BAB I PENDAHULUAN. secara komersial di negara-negara tropis. Tercatat berbagai spesies cabai yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. secara komersial di negara-negara tropis. Tercatat berbagai spesies cabai yang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai merupakan salah satu jenis sayuran penting yang dibudidayakan secara komersial di negara-negara tropis. Tercatat berbagai spesies cabai yang telah didomestikasi, namun hanya Capsicum annuum L. dan C. frutescens L. yang memiliki potensi ekonomis (Sulandari, 2004). Cabai yang dibudidayakan secara luas di Indonesia juga termasuk kedua spesies ini. Cabai besar dan cabai keriting, misalnya, termasuk spesies C. annuum sedangkan cabai rawit termasuk C. frutescens. Penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus merupakan salah satu faktor pembatas penting dalam budidaya cabai. Beberapa macam virus telah dilaporkan dapat menyerang berbagai kultivar cabai di Indonesia (Duriat et al., 1995; Suryaningsih dkk., 1996), empat virus penting di antaranya yaitu cucumber mosaic virus (CMV), chilli veinal mottle virus (ChiVMV), potato virus Y (PVY) dan tobaco mosaic virus (TMV) dapat menginduksi gejala mosaik (Nurdin, 1998), tiga di antaranya ditemukan berasosiasi dengan penyakit mosaik yaitu TMV, CMV dan ChiVMV. Penyakit mosaik menjadi penting karena kerugian yang ditimbulkannya cukup besar. Penurunan hasil panen akibat penyakit mosaik pada tujuh kultivar cabai berkisar mulai dari 32 sampai 75% (Sulyo, 1984). Bahkan hasil penelitian Sari dkk. (1997) menunjukkan bahwa serangan virus penyebab penyakit mosaik 1

2 2 dapat menurunkan jumlah dan bobot buah per tanaman berturut-turut sebesar 81,4 dan 82,3%. Penurunan produksi juga semakin tinggi karena virus penyebab penyakit mosaik ini dapat dengan cepat tersebar ke pertanaman di sekitar sumber virus sesuai dengan aktivitas kutudaun (aphids) yang berfungsi sebagai vektornya. Sampai saat ini beberapa usaha yang dilakukan untuk pengendalian penyakit mosaik pada tanaman cabai belum memberikan hasil seperti yang diharapkan (Gallitelli, 1998; Suryaningsih dkk. 1996). Sampai sekarang tindakan pengendalian yang dilakukan masih kurang memberikan hasil yang memadai karena beberapa alasan, tanaman cabai yang terlanjur terinfeksi tidak dapat disembuhkan karena belum ada bahan kimia yang yang mampu membasmi virus, hampir semua varietas cabai yang dibudidayakan di Indonesia rentan terhadap infeksi virus ( Duriat, 1997; Sulandari, 2004; Taufik, 2005); sumber inokulum virus di lapang selalu tersedia karena pola penanaman cabai yang umumnya tidak serempak; serangga vektor selalu pada tingkat populasi yang efektif menularkan virus, sehingga kedua faktor terakhir ini memberikan tekanan infeksi yang sangat berat pada tanaman cabai muda yang baru dipindahtumbuhkan ( transplanting ). Sifat-sifat bioekologi dari ketiga virus ini (TMV, CMV, dan ChiVMV) sudah banyak dipelajari (Palukaitis et al. 1992; Laemmlen, 2004; Taufik, 2005). Berdasarkan peta bioekologi ini beberapa desain tindakan pengendalian mungkin dapat disusun. TMV misalnya, dapat terbawa benih cabai namun tidak dapat ditularkan oleh serangga, sehingga penggunaan benih cabai bebas virus bisa digunakan sebagai alternatif pengendalian. Teknologi dry heat treatment

3 3 (perlakuan panas) terhadap benih cabai mampu menghilangkan sumber inokulum primer di lapangan. CMV dan ChiVMV ditularkan oleh kutudaun, maka untuk menghindarkan tanaman cabai dari infestasi kutudaun yang membawa virus (viruliferous) perlu dicegah agar tidak terjadi infeksi. Dua pendekatan yang mungkin dapat dilakukan agar kutudaun infektif tidak mendatangi pertanaman cabai yaitu dengan pemasangan mulsa yang bersifat menolak (repellent) kedatangan kutudaun dan menggunakan tanaman penghalang. Di samping itu, pemanfaatan RNA satellite ( Satellite RNA/SatRNA) sebagai agen proteksi silang juga mungkin menjadi salah satu alternatif yang potensial untuk dikembangkan dalam pengendalian penyakit mosaik pada tanaman cabai. Beberapa penelitian pengendalian penyakit mosaik sudah dilakukan berdasarkan bioekologi virusnya di antaranya dengan perlakuan panas dan pemanfaatan strain virus lemah. Hasil penelitian Nyana, 2008 pada benih cabai dengan perlakuan dry heat pada suhu 70 C selama 72 jam dapat menginaktifkan TMV, dan meningkatkan daya kecambahnya. Hasil Penelitian Siadi, 2006 (belum dipublikasikan) pada tanaman cabai dengan perlakuan penggunaan strain lemah CMV-T1 dan CMV-T2 sebagai vaksin menunjukkan bahwa penggunaan vaksin CMV-T2 dapat meningkatkan hasil sebesar 57.68% dan 50.48% berturut-turut dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan attenuated-cmv -T1. Kemungkinan penelitian untuk menghindarkan tanaman cabai dari infestasi vektor belum ada dilaporkan. Pada kondisi udara tenang, kutudaun (vektor virus mosaik) akan lebih banyak terbang ke arah lokasi yang berwarna hijau seperti adanya pertanaman.

4 4 Kutudaun mempunyai prevalensi terhadap warna dan warna yang disukai maupun yang tidak disukai sangat tergantung dari spesies kutudaun. Dari spesies-spesies kutudaun yang sudah diteliti ternyata hampir semuanya menghindari pantulan cahaya perak (Blackman dan Eastop, 2000). Sifat repellent dari cahaya perak ini memberi peluang kepada kita untuk menggunakan mulsa plastik perak sebagai pemantul cahaya yang bersifat repellent terhadap kutudaun. Penularan virus dilakukan secara non persisten dan cara penularan ini bisa menjadi celah untuk menghindari penularan virus ke tanaman utama dengan menggunakan suatu tanaman berukuran lebih tinggi sebagai tanaman penghalang. Oleh karena itu, cara pengendalian yang perlu dilakukan dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencegah kontak antara kutudaun infektif membawa virus (viruliferous) dengan tanaman cabai yang dibudidayakan. Pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan mulsa plastik hitam perak dan tanaman penghalang. 1.2 Rumusan Masalah Beberapa masalah yang perlu dirumuskan dalam melaksanakan penelitian ini antara lain : 1. Apakah tanaman penghalang mampu menurukan persentase gejala mosaik pada pertanaman cabai. 2. Apakah mulsa plastik hitam perak mampu menurukan persentase gejala mosaik pada pertanaman cabai.

5 5 1.3 Tujuan Penelitian Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan tanaman penghalang mampu menurukan persentase gejala mosaik pada pertanaman cabai. 2. Penggunaan mulsa plastik hitam perak mampu menurukan persentase gejala mosaik pada pertanaman cabai. 1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat diperoleh luaran seperti: 1. Secara akademis, hasil penelitian ini akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang Virologi Tumbuhan, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk merancang strategi pengendalian penyakit mosaik pada tanaman cabai. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini bisa dijadikan acuan atau referensi untuk mengembangkan teknik pengendalian penyakit mosaik.

6 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik Tanaman Cabai Tanaman cabai merupakan tanaman yang menyerbuk sendiri (self pollinated crop). Namun demikian, persilangan antar varietas secara alami sangat mungkin terjadi di lapangan yang dapat menghasilkan ras-ras cabai baru dengan sendirinya (Cahyono,2003), sehingga bisa juga terjadi penyerbukan silang. Beberapa sifat tanaman cabai yang dapat digunakan untuk membedakan antar varietas di antaranya adalah percabangan tanaman, pembungaan tanaman, ukuran ruas, dan tipe buahnya (Prajnanta,1999). Bunga pada tanaman cabai terdapat pada ruas batang dan jumlahnya bervariasi antara 1-8 bunga tiap ruas tergantung pada spesiesnya. C. annuum mempunyai satu bunga tiap ruas. Sedangkan cabai rawit (C. frutescens) mempunyai 1-3 bunga tiap ruas. Ukuran ruas tanaman cabai bervariasi dari pendek sampai panjang. Makin banyak ruas makin banyak jumlah bunganya, dan diharapkan semakin banyak pula produksi buahnya. Buah cabai bervariasi antara lain dalam bentuk, ukuran, warna, tebal kulit, jumlah rongga, permukaan kulit dan tingkat kepedasannya. Berdasarkan sifat buahnya, terutama bentuk buah, cabai besar dapat digolongkan dalam tiga tipe, yaitu : cabai merah, cabai keriting dan cabai paprika (Prajnanta,1999). Karakteristik agronomi cabai merah (besar) buahnya rata atau halus, agak gemuk, kulit buah tebal, berumur genjah, kurang tahan simpan dan tidak begitu pedas. Tipe ini banyak diusahakan di Jawa Timur, 6

7 7 Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi. Sedangkan cabai merah keriting buahnya bergelombang atau keriting, ramping, kulit buah tipis, berumur lebih lama, lebih tahan simpan, dan rasanya pedas. Tipe ini banyak diusahakan di Jawa Barat dan Sumatera. Cabai paprika buahnya berbentuk segi empat panjang dan biasa dipanen saat matang hijau (Nawangsih dkk., 1999; Semangun,2000). Umur cabai sangat bervariasi tergantung jenis cabai. Tanaman cabai besar dan keriting yang ditanam di dataran rendah sudah dapat dipanen pertama kali umur hari setelah tanam. Sedangkan waktu panen di dataran tinggi lebih lambat yaitu sekitar 4 5 bulan setelah tanam. Panen dapat terus-menerus dilakukan sampai tanaman berumur 6 7 bulan. Pemanenan dapat dilakukan dalam 3 4 hari sekali atau paling lama satu minggu sekali (Nawangsih dkk., 1999). Cabai rawit juga memiliki banyak varietas, di antaranya adalah cabai mini, cabai cengek/ceplik (rawit putih), cabai cengis (rawit hijau) dan lombok japlak. Tinggi tanaman cabai rawit umumnya dapat mencapai 150 cm. Daunnya lebih pendek dan menyempit. Posisi bunga tegak dengan mahkota bunga berwarna kuning kehijauan. Panjang buahnya dari tangkai hingga ujung buah hanya mencapai 3,7 5,3 cm. Bentuk buahnya kecil dengan warna biji umumnya kuning kecoklatan (Setiadi,1997). Pemanenan pertama cabai rawit dapat dilakukan setelah tanaman berumur 4 bulan dengan selang waktu satu sampai dua minggu sekali. Tanaman cabai rawit dapat hidup sampai 2 3 tahun, berbeda dengan cabai merah yang lebih genjah (Nawangsih dkk., 1999; Cahyono,2003). Tanaman cabai akan tumbuh baik pada lahan dataran rendah yang tanahnya gembur dan kaya bahan organik, tekstur ringan sampai sedang, ph tanah

8 8 berkisar antara , drainase baik dan cukup tersedia unsur hara bagi pertumbuhannya. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhannya adalah o C (Cahyono, 2003). Secara geografis tanaman cabai dapat tumbuh pada ketinggian m di atas permukaan laut. Pada dataran tinggi yang berkabut dan kelembabannya tinggi, tanaman cabai mudah terserang penyakit. Cabai akan tumbuh baik pada daerah yang rata-rata curah hujan tahunannya antara mm dengan bulan kering 3 8,5 bulan dan pada tingkat penyinaran matahari lebih dari 45 % (Suwandi dkk., 1997). 2.2 Penyakit Virus pada Tanaman Cabai Terjadinya infeksi virus pada tanaman cabai dapat menurunkan pertumbuhan dan produksi tanaman, baik secara kuantitatif maupun kualitatif (Syamsidi et al., 1997). Tanaman cabai yang terinfeksi virus menunjukkan gejala mosaik; klorosis, keriting, nekrotik, dan kerdil. Gejala mosaik yang terjadi, dapat disebabkan oleh beberapa virus yang menyerang tanaman cabai secara bersamasama (sinergi). Penyakit virus mosaik pada tanaman cabai umumnya disebabkan oleh gabungan beberapa patogen virus, yaitu CMV (Cucumber Mosaic Virus), PVY (Potato Virus Y), TMV (Tobacco Mosaic Virus). Beberapa virus yang umum menyerang tanaman cabai yaitu : virus CMV (Cucumber mosaic virus), TMV (Tobacco mosaic virus ), TEV (Tobacco etch virus), PVY (Potato virus Y), ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) dan TYLCV (Tomato yellow leaf curl virus) (Semangun, 1994; dan Pracaya, 1994). Virus yang menginfeksi tanaman cabai juga menginfeksi tanaman spesies lain. Lebih dari 1800 spesies tanaman dilaporkan dapat terserang virus yang sama

9 9 dengan virus yang menyerang tanaman cabai. Untuk mengendalikan virus yang menyerang tanaman, hal yang sangat penting dilakukan adalah mendiagnosis virus yang menyerang tanaman tersebut. Dengan hasil diagnosis tersebut, dapat digunakan sebagai panduan untuk pemberantasan (eradikasi) beberapa sumber virus yang potensial, sehingga tanaman cabai maupun tanaman dari spesies lain terhindar dari infeksi virus yang menyerang tanaman cabai (Edwarson dan Christie, 1997). Tanaman cabai seringkali terserang virus dengan menunjukkan gejala mosaik, sehingga dapat menurunkan produksi buah cabai. Penyakit virus tersebut pada umumnya tersebar karena adanya vektor misalnya, Myzus persicae (aphids), Bemisia tabaci (lalat putih), Thrips tabaci (Pracaya, 1994). TMV merupakan virus yang diketahui dapat ditularkan melalui benih (seed transmission) CMV (Cucumber Mosaic Virus) CMV termasuk dalam kelompok Cucumovirus, bersama-sama dengan Peanut stunt virus (PStV) dan Cabaio aspermy virus (CAV) (Palukaitis et al., 1997). CMV mempunyai tiga RNA genom beruntai tunggal (RNA 1, 2, 3), satu RNA subgenom (RNA 4). Masing-masing RNA ini mempunyai fungsi genomik yang berbeda (Kaper dan Waterwoth 2001). Virus ini mempunyai kisaran inang terluas di antara virus tanaman yang diketahui saat ini, dilaporkan dapat menginfeksi lebih dari 800 spesies tumbuhan, dapat menyebabkan kerugian besar pada berbagai jenis tanaman (Palukaitis et al., 1997). Lebih dari 60 isolat CMV sudah diketahui sifat-sifatnya (Kaper dan Waterwoth 2001). Berdasarkan

10 10 beberapa kriteria, isolat CMV dibagi menjadi subgroup I dan II. Wang et al., (1998) membaginya berdasarkan bobot RNA 1 dan RNA 2, Edward dan Gonsalves (1999) berdasarkan peptide mapping dari protein mantel (coat protein), dan Piazolla et al. (2000) dengan menggunakan hibridisasi RNA. cdna probe yang dikembangkan oleh Owen dan Palukaitis (1998), Wahyuni dan Francki, (1996) juga berhasil membedakan isolat CMV subgroup I dari isolat subgroup II. CMV terdapat hampir di semua negara dengan strain dan sifat biologinya yang berbeda-beda. Dengan kisaran inang yang luas maka gejala yang ditimbulkannya pun beragam (Siregar, 1993). CMV mempunyai kisaran inang yang sangat luas, terdapat pada tanaman sayuran, hias dan buah-buahan. Selain menyerang mentimun, CMV juga menyerang tanaman melon, labu, cabai, bayam, tomat, seledri, bit, polong-polongan, pisang, tanaman famili crucifereae, delphinium, gladiol, lili, petunia, tulip, zinia, dan beberapa jenis gulma (Agrios, 2005). CMV membutuhkan 3 buah RNA untai tunggal fungsional (RNA 1,2, dan 3) untuk dapat menginfeksi. Subgenom RNA ke-4 (RNA4) adalah kurir lapisan protein subgenomik, komponen RNA ke-5 (CARNA 5) merupakan molekul RNA berukuran kecil yang sepenuhnya bergantung pada virus penolong untuk replikasinya tetapi tidak mendukung virus penolong dengan fungsi esensial apapun (Gallitelli, 1998). Ketergantungan satrna pada virus penolongnya dan ketergantungan CMV pada suatu inang yang menyediakan komponen dan proses enzimatik yang diperlukan untuk replikasinya, merupakan suatu contoh yang baik dari parasitisme

11 11 tingkat molekuler. Serangan CMV pada cabai dapat menyebabkan berbagai perubahan pada daun seperti perubahan warna (mosaik/mosaic atau belang/mottle); perubahan bentuk (menggulung, deformasi, menyempit, mengkerut atau berubah seperti tali sepatu/shoestring, berukuran lebih kecil); dan mengalami nekrosis (membentuk cincin-cincin nekrotik). Gejala pada batang adalah batang mengalami stunt (kerdil). Sedangkan pada buah adalah buah akan mengalami distorsi, diskolorasi, deformasi, sunken areas, black spot, bercak dan cincin-cincin nekrotik, serta buah bengkok. Pada tanaman cabai, CMV dapat menyebabkan gejala mosaik yang parah pada daun. Pada daun yang lebih tua akan tampak gejala nekrotik cincin, buah akan mengalami malformasi, serta terdapat bercak atau cincin berwarna kuning di tengah, pada buah dari tanaman yang terserang CMV (Gallitelli, 1998). Adanya variasi gejala yang ditimbulkan CMV akan sangat sulit untuk mengidentifikasinya hanya berdasarkan gejalanya saja. Selain itu, juga sulit untuk membedakan isolat CMV dari Cucumovirus lainnya (seperti; Alfalfa mosaic virus, Tomato aspermy virus, dan Peanut stunt virus). CMV melakukan infeksi secara sistemik pada banyak tanaman. Organ atau jaringan tanaman lebih tua yang berkembang sebelum terinfeksi virus biasanya tidak dipengaruhi oleh keberadaan virus, namun jaringan atau sel-sel muda yang berkembang setelah terinfeksi virus sangat dipengaruhi dan umumnya memperlihatkan gejala akut. Gejala virus akan meningkat beberapa hari setelah terjadinya infeksi, kemudian menurun sampai pada taraf tertentu atau sampai tanaman mati. CMV relatif kurang stabil dalam ekstrak tanaman (sap). Pada suhu ruang infektivitasnya cepat menurun dan akan

12 12 hilang setelah beberapa jam. Pada perlakuan suhu 70 o C atau lebih infektivitasnya akan hilang sama sekali setelah pemanasan selama 10 menit (Agrios, 2005). Penyebaran CMV dapat dilakukan oleh lebih dari 60 spesies aphid, khususnya oleh Aphis gossypii dan Myzus persicae secara non-persisten. Virus ini bisa ditularkan hanya dalam waktu 5-10 detik dan ditranslokasikan dalam waktu kurang dari satu menit. Kemampuan CMV untuk ditranslokasikan menurun kirakira setelah 2 menit dan biasanya hilang dalam 2 jam. Selain itu, beberapa isolat dapat kehilangan kemampuannya untuk ditularkan oleh spesies kutudaun tertentu tapi tetap dapat ditularkan oleh spesies kutudaun yang lain. Berbagai spesies gulma dapat menjadi inang CMV, oleh karenanya dapat menjadi sumber virus bagi tanaman budidaya lain (Khetarpal et al., 1998). Pada daerah subtropis CMV dapat melewati musim dingin dan bertahan pada gulma-gulma tahunan (Agrios, 2005) ChiVMV (Chilli Veinal Mottle Virus) ChiVMV (Chilli veinal mottle virus ) merupakan salah satu virus yang menginduksi gejala mosaik, yang dapat menginfeksi tanaman cabai, sehingga menjadi kendala dalam produksi cabai Indonesia. Survei yang dilakukan sebelumnya pada tahun 2005 melaporkan kejadian penyakit ChiVMV di lapangan mencapai 100% (Opriana, 2009). Pengendalian secara konvensional terhadap ChiVMV seringkali tidak efisien. Survei juga telah dilakukan di Bali menunjukkan bahwa ChiVMV telah menyebar di seluruh kabupaten di Bali (hasil pengamatan Nyana,dkk 2010 data tidak diperlihatkan). Karakteristik gejala dari virus ChiVMV ini adalah daun belang dan berwarna hijau gelap. Gejala yang

13 13 paling keras akan tampak pada daun yang paling muda, tanaman yang terinfeksi pertumbuhannya akan terhambat dan memiliki garis-garis hijau gelap pada batang dan cabang. Sebagaian besar terjadi pada bunga sebelum pembentukan buah cabai. Beberapa buah yang dihasilkan akan nampak belang-belang, dan hal ini akan berdampak pada kehilangan hasil secara signifikan (Opriana, 2009). ChiVMV ditularkan oleh beberapa jenis kutudaun seperti: Myzus persicae, Aphis gossypii, A craccivora, A spiraecola, dan Hysteroneura setariae. Penularan virus ini melalui kutudaun dilakukan secara non persisten, dimana aphids mendapat virus dengan mengisap tanaman yang terinfeksi hanya dengan waktu beberapa detik, kemudian aphids akan menularkan virus dengan cepat pada tanaman sehat, setelah itu dia akan kehilangan virus dan tidak mampu lagi menularkan virus pada tanaman yang lain (Millah, 2007) TMV (Tobacco Mosaic Virus) TMV merupakan virus yang menyerang tanaman dan pertama kali ditemukan pada tanaman pada tahun TMV dapat menginfeksi lebih dari 350 spesies tanaman dan menyebabkan kerugian yang besar pada tembakau. TMV dapat memperbanyak diri jika berada pada sel hidup, tapi virus ini dapat tetap bertahan hidup pada fase dorman dan jaringan tanaman yang mati selama bertahun-tahun maupun di luar tanaman baik itu di dalam tanah, di permukaan tanah maupun pada peralatan yang telah terkontaminasi virus ini. TMV menyebar secara mekanis dan serangga seperti aphids tidak dapat menjadi vektor bagi virus ini (Garry, 2002).

14 14 Tanaman yang terserang TMV menunjukkan gejala, yaitu daun-daun muda berubah menjadi warna belang kuning hijau, keriting serta berkerut, tanaman kerdil, buah belang dan berwarna kuning. Gejala lain yang terlihat adalah munculnya garis nekrosis pada daun cabai yang menyebabkan terjadinya gugur daun (Widodo dan Wiyono, 1995). Virus ini dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan tanaman sakit, gesekan antar daun yang sakit dan daun sehat, melalui biji dan melalui tanah. Usaha pengendalian yang dapat dilakukan terhadap TMV adalah dengan menghindari bekas tanah yang telah terinfeksi sebelumnya untuk areal pembibitan cabai. Selain itu, agar steril tangan pekerja harus dicuci dahulu dengan alkohol pada waktu perempelan daun, bunga dan pemindahan bibit ke kebun produksi (Nawangsih et. al., 1999). Teknologi dry heat treatment dengan suhu 70º selama 48 jam mampu untuk menghilangkan kontiminasi TMV pada benih cabai, tanpa merusak daya kecambahnya (Nyana et.al., 2008). 2.3 Tanaman Penghalang (Barier) CMV mempunyai lebih dari 800 spesies tanaman inang termasuk beberapa gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman inang utama (Palukaitis et al. 1992; Ong, 1995). Banyaknya jenis tanaman inang akan memudahkan virus ini untuk bertahan pada saat tanaman inang utama tidak ada di lapangan. Virus ini juga dengan mudah dapat ditularkan oleh berbagai spesies kutudaun termasuk di antaranya Aphis glycines, A. craccivora dan Myzus persicae yang banyak mengkoloni tanaman cabai (Palukaitis et.al., 1992; Ong, 1995). Penularan dilakukan secara non-persisten yaitu kutudaun dapat langsung menularkan virus

15 15 ke tanaman sehat segera setelah makan akuisisi pada tanaman sakit sumber virus. Namum demikian, kutudaun akan hilang kemampuannya untuk menularkan virus setelah makan inokulasi pada tanaman sehat. Kutudaun infektif (membawa virus) yang mendatangi pertanaman cabai akan segera menularkan virus pada tanaman baru yang dihinggapinya, sehingga walaupun kutudaun tersebut mungkin mati akibat pestisida yang diaplikasikan namun tanaman sudah terlanjur tertular virus. Cara penularan non-persisten ini menjadi penyebab kegagalan pengendalian penyakit mosaik pada tanaman cabai melalui pemberantasan kutudaun dengan insektisida. Pola penularan virus non-persisten yang tidak mempunyai masa retensi, yaitu kemampuan penularan kutudaun akan hilang segera setelah vektor probing pada tanaman yang dihinggapi (Matthews, 1992), dapat menjadi celah untuk menghindari penularan ke tanaman utama dengan menggunakan suatu tanaman berukuran lebih tinggi sebagai tanaman penghalang. Kutudaun yang baru hinggap pada suatu pertanaman, akan melakukan probing yaitu mencucukkan styletnya ke dalam jaringan tanaman untuk mencari tahu apakah tanaman yang dihinggapinya itu merupakan inangnya atau bukan. Bila tanaman tersebut mengandung komponen yang sesuai bagi kebutuhan hidupnya maka dia akan menetap pada tanaman tersebut dan mengkoloninya. Namun kalau tanaman tersebut tidak sesuai dengan kebutuhannya maka ia akan meninggalkannya dan terbang ke tempat lain sampai inang ditemukan. Bagi kutudaun yang membawa virus, maka kemampuan untuk menularkan akan hilang setelah melakukan probing (Hull, 2002). Peristiwa ini dapat digunakan untuk melindungi tanaman cabai yang berukuran lebih

16 16 pendek dengan mengitarinya dengan tanaman yang lebih tinggi, misalnya jagung. Kutudaun bersayap yang membawa virus, bila datang ke pertanaman cabai cenderung hinggap terlebih dahulu pada tanaman yang lebih tinggi (jagung yang mengitari tanaman cabai), lalu melakukan probing sehingga virus yang dibawanya habis tercuci, dan apabila kemudian kutudaun pidah ke tanaman cabai tidak akan menularkan virus. 2.4 Mulsa Mulsa dapat didefinisikan sebagai setiap bahan yang dihamparkan untuk menutup sebagian atau seluruh permukaan tanah dan mempengaruhi lingkungan mikro tanah yang ditutupi tersebut. Penggunaan mulsa plastik sudah menjadi standar umum dalam produksi cabai, baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang, termasuk Indonesia. Penggunaan mulsa plastik, terutama mulsa plastik hitam perak, dalam produksi sayuran yang bernilai ekonomis tinggi seperti cabai, tomat, terong, semangka, melon dan mentimun, semakin hari semakin meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan dan permintaan konsumen terhadap produk sayuran tersebut. Meskipun penggunaan mulsa plastik ini memerlukan biaya tambahan, tetapi nilai ekonomis dari hasil tanaman mampu menutupi biaya awal yang dikeluarkan (Lamont 1993). Pengaruh mulsa plastik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sayuran terutama ditentukan melalui pengaruhnya terhadap keseimbangan cahaya yang menerpa permukaan plastik yang digunakan. Secara umum sebagian cahaya matahari yang menerpa permukaan plastik akan dipantulan kembali ke udara, dalam jumlah yang kecil diserap oleh mulsa plastik, dan diteruskan mencapai

17 17 pemukaan tanah yang ditutupi mulsa plastik. Kemampuan mulsa plastik dalam memantulkan, menyerap dan melewatkan cahaya tersebut ditentukan oleh warna dan ketebalan mulsa plastik tersebut (Decouteau et al., 1988, 1989 ; Lamont, 1993). Cahaya yang dipantulkan permukaan mulsa plastik ke amosfir akan mempengaruhi bagian atas tanaman, sedangkan cahaya yang diteruskan ke bawah permukaan mulsa plastik akan mempengaruhi kondisi fisik, biologis dan kimiawi rizosfir yang ditutupi. Cahaya matahari yang diteruskan melewati permukaan mulsa terjebak di permukaan tanah yang ditutupinya dan membentuk efek rumah kaca dalam skala yang kecil (Tanner, 1974 ; Mahrer, 1979). Panas yang terjebak ini akan meningkatkan suhu permukaan tanah, memodifikasi keseimbangan air tanah, karbondioksida tanah, menekan pertumbuhan gulma, dan meningkatkan aktifitas mikroorganisme. Secara umum, peningkatan suhu permukaan tanah mungkin bukan merupakan yang menguntungkan bagi sayuran yang ditanam di daerah tropis, tetapi hal ini sangat menguntungkan bagi tanaman yang ditanam di daerah yang dingin dan beriklim sub-tropis. Namun demikian di daerah tropis, pengaruh mulsa plastik terhadap aktifitas mikroorganisme (sebagai akibat peningkatan suhu rizosfir) sangat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman melalui peningkatan konsentrasi karbon dioksida di zona pertanaman (Fahrurrozi et al., 2001) dan suplai beberapa hara makro (Hill et al., 1982). Efektifitas penggunaan mulsa plastik di daerah tropis juga diperoleh dari kemampuan fisik mulsa plastik melindungi tanah dari terpaan langsung butir hujan, mempertahankan kegemburan tanah-tanah di bawahnya, mencegah pencucian

18 18 hara, mencegah percikan butir tanah ke tanaman, mencegah penguapan air tanah, dan memperlambat pelepasan karbon dioksida tanah hasil respirasi aktivitas mikroorganisme. Mulsa plastik yang berwarna perak memiliki kemampuan memantulkan sekitar 33 persen cahaya matahari yang menerpa permukaannya (Fahrurrozi dan Stewart, 1994), tergantung jumlah zat pewarna yang digunakan dan ketebalan mulsa. Pantulan cahaya ini mampu mengurangi efek pemanasan rizosfir di bawah permukaan plastik, dan juga merupakan rentang cahaya yang disukai oleh serangga, sehingga serangga akan mengikuti arah pantulan dan meninggalkan pertanaman, akibatnya populasi serangga, misalkan aphids dan thrips, dapat berkurang di areal pertanaman yang diusahakan. Kemampuan menekan populasi serangga ini dan mencegah terjadinya pemanasan berlebihan merupakan salah satu alasan mengapa plastik bewarna perak digunakan dalam produksi tanaman sayuran. Fungsi lain dari mulsa hitam perak adalah agar pemanfaatan sinar matahari tidak hanya secara langsung terkena tanaman cabai, sehingga proses fotosintetsis dapat berlasung pada kedua sisi daun. Keuntungan lain dari adanya warna perak itu adalah sinar yang dipantulkan oleh mulsa dapat mengurangi perkembangan hama aphids dan tungau yang selalu bersarang pada tanaman cabai serta secara tidak langsung dapat menekan serangan penyakit virus (Fahrurrozi et al., 2001). Pada kondisi udara tenang, telah diketahui bahwa kutudaun akan lebih banyak terbang ke arah lokasi yang berwarna hijau seperti adanya pertanaman. Telah diketahui pula bahwa kutudaun mempunyai prevalensi terhadap warna dan

19 19 warna yang disukai maupun yang tidak disukai sangat tergantung dari spesies kutudaun. Dari spesies-spesies kutudaun yang sudah diteliti ternyata hampir semuanya menghindari pantulan cahaya perak (Blackman dan Eastop, 2000). Sifat repellent dari cahaya perak ini memberi peluang kepada kita untuk menggunakan mulsa plastik hitam perak sebagai pemantul cahaya yang bersifat repellent terhadap kutudaun.

20 20 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Tingkat produksi cabai di Indonesia masih sangat rendah, dengan rata-rata hasil 6,35 ton/ha, apabila dibandingkan dengan potensi produksi cabai yang dapat mencapai 10 ton/ha. Salah satu faktor penyebab rendahnya produksi cabai diakibatkan oleh penyakit mosaik. Kerugian atau penurunan hasil akibat adanya serangan dari virus mosaik ini berkisar antara 32% sampai dengan 75%. Virus yang berasosiasi dengan mosaik di antaranya CMV, TMV dan ChiVMV. Masingmasing virus memiliki karakter tertentu, dimana TMV yang ditularkan melalui benih dapat dikendalikan dengan DHT (dry heat treatment), untuk CMV dan ChiVMV pemanfaatan RNA satelit (Satellite RNA/SatRNA) atau CMV avirulen sebagai agen proteksi silang juga menjadi salah satu alternatif yang potensial untuk dikembangkan dalam pengendalian penyakit mosaik pada tanaman cabai. CMV dan ChiVMV diketahui sangat mudah ditularkan oleh kutudaun, maka menghindarkan tanaman cabai dari infestasi kutudaun yang membawa virus (viruliferous) dapat dilakukan dengan pemasangan mulsa yang bersifat menolak (repellent) kedatangan kutudaun, dan penanaman tanaman penghalang diharapkan agar kutudaun infektif tidak sampai membawa virus ke pertanaman cabai. Desain pengendalian dalam penelitian ini berdasarkan sifat dan prilaku kutudaun sebagai vektor yang menginduksi gejala mosaik pada tanaman cabai. Di samping itu, deteksi yang dilakukan guna menentukan penyebab gejala mosaik dilakukan melalui uji ELISA. Penelitian ini dilakukan pada lahan yang memiliki 20

21 21 sumber inokulum penyakit mosaik yang cukup tinggi, sehingga hasilnya akan mendekati kondisi pertanaman cabai yang dimiliki oleh petani. Secara skematis kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Produksi cabai rendah Faktor Pembatas Penyakit mosaik berasosiasi dengan TMV, CMV dan ChiVMV Pengendalian 1.CMV avirulent 2. Dry Heat 3. Pencegah vektor (mulsa plastik dan tanaman penghalang Uji Lapang Gambar 3.1 Kerangka berpikir dan konsep penelitian 3.2 Hipotesis Beberapa hipotesis yang diajukan dan akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Penggunaan tanaman penghalang mampu menurunkan persentase gejala mosaik pada pertanaman cabai. 2. Penggunaan mulsa plastik hitam perak mampu menurunkan persentase gejala mosaik pada pertanaman cabai.

22 22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Udayana Jalan Pulau Moyo Kecamatan Denpasar Selatan pada ketinggian tempat enam (6) meter di atas permukaan laut. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret 2010 Oktober Bahan dan Alat Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai rawit lokal yang sudah diberi perlakuan dry heat, benih jagung, mulsa plastik hitam perak, sekam, bambu, pupuk kandang dan pupuk NPK, Reagen untuk ELISA, Antiserum CMV, TMV, dan ChiVMV. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tray, gunting, cangkul, sabit, cawan Petri, pinset, kertas merang, timbangan, meteran, penggaris, selang, dan ember. 4.3 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (Latin Square) dibagi menjadi 3 kelompok dengan 3 perlakuan dan 3 kali ulangan dalam masing-masing petak atau perlakuan. Perlakuan terdiri dari : penanaman cabai menggunakan tanaman penghalang (Barier), penanaman cabai dengan menggunakan mulsa (Mulsa) dan tanpa tanaman penghalang dan mulsa (Kontrol). Jarak tanam yang digunakan 50 cm x 100 cm, dengan jumlah tanaman per petak 22

23 23 22 tanaman, sehingga jumlah tanaman seluruhnya adalah 198 tanaman. Tata letak petak percobaan diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi kaidah rancangan bujur sangkar latin. Penempatan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.1. Barier Mulsa Kontrol I Mulsa Kontrol Barier II Kontrol Barier Mulsa III Keterangan : I, II, III = Kelompok Ukuran petak : 200 X 600 cm Jarak tanam : 50 X 100 cm U S Gambar 4.1 Denah Penempatan Percobaan di Lapangan 4.4 Pelaksanaan Penelitian Pembenihan Pembuatan benih cabai rawit dilakukan dengan penyeleksian benih yaitu dengan cara merendam biji cabai rawit dalam air. Biji yang baik akan tenggelam sedangkan biji-biji yang keriput akan mengambang dan yang mengambang dibuang. Sebelum disemai, benih cabai rawit diperam dengan cara meletakkan benih di atas kertas merang lembab kemudian di tempatkan di germinator selama dua hari. Pemeraman ini bertujuan untuk mendapatkan benih-benih yang perkecambahannya seragam sebelum ditanam dalam persemaian.

24 Penanaman Benih di Pesemaian Selama pemeraman benih dilakukan penyiapan media pesemaian, berupa tanah yang sudah diayak halus dan ditempatkan pada tray. Tray dengan 128 lubang yang sudah berisi media ditanami benih-benih yang sudah berkecambah dalam pemeraman sebanyak 2-3 biji per lubang. Setelah penanaman selesai, ditaburi sekam padi untuk mengamankan benih dari gangguan fisik pada saat penyiraman. Benih yang sudah ditanam dipelihara secara intensif. Pemeliharaan tersebut meliputi penyiraman, penyiangan, penyulaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Pemeliharaan benih di pesemaian sejak semai sampai siap pindah ke lapangan memerlukan waktu kurang lebih 32 hari. Pemeliharaan benih dilakukan di rumah kaca yang kedap serangga Persiapan Lahan dan Penanaman Lahan diolah sebagaimana mestinya dan dibuat guludan dengan panjang 600 cm dan lebar sekitar 200 cm. Setiap lubang tanam diisi dengan pupuk kandang dengan dosis 5 kg dan pupuk NPK sebanyak 20 g per lubang sebagai pupuk dasar. Untuk perlakuan mulsa, guludan ditutup dengan mulsa plastik yang berwarna hitam perak dan dibuatkan lubang berdiameter 10 cm dengan jarak 50 cm x 100 cm sesuai dengan jarak tanam. Demikian juga untuk perlakuan tanaman penghalang dan kontrol, dilakukan pengolahan tanah yang sama.petak-petak perlakuan dibuat sedemikian rupa sehingga masing-masing memiliki 3 guludan. Tata letak petak percobaan diatur sedemikian rupa sehingga memenuhi kaidah rancangan acak latin.

25 25 Bibit cabai ditanam pada lubang-lubang yang sudah ditentukan sesuai dengan jarak tanamnya, dan dilakukan pemeliharaan tanaman yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Untuk perlakuan barier, tiga minggu sebelum bibit cabai ditanam, di sekeliling petak perlakuan ditanami dua baris tanaman jagung dengan jarak tanam rapat (20 cm) sebagai barier. Penanaman jagung sebagai barier untuk kedua kalinga dilakukan setelah jagung yang ditanam pertama mencapai umur 70 hari Pemeliharaan Tanaman di Lapangan Pemeliharaan tanaman di lapangan meliputi: penyiraman, penyulaman, penyiangan, dan pemupukan. Penyiraman tanaman dilakukan secara intensif pada pagi hari atau sore hari pada awal pertumbuhan. Setelah tanaman tumbuh kuat dan perakarannya dalam, pengairan berikutnya dilakukan dengan cara leb dan dilakukan setiap minggu. Penyulaman dilakukan untuk menggantikan tanaman yang mati, dan ini dilakukan sampai umur tanaman dua minggu di lapangan. Penyiangan dilakukan untuk mengendalikan gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman dan dilakukan tiap dua minggu sekali. Pemupukan dilakukan setelah umur tanaman mencapai satu bulan di lapangan dengan menggunakan pupuk NPK dengan dosis 20 g tiap tanaman, selanjutnya pemberian pupuk dilakukan setiap satu bulan sekali. 4.5 Pengamatan Pengamatan dilakukan setiap hari dengan mengamati perkembangan gejala mosaik yang terjadi pada semua individu tanaman pada setiap petak

26 26 percobaan. Konfirmasi infeksi virus pada tanaman yang bergejala mosaik dilakukan melalui uji ELISA. Data dari pengamatan-pengamatan selama pertumbuhan tanaman dikumpulkan dan data tersebut disusun dalam bentuk tabel. Beberapa variabel pertumbuhan dan hasil tanaman yang diamati dalam percobaan ini adalah : 1. Gejala penyakit Gejala yang diamati adalah gejala mosaik yang tampak pada tanaman cabai. Seperti daun belang hijau tua atau hijau muda, perubahan bentuk daun menjadi lengkung kriting atau memanjang. Pengamatan gejala dilakukan setiap minggu mulai minggu ke-3 setelah tanam dengan mencatat perkembangan gejala mosaik yang terjadi pada semua individu tanaman pada setiap petak percobaan. 2. Tinggi tanaman (cm) Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman tertinggi. Pengamatan mulai dilakukan ketika cabai sudah berumur 2 minggu setelah tanam dan diteruskan setiap minggu sampai tercapai hasil maksimum. 3. Jumlah cabang primer per tanaman (buah) Jumlah cabang primer per tanaman diperoleh dengan menghitung semua cabang yang tumbuh pada batang utama, yang sudah mempunyai panjang 2 cm dan dua pasang daun telah terbuka. Pengamatan dimulai pada minggu ketiga setelah penanaman di lapangan. Selanjutnya diamati setiap minggu sampai mencapai jumlah cabang maksimum.

27 27 4. Hasil buah per tanaman (g) Hasil panen adalah berat segar buah panen per tanaman (g). Berat segar buah panen didapat dengan menimbang buah yang baru dipanen per tanaman kemudian dihitung secara kumulatif berat segar dari setiap kali panen, selama tujuh kali penen. 4.6 ELISA. Konfirmasi infeksi virus pada tanaman yang bergejala mosaik dilakukan melalui uji ELISA sebagai berikut: Sebanyak 0,5 ul antiserum terhadap virus TMV, CMV atau ChiVMV (Agdia, USA) di campurkan ke dalam 100 ul coating buffer (0.1 g magnesium klorid, 0,2 g sodium azid, dan 97 ml dietanolamin dilarutkan dalam 1000 ml dengan ph akhir 9,8) dan dimasukkan ke plat mikrotiter sebanyak 100 ul tiap sumuran plat kemudian diinkubasikan pada suhu 37ºC selama 2 jam atau -4ºC semalam. Selanjutnya plat mikrotiter dicuci sebanyak 6 kali dengan bafer PBST 1X (8 g sodium klorid, 1,15 g sodium fosfat dibasic, 0,2 g potassium fosfat monobasic, dan 0,5 g tween-20 yang dilarutkan dalam 1 liter air dengan ph 7,4). Sebanyak 0,1 g jaringan daun cabai bergejala dilumatkan dengan mortar dalam 1 ml general extract buffer ( 1,3 g sodium sulfite, 20 g polyvinylpyrolidone, 0,2 g sodium azide, 2 g powdered egg (chiken) albumin, dan 20 g tween-20 yang dilarutkan ke dalam 1 l PBST 1X dengan ph 7,4. Cairan perasan (sap) yang dihasilkan diambil sebanyak 100 ul kemudian dimasukkan ke dalam sumuran plat mikrotiter dan kemudian diinkubasikan selama waktu seperti tahap sebelumnya. Selanjutnya plat mikrotiter dicuci lagi sebanyak 6 kali dengan PBST 1X. Setelah dicuci dengan bufer PBST 1X, pada sumuran yang sama diisi

28 ul enzim konjugat yang sudah diencerkan dengan ECI buffer (2 g bovine serum albumin, 20 g polyvinylpyrrolidone, dan 0,2 g sodium azide yang dilarutkan dalam 1 l PBST 1X dan ph 7,4) dan diinkubasi pada 37ºC selama 2 jam. Setelah pencucian, sumuran kemudian ditambah 100 ul larutan PNP (1 mg/ml p-nitrophenyl phosphate dalam 10% triethanolamine, ph 9,8) dan diinkubasi sampai muncul warna kuning (+ 30 menit). Nilai absorban diukur pada 405 nm dengan ELISA Reader. 4.7 Analisis Data Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan yang diberikan, maka data hasil pengamatan ditabulasikan sehingga diperoleh nilai rata-rata. Selanjutnya dilakukan analisis keragaman sesuai rancangan yang digunakan. Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji beda nilai rata-rata dengan uji BNT.

29 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gejala Penyakit Gejala yang diamati dengan adanya infeksi virus mosaik pada penelitian ini adalah dengan gejala mosaik yang tampak pada tanaman cabai. Seperti daun belang hijau tua atau hijau muda, perubahan bentuk daun menjadi lengkung kriting atau memanjang dan kerdil. Dari hasil penelitian ini didapatkan, terjadinya infeksi mosaik pada kontrol sebesar 60.6% menunjukkan bahwa tempat dimana penelitian ini dilakukan memiliki sumber inokulum mosaik yang cukup tinggi. (Tabel 5.1). Tabel. 5.1 Persentase tanaman bergejala mosaik Perlakuan Jumlah Tanaman Tanaman bergejala mosaik pengamatan minggu ke- (%) Konfirmasi dengan ELISA pada pengamatan minggu k ke-7 (%) CMV TMV Chi VMV Barier Mulsa Kontrol Gejala mosaik tertinggi didapatkan pada kontrol, dan setelah dikonfirmasi dengan ELISA hasilnya menunjukkkan positif terinfeksi virus mosaik. Kejadian ini berpengaruh nyata terhadap perkembangan tinggi tanaman, jumlah cabang dan hasil. 29

30 30 Persentase tanaman yang menunjukkan gejala mosaik pada perlakuan kontrol sudah mulai terlihat paling tinggi pada umur 3 minggu setelah tanam (mst), sampai dengan pengamatan 7 mst, yang kemudian diikuti oleh perlakuan barier dan perlakuan mulsa yang terendah. Demikian juga dengan konfirmasi uji ELISA menunjukkan bahwa pada perlakuan kontrol, infeksinya paling tinggi, kemudian diikuti oleh perlakuan barrier dan mulsa, baik terhadap infeksi CMV, TMV dan ChiVMV. Tingginya infeksi CMV pada perlakuan kontrol, disebabkan karena CMV mempunyai banyak jenis tanaman inang, yaitu lebih dari 800 spesies tanaman inang termasuk beberapa gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman inang utama (Palukaitis et al. 1992; Ong, 1995). Banyaknya jenis tanaman inang akan memudahkan virus ini untuk bertahan pada saat tanaman inang utama tidak ada di lapangan. Virus ini juga dengan mudah dapat ditularkan oleh berbagai spesies kutudaun termasuk diantaranya Aphis glycines, A. craccivora dan Myzus persicae yang banyak mengkoloni tanaman cabai (Palukaitis et al. 1992; Ong, 1995). Penularan CMV dilakukan secara non-persisten yaitu kutudaun dapat langsung menularkan virus ke tanaman sehat segera setelah makan akuisisi pada tanaman sakit sumber virus. Namum demikian, kutudaun akan hilang kemampuannya untuk menularkan virus setelah menginokulasi tanaman sehat (barier). Cara penularan non-persisten ini menjadi penyebab kegagalan pengendalian penyakit mosaik pada tanaman cabai melalui pemberantasan kutudaun dengan insektisida. Kutudaun infektif (membawa virus) yang mendatangi pertanaman cabai akan segera menularkan virus pada tanaman baru yang dihinggapinya, sehingga walaupun kutudaun tersebut mungkin mati akibat pestisida yang diaplikasikan

31 31 namun tanaman sudah terlanjur tertular virus. Pola penularan virus non-persisten akan hilang segera setelah ia probing pada tanaman yang dihinggapi (Matthews, 1992). Bagi kutudaun yang membawa virus, maka kemampuan untuk menularkan akan hilang setelah melakukan probing (Hull, 2002). Peristiwa ini dapat digunakan untuk melidungi tanaman cabai yang berukuran lebih pendek dengan mengitarinya dengan tanaman yang lebih tinggi, misalnya jagung. Kutudaun bersayap yang membawa virus, bila datang ke pertanaman cabai cenderung hinggap terlebih dahulu pada tanaman yang lebih tinggi (jagung yang mengitari tanaman cabai), lalu melakukan probing sehingga virus yang dibawanya habis tercuci, dan apabila kemudian kutudaun pidah ke tanaman cabai tidak akan menularkan virus. Kutudaun akan lebih banyak terbang ke arah lokasi yang berwarna hijau seperti adanya barier. Kutudaun mempunyai prevalensi terhadap warna dan warna yang disukai maupun yang tidak disukai sangat tergantung dari spesies kutudaun. Spesies-spesies kutudaun yang sudah diteliti ternyata hampir semuanya menghindari pantulan cahaya perak yang berasal dari mulsa plastik (Blackman dan Eastop, 2000). Sifat repellent dari cahaya perak ini memberi peluang untuk menggunakan mulsa plastik hitam perak sebagai pemantul cahaya yang bersifat repellent terhadap kutudaun (Fahrurrozi et al., 2001). Munculnya gejala penyakit sebagai interaksi antara patogen, inang dan lingkungan, yang sering dinyatakan dalam bentuk hubungan segi tiga, dimana untuk bisa terjadi dan berkembangnya penyakit secara optimal, makaharus terdapat kondisi seperti; tumbuhan inang yang rentan, patogen yang aktif, dan

32 32 kondisi lingkungan yang menguntungkan. Pengaruh keadaan lingkungan terhadap penyakit virus terutama adalah terhadap inang, mengingat virus tidak dapat mengadakan metabolisme sendiri sehingga tidak dapat dimodifikasikan. Sinar matahari dan suhu sering bersifat menentukan terhadap sifat dan beratnya gejala. Pada kondisi yang sangat ekstrem, gejala bahkan mungkin tidak nampak untuk sementara waktu, dan baru akan muncul kembali bila kondisinya sudah sesuai lagi. Unsur hara dan air adalah merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan juga, karena kebanyakan virus memerlukan metabolisme inang yang aktif untuk keperluan perbanyakannya (Bos, 1994). Adapun gejala mosaik yang dijumpai dalam penelitian ini adalah ; daun menguning, menggulung, belang, nekrotik, tanaman kerdil, sampai terjadinya perubahan bentuk (malformasi). Munculnya gejala penyakit virus pada tanaman inang disebabkan oleh adanya asam nukleat virus (RNA atau DNA) yang masuk kedalam jaringan tanaman. Walaupun demikian dalam jumlah asam nukleat virus yang cukup besar dalam tumbuhan belum tentu dapat memperlihatkan gejala. Konsentrasi virus yang tinggi pada tumbuhan bukan hanya memerlukan protein sebagai selubung yang disintesis oleh virus untuk kebutuhan sendiri, tetapi yang lebih penting adalah pengaruh secara tidak langsung terhadap metabolisme inang. Pengaruh tersebut mungkin terjadi melalui sintesis protein baru (asing) oleh tumbuhan yang disebabkan oleh virus (enzim, hormon, dan lain-lain) yang menyebabkan metabolisme inang menjadi terganggu (Bos, 1994). Gejala yang disebabkan oleh CMV, TMV dan ChiVMV. (Gambar 5.1.)

33 33 A B C D Gambar 5.1 Karakteristik tanaman cabai yang terinfeksi virus mosaik (A) tanaman sehat ; (B) gejala CMV : Bagian daun berwarna lebih hijau dari bagian lain sebagai akibat klorofil di sekitarnya telah mengalami klorosis ; (C) gejala ChiVMV : Daun belang, berwarna hijau gelap, paling keras pada tanaman yang paling muda, pertumbuhannya terhambat, dan memiliki garis hijau gelap pada batang dan cabang ; (D) gejala TMV : Daun-daun muda berubah menjadi warna belang kuning hijau, keriting serta berkerut, tanaman kerdil, buah belang dan berwarna kuning, nekrosis pada daun sampai bisa terjadi gugur daun.

34 Tinggi Tanaman Hasil analisis menunjukkan bahwa tinggi tanaman pada perlakuan mulsa berbeda nyata (P< 0,05) dengan perlakuan kontrol dan barier, berdasarkan uji BNT pada taraf 5%. Tabel 5.2. Tinggi tanaman maksimum tertinggi terdapat pada perlakuan mulsa yaitu 81.8 cm, yang diikuti oleh perlakuan barier yaitu cm, dan paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan kontrol yaitu 47.6 cm. Perkembangan tinggi tanaman akibat pengaruh perlakuan mulsa dan barier dapat dilihat pada Gambar Tinggi Tanaman (Cm) BARIER MULSA KONTROL 10 0 II III IV V VI VII VIII IX Waktu Pengamatan (Minggu) Gambar 5.2 Grafik perkembangan tinggi tanaman selama 9 minggu yang diberi perlakuan barier, mulsa dan kontrol Gejala yang muncul dari tanaman yang terinfeksi virus pada umumnya dapat menyebabkan terjadinya khlorosis yang dapat mengganggu sistem metabolisme dari tanaman itu sendiri. Hampir pada semua penyakit virus tanaman, virus tersebut terdapat pada seluruh bagian tanaman dan gejala yang

35 35 dihasilkan disebut gejala sistemik. Gejala sistemik yang dihasilkan oleh interaksi antara inang dengan virus tertentu sangat bervariasi dari ringan, lemah (mild) sampai kuat atau tajam (severe). Infeksi virus yang sudah menyebar secara sistemik pada jenis atau kultivar inang tertentu mengakibatkan gejala yang bervariasi, misalnya kerdil. Mosaik ditandai dengan terbentuknya pulau-pulau hijau yaitu bagian daun berwana lebih hijau dari bagian lain sebagai akibat klorofil disekitarnya mengalami klorosis. Perubahan morfologi juga terjadi karena malformasi, yaitu perubahan bentuk bagian tumbuhan. Epinasti yaitu terjadinya pertumbuhan anak daun yang kecil dan memanjang pada permukaan bawah tulang utama daun. Distorsi yaitu pengurangan ukuran bagian tumbuhan, gejala lain yaitu daun mengeriting, daun menggulung atau nekrosis yang meluas. Gejala yang sangat nyata dari tanaman yang terinfeksi virus biasanya muncul pada daun, tetapi beberapa jenis virus mungkin menyebabkan gejala yang lebih kuat pada batang, buah dan akar dengan atau tanpa gejala yang berkembang pada daun. Beberapa virus yang sudah berhasil menyebar secara sistemik dalam inang tertentu ada yang tidak memberikan gejala makroskopis. Banyak virus yang menginfeksi inang tertentu tanpa pernah menyebabkan gejala yang dapat dilihat, dan virus tersebut disebut virus laten dan inangnya disebut pembawa tanpa gejala. Tanaman yang menghasilkan gejala setelah infeksi oleh virus tertentu mungkin tetap tanpa gejala dibawah lingkungan tertentu, dan gejala yang demikian disebut gejala terselubung. Gejala berat yang muncul segera setelah inokulasi yang mungkin dapat menyebabkan kematian inang, namun jika inangnya dapat bertahan hidup pada permulaan fase serangan, maka gejala cenderung menjadi

36 36 lebih lemah pada bagian tanaman yang berkembang, kemudian yang mungkin dapat sembuh sebagian atau secara total dan keadaan ini akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman (Agrios, 1996). Tinggi tanaman sangat berkaitan dengan gejala yang muncul pada tanaman yang terinfeksi. Tanaman yang menunjukkan adanya gejala infeksi virus akan mengalami gangguan dalam sistem metabolismenya. Penurunan produksi hormon tumbuh yang dihasilkan tanaman yang disertai dengan penurunan jumlah khlorofil adalah merupakan pengaruh umum yang terjadi pada tanaman yang terinfeksi virus, hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan dalam pertumbuhan tanaman yang akan mempengaruhi tinggi tanaman (Agrios, 1996). Pada umumnya virus dapat menyebabkan terjadinya penurunan laju fotosintesis melalui penurunan jumlah khlorofil, meningkatkan respirasi, meningkatkan aktivitas enzim, menurunkan jumlah zat pengatur tumbuh yang dapat mempengaruhi sistem fungsional sel tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Bila kekacauan metabolik tersebut dapat ditolerir oleh tumbuhan maka tidak menyebabkan gejala, sedang yang lain mempunyai pengaruh buruk terhadap inang sehingga menimbulkan gejala (Agrios, 1996). 5.3 Jumlah Cabang Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah cabang tanaman cabai pada perlakuan mulsa berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan barier dan kontrol, namum perlakuan barier dan kontrol tidak berbeda nyata (P>0,05) berdasarkan uji BNT. (Tabel 5.2 ).

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai 4,35 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10

I. PENDAHULUAN. mencapai 4,35 ton/ha, sementara potensi produksi cabai dapat mencapai 10 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi cabai di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional sehingga pemerintah harus mengimpor cabai yang mencapai lebih dari 16.000 ton per tahun (DBPH,

Lebih terperinci

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Masalah yang sering dihadapi dan cukup meresahkan petani adalah adanya serangan hama

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Cendawan Endofit terhadap Gejala dan Titer ChiVMV pada Tanaman Cabai Tanaman cabai varietas TM88 yang terinfeksi ChiVMV menunjukkan gejala yang ringan yaitu hanya

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI DENGAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN

PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI DENGAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN LAPORAN TAHUNAN HIBAH BERSAING TAHUN ANGGARAN 2015 PENGENDALIAN PENYAKIT VIRUS PADA TANAMAN CABAI DENGAN TEKNIK RAMAH LINGKUNGAN Tahun ke 2 dari rencana 3 tahun KETUA : Dr. Ir. I Dewa Nyoman Nyana, MSi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI. EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens)

LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI. EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan Kode/Nama Bidang Ilmu: 154 LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A.

III. METODE PENELITIAN A. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Uji serologi ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) dilakukan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian serta pembacaan nilai absorban

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Lahan pertanian milik masyarakat Jl. Swadaya. Desa Sidodadi, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran, dari bulan Oktober 2011 sampai dengan April 2012. 3.2

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Survei dan Identifikasi Virus yang Menginfeksi Mentimun Pengambilan Sampel 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan sejak Februari 2011 sampai Agustus 2011. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Institut Pertanian Bogor di Cikabayan, Dramaga dan Laboratorium

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012.

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. 3.2 Bahan dan alat Bahan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT Oleh: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Tanaman cabai (Capsicum annum) dalam klasifikasi tumbuhan termasuk ke dalam family Solanaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Tengah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra pertanian khususnya tanaman hortikultura seperti buah-buahan, cabai, tomat, kacang panjang,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Labolatorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan tanaman yang rentan terhadap hama seperti hama thrips

I. PENDAHULUAN. Cabai merupakan tanaman yang rentan terhadap hama seperti hama thrips Pengaruh Pemberian Mulsa Plastik Hitam Perak Dalam Produksi Tanaman Cabai (Capsicum sp) (Leni, Seminar Program Studi Hortikultura Semester V, Politeknik Negeri Lampung. 4 November 2012) I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.) Menurut Cronquist (1981), klasifikasi tanaman cabai rawit adalah sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Famili ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Hepuhulawa, Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, terhitung sejak bulan

Lebih terperinci

Produksi Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Bebas TMV(Tobacco mosaic virus) Melalui Dry Heat Treatment

Produksi Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Bebas TMV(Tobacco mosaic virus) Melalui Dry Heat Treatment AGROTROP, 2 (1): 77-84 (2012) ISSN: 2088-155X C Fakultas Pertanian Universitas Udayana Denpasar Bali - Indonesia Produksi Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Bebas TMV(Tobacco mosaic virus) Melalui

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU

TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU TUGAS TERSTRUKTUR PENGELOLAAN ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN TERPADU PROSES INFEKSI DAN GEJALA SERANGAN TOBACCO MOZAIC VIRUS PADA TANAMAN TEMBAKAU Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang

I. PENDAHULUAN. Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Radish (Raphanus sativus L) merupakan salah satu tanaman perdu semusim yang berumbi. Dibandingkan dengan sayuran berumbi yang lain, misalnya wortel (Daucus

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan dilaksanakan dari bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU

BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU BEGINILAH BEGOMOVIRUS, PENYAKIT BARU PADA TEMBAKAU Annisrien Nadiah, SP POPT Ahli Pertama annisriennadiah@gmail.com Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya Setiap tahun, produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang sangat banyak dibudidayakan, baik di Indonesia maupun di dunia. Ada berbagai jenis tanaman tomat yang

Lebih terperinci

Pengaruh Dry Heat Treatment dengan Penundaan Waktu Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.

Pengaruh Dry Heat Treatment dengan Penundaan Waktu Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L. Pengaruh Dry Heat Treatment dengan Penundaan Waktu Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Rawit (Capsicum Frutescens L.) I KADE DARMAWAN I DEWA NYOMAN NYANA*) I KETUT SIADI Program Studi Agroekoteknologi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik

PEMBAHASAN. Budidaya Bayam Secara Hidroponik 38 PEMBAHASAN Budidaya Bayam Secara Hidroponik Budidaya bayam secara hidroponik yang dilakukan Kebun Parung dibedakan menjadi dua tahap, yaitu penyemaian dan pembesaran bayam. Sistem hidroponik yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Mentimun Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam : Divisi :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada 5 o 22 10 LS dan 105 o 14 38 BT dengan ketinggian

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto, Kasihan, Bantul dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rumputan/graminae yang mempunyai batang tunggal, meski terdapat kemungkinan

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan September 2012 sampai bulan Januari 2013. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

Agro inovasi. Kiat Sukses Berinovasi Cabai

Agro inovasi. Kiat Sukses Berinovasi Cabai Agro inovasi Kiat Sukses Berinovasi Cabai 2 AgroinovasI Kiat Sukses Berinovasi Cabai Cabai merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai nilai ekonomis cukup penting. Salah satu faktor yang

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, Jalan H.R. Soebrantas No.

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai 77 PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai Varietas cabai yang tahan terhadap infeksi Begomovirus, penyebab penyakit daun keriting kuning, merupakan komponen utama yang diandalkan dalam upaya pengendalian

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI. EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens)

LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI. EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens) Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan Kode/Nama Bidang Ilmu: 154 LAPORAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI Tahun ke 1 dari rencana 1 tahun EFEKTIVITAS PERLAKUAN DRY HEAT DAN UMUR BIBIT TERHADAP HASIL TANAMAN CABAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan petani dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR 16 III. TATA LAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas Akhir Kegiatan Tugas Akhir dilaksanakan di Banaran RT 4 RW 10, Kelurahan Wonoboyo, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. B. Waktu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi Benih cabai hibrida sebenarnya dapat saja disemaikan dengan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dikebun percobaan Politeknik Negeri Lampung, Bandar lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

BAB III TATA PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas akhir Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan pada lahan yang bertempat pada Di Dusun

BAB III TATA PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas akhir Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan pada lahan yang bertempat pada Di Dusun 16 BAB III TATA PELAKSANAAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Tugas akhir Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan pada lahan yang bertempat pada Di Dusun Kwojo Wetan Rt 15 Rw 3 Desa Jembungan Kecamatan Banyudono

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan, diantaranya tanaman buah, tanaman hias dan tanaman sayur-sayuran. Keadaan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober 2012 dilaksanakan di Kebun Kelompok Wanita Tani Ilomata Desa Huntu

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu Tanaman, dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Oktober 2014 di III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 - Oktober 2014 di Laboratorium Hama Tumbuhan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian III. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Kota Bandar Lampung pada bulan Mei hingga Juni 2012. 3.2

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September - November 2016 di Kebun

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September - November 2016 di Kebun 12 BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan pada bulan September - November 2016 di Kebun Percobaan Margahayu, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang, yang terletak di Jl.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... xi

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3

Lebih terperinci

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR

III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR 20 III. TATA LAKSANA KEGIATAN TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir (TA) dilaksanakan di Dusun Kenteng Rt 08 Rw 02, Desa Sumberejo, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan Percut

III. METODE PENELITIAN. Medan Area yang berlokasi di jalan kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan Percut III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan kolam No.1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr

PERSEMAIAN CABAI. Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai. Djoko Sumianto, SP, M.Agr PERSEMAIAN CABAI Disampaikan Pada Diklat Teknis Budidaya Tanaman Cabai Djoko Sumianto, SP, M.Agr BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN (BBPP) KETINDAN 2017 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)/ Kompetensi Dasar :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi,

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Penelitian, lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci