BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN"

Transkripsi

1 BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Dari kegiatan pemetaan Perda dan pelaksanaan survey persepsi terhadap 900 UMKM yang dilakukan di 10 Kabupaten/Kota dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Dari 10 lokasi studi, 6 kabupaten merupakan daerah dimana sektor pertanian menjadi lokomotif ekonomi. Sedangkan 2 kota perekonomiannya didasarkan kepada sektor perdagangan, hotel dan restaurant sebagai leading sector. Hal yang menarik terdapat 2 kabupaten dimana perekonomian daerahnya ditopang oleh sektor industri pengolahan sebagai lokomotif. Dari aspek penerimaan daerah, seluruh kabupaten/kota yang menjadi fokus dalam studi ini memperlihatkan bahwa sumber penerimaan daerah yang terbesar adalah dari dana perimbangan, yang berkisar antara 51% - 80%. Dari aspek belanja daerah, sebagian besar dana oleh Pemerintah Daerah pada 10 kabupaten/kota dialokasikan pada belanja pegawai dengan persentase berkisar antara 35% - 60%. Implikasinya, rata-rata belanja modal hanya berkisar 5% - 16%, kecuali untuk Kabupaten Tanggerang yang mencapai 30%. 2. Dari total 234 Perda yang dianalisis di sepuluh lokasi studi, sebanyak 66% merupakan Perda terkait dengan retribusi. Hal ini mengindikasikan bahwa Perda yang berlaku dan terkait kegiatan usaha banyak membebani dunia usaha karena bersifat memungut uang dari dunia usaha atau masyarakat secara umum. Perda yang menjadi burning issues dan dianggap menghambat kegiatan usaha di lokasi studi adalah Perda yang terkait dengan perizinan. Hambatan yang muncul disebabkan oleh beberapa hal, yaitu tidak jelasnya prosedur, jumlah persyaratan yang terlalu banyak dan kadang sulit dipenuhi, waktu pengurusan izin lama, tarif yang dianggap terlalu mahal, serta adanya beban biaya tambahan (illegal) yang terpaksa harus dikeluarkan ketika mengurus izin. 3. Perda yang menjadi burning issues di daerah juga terkait dengan Perda yang mengatur pajak dan retribusi. Secara umum, besaran tarif pajak maupun retribusi dianggap oleh pelaku usaha memberatkan. Kondisi tersebut tidak terlepas dari peraturan di tingkat pusat, khususnya PP No. 65 tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP No. 66 tahun 2001 tentang Retribusi Daerah yang menjadi rujukan Perda. Dua Peraturan Pemerintah tersebut tidak mengatur semua jenis pajak dan retribusi dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 113

2 pusat, tetapi ketentuannya diserahkan pada Pemda (waktu, tarif, jumlah syarat, serta frekuensi (daftar ulang/waktu pembayaran). Sehingga ketentuan-ketentuan yang dibuat Pemda, terutama terkait dengan retribusi, secara umum cenderung lebih berorientasi pada upaya peningkatan PAD dan tidak memperhatikan kepentingan dunia usaha sehingga dianggap memberatkan pengusaha. 4. Beberapa karakteristik dari sampel UMKM dalam studi ini adalah sebagai berikut: a. Status UMKM dominan sebagai pemilik sekaligus pengelola, dengan rata-rata tingkat pendidikan adalah SMU. b. Sebagian besar pengusaha UMKM telah melaksanakan usahanya lebih 10 tahun dengan mempekerjakan sebagian besar tenaga kerja tetap dari luar keluarga dan dengan status tenaga kerja yang dibayar. c. Sekitar 65% responden merencanakan efisiensi untuk pengembangan usaha dan terdapat sekitar 19% - 21% perusahaan merencanakan untuk menginvestasikan kembali keuntungannya, dengan proporsi sekitar 34% - 40%. d. Secara umum sebagian besar responden tidak menjadi anggota asosiasi atau koperasi. e. Jika dibandingkan dengan 7 jenis izin usaha yang biasanya dimiliki oleh usaha formal, maka sebagian besar UMKM dalam survey ini merupakan usaha formal. Untuk UMKM informal, tiga alasan utama yang menyebabkan UMKM tidak memiliki atau mengurus perizinan usaha adalah UMKM tidak merasa perlu, persyaratan rumit, dan biaya mahal. f. Modal sendiri merupakan sumber utama permodalan UMKM. Sedangkan 2 sumber permodalan utama lainnya adalah kredit dari bank umum dan pinjaman dari teman/saudara. Berbeda dengan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Usaha Menengah juga dominan dalam menggunakan kredit dari bank umum dan LKBB. g. Ditinjau dari tekonologi yang digunakan UMKM dan kompetitornya, sebagian besar responden menyatakan bahwa positioning usaha mereka tidak berbeda dengan kompetitornya. 5. Beberapa persepsi dari UMKM terhadap lingkungan usahanya dalam tahap pendirian usaha, adalah sebagai berikut: a. Semakin besar skala usaha, maka pengetahuan tentang pendirian usaha semakin baik. Sebagai ilustrasi, sekitar 75% Usaha Menengah mengetahui peraturan tentang pendirian usaha. UMKM yang mengetahui informasi tentang peraturan pendirian 114 Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM

3 usaha sebagian besar memperoleh informasi dari relasi usaha. Keterbatasan akses UMKM terhadap informasi tentang peraturan terkait dengan pendirian usaha disebabkan oleh: (1) kemampuan UMKM untuk mengakses informasi yang terbatas, dan atau (2) terbatasnya prasarana publik yang mampu memberikan informasi kepada UMKM dengan mudah diperoleh dan dipahami, cepat, dan murah. b. Semakin besar skala usaha maka kepemilikan badan hukum/badan usaha juga semakin besar. Sebagai ilustrasi, terdapat sekitar 50% Usaha Mikro yang tidak memiliki badan usaha/hukum, Usaha Kecil sekitar 20%, dan Usaha Menengah hanya 4%. Tiga alasan utama UMKM tidak memiliki badan hukum/usaha adalah tidak butuh badan hukum/usaha, prosedur rumit dan tidak tahu cara mengurus badan usaha/hukum. c. Sebagian besar UMKM yang memiliki badan hukum/badan usaha berstatus usaha dagang dan perusahaan perorangan. Dalam pengurusan badan hukum/badan usaha, UMKM yang melakukan pengurusan sendiri atau melalui jasa perantara relatif hampir sama. Dua jasa perantara yang paling banyak digunakan pengusaha adalah jasa perorangan dan PNS di luar tugas utamanya. Alasan tidak tahu prosedur dan menghemat waktu merupakan dua alasan utama yang menyebabkan UMKM menggunakan jasa perantara. d. Tiga persyaratan yang dinilai paling memberatkan dalam pengurusan ijin usaha yaitu akte pendirian usaha, rekomendasi/pengantar camat/lurah dan ijin tetangga. Alasan biaya mahal yang menyebabkan peryaratan ijin menjadi memberatkan dinyatakan UMKM dalam pengurusan dokumen gambar lokasi. Alasan prosedur rumit dinyatakan UMKM dalam pengurusan akte pendirian usaha dan NPWP. Alasan perlu waktu lama dinyatakan UMKM dalam pengurusan beberapa persyaratan yaitu ijin tetangga, rekomendasi/pengantar camat/lurah, bukti pemilikan tanah, bukti SPPT PBB, dan AMDAL/UPL-UKL. Alasan informasi tidak jelas yang menyebabkan persyaratan ijin menjadi memberatkan dinyatakan UMKM dalam memperoleh rekomendasi asosiasi. e. Dari delapan indikator penentu baik-buruknya birokrasi dan pelayanan perijinan, empat indikator dinilai sudah cukup baik oleh sebagian besar UMKM, yaitu: (1) keramah-tamahan petugas pelayanan perizinan, (2) kejelasan prosedur pelayanan, (3) kemampuan (skill) petugas dalam memberikan penjelasan, (4) kelengkapan peralatan dan kenyamanan kantor perizinan. Sementara itu, empat indiktor lainnya yang dinilai masih buruk oleh sebagian besar UMKM adalah: (1) ada tidaknya dan atau besar Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 115

4 kecilnya pungutan tidak resmi, (2) keberadaan sarana penampungan keluhan, (3) tindak lanjut atas pertanyaan/keluhan, dan (4) ada tidaknya duplikasi persyaratan dan prosedur. f. Sebagian besar UMKM menyatakan tidak pernah dilibatkan dalam merumuskan/mengevaluasi peraturan terkait perijinan. Kondisi ini relevan dengan pendapat sebagian besar UMKM bahwa mereka tidak pernah mendengar pengusaha lain/asosiasi dilibatkan dalam merumuskan/mengevaluasi peraturan terkait perijinan. Hal ini mengindikasikan bahwa perumusan kebijakan daerah dan implementasi peraturan perijinan belum akomodatif dan transparan. Terdapat persepsi yang kuat bahwa Pemerintah Daerah tidak berpihak kepada UMKM dalam pengurusan ijin usaha dan cenderung memberikan kemudahan kepada usaha besar daripada kepada UMKM. g. Salah satu program Pemerintah Daerah untuk membantu akses UMKM kepada bank umum adalah Program Bantuan Sertifikasi Tanah. Dalam kenyataannya cukup banyak UMKM yang tidak tahu tentang adanya Program Bantuan Sertifikasi Tanah. Dari 29% UMKM yang mengetahui tentang Program Bantuan Sertifikasi Tanah, hanya 26% yang memanfaatkan. 6. Beberapa persepsi dari UMKM terhadap lingkungan usahanya dalam tahap operasional usaha, adalah sebagai berikut: a. Sebagian besar UMKM telah mengetahui tentang pajak. Dari sejumlah UMKM yang mengetahui tentang pajak, sebagian besar UMKM memperoleh informasi tentang pajak langsung dari petugas pajak dan media. Kepatuhan terhadap pembayaran pajak juga ditunjukkan oleh sebagian besar UMKM menyatakan pernah membayar pajak. Walaupun pengusaha UMKM membayar pajak, namun dalam kenyataannya pengetahuan mereka mengenai jenis, tarif dan cara perhitungan pajak masih sangat rendah. Pengetahuan yang rendah terkait dengan pajak dimungkinkan karena sedikitnya sosialisasi yang dilakukan. Sebagian besar UMKM belum atau tidak pernah mendapatkan sosialisasi dan penjelasan tentang pajak. Dari sejumlah UMKM yang pernah mendapatkan penjelasan, hanya sekitar 60% UMKM menyatakan sosialisasi dan penjelasan diperoleh dengan jelas. b. Sebagian besar UMKM melakukan pembayaran pajak dengan cara datang sendiri ke kantor pajak. Faktor keramah tamahan, kelengkapan dan kenyamanan kantor, skill petugas dan kejelasan prosedur merupakan faktor-faktor yang dianggap baik oleh 116 Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM

5 UMKM sehingga mendorong UMKM melakukan pembayaran pajak dengan mendatangi sendiri kantor pajak. Tetapi, terdapat 4 aspek pelayanan yang mendapat penilaian buruk adalah pungutan yang tidak resmi, tindak lanjut keluhan, kemudahan prosedur dan persyaratan, dan sarana penampungan keluhan. Meskipun tidak sebanyak yang melakukan pembayaran langsung ke kantor pajak, terdapat sejumlah UMKM yang menggunakan jasa perantara dalam pembayaran pajak. Disamping karena lebih mudah, penggunaan jasa perantara juga disebabkan faktor kecepatan c. Semakin besar skala usaha maka pengetahuan tentang manfaat pembayaran pajak juga semakin baik. Secara umum pengusaha Usaha Mikro dan Kecil tidak mengetahui manfaat atas pembayaran pajak yang mereka lakukan. Kondisi ini berbeda pada Usaha Menengah lebih dominan mengetahui manfaat dari pajak yang dibayarkan. d. Meskipun sebagian besar UMKM berpendapat bahwa tarif pajak yang dikenakan pada masing-masing jenis pajak termasuk dalam kategori wajar, tetapi sebagian besar UMKM juga tidak tahu apakah pajak yang dibayarkan dikenakan secara progresif atau tidak. e. Sebagian besar UMKM mengetahui tentang keberadaan dan jenis-jenis retribusi. Sedangkan sebagian besar UMKM tidak mengetahui tentang tarif dan tata cara retribusi. Sumber informasi utama tentang retribusi diperoleh dari petugas pemerintah, disamping dari media. Dengan kata lain, besarnya tarif retribusi yang dikenakan oleh instansi yang terkait tidak diketahui dengan jelas dasar pengenaannya. Sehingga dalam prakteknya, pengusaha membayar retribusi lebih utama karena kewajiban. Kondisi ini didukung oleh fakta bahwa alasan untuk harus membayar retribusi, besaran tarif yang sesuai aturan yang harus dibayar, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang diatur oleh peraturan daerah tidak diketahui dengan jelas oleh sebagian besar pengusaha UMKM. f. Meskipun UMKM tidak mengetahui dengan jelas dasar pengenaan retribusi dan hanya membayar karena kewajiban, UMKM memiliki kepatuhan yang cukup tinggi dalam membayar retribusi. Sekitar 60% UMKM telah melaksanakan pembayaran retibusi. Disamping membayar retribusi kepada petugas instansi yang berwenang memungut retribusi, terdapat sekitar 20% - 24% UMKM yang pernah didatangi oleh pihak-pihak selain dinas teknis pemerintah daerah untuk mengumpulkan pungutan liar. g. Untuk beberapa aspek yang berkaitan dengan pengenaan retribusi seperti: kepatutan obyek, kepatutan jenis, keterjangkauan, manfaat retribusi, dan kualitas pelayanan, Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 117

6 sebagian besar UMKM memiliki persepsi yang baik. Meskipun demikian, untuk aspek pilihan penyediaan layanan sebagian besar UMKM menyatakan tidak baik/layak. h. Semakin besar skala usaha maka pengetahuan terhadap peraturan ketenagakerjaan lebih baik. Tingkat pengetahuan terhadap peraturan ketenagakerjaan lebih tinggi pada Usaha Menengah dan Usaha Kecil dibanding pada Usaha Mikro. Meskipun demikian, hanya 22% UMKM yang mengetahui peraturan dan ketentuan ketenagakerjaan yang terkait dengan usahanya. Peraturan yang paling banyak diketahui oleh UMKM adalah peraturan terkait dengan upah seperti upah minimun regional/propinsi, diikuti peraturan tentang jaminan kesejahteraan bagi pekerja seperti peraturan tentang jaminan sosial tenaga kerja (Jamsostek). Pada saat yang sama, peraturan tentang UMR menjadi peraturan yang dianggap paling memberatkan oleh UMKM diikuti dengan ketentuan tentang Jamsostek. i. Dari penilaian terhadap peraturan ketenagakerjaan secara implisit terlihat bahwa penilaian terhadap manfaat peraturan dan ketentuan tentang ketenagakerjaan identik dengan pemenuhan terhadap ketentuan tersebut. Jumlah absolut UMKM yang sudah memenuhi ketentuan ketenagakerjaan mendekati jumlah UMKM yang memberikan penilaian positif tentang peraturan tersebut. Dengan kata lain, UMKM yang sudah memenuhi peraturan ketenagakerjaan umumnya menilai ketentuan tersebut memberikan manfaat bagi UMKM. j. Sekitar 66% - 71% UMKM membutuhkan pinjaman. Meskipun demikian, proporsi UMKM yang mengajukan pinjaman berbanding lurus dengan skala usaha. Sebagai ilustrasi, sekitar 90% dari Usaha Menengah yang membutuhkan pinjaman pernah mengajukan pinjaman. Frekuensi pengajuan kredit Usaha Mikro yang relatif lebih rendah dari Usaha Kecil dan Usaha Menengah bukan disebabkan oleh dokumen persyaratan kredit yang sulit dipenuhi/memberatkan. k. Beberapa kebijakan yang dibuat perbankan terhadap pengajuan kredit dianggap oleh UMKM cenderung kurang kondusif. Bank juga dianggap kurang memberi kelonggaran pemenuhan dokumen persyaratan kredit dan penggunaan purchasing order (PO) untuk agunan kredit. Perbankan/lembaga keuangan juga dianggap tidak banyak memberikan insentif bagi UMKM dalam proses kredit yang diterima UMKM. Namun bank cukup informatif dengan memberikan informasi atas pengajuan kredit yang dilakukan oleh UMKM. Adapaun insentif yang relatif lebih banyak diterima UMKM adalah dalam 118 Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM

7 bentuk bantuan penyusunan proposal dan unit khusus pelayanan UMKM. Sebaliknya informasi yang berasal dari pemerintah seperti keberadaan program penjaminan kredit masih sangat kurang diterima oleh UMKM. l. Masalah utama yang dikeluhkan oleh UMKM berkaitan dengan pelayanan infrastruktur adalah transparasi tarif. Keluhan ini semakin besar disampaikan oleh UMKM yang berskala mikro dan kecil. Sosialisasi tentang cara perhitungan tarif juga menjadi masalah utama, khususnya dalam pelayanan air bersih dan telepon. Dalam pelayanan infrastruktur jalan, kualitas jalan yang cukup baik masih belum dirasakan oleh UMKM secara merata. 8.2 Implikasi Kebijakan Berdasarkan sejumlah permasalahan terhadap lingkungan usaha yang terungkap dalam survey persepsi terhadap 900 UMKM di 10 kabupaten/kota, beberapa implikasi kebijakan yang direkomendasikan adalah: 1. Perlu dilakukan evaluasi terhadap Perda yang tidak sesuai dengan peraturan pusat yang menjadi rujukannya. 2. Penyediaan informasi yang terkini dan senantiasa diperbaharui tentang peraturan-peraturan dan persyaratannya berkaitan dengan formalisasi usaha, pajak, dan retribusi. Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa informasi terhadap peraturan-peraturan yang disebutkan diatas tidak menjadi masalah sejalan dengan semakin membesarnya skala usaha. Fakta lainnya adalah informasi tentang peraturanperaturan tersebut diperoleh oleh skala usaha yang lebih kecil utamanya dari petugas atau kantor dinas pemerintah yang ada di daerah. Untuk itu, perlu diperbanyak kegiatan sosialisasi, ditingkatkan penggunaan media (utamanya dalam bentuk barang cetakan dan media elektronik), penyediaan informasi peraturan dan persyaratannya dalam bentuk CD, dan mengupload informasi peraturan dan persyaratannya di website milik PEMDA. 3. Pembentukan Kantor Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa persoalan waktu, transparansi biaya, dan masih merebaknya pungutan liar merupakan persoalan-persoalan yang dominan dikeluhkan UMKM, khususnya dalam formalisasi usaha. Disisi lain, aksesibilitas terhadap kredit mensyaratkan sejumlah izin usaha yang harus dimiliki oleh UMKM sebagai persyaratan administrasi. Sehingga dengan keberadaan Kantor PPTSP, akan semakin Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 119

8 mempercepat Usaha Mikro dan Kecil yang saat ini masih berstatus informal menjadi usaha formal. Keberadaan Kantor PPTSP sebaiknya juga dioptimalkan fungsinya sebagai: (i) sarana bagi Bank Umum dan BPR menyampaikan informasi kepada UMKM tentang persyaratan dan prosedur dalam pengajuan kredit, (ii) sarana bagi perusahaan penyedia jasa infrastruktur (BUMN dan BUMD) mengsosialisasikan tentang cara perhitungan tarif, dan (iii) sarana penyampaian peraturan ketenagakerjaan. 4. Pembentukan Kantor Penyampaian Keluhan dan Penyediaan Solusi Masalah. Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa sebagian besar UMKM tidak memiliki ide jika menghadapi permasalahan usaha, khususnya yang bersumber dari perilaku birokrasi. Meskipun praktek terbaik pembentukan kantor penyampaian keluhan masih terbatas di daerah perkotaan, tetapi diduga kuat bahwa keberhasilan kantor tersebut di daerah perkotaan dapat direplikasikan di daerah pedesaan (kabupaten). 5. Melembagakan Penilaian Dampak Peraturan Nasional. Studi ini menunjukkan bahwa secara umum Perda terkait kegiatan usaha tidak menyalahi peraturan nasional yang menjadi rujukan utamanya. Masalah yang banyak muncul lebih disebabkan oleh adanya kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemda untuk menentukan beberapa jenis tarif, dimana Pemda dalam menggunakan kewenangannya dalam menentukan tarif tidak memperhatikan kondisi dan kemampuan pelaku usaha di daerahnya sehingga dipandang memberatkan dunia usaha. Untuk itu perlu disusun status legal formal dalam bentuk Peraturan Pusat tentang penilaian dampak peraturan yang menjadi basis bagi daerah untuk melaksanakan kegiatan penilaian dampak terhadap peraturan-peraturan terkait kegiatan usaha dan potensial memiliki dampak negatif, baik yang sudah ada saat ini atau yang direncanakan akan disusun. 6. Melembagakan Penilaian Dampak Peraturan Daerah. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa permasalahan peraturan di daerah banyak muncul lebih disebabkan oleh adanya kewenangan yang diberikan pemerintah pusat kepada Pemda untuk menentukan beberapa jenis tarif, dimana Pemda dalam menggunakan kewenangannya dalam menentukan tarif tidak memperhatikan kondisi dan kemampuan pelaku usaha di daerahnya sehingga dipandang memberatkan dunia usaha. Untuk itu perlu disusun status legal formal dalam bentuk Peraturan Daerah tentang penilaian dampak peraturan daerah atau peraturan Bupati/Walikota yang potensial memberikan dampak negatif terhadap kegiatan usaha, baik yang sudah ada saat ini atau yang direncanakan akan disusun. 120 Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM

9 7. Penguatan Asosiasi Usaha atau Sejenisnya di Daerah. Rekomendasi ini didasarkan kepada fakta bahwa Asosiasi Usaha atau sejenisnya belum berperan sebagai salah satu sumber utama informasi kepada UMKM dan media bagi UMKM dalam menyampaikan persoalan yang dihadapi. Fakta lain juga menunjukkan bahwa sebagian besar UMKM menganggap bahwa Asosiasi Usaha tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan atau evaluasi kebijakan yang berpeluang memberikan dampak negatif terhadap UMKM. Dengan tidak optimalnya peran asosiasi usaha, dapat dipahami jika sebagian besar UMKM tidak menjadi anggota asosiasi usaha atau sejenisnya. Penguatan asosiasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: pelatihan, studi banding, dan pelibatan secara aktif asosiasi usaha atau sejenisnya dalam kegiatan mapping dan review peraturan serta pelaksanaan survey iklim usaha di daerah. Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM 121

10 HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 122 Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan UMKM

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kajian Identifikasi Peraturan Pusat dan Peraturan Daerah Dalam Rangka Pengembangan Usaha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan peranan UMKM untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Bank Indonesia sejak lama telah melakukan berbagai upaya antara lain melalui pemberian bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. tantang terbesar yang dihadapi oleh pemerintah khususnya pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, instansi pemerintahan dihadapkan pada semakin tingginya tuntutan terhadap pelayanan yang baik kepada masyarakat. Menyikapi tuntutan ini, tantang terbesar

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otonomi daerah berlaku secara efektif sejak awal Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah

Lebih terperinci

Pembinaan. 7 Provinsi, KESEHATAN. 120 Preventif: Perencanaan. Anggaran Daerah. Kab/Kota "Gerakan. pelayanan masyarakat Masyarakat

Pembinaan. 7 Provinsi, KESEHATAN. 120 Preventif: Perencanaan. Anggaran Daerah. Kab/Kota Gerakan. pelayanan masyarakat Masyarakat Matriks Sasaran Pembangunan, Kegiatan Pendukung, Dan Kegiatan Kementerian/Lembaga : Dalam Negeri K/L : Kapasitas Keuangan Pemerintah Daerah No Nasional 1 PELAYANAN Penguatan Advokasi Regulasi Jumlah Daerah

Lebih terperinci

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM Usaha Kecil dan Mikro (UKM) merupakan sektor yang penting dan besar kontribusinya dalam mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan ekonomi nasional, seperti pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa

I. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah adalah salah satu bentuk nyata dari praktek demokrasi. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan penyerahan kewenangan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan daerah otonom yang luas serta bertanggung jawab. Tiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemungutan serta pengelolaan pajak dibagi menjadi dua yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat adalah suatu pajak yang dikelola dan dipungut oleh Negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan dinamika dan tuntutan perubahan di segala bidang, maka untuk mengantisipasi kesalahan masa lalu, maka dibuatlah UU No: 22 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2017 TENTANG INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 390

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN KEPADA KANTOR PELAYANAN TERPADU KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai

BAB I PENDAHULUAN. era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru dengan dijalankannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan keluarnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan

BAB I PENDAHULUAN. potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990).

BAB I PENDAHULUAN. maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak erat sekali hubungannya dengan pembangunan, baik di sektor publik maupun di sektor swasta, hanya fungsinya berlainan (Soemitro, 1990). Pembangunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung Berdasarkan ringkasan struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Tulungagung, setiap tahunnya

Lebih terperinci

BAB 7 PERINGKAT DAYA SAING USAHA

BAB 7 PERINGKAT DAYA SAING USAHA BAB 7 PERINGKAT DAYA SAING USAHA 7.1 Peringkat Daya Saing Usaha Menurut Daerah Peringkat daya saing daerah dinilai berdasarkan enam parameter utama yang masingmasing parameter dibangun dari beberapa variabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.

I. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah meletakkan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan tujuan untuk lebih mendekatkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Otonomi daerah sudah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 5 Tahun 1975 tentang Pokok-Pokok

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah :

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah : 87 V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah : 1. Terdapat perbedaan kemampuan keuangan pada Kabupaten/Kota Provinsi Lampung yaitu menunjukkan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013

ABSTRAKSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 ABSTRAKSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN PADA KLINIK SAINTIFIKASI DAN WISATA KESEHATAN JAMU DI KALIBAKUNG KABUPATEN TEGAL Tahun 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Pada dasarnya negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahannya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah

BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetensi suatu daerah dalam mengelola daerahnya berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan daerah tersebut. Salah satu instrumen penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi merupakan suatu konsep politik yang terkait dengan pengertian kemandirian. Suatu entitas dikatakan otonom apabila mampu menentukan dirinya sendiri, membuat

Lebih terperinci

3.2.1 Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan

3.2.1 Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 1 Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jambi yang tergambar dalam pelaksanaan APBD merupakan instrumen dalam menjamin terciptanya disiplin dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Kupang, Februari 2014 KEPALA BAPPEDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR,

Kata Pengantar. Kupang, Februari 2014 KEPALA BAPPEDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, Kata Pengantar Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena atas penyertaan-nya maka penyusunan Buku Statistik Kinerja Keuangan Provinsi NTT Beserta SKPD 2009-2013 ini dapat diselesaikan. Dalam era

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM A. SASARAN STRATEJIK yang ditetapkan Koperasi dan UKM selama periode tahun 2005-2009 disusun berdasarkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang. perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 47 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 63 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERATURAN DAERAH DAN POTENSI DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TENGAH

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERATURAN DAERAH DAN POTENSI DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TENGAH BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERATURAN DAERAH DAN POTENSI DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI JAWA TENGAH. Latar Belakang Keluarnya UU No. 22 tahun 999 tentang pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. daerah masalah perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era desentralisasi fiskal seperti sekarang ini, fungsi dan peran pajak sebagai salah satu sumber penerimaan negara sangatlah penting. Sejalan dengan otonomi daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan pasal 18 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang : a. Bahwa dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk

I. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk melayani masyarakat. Hal tersebut senada dengan Surjadi (2012:7), bahwa pelayanan publik merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia. Perjalanan reformasi manajemen keuangan daerah dapat dilihat dari aspek history yang dibagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai keberhasilan Otonomi Daerah. hanya mencakup reformasi akuntansi keuangannya.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencapai keberhasilan Otonomi Daerah. hanya mencakup reformasi akuntansi keuangannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan keuangan Daerah di Indonesia telah banyak mengalami perubahan (perbaikan) seiring dengan semangat reformasi manajemen keuangan pemerintah untuk mencapai

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam

KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam KEBIJAKAN PENDANAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ahmad Muam Pendahuluan Sejalan dengan semakin meningkatnya dana yang ditransfer ke Daerah, maka kebijakan terkait dengan anggaran dan penggunaannya akan lebih

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah harus berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan kebijakan dalam bidang otonomi, daerah dituntut untuk dapat menggali sumber dana sendiri karena peran pemerintah pusat akan semakin dikurangi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

kemudian diikuti oleh Kota Magelang dan Kota Salatiga. 20 Kabupaten dan Kota berada pada tingkat medium (menengah) hingga tinggi, sedangkan 15

kemudian diikuti oleh Kota Magelang dan Kota Salatiga. 20 Kabupaten dan Kota berada pada tingkat medium (menengah) hingga tinggi, sedangkan 15 B O KS : RIN G KA S A N EKS EKU TIF B U S IN ES S C L IM A TE S U RV EY (B C S ) TA H U N 2 0 0 7 D I P RO V IN S I JA W A TEN G A H Business Climate Survey (BCS) atau Survei Iklim Usaha tahun 2007 dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN NASKAH PUBLIKASI ANALISIS PENGARUH RETRIBUSI PARKIR KENDARAAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA SURAKARTA TAHUN 1990-2010 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keuangan Daerah 2.1.1. Pengertian Keuangan Daerah Keuangan Daerah atau anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah dalam bentuk uang (rupiah) dalam satu periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya otonomi daerah serta reformasi keuangan telah merubah iklim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Adanya otonomi daerah serta reformasi keuangan telah merubah iklim BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya otonomi daerah serta reformasi keuangan telah merubah iklim pelaksanaan pemerintahan daerah. Akuntanbilitas dan transparansi mulai diwujudkan dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang membawa kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan

BAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban negara. Upaya untuk memenuhi pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dan ketertiban negara. Upaya untuk memenuhi pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara berkembang yang tidak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala bidang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, seperti

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah merupakan dampak reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi

Lebih terperinci

V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS

V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS V. SEJARAH PENGEMBANGAN KOMUNITAS 5.1 Bantuan Modal 5.1.1 Bantuan Modal dari BUMN Bantuan dari pemerintah berupa pinjaman modal dan prasarana produksi pernah dilaksanakan sebelum tahun 2001 (Diperindag

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR

KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR KAJIAN STRATEGI PENGELOLAAN RETRIBUSI PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR Oleh : NI AM SYIFAUL JINAN NIM. L2D 004 338 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat mengartikan pajak sebagai pungutan yang dilakukan pemerintah secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pajak merupakan sumber penerimaan terbesar dalam negeri yang digunakan pemerintah untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur negara. Sebagian besar masyarakat mengartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keuangan negara yang baik akan menggambarkan keadaan suatu pemerintahan yang baik pula. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan mampu mengoptimalkan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era reformasi saat ini, Pemerintah Indonesia telah mengubah sistem sentralisasi menjadi desentralisasi yang berarti pemerintah daerah dapat mengurus keuangannya

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINANN TERTENTU I. PENJELASAN UMUM Undang-Undang Dasar 1945 memiliki semangat pemberlakuan asas desentralisasi

Lebih terperinci

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang

Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU. I. Latar Belakang Boks 1 PELUANG DAN HAMBATAN INVESTASI DI PROPINSI RIAU I. Latar Belakang Penerapan otonomi daerah pada tahun 2001 telah membawa perubahan yang cukup berarti bagi kondisi ekonomi di Propinsi Riau. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan daerah pemekaran yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2 PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan, pembangunan di segala bidang, dan juga guna mencapai cita-cita bangsa Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni

BAB I PENDAHULUAN. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi tersebut yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan tata cara pemerintahan terwujud dalam bentuk pemberian otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Konsekuensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bab I : Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam Bab I : Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pajak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengelola pembangunan di daerah tanpa adanya kendala struktural yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasional, karena pada kenyataannya ratio antara jumlah wajib pajak dengan

BAB I PENDAHULUAN. rasional, karena pada kenyataannya ratio antara jumlah wajib pajak dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun, senantiasa memberikan tugas kepada Direktorat Jendral Pajak untuk menaikkan penerimaan pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, dan politik. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

EVALUASI TERHADAP POTENSI PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Pemda Kabupaten Klaten)

EVALUASI TERHADAP POTENSI PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Pemda Kabupaten Klaten) EVALUASI TERHADAP POTENSI PENDAPATAN DAERAH DARI SEKTOR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN (Studi Kasus di Pemda Kabupaten Klaten) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Kinerja keuangan daerah khususnya APBA sedikit membaik dibandingkan tahun lalu. Hal ini tercermin dari adanya peningkatan persentase realisasi anggaran. Hingga November 2012,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DI KABUPATEN LAMONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era reformasi saat ini memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dan paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan secara adil

Lebih terperinci

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **) PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **) I. PENDAHULUAN Membangun ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan Pemerintah,

Lebih terperinci

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL

BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL BUPATI SOLOK SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci