TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori Pengertian dan Fungsi Keluarga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori Pengertian dan Fungsi Keluarga"

Transkripsi

1 7 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga dan Pendekatan Teori Pengertian dan Fungsi Keluarga Keluarga adalah wahana utama dan pertama bagi anggota-angotanya untuk mengembangkan potensi, mengembangkan aspek sosial dan ekonomi, serta penyemaian cinta kasih-sayang antar anggota keluarga. Pengertian keluarga menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anak. Keluarga adalah institusi yang ada dalam setiap masyarakat. Keluarga menurut U.S. Bureau of the Census (2000) diacu dalam Newman dan Grauerholz (2002) adalah dua orang atau lebih yang memiliki ikatan darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah tangga. Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1994 tentang delapan fungsi keluarga agar dapat mengembangkan potensinya dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga. Kedelapan fungsi utama keluarga tersebut adalah: 1) Fungsi keagamaan, 2) Fungsi sosial budaya, 3) Fungsi cinta kasih, 4) Fungsi melindungi, 5) Fungsi sosialisasai dan pendidikan, 6) Fungsi reproduksi. 7) Fungsi ekonomi, dan 8) Fungsi pembinaan lingkungan. Sedangkan menurut resolusi majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), fungsi utama keluarga adalah: sebagai wahana untuk mendidik, mangasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Keluarga sebagai sebuah sistem mempunyai tugas dan fungsi dalam hal menjalankan tugas-tugas, pencapaian tujuan, integrasi dan solidaritas, serta pola kesinambungan atau pemeliharaan keluarga. Keluarga, sebagai kelompok primer yang terikat oleh hubungan intim mempunyai fungsi-fungsi utama yang meliputi (Munandar 1985) : 1. Pemberian afeksi, dukungan, dan persahabatan 2. Memproduksi dan membesarkan anak 3. Meneruskan norma-norma kebudayaan, agama dan moral pada yang muda

2 8 4. Mengembangkan kepribadian 5. Membagi dan melaksanakan tuga-tugas di dalam keluarga maupun diluarnya. Keluarga inti maupun keluarga luas merupakan satu kesatuan sosial terkecil yang mempunyai fungsi sebagai berikut (Depdikbud 1995): 1. Mempersiapkan anak-anak bertingkahlaku sesuai dengan nilai dan normanorma serta aturan-aturan dalam masyarakat dimana keluarga tersebut berada (sosialisasi). 2. Mengusahakan terselenggaranya kebutuhan ekonomi rumah tangga (ekonomi), sehingga keluarga sering disebut unit produksi. 3. Melindungi anggota keluarga yang tidak produktif lagi (jompo). 4. Meneruskan keturunan (reproduksi). Menurut Guhardja et al. (1988), keluarga bertanggung jawab dalam menjaga, menumbuhkan dan mengembangkan anggota-anggotanya. Dengan demikian pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan untuk mampu bertahan, tumbuh, dan berkembang perlu tersedia, yaitu: 1. Pemenuhan akan kebutuhan pangan, sandang, papan, dan kesehatan untuk perkembangan fisik dan sosial. 2. Kebutuhan akan pendidikan formal, informal, dan noformal untuk pengembangan intelektual, sosial, mental, emosional, dan spiritual. Levy mengatakan bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada masing-masing anggota dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang selanjutnya akan mempengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Hal ini bisa terjadi bila ada satu posisi yang peranannya tidak dapat dipenuhi, atau konflik akan terjadi karena adanya kesempatan siapa yang akan memerankan tugas apa. Apabila terjadi, maka keberadaan institusi keluarga tidak akan berkesinambungan (Megawangi 1999). Persyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai system dapat berfungsi antara lain (Megawangi 1999): 1. Diferensiasi peran. Dari serangkaian tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, maka harus ada alokasi peran untuk setiap anggota dalam keluarga. Terminologi diferensiasi peran bisa mengacu pada umur, gender, generasi, juga posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor.

3 9 2. Alokasi solidaritas. Distribusi relasi antaranggota keluarga menurut cinta, kekuatan, dan intensitas hubungan. Cinta atau kepuasan menggambarkan hubungan antaranggota. Misalnya keterikatan emosional antara seorang ibu dan anaknya. Kekuatan mengacu pada keutamaan sebuah relasi relative terhadap relasi lainnya. Hubungan antara bapak dan anak laki-laki mungkin lebih utama daripada hubungan suami dan istri pada suatu budaya tertentu. Sedangkan intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan. 3. Alokasi ekonomi. Distribusi barang-barang dan jasa untu mendapatkan hasil yang dinginkan. Disferensiasi tugas juga ada dalam hal ini terutama dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi dar barang dan jasa dalam keluarga. 4. Alokasi politik. Distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan. 5. Alokasi integrasi dan ekspresi. Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan prilaku yang memenuhi tuntunan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga. Pendekatan Teori Struktural-Fungsional Pendekatan struktural-fungsional adalah salah satu pendekatan teori sosiologi yang diterapkan dalam institusi keluarga. Keluarga sebagai sebuah institusi dalam masyarakat mempunyai prinsip-prinsip serupa yang terdapat dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendekatan ini mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial yang merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Pendekatan teori struktural-fungsional dapat digunakan untuk menganalisis peran anggota keluarga agar keluarga dapat berfungsi dengan baik untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat (Newman dan Grauerholz, 2002). Pendekatan ini mempunyai warna jelas, yaitu mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari adanya struktur

4 10 masyarakat. Akhirnya keragaman dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah system. Misalnya, dalam sebuah organisasi sosial pasti ada segmen anggota yang mampu menjadi pemimpin, dan yang menjadi sekretaris atau anggota biasa. Tentunya kedudukan seseorang dalam struktur organisasi akan menentukan fungsinya, yang masing-masing berbeda. Namun perbedaan fungsi ini tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan tetapi untuk mencapai tujuan organisasi sebagai kesatuan. Tentunya struktur dan fungsi ini tidak akan pernah terlepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat itu (Megawangi 2001). Teori ini berkembang untuk menganalisis tentang struktur sosial masyarakat yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait meskipun memiliki fungsi yang berbeda. Perbedaan fungsi tersebut justru saling diperlukan untuk saling melengkapi sehingga suatu sistem yang seimbang dapat terwujud. Oleh karena itu konsep gender menurut teori struktural fungsional dibentuk menurut pembagian peran dan fungsi laki-laki maupun perempuan secara dikotomi agar tercipta keharmonisan antara laki-laki dan perempuan (Narwoko 2004). Teori struktural fungsional dalam melihat sebuah sistem dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Sebuah sistem dapat berbentuk apa saja: keluarga, kelompok, organisasi, klubklub sosial dan lain-lain. Teori yang dikembangkan oleh Parsons (1964), dan Parson dan Bales (1956) adalah teori yang paling dominan sampai akhir tahun 1960-an dalam menganalisis institusi keluarga. Penerapan teori struktural-fungsional pada keluarga oleh Parsons, adalah sebagai reaksi dari pemikiran-pemikiran tentang melunturnya atau berkurangnya fungsi keluarga karena adanya modernisasi. Bahkan menurut Parsons, fungsi keluarga pada zaman modern, terutama dalam hal sosialisasi anak dan tension management untuk masing-masing anggota keluarga, justru akan semakin terasa penting. Secara struktural, keluarga merupakan sebuah subsistem di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah sistem yang tidak statis, ia selalu berubah dan beradaptasi dengan perubahan sistem lain yang lebih besar dimana keluarga berada di dalamnya. Perubahan ini juga dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi antara subsistem dalam keluarga (anggota keluarga) dengan subsistem

5 11 lain di luar keluarga, misalnya anggota dari dari keluarga lain, lingkungan sekolah, lingkungan kantor dan sebagainya. Semua proses interaksi tersebut, baik antara anggota keluarga maupun luar keluarga berpotensi menimbulkan konflik yang pada akhirnya dapat menggagu keseimbangan keluarga sebagai sebuah system (Megawangi 2005). Pendekatan Teori Pertukaran Sosial Teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory) merupakan salah satu pendekatan konseptual yang dapat digunakan untuk menjelaskan perkembangan individu dalam konteks keluarga. Teori pertukaran sosial didasari oleh faham utilitarianisme yang menganggap bahwa dalam menentukan pilihan, individu secara rasional menimbang antara imbalan yang akan diperoleh dan biaya yang harus dikeluarkan. Para sosiolog yang menganut teori ini menyatakan bahwa seseorang akan berinteraksi dengan pihak lain jika hal itu dianggapnya menghasilkan keuntungan. Dalam hal ini keuntungan merupakan seslisih antara imbalan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan. Teori pertukaran sosial yang dikemukakan oleh George Thomas dan Peter Blau dilandaskan pada prinsip ekonomi yang elementer. Individu menyediakan barang dan jasa sebagai imbalannya berharap memperoleh barang dan jasa yang dinginkan. Teori ini bertumpu pada asumsi bahwa individu terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Ganjaran atau hukuman tersebut dapat berbentuk ekstrinsik (barang dan jasa) maupun instrisik (perhatian, kasih sayang dan lain-lain). Thomas berpendapat bahwa individu bertindak dengan orientasi tujuan dengan memperkecil biaya dan memperbesar keuntungan (Poloma 1987). Asumsi lain yang juga merupakan bagian penting dalam teori pertukaran adalah individu-individu yang terlibat dalam suatu hubungan berusaha memelihara hubungan tersebut dalam suatu kondisi yang simetris, yaitu menguntungkan pihak-pihak yang terlibat atau minimal tidak bersifat merugikan. Teori pertukaran sosial Thomas kemudian disempurnakan oleh Peter Blau yang mengemukakan The emergence principle,prinsip ini menyatakan bahwa dalam suatu hubungan terdapat nilai-nilai kohesi dan solidaritas sosial. Nilai-nilai ini

6 12 berfungsi membantu menciptakan rasa kesatuan bersama menggantikan nilai keuntungan yang mungkin berkurang pada kondisi hubungan yang tidak simetris (Poloma 1987). Pendekatan Teori Gender Kata gender dapat diartikan sebagai peran yang dibentuk oleh masyarakat serta perilaku yang tertanam lewat proses sosialisasi yang berhubungan dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Ada perbedaan secara biologis antara namun kebudayaan menafsirkan perbedaan biologis ini menjadi seperangkat tuntutan sosial tentang kepantasan dan dalam berperilaku, dan pada giliranya hakhak dan sumberdaya, dan kuasa (Bank Dunia 2000). Selanjutnya gender bukan hanya membicarakan tentang perempuan saja, namun juga membicarakan tentang laki-laki dalam kaitannya dengan kerjasama/partnership dan pembagian peran antara laki-laki dan perempuan untuk,mencapai suatu tujuan. Dengan demikian, gender membahas permasalahan perempuan dan laki-laki dalam kehidupan bermasyarakat (Puspitawati & Krisnatuti 2007). Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggungjawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu serta kondisi setempat (Puspitawati 2009). Sedangkan menurut Kantor Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan (2001), gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peranan, fungsi, dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang merupakan hasil kontruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Relasi adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan pembagian peran yang dijalankan masing-masing pada tipe dan struktur keluarga (keluarga miskin/kaya, keluarga desa/kota, keluarga lengkap/tunggal, keluarga punya anak, keluarga pada berbagai tahapan life cycle). Bahkan relasi gender ini juga diperluas secara bertahap berdasarkan luasan ekologi, mulai dari mikro, meso, ekso dan makro (keluarga inti, keluarga besar, masyarakat regional, masyarakat nasional, bangsa, dan negara serta masyarakat internasional) (Puspitawati & Krisnatuti 2007).

7 13 Mugniesyah (2007) menyatakan bahwa relasi gender adalah hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki yang terlihat pada lingkup gagasan (ide), praktek dan representasi yang meliputi pembagian kerja, peranan dan alokasi sumberdaya antara laki-laki dan perempuan. Peranan dan relasi itu dinamis. Perubahan peranan gender sering terjadi sebagai respon terhadap perubahan situasi ekonomi, sumberdaya alam, dan politik, termasuk perubahan usaha-usaha pembangunan atau penyesuaian program struktural oleh kekuatankekuatan di tingkat nasional global. Namun demikian, tidak semua perubahan peranan bermakna perubahan dalam relasi gendernya. Itu sebabnya, banyak ahli gender dan pembangunan mengemukan bahwa pembangunan yang mampu mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender. Keadilan gender (gender equity) diartikan sebagai keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhannya, mencakup perlakuan setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor mempertimbangkan kesamaan dalam hak, kewajiban, kesempatan, dan manfaat. Adapun kesetaraan gender (gender equity) adalah suatu konsep yang menyatakan laki-laki dan perempuan keduanya memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal dan membuat pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotip, prasangka dan peranan gender yang kaku. Dinyatakan lebih lanjut bahwa perbedaan perilaku, aspirasi dan kebutuhan perempuan dan laki-laki dipertimbangkan, dinilai, dan didukung secara setara bukan berarti bahwa lakilaki dan perempuan menjadi sama, akan tetapi hak-hak, tanggungjawab, dan kesempatannya tidak ditentukan karena ia terlahir sebagai laki-laki dan perempuan (ILO 2000). Analisis Gender Kerangka Moser. Terdapat lima kerangka berpikir gender yang umum digunakan dalam menganalisis gender yakni: 1. The Harvard Analytical Framework, juga dikenal dengan the Gender Roles Framework. 2. The Moser Gender Planning Framework 3. The Women s Empowerment Framework (WEP), dan 4. The Social Relations Approach 5. The Analysis Matrix (GAM)

8 14 Dalam penelitian ini analisis gender mengadopsi kerangka Moser, sehingga pembahasan akan lebih menyoroti kerangka berfikir ini. Kerangka Moser ( The Gender Planning Framework) dikenal juga sebagai the University College- London Department of Planning Unit (DPU) Framework. Secara singkat, kerangka ini mewarkan pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Uniknya, kerangka Moser tidak berfokus pada kelembagaan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumahtangga. Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah: 1. Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga bidang: kerja reproduksi, kerja produktif, dan kerja komunitas. Ini berguna untuk pemetaan pembagian gender dan alokasi kerja. Moser (1993) mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender (triple roles), yaitu: a. Peranan produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran/upah secara tunai dan sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga/subsistem dengan suatu nilai guna, tetapi juga sesuatu nilai tukar potensial. Contohnya, kegiatan bekerja baik di sektor formal maupun informal. b. Peranan reproduktif, yakni peranan yang berhubungan dengan tanggungjawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan hidup keluarga. Misalnya, melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, meamasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju dan lainya. c. Peran pengelolaan masyarakat dan politik yang dikelompokan menjadi dua kategori, yakni; a) Peranan pengelolaan masyarakat ( kegiatan sosial) yang mencakup semua aktifitas yang dilakukan pada tingkat komunitas sebagai kepanjangan peranan reproduktif, bersifat volunteer, dan tampa upah, b) Pengelolaan masyarakat politik (kegiatan politik), yaitu peranan yang dilakukan pada tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik, biasanya dibayar (langsung ataupun tidak langsung), dan meningkatkan kekuasaan status.

9 15 2. Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan (seperti subordinasi). 3. Pendekatan analisis kebijakan dari fokus pada pada kesejahteraan (welfare), kesamaan (equaity), anti kemiskinan, efisiensi dan pemberdayaan atau dari (Women in Development) ke GAD (Gender and Development). Salah satu program yang berupaya mengedepankan kesetaraan gender adalah program PIDRA (Participatory Integrated Development in Rainfed Area) yang merupakan program pemberdayaan bagi masyarakat miskin di pedesaan yang berdomisili pada daerah-daerah yang berlahan kritis, tadah hujan dan kurang mendapat kesempatan dalam proses pembangunan wilayah dengan pendekatan partisipatif. Diantara capaian program ini, nilai tabungan Kelompok Mandiri Wanita (KMW) lebih tinggi dibandimg Kelompok Madiri Pria (KMP) karena KMW lebih teliti dan bertanggungjawab dalam pengelolaan keuangan, serta transparan dalam pengelolaan keuangan. Dengan demikian, secara kuantitatif perempuan dalam kegiatan pembangunan ternyata cukup memberikan kontribusi yang sangat berarti (Satuan Kerja Pengembangan Partisipasi Lahan Kering Terpadu (PIDRA) Kabupaten Timur Tengah Utara (2008). Beberapa hasil penelitian mengenai peran dan relasi gender disajikan sebagai berikut: 1. Penelitian di Provinsi Jawa Tengah pada nelayan yang mempunyai keluarga lengkap menunjukkan bahwa hampir sebagian besar aktivitas domestik dilakukan oleh perempuan (ibu dan anak perempuan). Pembagian wilayah partisipasi berdasarkan peran publik dan domestik, terlihat secara jelas antara suami dan istri, sehingga istri mempunyai peran yang penting dalam keluarga nelayan contoh Prasetyo (2004). 2. Penelitian di Kalimantan Timur menunjukkan lebih dari tiga perlima istri (61,7%) berperan ganda untuk memperoleh tambahan penghasilan bagi keluarga. Persepsi tentang gender yang paling banyak dianut baik oleh suami maupun istri adalah istri dan suami menyadari bahwa perbedaan jenis kelamin tidak harus dipertentangkan dalam menghidupi keluarga, tetapi justru bersifat saling mendukung dan melengkapi. Sedangkan pilihan tugas berdasarkan

10 16 gender yang paling banyak dianut baik oleh suami maupun istri adalah tugas utama istri adalah mengurus rumahtangga, tetapi boleh membantu tugas suami dalam mencari nafkah keluarga, sedangkan tanggungjawab mencari nafkah utama tetap tugas suami Saleha (2003). 3. Sebagian besar istri melakukan kerjasama pembagian peran dalam kegiatan keluarga baik kegiatan domestik, usaha tani (produktif) maupun sosial kemasyarakatan. Jadi, kerjasama atau relasi gender antara suami istri sudah diterapkan pada keluarga contoh dengan kategori sedang. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pendapatan/kapita/perbulan, frekuensi perencanaan, dan permasalah umum keluarga yang dihadapi Fahmi (2008). Manajemen Keuangan Keluarga Uang merupakan sumberdaya dan sekaligus merupakan alat pengukur dari sumberdaya. Besarnya uang yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga menunjukan berapa banyak sumberdaya yang dimilikinya. Sumberdaya yang dimiliki keluarga umumnya terbatas, baik dari segi kuantitas maupun kualitas Guharja, Puspitawati, Hartoyo, & Hastuti (1992). Menurut Deacon & Firebaugh (1988) uang memiliki beberapa fungsi, antara lain sebagai dasar perbandingan nilai, sebagai mekanisme untuk pertukaran dalam perekonomian umumnya, sebagai hak untuk kebutuhan sumberdaya masa depan, serta sebagai media pertukaran dan perpindahan dengan pemerintah, lembaga-lembaga, kelompok pribadi, dan individu. Pemilikan sumberdaya uang dalam suatu keluarga akan relatif terbatas, tergantung kepada jumlah dan kualitas orang yang berpaatisipasi dalam pencarian pendapatan, sedangkan keinginan dan kebutuhan setiap keluarga dan anggota relatif tidak terbatas. Bahkan keinginan dan kebutuhan akan barang atau jasa dari setiap keluarga dan anggotanya dari waktu ke waktu selalu berubah dan cenderung bertambah banyak. Pemenuhan dari keinginan dan kebutuhan dari setiap keluarga. Dengan demikian, agar femanfaatan sumberdaya uang yang terbatas tersebut mencapai optimum diperlukan usaha manajemen keuangan yang baik dan efektif. Walaupun manajemen tidak bisa membuat sumberdaya yang

11 17 tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi cukup, akan tetapi manajemen dapat membantu menetapkan penggunaan sumberdaya yang terbatas untuk item yang disetujui oleh semua anggota keluarga (Guhardja et al. 1992). Manajemen sumberdaya keluarga merupakan salah satu kegiatan yang dihadapi individu dan keluarga dalam mencari jalan terbaik untuk memenuhi harapan dan keinginan dengan sumberdaya yang relatif terbatas. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, anggota keluarga membawa pulang bagian terbesar dari hasil kerjanya. Hasil kerja ini dapat saja berupa barang yang secara langsung akan memberikan kepuasan, atau berupa uang yang nantinya digunakan atau dibutuhkan (Guhardja et al. 1992). Tujuan manajemen keuangan keluarga adalah menggunakan sumberdaya pribadi dan keuangan untuk menghasilkan tingkat kepuasan hidup sehari-hari dan membangun cadangan keuangan untuk memenuhi kebutuhan di masa depan dan saat mendadak. Oleh karena itu, manajemen mempunyai tujuan saat ini dan tujuan masa depan. Tentunya tujuan tersebut harus seimbang satu sama lain. Sebuah rencana pengeluaran akan sangat membantu untuk mengontrol bagaimana, dimana, kapan, dan untuk tujuan apa uang yang ada seharusnya digunakan. Dalam membuat rencana keuangan yang tepat ada empat hal yang harus diperhatikan, yaitu menetapkan tujuan yang akan dicapai, mengetahui jumlah pendapatan yang dimiliki, menggunakan catatan pengeluaran, dan memperhitungkan tabungan untuk masa depan (Raines 1964). Menurut Senduk (2000), perencanaan keuangan merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan-tujuan keuangan baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan merencanakan keuangan yang dimiliki. Untuk mencapai tujuantujuan tersebut bisa dilakukan dengan menabung, melakukan investasi, melakukan budgeting, atau mengatur sumberdaya keuangan yang dimiliki saat ini. Sebuah keluarga perlu melakukan perencanaan keuangan karena adanya tujuan keuangan yang ingin dicapai, meningkatnya gaya hidup, keadaan peekonomian yang tidak selalu baik, kondisi fisik manusia yang tidak akan selalu sehat, dan banyaknya alternatif produk-produk keuangan. Selanjutnya Rice dan Tucker (1986) mengungkapkan adanya 12 prinsip dalam manajemen keuangan yang dapat membantu memaksimalkan hasil atau

12 18 kepuasan dengan sumberdaya yang dimiliki. Kedua belas prinsip itu adalah memprioritaskan tujuan dan menetapkan standar; menganalisis sumberdaya keuangan; menetapkan manajemen keuangan sistimatis; membuat anggaran untuk mengontrol pengeluaran dan tabungan; menyimpan catatan-catatan; menetapkan batasan kredit dan menggunakannya dengan bertanggungjawab; menggunakan waktu untuk melipatgandakan tabungan; membangun kesehatan lebih awal dan sistematis; melindungi asset secara cukup dan beralasan; menggunakan keuntungan dari pajak dan membangun untuk masa pension; memeriksa dan menyesuaikan secara teratur; dan merencanakan untuk mentrasfer pada kesehatan. Sebuah rencana keuangan (budget) merupakan rencana bagi pengeluaran yang akan datang, yang mencerminkan langkah pertama dalam proses manajemen keuangan. Agar suatu rencana keuangan dapat berhasil maka harus realistis dan fleksibel. Budget yang dibuat seteliti mungkin pun masih memiliki kekurangan, walaupun demikian, budget dapat membantu untuk menghindari penggunaan sumberdaya untuk keperluan yang kurang atau tidak penting. Rencana keuangan seperti manajemen lainnya bersifat dinamis, walaupun nilai dan kebutuhan terhadapnya bersifat tetap dalam seluruh siklus hidup yang dihadapi keluarga (Gross & Crandall, 1980). Pola Pengambilan Keputusan Keluarga Blood dan Wolfe dalam Sajogyo (1983) menyatakan bahwa aspek yang paling penting dalam struktur keluarga adalah posisi anggota keluarga dilihat dari distribusi dan alokasi kekuasaan. Aspek berikutnya yang juga penting adalah pembagian peran dalam keluarga Menurut Scanzoni dan Scazoni dalam Azzachrawani (2004) pola pengambilan keputusan (decision) dalam suatu keluarga, menggambarkan bagaimana struktur/pola kekuasaan dalam keluarga tersebut. Selain itu, beberapa konsep seperti: pengaruh, control, wewenang, dan dominasi, digunakan pula untuk menggambarkan dan menjelaskan kekuasaan dalam keluarga, termasuk disini konsep pengambilan keputusan. Menurut Deacon dan Firebough (1988) pengambilan keputusan merupakan proses yang mendasari semua fungsi manajemen sumberdaya keluarga. Dalam

13 19 kehidupan keluarga sehari-hari pengambilan keputusan yang sering dilakukan, seperti mengambil keputusan dalam menetukan menu makanan, menentukan pergi liburan, menentukan membeli baju, dan lain-lain. Biasanya proses pengambilan keputusan ini bisa secara singkat ataupun mengambil waktu yang lama tergantung pada keputusan apa yang akan diambil. Menurut Guhardja et al. (1992) dilihat dari keterlibatan anggota keluarga dalam pengambilan keputusan terdapat tiga tipe pengambilan keputusan dalam keluarga, yaitu : 1. Pengambilan keputusan konsensus, yaitu pengambilan keputusan secara bersama-sama antar anggota keluarga, setiap anggota keluarga mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya. 2. Pengambilan keputusan akomodatif, yaitu pengambilan keputusan yang dicirikan oleh adanya orang yang dominan, sehingga keputusan yang diambil adalah dengan menerima pendapat orang yang dominan tersebut. 3. Pengambilan keputusan de facto, yaitu pengambilan keputusan yang diambil secara terpaksa. Sedangkan yang dimaksud dengan pola pengambilan keputusan dalam keluarga menyangkut kewenangan suami istri dalam mengambil keputusan, yaitu: 1. Pola Tradisional Pengambilan keputusan keluarga yang memberikan wewenang kepada suami untuk mengambil keputusan. Sedangkan istri hanya sebagai pendukung dari keputusan. 2. Pola Modern Pengambilan keputusan dalam keluarga secara bersama-sama, ada semacam persamaan hak istri dalam mengambil keputusan, tanpa menghilangkan peran masing-masing. Sumarwan (2003) merangkum beberapa studi yang mengidentifikasi model pengambilan keputusan produk oleh sebuah keluarga sebagai berikut : 1. Istri dominan dalam pengambilan keputusan. Istri memiliki kewenangan untuk memutuskan produk dan merek apa yang dibeli untuk dirinya dan untuk keluarganya.

14 20 2. Suami dominan dalam pengambilan keputusan. Suami memiliki kewenangan untuk memutuskan produk dan merek apa yang dibeli untuk dirinya atau anggota keluarganya. 3. Keputusan autonomi, yakni keputusan yang bisa dilakukan oleh istri atau suami tanpa tergantung dari salah satunya. Artinya istri bisa memutuskan pembelian produk tanpa bertanya kepada suami, begitu pula sebaliknya. 4. Keputusan bersama, artinya keputusan untuk membeli produk atau jasa dilakukan bersama antara suami dan istri. Menurut teori decision makers, pengambilan keputusan dalam keluarga tidak diberikan kepada satu orang anggota keluarga. Pembagiannya sesuai dengan tugas dari beberapa tingkatan diantara anggota keluarga. Keputusan dapat juga dilakukan secara kerjasama antara anggota keluarga. Perencanaan dapat berarti hal yang berbeda buat orang yang berbeda. Defenisi perencanaan bisa berbeda dan bervariasai antara penulis yang satu dengan yang lain. Definisi yang sangat sederhana mengatakan bahwa perencanaan adalah menetapkan suatu tujuan dan memilih langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut Tarigan (2005). Jadi, perencanaan adalah suatu penentuan sebelumnya dari tujuan-tujuan yang dinginkan dan bagaimana tujuan tersebut harus dicapai. Sedangkan pelaksanaan merupakan melaksanakan suatu rencana sehingga menjadi kenyataan dan mengawasinya sesuai dengan prosedur yang telah di buat Guhardja et al. (1992). Hasil Penelitian Saleha (2003) menyebutkan bahwa pengambilan keputusan yang menyangkut aktivitas domestik dan publik dalam keluarga nelayan tidak mengikuti pola tertentu secara khusus terpusat pada istri atau suami, tetapi memiliki pola yang menyebar antara suami dan istri. Ditemukan fenomena bahwa kontribusi pendapatan istri yang lebih besar dari suami dapat mengubah dominasi pola pengambilan keputusan pada beberapa aspek di sektor domestik maupun publik pada keluarga nelayan. Tugas ibu menjadi lebih berat lagi karena pada keluarga Jawa pengambilan keputusan dalam urusan-urusan domestik umumnya banyak ditentukan oleh istri Molo (1994) dalam Mulyono, Martiana & Ardyanto (2001).

15 21 Menurut Beatric (1977) dalam Guhardja (1992) orang yang berhak melakukan pengambilan keputusan dalam keluarga di pengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: usia, kekuasaan, jenis kelamin, kompetensi, dan keakraban. Peran Gender dalam Ekonomi Keluarga Kontribusi Ekonomi Perempuan Salah satu tujuan seseorang bekerja di bidang nafkah adalah untuk memperoleh penghasilan berupa uang. Hal tersebut yang mendorong peran perempuan sebagai penunjang perekonomian rumahtangga menjadi sangat penting dan ikut serta berperan dalam sector ekonomi untuk menambah penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan Hubeis (2010). Pada umumnya peran perempuan secara ekonomi adalah menambah penghasilan keluarga. Karena itu, penghasilan tambahan dari aktivitas ekonomi perempuan dapat membantu mengentaskan keluarga dari kemiskinan Rahardjo (1995). Alokasi ekonomi dalam keluarga erat hubungannya dengan struktur lapangan pekerjaan yang ada dalam masyarakat luas. Jika terjadi perubahan dalam faktor ekonomi suatu masyarakat, maka alokasi ekonomi dalam keluarga itu akan berubah. Hoffman dan Nye (1975) dalam Fahmi & Pusptawati (2008) berpendapat bahwa ada tiga alasan perempuan mencari penghasilan tambahan, yaitu: uang, peranan sosial dan pengembangan diri. Hampir bisa dipastikan bahwa uang merupakan alas an terbesar bagi perempuan untuk bekerja di luar rumah. Perempuan pedesaan bekerja agar dapat bertahan hidup, sedangkan perempuan kota bekerja untuk membayar tingkat kemahalan hidup di kota. Juga menyatakan bahwa ada tiga faktor pendorong perempuan mencari penghasilan tambahan, yaitu: 1. Alasan ekonomi, yaitu untuk menambah pendapatan keluarga (family income), terutama jika pendapatan suami relatif kecil. Selain itu, juga karena istri memiliki kelebihan tertentu, sehingga merasa lebih efisien jika waktunya digunakan untuk mencari nafkah. 2. Untuk mengangkat status dirinya, agar memperoleh kekuasaan lebih besar di dalam kehidupan keluarganya.

16 22 3. Adanya motif intrinsik (dari dalam dirinya) untuk menunjukkan eksistensinya sebagai manusia, yang mampu berprestasi di dalam keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam usaha produksi, umumnya muncul penilaian yang berbeda mengenai pekerjaan laki-laki, wanita dan anak-anak. Sumber penghasilan dari usaha produksi. Menurut Levi dalam Sajogyo (1983) perlu membedakan : 1. Apakah penghasilan usaha bersama dari kesatuan keluarga, usaha perseorangan anggota keluarga ataukah beberapa orang anggota keluarga yang menggabungkan diri ke dalam kesatuan-kesatuan produktif/pencarian nafkah di luar keluarga. 2. Apakah penghasilan dikuasai oleh keluarga atau pihak luar keluarga Di bidang komsumsi, keluarga mengenal pola-pola konsumsi yang merupakan bagian dari pola-pola kebudayaan masyarakat itu. Dapat terjadi bahwa seluruh penghasilan dari semua pencari nafkah dalam suatu keluarga dikumpulkan menjadi dana bersama, yaitu dimanfaatkan untuk keperluan bersama, yaitu dimanfaatkan untuk keperluan bersama menurut kebutuhan masing-masing, disesuaikan dengan norma-norma tingkat hidup keluarga tersebut. Jadi dalam alokasi ekonomi, perlu diperhatikan antara siapa-siapa dana bersama dibentuk, siapa yang menguasainya dan bagaimana cara menjalankan wewenang itu Levi dalam Sajogyo (1983). Kerja produktif yang dilakukan pria dan wanita akan berpengaruh terhadap sumbangan mereka pada pendapatan keluarga. Menurut Armanto (1997), semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin terwujud dan terbentuk keluarga yang sejahtera dan bahagia, sebaliknya semakin sulit tingkat perekonomian akan sulit mewujudkan keluarga yang sejahtera dan bahagia. Beberapa hasil penelitian mengenai kontribusi ekonomi perempuan terhadap kesejahteraan keluarga disajikan sebagai berikut: 1. Kesempatan perempuan dalam menunjang kesejahteraan keluarga di Kabupaten Tulang Bawang sudah tergolong tinggi. Para perempuan yang memiliki kemauan dan keterampilan kerja yang dianggap dapat meningkatkan kesejahteran keluarganya, hampir tidak mengalami hambatan, baik secara srtuktural maupun kultural, baik dari suami, keluarga maupun

17 23 dari masyarakat sekitarnya. Terdapat kontribusi nyata aktivitas kaum perempuan dalam kegiatan kerja untuk kesejahteraaan keluarga. Kontribusi tersebut dapat dilihat dari tingkat kemampuan pemenuhan kebutuhan keluarga. Kontribusinya tidak hanya berupa peningkatan pendapatan keluarga, tetapi juga peningkatan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat dalam upaya mempertahankan stabilitas dan keharmonisan keluarga Syani (2009). 2. Besarnya kontribusi yang diberikan oleh buru wanita terhadap pendapatan keluarga dilihat dari proporsi rata-rata upah buruh wanita terhadap rata-rata pendapatan keluarga ternyata cukup besar yakni sebesar 52,32 persen Fadah dan Yuswanto (2004). 3. Perempuan pedesaan, merupakan sumber daya manusia yang cukup nyata berpatisipasi, khususnya dalam memenuhi fungsi ekonomi keluarga dan rumah tangga bersama dengan laki-laki. Perempuan di pedesaan sudah diketahui secara umum tidak hanya mengurusi rumah tangga sehari-hari saja, tetapi tenaga dan pikirannya juga terlibat dalam berbagai kegiatan usaha tani dan non usaha tani, baik yang sifatnya komersial maupun sosial Sajogyo (1983). Keterlibatan perempuan di pedesaan dalam kegiatan ekonomi produkti antara lain dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu tidak tercukupinya kebutuhan rumahtangga mereka. Sebagai ibu rumahtangga, biasanya perempuan yang bertanggung jawab dalam mengatur rumahtangga, baik menyangkut kesehatan gizi keluarga, pendidikan anak, dan pengaturan biaya hidup keluarga. Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak tercukupi, maka perempuan yang pertama merasakan dampaknya. Sehingga dengan keterlibatan perempuan dalam kegiatan ekonomi produktif setidaknya sebagian kebutuhan keluarga mereka terpenuhi. Fungsi Ekonomi Keluarga Setiap keluarga diharapkan mampu berfungsi meningkatkan keterampilan dalam usaha ekonomi produktif, sehingga tercapainya upaya peningkatan pendapatan keluarga guna memenuhi kebutuhan hidup. Dapat juga dikatakan bahwa arti ekonomi dari suatu keluarga adalah, bagaimana keluarga itu mengelola

18 24 kegiatan ekonomi keluarga, pembagian kerja dan fungsi, kemudian menghitung berapa jumlah pendapatan yang diperoleh atau konsumsinya serta jenis produksi dan jasa apa yang dihasilkan Raharjo (1989). Keluarga merupakan suatu unit dalam sistem ekonomi, yang senantiasa berinteraksi (mempengaruhi dan dipengaruhi) oleh sistem ekonomi yang lebih besar Bryant (1990). Artinya, bahwa keadaan ekonomi keluarga akan tergantung pada keberadaan ekonomi negara saat itu. Keluarga sebagai unit ekonomi merupakan alat untuk melakukan aktivitas guna memperoleh hasil yang diinginkan, seperti kepuasan, tujuan, gaya hidup, standar hidup, kesejahteraan, keamanan, kemampuan dan keterampilan untuk proses produksi dan konsumsi Bryant (1990). Aspek ekonomi merupakan salah satu fungsi keluarga yang sangat vital bagi kehidupan keluarga, yang sekaligus akan berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan seseorang. Pelaksanaan fungsi ekonomi keluarga diantaranya pengalokasian sumberdaya untuk pelayanan kesejahteraan dengan memproduksi, mendistribusikan dan mengkonsumsi produk diantara anggota keluarga. Dengan demikian keluarga di dalam melakukan kegiatan ekonominya mempunyai kemungkinan menambah saling pengertian, solidaritas dan tanggung jawab bersama dalam keluarga serta meningkatkan rasa kebersamaan dan satu ikatan antara sesama anggota keluarga Soelaeman (1994). Undang-undang Nomor 16 Tahun 1974 mendefinisikan kesejahteraan sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang meliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warganegara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia dengan Pancasila dan UUD Tati (2000). Menyimak pengertian kesejahteraan di atas, maka kesejahteraan itu sifatnya subjektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga akan berbeda-beda. Pada prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Jika kebutuhan dasar bagi setiap individu/keluarga sudah dipenuhi, berarti dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dari individu tersebut sudah dapat

19 25 tercapai (BPS 1994). Oleh karena itu, untuk mewujudkan kesejahteraan suatu keluarga perlu ditopang antara lain dengan sedikitnya dua tiang utama yaitu: keluarga kecil agar bebannya tidak terlalu berat dan keluarga dengan ekonomi yang kuat (BKKBN 1997). Kesejahteraan Keluarga Pengertian Kesejahteraan Keluarga Menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga diartikan sebagai keluarga yang dibentuk bardasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan Suyono (2006). Kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan setiap warganegara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 Rambe et al. (2008). Setiap orang memiliki penilaian terhadap tingkat kesejahteraan dimana antara satu sama lain tidak sama. Sejahtera bagi seseorang belum tentu sama dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki pengalaman dan tingkat kepuasan yang berbeda yang sangat bergantung pada kepribadian masingmasing individu terhadap kepuasan dan persepsi yang dimilikinya akibat dari pengalaman sebelumnya Angur & Widgery (2004). Menurut Syarief dan Hartoyo (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga antara lain: 1. Faktor ekonomi. Adanya kemiskinan yang dialami oleh keluarga akan menghambat upaya peningkatan pembangunan sumberdaya yang dimiliki keluarga, yang pada gilirannya akan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan keluarga.

20 26 2. Faktor budaya. Kualitas kesejahteraan keluarga ditandai oleh adanya kemantapan budaya yang dicerminkan dengan penghayatan dan pengalaman nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kemantapan budaya ini dimaksudkan untuk menetralkan akibat dari adanya pengaruh budaya luar. Adanya kemantapan budaya diharapkan akan mampu memperkokoh keluarga dalam melaksanakan fungsinya. 3. Faktor teknologi. Peningkatan kesejahteraan juga harus didukung oleh pengembangan teknologi. Keberadaan teknologi dalam proses produksi diakui telah mampu meningkatkan kapasitas dan efisiensi produksi. Penguasaan dan teknologi ini berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kepemilikan modal. 4. Faktor keamanan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh adanya stabilitas keamanan yang terjamin. 5. Faktor kehidupan beragama. Kesejahteraan keluarga akan menyangkut masalah kesejahteraan spiritual. Setiap keluarga diberi hak untuk dapat mempelajari dan menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan tanpa memaksakan agama yang satu kepada agama yang lain. Sehingga pemahaman keagamaan dan pelaksanaan syariat akan mampu meningkatkan spritualnya. 6. Faktor kepastian hukum. Peningkatan kesejahteraan keluarga juga menuntut adanya jaminan atau kepastian hukum. Hasil penelitian Rembe et al. (2008) menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan keluarga berdasarkan kriteria BPS adalah pendidikan kepala rumah tangga. Sementara itu, peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan menurut persepsi subjektif adalah pendidikan kepala keluarga, umur kepala keluarga, persepsi harga dan pendapatan. Peubah yang memiliki peluang paling tinggi diantara keempat peubah tersebut adalah pendidikan kepala keluarga yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kepala keluarga berpeluang lebih besar untuk sejahtera. Secara nasional terdapat dua versi pengukuran keluarga, yaitu pengukuran kesejahteran yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). BPS mengukur kesejahteraan

21 27 dilihat dari konsep kebutuhan minimum (kalori) proxy pengeluaran yaitu rata-rata Rp ,00 per kapita per bulan (Susenas 2004), sedangkan BKKBN membagi kesejateraan keluarga ke dalam tiga kebutuhan, yakni: (1) Kebutuhan dasar (basic needs) yang terdiri dari pangan, sandang, papan, dan kesehatan, (2) Kebutuhan sosial psikologis (social psychological needs) yang terdiri dari pendidikan, rekreasi, transportasi, interaksi sosial internal dan eksternal, dan (3) Kebutuhan pengembangan (developmental needs) yang terdiri dari tabungan, pendidikan khusus/kejuruan, dan kases terhadap informasi (Suandi 2005). Kesejahteraan Keluarga Subjektif Kesejahteraan secara umum diklasifikasikan menjadi dua kategori, yakni objektif dan subjektif. Kategori pertama mengukur kesejahteraan melalui faktafakta tertentu yang dapat diamati seperti ekonomi, sosial dan statistik lingkungan. Kesejahteraan diukur secara tidak langsung menggunakan ukuran ordinal. Menurut Rojas (2004) kurang tepat untuk menilai kesejahteraan hanya berdasarkan pendapatan dan indikator sosial ekonomi lainnya. Kesejahteraan manusia tergantung pada banyak faktor diluar standar hidup yang biasa seperti pendapatan, kosumsi, kekayaan, posisi sosial-ekonomi dan akses terhadap pelayanan umum. Dengan demikian, pendapatan harus dipertimbangkan sebagai satu dari banyak alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan. Kesejahteraan Berdasarkan Quality of Life. Quality of Life adalah salah satu pendekatan untuk mengukur kepuasaan atau kesenangan seseorang secara subjektif. Krueger (2009) pengukuran tingkat kepuasan dan kebahagian seseorang secara subjektif terhadap keadaanya dalam waktu tertentu. Kepuasan atau kesejahteraan ini dapat berbeda antara harapan dengan kenyataan dan dapat berbeda setiap orang (Mccall 1975; Frankl 1963 dalam Anonimous 2008). Menurut Guharja et al. (1992), kepuasan merupakan keluaran yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbedabeda untuk setiap individu. Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan, nilai tersebut dapat berubah akibat banyaknya pengalaman.

22 28 Karakteristik Sistem Matrilineal Matrilineal adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ibu. Kata ini seringkali disamakan dengan matriarkhat atau matriarkhi, meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Matrilineal berasal dari dua kata, yaitu mater (bahasa Latin) yang berarti "ibu", dan linea (bahasa Latin) yang berarti "garis". Jadi, "matrilineal" berarti mengikuti "garis keturunan yang ditarik dari pihak ibu". Sementara itu matriarkhat berasal dari dua kata yang lain, yaitu mater yang berarti "ibu" dan archein (bahasa Yunani) yang berarti "memerintah". Jadi, "matriarkhi" berarti "kekuasaan berada di tangan ibu atau pihak perempuan. Berbicara tentang perempuan secara umum menurut Holleman dalam Pudjiwati Sajogyo (1994) kedudukan perempuan menurut golongan dan fungsinya di tentukan oleh beberapa hal antara lain : 1. Sistem susunan keluarga yang berlaku di daerah tertentu ( mengikuti garis keturunan bapak, ibu atau orang tua). 2. Faktor-faktor sosial ekonomis, terutama yang menyangkut pilihan tempat tinggal suami istri serta bentuk pernikahan yang dianut. 3. Perbedaan tingkat sosial. 4. Pengaruh salah satu diantara tiga aliran agama di dunia dalam urutan kronologis : Hindu, Islam dan Kristen. Sistem susunan keluarga sepihak menurut garis keturunan ibu di Indonesia teristimewa terdapat di Minangkabau (Sumatera Barat) dan di daerah mana orangorang Minangkabau menetap sebagai penduduk. Sistem di Minangkabau tengah masih dalam bentuk asli dan dilaksanakan secara konsekuen dan di daerah pinggiran umumnya sudah terjalin dengan sistem garis orangtua (sistem parental). Sedangkan garis keturunan bapak (patrilineal) banyak terdapat di daerah Sumatera Selatan, Batak, Maluku, Timor dan Bali. Karena itu, berbicara tentang wanita Minangkabau kita akan menemukan beberapa hal yang menarik berhubungan dengan sistem matrilinier, sistem dimana keturunan dihitung berdasarkan garis ibu yang menjadikan kaum perempuan sebagai sentral di dalam struktur keluarga. Kato (1983) mengidentifikasi ciri-ciri sistem matrilineal Minangkabau sebagai berikut :

23 29 1. Keturunan dihitung berdasarkan garis ibu. 2. Kaum sebuah kelompok keturunan yang dipimpin oleh seorang yang yang disebut pengulu. 3. Pola menetap bersifat dua lokal. 4. Wewenang kaum terletak di tangan mamak. Sistem matrilineal dengan kehidupan komonal, seperti orang Minang sampai sekarang, menempatkan perkawinan menjadi persoalan dan urausan kerabat. Mulai dari mencari pasangan, membuat persetujuan, meminang, perkawinan dan bahkan kepada segala akibat perkawinan itu sendiri. Perkawinan bukanlah masalah sepasang insan yang hendak membentuk keluarga atau membentuk rumah tangga saja. Oleh karena itu falsafah Minangkabau telah menjadikan semua hidup bersama, sehingga masalah pribadi dalam hubungan suami istri tidak terlepas dari masalah bersama. Pola perkawinan bersifat eksogami, kedua belah pihak atau salah astu pihak dari yang menikah tersebut lebur ke dalam kerabat pasangannya. Karena masih relatif menganut sistem komunal jadi suami dan istri tidak hanya berurusan dengan keluarganya sendiri, tetapi sampai jauh juga bersamasama menjadi anggota masing-masing dalam kelompok geneologisnya, tentang hubungan keluarga yang bersifat geneologis ini selanjutnya digambarkan oleh Holleman dalam Sajogyo (1994) sebagai berikut: Walaupun mereka telah kawin, masih juga membawa ikatan-ikatan yang menghubungkan mereka dengan keluarga masing-masing, sehingga mereka kerapkali tetap lebih merupakan anak perempuan dan anak laki-laki dari keluarga mereka dari pada menjadi suami istri dan karenanya jika ada perselisihan antara mereka atau jika didorong dari luar, lebih cendrung untuk mengingkari kesatuannya dalam keluarga dan memihak kepada famili sendiri dari pada rukun sebagai suami istri. Menurut struktur masyarakat Minangkabau setiap orang adalah warga kaum dan suku masing-masing yang tidak bisa dialihkan. Jadi setiap orang telah menjadi warga kaumnya, meskipun telah diikat tali perkawinan atau telah mempunyai anak. Anak yang lahir dari perkawinan menjadi anggota kaum istri. Perkawinan eksogami meletakan istri pada satus yang sama dengan suaminya. Sistem matrilineal menyebabkan istri tidak tergantung kepada suaminya, walaupun suami tetap dihargai dalam rumahtangga, ia bukanlah

24 30 pemegang kuasa atas anak dan istrinya. Dari berbagai literatur tentang Minangkabau, dijelaskan pola kewarisan yang diperuntukkan bagi perempuan, mnyebabkan perempuan di Minangkabau, secara ekonomi relatif kuat. Perempuan Minang mempunyai dua sumber penghasilan, yang pertama dari suaminya dan kedua dari saudara laki-lakinya. Dalam kaitannya dengan fenomena wanita bekerja, tentu saja akan mempunyai pengaruh semakin kuatnya kedudukan perempuan, terutama dalam keluarga. Dominasi perempuan dalam ekonomi akan mempunyai implikasi terhadap kekuasaan laki-laki (suami) dalam rumahtangga. Elifina (2001) menyatakan bahwa perempuan minang mempunyai dua sumber penghasilan, yang pertama dari suaminya dan kedua dari saudara laki-lakinya. Terutama dalam mengatasi kesulitan hidup yang tidak dapat diatasi suaminya, maka mereka akan meminta bantuan saudara-saudara laki-lakinya. Dalam kaitannya dengan fenomena perempuan bekerja, tentu saja akan mempunyai pengaruh semakin kuatnya kedudukanperempuan, terutama dalam keluarga. Dominasi perempuan dalam ekonomi akan mempunyai implikasi terhadap kekuasaan laki-laki (suami) dalam rumahtangga. Mansoer (1990) dalam penelitiannya menemukan bahwa istri yang bekerja relatif banyak terlibat dalam pengambilan keputusan dan pengaturan anggaran belanja dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Kedudukan Perempuan Dalam posisi matrilineal perempuan diposisikan sebagai pengikat, pemelihara dan penyimpan, sebagaimana diungkapkan pepatah adatnya amban puruak atau penyimpanan. Itulah sebabnya dalam penentuan peraturan dan perundang-undangan adat, perempuan tidak dilibatkan. Perempuan menerima bersih tentang hak dan kewajiban di dalam adat yang telah diputuskan sebelumnya oleh pihak ninik mamak (Thaib 2008). Perempuan menerima hak dan kewajibanya tanpa harus melalui sebuah prosedur apalagi bantahan. Hal ini disebabkan hak dan kewajiban perempuan itu begitu dapat menjamin keselamatan hidup dalam kondisi bagaimanapun. Semua harta pusaka menjadi milik perempuan, sedangkan laki-laki diberi hak untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN PERAN GENDER TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA WIWIK GUSNITA

PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN PERAN GENDER TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA WIWIK GUSNITA PENGARUH KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN DAN PERAN GENDER TERHADAP KESEJAHTERAAN KELUARGA (Kasus di Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat) WIWIK GUSNITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Teori Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Teori Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Teori Keluarga Pengertian Keluarga Keluarga menurut UU Nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10 adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai peran yang penting

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional 5 TINJAUAN PUSTAKA Peran Keluarga Teori Struktural-Fungsional Para sosiolog ternama seperti William F. Ogburn dan Talcott Parsons mengembangkan pendekatan struktural-fungsional dalam kehidupan keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional

TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Teori Struktural Fungsional 7 TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan Pendekatan Teori Keluarga Pengertian keluarga Keluarga menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar 8.2 Pengertian Keluarga

BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar  8.2 Pengertian Keluarga BAB VIII KELUARGA 8.1 Pengantar keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat dan merupakan gejala yang universal. Dewasa ini, lembaga keluarga banyak mengalami perubahan baik dalam struktur maupun

Lebih terperinci

R Sq Linear = 0.02 R Sq Linear = 0.007 R Sq Linear = 0.027 150 pendidikan ibu, relasi gender, manajemen keuangan, kesejahteraan keluarga subjektif, sebaliknya berhubungan negatif nyata dengan usia ibu

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar dalam menjalankan tata hukum di Indonesia. Oleh sebab itu, untuk

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY

PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY PENGELOLAAN SUMBERDAYA KELUARGA BADRANINGSIH LASTARIWATI/UNY MANAJEMEN Manajemen adalah upaya untuk mengelola sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga memiliki tanggung jawab terbesar dalam pengaturan fungsi reproduksi dan memberikan perlindungan kepada anggota keluarga dalam masyarakat. Keluarga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah

PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia istilah keluarga sejahtera baru dirumuskan oleh pemerintah sejak dikeluarkannya UU No 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Petani Keluarga petani ialah keluarga yang kepala keluarga atau anggota keluarganya bermatapencaharian sebagai petani. Keluarga petani mendapatkan penghasilan utama dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER

PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER PERANAN WANITA DALAM PEMBANGUNAN BERWAWASAN GENDER OLEH WAYAN SUDARTA Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Udayana Abstrak Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan peranan (hak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi jika hanya

I. PENDAHULUAN. sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Apalagi jika hanya 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Rumah tangga merupakan bagian terkecil dari komponen perekonomian suatu bangsa yang ikut mempengaruhi sendi-sendi kehidupan. Oleh karena itu, rumah tangga memegang

Lebih terperinci

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia

Menurut Knox (1985) terdapat tiga faktor yang menentukan kesiapan menikah, yaitu usia menikah, pendidikan, dan rencana karir. Pada dasarnya usia 57 PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan menikah dan pelaksanaan tugas perkembangan keluarga dengan anak usia prasekolah. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan

BAB V KESIMPULAN. pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan BAB V KESIMPULAN Matrilineal seperti yang telah banyak kita fahami, membawa kepada pemahaman bahwa perempuan berada dalam posisi yang kuat. Perempuan memiliki posisi tawar yang baik dalam pengambilan keputusan,

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran otentik Kabupaten Rejang Labong dalam 5 (lima) tahun mendatang pada kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati terpilih untuk periode RPJMD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Di dalam keluarga inti, khususnya orang tua berperan penuh dalam proses tumbuh kembang anak melalui pemberian hak pengasuhan secara optimal. Hak-hak tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL

MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL MATERI 6 BENTUK DAN FUNGSI LEMBAGA SOSIAL 1. Bentuk dan Fungsi Lembaga Sosial Pada dasarnya, fungsi lembaga sosial dalam masyarakat beraneka macam berdasarkan jenis-jenis lembaganya. Oleh karena itu, kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Secara ekonomi kemiskinan dapat diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama

2 Kebiasaan (Folksway) Norma yang menunjukan perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama C. Lembaga Sosial 1. Pengertian Lembaga Sosial dan Norma Lembaga Sosial suatu sistem norma yg bertujuan utk mengatur tindakan tindakan maupun kegiatan masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan industri modern mempengaruhi perkembangan kehidupan sosial di masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat tentu saja tidak lepas dari pengaruh

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Kemiskinan Nelayan Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

\Pengertian Lembaga Keluarga

\Pengertian Lembaga Keluarga \Pengertian Lembaga Keluarga Lembaga keluarga merupakan unit sosial yang terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Dalam sebuah keluarga, diatur hubungan antar anggota keluarga

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.310, 2014 WARGA NEGARA. Kependudukan. Grand Design. Pembangunan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki sejumlah suku besar berciri khas tradisional. Suku yang terkenal adalah Minangkabau, Aceh, Batak, Melayu, dan ada juga sejumlah suku-suku

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1937, Murdok menemukan tiga Tipe keluarga yaitu; keluarga inti (Nurclear

I. PENDAHULUAN. 1937, Murdok menemukan tiga Tipe keluarga yaitu; keluarga inti (Nurclear I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerjasama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. Melalui servecynya terhadap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi

HASIL. Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga Rata-rata ± Standar Deviasi 43 HASIL Karakteristik Keluarga Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk suatu negara merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi atau peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Penduduk tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 7 TAHUN 2001 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan, perubahanperubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang wajar, oleh karena setiap

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Keluarga Undang-Undang No.52 tahun 2009 mendefinisikan keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau

Lebih terperinci

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA

Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan PUSKAMUDA Rumusan Isu Strategis dalam Draft RAN Kepemudaan 2016 2019 PUSKAMUDA Isu Strategis dalam Kerangka Strategi Kebijakan 1. Penyadaran Pemuda Nasionalisme Bina Mental Spiritual Pelestarian Budaya Partisipasi

Lebih terperinci

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI

WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI WANITA DAN STRUKTUR SOSIAL ( Suatu Analisa Tentang Peran Ganda Wanita Indonesia) Dra. LINA SUDARWATI Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Masyarakat dunia pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan. Pendapatan merupakan balas jasa bekerja setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan. Pendapatan merupakan balas jasa bekerja setelah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendapatan Keluarga 1. Pengertian Pendapatan Pada dasarnya tujuan orang bekerja adalah untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan merupakan balas jasa bekerja setelah menyelesaikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis.

PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. 1 PENDAHULUAN Latar belakang Dampak dari krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia menurun drastis. Meskipun perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia hidup juga berbeda. Kemajemukan suku bangsa yang berjumlah. 300 suku hidup di wilayah Indonesia membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang berbhineka, baik suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Selain itu, kondisi geografis dimana bangsa Indonesia hidup juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981

R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 R-165 REKOMENDASI PEKERJA DENGAN TANGGUNG JAWAB KELUARGA, 1981 2 R-165 Rekomendasi Pekerja dengan Tanggung Jawab Keluarga, 1981 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 28 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sampai dengan

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN BAB XI KESIMPULAN DAN SARAN 1 1.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian dalam bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa secara historis perubahan yang terjadi secara umum di desa ini adalah sebagai berikt:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Keuangan Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Keuangan Keluarga 5 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Keuangan Keluarga Manajemen merupakan salah satu turunan ilmu ekonomi. Walaupun manajemen tidak membuat sumberdaya yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan sakral dalam kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari kehidupan manusia

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh suatu negara. Berdasarkan data BPS tahun 2010, persentase kemiskinan saat ini mencapai 13,3 persen. Kemiskinan tersebut

Lebih terperinci

Eksistensi Perempuan dalam Pembangunan yang Berwawasan Gender

Eksistensi Perempuan dalam Pembangunan yang Berwawasan Gender ISSN 1907-9893 Populis, Volume 7 No. 2 Oktober 2013 Eksistensi Perempuan dalam Pembangunan yang Berwawasan Gender Oleh SITTI NURJANA BATJO Abstraksi UUD 1945, pasal 27 menyatakan tentang persamaan hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG K E L U R A H A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENDANAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 153 TAHUN 2014 TENTANG GRAND DESIGN PEMBANGUNAN KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia. BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan salah satu istilah paling populer dalam kehidupan manusia dan tidak bisa dipisahkan dari roda kehidupan manusia setiap orang membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan serta dididik sampai menjadi dewasa. Kewajiban suami selain menafkahi ekonomi keluarga, juga diharapkan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dilahirkan serta dididik sampai menjadi dewasa. Kewajiban suami selain menafkahi ekonomi keluarga, juga diharapkan menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga sebagai unit kelompok terkecil dalam masyarakat yang mempunyai kedudukan cukup sentral dan penting dalam pembentukan struktural sosial kemasyarakatan.

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

Naskah Pidato PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB WANITA MAKIN DIMANTAPKAN MELALUI PENINGKATAN PENGETAHUAN

Naskah Pidato PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB WANITA MAKIN DIMANTAPKAN MELALUI PENINGKATAN PENGETAHUAN Naskah Pidato PERANAN DAN TANGGUNG JAWAB WANITA MAKIN DIMANTAPKAN MELALUI PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETRAMPILAN DI BERBAGAI BIDANG UNTUK PENINGKATAN TARAF HIDUP BANGSA Ujang Sumarwan NIP : 727412097

Lebih terperinci

INPRES 14/1999, PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA

INPRES 14/1999, PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA Copyright (C) 2000 BPHN INPRES 14/1999, PENGELOLAAN PROGRAM AKSI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA *52209 INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (INPRES) NOMOR 14 TAHUN 1999 (14/1999) TENTANG PENGELOLAAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci