TOKSIKOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) PADA PEMBERIAN PARASETAMOL HEIRMAYANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TOKSIKOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) PADA PEMBERIAN PARASETAMOL HEIRMAYANI"

Transkripsi

1 TOKSIKOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) PADA PEMBERIAN PARASETAMOL HEIRMAYANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 ABSTRAK HEIRMAYANI. Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada Pemberian Parasetamol. Dibimbing oleh DEWI RATIH AGUNGPRIYONO dan SRI ESTUNINGSIH. Parasetamol adalah obat yang digunakan secara meluas di masyarakat. Digolongkan obat yang berlabel bebas terbatas, bisa dibeli secara bebas. Penggunaannya kadang menyalahi aturan pakai yang tertera pada pembungkus obat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek parasetamol dosis normal optimum selama 6 minggu pada organ hati mencit. Hasil yang diperoleh diharapkan dapat melengkapi informasi dasar tentang toksikopatologi hati akibat obat-obatan kimiawi. Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit yang diberi 500 mg/ 50 kgbb parasetamol intragastric. Parameter histopatologi hati yang dipakai adalah dengan menghitung persentase sel yang mengalami degenerasi dan yang mengalami nekrosa pada kelompok yang diberi parasetamol. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis sidik ragam acak lengkap (ANOVA) dilanjutkan dengan uji Tukey (α = 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejalan dengan pertambahan waktu, pemberian parasetamol dosis normal optimum menyebabkan terjadinya peningkatan lesio kematian hepatosit berupa nekrosa sementara lesio degeneratifnya menurun. Kata kunci : Parasetamol, hepatotoksikopatologi, toksikopatologi hati ABSTRACT HEIRMAYANI. Toxicopathology of mice liver (Mus musculus) received paracetamol. Under the direction of DEWI RATIH AGUNGPRIYONO and SRI ESTUNINGSIH. Paracetamol is drugs that common used widely by many people. Paracetamol classify as limited free labling drugs so that everybody can it without prescription. Many people use this drug sometimes were not follow the direction written on the label. The aim of this research was to study the effect of normal optimum dose of paracetamol for 6 weeks application within mice liver. Thirty six mice were used in this research and given 500 mg/ 50kgBW of paracetamol intragastrically. Histopathology parameters that used to evaluate the hepatocytes lesion is to count the percentage of lesion degeneration and necrosis exist. The data then were analysed statistically using Analysis of Variance (ANOVA), continued by Tukey test (α = 0,05). The result showed, as the time of paracetamol application increase, there were also increase of necrosis hepatocytes percentage while the percentage of degeneration hepatocytes were decreased. Key words : Paracetamol, hepatotoxicopathology, liver toxicopathology

3 TOKSIKOPATOLOGI HATI MENCIT (Mus musculus) PADA PEMBERIAN PARASETAMOL HEIRMAYANI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

4 Judul Skripsi Nama NRP : Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada Pemberian Parasetamol : Heirmayani : B Disetujui Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD. Dr. Drh. Sri Estuningsih, MSi. NIP NIP Diketahui Wakil Dekan FKH IPB Dr. Drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS. NIP Tanggal Lulus: 20 September 2007

5 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai bulan Juli 2007 ini adalah Toksikopatologi Hati Mencit (Mus musculus) Pada Pemberian Parasetamol. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Drh. Dewi Ratih Agungpriyono, PhD dan Ibu Dr. Drh. Sri Estuningsih, MSi selaku pembimbing, Bapak Drh. Hernomoadi Huminto, MVS selaku dosen penguji serta Bapak Dr. Drh. Eko Sugeng Pribadi, MS yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu Dosen beserta staf di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih tak terhingga dan penuh hormat penulis ucapkan kepada Bapak Enceng Suherman dan Mama Nuryani tercinta yang selalu mengasuh, mendidik dan membimbing dengan penuh kasih sayang serta senantiasa mendo akan dan memberikan dorongan penuh baik moril maupun materil sampai saat ini. Keluarga di Jakarta (Ndhe, Aa, De ira, Nenek, Engki, Om, Ante dan semua sepupuku), terima kasih telah memberikan semangat, perhatian dan warna dalam senyum cerianya. Achmad Isfar Shaffan Adlim dan Erly Pratita, terima kasih atas kesabaran dan pengertian yang diberikan selama ini serta pelajaran tentang hidup dan kedewasaan. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan Au, Ika, Reny, Bayu atas bantuannya selama ini serta seluruh teman-teman angkatan 40, kosan Zulfa dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Juli 2007 Heirmayani

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari 1986 sebagai anak pertama dari empat bersaudara, anak dari pasangan Enceng Suherman dan Nuryani. Tahun 2003 penulis lulus SMU Negeri 49 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (2004/2005), Himpunan Minat Profesi Satwa Liar (2004/2005), Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas (2005/2006) serta Forum Ilmiah Mahasiswa (2005/2006). Praktik lapangan yang pernah diikuti penulis diantaranya di Taman Burung TMII dan Ragunan.

7 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vii viii i x PENDAHULUAN... 1 TINJAUAN PUSTAKA Hati... 3 Karakteristik dan data biologis mencit... 8 Parasetamol (asetaminofen) BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat penelitian Alat dan bahan Metode penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 35

8 DAFTAR TABEL Halaman 1. Derajat Keparahan Lesio Hepatosit Mencit Pada Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum Dalam Waktu 6 Minggu Derajat Keparahan Perubahan Hepatosit Mencit Pada Vena Porta (VP) Dan Vena Sentralis (VS) Akibat Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum Pengaruh Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum Terhadap Jumlah Sel Radang Pada Vena Porta (VP) Dan Vena Sentralis (VS)... 29

9 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Bagan Struktur Kimia Parasetamol Bagan Struktur Aminobenzena Senyawa Parasetamol Bagan Metabolisme Parasetamol Perbandingan Perubahan Persentase Lesio Hepatosit Kelompok Kontrol (K) dan Perlakuan (P) Pengaruh Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum Terhadap Perubahan Hepatosit Mencit Pada Vena Porta (VP) Dan Vena Sentralis (VS) Gambaran Histopatologi Jaringan Hati Kelompok Kontrol Gambaran Histopatologi Jaringan Hati Kelompok Perlakuan Perubahan Pada Bagian Interstitium Hati Berupa Kongesti Infiltrasi Dan Akumulasi Sel Radang Perivaskuler Vena Sentralis Perbandingan Jumlah Sel Radang Pada Vena Porta Dan Vena Sentralis Akibat Pemberian Parasetamol Dosis Normal Optimum... 29

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Bagan Pembuatan Sediaan Histopatologi Bagan Pewarnaan Haematoksilin Eosin Hasil Analisis Statistik... 39

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan pola konsumsi masyarakat telah menyebabkan munculnya berbagai penyakit. Studi menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah yang terlalu banyak mengkonsumsi protein, lemak, gula dan garam misalnya, ternyata lebih banyak ditemukan penderita penyakit-penyakit degeneratif seperti arteriosklerosis dan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan organ pencernaan (hati, pankreas dan gastrointestinal) dibandingkan masyarakat di wilayah yang banyak mengkonsumsi karbohidrat, serat dan vitamin (Ruswandi 2005). Salah satu fungsi hati yang penting ialah melindungi tubuh terhadap terjadinya penumpukan zat berbahaya yang masuk dari luar, misalnya obat. Banyak diantara obat yang bersifat larut dalam lemak dan tidak mudah diekskresikan oleh ginjal. Untuk itu maka sistem enzim pada mikrosom hati akan melakukan biotransformasi sedemikian rupa sehingga metabolit yang terbentuk menjadi lebih mudah larut dalam air dan dapat dikeluarkan melalui urin atau empedu. Dengan faal tersebut, tidak mengherankan bila hati mempunyai kemungkinan yang cukup besar untuk dirusak oleh obat. Hepatitis karena obat (HKO) pada umumnya tidak menimbulkan kerusakan permanen, tetapi kadangkadang dapat berlangsung lama dan fatal (Dalimartha 2005). Di Indonesia, obat-obatan yang mengandung parasetamol dosis tinggi telah bebas dijual dan beredar di masyarakat seperti Panadol dan Mixagrip. Banyak masyarakat yang menggunakan parasetamol sebagai obat sakit kepala. Konsumsi obat (parasetamol) dosis berlebih merupakan salah satu penyebab rusaknya membran sel hati. Nekrosis hati terjadi karena interaksi radikal bebas hasil metabolisme obat dan metabolisme tubuh dengan biomolekul penyusun membran sel hati. Interaksi radikal bebas ini menyebabkan perubahan dan merusak membran sel (Anonimus 2006). Menurut Clark, penggunaan obat yang mengandung parasetamol berlebihan dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel hati (Sutanto 1996). Kerusakan sel hati yang diakibatkan parasetamol menyerupai kerusakan yang ditimbulkan akibat infeksi virus hepatitis pada organ hati yaitu sirosis hati.

12 2 Kerusakan sel hati menyebabkan meningkatnya lipid peroksida darah karena lipid peroksida tubuh tidak dapat lagi didetoksifikasi dalam hati. Jumlah radikal bebas yang melebihi ketersediaan senyawa-senyawa penetralisir dalam hati memungkinkan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan membran sel hati. Hal ini mendasari dugaan mengenai kemampuan parasetamol sebagai hepatotoksikan. Kerusakan hati yang disebabkan oleh parasetamol pada penelitian ini, diketahui dengan cara menghitung persentase sel yang mengalami degenerasi dan nekrosa sehingga pengaruh pemberian parasetamol dosis normal optimum terhadap gambaran histopatologi hati mencit (Mus musculus) dapat dianalisa. Kerusakan hati jika terjadi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pemberian parasetamol dosis normal optimum terhadap gambaran histopatologi hati mencit (Mus musculus). Hipotesa H 0 H 1 : Parasetamol dapat menyebabkan kerusakan hati. : Parasetamol tidak dapat menyebabkan kerusakan hati. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai kerusakan hati yang ditimbulkan pada pemakaian parasetamol dosis normal optimum.

13 TINJAUAN PUSTAKA Hati Anatomi dan Histologi Hati Salah satu organ yang sering menderita karena adanya zat-zat toksik adalah hati. Hati merupakan organ tubuh yang besar, kompleks dan terdapat di dalam rongga perut kanan atas, tepat di bawah diafragma kanan dan dilindungi tulang iga kanan bawah serta diselubungi oleh peritoneum. Organ ini berwarna coklat tua dan berbobot antara gram atau 2.5% dari bobot total orang dewasa. Hati terbagi menjadi dua bagian dan bagian kanan besarnya enam kali bagian kirinya (Ganong 2003). Hati terdiri dari beberapa lobus, tergantung pada spesiesnya. Pada mencit terdapat empat lobus (lobus medial, lobus lateral kiri, lobus lateral kanan dan lobus kaudal (Harada et al. 1999). Di dalamnya mengalir darah yang melewati sel-sel hati melalui sinusoid dari cabang vena porta hepatika ke dalam vena sentralis tiap lobulus (Ganong 2003). Setiap lobulus hati terdiri dari berbagai komponen, yaitu sel-sel parenkim hati (hepatosit), vena sentralis, sinusoid, cabang-cabang vena porta, cabang-cabang arteri hepatika, sel Kupffer dan kanalikuli biliaris (Handoko 2003). Vena porta, arteri hepatika dan saluran empedu akan bergabung dalam satu daerah vena porta (segitiga Kiernaan). Empedu akan disalurkan dari hati ke duodenum melalui saluran empedu intrahepatik dan ekstrahepatik (Guyton 1997). Di dalam hati juga ditemukan banyak sel-sel RES (Reticulo Endothelial System), yakni sel-sel Kupffer yang terdapat dalam dinding-dinding kapiler dan sinusoid-sinusoid hati, berfungsi untuk membersihkan benda-benda asing dari darah (fagositik) (Ganong 2003). Sel hati (hepatosit) berbentuk polyhedral, berdiameter mikron pada hewan dewasa, sedangkan pada hewan muda sekitar 2-7 mikron. Inti bulat ditengah-tengah dan kadang-kadang tampak lebih dari satu inti akibat pembelahan sitoplasma yang tidak sempurna (Hartono 1992). Hepatosit tersusun radial di sekeliling vena sentralis. Di antara sederetan hepatosit terdapat suatu saluran sinusoid yang menuju vena sentralis. Saluran ini merupakan sistem sinusoidal, yang membawa darah dari pembuluh portal menuju vena sentralis dan pembuluh

14 4 empedu. Lobus hati secara histologis dibungkus oleh kapsula. Kapsula lobus hati terdiri dari kapsula fibrosa dan kapsula serosa. Asinus hepatik dibagi lagi menjadi tiga zona: periportal, midzonal dan sentrolobular. Hepatosit pada zona periportal menerima darah kaya oksigen dan nutrisi karena berdekatan dengan pembuluh afferent sedangkan sel di sekitar zona sentrolobular terletak di distal, dekat mikrosirkulasi penerima darah yang mengandung gas dan metabolit. Hal ini yang menyebabkan zona sentrolobular tingkat sensitifitasnya lebih tinggi. Midzonal merupakan zona transisi dari kedua zona lain (Harada et al. 1999). Fisiologi Hati Fungsi hati adalah mendetoksifikasi produk buangan metabolisme, merusak sel darah merah tua, sintesis dan sekresi lipoprotein plasma serta mempunyai fungsi metabolisme (sintesis glikogen, glukoneogenesis, menyimpan glikogen, beberapa vitamin dan lipid) (Burkitt et al. 1995). Fungsi detoksifikasi sangat berhubungan erat dengan fungsi ekskresi, karena hati mempunyai kemampuan untuk mengekskresikan berbagai macam substansia sederhana, seperti logam berat yang tidak diubah lewat empedu (Kelly 1993). Hati juga mempunyai fungsi dalam mengatur kadar glukosa dalam darah. Makanan berupa glukosa akan diabsorbsi di usus, kemudian diteruskan ke hati melalui vena portal. Sebagian dari glikogen yang disimpan akan dipecah dalam hati menjadi glukosa. Dalam keadaan normal kadar glikogen dalam hati cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Jika terjadi gangguan hati, dapat menyebabkan terjadinya hiperglikemia atau hipoglikemia (Ganiswara 1995). Aliran darah masuk ke hati melalui dua sumber. Bagian terbesar darah masuk melalui vena porta sedangkan aliran darah yang lain melalui arteri hepatika Darah balik seluruhnya dialirkan keluar hati melalui vena hepatika yang masuk ke dalam vena cava caudalis. Keistimewaan hati ialah karena sirkulasinya berlainan dari alat tubuh lain. Darah yang mengalir didalamnya terdiri dari 2/3 darah balik dan 1/3 darah nadi (Ressang 1984). Vena porta dan arteri hepatika merupakan pembuluh darah dari usus yang membawa nutrisi dan zat-zat lain yang diserap oleh usus. Nutrisi yang sampai di hati melalui aliran darah portal diolah dan keluar sebagai bahan baru dalam aliran darah (Hartono 1992). Selain nutrisi, turut

15 5 masuk berbagai bakteri, darah merah yang sudah tua dan toksin yang harus diolah, dihancurkan atau mungkin juga disimpan. Sebanyak 75-80% darah pada organ hati berasal dari vena porta sedangkan dari arteri hepatika mengalir sekitar 20-25% darah yang kaya oksigen (Lu 1995). Toksikopatologi Hati Hati merupakan organ sekresi terbesar dan mungkin merupakan kelenjar pertahanan yang terpenting dalam tubuh. Sel hati dapat rusak hingga lebih dari 80% tanpa menyebabkan gejala klinis yang berat dan dapat sembuh kembali secara sempurna. Kerusakan pada hati dapat terjadi oleh beberapa faktor yaitu onset pemaparan yang terlalu lama atau terlalu singkat, durasi pemaparan, dosis dan sel inang yang rentan (Jubb 1993). Kerusakan yang terjadi pada sel hati dapat bersifat sementara dan tetap. Sel akan mengalami perubahan untuk beradaptasi mempertahankan hidup pada kerusakan yang bersifat sementara. Perubahan ini biasa disebut degenerasi. Degenerasi terjadi karena adanya gangguan biokimiawi yang disebabkan oleh iskemia, anemia, metabolisme abnormal dan zat kimia yang bersifat toksik. Hal ini menyebabkan membran sel normal akan mengalami kerusakan sehingga keseimbangan pengeluaran K + dan pemasukan ion Na +, Ca + dan air akan terganggu. Kerusakan membran sel menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah air ke dalam sel, sehingga menyebabkan sitoplasma menjadi bengkak dan dipenuhi butiran-butiran air. Apabila kerusakan membran sel terus berlangsung, maka sitoplasma sel akan berisi cairan yang membentuk vakuolavakuola, sehingga sitoplasma terlihat lebih pucat, keadaan ini dinamakan degenerasi hidropis (Cheville 1999). Pada degenerasi lemak terjadi penumpukan lemak di lobuli hati yang sering terlihat pada akhir masa kebuntingan karena kekurangan oksigen dan adanya bahan toksik dan lain-lain. Hal ini terjadi karena adanya gangguan keseimbangan antara trigliserida misel dan lemak globular. Ketidakseimbangan lemak terjadi karena pengangkutan lemak ke hati meningkat, sintesis lemak di hati meningkat dan penggunaan lemak dalam sel hati yang berkurang sehingga jumlah lemak dalam sel hati meningkat (Donatus 2001). Lemak yang terserap usus halus

16 6 diangkut melalui plasma ke dalam hati dalam bentuk chylomicron (butir lemak yang sangat halus) yang sebagian besar terdiri dari trigliserida, tetapi mengandung juga sedikit protein dan fosfolipid. Di dalam hati, trigliserida di hidrolisa menjadi asam lemak dan gliserol. Protein yang dibentuk oleh retikulum endoplasma mengadakan ikatan dengan trigliserida untuk membentuk lipoprotein yang dikeluarkan ke dalam plasma. Adanya zat toksik dapat mengganggu produksi protein sehingga lipoprotein tidak terbentuk. Hal inilah yang menyebabkan lemak tidak bisa disekresikan sehingga menjadi terakumulasi dalam sel hati. Pada hati secara histopatologis degenerasi lemak tampak seperti bulatan di dalam sitoplasma yang mirip vakuol, berbentuk bundar dan kosong. Selain degenerasi lemak, sel juga sering mengalami akumulasi terutama akumulasi protein di dalam sitoplasmanya (Carlton dan McGavin 1995). Kerusakan sel secara terus-menerus akan mencapai suatu titik sehingga terjadi kematian sel. Mekanisme kematian sel terjadi melalui dua proses: yaitu apoptosis dan nekrosa. Pada apoptosis terjadi kematian sel yang terprogram yang dipicu oleh fragmentasi DNA dan biasanya terjadi pada satu atau sekelompok sel saja. Lain halnya dengan nekrosa, kematian sel bersifat menyeluruh. Pada nekrosa biasanya ditemukan sel radang dan sitoplasma sel akan terlihat asidofilik. Nekrosa ini ada yang bersifat lokal dan ada yang bersifat difus (Lu 1995). Hati dapat mengalami nekrosa yang disebabkan oleh dua hal yaitu 1). Toksopatik, disebabkan oleh pengaruh langsung agen yang bersifat toksik, 2). Trofopatik, akibat kekurangan oksigen, zat-zat makanan dan sebagainya (Ressang 1984). Degenerasi hidropis, degenerasi lemak dan nekrosa merupakan stadium permulaan dari proses kelainan dalam hati yang kemudian menjurus kearah suatu proses peradangan (Harold 1971). Peradangan di dalam hati dapat terjadi secara infeksius maupun non infeksius. Peradangan secara non infeksius secara umum disebabkan oleh toksin. Hepatitis non infeksius atau toksik dapat terjadi secara akut maupun kronis. Secara mikroskopis sifat nekrosis disini adalah koagulatif yang ditandai dengan piknosis dan sitoplasma yang asidofilik yang dilanjutkan dengan penguraian dan menghilangnya komponen-komponen sel. Menurut lokasi dari perubahan-perubahannya nekrosa dalam hati bisa berbentuk (Nabib 1987) :

17 7 1. Nekrosa yang difus, dimana perubahan-perubahan meliputi bagian yang luas tanpa batas-batas lobuler yang jelas. 2. Sarang-sarang nekrosis (fokal), dimana terdapat sarang-sarang nekrosis kecil dalam ukuran sublobular di sana-sini dalam lobuli. Hal ini khas pada infeksi yang tersebar dan sering terlihat pada hewan-hewan percobaan. 3. Nekrosa perifer, dalam hal ini terdapat nekrosis pada daerah tepi dari lobuli. Hal ini tidak begitu sering terjadi, hanya bila toksin-toksin keras tiba dalam lobuli melalui aliran darah tanpa menimbulkan gangguan sirkulasi dan pemberian oksigen pada sel-sel. Sel-sel dibagian perifer inilah yang terkena pengaruh racun dan menderita kerusakan terlebih dahulu. 4. Nekrosis bagian pertengahan lobuli (midzone), nekrosis terjadi di daerah pertengahan antara bagian perifer lobuli dengan vena sentralis. Bentuk ini jarang terjadi pada hewan. 5. Nekrosa sentrolobular, dalam hal ini kerusakan terutama terjadi di sekitar vena sentralis karena pengaruh toksin dalam aliran darah dan stagnasi dari aliran darah dengan gejala-gejala anoxianya. Bentuk ini yang biasanya terlihat pada hepatitis toksik akut. Gambaran mikroskopis umum dari hepatitis toksik akut ialah suatu nekrosa sentrolobular dengan lenyapnya sebagian besar sel-sel yang terletak di sekitar vena sentralis dan tempatnya diambil alih oleh darah. Sel-sel yang terletak lebih perifer mengalami degenerasi lemak dan lebih perifer lagi degenerasi hidropis. Bila keadaan berjalan beberapa hari, terdapat infiltrasi sel-sel limfosit ke dalam tenunan ikat periportal (Harold 1971). Makroskopis hati yang menderita hepatitis toksik akut memperlihatkan gambaran seperti umumnya pada perubahan degenerasi hidropis, degenerasi lemak dan nekrosis. Umumnya hati bengkak, pucat, belang sedangkan gambaran lobular terlihat jelas. Ukuran besar dari hati cenderung untuk mengecil karena sejumlah sel-sel parenkhimnya menghilang akibat nekrosis, tetapi pembendungan oleh darah dan penimbunan lemak cenderung memperbesar volumenya, sehingga secara positif tidak bisa memberikan gambaran mengenai besarnya hati yang menderita hepatitis toksik akut, meskipun pada kasus-kasus yang parah, hati umumnya lebih kecil dari normal (Ressang 1984).

18 8 Penyebab hepatitis toksik akut adalah berbagai macam toksin, sebagian besar diantaranya masih belum diketahui. Bahan toksik tersebut dapat dibagi menjadi 3 golongan (Nabib 1987) : 1. Racun-racun kimia, termasuk didalamnya antara lain tetrachloroethylene dan carbontetrachloride yang keduanya digunakan sebagai obat antihelmintik. Efek toksik dari kedua racun tersebut diantaranya menyebabkan sel-sel parenkim hati mengalami nekrosa sentrolobular yang dapat berakibat pada terbentuknya tumor dan kanker hati. Oleh karena efek toksiknya yang berbahaya maka sekarang kedua racun tersebut jarang digunakan. 2. Racun tanaman, diantaranya yang terdapat pada leguminosa pohon yang diduga memiliki efek imunomodulator. 3. Racun metabolik, termasuk didalamnya bentuk-bentuk gastroenteritis tertentu diduga dapat menimbulkan efek hepatotoksik. Tingginya kadar lipid peroksida dapat menjadi indikasi awal rusaknya sel hati. Peningkatan kadar lipid peroksida lebih jauh akan menyebabkan akumulasi trigliserida pada sel hati dan kemudian menyebabkan terjadinya nekrosis hati. Oleh karena itu, kadar lipid peroksida dapat digunakan sebagai parameter kerusakan awal hati (Ruswandi 2005). Kerusakan sel hati membuat proses pencernaan dan metabolisme terganggu. Lancarnya proses pencernaan sangat membantu proses penyembuhan penyakit, sebab tubuh mendapat asupan protein yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Bahkan dengan membaiknya metabolisme sangat membantu hati meregenerasi sel-sel hati yang rusak akibat hepatitis (Budi dan Paimin 2005). Karakteristik dan Data Biologis Mencit Mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan Hewan percobaan atau yang sering disebut sebagai hewan laboratorium adalah semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biologi dan kedokteran (Sulaksono et al. 1986). Hewan sebagai model atau sarana percobaan haruslah memenuhi persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetik atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor

19 9 ekonomi, mudah tidaknya diperoleh dan mampu memberikan reaksi biologis. Hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian dan pengamatan laboratorik. Mencit merupakan salah satu hewan laboratorium atau hewan percobaan. Hewan ini merupakan hewan percobaan kecil yang tersebar di seluruh dunia dan dapat ditemukan pada tempat tinggal manusia seperti di rumah dan gedung (Mangkoewidjojo dan Smith 1998). Mencit adalah hewan pengerat (rodentia) yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak dan variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Sistem taksonomi mencit (Ballenger 1999): Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Ordo : Rodensia Genus : Mus Spesies : Mus musculus Data biologis mencit Lama hidup Lama produksi ekonomis Lama kebuntingan Kawin sesudah beranak Umur disapih Umur dewasa Umur dikawinkan Siklus estrus Siklus kelamin Lama estrus : 1-2 tahun, bisa sampai 3 tahun : 9 bulan : hari : 1-24 jam : 21 hari : 35 hari : 8 minggu (jantan dan betina) : 4-5 hari : poli estrus : jam

20 10 Perkawinan : pada waktu estrus Ovulasi : dekat akhir periode estrus Fertilisasi : 2 jam sesudah kawin Berat dewasa : jantan gram, betina gram Berat lahir : 0,5-1,0 gram Jumlah anak : rata-rata 6, bisa sampai 15 Implantasi : 4-5 hari sesudah fertilisasi Uterus : bikornua bermuara di cerviks Suhu : o C Pernafasan : /menit, turun menjadi 80/menit dengan anastesi, naik sampai 230/menit jika stress Denyut Jantung : /menit, turun hingga 350/menit dengan anastesi dan naik 750/menit jika stress Tekanan darah : sistol (Mangkoewidjojo dan Smith 1998) Parasetamol (Asetaminofen) Rumus Kimia Salah satu obat yang bersifat hepatotoksik adalah parasetamol. Senyawa ini merupakan turunan fenasetin. Parasetamol mempunyai beberapa nama generik antara lain N-hidroksi asetanilida, N-asetil-p-aminofenol dan asetaminofen. Parasetamol digunakan sebagai obat analgesik dan antipiretik di seluruh dunia (Sumioka et al. 2004). Parasetamol berbentuk serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, rasanya sedikit pahit, peka terhadap udara dan cahaya serta mempunyai ph 5,3-6,5, karena toksisitas dan daya antiinflamasinya yang lemah menjadikan parasetamol sebagai alternatif aspirin. Parasetamol relatif aman pada dosis terapi, walaupun demikian overdosis akut parasetamol dapat menyebabkan hepatotoksik, kerusakan (nekrosis) sentrilobular hati yang fatal (Anonimus 2006). Penggunaan parasetamol didasarkan pada dugaan bahwa fenasetin dalam tubuh akan dioksidasi menjadi senyawa paraaminofenol. Kemampuan parasetamol sebagai antipiretik terdapat pada struktur aminobenzena senyawa ini. Menurut Goodman et al. (1980), parasetamol adalah obat yang memiliki daya

21 11 analgesik dan antipiretik melalui mekanisme penghambatan prostaglandin dalam tubuh (Susana 1987). Struktur kimia parasetamol dan struktur aminobenzena senyawa parasetamol dapat dilihat pada Gambar di bawah ini : Gambar 1. Bagan Struktur Kimia Parasetamol (Anonimus 2006) Acetanilide Paracetamol Aniline Gambar 2. Bagan Struktur Aminobenzena Senyawa Parasetamol (Anonimus 2006)

22 12 Farmakodinamik Parasetamol telah lama diketahui mempunyai mekanisme yang sama dengan aspirin oleh karena persamaan struktur kedua zat tersebut. Parasetamol bekerja menghambat enzim cyclooxygenase (COX) sehingga dapat mengurangi produksi prostaglandin, yang terlibat di dalam proses demam dan sakit. Bagaimanapun, ada perbedaan penting antara efek aspirin dan parasetamol. Aspirin mengandung prostaglandin yang berperan di dalam proses peradangan, tetapi parasetamol tidak dapat berfungsi sebagai antiinflamasi. Selain itu, aspirin bekerja menghambat enzim COX yang tidak dapat diubah, secara langsung menghalangi lokasi aktif enzim dan mempunyai efek merugikan pada lapisan perut. Parasetamol secara tidak langsung menghalangi enzim COX sehingga menjadi tidak efektif terhadap peroksida. Hal ini menyebabkan parasetamol menjadi efektif bekerja pada susunan saraf pusat dan sel endotel, tetapi bukan pada platelet dan sel imun yang mempunyai tingkat peroksida tinggi. Pada tahun 2002 telah dilaporkan bahwa parasetamol selektif dalam menghalangi varian dari enzim COX yang berbeda, dikenal varian COX-1 dan COX-2. Enzim ini hanya bereaksi di otak dan sumsum tulang, sekarang dikenal sebagai COX-3. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa administrasi parasetamol meningkatkan bioavibilitas dari serotonin (5-HT) di tikus, tetapi mekanismenya belum diketahui (Anonimus 2006). Farmakokinetik Parasetamol dimetabolisme terutama oleh enzim-enzim mikrosomal sel hati. Di dalam saluran pencernaan, asetaminofen dengan cepat diserap dan dalam waktu 30 menit akan mencapai konsentrasi puncak dalam plasma. Pada dosis yang menyebabkan toksisitas akut, ikatan parasetamol terhadap protein plasma bervariasi dari 20-50%. Pada dosis normal, % dari senyawa obat ini mungkin akan dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran senyawa obat ini terjadi setelah melewati fase konjugasi dengan asam glukoronat (sekitar 60%), asam sulfat (35%) dan sistein (3%) serta sejumlah kecil metabolit dalam bentuk terhidroksilasi dan terdeasetilasi (Anonimus 2006). Berdasarkan hasil penelitian Wilson dan Gilfod dalam Susana 1987 menunjukkan bahwa di dalam hati,

23 13 parasetamol akan mengalami biotransformasi melalui reaksi konjugasi dengan asam glukoronat atau glutation dan hasilnya diekskresi melalui urin. Sisa parasetamol mengalami biotransformasi dengan sistem sitokrom P-450. Sitokrom P-450, suatu sistem enzim di retikulum endoplasma segera melakukan biotransformasi oksidatif pada 5-10% parasetamol yang masuk ke dalam tubuh. Parasetamol yang teroksidasi berubah menjadi N-asetil p-benzokuinon imin (NAPQI), suatu senyawa yang toksik dan reaktif (Susana 1987). Senyawa radikal ini dapat bereaksi dengan molekul penyusun membran sel hati contohnya fosfolipid. Oksidasi senyawa ini akan menghasilkan suatu radikal bebas yang dapat mengoksidasi molekul fosfolipid lainnya sehingga terjadi reaksi oksidasi berantai. Reaksi ini dapat menyebabkan berubahnya komposisi membran sel hati. Menurut Manson, perubahan membran sel menyebabkan kerusakan sel hati dan kemudian dapat menimbulkan nekrosis hati (Susana 1987). Metabolisme parasetamol dapat dilihat pada Gambar 3. + metabolit + protein hati centralobular hepatic necrosis Gambar 3. Bagan Metabolisme Parasetamol

24 14 Toksikologi Hasil penelitian Katzung menunjukkan bahwa penggunaan parasetamol dalam dosis yang besar dapat menyebabkan gangguan fungsi hati yang disebut nekrosis hati (Susana 1987). Dosis parasetamol sebanyak 7 g/hari atau lebih dapat menimbulkan nekrosis hati sedangkan dosis 15 g/hari dapat menimbulkan kerusakan hati yang lebih luas (Lelo dan Arbie 1982). Hasil penelitian oleh Silvana menunjukkan mencit yang diberi parasetamol dengan dosis 500 mg/kg BB menunjukkan kerusakan hati mencit tersebut (Susana 1987). Kerusakan hati menyebabkan meningkatnya lipid peroksida darah karena lipid peroksida tubuh tidak dapat lagi didetoksifikasi dalam hati. Menurut Thomas dalam Susana 1987, hati memiliki mekanisme antioksidasi radikal bebas (asetilimin benzokuinon) melalui reaksi konjugasi dengan beberapa senyawa dalam hati seperti glutation, asam glukoronat, glisin dan asetat. Jumlah radikal bebas yang melebihi ketersediaan senyawa-senyawa penetralisir dalam hati memungkinkan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan membran sel hati (Susana 1987). Parasetamol akan dikonversikan menjadi inaktif melalui metabolisme fase II yang dikonjugasikan dengan sulfat dan glukuronida, yang akan beroksidasi dalam jumlah kecil melalui sistem enzim sitokrom P450. Sitokrom P450 2E1 (CYP2E1) akan mengkonversikan parasetamol menjadi metabolit reaktif yang tinggi, N-acetyl-p-benzo-quinone imine (NAPQI). Dalam kondisi dibawah normal, NAPQI akan detoksifikasi oleh konjugasi dengan glutation. Pada kasus toksikasi parasetamol, jalur sulfat dan glukuronida menjadi terurai sehingga parasetamol merangsang sistem sitokrom P450 memproduksi NAPQI yang banyak. Konsekuensinya NAPQI yang dikonjugasi oleh glutation (GSH) bertambah banyak sedangkan hepatoseluler kekurangan glutation sehingga ketika melewati kapasitas konjugasi GSH, NAPQI akan berikatan kovalen dengan makromolekul vital sel hati (seperti lipid dan protein membran sel) dan menyebabkan nekrosis hati (Sumioka et al. 2004). Pada kasus-kasus hewan, 70% kekurangan glutation pada sel hati dapat menyebabkan hepatotoksisitas. Adanya kerusakan sel-sel parenkim hati atau permebialitas membran akan mengakibatkan enzim ALT, AST, alkalin fosfatase, laktat dehidrogenase dan γ-

25 15 glutamiltransferase bebas keluar sel, sehingga enzim yang masuk ke pembuluh darah melebihi keadaan normal dan kadarnya dalam darah meningkat. Selain itu parasetamol juga dapat mengalami hidroksilasi dan hasilnya dapat menimbulkan methemoglobinemia (Hb diubah menjadi met-hb) dan Hemolisis eritrosit (Anonimus 2006).

26 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai bulan Juli Alat dan Bahan A. Mencit (Mus musculus) yang digunakan dalam penelitian sebanyak 36 ekor, berumur 2 bulan dan berkelamin jantan. B. Pengambilan sampel dan pengawetan jaringan. Alat dan bahan yang digunakan pada proses ini adalah mencit (Mus musculus), pisau, silet, skalpel, pinset anatomis, pinset sirurgis, gunting besar, gunting kecil, tali, label, botol wadah spesimen, alkohol 70% atau larutan fiksatif Buffered Neutral Formalin (BNF 10%). C. Proses pembuatan sediaan histopatologi. Bahan dan alat yang digunakan adalah alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, alkohol absolut, xylol, paraffin, bunsen, inkubator, cetakan paraffin dan mikrotom. D. Proses pewarnaan. Alat dan bahan yang digunakan adalah wadah dari gelas untuk tempat pewarnaan (staining jar), Mayer hematoksilin eosin, air dingin, alkohol absolut, alkohol 70%, 80%, 90%, 95%, 100%, aquadest serta xylol. E. Mounting menggunakan Permount dan cover glass. Metode A. Parasetamol Dosis normal optimum parasetamol yang digunakan adalah 500 mg/ 50kgBB berdasarkan dosis yang umum digunakan oleh manusia dewasa. B. Perlakuan Penelitian ini menggunakan 36 ekor mencit (Mus musculus) yang dibagi dalam 2 kelompok besar. Satu kelompok mencit menerima pemberian parasetamol dosis normal optimum sebanyak 500 mg/ 50 kgbb yang ditentukan

27 17 berdasarkan konversi bobot badan masing-masing mencit dan satu kelompok kontrol negatif yang diberi aquadestilata. Berdasarkan waktu pengambilan sampel, kedua kelompok besar tersebut kemudian masing-masing dibagi menjadi 6 kelompok kecil dan masing-masing kelompok kecil terdiri dari 3 ekor mencit. Pada awal penelitian, mencit (Mus musculus) diadaptasikan selama 2 minggu untuk menghindari stress dan untuk menyeragamkan pola hidup masing-masing kelompok perlakuan. Pada masa adaptasi ini, mencit (Mus musculus) hanya diberi pakan standar, air minum adlibitum, obat cacing yang mengandung pirantel palmoate dosis 0,5 ml/kg BB peroral dan antibiotik (ampicillin) dosis 8 mg/kg BB peroral. Pemberian parasetamol dilakukan peroral setiap hari selama 6 minggu. Mulai minggu pertama hingga minggu ke-6, 3 ekor mencit dari masingmasing kelompok perlakuan di euthanasia menggunakan inhalasi eter over dosis, kemudian hatinya diambil sebagai sampel dan difiksasi dalam larutan BNF 10%. C. Pembuatan Preparat Histopatologis Sampel hati mencit (Mus musculus) yang telah difiksasi dalam larutan fiksatif BNF 10%, diproses melalui serangkaian tahapan antara lain proses dehidrasi, clearing atau penjernihan, embedding atau penanaman jaringan dalam paraffin, pemotongan dengan menggunakan mikrotom setebal 5 µm. Proses ini dilanjutkan dengan proses pewarnaan HE (Hematoksilin Eosin) dan yang terakhir adalah mounting atau penutupan dengan gelas penutupnya (Humason 1985). Pembuatan, identifikasi dan pengamatan preparat dilakukan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. D. Parameter Pengamatan Histopatologi Pada hati yang menjadi perhatian pada pengamatan histopatologi adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada sitoplasma dan inti dari hepatosit, sinusoid dan pembuluh darah. Parameter pengamatan histopatologi dilakukan pada sediaan hati dengan menghitung persentase hepatosit normal, degenerasi hidropis dan kematian sel serta jumlah sel radang dalam satu lapang pandang seluas 176 µm 2 (lensa objektif 40x). Lapang pandang yang digunakan adalah 5

28 18 buah di sekitar vena sentralis dan 5 buah di sekitar vena porta, total 10 lokasi lapang pandang. E. Evaluasi Data Evaluasi data dilakukan dengan membandingkan kondisi hati dari kelompok perlakuan dan kontrol serta membandingkan kondisi hati pada daerah di sekitar vena porta dan vena sentralis. Data yang diperoleh dianalisa menggunakan analisis sidik ragam acak lengkap (ANOVA) dilanjutkan dengan uji Tukey (α = 0,05).

29 HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini memberikan informasi dasar mengenai kerusakan hati yang ditimbulkan akibat pemberian parasetamol dosis normal optimum. Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi hati mencit pada kelompok kontrol maupun perlakuan ditemukan adanya perubahan pada interstitium dan parenkim. Pada interstitium perubahan yang terlihat yaitu kongesti dan perluasan sinusoid sedangkan pada parenkim ditemukan adanya degenerasi hidropis dan nekrosa. Persentase berbagai perubahan pada parenkhim hepatosit selama perlakuan (6 minggu) disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 4. Tabel 1. Derajat keparahan lesio hepatosit mencit pada pemberian parasetamol dosis normal optimum dalam waktu 6 minggu. Minggu ke- Kelompok Normal (%) Degenerasi Nekrosa (%) hidropis (%) 1 Perlakuan 46 ± abc 42 ± a 11 ± cd Kontrol 35 ± bc 51 ± b 14 ± a 2 Perlakuan 38 ± abc 44 ± ab 18 ± de Kontrol 25 ± abc 50 ± ab 25 ± ab 3 Perlakuan 41 ± ab 33 ± a 25 ± def Kontrol 22 ± abc 59 ± ab 19 ± ab 4 Perlakuan 41 ± a 30 ± ab 29 ± f Kontrol 13 ± abc 62 ± ab 25 ± ab 5 Perlakuan 38 ± a 28 ± ab 34 ± ef Kontrol 17 ± abc 61 ± ab 23 ± bc 6 Perlakuan 49 ± ab 24 ± ab 27 ± f Kontrol 17 ± c 66 ± ab 17 ± ab Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

30 20 % kerusakan hepatosit 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% P K P K P K P K P K P K I Minggu Gambar 4. Perbandingan perubahan persentase lesio hepatosit kelompok kontrol (K) dan perlakuan (P). Warna kuning menunjukkan nekrosa, warna merah menunjukkan degenerasi hidropis dan warna biru menunjukkan hepatosit normal. Hasil analisis statistik persentase hepatosit normal minggu ke-1 sampai minggu ke-5 pada kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dibandingkan kelompok kontrol (p>0,05). Pada pengamatan minggu ke-6, terlihat bahwa persentase hepatosit normal kelompok perlakuan nyata lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05). Hal ini membuktikan bahwa parasetamol dosis normal optimum aman dikonsumsi dalam jangka waktu hingga 6 minggu. Hasil analisis statistik persentase hepatosit minggu ke-1 yang mengalami degenerasi hidropis pada kelompok perlakuan lebih rendah secara signifikan (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol (Tabel 1, Gambar 4). Pada mingguminggu berikutnya, persentase hepatosit kelompok kontrol dan perlakuan yang mengalami degenerasi hidropis tidak berbeda secara signifikan (p>0,05).

31 21 Peningkatan waktu pemberian parasetamol dosis normal optimum tidak diiringi dengan peningkatan persentase hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis. Hal ini disebabkan sebagian hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis berubah kembali menjadi normal dan sebagian lagi menjadi nekrosa. Hepatosit ini dapat kembali menjadi normal karena terkait dengan cara kerja parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik melalui mekanisme penghambatan enzim cyclooxygenase (COX). Penghambatan terhadap enzim ini menyebabkan berkurangnya produksi prostaglandin yang mengatur regulasi rasa nyeri dan penurun panas (Goodman et al. 1980). Sedangkan peningkatan lesio hepatosit menjadi nekrosa disebabkan adanya gangguan metabolisme sel dan akumulasi zat toksik yang terus-menerus sehingga menyebabkan terbentuknya radikal bebas N- asetil p-benzokuinon imin (NAPQI), suatu senyawa yang bersifat racun dan reaktif. Senyawa radikal bebas ini akan mengoksidasi fosfolipid pada membran sel hati dan menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi berantai yang akhirnya dapat merusak hepatosit (Goodman et al. 1980). Persentase hepatosit kelompok kontrol yang mengalami degenerasi hidropis kemungkinan disebabkan adanya gangguan metabolisme baik pada organ hati maupun pada organ lain yang tidak spesifik. Hal ini mungkin saja terjadi karena mencit yang digunakan bukan mencit Specific Pathogen Free (SPF). Kondisi hepatosit minggu ke-1 dan minggu ke-2 pada kelompok perlakuan cenderung lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Hal ini dikarenakan jumlah sel hepatosit yang mengalami nekrosa pada kelompok perlakuan lebih rendah secara signifikan (p<0,05) dibandingkan kelompok kontrol. Pada pengamatan minggu ke-3, terlihat bahwa nekrosa nyata lebih tinggi (p<0,05) terjadi pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol. Fenomena yang terjadi pada minggu ke-3 terus berlangsung sampai minggu-minggu berikutnya. Semakin lama waktu pemberian parasetamol dosis normal optimum maka semakin tinggi persentase hepatosit yang mengalami kematian. Hal ini terjadi karena parasetamol di dalam hati akan mengalami biotransformasi melalui reaksi konjugasi dengan asam glukoronat atau glutation dan hasilnya diekskresi melalui urin. Sisa parasetamol mengalami biotransformasi dengan sistem sitokrom P-450. Sitokrom P-450, suatu sistem enzim di retikulum endoplasma segera melakukan

32 22 biotransformasi oksidatif pada 5-10% parasetamol yang masuk ke dalam tubuh. Parasetamol yang teroksidasi berubah menjadi N-asetil p-benzokuinon imin (NAPQI), suatu senyawa yang toksik dan reaktif (Susana 1987). Senyawa radikal ini dapat bereaksi dengan molekul penyusun membran sel hati contohnya fosfolipid. Oksidasi senyawa ini akan menghasilkan suatu radikal bebas yang dapat mengoksidasi molekul fosfolipid lainnya sehingga terjadi reaksi oksidasi berantai. Reaksi ini dapat menyebabkan berubahnya komposisi membran sel hati. Menurut Manson, perubahan membran sel menyebabkan kerusakan sel hati dan kemudian dapat menimbulkan nekrosis hati (Susana 1987). Perubahan histopatologi tersebut dapat diamati pada seluruh bagian hati baik di sekitar vena porta maupun vena sentralis. Persentase berbagai perubahan hepatosit di sekitar vena porta dan vena sentralis disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 5. Tabel 2. Derajat keparahan perubahan hepatosit mencit pada vena porta (VP) dan vena sentralis (VS) akibat pemberian parasetamol dosis normal optimum. Minggu ke- Lokasi Normal (%) Degenerasi Hidropis (%) Nekrosa (%) 1 VP 34 ± a 14 ± a 52 ± bcdefgh VS 36 ± a 13 ± a 51 ± defghij 2 VP 29 ± a 24 ± a 47 ± cdefghi VS 21 ± a 25 ± a 53 ± efghij 3 VP 20 ± a 20 ± a 60 ± ghij VS 24 ± a 18 ± a 58 ± fghij 4 VP 13 ± a 26 ± a 60 ± ij VS 12 ± a 23 ± a 65 ± j 5 VP 22 ± a 19 ± a 59 ± hij VS 12 ± a 26 ± a 62 ± ij 6 VP 16 ± a 20 ± a 64 ± ij VS 19 ± a 14 ± a 67 ± ij Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

33 23 100% 90% 80% % kerusakan hepatosit 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% VP VS VP VS VP VS VP VS VP VS VP VS Minggu Gambar 5. Pengaruh pemberian parasetamol dosis normal optimum terhadap perubahan hepatosit mencit pada vena porta (VP) dan vena sentralis (VS). Warna kuning menunjukkan nekrosa, warna merah menunjukkan degenerasi hidropis dan warna biru menunjukkan hepatosit normal. Hasil analisis statistik persentase hepatosit normal, hepatosit yang mengalami degenerasi hidropis dan nekrosa pada seluruh kelompok perlakuan di vena porta tidak berbeda nyata (p>0,05) dibandingkan di vena sentralis. Hal ini membuktikan secara histopatologis bahwa kadar toksik parasetamol sebelum dimetabolisme dan setelah dimetabolisme di dalam hati mempunyai tingkat toksisitas yang sama terhadap sel. Pada kasus masuknya zat toksik melalui saluran pencernaan, degenerasi hidropis umumnya dimulai dari daerah pinggir/daerah portal yang meluas menuju vena sentralis. Hal ini disebabkan karena suplai darah hati diperoleh dari saluran pencernaan. Darah yang mengandung toksin dibawa dari usus, masuk ke hati melalui vena porta kemudian melewati sinusoid menuju vena sentralis (MacFarlane et al. 2000). Hepatosit perilobuler merupakan hepatosit paling awal mengalami degenerasi hidropis dibandingkan dengan vena sentralis karena

34 24 hepatosit ini yang pertama kali kontak dengan zat-zat toksin dari usus (Harada et al. 1999). Degenerasi hidropis merupakan perubahan yang bersifat sementara (reversible), ditandai dengan kehadiran vakuol-vakuol di sitoplasma, sehingga apabila paparan bahan toksik dihentikan sel yang mengalami kerusakan akan kembali normal. Sel membutuhkan ATP-ase untuk mengaktifkan pompa sodiumpotasium dalam pengaturan keluar dan masuknya ion. Infeksi akut sel akan menyebabkan air dan protein tetap berada dalam sitoplasma. Pompa lapisan membran akan memindahkan ion dan air dengan cepat keluar dari sitosol dan masuk ke dalam retikulum endoplasma. Hal ini akan menyebabkan kebengkakan sel yang disebut degenerasi hidropis (Cheville 1999). Perubahan sel pada tahap ini merupakan respon adaptasi agar sel tetap bertahan hidup. Kerusakan sel hati akan menginduksi kenaikan konsentrasi lipid peroksida darah mencit. Pada level tertentu jika jumlah sel hati yang rusak terlalu tinggi maka kerusakan sel akan bersifat permanen dan akhirnya terjadi kematian sel (apoptosis dan nekrosa). Artinya, apabila hepatosit sudah mengalami kerusakan maka tidak akan diganti oleh hepatosit yang baru, tetapi sebagai gantinya akan terbentuk jaringan ikat. Apoptosis dapat terjadi pada proses normal (fisiologis) atau abnormal (patologis). Nekrosa dapat terjadi akibat bahan beracun, aktivitas mikroorganisme, defisiensi pakan dan kadang-kadang gangguan metabolisme termasuk hipoksia. Kematian sel secara apoptosis mencakup proses destruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan jumlah sel, kerusakan membran dan fragmentasi DNA inti. Nekrosis merupakan kematian sel atau kelompok sel yang masih merupakan bagian dari organisme hidup dengan penyebab yang bervariasi. Umumnya, hepatosit yang mengalami nekrosis menunjukkan perubahan pada inti dan sitoplasma. Inti akan mengecil dan berwarna biru (lebih gelap), mirip sel limfosit, akibat penggumpalan kromatin inti. Proses ini disebut piknosis. Inti juga mungkin pecah (karyorhexis) dan bahkan menghilang (karyolisis), sedangkan pada sitoplasma akan terlihat lebih asidofilik (Jubb et al. 1993). Gambaran histopatologi jaringan hati disajikan pada Gambar 6a dan 6b.

35 25 2µm Gambar 6a. Gambaran histopatologi jaringan hati kelompok kontrol. Lesio hepatosit berupa degenerasi hidropis (panah hijau), nekrosa (panah hitam) dan hepatosit normal (panah biru). Pewarnaan HE. Perbesaran 40X. 2µm Gambar 6b. Gambaran histopatologi jaringan hati kelompok perlakuan. Lesio hepatosit berupa degenerasi hidropis (panah hijau), nekrosa (panah hitam) dan hepatosit normal (panah biru). Pewarnaan HE. Perbesaran 40X. Pada kelompok perlakuan, sel-sel hati tidak mampu mencegah reaksi oksidasi yang dilakukan oleh radikal bebas asetilimin benzokuinon. Proses antioksidasi hanya dilakukan secara alami oleh enzim-enzim yang terdapat dalam

36 26 tubuh yang jumlahnya lebih sedikit daripada jumlah radikal bebas yang terbentuk. Hal ini menyebabkan kelompok mencit yang diberi parasetamol mengalami gangguan fungsi hati oleh radikal bebas parasetamol. Enzim dalam hati yang digunakan sebagai petunjuk adanya kerusakan hati setelah pemberian parasetamol adalah kadar enzim alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat aminotransferase (AST) yang meningkat (Anonimus 2006). Pada penelitian ini hewan coba yang digunakan adalah mencit yang memiliki jumlah volume darah sedikit sehingga tidak dilakukan penghitungan terhadap kadar enzim ALT dan AST dalam darah. Selain perubahan pada jaringan parenkim hati, perubahan juga terjadi pada bagian interstitiumnya yaitu ditemukannya kongesti dan perluasan sinusoid (Gambar 7) dengan derajat yang sama disetiap kelompok perlakuan. Menurut Abrams (1992), kongesti adalah keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan di dalam pembuluh darah pada daerah tertentu. Akibat dari kongesti maka sirkulasi darah menjadi lambat sehingga oksigenasi ke jaringan menurun. Sel hati sangat peka terhadap kekurangan oksigen atau anoksia. Adanya kongesti menyebabkan terganggunya fungsi hati sebagai tempat metabolisme protein dan lemak. Pada kongesti akut, hati membengkak dan terisi darah sedangkan pada kongesti yang berjalan kronik menimbulkan penggenangan eritrosit di vena sentralis dan di sinusoid-sinusoid sekitarnya. Apabila terjadi kongesti kronik maka sinusoid yang melebar akan menggencet deretan sel hati (hepatosit) sekitar vena sentralis sehingga hepatosit mengalami atrofi (mengecil). Adanya kongesti dan perluasan sinusoid, mungkin terjadi akibat pembiusan dengan eter sebelum mencit dimatikan. Perubahan ini terjadi pada semua kelompok kontrol dan perlakuan, sehingga tidak dijadikan parameter dalam perubahan mikroskopis akibat pemberian parasetamol. Menurut Ganiswara (1995), eter merupakan anastetik yang sangat kuat, dapat menekan kontraktilitas otot jantung, menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit juga menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah.

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam memproduksi daging. Mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam memproduksi daging. Mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Ayam Pedaging Ayam pedaging atau broiler merupakan ayam ras unggul hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI

KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI KAJIAN PERUBAHAN JARINGAN UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI BAHAN PENGHAMBAT KERUSAKAN HATI AGUSTIN ZAHARIA PADERI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 ABSTRAK AGUSTIN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Pewarnaan HE diawali dengan deparafinisasi dalam xylol I selama 2 menit dan xylol II selama 2 menit. Tahapan berikutnya adalah rehidrasi dalam alkohol bertingkat dimulai dari alkohol absolut (2 menit),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Hati Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat 1500 gr atau 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran kanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Parasetamol atau acetaminofen merupakan nama resmi yang sama dengan senyawa kimia N-asetil-p-aminofenol yang termasuk dalam nonsteroid antiinflamatory drugs (NSAID) yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dengan berat 1,2 1,8 kg atau kurang lebih 25% berat badan orang dewasa, menempati sebagian besar kuadran kanan atas abdomen, dan merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA

KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA KAJIAN PATOLOGI HATI KELINCI HIPERLIPIDEMIA : DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN ANTIHIPERLIPIDEMIA LILIAN DEVANITA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LILIAN DEVANITA. Kajian Patologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus Wistar sebagai hewan coba. Mekanisme dasar

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus Wistar sebagai hewan coba. Mekanisme dasar BAB 6 PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan tikus Wistar sebagai hewan coba. Mekanisme dasar dalam pengaturan perkembangan hepar pada tikus, seperti halnya spesies vertebrata lain, mempunyai kemiripan

Lebih terperinci

KAJIAN PATOLOGI UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR RHISKA IRDYNA RIANTAMA

KAJIAN PATOLOGI UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR RHISKA IRDYNA RIANTAMA KAJIAN PATOLOGI UJI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus) SEBAGAI HEPATOPROTEKTOR RHISKA IRDYNA RIANTAMA FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK RHISKA IRDYNA RIANTAMA. Kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau asetaminofen atau N-asetil-p-aminofenol merupakan obat antipiretik dan analgesik yang sering digunakan sebagai obat manusia. Parasetamol menggantikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian 41 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penimbangan berat badan dan pengukuran gula darah tikus model selama penelitian Penimbangan berat badan menunjukkan bahwa pada awal penelitian berat badan tikus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi bali Sapi bali adalah sapi potong asli Indonesia yang merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng) (Hardjosubroto, 1994). Ditinjau dari sistematika ternak,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Goreng Minyak goreng merupakan salah satu bahan yang termasuk dalam lemak, baik yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat

BAB I PENDAHULUAN. sekarang para ahli tidak henti-hentinya meneliti mekanisme kerja dari obat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Parasetamol atau asetaminofen telah ditemukan sebagai obat analgesik yang efektif lebih dari satu abad yang lalu tepatnya pada tahun 1893, tetapi hingga sekarang para

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam (makanan, dibuang melalui urin atau asam empedu. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Drug Induced Liver Injury Tubuh manusia secara konstan dan terus menerus selalu menerima zat-zat asing (xenobiotic). Zat-zat ini dapat berasal dari alam

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows.

BAB III METODOLOGI. untuk Microsoft Windows. 18 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai Agustus 2011. Kegiatan pemeliharaan dan perlakuan hewan coba bertempat di Fasilitas Kandang

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering. Walaupun nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering memudahkan diagnosis, pasien

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN MATERI DAN METODE PENELITIAN Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksakan di Bagian Patologi, Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan

BAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, parasetamol sebagai antipiretik dan analgesik telah digunakan secara luas karena tersedia sebagai golongan obat bebas dan harganya yang relatif murah.

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dapat terpapar logam berat di lingkungan kehidupannya seharihari. Pada lingkungan yang kadar logam beratnya cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 19 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba

Waktu dan Tempat Penelitian Materi Penelitian Metode Penelitian Pembuatan Tikus Diabetes Mellitus Persiapan Hewan Coba Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2007 sampai dengan bulan Juli 2008 di Laboratorium Bersama Hewan Percobaan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Kadar Enzim SGPT dan SGOT Pada Mencit Betina Setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Rumput Teki Tabel 1. Kadar Enzim SGPT pada mencit betina setelah pemberian

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati berupa ratusan jenis tanaman obat dan telah banyak dimanfaatkan dalam proses penyembuhan berbagai penyakit. Namun sampai sekarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri dan Analgesik 2.1.1 Nyeri Nyeri menurut International Association for the Study of Pain adalah pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan sehubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. Jumlah Penurunan Glomerulus Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal yang terdapat di Indonesia beragam penempilanya dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan 22 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Lampung untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah eksperimental laboratorik. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Penelitian Kandang Hewan Coba Laboratorium Histopatologi BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2010 sampai April 2011 bertempat di Kandang Hewan Laboratorium dan Laboratorium Histopatologi, Departemen Klinik, Reproduksi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tikus putih yang memiliki nama ilmiah Ratus novergicus adalah hewan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tikus putih yang memiliki nama ilmiah Ratus novergicus adalah hewan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tikus Putih (Ratus novergicus) Tikus putih yang memiliki nama ilmiah Ratus novergicus adalah hewan coba yang sering dipakai untuk penelitian. Hewan ini termasuk hewan nokturnal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran

BAB I PENDAHULUAN. beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir- akhir ini sering dibicarakan tentang boraks yang terdapat pada beberapa jenis makan yang kita konsumsi, boraks sering digunakan dalam campuran beberapa bahan

Lebih terperinci

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba

Pengamatan Histopatologi Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan dan Kondisi Fisik Hewan Coba larutan alkohol dengan konsentrasi bertingkat. Hasilnya diberi permount mounting medium dan ditutup dengan kaca penutup (Hastuti 2008). Pengamatan Histopatologi Pengamatan histopatologi dilakukan dengan

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer yang digunakan berupa pengamatan histologis sediaan hati yang meliputi persentase hepatosit normal, pembengkakan hepatosit, hidropik, dan nekrosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi bali Sapi bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng) (Batan, 2006). Banteng-banteng liar yang ada dihutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal

BAB 1 PENDAHULUAN. Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jejas hati imbas obat (drug-induced liver injury; DILI) atau biasa dikenal dengan hepatotoksisitas imbas obat merupakan kerusakan pada hepar yang disebabkan oleh pajanan

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia cukup banyak laporan tentang kasus hepatotoksisitas, walaupun jumlah kematian akibat toksisitas ini tidak begitu tinggi. Salah satu penyebab dari toksisitas

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini berjumlah 60 ekor mencit strain DDY yang terdiri dari 30 mencit jantan dan 30 mencit betina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan

BAB I PENDAHULUAN. meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

METODOLOGI PENELITIAN. Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada mencit dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama digunakan di dunia. Parasetamol merupakan obat yang efektif, sederhana dan dianggap paling aman sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli 2007 sampai Juni 2008 di kandang percobaan Fakultas Peternakan dan di Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi sel. Sel hati

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI

PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI PENGARUH PENAMBAHAN YEAST PADA PEMBERIAN LAMTORO MERAH (Acacia villosa) TERHADAP HISTOPATOLOGI HATI TIKUS RATNA WULANDARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH PENAMBAHAN YEAST

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri dan Analgesik 2.1.1 Nyeri Nyeri adalah berasa sakit (seperti ditusuk-tusuk jarum atau seperti dijepit pada bagian tubuh); rasa yg menimbulkan penderitaan. 11 Nyeri merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren

BAB I PENDAHULUAN. Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuak merupakan hasil sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren (Arenga pinnata) sejenis minuman yang merupakan hasil fermentasi dari bahan minuman/buah yang

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI

POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI POTENSI HEPATOPROTEKTOR EKSTRAK ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L) TERHADAP HATI TIKUS YANG DIINDUKSI PARASETAMOL QAMARUDDIN ARYADI PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia dalam proses memasak. Hal ini dapat dilihat dari sebagian besar makanan dan jenis makanan di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak jaman dahulu, manusia sangat mengandalkan lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya. Misalnya untuk makan, tempat berteduh, pakaian, termasuk untuk obat.

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PERCOBAAN 1. Pengujian nilai LD 50 Dari pengujian yang dilakukan menggunakan dosis yang bertingkat dengan empat dosis tidak didapatkan kematian pada hewan coba dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek

BAB I PENDAHULUAN. obat ini dijual bebas di apotik maupun di kios-kios obat dengan berbagai merek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol atau juga sering disebut asetaminofen salah satu obat golongan analgesik-antipiretik yang digunakan sangat luas di kalangan masyarakat Indonesia. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hati 1. Anatomi Hati Hati merupakan organ sentral dalam metabolisme di tubuh. Berat rata rata 1500 g atau 2% dari berat tubuh total, hati menerima 1500 ml darah per menit, atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekstra Tinggi) adalah pendistribusian arus listrik dari sumber energi menuju

TINJAUAN PUSTAKA. Ekstra Tinggi) adalah pendistribusian arus listrik dari sumber energi menuju 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gelombang Elektromagnetik SUTT (Saluran Udara Tegangan Tinggi) dan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) adalah pendistribusian arus listrik dari sumber energi menuju daerah-daerah

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Parasetamol merupakan obat penurun panas dan pereda nyeri yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Metabolit Fenasetin ini diklaim sebagai zat antinyeri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel.

III. METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian adalah eksperimen dengan metode desain paralel. Menggunakan 20 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan galur Balb/c yang dibagi menjadi 4 kelompok

Lebih terperinci

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI

STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI STUDI KASUS LEIOMIOSARKOMA PADA ANJING : POTENSIAL METASTATIK HANI FITRIANI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN HANI FITRIANI. Studi Kasus Leiomiosarkoma pada Anjing: Potensial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya taraf hidup manusia dewasa ini, maka kebutuhan akan berbagai hal juga mengalami peningkatan seperti kebutuhan akan sandang, papan, pangan, kesehatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian ini objek yang diteliti diberi perlakuan dan adanya kontrol sebagai pembanding. B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola perilaku makan seseorang dibentuk oleh kebiasaan makan yang merupakan ekspresi setiap individu dalam memilih makanan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran.

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tawas banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pangan. Tawas paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran. Tujuan penambahan

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki berbagai masalah kesehatan antara lain masih banyak dijumpai penyakit-penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati. Secara populer dikenal juga dengan istilah penyakit hati, sakit liver, atau sakit kuning. Hepatitis dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Hewan Coba 6 dengan etanol absolut selama 2 menit, kemudian dengan etanol 95% dan 80% masing-masing selama 1 menit, dan dicuci dengan air mengalir. Kemudian preparat direndam dalam pewarnaan Mayer s Haemotoxylin

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA

GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA GAMBARAN HISTOLOGI GINJAL TIKUS BETINA (Rattus rattus) YANG DIINJEKSI VITAMIN C DOSIS TINGGI DALAM JANGKA WAKTU LAMA TIM PENELITI : 1. NI WAYAN SUDATRI, S.Si., M.Si, 2. IRIANI SEYAWATI, S.Si.,M.Si. 3.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk

BAB 1 PENDAHULUAN (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya

PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya PENGARUH Agen KIMIA Dan MEKANISME perubahan sel Serta penyakit Yang ditimbulkannya 2013 Manusia dikenakan paparan berbagai xenobiotik (bahan kimia) terus. xenobiotik adalah senyawa hadir dalam lingkungan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Zoologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk pemeliharaan dan pemberian perlakuan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci