Bagaimana Negara Menghambat Kesejahteraan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bagaimana Negara Menghambat Kesejahteraan"

Transkripsi

1 Bagaimana Negara Menghambat Kesejahteraan Oleh: Hendra Sunandar Bagi yang menggeluti studi ekonomi politik, tentunya tidak asing dengan sosok Jeffrey Sach dan Andrew Warner melalui tulisannya yang berjudul Economic Reforms and the Process of Global Integration. Keduanya sudah cukup baik dalam memaparkan betapa keberadaan negara justru membuat rumit bagi masyarakat untuk berkembang, terutama terkait regulasi yang dihadirkan. Misalnya, dalam riset yang mengkaji 117 negara dalam rentan tersebut dijelaskan bahwa adanya hubungan signifikan antara kebebasan ekonomi dengan pertumbuhan. Temuannya adalah pertumbuhan di negara yang menerapkan keterbukaan ekonomi tercatat memiliki tiga sampai enam kali lebih tinggi daripada negara yang tertutup. Sedangkan, keterbukaan ekonomi mencirikan adanya kebebasan ekonomi bagi masyarakatnya serta peran negara yang tak banyak campur dalam kegiatan perekonomian. Belum ditambah dengan temuan-temuan lain yang menggiurkan bagi para pembacanya. Misalnya, data tentang rata-rata negara berkembang yang menerapkan sistem ekonomi terbuka memiliki pertumbuhan mencapai 4,49% dibandingkan pertumbuhan negara berkembang dengan sistem ekonomi tertutup yang hanya 0,69%. Begitu pula dengan negara maju dengan sistem ekonomi terbuka memiliki pertumbuhan mencapai 2,29%, sedangkan yang tertutup hanya 0,74%. Kemudahan berbisnis adalah salah satu dari sekian banyak indikator untuk mengukur keterbukaan sistem ekonomi. Pasalnya, sejarah sudah membuktikan bahwa kemajuan peradaban dihasilkan oleh keterbukaan sistem ekonomi karena memicu individu untuk berinovasi yang berujung pada banyaknya persaingan antara temuan-temuan baru. Dalam konteks Indonesia, indeks kemudahan berbisnis menempati peringkat ke-109 dari 189 negara, naik dari tahun sebelumnya yang menempati peringkat 120. Peringkat tersebut diperoleh dari laporan tahunan yang diluncurkan oleh Bank Dunia melalui Doing Business; Economy Profile th Edition. Melalui program ini, Bank Dunia

2 berusaha menyajikan pengukuran kuantitatif terhadap kebijakan di sebuah negara yang mengatur proses pendirian usaha. Peringkat tersebut berdasarkan kalkulasi dari 10 aspek yang menjadi pertimbangan, yakni: 1) kemudahan memulai usaha, 2) perijinan mendirikan bangunan, 3) penyambungan listrik, 4) pendaftaran properti, 5) akses perkreditan, 6) perlindungan terhadap investor, 7) pembayaran pajak, 8) perdagangan lintas negara, 9) penegakan kontrak, dan 10) penyelesaian terhadap kepailitan. Melalui kesepuluh aspek itulah, Bank Dunia setiap tahunnya melalui doing business berupaya untuk memantau sistem birokrasi yang diterapkan oleh beberapa negara untuk mengundang investasi ke negaranya masing-masing. Oleh karenanya, jika kepala pemerintah mampu melakukan perbaikan iklim investasi, maka peringkat kemudahan berbisnis akan naik secara otomatis, begitu pula sebaliknya. Laporan tahunan ini pula yang kerap dijadikan rujukan bagi akademisi, pengambil kebijakan serta think tank untuk menganalisis perilaku ekonomi dari tahun per tahun. Penulis juga menggunakan laporan tahunan ini untuk dijadikan latar belakang guna mereview kembali betapa kebijakan deregulasi menjadi sangat penting untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih pesat. Perbandingan Tahun Lalu Jika dibandingkan dengan tahun lalu, Pemerintahan Jokowi sebetulnya sudah berhasil untuk meningkatkan 11 peringkat dari tahun sebelumnya dalam aspek kemudahan berbisnis. Bank Dunia sebagai lembaga yang melakukan riset ini mengemukakan ada lima alasan mengapa Indonesia berhasil meningkatkan peringkatnya. Pertama, Pemerintahan Jokowi sudah berhasil mengurangi kompleksitas perizinan dan biaya dalam melakukan investasi dengan cara prosedur perizinan secara online. Kedua, Indonesia juga berhasil memangkas prosedur registrasi seperti nomor pokok wajib pajak, perijinan usaha, dan prosedur keamanan. Ketiga, mempermudah mekanisme pembayaran pajak bagi investor melalui cara elektronik. Keempat, memperkuat hak penggunaan aset properti

3 untuk perusahaan properti. Kelima, memangkas tarif pajak penghasilan (pph) untuk pekerja. Tetapi kita jangan berbangga dahulu, meskipun Indonesia berhasil memperbaiki indeks kemudahan berbisnis, namun untuk segi kemudahan untuk memulai usaha, yang menjadi salah satu dari sepuluh aspek yang menjadi pertimbangan, Indonesia mengalami penurunan yang cukup drastis. Dalam hal kemudahan memulai usaha, Indonesia menempati peringkat ke-173 dari 189 negara. Turun drastis dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat 155. Tentu saja, penurunan tersebut bisa dibaca sebagai keadaan yang menyulitkan bagi setiap orang untuk memulai usaha. Meskipun juga ada aspek lain yang menjadi penilaian, namun dalam tulisan ini, penulis berusaha untuk mengkaji aspek kemudahan memulai usaha di Indonesia yang mengalami penurunan peringkat. Sebagai informasi, berikut adalah rincian peringkat dari 10 aspek yang menjadi pertimbangan Bank Dunia untuk selanjutnya dikalkulasi menjadi indeks kemudahan berbisnis. Sumber: Bank Dunia, Doing Business 2016.

4 Dari gambar tersebut terlihat bahwa kemudahan untuk memulai bisnis di Indonesia menjadi aspek yang memiliki peringkat paling rendah dibanding aspek lainnya. Hal itu tentu bukan sesuatu yang menggembirakan, sehingga perlu ada evaluasi terhadap sistem ekonomi di Indonesia agar iklim perekonomian di Indonesia memacu orang untuk berusaha dan regulasi tidak menyulitkan untuk mencapainya. Tentu saja, kemudahan untuk memulai usaha menjadi salah satu aspek yang dibutuhkan apabila suatu negara ingin cepat berkembang, karena kemudahan ini akan membawa masyarakat pada ide-ide dan inovasi yang tidak akan bisa diraih oleh negara yang memiliki sistem ekonomi yang merkantilis. Ini juga menjadi salah satu cara untuk mencapai target kesejahteraan melalui efisiensi sumber daya manusia yang bisa dikerahkan jika deregulasi dan debirokratisasi diberlakukan. Peraturan yang ada seringkali membuat kegiatan bisnis tidak efisien, karena harus menghabiskan waktu dan tenaga lebih banyak untuk mengurus hal-hal terkait birokrasi dan regulasi. Tak hanya itu, regulasi juga seringkali bernuansa politik. Misalnya dalam surat edaran Gubernur Sumatera Selatan No. 540/3524 Dishub Kominfo/2011 tentang Pemberitahuan Batas Akhir Pengangkutan Batubara di Jalan Umum, yang berisi kewajiban pengangkutan barang melalui jalur khusus yang ditentukan pemerintah daerah. Aturan tersebut secara tidak langsung memungkinkan adanya kongkalikong antara pemerintah dengan pihak lain agar pengusaha diwajibkan melewati aturanaturan yang tidak efisien bagi produktifitas serta memicu muatan transaksional. Hal ini yang dahulu pernah dikeluhkan oleh Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (ASPEBINDO). Seperti diketahui, inovasi bisa saja dilakukan oleh masyarakat melalui sektor formal maupun informal, namun sektor formal seringkali mengharuskan masyarakat untuk mematuhi regulasi yang tersedia, hal itu dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam sektor formal jauh lebih banyak dari informal.

5 Negara dan Pungli! Redaksi SuaraKebebasan.org berusaha menelusuri adanya peran yang justru menghambat orang untuk berusaha dari sektor formal. Hal itu termaktub dari segi regulasi dan non regulasi yang menjadi penghambat. Dari segi regulasi, hal itu didasarkan pada banyaknya aturan yang harus dijalankan oleh masyarakat untuk memulai usaha, sehingga tidak heran jika menurut Bank Dunia, dalam hal kemudahan memulai usaha, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-173 dari 189 negara. Sumber: Bank Dunia, Doing Business Peringkat tersebut sangat jauh tertinggal dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia yang berada di peringkat 14, China di peringkat 136, India di peringkat 155, dan Filipina di peringkat 165. Dengan demikian, jika dikaji berdasarkan studi perbandingan, dari segi kemudahan untuk memulai usaha, Indonesia masih sangat jauh tertinggal dari negara-negara sekitar. Rumitnya bagi orang yang ingin memulai usaha, bisa diukur dari prosedur yang harus dilewati. Di Indonesia, setidaknya ada 13 prosedur yang harus dilewati bagi seorang

6 untuk memulai usaha. Hal itu jelas sangat rumit jika dibandingkan dengan Singapura yang hanya melalui 3 prosedur saja. Berikut adalah tabel perbandingannya: Perbandingan Prosedur Bisnis di Indonesia dan Singapura Negara Indonesia Singapura Membayar biaya untuk mendapatkan izin nama perusahaan melalui Bank Registrasi on-line di ACRA, termasuk mencari nama serta Menetapkan Notaris untuk mendapatkan bentuk akte perusahaan dan mendapatkan izin nama perusahaan di Kementerian Hukum dan HAM pengarsipan perusahaan dan nomor pajak (GST)) Membuat segel perusahaan Mensahkan dokumen perusahaan* Mendaftarkan asuransi Prosedur Mendaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM untuk persetujuan akte pendirian kompensasi pegawai di perusahaan asuransi Mendapatkan sertifikat gedung manajemen Menyerahkan sertifikat domisili perusahaan Membayar Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Bank untuk mensahkan pelayanan Menyerahkan ke Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Mendapatkan Tanda Daftar Perusahaan

7 (TDP) dari pemerintahan lokal Mendaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Mendaftarkan asuransi sosial tenaga kerja ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaaan* Mendaftarkan asuransi kesehatan ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS) Kesehatan* Mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP)* *Prosedur ini dapat diakukan secara simultan dengan prosedur sebelumnya Sumber: Bank Dunia, Doing Business Berdasarkan tabel di atas, maka terlihat perbedaan signifikan antara Indonesia dan Singapura dalam hal kemudahan untuk memulai usaha, sehingga menurut penulis banyak sekali prosedur yang seharusnya bisa diminimalisir demi efisiensi waktu dan tenaga. Oleh karenanya penting dilakukan deregulasi dan debirokratisasi agar dunia usaha bisa tumbuh lebih cepat, seperti yang dilakukan Singapura. Reformasi birokrasi diperlukan agar masyarakat yang ingin memulai usaha bisa dipercepat. Misalnya, urusan yang berkaitan dengan pemerintah hanya dilakukan melalui jalur satu pintu, sehingga tidak merumitkan masyarakat untuk mondarmandir antar kementerian untuk mengurus perizinan. Ada banyak cara guna penyederhanaan perizinan, misalnya terkait Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) yang seharusnya bisa ditiadakan bagi usaha perdagangan dengan resiko rendah, tetapi cukup dengan izin Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dari

8 pemerintah lokal saja. Hal ini sudah diterapkan di Australia dan Kanada dengan tidak mensyaratkan pengusaha untuk memperoleh izin usaha yang terpisah dari proses pendaftaran. Oleh karenanya, memberlakukan persyaratan surat izin usaha perdagangan bagi semua pelaku usaha, tidak hanya bagi usaha-usaha yang berhubungan dengan keselamatan publik, hanya akan membebani para pengusaha tanpa memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Dalam jangka menengah, surat izin usaha perdagangan sebaiknya dihapus. Hal ini pula yang pernah diusulkan Bank Dunia dalam laporan Doing Business tahun Contoh lain misalnya, di Meksiko penyederhanaan pendaftaran usaha dilakukan melalui Rapid Business Start-up System. Sistem ini hanya berlaku di sekitar 100 kota, kelebihannya adala izin operasional untuk usaha perdagangan umum dengan tingkat resiko rendah dapat diperoleh hanya dengan 2 hari. Banyaknya regulasi yang berlaku di Indonesia, sebagaimana tertuang melalui 13 prosedur dalam tabel di atas membuat proses untuk membangun usaha memakan waktu yang cukup lama jika dibandingkan dengan negara tetangga, Singapura yang menurut data Bank Dunia hanya memerlukan waktu paling cepat 2 hari untuk memulai usaha. Meskipun begitu, sebagian pengusaha yang penulis temui mengaku tidak merasa keberatan dengan 13 prosedur perizinan tersebut. Tetapi jika dilakukan studi perbandingan dengan negara lain, maka kita akan mudah menemukan kerumitan dalam proses memulai usaha di Indonesia. Berdasarkan informasi yang diterima, justru kerumitan yang dihadapi oleh pengusaha datang dari luar regulasi yang berlaku, yakni pungutan liar. Hal ini yang menurut pengakuan salah satu narasumber menjadi penghambat pengusaha. Faktor ini yang tidak dilihat oleh Bank Dunia dalam memantau indeks kemudahan berusaha di Indonesia, karena yang menjadi rujukan hanyalah prosedur formal yang harus dilewati. Dengan demikian, apabila hal ini dimasukkan sebagai indikator penilaian, maka bisa saja indeks kemudahan berbisnis di Indonesia menduduki peringkat yang lebih buruk.

9 Pungutan liar pada dasarnya adalah ilegal dan tersembunyi. Mereka yang ingin berusaha seringkali harus mematuhi lingkungan sekitar agar bisnis yang dijalankan tidak diganggu oleh pihak lain. Jelas ini adalah pelanggaran yang mana negara seharusnya hadir untuk menertibkannya. Hal ini pula yang dikeluhkan oleh sebagian pengusaha di Indonesia. Salah satu pengusaha juga berbagi cerita dengan kami terkait persoalan ini. Bernadus Dayak sebagai Direktur Utama PT Vintari Saka Perkasa mengaku bahwa salah satu tantangan yang dihadapi oleh pengusaha untuk memulai bisnis adalah banyaknya pungutan liar. Misalnya harga barang yang ditentukan perusahaan adalah Rp ,- nah bisa-bisa harga yang sampai ke masyarakat mencapai Rp ,- Nah, naiknya harga itu kan sebabkan oleh pungli. pungkasnya. Sebagai informasi, PT Vintari Saka Perkasa adalah perusahaan kontraktor yang berkantor di daerah Bantul, Yogyakarta. Perusahaan ini menawarkan jasa pelaksanaan konstruksi struktural maupun arsitektural. Pernah saat ingin memulai bisnis, Bernadus merasa heran dengan kultur masyarakat yang justru menghambat orang untuk berusaha. Pungli-pungli itu kan muncul oleh orang-orang yang merasa berkuasa di sekitar tempat usaha, mereka biasa disebut preman. Pak RT minta, Pak RW minta, Kepala Desa Minta. Semua harus terakomodir agar bisnis kita bisa berjalan. ujarnya terkait keluhan yang pernah dirasakan. Kalau bicara harga komponen produksi ya tidak masalah kita, harga tenaga kerja kita saja tergolong murah. Intinya untuk memulai usaha kita tak masalah, tetapi lokasi sekitar yang mengharuskan kita menuruti pungutan liar. Ijin kanan, ijin kiri, ijin penguasa, ijin preman. Saya mengalami itu, kalau kita tak patuh pada pungli, kita tak bisa usaha. ujar Bernadus sambil menceritakan pengalamannya kepada redaksi. Bernadus yang juga sebagai ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat ini berharap pemerintah mampu turun tangan untuk menyelesaikan persoalan pungutan liar, karena hal ini bisa masuk sebagai indikator penghambat usaha akibat tingginya biaya yang harus dikeluarkan untuk berdamai dengan lingkungan sekitar. Yang lebih menakjubkan lagi, menurutnya pungutan liar itu

10 hampir dialami oleh semua pengusaha. Hal itu diperoleh dari banyaknya informasi yang diterima dari pengusaha-pengusaha lain. Disinilah, negara seharusnya hadir untuk memberantas perampasan bisnis ini agar iklim usaha di Indonesia menunjukkan adanya kompetisi yang sehat. Sangat disayangkan jika potensi tingginya sumber daya manusia masyarakat Indonesia tidak dimaksimalkan secara baik hanya karena banyaknya prosedur yang harus dilewati dan faktor pungutan liar yang menganggu. Di sisi lain, hal ini juga akan berdampak pada perlindungan konsumen karena dengan adanya kompetisi yang sehat akan hadir banyak pilihan-pilihan yang akan menguntungkan konsumen untuk memilih barang dan jasa yang disukainya. Jika pungli bisa diberantas, maka dengan sendirinya iklim usaha yang sehat akan menjauhkan masyarakat pada angka kemiskinan dan pengangguran. Padahal kita tahu bahwa kemiskinan dan pengangguran masih menjadi persoalan bangsa Indonesia saat ini. Sebagaimana diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran terbuka tahun 2015 mencapai 6,18 % atau sejumlah 7,56 juta orang. Angka tersebut jauh dari target pernurunan pemerintah pada tahun 2015, yakni 5,6%. Mengenai pengangguran, sebagaimana menurut Nigel Ashford bahwa pengangguran tidak disebabkan oleh inflasi, melainkan oleh pajak dan regulasi ilegal atas pekerjaan yang menyebabkan ketidakcocokan antara suplai pekerja an dan permintaan konsumen. Bagi Nigel, dalam kebebasan ekonomi akan selalu ada pekerjaan yang tersedia karena permintaan konsumen tidak pernah habis. Untuk memenuhi permintaan tersebut, maka penawaran yang dihasilkan semestinya tidak terhambat oleh regulasi yang ketat dan membuat orang sulit berusaha. Meskipun paket deregulasi pemerintahan Jokowi sudah diluncurkan secara perlahan, namun tetap harus diawasi agar bisa berjalan sesuai dengan rencana dan meningkatkan minat investasi pemilik modal asing dan penyaluran data kredit perbankan. Apresiasi terhadap paket deregulasi juga sudah dinyatakan oleh beberapa asosiasi investor di beberapa negara, salah satunya oleh EuroCham. Sebagai informasi, EuroCham adalah lembaga yang khusus menangani investasi negara-negara Uni Eropa, terutama yang terkait kebijakan pemerintah dan advokasi.

11 Oleh karenanya, deregulasi sudah seharususnya menjadi kebijakan yang dilakukan secara keberlanjutan. Deregulasi akan memberikan kepastian dan keyakinan bagi investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tak hanya itu, peran pemerintah untuk hadir menganggulangi faktor penghambat non-regulasi juga perlu dilakukan. Sebagai penutup, pemerintah harus tegas dalam memberikan punishment terhadap mereka yang melakukan pungli dan berpihak kepada mereka yang mau berusaha. Keberpihakan negara terhadap mereka yang mau berusaha bisa termaktub dalam kebijakan deregulasi dan debirokratisasi semaksimal mungkin untuk memberikan kemudahan berbisnis bagi masyarakatnya. Penulis yakin, jika hal ini bisa dilakukan, perekonomian Indonesia akan mampu tumbuh lebih cepat. Hendra Sunandar adalah lulusan program studi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Artikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39

Artikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39 Prof Mudrajad Kuncoro Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental* Oleh: Mudrajad Kuncoro** Laporan Bank Dunia yang berjudul Doing Business 2016 (DB2016) menempatkan Indonesia pada peringkat 109 dari 189 negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetensi suatu daerah dalam mengelola daerahnya berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan daerah tersebut. Salah satu instrumen penting untuk

Lebih terperinci

Perbaikan Pelaksanaan Kemudahan Berusaha. Ease of Doing Business di Indonesia

Perbaikan Pelaksanaan Kemudahan Berusaha. Ease of Doing Business di Indonesia Perbaikan Pelaksanaan Kemudahan Berusaha Ease of Doing Business di Indonesia Perbaikan Kemudahan Berusaha Target Doing Business 207; Arahan Presiden peringkat 40 Doing Business 207 Perbandingan Regulasi

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah adalah salah satu bentuk nyata dari praktek demokrasi. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan penyerahan kewenangan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 1 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL BAGIAN I PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI 2 PERINGKAT GLOBAL MEMBAIK Realisasi Investasi (Rp Triliun) 313 399 463 +12,4%2 016 (y/y) 545 613 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Lebih terperinci

PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia

PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia PAKET KEBIJAKAN XII: Pemerintah Pangkas Izin, Prosedur, Waktu, dan Biaya untuk Kemudahan Berusaha di Indonesia Presiden Joko Widodo dalam beberapa rapat kabinet terbatas menekankan pentingnya menaikkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh kerangka hukum formal yang komprehensif pada 30. September 1999 melalui Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal dalam hukum Positif adalah Jaminan Fidusia. Lembaga jaminan kebendaan fidusia tersebut sudah digunakan di Indonesia sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pasar uang (money market) dan pasar modal (capital market)

BAB I PENDAHULUAN. Berkembangnya pasar uang (money market) dan pasar modal (capital market) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkembangnya pasar uang (money market) dan pasar modal (capital market) terutama di negara-negara maju memberi isyarat kepada negara-negara berkembang untuk mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya

BAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei-survei perusahaan (enterprise survey) yang di lakukan Bank Dunia menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia mengidentifikasi dua dari 10 hambatan terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Dari kegiatan pemetaan Perda dan pelaksanaan survey persepsi terhadap 900 UMKM yang dilakukan di 10 Kabupaten/Kota dapat disimpulkan hal-hal sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara

Lebih terperinci

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi

sektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi

Lebih terperinci

Indikator Jenis Prosedural : Starting Business

Indikator Jenis Prosedural : Starting Business STARTING A BUSINESS Indikator Jenis Prosedural : Starting Business Tipe Asumsi Jenis Perusahaan : Berbentuk PT yang dimiliki oleh 5 orang (pendiri) dan merupakan WNI. Lokasi : Jakarta Skala Perusahaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BERSAMA MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, MENTERI PERDAGANGAN, MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR : 69 TAHUN 2009

Lebih terperinci

Getting Electricity P E R B A I K A N K E B I J A K A N. Jakarta, 21 Januari 2016 DIREKTUR DEREGULASI. invest in

Getting Electricity P E R B A I K A N K E B I J A K A N. Jakarta, 21 Januari 2016 DIREKTUR DEREGULASI. invest in invest in Jakarta, 1 Januari 016 P E R B A I K A N K E B I J A K A N Getting Electricity INDONESIA INVESTMENT COORDINATING BOARD (BKPM) DIREKTUR DEREGULASI 01 by Indonesia Investment Coordinating Board.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 110 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab terakhir ini bertujuan untuk menyimpulkan pembahasan dan analisa pada bab II, III, dan IV guna menjawab pertanyaan penelitian yaitu keuntungan apa yang ingin diraih

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dilihat dari kondisi masyarakat saat ini, jarang sekali orang tidak mengenal bank dan tidak berhubungan dengan bank. Perbankan sendiri memegang peranan penting

Lebih terperinci

Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Dalam Rangka Percepatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Dalam Rangka Percepatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Dalam Rangka Percepatan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Belajar dari Good Practices Dunia (Georgia dan Azerbaijan) Tipe Pelayanan Model Pelayanan 1. Direct Services

Lebih terperinci

PAJAK. Pelaksanaan Perpajakan. Audit Pajak

PAJAK. Pelaksanaan Perpajakan. Audit Pajak 1 PAJAK EuroCham mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia selama beberapa tahun terakhir dalam pelaksanaan reformasi pajak dan pemberian insentif pajak ke berbagai industri.

Lebih terperinci

PEMETAAN PERCEPATAN KEMUDAHAN BERUSAHA

PEMETAAN PERCEPATAN KEMUDAHAN BERUSAHA KEMENTERIAN HUKUM DAN HAM DIREKTORAT JENDERAL ADMINISTRASI HUKUM UMUM PEMETAAN PERCEPATAN KEMUDAHAN BERUSAHA ~~~~~~~~~~~***~~~~~~~~~~~ (Easy of Doing Bussiness) (Easy of Doing Bussiness) (Easy of Doing

Lebih terperinci

PENERBITAN SECARA SIMULTAN UNTUK SIUP DAN TDP SERTA TGD DAN SLF

PENERBITAN SECARA SIMULTAN UNTUK SIUP DAN TDP SERTA TGD DAN SLF PENERBITAN SECARA SIMULTAN UNTUK SIUP DAN TDP SERTA TGD DAN SLF SOSIALISASI KEBIJAKAN EoDB DI HOTEL BUMI SURABAYA TANGGAL 08 APRIL 2016 EASE OF DOING BUSINESS Peringkat Total Indonesia ke 109 No Indikator

Lebih terperinci

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO

MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK. Oleh : 9 Juli 2015 DPN APINDO MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PRODUKTIVITAS MELALUI PEKERJAAN YANG LAYAK 9 Juli 2015 Oleh : DPN APINDO Intervensi khusus diperlukan untuk mengatasi masalah tingginya insiden pekerjaan berupah rendah, termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro

Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro Kemandirian Ekonomi Nasional: Bagaimana Kita Membangunnya? Umar Juoro Pendahuluan Kemandirian ekonomi semestinya didefinisikan secara fleksibel dan bersifat dinamis. Kemandirian lebih dilihat dari kemampuan

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

Infrastruktur dan Kemudahan Berusaha Kunci Menangkan Persaingan Senin, 22 Pebruari 2016

Infrastruktur dan Kemudahan Berusaha Kunci Menangkan Persaingan Senin, 22 Pebruari 2016 Infrastruktur dan Kemudahan Berusaha Kunci Menangkan Persaingan Senin, 22 Pebruari 2016 Era kompetisi saat ini, menyebabkan persaingan tidak hanya datang dari bidang perdagangan, tapi juga persaingan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha menunjukkan terjadinya persaingan yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha menunjukkan terjadinya persaingan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha menunjukkan terjadinya persaingan yang semakin tajam, yang diakibatkan oleh globalisasi dan deregulasi, yang dipercepat oleh perkembangan teknologi

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu rangkaian yang terencana menuju keadaan ke arah yang lebih baik. Tahun 1969 pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia mulai melaksanakan

Lebih terperinci

TIGA FOKUS UTAMA III. KEBIJAKAN DEREGULASI EKONOMI

TIGA FOKUS UTAMA III. KEBIJAKAN DEREGULASI EKONOMI TIGA FOKUS UTAMA III. KEBIJAKAN DEREGULASI EKONOMI DEREGULASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING DAN PERTUMBUHAN EKONOMI Selain penegakan dan jaminan kepastian hukum, sasaran deregulasi adalah penyederhanaan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya.

BAB VI. KESIMPULAN. integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: perdagangan di kawasan ASEAN dan negara anggotanya. BAB VI. KESIMPULAN 6.1. Kesimpulan Hasil penelitian mengenai aliran perdagangan dan investasi pada kawasan integrasi ekonomi ASEAN menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Integrasi ekonomi memberi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan di industri building construction yang sudah masuk di listing Bursa Efek Indonesia per 8 Agustus 2011.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Berusaha

Kebijakan Percepatan Pelaksanaan Berusaha Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI Gd. Nusantara I Lt. 2 Jl. Jend. Gatot Subroto Jakarta Pusat - 10270 c 5715409 d 5715245 m infosingkat@gmail.com BIDANG EKONOMI DAN KEBIJAKAN PUBLIK KAJIAN SINGKAT

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan

BAB 4 PENUTUP. 4.1 Kesimpulan BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Perdagangan internasional diatur dalam sebuah rejim yang bernama WTO. Di dalam institusi ini terdapat berbagai unsur dari suatu rejim, yaitu prinsip, norma, peraturan, maupun

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan oleh penulis berkenan dengan dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di Indonesia pada

Lebih terperinci

RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN PEREKONOMIAN TAHAP II TGL. 29 SEPTEMBER 2015

RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN PEREKONOMIAN TAHAP II TGL. 29 SEPTEMBER 2015 Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia RINGKASAN PAKET KEBIJAKAN PEREKONOMIAN TAHAP II TGL. 29 SEPTEMBER 2015 29 September 2015 KEBIJAKAN DEREGULASI TAHAP II Kemudahan Perizinan

Lebih terperinci

KEPASTIAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBANGUN KENYAMANAN BERUSAHA DAN MENINGKATKAN INVESTASI DI INDONESIA DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS

KEPASTIAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBANGUN KENYAMANAN BERUSAHA DAN MENINGKATKAN INVESTASI DI INDONESIA DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS KEPASTIAN HUKUM DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM MEMBANGUN KENYAMANAN BERUSAHA DAN MENINGKATKAN INVESTASI DI INDONESIA DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS Disampaikan dalam Seminar Yang Diselenggarakan Kamar Dagang

Lebih terperinci

SURVEI SENTIMEN BISNIS 100-Hari Pertama Kepemimpinan Jokowi Jusuf Kalla

SURVEI SENTIMEN BISNIS 100-Hari Pertama Kepemimpinan Jokowi Jusuf Kalla Page1 SURVEI SENTIMEN BISNIS 100-Hari Pertama Kepemimpinan Jokowi Jusuf Kalla SUMBANGSIH PERAN APINDO DALAM MEMPROMOSIKAN KEPENTINGAN SEKTOR SWASTA INDONESIA 1 April 2015 Presiden dan Wakil Presiden Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi negara merupakan hal yang sangat penting untuk dicapai karena setiap negara menginginkan adanya proses perubahan perekonomian yang lebih

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

perkembangan investasi di Indonesia, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing, termasuk investasi oleh ekonomi rakyat. Sementara itu, pada

perkembangan investasi di Indonesia, baik investasi dalam negeri maupun investasi asing, termasuk investasi oleh ekonomi rakyat. Sementara itu, pada ix B Tinjauan Mata Kuliah uku Materi Pokok (BMP) ini dimaksudkan sebagai bahan rujukan utama dari materi mata kuliah Perekonomian Indonesia yang ditawarkan oleh Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka. Mata

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA DAN KONSULTASI NASIONAL KE XXVII

Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA DAN KONSULTASI NASIONAL KE XXVII Menteri Perindustrian Republik Indonesia SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA RAPAT KERJA DAN KONSULTASI NASIONAL KE XXVII KUPANG, 14 APRIL 2016 Yang Saya Hormati: 1. Gubernur NTT; 2. Ketua Umum

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat suku bunga. Tingginya tingkat suku bunga seolah menjadi bayang-bayang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan perbankan yang kerap kali muncul menjadi isu krusial bagi perbankan Indonesia dan menjadi perhatian masyarakat adalah masalah tingginya tingkat

Lebih terperinci

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia

Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Sambutan oleh: Ibu Shinta Widjaja Kamdani Ketua Komite Tetap Kerjasama Perdagangan Internasional Kadin Indonesia Disampaikan Pada Forum Seminar WTO Tanggal 12 Agustus 2008 di Hotel Aryaduta, Jakarta Kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG KEINSINYURAN: Harapan Baru Tingkatkan Profesionalisme Insinyur Oleh: Wiwin Sri Rahyani*

UNDANG-UNDANG KEINSINYURAN: Harapan Baru Tingkatkan Profesionalisme Insinyur Oleh: Wiwin Sri Rahyani* UNDANG-UNDANG KEINSINYURAN: Harapan Baru Tingkatkan Profesionalisme Insinyur Oleh: Wiwin Sri Rahyani* Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Keinsinyuran

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI Amalia Adininggar Widyasanti Direktur Perdagangan, Investasi, dan Kerjasama

Lebih terperinci

Perbaikan Kemudahan Berusaha di Indonesia

Perbaikan Kemudahan Berusaha di Indonesia invest in Jakarta 9 Juni 2015 Perbaikan Kemudahan Berusaha di Indonesia Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2013 by Indonesia Investment Coordinating Board. All rights reserved Doing Business 2015

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harapan yang banyak ditunggu oleh putra-putri Indonesia dalam menyongsong masa

BAB I PENDAHULUAN. harapan yang banyak ditunggu oleh putra-putri Indonesia dalam menyongsong masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi kehidupan perekonomian dan tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera merupakan harapan yang banyak ditunggu oleh putra-putri Indonesia dalam menyongsong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan bisnis properti di Indonesia mengalami kenaikan yang sangat tajam pada dekade terakhir ini. Banyak indikator yang dapat dilihat di dalam masyarakat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA POLA SUB KONTRAK BERLANDASKAN PERSAINGAN SEHAT

PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA POLA SUB KONTRAK BERLANDASKAN PERSAINGAN SEHAT PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA POLA SUB KONTRAK BERLANDASKAN PERSAINGAN SEHAT Oleh Sutrisno Iwantono Pendahuluan Subkontrak merupakan isu permanen yang selalu hadir dalam setiap pembicaraan mengenai pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 BIAYA MELAKUKAN USAHA DI INDONESIA

LAMPIRAN 1 BIAYA MELAKUKAN USAHA DI INDONESIA LAMPIRAN 1 BIAYA MELAKUKAN USAHA DI INDONESIA Turunnya minat investasi baik PMDN maupun PMA sangat terkait dengan tidak menariknya iklim investasi di. Salah satu penyebab tidak menariknya iklim investasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN

KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN Kajian INDEF KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN Oleh Dradjad H. Wibowo (Ekonom Senior INDEF, Wanhor PAN) Andry Satrio Nugroho (Peneliti INDEF) Nailul Huda (Peneliti INDEF) Izzudin Al Farras

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE

KEBIJAKAN SELAMA PERIODE KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PEMERINTAH DR. MOHAMMAD ABDUL MUKHYI, SE., MM FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS GUNADARMA JAKARTA KEBIJAKAN SELAMA PERIODE 1966-1969 Pembersihan proses-proses kebijakan orde lama yang tidak

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan salah satu ukuran penting dalam menilai keberhasilan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

REVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA. Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272

REVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA. Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272 REVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272 Apa itu Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) MEA adalah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk meminimalisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika

BAB 1 PENDAHULUAN. Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Nilai tukar mata uang mencerminkan kuatnya perekonomian suatu negara. Jika perekonomian suatu negara mengalami depresiasi mata uang, maka bisa dikatakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dari berbagai aspek pengembangan Teknologi Informasi di Indonesia, electronic government (pemerintahan secara elektronik atau yang sering disingkat e-government) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat investor untuk menentukan pilihan dalam membeli saham. Analisis kinerja keuangan untuk mengetahui

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN SERTIFIKASI REKANAN (PENYEDIA BARANG DAN JASA) DI TOTAL E&P INDONESIE (TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN)

PETUNJUK PELAKSANAAN SERTIFIKASI REKANAN (PENYEDIA BARANG DAN JASA) DI TOTAL E&P INDONESIE (TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN) PETUNJUK PELAKSANAAN SERTIFIKASI REKANAN (PENYEDIA BARANG DAN JASA) DI TOTAL E&P INDONESIE (TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN) Mengacu kepada Pedoman Tata Kerja BP MIGAS No. 007-REVISI-1/PTK/IX/2009 tentang

Lebih terperinci

Pencegahan dan Penanganan Kejahatan. Pada Layanan Perbankan Elektronik. Ronald Waas 1

Pencegahan dan Penanganan Kejahatan. Pada Layanan Perbankan Elektronik. Ronald Waas 1 Pencegahan dan Penanganan Kejahatan Pada Layanan Perbankan Elektronik Ronald Waas 1 Yang saya banggakan, Ketua Umum dan Jajaran Pengurus Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia, Para Pembicara dari Bank Indonesia,

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

IV.B.9. Urusan Wajib Penanaman Modal

IV.B.9. Urusan Wajib Penanaman Modal 9. URUSAN PENANAMAN MODAL Salah satu tolak ukur penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan suatu dampak nyata dari kebijakan pembangunan yang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

MEA dan Masyarakat Merdeka Oleh: Hendra Sunandar

MEA dan Masyarakat Merdeka Oleh: Hendra Sunandar MEA dan Masyarakat Merdeka Oleh: Hendra Sunandar Bagi sebagian orang, pasar bebas dianggap sebagai hantu yang menakutkan, ibarat pantai lepas tanpa tanggul yang siap diterjang ombak besar yang bisa menghancurkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.892, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPH Ditanggung Pemerintah. PNBP Sumber Daya Panas Bumi. Tahun Anggaran 2011. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 231/PMK.011/2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Melalui wawancara dengan Ir. HM. Nasija Warnadi, MM. selaku Direktur PDAM Kabupaten Cirebon dan studi literatur dari buku (majalah) Air Minum terbitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Kesejahteraan merupakan aspek penting dari kualitas suatu bangsa. Kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di negara tersebut menjadi salah satu tujuan dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA

RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA I. UMUM Pembangunan hukum dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan semakin liberal. Perjanjian perjanjian perdagangan internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. pesat dan semakin liberal. Perjanjian perjanjian perdagangan internasional telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Belakangan ini perekonomian internasional mengalami perkembangan yang pesat dan semakin liberal. Perjanjian perjanjian perdagangan internasional telah banyak dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam proses globalnya membutuhkan sarana dan prasarana guna menunjang proses pembangunan yang seutuhnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

OVERVIEW PERLAMBATAN EKONOMI

OVERVIEW PERLAMBATAN EKONOMI Policy Brief Paket Kebijakan Ekonomi & Simplifikasi Regulasi Pusat Daerah Dalam Mendukung Peningkatan Investasi Dan Pertumbuhan Ekonomi Nasional No. 0 / / / Juni 2016 OVERVIEW Investasi memiliki peran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi 131 V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA 5.1. Migrasi Internal Migrasi merupakan salah satu faktor dari tiga faktor dasar yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk. Peninjauan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL

KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL KEWENANGAN DAERAH DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh : Fery Dona (fery.dona@yahoo.com) ABSTRAK Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN R.I KOMISI ISPO. Pedoman PRAKATA

KEMENTERIAN PERTANIAN R.I KOMISI ISPO. Pedoman PRAKATA KOMISI PRAKATA Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan Konsultan yang dapat menyediakan jasa konsultansi bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit dalam rangka menerapkan, diperlukan Lembaga konsultan yang

Lebih terperinci

PP-nya sudah diparaf dan dikirim ke tempat pak Pram (Menseskab Pramono Anung, red), kata Darmin Nasution kepada wartawan.

PP-nya sudah diparaf dan dikirim ke tempat pak Pram (Menseskab Pramono Anung, red), kata Darmin Nasution kepada wartawan. Paket Kebijakan Ekonomi VI : Menggerakkan Ekonomi di Wilayah, Pinggiran Penyediaan Air untuk Rakyat Secara Berkeadilan dan Proses Cepat Impor Bahan Baku Obat Pemerintah kembali mengumumkan Paket Kebijakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 24 /POJK.04/2016 TENTANG AGEN PERANTARA PEDAGANG EFEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci