HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI"

Transkripsi

1 HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada program studi gizi masyarakat dan sumberdaya keluarga PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 JUDUL : HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) NAMA MAHASISWA NOMOR POKOK : DESTY PUJIANTI : A Menyetujui, Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc MSc NIP Dr. Ir. Diah K Pranadji M.S NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP Tanggal Lulus : 23

4 RINGKASAN DESTY PUJIANTI. Hubungan Interaksi Anak dalam Keluarga dengan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas Bertaraf Internasional (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor). Di Bawah Bimbingan HERIEN PUSPITAWATI dan DIAH K PRANADJI. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosional siswa kelas bertaraf internasional. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga; 2) Mengidentifikasi interaksi anak dalam keluarga, dan kecerdasan emosional; 3) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, dan keluarga dengan interaksi dalam keluarga; 4) Menganalisis hubungan interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosional siswa kelas bertaraf internasional. Penelitian ini menggunakan disain Cross Sectional Study yang dilakukan pada siswa SMA kelas bertaraf internasional. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai Juni Contoh yang akan diteliti adalah siswa Kelas X dan XI. Contoh diperoleh dengan menggunakan sensus yaitu meneliti seluruh siswa kelas bertaraf internasional. Total sampel penelitian yang diteliti sebanyak 73 siswa. Data yang digunakan untuk penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner yang diisi oleh contoh, sedangkan data sekunder diperoleh dari pihak sekolah. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer program Microsoft Excel dan SPSS versi 13.0 for windows. Tahap pengolahan data terdiri dari pengkodean, pengentrian, dan editing. Data diolah dengan menggunakan analisis deskriptif, uji beda Mann Whitney, dan Korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh contoh berjenis kelamin perempuan. Rata-rata umur contoh pada Kelas X yaitu 16 tahun sedangkan Kelas XI yaitu 17 tahun. Sebagian besar contoh mempunyai tujuan hidup dan cita-cita meneruskan ke perguruan tinggi, bekerja keras dan belajar tekun, berbakti pada orangtua dan guru, bertanggung jawab atas perbuatannya, berteman yang baik, dan menghindari masalah di sekolah. Rata-rata uang saku per bulan yang diterima contoh Kelas XI lebih tinggi (Rp ) dibandingkan Kelas X (Rp ). Sebagian besar umur orangtua contoh berada pada kelompok umur produktif yaitu pada rentang umur tahun. pendidikan ayah contoh pada Kelas XI lebih tinggi (S2) dibandingkan Kelas X (S1), sedangkan persentase terbesar pendidikan tertinggi ibu contoh yaitu S1. Proporsi terbesar ayah contoh bekerja sebagai PNS sedangkan proporsi terbesar ibu contoh sebagai ibu rumah tangga. Persentase terbesar pendapatan keluarga pada kisaran Rp > Proporsi terbesar contoh berasal dari keluarga kecil (<4 orang). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara karakteristik contoh, dan karakteristik keluarga pada kedua kelas. Lebih dari separuh contoh memiliki hubungan yang baik dengan orangtuanya. Hubungan yang banyak dilakukan antara contoh dan ayahnya yaitu dalam hal saling membantu apabila memerlukan sesuatu (dimensi kehangatan), dan mengkritik perbuatan yang dilakukan keduanya. Perlakuan ayah kepada contoh baik dalam hal dimensi kehangatan maupun kekasaran memiliki total skor yang lebih tinggi daripada perlakuan contoh kepada ayahnya. Ibu memiliki skor tertinggi dalam mempedulikan masalah yang sedang dihadapi contoh dibandingkan ayah. Selain itu, perlakuan ibu kepada contoh juga memiliki total skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan ayah kepada contoh baik 24

5 dalam dimensi kehangatan maupun kekasaran. Skor tertinggi dari variabel hubungan yang terjadi antara ayah dan ibu yaitu dalam hal saling mempedulikan masalah yang sedang dihadapi (dimensi kehangatan), dan mengkritik perbuatan (dimensi kekasaran). Kualitas hubungan antara contoh dan ibu adalah lebih besar dobandingkan antara contoh dan ayah. Lebih dari separuh contoh memiliki kualitas hubungan yang tergolong puas/bahagia dengan orangtuanya dan ratarata skor Kelas X sedikit lebih besar (20.1) dibandingkan Kelas XI (19.9). Sebagian besar contoh memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, dengan ratarata skor kecerdasan emosional tertinggi yaitu kemampuan empati dan terrendah dalam hal memotivasi diri. Rata-rata skor kecerdasan emosi onal contoh Kelas X lebih tinggi (102.0) dibandingkan Kelas XI (98.6). Namun hasil uji statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara kedua Kelas. Hasil uji Rank Spearman menunjukkan terdapat hubungan nyata positif antara: (1) tujuan hidup dan cita-cita dengan interaksi antara ibu dan contoh; (2) Interaksi antara ayah dan contoh, ibu dan contoh, ayah dan ibu, dan kualitas hubungan dengan interaksi keluarga; (3) Interaksi antara ayah dan contoh, ibu dan contoh, dan kualitas hubungan dengan sedangkan kecerdasan emosional. Tujuan hidup dan cita-cita mempunyai hubungan yang erat dengan interaksi yang terjadi antara ibu dan contoh, dan kecerdasan emosional. Bagi lingkungan keluarga dan sekolah diharapkan menciptakan interaksi yang baik, sehingga anak merasa berharga terutama dalam pencapaian tujuan hidup dan cita-cita. Akhirnya akan meningkatkan kecerdasan emosional. Bagi siswa agar lebih memotivasi dirinya dengan lebih baik terutama dalam hal membuat jadwal agenda harian yang dilakukan setiap harinya. Sebaiknya dalam mata pelajaran tertentu seperti agama juga perlu dimasukkan muatan kecerdasan emosional. 25

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Suparman dan Sri Hartati. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1991 sampai tahun 1997 di SDN Kampung Utan 2 Ciputat. Tahun 1997 penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 2 Ciputat sampai tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SMUN 2 Ciputat dan memperoleh kelulusan pada tahun Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2003 melalui jalur USMI di Program studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Selama menyelesaikan studinya di IPB, penulis cukup aktif dalam mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan dan organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai staf biro pers dan media forum keluarga rohis Fakultas ( ), staf biro PSDM forum keluarga musholla GMSK ( ), staf biro seni budaya departemen minat dan bakat BEM Faperta IPB ( ), kepala biro Pengembangan Organisasi BEM Faperta IPB ( ), dan Wakil ketua departemen PSDM Bina Desa IPB ( ). Penulis juga pernah menjadi finalis tingkat Nasional dalam LKTM Seni (2006), finalis lomba cerpen dalam writing competition tingkat IPB (2006), Juara tiga penulisan artikel untuk media massa tingkat Fakultas (2006), dan juara umum dalam penulisan essay peringatan hari ibu tingkat IPB (2006). Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten pada mata kuliah Metode Penulisan dan Penyajian Ilmiah (2007), serta mata kuliah Gender dan Keluarga (2007). 26

7 PRAKATA Syukur alhamdulillah segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis haturkan salam serta shalawat kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Kedua orangtua (Suparman dan Sri Hartati) yang telah memberikan kasih sayang, semangat, perhatian, dan doa yang tulus. 2. Dr.Ir. Herien Puspitawati, MSc, MSc dan Dr.Ir. Diah K Pranadji, MS yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dari awal pembuatan proposal hingga terselesaikannya skripsi ini, serta atas dukungannya baik moril maupun spiritual yang telah diberikan. 3. Tien Herawati, SP, MS, yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan pada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Ir Melly Latifah, MSi selaku dosen pemandu dan penguji yang telah bersedia memandu dan menguji, serta memberikan saran-saran. 5. Adik-adik (Setiya, de Ika dan kaka Ipat), serta Tyan yang telah memberikan kasih sayang, dukungan, keceriaan, do a, dan waktunya untuk penulis. 6. Seluruh warga SMA Negeri 1 Bogor atas dukungan, kerjasama, dan semangatnya untuk penulis 7. Keluarga Sekolah Tanah Tingal (Bu Enni dan keluarga, Pa Inong, Pa Ikin, Bu Ati, Bu Eka, Mba Novi, Mba Ina, Mas Rifa, Mas Agus, Indra, Taufik, dan Didin) atas do a dan dukungannya. 8. Teman-teman satu penelitian (Ita Agustriyani dan Juliani), dan sahabat terbaik (Indy Fitria Adicita) terima kasih atas cinta, kasih sayang, dukungan, kerja sama, semangat, dan waktunya dalam suka maupun duka. 9. Para pembahas (Dina, Ita, dan Pritha) yang telah memberikan masukan saran, dan dukungan untuk penulis. 10. Saudara-saudariku tersayang di GMSK 40, Ira, Eva, Novera, Inna, Widi, Vivi, Dewi, Mutia, Jowie, Wirna, Ursula, Sanya, Sendi, Yudith, Kuswan, Tirta, Anna, dan Tintin terimakasih atas perhatian dan doanya. 11. Teman-teman GMSK 40-41, GM42, IKK42 dan para staf GMSK, atas dorongan semangat untuk penyelesaian skripsi ini. 27

8 Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan dapat dijadikan sebagai perbandingan maupun penambah pengetahuan para pembaca umumnya. Bogor, Januari 2008 Penulis 28

9 DAFTAR ISI Halaman RIWAYAT HIDUP... i PRAKATA... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix PENDAHULUAN Latar Belakang... Perumusan Masalah... Tujuan Penelitian... Kegunaan penelitian TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional... Kecerdasan Emosional dan Proses Belajar... Interaksi Anak dalam Keluarga... Pendekatan Teori... Masa Remaja... Karakteristik keluarga... KERANGKA PEMIKIRAN... METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu... Penarikan Contoh... Jenis dan Cara Pengumpulan Data... Pengolahan dan Analisis Data... Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN 28 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Karakteristik Individu Karakteristik Keluarga Interaksi dalam Keluarga Hubungan Contoh dengan Ayahnya Hubungan Contoh dengan Ibunya Hubungan Ayah dan Ibu Kualitas Hubungan Kecerdasan Emosional Hubungan Antar Variabel Hubungan Karakteristik Individu dengan Interaksi Anak dalam Keluarga Hubungan Karaktersitik Keluarga dengan Interaksi Anak dalam 50 Keluarga... 29

10 Hubungan Antara Interaksi Anak dalam Keluarga dengan Kecerdasan Emosional... Pembahasan Umum... KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... Saran DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Peubah, skala, jenis data, item pertanyaan, dan α Cronbach Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Sebaran contoh berdasarkan umur Sebaran contoh berdasarkan tujuan/cita-cita Sebaran contoh berdasarkan tingkat tujuan/cita-cita Sebaran contoh berdasarkan besarnya uang saku per bulan Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua Sebaran contoh berdasarkan pendidikan orangtua Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orangtua Sebaran contoh berdasarkan pendapatan per bulan Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Sebaran contoh berdasarkan interaksi ayah dan contoh Sebaran contoh berdasarkan tingkat interaksi ayah dan contoh Sebaran contoh berdasarkan interaksi ibu dan contoh Sebaran contoh berdasarkan tingkat interaksi ibu dan contoh Sebaran contoh berdasarkan interaksi ayah dan ibu Sebaran contoh berdasarkan tingkat interaksi ayah dan ibu Sebaran contoh berdasarkan kualitas hubungan Sebaran contoh berdasarkan tingkat kualitas hubungan Sebaran contoh rata-rata skor ayah dan ibu dalam berinteraksi dengan keluarga Sebaran contoh berdasarkan berdasarkan kecerdasan emosional Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional Hasil uji korelasi Spearman karakteristik keluarga dengan interaksi anak dalam keluarga

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Kerangka pemikiran hubungan antara interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosional siswa kelas bertaraf internasional

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Cara pengukuran variabel Rata-rata skor interaksi dalam keluarga dan kecerdasan emosional Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecerdasan emosional Tabulasi silang antar variabel Matriks korelasi hubungan antar variabel penelitian

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan salah satu modal yang penting dalam pembangunan suatu bangsa. Suatu bangsa akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia apabila memiliki SDM yang bermutu tinggi. Kualitas SDM suatu bangsa dapat diukur melalui Human Development Index (HDI). Semakin tinggi HDI suatu bangsa maka semakin tinggi kualitas. Angka HDI diolah berdasarkan tiga dimensi yaitu kesehatan, ekonomi, dan pendidikan. Indikator pendidikan diantaranya menyangkut angka melek huruf (literacy rate) dan angka partisipasi pendidikan. Kualitas SDM Indonesia menurut HDI mengalami sedikit peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 1999 angka HDI Indonesia sebesar 64.3, sedangkan pada tahun 2002 menjadi Data terakhir pada tahun 2005 HDI Indonesia telah mencapai Pemerintah bertanggung jawab terhadap pencapaian indikator pendidikan melalui sekolah formal. Sesuai dengan visi dan misi pendidikan nasional dalam mewujudkan sistem dan iklim pendidikan nasional yang demokratis dan berkualitas, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berdaya tahan terhadap pengaruh globalisasi maka diperlukan upaya untuk memaksimalkan kecerdasan kognitif dan kecerdasan emosional terutama pada remaja. Kelompok remaja yang berjumlah sekitar 22.5 persen dari jumlah penduduk Indonesia memiliki tanggung jawab sebagai penerus pembangunan di masa yang akan datang. Studi-studi komparatif Internasional seperti Program of Internasional Student Assesment (PISA) pada tahun 2000 menempatkan prestasi belajar siswa Indonesia pada peringkat yang amat rendah. Hal itu juga tercermin dari nilai Ebtanas SMA empat tahun terakhir yang memiliki rata-rata nasional 5.46 dalam standar Hal ini menunjukkan keprihatinan karena dapat dikategorikan sebagai nilai kurang. Namun, di satu sisi remaja Indonesia berprestasi dalam olimpiade fisika pada tingkat Asia dan Internasional dengan meraih dua medali emas, satu perak, dan tiga perunggu dalam olimpiade Fisika Asia di Almaty, Kazakhstan. Terdapat sekitar 150 pelajar dari 18 negara yang mengikuti olimpiade fisika. Hal ini menunjukkan remaja Indonesia dapat bersaing secara global (Kompas 2006). Keberhasilan para remaja dalam memperoleh prestasi tidak terlepas dari dukungan keluarga dan lingkungan sekolah dalam bentuk interaksi. Interaksi 34

15 sosial yang pertama kali dialami oleh anak adalah hubungan anak dengan ibunya, kemudian meluas dengan ayah dan anggota keluarga yang lain. Hubungan yang baik dalam keluarga antara ayah, ibu, dan anak-anak disamping anggota keluarga akan dapat terjalin dengan baik apabila komunikasi berjalan dengan baik. Selain komunikasi, kualitas dan keeratan hubungan yang baik juga dapat menentukan keberhasilan dan kesuksesan anak di sekolah (Freeman & Munandar 2000). Perkembangan intelektual anak sangat terkait erat dengan keadaan emosionalnya. Perasaan anak terhadap diri dan kemampuan dapat berpengaruh besar terhadap keberhasilan di sekolah. Anak yang mengalami gangguan emosi dan sosial dapat mempengaruhi prestasi belajar dan anak membutuhkan waktu untuk mengejar ketertinggalannya. Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang yang berhubungan dengan kemampuan kognitifnya, sedangkan kecerdasan emosional adalah kecerdasan seseorang yang berhubungan dengan kemampuan untuk mengenali, mengendalikan emosi serta kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain sehingga akan memberikan dampak positif bagi diri sendiri maupun orang lain. Selama ini ada anggapan bahwa kecerdasan intelektual merupakan faktor utama yang menentukan masa depan. Anak yang memiliki skor intelegensi (IQ) tinggi kemungkinan besar akan diterima di sekolah yang terbaik dan kelak akan mendapatkan pekerjaan yang baik pula di masa dewasa. Tetapi, pada kenyataannya, pendapat ini tidak selalu berlaku demikian (Goleman 1995). Hasil penelitian beberapa ahli yang bergerak di bidang tes kecerdasan menemukan ada anak yang cerdas, tetapi mengalami kegagalan dibidang akademis, dalam karir, dan juga dalam kehidupan sosialnya. Sebaliknya, anak yang memiliki taraf kecerdasan rata-rata mencapai kesuksesan di kemudian hari. Penjelasan dari fenomena tersebut adalah tes intelegensi hanya mengukur sebagian kecil kemampuan manusia saja, dan belum melihat keterampilan menghadapi aneka tantangan hidup. Faktor IQ dianggap hanya menyumbang 20 persen terhadap keberhasilan seseorang. Sementara sisanya ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam mengatasi berbagai masalah kehidupan yang tidak berkaitan dengan kecerdasan intelektual, melainkan dengan tingkat kecerdasan emosinya (Goleman 1995). Goleman (1995) menyatakan bahwa kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi saling berhubungan, dan tidak dapat dipisahkan. Sebagai 35

16 contoh, hasil tes IQ juga ditentukan oleh kecerdasan emosi, seperti ketekunan, dan motivasi. Kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi merupakan bagian yang integratif dalam jiwa raga. Kecerdasan emosi merupakan faktor penentu keberhasilan masa depan anak (Goleman 1999). Hasil penelitian di bidang psikologi anak telah membuktikan bahwa anakanak yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi adalah anak-anak yang bahagia, percaya diri, popular, dan lebih sukses di sekolah. Anak-anak tersebut lebih mampu menguasai gejolak emosi, menjalin hubungan yang manis dengan orang lain, bisa mengelola emosi, dan memiliki kesehatan mental yang baik (Shapiro 1999). Selain itu, anak yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, oleh gurunya dipandang sebagai murid yang tekun, dan disukai oleh temantemannya sehingga mempengaruhi prestasi belajar. Prestasi belajar tidak hanya ditentukan oleh faktor kecerdasan emosi melainkan juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain seperti motivasi, konsentrasi, kesehatan jasmaniah, ambisi dan tekad, lingkungan, cara belajar, perlengkapan dan sikap di sekolah (Thabrany & Hasbullah 1997, diacu dalam Hulu 2004). Oleh karena itu, sekolah ikut berperan penting dalam mewujudkan prestasi belajar anak. Dalam upaya meningkatkan pendidikan dan sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah menggulirkan program pengembangan Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI) di seluruh wilayah Indonesia. Sekolah bertaraf Internasional adalah salah satu sekolah yang didirikan oleh pemerintah dengan tujuan meningkatkan kualitas SDM. Bahasa Inggris dijadikan bahasa pengantar dan di dukung dengan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan sekolah pada umumnya. Perumusan Masalah Tuntutan globalisasi semakin mendesak Bangsa Indonesia untuk meningkatkan SDM terutama di bidang pendidikan baik laki-laki maupun perempuan. Human Development Index (HDI) merupakan angka untuk mengukur kualitas SDM. HDI Indonesia pada tahun 2005 sebesar 69.6, sedangkan di Jawa Barat Kota Bogor sebagai salah satu wilayah di Jawa Barat menduduki peringkat tiga tertinggi di Jawa Barat (74.3) setelah Kota Depok (77.1), Kota Bekasi (74.6), dan Kota Bandung (74.3). HDI Kota Bogor memiliki 36

17 nilai yang tinggi dari tahun ke tahun, pada tahun 1999 sebesar 69.7, tahun 2002 sebesar 71.9 dan tahun 2005 sebesar 74.3 (BPS 2004). Tahun 2004/2005 jumlah siswa SMA negeri dan swasta di Jawa Barat sebesar 13.5 persen ( ) dari total 33 provinsi ( ). Jumlah ini adalah jumlah terbesar dibandingkan wilayah Indonesia lainnya. Jumlah siswa yang memasuki sekolah negeri lebih besar ( ) dibandingkan yang memasuki sekolah swasta ( ) (BPS 2005). Meningkatnya jumlah siswa menandakan semakin baiknya angka partisipasi pendidikan guna mencapai keberhasilan belajar. Selama ini orang beranggapan bahwa IQ merupakan satu-satunya faktor yang menentukan keberhasilan seseorang. Namun, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosi sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual dalam menentukan keberhasilan studi anak (Shapiro 1999). Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI) di Jawa Barat sebanyak 12 dari 100 sekolah baik negeri maupun swasta yang terdaftar di seluruh Indonesia (8.33%). Sekolah yang terdaftar sebagai SNBI di Jawa Barat meliputi SMAS Krida Nusantara, SMAN 3 Bandung, SMAN 1 Subang, SMAN 2 Depok, SMAS Cakrabuana, SMAS Lazuardi, SMAN 1 Tambun, Islamic Boarding School, SMAN 5 Bekasi, SMAN 1 Bogor, SMAN 2 Cirebon, dan SMAN 2 Tasikmalaya (Anonim 2006). Berdasarkan uraian tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosi siswa kelas bertaraf internasional. Penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Bagaimana interaksi antara anak dalam keluarga; (2) Bagaimana kecerdasan emosional, serta; (3) Bagaimana hubungan antara interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosional siswa kelas bertaraf internasional. 37

18 Tujuan Penelitian Tujuan umum Mengetahui hubungan interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosional siswa kelas bertaraf Internasional Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik individu, dan keluarga 2. Mengidentifikasi interaksi anak dalam keluarga 3. Mengidentifikasi kecerdasan emosional siswa kelas bertaraf internasional 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu, dan keluarga dengan interaksi anak dalam keluarga 5. Menganalisis hubungan interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosional Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi orangtua dan pihak sekolah tentang hubungan interaksi anak dalam keluarga dengan kecerdasan emosional siswa. Selain itu, orangtua juga dapat mengetahui interaksi yang efektif untuk diterapkan pada remaja sehingga dapat tercipta remaja yang memiliki perkembangan kecerdasan emosional yang baik. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah bahan pertimbangan organisasi yang berhubungan dengan pendidikan untuk mengembangkan usaha-usaha yang membantu perkembangan emosional anak. 38

19 TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosi diciptakan oleh Peter Salovey dan John Mayer Kecerdasan emosional amat penting peranannya bagi seseorang karena manusia merupakan makhluk emosi. Sering kali seseorang membuat keputusan seharian dengan tidak berlandaskan logika tetapi karena terbawa oleh perasaan atau emosi diri. Orang yang memiliki kecerdasan emosional rendah akan terombang-ambing dengan perasaan yang tidak menentu, sehingga sukar dalam membuat keputusan yang cepat (Segal 2000, diacu dalam Tanmella 2002). Kecerdasan emosional merupakan kecerdasan emosi dan keterampilanketerampilan dalam mengatur emosi yang menyediakan kemampuan untuk menyeimbangkan emosi sehingga dapat memaksimalkan kebahagiaan hidup jangka panjang. Kehidupan emosi memang merupakan wilayah yang dapat ditangani dengan keterampilan-keterampilan yang lebih tinggi atau lebih rendah, dan membutuhkan keahlian tersendiri (Goleman 1999). Emosi atau perasaan merupakan suasana psikis atau suasana batin yang dihayati seseorang pada suatu saat. Dalam kehidupan sehari-hari keduanya sering diartikan sama. Namun, sesungguhnya perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang, sedangkan emosi menggambarkan suasana batin yang lebih dinamis, bergejolak, terbuka, dan menyangkut ekspresi-ekspresi jasmaniah. Emosi seperti halnya perasaan juga membentuk suatu kontinum, bergerak dari emosi positif sampai yang bersifat negatif (Sukmadinata 2003). Minimal ada empat ciri emosi, yaitu adanya pengalaman emosional bersifat subjektif/pribadi, adanya perubahan aspek jasmaniah, adanya ekspresi dari emosi dalam bentuk perilaku, dan emosi sebagai motif yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan (Sukmadinata 2003). Emosi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia karena merupakan aspek dari kemampuan pengembangan pola tingkah laku seseorang. Emosi dikatakan penting karena orang yang matang adalah orang yang telah memiliki pengendalian dan kemandirian dalam tingkah lakunya, karena sangat penting bagi cara pengambilan keputusan yang rasionalitas (Goleman 1999). Goleman (1995) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memegang peranan dalam keberhasilan seseorang dibandingkan dengan IQ, yang sudah 39

20 lama dipercaya orang dapat meramalkan keberhasilan. IQ tidak dapat bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa kecerdasan emosional. IQ tidak menawarkan persiapan menghadapi gejolak dan kesempatan-kesempatan atau kesulitankesulitan yang ada dalam kehidupan, sedangkan orang yang secara emosional terampil memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan. Dengan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, individu dapat menghadapi berbagai macam kejadian yang tidak terduga dalam kehidupannya. Hal ini sangat menolong dalam melakukan penyelesaian dengan lingkungan dan orang lain (Goleman 1995). Goleman (1995) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan-kemampuan seperti mampu untuk memotivasi diri sendiri dan bertindak gigih/bertahan menghadapi keadaan-keadaan yang frustasi; mengendalikan dorongan hati/rangsangan dan tidak melebih-lebihkan kesenangan; mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Layaknya kecerdasan kognitif, kecerdasan emosional anak-anak ditentukan oleh kepribadian yang dibawa sewaktu anak lahir (genetik) dan dibentuk juga oleh interaksi-interaksi dengan orangtua dan lingkungannya (Gottman & DeClaire 1998). Oleh karena itu, orangtua dan lingkungan sekolah sebenarnya memiliki peluang besar untuk mempengaruhi kecerdasan emosional anak-anak dengan menolong anak mempelajari suatu emosi yang cerdas. Menurut Sarwono (1976) pertumbuhan dan perkembangan emosi ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Kecerdasan emosi menurut Goleman (1995) meliputi mengenali emosi, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, dan seni membina hubungan. Mengenali emosi diri. Adanya kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu perasaan itu terjadi dibutuhkan dalam mengenali emosi diri. Kesadaran diri (self awarness) menurut Goleman (1995) berarti waspada baik terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati. Penggolongan emosi menurut Goleman (1997) yaitu amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan (bahagia), cinta, terkejut, jengkel, dan malu. Mengelola emosi. Pengendalian emosi dilakukan bukan dengan menekan emosi melainkan mampu menyalurkan emosi dan mengalihkan suasana hati melalui kegiatan positif seperti nonton, membaca buku, aerobik, 40

21 mandi air panas, makan makanan kegemaran, pergi berbelanja, mencoba untuk melihat permasalahan dari sudut pandang baru, dan menolong orang lain (Goleman 1999). Emosi yang terlalu ditekan akan tercipta kebosanan dan kesenjangan. Emosi yang tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan gangguan emosi. Bila emosi berlangsung dengan intensitas tinggi dan melampaui titik wajar, emosi akan beralih menjadi hal-hal ekstrim yang menekan seperti kecemasan kronis, amarah yang tidak terkendali, bahkan depresi. Tujuan pengelolaan emosi adalah tercapainya emosi yang wajar, yang merupakan keselarasan antara perasaan dan lingkungan. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan kunci kesejahteraan emosi (Goleman 1995). Bila emosi mengalahkan konsentrasi, yang dilumpuhkan adalah kemampuan mental yang sering disebut dengan ingatan kerja, yakni kemampuan untuk menyimpan dalam benak semua informasi yang berkaitan dengan tugas yang sedang dihadapi (Goleman 1995). Memotivasi diri. Memotivasi merupakan salah satu dasar kecerdasan emosional yang akan meningkatkan keberhasilan dalam segala bidang suatu kumpulan perasaan antusiasme, gairah, dan keyakinan diri dalam mencapai prestasi. Banyak orang mencapai prestasi tinggi karena mempunyai tingkat ketahanan dan ketekunan yang bergantung pada sifat emosional antusiasme serta kegigihan menghadapi tantangan (Goleman 1995). Orang dapat menjadi tahan dan tekun dalam mengerjakan sesuatu jika menunda kepuasan sementara. Emosi-emosi seperti kepuasan pada hasil kerja dapat mendorong untuk berprestasi. Kecerdasan emosional mempunyai kemampuan yang mendalam untuk mempengaruhi semua kemampuan lain, baik memperlancar maupun menghambat kemampuan-kemampuan lain (Goleman 1995). Mengenali emosi orang lain. Empati adalah kemampuan untuk mengetahui perasaan orang lain. Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri. Semakin terbuka seseorang terhadap emosinya sendiri, semakin terampil membaca perasaan. Kegagalan untuk mengetahui perasaan orang lain merupakan kekurangan utama dalam kecerdasan emosional. Cara untuk menunjukan empati adalah mengidentifikasikan perasaan orang lain, yaitu dengan menempatkan diri secara emosional pada posisi orang lain (Goleman 1995). Seni membina hubungan. Mampu memahami emosi orang lain merupakan inti membina hubungan yang merupakan salah satu aspek dari 41

22 kecerdasan emosi. Untuk dapat menangani emosi orang lain dibutuhkan keterampilan emosional yang lain yaitu manajemen diri dan empati. Dengan landasan itu, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan menjadi matang. Kemampuan sosial seperti ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan, untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan, mempengaruhi, dan membuat orang lain merasa nyaman (Goleman 1995). Berangkat dari dua keterampilan emosi dasar dalam menangani emosi orang lain, maka kunci kecakapan sosial adalah seberapa baik atau buruk seseorang mengungkapkan perasaan diri sendiri. Semakin terampil seseorang secara sosial, semakin baik mengendalikan emosi (Goleman 1995). Kecerdasan Emosional dan Proses Belajar Perkembangan intelektual anak sangat terkait erat dengan keadaan emosionalnya. Perasaan anak terhadap diri dan kemampuan dapat berpengaruh besar terhadap keberhasilan di sekolah. Anak yang mengalami gangguan emosi dan sosial dapat mempengaruhi prestasi belajar dan anak butuh waktu untuk mengejar ketertinggalan. Pendapat ini diperkuat oleh Freeman dan Munandar (2002) bahwa masalah emosional bisa mengganggu kegiatan belajar. Menurut Schaefer dan DiGeronimo ada anak-anak yang tidak cukup dewasa dalam perkembangannya untuk bisa mengikuti pelajaran dengan baik, mungkin anak sebenarnya cukup pintar, hanya karena ketertinggalan perkembangan emosional dan sosial membuat anak bisa tinggal kelas (Nakita 2001). Hasil riset menunjukkan bahwa anak-anak cerdas bisa menyesuaikan diri secara emosional, lebih baik daripada anak-anak biasa. Anak lebih sedikit mempunyai masalah-masalah emosional dan lebih mampu mengatasi masalah yang dihadapinya. Secara emosional anak yang cerdas lebih stabil dan lebih matang dibanding teman-teman seusianya, anak cerdas lebih bergembira,dan lebih antusias terhadap hidup (Beck 1998). Goleman (1995) menjelaskan bahwa EQ lebih utama daripada kemampuan kognitif. Ketika seseorang terganggu emosi sulit baginya untuk berpikir jernih, mengingat, konsentrasi belajar dan kapasitas intelektualnya terganggu. Hasil penelitian Terman, anak yang EQ nya tinggi punya prestasi yang baik, yaitu lebih original, lebih ulet, lebih bermotivasi untuk dapat berprestasi yang paling baik. Selain itu juga lebih baik dalam penyesuaian sosial, 42

23 sehingga dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik (Monk, Knoers, Haditono 1987) Sukiat (1986) menyatakan bahwa anak-anak yang berhasil dan dapat berprestasi secara optimal, memiliki ciri ciri antara lain punya tanggung jawab pribadi yang lebih besar dan bersikap positif dalam hubungan dengan orang lain, kurang punya hambatan emosional, serta mampu mengatasi hambatanhambatan yang berhubungan dengan taraf perkembangan fisik. Anak-anak cerdas ada yang memiliki sifat lincah, bisa bergaul dengan siapapun, sangat bersahabat, tetapi ada juga yang pemalu dan suka menyendiri (Freeman & Munandar 2000). Hari pertama anak masuk sekolah, anak-anak cerdas lebih mandiri dan cukup dalam pelajaran-pelajaran. Umumnya sangat peka terhadap orang lain, terlebih pada kedua orang tua. Pengaruh teman sangat penting bagi perkembangan emosi dan intelektual anak (Freeman & Munandar 2000). Anak-anak yang tidak memiliki teman lebih suka tumbuh menjadi orang dewasa yang stabil dan seimbang. Selain itu, anak-anak yang cerdas menerima banyak simpati dan kasih sayang serta memiliki kemampuan beradaptasi, dan suka berteman. Anak-anak yang memiliki bakat untuk bergaul memiliki banyak teman dan mudah mengerti perasaan anak-anak lain, meskipun tidak berarti lebih cerdas daripada temanteman yang lain. Puspitawati (2006) menyatakan bahwa faktor pendukung yang berkontribusi signifikan secara langsung dalam mempengaruhi kenakalan pelajar adalah tingkat hubungan dengan teman-temannya. Pelajar bersama-sama dengan teman seusianya merasa memiliki keterkaitan dan hubungan atau emotional bonding dengan peer grupnya, sehingga tercipta suatu perasaan ikatan kesamaan baik tujuan, nasib, pengalaman, maupun motivasi hidup. Ikatan perasaan inilah kemudian melahirkan adanya komitmen bersama dalam melakukan tindakan. Interaksi Anak Dalam Keluarga Orangtua berperan besar dalam perkembangan kepribadian anak. Orangtua menjadi faktor dalam menanamkan dasar kepribadian yang ikut menentukan corak dan gambaran seseorang setelah dewasa. Jadi gambaran kepribadian yang terlihat dan diperlihatkan seorang remaja banyak ditentukan oleh keadaan dan proses yang ada dan yang terjadi sebelumnya (Gunarsa & Gunarsa 1990). 43

24 Sikap orangtua mempengaruhi cara orangtua memperlakukan anak dan perlakuan orangtua terhadap anak sebaliknya mempengaruhi sikap dan perilaku anak terhadap orangtua. Pada dasarnya hubungan orangtua-anak tergantung pada sikap orangtua. Sikap orangtua sangat menentukan hubungan keluarga. Sekali hubungan terbentuk, maka cenderung bertahan. Orangtua yang mempunyai kemampuan yang baik tentu akan mempunyai cara, sikap, dan waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan anak. Tingkah laku orangtua dapat mempengaruhi dalam pembinaan anak-anak. Hubungan yang baik dalam keluarga antara ayah, ibu, dan anak-anak disamping anggota keluarga akan dapat terjalin dengan baik apabila komunikasi berjalan dengan baik dalam lingkungan keluarga (Effendi et al 1995, diacu dalam Kunarti 2004). Interaksi sosial yang pertama kali dialami oleh anak adalah hubungan anak dengan ibunya, kemudian meluas dengan ayah dan anggota keluarga yang lain. Dalam pemberian stimulasi mental pada anak maka peran seorang ibu untuk pengasuhan anak sangat besar. Interaksi ibu-anak sebagai suatu pola perilaku yang mengikat ibu dan anak secara timbal balik yang mencakup berbagai upaya keluarga secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Puspitawati (2006) dalam penelitiannya mengindikasikan orangtua yang berkompeten adalah yang melakukan pengasuhan dengan hangat dan mendukung, menghargai anaknya, mencintai anaknya, melakukan kegiatan bersama, menanyakan pendapat, dan membantu memecahkan masalah bersama. Gaya pengasuhan yang dilakukan baik oleh ibu maupun ayah merupakan variabel mediator antara keadaan sosial-ekonomi keluarga dan outcome pelajar di SMK TI dan SMU (tingkat penghargaan diri, tingkat kecerdasan emosional, dan perilaku kenakalan pelajar). Ilmu sosiologi menggunakan pendekatan bahwa hubungan antar manusia harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Hubungan antar manusia saling mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya melalui pengertian yang diungkapkan, informasi yang dibagi, dan semangat yang disumbangkan. Model interaksi dari proses komunikasi juga menunjukkan perkembangan peran (role development), pengambilan peran (role-taking) dan pengembangan diri sendiri (development of self) karena manusia berkembang melalui interaksi sosialnya. Komunikasi manusia juga terjadi dalam konteks budaya tertentu, mempunyai batas-batas tertentu. Keluarga mempunyai interaksi yang memberikan ikatan 44

25 bonding (hubungan biologis dan hubungan intergenerasi serta ikatan kekerabatan) yang jauh lebih lama dibandingkan dengan kelompok sosial lainnya. Interaksi dalam keluarga ini lebih dipandang sebagai suatu interaksi umum antar anggota keluarga, suatu seri interaksi yang dilakukan oleh kedua belah pihak (dyadic), sejumlah interaksi antara sub-kelompok keluarga: dyadic, triadic, tetradic, dan sistem hubungan internal keluarga sebagai reaksi terhadap sistem sosial yang lebih luas ( Klein dan White 1996, diacu dalam Puspitawati 2006). Hubungan diadik antara orangtua dan anak dibagi menjadi dimensi kehangatan dan kekasaran. Hubungan diadik adalah hubungan dua arah antara dua individu yang mengindikasikan aspek pengaruh individu yang diakibatkan karena kontak hubungan. Penelitian Puspitawati (2006) menunjukkan bahwa lebih dari tiga perempat jumlah contoh dari sekolah negeri maupun sekolah swasta melaporkan adanya hubungan yang hangat dan mendukung dari pihak ayah maupun ibu terhadap anaknya. Sikap tersebut tercermin dari perilaku ayah dan ibu dalam hal menanyakan pendapat, mendengarkan pendapat, menghargai pendapat, memberikan kepedulian, mencintai dengan hangat, membantu pekerjaan, tertawa bersama, bertindak sportif dan pengertian, dan menyatakan cinta kepada anaknya. Hubungan diadik antara orangtua dan anak adalah hubungan timbal balik dua arah yang didasari oleh perasaan dan perilaku saling menyayangi, menolong atau membenci antara satu dengan yang lainnya. Merujuk pada Rohner (1986) bahwa perilaku kekasaran orangtua mengarah pada tindakan penolakan, kasar, dan keras dari orangtua terhadap anaknya. Pada penelitian Puspitawati (2006) ditemukan bahwa kurang dari setengah jumlah contoh dari sekolah negeri maupun swasta mendapatkan perlakuan dan hubungan yang keras dan kasar dari orangtuanya. Hal tersebut tercermin dari perlaku orangtua yang mengancam, membuat perasaan bersalah, memukul, menarik rambut, bertengkar, menangis, tersedu-sedu apabila tidak puas dengan perbuatan anaknya, menyindir atau sumpah serapah, berbicara dengan kasar, dan memanggil dengan panggilan yang jelek terhadap anaknya. Permasalahan keluarga yang semakin rentan akhir-akhir ini dikarenakan semakin melemahnya kualitas komunikasi antara anggota keluarga sehingga memudarnya fungsi keluarga dalam melindungi anggotanya dari pengaruh pihak luar. Pengaruh luar terhadap pribadi keluarga semakin kuat akibat peningkatan 45

26 teknologi komunikasi di era informasi globalisasi (Susanto-Sunario 1995, diacu dalam Puspitawati 2006). Komunikasi dan interaksi dalam keluarga adalah bagian dari proses sosialisasi anak yang dilakukan oleh orangtua. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam proses sosialisasi, yaitu: pola perilaku yang disosialisasikan, agen yang berpartisipasi dalam proses sosialisasi (termasuk orangtua, anak, teman, guru), dan teknik pelaksananan dari proses sosialisasi (Kalish dan Collier 1981, diacu dalam Puspitawati 2006). Kreppner dan Lerner (Zeitlin 1995) mengemukakan pendapat bahwa keluarga merupakan suatu sistem yang menekankan pada dimensi interaksi keluarga, suatu seri dari interaksi timbal balik dua arah, dan gabungan dari interaksi dari semua sub kelompok keluarga, dan suatu sistem hubungan internal yang menyangkut dukungan sosial, dan hubungan intergenerasi. Suatu sikap yang sering terlihat pada orangtua yang lupa bahwa anaknya yang mulai menginjak remaja, justru membutuhkan lebih banyak waktu dan perhatian untuk menciptakan hubungan timbal balik, hubungan komunikatif dan dialogis, agar permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh remaja memperoleh bantuan, dorongan, dan dukungan dari orangtua untuk mengatasinya (Gunarsa & Gunarsa 2004). Orangtua diharapkan memiliki kesadaran penuh dalam membimbing remaja dalam memperoleh nilai-nilai sebagai pegangan hidup. Hal ini bisa dicapai dengan pemeliharaan hubungan baik antara orangtua dan remaja, dan kesempatan yang cukup banyak untuk berbicara antara orangtua dan remaja. Anak yang menghadapi masalah, baik kecil maupun besar mengidamkan orangtua sebagai tempat bernaung yang dapat diperoleh melalui komunikasi. Komunikasi akan terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ayah, ibu, dan remaja. Meluangkan waktu bersama merupakan syarat utama untuk menciptakan komunikasi antara orangtua dan anak, sebab dengan adanya waktu bersama, barulah keintiman dan keakraban dapat diciptakan diantara anggota keluarga(gunarsa & Gunarsa 2004). Kualitas Hubungan Antar Anggota Keluarga Hubungan antar pribadi dalam keluarga yang meliputi hubungan antara anak dengan tokoh yang dekat dalam kehidupannya berpengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian anak yang dalam hal-hal tertentu bisa menjadi sumber permasalahan perilaku anak. Hubungan kasih sayang antara 46

27 orangtua dan anak akan mendekatkan anak dengan orangtuanya, memudahkan orangtua memberikan hadiah dan hukuman yang sepadan jika anak berbuat tidak baik. Anak juga akan lebih mudah menerima nilai-nilai orangtua dan menirunya (Gunarsa & Gunarsa 2004). Eratnya keterikatan antara anak dengan orang dewasa yang ada dalam rumah tangga bisa berbeda-beda, sesuai dengan intensitas jalinan hubungan antara orangtua dan anak. Rasa cemas yang sering dialami anak dapat meningkatkan intensitas keterikatan, karena anak dapat memperoleh perasaan aman kedekatan dengan ibu atau pengasuhnya. Akan tetapi hubungan antara orangtua dan anak yang terlalu dekat dapat menyebabkan anak tidak mau lepas dan anak akan menjadi sangat bergantung pada orangtuanya. Sebaliknya jika hubungan antara keduanya renggang atau orangtua bersikap acuh tak acuh terhadap anaknya menyebabkan dalam diri anak timbul reaksi frustasi, begitu juga jika orangtua terlalu keras terhadap anaknya dapat menyebabkan hubungan menjadi jauh(gunarsa & Gunarsa 2004). Pengasuhan Berbicara mengenai pengasuhan, ditemukan adanya korelasi antara pengasuhan dengan kemampuan kontrol diri anak. Perilaku anak dipengaruhi oleh perlakuan orang tua terhadap dirinya. Orangtua yang menerapkan pengasuhan dengan gaya permisif akan menyebabkan kurangnya kemampuan kontrol diri pada diri anak-anaknya, dan sebaliknya. Adapun pengasuhan anak dan kurangnya kontrol diri pada anak-anak dapat disebabkan oleh faktor-faktor lainnya seperti kecenderungan genetik, kemiskinan atau lingkungan sosial dan sejarah keluarga (Santrock dan Yussen 1989). Schaefer (Hughes dan Noppe 1985) menyoroti dimensi pengasuhan dari perpaduan baik sisi tingkatan afeksi maupun sisi kekuasaan (power) yang dijabarkan ke dalam dua dimensi yang kontinyu yaitu cinta (hangat, diterima, dan diakui) versus kekerasan (dingin, ditolak, dan tidak diakui), dan otonomi (bebas dan fleksibel) versus kontrol (posesif dan rigid). Hampir sama dengan Schaefer, Rohner (1986) menyebutkan pola pengasuhan yang terdiri atas: kehangatan kasih sayang orangtua (parental acceptance) yang meliputi dua ekspresi yaitu secara fisik (seperti memeluk, mencium, membelai, dan tersenyum) dan secara verbal (memuji, dan mengatakan hal-hal yang menyenangkan), dan penolakan orangtua (parental rejection) yang meliputi sikap: (a) kekerasan dan agresi (hostility dan agression) dengan ciri memukul, menendang, mendorong, 47

28 meremehkan, dan memberi kata-kata kasar, (2) sikap tidak peduli dan melalaikan (indifference dan neglect) dengan ciri ketidakmampuan orangtua secara fisik dan psikologi dalam memenuhi kebutuhan anak, dan mengabaikan, serta (c) penolakan (unindifference rejection) dengan ciri tidak dicintai, tidak diinginkan dari penolakan orangtua tanpa adanya indikator yang secara jelas verbal maupun fisik. Pendekatan Teori Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat. Eshleman (1991, Gelles (1995) dan Newman dan Grauerholz (2002) menyatakan bahwa pendekatan teori struktural fungsional dapat digunakan dalam menganalisis peran keluarga agar dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat. Adapun Farington dan Chertok (Boss et al 1993) menyatakan bahwa konsep keseimbangan mengarah kepada konsep homeostatis suatu organisme yaitu suatu kemampuan untuk memelihara kestabilan agar kelangsungan suatu sistem tetap terjaga dengan baik meskipun didalamnya mengakomodasi adanya adaptasi dengan lingkungan. Penerapan teori struktural fungsional dalam konteks keluarga terlihat dari struktur dan peraturan yang diterapkan. Chapman (2000) menyatakan bahwa keluarga adalah unit universal yang memiliki peraturan, seperti peraturan untuk anak-anak agar dapat belajar untuk mandiri. Tanpa aturan atau fungsi yang dijalankan oleh unit keluarga maka unit keluarga tersebut tidak memiliki arti yang dapat menghasilkan suatu kebahagiaan. Bahkan dengan tidak adanya peraturan maka akan tumbuh atau terbentuk suatu generasi penerus yang tidak mempunyai daya kreasi yang lebih baik dan akan mempunyai masalah emosional serta hidup tanpa arah. Prasyarat dalam teori struktural fungsional menjadikan suatu keharusan yang harus ada agar keseimbangan sistem tercapai, baik pada tingkat masyarakat maupun tingkat keluarga. Levy (Megawangi 1999) menyatakan bahwa persyaratan struktural yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi, yaitu meliputi : (1) diferensisasi peran yaitu alokasi peran/tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, (2) alokasi solidaritas yang menyangkut distribusi relasi antara anggota keluarga, (3) alokasi ekonomi yang menyangkut distribusi barang dan jasa antar anggota keluarga untuk mencapai tujuan keluarga, (4) alokasi politik yang menyangkut distribusi kekuasaan dalam 48

29 keluarga, dan (5) alokasi integrasi dan ekspresi yaitu meliputi cara/teknik sosialisasi internalisasi maupun pelestarian nilai-nilai maupun perilaku pada setiap anggota keluarga dalam memenuhi tuntutan norma-norma yang berlaku. Saxton (1990) menyatakan bahwa keluarga berperan dalam menciptakan stabilitas, pemeliharaan, kesetiaan dan dukungan bagi anggotanya. Namun apabila fungsi keluarga tersebut tidak dapat dilakukan dengan optimal, maka akan timbul berbagai hal negatif baik bagi anggota keluarga itu sendiri maupun bagi masyarakat. Teori sistem mempunyai pengertian dan konsep yang sama dengan teori struktural-fungsional, namun teori sistem lebih menekankan pada beroperasinya hubungan antara satu set dengan set yang lainnya, sedangkan teori strukturalfungsional lebih menekankan pada mekanisme struktur dan fungsi dalam mempertahankan keseimbangan struktur, Kedua teori tersebut terkadang dipandang sebagai teori yang sama, dan keduanya diterapkan pada analisis kehiduoan keluarga. Pendekatan teori sistem sosial diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi Adam Smith yang menyangkut adanya konsep kesatuan dan saling ketergantungan antar individu dan masyarakat (Campbell 1981). Pendekatan ini digunakan dalam menganalisis keluarga dengan menerapkan konsep keluarga sebagai ekosistem dan keluarga sebagai suatu sistem sosial. Keluarga sebagai suatu sistem terdiri dari suatu set bagian berbeda, namun berhubungan dan saling tergantung satu dengan yang lainnya.. Keluarga juga menerapkan praktek komunikasi antar organisasi yang menyangkut kemampuan manusia dan perilakunya dalam menggunakan bahasa dan penafsiran simbol-simbol yang berkaitan dengan sistem sosial di sekelilingnya (Ruben 1988; Nisjar dan Winardi 1997). Bronfenbrenner (1981) menyajikan model pandangan dari segi ekologi dalam mengerti sosialisasi anak-anak. Model tersebut menempatkan posisi anak atau keluarga inti pada pusat didalam model yang secara langsung dapat berinteraksi dengan lingkungan yang berada disekitarnya, yaitu lingkungan mikrosistem yang merupakan lingkungan terdekat dengan anak berada, meliputi keluarga, sekolah, teman sebaya, dan tetangga. Lingkungan yang lebih luas disebut lingkungan mesosistem yang berupa hubungan antara lingkungan mikrosistem satu dengan mikrosistem yang lainnya, misalnya hubungan antara lingkungan keluarga dengan sekolahnya, dan hubungan antara lingkungan keluarga dengan teman sebayanya. Lingkungan yang lebih luas disebut 49

30 lingkungan exosistem yang merupakan lingkungan anak tidak secara langsung mempunyai peran secara aktif, misalnya lingkungan keluarga besar atau lingkungan pemerintahan. Akhirnya lingkungan yang paling luas adalah lingkungan makrosistem yang merupakan tingkatan paling luas yang meliputi struktur sosial budaya suatu bangsa secara umum. Masa Remaja Steinberg (2001) menyatakan bahwa masa remaja merupakan suatu masa yang menyenangkan dalam rentang kehidupan manusia, remaja menjadi individu yang telah dapat membuat keputusan-keputusan yang baik bagi dirinya sendiri dan dipandang telah mampu untuk bekerja serta mempersiapkan perkawinan. Santrock (1998) mengemukakan bahwa bersamaan dengan berkembangnya aspek kognitif, sering muncul perbedaan pendapat dengan orang tua atau orang dewasa lainnya. Remaja tidak lagi memandang orang tua sebagai sosok manusia yang mengetahui segalanya, sehingga banyak orang berpikir bahwa masa remaja merupakan masa yang penuh dengan pertentangan dan menolak nilai-nilai yang digariskan oleh orang tuanya. Bila dilihat dari keseluruhan perjalanan dan perkembangan hidup manusia, maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa masa remaja adalah masa yang paling menarik dan paling banyak mendapat perhatian, karena sifatnya yang khas dan perannya yang cukup menentukan dalam kehidupan individu dan dalam masyarakat (Sarwono S W 2003). Sebagian masyarakat ada yang memandang bahwa remaja merupakan kelompok yang biasa-biasa saja tidak berbeda dengan kelompok orang-orang lainnya. Ada juga orang yang memandang bahwa remaja merupakan kelompok yang sering membuat masalah dalam masyarakat. Ada juga yang berpendapat bahwa remaja merupakan generasi penerus bangsa sehingga potensinya perlu dimanfaatkan (Monks 1987). Para ahli psikologi pada umumnya membagi masa remaja menjadi beberapa fase seperti diungkapkan oleh Monks (1987) yaitu fase remaja awal usia antara tahun, fase remaja pertengahan berusia antara tahun dan fase remaja akhir berusia antara tahun. Pada remaja awal biasanya ditandai oleh adanya pertumbuhan fisik yang cukup. Pada remaja pertengahan biasanya sudah mulai mengembangkan cara berpikir yang lebih baik, sudah mulai melakukan peran-peran orang dewasa dan berpandangan realistik, sedangkan individu yang berada pada masa remaja akhir biasanya ditandai oleh 50

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosional

TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosional TINJAUAN PUSTAKA Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosi diciptakan oleh Peter Salovey dan John Mayer 1990. Kecerdasan emosional amat penting peranannya bagi seseorang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan 60 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Bogor, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR 63 PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR KARTIKA WANDINI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian 65 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sekolah Menengah Atas Negeri 1 (SMAN1) Bogor merupakan satusatunya Sekolah Nasional Bertaraf Internasional (SNBI) di Kota Bogor yang beralamat di

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL- EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA

ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL- EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA i ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL- EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA (Studi Kasus pada Mahasiswa IPB yang Berbisnis Multi Level Marketing)

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk memasuki era globalisasi yaitu, era dimana pertukaran budaya, seni, dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Salah

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode yang penting, walaupun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting namun kadar kepentingannya berbedabeda. Kadar kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas merupakan modal dasar untuk mewujudkan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Hal ini berarti bahwa kualitas sumberdaya manusia

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI MENINGKATKAN KEPUASAN MAHASISWA IPB TERHADAP PENYELENGGARAAN AKADEMIK AMALIA KHAIRATI

ANALISIS DAN STRATEGI MENINGKATKAN KEPUASAN MAHASISWA IPB TERHADAP PENYELENGGARAAN AKADEMIK AMALIA KHAIRATI ANALISIS DAN STRATEGI MENINGKATKAN KEPUASAN MAHASISWA IPB TERHADAP PENYELENGGARAAN AKADEMIK AMALIA KHAIRATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Lampiran 1 Cara pengukuran variabel Tujuan Hidup dan Cita-cita : Variabel ini terdiri dari 10 butir pertanyaan dengan skala likert 1-5.

Lampiran 1 Cara pengukuran variabel Tujuan Hidup dan Cita-cita : Variabel ini terdiri dari 10 butir pertanyaan dengan skala likert 1-5. LAMPIRAN 97 98 Lampiran 1 Cara pengukuran variabel Tujuan Hidup dan Cita-cita : Variabel ini terdiri dari 10 butir pertanyaan dengan skala likert 1-5. Pertanyaan berupa keinginan meneruskan ke perguruan

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu BAB V PEMBAHASAN Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistimatis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial; mereka tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Sejak manusia dilahirkan, manusia sudah membutuhkan kasih sayang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada dasarnya sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau selalu membutuhkan orang lain dalam rangka

Lebih terperinci

HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR

HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR Yulia Rimawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

R Sq Linear = 0.02 R Sq Linear = 0.007 R Sq Linear = 0.027 150 pendidikan ibu, relasi gender, manajemen keuangan, kesejahteraan keluarga subjektif, sebaliknya berhubungan negatif nyata dengan usia ibu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Tehnik Pengambilan Contoh 29 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini menggunakan cross sectional study yaitu suatu penelitian yang dilakukan pada saat dan waktu tertentu. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala]. [3 April 2009]. 2

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala].  [3 April 2009]. 2 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja adalah generasi penerus suatu bangsa dan merupakan ujung tombak yang akan berperan dalam pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, suatu bangsa membutuhkan remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses yang berlangsung secara aktif dan integratif untuk mencapai suatu tujuan. Salah satu tujuannya adalah pencapaian hasil belajar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan

Karakteristik TKW Umur Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Lama menjadi TKW. Kualitas Perkawinan Kebahagiaan perkawinan Kepuasan Perkawinan 46 KERANGKA PEMIKIRAN Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) merupakan keluarga yang mengalami perpisahan dengan istri dalam jangka waktu yang relatif lama. Ketiadaan istri dalam keluarga menjadi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL. Karakteristik Remaja

HASIL. Karakteristik Remaja HASIL Karakteristik Remaja Jenis Kelamin dan Usia. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1992) kelompok usia remaja di bagi ke dalam empat kategori, yakni usia pra remaja (10-12 tahun), remaja awal (12-15

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang

Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan) Oleh DYAH ISTYAWATI A 14202002 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia membutuhkan interaksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi yang dimilikinya.oleh karena itu, sangat diperlukan adanya

BAB I PENDAHULUAN. dan potensi yang dimilikinya.oleh karena itu, sangat diperlukan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan kegiatan interaksi sosial.interaksi sosial ini tidak dapat bejalan dengan baik jika seseorang tidak dapat menyadari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berkembang dan akan selalu mengalami perkembangan baik fisik dan psikis dari waktu ke waktu, sebab hakikat manusia sejak terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab itu perguruan tinggi khususnya akuntansi dituntut untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas suatu bangsa tercermin tidak hanya dari kepemilikan sumber daya alam yang melimpah, tetapi perlu didukung pula oleh sumber daya manusia yang baik. Penentu kemajuan suatu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yakni data yang dikumpulkan pada suatu waktu dan tidak berkelanjutan (Singarimbun & Efendi 1995). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan mutu pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA

HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PEER GROUP DENGAN KARAKTER DAN PERILAKU BULLYING REMAJA KARINA DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 Hak Cipta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi merupakan suatu zaman dimana pertukaran budaya, seni dan kemajuan ilmu pengetahuan terjadi sangat pesat dan bebas. Banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dalam lingkungan sekolah. Dengan memiliki para siswa dengan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian dalam lingkungan sekolah. Dengan memiliki para siswa dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Perbedaan bakat dan kemampuan para siswa, menjadi hal yang perlu menjadi perhatian dalam lingkungan sekolah. Dengan memiliki para siswa dengan kemampuan, keahlian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari kecerdasan intelektualnya (IQ), namun juga ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat mengelola emosionalnya. Kecerdasan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek

EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah) Oleh : NURINA PANGKAURIAN A14204012 PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin 9 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja merupakan masa transisi dari periode anak ke periode dewasa. Secara psikologi, kedewasaan adalah keadaan berupa sudah terdapatnya ciri-ciri psikologis pada diri seseorang.

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran bahwa faktor inteligensi merupakan faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang

BAB I PENDAHULUAN. hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja dalam perannya sebagai siswa Sekolah Menengah Atas, hendaknya memiliki kemampuan untuk memberi kesan yang baik tentang dirinya (dalam Pusparia, 2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian anak dan mampu mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya secara

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian anak dan mampu mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling kecil, yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Dari beberapa fungsi keluarga salah satunya adalah memberikan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari

BAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat anak memasuki usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, anak mulai

Lebih terperinci

PERSEPSI KARYAWAN TENTANG HUBUNGAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI DENGAN KINERJA KARYAWAN. Oleh : DEVIANI PERTIWI H

PERSEPSI KARYAWAN TENTANG HUBUNGAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI DENGAN KINERJA KARYAWAN. Oleh : DEVIANI PERTIWI H PERSEPSI KARYAWAN TENTANG HUBUNGAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI DENGAN KINERJA KARYAWAN (Studi Kasus PD Pasar Jaya Unit Area 03 Pramuka, Jakarta Timur) Oleh : DEVIANI PERTIWI H24051693 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu

Lebih terperinci

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel Thesis Diajukan kepada Program Studi Magister Sains Psikologi

Lebih terperinci

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH

NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH NILAI ANAK, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK USIA 2-5 TAHUN PADA KELUARGA RAWAN PANGAN DI KABUPATEN BANJARNEGARA, JAWA TENGAH CHANDRIYANI I24051735 DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Widjaja, 2006). Pegawai memiliki peran yang besar dalam menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang dipekerjakan dalam suatu badan tertentu, baik pada lembaga pemerintah maupun badan usaha merupakan seorang pegawai (A.W. Widjaja, 2006). Pegawai

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY

Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY Rita Eka Izzaty Staf Pengajar FIP-BK-UNY 1. Definisi Permasalahan Perkembangan Perilaku Permasalahan perilaku anak adalah perilaku anak yang tidak adaptif, mengganggu, bersifat stabil yang menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia membutuhkan manusia berkompeten untuk mengolah kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, disiplin, jujur, berani,

Lebih terperinci