BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Student centered learning (SCL) merupakan pendekatan dalam

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Student centered learning (SCL) merupakan pendekatan dalam"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Student Centered Learning Student centered learning (SCL) merupakan pendekatan dalam pembelajaran yang memfasilitasi pembelajar untuk terlibat dalam proses pengalaman belajar. Pada sistem pembelajaran SCL mahasiswa dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan dosen sebagai fasilitator. Berarti mahasiswa harus didorong untuk memiliki motivasi dalam diri mereka sendiri kemudian berupaya keras mencapai kompentensi yang diinginkan (Hadi, 2007). Model pembelajaran SCL memiliki beberapa keunggulan yaitu: (1) mahasiswa atau peserta didik akan dapat merasakan bahwa pembelajaran menjadi miliknya sendiri karena mahasiswa diberi kesempatan yang luas untuk berpartisipasi; (2) mahasiswa memiliki motivasi yang kuat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran; (3) tumbuhnya suasana demokratis dalam pembelajaran sehingga akan terjadi dialog dan diskusi untuk saling belajar membelajarkan di antara mahasiswa; (4) dapat menambah wawasan pikiran dan pengetahuan bagi dosen atau pendidik karena sesuatu yang dialami dan disampaikan mahasiswa mungkin belum diketahui sebelumnya oleh dosen (Hadi, 2007) Metode-metode yang merupakan penerapan SCL antara lain adalah: (1) small group discussion; (2) role-play and simulation; (3) case study; (4) discovery learning; (5) self-directed learning; (6) cooperative learning; (7) collaborative 8

2 9 learning; (8) contextual learning; (9) project based learning; dan (10) problem based learning and inquiry (Kurdi, 2009) Problem Based Learning Pengertian Problem based learning (PBL) adalah sebuah metode instruksional dimana mahasiswa bekerja dalam kelompok kecil untuk mendapatkan pengetahuan dan memperoleh kemampuan pemecahan masalah. Karakteristik utama dari PBL adalah bahwa masalah disajikan pada mahasiswa sebelum materi dipelajari bukan sesudah dipelajari seperti pada pemecahan masalah yang lebih tradisional. Ciri lainnya dari PBL adalah bahwa masalah disajikan dalam konteks dimana mahasiswa seperti menghadapi masalah dalam dunia nyata. Konstektualisasi materi yang dilakukan dalam PBL menjadikannya strategi yang menarik untuk pendidikan profesional (Glen & Wikie, 2000). PBL adalah merupakan metode pembelajaran dimana mahasiswa dihadapkan pada suatu masalah, kemudian diikuti oleh proses pencarian informasi. Dari aspek filosofi, PBL dipusatkan pada mahasiswa yang dihadapkan pada suatu masalah, sementara itu dalam pembelajaran yang berdasarkan pada materi dosen menyampaikan pengetahuannya kepada mahasiswa sebelum menggunakan masalah untuk memberi ilustrasi pengetahuan tadi (Pusat Pengembangan Pendidikan UGM, 2005). PBL adalah lingkungan belajar yang didalamnya menggunakan masalah belajar, yaitu sebelum belajar peserta didik harus mengidentifikasi suatu masalah,

3 10 baik yang dialami secara nyata maupun telaah kasus. PBL juga didefenisikan sebagai sebuah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah dapat digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan ataupun mengintegrasikan ilmu baru (Nursalam & Effendi, 2008) Dampak PBL 1. Peningkatan fungsi klinikal Peningkatan fungsi klinikal meliputi pengambilan keputusan klinis, hubungan kolaborasi, komunikasi dan self directed learning. Menurut hasil penelitian yang bertujuan untuk membandingkan lulusan sarjana muda keperawatan dengan pendidikan kurikulum berbasis masalah dan kurikulum konvensional, tidak ada perbedaan signifikan dalam pengambilan keputusan klinis dan hubungan kolaborasi. Namun ada kecenderungan fungsi yang lebih tinggi pada mahasiswa dengan PBL pada komunikasi dan self directed learning (Rideout et al, 2002). Smith & Coleman (2008) melakukan penelitian kualitatif pada 11 perawat yang secara suka rela berpartisipasi dalam program pembelajaran selama 1 tahun. Pernyataan responden tentang keterlibatan perawat dalam praktek klinik yaitu responden menyatakan membuat perbedaan dalam peran perawat saat ini, merubah persepsi responden dalam praktik, dan responden menggunakan pembelajaran dan sumber dari pendidikan untuk diterapkan dalam praktiknya saat ini. Pernyataan tentang nilai program PBL yaitu responden menyatakan bahwa program PBL melengkapi mereka dalam praktik, responden mengapresiasi dan mengakui nilai PBL dan membandingkannya dengan pembelajaran tradisional,

4 11 responden mengidentifikasi program PBL mengembangkan kepercayaan diri mereka untuk menjadi lebih asertif dan menantang dalam praktik. 2. Pengetahuan dan keterampilan untuk praktek Pengetahuan dan ketrampilan untuk praktek, terdapat perbedaan signifikan dalam pengetahuan keperawatan, komunikasi, pembelajaran dan sistem pelayanan kesehatan. Dari hasil ini didapatkan bahwa kelompok dengan kurikulum berbasis masalah memiliki nilai yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional (Rideout et al, 2002). Goelen, De Clercq, Huyghens, Kerckhofs (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengukur peningkatan sikap tentang kolaborasi interprofesional mahasiswa sarjana kesehatan meliputi perawat, fisioterapi dan dokter. Pengumpulan data menggunakan Interdiciplinary Education Perception Scale (IEPS) yang memiliki 4 sub skala yaitu kemandirian kompetensi profesi, pemahaman kebutuhan kerjasama antar profesi, persepsi kerjasama dalam tim satu profesi dan profesi lain, dan pemahaman (keinginan memahami) nilai dari profesi lain. Dari hasil penelitian didapatkan perbedaan nilai signifikan antara pre dan post tentang kemandirian kompetensi profesi pada kelompok intervensi untuk keseluruhan kelompok, kelompok gender laki-laki, dan fisioterapi. Didapatkan juga peningkatan nilai yang signifikan pada kelompok intervensi, khususnya pada mahasiswa laki-laki, tentang pemahaman nilai profesi lain dan keseluruhan IEPS. 3. Kepuasan mahasiswa Perbedaan yang signifikan didapat dari kepuasan mahasiswa dalam hal peran pendidik dalam proses pembelajaran, hasil dari program pembelajaran,

5 12 evaluasi mahasiswa, kemandirian mahasiswa dan kepuasan secara keseluruhan. Dari hasil ini mahasiswa dengan kurikulum berbasis masalah menyatakan kepuasan dalam pengalaman pendidikan mereka lebih dari mahasiswa dengan program konvensional (Rideout et al, 2002). Analisis kualitatif didapatkan mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah melaporkan berpartisipasi aktif selama proses pembelajaran, merasa mendapatkan pengalaman yang menyenangkan, menginspirasi, dan self-fulfilling, pandangan mahasiswa tentang hal yang mungkin mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis mahasiswa merasa sangat berhubungan dengan tutorial. Pada mahasiswa dengan pembelajaran ceramah melaporkan mendengarkan pasif selama proses pembelajaran, mereka menggambarkan bagaimana mereka duduk, mendengarkan dan mengikuti catatan selama pembelajaran, mahasiswa merasakan pengalaman pembelajaran yang negatif dan diam, dan mahasiswa tidak merasa bahwa kemampuan berpikirnya didorong dalam proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006). Survei kepuasan proses pembelajaran tidak ada perbedaan signifikan. Namun kelompok eksperimen mempunyai perbedaan signifikan dimana kelompok PBL lebih baik dalam hal kepuasan untuk pembelajaran motivasi diri dan berpikir kritis, dan stimulasi intelektual (Lin, et al, 2010). Beberapa penelitian tentang pembelajaran berpusat pada mahasiswa, khususnya dengan penerapan PBL melaporkan perbedaan tingkat kepuasan mahasiswa dengan PBL dan mahasiswa dengan pendekatan tradisional. Persepsi mahasiswa PBL terhadap lingkungan pembelajaran meliputi suasana

6 13 pembelajaran, hubungan interpersonal (antara mahasiswa dengan mahasiswa, dan mahasiswa dengan dosen) lebih baik (Rideout, 2001). Kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran PBL dievaluasi dari persepsi tentang peran pendidik dalam proses pembelajaran, persepsi tentang hasil akademik dari program pembelajaran (Rideout et al, 2002); persepsi tetang proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006); persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang hubungan interpersonal (lingkungan sosial) (Rideout, 2001). Kepuasan Mahasiswa Problem based-learning Kepuasan terhadap pembelajaran Kepuasan terhadap pendidik Kepuasan diri terhadap akademik Kepuasan terhadap suasana belajar Kepuasan diri terhadap lingkungan sosial Gambar 2.1. Pengaruh PBL terhadap kepuasan mahasiswa 4. Kemampuan berpikir kritis Tiwari et al (2006) melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan dampak PBL dengan pembelajaran konvensional dalam perkembangan berpikir kritis mahasiswa. Alat ukur yang digunakan adalah The California Critical Thinking Disposition Inventory (CCTDI) yang menggunakan skala Likert dalam 7 subskala yaitu mencari kebenaran, pemikiran terbuka, kemampuan analisis, sistematis, kepercayaan diri dalam berpikir kritis, rasa ingin tahu dan kematangan kognitif. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan signifikan dimana mahasiswa dengan pembelajaran berbasis masalah lebih baik dalam

7 14 pengukuran keseluruhan sub skala dalam kemampuan berpikir kritis, mencari kebenaran, kemampuan analisis, dan kepercayaan diri dalam berpikir kritis. Yuan, Kunaviktikul, Klunklin, Williams (2008) melakukan penelitian untuk menguji dampak PBL terhadap kemampuan berpikir kritis dari 46 mahasiswa keperawatan tahun kedua di Republik Rakyat Cina. Instrumen yang digunakan adalah The California Critical Thinking Skills Test For A (CCST-A) meliputi 5 sub skala yaitu kemampuan analisis, evaluasi, kemampuan menyimpulkan, deduksi dan induksi. Hasil penelitian tentang kemampuan berpikir kritis mahasiswa, didapatkan tidak ada perbedaan signifikan ketika pretest, namun ada perbedaan signifikan dari hasil post test, dimana mahasiswa dengan PBL lebih baik peningkatannya dalam keseluruhan kemampuan berpikir kritis, kemampuan analisa, dan induksi. 5. Efektifitas proses PBL Yuan, et al (2008) melakukan analisis kualitatif terhadap respon mahasiswa terhadap PBL adalah 91,30% mahasiswa menganggap bahwa PBL memfasilitasi mereka untuk berbagi pendapat dengan mahasiswa lain, menganalisa situasi dengan cara berbeda dan berpikir lebih banyak kemungkinan untuk menyelesaikan masalah. Manfaat yang disampaikan mahasiswa adalah PBL memotivasi untuk belajar, meningkatkan pemecahan masalah, mengembangkan komunikasi efektif, mengembangkan kolaborasi efektif dalam kelompok, meningkatkan kemampuan belajar mandiri, dan manfaat dalam aspek sosial dan emosional.

8 15 Siu, Laschinger, Vingilis (2005) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan persepsi tentang pemberdayaan mahasiswa keperawatan pada program PBL dan konvensional. Pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner untuk mengukur variabel pemberdayaan struktural, pemberdayaan psikologis, pemberdayaan global, pemaparan strategi belajar mengajar, kemampuan pemecahan masalah klinis. Hasil penelitian perbedaan signifikan dalam pemberdayaan psikologis mahasiswa PBL, khususnya keyakinan mereka bahwa lingkungan belajar memungkinkan mereka mempunyai otonomi yang lebih baik dan mereka merasakan efek dari belajar pada sesama mahasiswa. Mahasiswa PBL juga melaporkan lebih signifikan terpapar dengan pembelajaran kelompok kecil, bekerja dengan mandiri, interaksi dengan pengajar sebagai fasilitator bukan hanya sebagai penyedia informasi, dan lebih sedikit untuk kuliah dalam bentuk ceramah dibandingkan dengan program konvensional. Mahasiswa PBL juga memiliki signifikan yang lebih baik dalam kemampuan pemecahan masalah klinis. 6. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan fasilitator Mohamad, Suhaimi, Das, Salam et al (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi ketrampilan fasilitator dalam melakukan PBL. Dari hasil penyebaran kuesioner terbuka pada mahasiswa, didapatkan mahasiswa menilai fasilitator memahami proses PBL dan menyediakan waktu yang cukup untuk pembelajaran. Tiga pernyataan dalam kuesioner yang ditujukan menilai sikap fasilitator terhadap siswa dan belajar mereka, menghadiri sesi seperti yang direncanakan dan memberikan umpan balik kepada siswa pada akhir sesi PBL,

9 16 fasilitator menunjukkan ketertarikan pada siswa dan pembelajaran mereka. Menjelang akhir sesi PBL, 92,5% dari siswa setuju bahwa fasilitator memberikan umpan balik kepada para siswa, 7,7% dari siswa tidak setuju bahwa fasilitator memberikan umpan balik kepada mereka. Chng, Yew, Schmidt (2011) melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui pengaruh peran tutor dalam PBL tehadap proses pembelajaran dan prestasi mahasiswa. Ada 3 peran tutor yang diukur dalam penelitian ini yaitu kesesuaian sosial, kesesuaian kognitif dan keahlian dalam materi yang dibawakan. Dari ketiga peran, pengaruh signifikan pada prestasi belajar mahsiswa didapat dari kesesuaian sosial. Dampak negatif dari penerapan PBL juga dilaporkan dalam beberapa penelitian. Hasil penelitian Yuan et al (2006) ada sebagian kecil yang melaporkan aspek negatif dari PBL dimana sedikit informasi ilmu yang bisa didapatkan dari text book, menghabiskan banyak waktu, stress dan memberikan beban kerja yang lebih berat kepada mahasiswa. Smith & Coleman (2008) juga melaporkan adanya dampak negatif dari PBL yaitu membutuhkan lebih lama tentang strategi pembelajaran, dan harapan pembelajaran yang tidak sesuai Persiapan Penerapan PBL Gibbon dalam Glen & Wilkie (2000) menyatakan PBL merupakan salah satu metode belajar mengajar, dan harus memenuhi beberapa persyaratan yang dibutuhkan. Sejumlah persiapan harus dilakukan dalam menerapkan PBL antara lain pengembangan staf, paket pembelajaran, penilaian dan strategi evaluasi.

10 17 1. Pengembangan staf Pengembangan staf adalah isu yang penting dalam setiap inovasi baru. Strategi untuk pengembangan staf membutuhkan banyak waktu, kontak dengan kolega di universitas lain dan mengadakan kerja sama untuk dibimbing dalam penerapan PBL, mengadakan seminar, mempresentasikan pada staf tentang PBL dan mendiskusikan bagaimana metode ini dapat diterapkan, dan penekanan bahwa penerapan inovasi harus dilakukan bersama-sama. Diskusi dengan kolega dan melakukan kunjungan juga memberikan keuntungan, kesempatan untuk duduk bersama dalam kelompok ketika proses pembelajaran berjalan. Strategi yang spesifik untuk strategi pengembangan staf adalah fokus pada fasilitator dan memberikan informasi dan mempersiapkan staf klinikal, dan pengembangan materi pembelajaran. 2. Paket pembelajaran Paket pembelajaran dipersiapkan di awal proses PBL dan digunakan sebagai fasilitas untuk memungkinkan mahasiswa belajar. Paket didasarkan pada kondisi pasien yang sebenarnya, dengan dukungan dari literatur. Ini hanya memungkinkan jika ada data pribadi yang sebenarnya, dengan catatan klinis yang jelas kejadiannya, sehingga menghindari perbedaan pendapat yang mungkin terjadi. Setiap paket terdiri dari dua bagian yaitu paket untuk mahasiswa dan paket untuk fasilitator. Paket untuk mahasiswa terdiri dari informasi yang berhubungan dengan skenario, konsep, tujuan pembelajaran dari modul dan petunjuk yang mengarahkan mahasiswa dengan benar. Paket fasilitator terdiri dari data tambahan termasuk data relevan yang berhubungan dengan skenario.

11 18 3. Penilaian Dalam penerapan PBL penilaian adalah kebutuhan yang sangat penting untuk mencerminkan berjalannya proses PBL. Di awal pelaksanaan, penilaian lebih sulit dalam usaha menerapkan dan mencoba metode. Namun setelah evaluasi dari modul pertama, lebih mudah untuk melakukan penilaian. Penilaian dari tugas yang dikerjakan mahasiswa, maka judul dan struktur tugas yang dibuat selanjutnya lebih sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan dalam modul. Proses refleksi dan integrasi penelitian saat ini dan pengembangan praktek saat ini lebih terbuka. Pada awal penilaian, pemeriksaan seluruh tugas mahasiswa adalah tanggung jawab pimpinan modul. Namun hal tersebut menjadi tugas yang mustahil mengingat tanggung jawab itu harus diselesaikan dalam satu waktu, maka tanggung jawab pemeriksaan tugas mahasiswa diserahkan pada fasilitator, untuk kemudian nilai yang didapat diserahkan ke pimpinan modul. Ada dua dampak dari penilaian ini adalah : 1) Fasilitator dapat memahami dengan lebih baik pada proses pembelajaran yang berjalan dan hasil pembelajaran mahasiswa 2) Fasilitator bertanggung jawab untuk memeriksa setiap tugas dari modul yang melibatkan dirinya dalam proses pembelajaran. Ini memungkinkan penilaian kualitas yang lebih baik dan memberikan kesempatan untuk memberikan umpan balik yang berkualitas, serta memberikan gambaran yang lebih baik dari keseluruhan program.

12 19 Ketrampilan klinik juga dinilai menggunakan struktur yang objektif dari penilaian klinik. Penentuan penilaian harus melibatkan pihak instruktur klinik, dengan melakukan diskusi. Metode penilaian untuk ketrampilan klinik dipandang sebagai langkah positif untuk sejumlah alasan, yaitu : 1) Mahasiswa merasa lebih nyaman dalam suasana klinik. Mereka diuji untuk beberapa ketrampilan dasar, sehingga mahasiswa mampu bekerja dengan mandiri. 2) Instruktur klinik lebih menerima ketrampilan dasar yang dimiliki mahasiswa. Bukan berarti staf melepaskan peran mereka sebagai pengajar ketrampilan, tetapi bekerja dalam situasi yang padat dimana banyak kegiatan sementara tidak banyak yang mengerjakannya. 4. Strategi evaluasi Evaluasi adalah merupakan bagian yang penting. Setiap langkah dievaluasi, sebagai data dasar untuk perencanaan pengembangan kemampuan staf yang berkelanjutan. Paket pembelajaran dan proses PBL dievaluasi oleh mahasiswa. Evaluasi ini juga mencakup tentang fasilitator, dan informasi itu akan dikembalikan kepada fasilitator yang bersangkutan secara rahasia. Fasilitator mengevaluasi kinerja siswa dan paket pembelajaran. Segala kekurangan dicatat dan dilaporkan kembali pada bagian yang memvalidasi paket pembelajaran. Umpan balik positif juga diharapkan dari evaluasi ini. Tidak dapat dipungkiri, sejumlah besar informasi yang didapat adalah umum dan sangat berguna untuk perbaikan paket pembelajaran dan lain-lain. Namun, informasi ini perlu

13 20 disederhanakan, sehingga perlu dikembangkan startegi evaluasi yang mencegah fasilitator dan mahasiswa dari kebosanan Tahap-tahap dalam PBL Menurut Nursalam & Effendi (2008), dalam PBL mahasiswa diberikan masalah, selanjutnya secara berkelompok (disarankan kelompok kecil, 8-10 orang) mencari solusi atas permasalahan tersebut. Untuk dapat memperoleh hasil yang diharapkan, maka terdapat langkah-langkah yang dilakukan dalam metode PBL, yaitu : 1. Identifikasi masalah Mahasiswa membaca masalah yang diberikan dan mendiskusikannya. Mereka dapat terstimulus untuk mendiagnosis masalah tersebut dengan segera. Mereka harus didorong untuk berpikir lebih dalam dengan pertanyaan apa, mengapa, bagaimana, kapan dan sebagainya. 2. Eksplorasi pengetahuan yang dimiliki Klarifikasi istilah yang digunakan dalam masalah beserta maknanya. Mahasiswa datang dengan pengetahuan yang mereka miliki sebelumnya, termasuk dari pengalaman hidup. Kita tahu bahwa seseorang dapat memahami materi atau pengetahuan baru jika telah pernah tau tentang topik tersebut 3. Menetapkan hipotesis Pada tahap ini diharapkan mahasiswa dapat membangun hipotesis dari permasalahan yang diberikan

14 21 4. Identifikasi isu-isu yang dipelajari Isu pembelajaran dapat didefenisikan sebagai pertanyaan yang tak dapat dijawab dengan pengetahuan yang masih dimiliki oleh mahasiswa. Pada tahap ini mahasiswa harus menyadari apa yang menjadi isu pembelajaran (learning issues), baik bagi kelompok maupun bagi tiap individu 5. Belajar mandiri Pada tahap ini harus jelas isu pembelajaran yang menjadi tujuan bagi tiap mahasiswa. Pada area tertentu, perlu ditentukan yang merupakan bagian dari belajar mandiri mahasiswa. Hal ini bermanfaat sebelum masuk pertemuan berikutnya. 6. Re-evaluasi dan penerapan pengetahuan baru terhadap masalah Ini adalah tahap yang paling krusial dalam proses PBL, yaitu saat mahasiswa berkumpul kembali setelah membahas isu pembelajaran pada tahap sebelumnya. Pada tahap inilah ilmu atau pengetahuan yang baru diterapkan pada permasalahan yang diberikan di awal. Penelitian di bidang pendidikan mengungkapkan bahwa jika bekerja dengan informasi baru dengan mempertanyakannya, menerapkannya pada situasi yang berbeda dapat membantu merangsang pembelajaran pada masa mendatang 7. Pengkajian dan refleksi Sebelum proses pembelajaran selesai, mahasiswa sebaiknya mendapat kesempatan untuk berefleksi mengenai proses pembelajaran yang terjadi. Hal ini termasuk melakukan review terhadap pembelajaran yang telah diraih, sekaligus

15 22 kesempatan bagi kelompok untuk memberikan umpan balik mengenai proses yang telah berlangsung Penulisan Skenario Dalam PBL PBL bisa berhasil jika skenario yang digunakan berkualitas tinggi. Menurut Dolman dkk (1997) dalam Nursalam & Effendi (2008), ada beberapa langkah yang bisa digunakan dalam membuat skenario yang efektif, yaitu : 1. Tujuan pembelajaran yang dicapai oleh mahasiswa setelah mereka mempelajari skenario seharusnya konsisten dengan tujuan pembelajaran dari fakultas 2. Masalah yang diberikan seharusnya sesuai dengan tahapan kurikulum dan tingkat pemahaman mahasiswa 3. Skenario menarik bagi mahasiswa atau relevan dengan praktik di masa mendatang 4. Ilmu-ilmu dasar harus dimasukkan dalam konteks skenario klinik untuk mendorong integrasi pengetahuan 5. Skenario seharusnya mengandung petunjuk guna memberi stimulus diskusi dan memotivasi mahasiswa untuk mencari penjelasan dari isu-isu yang dipresentasikan 6. Masalah seharusnya benar-benar terbuka sehingga diskusi tidak berhenti di tengah jalan 7. Skenario seharusnya mendorong partisipasi mahasiswa dalam mencari informasi dari berbagai refrensi

16 Peran Partisipan Dalam PBL Tiap-tiap elemen dalam PBL memiliki peran spesifik sebagai berikut 1. Sebagai narasumber Peran narasumber dalam proses pembelajaran PBL adalah menyusun kasus pemicu, sebagai sumber pembelajaran untuk informasi yang tidak ditemukan dalam sumber pembelajaran lain, melakukan evaluasi hasil pembelajaran 2. Sebagai tutor/fasilitator Secara umum peran fasilitator adalah memantau dan memastikan kelancaran serta melakukan evaluasi terhadap efektifitas belajar kelompok. Secara lebih rinci peran fasilitator adalah : 1) Pada pertemuan pertama, mengatur kelompok dan menciptakan suasana yang nyaman 2) Memastikan bahwa sebelum proses pembelajaran dimulai setiap kelompok telah memiliki seorang anggota yang bertugas membaca materi dengan suara dikeraskan. Sementara itu yang lain mendengarkan dan ada seorang anggota yang mencatat informasi yang penting sepanjang perjalanan diskusi 3) Memberikan materi atau informasi pada saat yang tepat, sesuai dengan perkembangan kelompok 4) Memastikan bahwa setiap sesi diskusi kelompok diakhiri dengan self evaluation

17 24 5) Menjaga agar kelompok terus memusatkan perhatian pada pencapaian tujuan 6) Memantau jalannya diskusi dan membuat catatan tentang berbagai masalah yang muncul dalam proses belajar, serta menjaga agar proses belajar terus berlangsung, sehingga tidak ada proses belajar yang terlewati atau terabaikan dan fase dilakukan dalam urutan yang tepat 7) Menjaga motivasi mahasiswa dengan mempertahankan unsur tantangan dalam penyelesaian tugas 8) Memberikan pengarahan agar dapat membantu mahasiswa keluar dari kesulitannya 9) Membimbing proses belajar mahasiswa dengan mengajukan pertanyaan yang tepat pada saat yang tepat. Pertanyaan ini hendaknya merupakan pertanyaan terbuka yang mendorong mereka mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang berbagai konsep, ide, penjelasan dan sudut pandang 10) Mengevaluasi penerapan PBL yang dilakukan 3. Sebagai ketua kelompok Peran sebagai ketua kelompok adalah memimpin kelompok melalui proses, memotivasi anggota untuk berpartisipasi, mempertahankan kedinamisan kelompok, memastikan sesuai waktu yang telah ditetapkan, memastikan kelompok mengerjakan tugas yang ditentukan, dan memastikan notulen dapat mengikuti dan membuat catatan yang akurat

18 25 4. Sebagai anggota kelompok Peran sebagai anggota kelompok adalah mengikuti langkah-langkah yang ditetapkan, berpartisipasi dalam diskusi, mendengarkan dan menghargai pendapat teman, memberikan pertanyaan terbuka, menganalisis semua tujuan pembelajaran, dan berbagi informasi dengan yang lain untuk mencari penyelesaian masalah 2.3. Teacher Centered Learning Pengertian Metode konvensional atau juga disebut metode tradisional, biasanya diberikan dengan metode ceramah adalah merupakan pembelajaran teacher centered learning (TCL). Kurdi (2009) berpendapat bahwa TCL yaitu sistem pembelajaran yang bersifat satu arah, dimana pemberian materi oleh dosen yang menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan menjadi satusatunya sumber ilmu sehingga mahasiswa tidak berperan aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Usman (2004) dalam Siddik (2012) metode ceramah adalah suatu cara penyampaian bahan secara lisan oleh pengajar di depan kelas. Peran seorang murid adalah sebagai penerima pesan, mendengarkan, memperhatikan, dan mencatat keterangan-keterangan yang disampaikan. Metode ini layak digunakan bila pesan yang disampaikan berupa informasi, jumlah siswa terlalu banyak, dan pengajar adalah seorang pembicara yang baik.

19 26 Menurut Hadi (2007) pada sistem pembelajaran model TCL, dosen lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajardengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini berarti memberikan informasi satu arah karena yang ingin dicapai adalah bagaimana dosen bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan Strategi Pembelajaran Strategi yang digunakan dalam pendekatan pembelajaran TCL terdiri dari 6 strategi, dibawah ini 6 strategi yang digunakan (Santrock, 2007), yaitu : 1. Mengorientasikan Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, dosen haruslah menyusun kerangka pelajaran dan orientasi ke materi baru tersebut, dengan cara review aktivitas sehari sebelumnya, diskusikan sasaran pelajaran, memberikan instruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan, dan memberi ulasan atas pelajaran pada hari tersebut. 2. Pengajaran, penjelasan dan demonstrasi Pengajaran dengan paparan/ceramah (lecturing), penjelasan dan demostrasi, dosen lebih banyak menghabiskan waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan materi baru.

20 27 3. Pertanyaan dan Diskusi Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan teacher centered. Dalam menggunakan strategi ini penting untuk merespons setiap kebutuhan pembelajaran mahasiswa sembari menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga, penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari mempertahankan semangat belajar. 4. Mastery Learning Pembelajaran satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang lebih sulit. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam meningkatkan waktu yang dihabiskan mahasiswa untuk mempelajari suatu tugas. Program mastery learning yang rapi untuk remedial reading akan membuat mahasiswa dapat melangkah maju berdasarkan keahlian mereka, motivasi mereka, dan waktu mereka. 5. Seatwork Semua mahasiswa untuk belajar sendiri-sendiri dibangku mereka. Beberapa dosen menggunakan strategi ini setiap hari, namun ada juga yang jarang menggunakan strategi ini. 6. Homework Memberikan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan mahasiswa. Penelitian menemukan bahwa pekerjaan rumah memberi efek lebih positif jika didistribusikan selama periode waktu tertentu, ketimbang diberikan sekaligus dalam satu waktu

21 Keunggulan dan Kelemahan Metode Konvensional Metode konvensional dalam pembelajaran sama dengan metode lain yang memiliki keunggulan dan kekurangan. Menurut Usman (2004) dalam Siddik (2012) keunggulan metode ini adalah penggunaan waktu yang efisien dan pesan yang disampaikan dapat sebanyak-banyaknya, pengorganisasian kelas lebih sederhana, dapat memberikan motivasi terhadap siswa dalam belajar, fleksibel dalam penggunaan waktu dan bahan. Kelemahan metode ini adalah pengajar seringkali mengalami kesulitan dalam mengukur pemahaman siswa, siswa cenderung bersifat pasif dan sering keliru dalam menyimpulkan penjelasan guru, menimbulkan rasa pemaksaan pada siswa, cenderung membosankan dan perhatian siswa berkurang Kepuasan Mahasiswa Pengertian Kepuasan siswa adalah sikap individu siswa yang memperlihatkan rasa senang atas pelayanan proses belajar mengajar karena adanya kesesuaian antara apa yang diharapkan dari pelayanan tersebut dibandingkan dengan kenyataan yang diterimanya, dengan menggunakan indikator mutu pelayanan yaitu keandalan, daya tanggap, kepastian, empati dan berwujud (Sopiatin, 2010). Menurut Zeithaml dalam Palli & Mamilla (2012) kepuasan adalah hasil yang diraihkan oleh institusi pendidikan yang sama baiknya dengan standar kinerja sistem pendidikan. Para siswa akan lebih puas dan termotivasi untuk menyelesaikan studi mereka jika lembaga menyediakan lingkungan yang

22 29 memfasilitasi pembelajaran yaitu menyediakan infrastruktur yang tepat untuk kepentingan pendidikan yang dibuat sesuai dengan parameter tertentu untuk mempromosikan pengembangan akademik. Menurut Elliot & Shin dalam Gruber et al (2010) kepuasan mahasiswa adalah pernyataan menyenangkan sebagai hasil evaluasi subyektif mahasiswa terhadap hasil dan pengalaman yang berhubungan dengan pendidikan. Kepuasan mahasiswa dibentuk secara terus menerus dari pengalaman berulang dalam kehidupan kampus. Mutu pelayanan dan kepuasan adalah konsep dasar yang berbeda, mutu merupakan sikap umum sedangkan kepuasan berhubungan dengan transaksi tertentu. Namun dalam literatur pendidikan tinggi didapatkan bahwa mutu pelayanan yang dirasakan mahasiswa adalah merupakan pendahuluan untuk kepuasan mahasiswa Indikator Kepuasan Menurut Palli & Mamilla (2012) kepuasan mahasiswa terhadap mutu pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor penilaian eksternal (kebijakan pendidikan pemerintah, kesempatan kerja, budaya, sosial ekonomi dan politik), dan faktor penilaian internal (visi universitas, pegawai di kampus, jenis pilihan jurusan, penyelenggara pendidikan yang kompeten, dan kemampuan pembelajaran di fakultas). Kedua faktor tersebut merupakan atribut dimensi mutu pelayanan.

23 30 Goverment Policies University Vision Courses Offered Faculty Eksternal Factors Evaluation Student Satisfaction Internal Factors Evaluation Service Quality Dimensions Gambar 2.2. Model Konseptual Hubungan Mutu Pelayanan dengan Opini Mahasiswa di Universitas Lee, Yoon, Kim & Sohn (2007) dalam penelitiannya yang mengukur kepuasan mahasiswa dalam dua aspek, yaitu nilai P dan nilai M. Nilai P adalah nilai personality (kepribadian) yang mengukur tanggung jawab moral, kreativitas, semangat dalam menghadapi tantangan, kepribadian, kemampuan komunikasi, dan kepemimpinan. Nilai M adalah nilai major yang mengukur nilai utama, praktik di lapangan, kemampuan analisa, kemampuan memecahkan masalah, bahasa asing dan pola pikir global dan kemampuan tehnologi informasi. Kepuasan mahasiswa dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kebijakan universitas.

24 31 Financial Support Policies Scholarship Support Policies University Lecture Policies P - Score Education Special Favor Policies for Educational Support Policies M - Score Goverment Policies University Policies Satisfaction Level Gambar 2.3. Model Konseptual SEM (A Structural Equation Model) Kebijakan pemerintah terdiri dari kebijakan dukungan keuangan dari pemerintah (dukungan universitas, dana penelitian, sistem reward dan insentif), kebijakan beasiswa dari pemerintah (beasiswa universitas, beasiswa luar negeri, dan beasiswa bagi mahasiswi), kebijakan pendidikan (kebijakan penerimaan mahasiswa universitas, mata pelajaran substantif, dukungan universitas terhadap industri lokal), dan kebijakan pemerintah khusus untuk bakat dan kemampuan ilmiah (kebijakan dinas militer, dukungan pengembangan ilmu di SMU, posisi pemerintah). Kebijakan universitas terdiri dari kebijakan pembelajaran universitas (program pembelajaran, pembelajaran elektif, kurikulum beragam), dan kebijakan dukungan pendidikan universitas (pengalaman pembelajaran lapangan, konseling profesional, tutor atau asisten pembelajaran, jumlah profesor, fasilitas komputer, ruang laboratorium, informasi kerja,

25 32 pembelajaran kelompok kecil, interaksi dengan mahasiswa senior, gambaran ilmu yang diberikan. Gruber et al (2010) dalam penelitiannya tentang penilaian kepuasan mahasiswa tentang pelayanan yang ditawarkan pendidikan tinggi, terdapat 10 dimensi yang signifikan berhubungan dengan kepuasan mahasiswa, yaitu relevansi pengajaran di kelas dan praktek, lokasi sekolah, dosen, bangunan universitas, dukungan dari dosen, penyediaan informasi, pelajaran, reputasi universitas, ruang kelas, dan jumlah semester. Kepuasan mahasiswa bukan hanya dipengaruhi oleh persepsi kualitas pelayanan tapi juga oleh faktor pribadi, faktor situasional dan faktor harga. Relevance of teaching t ti School Placement Personal Lecturers University Building Support from lecturers The presentation of Courses Reputation of the Lecture theatres Number of semesters sfaction with the Sati Price (tution Situational Gambar 2.4. Model Konseptual Kepuasan Mahasiswa terhadap Pelayanan Pendidikan Tinggi

26 33 Sopiatin (2010) menjelaskan lima faktor yang dapat menentukan mutu pelayanan dalam dunia pendidikan, yaitu : 1. Keandalan Keandalan berhubungan dengan kemampuan pengajar dalam memberikan pelayanan proses pembelajaran mengajar yang bermutu, konsisten, serta pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan harapan mahasiswa. Pelayanan proses belajar mengajar yang bermutu ditandai dengan pembuatan perencanaan untuk proses belajar mengajar, pelaksanaan proses belajar mengajar dimulai dan diakhiri tepat waktu, pendidik menguasai materi pelajaran yang disampaikan sehingga siswa mudah untuk memahaminya, pendidik menggunakan variasi metode pengajaran, dapat menggunakan media pembelajaran yang tersedia, dan dapat memotivasi peserta didik untuk belajar. 2. Daya Tanggap Daya tanggap adalah kesediaan personil pendidikan untuk mendengar dan mengatasi keluhan peserta didik yang berhubungan dengan masalah proses belajar mengajar dan masalah pribadi yang mengganggu proses pembelajaran. Proses belajar mengajar adalah merupakan inti dari pendidikan yang menghantarkan keberhasilan peserta didik dalam belajar. Dalam kegiatan ini tentunya banyak rintangan serta permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik, baik mengenai metode pembelajaran, media belajar, hasil evaluasi, maupun fasilitas-fasilitas lainnya yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Disamping itu juga permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik yang berkenaan dengan masalah

27 34 kesulitan belajar, hubungan interpersonal antar peserta didik dan hubungan peserta didik dan personil pendidikan. 3. Kepastian Kepastian pengertiannya adalah keadaan yang pasti. Peserta didik memilih institusi pendidikan sebagai tempat untuk belajar dan mengembangkan potensi yang dimilikinya berdasarkan pada informasi, baik dari institusi pendidikan maupun dari orang lain, berdasarkan persepsi diri terhadap institusi pendidikan tersebut. Dengan demikian rasa puas peserta didik atas pelayanan yang diberikan dapat ditentukan oleh apakah layanan yang diberikan sesuai dengan informasi yang telah diterima. Dalam upaya memberikan kepastian atas layanan institusi pendidikan kepada peserta didik tidak dapat terlepas dari kemampuan personil sekolah, terutama staf pengajar, untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji institusi pendidikan terhadap peserta didik. 4. Empati Empati dalam pemahaman psikologi adalah keadaan mental yang membuat seseorang merasa dirinya berada pada keadaan perasaan orang lain. Empati terjadi dalam hubungan manusia dengan manusia. Menurut Goleman dalam Sopiatin (2010) empati mempersyaratkan beberapa kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap individu. Kemampuan tersebut adalah membaca emosi orang lain, mengindera sekaligus menanggapi kebutuhan atau perasaan orang lain, serta menghayati masalah-masalah atau kebutuhan yang tersirat dibalik perasaan orang lain. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan empati yang dapat menimbulkan

28 35 kepuasan peserta didik bila personil pendidikan dapat memahami peserta didik dengan cara mengindera perasaan dan kepentingan peserta didik, berorientasi melayani meliputi mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, kegiatan yang mengembangkan potensi dan kemampuan peserta didik. 5. Berwujud Berwujud dalam dunia pendidikan berhubungan dengan aspek fisik institusi pendidikan yang diperlukan untuk menunjang proses belajar mengajar, meliputi : bangunan, kebersihan lingkungan, laboratorium, perpustakaan, dan fasilitas lainnya. Menurut Dennison & El-Masri (2012) ada empat subskala yang digunakan untuk mengukur kepuasan mahasiswa, yaitu kepuasan terhadap pengajaran di kelas, kepuasan terhadap pengajaran klinis, kepuasan terhadap program pembelajaran dan kepuasan terhadap sistem pendukung dan sumber daya manusia. Roff & McAleer (1997) mengembangkan Dundee Ready Educational Environmet Survey (DREEM), untuk mengukur iklim pembelajaran sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan yang berkelanjutan dan inovatif. DREEM memiliki 5 sub skala pengukuran yaitu persepsi tentang proses pembelajaran, persepsi tentang pendidik, persepdi diri tentang akademik, persepsi tentang suasana belajar, dan persepsi tentang lingkungan sosial.

29 Kerangka Konsep Penelitian Kepuasan mahasiswa adalah pernyataan menyenangkan mahasiswa yang didapat dari hasil dan pengalaman yang berhubungan dengan penyelenggaraan institusi pendidikan yang sama baiknya dengan standar kinerja sistem pendidikan. Menurut Palli & Mamilla (2012) indikator kepuasan mahasiswa meliputi faktor penilaian eksternal yang berkaitan dengan peran pemerintah dalam proses dan hasil lulusan dari pendidikan, dan faktor penilaian internal yang merupakan penyelenggaraan program pendidikan. Sejalan dengan Lee et al (2007) yang menyatakan bahwa kepuasan mahasiswa dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dan kebijakan universitas. Gruber et al (2010) menyatakan bahwa kepuasan mahasiswa secara garis besar dipengaruhi oleh fasilitas infrastruktur universitas, peran dosen, program pembelajaran, relevansi perkuliahan dengan praktik lapangan, reputasi universitas dan informasi yang disajikan. Dari tinjauan konsep yang tersaji, salah satu yang mempengaruhi kepuasan mahasiswa adalah kebijakan universitas yang mengatur penyelenggaraan pendidikan salah satunya adalah metode pembelajaran, dan metode pembelajaran yang dibahas dalam penelitian ini yaitu metode PBL dan metode konvensional. Kepuasan mahasiswa dalam pembelajaran PBL dievaluasi dari persepsi tentang peran pendidik dalam proses pembelajaran, persepsi tentang hasil akademik dari program pembelajaran (Rideout et al, 2002); persepsi tetang proses pembelajaran (Tiwari et al, 2006); persepsi tentang suasana pembelajaran, persepsi tentang hubungan interpersonal (lingkungan sosial) (Rideout, 2001). Roff & McAleer (1997) mengukur kepuasan mahasiswa akan lingkungan

30 37 pembelajaran melalui kepuasan tentang proses pembelajaran, kepuasan tentang pendidik, kepuasan tentang persepsi akademik, kepuasan tentang suasana belajar, dan kepuasan tentang lingkungan sosial. Populasi dengan PBL Populasi dengan Metode Konvensional Kepuasan Mahasiswa Kepuasan Mahasiswa Kepuasan tentang pembelajaran Kepuasan tentang pendidik Kepuasan tentang persepsi akademik Kepuasan tentang suasana belajar Kepuasan tentang lingkungan sosial Kepuasan tentang pembelajaran Kepuasan tentang pendidik Kepuasan tentang persepsi akademik Kepuasan tentang suasana belajar Kepuasan tentang lingkungan sosial Gambar 2.5. Kerangka Konsep

BAB 1 PENDAHULUAN. Problem based learning (PBL) adalah metode belajar mengajar aktif yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Problem based learning (PBL) adalah metode belajar mengajar aktif yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Problem based learning (PBL) adalah metode belajar mengajar aktif yang telah digunakan oleh pendidik selama lebih dari 50 tahun. Pembelajaran berbasis masalah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawat merupakan suatu profesi dimana seorang petugas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawat merupakan suatu profesi dimana seorang petugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat merupakan suatu profesi dimana seorang petugas kesehatan khususnya memberikan asuhan pelayanan kepada pasien yang meliputi kebutuhan biologis, psikologis, sosiokultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi. di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir ini terjadi inovasi di dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia, yang sebelumnya pembelajaran berbasis pengajar (teacher-centered

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan

BAB I PENDAHULUAN. berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, mengupayakan agar individu dewasa tersebut mampu menemukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan upaya secara sistematis yang dilakukan pengajar untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan secara efektif dan efisien yang dimulai

Lebih terperinci

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN

PEDOMAN AKADEMIK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN BAB IV PENYELENGGARAAN PEMBELAJARAN Kegiatan pembelajaran di Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jadi, yang tinggal dipindahkan ke orang lain dengan istilah transfer of knowledge. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergeseran pembelajaran adalah pergeseran paradigma, yaitu paradigma dalam cara kita memandang pengetahuan, paradigma belajar dan pembelajaran itu sendiri. Paradigma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa keperawatan. Hal ini sesuai dengan Brinkley et al., (2010)

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa keperawatan. Hal ini sesuai dengan Brinkley et al., (2010) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan berpikir kritis merupakan hal yang penting pada mahasiswa keperawatan. Hal ini sesuai dengan Brinkley et al., (2010) yang mengungkapkan bahwa kemampuan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kehidupan di abad XXI menghendaki dilakukannya perubahan pendidikan tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan masyarakat lokal ke masyarakat

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDEKATAN SCL

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDEKATAN SCL MATERI 4 STRATEGI PEMBELAJARAN PENDEKATAN SCL (STUDENT CENTERED LEARNING) Susbstansi: 1. TCL vs SCL 2. Ragam Pembelajaran SCL 3. Kemampuan yg diperoleh Mhs menurut model 4. Apa yg hrs dilakukan oleh: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi diharapkan proses pemahaman akan menjadi lebih berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi diharapkan proses pemahaman akan menjadi lebih berkembang dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan era globalisasi membuat setiap orang harus mampu untuk bersaing sesuai kompetensi yang dimiliki. Upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) tertuju pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada era global

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada era global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada era global saat ini, menuntut perguruan tinggi untuk menyesuaikan tuntutan dunia kerja, alasan ini dikembangkan

Lebih terperinci

VALIDASI MODEL KOMPETENSI DOSEN STUDENT CENTERED LEARNING. Wahyu Widhiarso. Disampaikan pada seminar hasil penelitian

VALIDASI MODEL KOMPETENSI DOSEN STUDENT CENTERED LEARNING. Wahyu Widhiarso. Disampaikan pada seminar hasil penelitian VALIDASI MODEL KOMPETENSI DOSEN DALAM PEMBELAJARAN BERBASIS STUDENT CENTERED LEARNING Wahyu Widhiarso Disampaikan pada seminar hasil penelitian LPPM UGM Latar Belakang Permasalahan Pembelajaran di UGM

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Penelitian Penelitian ini dilakukan di STIKES Surya Global, pada mahasiswa semester 6 pada tanggal 18-19 Mei 2016. Jumlah sample dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen waktu dapat dilakukan dengan metode Problem Based. pendekatan SCL adalah metode pembelajaran dengan Problem Based

BAB I PENDAHULUAN. manajemen waktu dapat dilakukan dengan metode Problem Based. pendekatan SCL adalah metode pembelajaran dengan Problem Based BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Student center learning (SCL) atau pembelajaran yang berfokus pada peserta didik merupakan model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses

Lebih terperinci

21/04/2006 Draft MODUL TEACHING LEARNING

21/04/2006 Draft MODUL TEACHING LEARNING PERUBAHAN PEMBELAJARAN DARI TEACHER CENTERED LEARNING MENJADI STUDENT CENTERED LEARNING MENGAPA HARUS MELAKUKAN PERUBAHAN PEMBELAJARAN? APAKAH DENGAN SISTIM PEMBELAJARAN YANG BIASA DILAKUKAN SUDAH DIANGGAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu hal yang penting bagi setiap manusia. Melalui pendidikan seseorang dapat belajar mengenai banyak hal, mulai dari hal yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dikti (2007), materi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dikti (2007), materi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dikti (2007), materi pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia saat ini umumnya disusun tidak mengikuti taksonomi dimensi pengetahuan yang akan dicapai

Lebih terperinci

yahoo.com

yahoo.com endrotomoits@ yahoo.com endrop3ai@ its.ac.id endrotomoits@yahoo.com endrotomoits@yahoo.com endrotomoits@yahoo.com KEMAMPUAN APA YANG BISA DIHASILKAN DENGAN CERAMAH/ KULIAH Mendengarkan Mencatat yang ia

Lebih terperinci

MATERI 2. copyright: dit.akademik.ditjen dikti

MATERI 2. copyright: dit.akademik.ditjen dikti MATERI 2 MEMILIH METODE PEMAN PROGRAM OUTCOMES MACAM METODE KOMPETENSI (contoh) KULIAH SEMINAR / DISKUSI / PRESENTASI PRAKTIKUM / STUDI LAPANGAN Computer Aided MANDIRI Kemampuan komunikasi? Penguasaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar di perguruan tinggi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Kurikulum Menurut Kepmendiknas No. 232/U/2000 kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurikulum Problem-Based Learning (PBL) diperkenalkan pertama kali di Fakultas Kedokteran Universitas McMaster Kanada pada tahun 1969, selanjutnya banyak fakultas

Lebih terperinci

: Indrayanti, S.Kep; Ns. : STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta : drg. Gilang Yubiliana

: Indrayanti, S.Kep; Ns. : STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta : drg. Gilang Yubiliana Nama Institusi Tugas : Indrayanti, S.Kep; Ns. : STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta : drg. Gilang Yubiliana Selasa, 5 Juli 2011 Kegiatan : Pertemuan di BAA dengan dr. Gilang Yubiliana Pertemuan dengan dr.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian persepsi Persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan seseorang melihat, mendengar merasakan, memberi,

Lebih terperinci

Model pembelajaran dengan pendekatan SCL

Model pembelajaran dengan pendekatan SCL Modul 6 Model pembelajaran dengan pendekatan SCL 1. Small Group Discussion 2. Role-Play & Simulation 3. Case Study 4. Discovery (DL) 5. Self-Directed (SDL) 6. Cooperative (CL) 7. Collaborative (CbL) 8.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. quality teaching and learning (Halpern, 1997 dalam Supratiknya & Kristiyani,

BAB 1 PENDAHULUAN. quality teaching and learning (Halpern, 1997 dalam Supratiknya & Kristiyani, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pembelajaran merupakan salah satu kegiatan pokok setiap perguruan tinggi. Di lingkungan perguruan tinggi di berbagai negara marak gerakan ke arah quality teaching and

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Belajar merupakan suatu proses kegiatan untuk memperoleh perubahan dengan tujuan, dimana setiap manusia memiliki cara yang berbeda. Kesulitan belajar yang dihadapi mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan, dari, dan tentang satu sama lain untuk meningkatkan kolaborasi 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interprofessional Education (IPE) 1. Definisi IPE Menurut the Center for the Advancement of Interprofessional Education (CAIPE, 1997), IPE adalah dua atau lebih profesi belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Metode pendidikan di perguruan tinggi mulai mengalami pergeseran dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Metode pendidikan di perguruan tinggi mulai mengalami pergeseran dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Metode pendidikan di perguruan tinggi mulai mengalami pergeseran dari TCL (Teacher Centered Learning) ke SCL (Student Centered Learning) dikarenakan a) persaingan yang

Lebih terperinci

MEMILIH METODE/BENTUK/MODEL PEMBELAJARAN

MEMILIH METODE/BENTUK/MODEL PEMBELAJARAN Modul 6 MEMILIH METODE/BENTUK/ PEMAN KEMAMPUAN YANG HARUS DICAPAI CERAMAH SEMINAR / DISKUSI METODE/ PEMAN PRAKTIKUM PROBLEM BASE LEARNING PROJECT BASE LEARNING COLLABORATIVE LEARNING SIMULASI. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Efikasi diri 1.1 Pengertian efikasi diri Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang akan kemampuannya dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang ingin dicapai (Bandura

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep Student Center Learning (SCL) a. Pengertian Metode pembelajaran student center learning (SCL) merupakan metode pembelajaran yang memfokuskan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan global akan mutu lulusan pendidikan dan sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan global akan mutu lulusan pendidikan dan sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuntutan global akan mutu lulusan pendidikan dan sistem Pendidikan Tinggi (PT) saat ini membawa konsekuensi untuk memperkuat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata kuliah Anatomi dan Fisiologi merupakan ilmu utama yang penting dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata kuliah Anatomi dan Fisiologi merupakan ilmu utama yang penting dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata kuliah Anatomi dan Fisiologi merupakan ilmu utama yang penting dan mendasar bagi calon perawat dalam pemahaman patofisiologi, penilaian klinis, dan prosedur keperawatan.

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015

KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 KURIKULUM 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2015 1 1.3c MODEL PROBLEM BASED LEARNING 2 Model Problem Based Learning 3 Definisi Problem Based Learning : model pembelajaran yang dirancang agar peserta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Matematika Istilah belajar sebenarnya telah lama dikenal. Namun sebenarnya apa belajar itu, masing-masing orang mempunyai pendapat yang tidak sama. Sebagian orang beranggapan

Lebih terperinci

KEGIATAN DOSEN MAGANG DIKTI UNPAD

KEGIATAN DOSEN MAGANG DIKTI UNPAD KEGIATAN DOSEN MAGANG DIKTI UNPAD Hari : Selasa, 5 juli 2011 pada pukul 08.00 Jam : 08.00-10.00 Oleh : drg. Gilang Yubiliana Kegiatan ini diawali dengan penjelasan dari drg. Gilang Yubiliana tentang Metode

Lebih terperinci

METODA PEMBELAJARAN STUDENT CENTRE LEARNING. yang relevan dengan kemampuan akhir yang ingin dicapai dan media pembelajaran

METODA PEMBELAJARAN STUDENT CENTRE LEARNING. yang relevan dengan kemampuan akhir yang ingin dicapai dan media pembelajaran METODA PEMBELAJARAN STUDENT CENTRE LEARNING Proses pembelajaran dilakukan berdasarkan metoda atau model pembelajaran yang relevan dengan kemampuan akhir yang ingin dicapai dan media pembelajaran atau sarana

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN Berdasarkan temuan dan analisis data yang diperoleh dari kegiatan studi pendahuluan, uji coba model, dan uji validasi model, serta pembahasan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Muhamad Nurachim, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah sebagai salah satu lembaga formal memiliki tugas dan wewenang menyelenggarakan proses pendidikan. Kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah komunikasi dalam konteks pedagogi adalah hal yang penting karena ketika proses pembelajaran berlangsung didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan kurikulum dan ilmu pendidikan (Anonim, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dokter merupakan pendidikan akademik profesional yang diselenggarakan di tingkat universitas. Pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tinggi lainnya karena

Lebih terperinci

Tim Pengembang Kurikulum DIKTI

Tim Pengembang Kurikulum DIKTI Tim Pengembang Kurikulum DIKTI Pengertian pembelajaran PENDIDIK INTERAKSI SUMBER BELAJAR PESERTA DIDIK PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA DOSEN/ GURU PEMBELAJARAN BERPUSAT PADA MAHASISWA MENGAPA HARUS STUDENT

Lebih terperinci

HUBUNGAN PRIOR KNOWLEDGE TERHADAP KEEFEKTIFAN KELOMPOK PADA METODE BELAJAR PROBLEM BASED LEARNING DI PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN STIK IMMANUEL

HUBUNGAN PRIOR KNOWLEDGE TERHADAP KEEFEKTIFAN KELOMPOK PADA METODE BELAJAR PROBLEM BASED LEARNING DI PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN STIK IMMANUEL HUBUNGAN PRIOR KNOWLEDGE TERHADAP KEEFEKTIFAN KELOMPOK PADA METODE BELAJAR PROBLEM BASED LEARNING DI PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN STIK IMMANUEL Imelda Martina GS STIK Immanuel Abstrak Keefektifan kelompok

Lebih terperinci

BAB IV. Penelitian ini menggunakan design penelitian quasi. experiment pre dan post test with control group. Penelitian ini ingin

BAB IV. Penelitian ini menggunakan design penelitian quasi. experiment pre dan post test with control group. Penelitian ini ingin BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan design penelitian quasi experiment pre dan post test with control group. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh penerapan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses memperoleh ilmu pengetahuan, baik diperoleh sendiri maupun dengan bantuan orang lain. Belajar dapat dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia efektif adalah akibatnya atau pengaruhnya. Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi sekarang ini, setiap orang dihadapkan pada berbagai macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut maka setiap

Lebih terperinci

SPESIFIKASI PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MURIA KUDUS

SPESIFIKASI PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MURIA KUDUS SPESIFIKASI PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MURIA KUDUS SPS PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA SF 1 1 Revisi : IV Tanggal : 18 Agustus 2012 Dikaji ulang oleh : Pembantu

Lebih terperinci

PENGELOLAAN METODE PEMBELAJARAN. R. Nety Rustikayanti

PENGELOLAAN METODE PEMBELAJARAN. R. Nety Rustikayanti PENGELOLAAN METODE PEMBELAJARAN R. Nety Rustikayanti ISTILAH Metode pembelajaran cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Pergeseran paradigma pendidikan kedokteran di Indonesia dari pembelajaran berpusat pada pendidik (teacher centered learning/tcl) kearah pembelajaran berpusat pada

Lebih terperinci

Contoh Pendidikan Karakter Dalam Mata Kuliah: Sikap Mental Etika Profesi

Contoh Pendidikan Karakter Dalam Mata Kuliah: Sikap Mental Etika Profesi Majelis Pendidikan Tinggi Dewan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Kopertis Wilayah V Yogyakarta, 4 April 2017 Contoh Pendidikan Karakter Dalam Mata Kuliah: Sikap Mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu tidak hanya dari dosen. Metode Pembelajaran SCL

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan ilmu tidak hanya dari dosen. Metode Pembelajaran SCL 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran TCL (Teaching Centerd learning) yang berpusat kepada dosen sudah tidak lagi sesuai dengan capaian pembelajaran mengingat perkembangan tekhnologi yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) PBL merupakan model pembelajaran yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan. 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti 70 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Nilai mahasiswa yang mengikuti PAL lebih tinggi dari yang tidak mengikuti PAL. 2. Mahasiswa yang mengikuti PAL mempunyai persepsi yang baik tentang PAL. 3.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK

BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK BAB IV ANALISIS PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SDN KARANGMLATI 1 DEMAK A. Analisis Aspek-Aspek yang Diteliti Antara Pembelajaran Tutor Sebaya dan Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Metode pembelajaran PiTBL berdampak positif terhadap nilai student

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Metode pembelajaran PiTBL berdampak positif terhadap nilai student 130 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan 1. Metode pembelajaran PiTBL berdampak positif terhadap nilai student engagement, dibuktikan dengan nilai rata-rata student engagement di tiap minggu pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua dengan pembelajaran berbasis

Lebih terperinci

BAB I. aktivitas guru sebagai pengajar. Siswa dapat dikatakan belajar dengan aktif

BAB I. aktivitas guru sebagai pengajar. Siswa dapat dikatakan belajar dengan aktif BAB I A. Latar Belakang Proses pembelajaran merupakan aktivitas peserta didik bukan aktivitas guru sebagai pengajar. Siswa dapat dikatakan belajar dengan aktif apabila mereka telah mendominasi aktivitas

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE KASUS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA

EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE KASUS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA 345 EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE KASUS MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL TERHADAP HASIL BELAJAR KIMIA SISWA SMA Woro Sumarni, Soeprodjo, Krida Puji Rahayu Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Kampus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mahasiswa dapat berbagi ide dengan kelompoknya, mengidentifikasi isuisu

TINJAUAN PUSTAKA. mahasiswa dapat berbagi ide dengan kelompoknya, mengidentifikasi isuisu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Problem Based Learning (PBL) Problem based learning (PBL) adalah cara belajar dengan kelompok kecil yang distimulasi oleh skenario atau masalah. Dari masalah tersebut mahasiswa

Lebih terperinci

PEDOMAN SINGKAT PENYUSUNAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 yang merupakan

PEDOMAN SINGKAT PENYUSUNAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 yang merupakan PEDOMAN SINGKAT PENYUSUNAN RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 yang merupakan penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, perencanaan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan globalisasi, lulusan pendidikan kedokteran diharapkan dapat berperan serta dalam Sistem Kesehatan Nasional dan mengikuti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup

II. TINJAUAN PUSTAKA. perhatian anak didik agar terpusat pada yang akan dipelajari. Sedangkan menutup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Membuka Dan Menutup Pelajaran Guru sangat memerlukan keterampilan membuka dan menutup pelajaran. Keterampilan membuka adalah perbuatan guru untuk menciptakan sikap mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan pada individu bisa dilihat dari seberapa besar perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. sebagai satu kesatuan pada jenjang pendidikan tinggi yang diselenggarakan BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. Pendidikan Kedokteran Pendidikan dokter merupakan pendidikan akademik profesional yang diselenggarakan di tingkat universitas. Pendidikan kedokteran adalah pendidikan formal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi pembelajaran merupakan pertimbangan utama sekolah kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi pembelajaran merupakan pertimbangan utama sekolah kedokteran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi pembelajaran merupakan pertimbangan utama sekolah kedokteran untuk melakukan pembaharuan dan memajukan kualitas sebagai institusi pendidikan dengan memberikan

Lebih terperinci

Kerangka Kompetensi Kepemimpinan Klinik

Kerangka Kompetensi Kepemimpinan Klinik Kerangka Kompetensi Kepemimpinan Klinik The Medical Leadership Competency Framework (MLCF) Dibuat atas dasar konsep kepemimpinan bersama di mana kepemimpinan tidak terbatas hanya pada pemimpin saja, dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang

BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS. Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teori Pada kajian teori akan dipaparkan teori dari beberapa ahli yang berhubungan dengan variabel dalam penelitian ini. Teori-teori tersebut

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan

II. KAJIAN PUSTAKA. Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan II. KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas dalam bahasa Indonesia merujuk pada kata dasar efektif yang diartikan ada efeknya, akibatnya, pengaruhnya, kesannya, atau

Lebih terperinci

Dr. Katharina Rustipa, M.Pd.

Dr. Katharina Rustipa, M.Pd. Dr. Katharina Rustipa, M.Pd. Capaian Pembelajaran: Peserta dapat: Memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan capaian pembelajaran. Menjelaskan cara memilih metode pembelajaran Menjelaskan hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional SK No. 045/U/202. tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional SK No. 045/U/202. tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Menteri Pendidikan Nasional SK No. 045/U/202 tentang Kurikulum Pendidikan Tinggi yang berbasis kompetensi menyebabkan sistem pendidikan perguruan tinggi

Lebih terperinci

MODEL & PENDEKATAN PEMBELARAN. (A. Suherman)

MODEL & PENDEKATAN PEMBELARAN. (A. Suherman) MODEL & PENDEKATAN PEMBELARAN (A. Suherman) Model Pembelajaran Model pembelajaran merupakan pedoman bagi guru dan murid dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Joyce dan Weil (1980: 1) mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan Self-Directed Learning (SDL) merupakan salah satu karakteristik yang ada pada pembelajar orang dewasa. SDL digambarkan oleh Knowles (1975, disitasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Problem Based Learning Problem based learning adalah salah satu penerapan metode pendidikan yang berbasis pada masalah dimana mahasiswa harus memecahkan masalah secara sistematis

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure. FASILITATOR PBL (Problem Based Learning)

Standard Operating Procedure. FASILITATOR PBL (Problem Based Learning) Standard Operating Procedure FASILITATOR PBL (Problem Based Learning) PROGRAM STUDI SARJANA KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 07 0 LEMBAR IDENTIFIKASI Nama Dokumen :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Tantangan masa depan yang selalu berubah sekaligus persaingan yang semakin ketat memerlukan keluaran pendidikan yang tidak hanya terampil dalam suatu bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang

BAB I PENDAHULUAN. didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses belajar melibatkan keterampilan dan perilaku baru bagi peserta didik. Belajar tidak hanya menerima informasi dari orang lain. Belajar yang sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akan terjadi secara berkesinambungan sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akan terjadi secara berkesinambungan sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan akan terjadi secara berkesinambungan sesuai dengan perubahan peradaban. Perubahan yang terjadi harus disesuaikan dengan manusia sebagai pelaku

Lebih terperinci

Adult Learning dan Berpikir Kritis. By : Kelompok 6

Adult Learning dan Berpikir Kritis. By : Kelompok 6 Adult Learning dan Berpikir Kritis By : Kelompok 6 Anggota kelompok Wahyu Prasetyo A. (09020037) Cut Ainunin Nova (09020038) Riza Nur Azizi (09020039) Fadhiel Yudistiro (09020040) Fatimah (09020041) Erwin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Segala macam upaya dilakukan untuk perbaikan dalam pengajaran di sekolah terlebih untuk mata pelajaran fisika dewasa ini. Yang diperbaiki dan diperbaharui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai model telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai model telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada peserta didik telah diterapkan pada perguruan tinggi di dunia termasuk di Indonesia. Berbagai model telah banyak

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL

Prosiding Seminar Nasional Prodi Teknik Busana PTBB FT UNY Tahun 2005 PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DALAM MATA KULIAH PENGETAHUAN TEKSTIL Widihastuti Dosen Program Studi Teknik Busana Fakultas Teknik UNY widihastuti@uny.ac.id; twidihastutiftuny@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional Indonesia menyatakan perlunya masyarakat melaksanakan program pembangunan nasional dalam upaya terciptanya kualitas manusia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbahaya, salah satunya medical error atau kesalahnan medis. Di satu sisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini yang paling dibutuhkan dalam dunia kesehatan adalah kerja sama tim antar sesama profesi kesehatan. Keselamatan dan kualitas pelayanan kesehatan bergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada kelas VIII-A cenderung text book oriented dan teacher oriented. Hal ini terlihat dari hasil

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan BAB I LATAR BELAKANG MASALAH 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan yang sangat cepat di semua sektor kehidupan khususnya dunia kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dari kehidupan suatu bangsa karena merupakan salah satu bentuk upaya untuk meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kedokteran bertujuan untuk menghasilkan dokter yang. sebagai bekal untuk belajar sepanjang hayat (Konsil Kedokteran

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kedokteran bertujuan untuk menghasilkan dokter yang. sebagai bekal untuk belajar sepanjang hayat (Konsil Kedokteran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kedokteran merupakan suatu rangkaian pendidikan yang ditempuh untuk menjadi seorang dokter maupun dokter gigi. Pendidikan kedokteran bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keberhasilan Keberhasilan adalah hasil serangkaian keputusan kecil yang memuncak dalam sebuah tujuan besar dalam sebuah tujuan besar atau pencapaian. keberhasilan adalah lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam strategi konvensional berupa metode mengajar ceramah, pengajar memiliki dominasi tinggi di dalam kelas. Dengan metode ini, pengajar memiliki kuasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan perkembangan masyarakat dewasa ini, pendidikan banyak menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup menarik adalah

Lebih terperinci

Softskill, Kurikulum, Dosen, dan Mahasiswa. Bertalya Universitas Gunadarma

Softskill, Kurikulum, Dosen, dan Mahasiswa. Bertalya Universitas Gunadarma Softskill, Kurikulum, Dosen, dan Mahasiswa Bertalya Universitas Gunadarma TIM PROGRAM HIBAH KOMPETISI BERBASIS INSTITUSI (PHKI) BATCH 3 Universitas Gunadarma (2010 2012) Ketua Pelaksana : Dr. Asep Djuarna..

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci