BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) sebenarnya bukanlah konsep baru, baik secara nasional maupun global. Di Indonesia, konsep ini telah menjadi bahan perbincangan sejak lebih dari tiga dasawarsa lalu. Di tingkat global, cikal bakal pembahasan pembangunan berkelanjutan bermula dari Konferensi Stockholm pada tahun Dalam perkembangannya, seperti yang ditulis oleh Keraf (2002), istilah pembangunan berkelanjutan baru digunakan pertama kali dalam World Conservation Strategy dari The International Union for the Conservation of Nature (IUCN) pada tahun Istilah ini kemudian dipakai oleh Brown (1981) dalam bukunya yang berjudul Building a Sustainable Society dan kemudian menjadi sangat populer melalui laporan World Comission on Environment and Development (WECD) yang berjudul Our Common Future, pada tahun Sejak saat itu, pembangunan berkelanjutan mulai menjadi perhatian banyak negara di dunia. Dalam laporan Our Common Future disebutkan bahwa sustainable development is defined as development which meets the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their own needs. (WECD, 1987:8). Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi selanjutnya untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping itu, IUCN bersama United Nations Environmental Programme (UNEP) juga mengeluarkan rumusan pembangunan berkelanjutan yang tertuang dalam laporan Caring for the Earth: The Strategy for Sustainable Living (1991) sebagai pengganti World Conservation Strategy. Dalam rumusan tersebut pembangunan berkelanjutan dipahami sebagai berikut. Sustainable development means improving the quality of human life while living within the carrying capacity of supporting ecosystem. A sustainable economy is the product of sustainable development. It maintains its natural resources base, it can continue to develop by adopting and through improvement in knowledge, organization, technical 1

2 2 efficiency and wisdom (IUCN dan UNEP, 1991:221). Selain rumusan di atas, masih banyak lagi penafsiran dan definisi lain tentang pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan oleh berbagai pakar di seluruh dunia. Berbagai konvensi internasional dan pertemuan-pertemuan besar, seperti KTT Rio de Janeiro dan KTT Johannesburg juga telah melahirkan berbagai gagasan dan kesepakatan mengenai konsep pembangunan berkelanjutan. Walaupun demikian, hingga kini, sosok final pembangunan berkelanjutan masih belum terlihat jelas. Istilah pembangunan berkelanjutan, menurut Santoso (Dalam Abdurrahman, 2003), masih mengandung berbagai penafsiran yang berbeda-beda karena terminologi pembangunan berkelanjutan sangat terbuka untuk ditafsirkan dengan berbagai pengertian. Hal ini, menurut Prabatmodjo (2005), membuka peluang munculnya berbagai gagasan kreatif, meskipun di lain pihak dapat menghasilkan kesimpangsiuran pemahaman dan menyebabkan kebingungan yang besar dalam upaya memaknai dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Dalam konteks pembangunan wilayah, pendekatan-pendekatan baru dan beragam juga terus dihasilkan dalam memaknai pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Secara umum, pembangunan wilayah berkelanjutan, seperti yang dituliskan dalam Vision Mackay-2010 (1998), akan memiliki bentuk sebagai berikut. (1) Mencakup pendekatan holistik, terintegrasi terhadap semua isu, salah satunya mengkaji keterkaitan antara lingkungan, sosial, dan ekonomi serta mencari gangguan buatan dan struktur penghambat yang menghalangi pengambilan keputusan lokal. (2) Mencukupi kebutuhan ekonomi saat ini dan masa depan untuk kesejahteraan materi masyarakat, sambil menjawab isu ekologis dan kebutuhan sosial-budaya masyarakat. (3) Berbeda dari satu tempat ke tempat lain bergantung pada permintaan masyarakat, lingkungan dan ekonomi, serta memiliki kemampuan untuk bersikap responsif, fleksibel dan tangguh. (4) Menjadi dasar bagi partisipasi lokal dalam mengidentifikasi permasalahan dan kepedulian lokal terhadap masalah dan proses.

3 3 Sampai saat ini, konsep pembangunan wilayah berkelanjutan masih terus berkembang. Banyak negara di dunia, termasuk Indonesia, berupaya menerjemahkan dan mewujudkan konsep keberlanjutan dalam pembangunan wilayahnya. Mengingat masih banyaknya wilayah tertinggal 1 di Indonesia dengan beragam karakteristik dan persoalan yang ada, maka pembahasan mengenai aspek keberlanjutan dalam pembangunan wilayah tertinggal semestinya menjadi agenda yang penting dan strategis. Sayangnya, hingga saat ini masih sedikit sekali pembahasan mengenai hal tersebut. Padahal wilayah tertinggal dengan berbagai macam dimensi ketertinggalannya seringkali menimbulkan berbagai persoalan yang dapat mengancam keberlanjutan, seperti kerusakan lingkungan maupun persoalan kemiskinan yang seperti lingkaran tak berujung pangkal (vicious circle). Persoalan ketidakberlanjutan pembangunan wilayah tertinggal juga dapat mempengaruhi keberlanjutan wilayah lain maupun nasional. Oleh sebab itu, kajian mengenai keberlanjutan pembangunan wilayah tertinggal di Indonesia penting dilakukan agar berbagai kerusakan lingkungan, ekonomi, maupun sosial yang mengancam keberlanjutan wilayah maupun nasional dapat dicegah sedini mungkin. Dalam rangka memperkaya pemahaman mengenai aspek keberlanjutan dalam pembangunan wilayah di Indonesia, maka penelitian ini melakukan kajian mengenai keberlanjutan pembangunan wilayah tertinggal. Lokasinya difokuskan di Wilayah Jawa Barat Selatan karena isu keberlanjutan di wilayah ini sangat aktual dan menarik untuk dikaji. Wilayah Jawa Barat Selatan termasuk dalam kategori wilayah tertinggal dengan angka desa tertinggal yang tinggi. Wilayah Jawa Barat Selatan memang sejak dulu direncanakan pemerintah sebagai kawasan konservasi dan kawasan lindung. Sekurangkurangnya 60% kawasan lindung dan konservasi di Jawa Barat berada di Wilayah Jawa Barat Selatan. Oleh sebab itu, wilayah ini kurang mendapatkan prioritas dan menjadi relatif steril dari jamahan pembangunan. Kawasan rawan bencana yang cukup tersebar, kondisi geografis yang bergunung, serta kondisi 1 Wilayah tertinggal adalah wilayah yang relatif kurang berkembang dibandingkan dengan wilayah lainnya dalam skala nasional berdasarkan kondisi dan fungsi inter dan intra spasial baik pada aspek alam, aspek manusianya maupun prasarana pendukungnya (Bappenas, 2005). Berdasarkan tipologinya, wilayah tertinggal dapat berupa wilayah pedalaman/ terisolir, kepulauan/ pulau terpencil/pulau-pulau kecil, perbatasan, dan enclave. (www. kawasan. or.id/ktertinggal/ktertinggal. htm).

4 4 geologinya yang labil juga menyebabkan Wilayah Jawa Barat Selatan sulit berkembang, tertinggal dalam pembangunan infrastruktur, dan menjadi terisolasi. Ketertinggalan dan keterisolasian wilayah dihadapkan pada perkembangan jumlah penduduk dan kebutuhan pembangunan yang semakin besar telah menimbulkan tekanan yang cukup berat terhadap sumber daya alam dan lingkungan sehingga lambat-laun akan mengancam keberlanjutan wilayah itu. 1.2 Rumusan Masalah Wilayah Jawa Barat Selatan sebagai benteng lingkungan dan kebumian Jawa Barat tengah menghadapi berbagai persoalan yang mengancam keberlanjutannya akibat mendesaknya kebutuhan pembangunan seiring dengan perkembangan jumlah penduduk. Meskipun pemerintah maupun masyarakat telah menyadari persoalan tersebut tapi perhatian nyata masih dirasakan kecil, terbukti dengan terus munculnya berbagai persoalan sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang mengancam keberlanjutannya. Pentingnya penerapan pembangunan yang berkelanjutan untuk Wilayah Jawa Barat Selatan telah disadari sejak lama, tapi pemahamannya seringkali baru sebatas konteks lingkungan. Akibatnya, pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan seringkali masih dilihat dalam perspektif ancaman berupa kerusakan lingkungan. Padahal di sisi lain, kebutuhan pembangunan di wilayah tersebut makin mendesak mengingat jumlah penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan yang terus bertambah dengan tingkat kesejahteraan yang secara umum masih tertinggal. Penelitian yang mengukur kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan, terutama dari sisi keberlanjutan juga belum pernah ada. Padahal pengukuran tersebut diperlukan untuk menyelaraskan kemajuan yang dicapai dengan sasaran pembangunan berkelanjutan yang ditetapkan. Hal tersebut juga diperlukan untuk memberikan peringatan dini sebelum masalah kerusakan lingkungan, ekonomi maupun sosial yang mengancam keberlanjutan makin memburuk. Berangkat dari permasalahan di atas, maka penting diketahui: (1) bagaimana konsep pembangunan berkelanjutan dipahami dalam konteks pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan, dan (2) bagaimana kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan, terutama menyangkut aspek

5 5 keberlanjutan. Untuk itu perlu dirumuskan indikator pembangunan wilayah yang berkelanjutan guna mengukur kinerja pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan. Secara lebih spesifik, masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. (1) Apa konsep pembangunan wilayah yang berkelanjutan? (2) Indikator apa yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan wilayah, terutama ditinjau dari aspek keberlanjutan? (3) Berdasarkan kerangka indikator pembangunan wilayah berkelanjutan yang telah dirumuskan, bagaimanakah kinerja Wilayah Jawa Barat Selatan dikaitkan dengan isu pembangunan berkelanjutan? (4) Bagaimanakah langkah strategis bagi peningkatan keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan? 1.3 Tujuan dan Sasaran Studi Sesuai rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi seberapa jauh Wilayah Jawa Barat Selatan mampu mewujudkan keberlanjutan pembangunannya. Sasaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Memahami kerangka konseptual pembangunan wilayah yang berkelanjutan. (2) Mengkaji indikator untuk mengukur kinerja pembangunan wilayah, terutama dari sisi keberlanjutan. (3) Menganalisis kinerja dan keberlanjutan pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan berdasarkan kerangka indikator pembangunan wilayah berkelanjutan yang telah ditetapkan. (4) Menyusun rekomendasi bagi peningkatan keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan. 1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini meliputi dua hal, yaitu ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi yang akan dijelaskan sebagai berikut Lingkup Wilayah Penelitian ini mengambil Wilayah Jawa Barat Selatan sebagai objek studi, mengingat Wilayah Jawa Barat Selatan termasuk dalam kategori wilayah

6 6 tertinggal dengan jumlah desa tertinggal yang tinggi sehingga isu keberlanjutan di wilayah ini menjadi sangat aktual untuk diangkat. Lingkup wilayah studi di Wilayah Jawa Barat Selatan ini mencakup lima bagian wilayah, yaitu Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi (Gambar I.1) Lingkup Materi Penelitian ini akan terfokus pada penilaian kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan, terutama ditinjau dari aspek keberlanjutan. Ruang lingkup materi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Pembahasan mengenai konsep pembangunan wilayah yang berkelanjutan. (2) Pembahasan mengenai indikator untuk mengevaluasi kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan, terutama dari sisi keberlanjutan. Penentuan indikator itu akan didasarkan dan dikembangkan dengan mempertimbangkan tiga hal sebagai berikut. a. Hasil tinjauan teoritis mengenai konsep pembangunan wilayah berkelanjutan dan kriteria pemilihan indikator pembangunan berkelanjutan. b. Hasil kajian literatur mengenai model-model indikator pembangunan wilayah yang telah ada. c. Ketersediaan data dalam publikasi statistik (3) Pembahasan mengenai kondisi umum Wilayah Jawa Barat Selatan yang terkait dengan isu keberlanjutan. (4) Pembahasan mengenai kinerja dan keberlanjutan pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan berdasarkan indikator pembangunan wilayah berkelanjutan yang telah ditetapkan. (5) Pembahasan mengenai langkah strategis bagi peningkatan keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan.

7 PETA ORIENTASI WILAYAH STUDI 7

8 8 1.5 Metoda Penelitian Metoda dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data dan teknik analisis yang masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, berupa data-data statistik Wilayah Jawa Barat Selatan yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) dan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) Provinsi Jawa Barat. Data tersebut meliputi data kondisi umum wilayah dan data kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk memperkaya informasi mengenai situasi pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan digunakan pula beberapa data dan informasi yang terdapat dalam beberapa dokumen publik, antara lain: dokumen RTRW Provinsi Jawa Barat Tahun , buku Panduan Pengelolaan Lingkungan Hidup Propinsi Jawa Barat Tahun 2005 yang diperoleh dari Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) Propinsi Jawa Barat, serta Laporan Akhir Rencana Pusat Pengembangan Agribisnis Cipamatuh Tahun 2005 dan Laporan Antara Rencana Induk Pengembangan Wilayah Jawa Barat Selatan Tahun 2006 yang diperoleh dari Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Propinsi Jawa Barat Teknik Analisis Analisis diawali dengan evaluasi kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan secara per aspek (ekonomi, sosial, lingkungan, dan pendukung) menggunakan beberapa indikator yang sebelumnya telah ditetapkan dalam kajian literatur pada Bab II. Metoda analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif, yaitu mendeskripsikan berbagai data kuantitatif empirik berupa data-data indikator ekonomi, sosial, lingkungan, dan pendukung dalam perioda Hasil evaluasi kinerja pembangunan digunakan sebagai petunjuk dalam analisis keberlanjutan wilayah. Pembangunan dianggap lebih mengarah pada keberlanjutan jika kinerja seluruh indikator, terutama di ketiga aspek (ekonomi, sosial, maupun lingkungan) memperlihatkan kecenderungan membaik secara sinergis. Berhubung tiap aspek terdiri dari beberapa indikator yang kinerjanya dapat berbeda-beda (sebagian mungkin membaik dan/atau sebagian lainnya

9 9 memburuk), maka untuk menentukan kinerja secara agregat dibuat beberapa indeks komposit, meliputi indeks ekonomi, sosial, dan lingkungan. Indeks ekonomi akan menggambarkan kinerja agregat dari seluruh indikator aspek ekonomi. Begitu pula, indeks sosial dan lingkungan menggambarkan kinerja agregat dari seluruh indikator aspek sosial dan lingkungan. Indeks yang nilainya tinggi diasumsikan mencerminkan kondisi kinerja yang lebih baik. Untuk memenuhi asumsi tersebut, maka semua indikator penyusun indeks juga perlu dikondisikan agar sejalan dengan asumsi tersebut, yaitu mencerminkan kondisi kinerja yang lebih baik jika nilainya semakin tinggi. Beberapa indikator ekonomi, seperti Rasio Gini, persentase penduduk miskin, dan pengangguran terbuka (Tabel II.1) yang justru menunjukkan kinerja lebih buruk jika nilainya semakin tinggi perlu dibalik ukurannya sehingga memenuhi asumsi di atas. Dengan demikian, dalam pembuatan indeks ekonomi, ukuran ketiga indikator tersebut diubah menjadi seperti berikut. 1. Rasio Gini dibalik ukurannya menjadi: 1-Rasio Gini 2. Persentase penduduk miskin dibalik menjadi: 100%-persentase penduduk miskin (menunjukkan persentase penduduk di atas garis kemiskinan). 3. Persentase pengangguran terbuka dibalik menjadi: 100%-persentase pengangguran terbuka (menunjukkan persentase angkatan kerja yang bekerja). Tiap indikator penyusun indeks diasumsikan memiliki bobot atau peran yang seimbang. Nilai indeks minimum ditetapkan sama dengan 0, sedangkan nilai maksimumnya sama dengan 1. Masing-masing indeks nilai maksimumnya bisa lebih dari 1 karena salah satu atau beberapa indikator penyusunnya memiliki kemungkinan bernilai lebih tinggi dari target yang ditetapkan. Dengan asumsi dan ketetapan tersebut, maka rumus perhitungan indeks yang digunakan adalah sebagai berikut. Indeks (k) = Bobot x (X (i) Capaian/ X (i) Target) Bobot = 1/ N (k)

10 10 Keterangan: N (k) = Jumlah indikator dalam indeks k (k= ekonomi, sosial, lingkungan) X (i) capaian = Nilai capaian untuk indikator penyusun indeks k yang ke-i (i = 1,2,3,...) X (i) target = Nilai target untuk indikator penyusun indeks k yang ke-i (i = 1,2,3,...) Adapun nilai target untuk tiap indikator penyusun indeks dapat dilihat pada Tabel I.1 berikut. Indeks Ekonomi Sosial Tabel I.1 Nilai Target Indikator Penyusun Indeks Indikator Penyusun Indeks Target Keterangan PDRB per kapita Rp Target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) PDB per kapita Indonesia = 6000 US$ (US$ 1 = Rp 9000) 1-Rasio Gini 0,801 - Kesepakatan Gubernur dengan Bupati/Walikota se-jawa Barat tentang Sinergitas Penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Jawa Barat Tahun angka Rasio Gini < 0,20 - Menurut Todaro (1978), Rasio Gini antara 0,20 s.d 0,35 sudah menunjukkan distribusi pendapatan yang relatif merata Persentase angkatan 95 Target Rencana Pembangunan Jangka kerja yang bekerja Panjang Nasional (RPJPN) Persentase penduduk di atas garis kemiskinan Angka pengangguran tidak lebih dari 5% 95 Target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Angka kemiskinan tidak lebih dari 5% Angka harapan hidup 73,7 Target Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Angka melek huruf 100 Sesuai kesepakatan global dalam Millenium Development Goal (MDG) dan program pemberantasan buta huruf yang dicanangkan pemerintah sejak awal PJPT II (GBHN 1993) Persentase penduduk usia 10 tahun ke atas yang tamat SLTP ke atas 100 Sesuai program wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah sejak awal PJPT II (GBHN 1993)

11 11 Indeks Lingkungan Indikator Penyusun Indeks Luas lahan sawah beririgasi Luas hutan Perhutani unit III Lanjutan Tabel I.1 Nilai Target Indikator Penyusun Indeks Target Mempertahankan rasio antara jumlah penduduk dengan luas sawah irigasi masing-masing kabupaten pada tahun % dari luas wilayah masing-masing kabupaten Keterangan Berdasarkan kebijakan pemerintah yang intinya melarang penggunaan lahan pertanian, khususnya sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non pertanian. Kebijakan tersebut tertuang dalam: - Keppres RI No.33 Tahun 1990 yang memuat tentang pemberian ijin penggunaan tanah untuk industri yang tidak boleh mengurangi areal pertanian - Surat Meneg/Ka.BPN No , tanggal 15 Juni 1994, perihal perubahan penggunaan tanah sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non pertanian - Surat Meneg/ Ka. BPN No , tanggal 15 Juni 1994 perihal pencegahan perubahan penggunaan tanah sawah beririgasi teknis untuk penggunaan non pertanian melalui penyusunan Rencana Tata Ruang (RTR) yang ditujukan kepada Gubernur KDH Tk. I, Bupati/walikota KDH Tk. II seluruh Indonesia Luas hutan ideal untuk menunjang keseimbangan ekosistem seperti yang tercantum dalam UU no.41 tentang Kehutanan minimal harus 30% dari luas wilayah. Dengan luasan tersebut diharapkan sebagian curah hujan yang turun pada musim hujan dapat disimpan dalam lapisan tanah dan dialirkan sebagai aliran dasar atau (base flow) pada musim kemarau Nilai masing-masing indeks menunjukkan proporsi dari target kinerja agregat indikator masing-masing aspek yang berhasil dicapai. Nilai tersebut divisualisasikan ke dalam segitiga keberlanjutan untuk menggambarkan hubungan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan yang merupakan tiga pilar utama pembangunan berkelanjutan. Visualisasi segitiga keberlanjutan tersebut dapat dilihat pada Gambar II.2. Segitiga berwarna abu-abu yang berada

12 12 dalam segitiga besar menunjukkan situasi keberlanjutan di kabupaten/wilayah yang diamati. Sedangkan segitiga sama sisi menunjukkan situasi yang optimum. Gambar I.2 Segitiga Keberlanjutan Ekonomi 1 0 Lingkungan 1 1 Sosial Dalam penelitian ini, indeks komposit (ekonomi, sosial, dan lingkungan) hanya akan disajikan dalam dua tahun amatan, yaitu tahun 1996 dan Indeks tahun 1996 akan mewakili situasi/kinerja pembangunan pada periode sebelum reformasi. Sedangkan indeks tahun 2004 mewakili situasi/kinerja pembangunan pada periode setelah reformasi. Penetapan tahun 1996 dan 2004 didasarkan pada ketersediaan data tahun paling awal (sebelum reformasi) dan paling akhir (setelah reformasi) yang terlengkap untuk seluruh indikator. Penilaian keberlanjutan pada masa sebelum dan sesudah reformasi tersebut menjadi fokus mengingat adanya perubahan yang bersifat struktural pada perioda tersebut. Hasil perbandingan nilai indeks kedua tahun tersebut dapat memberikan indikasi mengenai keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan. Pembangunan wilayah dianggap lebih mengarah pada keberlanjutan jika kinerja seluruh aspek membaik dan mengarah pada kondisi keseimbangan antara kinerja ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh nilai indeks ekonomi, sosial, dan lingkungan yang semakin meningkat dan mengarah pada nilai yang seimbang/sama. Kondisi yang mengarah pada keberlanjutan ditunjukkan oleh bentuk segitiga abu-abu yang semakin mengembang dan mengarah ke bentuk segitiga sama sisi.

13 Kerangka Penelitian Gambar I.3 Kerangka Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembang beragam penafsiran mengenai pembangunan berkelanjutan, tapi sedikit pembahasan tentang pembangunan berkelanjutan di wilayah tertinggal - Indonesia menghadapi banyak sekali wilayah tertinggal dengan berbagai karakteristik dan persoalan yang dapat mengancam keberlanjutan - Ketidakberlanjutan dalam pembangunan wilayah tertinggal dapat mempengaruhi keberlanjutan wilayah lain maupun nasional PERLU STUDI UNTUK MEMPERJELAS PEMAHAMAN MENGENAI KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN WILAYAH TERTINGGAL DI INDONESIA Wilayah Jawa Barat Selatan merupakan wilayah tertinggal dengan berbagai persoalan yang mengancam keberlanjutan. WILAYAH JAWA BARAT SELATAN SEBAGAI KASUS STUDI Rumusan Masalah - Pentingnya pembangunan berkelanjutan di Wilayah Jawa Barat Selatan telah disadari, tapi pemahamannya baru sebatas konteks lingkungan. - Pengukuran kinerja dan keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan belum pernah dilakukan padahal perlu untuk menyelaraskan kemajuan yang dicapai dengan sasaran pembangunan berkelanjutan yang telah ditetapkan dan memberikan peringatan dini sebelum masalah kerusakan lingkungan, ekonomi maupun sosial yang mengancam keberlanjutan makin memburuk. KAJIAN LITERATUR - Konsep pembangunan wilayah berkelanjutan - Kriteria dan model-model indikator pembangunan wilayah berkelanjutan INDIKATOR PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN KONDISI UMUM PEMBANGUNAN DI WILAYAH JAWA BARAT SELATAN ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN WILAYAH JAWA BARAT SELATAN, DITINJAU DARI ASPEK KEBERLANJUTAN KESIMPULAN DAN REKOMENDASI UNTUK MENINGKATKAN KEBERLANJUTAN PEMBANGUNAN DI WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

14 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan tugas akhir ini dapat diuraikan sebagai berikut. BAB I BAB II BAB III BAB IV BAB V PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup penelitian (berupa ruang lingkup wilayah dan materi), metodologi dan sistematika pembahasan. PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN Bab ini menjelaskan tentang konsep pembangunan wilayah berkelanjutan dan indikator-indikatornya. GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN Bab ini menjelaskan kondisi umum Wilayah Jawa Barat Selatan yang terkait dengan isu keberlanjutan ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN Bab ini menguraikan hasil analisis kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan ditinjau dari aspek keberlanjutan. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan studi berdasarkan analisis yang telah dilakukan serta rekomendasi untuk meningkatkan keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini akan memberikan kesimpulan hasil penelitian berdasarkan teori dan temuan studi yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, juga akan diberikan rekomendasi

Lebih terperinci

WCED Our Common Future (The Brundlandt Report). Oxford.: Oxford University Press.

WCED Our Common Future (The Brundlandt Report). Oxford.: Oxford University Press. 110 DAFTAR PUSTAKA Buku Budihardjo, Eko dan Djoko Sujarto. 1999. Pembangunan Kota Berkelanjutan. Bandung: Penerbit ITB Campbell, dan Heck. 1997.Principles of Sustainable Development. Florida: St. Lucie

Lebih terperinci

ANALISIS RUANG DAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS)

ANALISIS RUANG DAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Triarko Nurlambanga Dwi Nurcahyadi Adi Wibowo Pusat Penelitian Geografi Terapan Departemen Geografi, FMIPA Universitas Indonesia ANALISIS RUANG DAN PERENCANAAN PENATAAN RUANG BERKELANJUTAN DALAM KERANGKA

Lebih terperinci

KINERJA WILAYAH JAWA BARAT SELATAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUGAS AKHIR. Oleh: DESRA NINDITA

KINERJA WILAYAH JAWA BARAT SELATAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUGAS AKHIR. Oleh: DESRA NINDITA KINERJA WILAYAH JAWA BARAT SELATAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUGAS AKHIR Oleh: DESRA NINDITA 15402028 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah pembangunan berkelanjutan diawali dari Conference on the Human Environment (Konferensi mengenai lingkungan manusia) yang diadakan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN

BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN Pada bab sebelumnya telah diuraikan mengenai kondisi umum Wilayah Jawa Barat Selatan. Bab ini akan menguraikan kinerja pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan ditinjau

Lebih terperinci

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan rachmat dan hidayah-

Puji dan syukur di panjatkan kehadirat Allh swt, yang telah memberikan rachmat dan hidayah- MEMAHAMI AMDAL Edisi 2 oleh Mursid Raharjo Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id Hak Cipta dilindungi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR

KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR KAJIAN DAYA TAMPUNG RUANG UNTUK PEMANFAATAN LAHAN KOTA TARAKAN TUGAS AKHIR Oleh : M. HELWIN SETIAWAN L2D 099 434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004

Lebih terperinci

3/1/2018. Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals. Pembangunan harus BERKELANJUTAN

3/1/2018. Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals. Pembangunan harus BERKELANJUTAN Millennium Development Goals and Sustainable Development Goals PEMBANGUNAN adalah usaha yang terus menerus dilakukan untuk menuju perubahan yang lebih baik menuju terjadinya peningkatan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

Carrying capacity memperbolehkan manusia untuk memenuhi seluruh kebutuhannya.

Carrying capacity memperbolehkan manusia untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Kuesioner: Pengetahuan Harisman 1 Bagaimana prinsip carrying capacity dalam memenuhi kebutuan manusia? Carrying capacity membuat manusia sadar akan atau batas-batas sumber daya alam. Carrying capacity

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten - Provinsi Jawa Barat dan terbentuk melalui Undang undang No. 23 Tahun

Lebih terperinci

MODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN

MODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 12&13 MODUL SISTEM EKONOMI INDONESIA (2 SKS) POKOK BAHASAN : PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE DEVELOPMENT) & HAMBATAN PEMBANGUNAN Oleh : DESKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

Kebijakan Program Bidang Cipta Karya

Kebijakan Program Bidang Cipta Karya Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Arahan Direktur Jenderal Cipta Karya Kebijakan Program Bidang Cipta Karya Penajaman Program Palembang 03 Maret 2014 OUTLINE A. Konsep Perencanaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa merupakan karunia yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KOTA TANGERANG SELATAN Bab I Pendahuluan 1.1. LatarBelakang Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses yang berkesinambungan antara berbagai dimensi, baik dimensi sosial, ekonomi, maupun lingkungan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting dalam pembangunan pertanian Indonesia masa depan mengingat pesatnya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i

1.1 LATAR BELAKANG. I n d e k s P e m b a n g u n a n M a n u s i a K a b u p a t e n B a n y u w a n g i BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dari berbagai indikator makro ekonomi dan sosial yang kerap digunakan sebagai alat ukur dalam menentukan keberhasilan pembangunan di suatu daerah, implementasinya terkadang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus kerusakan lingkungan dalam skala nasional seperti kasus PT Lapindo

BAB I PENDAHULUAN. kasus kerusakan lingkungan dalam skala nasional seperti kasus PT Lapindo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Permasalahan lingkungan di Indonesia merupakan faktor penting yang harus diperhatikan mengingat dampak dari buruknya pengelolaan lingkungan yang semakin

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN Bab sebelumnya telah memaparkan konsep pembangunan wilayah berkelanjutan dan indikator-indikatornya sebagai landasan teoritis sekaligus instrumen dalam

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Kebijakan Penyediaan Perumahan di Indonesia

Kebijakan Penyediaan Perumahan di Indonesia PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN RP09-1304 Kebijakan Penyediaan Perumahan di Indonesia Oleh: Rulli Pratiwi Setiawan, ST., M.Sc. RPS 2014 PAYUNG HUKUM PENYEDIAAN PERUMAHAN GLOBAL Uraian tentang deklarasi internasional

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH

EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH EXECUTIVE SUMMARY PENGUKURAN DAN EVALUASI KINERJA DAERAH Pemerintahan yang sentralistik di masa lalu terbukti menghasilkan kesenjangan pembangunan yang sangat mencolok antara pusat dan daerah. Dengan adanya

Lebih terperinci

Knowledge Management Forum April

Knowledge Management Forum April DASAR HUKUM DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN PEMDA UNTUK MEMBERDAYAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN IKLIM INDONESIA UU 23 tahun 2014 tentang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

Arsitektur dan Lingkungan. Lilis Widaningsih

Arsitektur dan Lingkungan. Lilis Widaningsih Arsitektur dan Lingkungan Lilis Widaningsih Sustainable : Brundtland Comission (World comission on Environment and Development) tahun 1987 yaitu: Sustainable Development is development that meets the needs

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB IV Analisis isu-isu srategis Permasalahan Pembangunan Isu Strategis... 77

DAFTAR ISI. BAB IV Analisis isu-isu srategis Permasalahan Pembangunan Isu Strategis... 77 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR BAB I Pendahuluan... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 6 1.4. Sistematika Penulisan... 9 1.5. Maksud

Lebih terperinci

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN

BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN 138 BAB VII KETERCAPAIAN INDIKATOR PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KOTA SUKABUMI DAN ANALISIS KESENJANGAN Pada bab ini akan dibahas tentang ketercapaian indikator pembangunan berkelanjutan di Kota Sukabumi

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG Bab 2 PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN Proses perencanaan merupakan proses yang terus berlanjut bagaikan suatu siklus. Demikian halnya dengan sebuah produk rencana tata ruang seperti RTRW Kabupaten,

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota merupakan perubahan kota yang terjadi dari waktu ke waktu. Indonesia seperti halnya negara-negara lainnya, sedang mengalami pertumbuhan perkotaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang.

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen sangat kuat untuk mencapai salah satu target dalam Millenium Development Goals (MDGs), yaitu menurunnya jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR

PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR PARADIGMA APARATUR PEMERINTAH DALAM PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERKOTAAN (Studi Kasus: Kota Semarang) TUGAS AKHIR Oleh: FIERDA FINANCYANA L2D 001 419 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 17 Tahun 2015 Tanggal : 29 Mei 2015 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepedulian masyarakat dunia terhadap kerusakan lingkungan baik global maupun regional akibat adanya pembangunan ditandai dengan diselenggarakannya Konferensi Stockholm

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN

RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN RANCANGAN RENCANA PEMBANGUNANN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KOTABARU TAHUN 2016-2021 PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU 2016 Bab I Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... ix PENDAHULUAN I-1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

TUJUAN PEMBANGUNAN. Anie Eka Kusumastuti. Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang

TUJUAN PEMBANGUNAN. Anie Eka Kusumastuti.   Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang TUJUAN PEMBANGUNAN Anie Eka Kusumastuti e-mail: anieeka@ub.ac.id Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang Tujuan Pembangunan Nature provides for everybody s need but not for everybody

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB XI. SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Pembangunan Ekonomi

BAB XI. SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Pembangunan Ekonomi BAB XI SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Pembangunan Ekonomi PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT (SD) adalah sebuah konsep yang bertujuan

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor

Lebih terperinci

DIMENSI PEMBANGUNAN. Anie Eka Kusumastuti. Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang

DIMENSI PEMBANGUNAN. Anie Eka Kusumastuti.   Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang DIMENSI PEMBANGUNAN Anie Eka Kusumastuti e-mail: anieeka@ub.ac.id Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang Konsep Pembangunan No society can surely be flourishing and happy of which the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan... 4 D. Manfaat...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN

BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN BAB II PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN Bagian ini difokuskan pada pembahasan mengenai konsep pembangunan wilayah berkelanjutan dan indikator-indikatornya. Pembahasannya diawali dengan uraian mengenai

Lebih terperinci

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni

SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan. Oleh Dewi Triwahyuni SUSTAINABLE DEVELOPMENT : Paradigma baru metode Memadukan Pembangunan Ekonomi Dan Lingkungan Oleh Dewi Triwahyuni PENGERTIAN & PRINSIP-PRINSIP DALAM SUSTAINABLE DEVELOPMENT DEFINISI : SUSTAINABLE DEVELOPMENT

Lebih terperinci

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR

ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR ANALISIS INDEKS KEBERLANJUTAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Oleh : Sigit Pranoto F34104048 2008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Organisasi Perangkat Daerah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah merupakan Dinas unsur pelaksana urusan pemerintahan bidang Lingkungan Hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 TAHAPAN PENELITIAN Tahapan penelitian disajikan dalam diagram langkah-langkah metodologi penelitian yang merupakan skema sistematis mengenai keseluruhan proses studi yang

Lebih terperinci

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Oleh : Benny Rachman Amar K. Zakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar

RPJMD KABUPATEN LINGGA DAFTAR ISI. Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar i ii vii Bab I PENDAHULUAN I-1 1.1 Latar Belakang I-1 1.2 Dasar Hukum I-2 1.3 Hubungan Antar Dokumen 1-4 1.4 Sistematika Penulisan 1-6 1.5 Maksud dan Tujuan 1-7 Bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di dunia saat ini sudah menekankan pada prinsip berkelanjutan (sustainable development). Hal ini ditunjukkan dengan adanya World Summit on Sustainable Development

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 4.1 Permasalahan Pembangunan Capaian kinerja yang diperoleh, masih menyisakan permasalahan dan tantangan. Munculnya berbagai permasalahan daerah serta diikuti masih banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA

BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA BRIEFING NOTE RELFEKSI PENCAPAIAN MILLENNIUM DEVELOPMENT GOAL (MDG) DI INDONESIA (Disampaikan dalam Diplomat Briefing, Jakarta 11 Maret 2013) Kata Pengantar Refleksi tentang Pencapaian MDG ini merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERWAL... DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... v

DAFTAR ISI. PERWAL... DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... v i DAFTAR ISI PERWAL... DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... ii DAFTAR GAMBAR... v BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 3 1.3. Maksud dan Tujuan... 4 1.4. Hubungan antar

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018

SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018 SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH SELAKU KETUA BKPRS PADA: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL SULAWESI TAHUN 2018 Gorontalo, 3-4 April 2018 S U L AW E S I B A R AT MELLETE DIATONGANAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DAN KOMITMEN GLOBAL INDONESIA Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumberdaya alam, yang berupa tanah, air dan udara dan sumberdaya alam yang lain yang termasuk

Lebih terperinci

Assalaamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Assalaamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh LAPORAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI PADA ACARA PEMBUKAAN MUSRENBANG RKPD DI KECAMATAN (MUSRENBANGCAM) TAHUN 2015 TANGGAL 23 FEBRUARI 2015 Assalaamu alaikum Warohmatullahi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 Lampiran I Peraturan Bupati Pekalongan Nomor : 15 Tahun 2014 Tanggal : 30 Mei 2014 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dokumen perencanaan

Lebih terperinci

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP

PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP PB 10 STRATEGI UMUM PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP A. Kebijakan Lingkungan Hidup dan Kependudukan 1. Perkembangan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia a. Menjelang konferensi Stockholm (5 Juni 1972)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN... 1 1 DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum...... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen... 5 1.4. Sistematika Dokumen RKPD... 5 1.5. Maksud dan Tujuan... Hal BAB II EVALUASI HASIL

Lebih terperinci

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 1. DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN i ii iii vi BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1. Latar Belakang I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan I-3 1.3. Maksud dan Tujuan

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sanitasi didefinisikan sebagai upaya membuang limbah cair domestik dan sampah untuk menjamin kebersihan dan lingkungan hidup sehat, baik ditingkat rumah tangga maupun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Pikiran DPRD Provinsi Jawa Tengah Untuk Pembangunan Jawa Tengah Tahun

Pokok-Pokok Pikiran DPRD Provinsi Jawa Tengah Untuk Pembangunan Jawa Tengah Tahun Pokok-Pokok Pikiran DPRD Provinsi Jawa Tengah Untuk Pembangunan Jawa Tengah Tahun 2013-2018 Yth. Bp. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional / Kepala Bappenas ; Ysh. Menteri Dalam Negeri yang diwakili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan cetak biru mengenai strategi dalam memajukan perekonomian di Indonesia. Proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa

I. PENDAHULUAN. perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan proses multidimensional yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap-sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga nasional

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN TAHUN 2013 STRATEGI SANITASI KABUPATEN KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG POKJA SANITASI KABUPATEN TANGGAMUS POKJA BADAN SANITASI PERENCANAAN KABUPATEN

Lebih terperinci

PERJALANAN PANJANG PERKEMBANGAN KONSEPSI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI

PERJALANAN PANJANG PERKEMBANGAN KONSEPSI PENGELOLAAN HUTAN LESTARI 2. Pengusahaan hutan diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan hutan yang didasarkan atas azas kelestarian dan azas perusahaan yang meliputi penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan hasil, pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada Pemerintahan Daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

Lebih terperinci

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air

Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Pentingnya Pemaduserasian Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh : Purba Robert Sianipar Assisten Deputi Urusan Sumber daya Air Alih fungsi lahan adalah salah satu permasalahan umum di sumber daya air yang

Lebih terperinci

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM

Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

Penentuan Indeks Kualitas Lingkungan

Penentuan Indeks Kualitas Lingkungan Penentuan Indeks Kualitas Lingkungan Landasan Teori Studi indeks lingkungan yang telah dipublikasikan antara lain Environmental Sustainability Index (ESI), Environmental Performance Index (EPI), dan Virginia

Lebih terperinci

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan,

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci