BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN"

Transkripsi

1 BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN Bagian ini difokuskan pada pembahasan mengenai konsep pembangunan wilayah berkelanjutan dan indikator-indikatornya. Pembahasannya diawali dengan uraian mengenai strategi pembangunan dan konsep pembangunan berkelanjutan. Selanjutnya dibahas mengenai prinsip dan sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan. Sasaran-sasaran tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi indikator-indikator sebagai instrumen untuk memonitor kinerja pembangunan di wilayah studi. 2.1 Perkembangan Strategi Pembangunan Pembangunan atau development adalah suatu kata yang populer pada masa sesudah Perang Dunia II (Streeten dalam Nurzaman, 2002). Pada saat itu, pemikiran pembangunan masih terfokus pada pembangunan ekonomi yang bertumpu pada strategi pertumbuhan. Pada tahun 50-an, banyak negara yang sedang membangun percaya bahwa cara untuk mengejar keterbelakangan dalam berbagai bidang dan melepaskan diri dari dominasi negara maju adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi semaksimal dan secepat mungkin (Hidayat dalam Chaidir, 1992). Hal ini dicapai dengan meningkatkan laju produksi ekonomi dalam jangka waktu tertentu. Di antara strategi-strategi yang berorientasi pada pertumbuhan terdapat dua varian utama, yaitu strategi pertumbuhan seimbang dan tidak seimbang. Strategi pertumbuhan seimbang memerlukan investasi besar di segala bidang secara serentak untuk meningkatkan laju pertumbuhan secara keseluruhan. Strategi pertumbuhan tidak seimbang mengandalkan efek kaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkage effects) industri (Lisk dalam Chaidir, 1992). Pada kenyataannya, perkembangan hanya terpolarisasi pada wilayah tertentu, sektor tertentu, dan lapisan ekonomi tertentu (Nurzaman, 2002). Pertumbuhan ekonomi yang diperoleh mengakibatkan pengurangan dalam pendapatan yang diperoleh golongan termiskin (Lisk dalam Chaidir, 1992). Atau dengan kata lain, kesejahteraan hanya dinikmati oleh sebagian kecil anggota 15

2 16 masyarakat saja (Emerij dalam Chaidir, 1992). Hal itu mengakibatkan model pembangunan yang bertumpu ke usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi, pada pertengahan tahun 60-an mendapat tantangan dari konsep yang mendambakan pemerataan pembangunan (Hidayat dalam Chaidir, 1992). Pemerataan pembangunan dicapai melalui strategi penciptaan lapangan kerja (employment-oriented strategy) (Lisk dalam Chaidir, 1992). Tujuannya untuk memperbaiki kondisi hidup perorangan di samping untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dalam strategi ini, perluasan lapangan kerja dipandang sebagai cara penting untuk menyebarkan hasil-hasil pertumbuhan secara lebih merata. Walaupun konsep yang berorientasi pada tenaga kerja itu penting, namun dipandang kurang menyentuh pada terpenuhinya kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat, baik kebutuhan konsumsi, seperti pangan, sandang, dan papan; maupun kebutuhan yang meliputi jasa-jasa pelayanan umum dasar, seperti pendidikan dan kesehatan (Salim dalam WCED, 1988). Dari pemikiran itu, kemudian lahirlah strategi pendekatan kebutuhan dasar. Strategi tersebut menekankan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, termasuk lapisan masyarakat miskin (Emmerij dalam Chaidir, 1992). Menurut Supriatna (2001:34), strategi yang berorientasi pada kebutuhan dasar cenderung menerapkan strategi amal (charity strategy) daripada penumbuhan kemampuan masyarakat untuk mandiri (self sustaining). Hal itu akan memperbesar ketergantungan masyarakat pada pemerintah serta merendahkan martabat manusia (Moelyarto dalam Supriatna, 2001). Bertolak dari kelemahan yang melekat pada strategi pemenuhan kebutuhan dasar, maka lahirlah strategi yang berpusat pada manusia (people centered development). Dalam strategi ini, manusia sebagai individu dan warga masyarakat dipandang sebagai fokus dan sumber utama pembangunan. Strategi ini lebih memfokuskan pada keunggulan individu, kelompok sasaran lokal, masyarakat, serta struktur kelembagaan pembangunan dengan memberikan kekuatan, kesempatan, dan kekuasaan agar berpartisipasi dalam proses pembangunan. (Supriatna, 2001:38). Selain strategi yang memberikan penekanan pada pembangunan kualitas manusia, ada juga strategi pembangunan yang memberikan perhatian lebih besar pada kualitas lingkungan. Kedua strategi tersebut menyatu dalam arus

3 17 besar pembangunan untuk meningkatkan kualitas hidup (Salim dalam WCED, 1988) Penerapan berbagai konsep tersebut belum berhasil mencapai sasaran. Bahkan di berbagai negara, kerusakan lingkungan semakin kentara. Tidak hanya dirasakan oleh negara berkembang, tetapi negara maju pun merasakan semakin rusak dan melorotnya kualitas lingkungan. Hal itu mendorong kesadaran akan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan, sehingga lahirlah konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) (Salim dalam WCED, 1988). Dalam perkembangan selanjutnya, konsep pembangunan berkelanjutan didukung oleh konsep pembangunan manusia (human development). Berikut ini akan diuraikan mengenai konsep pembangunan berkelanjutan. 2.2 Konsep Pembangunan Berkelanjutan Istilah pembangunan berkelanjutan (sustainable development) digunakan pertama kali oleh IUCN dalam World Conservation Strategy pada tahun 1980 (Keraf, 2002). Menurut Soussan (1992:24) dan Pearce (dalam Barrow, 1995:371), rumusan pembangunan berkelanjutan yang digunakan oleh IUCN tersebut pada mulanya menekankan keberlanjutan dalam terminologi ekologis; belum mengintegrasikan lingkungan dan ekonomi. Pembangunan ekonomi dan isu-isu sosial dalam rumusan tersebut hanya sedikit diperhatikan. Paradigma pembangunan berkelanjutan meluas dan menjadi sangat popular melalui Laporan Brundlant (1987), yang berjudul Our Common Future. Dalam laporan itu, Brundlandt merumuskan pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Rumusan tersebut pada dasarnya memuat dua konsep pokok, yaitu (1) konsep kebutuhan, (2) gagasan keterbatasan. Konsep kebutuhan memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan esensial kaum miskin dunia, gagasan keterbatasan menerapkan batas-bukan batas absolut, tetapi keterbatasan oleh keberadaan teknologi dan organisasi sosial terhadap sumber daya lingkungan serta oleh kemampuan biosfer mengadsorpsi dampak dari kegiatan manusia (WCED, 1987: 8). Adapun sasaran kebijakan pembangunan berkelanjutan menurut Brundlandt, yaitu: (1) mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus mengubah

4 18 kualitas pertumbuhan; (2) memenuhi kebutuhan dasar manusia dengan memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan penduduk miskin dunia dalam hal pekerjaan, pangan, pelayanan pendidikan, perawatan kesehatan, air dan sanitasi, dan energi; (3) menjamin tingkat pertumbuhan penduduk yang dapat dipertangungjawabkan; (4) mengkonservasi dan meningkatkan sumber daya dasar; (5) memadukan pertimbangan lingkungan dan ekonomi ke dalam proses pembuatan keputusan; (6) menyesuaikan kembali teknologi dan mengelola resiko, dan (7) mendasarkan pengambilan keputusan dan implementasinya pada partisipasi penduduk secara luas (Soussan, 1992:25; Firdausy, 1998:11). Meskipun konsep dan batasan pembangunan berkelanjutan telah dikemukakan secara jelas oleh Brundlandt, tetapi konsep tersebut masih bersifat normatif. Aspek operasionalnya masih banyak mengalami kendala. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep tersebut dielaborasi oleh para pakar ke dalam beberapa alternatif pengertian yang lebih operasional. Salah satunya, dielaborasi sebagai suatu interaksi antara tiga sistem, yakni sistem ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam KTT Rio de Janeiro pada tahun 1992, konsep interaksi antara tiga sistem tersebut dibahas dan dikembangkan lebih lanjut sehingga menghasilkan kesepakatan tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan yang saling mengait dan menunjang, yakni pembangunan ekonomi, sosial, dan kelestarian lingkungan hidup. Selanjutnya, dalam KTT Johannesburg tahun 2002 ditegaskan bahwa paradigma pembangunan berkelanjutan tidak saja harus memperhatikan pembangunan ekonomi, tetapi harus juga memperhatikan dimensi sosial manusianya dan alam ciptaan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia (Abdurrahman, 2003). Dalam KTT tersebut, para kepala negara peserta juga menegaskan komitmennya untuk meningkatkan dan menguatkan ketiga pilar pembangunan berkelanjutan baik pada tingkat lokal, nasional, regional, maupun global. Dengan demikian, konsep pembangunan berkelanjutan telah berkembang, tidak lagi terpancang pada konsep yang terfokus pada pemikiran ekologis atau kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup semata, tetapi lebih bersifat komprehensif dan holistik: perkembangan harus seimbang antara perkembangan ekonomi, kondisi sosial, serta lingkungan hidup (Menteri Negara Lingkungan Hidup-UNDP dalam Nurzaman, 2002).

5 19 Konsep tiga pilar pembangunan berkelanjutan dimodifikasi dan dijabarkan lebih lanjut ke dalam konsep sumber daya (capital). Menurut Serageldin dan Steer (dalam Budihardjo dan Sujarto, 1999) dan Bank Dunia (dalam Nugroho dan Dahuri, 2004), ada empat jenis sumber daya yang harus dikelola dan diijaga keberlanjutannya untuk memperbesar kesejahteraan generasi masa kini dan memperbesar peluang kesejahteraan generasi mendatang. Keempat jenis sumber daya tersebut adalah sebagai berikut. (1) Sumber daya alam (natural capital), yaitu semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia, baik berupa sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui maupun sumber daya alam yang dapat diperbaharui. (2) Sumber daya manusia (human capital), yaitu semua potensi yang terdapat pada manusia, seperti pengetahuan, keterampilan, keahlian, kesehatan, dan sebagainya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun masyarakat secara umum. (3) Sumber daya buatan (man-made capital), yaitu aset produktif buatan manusia, baik berupa sarana infrastruktur fisik maupun teknologi yang dapat digunakan sebagai sarana untuk kehidupan manusia dan sarana untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan semaksimal mungkin, untuk masa kini maupun keberlanjutan di masa mendatang. (4) Modal sosial (social capital), yaitu berupa fungsi dan keberadaan kelembagaan atau institusi sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat. 2.3 Prinsip dan Sasaran Pembangunan Wilayah Berkelanjutan Pembangunan wilayah berkelanjutan dapat dipahami dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam praktikpraktik pembangunan wilayah. Berpijak pada uraian sebelumnya, maka dikenal dua prinsip utama yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Pertama, pembangunan suatu wilayah dapat dipandang berkelanjutan jika mengarah pada pencapaian sasaran-sasaran tiga pilar pembangunan secara seimbang: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kedua, pembangunan suatu wilayah dapat dipandang berkelanjutan jika mampu menjaga atau mengembangkan stok kapital produktifnya, yang secara umum

6 20 terdiri atas sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, dan modal sosial. Dalam penelitian ini, perumusan indikator untuk menilai keberlanjutan wilayah akan didasarkan pada kedua prinsip tersebut. Dengan merujuk pada prinsip pertama, pembangunan wilayah berkelanjutan perlu diarahkan pada sasaran ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dalam konteks lokal, untuk negara berkembang, Barbier (1987) memandang bahwa sasarannya, yaitu: (1) sasaran ekonomi, meliputi pemerataan, pemenuhan kebutuhan dasar untuk mengurangi kemiskinan, dan peningkatan barang dan jasa yang bermanfaat; (2) sasaran sosial, meliputi keragaman budaya, keberlanjutan institusional, keadilan sosial, dan partisipasi; (3) sasaran lingkungan atau sistem biologis, meliputi keanekaragaman genetik, resiliensi, dan produktivitas biologis. Serageldin (dalam Campbell dan Heck, 1997) memandang bahwa sasaran ketiga aspek pembangunan berkelanjutan mencakup (1) sasaran ekonomi, meliputi pertumbuhan/efisiensi dan pemerataan; (2) sasaran sosial, meliputi pemberdayaan, partisipasi, mobilitas sosial, kohesi sosial, identitas budaya, dan pembangunan institusional; dan (3) sasaran lingkungan atau ekologis, meliputi kesatuan ekosistem, kapasitas daya dukung, keanekaragaman hayati, dan isu global. Sementara itu, Munasinghe (dalam Siregar, 2004:124) mengemukakan bahwa tujuan/sasaran utama pembangunan berkelanjutan mencakup: (1) tujuan ekonomi, yaitu pertumbuhan/efisiensi; (2) tujuan sosial, yaitu pemberantasan kemiskinan/keadilan (antara lain dicapai melalui pemerataan distribusi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja), dan (3) tujuan ekologis, yaitu pemeliharaan sumber-sumber alam. Ketiga tujuan utama pembangunan berkelanjutan tersebut digambarkan dalam bentuk segi tiga berikut.

7 21 Gambar II.1 Tujuan Utama Pembangunan Berkelanjutan TUJUAN EKONOMI PERTUMBUHAN/ EFISIENSI TUJUAN SOSIAL PEMBERANTASAN KEMISKINAN (KEADILAN) TUJUAN LINGKUNGAN PEMELIHARAAN SUMBER-SUMBER ALAM Sumber: Munasinghe (dalam Siregar, 2004:124) Dengan merujuk pada prinsip kedua, pembangunan wilayah berkelanjutan perlu diarahkan pada sasaran: (1) pemeliharaan lingkungan dan perbaikan manajemen sumber daya alam, (2) pengembangan sumber daya manusia, (3) pemeliharaan dan penyediaan infrastruktur fisik yang memadai, dan (5) pembangunan institusi atau sumber daya kelembagaan untuk menguatkan modal sosial. Berdasarkan prinsip pertama dan kedua di atas, dapat disimpulkan bahwa keberlanjutan pembangunan suatu wilayah pada intinya akan tergantung pada empat aspek, yaitu aspek (1) ekonomi, (2) sosial dan sumber daya manusia, (3) lingkungan dan sumber daya alam, dan (4) aspek pendukung (sumber daya buatan/sumberdaya fisik). Dalam aspek ekonomi, sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan, meliputi: (1) pertumbuhan ekonomi dan peningkatan output yang didasarkan sepenuhnya pada konsep efisiensi, (2) pemerataan distribusi pendapatan, (3) penyediaan lapangan kerja, dan (4) pemenuhan kebutuhan dasar (penanggulangan kemiskinan). Dalam aspek sosial, sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan meliputi: (1) pembangunan/ pemberdayaan manusia (keadilan sosial); (2) pembangunan modal sosial (partisipasi, identitas/ keragaman budaya, keberlanjutan/ pembangunan institusional, dan kohesi sosial). Dalam aspek lingkungan dan sumber daya alam, sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan adalah pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan dengan memperhatikan keanekaragaman hayati, kapasitas daya dukung, kesatuan ekosistem, resiliensi, dan produktivitas biologis.

8 22 Sasaran-sasaran ekonomi, sosial, dan lingkungan yang telah diuraikan di atas tentu akan lebih mudah diwujudkan jika ditopang oleh sasaran aspek pendukung berupa penyediaan infrastruktur fisik yang memadai. Semua sasaran di atas pada dasarnya saling mendukung dan saling mempengaruhi sehingga keseimbangan pencapaiannya dalam jangka panjang harus dijaga demi keberlanjutan pembangunan wilayah. Meskipun konsep pembangunan wilayah berkelanjutan telah dipahami, tapi perlu dilihat juga bagaimana komitmen dan usaha pemerintah pusat maupun daerah (khususnya pemerintah daerah Jawa Barat) dalam pembangunan berkelanjutan. Perlu juga diketahui bagaimana penerapan konsep dan komitmen tersebut di lapangan. Penjelasan mengenai hal tersebut secara singkat akan diuraikan sebagai berikut. 2.4 Komitmen dan Usaha Pemerintah Dalam Pembangunan Berkelanjutan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen politik dan dukungan perangkat legal formal yang cukup kuat dalam mengimplementasikan pembangunan berkelanjutan. Di tingkat internasional, komitmen pemerintah tersebut ditunjukkan dengan keterlibatannya secara aktif dalam konferensi pembangunan berkelanjutan, mulai dari Konferensi Stockholm, KTT Rio, Pertemuan Puncak Millenium, hingga KTT Johannesburg. Dalam berbagai konferensi tersebut, pemerintah Indonesia ikut meratifikasi sejumlah konvensi hasil konferensi dan menyampaikan komitmennya untuk melaksanakan berbagai kesepakatan mengenai pembangunan berkelanjutan. Di tingkat nasional, komitmen pemerintah juga tertuang dalam beberapa dokumen legal formal yang tidak terlepas dari hasil kesepakatan internasional mengenai pembangunan berkelanjutan, antara lain Agenda 21, UU No. 23 Tahun 1997, Propenas, amandemen konstitusi, serta dokumen rencana pembangunan jangka panjang, menengah, dan jangka pendek. Selain itu, pada tanggal 21 Januari 2004, pemerintah Indonesia juga memprakarsai terselenggaranya forum kesepakatan nasional dan rencana tindak pembangunan berkelanjutan dengan para pemangku kepentingan yang terdiri dari wakil-wakil sektoral, pemerintah daerah, dan kelompok utama (major groups). Dalam forum tersebut dihasilkan beberapa kesepakatan, salah satunya berupa penegasan kembali komitmen

9 23 seluruh masyarakat Indonesia untuk melaksanakan dan mencapai pembangunan berkelanjutan sesuai dengan peraturan perundangan dan sejalan dengan komitmen global, serta perlunya keseimbangan yang proporsional dari tiga pilar pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang saling bergantung dan saling memperkuat. Dengan adanya kesepakatan nasional tersebut, maka seluruh komponen bangsa, mulai dari pemerintah pusat, daerah hingga masyarakat tidak terlepas dari komitmen untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Komitmen pemerintah terhadap pembangunan berkelanjutan juga tertuang dalam berbagai dokumen formal dan produk legislatif tingkat daerah. Khususnya di Jawa Barat, komitmen tersebut telah tertuang dalam RTRWP Jawa Barat (Perda No. 2 Tahun 2003) dan Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Perda No. 1 Tahun 2004) yang salah satu dari kelima misinya (misi keempat) adalah Peningkatan implementasi pembangunan berkelanjutan. Misi keempat tersebut telah dijabarkan dalam kebijakan dan program-program tahunan yang didanai oleh APBD. Kelima misi (termasuk misi keempat) yang tertuang dalam Renstra tersebut juga telah dijabarkan dalam beberapa sasaran kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh Gubernur dan Bupati/Walikota se-jawa Barat pada tanggal 1 Juli 2004 dalam nota kesepakatan mengenai Sinergitas Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan di Jawa Barat Tahun Meskipun konsep pembangunan wilayah berkelanjutan telah diketahui dan telah ada komitmen untuk melaksanakannya, tapi implementasinya masih belum berjalan dengan baik. Sebuah evaluasi yang dilakukan seorang konsultan UNDP melaporkan bahwa di pusat maupun di daerah tidak tampak adanya komitmen pada pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan Agenda-21 (Soemarwoto dalam Kompas, 5 Juni 2003). Selain itu, Sudharto P. Hadi dalam Suara Merdeka (Sabtu, 5 Juni 2004) menulis bahwa pemerintah Indonesia sejak masa pemerintahan Soeharto hingga Megawati selalu memiliki catatan yang buruk dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Tidak hanya di tingkat pusat, di daerah pun sering ditemui masalah dalam implementasi konsep dan komitmen pembangunan berkelanjutan. Beberapa contoh kasus seperti rusaknya sekitar 90% areal hutan di Jawa Barat (Pikiran Rakyat, Sabtu, 23 Juli 2005), masalah banjir di sejumlah daerah di Jawa Barat, tingginya angka kemiskinan,

10 24 semakin meningkatnya angka pengangguran, munculnya kasus busung lapar di sejumlah daerah, serta masalah-masalah lain di bidang ekonomi, sosial, maupun lingkungan menunjukkan bahwa pembangunan yang dipraktekkan selama ini belum sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Untuk mendekatkan konsep dengan praktek dan menggiring pembangunan ke arah keberlanjutan, maka perlu dikembangkan indikatorindikator untuk memonitor perkembangan pembangunan berkelanjutan secara kuantitatif. Dalam konteks pembangunan wilayah, indikator tersebut dapat dikembangkan berdasarkan sasaran keempat aspek pembangunan wilayah berkelanjutan yang telah diuraikan sebelumnya (sub bab 2.3). Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan untuk memonitor praktek pembangunan berkelanjutan di wilayah studi akan dijelaskan sebagai berikut. 2.5 Indikator Pembangunan Wilayah Berkelanjutan Indikator pembangunan wilayah berkelanjutan yang tepat dan andal diperlukan untuk memonitor implementasinya. Indikator yang demikian akan memberikan informasi penting dalam pengambilan keputusan pembangunan. Berikut diuraikan mengenai kriteria pemilihan indikator pembangunan berkelanjutan dan indikator-indikator yang ditetapkan sebagai instrumen penilaian keberlanjutan pembangunan wilayah di lokasi studi. Menurut Anderson (dalam Jackson dan Robert, 2000), ada tujuh kriteria untuk menyeleksi indikator yang baik, yaitu: mudah tersedia (ease of availability), mudah dipahami (ease of understanding), terukur (measurability), penting dan berarti (significance), cepat tersedia saat diperlukan (speed of availability), menunjukkan pola luasnya pengaruh (pattern of incidence), dan dapat diperbandingkan (comparability). Menurut Warren (dalam Campbell dan Heck, 1997), indikator pembangunan berkelanjutan yang baik perlu memperhatikan sepuluh kriteria sebagai berikut: (1) merefleksikan sesuatu yang mendasar dan fundamental untuk kesehatan lingkungan, ekonomi, dan sosial jangka panjang sebuah komunitas antar generasi; (2) mudah dikenali, jelas, sederhana, dapat dimengerti, dan diterima oleh komunitas; (3) terukur; (4) sensitif terhadap perubahan antar-ruang atau dalam kelompok; (5) dapat diantisipasi atau diprediksi; (6) acuan atau nilai ambang batasnya tersedia; (7) mengungkapkan

11 25 apakah perubahannya dapat dipulihkan (reversible) dan dapat dikontrol; (8) relatif mudah untuk dikumpulkan dan digunakan; (9) aspek kualitas, yaitu metodologi yang digunakan untuk mengembangkan suatu indikator harus didefinisikan secara jelas, dijabarkan secara akurat, dapat diterima secara sosial maupun secara ilmiah, dan mudah diproduksi ulang; (10) sensitif terhadap waktu, yaitu jika diaplikasikan tiap tahun, indikator dapat menunjukkan kecenderungan yang mewakili. Berdasarkan sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan yang telah diuraikan di atas, serta memperhatikan ketersediaan data dalam publikasi statistik dan kriteria pemilihan indikator dalam uraian berikutnya, maka ditetapkanlah indikator-indikator operasional pembangunan wilayah berkelanjutan yang dipilah ke dalam empat aspek, yaitu: aspek ekonomi, sosial, lingkungan, dan pendukung. Dalam pembangunan wilayah berkelanjutan, keseluruhan aspek dan indikator tersebut perlu dikaji secara komprehensif karena satu sama lain saling bergantung. Pengabaian terhadap salah satu aspek atau indikator dapat mengakibatkan perlambatan atau ancaman balik pada pembangunan aspek atau indikator lainnya. Selain itu, keseimbangan antara ketiga aspek (ekonomi, sosial, dan lingkungan) juga diperlukan karena ketiganya saling berkaitan dan perkembangan masing-masing saling menunjang satu dengan yang lain (World Bank, 2004) Indikator Aspek Ekonomi Secara umum, sasaran ekonomi pembangunan wilayah berkelanjutan, meliputi (1) pertumbuhan ekonomi, (2) pemerataan distribusi pendapatan, (3) penyediaan lapangan kerja, serta (4) memenuhi kebutuhan dasar (pemberantasan kemiskinan). Dengan merujuk pada sasaran tersebut, maka indikator ekonomi pembangunan wilayah berkelanjutan dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut (Tarigan, 2004:44). Menurut Budiono (dalam

12 26 Tarigan, 2004: 44), pertumbuhan ekonomi juga berarti proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Dalam pembangunan wilayah, indikator praktis yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi pada awalnya adalah PDRB. Namun, karena PDRB memperlihatkan laju pertumbuhan atau hasil produksi keseluruhan dari suatu wilayah, padahal besar (jumlah penduduk) suatu wilayah berlainan, maka untuk perbandingan dipakai PDRB per kapita. PDRB per kapita kemudian menjadi indikator paling lazim yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan dan perkembangan ekonomi wilayah. Indikator tersebut pada intinya akan menunjukkan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit-unit produksi dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Indikator tersebut juga menggambarkan pendapatan per kapita masyarakat yang diperoleh dari penyediaan faktor-faktor produksi, berupa upah dan gaji untuk tenaga kerja, bunga untuk modal, sewa untuk tanah, dan keuntungan untuk teknologi atau keahlian. Semakin meningkat PDRB per kapita suatu wilayah, kekayaan wilayah akan semakin besar, demikian pula peluang kemakmuran masyarakat juga diasumsikan akan semakin besar. Jika dikelola dengan baik dan digunakan untuk meningkatkan pembangunan, maka hal tersebut dapat mengurangi degradasi lingkungan melalui peringanan tekanan kemiskinan, urbanisasi, ketidakstabilan makroekonomi; dan meningkatkan perbaikan lingkungan (Firdausy, 1998: 71). Namun demikian, penggunaan PDRB per kapita sebagai indikator pembangunan wilayah berkelanjutan juga masih mengandung beberapa kelemahan. Secara umum, kelemahan-kelemahan PDB per kapita mencakup pengabaian atas masalah-masalah distribusi pendapatan, aktivitas non pasar, dan bahkan yang lebih krusial degradasi lingkungan (Goodland dan Ledec, 1987:27-28; Tisdell, 1994:140; Lincolin, 2004:26; Siregar, 2004:138). Untuk mengisi kelemahan PDRB per kapita serta menilai keberlanjutan dan kinerja pembangunan wilayah secara lebih komprehensif, maka dalam penelitian ini akan dimonitor pula perkembangan indikator lainnya. Indikator-indikator tersebut akan dijelaskan dalam uraian selanjutnya.

13 27 b. Pemerataan Pembahasan mengenai pemerataan dapat mencakup dimensi atau sudut pandang yang luas, seperti pemerataan sosial, pemerataan dalam pembangunan fisik, dan lain-lain. Akan tetapi, dari sudut pandang ekonomi, pembahasan pemerataan lebih terkonsentrasi pada pola distribusi pendapatan dan kekayaan (Atkinson dalam Priyatna, 2003:32). Pemerataan distribusi pendapatan dapat dibedakan lagi menjadi dua pembahasan, yaitu pemerataan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat dan pemeratan distribusi pendapatan antar wilayah. Dalam penelitian ini, tinjauan pemerataan akan difokuskan pada pemerataan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat. Untuk mengukur pemerataan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat, salah satu indikator praktis yang seringkali digunakan adalah indeks gini (Rasio Gini). Rasio Gini merupakan suatu koefisien yang nilainya berkisar antara 0 dan 1. Bila koefisien sama dengan 1, maka artinya terjadi ketimpangan distribusi pendapatan yang maksimal. Sedangkan, bila koefisien sama dengan 0, maka artinya tidak terjadi ketimpangan distribusi pendapatan. Kesenjangan yang moderat dicerminkan oleh Rasio Gini yang berkisar antara 0,35 dan 0,5. Rasio Gini yang lebih besar dari 0,5 dianggap menunjukkan ukuran kesenjangan pemerataan yang tinggi. Sebaliknya, Rasio Gini yang lebih kecil dari 0,35 dianggap menunjukkan ukuran kesenjangan pemerataan yang kecil. Pemerataan distribusi pendapatan atau penurunan Rasio Gini dipandang penting dalam pembangunan wilayah berkelanjutan dalam aspek ekonomi. Semakin menurun Rasio Gini, distribusi pendapatan akan semakin merata. Distribusi pendapatan yang semakin merata akan menyebabkan peningkatan PDRB menjadi lebih berarti bagi masyarakat. Redistribusi pendapatan yang progresif akan meningkatkan pertumbuhan karena ia mempunyai efek yang besar dan positif atas insentif manusia secara keseluruhan (Laporan Pembangunan Manusia 1996 dalam Luhulima, 1998:23). Sebaliknya, ketimpangan pendapatan yang memburuk selain merusak kehidupan manusia, juga memperkecil prospek pertumbuhan yang berkelanjutan (Laporan Pembangunan Manusia 1996 dalam Luhulima, 1998:23).

14 28 c. Penyediaan Lapangan Kerja Penyediaan lapangan kerja dipandang penting dalam pembangunan wilayah berkelanjutan dalam aspek ekonomi. Semakin besar penyediaan lapangan kerja, selain dapat meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan, mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas kehidupan, juga dapat mengurangi kerawanan sosial dalam masyarakat. Terutama di wilayah perdesaan yang perekonomiannya masih sangat bergantung pada sumber daya alam, pengurangan tingkat pengangguran dan penyediaan lapangan kerja yang memadai diharapkan akan mengurangi degradasi lingkungan melalui pengurangan tekanan kemiskinan dan mobilitas ke hulu, serta mengurangi migrasi penduduk besar-besaran ke perkotaan (mobilitas ke hilir). Untuk mengukur tingkat penyediaan lapangan kerja di suatu wilayah, dapat digunakan indikator persentase tingkat pengangguran terbuka. Indikator tersebut akan menunjukkan proporsi angkatan kerja yang menganggur (mencari kerja). Semakin besar persentase penduduk yang menganggur akan menggambarkan semakin lebarnya kesenjangan antara pencari kerja dengan persediaan lapangan kerja yang ada. d. Penanggulangan Kemiskinan Untuk mengukur penanggulangan kemiskinan di suatu daerah, indikator persentase penduduk miskin dapat digunakan. Indikator tersebut akan menunjukkan proporsi penduduk suatu wilayah yang tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan dasarnya (berada di bawah batas garis kemiskinan). Batas garis kemiskinan sendiri dapat ditetapkan menggunakan ukuran yang berbeda-beda. Sayogyo misalnya, menggunakan tingkat konsumsi ekuivalen beras per kapita sebagai ukuran garis kemiskinan. Selain itu, dari sudut pandang ekonomi, ukuran garis kemiskinan juga dapat ditetapkan berdasarkan tingkat pendapatan minimum yang diperlukan agar rumah tangga atau individu dapat melepaskan diri dari kategori miskin. Salah satu data makro yang menggunakan tingkat pendapatan minimum sebagai ukuran garis kemiskinan adalah yang dikeluarkan oleh BPS. Data makro yang dikeluarkan BPS dengan pendekatan kebutuhan dasar tersebut, pada dasarnya (walaupun belum sempurna) dapat digunakan untuk memantau perkembangan dan membandingkan persentase penduduk miskin antar daerah.

15 29 Dalam data tersebut, batas garis kemiskinan diukur berdasarkan tingkat pendapatan (atau jumlah rupiah) minimum yang diperlukan oleh setiap individu untuk mengkonsumsi pangan setara 2100 kalori per orang per hari. Penurunan persentase penduduk miskin dipandang penting dalam pembangunan wilayah berkelanjutan dalam aspek ekonomi. Semakin menurun persentase penduduk miskin, semakin besar pula proporsi penduduk yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (minimal pangan) yang diperlukan untuk dapat hidup dan bekerja. Hal tersebut selain akan meningkatkan produktivitas dan mengurangi beban pertumbuhan, juga akan mengurangi degradasi lingkungan 1 sehingga dapat meningkatkan kapasitas wilayah dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan Indikator Aspek Sosial Secara umum, sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan dalam aspek sosial dan sumber daya manusia adalah pembangunan (pemberdayaan) manusia. Sebagai suatu konsep yang komprehensif, pembangunan (pemberdayaan) manusia berarti bahwa manusia bebas menentukan pilihanpilihannya sendiri (Luhulima, 1998:12). Menurut Sen (dalam Handoyo, 2005:50) pilihan terpenting bagi manusia dapat berubah sesuai perkembangan jaman. Pilihan tersebut meliputi hidup sehat dan berumur panjang, berilmu pengetahuan, serta memiliki akses terhadap sumber daya agar dapat hidup layak. Ketiga pilihan yang dikemukakan Sen di atas oleh UNDP telah dijadikan dasar penyusunan indeks komposit pembangunan manusia (IPM). Dalam penelitian ini, beberapa komponen yang terdapat dalam IPM tersebut akan diadopsi sebagai indikator untuk mengukur hasil pembangunan (pemberdayaan) manusia di wilayah studi. Beberapa indikator yang akan diadopsi antara lain angka harapan hidup (parameter kesehatan) dan angka melek huruf (parameter pendidikan). Angka harapan hidup menunjukkan rata-rata jumlah tahun hidup yang dapat dijalani seseorang sejak lahir hingga akhir hayatnya. Semakin meningkat angka harapan hidup, selain menggambarkan penduduk yang semakin sehat 1 Menurut Elliot (1994), penduduk miskin seringkali tidak memiliki alternatif lain selain melakukan tindakan-tindakan mendegradasi lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhannya untuk bertahan hidup (survive).

16 30 dan berumur panjang, juga menandai akses yang semakin luas ke pelayanan kesehatan, persediaan pangan, gizi, dan air minum, serta kondisi lingkungan luar rumah yang semakin baik. Penduduk yang semakin sehat akan memiliki produktivitas yang semakin baik sehingga menjadi modal penting dalam mencapai sasaran pembangunan wilayah berkelanjutan. Angka melek huruf pada intinya menunjukkan proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis (baik huruf latin maupun huruf lainnya). Indikator tersebut dapat menggambarkan hasil pembangunan di bidang pendidikan dasar, baik formal maupun informal. Semakin meningkat angka melek huruf, maka semakin mudah bagi masyarakat untuk menerima informasi dan pengetahuan guna meningkatkan keterampilan dan produktivitasnya. Hal tersebut selain dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, juga dapat menjadi modal penting dalam mencapai sasaran lain pembangunan wilayah berkelanjutan. Untuk memonitor hasil pembangunan dalam bidang pendidikan formal jenjang lanjutan hingga perguruan tinggi, dalam penelitian ini digunakan indikator persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas. Indikator tersebut intinya menunjukkan proporsi penduduk usia 10 tahun ke atas yang berhasil menamatkan pendidikan setingkat SLTP atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Semakin meningkat persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas, maka semakin meningkat pula proporsi penduduk yang mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan. Selain dapat memperbaiki kualitas dan produktivitas tenaga kerja, hal tersebut juga akan meningkatkan daya saing wilayah dan menguatkan daya tawar dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Daya tawar dan partisipasi yang semakin meningkat juga dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidup dan kondisi sosial ekonominya sehingga tatanan sosial ekonomi masyarakat yang timpang dapat dikonstruksi ulang menjadi tatanan yang lebih setara dan berkeadilan Indikator Aspek Lingkungan dan Sumber Daya Alam Lingkungan dan sumber daya alam memiliki peran penting sekaligus keterbatasan dalam mendukung kehidupan manusia sehingga perlu dikelola dan dimanfaatkan secara bijaksana dalam pembangunan. Dalam pembangunan

17 31 wilayah berkelanjutan, pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam perlu diarahkan pada beberapa sasaran, antara lain: pemeliharaan produktivitas biologis, keanekaragaman hayati, integritas lingkungan, dan kapasitas daya dukung/ kemampuan daya tahan (resiliensi). Untuk memonitor pengelolaan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam suatu wilayah, ada beberapa indikator yang dapat digunakan. Salah satunya yang sering digunakan adalah luas hutan. Dalam penelitian ini, data luas hutan yang digunakan adalah luas hutan perhutani unit III dan luas hutan negara. Luas hutan perhutani unit III akan menggambarkan tingkat pemeliharaan kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum. Perhutani unit III (Laporan Akhir Rencana Pusat Pengembangan Agribisnis Cipamatuh, 2005). Luas hutan negara menggambarkan tingkat pemeliharaan kawasan hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi milik negara ( Luas hutan perhutani dan hutan negara dapat memberikan indikasi mengenai tingkat pemeliharaan kawasan hutan suatu wilayah selama proses pembangunan berjalan. Dalam pembangunan wilayah berkelanjutan, kawasan hutan merupakan salah satu elemen lingkungan dan sumber daya alam yang penting. Selain merepresentasikan sumber pekerjaan, pendapatan, dan penghidupan masyarakat, kawasan hutan juga berperan penting sebagai pemelihara keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem (air, tanah, maupun udara). Oleh sebab itu, dalam pembangunan wilayah berkelanjutan, luas hutan perlu dipertahankan. Luas hutan yang semakin menurun dapat mengganggu keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem (antara lain menimbulkan kekacauan sistem hidrologi, menurunkan tingkat kesuburan tanah, dan meningkatkan pemanasan global) sehingga dapat mengancam keberlanjutan pembangunan wilayah. Indikator lainnya yang digunakan adalah luas lahan sawah beririgasi. Indikator tersebut akan memberi petunjuk mengenai ketersediaan air dan lahan sawah yang merupakan sumber daya penting dalam proses produksi pertanian. Luas sawah beririgasi yang semakin meningkat dapat mendukung kegiatan produksi pertanian yang berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan pangan wilayah maupun nasional. Luas sawah irigasi yang semakin meningkat juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (terutama kaum petani) dan

18 32 mendorong perekonomian wilayah secara keseluruhan sehingga dapat menjadi modal penting dalam mencapai pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Sebaliknya, luas sawah irigasi yang semakin menurun, selain menimbulkan kerawanan pangan dan meningkatkan jumlah petani berlahan sempit (landless), juga dapat berdampak pada kerusakan lingkungan berupa peningkatan degradasi sumber daya air dan banjir akibat hilangnya peranan lahan sawah sebagai permukaan resapan dan penampung kelebihan air limpasan (Ashari, 2003). Pengelolaan lingkungan di suatu wilayah juga dapat dimonitor menggunakan indikator frekuensi peristiwa bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor. Frekuensi bencana alam banjir dan tanah longsor yang semakin meningkat dapat mengindikasikan adanya penurunan daya dukung/ daya tahan (resiliensi) dan peningkatan kerentanan (vulnerability) dalam masyarakat di suatu wilayah akibat proses perusakan lingkungan (seperti irrational land use dan perambahan hutan) yang semakin meluas dan intensif. Bencana alam yang semakin intensif dapat menimbulkan dampak yang meluas, antara lain: menghancurkan hasil-hasil pembangunan fisik/buatan, menimbulkan korban jiwa dan kerugian materi yang dapat memperparah kemiskinan dan menurunkan kualitas hidup; menurunkan produktivitas lahan pertanian, dan mengancam ketersediaan sumber daya air sehingga dapat mengancam keberlanjutan pembangunan wilayah Indikator Aspek Pendukung Pembangunan aspek pendukung terkait dengan upaya terus menerus dalam memelihara dan mengembangkan sumber daya buatan/infrastruktur fisik yang diperlukan dalam mendukung dan memperlancar proses pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Beberapa infrastruktur fisik yang penting untuk disediakan antara lain: prasarana transportasi, infrastruktur air bersih, dan infrastruktur energi listrik. a. Ketersediaan prasarana transportasi Dewasa ini, prasarana transportasi hampir menjadi suatu kebutuhan dasar dalam seluruh aktivitas masyarakat dan pemerintah. Dalam pembangunan wilayah, ketersediaan prasarana transportasi berperan penting dalam

19 33 memperlancar mobilitas penduduk, barang, dan jasa baik antar maupun intra wilayah. Dalam mendukung keberlanjutan wilayah, penyediaan prasarana transportasi pada prinsipnya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan memperhatikan aspek keberlanjutan sehingga keberadaannya dalam jangka panjang tidak menyebabkan kerusakan lingkungan. Cara sederhana untuk memonitor ketersediaan prasarana transportasi suatu wilayah adalah dengan menggunakan indikator persentase panjang jalan aspal dan persentase panjang jalan dengan kondisi baik. Indikator pertama dapat memberi petunjuk mengenai tingkat kemajuan dalam pembangunan atau penyediaan prasarana transportasi wilayah. Indikator kedua memberi petunjuk mengenai tingkat pemeliharaan prasarana transportasi wilayah. Penyediaan dan pemeliharaan prasarana transportasi yang semakin baik dapat memperbaiki aksesibilitas wilayah. Dalam pembangunan wilayah berkelanjutan, aksesibilitas yang semakin baik dapat mendukung keberlanjutan aspek ekonomi maupun sosial. Aksesibilitas yang semakin baik diharapkan dapat memutus keterisolasian wilayah, memperlancar arus faktor produksi dan pemasaran hasil produksi wilayah, meningkatkan akses masyarakat ke sumber daya maupun pusat-pusat layanan sosial dan ekonomi (seperti sarana kesehatan, pendidikan, dan pasar), dan meningkatkan efisiensi (biaya dan waktu) yang dapat meningkatkan kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat dan mendorong pertumbuhan (produksi/pendapatan/ konsumsi) wilayah. b. Ketersediaan Infrastruktur Air Bersih Air bersih oleh PBB dimasukkan sebagai salah satu development diamond (berlian pembangunan) dan ditetapkan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dalam pembangunan wilayah yang berkelanjutan, ketersediaan air bersih memiliki peran penting, terutama dalam mengurangi kematian bayi dan anak, serta meningkatkan kualitas kesehatan manusia dan lingkungan. Untuk memonitor ketersediaan air bersih, ada dua alternatif indikator yang dapat digunakan (Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia, 2004). Indikator pertama adalah persentase rumah tangga yang menggunakan air dari sumber yang terlindungi 2 dengan memperhitungkan 2 Sumber air yang terlindungi dapat berupa air perpipaan, air pompa, air kemasan, air dari sumur atau mata air yang dilindungi, dan air hujan (Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia, 2004).

20 34 jarak lebih dari 10 meter dari tempat pembuangan tinja. Indikator kedua adalah persentase rumah tangga dengan sumber air berupa air perpipaan. Dalam penelitian ini, indikator pertama tidak digunakan karena data persentase rumah tangga dengan sumber air terlindungi yang tersedia di BPS belum memperhitungkan jarak dari tempat pembuangan tinja sehingga masih memiliki kemungkinan besar untuk terkontaminasi. Sedangkan indikator kedua akan digunakan dengan asumsi bahwa air perpipaan (air ledeng) lebih andal dan lebih sehat dibandingkan dengan sumber air lainnya karena melalui proses pengolahan terlebih dahulu. c. Ketersediaan Infrastruktur Energi Listrik Infrastruktur fisik lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam pembangunan wilayah berkelanjutan adalah energi listrik. Ketersediaan energi listrik di suatu wilayah dapat dimonitor menggunakan indikator persentase rumah tangga dengan sumber penerangan listrik. Semakin meningkat persentase rumah tangga dengan sumber penerangan listrik menunjukkan semakin meningkatnya proporsi masyarakat yang memiliki akses terhadap pelayanan energi listrik. Perbaikan akses masyarakat ke pelayanan energi listrik merupakan salah satu strategi kunci dalam mendukung keberlanjutan pembangunan bidang sosial maupun ekonomi (Waddams, Price, 2000; World Energy Assessment, 2000 dalam Dubash, 2002). Di bidang sosial, perbaikan akses ke energi listrik dapat meningkatkan layanan pendidikan dan kesehatan; meningkatkan hubungan informasi dan digital; menghemat waktu dan tenaga akibat peralihan dari pemakaian bahan bakar tradisional; serta memperbaiki kualitas udara dalam ruang. Di bidang ekonomi, perbaikan akses ke pelayanan energi listrik juga dapat mendorong pertumbuhan (meningkatkan efisiensi, produktivitas, mengembangkan potensi ekonomi wilayah), menciptakan peluang usaha baru yang lebih produktif dan membuka lapangan kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, meredam arus urbanisasi, serta mendukung keberlanjutan pembangunan wilayah.

21 35 Sasaran keseluruhan aspek beserta indikator operasional yang akan digunakan untuk memonitor implementasi pembangunan berkelanjutan di wilayah studi secara ringkas dapat dilihat pada Tabel II.1. Dalam pembangunan wilayah berkelanjutan, keseluruhan aspek/indikator tersebut saling mengait dan menunjang satu sama lain (Gambar II.2). Pembangunan wilayah dianggap lebih mengarah pada keberlanjutan jika kinerja keseluruhan aspek/indikator membaik dan mengarah pada kondisi keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Gambar II.2 Pembangunan Wilayah Berkelanjutan SASARAN DAN INDIKATOR ASPEK EKONOMI Pertumbuhan (PDRB riil per kapita) Pemerataan (Rasio Gini) Penyediaan lapangan kerja (persentase tingkat pengangguran terbuka) Pemenuhan kebutuhan dasar/ penanggulangan kemiskinan (persentase penduduk miskin) PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN SASARAN DAN INDIKATOR ASPEK SOSIAL Pembangunan/pemberdayaan manusia - Peningkatan kesehatan (angka harapan hidup) - Peningkatan pendidikan (angka melek huruf dan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas) Penguatan modal sosial: partisipasi, identitas/ keragaman budaya, keberlanjutan/ pembangunan institusional, dan kohesi sosial (tidak diturunkan ke dalam indikator) SASARAN DAN INDIKATOR ASPEK LINGKUNGAN DAN SUMBER DAYA ALAM Pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan dengan memperhatikan: keanekaragaman hayati, kapasitas daya dukung, kesatuan ekosistem, resiliensi, dan produktivitas biologis (luas hutan perhutani unit III, luas hutan negara, luas sawah irigasi, frekuensi bencana alam banjir dan tanah longsor) SASARAN DAN INDIKATOR ASPEK PENDUKUNG Penyediaan infrastruktur fisik (sumber daya buatan) - Penyediaan prasarana transportasi (persentase panjang jalan aspal dan panjang jalan dengan kondisi baik) - Penyediaan air bersih (persentase rumah tangga dengan air ledeng) - Penyediaan energi listrik (persentase rumah tangga dengan penerangan listrik)

22 36 TABEL INDIKATOR PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN

23 37 LANJUTAN TABEL INDIKATOR PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN

24 Rangkuman Strategi pembangunan semakin berkembang dari yang awalnya hanya terfokus pada pertumbuhan ekonomi menjadi lebih memperhatikan pemerataan, penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan dasar, dan peningkatan kualitas hidup manusia maupun lingkungan. Dalam perkembangannya, penerapan berbagai strategi tersebut belum berhasil mencapai sasaran sehingga berkembanglah konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan awalnya hanya menekankan keberlanjutan dalam terminologi ekologis. Konsep tersebut meluas melalui Laporan Brundlandt yang memuat dua konsep pokok pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1) konsep kebutuhan yang menekankan pentingnya pemenuhan kebutuhan dasar, (2) konsep keterbatasan yang menekankan keterbatasan kemampuan sumberdaya alam dan lingkungan dalam mengadsorpsi dampak dari kegiatan manusia. Konsep Brundlandt dianggap masih normatif sehingga dielaborasi ke dalam berbagai alternatif pengertian, salah satunya dielaborasi sebagai interaksi antara sistem ekonomi, sosial, dan lingkungan; atau biasa dikenal dengan konsep tiga pilar pembangunan berkelanjutan. Konsep tiga pilar dimodifikasi dan dijabarkan lebih lanjut dalam konsep sumber daya (capital) yang mengemukakan adanya empat jenis sumber daya yang harus dikelola dan diijaga keberlanjutannya, meliputi: (1) sumber daya alam, (2) sumber daya manusia, (3) sumber daya buatan, dan (4) modal sosial. Pembangunan wilayah berkelanjutan dapat dipahami dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam praktikpraktik pembangunan wilayah. Berdasarkan konsep tiga pilar pembangunan berkelanjutan dan konsep sumber daya, ada dua prinsip utama yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan wilayah berkelanjutan. Pertama, pembangunan wilayah dipandang berkelanjutan jika mengarah pada pencapaian sasaran tiga pilar pembangunan secara seimbang: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kedua, pembangunan wilayah dipandang berkelanjutan jika mampu menjaga dan mengembangkan stok kapital produktifnya yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, dan modal sosial. Dari kedua prinsip tersebut dapat dikemukakan bahwa keberlanjutan wilayah pada intinya tergantung pada tiga aspek utama (yaitu aspek ekonomi,

25 39 sosial dan sumber daya manusia, lingkungan dan sumber daya alam) dan aspek pendukung. Masing-masing aspek memiliki beberapa sasaran yang dijabarkan ke dalam beberapa indikator operasional untuk memonitor implementasi pembangunan berkelanjutan di wilayah studi. Adapun sasaran dan indikator pembangunan wilayah berkelanjutan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: 1. Sasaran aspek ekonomi Pertumbuhan (indikator: PDRB per kapita) Pemerataan (indikator: Rasio Gini) Penyediaan lapangan kerja (indikator: persentase pengangguran terbuka) Penanggulangan kemiskinan (indikator: persentase penduduk miskin) 2. Sasaran aspek sosial Pembangunan/ pemberdayaan manusia (indikator: angka harapan hidup, angka melek huruf, dan persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas) Penguatan modal sosial 3. Sasaran aspek lingkungan Pemeliharaan sumber daya alam dan lingkungan dengan memperhatikan keanekaragaman hayati, kapasitas daya dukung, kesatuan ekosistem, resiliendi, dan produktivitas biologis (indikator: luas hutan Perhutani unit III dan luas hutan negara, luas sawah irigasi, frekuensi bencana banjir dan tanah longsor) 4. Aspek pendukung Penyediaan dan pemeliharaan infrastruktur fisik/ sumber daya buatan (indikator: persentase rumah tangga dengan air ledeng, persentase rumah tangga dengan penerangan listrik, persentase jalan aspal, dan persentase jalan dengan kondisi baik). Sasaran/ indikator masing-masing aspek saling mengait dan menunjang satu sama lain. Pembangunan wilayah dianggap mengarah pada keberlanjutan jika kinerja keseluruhan aspek/indikator membaik dan mengarah pada keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan.

26 Tabel II.1 Indikator Pembangunan Wilayah Berkelanjutan ASPEK VARIABEL SUB VARIABEL INDIKATOR KETERANGAN Ekonomi Sosial Pertumbuhan ekonomi - PDRB per kapita Menggambarkan perkembangan perekonomian wilayah dan pendapatan per kapita masyarakat secara agregat. Semakin meningkat PDRB per kapita suatu wilayah, maka kekayaan wilayah (secara kasar) akan semakin besar dan peluang kemakmuran masyarakat diasumsikan juga semakin besar. Jika dikelola dengan baik dan digunakan untuk meningkatkan pembangunan, hal tersebut dapat meningkatkan perbaikan lingkungan dan mengurangi degradasi lingkungan melalui peringanan tekanan kemiskinan, urbanisasi, dan ketidakstabilan makroekonomi sehingga memperbesar kapasitas wilayah dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Pemerataan - Gini rasio Menunjukkan tingkat pemerataan distribusi pendapatan antar kelompok atau kelas pendapatan masyarakat. Semakin menurun koefisien gini rasio, maka distribusi pendapatan semakin merata dan peningkatan PDRB menjadi lebih berarti bagi masyarakat. Distribusi pendapatan yang semakin merata juga akan meningkatkan pertumbuhan karena ia mempunyai efek yang besar dan positif atas insentif manusia secara keseluruhan. Penyediaan lapangan kerja Penanggulangan kemiskinan Pembangunan (pemberdayaan) manusia Kesehatan Pendidikan - Tingkat pengangguran (%) - Persentase penduduk miskin Angka harapan hidup Angka melek huruf Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas Menunjukkan tingkat kesenjangan antara pencari kerja dengan persediaan lapangan kerja yang ada. Penurunan persentase pengangguran terbuka dapat meningkatkan pemerataan distribusi pendapatan, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kualitas kehidupan, mengurangi kerawanan sosial, mengurangi degradasi lingkungan (mobilitas ke hulu) dan migrasi besar-besaran penduduk ke luar wilayah (mobilitas ke hilir) sehingga memperbesar kapasitas wilayah dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Menunjukkan proporsi penduduk yang dapat memenuhi standar minimum kebutuhan dasarnya (minimal pangan setara 2100 kalori) yang diperlukan untuk dapat hidup dan bekerja. Penurunan persentase penduduk miskin dapat mengurangi beban pertumbuhan dan degradasi lingkungan sehingga memperbesar kapasitas wilayah dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Menunjukkan hasil pembangunan manusia di bidang kesehatan. Semakin meningkat angka harapan hidup, selain menggambarkan penduduk yang semakin sehat dan berumur panjang, juga menandai akses yang semakin luas ke pelayanan kesehatan, persediaan pangan, gizi, dan air minum yang cukup, serta kondisi lingkungan di luar rumah yang semakin baik sehingga mendorong peningkatan produktivitas masyarakat sebagai modal penting dalam mencapai pembangunan wilayah berkelanjutan. Menunjukkan hasil pembangunan manusia di bidang pendidikan dasar, formal maupun informal. Semakin meningkat angka melek huruf, maka semakin mudah bagi masyarakat untuk menerima informasi dan pengetahuan guna meningkatkan keterampilan, produktivitas, dan kualitas hidupnya sehingga menjadi modal penting bagi keberlanjutan pembangunan wilayah. Menunjukkan hasil pembangunan manusia di bidang pendidikan formal jenjang lanjutan dan perguruan tinggi. Semakin meningkat persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas, maka semakin meningkat pula proporsi penduduk yang mempunyai bekal pengetahuan dan keterampilan. Hal tersebut akan meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga kerja, meningkatkan daya saing wilayah, dan menguatkan daya tawar dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sehingga menjadi modal penting bagi pembangunan wilayah berkelanjutan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi

Lebih terperinci

WCED Our Common Future (The Brundlandt Report). Oxford.: Oxford University Press.

WCED Our Common Future (The Brundlandt Report). Oxford.: Oxford University Press. 110 DAFTAR PUSTAKA Buku Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto. 1999. Pembangunan Kota Berkelanjutan. Bandung: Penerbit ITB Campbell, dan Heck. 1997.Principles of Sustainable Development. Florida: St. Lucie

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Pembangunan daerah agar dapat berhasil sesuai dengan tujuannya harus tanggap terhadap kondisi yang terjadi di masyarakat. Kondisi tersebut menyangkut beberapa masalah

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah. Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah. Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Pemerintah Kabupaten Gowa ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor: 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum BPLH Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN Gambaran Umum BPLH Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum BPLH Kota Bandung I su-isu kerusakan lingkungan saat ini bukan lagi hanya merupakan isu lokal daerah, akan tetapi sudah menjadi isu global, dimana negara-negara di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebenarnya bukanlah konsep baru, baik secara nasional maupun global. Di Indonesia, konsep ini telah menjadi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN 138 BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan Wahyu

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain seperti tingkat kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemakmuran masyarakat yaitu melalui pengembangan. masalah sosial kemasyarakatan seperti pengangguran dan kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses yang terintegrasi dan komprehensif dari perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian yang tidak terpisahkan. Di samping mengandalkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Dan Berdaya Saing, Menuju Masyarakat Sejahtera Yang Berkeadilan Dan Berakhlak Mulia,

KATA PENGANTAR. Dan Berdaya Saing, Menuju Masyarakat Sejahtera Yang Berkeadilan Dan Berakhlak Mulia, KATA PENGANTAR Dengan niat yang tulus, segala bentuk kebijakan, program dan kegiatan diselenggarakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan dengan harapan semoga gerak langkah kita selalu diberkahi

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016-2021 Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DASAR PENYUSUNAN Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. masalah klasik dan mendapat perhatian khusus dari negara-negara di dunia. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori dan Konsep 2.1.1. Konsep Kemiskinan Pada umumnya masalah kemiskinan hingga saat ini masih menjadi masalah klasik dan mendapat perhatian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi serta perubahan struktur sosial ekonomi

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Capaian Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan indikator dan faktor-faktor penyebab kemiskinan Mahasiswa mampu menyusun konsep penanggulangan masalah kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2

PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Materi ke 2 PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Materi ke 2 Program pascasarjana ITATS PRINSIP DASAR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pertama, pemerataan dan keadilan sosial. Harus menjamin adanya pemerataan untuk generasi

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah daerah Kabupaten Lingga mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia

Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia Kemiskinan sangat identik dengan beberapa variabel berikut ini: Kepemilikan modal Kepemilikan lahan Sumber daya manusia Kekurangan gizi Pendidikan Pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN

BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN Pada bab sebelumnya telah diuraikan mengenai kondisi umum Wilayah Jawa Barat Selatan. Bab ini akan menguraikan kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan ditinjau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN 2009

RINGKASAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN 2009 RINGKASAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN LEBAK TAHUN 2009 Pendahuluan Dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 2 Tahun 2004 tentang Rencana Strategis Kabupaten Lebak tahun 2004 2009,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi walikota dan wakil walikota pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kebangkitan dan keruntuhan suatu bangsa tergantung pada sikap dan tindakan mereka sendiri. Penulis melakukan penelitian studi komparatif sebagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting. Indonesia dikenal dengan negara yang kaya akan hasil alam, kondisi

Lebih terperinci

2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. (RPJPD) Provinsi Riau , maka Visi Pembangunan

2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah. (RPJPD) Provinsi Riau , maka Visi Pembangunan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 9 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Riau 2005-2025, maka Visi Pembangunan

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Oleh Dewi Triwahyuni PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan SKPD 3.1.1 Permasalahan Infrastruktur Jalan dan Sumber Daya Air Beberapa permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting dalam pembangunan pertanian Indonesia masa depan mengingat pesatnya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris dengan berbagai produk unggulan di setiap daerah, maka pembangunan ekonomi berbasis pertanian dan perikanan di Indonesia harus berorientasi pada

Lebih terperinci

Paradigma Kesejahteraan

Paradigma Kesejahteraan Kuliah 9 Paradigma Kesejahteraan 5/16/2016 Marlan Hutahaean 1 Pendahuluan Paradigma Pertumbuhan fokus pada pertumbuhan ekonomi yang bersifat agregat. Paradigma Kesejahteraan fokus pada peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH Strategi pembangun daerah adalah kebijakan dalam mengimplementasikan program kepala daerah, sebagai payung pada perumusan program dan kegiatan pembangunan di dalam mewujdkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL ASPEK STRATEGIS PENATAAN RUANG KAWASAN PERKOTAAN DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Oleh: Ginandjar Kartasasmita Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Disampaikan pada Pembahasan RPP Penataan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH

BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH BAB IV STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH 4.1. Strategi dan Tiga Agenda Utama Strategi pembangunan daerah disusun dengan memperhatikan dua hal yakni permasalahan nyata yang dihadapi oleh Kota Samarinda dan visi

Lebih terperinci

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001

PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN. BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN UNTUK PENGEMBANGAN KUALITAS HIDUP SECARA BERKELANJUTAN BAHAN SIDANG KABINET 13 Desember 2001 PERMUKIMAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992

Lebih terperinci

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan

(1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan Dr. Hefrizal Handra Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang 2014 Deklarasi MDGs merupakan tantangan bagi negara miskin dan negara berkembang untuk mempraktekkan good governance dan komitmen penghapusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang diarahkan pada pengembangan dan peningkatan laju pertumbuhan antar daerah. Pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto

Tahun Penduduk menurut Kecamatan dan Agama Kabupaten Jeneponto DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah menurut Kecamatan di Kabupaten Jeneponto... II-2 Tabel 2.2 Jenis Kebencanaan dan Sebarannya... II-7 Tabel 2.3 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Jeneponto Tahun 2008-2012...

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci