TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin"

Transkripsi

1 9 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja merupakan masa transisi dari periode anak ke periode dewasa. Secara psikologi, kedewasaan adalah keadaan berupa sudah terdapatnya ciri-ciri psikologis pada diri seseorang. Ciri-ciri psikologis tersebut menurut G.W.Allport (1961) diacu dalam Sarwono (2006) adalah pemekaran diri sendiri (extension of the self), kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif, dan memiliki falsafah hidup tertentu. Piaget menyatakan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia ketika anak tidak lagi berada di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua, tetapi berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Secara umum, remaja dibagi ke dalam dua periode, yaitu remaja awal (13-16 tahun) dan remaja akhir (17-18 tahun). Menurut Bronfenbrenner (1979) diacu dalam Gunarsa (2001), kondisi lingkungan hidup, baik itu kondisi sosial atau kondisi budaya suatu masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak. Menurut Richmond dan Sklansky (1984) diacu dalam Sarwono (2006), inti dari tugas perkembangan seseorang dalam periode remaja adalah memperjuangkan kebebasan. Sementara itu, menemukan bentuk kepribadian yang khas dalam periode ini belum menjadi sasaran utama. Pada usia ini juga individu mulai meningkatkan daya kreativitasnya melalui berbagai kegiatan atau penjurusan tertentu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap remaja terhadap pendidikan, yaitu sikap teman sebaya, sikap orang tua, nilai-nilai praktis dari berbagai mata pelajaran, sikap terhadap guru-guru, keberhasilan dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler, dan derajat dukungan sosial di antara temanteman sekelas. Karakteristik Remaja Jenis Kelamin Menurut Papalia, Olds, & Feldman (2008), remaja perempuan lebih banyak dilanda stres dan depresi karena pengaruh lingkungan sosial dan juga teman sebaya. Remaja perempuan juga lebih mudah meluapkan emosinya

2 10 daripada laki-laki. Perempuan juga ternyata lebih peka dan memiliki empati yang tinggi, sedangkan laki-laki lebih mudah beradaptasi dan mengatasi stres. Usia Santrock (2003) membagi usia remaja dibagi ke dalam dua periode, yaitu remaja awal (13-16 tahun) dan remaja akhir (17-18 tahun). Bertambahnya usia anak membuat anak memiliki ruang lingkup yang semakin luas terjangkau. Pada masa remaja juga lah pengaruh teman sebaya dan lingkungan di luar diri anak semakin kuat, sedangkan pengaruh lingkungan keluarga semakin berkurang. Urutan Kelahiran Urutan anak ketika dilahirkan terdiri atas anak sulung, anak tengah, dan anak bungsu. Menurut Santrock (2003), urutan kelahiran anak ini akan mempengaruhi sikap dan perilaku orang tua terhadap anak tersebut. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), anak sulung memiliki tanggung jawab yang lebih besar dan dituntut untuk lebih dewasa serta dapat memberikan contoh bagi adikadiknya. Orang tua juga menjadi lebih mengekang atau menetapkan batas-batas tingkah laku anak. Hal tersebut tidak jarang membuat anak sulung cenderung mengalami stres bila tidak dapat memenuhi tuntutan yang diberikan. Menurut Harlock (1980) diacu dalam Yulianti (2010), kedudukan seseorang dalam keluarga akan sangat mempengaruhinya menghadapi masyarakat dan dunia. Semua anggota keluarga memaksakan pola-pola perilaku tertentu kepada anggota keluarga yang lain pada saat mereka berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan cara inilah posisi dalam keluarga memberikan cap yang tidak dapat dihapuskan dari gaya hidup seseorang. Karakteristik Keluarga Usia Orangtua Berdasarkan Papalia dan Olds (2009), usia ibu dibagi menjadi tiga kategori, yakni dewasa awal (18-40 tahun), dewasa madya (41-60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2004), usia dapat mempengaruhi cara memperlakukan dan mendidik anak. Perlakuan yang diberikan oleh orang tua terhadap anaknya haruslah disesuaikan dengan kematangan anak agar anak lebih siap menerima hal apa saja yang ingin

3 11 ditanamkan oleh orang tua. Dengan begitu, hal tersebut akan tetap tersimpan dan menjadi bagian kepribadian anak untuk kemudian membentuk konsep dirinya. Tingkat Pendidikan Orangtua Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2001), pola komunikasi antar keluarga secara langsung maupun tidak langsung ditentukan oleh tingkat pendidikan orang tua. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianut, cara berpikir, cara pandang, dan juga persepsi terhadap suatu masalah (Sumarwan 2002). Pekerjaan Orangtua Bekerja merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan sesuatu dalam bentuk uang, benda, jasa, maupun ide. Menurut Sumarwan (2002), pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan seseorang dan akan mempengaruhi besar pendapatan yang diterimanya. Pendapatan Orangtua Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seseorang sebagai hasil dari pekerjaan yang dilakukan (Sumarwan 2002). Keluarga yang memiliki pendapatan rendah akan memiliki kegiatan keluarga yang kurang terorganisasi dibandingkan keluarga dengan pendapatan tinggi (Hurlock 1980). Besar Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dalam keadaan saling ketergantungan. Model Pembelajaran Berbagai upaya telah dilakukan dalam dunia pendidikan sebagai proses untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Munculnya inovasi dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif bagi pelaksana pendidikan itu sendiri. Salah satu bentuk inovasi dalam dunia pendidikan adalah munculnya model-model pembelajaran dengan berbagai program unggulan. Model-model ini dirancang dan

4 12 disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa yang memasuki kelas tersebut. Beberapa program yang telah diselenggarakan oleh sekolah, yaitu dengan adanya program kelas unggulan, seperti kelas Akselerasi dan membentuk Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Kelas Akselerasi Program akselerasi merupakan proses percepatan belajar yang telah dilaksanakan sejak tahun Tokoh yang pertama kali merumuskan akselerasi adalah Pressy. Pada tahun 1949, Pressy mengemukakan bahwa akselerasi adalah suatu kemajuan dalam bidang pendidikan dengan laju yang lebih cepat daripada yang berlaku pada umumnya. Semiawan (2000) diacu dalam Gunarsa (2006) mengatakan bahwa terdapat dua pengertian akselerasi, yang pertama adalah akselerasi sebagai model pembelajaran dan yang kedua akselerasi sebagai suatu kurikulum atau disebut sebagai program akselerasi. Dengan kata lain, akselerasi juga dikatakan sebagai suatu proses memulai tingkat pendidikan pada usia yang lebih muda dari yang biasanya. Program ini diperuntukkan untuk anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa di setiap jenjang sekolah. Program ini dilakukan dengan mempercepat waktu sekolah melalui pengurangan waktu selama satu tahun dari biasanya. Menurut Southern dan Jones (1991) dalam Gunarsa (2006), terdapat dua kriteria untuk melakukan kemajuan dalam bidang pendidikan, yaitu prestasi yang telah ada dan kemampuan untuk maju dengan lebih cepat daripada norma yang telah ada. Terdapat dugaan juga bahwa seorang siswa yang superior akan mampu melaju dengan lebih cepat dibandingkan teman sebayanya dalam menjalani program pengajaran yang standar. Para ahli juga menyatakan bahwa akselerasi melaju dengan lebih cepat dari segi akademis yang mencakup penawaran kurikulum standar kepada siswa yang berusia lebih muda dan berbakat sehingga proses pembelajaran yang dilakukan akan sesuai dengan bakat dan potensi siswa. Departemen Pendidikan (2002) merumuskan akselerasi sebagai pemberian layanan pendidikan sesuai potensi siswa berbakat dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyelesaikan program reguler dalam jangka waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan teman-teman sebayanya.

5 13 Kelas Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) Dalam Bab XIV pasal 50 ayat 3 Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pemerintah daerah harus mengembangkan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan menjadi bertaraf Internasional. Tujuan diadakannya RSBI ini adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia dengan kualitas global atau Internasional. Kelebihan RSBI adalah memotivasi para siswa untuk mampu bersaing dalam dunia global. Seorang siswa lebih berani mencoba hal-hal baru sehingga akan menantang para guru untuk mengembangkan metode dan model pembelajaran di dunia Internasional. Salah satu standar RSBI adalah pendidik atau guru yang mengajar harus telah melalui jenjang pendidikan S2 atau S3 dengan kemampuan berbahasa Inggris yang aktif, secara lisan maupun tulisan. Peraturan Pemerintah (PP) No 17/2010 yang terdiri atas tiga pasal, yaitu menurut Pasal 152 Ayat 1 yang berisi satuan pendidikan dasar dan menengah yang dikembangkan yang menjadi taraf Internasional melakukan penjaminan mutu pendidikan sesuai dengan penjaminan khusus sekolah/madrasah bertaraf Internasional yang diatur oleh menteri. Selain itu juga diatur dalam Pasal 152 Ayat 2, yaitu Pemerintah provinsi/pemerintah kabupaten kota atau masyarakat dapat mendirikan sekolah/madrasah baru yang bertaraf Internasional dengan persyaratan harus memenuhi standar Nasional Pendidikan (SNP) sejak sekolah/madrasah berdiri dan juga pedoman penjaminan mutu sekolah/madrasah bertaraf Internasional yang ditetapkan oleh menteri sejak sekolah/madrasah berdiri. Konsep Diri Menurut Hurlock 1993, konsep diri diartikan sebagai gambaran seorang individu tentang dirinya secara fisik, sosial, dan psikologis yang diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain. Hurlock (1980) menyatakan bahwa konsep diri mencakup citra fisik dan psikologis. Citra fisik ini terbentuk pertama kali dan berkaitan dengan penampilan fisik anak, daya tarik, serta kesesuaian dengan jenis kelaminnya juga pentingnya beberapa bagian tubuh untuk perilaku dan harga diri anak di mata orang lain. Citra psikologis terbentuk melalui pikiran, perasaan, dan emosi. Citra ini terdiri atas kualitas dan kemampuan yang mempengaruhi

6 14 penyesuaian terhadap kehidupan, misalnya keberanian, kejujuran, kemandirian, kepercayaan diri, berbagai aspirasi, dan kemampuannya. Seiring dengan bertambahnya usia seorang anak, konsep diri fisik dan psikologis ini cenderung semakin menyatu dan pada akhirnya seorang anak akan menganggap diri mereka sebagai individu tunggal. Dimensi Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan sesuatu yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu yang berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam berinteraksi, setiap anak akan menerima sebuah tanggapan. Tanggapan tersebut akan dijadikan cara untuk menilai dan memandang diri seorang anak itu jika diberikan oleh orang-orang yang penting dalam hidup anak, seperti orang tua, guru, dan juga teman sebaya. Dengan kata lain, konsep diri seseorang terbentuk dari umpan balik individu lainnya. Bila orang-orang di sekitar anak menyenangi mereka, maka akan terbentuk pula konsep diri positif dalam diri anak. Konsep diri juga memiliki dua dimensi, yaitu dimensi internal dan eksternal. Menurut Calhoun (1990) konsep diri memiliki tiga dimensi internal, antara lain: 1. Pengetahuan tentang diri sendiri (identitas diri), dimensi ini merupakan suatu faktor dasar yang akan menentukan seseorang dalam kelompok sosial tertentu. Setiap individu juga akan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok sosial lain yang akan menambah julukan dirinya dan memberikan sejumlah informasi lain yang akan masuk dalam potret mental orang tersebut. 2. Harapan terhadap diri sendiri (tingkah laku) Diri ideal setiap individu tidaklah sama. Harapan dan tujuan seseorang akan membangkitkan kekuatan yang mendorongnya menuju masa depan dan memandu kegiatan seumur hidupnya. 3. Evaluasi diri (kepuasan diri) Evaluasi terhadap diri sendiri ini disebut dengan self esteem, yang akan menentukan seberapa jauh seseorang akan menyukainya. Semakin jauh perbedaan antara gambaran tentang siapa dirinya dengan gambaran seseorang

7 15 tentang bagaimana seharusnya ia menjadi, maka akan menimbulkan harga diri yang rendah dan sebaliknya. Hal yang termasuk ke dalam dimensi eksternal konsep diri, antara lain diri fisik, yaitu persepsi seseorang terhadap keadaan fisik, kesehatan, penampilan diri, dan juga gerak motoriknya; diri etik moral, persepsi seseorang tentang dirinya sendiri yang ditinjau dari standar pertimbangan etik moral; diri personal, perasaan individu terhadap nilai-nilai pribadi terlepas dari fisik dan hubungannya dengan orang lain, juga sejauh mana individu merasa sebagai seorang pribadi; diri keluarga, perasaan dan harga diri seseorang sebagai bagian dari anggota keluarga, teman-teman sebaya, juga sejauh mana dirinya merasa sebagai anggota kelompok tersebut; serta diri sosial, penilaian seseorang tentang dirinya dalam berinteraksi dengan orang lain dalam suatu lingkungan yang lebih luas. Ada beberapa hal yang mempengaruhi konsep diri seorang anak, antara lain peran orang tua, peran faktor sosial, dan faktor belajar. Keluarga, dalam hal ini orang tua dan saudara-saudara merupakan orang pertama yang menanggapi perilaku anak sehingga akan terbentuk konsep diri anak. Semua bentuk sanjungan, senyuman, pujian dan penghargaan akan menciptakan penilaian positif dalam diri anak. Lain halnya dengan cemoohan dan juga hardikan akan menyebabkan penilaian negatif dalam diri anak. Jika seseorang diterima, dihormati, dan disenangi oleh orang lain karena keadaan dirinya, maka mereka akan menghormati dan menyenangi diri mereka sendiri. Sebaliknya, saat seseorang seringkali diremehkan, disalahkan, dan ditolak, maka ia tidak akan menyenangi diri mereka sendiri. Suatu kajian menyatakan bahwa kondisi keluarga akan lebih berpengaruh pada pembentukan konsep diri anak dibandingkan kondisi sosialnya. Kondisi keluarga yang kurang baik akan menciptakan konsep diri yang rendah pada anak. Kondisi keluarga yang kurang baik ini misalnya tidak adanya pengertian antara orang tua dan anak, tidak adanya keserasian antara ayah dan ibu, orang tua yang menikah lagi, sikap ibu yang tidak puas dengan hubungan ayah dan anak, serta kurangnya sikap menerima dari orang tua terhadap anak mereka. Selain itu, tuntutan orang tua terhadap anak akan mempengaruhi rendahnya konsep diri anak tersebut.

8 16 Konsep diri tinggi akan terbentuk dalam diri anak jika terdapat kondisi keluarga yang penuh dengan integritas dan tenggang rasa. Dengan begitu, anak akan memandang orang tua sebagai seorang figur yang berhasil dan dapat dipercaya. Anak juga akan merasa mendapatkan dukungan yang besar dari kedua orang tuanya saat menghadapi suatu masalah sehingga ia tumbuh menjadi anak yang tegas dan efektif dalam memecahkan masalah, rendahnya kecemasan dalam diri mereka, lebih positif serta realistis dalam memandang diri dan lingkungannya. Kecerdasan Emosional Definisi Kecerdasan Emosi Menurut Santrock (2007), emosi adalah perasaan yang timbul ketika seseorang sedang berada dalam suatu keadaan atau interaksi yang dianggap penting olehnya. Emosi dapat dipengaruhi oleh dasar biologis dan pengalaman masa lalu. Menurut Salovey dan Mayer dalam Hariwijaya (2005), kecerdasan emosional adalah kemampuan memantau dan mengendalikan emosi sendiri dan orang lain serta menggunakan emosi tersebut untuk memandu pikiran dan tindakan. Kecerdasan emosional dimiliki seseorang sejak ia dilahirkan. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti keluarga, sekolah, lingkungan bermain, dan lain sebagainya, tidak bersifat menetap, dan dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi pembentukan kecerdasan emosional. Goleman (2007) menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan seperti kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam keadaan frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebihlebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati, dan berdoa. Kecerdasan emosional remaja juga akan mengarahkan remaja untuk membangun potensi dirinya. Menurut Goleman (2007), kecerdasan emosional dibagi menjadi lima dimensi utama, yaitu: Mengenali emosi diri Mengetahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan untuk diri sendiri, memiliki tolak ukur

9 17 realitas atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran emosi menurut Goleman (2007) juga dapat berupa kemampuan mengenali kekuatan serta kelemahan dan melihat diri sendiri dalam sisi yang positif namun tetap realistis. Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi. Mengelola emosi Menangani emosi sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati, sanggup untuk menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, serta mampu pulih kembali dari tekanan emosi. Menurut Gottman dan DeClaire (2007), pengelolaan emosi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menanggapi emosi dan pulih dari keadaan stres. Mengelola emosi juga merupakan suatu cara untuk menangani kecemasan, amarah, dan kesedihan melalui kemampuan untuk menyadari sesuatu yang ada di balik sebuah perasaan. Memotivasi diri sendiri Kemampuan menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntut seseorang menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusiasme, gairah, optimis, dan keyakinan diri. Kemampuan memotivasi diri memiliki ciri-ciri seperti memiliki banyak akal untuk menemukan cara meraih tujuan, tetap memiliki kepercayaan yang tinggi ketika menghadapi masalah yang sulit, serta memiliki keberanian untuk memecahkan tugas yang berat menjadi suatu hal yang mudah diselesaikan (Goleman 2007). Shapiro (1998) menyatakan bahwa orang yang termotivasi memiliki keinginan dan kemauan untuk menghadapi dan mengatasi segala rintangan. Selain itu, motivasi diri juga dapat membuat seseorang bekerja keras untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan sehingga tercapai keberhasilan dan kepuasan diri.

10 18 Mengenali emosi orang lain (empati) Menurut Goleman (2007), individu yang memiliki kemampuan empati akan lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan hal yang dibutuhkan orang lain sehingga ia mampu menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain, dan dapat lebih mendengarkan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal akan lebih mampu menyesuaikan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul, dan lebih peka. Seorang ahli psikologi juga menjelaskan bahwa anak-anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan terus menerus merasa frustasi. Seni membina hubungan Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman 2007). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan. Seseorang dapat berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orangorang ini populer dalam lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya berkomunikasi (Goleman, 2007). Sejauhmana kepribadian siswa berkembang dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. Keluarga adalah tempat pertama seseorang dalam mempelajari emosi, menentukan kehidupan emosi, dan juga pembentukan kepribadian seseorang. Goleman (1995) menyatakan bahwa kecerdasan emosional lebih utama dibandingkan kecerdasan kognitif. Apabila seseorang mengalami gangguan emosi, hal tersebut akan menyebabkan kesulitan untuk berpikir jernih, mengingat, terganggunya konsentrasi belajar, dan kapasitas intelektualnya. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa anak yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan mempunyai prestasi yang baik pula, lebih original, lebih ulet, juga lebih termotivasi untuk berprestasi lebih baik lagi. Anak ini juga akan mempunyai penyesuaian sosial yang lebih baik sehingga dapat menyelesaikan pendidikannya dengan baik.

11 19 Stres Stres merupakan gejala penyakit yang berkaitan dengan kemajuan yang pesat dan perubahan yang menuntut seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan dengan kecepatan yang sama pesatnya. Usaha, kesulitan, kesusahan, dan kegagalan dalam mengikuti kemajuan dan perubahan dapat menimbulkan berbagai keluhan. Menurut McElroy dan Townsend (1985), stres merupakan proses yang terjadi saat seseorang harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang jarang dialaminya. Stres terjadi jika seseorang dihadapkan pada peristiwa yang dirasakan sebagai hal yang dapat mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut disebut stresor dan reaksi orang terhadap peristiwa yang dialami disebut dengan respons stres. Lazarus (1976) diacu dalam Sussman dan Steinmetz (1988) membagi sumber stres ke dalam dua tipe berdasarkan sifatnya, yaitu sumber stres bersifat fisik dan sumber stres yang bersifat psikososial. Sumber stres fisik merupakan stres biologis yang dipengaruhi oleh daya tahan tubuh dan emosi. Berbeda dengan stres psikososial, yaitu stres yang didasarkan pada kondisi lingkungan sosial tertentu. Hal ini dapat mempengaruhi kesehatan fisik orang yang mengalami stres. Stres psikologis ini dapat terjadi karena beberapa hal, antara lain, krisis, frustasi, konflik, dan tekanan. Menurut Higgins (1982) diacu dalam Astuti (2007) faktor-faktor yang berperan dalam stres merupakan kombinasi antara faktor internal (individual) dan faktor eksternal (lingkungan). Faktor-faktor tersebut, yaitu: 1. Faktor Internal (individual), seperti rasa percaya diri, motivasi, keyakinan individu secara umum tentang kehidupan sekitarnya, dan kemampuan beradaptasi. 2. Faktor Eksternal (lingkungan) a. Faktor yang berhubungan dengan pekerjaan, seperti peran dan tanggung jawab yang berlebihan, rutinitas, dan juga tuntutan pekerjaan. b. Faktor non pekerjaan, seperti keluarga, teman, keuangan, hobi, kegiatan sosial, kondisi fisik, lingkungan fisik, dan lain-lain. c. Perubahan dalam kehidupan, seperti kematian, menikah, dan mengubah kebiasaan.

12 20 Reaksi terhadap stres Reaksi terhadap stres terbagi menjadi dua, yaitu reaksi fisik dan reaksi psikologis. Reaksi fisik berupa bagian tubuh yang bereaksi terhadap stresor dengan memulai seurutan kompleks respon bawaan terhadap ancaman yang dihayati. Jika ancaman yang muncul dapat diatasi dengan segera, respon darurat tersebut akan menghilang dan keadaan fisik individu akan kembali normal. Namun, jika kondisi stres terus menerus terjadi, maka akan muncul respon internal yang lain pada saat individu berusaha untuk beradaptasi dengan stresor kronis. Respon individu secara fisik ini ditandai dengan respon melawan atau melarikan diri karena kondisi ini memerlukan energi atau aksi segera. Akan tetapi, ternyata respon ini sangat tidak adaptif dalam menghadapi banyak sumber stres dalam kehidupan yang cukup modern. Menurut Dienstbier (1989) diacu dalam Atkinson, Atkinson, Smith, dan Bem (2000), stres intermiten (pemaparan kadangkadang dengan periode pemulihan) dapat memberikan manfaat dalam bentuk kekuatan fisiologis dan akan menyebabkan toleransi stres selanjutnya. Kondisi stres dapat menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan sampai dengan emosi umum kecemasan, kemarahan, kekecewaan, dan depresi. Jika kondisi stres terus menerus terjadi, emosi seorang individu akan berpindah-pindah di antara emosi-emosi tersebut tergantung pada keberhasilan individu dalam menyelesaikannya. Hal ini terkait dengan reaksi psikologis terhadap stres. Emosi-emosi yang dihasilkan antara lain kecemasan, kemarahan, apati, dan gangguan kognitif. Strategi Koping Emosi dan juga berbagai reaksi yang ditimbulkannya (fisik dan psikologis) akan menimbulkan ketidaknyamanan dan hal ini akan memotivasi individu yang mengalami stres untuk melakukan sesuatu yang dapat menghilangkannya. Koping atau kemampuan untuk mengatasi masalah merupakan suatu proses yang digunakan oleh individu untuk menangani tuntutan yang dapat menimbulkan stres. Upaya koping biasanya dilakukan dengan mengenali dan menyadari sumber-sumber stres atau stresor. Tujuannya adalah agar sikap-sikap negatif seperti memberontak terhadap keadaan, apatis, dan mudah marah dapat dihindari karena sikap-sikap tersebut akan menimbulkan masalah baru (Handayani 2000).

13 21 Koping itu sendiri memiliki dua bentuk utama. Individu dapat lebih fokus pada masalah atau situasi spesifik yang terjadi sambil mencoba menemukan cara untuk mengubah atau menghindarinya di kemudian hari. Hal ini disebut dengan strategi terfokus masalah. Individu juga dapat berfokus untuk menghilangkan emosi yang berhubungan dengan situasi stres, walaupun situasi sendiri tidak dapat diubah. Menurut Lazarus dan Folkman (1984), proses yang kedua ini dinamakan strategi terfokus emosi. Kedua jenis koping ini mencakup beberapa hal, seperti perencanaan dan pengorganisasian waktu, pengembangan rasa humor, pencarian lingkungan yang memberikan kenyamanan, dan juga pengembangan tingkah laku positif. Strategi Terfokus Masalah (Problem-focused Coping) Menurut Atkinson, Atkinson, Smith, dan Bem (2000), strategi yang dilakukan untuk memecahkan suatu masalah misalnya dengan menentukan masalah, menciptakan pemecahan alternatif, menimbang alternatif yang berkaitan dengan biaya dan manfaat, memilih salah satu di antaranya, dan kemudian mengimplementasikan alternatif yang telah dipilih. Strategi terfokus masalah juga dapat diarahkan ke dalam orang yang dapat mengubah sesuatu pada dirinya sendiri dan bukan mengubah lingkungan. Contoh dari strategi ini antara lain mengubah tingkat aspirasi, menemukan sumber pemuasan alternatif, dan mempelajari kecakapan baru. Kecakapan individu dalam menerapkan strategi ini tergantung dari pengalaman dan kapasitasnya untuk mengendalikan diri. Menurut Nezu, Nezu, dan Peri (1989) diacu dalam Atkinson, Atkinson, Smith, dan Bem (2000), terapi yang mengajarkan orang depresi untuk menggunakan strategi terfokus masalah akan lebih efektif dalam membantu mengatasi depresinya dan dapat beradaptasi secara lebih adaptif terhadap stresor. Menurut Parker dan Endler (1996) diacu dalam Rahayu (1998), strategi berfokus masalah terdiri atas empat dimensi, yaitu perilaku aktif mengatasi stres, perencanaan, penekanan kegiatan lain, dan pengendalian perilaku dalam mengatasi stres. Strategi Terfokus Emosi (Emotion-focused Coping) Menurut Atkinson, Atkinson, Smith, dan Bem (2000), orang menggunakan strategi terfokus emosi dengan tujuan untuk mencegah emosi negatif yang dapat

14 22 menguasai dirinya dan melakukan tindakan untuk memecahkan masalahnya. Strategi ini juga digunakan pada saat terdapat masalah yang tidak dapat dikendalikan. Menurut Moos (1988) diacu dalam Atkinson, Atkinson, Smith, dan Bem (2000), sebagian peneliti membagi cara mengatasi emosi negatif menjadi dua, yaitu strategi perilaku dan strategi kognitif. Strategi perilaku dilakukan dengan melakukan latihan fisik untuk mengalihkan pikiran dari sumber masalah, menggunakan alkohol atau obat, menyalurkan kemarahan, atau mencari dukungan emosional dari teman. Strategi kognitif dilakukan dengan cara menyingkirkan sementara pikiran tentang masalah yang dihadapi dan menurunkan ancaman dengan mengubah makna situasi. Parker dan Endler (1996) diacu dalam Rahayu (1998) mengklasifikasikan strategi terfokus emosi ke dalam lima dimensi, yaitu mencari dukungan sosial untuk alasan emosional, interpretasi kembali secara positif dan pendewasaan diri, penyangkalan (denial), penerimaan, dan berpaling pada agama. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian mengenai konsep diri yang dikemukakan Hadley (2008) dalam Rahmaisya (2010) menyatakan bahwa konsep diri remaja bersifat dinamis, kausal, dan rumit. Suatu masalah dan kesulitan dapat menurunkan konsep diri dan konsep diri yang rendah pun dapat menimbulkan suatu masalah. Dalam hal kecerdasan emosional, penelitian Saputri (2010) menyatakan bahwa gaya pengasuhan orang tua berhubungan negatif dengan kecerdasan emosional. Hal ini berarti orang tua yang cenderung menerapkan gaya pengasuhan mengabaikan akan membuat anak memiliki motivasi dan kecerdasan emosional yang kurang baik. Selain itu, kepribadian seseorang juga berpengaruh signifikan terhadap tingkat stres yang dirasakan (Muharrifah 2009). Schneider (1964) dalam Helmi (2002) menyatakan bahwa bentuk penyesuaian diri seorang individu terhadap hal yang dialami akan berbeda pada setiap tahapan perkembangannya. Karakteristik individu juga berhubungan dengan perkembangan kognitif, emosional, dan psikososial yang dapat mendukung penyesuaian diri dan stabilitas mental seseorang.

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh

METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Cara Pemilihan Contoh METODE PENELITIAN Disain, Tempat, dan Waktu Penelitian ini berjudul Konsep Diri, Kecerdasan Emosional, Tingkat Stres, dan Strategi Koping Remaja pada Berbagai Model Pembelajaran di SMA. Disain penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Musik Dalam Kehidupan Sehari-Hari 1. Definisi Musik Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara di urutan, kombinasi, dan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. KECERDASAN EMOSI a. Definisi Kecerdasan Emosi Istilah kecerdasan emosi pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa

BAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan emosi Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performa atlet baik saat latihan maupun saat bertanding. Menurut Suranto (2005, dalam Anggraeni, 2013) mengatakan

Lebih terperinci

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M. Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, serta merupakan sarana untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1 Pengertian Asertif Individu yang asertif menurut Sumihardja (Prabowo 2000) mempunyai pengucapan verbal yang jelas, spesifik dan langsung mampu mengungkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis multidimensional dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya yang dialami Indonesia pada saat ini menyebabkan keterpurukan dunia usaha di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami banyak perubahan. Salah satu penyebab dari perubahan tersebut adalah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbatas pada siswa baru saja. Penyesuaian diri diperlukan remaja dalam menjalani BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu masalah yang dihadapi siswa dalam memasuki lingkungan sekolah yang baru adalah penyesuaian diri, walaupun penyesuaian diri tidak terbatas pada siswa

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1 Pengertian Motivasi Motivasi (motivation) melibatkan proses yang memberikan energi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dengan demikian, perilaku

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pendidikan tinggi (http://id.wikipedia.org). Mengenyam pendidikan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan mutu pendidikan formal. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus bangsa diharapkan dapat meneruskan pembangunan di Indonesia. Upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti melewati tahap-tahap perkembangan yaitu masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, dan masa dewasa. Namun ada suatu masa dimana individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja diartikan sebagai

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelegensi atau akademiknya saja, tapi juga ditentukan oleh kecerdasan emosionalnya.

Lebih terperinci

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. LA TAR BELAKANG MASALAH Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu modal yang harus dimiliki untuk hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari tingkat TK sampai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi

PSIKOLOGI REMAJA. Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS. Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi PSIKOLOGI REMAJA Sumber buku : Psikologi Remaja karangan Prof. Dr. Sarlito WS Oleh : Saktiyono B. Purwoko, S.Psi Masa yang paling indah adalah masa remaja. Masa yang paling menyedihkan adalah masa remaja.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Penyesuaian Diri 1. Penyesuaian Diri Seorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikandiri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masih banyak sekolah yang menerapkan betapa pentingnya kecerdasan IQ (Intelligence Question) sebagai standar dalam kegiatan belajar mengajar. Biasanya, kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

SANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

SANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS KOMPETENSI SOSIAL ANAK GIFTED Oleh: L. Rini Sugiarti, S.Psi, M.Si, Psikolog* Ada dugaan, bahwa anak yang cerdas dan berbakat (gifted child), memiliki kompetensi social yang rendah. Artinya, pintar tapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa, oleh karena itu remaja diharapkan dapat mengembangkan potensi diri secara optimal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stres Gibson menyatakan bahwa Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci