BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Biometrika Pengertian Sistem Biometrika Biometrik berasal dari bahasa Yunani bios yang artinya hidup dan metron yang artinya mengukur adalah studi tentang metode otomatis untuk mengenali manusia berdasarkan satu atau lebih bagian tubuh manusia atau kelakuan dari manusia itu sendiri yang memiliki keunikan. Dalam dunia teknologi informasi, biometrik relevan dengan teknologi yang digunakan utnuk menganalisa fisik dan kelakuan manusia untuk autentifikasi (Putra, 2010). Contohnya dalam pengenalan fisik manusia yaitu dengan pengenalan sidik jari, retina, iris, pola dari wajah (facial patterns), tanda tangan dan cara mengetik (typing patterns). Dengan suara adalah kombinasi dari dua yaitu pengenalan fisik dan kelakuannya Dalam teknologi terkini ditawarkan adanya beberapa kemudahan, seperti akses, pelayanan, dan sistem informasi. Kemudahan tersebut dapat dirasakan seperti pada mekanisme pengambilan uang melalui ATM (Anjungan Tunai Mandiri), mekanisme memperoleh sistem informasi (internet). Mekanisme tersebut diperlukan adanya jaminan kerahasiaan sehingga tidak dapat ditiru oleh user yang bukan berhak. Salah satu alat untuk menjamin bahwa yang berhak mendapatkan layanan itu harus memberikan data identifikasi. Sistem identifikasi tersebut bersifat otomatis dengan memberikan inputan identifikasi personal. Saat ini terdapat beragam jenis aplikasi sistem keamanan yang dapat mengindentifikasi dan memverifikasi individu dengan baik. Dua pendekatan tradisional untuk pengenalan individu yang dikenal selama ini adalah pendekatan berbasis pengetahuan (knowledge based), dimana seseorang yang akan masuk ke dalam sistem keamanan perlu memasukkan password tertentu. Pendekatan lain adalah berbasis token (token based), dimana diperlukan suatu benda atau pengenal khusus

2 6 seperti kartu magnetik untuk masuk ke dalam sistem keamanan. Kedua pendekatan di atas memiliki kelemahan, diantaranya : individu yang bersangkutan seringkali lupa dengan kata kuncinya atau kartu magnetik yang menjadi kunci masuk ke dalam sistem keamanan hilang atau dicuri orang. Pengenalan Biometrik merupakan alternatif pengenalan individu selain pendekatan tradisional di atas, atribut biometrik yang diturunkan oleh seorang individu tidak mungkin terlupakan atau hilang dicuri. Wajah, sidik jari, telapak tangan, iris atau retina mata merupakan contoh karakteristik fisiologis yang menjadi penanda atau ciri individu. Pengertian pengenalan secara otomatis pada definisi biometrik adalah dengan menggunakan teknologi (computer), pengenalan terhadap identitas seseorang dapat dilakukan secara waktu nyata (realtime), tidak membutuhkan waktu berjam-jam atau berhari-hari untuk proses pengenalan tersebut (Sutoyo, 2009). Sistem akan mencari dan mencocokkan identitas seseorang dengan suatu basis data, acuan yang telah disiapkan sebelumnya melalui proses pendaftaran. Contohnya sistem absensi menggunakan sidik jari. Sistem biometrika akan melakukan pengenalan secara otomatis atas identitas seseorang berdasarkan suatu ciri biometrika yang telah disimpan dalam database. Secara umum terdapat dua model sistem biometrika, yaitu: 1) Sistem Verifikasi Sistem verifikasi bertujuan untuk menerima atau menolak identitas yang telah diklaim oleh seseorang. 2) Sistem Identifikasi Sistem identifikasi bertujuan untuk memecahkan identitas seseorang. Pengguna tidak dapat memberikan klaim atau memberikan klaim negatif untuk identitas yang telah terdaftar. Penggunaan biometrik untuk sistem pengenalan memiliki beberapa keunggulan dibanding sistem konvensional (penggunaan password, PIN, kartu, dan kunci), di antaranya (Putra, 2010): 1) Non-repudation: suatu sistem yang menggunakan teknologi biometrik untuk melakukan suatu akses, penggunaanya tidak akan menyangkal bahwa bukan dia yang melakukan akses atau transaksi. Hal ini berbeda dengan penggunaan

3 7 password atau PIN. Pengguna masih dapat menyangkal atas transaksi yang dilakukanya, karena PIN atau password bisa dipakai bersama-sama. 2) Keamanan (security): sistem berbasis password dapat diserang menggunakan metode atau algoritma brute force, sedangkan sistem biometrik tidak dapat diserang dengan cara ini, karena sistem biometrika membutuhkan kehadiran pengguna secara langsung pada proses pengenalan. 3) Penyaringan (screening) : proses penyaringan untuk mengatasi seseorang yang menggunakan banyak identitas, seperti teroris yang dapat menggunakan lebih dari satu paspor untuk memasuki satu negara. Sebelum menambahkan identitas seseorang ke sistem, perlu dipastikan terlebih dahulu bahwa identitas orang tersebut belum terdaftar sebelumnya. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan proses penyaringan identitas yang mana sistem konvensional tidak dapat melakukanya. Biometrika mampu menghasilkan atau menyaring beberapa informasi sidik jari atau wajah yang mirip dengan sidik jari atau wajah yang dicari Metode Viola Jones Metode Viola-Jones merupakan metode pendeteksian obyek yang memiliki tingkat keakuratan yang cukup tinggi yaitu sekitar 93,7 % dengan kecepatan 15 kali lebih cepat daripada detektor Rowley Baluja-Kanade dan kurang lebih 600 kali lebih cepat daripada detektor Schneiderman-Kanade. Metode ini, diusulkan oleh Paul Viola dan Michael Jones pada tahun 2001 (Viola, 2004). Metode Viola-Jones menggabungkan empat kunci utama yaitu Haar Like Feature, Integral Image, Adaboost learning dan Cascade classifier. Haar Like Feature yaitu selisih dari jumlah piksel dari daerah di dalam persegi panjang. Contoh Haar Like Feature disajikan dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Contoh Haar Like Feature (Viola, 2004)

4 8 Nilai Haar Like Feature diperoleh dari selisih jumlah nilai piksel daerah gelap dengan jumlah nilai piksel daerah terang: F Harr = F white - F Black (2.1) F Harr = Nilai fitur total F white = Nilai fitur pada daerah terang F Black = Nilai fitur pada daerah gelap Setiap Haar-Like Feature terdiri dari gabungan kotak-kotak hitam dan putih. Ada tiga tipe kotak feature dalam Haar: a. Tipe two-rectangle feature (horizontal, vertikal) b. Tipe three-rectangle feature c. Tipe four-rectangle feature Gambar 2.2. Variasi Fitur pada Haar (LienHart et al, 2002) Integral Image yaitu suatu teknik untuk menghitung nilai fitur secara cepat dengan mengubah nilai dari setiap piksel menjadi suatu representasi citra baru, sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.3. X,Y Gambar 2.3. Integral image (x,y) (Viola, 2004)

5 9 Berdasarkan Gambar 2.3, citra integral pada titik (x,y) (ii(x,y)) dapat dicari menggunakan persamaan (2.2): ii(x,y) = x x, y y i(x,y ) (2.2) Keterangan ii(x,y) = Citra integral pada lokasi x,y i(x,y ) = nilai piksel pada citra asli Perhitungan nilai dari suatu fitur dapat dilakukan secara cepat dengan menghitung nilai citra integral pada empat buah titik sebagaimana disajikan dalam Gambar 2.4. Gambar 2.4. Perhitungan Nilai Fitur (Viola, 2004) Jika nilai integral image titik 1 adalah A, titik 2 adalah A+B, titik 3 adalah A+C, dan di titik 4 adalah A+B+C+D, maka jumlah piksel di daerah D dapat diketahui dengan cara 4+1 (2+3). Algoritma Adaboost learning, digunakan untuk meningkatkan kinerja klasifikasi dengan pembelajaran sederhana untuk menggabungkan banyak classifier lemah menjadi satu classifier kuat. Classifier lemah adalah suatu jawaban benar dengan tingkat kebenaran yang kurang akurat. Sebuah classifier lemah dinyatakan: Keterangan : Hj(x) = adalah klasifikasi lemah pj qj x = adalah parity ke j = adalah threshold ke j 1,jika pjfj(x)<pj0j(x) Hj (x) = { 0,lainnya = adalah dimensi sub image misalnya 24x24 (2.3)

6 10 Langkah-langkah untuk mendapatkan sebuah classifier kuat dinyatakan dalam suatu algoritma sebagai berikut : 1. Diberikan contoh gambar (x1,y1), (xn,yn) dimana yi= 0 untuk contoh positif dan yi= 1 untuk contoh negatif 2. Inisialisasi bobot yi,1 = 1 1 ;m dan l adalah jumlah negatif dan positif m 2l 3. Untuk t=1,,t Menormalkan bobot sehingga wt adalah distribusi probabilitas Wt,I w t,i n j =1 w t,i (2.4) Untuk setiap fitur, j melatih classifier hj, untuk setiap fitur tunggal Kesalahan (єj) dievaluasi dengan bobot wt Є j = w i hj (xi) yi i (2.5) Pilih classifier ht dengan eror terkecil dimanaei = 0 untuk xi adalah klasifikasi benar, dan ei= 1 untuk yang lain. Perbaharui bobot : Wt+1,i =Wt,i β t 1 ei (2.6) Dimana β t = єt 1 єt (2.7) Didapatkan sebuah Classifier kuat yaitu T Hj (x) = { 1, tht(x) 1 t=1 2 t=1 t lainnya T (2.8) dimana αt = log 1 βt Cascade classifier adalah sebuah metode untuk mengkombinasikan classifier yang kompleks dalam sebuah struktur bertingkat yang dapat meningkatkan kecepatan pendeteksian obyek dengan memfokuskan pada daerah citra yang berpeluang saja. Struktur cascade classifier disajikan Gambar 2.5.

7 11 Sub Image True True True n False False False Object Non Object Gambar 2.5. Cascade Clasifier (Dwiprasetyo, 2012) Gambar 2.5 menjelaskan proses penyeleksian keberadaan obyek. Di asumsikan suatu sub image di evaluasi oleh classifier pertama dan berhasil melewati classifier tersebut, hal ini mengindikasikan sub image berpotensi terkandung obyek dan dilanjutkan pada classifier ke dua sampai dengan ke-n, jika berhasil melewati keseluruhan classifier, maka disimpulkan terdapat obyek yang dideteksi. Jika tidak, proses evaluasi tidak dilanjutkan ke classifier berikutnya dan disimpulkan tidak terdapat obyek OpenCV (Intel Open Source Computer Vision Library) OpenCV merupakan singkatan dari Intel Open Source Computer Vision Library yang sekurang-kurangnya terdiri dari 300 fungsi-fungsi C, bahkan bisa lebih. Software ini gratis, dapat digunakan dalam rangka komersil maupun non komersil, tanpa harus membayar lisensi ke intel (Santoso H, 2013). OpenCV dapat beroperasi pada komputer berbasis Windows ataupun Linux. Library OpenCV adalah suatu cara penerapan bagi komunitas open source vision yang sangat membantu dalam kesempatan meng-update penerapan computer vision sejalan dengan pertumbuhan PC (personal computer) yang terus berkembang. Software ini menyediakan sejumlah fungsi-fungsi image processing, seperti halnya dengan fungsi-fungsi analisis gambar dan pola. Beberapa contoh aplikasi dari OpenCV adalah pada Human-Computer Interaction (interaksi manusia komputer); Object Indentification (Identifikasi Objek), Segmentation (segmentasi) dan Recognition (pengenalan); Face Recognition (pengenalan wajah); Gesture Recognition (pengenalan gerak isyarat), Motion Tracking (penjajakan gerakan), Ego Motion (gerakan ego), dan Motion Understanding

8 12 (pemahaman gerakan); Structure From Motion (gerakan dari struktur); dan Mobile Robotics (robot-robot yang bergerak). Pengenalan wajah pada OpenCV menggunakan metode yang disebutkan oleh metode Viola-Jones (Viola, 2001), juga disebut sebagai Haar cascade classifier. Pendekatan ini untuk mendeteksi objek dalam gambar dengan menggabungkan empat konsep yaitu: a. Segi empat sederhana, disebut dengan Haar feature. b. Sebuah Integral gambar untuk mempercepat menemukan feature. c. Metode AdaBoost machine-learning. d. Klasifikasi bertingkat untuk menyatukan banyaknya feature secara efesien. Bentuk yang Viola dan Jones gunakan adalah berdasarkan Haar wavelets. clasifikasi ini menggunakan gelombang segiempat tunggal (satu interval tinggi dan yang satunya interval rendah) dalam dua dimensi, gelombang persegi adalah pasangan dari segi empat yang berdekatan satu putih yang satunya hitam seperti pada Gambar 2.6. Gambar 2.6. Klasifikasi Haar digunakan dalam OpenCV (Santoso H, 2013) Sebelum melakukan pengenalan, gambar wajah didapat terlebih dahulu sebelum di proses. Hal ini memungkinkan untuk mendapatkan sebuah hasil yang benar dalam sebuah gambar kurang dari 10%. Hal ini sangat penting dilakukan beberapa teknik kedalam standarisasi gambar. Banyak algoritma pengenalan wajah sangat sensitif terhadap kondisi cahaya. Sama halnya dengan model rambut, dandanan, perputaran sudut, ukuran dan emosi yang dapat mempengaruhi proses pengenalan. Metode pengenalan yang digunakan adalah Eigenface, dan metode ini

9 13 bekerja dengan gambar skala keabu-abuan. Langkah yang penting untuk mengambil gambar sebelum di proses adalah sebagai berikut: a. Gambar wajah di potong dan ukurannya disesuaikan. b. Gambar Gambar di rubah ke skala ke abu-abuan c. Histogram equalization Pemrosesan gambar wajah adalah langkah berikutnya setelah gambar di perbaiki. Hal ini menghasilkan Eigenface pada sebuah gambar. OpenCV dengan sebuah fungsi operasi PCA, walaupun butuh sebuah database (set training) dari sebuah gambar untuk di ketahui bagaimana pengenalan setiap orang. PCA merubah semua pembelajaran gambar kedalam kumpulan dari Eigenface yang mewakili perbedaan antara gambar pembelajaran dan rata-rata gambar wajah (Irianto, 2010) Teknik Background Subtraction dan Frame Differencing Yang dimaksud background adalah sejumlah piksel-piksel gambar yang diam dan tidak bergerak didepan kamera. Model background yang paling sederhana mengasumsikan bahwa seluruh kecerahan piksel background berubah-ubah secara bebas, tergantung pada distribusi normalnya. Karakteristik background dapat dihitung dengan mengakumulasi beberapa jumlah frame sehingga akan menemukan jumlah nilai-nilai piksel dalam lokasi s (x,y) dan jumlah square-square q (x,y) yang memiliki nilai untuk setiap lokasi piksel (Triatmoko, 2014). Sedangkan foreground adalah semua objek yang ada selain background dan biasanya foreground ini ada setelah didapatkannya background. Background subtraction merupakan salah satu tugas penting yang pertama kali dikerjakan pada aplikasi computer vision. Output dari background subtraction biasanya adalah inputan yang akan diproses pada tingkat yang lebih lanjut lagi seperti men-tracking objek yang teridentifikasi. Kualitas background subtraction umumnya tergantung pada teknik pemodelan background yang digunakan untuk mengambil background dari suatu layar kamera. Background subtraction biasanya digunakan pada teknik segmentasi objek yang dikehendaki dari suatu layar, dan sering diaplikasikan untuk sistem pengawasan. Tujuan dari background subtraction itu sendiri adalah untuk menghasilkan urutan frame dari kamera dan mendeteksi seluruh objek foreground. Suatu deskripsi pendekatan yang telah ada tentang background subtraction adalah mendeteksi objek-objek foreground

10 14 sebagai perbedaan yang ada antara frame sekarang dan gambar background dari layar statik. Suatu piksel dikatakan sebagai foreground jika: Frame i Background i > Threshold..(1) (2.9) Fitur OpenCV Berikut ini adalah fitur-fitur pada library OpenCV (Bradski, 2008): 1. Manipulasi data gambar (alokasi memori, melepaskan memori, kopi gambar, setting serta konversi gambar). 2. Image/video I/O (bisa menggunakan camera yang sudah didukung oleh library ini) 3. Manipulasi matriks dan vector serta terdapat juga routines linear algebra (products, solvers, eigenvalues, SVD) 4. Image processing dasar (filtering, edge detection, pendeteksian tepi, sampling dan interpolasi, konversi warna, operasi morfologi, histogram, image pyramida) 5. Analisis structural 6. Kalibrasi kamera 7. Pendeteksian gerak 8. Pengenalan objek 9. BasicGUI (Display gambar/video, mouse/keyboard control, scrollbar) 10. Image Labelling (line, conic, polygon, test drawing) 2.4. Pengolahan Citra Definisi Pengolahan Citra Digital Citra merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra digital adalah citra hasil digitalisasi dari citra kontinu (analog). Pengolahan citra adalah pemrosesan citra menjadi citra yang kualitasnya lebih baik, bertujuan agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (komputer). Beberapa contoh operasi pengolahan citra adalah pengubahan kontras citra, penghilangan derau (noise) dengan

11 15 operasi penapisan (filtering), penghasilan tepi objek, penajaman (sharpening), pemberian warna semu (pseudocoloring), dan sebagainya (Sutoyo, 2009). Citra digital adalah citra yang dapat diolah dengan komputer. Pengolahan citra digital merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan kualitas gambar seperti peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra dan transformasi gambar seperti rotasi, translasi, skala, transformasi geometri. Sebuah citra digital dapat mewakili oleh sebuah matriks yang terdiri dari M kolom N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel ( piksel = picture element), yaitu elemen terkecil dari sebuah citra. Piksel mempunyai dua parameter, yaitu koordinat dan intensitas atau warna. Nilai yang terdapat pada koordinat (x,y) adalah f(x,y), yaitu besar intensitas atau warna dari piksel di titik itu. Oleh sebab itu, sebuah citra digital dapat ditulis dalam bentuk matriks berikut : f(0,0) f(0,1) f(0, M 1) f(1,0) f(1, M 1) f(x,y)=[ ] (2.10) f(n 1,0) f(n 1,1) f(n 1, M 1) Berdasarkan gambaran tersebut, secara matematis citra digital dapat dituliskan sebagai fungsi f(x,y), dimana harga x (baris) dan y (kolom) merupakan koordinat posisi dan f(x,y) adalah nilai fungsi pada setiap titik (x,y) yang menyatakan besar intensitas citra atau tingkat keabuan atau warna dari piksel di titik tersebut (Sutoyo, 2009). Berikut ini pada Gambar 2.7 nilai piksel dari citra objek manusia. 7 Nilai Intensitas Piksel Gambar 2.7. Nilai piksel dari citra objek manusia (Robin, 2015)

12 Jenis- Jenis Citra Digital Berikut jenis-jenis citra digital antara lain : a) Citra Biner Citra biner diperoleh melalui proses pemisahan piksel-piksel berdasarkan derajat keabuan yang dimilikinya. Piksel yang memiliki derajat keabuan lebih kecil dari nilai batas yang ditentukan akan diberikan nilai 0, sementara piksel yang memiliki derajat keabuan yang lebih besar dari batas akan diubah menjadi bernilai 1. Berikut pada Gambar 2.8 contoh citra biner dalam bentuk biner : Gambar 2.8. Citra Biner (Andik, 2009) b) Citra Keabuan (Graysacale) Citra grayscale adalah citra digital yang setiap pikselnya merupakan sampel tunggal, yaitu informasi intensitas. Citra jenis ini terbentuk hanya dari warna abu-abu pada tingkatan yang berbeda-beda, mulai dari warna hitam pada tingkat intensitas terendah hingga warna putih pada tingkat intensitas tertinggi. Citra ini disebut juga citra hitam putih atau citra monokromatik. Berikut pada Gambar 2.9 contoh citra dalam bentuk Grayscale : Gambar 2.9 Citra Keabuan (Graysacale) (Andik, 2009) c) Citra Warna (True Color) Setiap piksel pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna (RGB= Read Green Blue). Piksel (picture element) digunakan

13 17 untuk mengekspresikan resolusi layer digital, 1 piksel adalah unit terkecil dari sebuah gambar. Berikut pada Gambar 2.10 contoh citra dalam bentuk RGB: Gambar 2.10 Citra Warna (True Color) (Andik 2009) Salah satu format citra digital yang lengkap yaitu citra bitmap atau sering juga disebut dengan citra raster. Citra bitmap direpresentasikan dalam bentuk matriks atau dipetakkan dengan menggunakan bilangan biner atau sistem bilangan lain. Citra ini memiliki kelebihan untuk memanipulasi warna, tetapi untuk mengubah objek sulit. Tampilan bitmap mampu menunjukkan kehalusan gradasi bayangan dan warna dari sebuah gambar. Oleh karena itu, bitmap merupakan media elektronik yang paling tepat untuk gambar-gambar dengan perpaduan gradasi warna yang rumit, seperti foto dan lukisan digital. Citra bitmap biasanya diperoleh dengan cara scanner, kamera digital, video, scan fingerprint dan sebagainya (Sutoyo, 2009) Elemen-Elemen Citra Digital Berikut ini adalah elemen-elemen yang terdapat pada citra digital antara lain : 1. Kecerahan (brigthness) Kecerahan (brigthness) merupakan intensitas cahaya yang dipancarkan piksel dari citra yang dapat ditangkap oleh sistem pengelihatan. Kecerahan pada sebuah titik (piksel) di dalam citra merupakan intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya. 2. Kontras (contrast) Kontras (contrast) menyatakan sebaran terang dan gelap dalam sebuah citra. Pada citra yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata. 3. Kontur (contour) Kontur (contour) adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan pada intensitas pada piksel-piksel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah mata mampu mendeteksi tepi-tepi objek di dalam citra.

14 18 4. Warna Warna sebagai persepsi yang ditangkap sistem visual terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. 5. Bentuk (shape) Bentuk (shape) adalah properti instrinsik dari objek 3 dimensi, dengan pengertian bahwa bentuk merupakan properti instrinsik utama untuk sistem visual manusia. 6. Tekstur (texture) Tekstur (texture) dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan piksel-piksel yang bertetangga. Tekstur adalah sifat-sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar sehingga secara alami sifat-sifat tersebut dapat berulang. Tekstur adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan piksel-piksel dalam citra digital Langkah-Langkah Pengolahan Citra Digital Segmentasi Representasi dan Deskripsi Domain Masalah Pre-processing Basis Pengetahuan Pengenalan dan Interpretasi Hasil Akuisi Citra Gambar Langkah-langkah pengolahan citra digital (Sutoyo, 2009) Secara umum, langkah-langkah pengolahan citra digital sebagai berikut : 1) Akuisi citra Akuisi citra adalah tahap awal untuk mendapatkan citra digital. Tujuan akuisi citra adalah untuk menentukan data yang diperlukan dan memilih metode perekaman citra digital. Tahap ini dimulai dari objek yang akan diambil gambarnya, persiapan alat-alat sampai pada pencitraan. Pencitraan adalah kegiatan transformasi dari citra tampak (foto, gambar, lukisan, patung,

15 19 pemandangan, dan lain-lain) menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk pencitraan adalah : a) Video kamera b) Kamera digital c) Kamera konvensional dan konverter analog to digital d) Scanner e) Photo sinar-x/ sinar infra merah Hasil dari akuisi citra ini ditentukan oleh kemampuan sensor untuk mendigitalisasi sinyal yang terkumpul pada sensor tersebut. Kemampuan digitalisasi alat ditentukan oleh resolusi alat tersebut. 2) Pre-processing Tahap ini digunakan untuk menjamin kelancaran pada proses berikutnya. Halhal penting yang dilakukan pada tingkatan ini diantaranya adalah sebagai berikut : a) Peningkatan kualitas citra (kontras, brightness, dan lain-lain) b) Menghilangkan noise c) Perbaikan citra (image restoration) d) Transformasi (image transformation) e) Menentukan bagian citra yang akan diobeservasi 3) Segmentasi Tahapan ini digunakan untuk mempartisi citra menjadi bagian-bagian pokok yang mengandung informasi penting. Misalnya memisahkan antara objek dengan latar belakang. 4) Representasi dan deskripsi Dalam hal ini representasi merupakan suatu proses untuk merepresentasikan suatu wilayah sebagai suatu daftar titik-titik koordinat dalam kurva tertutup, dengan deskripsi luasan atau perimeternya. Setelah suatu wilayah dapat direpresentasi, proses selanjutnya adalah melakukan deskripsi citra dengan cara seleksi ciri (feature extraction and selection). Seleksi ciri bertujuan untuk memilih informasi kuantitatif dari ciri yang ada, yang dapat membedakan kelas-kelas objek dengan baik, sedangkan ekstraksi ciri bertujuan untuk mengukur besaran kuantitatif ciri setiap piksel, misalnya rata-rata, standar deviasi, koefisien variasi, dan lain-lain.

16 20 5) Pengenalan dan interpretasi Tahap pengenalan bertujuan untuk memberi label pada sebuah objek yang informasinya disediakan oleh descriptor, sedangkan tahap interpretasi bertujuan untuk memberi arti atau makna kepada kelompok objek-objek yang dikenali. 6) Basis pengetahuan Basis pengetahuan sebagai basis data pengetahuan berguna untuk memandu operasi dari masing-masing modul proses dan mengkontrol interaksi antara modul-modul tersebut. Selain itu, basis pengetahuan juga digunakan sebagai referensi pada proses template matching atau pada pengenalan pola Sistem Pencitraan Pencitraan adalah proses untuk mentransformasi citra analog menjadi citra digital. Citra analog adalah citra bersifat kontinu, seperti gambar pada televisi, foto yang tercetak pada kertas foto, hasil dari scan, gambar-gambar yang tersimpan pada kaset dan lain sebagainya (Sutoyo, 2009). Citra analog tidak dapat direpresentasikan dalam komputer sehingga tidak dapat diproses pada komputer secara langsung. Oleh sebab itu, agar citra dapat diproses pada komputer, proses konversi analog ke citra digital harus dilakukan terlebih dahulu. Dalam penelitian ini alat yang digunakan untuk pencitraan adalah webcam. Berikut ini Gambar 2.12 contoh proses pencitraan dari citra analog (citra sidik jari) menjadi citra digital. Gambar Proses Pencitraan Citra Analog Menjadi Citra Digital (Al-Fatta, 2009)

17 Pra-pemrosesan (Pre-processing) Teknik pra-pemrosesan digunakan untuk mempersiapkan citra agar dapat menghasilkan ciri yang lebih baik pada tahap pemisahan ciri terhadap proses pengenalan pola. Teknik pra-pemrosesan sangat berkaitan dengan pengenalan pola. Pengenalan pola secara umum merupakan suatu ilmu yang mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif ciri atau sifat dari objek. Pola sendiri merupakan suatu entitas yang terdefinisi dan dapat diidentifikasi dan diberi nama. Salah satu contoh dari pola yaitu sidik jari. Pola dapat merupakan kumpulan dari hasil pengukuran atau pemantauan dan dapat dinyatakan dalam notasi vektor atau matriks. (Putra, 2010). Pra-pemrosesan adalah transformasi input data mentah untuk membantu kemampuan komputasional dan pencari ciri serta untuk mengurangi kesalahan. Pada pra-pemrosesan, citra yang ditangkap oleh sensor akan dinormalisasi agar citra menjadi lebih siap untuk diolah pada tahap pemisahan ciri. Kualitas ciri yang dihasilkan pada proses pemisahan ciri sangat tergantung pada hasil pra-pemrosesan. Berikut ini merupakan tahap-tahap pra-pemrosesan antara lain : 1. Mengubah citra RGB (Red Green Blue) menjadi beraras keabuan (Grayscale). 2. Segmentasi yaitu proses memisahkan antara wilayah latar belakang dengan wilayah latar depan. 3. Normalisasi yaitu mengurangi dampak dari derau (noise) pada sensor, yang digunakan untuk menstandarisasi nilai intensitas citra Konversi Citra RGB Menjadi Citra Grayscale Citra RGB (Red Green Blue) / warna dapat diubah menjadi citra grayscale dengan menghitung rata-rata elemen warna Red (Merah), Green (Hijau) dan Blue (Biru) (Santi, 2011). Secara matematis perhitungan sebagai berikut: Fo (x, y) = f i R (x,y) + f i G (x,y) + f i B (x,y) 3 (2.11)

18 22 Berikut gambar contoh proses perhitungan konversi citra RGB menjadi grayscale. F0 = ( )/3 R=50 G=65 B=50 R=40 G=80 B=30 R=80 G=60 B=40 R=50 G=90 B=70 R=50 G=65 B=50 R=40 G=40 B=55 R=50 G=80 B=50 R=70 G=70 B=70 R=40 G=60 B=50 R=40 G=60 B=80 R=90 G=90 B=90 R=40 G=90 B=80 R=80 G=90 B=70 R=70 G=70 B=70 R=80 G=80 B=80 R=80 G=50 B=50 R=20 G=20 B=50 R=10 G=70 B=10 R=60 G=20 B=40 R=70 G=60 B=50 R=50 G=30 B=40 R=50 G=60 B=70 R=80 G=50 B=80 R=50 G=80 B=50 R=90 G=85 B= Gambar Proses Konversi Citra RGB Menjadi Grayscale (Santi, 2011) Segmentasi Segmentasi citra bertujuan untuk membagi wilayah-wilayah yang homogen. Segmentasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengubah citra input ke dalam citra output berdasarkan atribut yang diambil dari citra tersebut. Segmentasi membagi citra kedalam daerah intensitasnya masing-masing sehingga dapat membedakan antara objek dengan background-nya. Pembagian ini tergantung terhadap masalah yang akan diselesaikan. Segmentasi harus dihentikan apabila masing-masing objek telah terisolasi atau terlihat dengan jelas. Tingkat keakurasian segmentasi tergantung pada tingkat keberhasilan prosedur analisis yang dilakukan. Algoritma pada segmentasi citra terbagi atas dua macam (Rachmad, 2008), yaitu: 1. Diskontinuitas Diskontinuitas merupakan pembagian citra berdasarkan perbedaan dalam intensitasnya, contohnya titik, garis, dan edge (tepi).

19 23 2. Similaritas Similaritas merupakan pembagian citra berdasarkan kesamaan-kesamaan kriteria yang dimilikinya, contohnya thresholding, region growing, region splitting, dan region merging. (a) (b) Gambar Proses Pemisahan, (a) Gambar Asli, (b) Hasil Segmentasi (Rachmad, 2008) Pada Gambar 2.14 merupakan tahap segmentasi, dimana dalam proses ini adalah proses pemisahan antara objek (citra sidik jari) dengan backgorund-nya Thresholding (Pengambangan) Proses pengambangan akan menghasilkan citra biner yaitu citra yang memiliki dua nilai tingkat keabuan yaitu hitam dan putih (Kumaseh, 2011). Secara umum proses pengambangan citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut: 1 jika f(x, y) T g(x,y) ={ 0 jika f(x, y) < T } (2.12) Dengan g (x,y) adalah citra biner dari citra grayscale f (x,y), dan T menyatakan nilai ambang. Nilai T memegang peranan yang sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas citra biner sangat tergantung terhadap nilai T yang digunakan. Terdapat dua jenis pengambangan antara lain pengambangan global (global thresholding) dan pengambangan secara lokal adaptif (locally adaptive thresholding). Pada pengambangan global, seluruh piksel pada citra dikonversikan menjadi hitam atau putih dengan suatu nilai ambang T. Kemungkinan besar pada pengambangan

20 24 global akan banyak informasi yang hilang karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel. Untuk mengatasi masalah ini, dapat digunakan pengambangan secara lokal adaptif. Pada pengambangan lokal adaptif, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal pada setiap blok dengan nilai T yang berbeda Normalisasi Normalisasi intensitas digunakan untuk mengurangi ketidaksempurnaan citra akibat adanya derau (noise) maupun ketidakseragaman pencahayaan. Normalisasi juga digunakan untuk menstandarisasi nilai intensitas sebuah citra dari tingkat keabuan pada piksel citra sidik jari. Proses normalisasi intensitas dilakukan terhadap setiap piksel pada citra asli (Putra, 2010). Algoritma proses normalisasi adalah sebagai berikut : 1) Hitung nilai rata-rata untuk setiap sektor pada citra sidik jari input. 2) Hitung nilai varian untuk setiap sektor pada citra sidik jari input. 3) Untuk setiap sektor pada citra sidik jari mengalami proses normalisasi. Normalisasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : dimana : N i (x, y) = Ni (x, y) = citra hasil normalisasi I(x, y) = citra asal M0 = varian citra hasil Mi = varian citra asal V0x = rata-rata citra hasil Vi = rata-rata setiap sektor citra asal M 0 + V 0x{I(x,y) M i ) 2 } V i jika I(x, y) > M i M { 0 V 0x{I(x,y) M i ) 2 } V i jika I(x, y) < M i (2.22)

21 Ekstraksi Fitur Ekstraksi fitur (feature extraction) merupakan bagian fundamental dari analisis citra (Putra, 2010). Fitur adalah karakteristik yang unik dari suatu objek. Karakteristik dari fitur antara lain: 1. Dapat membedakan suatu objek dengan yang lainya (discrimination). 2. Memperlihatkan kompleksitas komputasi dalam memperoleh fitur. Kompleksitas komputai yang tinggi akan menjadi beban tersendiri dalam menemukan suatu fitur. 3. Tidak terikat (independence) dalam arti bersifat invarian terhadap berbagai transformasi (rotasi, penskalaan, pergeseran dan sebagainya). 4. Jumlahnya sedikit, karena fitur yang jumlahnya sedikit akan dapat menghemat waktu komputasi dan ruangan penyimpanan untuk proses selanjutnya (proses pemanfaatan fitur) Ciri Berdasarkan Blok Sebelum menentukan arah orientasi citra sidik jari terlebih dahulu yang dilakukan adalah membagi citra menjadi blok-blok (Putra, 2010). Terdapat dua model pembagian blok, yaitu pembagian blok secara tumpang tindih (overlapping) dan pembagian blok yang tidak saling tumpang tindih (non-overlapping). Pada model tumpang tindih, suatu blok dengan blok lain yang saling berdampingan terdapat sejumlah piksel yang saling tumpang tindih seperti paada Gambar 2.15(a). Pada model pembagian blok yang tidak tumpang tindih, piksel pada suatu blok dengan blok yang lain tidak saling tumpang tindih seperti pada Gambar 2.15(b). Dalam penelitian ini digunakan pembagian blok yang tidak saling tumpang tindih (non-overlapping). Gambar (a) Contoh pembagian blok yang saling tumpang tindih, (b) Contoh pembagian blok yang tidak saling tumpang tindih. (putra, 2010)

22 26 Vektor ciri dari blok dapat dibentuk dengan nilai rata-rata ataupun standar deviasi dari setiap blok. Nilai standar deviasi dapat dihitung dengan rumus berikut ini: dimana : σ = (M 1 M i=1 (x i μ) 2 ) 2 (2.23) μ = nilai rata-rata, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : M = jumlah seluruh piksel dalam setiap blok. x = nilai piksel. Vektor fitur sidik jari dapat dibentuk dengan cara berikut : V=(σ1, σ2, σ3... σn) dimana : σ1= nilai standar deviasi blok ke-i. N = jumlah dari keseluruhan blok. M μ = M 1 i=1 x i (2.24) 2.7. Konsep Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah suatu metoda pengenalan yang berorientasi pada wajah. Pengenalan ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: dikenali atau tidak dikenali, setelah dilakukan perbandingan dengan pola yang sebelumnya disimpan di dalam database. Metoda ini juga harus mampu mengenali objek bukan wajah. Perhitungan model pengenalan wajah memiliki beberapa masalah. Kesulitan muncul ketika wajah direpresentasikan dalam suatu pola yang berisi informasi unik yang membedakan dengan wajah yang lain (Robin, 2007). Metoda pendeteksian wajah memakai dua prosedur, yaitu : a. Pengenalan kontur wajah dengan mengenali bentuk hidung, mata dan mulut dan bentuk korelasi diantara keduanya. Karakteristik organ tersebut kemudian dinyatakan dalam bentuk vektor. b. Analisis komponen yang prinsipil, berdasarkan informasi dari konsep ini, mencari perhitungan model terbaik yang menjelaskan bentuk wajah dengan mengutip informasi yang paling relevan yang terkandung di dalam wajah tersebut. Dibalik kemudahan mengenali wajah, ada beberapa masalah yang mungkin timbul dalam proses pengenalan wajah disebut dengan robust, yaitu:

23 27 a. Perubahan Skala Citra seseorang dapat direpresentasikan berbeda diakibatkan perbedaan jarak antara wajah dengan kamera. Semakin dekat jarak maka citra akan semakin besar. Contoh Gambar 2.16 (b). b. Perubahan Posisi Citra seseorang dapat direpresentasikan berbeda diakibatkan perubahan posisi seseorang ataupun perubahan sudut pengambilan wajah. Contoh Gambar (c). c. Perubahan Cahaya Citra seseorang dapat direpresentasikan berbeda diakibatkan perubahan intensitas cahaya yang terjadi ketika pengambilan citra. Contoh Gambar (d). d. Perubahan detail dan ekspresi Citra seseorang dapat direpresentasikan berbeda diakibatkan perubahan detail seperti adanya janggut, kumis, pemakaian kacamata atau perubahan gaya rambut selain itu perubahan ekspresi wajah menjadi tertawa, tersenyum, muram, menangis juga dapat mengakibatkan pada citra yang dapat dilihat pada Gambar 2.16 (e). Atribut detail citra wajah yang diakibatkan oleh perubahan posisi, cahaya serta detail dapat dilihat pada Gambar Gambar Citra Wajah (Robin, 2007) Gambar (a) Citra asli, (b) Citra akibat perubahan skala, (c) Citra akibat perubahan posisi, (d) Citra akibat perubahan cahaya, (e) Citra akibat penambahan detail atau atribut dalam hal ini adalah kaca mata, topi dan lainnya (Robin, 2007).

24 Proses Umum Pengenalan Wajah Proses pengenalan wajah secara umum (Robin, 2007) adalah terdiri dari : a. Acquisition module, merupakan blok input dari proses pengenalan wajah, sumbernya dapat berasal dari kamera ataupun file citra. b. Pre-processing module, merupakan proses penyesuaian citra input yang meliputi, normalisasi ukuran citra, histogram equalization untuk memperbaiki kualitas citra input agar memudahkan proses pengenalan tanpa menghilangkan informasi utamanya, median filtering untuk menghilangkan noise akibat kamera atau pergeseran frame, high pass filtering untuk menunjukan bagian tepi dari citra, background removal untuk menghilangkan background sehingga hanya bagian wajah saja yang diproses dan normalisasi pencahayaan ketika mengambil citra input. Bagian pre-processing ini untuk menghilangkan masalah yang akan timbul pada proses pengenalan wajah seperti yang dijelaskan sebelumnya. c. Feature Extraction module, module ini digunakan untuk mengutip bagian terpenting sebagai suatu vektor yang merepresentasikan wajah dan bersifat unik. d. Classification module, pada modul ini, dengan bantuan pemisahan pola, fitur wajah yang dibandingkan dengan fitur yang telah tersimpan di database sehingga dapat diketahui apakah citra wajah tersebut dikenali. e. Training set, modul ini digunakan selama proses pembelajaran proses pengenalan, semakin kompleks dan sering maka proses pengenalan wajah akan semakin baik. f. Database : Berisi kumpulan citra wajah.

25 Penelitian Terdahulu Bagian ini menjelaskan beberapa penelitian terdahulu terkait dengan pendeteksian objek manusia dengan mendeteksi wajah atau bagian tertentu dari objek manusia. Tabel penelitian terdahulu ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No. Judul Nama Metode Keterangan 1 Sistem Pendeteksian Manusia untuk Keamanan Ruangan Menggunakan Viola-Jones Sianturi, J Viola-Jones Akurasi pendeteksian yang diperoleh mencapai 86,88%. Posisi objek juga sangat berpengaruh terhadap keakuratan pendeteksian. Posisi objek yang terbaik adalah saat objek berada di depan kamera atau membelakangi kamera. 2 Aplikasi Security Camera untuk Mendeteksi Setiawan, I Eigenface Aplikasi dapat mendeteksi wajah karyawan dan mampu mendeteksi wajah-wajah dengan persentasi diatas 80% Wajah Menggunakan Open CV Berbasis Webcam 3 Penggunaan Metode Viola Jones dan Eigen Eyes dalam Sistem Kehadiran Pegawai Triatmoko, A.H Viola Jones dan Eigen Eyes Dalam Penelitian ini akan dikembangkan sistem kehadiran yang didasarkan pada identifikasi fitur mata.

26 30 Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu (Lanjutan) No. Judul Nama Metode Keterangan 4 Pendeteksian Wajah pada Citra Digital Santoso, Hadi Adaboost Learning Hasil pengujian yang di lakukan adalah semua wajah pada kondisi di atas terdeteksi dengan baik. 5 Deteksi Wajah Manusia pada Citra Berwarna dengan Informasi Warna Kulit dan Support Vector Machines Mayo, M Support Vector Machines Proses klasifikasi SVM masih memiliki kekurangan dimana terkadang salah melakukan deteksi objek wajah, hal ini dapat diminimalisir dengan cara meningkatkan performansi SVM.

APLIKASI MENGHITUNG JUMLAH KENDARAAN RODA EMPAT MENGGUNAKAN ALGORITMA VIOLA JONES PROPOSAL SKRIPSI

APLIKASI MENGHITUNG JUMLAH KENDARAAN RODA EMPAT MENGGUNAKAN ALGORITMA VIOLA JONES PROPOSAL SKRIPSI APLIKASI MENGHITUNG JUMLAH KENDARAAN RODA EMPAT MENGGUNAKAN ALGORITMA VIOLA JONES PROPOSAL SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Face Recognition Face recognition dapat dipandang sebagai masalah klasifikasi pola dimana inputnya adalah citra masukan dan akan ditentukan output yang berupa label kelas dari

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature

Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature Pengenalan Bahasa Isyarat Tangan Menggunakan Metode PCA dan Haar-Like Feature Dosen Pembimbing : 1) Prof.Dr.Ir. Mauridhi Hery Purnomo M.Eng. 2) Dr. I Ketut Eddy Purnama ST., MT. Oleh : ATIK MARDIYANI (2207100529)

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Berikut adalah beberapa definisi dari citra, antara lain: rupa; gambar; gambaran (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sebuah fungsi dua dimensi, f(x, y), di mana x dan y adalah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Folder Sebuah directory (folder) adalah seperti ruangan-ruangan (kamar-kamar) pada sebuah komputer yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan dari berkas-berkas (file).

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING

SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING SISTEM PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN WEBCAM UNTUK ABSENSI DENGAN METODE TEMPLATE MATCHING Mohamad Aditya Rahman, Ir. Sigit Wasista, M.Kom Jurusan Teknik Elektronika, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Pengolahan Citra : Konsep Dasar Pengolahan Citra Konsep Dasar Universitas Gunadarma 2006 Pengolahan Citra Konsep Dasar 1/14 Definisi dan Tujuan Pengolahan Citra Pengolahan Citra / Image Processing Proses memperbaiki kualitas citra agar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Sebagai tinjauan pustaka, berikut beberapa contoh penelitian telapak kaki yang sudah dilakukan oleh para peneliti yang dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera.

BAB II DASAR TEORI. CV Dokumentasi CV berisi pengolahan citra, analisis struktur citra, motion dan tracking, pengenalan pola, dan kalibrasi kamera. BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan skripsi ini, meliputi pustaka OpenCV, citra, yaitu citra grayscale dan citra berwarna, pengolahan citra meliputi image enhancement

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini

Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Program Aplikasi Komputer Pengenalan Angka Dengan Pose Jari Tangan Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Anak Usia Dini Wawan Kurniawan Jurusan PMIPA, FKIP Universitas Jambi wwnkurnia79@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra

... BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Citra 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra atau image adalah suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Iris mata merupakan salah satu organ internal yang dapat di lihat dari luar. Selaput ini berbentuk cincin yang mengelilingi pupil dan memberikan pola warna pada mata

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Citra Digital 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Bab ini berisi tentang teori yang mendasari penelitian ini. Terdapat beberapa dasar teori yang digunakan dan akan diuraikan sebagai berikut. 2.1.1 Citra Digital

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan

BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI. implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan BAB IV IMPLEMENTASI DAN EVALUASI Implementasi dan Evaluasi yang dilakukan penulis merupakan implementasi dan evaluasi yang dilakukan terhadap perangkat keras dan perangkat lunak dari sistem secara keseluruhan

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS PENGAMAN RUMAH DENGAN SISTEM FACE RECOGNITION SECARA REAL TIME MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS Sinar Monika 1, Abdul Rakhman 1, Lindawati 1 1 Program Studi Teknik Telekomunikasi, Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab 2 ini berisi tentang pembahasan teori-teori tentang jaringan syaraf tiruan, Algoritma Learning Vector Quantization (LVQ). 2.1. Algoritma Algoritma adalah urutan langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

DETEKSI DAN REPRESENTASI FITUR MATA PADA SEBUAH CITRA WAJAH MENGGUNAKAN HAAR CASCADE DAN CHAIN CODE

DETEKSI DAN REPRESENTASI FITUR MATA PADA SEBUAH CITRA WAJAH MENGGUNAKAN HAAR CASCADE DAN CHAIN CODE DETEKSI DAN REPRESENTASI FITUR MATA PADA SEBUAH CITRA WAJAH MENGGUNAKAN HAAR CASCADE DAN CHAIN CODE Riandika Lumaris dan Endang Setyati Teknologi Informasi Sekolah Tinggi Teknik Surabaya riandika.lumaris@gmail.com

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu system perekaman data dapat bersifat optik berupa foto,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan sistem pendeteksi orang tergeletak mulai dari : pembentukan citra digital, background subtraction, binerisasi, median filtering,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media

BAB II LANDASAN TEORI. Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Webcam Kamera web (singkatan dari web dan camera) merupakan sebuah media yang berorientasi pada image dan video dengan resolusi tertentu. Umumnya webcam adalah sebuah perngkat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra 2.1.1 Definisi Citra Secara harfiah, citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Jika dipandang dari sudut pandang matematis, citra merupakan hasil pemantulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina,

BAB I PENDAHULUAN. telinga, wajah, infrared, gaya berjalan, geometri tangan, telapak tangan, retina, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem biometrika merupakan teknologi pengenalan diri dengan menggunakan bagian tubuh atau perilaku manusia. Sidik jari, tanda tangan, DNA, telinga, wajah, infrared,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

Prototype Pendeteksi Jumlah Orang Dalam Ruangan

Prototype Pendeteksi Jumlah Orang Dalam Ruangan e-issn: 2528-4053 36 Prototype Pendeteksi Jumlah Orang Dalam Ruangan Nesi Syafitri 1, Adri 2 1,2 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Islam Riau E-mail: nesisyafitri@uir.ac.id, adrisaputra91@gmail.com

Lebih terperinci

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM

MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA. Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM MAKALAH APLIKASI KOMPUTER 1 SISTEM APLIKASI KOMPUTER GRAFIK KOMPUTER DAN KONSEP DASAR OLAH CITRA Diajukan sebagai Tugas Mandiri Mata Kuliah NTM Semester Genap Tahun Akademik 2014 / 2015 Angkatan XIII Disusun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas

Lebih terperinci

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY

PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY PENDETEKSI TEMPAT PARKIR MOBIL KOSONG MENGGUNAKAN METODE CANNY Minati Yulianti 1, Cucu Suhery 2, Ikhwan Ruslianto 3 [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Jl. Prof.

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer (Sutoyo & Mulyanto, 2009). Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pengenalan gender pada skripsi ini, meliputi cropping dan resizing ukuran citra, konversi citra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steganografi Steganografi adalah mekanisme penanaman atau penyisipan pesan (m) kedalam sebuah cover objek (c) menggunakan kunci (k) untuk berbagi rahasia kepada orang lain,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Meteran Air Meteran air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor, unit penghitung,

Lebih terperinci

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo Citra Digital Petrus Paryono Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Studi Tentang Pencitraan Raster dan Pixel Citra Digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau

Lebih terperinci

TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION

TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION TRACKING OBJECT MENGGUNAKAN METODE TEMPLATE MATCHING BERBASIS STEREO VISION Indra Pramana, M Zen Hadi Samsono, Setiawardhana Jurusan Telekomunkasi - Politeknik Elektronika Negeri Surabaya Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005

Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra. Bertalya Universitas Gunadarma, 2005 Pendahuluan Pengantar Pengolahan Citra Bertalya Universitas Gunadarma, 2005 Definisi Citra Citra (Image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Secara matematis, citra merupakan fungsi terus menerus (continue)

Lebih terperinci

Teknik face-detection yang akan digunakan adalah teknik yang

Teknik face-detection yang akan digunakan adalah teknik yang BAB III TEORI PENDETEKSIAN WAJAH 3.1 Teori Viola Jones Detection Teknik face-detection yang akan digunakan adalah teknik yang dikembangkan oleh Paul Viola dan Michael Jones-yang biasa dikenal sebagai pendeteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Deteksi wajah pada suatu citra merupakan bagian yang penting dalam perkembangan sistem pengenalan wajah (Face Recognition). Pengenalan wajah banyak digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS APLIKASI PENGENALAN DAUN UBI JALAR UNTUK JENIS UBI JALAR UNGU, MERAH, PUTIH DAN KUNING MENGGUNAKAN METODE PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA SEBAGAI PENDETEKSI JARI PADA VIRTUAL KEYPAD

APLIKASI PENGOLAHAN CITRA SEBAGAI PENDETEKSI JARI PADA VIRTUAL KEYPAD APLIKASI PENGOLAHAN CITRA SEBAGAI PENDETEKSI JARI PADA VIRTUAL KEYPAD Akuwan Saleh, Haryadi Amran D, Ahmad Bagus L Dept. Teknik Elektro, Program Studi Teknik Telekomunikasi Politeknik Elektronika Negeri

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang

1. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang 1. Pendahuluan 1.1 Latar belakang Keamanan data pribadi merupakan salah satu hal terpenting bagi setiap orang yang hidup di era dimana Teknologi Informasi (TI) berkembang dengan sangat pesat. Setiap orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan perkembangan komputer dan alat pengambilan gambar secara digital yang semakin berkembang saat ini, sehingga menghasilkan banyak fasilitas untuk melakukan proses

Lebih terperinci

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA

APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA APLIKASI PENGENALAN WAJAH MENGGUNAKAN METODE EIGENFACE DENGAN BAHASA PEMROGRAMAN JAVA Anita T. Kurniawati dan Afrilyan Ruli Dwi Rama Teknik Informatika-ITATS, Jl. Arief Rahman Hakim 100 Surabaya Email:

Lebih terperinci

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi

Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Segmentasi Dan Pelabelan Pada Citra Panoramik Gigi Nur Nafi iyah 1, Yuliana Melita, S.Kom, M.Kom 2 Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Teknik Surabaya Email: nafik_unisla26@yahoo.co.id 1, ymp@stts.edu

Lebih terperinci

Pengantar PENGOLAHAN CITRA. Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007

Pengantar PENGOLAHAN CITRA. Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007 Pengantar PENGOLAHAN CITRA Achmad Basuki PENS-ITS Surabaya 2007 TUJUAN Mahasiswa dapat membuat aplikasi pengolahan citra Mahasiswa dapat menerapkan konsep-konsep pengolahan citra untuk menghasilkan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pengenalan wajah adalah aplikasi dari pengolahan citra yang dapat mengidentifikasi seseorang melalui citra digital atau frame video. Sistem pengenalan wajah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur

Lebih terperinci

One picture is worth more than ten thousand words

One picture is worth more than ten thousand words Budi Setiyono One picture is worth more than ten thousand words Citra Pengolahan Citra Pengenalan Pola Grafika Komputer Deskripsi/ Informasi Kecerdasan Buatan 14/03/2013 PERTEMUAN KE-1 3 Image Processing

Lebih terperinci

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1 BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat mesin seolah-olah dapat melihat. Komponen dari Computer Vision tentunya adalah gambar atau citra, dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROGRAM PENGOLAHAN CITRA BIJI KOPI Citra biji kopi direkam dengan menggunakan kamera CCD dengan resolusi 640 x 480 piksel. Citra biji kopi kemudian disimpan dalam file dengan

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dijelaskan teori-teori yang akan digunakan pada saat penelitian. Teori yang dibahas meliputi teori-teori tentang bagaimana menggabungkan beberapa citra dan pengertian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Pengertian Citra Secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Latar Belakang PENDAHULUAN Biometrik adalah ilmu untuk menetapkan identitas seseorang berdasarkan ciri fisik, kimia, ataupun tingkah laku dari orang tersebut. Dewasa ini, biometrik telah menjadi suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam tugas akhir ini penguji melakukan pengujian dari judul tugas akhir sebelumnya, yang dilakukan oleh Isana Mahardika. dalam tugas akhir tersebut membahas pendeteksian tempat

Lebih terperinci

Sistem Deteksi Wajah dengan Menggunakan Metode Viola-Jones

Sistem Deteksi Wajah dengan Menggunakan Metode Viola-Jones Sistem Deteksi Wajah dengan Menggunakan Metode Viola-Jones M. Dwisnanto Putro Mahasiswa Magister Instrumentasi Teguh Bharata Adji Staf Pengajar Jurusan Teknik Bondhan Winduratna Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat

BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI. menawarkan pencarian citra dengan menggunakan fitur low level yang terdapat BAB 3 PROSEDUR DAN METODOLOGI 3.1 Permasalahan CBIR ( Content Based Image Retrieval) akhir-akhir ini merupakan salah satu bidang riset yang sedang berkembang pesat (Carneiro, 2005, p1). CBIR ini menawarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Gambar atau citra merupakan informasi yang berbentuk visual. Menurut kamus Webster citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci