sebelumnya pada tahun 2005 melaporkan kejadian penyakit ChiVMV di lapangan mencapai 100% (Opriana, 2009). Pengendalian secara konvensional terhadap ChiVMV seringkali tidak efisien. Karakteristik gejala dari virus ChiVMV ini adalah daun belang dan berwarna hijau gelap. Gejala yang paling keras akan

14 14 tampak pada daun yang paling muda, tanaman yang terinfeksi pertumbuhannya akan terhambat dan memiliki garis-garis hijau gelap pada batang dan cabang. Sebagaian besar terjadi pada bunga sebelum pembentukan buah cabai. Beberapa buah yang dihasilkan akan nampak belang-belang, dan hal ini akan berdampak pada kehilangan hasil secara signifikan (Opriana, 2009). ChiVMV ditularkan oleh beberapa jenis kutudaun seperti: Myzus persicae, Aphis gossypii, A craccivora, A spiraecola, dan Hysteroneura setariae. Penularan virus ini melalui kutudaun dilakukan secara non persisten, dimana aphids mendapat virus dengan mengisap tanaman yang terinfeksi hanya dengan waktu beberapa detik, kemudian aphids akan menularkan virus dengan cepat pada tanaman sehat, setelah itu dia akan kehilangan virus dan tidak mampu lagi menularkan virus pada tanaman yang lain (Millah, 2007) TMV (Tobacco Mosaic Virus) TMV merupakan virus yang menyerang tanaman dan pertama kali ditemukan pada tanaman pada tahun TMV dapat menginfeksi lebih dari 350 spesies tanaman dan menyebabkan kerugian yang besar pada tembakau. TMV dapat memperbanyak diri jika berada pada sel hidup, tapi virus ini dapat tetap bertahan hidup pada fase dorman dan jaringan tanaman yang mati selama bertahun-tahun maupun di luar tanaman baik itu di dalam tanah, di permukaan tanah maupun pada peralatan yang telah terkontaminasi virus ini. TMV menyebar secara mekanis mechanical transmission dan serangga seperti aphids tidak dapat menjadi vektor bagi virus ini (Garry, 2002). Tanaman yang terserang TMV menunjukkan gejala, yaitu daun-daun muda

15 15 berubah menjadi warna belang kuning hijau, keriting serta berkerut, tanaman kerdil, buah belang dan berwarna kuning. Gejala lain yang terlihat adalah munculnya garis nekrosis pada daun cabai yang menyebabkan terjadinya gugur daun (Widodo dan Wiyono, 1995). Virus ini dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan tanaman sakit, gesekan antar daun yang sakit dan daun sehat, melalui biji dan melalui tanah. Usaha pengendalian yang dapat dilakukan terhadap TMV adalah dengan menghindari bekas tanah yang telah terinfeksi sebelumnya untuk areal pembibitan cabai. Selain itu, tangan pekerja harus dicuci dahulu dengan alkohol pada waktu perempelan daun, bunga dan pemindahan bibit ke kebun produksi (Nawangsih dkk., 1999).Teknologi dry heat treatment dengan suhu 70º selama 48 jam mampu untuk menghilangkan kontiminasi TMV pada benih cabai, tanpa merusak daya kecambahnya (Nyana et.al., 2008). 2.3 Satellite RNA (satrna) Isolat-isolat virus tertentu yang diisolasi dari tanaman terinfeksi dapat mengandung berbagai RNA selain RNA genom. Beberapa dari RNA tersebut bisa berupa RNA sub-genom atau berupa satelit. Terdapat dua jenis satelit yang dapat dibedakan berdasarkan sumber protein selubung (coat protein)nya. Bila protein selubungnya disandi oleh satelit itu sendiri maka disebut virus satelit (satellite virus). Tetapi bila protein selubungnya tidak disandi oleh satelit itu sendiri namun satelit tersebut terbungkus di dalam protein selubung virus (helper virus) maka disebut RNA satelit (satellite RNA/satRNA) (Matthews, 2002).

16 16 Satellite RNA (satrna) adalah molekul RNA utas tunggal linier berukuran kecil berfungsi atau bertindak sebagai parasit dari RNA virus tertentu. SatRNA memperlihatkan empat karakter khas yaitu: (1) satrna memerlukan virus pembantu (helper virus) untuk mereplikasi diri; (2) satrna tidak diperlukan untuk replikasi virus pembantunya; (3) satrna dibungkus di dalam coat protein dari virus pembantunya; (4) satrna tidak mempunyai kesamaan runutan nukleotida dengan virus pembantunya. SatRNA tidak mempunyai kesamaan sekuen (sequence) nukleotida dengan RNA genom CMV, tetapi mereplikasi diri hanya pada sel tanaman yang sudah terinfeksi oleh CMV. (Matthews, 2002; Wang et al., 1998). SatRNA umumnya berukuran kecil (0,3-0,4 kb) yang dibungkus (coated) bersama dengan genom virus yang berasosiasi dengannya (Suastika et al., 2003). Walaupun tidak mempunyai kesamaan sekuen asam nukleat dengan virusnya, dalam replikasinya, satrna membutuhkan virus pembantunya (helper virus) untuk memperbanyak diri (Collmer dan Howell, 1997). Beberapa varian satrna telah dilaporkan dapat mempengaruhi gejala penyakit yang diinduksi oleh CMV. Sebagai contoh, satrna-d, -WL1, dan -I17N dapat menginduksi gejala nekrotik pada tanaman cabai (Kaper et al. 1998), satrna-y dapat menginduksi gejala menguning pada tanaman tembakau, satrna-wl2, -B1, -B3, dan -B5 dapat menginduksi gejala klorosis putih pada tanaman cabai (Gonsalves et al. 1998), dan sebagian besar satrna yang ditemukan berasosiasi dengan CMV menyebabkan pengurangan bahkan meniadakan gejala (Kaper et al., 1998). Isolat yang mengandung satrna dengan gejala yang ringan (mild isolate atau isolat

17 17 lemah) dapat digunakan untuk agen proteksi silang (Suastika et al. 2003; Tien dan Wu 2001). Pengaruh adanya satrna pada infeksi CMV tergantung pada strain dari satrna. Pada banyak kasus, gejala CMV menjadi tertekan dan sebagai akibatnya tanaman yang terinfeksi memperlihatkan gejala lemah atau bahkan tidak memperlihatkan gejala. Namun demikian, keberadaan strain satrna tertentu dapat mengakibatkan induksi gejala yang lebih parah. Beberapa satrna yang mempunyai sifat mengurangi gejala penyakit dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit virus dengan menginokulasi tanaman sebelum ditanam. Teknik ini dapat secara efektif melindungi tanaman terhadap infeksi CMV strain ganas di lapangan (Gallitelli, 1998; Sayama et al., 1993; Tien dan Wu, 2001). Percobaan lapangan juga sudah pernah dilakukan pada tahun 1988 pada tanaman tomat, di tahun 1989 pada tanaman cabai dan di tahun 1990 pada tanaman ketimum (Tien dan Wu, 2001). SatRNA dapat memodifikasi replikasi dan patogenesitas CMV melalui cara yang kompleks dan hal ini sangat tergantung dari strain CMV, strain satrna, dan spesies tanaman. Sejumlah varian satrna yang telah diidentifikasi mempunyai kemampuan untuk melemahkan gejala yang ditimbulkan oleh virus CMV dan menekan akumulasi partikel virus CMV dalam tanaman inang yang berbeda, dan beberapa strain satrna jenis ini telah digunakan untuk pengendalian penyakit yang diinduksi oleh CMV (Gallitelli, 1998; Sayama et al., 1993; Tien dan Wu, 2001), dalam sistem pengendalian secara proteksi silang (cross protection).

18 18 III. KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir dan Konsep Penelitian Produksi cabai di Indonesia masih sangat rendah, dengan rata-rata hasil 6,35 ton/ha, apabila dibandingkan dengan potensi produksi cabai yang dapat mencapai 10 ton/ha. Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi cabai diakibatkan oleh penyakit CMV. Kerugian atau penurunan hasil akibat serangan virus mosaik ini berkisar antara 32% sampai dengan 75%. CMV sangat sulit dikendalikan, karena memiliki kisaran inang yang sangat luas, menginfeksi lebih dari 800 spesies tumbuhan, dan dapat disebarkan oleh lebih dari 60 spesies aphid. Oleh karena itu perlu dicari alternatif pengendalian yang lebih efektif dan aman terhadap lingkungan, yaitu dengan mencari informasi tentang ekoepidemiologi dari virus mosaik ini. Selama penyebaran CMV di lapangan, paling tidak muncul dua fenotipe penyakit yaitu; tipe I disebabkan oleh CMV yang hanya memiliki genom saja dan tipe II disebabkan oleh CMV yang memiliki genom dengan satelit RNA (CMV yang mengandung satelit RNA lemah) atau isolat virus lemah protektif yang dapat dimanfaatkan sebagai vaksin. Pada penelitian ini, penentuan daerah sebar virus dan jenis virus yang berasosiasi dengan penyakit pada tanaman cabai serta koleksi isolat CMV lemah di Bali dilakukan yang nantinya akan digunakan sebagai agen proteksi silang, Secara skematis kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar

19 19 Produksi cabai rendah Faktor Pembatas Vektor Vektor Inang : cabai Virus Inang lain,gulma Sulit dikendalikan Penentuan distribusi virus, jenis virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman cabai CMV ganas Genom RNA Ekoepidemiologi CMV lemah Genom RNA SatRNA Koleksi isolat CMV lemah Seleksi dari populasi alami CMV 3.2 Hipotesis Gambar 3.1. Kerangka berpikir dan konsep penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penyakit virus pada tanaman cabai tersebar di seluruh kabupaten di wilayah Bali 2. Insiden penyakit mosaik pada tanaman cabai di Bali lebih tinggi dibandingkan penyakit kuning. 3. Penyakit mosaik pada cabai di Bali berasosiasi dengan lebih dari satu jenis virus. 4. Secara alamiah terdapat strain CMV lemah yang berasosiasi dengan tanaman cabai yang terinfeksi virus mosaik di Bali

20 20 IV. BAHAN DAN METODE 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada sembilan kabupaten di wilayah Provinsi Bali meliputi Kabupaten Jembrana, Buleleng,Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem dan Kota Denpasar. Kemudian dilanjutkan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Jalan Pulau Moyo, Denpasar pada bulan Agustus 2009 sampai dengan Agustus Penentuan Daerah Sebar Penyakit Mosaik di Pulau Bali Daerah sebar penyakit mosaik pada tanaman cabai perlu dipetakan untuk dapat menentukan daerah-daerah di wilayah Pulau Bali yang perlu menerapkan teknologi proteksi silang sehingga tepat sasaran dalam penanggulangan penyakit mosaik. Sesuai dengan sifat bioekologi virus yang terlibat maka laju penyebaran penyakit mosaik sangat bergantung pada dinamika populasi serangga vektor yang menyebarkannya serta jumlah dan jarak tanaman sumber infeksi. Untuk memetakan sebaran penyakit mosaik pada tanaman cabai di Pulau Bali maka dalam penelitian pendahuluan dilakukan survei berdasarkan wilayah pemerintahan di Bali, yaitu: Kabupaten Jembrana, Buleleng,Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem dan Kota Denpasar. Pada setiap kabupaten/kota ditentukan dua kecamatan yang dipilih yang menjadi sentra penanaman cabai. Pada setiap kecamatan ditentukan dua desa berdasarkan populasi tanaman cabai 20

21 21 terbanyak. Pada setiap desa ditentukan empat kebun petani berdasarkan kejadian penyakit mosaik terbanyak. Pengambilan sampel tanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik dan kuning di masing-masing sentra penanaman cabai di Bali yaitu: Kabupaten Jembrana, Buleleng, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem dan Kota Denpasar dihitung berdasarkan formula : n/n x 100% (n= jumlah tanaman yang menunjukkan gejala, baik mosaik maupun kuning dan N= populasi tanaman). Untuk verifikasi jenis virus yang terlibat dalam induksi gejala penyakit mosaik maka dilakukan pengambilan sampel daun-daun pucuk dari tanamantanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik. Jumlah individu tanaman cabai yang diambil sebagai sampel adalah sekitar sepuluh persen dari populasi tanaman yang bergejala mosaik yang ada di kebun tersebut. Segera setelah dipetik, daundaun pucuk cabai tersebut secara terpisah dimasukkan ke dalam tabung gelas berdiameter 2,5 cm dan panjang 15 cm yang telah diisi separuh volumenya dengan serbuk CaCl 3 kemudian ditutup rapat-rapat sampai kedap udara. Bahan higroskopis ini akan menyebabkan sampel daun mengering terawetkan namun tidak mempengaruhi viabilitas maupun sifat intrinsik virus yang mungkin terkandung di dalamnya. Untuk menentukan jenis virus yang menginfeksi tanaman cabai, maka dilakukan pengujian serologi dengan teknik ELISA menggunakan antiserum spesifik terhadap TMV, CMV dan ChiVMV (Agdia, USA) yang dilakukan di Laboratorium Biopestisida Fakultas Pertanian Unud dan laboratorium Virologi Institut Pertanian Bogor.

22 Enzyme-linked immuno sorbent assay (ELISA). Metode serologi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah ELISA dengan mengikuti prosedur dalam kit antiserum yang digunakan (Agdia, USA). Pada umumnya prosedur tersebut sebagai berikut. Sebanyak 0,1 g jaringan daun dilumatkan dengan mortar dalam 1 ml buffer ekstrak TBS-Tween (0,02 M Tris, 0,5 M NaCl, 0,5% tween-20, ph 7,5). Sap dijernihkan dengan sentrifugasi rpm selama 5 menit, lalu dimasukkan ke dalam sumuran ELISA-plate (100 µl per sumuran) dan diinkubasi pada 37 o C selama 2 jam. Setelah itu, sumuran dicuci dengan buffer PBST (8 mm Na 2 HPO 4, 14 mm KH 2 PO 4, 15 mm NaCl, 0,05% tween-20, ph 7,4) sebanyak 3 kali. Serum anti-tmv, -CMV, atau -ChiVMV (Agdia, USA) pada pengenceran 2x10-2 dalam buffer PBST-PB (PBST yang mengandung 0,2% bovine serum albumin dan 2% polyvinylpyrrolidone) ditambahkan sebanyak 100 µl, diinkubasi pada 37 o C selama 2 jam, lalu dicuci dengan PBST. Alkaline phosphatase (Sigma, USA) pada pengenceran 10-4 dalam buffer ECI sebanyak 100µl ditambahkan ke dalam sumuran, diinkubasi pada 37 o C selama 2 jam, lalu dicuci dengan PBST. Larutan PNP (1 mg/ml p-nitrophenyl phosphate dalam 10% triethanolamine, ph 9,8) sebanyak 100 µl ditambahkan ke dalam sumuran dan diinkubasi sampai muncul warna kuning (sekitar 30 menit). Nilai absorban diukur pada 405 nm dengan ELISA Reader. 4.4 Koleksi Isolat Virus Lemah Virus telah diketahui tidak mempunyai mekanisme proof-reading dalam proses replikasi diri di dalam jaringan tanaman inang. Oleh karena itu, variasi

23 23 genetik dalam satu populasi virus di alam sangat tinggi, namun demikian yang eksis hanya isolat-isolat yang mampu bertahan dan sesuai dengan lingkungan yang ada. Salah satu isolat virus yang dikehendaki dalam penelitian ini adalah virus yang tidak menginduksi gejala atau menginduksi gejala sangat lemah sedemikian rupa sehingga relatif tidak mengganggu penampilan optimal tanaman dan sama sekali tidak mempengaruhi hasil panen cabai. Isolat virus semacam ini dikenal dengan sebutan mild strain atau strain lemah. Isolat virus lemah umumnya terdapat di antara populasi isolat virus ganas (isolat virus yang menginduksi gejala parah dan mempengaruhi produksi cabai). Oleh karena itu, untuk memperbesar peluang mendapatkan isolat virus lemah maka dipilih kebun petani yang terserang penyakit mosaik dengan kejadian sangat tinggi yaitu minimal mencapai 80%. Dalam populasi tanaman semacam ini maka tanaman yang tidak menunjukkan atau menunjukkan gejala ringan kemungkinan besar mengandung isolat lemah yang diinginkan. Berdasarkan pemikiran ini maka untuk mengoleksi isolat virus lemah dilakukan pengambilan batang atau cabang dari tanaman-tanaman cabai yang tidak menunjukkan atau bergejala ringan. Batang cabai ini kemudian distek dan ditumbuhkan dalam pot individu. Proses pengambilan stek sampai stek cabai tumbuh terlihat pada Gambar 4.1.

24 Gambar 4.1 Proses pengambilan stek sampai stek tanaman cabai tumbuh; Pengambilan stek (1), Bahan stek siap tanam (2), Penanaman stek pada pot individu (3), Stek mulai tumbuh (4), Stek tanaman cabai tumbuh (5) Penyetekan batang cabai Batang cabai sepanjang sekitar 7-10 cm dimana ujung pangkalnya baru dipotong dengan pisau silet steril dicelupkan dalam bubuk Rooton dan segera dimasukkan ke dalam lubang media arang sekam halus yang sudah dipersiapkan dalam plastic composite trays. Media di sekitar batang dipadatkan tanpa merusak bagian yang baru dipotong dan untuk selanjutnya tidak disentuh sampai tumbuh akar pada bagian pangkal batang. Penyiraman media tumbuh dilakukan sebelum penanaman stek dan penyiraman selanjutnya dilakukan berkala dengan interval menyesuaikan dengan kelembaban media. Penyiraman dilakukan dengan

25 25 pengabutan. Tray kemudian disungkup dengan plastik transparan untuk menjaga kelembaban udara tetap tinggi dan ditempatkan pada ruangan dengan peneduh minimal 80%. Kondisi semacam ini tetap dipertahankan sekitar dua atau tiga minggu sampai terbentuk akar. Bila sudah terbentuk akar maka stek dipindahkan ke dalam pot individu Verifikasi keberadaan virus CMV dan CMV lemah Untuk mengetahui bahwa stek cabai yang diambil dari tanaman di lapangan mengandung virus CMV dilakukan dengan uji Elisa dengan prosedur sama dengan poin 4.3. dan untuk memastikan keberadaan isolat CMV lemah maka dilakukan dengan uji dsrna. Tanaman cabai yang tumbuh dari stek dan telah diverifikasi sebagai isolat virus lemah yang mengandung sat-rna digunakan sebagai sumber kandidat isolat virus lemah pada langkah penelitian selanjutnya. Ekstraksi dsrna dilakukan menurut Valverde et al. (1990) dan Wang et al. (1988). Sebanyak 0,1 g jaringan tanaman sampel digerus dengan 10 ml buffer TNA, kemudian tambahkan masimg-masing 200 l phenol dan chloroform.campuran ini divortek selama 2 menit lalu disentrifugasi pada RPM selama 2-3 menit pada suhu 4 C. Pipet 200 l supernatan yang terbentuk dan masukkan ke dalam tube baru, tambahkan 400 l isopropyl alkohol dan fortek selama 2 menit dan simpan pada suhu 80 C selama 20 menit, selanjutnya sentrifuge pada RPM pada suhu 4 C selama 10 menit. Ambil peletnya dan cairannya dibuang, tambahkan 25 l dye buffer dan fortek selama 15 menit, lalu

26 26 panaskan pada suhu 50 C selama 5 10 menit dan selanjutnya sentrifuge pada RPM pada suhu 4 C selama 1-2 menit. Sample dsrna dielektroporesis dalam gel poliakrilamid, pola pita dsrna divisualisasi dengan pewarnaan ethidium bromide (50 mg/ml) selama 3 menit Penapisan isolat CMV lemah stabil Untuk memastikan bahwa isolat virus yang telah dikoleksi adalah isolat lemah maka stek cabai yang mengandung virus dipelihara dan sudah membentuk akar dipindahkan ke dalam pot individu dengan media tanah dan pupuk kandang (1:1 v/v) halus dan selanjutnya diperlakukan seperti tanaman cabai biasa sehingga pemeliharaannya mengikuti cara budidaya cabai secara umum. Pengamatan dilakukan setiap hari untuk memastikan ketidak munculan gejala mosaik pada setiap stek yang dipelihara. Pengamatan dilakukan minimal sampai empat minggu semenjak stek dipindahkan ke pot individu. Stek-stek cabai yang diketahui menunjukkan gejala mosaik segera dimusnahkan, sedangkan pot-pot dengan stek cabai normal tanpa memperlihatkan gejala penyakit mosaik adalah sumber isolat virus lemah dan digunakan pada langkah penelitian selanjutnya. 4.5 Perbanyakan tanaman cabai yang mengandung isolat CMV lemah stabil Isolat CMV lemah diperbanyak pada bibit tanaman cabai yang berumur 14 hari setelah semai. Inokulum disiapkan dengan melumatkan daun cabai sumber isolat virus lemah dalam 0,05 M buffer fosfat ph 7,0 (1:5 b/v) dengan mortar dan pestel. Inokulasi mekanik dilakukan dengan mengoleskan siapan inokulum dengan cotton bud pada permukaan dua daun yang telah berkembang penuh dan

27 27 telah ditaburi bahan abrasif cellite. Bibit cabai yang telah diinokulasi dipelihara sebaik-baiknya pada rumah kaca kedap serangga untuk menghindari tanaman terinfeksi oleh virus lain. Sehari setelah inokulasi permukaan daun bibit disemprot dengan air untuk menghilangkan celite dari permukaan daun. Satu minggu setelah inokulasi dilakukan uji ds-rna untuk mengetahui masuk dan berkembangnya sat- RNA dalam jaringan tanaman cabai dengan prosedur seperti diatas.

28 28 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Daerah Sebar Penyakit Virus di Bali Penentuan daerah sebar penyakit virus di Bali mencakup seluruh Kabupaten yang termasuk di wilayah Provinsi Bali yaitu: Kabupaten Jembrana, Buleleng, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem dan Kota Denpasar. Berdasarkan pengambilan sampel pada tanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik maupun kuning di masing-masing sentra penanaman cabai pada sembilan kabupaten tersebut diperoleh hasil persentase tanaman terserang virus yang menunjukkan gejala mosaik dan kuning, seperti terlihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Penyebaran penyakit virus mosaik dan kuning di Bali Lokasi sampling Populasi Gejala Virus (%) Tanaman Mosaik Kuning Denpasar Badung Tabanan Gianyar Klungkung Karangasem Bangli Buleleng Jembrana Rata-rata Penyakit mosaik dan kuning tersebar secara merata di seluruh Kabupaten di Bali, namun penyebaran penyakit mosaik jauh lebih tinggi dari penyakit virus kuning. Tingginya tanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik disebabkan 28

29 29 karena gejala mosaik diinduksi oleh beberapa jenis virus, seperti CMV, TMV dan ChiVMV, seperti terlihat pada Tabel 5.2. Asosiasi dari beberapa virus menyebabkan terjadinya rekombinasi dan efek sinergi yang menyebabkan kerusakan pada tanaman (Shah et al., 2009) Infeksi ganda oleh virus merupakan kejadian alami yang menyebabkan kerusakan lebih besar pada tanaman dibandingkan infeksi tunggal (Damayanti dan Trias, 2008). Penyebaran penyakit virus dari waktu-kewaktu terjadi perubahan seperti hasil deteksi virus cabai yang dilakukan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) Lembang antara Hasil survei tahun 1986 dan 1990 dilaporkan urutan tiga virus utama yaitu CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato Virus Y) dan TEV (Tobacco Etch Virus). Pada tahun 1992 dan 1995 urutan berubah menjadi CMV, ChiVMV (Chili Veinal Mottle Virus) dan PVY. Pada tahun 2002 dan 2003 geminivirus (virus kuning) telah menjadi epidemi di sebagian daerah sentra produksi cabai di Indonesia (Duriat dan Gunaini, 2003). 1 2 Gambar 5.1 Tanaman cabai dengan gejala kuning (1) dan gejala mosaik (2) Hasil verifikasi terhadap sampel bergejala mosaik di daerah-daerah sentra produksi cabai di masing-masing Kabupaten di Bali, yaitu: Kabupaten Jembrana,

30 30 Buleleng, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem dan Kota Denpasar, didapatkan bahwa virus mosaik tersebar di seluruh sentra penanaman cabai di Bali dan terdeteksi tiga jenis virus berasosiasi dengan tanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik yaitu CMV, TMV dan ChiVMV seperti telihat pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Penyebaran penyakit mosaik di Bali Antiserum (%) Lokasi Sampling CMV TMV ChiVMV Denpasar Badung Gianyar Bangli Klungkung Karangasem Tabanan Jembrana Buleleng Penyebaran penyakit mosaik di Bali hampir merata di seluruh wilayah pengambilan sampel, penyebaran CMV tertinggi terdapat di Kabupaten Klungkung (41,2 %) dan terendah terdapat di Kabupaten Jembrana (21,7%). Penyebaran TMV tertinggi terdapat di Kabupaten Jembrana (12,8%), dan terendah di Kabupaten Gianyar (6,6%), sedangkan penyebaran ChiVMV tertinggi terdapat di Kabupaten Gianyar (11,1%) dan terendah terdapat di Kabupaten Tabanan (3%)

31 31 seperti terlihat pada Tabel 5.2. Tinggi rendahnya infeksi masing-masing virus mosaik yang menyerang tanaman cabai di masing-masing Kabupaten di Bali sangat tergantung dari interaksi antara virus, vektor, dan tanaman inang. Dimana total dari faktor-faktor dapat dilihat melalui intesitas penyakit pada tanaman inang. Termasuk adanya sumber inokulum yang dapat ditularkan oleh Aphid (Akin, 2006). Hampir semua tanaman cabai pada area survey ditanam pada kondisi di bawah kontrol dengan sistem irigasi dan sanitasi yang buruk sehingga petani sangat menggantungkan keberhasilan penanaman terhadap musim. Kondisi musim penghujan dan kemarau yang tidak beraturan terjadi dalam periode waktu yang singkat secara bergantian, dimana tanaman cabai harus dengan cepat melakukan penyesuaian terhadap kondisi lingkungan yang seperti ini menyebabkan tanaman cabai mengalami stres. Sanitasi yang buruk ditandai dengan tumbuhnya gulma di area penamanan cabai dapat menjadi sumber inokulum. Selain itu, rata-rata bibit cabai yang digunakan petani sebagai bahan tanam merupakan bibit jadi dari penyedia bibit. Petani tidak memproduksi sendiri bibit sebagai bahan tanamnya, sehingga kualitas bibit tidak diketahui dengan jelas dan dimungkinkan bibit ini membawa virus dan menjadi sumber inokulum virus pada area penanaman cabai. Hal ini dapat menyebabkan epidemi penyakit mosaik khususnya TMV pada area penanaman cabai petani berkembang dengan cepat. Epidemi penyakit tumbuhan berkembang sebagai akibat kombinasi yang tepat pada waktunya dari unsur-unsur yang mengakibatkan penyakit tumbuhan, yaitu tumbuhan inang yang rentan, patogen

32 32 yang virulen, dan kondisi lingkungan yang menguntungkan terhadap timbulnya penyakit serta tindakan manusia (Agrios, 2005; Akin, 2006). Penyebaran penyakit mosaik pada sembilan Kabupaten di Bali dapat dilihat pada Gambar Insiden penyakit virus mosaik (%) CMV TMV Chi-VMV 0 Denpasar Badung Tabanan Gianyar Klungkung Karangasem Bangli Buleleng Jembrana Kabupaten di Bali Gambar 5.2. Grafik penyebaran penyakit mosaik pada sembilan Kabupaten di Bali meliputi Jembrana, Buleleng, Tabanan, Badung, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem dan Kota Denpasar Peningkatan penyakit virus pada tanaman dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kondisi cuaca yang buruk, kualitas bibit yang rendah, inang alternatif termasuk gulma dan aktivitas vektor (Shah et al., 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hameed et al., tahun 1995; Shah dan Khalid, tahun 1999, bahwa penyakit mosaik berasosiasi dengan empat jenis virus yaitu ChiVMV, CMV, TMV, PVY dan tiga jenis virus, yaitu ChiVMV, CMV, TMV. Jumlah populasi aphid dilaporkan bersinergi dengan peningkatan penyakit mosaik. Cabai yang di tanam pada area di bawah kontrol dengan kondisi temperatur siang yang hangat atau panas dan malam yang dingin, dimana kondisi secara umum kebersihan area sangat buruk dengan ditumbuhi banyak gulma, memungkinkan penularan virus melalui vektor menjadi lebih tinggi (Shah et al., 2009).

33 33 Infeksi virus mosaik pada tanaman cabai di Bali didominasi oleh CMV, kemudian diikuti oleh TMV dan ChiVMV. Rata-rata penyebaran penyakit mosaik pada sembilan kabupaten di Bali dapat dilihat dalam Gambar Rata-rata penyebaran panyakit mosaik (%) CMV TMV Chi-VMV 0 Gambar 5.3. Rata-rata penyebaran penyakit mosaik pada sembilan kabupaten di Bali; Infeksi CMV tertinggi diikuti TMV dan ChiVMV secara berturut-turut 28,8%, 9,6% dan 5,5%. Dominasi CMV dibandingkan TMV dan ChiVMV terjadi karena CMV mempunyai kisaran inang terluas dan dapat menginfeksi lebih dari 800 spesies tumbuhan, termasuk beberapa jenis gulma yang keberadaannya selalu berada di sekitar areal tanaman cabai, dan selalu siap menjadi sumber inokulum yang nantinya akan dapat ditularkan oleh beberapa kutudaun yang berfungsi sebagai vektornya (Palukaitis et al., 1997; Agrios, 2005). Hampir semua varietas cabai yang ditanam oleh petani di Bali terinfeksi virus CMV yang dapat menginfeksi hampir semua kultivar. Penurunan hasil panen akibat penyakit mosaik ini pada tujuh kultivar cabai berkisar mulai dari 32 sampai 75% (Sulyo, 1984). Bahkan hasil penelitian Sari dkk. (1997) menunjukkan bahwa infeksi CMV dapat menurunkan jumlah dan bobot buah per tanaman berturut-turut sebesar 81,4 dan 82,3%. Sampai saat ini

34 34 beberapa usaha yang dilakukan untuk pengendalian penyakit CMV pada tanaman cabai belum memberikan hasil seperti yang diharapkan (Gallitelli, 1998; Suryaningsih dkk., 1996) Koleksi Isolat Virus lemah dan Verifikasi Keberadaan satrna Berdasarkan proses koleksi yang telah dilakukan di sentra penanaman cabai pada sembilan kabupaten di Bali, diperoleh hasil seperti terlihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3. Koleksi isolat virus lemah dari seluruh kabupaten di Bali Tanaman bergejala Jumlah tanaman Bergejala Lokasi Populasi ringan/ tanpa gejala Sampling Tanaman Ringan/tanpa Hasil uji Berat gejala Elisa SatRNA Denpasar Badung Tabanan Gianyar Klungkung Karangasem Bangli Buleleng Jembrana Total Tanaman cabai yang menunjukkan gejala ringan sangat sulit ditemukan di lapangan dan penyebarannya juga sangat terbatas, berbeda dengan tanaman yang bergejala berat. Berdasarkan hasil uji ELISA terhadap 43 sampel bergejala ringan/ tanpa gejala dari sembilan Kabupaten di Bali, hanya 29 (67.44%) sampel yang positif terinfeksi CMV, dan 4 (13.8%) sampel yang mengandung satrna. Sampel yang mengandung satrna, dua berasal dari Denpasar, satu dari Badung dan satu dari Klungkung, seperti terlihat pada Tabel 5.3. Tanaman cabai yang tumbuh dari

35 35 stek dan telah diverifikasi sebagai isolat virus lemah yang mengandung satrna (Gambar 5.4) Gambar 5.4 Analisis double stranded RNA tanaman cabai dengan gejala ringan. Sampel no. 3, 4, 5 dan 6 terdeteksi, sampel no. 1 kontrol positif, sedangkan sampel no. 2, 7, 8, dan 9 tidak terdeteksi. No. 10 adalah marker. Hasil analisis dsrna pada tanaman cabai yang divisualisasi pada gel hasil elektroporesis ditunjukkan oleh munculnya pita dsrna menunjukkan bahwa empat isolat yang mengandung satrna terdeteksi. Virus yang menginfeksi tanaman cabai sangat sulit dikendalikan, karena virus hidup sebagai parasit obligat di dalam sel tanaman, sehingga usaha untuk mematikan virus hanya bisa dilakukan dengan mematikan sel atau jaringan tanaman inangnya. Sampai saat ini belum ada pestisida yang efektif mengendalikan patogen virus, maka salah satu alternatif adalah pemanfaatan isolat virus lemah protektif yang mengandung satrna (Watterson, 1993). Uhan dan Duriat tahun 1995 melaporkan penggunaan vaksin CARNA-5 (satrna) dapat mempertahankan hasil cabai dua setengah kali tanaman cabai yang tidak di vaksin. Isolat CMV lemah yang mengandung satrna (CMVsatRNA) yang terdapat dalam tanaman, bila terjadi infeksi ganda TMV dan PVY,

36 36 dimana infeksi ganda virus yang berasal dari spesies yang berbeda menimbulkan reaksi sinergi, antagonis, atau tidak saling mempengaruhi. Reaksi sinergi terjadi apabila infeksi salah satu virus menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan terhadap virus lain. Sebaliknya, reaksi antagonis terjadi apabila salah satu virus menghambat perkembangan virus lainnya. Dalam hal ini sifat CMV lemah yang menguntungkan sebagai agen pengendali hayati adalah selain tidak patogenik pada tanaman cabai juga tidak terjadi sinergi pada infeksi ganda dengan virus lain yang juga secara alamiah menyerang tanaman cabai di lapangan, seperti TMV dan PVY serta tidak menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen cabai secara signifikan (Akin, 2005). Adanya asosiasi antara satrna dan virus penolongnya (helper virus) dapat menekan gejala penyakit, bahkan dapat menekannya secara sempurna. Dengan demikian satrna dapat digunakan untuk pengendalian virus tanaman. Penggunaan satrna sebagai vaksin atau agen pengendali hayati dinilai efektif untuk melindungi tanaman melon dan cabai (Kaper et al., 1998), tomat dan tembakau (Sayama et al., 1993; Nyana, 2002; Nyana et al., 2005) dari infeksi CMV strain ganas. Empat isolat yang mengandung satrna memiliki sifat stabil setelah ditanam dan diamati selama dua bulan di dalam pot percobaan seperti terlihat pada Gambar 5.5. SatRNA yang telah terdeteksi pada tanaman cabai yang terinfeksi CMV yang menunjukkan gejala ringan sudah siap digunakan sebagai agen proteksi silang, untuk mengendalikan CMV ganas di areal tanaman cabai.

37 37 Gambar 5.5 Tanaman cabai berasal dari stek yang mengandung SatRNA pada pot individu Perbanyakan CMV lemah yang dilakukan dengan stek merupakan salah satu cara yang sangat penting untuk dapat mengoleksi dan siap untuk digunakan setiap saat. Perbanyakan dengan cara stek sudah berhasil dilakukan dalam kondisi kelembaban tinggi dan suhu tinggi yang ditempatkan di rumah kaca.waktu yang diperlukan dari pengambilan stek, penanaman sampai pertumbuhan tanaman stabil, dan dari tumbuhnya tunas stek tidak menunjukkan gejala yang berat sekitar empat bulan. Stek merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif yang sengaja dilakukan oleh manusia dengan mengambil bagian-bagian dari tanaman. Cara ini dianggap paling aman dalam hal koleksi strain CMV lemah karena tanaman yang ditanam dengan metode stek akan tumbuh dengan sifat yang sama dengan induknya baik secara biologis maupun fisiologi, selain itu bahan tanam cabai yang di stek juga masih segar dan aktif, tidak dalam keadaan dorman sehingga keberadaan CMV lemah pada bahan tanam yang berasal dari inang terpilih dan merupakan bagian dari tanaman inang yang mengandung CMV lemah tetap seperti pada keadaan sewaktu berada pada tanaman inang. Dengan cara ini

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara komersial di negara-negara tropis. Tercatat berbagai spesies cabai yang

BAB I PENDAHULUAN. secara komersial di negara-negara tropis. Tercatat berbagai spesies cabai yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan secara komersial di negara-negara tropis. Tercatat berbagai spesies cabai yang telah didomestikasi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.)

Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) Identifikasi Virus Yang Berasosiasi Dengan Penyakit Mosaik, Kuning, Dan Klorosis Pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) I GUSTI NGURAH BAGUS PRANATA PUTRA 1 NI MADE PUSPAWATI 1 I DEWA NYOMAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Cendawan Endofit terhadap Gejala dan Titer ChiVMV pada Tanaman Cabai Tanaman cabai varietas TM88 yang terinfeksi ChiVMV menunjukkan gejala yang ringan yaitu hanya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI. EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens)

LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI. EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan Kode/Nama Bidang Ilmu: 154 LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017

E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN: Vol. 6, No. 3, Juli 2017 Pengaruh Infeksi Beberapa Jenis Virus Terhadap Penurunan Hasil Produksi Tanaman Tomat ( Solanum lycopersicum Mill.) Di Dusun Marga Tengah, Desa Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar IDA BAGUS GEDE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU PROSES INFEKSI DAN GEJALA SERANGAN TOBACCO MOZAIC VIRUS PADA TANAMAN TEMBAKAU Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan petani dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat banyak dibudidayakan, baik di Indonesia maupun di dunia. Ada berbagai jenis tanaman tomat yang

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI DENGAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN

PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI DENGAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2015 PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI DENGAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN Tahun ke 2 dari rencana 3 tahun KETUA : Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, MSi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae.

BAB I PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) tergolong dalam Famili Fabaceae. Golongan kacang panjang ini merupakan tanaman perdu semusim yang memiliki banyak manfaat bagi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kisaran Inang Potyvirus Isolat Nilam Bogor Tanaman nilam sakit banyak terdapat di daerah Bogor yang memperlihatkan gejala mosaik dengan ciri-ciri hampir sama dengan yang pernah diutarakan

Lebih terperinci

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr PERSEMAIAN CABAI Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai Djoko Sumianto, SP, M.Agr BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) KETINDAN 2017 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)/ Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens) merupakan salah satu sayuran penting terutama daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini dapat digunakan sebagai bahan bumbu masak (rempah-rempah),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan salah satu sayuran yang sering ditemui di pasar tradisional dan merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI. EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens)

LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI. EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan Kode/Nama Bidang Ilmu: 154 LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengaruh Perlakuan Ekstrak Tumbuhan terhadap Waktu Inkubasi, Kejadian Penyakit, Keparahan, dan NAE Waktu inkubasi. Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh beragam waktu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

Infeksi Cucumber mosaic virus dan Chilli veinal mottle virus pada Cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu

Infeksi Cucumber mosaic virus dan Chilli veinal mottle virus pada Cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu ISSN: 0215-7950 Volume 8, Nomor 4, Agustus 2012 Halaman 110-115 Infeksi Cucumber mosaic virus dan Chilli veinal mottle virus pada Cabai di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu Infection of Cucumber mosaic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia mentimun memiliki berbagai nama daerah seperti timun (Jawa), BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun (Cucumis sativus Linn.) Mentimum adalah salah satu jenis sayur-sayuran yang dikenal di hampir setiap negara. Tanaman ini berasal dari Himalaya di Asia Utara. Saat ini,

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT TEKNIK BUDIDAYA TOMAT 1. Syarat Tumbuh Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

Pengaruh Infeksi Beberapa Jenis Virus terhadap Penurunan Hasil pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.)

Pengaruh Infeksi Beberapa Jenis Virus terhadap Penurunan Hasil pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Pengaruh Infeksi Beberapa Jenis Virus terhadap Penurunan Hasil pada Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) I WAYAN SUKADA I MADE SUDANA I DEWA NYOMAN NYANA *) GEDE SUASTIKA KETUT SIADI 1 1 Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM

VII. PEMBAHASAN UMUM VII. PEMBAHASAN UMUM Tanaman cabai (Capsicum annuum) merupakan salah satu komoditas andalan hortikultura di Indonesia. Tanaman tersebut ditanam di seluruh provinsi di Indonesia dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27

Oleh Kiki Yolanda,SP Jumat, 29 November :13 - Terakhir Diupdate Jumat, 29 November :27 Lada (Piper nigrum L.) merupakan tanaman rempah yang menjadi komoditas ekspor penting di Indonesia. Propinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi salah satu sentra produksi utama lada di Indonesia dan dikenal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produksi cabai di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional

BAB I PENDAHULUAN. Produksi cabai di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) adalah salah satu komoditas unggulan hortikultura di Indonesia yang merupakan salah satu jenis sayuran yang sangat berpotensi untuk

Lebih terperinci

Uji Virulensi Isolat Cmv Asal Sumatera Utara Pada Tanaman Cabai

Uji Virulensi Isolat Cmv Asal Sumatera Utara Pada Tanaman Cabai Uji Virulensi Isolat Cmv Asal Sumatera Utara Pada Tanaman Cabai Edy Batara Mulya Siregar Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Universitas Sumatera Utara UJI VIRULENSI EMPAT ISOLAT VIRUS MOSAIK KETIMUN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati

Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Pengendalian Penyakit pada Tanaman Jagung Oleh : Ratnawati Tanaman jagung disamping sebagai bahan baku industri pakan dan pangan pada daerah tertentu di Indonesia dapat juga sebagai makanan pokok. Karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan pada tahap aklimatisasi ini, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan planlet Nepenthes. Tjondronegoro dan Harran (1984) dalam

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Virus Terbawa Benih Uji serologi menggunakan teknik deteksi I-ELISA terhadap delapan varietas benih kacang panjang yang telah berumur 4 MST menunjukkan bahwa tujuh varietas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas hortikultura terutama jenis sayur-sayuran dan buah-buahan sangat diminati oleh konsumen. Sayuran diminati konsumen karena kandungan gizinya baik dan dapat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat Penelitian 14 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Unit Pelayanan Mikrobiologi Terpadu, Bagian Mikrobiologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan

Lebih terperinci

PENYAKIT TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA

PENYAKIT TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA PENYAKIT TANAMAN TEMBAKAU VIRGINIA Nurul Hidayah dan Supriyono *) PENDAHULUAN Penyakit tanaman merupakan salah satu faktor pembatas dalam budi daya tanaman, termasuk tembakau virginia. Berbagai penyakit

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang. Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Budidaya Kacang Panjang Klasifikasi tanaman kacang panjang menurut Anto, 2013 sebagai berikut: Divisi Kelas Subkelas Ordo Famili Genus : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi Kedelai Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu Glycine soja dan Soja max. Namun, pada tahun 1948 telah disepakati bahwa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Antraknosa Cabai Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan Colletotrichum yaitu C. acutatum, C. gloeosporioides, dan C. capsici (Direktorat

Lebih terperinci

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Pendahuluan Tomat dikategorikan sebagai sayuran, meskipun mempunyai struktur buah. Tanaman ini bisa tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi mulai dari 0-1500 meter dpl,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

PENGAMATAN PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS (Laporan Praktikum Patogen Tumbuhan) Oleh. Desti Diana Putri

PENGAMATAN PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS (Laporan Praktikum Patogen Tumbuhan) Oleh. Desti Diana Putri PENGAMATAN PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS (Laporan Praktikum Patogen Tumbuhan) Oleh Desti Diana Putri 1214121050 JURUSAN AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I.PENDAHULUAN 1.1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola. : Corynespora cassiicola (Berk. & Curt.) Wei. 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyakit Menurut Alexopoulus dan Mims (1979), klasifikasi jamur C. cassiicola adalah sebagai berikut : Divisio Sub Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Eumycophyta : Eumycotina

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak digemari oleh masyarakat. Ciri dari jenis sayuran ini adalah rasanya yang pedas dan aromanya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk kecantikan, menjaga

Lebih terperinci

Agro inovasi. Kiat Sukses Berinovasi Cabai

Agro inovasi. Kiat Sukses Berinovasi Cabai Agro inovasi Kiat Sukses Berinovasi Cabai 2 AgroinovasI Kiat Sukses Berinovasi Cabai Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis cukup penting. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : Chili veinal mottle virus, isolat lemah, isolat kuat. Abstract

Abstrak. Kata kunci : Chili veinal mottle virus, isolat lemah, isolat kuat. Abstract 31 5 INTERAKSI ANTARA Chili veinal mottle virus ISOLAT LEMAH DENGAN ISOLAT KUAT (Interaction between Weak Isolates and Severe Isolate of Chili veinal mottle virus) Abstrak Salah satu virus yang banyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum

HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fi F top lasma p ada Tanaman Sumb m er e I r nokulum HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fitoplasma pada Tanaman Sumber Inokulum Sumber inokulum yang digunakan dalam uji penularan adalah tanaman kacang tanah yang menunjukkan gejala penyakit sapu yang berasal dari

Lebih terperinci

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT

PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT i PREVALENSI VIRUS PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA CABAI BESAR (Capsicum annuum L.) DI KABUPATEN BOGOR, CIANJUR DAN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT MARTIN BASTIAN DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Produksi Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Bebas TMV(Tobacco mosaic virus) Melalui Dry Heat Treatment

Produksi Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Bebas TMV(Tobacco mosaic virus) Melalui Dry Heat Treatment AGROTROP, 2 (1): 77-84 (2012) ISSN: 2088-155X C Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia Produksi Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Bebas TMV(Tobacco mosaic virus) Melalui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2014 di Green House dan Laboratorium Genetika dan Molekuler jurusan Biologi Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan tanaman sayuran yang tergolong tanaman tahunan berbentuk perdu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1.Tinjauan Aspek Agronomi Cabai Cabai adalah tanaman tahunan dengan tinggi mencapai 1 meter, merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, buahnya

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci