BAB I PENDAHULUAN. dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah
|
|
- Ratna Setiabudi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kompetensi suatu daerah dalam mengelola daerahnya berpengaruh besar terhadap kemajuan dan kesejahteraan daerah tersebut. Salah satu instrumen penting untuk mengetahui seberapa jauh potensi daerah tersebut telah dikelola dengan baik adalah dengan mengukur tingkat investasi yang dimiliki oleh daerah tersebut. Tingginya tingkat investasi bermuara pada pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai, sehingga pemerintah daerah dapat mengoptimalkan perannya dalam pelaksanaan pembangunan, pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Indonesia sebagai negara berkembang yang diantara kegiatan usaha perekonomian nasionalnya adalah Penanaman Modal atau Investasi. Penanaman Modal atau Investasi ini adalah segala bentuk kegiatan investasi, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun investasi asing. Penanaman modal ini diperlukan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan seperti diketahui memerlukan modal dalam jumlah yang sangat besar. Menurut Aminuddin Ilmar (2004:2), ada beberapa faktor internal yang menjadi kendala bagi negara berkembang dalam membiayai pembangunannya antara lain; tingkat tabungan (saving) masyarakat yang masih rendah, akumulasi modal yang belum efektif dan efisien, keterampilan (skill) yang belum memadai serta tingkat teknologi yang belum modern. Kendala kendala ini pada umumnya 1
2 oleh negara negara berkembang atau sedang berkembang dicoba untuk diatasi dengan berbagai macam cara dan alternatif diantaranya melalui bantuan dan kerjasama dengan luar negeri yang dibutuhkan untuk melengkapi modal dalam negeri yang dapat segera dikerahkan. Selanjutnya disebutkan ciri utama dari penanaman modal adalah dengan adanya tabungan atau saving yang besar melalui akumulasi modal dalam menggerakkan mesin industrialisasi. Sebab tanpa adanya akumulasi modal atau tabungan tidak akan mungkin tercipta suatu struktur industri mapan guna meningkatkan perekonomian negara. Indonesia saat ini sedang gencar melakukan pembangunan ekonomi melalui peningkatan investasi diberbagai sektor. Era pasar bebas dunia dengan globalisasinya sebagai pemicu terbukanya persaingan antar negara memaksa pemerintah untuk melakukan kebijakan kebijakan agresif sebagai upaya untuk mengoptimalkan semua peluang investasi yang ada. Kompetisi antar negara dalam memperebutkan investasi harus menjadi pendorong pemerintah untuk memperbaiki kebijakan di bidang investasi yang dapat memberikan stimulus positif bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia. Data survey terbaru dari World Economic Forum mengenai kompetisi global yang dituangkan dalam Global Competitiveness Report Indeks daya saing Indonesia berada pada posisi 38 dari 148 negara mengalami lonjakan 12 peringkat yang baik dari sebelumnya peringkat 50 pada tahun , meski berhasil mengalami kenaikan peringkat dari tahun sebelumnya, namun hal ini belum bisa dijadikan patokan keberhasilan karena kalau dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia masih berada pada posisi kelima dibawah 2
3 Singapura (urutan 2), Malaysia (24), Brunei Darussalam (26) dan Thailand (37).. Ini berarti kapasitas Indonesia dalam berkompetisi secara global dengan negara negara di dunia masih harus terus ditingkatkan. Laporan World Bank dalam kemudahan berbisnis (the doing business 2014 report) menujukkan Indonesia berada pada posisi 120 dari 189 negara yang disurvey. Hasil ini menurun empat peringkat dibandingkan dengan hasil survey tahun sebelumnya, dimana Indonesia menempati peringkat 116. Penelitian ini terkait dengan kemudahan berbisnis di negara negara di dunia. Terdapat 11 indikator yang digunakan dalam riset ini, yaitu kemudahan untuk memulai bisnis, kemudahan ijin mendirikan bangunan, kemudahan mendapat pasokan listrik, pendaftaran properti, kemudahan mendapatkan kredit, perlindungan terhadap investor, pembayaran pajak, perdagangan antar negara, penegasan mengenai kontrak dan penutupan usaha, serta ketersediaan dan peraturan tenaga kerja. Rangking diatas tersebut bila dibandingkan dengan negara negara di kawasan ASEAN yang merupakan negara terdekat dan juga merupakan saingan langsung dalam mendapatkan investor dari luar negeri, sekali lagi Indonesia sangat tertinggal jauh. Singapura menempati peringkat pertama, Malaysia (6), Thailand (18), Brunei Darussalam (59), Vietnam (99), Fili[ina (108). Peringkat Indonesia hanya lebih unggul dari Kamboja yang berada di peringkat 137. Kebijakan Otonomi Daerah yang membawa perubahan dalam tatanan pemerintahan ternyata belum bisa nmeningkatkan iklim investasi di Indonesia. Masih rendahnya kualitas publik, kurangnya kepastian hukum keamanan dan berbagai peraturan daerah yang tidak probisnis adalah bukti iklim 3
4 bisnis yang tidak kondusif. publik yang dikeluhkan terkait dengan banyaknya biaya yang tidak transparan, banyaknya pungutan baik resmi maupun liar, yang harus dibayar perusahaan kepada para petugas, pejabat dan preman. Hal ini tercermin dari hasil temuan Governance and Decentralization Survey (GDS) yang dilakukan oleh Pusat Studi dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada pada tahun Hasil tersebut menunjukkan sebagian besar masyarakat menganggap kualitas sebelum dan sesudah otonomi daerah tidak ada bedanya bahkan cenderung tambah buruk (Dwiyanto dkk, 2003; 97). Jenis Tabel 1.1 Penilaian Masyarakat terhadap kualitas publik saat ini dibandingkan sebelum otonomi daerah Jawa Bali Luar Jawa Bali Nasional Lebih Sama Lebih Lebih Sama Lebih Lebih Sama Lebih Buruk Saja Baik Buruk Saja Baik Buruk Saja Baik Sekolah 4,9 52,9 42,2 7,7 51,9 40,4 6,6 52,3 41,1 Puskesmas 2,6 52,6 44,8 4,2 54,7 41,1 3,6 53,9 42,5 Kantor Kelurahan/ 1,7 52,8 45,5 4,0 59,9 36,1 3,1 57,2 39,7 Kepala Desa Kantor Kecamata 1,1 58,7 40,2 2,5 63,4 34,0 2,0 61,7 36,3 Kantor Bupati/Walikota 2,2 58,1 39,7 3,5 60,9 35,6 3,1 59,9 37,0 Sumber : Dwyanto dkk, 2003;97) Padahal Otonomi Daerah memberikan kewenangan yang besar kepada pemerintahan daerah, terutama kabupaten/ kota, termasuk yang terkait dengan iklim investasi. Kewenangan untuk menyederhanakan prosedur perizinan, menghapus peraturan dan pungutan yang mengganggu atau memberatkan dunia usaha, mendorong pengembangan usaha kecil, dan menyediakan infrastruktur yang baik sebagian besar sudah berada di tangan pemerintah daerah. Berbagai 4
5 aspek tata kelola (governance) ekonomi ini perlu terus ditingkatkan untuk meningkatkan iklim investasi Indonesia. Dalam rangaka mendorong peningkatan kualitas publik di daerah, Mentri Dalam Negeri mengeluarkan peraturan Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Terpadu Satu Pintu. Peraturan ini mendorong pemerintah daerah untuk membentuk perangkat daerah Penyelenggara Terpadu Satu Pintu (PPTSP). PPTSP adalah perangkat pemerintah daerah yang memiliki tugas pokok dan fungsi mengelola sernua bentuk perizinan dan non perizinan di daerah dengan sistem satu pintu, sistem satu pintu adalah dimana kegiatan penyelenggaraan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan sarnpai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat. Dilihat dari tujuan pembentukannya, PPTSP diharapkan dapat menjadi sebuah instansi yang mampu menjembatani antara dunia birokrasi dan dunia usaha swasta. Karena selama ini banyak terdapat perbedaan persepsi antara birokrasi dengan dunia usaha terkait pengurusan perijinan khususnya perijinan usaha. Dimana birokrasi lebih mengutamakan legalitas dan kelengkapan administrasi sedangkan dunia usaha lebih menginginkan proses yang lebih efisien dalam hal administrasi maupun waktu, hal ini terlihat dari hasil survey yang dilakukan oleh Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tentang Tata Kelola Ekonomi Daerah 2011 yang menyebutkan lebih dari 70% pelaku usaha memandang bahwa perijinan harus terbebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), bebas pungutan liar (pungli) dan efisien. 5
6 PPTSP sebagai perangkat daerah yang mempunyai tugas menyelenggarakan perijinan di daerah akan mempunyai peranan yang penting, karena PPTSP akan menjadi titik awal dari promosi daerah tersebut dalam menarik dan meningkatkan iklim investasi. Penyelenggaraan publik yang tidak sesuai dengan harapan masyarakat akan berdampak pada menurunnya kepercayaan masyarakat dan dapat menghambat masuknya investasi serta pengembangan perekonomian daerah. Pada gilirannya, tidak menguntungkan daerah dan akan melemahkan atau mengganggu kemampuan daerah untuk membiayai otonominya (Hardiyansyah, 2011). Kabupaten Purwakarta sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga termasuk Kabupaten yang sedang giat membangun. Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten Purwakarta giat dan gencar mengundang investor untuk datang dan menanamkan modalnya di Kabupaten Purwakarta. Pemerintah Kabupaten Purwakarta berusaha mempermudah birokrasi dan perizinan investasi di daerahnya, salah satunya adalah perizinan di bidang usaha. Usaha untuk mempermudah birokrasi dan perizinan investasi diwujudkan dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2007 tentang Pembentukan Badan Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) yang diperkuat dengan Peraturan Bupati Nomor 26 tahun 2011 tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan di Bidang Perizinan dan Non Perizinan pada Badan Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu. Pembentukan BPMPTSP ini sebagai komitmen Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam perbaikan publik khususnya dalam perijinan. 6
7 Tujuan utama pembentukan BPMPTSP adalah untuk meningkatkan mutu publik Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta kepada masyarakatnya terutama dalam hal perijinan, hal ini tercermin melalui visi BPMPTSP menjadi lembaga yang mampu menciptakan iklim usaha yang dinamis dan berdaya saing, mitra usaha bagi investor dan prima. Sudah menjadi berita umum bahwa kualitas publik di Indonesia belum mampu memberikan yang memuaskan masyarakat, hal ini menandakan masih lemahnya kinerja, yang ditandai dengan dengan beberapa indikator seperti ketidakpuasan masayarakat yang umumnya terletak pada standar waktu, biaya dan cara. Hal ini pula yang terjadi pada ruang lingkup perijinan selama ini. Sebelum dibentuknya BPMPTSP, persoalan utama perijinan selama ini yang dirasakan oleh masyarakat adalah tidak tentunya waktu dalam penyelesaian perijinan, biaya yang sangat besar, birokrasi yang berbelit-belit sehingga masyarakat tidak mengetahui secara pasti harus kemana dan bagaimana cara memperoleh ijin. Semua hal itu akan coba dihapuskan dengan adanya pembentukan BPMPTSP. Karena sebagai satu unit terpadu, BPMPTSP menyediakan berbagai perijinan dengan waktu, biaya, dan prosedur yang jelas berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan program pemerintah pusat dalam upaya untuk meningkatkan iklim investasi dengan menyederhanakan perijinan melalui 7
8 pemangkasan waktu, biaya dan prosedur perijinan dengan pengefektifan fungsi terpadu satu pintu 1. Seiring berjalannya waktu, pelaksanaan perijinan yang dilaksanakan oleh BPMPTSP Kabupaten Kabupaten Purwakarta belum bisa memuaskan masyarakat. Banyak keluhan dari masyarakat sebagai pengguna jasa layanan perijinan di Kabupaten Purwakarta. Ada beberapa hal yang dikeluhkan oleh masyarakat atas layanan BPMPTSP sebagai penyelenggara kebijakan perijinan terpadu satu pintu diantaranya: masih banyak anggota masyarakat yang kebingungan dan tidak mengerti akan fungsi dan keberadaan BPMPTSP; persyaratan perijinan yang dirasakan masih rumit dan berbelit-belit dan berdiri sendiri antar jenis perijinan, sehingga terjadi duplikasi persyaratan (misal IMB, HO, SITU, SIUP, TDP); ada beberapa proses perijinan yang masih berada di dinas teknis dan berkesan berbelit sehingga kadang-kadang pemohon seperti dipingpong; belum adanya keseragaman pemahaman prosedur dan mekanisme perijinan antar bidang sehingga kadang terjadi dualisme kebijakan. Menurut data yang diperoleh penulis dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Daerah (LAKIP) Badan Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Purwakarta tahun , menunjukkan masih adanya keterlambatan dalam proses perizinan. Pada tahun 2009 terdapat izin yang terlambat dalam proses penyelesaiannya, pada tahun 2010 menurun 1 Pidato Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional pada prosesi Penerimaan Mahasiswa Baru Program Profesi, Magister, dan Doktor Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, 31 Agustus 2013 (Erman, 2013) 8
9 menjadi izin dan pada tahun 2011 semakin menurun menjadi hanya 424 izin saja. Tabel 1.2 Prosentase Izin Tidak Tepat Waktu Penyelesaian No. Indikator Kinerja Izin yang telah diproses 5,013 5,581 6, Proses ijin tepat waktu 76,97% 77,60% 93,58 % Sumber : LAKIP Badan Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu tahun 2009, 2010, 2011 (diolah) Kemudian dari data hasil Survey Indeks Kepuasan Masyarakat yang dilakukan pada Tahun 2011, Badan Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Purwakarta melaksanakan Survey Kepuasan Masyarakat yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja Perizinan yang telah dilaksanakan oleh BPMPTSP. Hasil survey IKM menunjukan bahwa dari 14 unsur yang dinilai, unsur dengan nilai tertinggi kepastian biaya dan nilai terendah kepastian jadwal. Gambar 1.1 Indeks Kepuasan Masyarakat Tahun 2011 Sumber : Rencana Kerja (Renja) Badan Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu Kab. Purwakarta Tahun
10 Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis merumuskan satu permasalahan penelitian yaitu : Bagaimana Implementasi Kebijakan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Purwakarta 1.2 Pertanyaan Penelitian Sesuai dengan latar belakang penelitian, secara spesifik rumusan pertanyaan penelitian ini adalag sebagai berikut: 1. Bagaimana proses dan prosedur penyelenggaraan terpadu satu pintu di Kabupaten Purwakarta? 2. Faktor faktor internal dan eksternal apa saja yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan terpadu satu pintu di Kabupaten Purwakarta? 1.3 Tujuan Penelitian Dengan melakukan studi evaluasi terhadap proses pelaksanaan perizinan di Kabupaten Purwakarta sehingga kedepannya bisa memperbaiki kualitas yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui sejauh mana penyelenggaraan terpadu satu pintu di Kabupaten Purwakarta. 2. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam penyelenggraan terpadu satu pintu di Kabupaten Purwakarta. 1.5 Studi Terdahulu Kajian atau penelitian yang secara khusus (sepesifik) melakukan evaluasi terhadap proses pelaksanaan pemberian izin serta dampaknya terhadap 10
11 publik di Badan Penanaman Modal dan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Purwakarta dari sudut pandang praktisi yang melakukan penelitian langsung sejauh pengetahuan penulis sampai saat ini belum ada yang melakukan.. Ada beberapa kajian dan penelitian sejenis yang dilakukan di beberapa tempat lain dengan fokus penelitian yang berbeda satu sama lain. Adapun beberapa kajian dan penelitian yang penulis temukan antara lain sebagai berikut: Nama Peneliti Muswizar Antoni (2010) Isnaini Muallidin (2011) Judul Penelitian Penyelenggaraan Perijinan (Studi Implementasi Kebijakan Peraturan Walikota Yogyakarta No. 33/2008 tentang Penyelenggaraan Perijinan pada Pemerintahan Kota Yogyakarta Implementasi Reformasi Organisasi Perizinan untuk Meningkatkan Kualitas Tabel. 1.3 Studi Terdahulu Tujuan Penelitian Penelitian ini memfokuskan pada proses implementasi kebijakan Walikota dan legitimasi kebijakan yang berkaitan dengan penyelenggaran perijinan Penelitian ini memfokuskan pada implementasi reformasi organisasi Metode Penelitian Kualitatif Kualitatif Hasil Penelitian Proses implementasi kebijakan cukup berhasil membawa perubahan dalam penyelenggaran perijinan namun ada beberapa kebijakan dalam proses reformasi birokrasi yang berkaitan perijinan yang tidak terlembagakan dalam bentuk Peraturan Daerah Reformasi Organisasi belum maksimal karena dari aspek formalisasi 11
12 Nina Darmayanti (2010) Hikmah Nuraini (2008) Publik di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Evaluasi Kebijakan Penyelenggaraan Terpadu Satu Pintu (PPTSP) Studi pada unit Penyelenggara Terpadu Satu Pintu Kabupaten Pasaman Reformasi Birokrasi Perizinan dan Investasi di Kabupaten Purbalingga perizinan dalam peningkatan kualitas publik di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta Penelitian ini memfokuskan pada analisis efektifitas kebijakan dalam peningkatan kualitas layanan publik dengan melakukan evaluasi pada kebijakan penyelenggaraan PPTSP Penelitian ini difokuskan dalam melihat gambaran umum reformasi birokrasi yang teah dilakukan di Kabupaten Purbalingga khususnya dibidang perizinan dan investasi Kualitatif Kualitatif belum semua jenis perijinan dibuatkan dalam bentuk Perda, dan secara kuantitas maupun kualitas SDMnya masih sangat kurang Kebijakan penyelenggaraan terpadu satu pintu belum efektif dalam meningkatkan kualitas layanan publik hasil dari analisis lima indikator (kesederhanaan, kepastian, keterbukaan, biaya, dan ketepatan waktu ) Reformasi birokrasi perizinan di Kabupaten Purbalingga dapat berjalan dengan baik karena adanya komitmen yang kuat dari Kepala Daerah namun belum optimal karena belum didukung oleh reformasi di bidang yang lain. 12
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) merupakan salah satu instansi pemerintah yang mempunyai peranan penting dalam memberikan pelayanan publik terkait dengan penanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 10 hambatan terbesar kegiatan investasi perusahaan adalah tidak memadainya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Survei-survei perusahaan (enterprise survey) yang di lakukan Bank Dunia menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan Indonesia mengidentifikasi dua dari 10 hambatan terbesar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disebut sebagai desentralisasi. Haris dkk (2004: 40) menjelaskan, bahwa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Otonomi daerah adalah salah satu bentuk nyata dari praktek demokrasi. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan penyerahan kewenangan yang disebut sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suatu organisasi berdiri dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Suatu organisasi berdiri dengan maksud dan tujuan tertentu. Untuk mewujudkan maksud dan tujuan tersebut dalam pelaksanaannya melibatkan banyak unsur sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah merupakan langkah awal kegiatan produksi sehingga investasi pada hakekatnya merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rakyat dan pemerintah di daerah adalah dalam bidang public service
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah menyangkut pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Satu hal yang hingga saat ini seringkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hakekat pemerintahan adalah pelayanan kepada rakyat. Pemerintah ada untuk melayani rakyat, dengan kata lain pemerintah adalah "pelayan rakyat". Pelayanan publik (public
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SAMARINDA
PEMERINTAH KOTA SAMARINDA Jalan Basuki Rahmat No.78, Gedung Graha Tepian Samarinda 7512 Telp. (0541)739614, Fax. (0541)741286 SMS Center/SMS Pengaduan : 08115843555 Web:www.bpptsp.samarindakota.go.id PENDAHULUAN
Lebih terperinciWALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT
WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 56.B TAHUN 2015 TENTANG PENYEDERHANAAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR IZIN GANGGUAN, SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DAN TANDA DAFTAR
Lebih terperinciArtikel Prof Mudrajad Kuncoro di Investor Daily: Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental Thursday, 19 May :39
Prof Mudrajad Kuncoro Paket Kebijakan Plus Revolusi Mental* Oleh: Mudrajad Kuncoro** Laporan Bank Dunia yang berjudul Doing Business 2016 (DB2016) menempatkan Indonesia pada peringkat 109 dari 189 negara.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 1. entitas ekonomi didasarkan atas kenyataan bahwa masing-masing pihak saling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sedang dilanda krisis ekonomi akibat menguatnya mata uang dollar terhadap hampir seluruh mata uang di dunia. Perubahan tersebut memunculkan
Lebih terperinciBUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG
BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep Good governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan salah satu upaya guna menciptakan keteraturan dan kesinambungan dalam sistem tata pemerintahan.
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT
KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tujuan untuk lebih mendekatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat (pelayanan. demokratis sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah meletakkan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan daerah kota dengan tujuan untuk lebih mendekatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban pemerintah terhadap perbaikan pelayanan publik termasuk dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pelayanan pemerintah terhadap masyarakat merupakan ujung tombak pemerintah terhadap kemauan masyarakat, hal inilah yang juga menjadi kewajiban pemerintah terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat. Demi mencapai tujuan tersebut, ini adalah kegiatan investasi (penanaman modal).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan cita-cita luhur yang ingin dicapai setelah lahirnya bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG
Juni Tahun Dua Ribu Tujuh, kami yang bertanda tangan di bawah ini : ------------------- --------------------------------------------------------------- ---------------------------- BUPATI KUANTAN SINGINGI
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di
BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan oleh penulis berkenan dengan dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di Indonesia pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tuntutan pelayanan, baik kuantitas, kualitas maupun kecepatan pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa publik akan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN
Lebih terperincisektor investasi dalam negeri, namun peningkatan dari sisi penanaman modal asing mampu menutupi angka negatif tersebut dan menghasilkan akumulasi
BAB V KESIMPULAN Provinsi NTB merupakan daerah yang menjanjikan bagi investasi termasuk investasi asing karena kekayaan alam dan sumber daya daerahnya yang melimpah. Provinsi NTB dikenal umum sebagai provinsi
Lebih terperinciPOTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)
KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata
Lebih terperinciIkhtisar Eksekutif. vii
Kata Pengantar Laporan Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ini merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi kepada masyarakat (stakeholders) dalam menjalankan visi dan misi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH
BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENELITIAN ANALISIS DAMPAK PENERAPAN ONE STOP SERVICE (OSS) TERHADAP PENINGKATAN INVESTASI DI JAWA TENGAH Sejak UU Otonomi Daerah diberlakukan tahun 1999, pemerintah daerah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN CILACAP
PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. Pintu yang diselenggarakan oleh BPMPTSP Kabupaten Purwakarta belum
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penyajian data dan pembahasan, maka kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Proses atau tahapan Implementasi Penyelenggaraan
Lebih terperinciLaporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal Tahun 2011 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR BKPM menyusun laporan pertanggung jawaban kinerja dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Tahun 2011 mengacu pada Instruksi Presiden RI Nomor 7
Lebih terperinciBAB II TATA CARA PENANAMAN MODAL
17 BAB II TATA CARA PENANAMAN MODAL A. Ketentuan yang Berkaitan dengan Perizinan Penanaman Modal dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Salah satu permasalahan pokok yang dihadapi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan publik merupakan suatu kewajiban aparatur negara untuk melayani masyarakat. Hal tersebut senada dengan Surjadi (2012:7), bahwa pelayanan publik merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain adalah untuk
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL
GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN/ATAU KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT DAN/ATAU PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara (
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan tidak adanya batas-batas negara ( boundary-less world) memberikan peluang sekaligus tantangan bagi seluruh negara.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinci5. Gambaran Umum Tata Kelola Ekonomi Daerah
5. Gambaran Umum Tata Kelola Ekonomi Daerah Seiring dengan tuntutan pemangku kepentingan terutama dari pemerintah daerah dalam hal efektifitas reformasi kebijakan yang harus dilakukan yang memiliki dampak
Lebih terperinciBAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Kantor Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota
BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Kantor Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah diketahui bahwa tujuan pemberian
Lebih terperinciBAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN. 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional
BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016 yang mempunyai tema Memperkuat perekonomian domestik bagi peningkatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara
Lebih terperinciBAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
BAB 8 KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1 Kesimpulan Dari kegiatan pemetaan Perda dan pelaksanaan survey persepsi terhadap 900 UMKM yang dilakukan di 10 Kabupaten/Kota dapat disimpulkan hal-hal sebagai
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA
BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 20 TAHUN 2007 SERI PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU
Lebih terperinciREFORMASI BIROKRASI DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK
REFORMASI BIROKRASI DALAM RANGKA PENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK Oleh: Deputi Pelayanan Publik Kementerian PAN dan RB Disampaikan pada Acara Kunjungan dan Diskusi Mahasiswa FISIP UI Program Sarjana Ekstensi
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017
BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,
Lebih terperinciSTRATEGI JANGKA MENENGAH DPMPTSP KABUPATEN BUOL RENSTRA BAB IV TAHUN
STRATEGI JANGKA MENENGAH DPMPTSP KABUPATEN BUOL RENSTRA BAB IV TAHUN 2017-2022 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 1.1 VISI dan MISI Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tersebut agar terlaksananya tujuan dan cita-cita bangsa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu rangkaian yang terencana menuju keadaan ke arah yang lebih baik. Tahun 1969 pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia mulai melaksanakan
Lebih terperinciBAB.I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB.I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang selama ini dicapai menunjukkan angka yang cukup menggembirakan. Namun jika
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR
QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi Daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju. Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi memberikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi memberikan dampak yang besar bagi masyarakat modern di abad ke-21. Masyarakat modern dituntut untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciTerselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terselenggaranya Kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance and Clean Government ) merupakan prasyarat bagi setiap Pemerintahan untuk mewujudkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kemajuan suatu bangsa melalui peningkatan kesejahteraan rumah tangga atau penduduk. Kemajuan suatu bangsa tidak
Lebih terperinciPERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG
PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN KEPADA KANTOR PELAYANAN TERPADU KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA TANGERANG
RINGKASAN RENJA SKPD KOTA TANGERANG LATAR BELAKANG, MAKSUD DAN TUJUAN Latar Belakang Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kota Tangerang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah
Lebih terperinciWALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU
SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengenai kebijakan otonomi daerah yaitu Pemerintah Daerah memiliki hak, wewenang,
Lebih terperinciBUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama beberapa tahun terakhir (2005-2009), ekonomi Indonesia membaik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5,5 persen. Namun kinerja itu masih jauh jika dibanding
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU KABUPATEN PELALAWAN (REVISI) TAHUN
BAB VI INDIKATOR KINERJA BPMP2T YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD Indikator Kinerja adalah alat ukur spesifik secara kuantitatif dan kualitatif yang terdiri dari unsur masukan, proses, keluaran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah merubah tatanan demokrasi bangsa Indonesia dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah,
Lebih terperinciDINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU 1 PENDAHULUAN 1a VISI DAN MISI VISI MISI KOTA PADANG 2014-2018 "Mewujudkan Kota Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata Yang Sejahtera,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Terselenggaranya Good Governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan mencapai tujuan serta cita-cita Bangsa Bernegara.
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya undang-undang otonomi daerah, maka berbagai aturan di daerah terjadi perubahan paradigma, bahkan perubahan paradigma tersebut hampir
Lebih terperinciNCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG
NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT
Lebih terperinciDATA DAN INFORMASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2016
DATA DAN INFORMASI BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIZINAN (BPMP) KABUPATEN SUBANG TAHUN 2016 A. INFORMASI TENTANG PROFIL PEJABAT STRUKTURAL DI BPMP KAB. SUBANG Terlampir B. INFORMASI TERKAIT TRANSPARANSI
Lebih terperinciBAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota
BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan Pelayanan prima dituangkan pada visi dan misi yang menunjukkan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing ekonomi menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG
BERITA DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 21 TAHUN 2007 SERI PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan
Lebih terperinciSekretariat Jenderal KATA PENGANTAR
RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, mempunyai banyak provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Pemerintah berusaha agar semua wilayah di Indonesia
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO
PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang
Lebih terperinciGUBERNUR SULAWESI BARAT
GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ATAU PROSEDUR TETAP PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DI PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2016
BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KABUPATEN SINJAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menyambut baik kehadiran penanaman modal atau investasi di Indonesia, baik
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi daerah maupun nasional serta mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia, diperlukan peningkatan penanaman
Lebih terperinciBUPATI SINJAI BUPATI SINJAI,
BUPATI SINJAI PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN DAN PENANDATANGANAN PERIJINAN DAN NON PERIJINAN PADA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIJINAN KABUPATEN
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA
PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017 1 PERENCANAAN KINERJA 2.1. PERENCANAAN STRATEGIS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.
Lebih terperinciEfektifitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Kota Kabupaten Pulau Morotai. Abstraksi
Efektifitas Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Kota Kabupaten Pulau Morotai Nama : Tedy Sudiarta Salawe Nim : 090813288 Jurusan : Ilmu Pemerintahan Program Studi : Ilmu
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciLaporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2012 KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR Atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah dapat diselesaikan untuk memenuhi ketentuan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Laporan Akuntabilitas
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG
PEMERINTAH KOTA PEKANBARU PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI KOTA PEKANBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKANBARU, Menimbang
Lebih terperinciBADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KEDIRI
BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN KEDIRI 1. VISI BPM-P2TSP KAB. KEDIRI Visi merupakan cara pandang jauh ke depan dari suatu lembaga/institusi yang harus dibawa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KOTA DENGAN BADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,
PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KOTA DENGAN BADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah
Lebih terperinciRENCANA KERJA (RENJA) TAHUN 2016
RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN 2016 BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN PERIZINAN SATU PINTU KABUPATEN MINAHASA TENGGARA DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.. 1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehinga dapat memberikan kualitas pelayanan prima terutama dalam rangka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kualitas dan kuantitas pelayanan merupakan bagian yang menentukan dari keberhasilan perekonomian dan kesejahteraan bangsa pada umumnya. Pelayanan
Lebih terperinciBAB II PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA. A. Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal
BAB II PENGENDALIAN PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL DAN PENGATURANNYA DI INDONESIA A. Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN A. VISI DAN MISI Untuk menjembatani keadaan masa kini dan masa datang yang diinginkan harus dirumuskan suatu keadaan yang diinginkan organisasi untuk
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN PELAYANAN TERPADU PADA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU
Lebih terperinciM A S A M B A KEPUTUSAN KEPALA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN PENANAMAN MODAL LUWU UTARA NOMOR : / /BPPTSPM/I/2016/2009
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DAN PENANAMAN MODAL (BPPTSPM) Jl. Simpurusiang No. 27 Telp. / Fax 0473-21536 Pos 91962 bpptspm.luwuutarakab.go.id M A S A M
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu kunci dalam peningkatan taraf hidup masyarakat. Oleh karena itu, negara sebagai penjamin kehidupan masyarakat harus mampu menyelenggarakan
Lebih terperinci