PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 116 / VII /2010 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 116 / VII /2010 TENTANG"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 116 / VII /2010 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS NAVIGASI DAN PROSEDUR PENERBANGAN (Advisory Circular Part 171-5) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan telah mengatur fasilitas navigasi penerbangan yang dioperasikan untuk pelayanan navigasi penerbangan wajib dikalibrasi secara berkala agar tetap laik operasi; b. bahwa dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 10 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Civil Aviation Safety Regulations Part 171) Tentang Penyelenggara Pelayanan Telekomunikasi Dan Radio Navigasi Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service And Radio Navigation Service Providers), telah mengatur mengenai inspeksi penerbangan (flight inspection); c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara tentang Petunjuk Dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi Fasilitas Navigasi Dan Prosedur Penerbangan; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075);

2 3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006; 4. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2008; 5. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 69 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kalibrasi Fasilitas Penerbangan; 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 20 Tahun 2008; 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 10 Tahun 2009 tentang Peraturan-Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Civil Aviation Safety Regulations part 171) tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telekomunikasi Dan Radio Navigasi Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service And Radio Navigation Service Providers); 8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan-Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173 (Civil Aviation Safety Regulations part 173) tentang Perancangan Prosedur Penerbangan Instrumen (Instrument Flight Procedure Design); 9. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP/99/II/2009 Tentang Petunjuk Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Manual Of Standard Part 171) Telekomunikasi Aeronautika (Aeronautical Telecommunication) Dan Pelayanan Radio Navigasi (Radio Navigation Services);

3 MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS NAVIGASI DAN PROSEDUR PENERBANGAN. Pasal 1 Memberlakukan Petunjuk Dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi Fasilitas Navigasi dan Prosedur Penerbangan. Pasal 2 Petunjuk dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi Fasilitas Navigasi dan Prosedur Penerbangan, sebagaimana tercantum dalam lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Pasal 3 (1) Fasilitas telekomunikasi penerbangan dan fasilitas pelayanan pendaratan visual yang dioperasikan untuk pelayanan navigasi penerbangan wajib dikalibrasi secara berkala agar tetap laik operasi. (2) Fasilitas telekomunikasi penerbangan sebagaimana ayat (1), meliputi: a. Fasilitas komunikasi aeronautika bergerak, terdiri dari: i. Very High Frequency Air Ground (VHF A/G) b. Fasilitas radio navigasi aeronautika, terdiri dari: i. Very High Omnidirectional Range (VOR); ii. Non Directional Beacon (NDB); iii. Instrument Landing System (ILS); iv. Distance Measuring Equipment (DME). c. Fasilitas pengamatan penerbangan, terdiri dari: i. Radio Detection and Ranging (RADAR); (3) Fasilitas pelayanan pendaratan visual, terdiri dari: a. Approach Lighting System; b. Flashing Light; c. Threshold Light; d. Runway Light; e. Precision Approach Path Indicator (PAPI); f. Visual Approach Slope Indicator (VASI); g. Runway End Identification Light (REIL)

4 Pasal 4 Prosedur penerbangan instrumen (Standar Instrument Approach Procedure) dan visual (Instrument and Visual Flight Procedure) yang digunakan untuk pelayanan navigasi penerbangan dan dikalibrasi, terdiri dari: a. Standar Instrument Departure (SID); b. Standar Terminal Arrival Route (STAR); c. Area Navigation (RNAV); d. Required Navigation Performance (RNP); e. Instrument Approach Procedure (IAP); f. Enroute (ATS Route dan Visual Route); g. Minimum Vectoring Altitude; h. Minimum Sector Altitude. Pasal 5 Jenis kalibrasi penerbangan (Type of Flight Inspection) terdiri dari: a. Evaluasi lapangan (Site evaluation ); b. Pemeriksaan awal untuk siap dioperasikan (Flight Commissioning); c. Berkala (Periodic); d. Pemantauan (Surveillance); e. Kondisi khusus (Special Flight Inspection), yang meliputi: 1. setelah terjadinya kecelakaan (after accident); 2. permintaan operator (request by operator). Pasal 6 Fasilitas navigasi penerbangan yang baru dipasang harus di Flight Commissioning meliputi : a. fasilitas komunikasi penerbangan, yang digunakan untuk komunikasi dari darat ke pesawat udara (Ground to Air). b. fasilitas radio navigasi penerbangan; c. fasilitas pengamatan penerbangan; d. fasilitas pelayanan pendaratan visual.

5 Pasal 7 (1) Masa berlaku/periodisasi kalibrasi penerbangan adalah sebagai berikut: NO JENIS /PERALATAN FASILITAS NAVIGASI PENERBANGAN PERIODISASI FLIGHT INSPECTION 1. ILS 6 Bulan 2. DVOR 12 Bulan 3. DME 24 Bulan 4. CVOR 12 Bulan 5. NDB 36 Bulan 6. RADAR Apabila diperlukan 7. KOMUNIKASI (VHF) Apabila diperlukan. 8. SIAP Apabila diperlukan 9. PAPI with ILS 6 Bulan 10. PAPI without ILS 24 Bulan 11. VASI 24 Bulan (2) Hasil kalibrasi penerbangan (Flight Inspection Report) fasilitas navigasi penerbangan sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 3 berupa status peralatan: a. Tanpa batasan (Unrestricted); b. Terbatas (Restricted); atau c. Tidak dapat digunakan (Unuseable). (3) Hasil kalibrasi penerbangan sementara (interim report) disampaikan kepada penyelenggara bandar udara atau penyelenggara navigasi penerbangan. (4) Penyelenggara bandara atau penyelenggara navigasi penerbangan harus menyampaikan hasil kalibrasi penerbangan sementara (interim report) sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) kepada Notam Office dengan menggunakan format notam sesuai dengan aturan yang berlaku. (5) Hasil akhir kalibrasi penerbangan (final report) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaporkan kepada Direktur Jenderal cq. Direktur Navigasi Penerbangan. Pasal 8 (1) Hasil pengujian di darat (Ground Inspection) dapat dijadikan perpanjangan masa berlaku kalibrasi penerbangan, dalam hal pelaksanaan kalibrasi penerbangan belum dapat dilaksanakan.

6 (2) Pengujian di darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh operator yang memberikan pelayanan navigasi penerbangan sesuai dengan prosedur pengujian di darat yang telah ditetapkan. (3) Perpanjangan masa berlaku kalibrasi (extend) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan maksimum 2 (dua) kali periode perpanjangan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Untuk peralatan ILS (Instrument Landing System) diberikan periode perpanjangan selama 3 bulan; b) Untuk peralatan DVOR (Doppler Very High Omnidirectional Range) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; c) Untuk peralatan DME (Distance Measuring Equipment) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; d) Untuk peralatan CVOR (Conventional Very High Omnidirectional Range) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; e) Untuk peralatan NDB (Non Directional Beacon) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; f) Untuk peralatan PAPI (Precision Approach Path Indicator) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; g) Untuk peralatan VASI (Visual Approach Slope Indicator) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan. Pasal 9 Dengan berlakunya peraturan ini, maka Flight Inspection Manual DOK.OP.OO.F1,1.78 tahun 1978, cetakan kedua tahun 1992 dan SKEP/182/VII/2009 tentang Petunjuk Dan Tata Cara Penyelenggaraan Kalibrasi Fasilitas Navigasi Dan Prosedur Penerbangan Bagian (Advisory Circular Part 171 5), dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

7

8 Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : SKEP / 116 / VII /2010 Tanggal : 07 Juli 2010 ADVISORY CIRCULAR PART (AC 171-5) PETUNJUK DAN TATA CARA PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS NAVIGASI DAN PROSEDUR PENERBANGAN

9 CATATAN AMANDEMEN NOMOR TANGGAL DIUSULKAN OLEH DISAHKAN OLEH i

10 DAFTAR ISI BAGIAN 101 UMUM BAGIAN BAGIAN 101 HAL UMUM PENDAHULUAN TUJUAN LATAR BELAKANG DEFINISI UNIT DARI PENGUKURAN BAGIAN BAGIAN 102 KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PETUGAS KALIBRASI PENERBANGAN KEWENANGAN TANGGUNG JAWAB BAGIAN BAGIAN 103 PERSYARATAN KHUSUS PENDAHULUAN PESAWAT TERBANG KEANGGOTAAN PERSONEL INSPEKSI PENERBANGAN PERALATAN PENUNJANG UNTUK DI DARAT DAN DI PESAWAT BAGIAN BAGIAN 104 JENIS DAN PRIORITAS INSPEKSI PENERBANGAN PENDAHULUAN INSPEKSI EVALUASI LAPANGAN INSPEKSI COMMISSIONING INSPEKSI BERKALA INSPEKSI KONDISI KHUSUS INSPEKSI PEMANTAUAN (SURVEILLANCE) PRIORITAS DARI INSPEKSI PENERBANGAN BAGIAN BAGIAN 105 FREKUENSI INSPEKSI BERKALA PENERBANGAN PENDAHULUAN PERPANJANGAN (EKSTENSI) LAYANAN YANG MELEWATI TANGGAL JATUH TEMPO INSPEKSI BERKALA (PERIODIK) NAVAIDS YANG SEMENTARA TIDAK DAPAT BEROPERASI CEKPOIN PENERIMA RHO-THETA (RHO-THETA RECEIVER) INTERVAL INSPEKSI BERKALA

11 BAGIAN BAGIAN 106 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN SECARA UMUM PENDAHULUAN PERMINTAAN INSPEKSI PENERBANGAN PERSIAPAN SEBELUM TERBANG PELAKSANAAN INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA DAN EVALUASI TINDAKAN SETELAH INSPEKSI PENERBANGAN BAGIAN BAGIAN 107 KLASIFIKASI STATUS FASILITAS DAN NOTAM PENDAHULUAN KLASIFIKASI STATUS FASILITAS NOTAM BAGIAN BAGIAN 108 REKAMAN DAN LAPORAN PENDAHULUAN PENCATATAN LAPORAN BAGIAN BAGIAN 109 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN DARURAT MILITER DAN BENCANA ALAM PENDAHULUAN PERSYARATAN PRA PENERBANGAN PROSEDUR PENDEKATAN (APPROACH) EN-ROUTE DAN TRANSITION COVERAGE STATUS FASILITAS DAN NOTAM DOKUMENTASI INSPEKSI PENERBANGAN DAN LAPORAN PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN DAN TOLERANSI BAGIAN BAGIAN ( ) DISIAPKAN ( ) -1 BAGIAN BAGIAN 201 SISTEM RHO DAN THETA PENDAHULUAN PERSYARATAN PRA PENERBANGAN PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA ANALISA SPEKTRUM COURSE STRUCTURE TOLERANSI

12 BAGIAN BAGIAN 202 PENGETESAN FASILITAS VOR PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA TOLERANSI BAGIAN BAGIAN 203 DISIAPKAN BAGIAN BAGIAN 204 VISUAL GLIDE SLOPE INDICCATOR (VGSI) PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA TOLERANSI PENYESUAIAN/PENGESETAN BAGIAN BAGIAN ( ) DISIAPKAN ( ) -1 BAGIAN BAGIAN 207 FREKUENSI RENDAH DAN MENENGAH NONDIRECTIONAL BEACON (NDB) PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG (PREFLIGHT) PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA TOLERANSI PENYESUAIAN/PENGESETAN BAGIAN BAGIAN 208. UHF HOMING BEACONS (DISIAPKAN) BAGIAN BAGIAN 209 AREA NAVIGATION (RNAV) PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA INSPEKSI PENERBANGAN TOLERANSI PENYESUAIAN/PENGESETAN BAGIAN BAGIAN 210 DISIAPKAN 210-1

13 BAGIAN BAGIAN 211 KOMUNIKASI PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR PENERBANGAN BAGIAN BAGIAN 212. DIRECTION FINDING STATIONS (DF) (DISIAPKAN) BAGIAN BAGIAN 213 DISIAPKAN BAGIAN BAGIAN 214 INSPEKSI PENERBANGAN UNTUK PROSEDUR PENERBANGAN INSTRUMENT PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA TOLERANSI PENYESUAIAN/PENGESETAN BAGIAN BAGIAN 215 SURVEILANCE RADAR AND AIR TRAFFIC CONTROL RADAR BEACON SYSTEM (ATCRBS) PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA TOLERANSI DOKUMENTASI KLASIFIKASI FASILITAS BAGIAN BAGIAN 216. PRECISION APROACH RADAR (PAR) (DISIAPKAN) BAGIAN BAGIAN 217 INSTRUMEN LANDING SYSTEM (ILS) PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA TOLERANSI PENYESUAIAN/PENGESETAN

14 BAGIAN BAGIAN 218 LAMPU PENDEKATAN PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA INSPEKSI PENERBANGAN TOLERANSI PENYESUAIAN BAGIAN BAGIAN MHz. MARKER BEACON PENDAHULUAN PERSYARATAN SEBELUM TERBANG PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN ANALISA TOLERANSI BAGIAN BAGIAN BAGIAN 220. MICROWAVE LANDING SYSTEM (MLS) (DISIAPKAN) BAGIAN 221. FLIGHT INSPECTION OF VFR AERONAUTICAL CHARTS (DISIAPKAN) BAGIAN BAGIAN ( ) DISIAPKAN ( ) -1 BAGIAN BAGIAN 301 INFORMASI TAMBAHAN DEFINISI DAN SIMBOL BAGIAN BAGIAN 302 FORMULA FORMULA PENDAHULUAN UMUM TACAN MARKERS(75 MHZ) RADAR LOCALIZER GLIDE SLOPE PRECISION APPROACH PROSEDUR MLS PFE/PFN/CMN ANGULAR TOLERANCE FMS WAYPOINT DME EVALUATION ORBIT/ARC RADIUS

15 BAGIAN BAGIAN 303 CHART RADIO LINE OF SIGHT CHART CORRECTION FOR EARTH CURVATURE TAILORED LOCALIZER COURSE WIDTH ILS STRUCTURE TOLERANCES BAGIAN BAGIAN 304 KESALAHAN THEODOLITE BAGIAN BAGIAN 305 SPEKTRUM FREKUENSI ALOKASI FREKUENSI TATA NAMA FREQUENCY BANDS

16 BAGIAN 101. UMUM PENDAHULUAN Keselamatan penerbangan dan pengontrolan pergerakan pesawat terbang yang efektif memerlukan adanya peralatan navigasi penerbangan yang akurat, handal, dan dapat dipercaya. Untuk mencapai keselamatan penerbangan pada tingkat yang tinggi maka ditetapkan prosedur pemeliharaan standar peralatan navigasi penerbangan. Peralatan navigasi penerbangan dioperasikan oleh instansi yang berbeda antara lain Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, TNI Angkatan Udara dan swasta. Fasilitas navigasi penerbangan harus memberikan pelayanan yang maksimum kepada para pemakai, dengan memberikan informasi yang seragam sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pengecekan fisik pola pancaran elektromagnetik di ruang udara dari fasilitas navigasi penerbangan harus dilakukan untuk menentukan kwalitas derajat akurasi dari informasi yang diberikan dan untuk meyakinkan keakuratan peralatan tersebut. Inspeksi penerbangan yang akurat dengan pesawat terbang yang dilengkapi dengan komputer konsol dan personil berkwalitas sangatlah penting bagi tujuan ini. Instansi yang diberi hak untuk menyediakan tugas inspeksi penerbangan di wilayah Indonesia adalah Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan TUJUAN Buku Petunjuk ini berisikan kebijakan, prosedur dan kriteria dari inspeksi penerbangan dan pengesahan dari pelayanan navigasi penerbangan dan prosedur penerbangan instrumen. Buku Petunjuk ini digunakan sebagai pedoman dalam inspeksi penerbangan dari semua fasilitas navigasi penerbangan dibawah pengawasan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara LATAR BELAKANG a. Kebijakan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Penyelenggaraan kalibrasi penerbangan dapat dilakukan oleh pemerintah dan / atau badan hukum yang mendapat sertifikat dari Menteri. b. Tujuan Program. Perencanaan sekarang dan yang akan datang harus disesuaikan dengan tujuan sebagai berikut: - Kemampuan survei peralatan dan analisa di darat serta data penerbangan. - Korelasi pengukuran di darat dan di pesawat pada saat commissioning. - Keandalan sistem yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Hal 101-1

17 - Pengawasan penerbangan di wilayah ruang udara Indonesia, penentuan kemampuan sistem, batasan sistem dan masukan untuk pengembangan sistem. - Untuk meninjau ulang, memverifikasi, dan menyesuaikan topografi, pola dan data penghalang (jalan, rel kereta api, antena-antena, menara-menara, saluran listrik, sungai, wilayah perkotaan, dan lain-lain.) yang termuat pada peta penerbangan guna melihat keakuratan dan keterbatasan navigasi. - Jaminan pengukuran atas pengukuran di darat, yang tidak dapat dilakukan dengan metode lainnya. c. Hubungan dengan aturan memerintah. Prosedur Penerbangan Instrumen (Flight Instrument Procedure) dan pelayanan lalu lintas penerbangan memerlukan pengawasan penerbangan berkala pada sistem navigasi penerbangan dan pemenuhan atas standar unjuk kerja yang digunakan pada setiap alat bantu. d. Standar. Buku Petunjuk Inspeksi Penerbangan Indonesia mengacu pada: - ICAO Annex 10 Aeronautical Telecommunication Vol. 1 (Radio Navigation Aids) - ICAO Annex 14 Aerodrome Design and Operations Vol. 1 - ICAO Doc Manual on Testing of Radio Navigation Aids - ICAO Doc AN/901 Part 4 (Visual Aids) - FAA B (Flight Inspection Manual) e. Jaminan Kualitas. Inspeksi Penerbangan adalah program jaminan kualitas yang dilaksanakan dengan cara memverifikasi unjuk kinerja pelayanan navigasi penerbangan dan prosedur-prosedur penerbangan instrumen yang telah diterbitkan DEFINISI Buku petunjuk ini berisi statemen-statemen kebijakan dan materi petunjuk. Kata kerja yang digunakan: a. Penggunaan HARUS adalah tindakan yang bersifat wajib dilaksanakan. b. Penggunaan AKAN adalah tindakan yang bersifat akan dilaksanakan. c. Penggunaan PERLU adalah tindakan yang diperlukan tetapi tidak bersifat wajib. d. Penggunaan BOLEH adalah tindakan yang bersifat boleh dilaksanakan. Hal 101-2

18 UNIT DARI PENGUKURAN Acuan-acuan yang digunakan pada buku petunjuk ini (sampai ada informasi yang lainnya) sebagai berikut: Istilah Referensi Mil.... Mil laut Airspeeds dan Groundspeed Knots Bearing, headings, Azimuth Radial, Direction Informastion & Instructions.. Magnetic North Altitudes.... Absolute (Tinggi sebenarnya diatas tanah). Hal 101-3

19 KEWENANGAN BAGIAN 102. KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB PETUGAS KALIBRASI PENERBANGAN Petugas kalibrasi penerbangan mempunyai kewenangan : a. Melaksanakan inspeksi penerbangan terhadap fasilitas navigasi penerbangan (NAVAIDS) untuk menentukan bahwa pelayanan navigasi tersebut memenuhi toleransi yang ditetapkan dalam buku petunjuk ini, dan fasilitas tersebut dapat mendukung prosedur penerbangan. b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelayanan penerbangan. c. Pengajuan penerbitan NOTAM-NOTAM sesuai dengan pembatasan-pembatasan yang terdapat di bagian 107. d. Menjamin signal di udara (signal-in-space) fasilitas navigasi penerbangan berdasarkan hasil dari inspeksi penerbangan. e. Melaporkan segala kondisi bahaya selama inspeksi penerbangan. f. Mengambil tindakan-tindakan sesuai dengan prosedur. g. Meninjau ulang, memverifikasi, dan menyesuaikan topografi, pola dan data penghalang (jalan, rel kereta api, antena-antena, menara-menara, saluran listrik, sungai, wilayah perkotaan, dan lain-lain.) yang termuat pada peta penerbangan guna melihat keakuratan dan ketidakgunaan navigasi TANGGUNG JAWAB Petugas kalibrasi penerbangan bertanggung jawab atas: a. Melaksanakan inspeksi penerbangan sesuai dengan prosedur dalam Buku Petunjuk ini. b. Menentukan kemampuan pelayanan untuk memenuhi fungsi yang diperlukan. c. Menganalisa dan mengevaluasi data inspeksi penerbangan untuk menetapkan klasifikasi status yang sesuai. d. Menjamin sinyal di udara atas fasilitas navigasi penerbangan sesuai dengan toleransi-toleransi yang dijelaskan di dalam Buku petunjuk ini. e. Berkoordinasi dengan engineer, teknisi, dan/atau personil operasi lalu lintas penerbangan. f. Melaporkan hasil dari inspeksi penerbangan dan status fasilitas kepada instansi yang bertanggung jawab. Hal 102-1

20 g. Memberikan penjelasan teknis secara detail pada Notam berdasarkan data inspeksi penerbangan. h. Membuat rekomendasi kepada komandan Militer dalam hal Notam untuk fasilitas militer. i. Memeriksa keakuratan dari NOTAM dan informasi yang dikirimkan. j. Menginspeksi Prosedur Penerbangan Instrumen sebelum dipublikasikan. k. Mengoptimalkan unjuk kerja fasilitas dengan melakukan adjusment yang diperlukan saat inspeksi penerbangan. l. Menentukan bahwa jenis prosedur RNAV memenuhi persyaratan prosedur instrumen. Hal 102-2

21 103.1 PENDAHULUAN. BAGIAN 103. PERSYARATAN KHUSUS Bagian ini menjelaskan konsep persyaratan khusus dari suatu pesawat terbang, anggota personil inspeksi penerbangan, dan peralatan di darat yang digunakan untuk inspeksi PESAWAT TERBANG. Organisasi Inspeksi penerbangan harus mengidentifikasikan persyaratan pesawat secara spesifik berdasarkan kebutuhan operasional. Karakteristik umum pesawat terbang untuk inspeksi penerbangan sebagai berikut: a. Pesawat terbang dilengkapi dengan instrumen untuk terbang malam. b. Kapasitas yang cukup untuk personil inspeksi penerbangan, observer, dan teknisi di darat dan/atau teknisi serta peralatan penunjang lainnya. c. Memiliki jangkauan dan daya tahan yang cukup dalam misi normal tanpa membutuhkan persediaan cadangan. d. Aerodinamik yang stabil sepanjang daerah laju. e. Suara dan getaran rendah. f. Sistem elektrik yang stabil dan memadai, mampu digunakan untuk mengoperasikan peralatan elektronik yang diperlukan dan peralatan perekam serta peralatan pesawat terbang lainnya. g. Memiliki ragam kecepatan dan jangkauan ketinggian, yang diperlukan dalam inspeksi penerbangan pada kondisi normal seperti yang diminta oleh pengguna. h. Dapat di Modifikasi sesuai kebutuhan inspeksi penerbangan yang baru atau peningkatan pelayanan navigasi KEANGGOTAAN PERSONEL INSPEKSI PENERBANGAN (DISIAPKAN) PERALATAN PENUNJANG UNTUK DI DARAT DAN DI PESAWAT TERBANG Peralatan penunjang di pesawat terbang dan di darat harus dikalibrasi sesuai dengan standart teknologi internasional. a. Automated Flight Inspection System (AFIS), apabila dapat digunakan, metode ini dapat diterapkan untuk melaksanakan inspeksi penerbangan. Hal 103-1

22 b. Sistem lain yang disetujui (Portable/Utility Class) dan metode-metode (theodolite, RTT atau manual) bisa digunakan selama tidak bertentangan dengan buku petunjuk inspeksi penerbangan. Portable/Utility Class, yang dipasang di pesawat terbang untuk tujuan inspeksi penerbangan, harus dipasang sesuai dengan prosedur-prosedur yang disetujui oleh ICAO. Hal 103-2

23 BAGIAN 104. JENIS DAN PRIORITAS INSPEKSI PENERBANGAN PENDAHULUAN. Inspeksi Penerbangan dibagi dalam lima kategori: Evaluasi Lapangan, Pemeriksaan awal untuk siap dioperasikan (Commissioning), Berkala, Kondisi Khusus, dan Pemantauan INSPEKSI EVALUASI LAPANGAN Inspeksi penerbangan untuk menentukan kelaikan suatu lokasi yang diusulkan sebagai lokasi pemasangan fasilitas secara permanen. Inspeksi ini dapat meliputi pengecekan serta pengecekan tambahan lainnya selama diperlukan INSPEKSI COMMISSIONING Inspeksi penerbangan secara komprehensif untuk memperoleh informasi yang lengkap seperti unjuk kerja sistem dan untuk memastikan bahwa sistem mampu memenuhi persyaratan operasional Inspeksi Commisioning Pada Fasilitas Yang Terpasang Pada landasan pacu yang belum selesei. Adakalanya, commisioning dilaksanakan sebelum selesainya kegiatan konstruksi landasan, termasuk pengecatan dan penerangan. Ketika ini terjadi, Inspeksi Kondisi Khusus harus dilaksanakan setelah selesainya pekerjaan landasan dan sebelum fasilitas navigasi ditempatkan dalam pelayanan. Petugas kalibrasi penerbangan melaksanakan commisioning dan inspeksi Kondisi Khusus. Jika, petugas kalibrasi penerbangan menyatakan bahwa sisa pekerjaan landasan dapat diabaikan dan tidak perlu pelaksanaan inspeksi kondisi khusus sebelum fasilitas digunakan, kondisi ini harus didokumentasikan pada laporan kalibrasi penerbangan (Daily Flight Log) INSPEKSI BERKALA Inspeksi penerbangan yang dilakukan secara berkala/terjadwal untuk menentukan bahwa sistem memenuhi standar dan persyaratan operasional INSPEKSI KONDISI KHUSUS Inspeksi Kondisi Khusus adalah inspeksi penerbangan diluar jadwal inpeksi penerbangan. Digunakan untuk mengevaluasi karakteristik unjuk kerja sistem, subsistem, atau fasilitas. Teknisi pemelihara fasilitas memiliki tanggung jawab untuk berkoordinasi dengan petugas kalibrasi penerbangan yang melakukan inspeksi, berdasarkan persyaratan dan jenis pemeliharaan yang digunakan. a. Fasilitas Yang Tidak Disetujui. Inspeksi fasilitas yang tidak disetujui untuk digunakan (peralatan di dalam pengetesan, fasilitas tanpa monitor, dan lain-lain) akan dilaksanakan Inspeksi Kondisi Khusus. Saat fasilitas ini tidak bisa di commisioning untuk IFR maka fasilitas Hal 104-1

24 tersebut tidak boleh digunakan. Pengecekan item-item dilakukan berdasarkan permintaan dari pengguna. b. Pemindahan dan Penggantian Fasilitas. Penggantian peralatan yang jenis dan konfigurasinya sama serta ditempatkan di lokasi yang kondisi fisiknya sama, termasuk lokasi antena, maka perlu dilakukan inspeksi Kondisi Khusus. Item-item yang diperlukan untuk perubahan antena harus dilakukan seminimal mungkin. Persyaratan tambahan dari inspeksi tersebut ditentukan bersama-sama oleh petugas kalibrasi penerbangan dan teknisi pemeliharaan fasilitas navigasi penerbangan Setelah Kecelakaan. Inspeksi ini dilaksanakan berdasarkan permintaan koordinator/investigator kecelakaan, dilakukan untuk memverifikasi bahwa unjuk kerja sistem masih laik digunakan dan dapat mendukung prosedur penerbangan instrumen. a. Tindak lanjut Inspeksi ini merupakan prioritas 1a dan harus dilaksanakan sesegera mungkin. b. Preflight Persyaratan-persyaratan. Petugas kalibrasi penerbangan harus memperoleh informasi sebagai berikut: (1) Konfigurasi peralatan pada saat kecelakaan, yaitu penerima, pemancar atau radar channel pada kondisi beroperasi. (2) Penggunaan prosedur penerbangan instrumen. (3) Segala informasi tambahan yang membantu di dalam analisa inspeksi. c. Prosedur Inspeksi. (1) Berkoordinasi dengan teknisi pemeliharaan fasilitas untuk menkonfigurasi sistem sesuai alinea b(1). (2) Melengkapi checklist inspeksi berkala. Pengecekan dilakukan hanya pada peralatan dan prosedur penerbangan instrumen yang digunakan oleh pesawat terbang yang kecelakaan. Penyetelan lintasan orbit VOR atau TACAN tidak perlu dilakukan. Dilarang melaksanakan penyetelan fasilitas setelah terjadi kecelakaan. Penyetelan peralatan dilakukan pada inspeksi kondisi khusus yang terpisah. (3) Jika sistem atau prosedur tidak memiliki persyaratan inspeksi berkala, evaluasi dilakukan pada area dimana kecelakaan terjadi. Hal 104-2

25 (4) Lengkapi segala materi tambahan yang di minta oleh teknisi pemeliharaan fasilitas, personil pengatur lalu lintas udara (ATC), koordinator/investigator kecelakaan, atau pimpinan pada suatu fasilitas militer. (5) Apabila faktor kecelakaan terkait dengan permukaan bumi atau bangunan yang dibuat manusia, evaluasi dilakukan dengan studi pemetaan atau evaluasi penerbangan. d. Kerahasiaan informasi kecelakaan. Segala temuan pada inspeksi penerbangan atau informasi lain terkait hasil penyelidikan kecelakaan harus dibatasi dengan sepengetahuan koordinator/investigator kecelakaan, teknisi, dan personil lalu lintas udara (ATC). Hasil inspeksi penerbangan harus sesegera mungkin diberikan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan Komisi Nasional Kecelakaan Transportasi dan harus disimpan Konfigurasi Ulang. Inspeksi kondisi khusus dilakukan berdasarkan permintaan teknisi pemelihara fasilitas, dilakukan apabila terdapat modifikasi atau relokasi pada suatu fasilitas sehingga mempengaruhi pola pancarannya (radiation pattern). Perubahan jenis antena diklasifikasikan sebagai konfigurasi ulang. Semua Inspeksi commissioning harus dilaksanakan sesuai konfigurasi ulang fasilitas, kecuali tidak dipersyaratkan oleh petugas kalibrasi penerbangan dan teknisi pemelihara fasilitas. Toleransi pada hasil inspeksi commissioning harus di gunakan Inspeksi TACAN Inspeksi TACAN ditetapkan selesai pada pertengahan inspeksi. Maka harus dilaksanakan inspeksi kondisi khusus pada pengecekan berikutnya INSPEKSI PEMANTAUAN (SURVEILLANCE). Observasi yang dilakukan secara terus menerus terhadap komponen pada suatu sistem, prosedur, atau pelayanan. Inspeksi yang dilaksanakan meliputi pengecekan sepintas (spot check) selama operasi penerbangan normal. Tidak perlu dilaporkan kecuali ditemukan penyimpangan. Penyimpangan (out-of-tolerance) atau kondisi yang tidak sesuain ditemukan pada saat inspeksi pemantauan harus dicatat pada laporan kalibrasi penerbangan, dan apabila perlu diterbitkan NOTAM Pemantauan Pelayanan Penerbangan Selama operasi penerbangan rutin, petugas kalibrasi penerbangan wajib memberitahukan segala sesuatu yang tidak biasa, tidak standar atau yang memungkinkan adanya bahaya. a. Inspeksi. Inspeksi dapat meliputi, tetapi tidak terbatas pada item dibawah ini : Hal 104-3

26 (1) Kondisi landasan pacu, taxiway, daerah sekitar Bandar udara. (2) Landasan pacu, landasan hubung, warna rambu dan posisi rambu, kehilangan atau kerusakan pada petunjuk visual atau kondisinya telah buram atau hilang. (3) Kondisi permukaan landasan pacu akibat dari tabrakan antar pesawat terbang, kendaraan atau pejalan kaki (runway Incursion). (4) Kegiatan pekerjaan bangunan di Bandar udara yang membahayakan atau menyebabkan menurunnya unjuk kerja alat bantu navigasi. (5) Halangan baru pada daerah pendekatan instrumen (instrument approach area) yang menghalangi pemanduan atau menyebabkan kondisi berbahaya. (6) Semak-semak atau pohon yang tumbuh menghalangi sinar lampu landasan (approach lights). (7) Pemudaran atau landasan pacu rusak atau terhalang sinar lampu. (8) Situasi bahaya lain seperti bahaya karena burung. (9) Pelayanan lalu lintas penerbangan contohnya persetujuan rencana terbang, komunikasi dan sebagainya. (10) Pelayanan jasa lainnya seperti BMKG atau pelayanan pendukung Bandar udara lainnya. b. Laporan. Lihat instruksi pelaporan pada Buku petunjuk ini di bagian PRIORITAS DARI INSPEKSI PENERBANGAN Daftar prioritas di bawah harus dijadikan ketetapan untuk menentukan prioritas pelaksanaan inspeksi penerbangan apabila ada dua atau lebih permintaan untuk melaksanakan inspeksi penerbangan dikarenakan keterbatasan sumber daya pada Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan. Dengan pengecualian pada inspeksi setelah terjadi kecelakaan, semua inspeksi yang lain dapat dijadwalkan seefektif mungkin sesuai penggunaan pesawat terbang dan awak pesawatnya. Penjadwalan inspeksi penerbangan harus mempertimbangkan cuaca, ketersediaan tim perawatan, Fasilitas perjalanan lain dan pengaruh di bandar udara ketika inspeksi dijadwalkan. Prioritas 1a 1b 1c 1d 2a Tipe Pelayanan Investigasi Kecelakaan. Perbaikan dari fasilitas yang rusak diluar yang tidak terjadwal atau inspeksi NAVAIDs pendukung operasional Penerbangan militer. Inspeksi penerbangan dari adanya laporan kerusakan fungsi fasilitas Perbaikan dari fasilitas yang rusak seperti scheduled shutdown Evaluasi lapangan (site evaluation). Hal 104-4

27 2b 3a 3b 3c 3d Inspeksi commissioning pada fasilitas baru atau prosedur Penerbangan instrumen baru. Inspeksi berkala. Perbaikan pada peralatan cadangan (standby equipment) (kecuali ILS CAT II/III, lihat prioritas 1b) Evaluasi Penganalisa sinyal alat bantu navigasi (Navigational Aids Signal Evaluator). Perbaikan pada fasilitas training VFR menurut jadwal atau diluar jadwal. Hal 104-5

28 BAGIAN 105. FREKUENSI INSPEKSI BERKALA PENERBANGAN PENDAHULUAN. Bagian ini menjelaskan frekuensi minimum inspeksi berkala penerbangan. Apabila diperlukan untuk kepentingan keselamatan penerbangan atau justifikasi lainnya, frekuensi inspeksi berkala dapat ditingkatkan. Setiap inspeksi yang dilakukan diluar frekuensi yang dijelaskan pada bagian ini digolongkan sebagai inspeksi kondisi khusus seperti yang jelaskan pada paragraf 104.5, dan hasilnya dilaporkan. Apabila semua persyaratan yang ada pada inspeksi berkala terpenuhi pada saat pelaksanaan inspeksi kondisi khusus, inspeksi berkala berikutnya dijadwal ulang sesuai interval inspeksi kondisi khusus Umum. a. Interval. Tabel menjelaskan interval waktu inspeksi berkala penerbangan yang dijadwalkan. Jatuh tempo untuk inspeksi berkala berdasarkan jadwal berikut. Semua laporan dan catatan harus menunjukkan tanggal aktual dari inspeksi dan menunjukkan tanggal selesainya. Untuk inspeksi yang diselesaikan pada saat periode tanggal jatuh tempo atau ekstensi, inspeksi berikutnya harus didasarkan pada tanggal jatuh tempo yang dijadwalkan sebelumnya. (1) Tanggal jatuh tempo untuk periodesasi fasilitas navigasi penerbangan berbasis instrument adalah dari 15 hari sebelum sampai 15 hari setelah tanggal jatuh tempo. (2) Tanggal jatuh tempo untuk semua fasilitas navigasi berbasis visual, sistem, dan prosedur adalah dari 60 hari sebelum sampai 60 hari setelah tanggal jatuh tempo. (3) Tanggal jatuh tempo untuk VFR Aeronautical Chart adalah dari 120 hari sebelum dan 120 hari sesudah tanggal jatuh tempo. b. Penjadwalan. (1) Fasilitas NAVAIDs seperti VORTAC, VOR / DME, ILS, MLS, dll, harus di inspeksi pada tanggal jatuh tempo dan inspeksi interval yang sama untuk semua komponen fasilitasnya. (2) Prioritas inspeksi harus mengacu pada poin 1a ketika sistem, fasilitas, atau prosedur telah melampaui batas akhir tanggal jatuh tempo. (3) Inspeksi berkala dianggap lengkap jika semua pemeriksaan yang direncanakan dicapai kecuali catatan di bawah ini. Ketika inspeksi penerbangan untuk Standar Prosedur Pendekatan Instrumen (SIAP) tidak dapat diselesaikan dalam batas waktu periodik dan perpanjangan waktunya, inspeksi periodik dapat didokumentasikan secara lengkap sampai inspeksi kondisi khusus Hal 105-1

29 dilaksanakan untuk memastikan prosedur inspeksi SIAP telah selesei dan pada saat prosedur SIAP tidak diperiksa sampai batas akhir waktu periodik / ekstensi, NOTAM yang menjelaskan bahwa prosedur SIAP tidak bisa digunakan harus diterbitkan. SIAP kembali bisa dipakai apabila telah dilaksanakan inspeksi kondisi khusus. c. Inspeksi Progresif. Persyaratan untuk inspeksi berkala ditetapkan dalam cheklist pada setiap bagian dari buku petunjuk ini. Inspeksi partial atau progresif dapat dilakukan, dengan syarat bahwa semua item yang dilakukan saat inspeksi berkala sesuai dengan persyaratan dalam interval waktu sebelum jatuh tempo PERPANJANGAN (EKSTENSI) LAYANAN YANG MELEWATI TANGGAL JATUH TEMPO INSPEKSI BERKALA (PERIODIK) Jika inspeksi commissioning dilakukan untuk inspeksi SIAP/ NAVAID tidak selesai sampai tanggal jatuh tempo, jangka waktunya dapat diperpanjang berdasarkan hasil pengecekan di darat (ground inspection). Prioritas Inspeksi penerbangan ekstensi untuk NAVAID atau SIAP sama dengan inspeksi untuk fasilitas NAVAID/SIAP yang telah melewati batas waktunya. Jatuh tempo Inspeksi penerbangan berkala untuk peralatan NAVAID dapat di perpanjang sesuai ketentuan sebagai berikut: 1) Untuk peralatan ILS (Instrument Landing System) diberikan periode perpanjangan selama 3 bulan; 2) Untuk peralatan DVOR (Doppler Very High Omnidirectional Range) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; 3) Untuk peralatan DME (Distance Measuring Equipment) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; 4) Untuk peralatan CVOR (Conventional Very High Omnidirectional Range) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; 5) Untuk peralatan NDB (Non Directional Beacon) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; 6) Untuk peralatan PAPI (Precision Approach Path Indicator) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan; 7) Untuk peralatan VASI (Visual Approach Slope Indicator) diberikan periode perpanjangan selama 6 bulan NAVAIDS YANG SEMENTARA TIDAK DAPAT BEROPERASI a. Gunakan prioritas yang terdapat pada paragraf dalam buku petunjuk ini apabila diperlukan pelaksanaan inspeksi ulang. Inspeksi berkala berikutnya harus diprediksikan penyelesaian waktunya dengan telah memenuhi semua persyaratan inspeksi berkala. b. Jika NAVAID digunakan kembali untuk pelayanan navigasi penerbangan, tanggal jatuh tempo inspeksi berkala-nya ditetapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Peralatan cadangan atau associated NAVAID. Ketika inspeksi peralatan cadangan atau associated NAVAID diperlukan, tetapi tidak dapat diselesaikan, Hal 105-2

30 inspeksi berkala dianggap selesai jika peralatan cadangan atau associated NAVAID tidak bisa beroperasi (menunggu suku cadang, dll), atau tidak digunakan dalam pelayanan (karena rusak, dll). Peralatan cadangan atau associated NAVAID harus gunakan kembali untuk pelayanan jika telah memenuhi semua persyaratan inspeksi berkala (termasuk monitor, jika ada) CHEKPOIN PENERIMA RHO-THETA (RHO-THETA RECEIVER). Apabila inspeksi penerbangan berkala khusus untuk cekpoin penerima di darat dan udara tidak dapat diselesaikan, inspeksi dianggap lengkap. Tindakan berikut harus diambil: a. Awak pesawat mendokumentasikan inspeksi yang diperlukan sesuai dengan Log penerbangan harian dan laporan inspeksi penerbangan. Masukkan dalam catatan bahwa cekpoin belum diinspeksi. b. Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) Menjadwalkan inspeksi kondisi khusus untuk menyelesaikan cekpoin yang belum di inspeksi pada fasilitas yang sudah siap untuk di inspeksi. (2) Menerbitkan NOTAM yang menjelaskan untuk tidak menggunakan cekpoin penerima jika inspeksi kondisi khusus tidak selesai dalam masa periodesasi inspeksi fasilitas. Laporkan pada otoritas bandara bahwa chekpoin penerima di darat harus tidak digunakan atau diganti INTERVAL INSPEKSI BERKALA. Jadwal penerbangan inspeksi berkala harus sesuai dengan tabel a. Penetapan interval. (1) Commissioning, Inspeksi fasilitas presisi baru dan inspeksi berikutnya disesuaikan dengan jadwal pada tabel (2) Inspeksi Kondisi khusus selain konfigurasi ulang. Fasilitas dapat digunakan kembali ke periodisasi awal tanpa pemeriksaan lebih lanjut pada saat inspeksi kondisi khusus telah selesai dan dianggap hasilnya baik oleh teknisi pesawat terbang atau teknisi pemelihara fasilitas di darat. Perbaharui tanggal jatuh tempo berkala jika semua persyaratan inspeksi berkala untuk jadwal inspeksi selanjutnya telah selesai selama pelaksanaan inspeksi kondisi khusus. (3) Rekonfigurasi Pelayanan Pendekatan Presisi (Precision Approach Services). Pelayanan pendekatan presisi yang di konfigurasi ulang, harus diperiksa. Untuk ILS, dilaksanakan inspeksi berkala dengan pengecekan referensi monitor pada localizer dan glideslope harus dijadwalkan sebagai bagian dari inspeksi kondisi khusus, dan hasil inspeksi berkala dengan monitor referensi harus diperbaharui pada Daily Flight log (DFL). Hal 105-3

31 Interval inspeksi referensi Monitor ILS harus dilaksanakan dua kali pada interval. Tabel NO JENIS /PERALATAN FASILITAS NAVIGASI PENERBANGAN PERIODISASI FLIGHT INSPECTION 1. ILS 6 Bulan 2. DVOR 12 Bulan 3. DME 24 Bulan 4. CVOR 12 Bulan 5. NDB 36 Bulan 6. RADAR Apabila diperlukan 7. KOMUNIKASI (VHF) Apabila diperlukan. 8. SIAP Apabila diperlukan 9. PAPI with ILS 6 Bulan 10. PAPI without ILS 24 Bulan 11. VASI 24 Bulan Hal 105-4

32 BAGIAN 106. PROSEDUR - PROSEDUR INSPEKSI PENERB ANG AN SECAR A UMUM PENDAHULUAN Urutan kegiatan petugas kalibrasi penerbangan di dalam pelaksanaan misi inspeksi penerbangan secara umum sebagai berikut: a. Permintaan inspeksi penerbangan. b. Persiapan sebelum terbang. c. Pelaksanaan inspeksi penerbangan. d. Analisa dan Evaluasi. e. Peninjauan ulang inspeksi penerbangan dan Pelaporan PERMINTAAN INSPEKSI PENERBANGAN. Evaluasi lapangan, commisioning, dan beberapa inspeksi kondisi khusus harus diminta oleh yang berwenang. Permintaan untuk inspeksi penerbangan berkala tidak diperlukan Status dari Peralatan. Permintaan inspeksi penerbangan tidak boleh dilakukan sampai semua fasilitas yang terpasang, diset dengan baik, terkalibrasi, dan beroperasi secara normal Pemberitahuan. Petugas kalibrasi penerbangan atau pihak dari penyelenggara kalibrasi penerbangan hanya harus memberitahukan teknisi pemelihara fasilitas perkiraan waktu kedatangan (Estimate Time Arrival / ETA) pesawat terbang kalibrasi. Pemberitahuan selebihnya dimungkinkan untuk tujuan inspeksi penerbangan yaitu evaluasi lapangan, commissioning, berkala dengan monitor atau inspeksi yang memerlukan dukungan pihak pemelihara fasilitas. Inspeksi berkala ILS tanpa monitor tidak memerlukan koordinasi awal dengan pihak personil pemelihara fasilitas. Inspeksi ini harus dilaksanakan pada pemancar yang sedang beroperasi jika ditemukan ketidaksesuaian dengan nilai toleransi, beritahu pihak pemelihara fasilitas bahwa telah ditemukan ketidaksesuaian dan lakukan pemeriksaan peralatan cadangan. NOTAM harus diterbitkan apabila ketidaksesuaian belum dibetulkan PERSIAPAN SEBELUM TERBANG. Kesepahaman antara teknisi dan awak pesawat kalibrasi sangat penting untuk menunjang kelancaran dari pelaksanaan inspeksi penerbangan. Petugas kalibrasi penerbangan dan petugas dari fasilitas bersama-sama bertanggung jawab untuk berkoordinasi pada saat sebelum, selama, dan setelah inspeksi penerbangan. Petugas kalibrasi penerbangan memberi arahan kepada teknisi tentang langkah-langkah penting yang diambil sebelum pelaksanaan commissioning dan untuk keadaan khusus. Hal 106-1

33 Personil Teknisi Fasilitas, Efisiensi dan kelancaran Inspeksi penerbangan memerlukan persiapan sebelum terbang dan tindakan-tindakan dari teknisi. Persiapan tersebut meliputi: a. Menyiapkan peralatan komunikasi radio dua - arah dan sumber daya pada lokasi-lokasi fasilitas. Komunikasi dua-arah akan dilaksanakan pada inspeksi penerbangan pada saat theodolite atau RTT diperlukan. b. Pastikan bahwa semua komponen fasilitas terkalibrasi sesuai persyaratan teknis. c. Pastikan keberadaan personil teknisi untuk melakukan koreksi dan pengesetan. d. Menyiapkan alat transportasi untuk memindahkan peralatan kalibrasi dan personil. e. Menyiapkan data fasilitas yang akurat untuk fasilitas baru atau yang dipindahkan Personil Petugas kalibrasi penerbangan. Tindakan berikut ini harus dilakukan sebelum pelaksanaan inspeksi penerbangan : a. Pastikan bahwa semua peralatan inspeksi penerbangan telah dikalibrasi dan dapat dioperasikan. b. Memberi arahan kepada teknisi fasilitas. c. Memberi arahan kepada awak pesawat kalibrasi. d. Menyiapkan peta, chart, peralatan, lembar data, dan sebagainya. e. Meninjau ulang status, batasan-batasan, dan karakteristik dari fasilitas. Pastikan bahwa publikasi dan pencatatan hasil dari inspeksi penerbangan yang sebelumya benar, dan semua pembatasan yang diterapkan akurat. f. Memberi arahan kepada personil Pengatur Lalu Lintas Udara (ATC) tentang wilayah dan ketinggian yang digunakan untuk maneuver terbang selama inspeksi penerbangan dan kemungkinan adanya perubahan pemancar PELAKSANAAN INSPEKSI PENERBANGAN. Laksanakan inspeksi penerbangan sesuai prosedur di dalam buku petunjuk ini Tenaga Ahli. Selama pelaksanaan inspeksi penerbangan, personil berkwalitas harus ditugaskan agar tidak terjadi kesalahan terhadap unjuk kerja peralatan Peralatan Cadangan (Standby Equipment). Ini dibutuhkan untuk mengetahui sistem atau pemancar mana yang beroperasi sehingga unjuk kerja tiap peralatan tersebut dapat diketahui. a. Pada saat suatu unit fasilitas ganda (dual equipped facility) ditemukan tidak sesuai toleransi, harus diidentifikasi dan tidak digunakan dalam pelayanan. Unit itu dapat diidentifikasi sebagai pemancar nomor 1 atau 2. Channel A atau B, nomor urut, dll. Hal 106-2

34 b. Beberapa Inspeksi mungkin hanya membutuhkan pengecekan pada satu peralatan saja. Informasi detail untuk masing-masing jenis fasilitas telah termasuk pada checklist fasilitas Daya Cadangan (Standby Power). a. Petugas kalibrasi penerbangan harus memeriksa fasilitas dengan daya cadangan selama inspeksi penerbangan commissioning apabila telah dipasang daya cadangan. Jika sistem daya cadangan dipasang setelah pelaksanaan inspeksi commissioning, petugas kalibrasi penerbangan harus memeriksa fasilitas dengan daya cadangan pada pelaksanaan inspeksi penerbangan berkala berikutnya. Dalam pelaksanaan inspeksi penerbangan harus dibuat perbandingan pengukuran untuk memastikan bahwa unjuk kerja fasilitas tidak menurun dengan sistem daya cadangan, dipastikan bahwa semua nilai toleransi parameter pada inspeksi telah dipenuhi. Pemeriksaan daya cadangan tidak diperlukan untuk fasilitas yang menggunakan tenaga baterei yang secara konstan di supply oleh sumber daya lainnya. b. Tidak perlu dilaksanakan inspeksi ulang pada fasilitas apabila ada penggantian daya cadangan Filosofi di lapangan. Petugas kalibrasi penerbangan wajib membantu memecahkan ketidaklayakan pada fasilitas dan meletakkan fasilitas dalam pelayanan sebelum digunakan kembali Pembatasan. Pada saat parameter fasilitas tidak memenuhi tolerasnsi atau standar yang ada, petugas kalibrasi penerbangan harus melaksanakan inspeksi untuk menentukan area yang bisa digunakan oleh fasilitas tersebut. Data ini digunakan sebagai dasar pembatasan, NOTAM, dan pembuatan prosedur ulang Pembatasan manajemen spektrum. Fasilitas yang ditetapkan dalam pembatasan manajemen spektrum digolongkan sebagai "Restricted" dan harus diidentifikasikan pada data sheet fasilitas. Pembatasan ini tetap berlaku walaupun tidak ada gangguan pada unjuk kerja fasilitas. Tidak boleh mencabut pembatasan manajemen spektrum berdasarkan pada hasil inspeksi penerbangan Pengesetan. Permintaan untuk pengesetan harus spesifik. Awak pesawat kalibrasi akan memberikan informasi yang cukup untuk membantu teknisi melaksanakan pengesetan. Pengesetan yang mempengaruhi unjuk kerja fasilitas harus diinspeksi ulang. Sertifikasi hasil inspeksi penerbangan harus berdasarkan unjuk kerja fasilitas setelah semua pengesetan selesai Inspeksi Tak Lengkap. Apabila inspeksi commisioning fasilitas harus dihentikan dalam kondisi belum selesai dikarenakan kerusakan pada pesawat terbang, cuaca, dll., teknisi dan awak pesawat kalibrasi dan teknisi pemelihara fasilitas harus mendiskusikan kondisi fasilitas dan pengecekan yang belum selesai. Apabila buku pedoman pemeliharaan fasilitas mengizinkan pengesetan parameter tanpa inspeksi penerbangan, dan ada referensi yang cukup pada pengecekan sebelumnya, peralatan itu dapat digunakan dalam pelayanan. Inspeksi ini digolongkan sebagai inspeksi tak lengkap sampai sisa inspeksi itu diselesaikan. Apabila terdapat item pada checklist inspeksi yang tidak dapat diset Hal 106-3

35 sesuai dengan batasan nilai toleransi, pemeriksaan itu harus dihentikan, status fasilitas diubah menjadi unusable, dan Inspeksi diklasifikasikan sebagai inspeksi tak lengkap sampai sisa pengecekan diselesaikan ANALISA DAN EVALUASI a. Data inspeksi penerbangan harus dianalisa dan dievaluasi dalam pelaksanaan inspeksi penerbangan sesuai dengan nilai toleransi yang ditetapkan di dalam buku petunjuk ini. Perekaman yang dilakukan selama pelaksanaan inspeksi penerbangan adalah data rekaman unjuk kerja fasilitas yang bersifat permanen. b. Permintaan, data perekaman inspeksi penerbangan dibuat dan disediakan untuk teknisi pemeliharaan fasilitas untuk analisa teknik. Rekaman itu harus dipelihara dan segera dikembalikan ke unit Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan setelah selesainya analisa teknis. c. Petugas Navigasi Penerbangan yang memiliki tanggung jawab terkait Aeronautical Chart VFR harus merekam semua catatan tentang VFR pada bagian VFR chart sheet. Bagian VFR chart sheet merupakan sumber data dan harus disimpan dan diarsipkan oleh Direktorat Navigasi Penerbangan untuk keperluan mendatang Kesepakatan Pengesetan. Pengesetan fasilitas omni-directional (VOR, TACAN, DF, NDB, ASR, dll) harus dihitung melalui penambahan aljabar. Referensi azimut (AFIS, Theodolite, peta) harus selalu bernilai positif (+), dan referensi azimut fasilitas darat harus selalu bernilai negatif (-). Jadi dengan penerima radial VOR yang bernilai dan AFIS/mao position 090.0, maka kesalahan pada fasilitas -0,5 0. Kesalahan pengesetan dapat juga dipahami yaitu searah jarum jam (positif) dan berlawanan jarum jam (negatif) Evaluasi Sistem. Petugas kalibrasi penerbangan harus menentukan kemampuan maksimum sistem inspeksi penerbangan. Pada saat inspeksi kondisi khusus hanya untuk satu bagian sistem, seperti VTAC/V, ILS/G, atau MLS/A, Marker, MLS/E, dan DME harus direkam dan dianalisa pada inspeksi pemantauan dengan manuver yang tepat, Perekam jejak yang diset default pada posisi ON tidak boleh diset OFF kecuali terdapat jejak lain yang tidak dikenali. Tidak perlu dilakukan inspeksi tambahan untuk memeriksa komponen yang ditambahkan, kecuali ditemukan kondisi ketidaksesuain dengan toleransi, hal ini diatur dalam paragrap (Pemantauan) TINDAKAN SETELAH INSPEKSI PENERBANGAN Setelah menyelesaikan inspeksi penerbangan, awak pesawat kalibrasi harus melakukan tindakan berikut: a. Memberi arahan kepada teknisi pemelihara. b. Menetapkan status Fasilitas. c. Mempersiapkan penerbitan dan/atau pembatalan NOTAM. d. Menyiapkan laporan inspeksi penerbangan. e. Memastikan informasi penerbangan telah dipublikasikan. Hal 106-4

36 Memberi arahan kepada teknisi pemelihara mengenai hasil dari inspeksi penerbangan. Inspeksi penerbangan semua fasilitas harus dilaporkan kepada personil yang berwenang Status fasilitas. Inspeksi penerbangan harus menetapkan status fasilitas (lihat bagian 107). Inspeksi penerbangan juga harus memberitahu segala catatan tentang status fasilitas kepada personil yang berwenang NOTAM. Petugas kalibrasi penerbangan harus menyiapkan penerbitan dan/atau pembatalan NOTAM berdasarkan hasil inspeksi penerbangan (lihat bagian 107) Reports. Laporan inspeksi penerbangan harus akurat dan menjelaskan unjuk kerja dan karakteristik fasilitas. Laporan harus diselesaikan sesuai dengan standar ICAO Informasi Penerbangan. Petugas kalibrasi penerbangan harus menyediakan informasi untuk dipublikasikan untuk disampaikan kepada Direktorat Navigasi Penerbangan. a. Cek Poin penerima. Informasi berikut harus disediakan untuk cek poin penerima: (1) Nama bandar udara. (2) Sudut Bearing magnetik dari VOR/TACAN (3) Lokasi dan penjelasan (4) Jarak dan ketinggian Catatan : Contoh 1. Cek Poin Darat Halim Perdana kusuma Internasional - Jakarta: 2480, 0.7 nm, Stop pad taxiway Alpha Runway Cek Poin Udara, Budiarto Tangerang: 1460, 6.7 nm, diatas bangunan Citra Raya 3,000. b. VOR Test Fasilitas (VOT). Informasi berikut harus disediakan untuk VOT: (1) Nama Fasilitas (dan nama bandara) (1) Frekuensi VOT (2) Tipe Fasilitas (daerah atau bandara) (3) Informasi daerah yang digunakan Hal 106-5

37 Aeronautikal chart VFR a. Mengkonsolidasikan dan mentransfer semua catatan di lapangan pada chart baru, yang disediakan dan diterbitkan oleh unit kartografi. b. Catatan konsolidasi harus diserahkan kepada unit kartografi. Hal 106-6

38 BAGIAN 107. KLASIFIKASI STATUS FASILITAS DAN NOTAM PENDAHULUAN. Fasilitas navigasi penerbangan dan pemanduan lalu lintas penerbangan diharapkan dapat digunakan dengan batas-batas jarak dan ketinggian tertentu (layanan volume). Klasifikasi status fasilitas dan NOTAM mengindikasikan batasan-batasan yang dapat diterapkan pada fasilitas tersebut. Klasifikasi status fasilitas menunjukkan unjuk kerja fasilitas secara umum berdasarkan hasil inspeksi penerbangan. Klasifikasi ini hanya ditujukan untuk pihak pemeliharaan dan/atau pengguna fasilitas. NOTAM memberi informasi kepada pengguna tentang segala pembatasan pada fasilitas tersebut KLASIFIKASI STATUS FASILITAS. Berdasarkan unjuk kerja fasilitas, inspeksi penerbangan harus menetapkan salah satu dari klasifikasi status berikut: (1) Unrestricted : Status atas fasilitas yang memenuhi nilai toleransi yang dipersyaratkan. (2) Restricted : Status atas fasilitas yang tidak memenuhi nilai toleransi yang ditentukan berdasarkan standar inspeksi (wilayah ruang udara yang menggunakan fasilitas tersebut harus didefinisikan sebagai unusable pada NOTAM). (3) Unusable : Status atas fasilitas yang tidak aman atau tidak dapat diandalkan untuk navigasi (NOTAM harus diterbitkan dengan mendefinisikan bahwa fasilitas tersebut unusable) Fasilitas Internasional. Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan dapat melakukan inspeksi penerbangan fasilitas Internasional berdasarkan kontrak atau perjanjian dan untuk NAVAIDS yang mendukung prosedur kontrol instrumen dari Ditjen Hubud. Fasilitas International ini dipelihara menggunakan instruksi manual dari pabrik pembuat dan mungkin tidak mempunyai prosedur untuk menyelesaikan beberapa pemeriksaan yang diperlukan. Jika pemeriksaan dilakukan seperti ini, sementara Negara memiliki persyaratan prosedural dan sertifikasi pemeliharaan sendiri, serta tidak mencakup semua daftar item yang dibutuhkan dari fasilitas Ditjen Hubud, prosedur khusus berlaku untuk pemeriksaan yang dilakukan, di bawah kondisi ini. a. Untuk fasilitas yang telah menjadi tanggung jawab inspeksi penerbangan Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan, dan semua item checklist sesuai untuk inspeksi yang telah selesai, petugas kalibrasi penerbangan harus menetapkan status fasilitas. b. Untuk fasilitas yang telah menjadi tanggung jawab inspeksi penerbangan Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan, dan semua item checklist sesuai untuk inspeksi belum selesai, petugas kalibrasi penerbangan harus membahas item belum selesai dengan manajer fasilitas dan menjelaskannya laporan dengan pernyataan bahwa status yang diberikan hanya berlaku sesuai persyaratan sinyal di Hal 107-1

39 ICAO Annex 10 sebagai dalam konfigurasi kiri (left configuration). Fasilitas yang ditetapkan statusnya sebagai bisa digunakan. c. Jika cek tidak memenuhi persyaratan dari pesanan ini atau menjamin standar ICAO Lampiran 10, Negara Otoritas harus menetapkan status fasilitas. d. Untuk memeriksa fasilitas hanya sejauh bahwa mereka mendukung instrumen prosedur Ditjen Hubud, tidak ada statusnya harus ditetapkan, dan laporan harus dijelaskan sebagai inspeksi terbatas. e. Jika ada daftar item tidak selesai, mereka harus tercantum pada laporan tersebut Cakupan Fasilitas di Wilayah Terbatas. Ketika jangkauan peralatan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar volume pelayanan inspeksi penerbangan karena batas-batas negara atau wilayah udara terbatas, fasilitas ini harus digolongkan sebagai Restricted, dengan catatan pada laporan untuk terbang jangkauan yang terbatas karena batas negara tersebut. NOTAM dan tindakan publikasi harus menunjukkan fasilitas sebagai tidak dapat digunakan (unsuable) di daerah yang tidak di inspeksi NOTAM. a. Fasilitas NOTAM, petugas kalibrasi penerbangan harus segera melakukan tindakan NOTAM setiap kali ditemukan penyebab klasifikasi sebuah fasilitas menjadi terbatas (Restricted) atau direvisi. Untuk mengeluarkan NOTAM itu harus digunakan Surat Pemberitahuan (NOTAM) yang sesuai dengan buku petunjuk yang dikeluarkan oleh ICAO. Sebuah NOTAM harus dikeluarkan jika efek pembatasan prosedur penerbangan instrumen, pendekatan minimum, atau otorisasi kategori (CAT) II atau III. Untuk memulai aksi NOTAM, diperlukan nasihat yang sesuai dari Flight Service Station (FSS) atau Base Operasi Militer. NOTAM yang direkomendasikan mendefinisikan pembatasan yang ditemukan. Operator penerbangan harus memverifikasi bahwa NOTAM yang dikeluarkan sudah sesuai dan benar dalam waktu 24 jam. Petugas kalibrasi penerbangan harus memverifikasi bahwa NOTAM yang benar yang diterbitkan dalam publikasi. b. Prosedur penerbangan instrumen. Petugas kalibrasi penerbangan harus berkoordinasi dengan Direktorat Navigasi Penerbangan jika pembatasan terhadap NAVAIDs mungkin berefek terhadap prosedur penerbangan instrumen yang diterbitkan. Prosedur spesialis harus: (1) Menentukan dampak dari prosedur penerbangan instrumen yang diterbitkan. (2) Inisiatif membuat NOTAM untuk melakukan perubahan/amandemen atau menunda prosedur tersebut. (3) Mengevaluasi yang menjadi batasan NAVAID untuk menentukan apakah batasan tersebut akan memiliki efek pada prosedur penerbangan instrumen. Pusat penjadwalan dan fasilitas pengiriman akan memastikan bahwa NOTAM yang diperlukan segera dikirim ke Direktorat Navigasi Penerbangan, petugas kalibrasi penerbangan harus memverifikasi bahwa setiap NOTAM yang diperlukan sudah dikeluarkan. Hal 107-2

40 c. Fasilitas yang tidak memerlukan NOTAM, jangan mengeluarkan NOTAM untuk menggambarkan pembatasan yang ditemukan selama pengecekan radar atau Direction Finder. namun, tinjau kembali prosedur penerbangan instrumen telah dirubah untuk menjamin bahwa prosedur tersebut memerlukan radar atau ditunda. Koordinasikan tindakan ini dengan spesialis prosedur. d. Volume Layanan Fasilitas yang diperluas Extended Service Volume (ESV). Jika fasilitas tidak bisa mendukung ESV, fasilitas ini tidak dibatasi, tapi NOTAM harus dikeluarkan untuk prosedur penerbangan instrumen didasarkan pada ESV. Koordinasikan dan terbitkan ESV yang baru dan prosedur penerbangan instrumen yang baru. e. Out-of-Toleransi peralatan cadangan. Jika salah satu pemancar dari dua yang beroperasi terbatas karena parameter yang diluar toleransi dan yang lainnya adalah memuaskan, transmiter yang memuaskan dapat dioperasikan tanpa NOTAM. Namun, data NOTAM yang menggambarkan pembatasan harus disediakan untuk teknisi pemeliharaan fasilitas. Dalam hal pemancar terbatas yang digunakan, operasi boleh mengeluarkan NOTAM NOTAM Pada Fasilitas Militer (termasuk kapal). a. Komandan Instalasi Militer mempunyai wewenang dan tanggung jawab akhir untuk penerbitan NOTAM dan untuk operasi semua fasilitas militer yang bukan merupakan bagian dari Sistem Ruang Udara Nasional. Komandan dapat memilih untuk menggunakan "Hanya Untuk Militer" jika ditemukan fasilitas yang kondisinya tidak memuaskan untuk selanjutnya digunakan pada Ruang Udara Nasional. b. Petugas kalibrasi penerbangan akan merekomendasikan NOTAM ke wakil komandan militer ketika fasilitas di bawah yurisdiksi komandan memerlukan tindakan NOTAM. c. NOTAM harus tidak dikeluarkan pada fasilitas kapal Persiapan NOTAM. a. NOTAM meliputi nama, jenis, komponen, dan daerah tidak bisa digunakan / ketinggian. Tidak adanya informasi ketinggian atau jarak khusus akan merujuk ke semua ketinggian dan jarak yang ada, penting untuk memasukkan informasi tertentu untuk menghindari kebingungan. Alasan pembatasan, misalnya, kurangnya frekuensi sinyal gangguan, course structure, keterpaduan, unlock dll, yang ditujukan kepada suatu yang tidak penting dan harus tidak disertakan di dalam teks dari NOTAM. b. Pembatasan azimut TACAN tidak termasuk dalam publikasi, tetapi mengacu kepada militer jika penyebarannya dianggap diperlukan. Salinan dari tiap NOTAM yang diterbitkan atau direkomendasikan untuk pembatasan azimut TACAN harus disimpan dalam file untuk referensi fasilitas selama penerbangan inspeksi subsequence. Penyiapan NOTAM untuk komponen azimut TACAN dari suatu VORTAC identik dengan VOR. Hal 107-3

41 Fasilitas Pembatasan Terapkan aturan berikut untuk menggunakan fasilitas Pembatasan: a. Jelaskan Radials atau bearing yang tidak dapat digunakan. b. Menggambarkan ketinggian dan jarak yang tidak dapat digunakan. c. VOR / TACAN / VOT / DME / DF / NDB / ASR. Gambarkan radial / bearing dari stasiun dalam sebuah searah jarum jam (CW) arah, ketinggian dalam hal di atas dan di bawah sebuah MSL ketinggian, dan jarak dalam hal di luar atau di dalam satuan nautical miles (nm). d. Localizer / LDA / SDF / TLS azimut. Gambarkan lateral dalam hal derajat kiri atau kanan inbound saja dan dalam nm dari ambang batas (threshold) jika efek pembatasan batas sinyal dapat dipakai paling dekat dengan ambang batas. Gunakan jarak dalam nm dari antena untuk menggambarkan pembatasan yang mempengaruhi jarak digunakan fasilitas. Jelaskan ketinggian dalam hal di atas atau di bawah ketinggian yang MSL. Tambahan referensi untuk jarak DME dapat digunakan jika DME adalah bagian dari SIAP. e. Glide Slope / TLS Ketinggian. Gambarkan dalam derajat kiri atau kanan saja dan inbound nm dari ambang batas. Pembatasan yang berkaitan dengan ketinggian harus dalam bentuk di atas atau di bawah ketinggian MSL. Pastikan benar mencerminkan pembatasan volume layanan asal. Tambahan referensi untuk DME jarak dapat digunakan jika DME adalah bagian dari SIAP. f. MLS. Gambarkan dalam hal azimut magnetis inbound course, menggunakan searah jarum jam (CW) referensi, dimulai pada bagian Pembatasan terdekat dengan inbound kanan tepi volume layanan. Jelaskan istilah-istilah dalam derajat elevasi ketika membatasi seluruh sektor azimut dan dalam jangka waktu kaki MSL ketika membatasi sebuah sektor di luar jarak. Menetapkan pembatasan ketinggian keputusan mempengaruhi ketinggian dalam feet MSL., Tentukan jarak DME. g. Jika diterbitkan NOTAM yang akan menghilangkan referensi CW. Ini bukan merupakan suatu NOTAM keliru. Diterbitkan NOTAM dan pembatasan harus ditinjau oleh petugas kalibrasi penerbangan untuk memastikan mereka menyampaikan makna yang benar Contoh NOTAM Berikut ini adalah contoh kondisi dan ditentukan NOTAM: a. Kondisi 1. SEMUA parameter DVOR tidak dapat digunakan dalam sektor tertentu karena diluar toleransi dan DME tidak bisa digunakan. NOTAM,DKI DVOR: VOR / DME azimut tidak dapat digunakan, CCW melebihi 40 nm di bawah kaki b. Kondisi 2. VOR tidak memberikan sinyal memadai sampai 40 nm pada ketinggian yang diperlukan di berbagai daerah. NOTAM, Mutiara-PALU DVOR tidak dapat digunakan,.68 0 cw 95 0 melebihi 40 mil di bawah kaki, 95 0; cw melebihi 40 nm di bawah kaki; cw melebihi 40 nm di bawah kaki. Hal 107-4

42 c. Kondisi 3. VOR dan DME ini tidak dapat digunakan di berbagai bidang di bawah satu ketinggian. VOR tidak dapat digunakan di bawah ini meter di bidangbidang berikut: cw melebihi 17 nm; cw melebihi 17 nm. DME tidak dapat digunakan pada cw dalam bidang-bidang berikut: melebihi 15 nm di bawah meter dan di luar 30 nm di bawah kaki. d. Kondisi 4. NDB tidak bisa digunakan dalam kuadran Tenggara. NOTAM Gorontalo NDB: tidak bisa digunakan pada cw melebihi 15 nm. e. Kondisi 5. Sinyal Glideslope melebihi toleransi pada titik tertentu di jalan luncur, NOTAM, Halim Perdanakusuma: ILS Rwy 24 tidak bisa digunakan pada posisi 750 meter MSL. f. Kondisi 6. Parameter Localizer melebihi toleransi di ½ mil dari batas landasan pacu. NOTAM, Sam Ratulangi, Manado, ILS Rwy 36 tidak dapat digunakan pada ½ nm inbound dari threshod. g. Kondisi 12. Localizer tidak memenuhi toleransi di bidang vertikal. NOTAM Polonia - Medan LOC Rwy 31, Localizer tidak stabil di atas OM luar, di ambang batas di atas 500. h. Kondisi 13. LOC kiri melebihi 5 0, tidak ada clearance glide slope di atas jalur panduan, dan jalur glideslope tidak ada. NOTAM, Adi Sucipto - YOGYA: ILS RWY 09 glideslope tidak stabil pada 5 0 dari kiri LOC. Course. i. Kondisi 14. (1) Azimut MLS tidak stabil. Karena sebuah pendekatan tidak dapat digunakan menerjemahkan azimut ketinggian tidak dapat digunakan, mengacu ke setiap segmen azimut tidak dapat digunakan sebagai "MLS tidak dapat digunakan" Jelaskan batas-batas inbound menggunakan saja; misalnya: (a) UMP MLS cw unusable (b) UMP MLS cw unusable di bawah 4 0. (c) UMP MLS cw unusable melebihi 15 DME di bawah kaki MSL. (2) Ketinggian. Mengacu ke setiap segmen tidak dapat digunakan sebagai "MLS ketinggian tidak dapat digunakan"; misalnya: (a) UMP MLS elevasi cw tidak bisa digunakan untuk kurang dari 3,5 0. (b) UMP MLS elevasi cw tidak bisa digunakan melebihi 15 DME di bawah ketinggian kaki MLS. (c) DME MLS Lihat unusable daerah manapun yang rusak DME sebagai "UMP MLS DME tidak dapat digunakan" Diperlukan untuk NOTAM Lokal Petugas kalibrasi penerbangan harus memberitahukan kepada Air Traffic (AT) ketika fasilitas tidak diizinkan untuk digunakan karena tindakan inspeksi penerbangan. Hal 107-5

43 BAGIAN 108. REKAMAN DAN LAPORAN PENDAHULUAN. Bagian ini menjelaskan kebijakan atas pelaporan inspeksi penerbangan dan pencatatannya. Laporan inspeksi penerbangan melaporkan sejarah kondisi unjuk kerja sistem. Laporan tersebut harus mencerminkan status operasional sistem, kualitas sinyal di udara, prosedur penerbangan instrumen, dan pembaharuan data obstacle, topografi dan data lingkungan dengan akurat PENCATATAN. Data inspeksi penerbangan merupakan data Ditjen Hubud. Standar untuk pencatatan dan penghapusan data tersebut diatur dalam peraturan Ditjen Hubud. Unit bagian pencatatan, memindahkan dan mendistribusikan standart standart tersebut. Inspeksi fasilitas konfigurasi ulang (khusus / RF) yang telah memenuhi semua persyaratan commisioning dianggap sebagai jenis inspeksi commissioning, data inspeksi tersebut juga harus disimpan. Laporan inspeksi penerbangan, seperti perekam grafik, lembar kerja pemeriksaan, plot pola cakupan grafik kurva nilai kesalahan, dan administrasi lainnya, merupakan file pelaporan inspeksi penerbangan. Data lainnya dapat juga dimasukkan apabila data tersebut diperlukan untuk inspeksi penerbangan, seperti profil horison, gambar lokasi, grafik topografi, instrument approach/ peta prosedur keberangkatan, foto dan data sheet, logbook pesawat, lembar VFR, dan data obstacle. a. Informasi Umum. Menjamin bahwa segala informasi yang disertakan dalam file fasilitas berkesesuaian dengan informasi berikut: (1) Identifikasi Fasilitas / jenis fasilitas. (2) Tanggal inspeksi. (3) Jenis inspeksi, misalnya, periodik, dll (4) Regristrasi pesawat. (5) Inisial dan nomor personel. (6) Kalibrasi recorder. (7) Peralatan-untuk keperluan peralatan-inspeksi penerbangan self-test Data sheets Fasilitas Petugas kalibrasi penerbangan harus memastikan bahwa data fasilitas memberikan informasi terkini dan cukup untuk memenuhi persyaratan flight check. Hal 108-1

44 LAPORAN. Laporan inspeksi penerbangan sebagai sarana utama untuk menyediakan dokumentasi dan penyampaian informasi setiap inspeksi penerbangan. Persyaratan penggunaan, penyelesaian, dan distribusi standar ICAO dan formulir inspeksi penerbangan militer yang terkandung dalam manual inspeksi penerbangan ini Fasilitas Militer a. Mengubah Klasifikasi Fasilitas dari restricted atau unusable atau restorasi. Bila hasil inspeksi penerbangan menunjukkan bahwa klasifikasi fasilitas tersebut harus diubah menjadi restricted atau unusable atau pembatasan pada fasilitas tersebut menyebabkan perubahan pendaratan oleh pesawat terbang, maka hal tersebut harus didiskusikan dengan perwakilan dari pangkalan militer berdasarkan alasan-alasan dan rekomendasi yang tepat. Jika tidak memungkinkan untuk didarati, laporkan status tersebut kepada pihak pemandu lalu lintas penerbangan di tower (pada ground control atau control tower) menunjukkan status sebenarnya dari fasilitas (unrestricted, restricted, atau unusable) dan semua ketidaksesuain yang ditemukan. Berikan saran kepada perwakilan pangkalan militer tersebut bahwa dalam penerbitan NOTAM diperlukan tanda pengakuan informasi tersebut. b. Jika tidak ada perubahan pada unjuk kerja fasilitas, informasikan kepada kontrol tower (pada ground kontrol atau kontrol tower) status dari fasilitas yang sebenarnya. dan minta pengakuan dari informasi tersebut sekali lagi. c. Jika Instalasi Militer tidak mempunyai menara kontrol, upayakan untuk menyampaikan informasi tersebut melalui sarana yang ada menggunakan frekuensi air to ground dan pastikan penyebarluasan hasil inspeksi penerbangan tersebut. Jika tidak tersedia frekuensi air to ground, Telepon personil yang tepat mempunyai secepatnya. d. Dalam segala kasus di atas, informasikan kepada personel teknisi pihak militer atas semua ketidaksesuaian yang ditemukan, dan status klasifikasi fasilitas tersebut Laporan dikirimkan oleh Petugas kalibrasi penerbangan Militer. a. Laporan Inspeksi Penerbangan yang diperiksa oleh personel inspeksi penerbangan militer, personel militer yang diberikan kewenangan untuk pelaksanaan inspeksi penerbangan, harus mendapat persetujuan dari Ditjen Hubud sebagai personel inspeksi penerbangan yang resmi. b. Petugas kalibrasi penerbangan militer harus menetapkan klasifikasi status fasilitas yang telah mereka inspeksi. CATATAN: Koordinasi dapat berupa surat perjanjian atau dalam bentuk kasus per kasus pada setiap pelaksanaan inspeksi. Hal tersebut harus dikoordinasikan dengan Ditjen Hubud sebagai otoritas inspeksi penerbangan fasilitas navigasi penerbangan. Hal 108-2

45 Setiap keterangan pada peta penerbangan VFR dan evaluasi obstacle hasil pelaksanaan inspeksi penerbangan dicatat dan akan diarsipkan pada Unit Ditjen Hubud yang memiliki kewenangan atas hasil tersebut. Hal 108-3

46 BAGIAN 109. PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN DARURAT MILITER DAN BENCANA ALAM PENDAHULUAN Dampak besar yang diakibatkan dari bencana alam atau perencanaan terhadap kondisi darurat militer yang perlu penanganan segera dan pemenuhan persyaratan operational. Dalam kondisi seperti itu, peralatan bantu navigasi militer perlu segera di restorasi. Inspeksi penerbangan akan mendukung berbagai hal dan beragam persyaratan yang mungkin akan dilakukan dalam pelaksanaan prosedur inspeksi penerbangan secara singkat. Pelaksanaan inspeksi penerbangan tergantung pada kondisi lalu lintas penerbangan dan persiapan pihak pemeliharaan peralatan Tujuan Panduan, prosedur, dan toleransi yang terkandung dalam bagian ini menjelaskan standar minimum unjuk kerja fasilitas ketika terjadi perubahan prosedur dari prosedur normal pada situasi darurat. Berikut persyaratan dan metode dasar Inspeksi penerbangan dalam melaksanakan pengukuran pada saat kondisi darurat kecuali terdapat panduan atau toleransi tertentu. Fasilitas yang telah di inspeksi dengan menggunakan prosedur ini harus diperiksa ulang sesuai standar normal apabila kondisi memungkinkan Wewenang a. Kewenangan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ini dapat dilaksanakan bersama-sama oleh pihak militer atau Ditjen Hubud. Ketika otoritas militer menentukan bahwa situasi operasional mengharuskan penerapan toleransi dan prosedur ini, pelaksana inspeksi penerbangan dan Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan, Direktorat Navigasi Penerbangan, harus diberitahu. Permohonan untuk fasilitas sipil ditentukan oleh Ditjen Hubud, yang bertugas untuk memberitahukan kepada otoritas militer dan menerbitkan NOTAM mengenai penggunaan prosedur secara singkat untuk inspeksi penerbangan fasilitas dalam kondisi darurat. b. Personil inspeksi penerbangan melakukan inspeksi dan sertifikasi menggunakan ketentuan pada bagian ini, harus diberi wewenang dan telah memenuhi persyaratan untuk melaksanakan tugas-tugas inspeksi penerbangan PERSYARATAN PRA PENERBANGAN Pesawat dan Peralatan a. Jika perlu, peralatan kalibrasi yang telah melampaui tanggal jatuh tempo dapat dikalibrasi dengan prosedur inspeksi penerbangan darurat. Peralatan tersebut dapat digunakan tetapi sesudah itu peralatan tersebut di inspeksi dengan prosedur standar. b. Penggunaan pesawat selain pesawat yang digunakan untuk inspeksi penerbangan mungkin diperlukan. Keandalan peralatan tersebut harus diuji terlebih dahulu sebelum digunakan oleh petugas kalibrasi penerbangan. Contoh Hal 109-1

47 cara pengujian untuk memverifikasi keakuratan sistem inspeksi penerbangan yang belum terkalibrasi atau pesawat yang tidak dilengkapi dengan sistem inspeksi penerbangan: (1) Perbandingan antara fasilitas yang telah diverifikasi oleh pihak pemeliharaan, atau pesawat inspeksi penerbangan lain pada saat operasi normal. (2) Penggunaan VOT atau peralatan serupa yang memancarkan sinyal dalam kondisi tes sinyal Jenis dan Prioritas Inspeksi Penerbangan Darurat a. Hanya jenis inspeksi penerbangan khusus dan commissioning yang akan dilakukan di dalam kondisi darurat, dengan menggunakan prosedur yang terdapat dalam bagian ini. Jenis inspeksi setelah kecelakaan penerbangan juga dapat dilakukan di bawah kondisi darurat, tetapi harus menggunakan prosedur normal. b. Prioritas akan dibentuk di lapangan jika persetujuan bersama dapat disepakati, permasalahan tersebut akan diselesaikan oleh Ditjen Hubud Persyaratan Pra-inspeksi a. Sebelum tiba di lokasi, petugas kalibrasi penerbangan akan menghubungi manajer pengawasan lalu lintas udara dan pengawas pemeliharaan fasilitas dalam upaya untuk mengkoordinasikan item berikut: (1) Waktu tiba (2) Persyaratan operasional darurat seperti yang didefinisikan oleh manajer kontrol lalu lintas penerbangan. (3) Pengaturan area / lalulintas penerbangan untuk melaksanakan profil inspeksi penerbangan. (4) Dukungan operasional seperti tempat pengisian bahan bakar, transportasi darat untuk operator theodolite dan kegiatan terkait lainnya. b. Koordinator pengawasan lalu lintas udara harus menyiapkan hal-hal berikut sebelum kedatangan pesawat inspeksi penerbangan. (1) Membuat keputusan akhir mengenai persyaratan operasional darurat untuk fasilitas dan SIAP yang dibutuhkan dalam inspeksi penerbangan dan menyiapkan perubahan pada saat koordinasi awal. (2) Koordinasi kebutuhan wilayah udara dan izin dari otoritas pengawas wilayah udara untuk melaksanakan inspeksi penerbangan. (3) Jika diperlukan menunjuk pengontrol lalu lintas penerbangan untuk bergabung dalam pelaksanaan inspeksi penerbangan. (4) Menyediakan data terbaru untuk setiap fasilitas yang diperiksa. Hal 109-2

48 c. Pengawas pemeliharaan peralatan harus (1) Memastikan tersedianya komunikasi radio dan peralatan tersebut bekerja dengan baik. (2) Menunjuk Teknisi yang berkompeten untuk mendukung pelaksanaan inspeksi penerbangan dari peralatan yang diperiksa. (3) Membantu manajer pengawasan lalu lintas penerbangan untuk menyediakan Data Sheet pada setiap fasilitas yang diperiksa. (4) Mengatur sarana transportasi darat untuk operator theodolite jika perlu Prosedur Pendekatan (Approach) a. Inspeksi Penerbangan Minimum diperlukan untuk memberikan sertifikasi atas SIAP yang diterbitkan pada segmen final approach dan missed approach. b. Jika prosedur pendekatan (approach) harus ditetapkan, petugas kalibrasi penerbangan bertanggung jawab untuk menetapkan prosedur pendekatan (approach) dan prosedur missed approach. Kedua segmen dari prosedur akan diinspeksi dengan pesawat dan direkam datanya untuk memastikan dan dilaporkan kondisi prosedur aman (flyability), akurasi, keandalan dan kondisi obstacle. Petugas kalibrasi penerbangan harus mencatat prosedur SIAP darurat dalam laporan inspeksi penerbangan dan menyarankan pengawas kontrol lalu lintas penerbangan melihat dengan detail laporan tersebut sebagai dasar penerbitan NOTAM. c. Dalam semua kasus petugas kalibrasi penerbangan harus menentukan, melalui evaluasi visual, bahwa segmen pendekatan final (final approach) dan missed approach aman dari kondisi lingkungan termasuk obstacle EN ROUTE DAN TRANSITION COVERAGE Jika dibutuhkan cakupan sinyal peralatan navigasi sebagai panduan dalam transisi dari en route ke terminal, pemandu lalu lintas penerbangan harus memanfaatkan pesawat yang terbang pada segmen tersebut untuk menggunakan prosedur transisi. Laporan penerbang yang menjelaskan bahwa hasil pembacaan instrumen pesawat baik dan evaluasi petugas pemandu lalu lintas penerbangan terhadap tingkat akurasi radar baik, maka data tersebut cukup untuk dijadikan dasar untuk menentukan usability prosedur transisi STATUS FASILITAS DAN NOTAM a. Sebelum memulai inspeksi, pelaksana inspeksi penerbangan harus menegaskan kepada pemandu lalu lintas penerbangan tentang penggunaan operasional dari fasilitas tersebut. Setelah menyelesaikan pemeriksaan, petugas kalibrasi penerbangan harus menetapkan status fasilitas untuk penggunaan darurat dan menyarankan kepada pemandu lalu lintas penerbangan untuk memperhatikan/mengawasi area keberangkatan (departing area). Hal 109-3

49 b. Setelah status ditetapkan, Pengawas pemandu lalu lintas penerbangan memastikan penerbitan NOTAM. SIAP's yang bisa digunakan atau bagian daripadanya, harus ditulis dalam NOTAM (misalnya ELP VOR dan DME, VOR SIAP landasan pacu 25 L tidak dapat digunakan TACAN SIAP landasan pacu 25L tidak dapat digunakan). NOTAM untuk fasilitas sipil harus dikeluarkan sebagai NOTAM D untuk memastikan bahwa informasi yang diterbitkan disampaikan secepat mungkin. Oleh karena itu, NOTAM's yang isinya panjang dan menjelaskan secara detail penggunaan darurat fasilitas navigasi penerbangan tidak akan diterbitkan. Petugas kalibrasi penerbangan selanjutnya harus mencatat teks NOTAM di kolom catatan dalam laporan inspeksi penerbangan. c. Petugas kalibrasi penerbangan mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menentukan peralatan navigasi yang dapat mendukung operasional dalam kondisi darurat dengan aman dan memadai DOKUMENTASI INSPEKSI PENERBANGAN, DAN LAPORAN a. Data Inspeksi Penerbangan harus dipertahankan sampai fasilitas dapat diperiksa dengan menggunakan prosedur dan toleransi normal. Meskipun kondisi peralatan inspeksi penerbangan tidak dapat digunakan, inspeksi penerbangan terus dilaksanakan sampai didapat kondisi memenuhi persyaratan operasional darurat sampai penggantian atau perbaikan. Dalam keadaan ini, pilot dan teknisi elektronik udara (Flight Inspector) inspeksi penerbangan secara bersama-sama bertanggung jawab untuk mendokumentasikan semua data sesuai yang ditampilkan oleh instrument pesawat berdasarkan tugas masing-masing awak pesawat. Semua data manual yang diperoleh akan diidentifikasi dalam bagian komentar laporan inspeksi penerbangan. Fasilitas / SIAP akan di cek ulang dengan terbang lagi dengan peralatan inspeksi penerbangan yang normal ketika kondisi memungkinkan. b. Penyelesaian dan distribusi laporan inspeksi penerbangan dilaksanakan kemudian untuk melengkapi inspeksi penerbangan darurat. Di akhir inspeksi, petugas kalibrasi penerbangan harus memberikan status bahwa fasilitas bisa digunakan untuk kondisi darurat kepada supervisor pengontrol lalu lintas udara bisa melalui frekuensi lalu lintas udara. Ini akan cukup sebagai laporan resmi sampai laporan tertulis diselesaikan dan didistribusikan. c. Petugas kalibrasi penerbangan akan memastikan bahwa laporan pemeriksaan selesai dan diserahkan untuk diproses. Setiap parameter yang ditetapkan dalam penerbangan darurat checklist prosedur inspeksi yang tercantum di sini harus dilaporkan. Laporan inspeksi penerbangan dapat ditulis tangan dengan menggunakan tinta. d. Rekaman dan laporan harus mencerminkan bahwa inspeksi itu dilakukan menggunakan PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN DARURAT MILITER DAN BENCANA ALAM. Hal 109-4

50 109.7 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN DAN TOLERANSI. Checks Required Modulation Angle Coverage Clearance Course Structure Fly ability PAR Coincidence Tolerance/Procedure The modulation and carrier energy level is such that the flag is hidden in the area identified as usable. ± 0.50 or desired or commissioned angle Minimum 15 µv signal, 2 nm out side OM of FAF and 150 µv. Minimum 150 µa (full scale) fly up and clear all obstructions prior to 1000 from threshold 45 µa from graphical average for all zones if restricted to manual approaches. Standard tolerances apply if used for coupled approach Any condition that may induce confusion will render the facility unusable if PAR/ILS coincidence cannot be established, a NOTAM shall be issued ILS Glide Slope CATATAN: Ini adalah prosedur dan toleransi minimal yang berlaku untuk kategori I. Jika berdasarkan persyaratan operasional pemulihan / commissioning untuk kategori II atau III standar, petugas kalibrasi penerbangan harus menggunakan prosedur normal. Hal 109-5

51 ILS-LOCALIZER Checks Required Tolerance/Procedure Identification Sufficient information to identify the facility. ID shall not render the facility unusable The modulation and carrier energy level is such that Modulation the flag is hidden at all time in the area identified as unusable 15 NM minimum coverage area with 5 µv minimum Coverage signal, not less than 10 0 each side of on-course position. Clearance 150 µa minimum throughout established coverage area. ± 45 µa from graphical average for all zones if Course Structure restricted to manual approaches. Standard tolerances apply if used for coupled approach Alignment 30µA from designed procedural azimuth. Obstructions Evaluate obstruction effect on procedure Fly ability Any condition that may induce confusion will render the facility unusable. Polarization ± 30 µa. CATATAN: Ini adalah prosedur dan toleransi minimal yang berlaku untuk kategori I. Jika berdasarkan persyaratan operasional pemulihan / commissioning untuk kategori II atau III standar, petugas kalibrasi penerbangan harus menggunakan prosedur normal. MARKER / BEACON Checks Required Tolerance/Procedure Identification Sufficient information to identify the facility. ID shall not render the facility unusable The modulation and carrier energy level is such that Modulation the flag is hidden at all time in the area identified as unusable 15 NM minimum coverage area with 5 µv minimum Coverage signal, not less than 10 0 each side of on-course position. Clearance 150 µa minimum throughout established coverage area. ± 45 µa from graphical average for all zones if Course restricted to manual approaches. Standard tolerances Structure apply if used for coupled approach Alignment 30µA from designed procedural azimuth. Obstructions Evaluate obstruction effect on procedure Fly ability Any condition that may induce confusion will render the facility unusable. Polarization ± 30 µa. Hal 109-6

52 CATATAN: Ini adalah prosedur dan toleransi minimal yang berlaku untuk kategori I. Jika suatu tanda atau rambu operasional tidak tersedia untuk menetapkan posisi pesawat dalam kaitannya dengan ambang batas landasan pacu, metode identifikasi posisi lain (DME tetap, RADAR tetap, Radar tetap atau persimpangan radial) dapat diganti VOR / TVOR Checks Required Tolerance/Procedure Identification Sufficient information to identify the facility. ID shall not render any parameter unusable Sensing and Rotation correct Polarization ± Modulation AM; 25 to 35 % FM Deviation Ratio; ; % with voice % without voice Approach Alignment with ±2.5 0 Structure not to exceed ±6.0 0 Inspect from FAF to MAP Missed Approach Meets flyability constrains until clear of obstructions and course is established En Route Alignment within ± Structure not exceed ±6.0 0 Monitors To be set and checked by maintenance. Flight inspection will verify when practical. Standby equipment Will be checked by transmitter change on approach and en route radials. Coverage Sufficient to support requirements. Flyability Any condition that may induce confusion will render the procedure or facility unusable. Voice Voice shall not render any parameter unusable. Cross pointer, FLAG, dan AGC harus diperiksa pada seluruh pelaksanaan inspeksi baik menuju atau menjauhi fasilitas atau sebagai titik awal saat inspeksi. Alignment orbit, cakupan orbit, perbedaan antar pemancar, dan inspeksi radial 5 0 masing-masing sisi pendekatan akhir radial tidak diperlukan. Segmen pendekatan akhir dapat diperiksa inbound atau outbound. Hal 109-7

53 TACAN Checks Required Tolerance/Procedure Sufficient information to identify the facility. Identification ID shall not render any parameter unusable Sensing and correct Rotation Polarization ± Distance 3% of changed value or 1.0 NM, whichever is Accuracy greater Approach Alignment with ±2.5 0 Structure not to exceed ±6.0 0 ¼ NM aggregate azimuth, DME unlock, or out-oftolerance structure permitted. Inspect from FAF to MAP Missed Meets flyability constrains until clear of obstructions and course is established Approach Modulation AM; 25 to 35 % FM Deviation Ratio; ; % with voice % without voice En Route Alignment within ± Structure not exceed ± NM aggregate azimuth, DME unlock, or out-oftolerance structure permitted in any 5 NM of radial flight To be set and checked by maintenance. Monitors Flight inspection will verify when practical. Standby Will be checked by transmitter change on equipment approach and en route radials. Coverage Sufficient to support requirements. Any condition that may induce confusion will Flyability render the procedure or facility unusable. Cross pointer, FLAG, dan AGC harus diperiksa pada seluruh pelaksanaan inspeksi baik menuju atau menjauhi fasilitas atau sebagai titik awal saat inspeksi. Alignment orbit, cakupan orbit, perbedaan antar pemancar, dan inspeksi radial 5 0 masing-masing sisi pendekatan akhir radial tidak diperlukan. Segmen pendekatan akhir dapat diperiksa inbound atau outbound TACAN Kapal a. Prosedur inspeksi penerbangan darurat biasanya akan dilakukan oleh Angkatan Laut. Penerbangan inspeksi khusus akan diminta oleh Komandan pihak militer. Kapal yang akan di inspeksi harus diposisikan 100 mil dari lapangan udara untuk mendukung inspeksi penerbangan pesawat. Posisi ini Hal 109-8

54 akan membantu keberhasilan inspeksi penerbangan karena masih berada dalam jangkauan operasi pesawat inspeksi penerbangan. b. Profil inspeksi penerbangan meliputi inspeksi penerbangan jika pendekatan radial dari 20 NM ke ¾ NM. Beberapa hal lainnya dapat diinspeksi outbond dari radius 10 NM pada saat kapal berputar untuk mengecek kestabilan. Checks Required Tolerance/Procedure Sufficient information to identify the facility. Identification ID shall not render any parameter unusable Sensing and correct Rotation Polarization ± Distance 3% of changed value or 1.0 NM, whichever is Accuracy greater Approach Alignment with ±2.5 0 Structure not to exceed ±6.0 0 ¼ NM aggregate azimuth, DME unlock, or out-oftolerance structure permitted. Inspect from FAF to MAP Missed Meets flyability constrains until clear of obstructions and course is established Approach Modulation AM; 25 to 35 % FM Deviation Ratio; ; % with voice % without voice En Route Alignment within ± Structure not exceed ± NM aggregate azimuth, DME unlock, or out-oftolerance structure permitted in any 5 NM of radial flight To be set and checked by maintenance. Monitors Flight inspection will verify when practical. Standby Will be checked by transmitter change on equipment approach and en route radials. Coverage Sufficient to support requirements. Any condition that may induce confusion will Flyability render the procedure or facility unusable. Hal 109-9

55 PAR Checks Required Course Alignment Glidepath Alignment Lower Safe Limit Coverage Range Accuracy Fly ability Tolerance/Procedure ± of the commissioned angle. If PAR/ILS coincidence (± ) cannot be established, a NOTAM shall be issued. Clear all obstacles to threshold. Sufficient to meet operational requirements. 5% of true range and sufficient to determine when aircraft is over threshold. Any condition that may induce confusion will render the facility unusable ASR / ATCRBS RADAR Checks Required Course Alignment Glidepath Alignment Lower Safe Limit Coverage Range Accuracy Fly ability Tolerance/Procedure ± of the commissioned angle. If PAR/ILS coincidence (± ) cannot be established, a NOTAM shall be issued. Clear all obstacles to threshold. Sufficient to meet operational requirements. 5% of true range and sufficient to determine when aircraft is over threshold. Any condition that may induce confusion will render the facility unusable DF Fasilitas Checks Required Course Alignment Glidepath Alignment Lower Safe Limit Coverage Range Accuracy Fly ability Tolerance/Procedure ± of the commissioned angle. If PAR/ILS coincidence (± ) cannot be established, a NOTAM shall be issued. Clear all obstacles to threshold. Sufficient to meet operational requirements. 5% of true range and sufficient to determine when aircraft is over threshold. Any condition that may induce confusion will render the facility unusable. Hal

56 Homing Beacon Checks Required Course Alignment Glidepath Alignment Lower Safe Limit Coverage Range Accuracy Fly ability Tolerance/Procedure ± of the commissioned angle. If PAR/ILS coincidence (± ) cannot be established, a NOTAM shall be issued. Clear all obstacles to threshold. Sufficient to meet operational requirements. 5% of true range and sufficient to determine when aircraft is over threshold. Any condition that may induce confusion will render the facility unusable Komunikasi Pelaksanaan inspeksi penerbangan bersamaan dengan pemeriksaan lain. pesawat terbang milik operator dapat digunakan Microwave Landing System. Checks Required Course Alignment Glidepath Alignment Lower Safe Limit Coverage Range Accuracy Fly ability Tolerance/Procedure ± of the commissioned angle. If PAR/ILS coincidence (± ) cannot be established, a NOTAM shall be issued. Clear all obstacles to threshold. Sufficient to meet operational requirements. 5% of true range and sufficient to determine when aircraft is over threshold. Any condition that may induce confusion will render the facility unusable. Hal

57 BAGIAN (DISIAPKAN) Hal ( ) - 1

58 BAGIAN 201. SISTEM RHO DAN THETA PENDAHULUAN. VOR, DME, dan TACAN termasuk di dalam sistem RHO and THETA PERSY AR ATAN PR A PENERB ANGAN Personil Pemelihara Fasilitas. Mempersiapkan inspeksi penerbangan Personil Penerbangan. Selain mempersiapkan yang dimaksud pada ayat , personil inspeksi penerbangan harus menyiapkan bagan, alur posisi fasilitas, dan menggambarkan orbit dan radial checkpoints yang akan digunakan selama evaluasi PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN a. Automated Flight Inspection System (AFIS) yang disetujui adalah metode yang disarankan untuk melakukan inspeksi fasilitas penerbangan dengan menggunakan prosedur yang terdapat dalam badan yang ditunjuk. Saat menggunakan AFIS untuk mengevaluasi alignment aktual orbit atau radial, dua metode berikut dapat digunakan. (1) Global Positioning System (GPS) hibrid atau ekuivalen (5 nm atau lebih) (2) Distance Measuring Equipment (DME) (10 nm atau lebih). b. Saat AFIS tidak tersedia, prosedur evaluasi yang ditetapkan dalam bagian ini harus digunakan. c. Saat menggunakan theodolite untuk mengevaluasi kinerja, maka harus diposisikan dan dioperasikan oleh operator bersertifikat. Bearing azimuth theodolite harus direferensikan untuk magnetic bearings from fasilitas VOR (paragraf ) Checklist. Checklist menentukan hal-hal yang akan diperiksa pada setiap jenis pemeriksaan tertentu, ketika mengevaluasi airways atau expanded service volume (ESV s) dari VORDME atau VORTAC, VOR dan TACAN/DME harus dicatat. Ketika memeriksa VORTAC yang telah memancarkan VOR SIAP's tapi tidak memancarkan TACAN SIAP's catat kedua data VOR dan TACAN, tetapi hanya melaporkan hasil data VOR. Dikarenakan antena nulling, azimut TACAN mungkin tidak mendukung suatu approach yang memuaskan untuk VOR yang digunakan. Ketidakmampuan untuk mendukung TACAN approach seharusnya tidak dikenakan pembatasan fasilitas. Sebuah pembatasan TACAN akan sesuai jika level flight tidak didukung di daerah tertentu. Jika parameter TACAN ditemukan, keluar dari toleransi dalam flight inspection, standard service volume pembatasan fasilitas dan NOTAM harus dikeluarkan. Victor airway menghubungkan stasiun VOR, VORTAC dan VOR / DME dan disebut sinyal VOR. Saat mengevaluasi airway dari sebuah VORTAC, Hal 201-1

59 jangan meniadakan penggunaan Victor Airway dikarenakan adanya nilai yang keluar dari toleransi yang ditemukan di azimut TACAN atau DME Prosedur Detil. a. Radial Referensi harus ditetapkan saat menetapkan referensi orbital sesuai dengan paragraf dan dievaluasi selama pemeriksaan berikutnya. Radial approach direkomendasikan sebagai referensi. Saat evaluasi selesai menggunakan segmen AFIS, pesawat harus dihubungkan ke program azimut RNAV dan dievaluasi pada setidaknya segmen 5 nm antara 10 dan 25 nm (5-25 nm modus hibrid). Jika tidak menggunakan teknik AFIS, radial sebaiknya berada di ground checkpoint yang ditentukan atau theodolite bearing. Saat course roughness dan scalloping terjadi selama alignment evaluation, grafik rata-rata deviasi harus digunakan. CHECK REF PAR. SITE EVL. COM. PER. ANT. CHG (10) FRQ. CHG GND REF ALG N MAG VAR CHG FAC. RTD Reference Radial Check ,(6) Monitors (3) (3) (3) (3) (3) (3) Radials Intersection/ Fixes Radials Terminal Radial (9) (9) (9) (5) (5) (5) (5) (5) ,(6),(6),(6),(6) Orbit Coverage Alignment Differential (1) (3),(7 ) Ground Receiver Checkpoints Airborne Receiver Checkpoint ,(8),(8) Hal 201-2

60 Standby Transmitters Standby Power Associated NAVAIDs ,(8) Identification Voice Sensing & Rotation Course Sen./Mod Polarization (one MTR only). (4) Frequency Interference Course Structure Signal Strength DME CATATAN : (1) orbit alignment (,32052) diperlukan untuk semua fasilitas setiap 360 hari, termasuk fasilitas yang tidak mendukung SIAP atau checkpoint penerima. (2) Diperlukan jika rotasi fasilitas lebih dari satu derajat. Lihat paragraf e untuk pengecualian. (3) Permintaan perawatan. (4) Persyaratan TACAN memeriksa and melaporkan polarization setidaknya satu radial. (5) Perbaikan digambarkan pada SIAP, dalam segmen final approach harus dievaluasi secara bersamaan dengan SIAP. (6) Pemeriksaan segmen final approach pada SIAP, SID, STAR, and DP tidak diperlukan. (7) Penggantian pertama kali dengan antenna tipe baru, seperti Low Power TACAN Antenna (LPTA) atau DOD OE-258 antenna electronic diperlukan coverage orbit. (8) Evaluasi pada perubahan antenna DME (tipe antenna yang sama). Hal 201-3

61 (9) ESV s harus divalidasi ulang kapanpun coverage orbit dilakukan. (10) Juga berlaku pada perubahan Generador Modulasi RANTEC TACAN. b. Segmen atau checkpoint AFIS akan digunakan sebagai referensi untuk pengecekan selanjutnya pada course alignment dan evaluasi airborne monitor references. c. Diikuti perubahan antenna, optimalkan orbital alignment, kemudian menentukan kembali referensi. d. Selama evaluasi periodik, jika segmen didapat lebih dari 1 o, dari yang sebelumnya ditetapkan, lakukan suatu alignment orbit. Jika memuaskan, tentukan kembali nilai radial referensi. Anjuran perawatan untuk pergeseran orbital alignment rata-rata di atas 1 o. e. Tentukan akurasi DME seperti disebutkan didalam paragraf Metode Ground Checkpoint. Setelah checkpoint dipilih, ukurlah mendekati sepuluh derajat. Putari bearing yang diukur dengan derajat yang terdekat dari antenna yang mana pesawat terbang diatas checkpoint ini. Hal ini akan membuat radial yang dapat dipilih di dalam omni bearing selector (OBS). Terbangkan pesawat sepanjang radial ini (biasanya 1,500' di atas antena), tetapi kadang-kadang terbang menyimpang langsung di atas checkpoint referensi. Gerakkan event mark langsung melalui checkpoint untuk menghasilkan rekaman course alignment yang akurat. Menentukan kesalahan alignment IAW paragraf ,2 Metode Theodolite. a. Menyetel theodolite untuk memandang sepanjang bearing, yang akan bertepatan dengan radial. Terbangkan pesawat sepanjang radial pada 1,500 ft di atas antena. Operator theodolite akan memandu pilot saat pesawat menyimpang kekanan atau kekiri dari azimut yang dipilih. b. Operator theodolite harus mengaktifkan event mark dengan menggunakan frekuensi 1020 Hz. Berikan Nada verbal mark ketika pesawat diamati pada bearing yang benar. Tentukan nilai penyimpangan cross pointer dan hitung kesalahan alignment. c. Metode alternatif berikut dapat digunakan. Terbangkan pesawat on-course dengan mengacu pada cross pointer, jaga ketinggian secara konstan. Operator theodolite akan memandu pesawat dan menandai rekaman didalam pesawat dari sisi theodolite. Bearing pesawat terbang, seperti yang ditentukan oleh theodolite, harus menjadi Hal 201-4

62 azimuth magnetik aktual yang diukur. Alignment radial kemudian dapat dihitung dari rekaman Evaluasi Monitor Referensi. a. Evaluasi monitor referensi menentukan jumlah minimum pergeseran azimut course yang diperlukan untuk mengaktifkan sistem alarm monitor ground facility. b. Monitor referensi dapat ditentukan baik di udara atau di bawah. Setelah terbentuk, pengecekan harus menjadi referensi bagi semua pengecekan berikutnya. Prosedur untuk penentuan monitor referensi adalah sebagai berikut: (1) Dengan course dalam kondisi operasi normal. (2) Dengan course bergeser ke point monitor referensi. (3) Dengan course bergeser ke point monitor referensi pada arah kebalikan dari langkah (2) diatas. (4) Dengan course dikembalikan ke kondisi operasi normal. CATATAN: Langkah (4), Tidak ada persyaratan bahwa course kembali ke pengukuran pada langkah (1). Pergeseran Monitor lebih dari 10 o akan dibawa ke personil teknisi untuk menjadi perhatian guna menentukan jika lingkungan atau peralatan terkait dengan perubahan tersebut. Pada setiap kondisi ini terjadi, alignment course akan dibandingkan dengan mereferensi pada data yang tercatat untuk menentukan jumlah pergeseran alarm point dan untuk memverifikasi bahwa itu telah kembali ke kondisi normal. c. Fasilitas yang memiliki monitor paralel ganda memerlukan sebuah evaluasi monitor pada satu pemancar saja. Fasilitas yang memiliki dua monitor individual memerlukan evaluasi pada masingmasing pemancar En-Route radials. a. FISSV. Radial yang diterbangi untuk menentukan kemampuan fasilitas mendukung FISSV harus diterbangkan pada ketinggian minimum kaki (2.000 kaki di daerah pegunungan yang direncanakan) di atas tempat evaluasi atau dataran tertinggi atau halangan, menuju jarak 40 mil bagi fasilitas kelas "L" dan "H", atau 25 mil untuk fasilitas kelas "T". Jarak 40 mil atau 25 mil dipertimbangkan berdasarkan jarak jangkauan standar inspeksi penerbangan. Hal 201-5

63 b. Semua Radials yang mendukung Prosedur Terbang Instrument harus dicek kualitas sinyal dan keakuratannya. Terbang Airways, rute Off-Airway, atau route segments melalui sepanjang penggunaan yang diinginkan, pada atau di bawah ketinggian minimum yang diminta. Jika radial ini memiliki persyaratan prosedural lebih dari jarak Volume Standar Pelayanan Inspeksi Penerbangan (Flight Inspection Standard Service Volume / FISSV), mereka harus dicek untuk jarak tambahan pada ketinggian minimum yang diminta. c. Change Over Points (COP). Ketinggian Minimum En-route (Minimun En route Altitude / MEA) untuk setiap change-over point (COP) harus diatur ketinggiannya dimana sinyal yang dapat digunakan tersedia dari stasiun pendukung. Tidak ada persyaratan untuk memeriksa jangkauan di luar cakupan COP. d. Mengevaluasi alignment azimuth, sensitivitas course atau modulasi, polarisasi, roughness, and scalloping, bends, identifikasi, voice features, sensing, dan kekuatan sinyal saat terbang di azimuth yang dikehendaki Radial Persimpangan/Penentuan Posisi DME. a. Persimpangan digunakan untuk mengetahui posisi azimuth di udara. Persimpangan ini dapat digunakan untuk menentukan posisi navigasi. Reporting points, penentuan posisi DME, COPs, dan lain-lain. Menentukan Ketinggian Penerimaan Minimum(MRA) untuk setiap persimpangan yang tidak masuk Ketinggian Minimum En route(minimun En route Altitude / MEA) IFR. MRA adalah Ketinggian minimum dimana sinyal optimum dapat diterima di dalam area procedural design. b. Penentuan Posisi yang diletakkan didalam FISSV: Saat Penentuan Posisi yang ditempatkan didalam FISSV (lihat definisi pada section 301), cakupan diseluruh area pemindahan penentuan posisi dapat diprediksi (evaluasi pemindahan penentuan posisi tidak diperlukan). Cek penentuan posisi ini untuk alignment azimuth, course sensitivity atau modulasi, identifikasi, roughness, dan scalloping, dan kekuatan sinyal disepanjang jalur radial yang digunakan untuk menentukan posisi di ketinggian prosedural yang digunakan. c. Penentuan Posisi yang diletakkan diluar FISSV: (1) Jika titik posisi (fix) diletakkan diluar FISSV dari fasilitas yang mendukung titik posisi (fix), evaluasi pemindahan cakupan posisi yang tepat harus disempurnakan untuk fasilitas tersebut. Ketika penentuan posisi yang terletak di luar FISSV, stasiun pemancar dievaluasi di sisi terjauh dari posisi fasilitas untuk memastikan bahwa terdapat sinyal yang dapat digunakan. Evaluasi harus memasukkan course sensitivity dari modulasi, identifikasi, roughness dan scalloping, alignment, dan kekuatan sinyal. Radial Hal 201-6

64 dari fasiliats utama dievaluasi pada ± 4 nm, 4.5 0, yang mana yang lebih besar, radial persimpangan dievaluasi pada ± 3,5 0. CAT ATAN: fasilitas utama menyediakan petunjuk primary course menuju persimpangan. Jika salah satu fasilitas merupakan utama, kemudian evaluasi dilakukan baik di ± 4 nm atau ± 4,5 0. Jika fasilitas persimpangan adalah NDB, fasilitas utama dievaluasi ± 5 0 dari bearing NDB en-route. Pada Gambar 201-1, jika stasiun B adalah NDB yang menyediakan radial persimpangan. A1 dan B2 akan menjadi ± 5 0 dari NDB on-course bearing. B2 A1 A2 EVALUATION CAKUPAN Station A dari B1 ke B2 Station B dari A1 ke B2 B1 A B Evaluasi alignment azimuth radial utama pada A2 Gambar (2) Evaluasi cakupan : Radial dari fasilitas utama dievaluasi pada ± 4 nm atau ± 4.5 0, mana yang lebih besar. Pada jarak 50,8 nm, 4 nm sama dengan off course. Ketika titik posisi (fix) lebih dari 40 nm tapi kurang dari 50,8 nm dari fasilitas utama, degree off course yang sama dengan 4 nm harus dihitung. Pada Gambar xxx adalah fasilitas utama, dan titik posisi (fix) terletak 41 nm dari fasilitas. Sebuah penentuan degree off course yang sama dengan 4 nm pada 41 nm dapat dibuat dengan menggunakan chart pada Gambar Untuk contoh ini, Radials offset sama dengan ± pada 41 nm. Ketika radial fasilitas utama lebih dari 50,8 nm, radial offset akan menjadi Sebuah metode alternatif harus digunakan untuk evaluasi cakupan. Lebih dari 40 nm tapi kurang dari 50,8 nm, Anda dapat terbang busur disekitar fasilitas pada jarak yang sama dengan jarak penentuan posisi ditambah 4 nm atau 4.5 0, yang mana lebih besar (3.6 0 untuk Crossing Radial). Penggunaan chart di gambar 303-7, menentukan derajat off course sebesar 4 nm pada jarak penentuan posisi untuk menentukan titik awal dan akhir yang sesuai terbang busur. Untuk contoh pada gambar 201-2, Kita akan memastikan kedua fasilitas adalah utama. Oleh karena itu, Fasilitas xxx busur akan diterbangkan di 45,17 nm (41 nm plus 4,77 nm yang merupakan jarak yang setara dengan pada 53 nm) dari ± Terbang Busur disekitar fasilitas yyy Hal 201-7

65 akan diterbangkan pada 57 nm (53 nm plus 4 nm yang mana lebih besar dari atau 4 nm pada 41 nm) 41nm 53 nm ±4.5 0 ± xxx 40 nm xxx ± 4 nm YYY ± n m YYY Gambar Untuk radial lebih dari 50.8 nm, Terbang Busur akan tetap ± 4.5 0, tetapi jarak yang harus ditambahkan pada jarak penentuan posisi busur akan meningkat seiring meningkatnya jarak outbound (lihat gambar 303-7) (3) Penentuan posisi Stand-Alone DME harus dievaluasi untuk jangkauan ± 4 nm atau (yang mana lebih besar) pada 5 nm lebih besar dari jarak penentuan posisinya. d. Selama Evaluasi periodik, memeriksa bahwa persimpangan radial mengidentifikasi titik posisi (fix) yang mendukung prosedur. Verifikasi dapat dilakukan dengan merekam jejak analisa instrumentasi kokpit. Tidak ada persyaratan untuk mengevaluasi perpindahan area penentuan posisi Terminal Radials/Fixes (Approach, Missed Approach). a. Evaluasi semua segmen radial yang terdiri dari STAR, SID/DP, atau SIAP pada komisioning dan inspeksi perubahan frekuensi. Semua segmen terakhir harus diterbangkan sesuai petunjuk penggunaan yang diinginkan. Pastikan prosedur tersebut harmonis dengan faktor-faktor manusia (lihat paragraf ) dan petunjuk navigasi memuaskan. Pada commissioning dan inspeksi perubahan frekuensi, radial harus dievaluasi untuk menyertakan pola holding, procedure turn, pendekatan dan missed approach, atau rute keberangkatan. Selama periodik, perubahan antena, perubahan MAGVAR, dan inspeksi rotasi fasilitas, evaluasi hanya pada segmen pendekatan akhir SIAP. Evaluasi radial terminal lain pada basis surveillance. Hal 201-8

66 b. Semua evaluasi harus dilakukan pada ketinggian prosedural kecuali segmen pendekatan akhir. Segmen ini dievaluasi dari FAF (di jalur penurunan akhir) turun hingga 100 kaki di bawah MDA terendah ke MAP. Selama site, commissioning, konfigurasi ulang,perubahan antena, dan perubahan SIAP yang berlaku, mengevaluasi radial VOR 5 0 di setiap site dari radial pendekatan akhir. Evaluasi radial offset VOR pada satu pemancar pada ketinggian yang sama sebagaimana segmen radial pendekatan akhir. c. Ketika terminal penentuan posisi terletak di dalam FISSV fasilitas atau di bawah FISSV tapi didalam standar service volume, cakupan, diseluruh area perpindahan penentuan posisi, dapat diprediksi (evaluasi perpindahan posisi tidak diperlukan). d. Pengecekan Null azimuth TAC AN akan diterbangkan sebagaimana dibawah ini : (1) Prosedur yang disetujui (a) Pada inspeksi commissioning. Perubahan antena, prosedur baru, dan perubahan dalam ketinggian FAF 300 kaki atau lebih pada prosedur yang ada, pengecekan null berikut diperlukan: 1. Radial pendekatan salah satu sisi pendekatan. Radial akan diterbangkan inbound atau outbound, pada level flight, dari 3 mil diluar posisi pendekatan akhir (FAF 0 sampai 3 mil didalam FAF di ketinggian minimum terendah untuk FAF; (b) Nulls, didefinisikan sebagai setiap tindakan cross pointer yang out-oftolerance secara berulang atau kondisi tidak terkunci biasanya disertai oleh perubahan yang cepat dalam Automatic Gain Control (AGC) dan indikasi osiloskop adanya kehilangan atau distorsi dari 15 dan 135 cycle komponen modulasi, tidak diizinkan di daerah ini. Jika Null ditemukan, ukurlah sudut vertikal dengan terbang di area yang dijelaskan pada ketinggian di atas 500 ft atau di bawah ketinggian minimum FAF dan informasikan pemeliharaan sehingga masalah itu dapat dikoreksi jika memungkinkan. Jika Null tidak dapat dikoreksi oleh perubahan antena atau penyesuaian tinggi, prosedur baru akan dibuat yang akan menghindari area yang terpengaruhi. Pengecekan Null hanya diminta pada satu transponder. Dikarenakan efek kerucut dari stasiun pada kinerja azimut, Pengecekan null tidak diperlukan ketika fasilitas TACAN terletak di FAF. e. Inspeksi Komisioning. Pada inspeksi komisioning, pendekatan luput dan radial SID / DP untuk fasilitas yang terletak di dalam batas lapangan udara harus dievaluasi dari atas kepala (overhead) stasiun keluar ke batas-batas yang digambarkan untuk prosedur. Jika tidak ada titik penghentian yang digambarkan, radial harus diperiksa ke tempat dimana radial tersebut tergabung struktur en-route atau batas cakupan Hal 201-9

67 yang diharapkan dari kategori fasilitas, yaitu, 25 mil untuk kelas "T" dan 40 mil untuk fasilitas kelas "L" atau "H ". f. Evaluasi radial untuk kualitas sinyal dan akurasi. Course pendekatan akhir harus memandu pesawat ke titik tujuan yang dikehendaki. Mengevaluasi alignment azimut, modulasi atau course sensitivity, polarisasi (didalam 5-20 nm dari stasiun), roughness dan scalloping, bends, identifikasi, dan kekuatan sinyal ketika terbang di radial. Mengevaluasi radial offset 5 0 untuk course sensitivity atau modulasi, roughness, dan scalloping, spektrum analisa, identifikasi, dan kekuatan sinyal. g. Inspeksi perubahan Variasi Magnetik. Mengevaluasi satu null TACAN dan offset radial 5 0 VOR di luar radial pendekatan akhir, IAW Paragraf b dan c, untuk menjamin minimal 5 0 telah diperiksa masing-masing sisi radial pendekatan akhir yang dipublikasikan. Sebagai contoh, ketika radial pendekatan akhir yang diterbitkan berubah dari R090 ke R087, berdasarkan perubahan MAGVAR dari 20 Timur ke 50 East. Terbang R082 sebagai null / offset radial. R095 harus telah diterbangkan sebelumnya untuk mendukung pendekatan R090, dan menydiakan persyaratan minimum 5 0. Pastikan fasilitas yang dipublikasikan dibatasi. Checkpoint penerima dan radial ESV, perubahan per pengecekan MAGVAR, dilaporkan pada laporan inspeksi penerbangan Akurasi Jarak. Periksa keakuratan informasi jarak TACAN / DME selama inspeksi radial, orbit, prosedur pendekatan, dan penentu posisi DME. Indikasi jarak mil yang tepat ditampilkan pada indikator jarak harus dicatat pada rekaman. Perbandingan skala jarak pada tabel (dikonversikan ke kisaran miring) ke jarak yang ditunjukkan oleh indikator jarak TACAN / DME di berbagai titik dapat dilakukan untuk penentuan akurasi. a. Tidak perlu untuk menghitung kisaran miring untuk jarak yang diukur pada ketinggian di bawah sudut vertikal 5 0 karena perbedaan relatif antara kemiringan dan bagan kisaran diabaikan (kurang dari ½ sampai 1 persen). b. Untuk memudahkan perhitungan, sudut 5 0 setara dengan kirakira 1,000 ft di atas antena di 2 mil dan ft di atas antena di 10 mil. Di atas sudut 5 0, sebuah indikasi jarak mil kisaran miring DME harus dikonversi ke tabel jarak Informasi Kekeliruan Jarak. Jika fasilitas ground memancarkan pulsa balasan yang salah (false reply pulse), informasi kekeliruan jarak dapat ditampilkan. Kondisi ini biasanya terjadi dalam jarak 25 mil dari antena. Setiap kali kesalahan aktual lock-on terjadi lagi, fasilitas yang mengganggu harus dihapus dari layanan sampai kondisi ini diperbaiki. Hal

68 Evaluasi Orbit. Evaluasi orbit digunakan untuk menentukan distribusi kesalahan azimut dan kualitas sinyal. Data orbit digunakan sebagai informasi referensi. Penetapan alignment referensi selama komisioning, perubahan antena, rotasi fasilitas, atau pada setiap pemeriksaan jika tidak ada referensi orbital yang ditunjukkan pada data fasilitas. Mengevaluasi penyimpangan dari referensi selama semua evaluasi orbit berikutnya. Ketika mengoptimalkan alignment, alignment orbit rata-rata harus berada dalam ± 5 0, dan perbedaan sistem antara collocated VOR dan TACAN tidak boleh melebihi 1 0. Untuk sistem pemancar ganda, gunakan pemancar utama sebagai referensi. (Lihat paragraf ) Alignment Orbit. a. Penjajaran orbit digunakan untuk menentukan akurasi dan kesalahan optimal distribusi azimuth. Evaluasi dilakukan untuk dari azimuth. Sebuah jari-jari orbit 5 nm dan lebih dapat digunakan bila menggunakan GPS hibrida atau setara untuk memperbarui dan 10 nm dan lebih ketika menggunakan alat pengukur jarak update. Bila menggunakan theodolite, jari-jari orbit harus visual maksimum range untuk theodolite operator. Orbit dapat diterbangkan searah jarum jam (cw) atau berlawanan arah jarum jam (CCW), tetapi sekali ditetapkan, maka harus diterbangkan ke arah yang sama, pada jarak dan ketinggian yang sama, pada setiap pemeriksaan berikutnya. Memperhitungkan ketinggian tapeline untuk terbang di orbit pada sudut standar dari site. Tujuan pemeriksaan tersebut adalah untuk membantu personel perawatan fasilitas menentukan permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan di dekat fasilitas. Rasio antara jarak dan ketinggian menjadi penting ketika mencari pantulan atau bayangan sudut rendah (low angle). Ketinggian dan jarak dapat dimodifikasi ketika kondisi pencegahan terbentuknya mereka di dianjurkan (persyaratan lalu lintas udara, dukungan teknik atau perawatan dan kondisi lokasi). Penunjukkan penyimpangan dari standar pada laporan inspeksi penerbangan. b. Jika Alignment tidak dapat ditentukan secara orbital, dapat diukur dengan terbang satu radial di setiap kuadran. Alignment radial harus ditentukan tidak kurang dari 5 nm segmen terbang dalam jarak dan sudut parameter yang disebutkan di atas. Sebagian orbit, diperbesar dengan radial alignment, adalah lebih baik daripada hanya ditentukan oleh radial. Radial yang digunakan sebagai pengganti penerbangan orbital keselarasan harus disetujui oleh Manager Pendukung Teknis Inspeksi Penerbangan (Flight Inspection Technical Support Brach Manager). c. Satu Orbit dapat diterbangkan pada fasilitas pemancar ganda selama pemeriksaan, kecuali komisioning, dengan meminta perubahan pemancar. Jika perubahan pemancar yang cukup tidak dapat ditampung (setidaknya satu di setiap 90 0 ), menerbangkan orbit pada setiap pemancar. d. Selama mengorbit, mengevaluasi azimuth alignment, course sensitivity atau modulasi, sensing dan rotasi, roughness dan scalloping, identifikasi, dan kekuatan sinyal (minimal 1 evaluasi setiap 20 0 ). Out-oftolerance kondisi yang ditemukan selama inspeksi orbit harus Hal

69 dikonfirmasi oleh radial evaluasi sebelum membatasi fasilitas atau mengeluarkan NOTAM. Evaluasi radial biasanya memiliki prioritas. e. Distribusi course error harus ditentukan sebelum rotasi (jika diminta) untuk mencapai keseimbangan stasiun optimal. Tidak perlu untuk kembali terbang orbit setelah rotasi fasilitas ini, memberikan arah dan jarak dari penyetelan dapat ditetapkan secara radial. Menerapkan pergeseran azimuth yang ditetapkan ke alignment orbit untuk final error spread determination dan plotting. Lengkapi checklist rotasi fasilitas yang tersisa setelah rotasi. f. Course Alignment. Secara berkala, jika ditemukan perubahan rata-rata course alignment lebih dari 1 0, yang berhubungan dengan pemeliharaan fasilitas akan melakukan evaluasi untuk menentukan apakah perubahan dalam fasilitas itu disebabkan oleh masalah pemeliharaan atau disebabkan oleh perubahan lingkungan Ground Checkpoint Method. Checkpoint diinginkan setiap 20 0 dari azimuth, namun hasil yang diterima dapat diperoleh dengan checkpoint yang lebih sedikit jika jalur orbit yang tepat dipertahankan. Jika trek orbit yang tepat dipertahankan. Jika memungkinkan, checkpoint perlu dipilih manakah yang akan menjadi dekat dengan crossover, guna menghindari kesalahan yang mungkin disebabkan oleh non-linearitas dari crosspointer. Jika perlu untuk mengubah ketinggian selama orbit, menghentikan orbit di checkpoint, lalu melakukan pergerakan di daerah itu saat mengganti ketinggian. Lintasi checkpoint yang sama pada ketinggian yang baru dan tandai checkpoint pada rekaman. Perubahan kecil dalam ketinggian dapat dilakukan tanpa mengganggu orbit. Checkpoint di darat dapat dibentuk dan digunakan di lokasi dimana keakuratan peta atau bagan diragukan, dengan memverifikasi akurasi dengan menggunakan theodolite. Banyak jenis referensi yang dapat digunakan untuk checkpoint (lihat paragraf 309,4). Dengan pembentukan checkpoint di darat, kebutuhan untuk penggunaan ulang theodolite untuk pemeriksaan periodik dapat dihilangkan. Penerbangan pemeriksaan berikutnya dapat dibuat dengan menggunakan peta yang tepat yang ditandai dengan checkpoint di darat Theodolite Method. Memberitahukan operator theodolite tentang bearing, vertikal sudut, ketinggian, jangkauan pesawat dari site, dan ketika pesawat berada pada orbit. Setelah pengamatan pesawat terbang, para operator theodolite harus menyesuaikan theodolite ke 5 atau 10o terdekat di depan pesawat dan, pada saat persiapan pemilihan titik referensi di mana pesawat (mesin, hidung, dll) melintasi vertical crosshair, mengirimkan nada atau verbal mark Hz ke pesawat. Menyesuaikan theodolite ke 5 0 atau 10 0 azimut kenaikan berikutnya dan ulangi prosedur. The theodolite operator harus menyiarkan azimut dan sudut elevasi theodolite mengikuti setiap tanda. Ulangi prosedur ini melalui orbit lengkap dengan overlaping setidaknya satu transisi. Penerima kesalahan gabungan dan perpindahan radial pada setiap titik 10 0 di mana course line melintasi pusat perekaman dapat diukur dengan pemisah titik 10. Gunakan tepi utama tanda petunjuk yang tepat sebagai standar. Kesalahan stasiun dikoreksi untuk kesalahan penerima dan theodolite offset, dapat ditentukan dan diplot. Hal

70 a. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan kemampuan fasilitas untuk mendukung Inspeksi Penerbangan Standar Pelayanan Volume (Flight Inspection Standard Service Volume / FISSV). FISSV harus ditetapkan sebagai berikut: kelompok fasilitas "T", FISSV adalah 25 nm dan kaki (2000 ft di daerah pegunungan yang ditunjuk) di atas site elevation atau penghalang (terrain). Pada kelompok fasilitas "L" dan "H", jarak meluas sampai 40 nm, dan ketinggian adalah sama dengan kelas "T". Menetapkan pembatasan fasilitas dan status kinerja berdasarkan FISSV. Satu orbit lengkap (satu pemancar saja) harus diterbangkan di salah satu : (1) FISSV yang dipakai (2) ketinggian yang cukup tinggi untuk menerima sinyal intoleransi. Jika ketinggian ini lebih tinggi daripada ketinggian pada ayat (1) di atas, pembatasan fasilitas dan tindakan NOTAM diperlukan. b. Selama mengorbit, mengevaluasi azimut keterpaduan, course sensitivity atau modulasi, sensing dan rotasi, kekasaran dan scalloping identifikasi, dan kekuatan sinyal (minimal 1 evaluasi setiap 20 0 ). c. Kondisi Out-of-toleransi yang ditemukan selama inspeksi orbit harus dikonfirmasi oleh inspeksi radial sebelum membatasi fasilitas atau mengeluarkan NOTAM. Segmen orbit yang digunakan untuk menetapkan pembatasan dapat ditetapkan secara lateral dengan cara mengitari. Penerbangan radials melalui daerah yang paling out of tolerance dapat digunakan untuk menentukan batas jarak dan ketinggian dari seluruh segmen. Hasil inspeksi radial biasanya memiliki prioritas di atas inspeksi orbital data. Di daerah-daerah Pembatasan berbagai segmen. Ini mungkin cocok untuk kelompok yang segmen yang lebih besar, lebih mudah untuk memahami pembatasan. Keuntungan dari kemungkinan over-restriction ini di beberapa daerah harus ditimbang terhadap kebutuhan pengguna. Busur di ketinggian terbatas harus diterbangkan melalui area terbatas pada batas cakupan untuk menentukan jangkauan sinyal yang memadai. d. Prosedur terbang di bawah atau di luar FISSV, yang ditemukan tidak memuaskan, harus ditolak, tetapi pembatasan fasilitas tidak diperlukan Expanded Service Volume (ESC s). Sebuah ESV adalah volume dari suatu wilayah udara, di luar fasilitas Standar Pelayanan Volume (Standard Service Volume / SSV) yang telah disetujui untuk digunakan secara operasional oleh teknisi spektrum, dan di mana fasilitas memenuhi persyaratan inspeksi penerbangan yang berlaku. ESV diperlukan hanya ketika penggunaan prosedural didasarkan pada kinerja NAVAID luar SSV, seperti digambarkan dalam bagian 303, angka 303-5A-F. Bila diperlukan, sebuah ESV dapat disyahkan kembali melalui penerbangan orbital pada jarak ESV dan ketinggian terendah yang disetujui. Batas-batas lateral dari wilayah tersebut harus mencakup radial misalignment yang diijinkan atau daerah perpindahan titik posisi (fix) yang dipakai. Tidak diperlukan untuk memeriksa batas-batas atas ESV kecuali gangguan dilaporkan atau tertunda. Hal

71 Pada kebanyakan aplikasi, VOR adalah fasilitas utama yang mendukung penggunaan prosedural (yaitu, airways, titik posisi/fixes, intersection). Ketika evaluasi fasilitas mendukung penggunaan procedural, rekam semua komponen sinyal. Jika beberapa komponen sinyal NAVAID. Jika komponen NAVAID (yaitu, VOR, TAC, atau DME) tidak memenuhi parameter inspeksi penerbangan toleransi, dokumen hasil sebagai berikut. a. Di dalam 25 atau 40 nm kapasitas pelayanan inspeksi penerbangan yang berlaku, lengkapi formulir laporan inspeksi penerbangan yang tepat dan larangan NAVAID yang bersangkutan. b. Di luar kapasitas pelayanan inspeksi penerbangan yang berlaku tetapi di dalam SSV, lengkapi formulir laporan inspeksi penerbangan yang tepat, dan dokumen hasil inspeksi penerbangan dalam bentuk paket prosedur. Larangan pembatasan fasilitas diperlukan. c. Di luar SSV yang berlaku, lengkapi formulir inspeksi penerbangan yang tepat. Bentuk ESV mencatat komponen yang tidak mendukung ESV, dan dokumen hasil pada bentuk paket prosedur, Larangan pembatasan fasilitas diperlukan. Untuk inspeksi penerbangan di luar jarak 25 atau 40 nm yang berlaku, hanya melengkapi formulir laporan inspeksi penerbangan untuk komponen NAVAID yang mengidentifikasi penggunaan prosedural Receiver Checkpoints dibentuk untuk memperkenankan pilot untuk memeriksa ketelitian penerimanya. Ketidakmampuan pembatasan fasilitas Ground Receiver Checkpoint akan dibentuk di jalan bandara atau taxiway pada point-point yang dipilih untuk mempermudah akses bagi pesawat, dimana tidak terdapat gangguan dari lalu lintas bandara yang lain. Ground receiver checkpoint biasanya tidak dibentuk pada jarak kurang dari satu setengah mil dari fasilitas, atau mereka harus didirikan di daerah-daerah non-beraspal. a. Selama inspeksi komisioning, sejajarkan pesawat menuju stasiun, dengan antena penerima pesawat di atas point yang dipilih. Tentukan radial fasilitas yang benar dan bulatkan ke derajat terdekat. Untuk VOR, posisi antena penerima pesawat secara bergantian dalam tiga posisi tambahan, 90o terpisah, dan memeriksa keselarasan stabilitas. Radial ini akan diterbitkan sebagai azimut checkpoint penerima di darat. Inspeksi penerbangan periodik akan dievaluasi, dengan pesawat sejajar menuju stasiun, dan antena penerima di atas checkpoint. b. Semua azimut bearing harus stabil dan di dalam toleransi azimut yang ditentukan. Mengevaluasi azimut keterpaduan, course sensitivity atau modulasi, kekasaran dan scalloping, identifikasi, dan kekuatan sinyal. Jika sinyal yang stabil dan keselarasan tidak dapat diperoleh di lokasi, pilih site lain atau mendirikan sebuah checkpoint penerima udara (airborne receiver checkpoint) c. Tanda-tanda checkpoint penerima di darat dan penandaan permukaan bandara harus disediakan seperti yang dijelaskan di bawah ini. Tanda-tanda ini harus diamati untuk pemeliharaan berkelanjutan selama inspeksi berikutnya dari fasilitas. Sedikit perbedaan pada Hal

72 penandaan di permukaan bandara dapat diamati, yang seharusnya tidak mempengaruhi kemampuan penerimaannya, kecuali, keputusan petugas kalibrasi penerbangan, itu bisa mempengaruhi kegunaan dari checkpoint. (1) Penandaan di permukaan bandara. Tempat yang dipilih untuk checkpoint harus ditandai dengan gambar lingkaran dengan diameter 10 ft seperti yang diilustrasikan di bawah ini Note 3 Note 1 12 Note 2 Note 4 CATATAN: Figure Putih (bisa dibatasi di dalam dan luar dengan pita hitam6-inci, jika perlu, untuk membedakan). 2. Kuning (krom kuning-kuning taxiway penerbangan). 3. Tanda panah kuning harus diarahkan ke fasilitas dan memperluas lebar tepi bagian dalam lingkaran. 4. Interior lingkaran hitam (hanya permukaan beton). (2). Tanda. Tanda-tanda checkpoint penerima harus menunjukkan identifikasi fasilitas, saluran. Course dipilih (diterbitkan dipilih (dipublikasikan) untuk pemeriksaan, dan merencanakan jarak dari antena. Hal

73 Contoh BUDIARTO-VOR/DME (CH 105) 147/327 DME 1.5 nm Tanda harus jelas, mudah dibaca, dan tidak menyebabkan bahaya bagi pengoperasian pesawat saat taxi, mendarat, atau berangkat.. Untuk VORTAC's, jika salah satu bagian tidak mendukung checkpoint, berikan keterangan pada lembar data fasilitas dan memberitahukan Airfield Management untuk menghapus sebagian dari tanda Airborne Receiver Checkpoints harus dirancang di atas checkpoint di darat yang menonjol pada ketinggian tertentu. Disarankan beberapa checkpoint berada di dekat bandara sehingga dapat dengan mudah diakses oleh pengguna. Bagaimananpun, pertimbangan perlu diberikan untuk memilih suatu daerah dan ketinggian yang tidak akan mengganggu pola lalu lintas normal. a. Ketinggian yang ditentukan untuk checkpoint penerima harus setidaknya 1,000 ft AGL. Checkpoint tidak boleh didirikan pada jarak kurang dari 5 mil atau lebih dari 30 mil dari fasilitas. b. Pesawat terbang langsung melalui checkpoint yang dipilih, baik menuju atau menjauh dari fasilitas dan tandai rekaman di checkpoint. Bandingkan radial elektronik yang direkam dengan azimut geografis yang diplot. c. Radial elektronik di atas checkpoint geografis yang dibulatkan ke derajat terdekat, akan menjadi azimut yang diumumkan sebagai checkpoint penerima. d. Jarak yang sebenarnya dari checkpoint penerima di udara ke antena, seperti yang ditetapkan dari penelitian peta, harus diperiksa terhadap indikasi jarak yang diterima ketika secara langsung melalui checkpoint Standby Transmitters. Kedua pemancar (ketika dipasang) harus dievaluasi untuk masing-masing item checklist yang diperlukan kecuali cakupan orbit, yang diperlukan pada satu pemancar saja. Evaluasi alignment dapat dilakukan dengan mengubah pemancar ketika melakukan evaluasi dan membandingkan pergeseran azimuth course. Perubahan pemancar tidak boleh dilakukan di dalam titik posisi (fix) pendekatan akhir, biarpun perubahan pemancar sebelum titik posisi (fix) pendekatan akhir tersebut memuaskan untuk tujuan evaluasi. Jika hasil perbandingan diragukan, lakukan terbang segmen pendekatan akhir pada setiap pemancar. Hal

74 Standby Power. a. Hal-hal dari checklist berikut akan diperiksa ketika beroperasi menggunakan standby power (1) Course alignment (satu radial) (2) Course structure (3) Identifikasi (4) Akurasi jarak b. Inspeksi dilaksanakan ketika terbang sebagian radial dengan stasiun beroperasi pada normal power dan kemudian mengulangi pemeriksaan di atas jejak di darat yang sama dengan stasiun beroperasi pada standby power Associated Facilities. a. Memeriksa fasilitas terkait bersamaan dengan inspeksi fasilitas utama. Hal ini meliputi marker beacon, alat bantu pencahayaan, komunikasi dan sebagainya, yang mendukung en route / prosedur pendekatan dan minimum cuaca pendaratan dari prosedur pendekatan terkait. b. Melakukan inspeksi fasilitas ini kesesuaian dengan prosedur rinci dan toleransi yang terkandung dalam bagian yang berlaku di dalam manual ini Crossing Radials on Precision Approaches. a. Ketika radial persimpangan Rho-theta digunakan untuk menentukan IAF, AF, dll, pada pendekatan presisi, elevasi dilakukan ketika pesawat on-course, dengan menggunakan fasilitas presisi sebagai petunjuk. b. Pemeriksaan awal radial persimpangan harus diverifikasi melalui analisa perekaman jejak bagi azimuth alignment, course sensitivity atau modulasi, identifikasi, kekasaran, scalloping dan kekuatan sinyal. Jika titik posisi (fix) tidak beerada di dalam FISSV pada salah satu fasilitas, ESV harus dibentuk untuk mendukung prosedur. c. Selama evaluasi berkala, verifikasi dapat dilakukan dengan merekam jejak atau analisa dari peralatan di kokpit ANALISA Identifikasi (ID). Pemeriksaan ini dibuat untuk memastikan identifikasi yang benar dan dapat digunakan di seluruh kapasitas layanan operasional. a. Prosedur yang disetujui. Mengevaluasi identifikasi selama melakukan semua pemeriksaan. Fasilitas harus dibatasi jika identifikasi tidak bisa digunakan di seluruh area cakupan yang diperlukan. b. Urutan Identifikasi. Hal

75 (1) VOR's, VOR / DME 's, dan VORTAC's dengan identifikasi VOR voice yang menggunakan dual voice code reproducer di satu lokasi VOR menggunakan urutan sebagai berikut: Identifikasi VOR dalam kode. Identifikasi VOR oleh suara. Identifikasi VOR dalam kode. Identifikasi pada TACAN / DME pada waktu normal untuk identifikasi suara pada VOR. (2) VOR's, VOR / DME 's, dan VORTAC dengan identifikasi VOR voice yang menggunakan single voice code reproducer dengan reproducer peralatan VOR dual : Urutan identifikasinya sama seperti dalam ayat (1) di atas, biarpun tidak ada sinkronisasi antara identifikasi TACAN dan VOR. Identifikasi suara dapat didengar dengan mengetik ident, dan petugas kalibrasi penerbangan harus menentukan dari sudut pandang operasional jika identifikasi jelas dan course tidak mengakibatkan hal yang berlawanan. (3) VOR's, VOR / DME 's, dan VORTAC's tanpa identifikasi VOR voice menggunakan urutan sebagai berikut: Identifikasi VOR dalam kode Kosong Identifikasi VOR dalam kode Identifikasi pada TACAN / DME pada waktu normal untuk identifikasi kode pada VOR. c. Identifikasi adalah serangkaian kode titik dan garis dan / atau pengiriman identifikasi suara yang memodulasi amplitudo frekuensi pembawa VOR RF. ID memungkinkan pengguna untuk mengidentifikasi stasiun VOR. d. Mengevaluasi sinyal ID untuk ketepatan, kejelasan, dan untuk memastikan bahwa tidak ada efek buruk pada azimuth course structure. Bila sulit untuk menentukan efek ID pada azimuth course structure karena kekasaran dan scalloping, evaluasi azimuth radial yang sama dengan kondisi ID mati dan bandingkan hasilnya. Ketika simultaneous voice dan ID kode Morse dipasang, tingkat modulasi disesuaikan sehingga kedua level audio terdengar sama. Tingkat modulasi kira-kira 30 dan 8 persen, berturut-turut. Ketika fitur siaran suara dipasang ATIS, AWOS, dll.), Fitur ID suara ditahan selama transmisi suara, tetapi ID kode morse harus masih terdengar. Sinyal ID kode Morse harus ddapat diidentifikasi di seluruh area cakupan VOR tak terbatas, termasuk EVSs. Bila identifikasi tidak dapat diterima, ambil tindakan NOTAM yang tepat dan memberitahukan pemeliharaan fasilitas. e. Untuk fasilitas yang memiliki standby transmitter dan terpisah dengan peralatan standby ID, gunakan ID kode Morse untuk mengidentifikasi setiap pemancar. Jumlah pemancar memiliki jarak yang sama antara semua karakter dari identifikasi kode. Jarak antara karakter kedua dan ketiga dari dua pemancar bertambah sebesar satu titik. Hal

76 Suara. a. Fitur siaran suara, ketika dipasang, memperbolehkan pengguna untuk menerima komunikasi radio, cuaca dan informasi Altimeter, lalu lintas dan laporan bandara udara, dll, di frekuensi VOR sebesar 30 persen. b. Pemeriksaan suara untuk klarifikasi guna memastikan tidak ada efek buruk pada azimuth course. Pastikan bahwa semua remote site yang diterbitkan dapat merespon pada frekuensi VOR ketika dihubungkan. Pertahankan pengawasan berkala pada kualitas dan jangkauan transmisi suara di seluruh area jangkauan VOR. c. Layanan Advisory yang menyediakan fitur siaran suara termasuk ATIS, AWOS <ASOS, TWEB dan HIWAS. Beberapa layanan mungkin tidak tersedia secara terus-menerus, pemeriksaan hanya pada layanan yang tersedia. d. Ketika transmisi suara tidak memuaskan, tetapi sisa operasi VOR memuaskan, NOTAM hanya menginfo bahwa fitur suara out-of-service. Ketika modulasi suara memberikan efek yang berlawanan dengan operasi VOR, bagian suara harus dinonaktifkan dan di-notam-kan out-of-service atau VOR harus di-notam-kan out-of-service Sensing and Rotation. a. Sensing dan pemeriksaan Rotasi lanjutan diperlukan pada awal inspeksi penerbangan. Posisi pesawat pada radial dari stasiun harus diterbangi. Pilih azimut dari radial yang diterbangi. Ketika cross pointer di tengah, indikator "KE - DARI" akan benar menunjukkan "DARI" jika sensing benar. Untuk AFIS-yang melengkapi pesawat, bandingkan komputer yang menghasilkan bearing. Sensing perlu diperiksa sebelum rotasi, sebagai sensing yang tidak benar dapat menyebabkan rotasi stasiun tampak terbalik, Lihat grafis pada Bagian 303. b. Rotasi. Setelah menyelesaikan pemeriksaan sensing, lakukan sebagian orbit berlawanan. Radial bearing harus menurun secara terus menerus Tingkat Modulasi. a. Tingkat Modulasi. Tiga tingkat modulasi individu yang terkait dengan VOR adalah: 30 Hz. AM, 30 Hz. FM (atau rasio penyimpangan dari Hz subcarrier) dan Hz. AM modulasi dari VOR RF carrier. (1) 30 Hz. AM dioptimalkan pada 30 persen dan disebut sebagai "variabel fase" pada VORs konvensional. (2) 30 Hz FM (rasio penyimpangan 16 adalah setara dengan 30 persen nilai modulasi) adalah membentuk "fase referensi" pada VOR konvensional. Pada Doppler VORs, itu disebut sebagai "variabel fase". Hal

77 (3) 9960 Hz AM dioptimalkan di 30 persen. Para Hz amplitudo modulasi dari VOR RF carrier penerima mungkin disebabkan bendera peringatan ketika out-of-toleransi. Nilai modulasi harus memenuhi toleransi operasional seluruh kapasitas layanan tak terbatas VOR. Tentukan nilai rata-rata modulasi dari rata-rata grafis pada nilai-nilai modulasi yang tercatat (apabila tersedia) ketika fluktuasi dialami. b. Analisa. Penyesuaian nilai modulasi dapat dilakukan pada radial referensi (di dalam 10 hingga 25 mil dari fasilitas) Polarisasi. a. Polarisasi menyebabkan variasi azimuth course bilamana pesawat miring di sekitar sumbu longitudinal. Hal ini disebabkan oleh radiasi dari sinyal terpolarisasi vertikal dari antena VOR (horizontal polarisasi di TACAN) atau permukaan reflektif lainnya di sekitar lokasi. Indikasi mirip dengan kekasaran course dan scalloping, tetapi biasanya dapat dipisahkan dengan menghubungkan deviasi course ke pinggir pesawat. Ketika kekasaran dan scalloping tidak dapat dipisahkan dari polarisasi, pilih radial lain. Evaluasi perlu dilakukan di radial lain yang dekat pada kuadran azimuth yang sama. b. Evaluasi. Polarisasi perlu dievaluasi setiap saat ketika radial diperiksa dan di dalam 5 sampai 20 mil (inbound atau outbound) dari fasilitas. Hanya satu radial yang diperlukan pada TACAN. Membelokkan pesawat 30 derajat sekitar sumbu longitudinal (mulai di salah satu sisi) kembali ke level flight sejenak, belok 300 dalam arah yang berlawanan dan kembali lurus dan level flight. Selama pesawat berbelok, perubahan tracking dan heading harus dijaga agar di atas minimum. Penyimpangan course yang terjadi selama 300 gulungan dapat menunjukkan polarisasi. Indikasi polarisasi dapat dipengaruhi oleh kekasaran course dan scalloping. Pemeriksaan ulang diperlukan jika dalam menggunakan metode ini ditemukan kondisi out-of-toleransi. c. Prosedur konfirmasi. Terbang di atas checkpoint di darat yang jelas, yang terletak 5-20 mil dari fasilitas, melakukan 30 0 belokan dan putaran, dan tahan ketinggian ini melalui Akhir pergerakan ini dekat dengan checkpoint di darat yang sama jika memungkinkan. Tandai rekaman di awal dan akhir dan pada setiap perubahan 90 0 pada azimuth heading. Jika polarisasi tidak ada, course akan mengindikasikan smooth departure from dan kembali ke posisi "oncourse", penyimpangan hanya oleh jumlah pesawat yang dipindahkan dari azimuth asli ANALISA SPEKTRUM. a. Spektrum elektromagnetik RF dari MHz disiapkan untuk sinyal VOR dan localizer ILS. Sinyal RF yang tidak diinginkan dapat terpancar dalam band frekuensi ini yang mengganggu sinyal VOR. Gangguan elektromagnetik (EMI) sinyal dapat dihasilkan oleh proses manufaktur listrik, fasilitas pembangkit listrik, dll, dimana hal ini jarang terjadi. Radio Frequency Hal

78 Interference (RFI) dapat disebabkan oleh VORs lain, keselarasan dari frekuensi lain, stasiun FRM, dll, yang biasanya terus-menerus. b. Spektrum VOR harus dipantau untuk radiasi elektromagnetik yang tidak diinginkan ketika gangguan RF dicurigai. Ketika gangguan radiasi diamati, hal ini bukanlah menjadi dasar pembenaran untuk membatasi fasilitas kecuali toleransi inspeksi penerbangan yang lain terlampaui. Sinyal yang tidak diinginkan harus dilaporkan kepada pemeliharaan fasilitas. c. Pembatasan fasilitas dan pembuatan NOTAM oleh manajemen spektrum, harus diidentifikasi pada lembar data fasilitas. Pembatasan ini tidak akan dihapus hanya dengan inspeksi penerbangan saja Analisa TACAN. The osiloskop, TACAN Test Set, atau AFIS (display / plot) harus digunakan untuk analisa sinyal TACAN. Berikut ini adalah prosedur analitis yang disarankan, dan tidak ada pembatasan fasilitas yang harus diterapkan jika penyetelan tidak dapat dibuat atau jika personil pemeliharaan tidak tersedia untuk penyetelan. Gabungan video, ketika ditampilkan di osiloskop, akan menghasilkan banyak data tentang fasilitas TACAN. Parameter video berikut dapat diukur: (1) 15 Hz Modulation (2) 135 Hz modulation (3) Identification train (4) Reflection (5) MRG size (6) Auxiliary Reference Group (ARG) size (7) ARG Count Modulation Percentage 135 and 15 Hz. Mengukur modulasi dari setiap komponen dan menghitung persentase (lihat Bagian 302). Beritahu pemelihara jika batas modulasi melebihi. a. Pengukuran modulasi lebih mudah dan akurat dilakukan melalui TACAN Test Set atau AFIS. Osiloskop perlu digunakan hanya jika pilihan lain tidak tersedia. b. Identifikasi Train. Untuk mengukur ident spacing group, setel osiloskop sehingga burst utama berada di tepi kiri graticule dan burst bantu pertama di tepi kanan. Ketika ident aktif, burst referensi dan kelompok ident menjadi rata di setiap tempat, dan kelompok harus muncul di setiap baris bagian. c. Refleksi. Sinyal yang memantul dapat dideteksi dengan memeriksa video gabungan. Refleksi, ketika hadir, dapat menduplikasi pola normal dalam suatu pola gambar yang ditampilkan sedikit ke kanan. Refleksi dapat berupa amplitudo yang cukup untuk menyebabkan pola amplitudo bergoyang atau menyebabkan persentase modulasi bergoyang pada frekuensi gelombang sinus tergantung pada kecepatan dan posisi pesawat. Hal

79 d. Ukuran Main Reference Group. Ukuran mengacu pada jumlah pasangan pulse di dalam kelompok. Untuk channel "", seharusnya ada 12 pasang pulse di dalam kelompok referensi utama yang berjarak 30 µsec terpisah dengan jarak setiap pulse dalam satu pasang 12 µsec. Untuk jarak setiap pulse dalam satu pasang 12 µsec. Untuk channel "Y", terdapat 13 pulsa tunggal dalam MRG dengan jarak 30 µsec terpisah. Jika TACAN test set mengindikasikan ketidaksesuaian dalam ukuran kelompok, penggunaan osiloskop akan mengidentifikasi masalah tersebut. Saran pemeliharaan terhadap kondisi yang ditemukan akan sangat memudahkan tugas mereka memperbaiki masalah. e. Ukuran Auxiliary Reference Group. Ukuran mengacu pada jumlah pasangan pulse di dalam kelompok referensi tambahan. Untuk channel "", seharusnya ada enam pasang pulsa dengan jarak 24 µsec. terpisah dimana jarak dari setiap pulse di dalam satu pasang 12 µsec. Untuk channel "Y", terdapat 13 pulse tunggal di dalam kelompok dengan jarak 15 µsec. terpisah. Jika TACAN test set mengindikasikan ketidaksesuaian dalam ukuran kelompok, penggunaan osiloskop akan mengidentifikasi masalah tersebut. Memberitahukan perbaikan masalah. f. Perhitungan Auxiliary Referensi Group. Perhitungan mengacu pada jumlah kelompok referensi tambahan antara referensi utara burst atau kelompok. Ada delapan kelompok referensi tambahan antara referensi Utara burst. Jika TACAN test set menunjukkan hilangnya kelompok referensi tambahan, penggunaan osiloskop akan cepat mengidentifikasi masalah yang tepat. Saran pemeliharaan terhadap kondisi tersebut akan sangat memudahkan tugas mereka memperbaiki masalah. g. Operasional Limits. Pengukuran harus berada dalam batas-batas berikut Parameters Limit Remarks 15 Hz Modulation % RANTEC Antenna vary % 135 Hz Modulation % RANTEC Antenna vary % Ident. Pulse Spacing 740 µ sec. Synchronize with burst Reflections MRG size ARG size ARG count N/A 12 ± 1 pulse pair 6 ± 1 pulse pair 9 ± 0 burst No derogation of facility performance Hal

80 201.6 COURSE STRUCTURE. a. Kekasaran, Scalloping, dan bend ditampilkan pada peta perekam sebagai penyimpangan dari crosspointer (indikator course deviasi) merekam jejak. Kekasaran akan menampilkan serangkaian penyimpangan kasar tidak teratur; scalloping sebagai rangkaian deviasi berirama halus dan frekuensi dari masing-masing yang tidak flyable dan harus "averaged out" untuk mendapatkan course. b. Untuk mengukur amplitudo kekasaran dan scalloping, atau kombinasinya, menarik untuk garis-garis pada rekaman yang tangensial dan sepanjang masing-masing puncak positif dan negatif dari course deviation. Jumlah derajat atau microamperes antara garis-garis ini akan menjadi total besaran dari course deviation; satu-setengah dari besaran ini akan menjadi tambahan dan pengurangan deviasi. c. Baris ketiga diambil jarak yang sama dari baris-baris berikut untuk mendapatkan rata-rata "on course" dari course alighment yang terukur, kesalahan alignment sesaat dari course dapat dihitung dari rekaman course di setiap titik di mana checkpoint yang akurat telah ditandai pada rekaman. Kesalahan alignment akan diarahkan ke derajat persepuluh terdekat. Misalignment searah jarum jam dianggap positif. Dimana magnetic azimuth dari checkpoint terukur (di darat) lebih besar daripada radial elektronik, kesalahan adalah positif. (Lihat gambar 201-6) d. Sebuah belokan serupa dengan scalloping kecuali frekuensinya adalah sedemikian rupa sehingga pesawat terbang dapat bergerak sepanjang belokan untuk mempertahankan cross pointer di tengah. Oleh karena itu, sebuah tikungan bisa digambarkan sebagai misalignment singkat dari course, belokan kadang-kadang sulit untuk melihat, terutama di daerahdaerah di mana checkpoint di darat atau hal lain yang menunjukkan posisi pesawat tidak tersedia. Oleh karena itu, penting untuk analisa suatu belokan untuk mempertimbangkan heading pesawat dan deviasi radial alignment. Smooth deviation dari course yang melewati jarak 2 mil akan dinyatakan sebagai sebuah belokan untuk inspeksi penerbangan pesawat pada ground speed 150 knot. Pesawat dengan kecepatan yang lebih besar tidak akan mendeteksi smooth deviation dari course sebagai belokan kecuali jika melewati jarak yang lebih jauh. Dalam menganalisa belokan, pertimbangan lebih lanjut harus diberikan pada ketinggian pesawat (flight level) dan kecepatan pesawat. Sejak kecepatan, ketinggian, respon sistem, dan faktor lain adalah penting dalam menganalisa course structure, petugas kalibrasi penerbangan harus dengan hati-hati mengevaluasi faktor kemampuan terbang sebelum menentukan klasifikasi fasilitas final Application of Tolerances. a. Alignment Radial. adalah data points rata-rata jangka panjang yang diperoleh dengan menghilangkan variasi jangka pendek dari kekasaran dan scalloping dan belokan. Alignment yang terukur dipengaruhi oleh belokan dan panjang dari jarak pengukuran. Sebuah segmen pengukuran pendek dapat mengambil contoh hanya pada daerah yang benar-benar sebuah tikungan ketika dibandingkan dengan segmen pengukuran yang lebih panjang. Petugas kalibrasi penerbangan harus mempertimbangkan kebutuhan prosedural dari radial dan mengukur Hal

81 kecukupan radial untuk menentukan alignment di daerah penggunaan prosedural. Dengan demikian, segmen radial pendek yang digunakan untuk pendekatan dapat tidak memuaskan karena tikungan yang dianalisa secara benar sebagai alignment ketika sebuah tikungan serupa akan dianalisa secara benar sebagai tikungan dari keseluruhan alignment dari segmen radial airway yang lebih panjang. b. Perpindahan course oleh tikungan tidak boleh melebihi 3,5 0 dari salah satu magnetic azimuth yang benar atau rata-rata "on-course" yang diberikan oleh fasilitas. Dua contoh berikut ditawarkan untuk klarifikasi: (1) Radial yang memiliki zero alignment error, maksimum toleransi belokan 3,5 0 diperkenankan pada kedua sisi dari "on-course", bilamana belokan terjadi sendiri-sendiri atau dalam sebuah rangkaian. (2) Radial yang memiliki alignment error +2,0 0, perpindahan course selanjutnya oleh belokan +1,5 0 diperkenankan; hasil ini merupakan perpindahan + 3,5 0 dari magnetik azimut yang benar. Perpindahan course -3,5 0, dari rata-rata "on-course" diperbolehkan, hasil ini dalam -1,5 0 perpindahan dari magnetic azimuth yang benar. c. Seandainya kekasaran atau scalloping, atau kombinasi, ditumpangkan pada belokan, rata-rata "on-course" harus ditentukan oleh rata-rata jumlah amplitudo dari semacam penyimpangan. Hal ini dapat mengakibatkan perpindahan sesaat course 6,5 0 dimana ±3,0 0 kekasaran ditumpangkan pada tikungan d. Kriteria kekasaran atau scalloping tidak diterapkan secara ketat sebagai faktor plus dan minus dari rata-rata course. Ketika secara jelas deviasi yang cepat terjadi hanya pada satu sisi course dari pada dalam serangkaian, kriteria harus diterapkan sebagai faktor plus atau minus Kekuatan Sinyal. Selama evaluasi inspeksi penerbangan, sinyal yang diterima harus sama dengan atau lebih besar daripada toleransi yang ditentukan Cakupan DME harus dicatat atau dijelaskan dan dievaluasi untuk persyaratan cakupan yang sama sebagai layanan (ILS / VOR / NDB, dll) yang mendukungnya. Hal

82 Figure 201 5: Structure (Example not drawn to scale) TOLERANSI. Fasilitas yang memenuhi toleransi seluruh inspeksi penerbangan SSV diklasifikasikan sebagai TIDAK TERLARANG. Fasilitas yang tidak memenuhi toleransi dalam inspeksi penerbangan SSV diklasifikasikan sebagai DIBATASI. Tindakan pendekatan NOTAM harus diambil untuk memberitahukan pengguna tentang daerah yang tidak dapat dipakai (lihat Bagian 107). Fasilitas yang tidak memenuhi toleransi di luar inspeksi penerbangan SSV tidak boleh dibatasi, walaupun penggunaan prosedur harus ditolak. Hal

83 VOR TOLERANCES Parameter Reference Paragraph Inspection C P Tolerance/Limit Identification Morse code and voice identification shall be correct, clear and identifiable. The audio levels of code and voice shall sound similar. The course structure shall not be affected by the identification. Voice The To/From sensing shall be From when positioned on a selected radial, and the bearings shall decrease in a counterclockwise direction around the station. Polarization Less than or equal Modulation 30 Hz AM 30 Hz FM 9960 Hz % (optimum 30%) Deviation ratio (optimum 16.0) 20-35% on transmitter with voice modulation 20-35% on transmitter without voice modulation NOTE: Modulation exceeding these limits is acceptable, using following criteria:.05 nm in any 1.0 nm segment from FAF to the MAP.25 nm in any 5.0 nm segment from sea level up to ft MSL. 0.5 nm in any 10 nm segment from to ft MSL 1nm in any 20 nm segment above ft MSL. Hal

84 Airborne receiver Checkpoints. All parameters shall meet tolerances, and the alignment shall be within ±1.5 o of the published azimuth. Ground receiver checkpoints shall equal or exceed 25 µv or 83 dbm. Ground Receiver Checkpoints. All parameter shall meet tolerances, and the alignment shall be within ± of the published azimuth. Inability of the facility to provide a ground or airborne receiver checkpoint according to the tolerances specified above shall not cause a restriction to be placed on the facility. Radials Alignment Structure Alignment of all electronic radials shall not exceed ± 2.5 o of correct magnetic azimuth except: Deviation of the course due to bends shall not exceed from the correct magnetic azimuth and shall not exceed from the average electronic radial alignment. Rough/Scalloping/Course Abberations: Deviation from the course greater than are acceptable, provided the aggregate does not exceed the following:.05 nm in any 1.0 nm segment from FAF to the MAP.25 nm in any 5.0 nm segment from sea level up to ft MSL. 0.5 nm in any 10 nm segment from to ft MSL 1.0 nm in any 20 nm segment ab ove ft MSL. Flyability: The effects of any one, or combination of any alignment and/or structure criteria, even though individually in tolerance, shall not render the radial unusable or unsafe. Signal Strength Received RF signal strength shall equal or exceed 5µv or 93 dbm. Hal

85 Monitor The transmitter azimuth monitor reference shall not exceed ± Standby Equipment The standby transmitters shall meet all tolerances and the difference in azimuth alignment between transmitters shall not exceed Standby power Operation on standby power shall not cause any parameters to exceed tolerance. Orbital Alignment Notify maintenance if found to exceed ± 1 0 from the reference TACAN/DME Tolerance Parameter Reference Paragraph Inspection C P Tolerance/Limit Identification Code identification shall be correct, clear, distinct, without background noise, and not effect course characteristic throughout coverage limit of the facility. TACAN/DME identification shall be correctly sequence d with the VOR identification when collocated. Sensing and Rotation Sensing and rotation shall be correct.66 Distance accuracy Hal

86 Polarization Maximum ± 2.0o course deviation caused by horizontal polarization. Radials Alignment Alignment of all approach radials shall not exceed ± of the correct magnetic azimuth. Alignment of all electronic radials shall not exceed ± of correct magnetic azimuth except: Deviations of the course due to bends shall not exceed 3.5o from the correct magnetic azimuth and shall not exceed 3.5o from the average electronic radial alignment. Roughness/Scalloping/Course Abberations : Deviations from the course, greater than 3.0o are acceptable, provided the aggregate area does not exceed the following: Structure 0.05 nm in any 1.0 nm segment from the FAF to the MAP nm in any 5 nm segment from sea level up to 10,000 ft MSL. 0.5 nm in any 10 nm segment from 10,001 to 20,000 ft MSL. 1.0 nm in any 20 nm segment above 20,000 ft MSL. Fly ability: The effects of any one, or combination of any alignment and/or structure criteria, even though individually in tolerance, shall not render the radial unusable or unsafe. Hal

87 Unlock : Approach Radials: No condition of azimuth or distance unlock is permitted within the final segment. The only exception would be normal passage through the station cone. En route criteria should be applied to all other segments. Note: Where airspace procedures depict a 10 DME or greater arc from the station to a final approach radial, en route tolerances shall be applied to both azimuth and range functions, except that no conditions of unlock are permitted 5.00 either of any radial depicted or purposed for procedural use (i.e., initial approach fix, intermediate approach fix, final approach radial, lead radial, crossing radial, reference, point, etc.) Note: Where airspace procedures depict a 10 DME or greater arc from the station to a final approach radial, en route tolerances shall be applied to both azimuth and range functions, except that no conditions of unlock are permitted 5.00 either of any radial depicted or purposed for procedural use (i.e., initial approach fix, intermediate approach fix, final approach radial, lead radial, crossing radial, reference, point, etc.) Hal

88 En route Radials: No more than one condition of azimuth unlock not to exceed 1 nm in a 5 nm segment and/or condition of distance unlock not to exceed 0.5 nm in a 5 nm segment. Note: Where airspace procedures depict a 10 DME or greater arc from the station to a final approach radial, en route tolerances shall be applied to both azimuth and range functions, except that no conditions of unlock are permitted 5.00 either of any radial depicted or purposed for procedural use (i.e., initial approach fix, intermediate approach fix, final approach radial, lead radial, crossing radial, reference, point, etc.) Note: Where airspace procedures depict a 10 DME or greater arc from the station to a final approach radial, en route tolerances shall be applied to both azimuth and range functions, except that no conditions of unlock are permitted 5.00 either of any radial depicted or purposed for procedural use (i.e., initial approach fix, intermediate approach fix, final approach radial, lead radial, crossing radial, reference, point, etc.) En route Radials: No more than one condition of azimuth unlock not to exceed 1 nm in a 5 nm segment and/or condition of distance unlock not to exceed 0.5 nm in a 5 nm segment. Hal

89 Signal Strength The expected minimum signal strength is 80 dbm. However, a lesser signal shall not be the sole determination for restricting or removing a facility from service if a solid stable DME or azimuth lock-on is present. Receiver Checkpoint s Receiver Checkpoint alignment shall not exceed ± of the published azimuth. Distance shall be within 0.2 nm of the measured distance. Monitor The transmitter azimuth monitor reference shall not exceed ± Standby Equipment Operative standby and primary equipment will meet the same tolerances. The difference in the alignment of the course formed by each transmitter shall not exceed ± Distance differential between transmitters shall not exceed 0.2 nm. Standby Power Tolerance for a facility on standby power shall be the same as those on primary power. Orbital Alignment Notify maintenance if found to exceed ± 1 0 from the reference SHIPBOARD TACAN. a. Pendahuluan. Inspeksi penerbangan kapal TACAN harus dilaksanakan ketika diminta oleh Angkatan Laut Indonesia jika disediakan. Karena penyebaran kapal, inspeksi ini harus dipertimbangkan satu kali inspeksi dan harus mencakup semua item checklist di dalam ayat 201,5301. b. Inspeksi penerbangan harus dijadwalkan setelah menerima informasi berikut: Hal

90 (1) Tanggal dan waktu permintaan inspeksi. (2) Nama dan nomor kapal. (3) Saluran TACAN. (4) Frekuensi komunikasi UHF primer dan sekunder. (5) Lokasi kapal (lintang dan bujur). (6) Nama dan nomor telepon c. Inspeksi harus dilakukan dengan kapal yang berlayar dan pada jarak dari pantai yang cukup untuk mencegah gangguan atau melindungi sinyal dengan massa tanah selama inspeksi radial dan orbital. d. Radar kapal harus digunakan sebagai dasar untuk menentukan alignment. Radar pengendali kebakaran dianggap sebagai yang paling akurat dan akan digunakan bila tersedia. Informasi pengendali kebakaran diberikan sebagai TRUE bearing, dan radar pencari adalah MAGNETIC. e. Karena berbagai posisi puncak antena pada kapal dan kemungkinan untuk melindungi dengan antena lain, tiang-tiang, dll.; nulls, dan / atau sektor yang tidak dapat digunakan dapat terjadi. Kondisi yang diperkirakan out-of-toleransi harus dikonfirmasi dengan evaluasi kedua dari daerah tersebut. Beberapa sektor TACAN yang tidak menyediakan informasi azimuth atau jarak harus dilaporkan dengan segera ke kapal dan didokumentasikan dalam laporan inspeksi penerbangan Checklist. Berikut harus diperiksa selama inspeksi kapal. a. Identifikasi b. Sensing dan Rotasi c. Polarisasi d. Radial Alignment (minimal satu) e. Cakupan f. Jarak akurasi. g. Gangguan Frekuensi h. Alignment Orbit i. Pendekatan Radial j. Peralatan standby. k. Stabilisasi. l. Pemeriksaan akan selesai sesuai dengan paragraf yang tepat dari bagian ini kecuali dimodifikasi atau diubah oleh berikut: (1) Hal-hal tersebut biasanya diinspeksi selama penerbangan radial dapat diselesaikan pada radial ke atau dari kapal atau selama pemeriksaan pendekatan radial. (2) Identifikasi. Identifikasi kapal TACAN terdiri dari dua huruf kode Morse yang dikirimkan setiap 30 atau 37 ½ detik (3) Cakupan. Periksa minimal satu radial untuk cakupan sampai 40 nm selama penerbangan inbound atau outbound pada 700 MSL. Memberitahu kapal jika cakupan kurang dari 40 nm. (4) Gangguan frekuensi. Semua peralatan elektronik kapal yang biasanya beroperasi perlu diaktifkan selama inspeksi. (5) Alignment orbit. Orbit harus diterbangkan lebih dari 7 nm dari kapal dan tidak lebih rendah dari 700 ft MSL. Pada kapal-kapal yang Hal

91 menggunakan radar pencari (CIC) untuk alignment, orbit tersebut harus diterbangkan di bawah MSL 2,000 ft. (6) Pendekatan Radial. Pendekatan radial kapal adalah radial yang akan memandu pesawat ke bagian belakang kapal dan akan bervariasi tergantung pada arah (heading) kapal. Menerbangi radial tersebut dari minimal yaitu 7 nm dan 700 ft MSL sampai lewat di atas kapal pada 300 ft MSL. Tentukan dan laporkan alignment dan struktur radial. (7) Peralatan standby. Pemeriksaan (spot check) peralatan standby selama penerbangan radial dengan meminta perubahan dari peralatan utama ke peralatan standby. (8) Stabilitas peralatan. Stabilitas peralatan TACAN dapat berpengaruh selama kapal melakukan belokan. Stabilitas akan diperiksa selama inspeksi radial dengan meminta kapal untuk belok kiri 15 derajat dan kemudian ke kanan 15 derajat. Memberitahkan personil kapal beberapa perubahan azimut alignmennt selama belokan Toleransi. Toleransi yang terkandung dalam ayat 201,52 akan berlaku yang sesuai dengan TACAN kapal. Hal

92 BAGIAN 202. PENGETESAN FASILITAS VOR PENDAHULUAN. Bagian ini menjelaskan prosedur dan toleransi untuk menginspeksi dan mengesahkan VOT. Sebuah VOT adalah fasilitas yang mengirimkan sinyal tes yang digunakan untuk menentukan status operasi dari sebuah penerima VOR. "Standar VOT" adalah fasilitas yang ditujukan untuk digunakan di darat. Pengecekan perlu dilakukan di darat di daerah tujuan penggunaannya. "Area VOT" adalah fasilitas yang dirancang untuk digunakan di darat atau di udara. Area VOT dapat diletakkan untuk memberikan sinyal tes ke satu atau lebih bandara. Sertifikasi area VOT harus didasarkan pada pemeriksaan dari kinerja fasilitas di seluruh wilayah tujuan penggunaannya PERSYARATAN SEBELUM TERBANG. Pada saat ini VOT tidak memiliki kapasitas layanan tertentu, Ketika tersedia, layanan VOT diidentifikasi dan dikendalikan oleh Ditjen Hubud yang mana VOT's secara strategis dipasang untuk melayani beberapa bandar udara tertentu di darat. Bandara tambahan dapat diidentifikasi oleh kantor regional yang sesuai untuk menerima layanan VOT udara (airborne VOT). Seorang Petugas harus melakukan inspeksi di suatu Bandara yang mempunyai layanan VOT baik di darat dan di udara. Jika hasil dari inspeksi, cakupan VOT ditemukan memadai pada suatu bandara dan jika mereka setuju bahwa bandara tambahan perlu menerima layanan VOT, maka petugas harus mempublikasi bandar udara tambahan tersebut Teknisi bandara, mempersiapkan untuk inspeksi penerbangan sesuai dengan paragraf 106, Personil Penerbangan. Mempersiapkan untuk melakukan Inspeksi penerbangam sesuai dengan ketentuan paragraf 106,22. Petugas kalibrasi penerbangan juga harus melakukan: a. Penelitian kemungkinan mengganti hard-to-get-at atau Time-Consuming check point VOR di darat dengan layanan area VOT. b. Tentukan apakah layanan VOT dapat disediakan oleh VOT standar pada satelit yang ada di bandara di mana tidak ada tersedia layanan lain. c. Berkoordinasi dengan perwakilan regional Flight Standard yang tepat misalnya: Staf FIP, sebelum melakukan penggantian check point pada penerima dengan layanan VOT, atau sebelum otorisasi layanan VOT di bandara satelit. d. Yakinkan bahwa Manajemen Kantor diwilayah tersebut telah menyetujui wilayah atau ketinggian yang diusulkan sebelum pengesahan area yang digunakan. Hal 202-1

93 202.3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN Pencatatan harus dilakukan pada semua inspeksi penerbangan untuk memberikan suatu data grafis sebagai analisa sinyal pancaran dan kinerja dari suatu peralatan. Catat crosspointer, Flag Alarm current, identifikasi, dan AGC pada semua pengecekan Checklist. Lakukan pemeriksaan seperti yang tercantum di bawah ini. Persyaratan pemeriksaan berkala dapat dilakukan baik di darat atau di udara di wilayah yang telah disetujui untuk digunakan Detil Prosedur. Prosedur Penerbangan tidak berlaku jika VOT tidak diidentifikasi sebagai layanan di udara Analisa Spectrum. Evaluasi untuk spektrum elektromagnetik menggunakan spektrum analyzer dilakukan jika ada suatu gangguan yang dicurigai. Catat frekuensi yang diukur dan semua informasi selama melakukan evaluasi. Dua cara untuk mengidentifikasi yang digunakan oleh fasilitas ini, salah satunya serangkaian titik (dots) yang terus-menerus yang tidak dapat ditafsirkan sebagai kode Morse. Teknisi bandara perlu berkonsultasi mengenai identifikasi tersebut. Catat identifikasi awal pada lembar data fasilitas. Prosedur yang Disetujui. Untuk keduanya standar dan area VOT's, periksa identifikasi untuk koreksi, klarifikasi, dan efek yang mungkin timbul pada Indikasi course di seluruh wilayah tujuan penggunaannya (baik di udara dan di darat) Sensing. Pemeriksaan ini menentukan dan / atau menetapkan ambiguitas yang benar dari sinyal yang dikirim. Prosedur yang Disetujui. Saat Pengecekan dilakukan di darat atau di udara, pemeriksaan ambiguitas menunjukkan KE dengan pada Omnibearing Bearing Selector (OBS) dan DARI dengan pada OBS, di seluruh daerah tujuan yang digunakan Tingkat Modulasi. Sejak variasi monitor 30 Hz. AM, 30 Hz. FM, dan akan berpengarug terhadap data penerbangan, periksa tingkat modulasi di seluruh wilayah tujuan yang dipakai. Ukur dan catat tingkat modulasi selama melakukan semua inspeksi. Hal 202-2

94 Periksa Ref. Para. C P Analisa spektrum Identifikasi Sensing Tingkat modulasi Referensi VOT Point Alignment (Course Indikasi.) Cakupan Monitor Standby Power 105,43 Prosedur yang Disetujui. 1. Darat. Menetapkan nilai nominal titik acuan pada VOT. Pastikan bahwa modulasi tetap dalam toleransi di seluruh wilayah yang digunakan. 2. Udara. Memastikan bahwa modulasi tetap di dalam toleransi di seluruh area ketika melakukan pergerakan cakupan Titik acuan VOT. Pemeriksaan ini memberikan suatu petunjuk untuk memulai inspeksi atau verifikasi kinerja dari suatu fasilitas. Titik acuan harus didokumentasikan pada lembar data fasilitas. Prosedur yang disetujui 1. Standar VOT. Pemeriksaan ini perlu dilakukan di darat. Posisi pesawat di daerah yang normal digunakan untuk VOT. Disarankan bahwa kawasan yang dipilih adalah jarak terjauh dari fasilitas yang mempertahankan garis pandang. Menjamin kualitas sinyal dan alignment memuaskan sesuai dengan paragraf 202,5. Ketika pengukuran di darat tidak dapat dilakukan, gunakan prosedur yang diuraikan di paragraf (2) untuk menentukan titik acuan. 2. Area VOT. Pemeriksaan ini dapat dilakukan di darat atau di udara. Posisi pesawat di atas titik geografis yang diketahui pada titik terjauh dari fasilitas yang ingin digunakan saat mempertahankan garis pandang. Menjamin kualitas sinyal dan alignment memuaskan sesuai dengan paragraf 202, Alignment. Pemeriksaan ini dilakukan untuk membuat dan / atau memverifikasi keakuratan dari VOT course yang dikirim ke seluruh area cakupan. Prosedur yang disetujui. Membuat VOT course alignment pada nilai optimumnya (nol derajat kesalahan course) di titik acuan VOT. 1. Pemeriksaan Perdana (Commissioning), Gunakan prosedur yang diuraikan dalam paragraf (1). Hal 202-3

95 2. Pemeriksaan berkala. Periksalah alignment dari VOT di manapun di dalam daerah-daerah yang disetujui penggunaannya. Jika alignment pemancar melebihi toleransi yang ditetapkan dalam paragraf 202,5, periksa kembali dan buat kembali alignment (dan diawasi jika perlu) Cakupan Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa sinyal yang memadai diterima di semua area yang ingin digunakan. a. Prosedur yang disetujui 1. Standar VOT. Cakupan dievaluasi selama pemeriksaan perdana bersamaan dengan penentuan titik acuan standard VOT (lihat paragraf 202,3205 (1). Untuk inspeksi berkala, mengevaluasi cakupan di manapun di dalam area yang disetujui penggunaannya. 2. Area VOT. Mengidentifikasi semua bandara yang area VOT dilayani. Mengevaluasi kinerja VOT di bandara tersebut baik di udara dan / atau di darat, tergantung pada penggunaannya di udara atau darat. a. Cakupan di darat dievaluasi selama pemeriksaan perdana bersamaan dengan penentuan titik acuan area VOT (lihat paragraf 202,3205 (2)). Untuk inspeksi berkala, mengevaluasi cakupan dimanapun di dalam wilayah yang disetujui pada setiap bandara yang melayani. b. Cakupan di udara dievaluasi selama pemeriksaan perdana bersamaan dengan penentuan wilayah yang disetujui penggunaannya. Karena tidak ada kapasitas layanan standar, wilayah ini didasarkan pada kebutuhan untuk layanan VOT, kinerja fasilitas, dan frekuensi yang dijaga. Layanan yang paling menguntungkan dapat diberikan dengan penentuan wilayah yang disetujui penggunaannya dimana radius tetap di sekitar VOT biasanya mil. Alternatif lain untuk metode ini yaitu dengan terbang terpisah 3-mil orbit sekitar tiap bandara di mana layanan VOT akan disediakan. c. Inspeksi. Selama pemeriksaan perdana, menerbangi orbit pada ketinggian minimum dan maksimum pada VOT yang digunakan akan disahkan, biasanya antara 1,000 dan 5,000 ft. Pada inspeksi berkala, mengevaluasi kinerja fasilitas dimanapun di dalam wilayah yang disetujui penggunaannya. b. Pembatasan untuk cakupan. Memberitahu personel bandara yang tepat dari wilayah di dalam line-of-sight VOT di mana sinyal yang memadai tidak tersedia, kemudian disesuaikan dengan paragraf 107, Pengawasan. Pemeriksaan ini menjamin bahwa course yang benar dikirimkan dalam nilai-nilai tertentu. Untuk tujuan inspeksi penerbangan, unit remote alarm harus dianggap sebagai bagian dari pengawasan. Hal 202-4

96 Prosedur yang disetujui. Melakukan pemeriksaan ini pada titik acuan VOT atau pada titik manapun di bandara di mana sinyal yang benar diterima. 1. Mempunyai teknisi bandara untuk menggeser course hingga alignment monitor memberi tanda bahaya. Catat dan ukur course-nya. 2. Mempunyai teknisi bandara untuk menggeser course berlawanan arah sampai alignment monitor memberi tanda bahaya. Catat dan ukur coursenya. 3. Mempunyai teknisi bandar untuk mengembalikan course kembali ke normal. Catat dan ukur course-nya Standby Power. Lihat paragraf 106, ANALISA. Lihat paragraf 106, TOLERANSI Parameter Referensi Paragraf Inspeksi C P Toleransi / Limit Spektrum Analyzer Gangguan tidak akan menyebabkan kondisi diluar toleransi Identifikasi Benar, jelas, tanpa kebisingan latar belakang Readable seluruh cakupan area Identifikasi harus tidak mempengaruhi course characteristic Sensing TO dengan OBS ditetapkan pada FROM dengan OBS ditetapkan pada Modulasi 30 Hz PM % (optimal 30%) 30 Hz FM (3) Hz Hal 202-5

97 Alignment ,0 0 1,0 0 atau kurang Cakupan (1) Tanah (Gunakan Norm. wilayah) VOT µV minimum. 15µV minimum 15µV minimum seluruh daerah mereka / ketinggian yang telah disetujui untuk digunakan Referensi udara titik Daya siaga Toleransi untuk fasilitas pada power cadangan harus sama dengan yang di power utama 1. Jika penerima di pesawat mampu mengukur flag alarm current dengan tepat, terapkan toleransi 240 µa flag untuk semua pemeriksaan "cakupan". 2. Periksa ketika alignment ditemukan diluar toleransi. 3. Ketika sinyal 30 Hz tersebut dilaporkan sebagai rasio deviasi, toleransinya 14,8-17,2. Hal 202-6

98 BAGIAN 203 (DISIAPKAN) Hal (203) - 1

99 BAGIAN 204. VISUAL GLIDE SLOPE INDICATOR (VGSI) PENDAHULUAN. a. Visual Glide Slope Indicators (VGSI) adalah peralatan di darat yang menggunakan lampu untuk memberikan informasi mengenai vertical approach path selama posisi di final approach menuju landasan pacu, Sinyal visual tersebut harus terdiri dari tidak kurang dari dua dan tidak lebih dari empat warna. Warna yang diperbolehkan adalah merah,kuning,hijau atau putih. Sektor warna harus terang dan dapat mengidentifikasikan keseluruhan lebar horizontal beam pada semua seting intensitas. Hanya warna merah yang digunakan untuk menunjukkan sektor below-path terendah dari suatu sistem. b. Wilayah final approach untuk VGSI s adalah 10 0 dari salah satu sisi disepanjang garis tengah landasan pacu, diukur dari bagian Bar paling depan atau disepanjang lampu mulai dari bagian luar threshold menuju point glidepath dapat dimulai dari ketinggian en route atau prosedural. VGSI ini disejajarkan untuk memberikan sudut glidepath yang tidak kurang dari diatas obstacle 10 0 di salah satu sisi sepanjang garis tengah landasan pacu dengan jarak 4 mil. Petunjuk lateral diperoleh dengan referensi dari salah satu isyarat visual atau alat bantu elektronik. c. Threshold Crossing Height (TCH) adalah ketinggian dari sinyal on-path terendah pada threshold. TCH minimum ditentukan oleh posisi pesawat yang paling kritis yang biasanya beroperasi di atas runway. TCH dari VGSI biasanya antara 25 sampai 75 ft. d. Beberapa perbedaan tipe VGSI s. System utama yang tercakup pada bagian ini adalah Visual Approach Slope Indicator (VASI),Precision Approach Slope Indicators (PAPI),Pulsating Visual Approach Slope Indicators (PVASI),T- VASI,Three Color VASI and Helicopter Approach Path Indicator(HAPI).Masing- Masing dari Sistim ini mempunyai perbedaan penunjukan secara Visual untuk pilot dan perbedaan tersebut di butuhkan dalam Penerbangan e. Penandaan Box. Untuk mempermudah pemeliharaan peralatan tersebut (VASI atau PAPI),diberikanlah penomoran pada tiap-tiap Box yang di mulai dari angka 1 untuk Box yang dekat dengan sisi Runway dan seterusnya untuk masing-masing Box,berdasarkan ICAO Annex 14 dan Manual Aerodrome design,penulisan nomor atau huruf dimulai dari angka 1 atau huruf A dimana penandaan dengan Huruf pada masing-masing Box dimulai dari kotak yang paling jauh dari sisi Runway. menuju kedalam Visual Approach Slope Indicator (VASI) System. a. VASI terdiri dari 2 atau 3 lampu Bar yang diletakkan tegak lurus dengan landasan pacu. Lampu Bar yang terdiri dari satu,dua atau tiga Box lampu di letakkan pada sisi kiri atau di kedua sisi landasan pacu. Tiap-tiap Box terdiri dari tiga Lampu yang mempunyai intensitas yang tinggi yang letaknya di belakang filter pembagi berbentuk Horisontal yang berwarna Merah terang. b. Sistem Penggunaan VASI, Pilot harus terbang menuju Lampu Bar yang paling dekat dengan Runway Threshold (lampu Bar no 1) hingga tampak warna putih, dan undershoot ke lampu bar yang melewati touchdown point (Lampu bar No.2) hingga terlihat berwarna merah. Hal 204-1

100 Pesawat akan berada pada visual glide slope ketika lampu bar no.2 terlihat berwarna merah dan lampu bar no.1 berwarna putih. Ketika pesawat menyimpang dari visual glide path, pilot akan melihat perubahan warna dari salah satu lampu bar. Penyimpangan di atas glide path yang dibentuk akan menyebabkan lampu bar no.2 berubah warna dari warna merah, kemudian merah muda, menjadi putih, dengan jumlah perubahan yang terjadi diantara 1/4 o sampai 1/2 o. Penyimpangan dibawah glide path akan menyebabkan lampu bar No.1 berubah dari warna putih, kemudian merah muda, menjadi merah. dengan 1/4 o sampai 1/2 o. Pilot akan melihat dua lampu berwana putih diatas glide path, dan dua lampu berwarna merah dibawah glide path (lihat gambar 204-D dan G). c. Konfigurasi dasar VASI diterangkan seperti dibawah ini: (1) Disamping kiri landasan pacu (Left Side of Runway) (a) (b) (c) (d) VASI-2 Terdiri dari dua box lampu yang ditunjukkan seperti pada gambar 204-A. Sistem ini memberikan informasi pendaratan dalam kondisi siang hari hingga jarak 3 mil. Simplified Abbreviated Visual Approach Slope Indicator (SAVASI- 2) terdiri dari 2 box lampu dengan satu lampu di setiap boxnya seperti yang ditunjukkan pada gambar 204-A. Sistem ini di rancang untuk pesawat yang bukan jet, untuk keperluan bandara dan memberikan informasi pendaratan pada kondisi siang hari hingga jarak 1.5 mil. VASI-4 terdiri dari 4 box lampu yang dipasang seperti yang ditunjukan pada gambar 204-B. Sistem ini menyediakan informasi untuk pendaratan pada kondisi siang hari hingga jarak 4 mil. Walker 3-Bar VASI-6 adalah system 3 Bar yang diinstal seperti terlihat pada gambar 204-E. Tiap-tiap bar terdiri dari 2 box lampu yang disusun pada sisi kiri dari landasan pacu. Sistem ini menyediakan informasi untuk pendaratan pada kondisi siang hari hingga jarak 3 mil. (2) Kedua sisi landasan pacu (a) VASI-12 terdiri dari 12 Box lampu yang dipasang seperti yang ditunjukkan pada gambar 204-C. Sistem ini menyediakan informasi pendaratan pada kondisi siang hari hingga jarak 5 mil (b) VASI-8 terdiri dari 8 Box lampu yang diinstal seperti yang ditunjukkan pada gambar 204-C. Sistem ini pada dasarnya terdiri dari 12 box dengan 4 box disisi luar yang dapat dilepas dan menyediakan informasi untuk pendaratan pada siang hari hingga jarak 5 mil. (c) Walker 3-Bar VASI-16 terdiri dari 16 box lampu yang diinstal seperti yang ditunjukkan pada gambar 204-F. Sistem ini pada dasarnya adalah VASI-12 dengan penambahan 2 box lampu baron pada sisi upwind disetiap sisi landasan pacu. Sistem ini menyediakan penambahan pada sisi atas visual glide path dan hampir berhimpit dengan normal path. Path bagian atas dirancang untuk pesawat yang mempunyai posisi kokpit yang tinggi, untuk memastikan safe minimum wheel clearance diatas Hal 204-2

101 landasan pacu. Sistem ini menyediakan informasi pendaratan pada kondisi siang hari hingga jarak 5 mil Precision Approach Path Indicator System (PAPI). a. PAPI ini menggunakan sistem proyektor lampu 2 warna yang menghasilkan visual glide path seperti yang ditunjukkan pada gambar 204-H. Tiap-tiap box lampu terdiri dari paling sedikit 2 optikal proyektor yang menghasilkan 1 buah lampu beam, bagian atas dari beam tersebut berwarna putih dan bagian bawahnya berwarna merah. Ketika melalui kedua beam tersebut, transisi dari satu warna ke warna yang lain terjadi secara spontan. b. Ada 2 konfigurasi dasar dari PAPI yang dijelaskan seperti dibawah ini : (1) Sistem 4 Box. Sudut glidepath yang terbentuk dari Sistim 4 lampu ini adalah titik tengah dari sudut seting pada tengah-tengah pasangan box lampu. Lebar on path adalah berbeda antara sudut dari box lampu ke 2 dan 3. Pemasangan normal membutuhkan 0.33º antara penyetelan box lampu ke 1 dan 2, 2 dan 3, 3 dan 4.Untuk sistem yang dipakai pada Pesawat berbadan lebar di butuhkan 0.50º antara box lampu ke 2 dan 3. Tabel dan 2 menyediakan informasi mengenai sudut nominal box untuk semua jenis Pesawat berbadan lebar. Penunjukan posisi on-glidepath adalah 2 lampu merah dan 2 lampu putih pada bar. Pada saat pesawat terbang dibawah glidepath, pilot melihat penambahan jumlah lampu berwarna merah dan apabila pesawat terbang diatas glide slope, jumlah lampu berwarna putih bertambah seperti yang di tunjukan pada gambar dan 2. Sistem ini menyediakan informasi pendaratan pada kondisi siang hari hingga jarak 4 mil. (2) Sistem 2 lampu: Sistem ini dirancang untuk tipe bandara utility. Sudut Glidepath adalah titik tengah antara sudut seting dari kedua box lampu. Lebar on-path pada sistim ini normalnya adalah 0.50º, tetapi dapat dikurangi untuk memberikan Obtacle Clearance. Indikasi on-glidepath adalah satu lampu berwarna merah dan satu lampu berwarna putih. Ketika pesawat terbang dibawah sudut glidepath,maka pilot akan melihat kedua lampu berwarna Merah dan apabila pesawat terbang diatas sudut Glidepath maka pilot akan melihat kedua lampu berwarna putih. Sistim ini menyediakan informasi pendaratan pada kondisi siang hari hingga jarak 2 mil. (3) Ketentuan Pemasangan. Sistem ini normalnya dipasang pada sisi sebelah kiri dari Runway,tetapi dapat diletakkan di sisi sebelah kanan Runway atau di kedua sisinya seperti yang terlihat pada gambar Pulsating Visual Approach Slope Indicator System (PVASI) Secara normal PVASI s terdiri dari satu buah lampu proyekting dengan 2 warna visual approach path seperti yang terlihat pada gambar 204-J. Untuk penunjukan pada saat posisi pesawat dibawah glidepath dapat berupa cahaya berwarna merah berkedip atau terus-menerus, dan untuk penunjukan diatas glidepath cahaya berwarna putih berkedip. Posisi di atas dan di bawah path tersebut lampu pulsating terlihat bergetar lebih cepat dari jalur terbang pilot yang lebih jauh. Apabila Pilot terbang dititik Onslope (tepat ditengah antara atas dan Hal 204-3

102 bawah) Pilot akan melihat lampu tersebut seolah-olah mati. Penunjukan posisi onglide path untuk sistem ini adalah lampu menyala berwarna putih secara terusmenerus. Dan untuk sistem yang lain, penunjukan posisi on-glide path adalah bertukaran antara lampu merah dan putih. Lebar on-path dari cahaya lampu putih terus-menerus adalah kira-kira 0.35º. Sistim ini memberikan informasi pendaratan pada kondisi siang hari hingga jarak 4 mil T-VASI. T VASI dengan bentuk susunan lampu berbentuk Huruf T,seperti yang terlihat pada gambar 204-K.Versi standar T-VASI mempunyai 10 lampu di setiap sisi runway. Lampu T-VASI tersebut dipasang disalah satu sisi Runway.Jika posisi pesawat,terbang diatas jalur GlidePath, maka bentuk huruf T akan Nampak terbalik posisinya. Panjangnya batang vertical dari Huruf T terbalik tersebut tergantung seberapa jauh posisi pesawat dengan jalur On-Glidepath dan bila posisi pesawat tepat pada jalur Glidepath (Onslope) maka batang Vertical tersebut tidak Nampak. Apabila posisi pesawat di bawah jalur GlidePath,maka akan Nampak bentuk Huruf T,pada saat pesawat mencapai sudut 1,9º,Indikasi lampu merah akan menyala dimana menunjukan bahwa posisi pesawat terlalu jauh dibawah dari jalur GlidePath Helicopter Approach Path Indicator (HAPI). Sistim dari HAPI seperti yang di tunjukkan pada gambar 204-L menyediakan indikasi sudut dari perubahan cahaya yang terang antara warna Merah dan hijau. Indikasi On-Path ditunjukkan oleh cahaya berwarna Hijau, rate kecepatan cahayanya min 2 Hz. Untuk Indikasi below-path ditunjukkan oleh cahaya Merah dan akan berubah menjadi warna merah yang berkedip apabila terlalu rendah. Lebar sudut On-Path adalah 0.75º dan untuk indikasi Below-Pathnya adalah 0.25º Tri-Color VASI. VASI (TRCV) ini ditunjukkan oleh satu cahaya kuat yang perubahan warnanya sebagai informasi Sudut. Indikasi untuk On-Path ditunjukan oleh warna hijau terang dan untuk indikasi above-pathnya oleh warna Amber, Pada saat pesawat terbang terlalu rendah,pilot akan melihat indikasi warna Merah yang terkadang di dahului oleh warna Amber gelap PERSYARATAN SEBELUM TERBANG Di darat. Dalam rangka untuk persiapan yang sudah ditetapkan di bagian , seorang teknisi harus : a. Memastikan bahwa semua lampu beroperasi. b. Memeriksa lampu tidak putus dan lensa untuk pembersihan. c. Memeriksa penyetelan tiap box untuk menentukan sudut yang tepat. d. Memberikan informasi kepada personil inspeksi penerbangan bila ada kondisi khusus seperti visual screening, surat pernyataan pelepasan, atau loca restritions Udara. Petugas kalibrasi penerbangan akan melakukan persiapan seperti yang ditetapkan pada halaman Petugas kalibrasi penerbangan perlu mengkaji ulang instruksi pemasangan dan kriteria mengenai petunjuk yang tepat. Hal 204-4

103 204.3 PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN Penyetelan awal ditentukan dengan pengaturan di darat dan diverifikasi dengan inspeksi penerbangan. Inspeksi Penerbangan dilakukan untuk menguji Performa seluruh peralatan dan kemampuan suatu sistem yang di lihat oleh pilot pada saat approach, pemeriksaan mengenai Coincidence dari VGSI s dengan Peralatan NAVIDS yang lain di runway yang sama serta menegaskan mengenai obstacle clearance. Beberapa detail prosedur di bawah ini merupakan bentuk khusus, penyaduran prosedur ini dapat dibutuhkan untuk peralatan baru atau yang dimodifikasi Checklist. Melaksanakan inspeksi penerbangan komisioning ketika salah satu waiver diperlukan atau Airway Facilities or Airport Division meminta. Inspeksi pemeliharaan di darat mempertahankan VGSI berada di dalam toleransi operasional, ditambah dengan inspeksi airborne surveilance. Penyempurnaan inspeksi airborne surveilance dikerjakan selama inspeksi rutin di dekatnya atau terkait alat bantu navigasi utama. Tidak ada persyaratan untuk melakukan inspeksi penerbangan berkala VGSI's. Type Check Ref. Para Comm. Periodic Light Intensity Glidepath Angle (1),(3) Angular Coverage Obstruction Clearance (2) Sys. Ident. / Contrast Radio Control (Remote) Coincidence (ILS/MLS/PAR) Standby Power Catatan : 1. Periksa apabila ada perubahan pada Coincidence NAVAID S atau ada keadaan abnormal yang lain. 2. Periksa apabila ada bangunan baru atau suatu halangan yang tidak di ketahui di sekitar area final approach. 3. Verifikasi sudut glide path oleh Ditjen Hubud; dan program pengembangan bandara membiayai pemasangan VGSI dan pemeriksaan di darat yang menggunakan peralatan yang disetujui oleh Ditjen, tidak diperlukan kecuali diminta. Hal 204-5

104 Prosedur Lengkap Intensitas Cahaya. a. Umum. Tergantung pada type dari VGSI s dan dari Sistem rancangan. Intensitas Cahayanya dapat diatur baik secara manual atau automatis untuk operasi pada siang atau malam / gelap. Beberapa sistem mempunyai 3 setingan untuk operasinya yang digunakan pada siang,senja dan malam hari. Pemeliharaan dapat dilakukan pada satu atau dua pilihan untuk operasi malam hari guna penyesuaian dengan kondisi lokal untuk beberapa sistem. b. Penempatan. Untuk fasilitas yang dikontrol secara manual, saat terbang inbound controller merubah seting intensitas pada semua jarak operasi. Untuk sistem yang menggunakan seting intensitas automatis perlu diperiksa sama seperti sistem yang dikontrol secara manual,apabila metode perubahan intensitasnya tersedia. Intensitas tersebut harus di observasi melalui Inspeksi penerbangan c. Evaluasi. Pastikan semua lampu dalam keadaan beroperasi dan apakah intensitas semua lampu sama pada tiap-tiap setingannya.jika memungkinkan inspeksi penerbangan tidak akan dilaksanakan pada saat siang hari yang mana hal itu akan menurunkan efektifitas dari VGSI s. Seting intensitas normal pada siang hari adalah 100%,untuk sore hari menjadi 30% dan malam hari 10% Sudut Glidepath. a. Umum. VGSI s menyediakan petunjuk informasi vertikal untuk pendekatan VFR atau untuk bagian visual dari pendekatan instrument. Sudut yang dibentuk oleh VGSI menunjuk pada sudut glidepath visual. Format signal yang digunakan untuk menentukan sudut glidepath visual dapat berubah dari satu sumber cahaya, dua atau tiga sumber cahaya dalam susunan longitudinal dan empat atau lebih sumber cahaya dalam susunan lateral dan/atau longitudinal. Penyetelan sudut visual yang dipersyaratkan merupakan fungsi dari personil pemasangan di darat. (lihat gambar 204-D dan G) b. Penempatan. (1) Metode Level Run. Metode ini dapat digunakan pada lokasi yang jarak checkpoint di darat sudah diketahui. Posisi pesawat saat inbound di atas garis tengah landasan pacu, di dalam sektor below path pada ketinggian procedural intercept atau 1000 ft AGL, yang mana yang lebih tinggi. Meneruskan inbound dengan mempertahankan kecepatan pesawat dan ketinggian yang konstan. (2) Metode On-Path. Posisi pesawat saat inbound di atas garis tengah landasan pacu, di dalam sektor below path pada ketinggian procedural intercept atau 1000 ft AGL, yang mana yang lebih tinggi. Pada saat mencapai indikasi glide path, pesawat mulai bergerak turun dan pesawat dijaga pada posisi garis tengah glide path. (3) Posisi Theodolite. Posisi theodolite di samping landasan pacu sehingga pancaran sinyal glide path yang seolah-olah dipancarkan dari RRP (Runway Reference Point) akan masuk dalam pantauan theodolite. RRP adalah suatu titik di atas landasan pacu dimana visual glide path memotong permukaan. Hal 204-6

105 c. Evaluasi. (1) Metode Level Run. Metode level run crossing dapat digunakan untuk menentukan sudut glide path dari VASI pada saat commissioning dan inspeksi pengamatan selanjutnya dari semua sistem. Posisi pesawat saat di final approach dengan menghidupkan alat perekam. Dengan mempertahankan kecepatan dan ketinggian yang konstan pada saat melakukan penandaan catatan pada masing-masing checkpoint. Sebagai tambahan untuk memberikan tanda pada checkpoint, petugas kalibrasi penerbangan memberikan tanda pada posisi below path, awal saat mencapai on-path, setelah melewati on-path dan saat mencapai above path. Titik tengah dari on-path digunakan untuk menghitung sudut glide path (lihat bagian 302 untuk penghitungan sudut). Jika theodolite digunakan, operator mengikuti arah jalan pesawat selama level run. Pilot akan memberikan isyarat ketika melewati sektor below path, indikasi onpath dan indikasi above path. Operator theodolite mencatat hasil sudut dari ketiga tanda tersebut; sudut on-path akan dipertimbangkan sudut glide path.sistim yang dipakai untuk menentukan sudut tersebut diambil dari rata-rata paling sedikit dua level run crossing. (2) Metode On-path. Metode on-path dengan menggunakan AFIS atau theodolite dapat digunakan untuk menentukan sudut path dari semua type VGSI untuk semua inspeksi. Alat Altimeter dapat digunakan untuk semua tipe VGSI, kecuali PAPI, untuk semua inspeksi. Jika theodolite digunakan, operator mengikuti arah jalan jendela pilot dari awal pelaksanaan inbound. Pilot memberitahu operator theodolite ketika pesawat tepat di atas titik ukur. Dalam metode pengukuran ketinggian, berbagai indikasi on-path dan jarak yang sesuai di sepanjang pendekatan (approach) di catat. Indikasi jarak dapat dihasilkan dari GPS, FMS, DME atau INS dll. Sudut pada tiap-tiap titik ukur dapat dihitung degan menggunakan rumus seperti yang ditunjukan pada halaman 302.8b. Sudut dari hasil pengukuran tersebut akan dirata-rata untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. (a) VASI, PVASI, T-VASI, TRCV, and HAPI perlu diukur pada titik tengah dari indikasi on-path seperti yang diterangkan pada paragraph , dan (b) Evaluasi PAPI. Untuk menentukan sudut dari suatu box lampu dengan mengukur sudut dari perubahan warna box lampu tersebut yaitu dari warna putih ke warna merah dan sebaliknya. Perubahan warna dari suatu box dilihat dari udara dan ukuran sudut saat perubahan warna. Sudut dari box lampu tersebut rata-rata tidak kurang dari 4 perubahan warna cahaya dalam setiap arah. Sudut PAPI adalah rata-rata antara box no 2 dan 3 dari sistem 4 box tersebut atau box no1 dan 2 dari sistem 2 box seperti yang terlihat pada gambar 204-H. Untuk mendapat sudut yang akurat,kamu harus menjumlahkan rata-rata pengukuran dari putih/merah dan merah/putih, atau cara lain dengan cara merata-ratakan kemiringan sebanyak yang disebutkan. Hal ini disebabkan oleh penundaan waktu dalam mengenali perubahan warna, pemanggilan atau penandaan perubahan, dan mencatat sudutnya. Tidak ada persyaratan dalam melakukan pengukuran sudut dari box no1 dan no 4 dari sistem 4 box tersebut kecuali, dalam pertimbangan dari Inpektur Kalibrasi Penerbangan, box lampu tersebut tidak simetri dengan semua sistem. Jika simetri tersebut tidak dapat diterima, Hal 204-7

106 sudut dari box lampu no 1 dan 4 tersebut perlu diukur sehingga pemeliharaan di darat dapat membuat penyetelan Angular Coverage. a. Umum. VGSI akan menyediakan coverage clearance sebesar 10º salah satu sisi dari perpanjangan garis tengah landasan pacu, diukur dari abeam box / bar lampu yang pertama. Terbang dengan memotong secara tegak lurus untuk menentukan cakupan sudut horizontal dari VGSI selama melakukan inspeksi berkala dan / atau commisioning. Sebagai tambahan, pengecekan ini dilakukan untuk menguji batasan di dalam cakupan sistem yang disebabkan karena adanya suatu halangan atau situasi bahaya yang lain. Jika sebuah Offset ILS/MLS dipasang di runway yang sama sebagai VGSI (VGSI tersebut akan di sejajarkan dengan RWY), sudut yang berkaitan harus di analisa dengan teliti untuk menentukan cakupan yang tepat. b. Posisi Pengujian Pemeriksaan sudut cakupan dengan cara terbang memotong perpanjangan garis tengah runway pada sudut 90º pada jarak yang masih dapat terlihat sehingga memudahkan inspektor untuk melakukan observasi mengenai efek pelindung pada suatu sistem. Melakukan suatu pergerakan pada suatu ketinggian yang menghasilkan indikasi on-path. c. Evaluasi. Melakukan suatu observasi pada titik dimana suatu sistem VGSI menjadi bisa atau tidak untuk beroperasi. Area yang dipakai adalah di dalam angular coverage. Untuk suatu sistim yang dipasang hanya pada satu sisi saja dipertimbangkan penggunaannya, semua lampu harus jelas terlihat. Untuk pemasangan 2 sisi, cakupan dari salah satu sisi dibutuhkan Obstruction Clearance. a. Umum. VGSI harus memberikan kewenangan / clearance di atas semua halangan di dalam kapasitas layanan operasional yang ditugaskan. Gambar 204.D/H/J diagram tujuan persyaratan box lampu dan pemasangan obstruction clearance untuk membedakan jenis sistem VGSI. Inspeksi penerbangan tidak menguji obstruction clearance sebagaimana ditentukan oleh survei lapangan. Inspeksi penerbangan tidak memverifikasi bahwa indikasi below path VGSI tertentu menghapus semua halangan di dalam kapasitas layanan operasional yang ditugaskan. Pendekatan below path dilakukan selama inspeksi komisioning dan setiap ada halangan yang diragukan untuk menentukan petunjuk yang tepat dan obstruction clearance. b. Posisi. Posisi pesawat di luar jarak normal glide slope intercept di bawah glidepath. Saat melakukan inbound, penunjukan below path yang tepat harus terlihat pada VGSI saat mempertahankan clearance diatas semua halangan pada jalur pendekatan. Melakukan pendekatan below path pada garis tengah perpanjangan runway dan sepanjang sisi dari angular coverage. c. Evaluasi. Obstacle clearance diperiksa dengan melakukan pendekatan pada perpanjangan garis tengah runway dan sepanjang sisi dari area pendekatan dari titik dimana sudut VGSI memotong 1000 kaki AGL atau ketinggian prosedural, mana yang lebih tinggi. Identifikasi Hal 204-8

107 climb yang jelas harus dibuktikan oleh system ketika mempertahankan clearance di atas semua halangan. Jika perlu, gunakan theodolite untuk memeriksa critical obstacle. Penunjukan climb berikut harus dapat dilihat ketika mempertahankan clearance di atas semua halangan : 1. VASI. Lampu MERAH / MERAH harus terlihat jelas di upwind dan downwind bar ketika mempertahankan clearance di atas semua halangan. 2. PAPI. Lampu MERAH harus terlihat jelas pada semua kotak lampu ketika mempertahankan clearance di atas semua halangan. 3. PVASI / HAPI Lampu MERAH berkedip harus terlihat pada unit lampu ketika mempertahankan clearance di atas semua halangan. 4. T-V ASI. Lampu MERAH harus diobservasi pada semua 4 lampu horizontal dan 3 lampu vertikal ketika mempertahankan clearance di atas semua halangan Sistem Identifikasi / Contrast. a. Umum. VGSI's harus memberikan glidepath yang mudah diidentifikasi dan mudah dibedakan dari alat bantu visual lainnya dan lampu penerbangan di dalam runway threshold dan area touchdown zone. b. Posisi. Evaluasi ini dilakukan selama pergerakan inspeksi penerbangan lain. c. Evaluasi. Selama pergerakan inspeksi penerbangan, amati jika ada lampu atau pesawat di sekitar taxiway mengganggu identifikasi atau penggunaan sistem yang terpasang. Jika ada pertanyaan tentang kesalahan identifikasi atau gangguan, parameter inspeksi ini perlu diperiksa pada malam hari. Jika suatu masalah tertentu dapat diidentifikasi pada siang hari, tidak ada persyaratan untuk mengkonfirmasikannya pada malam hari Radio Control. a. Umum. Inspeksi penerbangan commissioning sistem radio kontrol untuk VGSI itu hanya diperlukan ketika VGSI S memerlukan inspeksi penerbangan commissioning sesuai dengan paragraf 204,31. Ketika inspeksi penerbangan commissioning tidak diperlukan, pemeriksaan perlu dilakukan untuk memverifikasi sistem operasi sampai inspeksi penerbangan pengamatan dapat dilakukan. Sebelum inspeksi komisioning / pengamatan, petugas kalibrasi penerbangan perlu berkonsultasi dengan personil yang tepat untuk menentukan prosedur operasional dan urutan utama pemancar yang benar. b. Posisi. Pesawat perlu diposisikan 15 sampai 25 mil dari bandara pada ketinggian line-of-sight minimal. c. Evaluasi. Sensitivitas dari radio kontrol VGSI di darat perlu disesuaikan untuk memperbolehkan aktivasi fasilitas ketika sinyal radio yang layak dipancarkan. Pemeriksaan untuk standardisasi dari operasi pencahayaan radio control, seperti disebutkan dalam Manual Informasi Hal 204-9

108 penerbang. Jika pencahayaan pilot yang terkontrol tidak beroperasi, mengajukan tindakan NOTAM dan berusaha untuk menghubungi otoritas bandara untuk mengaktifkan lampu secara manual pada saat malam atau penggunaan IFR Coincidence (ILS / MLS / PAR). a. Umum. Ketika VGSI dan ILS, MLS, atau PAR melayani landasan pacu yang sama, visual approach path perlu bertepatan dengan peralatan elektronik. Pemasangan VGSI diusahakan untuk menyediakan RRP yang bertepatan dengan RPI, gunakan sudut yang sama saat commissioning untuk kedua sistem tersebut. Pengondisian untuk menyebabkan alat bantu elektronik mencapai RPI dapat menghasilkan nilai RPI/RRP yang dicapai di luar spesifikasi pemasangan, tapi memuaskan untuk digunakan. Sudut yang tidak coincide dan / atau titik perpotongan dapat diberikan, memberikan mereka diterbitkan Disetujui seperti sinyal elektronik glide slope juga harus digunakan pada VGSI system. 1. Ketinggian Grup 4. Beberapa PVASI dan PAPI dipasang untuk melayani pesawat di ketinggian Group 4. PRP sistem ini dirancang untuk ketinggian dibawah kaki di landasan dari RPI elektronik. PAPI atau PVASI yang bertempat di ketinggian grup 4 harus diidentifikasi di buku petunjuk bandara / fasilitas atau publikasi yang serupa. 2. Barometric Vertical Navigation (VNAV) Pengembangan Prosedur Instrument akan menyebabkan sudut VNAV path diterbitkan pada pendekatan non presisi. Bila memungkinkan, VGSI harus bertepatan dengan sudut VNAV path. b. Posisi. Untuk sistem yang dipasang untuk mendukung pesawat pada ketinggian kelompok 1, 2, dan 3, terbang pada glide slope dari sekitar 2 nm sampai threshold. Untuk PAPI / PVASI yang dipasang untuk ketinggian Grup 4, secara bebas terbang pada elektronik dan visual glide slope. Ketika terbang pada visual glide slope, pantau atau catat ILS / MLS glide slope untuk kemungkinan pemindahan ILS / MLS pada point kaki dan kaki. c. Evaluasi. Bandingkan elektronik dan visual glide slope di daerah antara kaki dan kaki sebelum threshold untuk coincidence dari runway point-of-intercept. Untuk commissioning, kedua sudut perlu dioptimalkan jika memungkinkan. Untuk penempatan PAPI / PVASI bagi pesawat pada kelompok ketinggian 4, bandingkan titik persimpangan landasan pacu dari kedua sistem AN ALIS A. Banyak faktor, seperti salju, debu, hujan, warna latar belakang, terrain, dll, mempengaruhi penafsiran pilot mengenai warna VGSI. Beberapa kesalahan dalam sistem pemanduan dapat terjadi pada saat pilot melakukan pendekatan pada runway threshold karena penyebaran sumber cahaya dan penyempitan warna TOLERANSI. Klasifikasi sistem berdasarkan hasil inspeksi penerbangan adalah tanggung jawab petugas kalibrasi penerbangan. Semua sistem harus memenuhi toleransi untuk Hal

109 klasifikasi tidak terbatas. USAF / USN dapat dibuat fasilitas yang tidak memenuhi kriteria sudut glidepath visual, coincide glidepath, atau RRP. Sudut sistem VGSI dan landasan yang dilayani adalah termasuk dalam FSS rutin / pesan komisioning untuk publikasi yang tepat. a. Intensitas cahaya. Semua cahaya harus beroperasi pada intensitas yang relatif sama di setiap pengaturan. b. Sudut Glidepath visual. 1. Glidepath visual biasanya 3.0o, kecuali sudut yang lebih tinggi diperlukan untuk obstacle clearance atau operasi khusus. Sudut harus diterbitkan di buku petunjuk bandara / fasilitas atau publikasi serupa. 2. Sudut efektif glidepath harus berada dalam 0.20o dari sudut yang dibentuk atau yang dikehendaki. 3. Visual dan elektronik glide slope harus bertepatan di daerah antara kaki dan kaki sebelum threshold sehingga tidak ada indikasi yang saling bertentangan yang dapat mengakibatkan pilot kebingungan. Untuk lokasi PAPI / PVASI yang mendukung pesawat pada ketinggian di Grup 4, ketepatan harus dipertimbangkan dengan baik jika visual glide slope memotong landasan pacu ft melewati titik di mana electronic glide slope memotong landasan. c. Angular Coverage. VGSI harus memberikan bimbingan relatif terhadap sudut pendekatan tidak boleh kurang dari 10o dari salah satu sisi perpanjangan garis tengah landasan pacu. Ketika cakupan dan obstacle clearance kurang dari 10o pada salah satu sisi garis tengah landasan pacu, keterbatasan fasilitas dalam penggunaannya, terbitkan NOTAM, dan pastikan untuk publikasi di buku petunjuk bandara / fasilitas. d. Obstacle clearance. Visual glidepath setidaknya 1.0o di atas semua halangan di dalam area final approach. Indikasi fly-up harus terlihat saat mempertahankan clearance di atas semua halangan di dalam wilayah pendekatan. e. Airfield / Sistem Kontras. Sistem tersebut harus memberikan sinyal glidepath yang mudah diidentifikasi dan mudah dibedakan dari alat bantu visual lainnya dan lampu penerbangan di dalam lingkungan yang terpasang. Kesalahan dalam identifikasi atau kegagalan untuk membaca sistem VGSI yang diinginkan akan memerlukan penetapan status tentang tidak dapat digunakan. Hal

110 204.6 PENYESUAIAN / PENGESETAN Lihat paragraph B O TABLE HIGHT GROUPS 1 3 AIRCR AFT B O TABLE HEIGHT GROUP 4 AIRCR AFT Hal

111 Figure 204-A Figure 204-B Figure 204-C VASI-2 VASI-4 VASI-12 SYSTEM LAYOUT Hal

112 Hal

113 FIGURE 204-H. PAPI APPROACH PATH (SIDE VIEW) Hal

114 FIGURE 204-I PAPI Hal

115 FIGURE 204-K T-VASI s Hal

116 FIGURE 204-L. HAPI Hal

117 BAGIAN (DISIAPKAN) Hal ( ) - 1

118 BAGIAN 207. FREKUENSI RENDAH DAN MENENGAH NONDIRECTIONAL BEACON (NDB) PENDAHULUAN. a. Frekuensi rendah dan menengah Beacon dikirimkan dengan sinyal nondirectional pada carrier terus-menerus yang disetel pada 400 atau 1,020 Hz. Amplitude modulated Morse code identification. Band frekuensi carrier adalah KHz dan 1,600-1,800 khz. b. Beacon Nondirectional diklasifikasikan menurut tujuan penggunaannya. Klasifikasinya adalah: (1) Kompas Locators (LOM, LMM jika terpasang dengan marker beacon) (2) Fasilitas MH (3) Fasilitas H (4) Fasilitas HH PERSYARATAN SEBELUM TERBANG (PRE FLIGHT) Teknisi Fasilitas harus mempersiapkan pemeriksaan khusus sesuai dengan prosedur yang diuraikan dalam Bagian Personil Penerbangan. Awak pesawat kalibrasi harus mematuhi prosedur yang ditentukan dalam bagian 106. Untuk inspeksi commissioning, petugas kalibrasi penerbangan harus menyiapkan bagan (chart) dari fasilitas PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN. Inspeksi Penerbangan pada fasilitas navigasi penerbangan menentukan cakupan fasilitas dan kualitas sinyal. Petugas kalibrasi penerbangan harus memverifikasi akurasi dari pengenal kode Morse dan memeriksa semua gangguan selama inspeksi. Hal 207-1

119 Checklist Tipe Checklist Ref. Paragrap. C P Identifikasi (Identification) Suara (Voice) Cakupan (Coverage) b Standart instrument a Pendekatan prosedur (Approach Procedure) b Stasiun Passage (Station Passage) Standby Transmitter Standby Power Prosedur Detail Identifikasi. Petugas kalibrasi penerbangan harus mengawasi identifikasi selama evaluasi untuk kejelasan dan gangguan di seluruh kapasitas layanan yang dimaksud Suara (Voice). Ketika dipasang, fitur suara memungkinkan Nondirectional Beacon untuk mengirimkan pesan seperti laporan cuaca dan pengamatan. Untuk inspeksi commissioning, inspeksi penerbangan harus menjamin fasilitas mempunyai toleransi sesuai dengan Paragraf 207.5b dan harus memperhatikan jarak maksimum suara itu jelas dan dikenali sebagai dasar untuk inspeksi ke depan Cakupan (Coverage). Cakupan harus dievaluasi pada saat terbang orbit dengan radius sama dengan penggunaan wilayah yang diharapkan per ayat 207.5c (1). Commissioning akan dilaksanakan pada tingkat daya yang ditentukan oleh pemelihara fasilitas. Ketinggian Orbit harus 1,500 kaki di atas ketinggian elevasi fasilitas, atau ketinggian minimum yaitu 1,000 kaki (2.000 kaki di daerah pegunungan) di atas dataran tinggi atau rintangan, mana yang lebih tinggi seperti yang ditentukan saat mempelajari peta. Mengevaluasi penghalang atau bahaya yang berdampak pada prosedur dimaksud dan memberitahu kepada spesialis pembuat prosedur. Mengevaluasi sinyal osilasi yang sangat tinggi, lemah atau kacau, ident, dan gangguan di seluruh orbit. Cakupan (Coverage) pada jarak lebih besar daripada radius orbit akan disertifikasi untuk rute tertentu atau transisi. Petugas kalibrasi penerbangan harus terbang pada rute atau transisi dimaksud di ketinggian minimum dan jarak maksimum seperti yang digambarkan dalam dokumen prosedur penerbangan. Untuk kinerja yang memuaskan, fasilitas harus memenuhi toleransi dalam bagian 207,5. jika fasilitas tidak mendukung prosedur, petugas kalibrasi penerbangan harus menentukan ketinggian minimum dan jarak maksimum yang memenuhi semua toleransi dalam bagian 207,5 dan meneruskan informasi ini ke Spesialis Pembuat Prosedur. Hal 207-2

120 Prosedur Standar Pendekatan Instrumen (Standard Instrument Approach Procedure /SIAP). Petugas kalibrasi penerbangan harus mengikuti prosedur untuk inspeksi SIAP's yang terkandung di dalam bagian 214. Ketinggian terbang harus pada minimum yang diusulkan atau dipublikasikankan untuk segmen yang dievaluasi, kecuali bahwa pada segmen terakhir harus diterbangi sampai 100 ft di bawah MDA terendah yang dipublikasikan. Petugas kalibrasi penerbangan harus memeriksa untuk memastikan pemenuhuan terhadap toleransi seperti yang diatur pada paragraf a. Inspeksi Commissioning SIAP. Petugas kalibrasi penerbangan harus mengevaluasi semua segmen prosedur yang diusulkan. b. Untuk Inspeksi berkala, mengevaluasi segmen pendekatan akhir (final approach) SIAP IAW Bagian Station Passage, Mengevaluasi daerah yang ditegaskan oleh fasilitas untuk idetifikasi yang benar saat dilakukan Station Passage. Jarum pembalikan perlu terjadi ketika pesawat melintas tepat di atas atau sangat dekat pada stasiun. Jika terjadi indikasi station passage salah selama evaluasi, fasilitas ini harus diterbitkan NOTAM bahwa tidak melayani dan melakukan investigasi pnyebabnya. Saat jarum berputar sementara (mencari) di atas stasiun tidak boleh ditafsirkan sebagai bagian palsu (False passage) Expanded Service Volume (ESV) pada fasilitas yang dicommissioning akan ditetapkan pada normal power Peralatan Cadangan (Standby Equipment). Pada fasilitas dimana dual pemancar dipasang, petugas kalibrasi penerbangan harus memeriksa masingmasing untuk inspeksi commissioning. Petugas kalibrasi penerbangan juga harus memastikan bahwa stasiun pengendali memiliki kemampuan untuk memilih pemancar ANALISA. a. Sarana utama evaluasi. Kestabilan indikasi bearing dan kode identifikasi fasilitas adalah sarana utama pengevaluasian Nondirectional Beacon. b. Indikasi salah Arah. Indikasi kesalahan bearing dapat disebabkan berbagai penyebab, termasuk fenomena cuaca, terrain, dan analisa gangguan radio perlu mencakup identifikasi penyebab anomali ketika memungkinkan. c. Penerapan Toleransi. Toleransi dalam bagian ini didasarkan pada rata-rata kondisi atmosfer. Petugas kalibrasi penerbangan diharapkan untuk menggunakan keputusan yang baik dalam membedakan antara kinerja fasilitas dan fenomena atmosfer yang tidak biasa. Pada dasarnya untuk menentukan kinerja fasilitas yang baik, inspeksi penerbangan commissioning perlu dilakukan dalam kondisi cuaca cerah yang tidak akan menurunkan atau meningkatkan kinerja fasilitas. Hal 207-3

121 207.5 TOLERANSI. Nondirectional Beacon yang memenuhi toleransi di seluruh daerah penggunaan yang dimaksud diklasifikasikan sebagai TAK TERBATAS. Fasilitas yang tidak mendukung rute atau transisi di luar cakupan seperti yang tercantum dalam bagian 207.5c (1) tidak akan dibatasi, namun penggunaan fasilitas untuk tujuan itu akan ditolak. a. Identifikasi Kode Morse. Semua fasilitas harus memiliki identitas kode Morse yang benar, jelas, dan dapat diidentifikasi di seluruh daerah penggunaan dimaksud, termasuk rute atau transisi yang diperluas melampaui kapasitas layanan normal (normal service volume). Jika identitas morse ini ditambah dengan identifikasi suara, suara harus mengikuti toleransi yang sama seperti identitas Morse terkait. b. Transmisi Suara. Informasi yang disiarkan harus jelas dan dapat dikenali untuk minimum dua-pertiga dari jarak Nondirectional Beacon yang digunakan. c. Jarak yang dapat digunakan. (1) Jarak minimum yang digunakan harus : (a) Kompas Locator 15 nm (b) Fasilitas MH 25 nm (c) Fasilitas H 50 nm (d) Fasilitas HH 75 nm (2) Deviasi bearing maksimum: 20 0 (± 10 0 ) d. NDB Approach. Penunjukan penyimpangan bearing di dalam segmen pendekatan akhir (final approach) harus tidak melebihi: 10 0 (± 5 0 ). e. Toleransi Deviasi Bearing. Durasi pendek, aktivitas jarum di luar toleransi (termasuk pengulangannya) dapat diijinkan apabila salah satu dari: (1) Durasi tidak melebihi empat detik pada saat approach (terbang pada kecepatan darat 130 knot), atau (2) Durasi tidak melebihi sedetik saat digunakan pada enroute; tapi hanya jika di luar toleransi ini tidak dapat diartikan sebagai station passage, aktivitas itu umumnya tidak satu sisi ketika berulang. f. Station Passage. Indikasi station passage harus terjadi ketika melintas di atas fasilitas di darat. g. Peralatan Cadangan (Standby Equipment). Apabila terpasang, peralatan standby harus mengikuti semua toleransi dalam bagian ini. Hal 207-4

122 PENYESUAIAN / PENGESETAN (ADJUSTMENT). Permintaan pengesetan harus spesifik. Awak pesawat inspeksi penerbangan akan memberi informasi yang cukup untuk memungkinkan personil teknisi untuk melakukan pengesetan. Pengesetan yang mempengaruhi kinerja fasilitas harus diperiksa ulang dengan inspeksi penerbangan. Hal 207-5

123 BAGIAN 208. UHF HOMING BEACONS (DISIAPKAN) Hal 208-1

124 BAGIAN 209. AREA NAVIGATION (RNAV) PENDAHULUAN. Area Navigation (RNAV) adalah metode navigasi yang mengijinkan operasi suatu pesawat pada course yang diinginkan dalam batasan kemampuan sistim itu sendiri. Banyak sistem juga menyediakan suatu panduan (guidance) vertikal. Sistem Manajemen Penerbangan (FMS) dengan beberapa sensor dan navigator Global Positioning System (GPS) adalah contoh yang paling umum. Sistem ini bekerja dengan mengacu pada posisi geografis yang disebut titik arah (Way Point). Kepercayaan pada sistem RNAV untuk operasi keberangkatan, enroute, dan pendekatan akan bertambah sebagai sesuatu yang baru dikembangkan. Peralatan RNAV dengan multi sensor menentukan posisi pesawat dengan mengolah data dari berbagai masukan sensor. Posisi pesawat mungkin sudah ditetapkan dengan berbagai metode, tergantung pada faktor-faktor seperti ketersediaan sensor, parameter sinyal, lokasi dan / atau fase penerbangan. Tidak seperti sistem RNAV sebelumnya dimana hanya menggunakan VOR / DME rho-theta untuk memperbaiki posisi, sistem navigasi multi sensor menggunakan berbagai sensor, seperti: jarak pengukuran dari dua atau lebih suatu Ground stasiun DME (DME / DME), VOR / DME, inertial reference Unit (IRU), Loran-C, dan GPS. Berbagai sensor ini dapat digunakan dengan komputer navigasi secara individual, atau dikombinasikan dalam berbagai cara (berdasarkan pemrograman internal) untuk mengendalikan posisi pesawat. Nilai navigasi, seperti jarak dan bearing ke waypoint (WP), dihitung dari latitude/longitude pesawat dan koordinat waypoint (Way Point). Panduan course (Course Guidance) umumnya diberikan sebagai deviasi linier dari trek yang dikehendaki dari course lingkaran besar. Course yang diinginkan dapat dipilih oleh pilot, (misalnya, pseudo course atau go direct) atau dapat ditentukan secara otomatis oleh komputer navigasi, berdasarkan lokasi secara berturut-turut dari way point (titik ke titik). Format peta yang baru untuk RNAV Standard Instrument Approach Procedure (SIAP) telah dikembangkan oleh Ditjen Hubud. Format ini memaksimalkan informasi yang tersedia bagi pilot untuk pelaksanaan prosedur instrument yang aman dan efisien. Penggunaan approach chart dari GPS dan FMS secara tidak terintegrasi (stand alone) akan digantikan dengan format pemetaan RNAV. Pemetaan RNAV mampu menyediakan separasi minimal untuk Sistem Pendaratan GPS (GLS), Lateral Navigation (LNAV), dan Lateral dan Vertical Navigation (LNAV / VNAV). Inspeksi Penerbangan untuk prosedur LNAV (tanpa Vertikal Nav) dapat dilaksanakan dengan menggunakan semua pesawat. Inspeksi penerbangan untuk prosedur GLS atau LNAV / VNAV memerlukan pesawat inspeksi yang mempunyai kemampuan navigasi vertikal. Prosedur pendekatan (Approach Procedure) LNAV dan LNAV/VNAV terdiri dari beberapa waypoint. Segmen Terminal adalah Initial Approach Waypoint (IAWP). Intermediate Waypoint (IWP), Final Approach Waypoint (FAWP), Missed Approach Waypoint (MAWP), Missed Approach Turning Waypoint (MATWP), dan Missed Approach Holding Waypoint (MAHWP). a. Flight Management System (FMS). FMS adalah suatu sistem komputer yang menggunakan basis data yang besar yang dapat menjadikan suatu rute menjadi program awal yang di proses ke dalam sistem dengan menggunakan suatu pemuat data. Sistem ini terus diperbarui, sehubungan dengan akurasi suatu posisi, dengan mengacu pada ground station dan/atau alat bantu navigasi yang ada pada pesawat. Program dan database yang terkait memastikan bahwa kebanyakan alat bantu dipilih secara otomatis selama informasi sedang diproses. Hal 209-1

125 Beberapa prosedur RNAV sekarang ini mencakup panduan vertikal. Panduan vertikal disediakan sebagai suatu deviasi linier dari trek yang dikehendaki, ditetapkan oleh garis yang menghubungkan dua waypoint dengan ketinggian tertentu, atau sebagai sudut vertikal dari waypoint tertentu. Panduan vertikal positif yang terhitung didasarkan pada barometrik, ketinggian elevasi yang dihasilkan oleh satelit, atau sistem lain yang disetujui. Jalur vertikal yang diinginkan bisa dipilih oleh pilot, atau dapat ditentukan oleh VNAV komputer, yang dihitung berdasarkan pada ketinggian yang dihubungkan dengan waypoint yang berurutan. Pesawat untuk inspeksi penerbangan Indonesia menggunakan Universal UNS-1 FMS. Sistem tersebut memberikan rencana penerbangan vertikal flight path angle (FPA) masuk dari rencana penerbangan yang ditetapkan oleh penerbang. UNS-1 FMS menggunakan baro VNAV untuk panduan vertikal. Altimeter harus selalu menjadi referensi utama ketinggian untuk semua operasi penerbangan. b.global Positioning System (GPS). Global Positioning System (GPS) adalah Sistem navigasi berbasis satelit dengan cakupannya luas yang dioperasikan oleh Departemen Pertahanan (DoD),. GPS menyediakan layanan posisi standar (Standard Positioning Service / SPS) untuk semua peralatan yang digunakan, ditambah layanan posisi presisi (Precision Positioning Service / PPS) untuk Departemen Pertahanan dan semua peralatan yang digunakan. GPS adalah Sistem Navigasi yang berdasarkan daratan (Earth Referenced Navigation / ERN) yang terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda; yaitu segmen ruang, segmen control dan segmen pengguna Segmen Ruang terdiri dari konstelasi satelit dalam enam orbit pesawat (dengan empat berada pada setiap pesawat) di ketinggian sekitar 11,000 mil di atas bumi. Segmen Ruang menyediakan struktur sinyal yang diperlukan untuk peralatan yang digunakan untuk menentukan waktu dan posisi yang tepat dalam bentuk Latitude dan Longitude, dan ketinggian seperti yang dibutuhkan. Satelit GPS memberikan informasi kode pseudo secara acak, sinyal code-timing dan data berisi pesan yang diproses oleh peralatan yang ada di pesawat untuk mendapatkan posisi dan status data satelit. Dengan mengetahui lokasi yang tepat pada setiap satelit dan timing yang selaras secara akurat dengan atomic clock pada satelit, penerima yang berada di udara dapat secara akurat mengukur waktu setiap sinyal yang diperlukan untuk sampai pada penerima dan dapat menentukan posisi pesawat. Suatu Satelit memancar pada dua frekuensi; L1 pada 1575,42 MHz dan L2 pada 1227,6 MHz. Satelit mengirimkan kedua sinyal tersebut menggunakan teknik spektrum yang terpancar menyebar, Dengan menggunakan dua signal berbeda yang terpancar berbeda fungsi: 1,023 MBs course / akuisisi (C / A) kode pada L1 dan presisi 10,23 MBs (P) kode pada kedua L1 dan L2 ditransmisikan dalam fase kuadratur. Total bandwidth untuk masing-masing operator sekitar 20,46 MHz. Ditumpangkan pada kedua C / A dan P-code adalah pesan navigasi satelit yang berisi data singkat. C/ A ke P-kode Handoff, koreksi data propagasi atmosfer, dan informasi clock-bias satelit. Data ini dipancarkan pada 50 bps. Level daya minimum (kekuatan sinyal) yang tersedia pada output dari antena pengguna -160dBW. Hal 209-2

126 Segmen Kontrol GPS berfungsi untuk memantau status dari setiap satelit dan meng-update data navigasi satelit yang ditransmisikan oleh masingmasing satelite. Segmen ini terdiri dari stasiun master, lima stasiun pemantauan, dan tiga fasilitas antena up link. Informasi satelit ditransmisikan dari stasiun monitor ke stasiun kontrol induk. Stasiun pengendali Induk menggunakan informasi ini untuk memperbarui isi data navigasi melalui ground up-link antena. Segmen pengguna terdiri dari antena dan receiver-prosesor yang berada pada pesawat yang memberikan informasi posisi, kecepatan, dan waktu yang tepat untuk pengguna. Penerima GPS menghitung posisi fix menggunakan teknik penentuan jarak (ranging). Peralatan pengguna menentukan pseudo-range dari sekurangnya empat satelit untuk menghitung penerimaan internal clock offset dan tiga dimensi posisi fix. Sinyal yang ditransmisikan oleh setiap satelit dimodulasikan dengan data yang disebut posisi satelit (Emphemeral), Sistim waktu GPS, mempunyai kesalahan dalam waktu, dan keakuratan data yang ditransmisikan. Peralatan yang digunakan dapat men-decode informasi ini dan menentukan letak satelit pada waktu tertentu (pseudo-range). Selective Availability (SA) adalah suatu metode yang mana Departemen Pertahanan (DoD) dapat membuat secara palsu waktu yang signifikan dan kesalahan ephemeris di satelit. Teknik ini dirancang untuk mengelabui musuh saat melacak data posisi GPS yang tepat. SA merupakan sumber kesalahan terbesar dalam aplikasi sistem GPS. Ketika SA aktif, Departemen Pertahanan menjamin keakuratan posisi horizontal dari sebuah SPS tidak akan menyimpang di luar 100 meter 95 persen pf waktu dan 300 meter 99,99 persen pf waktu. Semua spesifikasi kinerja sistem SPS menunjukkan SA yang aktif. Loran-C adalah Alat Bantu navigasi radio dengan frekuensi rendah yang beroperasi di spektrum frekuensi radio pada khz. Inspeksi penerbangan mengacu pada bab ini yaitu SIAP's (1) Semua Sinyal Loran-C termodulasi dan mempunyai lebar pulsa yang sinkron, repetition rates, dan phasing kode berpusat sekitar 100 khz. Dengan menggunakan informasi ini, peralat penerima dapat mengidentifikasi individual transmitter. Penerima mengukur selang waktu antara penerimaan sinyal pemancaran tertentu, dan menghitung posisi koordinat dengan informasi course guidance. (2) Sinyal Loran-c digunakan untuk en-route dan terminal navigation. Stasiun CHAIN and TRIAD yang spesifik harus digunakan dan tersertifikasi untuk Prosedure Instrument Approach oleh inspeksi penerbangan. Stasiun yang sama ini harus dipantau oleh sebuah area lokal monitor. Monitor ini mencatat informasi waktu yang menentukan perbedaan waktu penerima hasil kalibrasi. Hasil kalibrasi ini diperlukan untuk menjamin akurasi repeatable approach di sepanjang musim PERSYARATAN SEBELUM TERBANG. Petugas kalibrasi penerbangan harus melakukan persiapan untuk Inspeksi penerbangan sesuai dengan prosedur yang diuraikan dalam Bagian 106. a. Prosedur LNAV approach terdiri dari waypoints yang berurutan. Seluruh untuk rencana penerbangan harus dimasukkan ke dalam FMS atau Hal 209-3

127 penerima GPS, Untuk Inspeksi penerbangan commissioning, dan, bila tersedia, akan diambil dari database untuk inspeksi berkala. Masukkan Way point Final Approach untuk inspeksi berkala kedalam GPS dan Prosedure FMS untuk landasan pacu kurang dari panjang minimum dimasukkan dalam database. b. LNAV/VNAV (1) Aircraft Requirements. Inspeksi untuk Prosedure LNAV / VNAV memerlukan pesawat untuk melakukan inspeksi. Jika beberapa bagian dari prosedur tidak dapat dievaluasi secara memadai, evaluasi lebih lanjut diperlukan oleh seorang Petugas Kalibrasi Penerbangan, yang bertindak sebagai pengamat dan dilengkapi oleh Peralatan di dalam pesawat tersebut sesuai prosedur. (2) Procedural Review. Petugas Kalibrasi Penerbangan menyiapkan chart yang diperlukan, mendapatkan data kalibrasi penerima TD dan informasi waypoint approach. Meninjau ulang GDOP, didasarkan pada nilai-nilai SNR, dan evaluasi LSES. Koordinasi antara Kantor Penganalisa Data Standart Penerbangan dan Petugas kalibrasi penerbangan sangat penting. c. Loran-C: (1) Teknisi harus melakukan evaluasi LSES dari signal Loran-C pada wilayah approach sebelum Inspeksi commissioning. Evaluasi ini akan membentuk koreksi TD antara LAM dan Site. Setiap sinyal yang abnormal atau di luar toleransi diamati pada LSES yang membatalkan approach site. (2) Personil Penerbangan. Petugas Kalibrasi Penerbangan menyiapkan chart, mendapatkan nilai TD (time Difference) dari receiver yang telah dikalibrasi, dan informasi waypoint approach. Meninjau ulang nilai GDOP, didasarkan nilai SNR dan evaluasi LSES. Koordinasi antara Kantor Penganalisa Data Standart Penerbangan dan Petugas Kalibrasi Penerbangan sangat diperlukan PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN. Inspeksi penerbangan untuk prosedur RNAV akan mengevaluasi prosedur yang berlaku Checklist. Type Check Ref. Paragrap C P Transition/Feeder Route Segment Initial/Intermediate Approach Segment Final Approach Segment Missed Approach Segment Bracketing Segment SIAP Spectrum Analysis Hal 209-4

128 Prosedur Rinci. a. Tujuan. Untuk mengevaluasi keakurasian data waypoint dan menentukan posisi di seluruh daerah yang terdiri dari prosedur SIAP. Initial Approach Segment (IAS) dimulai dari IAWP dan berakhir pada IWP. Segment intermediate dimulai dari IWP dan berakhir pada FAWP. Titik ini dapat didefinisikan dengan koordinat yang sama di beberapa desain prosedur. Final Approach Segment (FAS) dimulai pada FAWP dan berakhir pada MAWP. Missed Approach Segment (MAS) dimulai pada MAWP dan dapat meliputi turning atau holding waypoint (MATWP atau MAHWP) atau fixes dari alat bantu navigasi di darat. b. Konfigurasi Peralatan. Jangan melakukan pilihan pada sensor apapun. Pastikan bahwa database navigasi yang dipakai sudah dipasang. c. Commissioning. SIAP harus dimasukkan ke dalam sistem navigasi RNAV, hal itu boleh berada pada database yang digunakan,yang didownload dari sebuah disk komputer, atau dimasukkan dengan cara memasukkan koordinat Latitude/Longitude jika tidak ada di data base. d. Periodic. SIAP harus dimuat dari sistem database navigasi, atau prosedur commissioning di atas yang harus digunakan. e. Prosedur Rinci RNAV, FMS, or GPS. (1) Commissioning. SIAP harus dimasukkan ke dalam FMS atau GPS. Ketika menetapkan approach, gunakan posisi "TRACK ke FI" antara transisi/ feeder waypoint, kecuali terdapat prosedur yang lain. Masukkan ketinggian waypoint seperti yang digambarkan. Jangan menggunakan ketinggian KETIKA DIIJINKAN OLEH ATC. End of approach waypoint altitude pada threshold harus menjadi actual threshold MSL altitude, ditambah dengan Threshold Crossing Height (TCH) yang dimaksud. FPA (Fix Point Altitude) akan dihitung dari ketinggian FAWP (Fix Altitude Way Point) ke End of Approach Waypoint Altitude dengan menggunakan FMS. Jika FPA dimasukkan, berdasarkan End of Approach Waypoint Altitude, ketinggian FAWP akan dihitung oleh FMS. (2) Berkala. SIAP harus dimuat dari FMS atau database GPS, atau prosedur commissioning yang harus digunakan. (3) Procedure Design. Memastikan bahwa true bearing ke waypoint selanjutnya, jarak, dan FPA yang ditunjukkan pada FMS atau GPS sesuai dengan prosedur. Nilai diluar toleransi harus dipecahkan dengan prosedur desainer. Peralatan RNAV yang ada di pesawat melakukan suatu prosedur khusus berdasarkan informasi pengkodean di dalam database navigasi. Informasi kode ini termasuk jenis waypoint (fly-over atau fly-by), jenis ARINC 424 leg, dan batasan kecepatan - ketinggian. Perbedaan dalam data kode dari desain prosedur yang asli dapat menghasilkan perbedaan pada kinerja RNAV. Petugas Kalibrasi penerbangan harus memverifikasi bahwa rencana penerbangan, seperti yang diperoleh dari database, sesuai dengan desain prosedural. Hal 209-5

129 (4) FMS or GPS Procedure Inspection. Keselamatan dalam approach dan kemampuan terbang harus dievaluasi. Prosedur LNAV / VNAV dan prosedur LNAV dirancang dengan kriteria halangan yang berbeda. Final segment dari approach (FAWP to MAWP) dapat mempunyai halangan yang berbeda untuk mengendalikan VNAV Decision Altitude (DA) dan LNAV Minimum Descent Altitude (MDA). Final segment memerlukan pengulangan penerbangan untuk evaluasi halangan. Evaluasi halangan untuk prosedur RNP membutuhkan penerbangan secara linear offset dari course yang diinginkan. Mengevaluasi glidepath diseluruh FAS dari FAWP ke Decision Altitude (DA) atau Missed Approach Waypoint. Panduan disediakan oleh satelit atau Flight Management System (FMS) LNAV navigasi dengan memperhitungkan panduan vertikal positif berdasarkan barometrik, satelit, atau sistem VNAV yang disetujui lainnya. (5) Untuk LNAV/VNAV, Pesawat perlu diterbangkan dengan sistem Auto pilot digabungkan ke sistem RNAV untuk mengevaluasi transisi ke Final Segment Vertical Guidance. (6) Memeriksa bahwa semua course dan informasi jarak diberikan oleh sistem RNAV sesuai dengan prosedural / chart untuk prosedur. Prosedur course harus ditampilkan pada EFIS selama inspeksi. Prosedur yang digambarkan di EFIS harus sesuai dengan chart. (7) Memeriksa beberapa runway yang ditunjuk guna memperbaharui reference point yang dipakai oleh pesawat sebelum memulai RNAV Departure Procedure. Melakukan pengesetan IRU pada down mode atau fix update pada point geografi yang diketahui sebelum berangkat. (8) Monitor semua faktor kualitas yang diumumkan (RNP / ANP atau "Q-faktor") dari sensor sistem navigasi diseluruh prosedur. Mencatat penurunan apapun dari keakurasian posisi sistem yang dapat berpengaruh pada jalur penerbangan. (9) Waypoints: (a) DME sebagai Pendukung RNAV Vertical Navigation (VNAV) Waypoints. Mengevaluasi secara individu suatu TERPS-DME yang digunakan untuk memperbarui VNAV RNAV pada setiap waypoint dengan memeriksa daya jangkau dalam orbit yang berpusat pada koordinat Way Point. Radius orbit harus dihitung berdasarkan stasiun DME terjauh dari Way Point, dengan menggunakan rumus yang terdapat dalam bab 302. atau 3,0 nm, dimana dipilih yang lebih besar. Untuk prosedur tersebut, dimana coverage perlu ditentu untuk approach segment yang ditentukan oleh dua waypoint (IWP ke FAWP), DME harus dievaluasi dengan melakukan terbang pola racetrack seperti ditunjukkan pada Gambar Radius putarannya harus dijadikan sebagai single waypoint. Coverage DME sebelumnya dievaluasi dan hasilnya memuaskan tepat atau di bawah Waypoint Procedural Altitude tidak perlu dievaluasi kembali. Hal 209-6

130 DME MAWP DET ERMIN ED CO VE RAGE FRO M DME IN T HE AR E A O UT LINED BY A SO LID LINE R 1 Figure 209- DME R DME (b) Inspeksi Berkala. Jika prosedur tersebut terdapat dalam database sistem navigasi, maka harus digunakan untuk inspeksi berkala. Jika database sistem navigasi memiliki Way Point yang digunakan untuk menentukan prosedur RNAV, Way Point harus dimuat secara individual ke dalam rencana penerbangan FMS atau GPS dari database. Hal 209-7

131 (10) Positioning: (a) (b) (c) Evaluasi initial dan intermediate segment dapat dilakukan ketika terbang dari waypoint jika digambarkan seperti pada prosedur. Initial dan intermediate segments harus diterbangkan pada ketinggian prosedural. Posisi FAS ini harus sedemikian rupa sehingga semua waypoint yang digambarkan dalam garis lurus dievaluasi dengan terbang di atas waypoint dan mengevaluasi penentuan posisi GPS dan pengiriman keselarasan (alignment). Posisi pesawat untuk terbang dari setidaknya dua nm di luar waypoint pertama dalam garis lurus (biasanya merupakan IWP atau FAWP) dan terbang diatas semua waypoint ke MAWP. Final Approach Segment harus diterbangkan dari FAW KE 100 ft di bawah MDA terendah yang diumumkan pada MAWP. (11) Airspeed, Altitude and Track: (a) Jika lebih dari satu airspeed digambarkan untuk sebuah prosedur, Petugas kalibrasi penerbangan harus menentukan yang mana Airspeed yang akan dimanfaatkan untuk inspeksi. Beberapa macam airspeeds dapat diperlukan jika Petugas kalibrasi Penerbangan, prosedur desainer, atau Air Traffic Control (ATC) menganggap perlu hal itu. (b) (c) (d) Terbangi Prosedur pada ketinggian minimum yang ditentukan. Mode perubahan otomatis harus digunakan untuk prosedur. Saat Approach akan terbang ke MAWP, seperti yang dipublikasikan, dan melalui keseluruhan MAP. (12) Prosedure Keberangkatan RNAV (Departure Procedure / DP). Sebuah RNAV DP dapat diterbangi dari saat lepas landas atau dari low Approach. Jika metode low approach digunakan, lintasi batas runway threshold pada ketinggian 50 ft dan memverifikasi akurasi sistem navigasi degan memperhatikan ANP dan / atau melakukan fix update saat diatas thershold. Prosedur keberangkatan akan diterbangi menuju point atau fix dimana fase enroute dimulai. (13) Standard Terminal Arrival Route (STAR). STAR dapat memerlukan validasi. Vertical Navigation dapat diperlukan. Decent gradient, panjang leg, dan human factor yang melibatkan penggunaan operasi FMS memerlukan evaluasi. Ketika ketinggian dan / atau batasan kecepatan udara ditampilkan pada sebuah prosedur, menerbangi prosedur pada ketinggian/kecepatan tertentu. Bila batasan ketinggian ditentukan, prosedur terbang akan menggunakan ketinggian dalam batasan yang menyediakan Step decent path, selama penerbangan dengan menggunakan ketinggian minimum. Prosedur kedatangan harus memulai penerbangan melalui transisi menuju instrument Approach procedure, jika diperlukan. Hal 209-8

132 (14) Routes. Menerbangi rute pada ketinggian minimal prosedural. Program waypoints sebagai "Fly-by" kecuali tidak ditentukan. (15) Evaluasi. Sebelum melakukan prosedur untuk terbang, data rencana penerbangan harus dibandingkan dengan data prosedural untuk memastikan bearing dan jarak antara way point sehingga terbentuk suatu prosedur. Perbedaan kecil adalah normal dan dapat dikarenakan pembulatan internal oleh FMS atau penerima GPS. Evaluasi Halangan, posisi data, dan anomali sinyal yang dapat disebabkan oleh gangguan. f. Loran-C. Gunakan CHAIN dan dedikasi TRIAD stasiun pada prosedur approach. Ketika kondisi marjinal atau kondisi out-oftoleransi ditemukan, penggunaan stasiun lain dapat diselidiki. Cycle slip membatalkan prosedur (lihat paragraf 209,42). (1). Inspeksi Penerbangan pada Approach Loran-C dan sinyal pendukung dilakukan dengan menggunakan track antara waypoints. Tindakan berikut diperlukan selama evaluasi approach. (a) (b) (c) (d) (e) (f) Pilih CHAIN yang benar dan stasiun TRIAD. Gunakan procedural waypoint coordinate. Gunakan nilai kalibrasi TD yang telah dipublikasi. Pilih approach mode saat terbang pada jalur pergerakan. Memonitor sinyal sepanjang approach. Mencatat koordinat posisi dan parameter sinyal pada setiap waypoint dan ketika melebihi batas toleransi. Mencatat informasi TK dan AFIS selama melakukan semua pergerakan. (2). Transition / Feeder Route Segment : (a) (b) (c) Segmen ini menyediakan rute transisi dari suatu alat bantu navigasi atau fix dan IAF. Segmen dapat diterbangkan di salah satu arah antara feeder fix dan IAF. Mengevaluasi untuk cycle slip dan SNR. Mencatat STK (dan semua jejak kesalahan ketika menggunakan AFIS) selama seluruh segmen. Mencatat koordinat posisi pada setiap waypoint dan mengevaluasi untuk keakurasian ketika menggunakan AFIS. (3) Initial/Intermediate Approach Segment : (a) (b) Segmen ini menyediakan rute transisi dari IAF dan IF ke FAF. Segmen dapat diterbangkan di salah satu arah antara IAF dan FAF. Hal 209-9

133 (c) Mengevaluasi untuk cycle slip dan SNR. Mencatat TK (dan semua jejak kesalahan ketika menggunakan AFIS) selama seluruh segment. Mencatat koordinat posisi pada setiap waypoint dan mengevaluasi setiap akurasi ketika menggunakan AFIS. Verifikasi pengendalian obstruksi. (4) Final Approach Segment : (a) (b) (c) Segmen ini merupakan rute dari FAF ke MAP. Segmen ini diterbangi dari FAF hingga 100 kaki, di bawah MDA terendah yang dipublikasikan di MAP. Periksa keakuratan MAP atau AER di darat. Sebelum ke MAP, konfirmasi secara visual bahwa course antara dua waypoint yang dimaksud bertepatan dengan final approach course yang diinginkan. Mengevaluasi untuk cycle slip dan SNR. Mencatat TK (dan semua jejak kesalahan ketika menggunakan AFIS) selama seluruh segmen. Mengevaluasi MAP waypoint untuk akurasi. Ketika MAP waypoint terjadi pada suatu titik selain AER, AER dapat digunakan untuk memeriksa ketepatan Airborne evaluasi yang dapat diterima. Selama segmen ini, interferensi akan sering ditemui. Evaluasi gangguan elektromagnetik dengan spektrum analyzer. (5) Segmen Missed Approach : (a) (b) (c) Segmen ini menyediakan rute transisi dari MAP ke waypoint untuk pendekatan lain atau untuk bergabung dengan struktur en route. Prosedur missed approach ini diterbangi dari MAP. Evaluasi untuk cycle slip dan NSR. Catat TK (dan semua jejak kesalahan ketika menggunakan AFIS) selama seluruh segmen. Mencatat posisi koordinat pada setiap waypoint dan evaluasi untuk keakurasian ketika menggunakan AFIS. (6) Segmen Bracketing : (a) inspeksi menjamin ketersediaan sinyal yang dapat digunakan pada 0.5 nm setiap sisi dari final approach. (b) Segmen harus diterbangi di salah satu arah antara FAF dan MAP pada MDA. BRACKETI NG SEGMENT.5 nm FAF MAP.5 nm BRACKETI NG SEGMENT Hal

134 (c) Evaluasi untuk cycle slip dan SNR. Mencatat TK (dan semua jejak kesalahan ketika menggunakan AFIS) selama seluruh segmen ANALISA INSPEKSI PENERBANGAN a. Inspeksi Penerbangan dari Prosedur RNAV adalah menentukan apakah prosedur ini flyable dan aman. Jika prosedur baru tidak memuaskan, petugas kalibrasi penerbangan harus berkoordinasi dengan perancang prosedur. ATC, dan / atau pendukung prosedur, sebagaimana berlaku, untuk menentukan perubahan yang diperlukan. Bila prosedur yang ada ditemukan tidak memuaskan, segera memberitahukan prosedur desainer untuk mengambil tindakan Notice to Airman (NOTAM). Petugas harus mengevaluasi item berikut: (1) Mengontrol obstruksi yang diverifikasi. (2) SIAP. Prosedur secara teknis suara. Dianggap sebagai faktor manusia, termasuk kesadaran situasional, kompleksitas, interpretability, beban kerja kokpit, kesalahan pilot, operasi auto-pilot, dan pertimbangan memori,. Mempertimbangkan jenis pesawat yang akan menggunakan prosedur selama evaluasi. (3) Jarak Waypoint cukup untuk memungkinkan pesawat menjadi stabil pada setiap segmen leg tanpa melompati waypoint/leg. Panjang leg cukup dimana perlambatan pesawat mungkin diperlukan. (4) Prosedur RNAV akan memuaskan untuk memandu pesawat ke titik yang mapan dimana prosedur akan berakhir (en route fix, IAF, MAWP, keputusan ketinggian, dll). (5) Prosedural desain. Prosedur harus dievaluasi untuk memverifikasi koordinat geodetik (waypoints) dan vertical path angle memenuhi persyaratan pada paragraf 209,5. (6) Komunikasi, kinerja sistem navigasi, dan cakupan RADAR, jika diperlukan, cukup untuk seluruh prosedur. (7) Inspeksi Surveilans pencahayaan bandara, tanda landasan/taxiway, pembaruan (update) titik referensi IRU/landasan, dll, akan diselesaikan selama inspeksi prosedur penerbangan. (8) Parameter FMS dan GPS. Parameter berikut harus didokumentasikan pada saat kelainan yang ditemukan selama setiap tahap inspeksi penerbangan. Tidak ada toleransi inspeksi penerbangan diterapkan pada parameter ini. Namun, nilai-nilai yang tercantum di bawah ini memberikan dasar untuk analisa sinyal GPS apapun anomali atau gangguan yang dihadapi. Hal

135 (9) Spektrum elektromagnetik. RF spektrum dari MHz dan MHz perlu diamati ketika parameter GPS mungkin menunjukkan gangguan RF. Interferensi sinyal tidak dibatasi, kecuali dapat mempengaruhi penerima / kinerja sensor. Nilai yang direkam SNR dapat menunjukkan masalah gangguan RF. Normal kekuatan sinyal GPS -130 ke -123 dbm. Gunakan nilai SNR, dan spektrum analyzer, untuk menyelidiki gangguan RF, dari lokasi kejadian, dan kemungkinan sumber-sumber yang ada. Perhatian khusus harus diberikan kepada harmonik pada atau dalam jarak 20 MHz GPS L1 (1575,42 MHz) dan mereka pada atau dalam jarak 10 MHz GPS L2 (1227,6 MHz). b. Loran-C. Parameter Expected Value HDOP VDOP HFOM Less than 100 meters. Satellite in view (PRN) 5 minimum SNR 30 db/hz minimum DME (Supported Minimum- 80 dbm W aypoint) (1) Struktur course adalah karakteristik dari cross-pointer Loran-C. Yang meliputi bends, roughness, dan penyimpangan lainnya. Informasi course yang dihitung harus tidak menunjukkan struktur course yang tidak teratur atau tidak menentu. Penyimpangan course disebabkan oleh kesalahan dalam sinyal, peralatan avionik, dan di daerah memiliki GDOP rendah. Analisa jejak kesalahan TK secara real time untuk penyimpangan dari nol terhadap garis referensi. Deviasi melebihi 0,3 nm harus dievaluasi. Analisa jejak corrected error untuk akurasi posisi. (2) Cycle slip. Biasanya penerima akan melacak siklus ketiga dari pulsa 100 khz carrier untuk waktu pengukuran. Ketika siklus slip terjadi, penerima mengikuti jalan siklus yang salah. Setiap siklus slip menghasilkan 10-mikrodetik kesalahan dan kesalahan yang sesuai di akurasi navigasi. Siklus slip dapat disebabkan oleh ECD besar, nilainilai SNR rendah, gangguan RF, dan sinyal propagasi RF yang tidak biasa. Siklus slip lebih cenderung terjadi jika penerima baru memperoleh sinyal kombinasi pertama. Envelope-to-Cycle Discrepancy (ECD) adalah perbedaan antara fase actual zero yang diinginkan melintasi cycle ketiga. Hal ini dipengaruhi oleh propagasi sinyal RF, SNR, gangguan, dll Nilai ECD melebihi -2,4 ke +3,5 mikrodetik dapat menyebabkan cycle slip. Ketika nilai-nilai ECD melebihi kisaran -2,4 sampai +3,5 mikrodetik, pastikan akurasi posisi dan struktur course sesuai toleransi. Bandingkan posisi latitude dan longitude yang diterima untuk mengetahui posisi geografis atau menggunakan AFIS. Perbedaan yang lebih besar dari 1,0 nm dapat menunjukkan cycle slip. Jika cycle slip terjadi, SIAP harus ditolak. Hal

136 (3) Spektrum elektromagnetik. Spektrum RF khz perlu diamati gangguan RF nya. Gangguan interferensi sinyal harus tidak mempengaruhi akurasi. Sumber Listrik (dengan sinyal RF), dalam ± 1,200 ft dari segmen final approach, dapat mempengaruhi kinerja penerima. Jika diduga terjadi interferensi, gunakan spektrum analyzer untuk mengidentifikasi sumber. Jika memungkinkan untuk menghilangkan gangguan, menyetujui prosedur. (4) Akurasi Posisi. Akurasi Posisi adalah perbedaan antara posisi penerima (menggunakan nilai kalibrasi TD) dan posisi geografis yang sebenarnya. Sistem Akurasi ditingkatkan oleh nilai kalibrasi penerima TD. Memeriksa bahwa CHAIN yang benar, TRIAD yang berdedikasi, dan nilai-nilai kalibrasi TD dimasukkan dalam penerima. Analisa akurasi posisi dengan menggunakan AFIS atau visual checkpoint. (5) Signal-to-Noise-Ratio (SNR) adalah rasio kekuatan sinyal versus receiver noise. Ini dapat mempengaruhi akurasi posisi. Sinyal Loran- C dapat dipengaruhi oleh noise atmosfer, aircraft static charge, sinyal-sinyal listrik, dll. Nilai yang rendah dapat menyebabkan cycle slip. Dua metode untuk mengukur receiver SNR adalah SNR-FS dan SNR-PH, Monitor dan catat semua nilai SNR. Nilai SNR yang telah dikalibrasi harus digunakan TOLERANSI Parameter Ref. Para. T olerance/limit Procedure d esign Routes T rue Bearing to next WP Distance to next WP ±1 0 ± 0.1 nm Initial/Interm ediate Ap pro ach segment T rue Bearing to next WP Distan ce to n ext WP ± 1 0 ± 0.1 nm Final Approach Seg ment T rue Bearing to next WP Distan ce to n ext WP ±1 0 ± 0.1 nm M issed Approach Segment T rue Bearing to next WP Distan ce to n ext WP ±1 0 ± 0.1 nm Vertical p ath FM S/GPS Satell ite tra cked R AIM DM E Supported Waypoint Lock-On Loran-C Course Structure W ithin ± 0.3 nm of the desired t rack during all approach segments C ycle Slip None allow ed Elect romagnetic Spectrum Interferen ce shall not effect rece iver performance or accurac y Position accurac y W ithin ± 0.3 nm Signal-to-Noise-Ratio db o r greater Hal

137 209.6 PENYESU AI AN/PENGESETAN. Disiapkan Hal

138 BAGIAN 210 (DISIAPKAN) Hal 210-1

139 BAGIAN 211. KOMUNIKASI PENDAHULUAN. Layanan komunikasi udara/darat diklasifikasikan sesuai dengan fungsinya. Komunikasi En route (En route Communication / ECOM) adalah layanan yang disediakan antara controller ARTCC dan Pilot, dan termasuk fasilitas RCAG dan BUEC. Terminal komunikasi (Terminal Communication / TCOM) adalah layanan yang disediakan antara FSS dan pilot yang akan menjadi petunjuk atas kondisi alam, seperti EFA, layanan konsultasi lainnya termasuk ATIS, AWOS, dan ASOS, yang semuanya dapat dipancarkan bersama NAVAID atau frekuensi komunikasi diskret PERSYARATAN SEBELUM TERBANG Petugas kalibrasi penerbangan harus menyiapkan penerbangan inspeksi sesuai dengan prosedur yang diuraikan dalam Bagian 106. Cakupan persyaratan, termasuk definisi sektor yang disesuaikan, harus disediakan oleh teknisi lokal dan personil lalu lintas udara PROSEDUR PENERBANGAN Kinerja fasilitas komunikasi diprediksi secara akurat dengan bantuan komputer. Oleh karena itu, inspeksi commissioning hanya diperlukan bila diminta oleh Teknisi. Inspeksi secara berkala harus dilakukan atas dasar pengawasan bersama dengan evaluasi yang terkait navigasi dan fasilitas pemandu lalu lintas udara. Periksa Jenis Periksa Ref. Para C P TCOM 211, ECOM 211, ATIS 211, ,3 2,3 AWOS / ASOS 211, ,3 2,3 TWEB 211, ,3 2,3 CATATAN : 1. Ketika diminta 2. Inspeksi Surveilance dilakukan selama evaluasi inspeksi lain. 3. Jika NAVAID tidak memiliki layanan suara lainnya, memeriksa bahwa efek siaran suara pada sinyal navigasi dalam toleransi berlaku. Hal 211-1

140 PROSEDUR RINCI Cakupan Ketika cakupan (coverage) tidak dapat diprediksi oleh teknisi, inspeksi penerbangan akan diminta. Evaluasi peralatan dimana ketinggian minimum enroute (Minimum En route Altitude / MEA) ditentukan oleh cakupan komunikasi. a. Selama inspeksi commissioning yang diminta, cakupan harus ditentukan oleh persyaratan layanan lalu lintas udara yang dibentuk secara lokal. b. Profil penerbangan dapat bervariasi sesuai dengan kebutuhan lokal dan bisa termasuk sebuah orbit atau evaluasi sektor rinci. Komunikasi untuk perbaikan, posisi hand-off, changeover point, atau pengendalian wilayah udara harus diperiksa. c. Tambahan frekuensi yang diberikan untuk persyaratan layanan yang sama tidak akan memerlukan pemeriksaan lengkap, tetapi harus dievaluasi berdasarkan pengamatan. d. Sinyal Light Gun harus diperiksa untuk cakupan yang memadai di darat dan di udara. Hal 211-2

141 BAGIAN 212. DIRECTION FINDING STATIONS (DF) (DISIAPKAN) Hal 212-1

142 BAGIAN 213 (DISIAPKAN) Hal 213-1

143 BAGIAN 214. INSPEKSI PENERBANGAN UNTUK PROSEDUR PENERBANGAN INSTRUMENT PENDAHULUAN. Prosedur Penerbangan Instrument khususnya standard routing, daerah pergerakan, ketinggian penerbangan, dan jarak pandang minimum untuk aturan terbang instrumen atau (IFR). Prosedur ini meliputi airways, rute jet, off-airway route, standard instrument approach procedure (SIAP), prosedur standar instrumen keberangkatan / keberangkatan (Standard Instrument Departure (SIDs) / Departure (DPs)). Kesemua prosedur baru dan yang direvisi ditujukan untuk inspeksi penerbangan PERSYARATAN SEBELUM TERBANG. a. Prosedur Awal harus menyampaikan semua data yang diperlukan untuk melakukan inspeksi penerbangan ke Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan sebagai otoritas inspeksi penerbangan yang pada gilirannya akan meneruskan informasi tersebut kepada petugas kalibrasi penerbangan yang bertanggung jawab untuk inspeksi. Jika ada faktorfaktor khusus yang relatif yang berhubungan dengan prosedur spesialis, atau yang ditunjuk, untuk petugas kalibrasi penerbangan. b. Data Prosedural harus mencakup minimal sebagai berikut: (1) Bagan yang cukup rinci untuk keselamatan navigasi dan mengidentifikasi daerah yang akan dipertimbangkan, hambatan, dan penghalang: (2) Identifikasi mengendalikan terrain / penghalang untuk setiap segmen: (3) minimum (dan maksimum apabila diperlukan) untuk ketinggian ditentukan untuk penggunaannya dari peta dan data base informasi untuk setiap segmen dari prosedur: (4) Deskripsi Narasi dari prosedur: (5) Rencana dan profil tinjauan untuk SIAP's. (6) Data untuk setiap fix, persimpangan, dan pola holding. (7) Komunikasi yang berlaku untuk setiap segmen dari prosedur. (8) Airport marking dan Prosedure Operasi Lokal Kusus (seperti penurunan kebisingan, pola lalu lintas yang tidak standard, aktivitas penerangan). c. Bentuk saat ini yang dapat diterima dari organisasi yang didirikan yang terlibat dalam pengembangan prosedur instrumen. Jika paket prosedur yang dikirim ke Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan tidak konsisten dengan bagian ini, maka paket Prosedur tersebut akan dikembalikan utuh kepada organisasi yang mengirimkan. Jika, setelah paket dikirimkan ke petugas kalibrasi penerbangan, dan ditemukan bagian yang tidak konsisten tersebut, maka petugas kalibrasi penerbangan harus mengembalikannya utuh ke Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan yang mana nantinya akan dikembalikan kepada organisasi yang mengirim. Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan /petugas kalibrasi penerbangan Hal 214-1

144 harus mengidentifikasi kekurangan-kekurangan pada lembaran tersebut sebagai lampiran pada paket prosedur yang akan dikembalikan. d. Dua salinan dari prosedur akan diberikan kepada Penyelenggara kalibrasi Penerbangan PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN. a. Tujuan dari evaluasi prosedur penerbangan instrumen adalah untuk memastikan keselamatan dan kemampuan terbang. Item berikut sudah termasuk dalam evaluasi ini: (1) Pergerakan pesawat yang konsisten dengan operasi yang aman untuk kategori pesawat yang menggunakan prosedur. (2) Beban kerja cockpit yang dapat diterima. (3) Navigation chart yang benar menggambarkan sebuah prosedur dan mudah diinterpretasikan. (4) Tanda pada runway, sistim pencahayaan, dan komunikasi yang memadai. (5) Sistem yang berlaku untuk (NAVAID, satelit, FMS, dll) mendukung prosedur. Acuan dalam bagian ini adalah bertujuan hanya untuk klarifikasi saja, tidak merubah instruksi atau kriteria dari inspeksi penerbangan untuk fasilitas atau sistem yang terdapat di tempat lain. b. NAVAID yang Terbatas boleh tetap sebagai pendukung untuk prosedur instrumen penerbangan ketika prosedur tersebut tidak menggunakan daerah diluar toleransi. Daerah-daerah tersebut harus tercantum pada laporan inspeksi penerbangan dan pada navigation chart di mana kinerjanya akan dibatasi atau terbatas pada prosedur yang diharapkan. c. Segmen busur (Arc) distance measuring equipment (DME) dapat digunakan pada daerah-daerah yang informasi radial tidak dapat digunakan, menyediakan DME, radial di mana busur(arc) dimulai, radial awal, pendekatan akhir radial, dan radial lainnya yang digunakan di prosedur yang memenuhi toleransi. d. Inspeksi penerbangan untuk prosedur penerbangan instrumen dan verifikasi data rintangan pada SIAP dapat dilakukan selama pemeriksaan sistem yang berlaku apabila kondisi meteorologi secara visual (Visual Meteorological Condition / VMC) berlaku di seluruh segmen prosedur guna evaluasi. e. Verifikasi Obstacle Clearance. (1) Identifikasi Halangan (Obtacle) yang baru. Dalam banyak kasus, mengenai informasi lokasi yang akurat, keterangan, dan ketinggian menara serta halangan (obstacle) yang berkaitan tersedia dari pemerintah. Ketika halangan baru yang tidak teridentifikasi di dalam paket prosedur ditemukan dan dapat menjadi pengendali halangan untuk segmen tersebut, prosedur commissioning akan ditolak sampai prosedur khusus dapat menganalisa dampak dari keseluruhan prosedur. (2) Lokasi halangan harus dicatat dalam lintang / bujur seperti yang ditetapkan dari inspeksi pesawat penerima (misalnya, GPS), atau Hal 214-2

145 radial / bearing dan jarak dari fasilitas yang diketahui. Jika metode ini tidak tersedia, maka deskripsi yang akurat pada peta inspeksi penerbangan dapat digunakan. (3) Perkiraan ketinggian halangan. (a) (b) Bila halangan baru yang tidak teridentifikasi dari data base informasi yang berlaku ditemukan, petugas kalibrasi penerbangan akan memastikan, melalui metode yang paling aman dan tercepat yang tersedia, lokasi dan ketinggian halangan baru tidak dapat ditentukan saat diperlukan, akurasi pengaturan altimeter dan referensi ketinggian harus digunakan untuk mendapatkan hasil yang tepat. Sebuah metode alternatif untuk menentukan ketinggian halangan adalah dengan memilih halangan lain di daerah sekitar yang ketinggian telah diketahui atau telah dipublikasikan. Terbangi abeam titik paling atas dari halangan (obstacle) yang diketahui dan atur altimeter pada cockpit (copilot) untuk membaca ketinggian permukaan air laut rata-rata (Mean Sea Level / MSL) yang sama seperti yang sudah dipublikasikan. Tanpa pengaturan awal altimeter, terbangi abeam dari sebuah halangan (obstacle) yang tingginya tidak diketahui dan catat altimeternya. Bila memungkinkan, catat ketinggian elevasi AGL untuk prosedur di atas guna mengimbangi terrain yang tidak rata / datar. (4) Laporan inspeksi penerbangan akan memuat dokumentasi mengenai metode untuk menentukan ketinggian. (5) Pengendalian halangan (obstacle) pada tiap-tiap segmen pendekatan harus dikonfirmasi secara visual saat melakukan penerbangan atau saat pengamatan di darat. Jika tidak dapat mengkonfirmasi bahwa kontrol kendala yang diumumkan adalah halangan (obstacle) tertinggi dalam segmen, daftar lokasi, jenis, dan perkiraan ketinggian dari halangan (obstacle), maka petugas kalibrasi penerbangan meminta spesialis prosedur untuk mempertimbangkan. Petugas kalibrasi penerbangan akan menempatkan penekanan khusus pada penemuan halangan (obstacle). Jika pengendalian halangan (obstacle) terdaftar sebagai rintangan / pepohonan atau Adverse Assumption Obstacle (AAO), tidak perlu untuk melakukan verifikasi pada pohon tersebut, hanya pastikan bahwa tidak ada halangan (obstacle) buatan manusia yang lebih tinggi yang diletakkan di wilayah udara yang dilindungi (protected airspace). Jika petugas kalibrasi penerbangan mengamati bahwa halangan (obstacle) pengendali telah dihilangkan atau dibongkar, petugas kalibrasi penerbangan harus menyampaikan informasi ke spesialis prosedur. (6) Pengendalian halangan (obstacle) untuk initial approach segment dari beberapa prosedur RNAV dapat juga menjadi pengendalian halangan (obstacle) untuk segmen besar dari Terminal Arrival Area (TAA). Halangan (obstacle) tidak selalu berada dalam zona primer atau sekunder dari approach segment. Memeriksa bahwa tidak ada halangan (obstacle) dalam approach segment yang lebih tinggi dari pengendalian halangan (obstacle) yang teridentifikasi. Tidak ada persyaratan untuk memeriksa bahwa pengendalian halangan (obstacle) yang teridentifikasi adalah halangan (obstacle) tertinggi di Hal 214-3

146 seluruh segmen TAA, tapi, saat perubahan segmen, amati daerah halangan (obstacle) yang mungkin melebihi tinggi dari pengendalian halangan (obstacle). (7) Lakukan evaluasi halangan (obstacle) hanya dalam kondisi meteorologi visual (VMC). Petugas kalibrasi penerbangan tetap bertanggung jawab untuk memastikan bahwa prosedur secara operasional aman dan dapat menggunakan kebijaksanaannya untuk mengubah pola terbaik sesuai dengan evaluasi. Jika selama inspeksi berkala dilakukan pada malam hari, dalam kondisi IMC, atau petugas kalibrasi penerbangan tidak dapat memastikan obstacle clearance yang diperlukan (Required Obstruction Clearance / ROC), petugas kalibrasi penerbangan harus memberikan pernyatan di bagian "Keterangan" pada laporan inspeksi penerbangan bahwa verifikasi halangan tidak dicapai sesuai dalam prosedure SIAP. Jika verifikasi halangan tidak dapat dilakukan atau tidak dapat dicapai selama inspeksi berkala berikutnya, prosedur tersebut harus di-notam-kan bahwa tidak dapat memberikan pelayanan (out of service) hingga pengecekan yang diinginkan dicapai. Selama inspeksi berkala, tidak perlu secara visual mengidentifikasi pengendalian halangan (obstacle) melainkan hanya memeriksa secara visual integritas dari obstacle clearance yang diperlukan pesawat untuk final dan Missed Approach segment. Untuk pendekatan presisi dengan clearance halangan (obstacle) untuk slop pesawat, hanya mengamati data yang perlu digunakan ketika mempertimbangkan halangan. f. Peringatan GPWS. Beberapa Ground Proximity Warning System (GPWS's) dapat memberi tanda peringatan saat berada di atas terrain yang tidak teratur atau bertambah dengan pesat pada ketinggian yang menyediakan standard obstacle clearance. Jika peringatan GPWS diterima saat pemeriksaan prosedur, ulangi pergerakan, pastikan penerbangan di ketinggian yang benar. Jika tanda peringatan muncul kembali, beritahukan pada spesialis prosedur Checklist. Check Ref. Para. C P Final Approach Segment Missed Approach Segment Circling Segment En Route/Terminal Segment Fixes/Holding Pattern Air/Ground Communications Area Navigation/GPS/FMS Hal 214-4

147 CATATAN: 1. Pengawasan 2. Dibutuhkan Inpeksi secara periodic sesuai procedure pada bagian Prosedur rinci Approach Segment. Persyaratan untuk mengevaluasi kualitas sinyal dijelaskan di masing-masing bab. Persyaratan bab ini berkaitan dengan aspek-aspek prosedural Final Approach (Pendekatan Final). Final approach course harus mengantarkan pesawat ke point tujuan yang dikehendaki. Point tujuan bervariasi dengan jenis sistem yang menyediakan petunjuk prosedural dan akan ditentukan oleh spesialis prosedur. Setelah inspeksi penerbangan memeriksa point tujuan, yang tidak akan berubah tanpa persetujuan dari prosedur spesialis. Ketika sistem tidak lagi memberikan titik tujuan yang telah ditetapkan ke pesawat dan sistem tidak dapat disesuaikan untuk mendapatkan kembali perubahan yang dikehendaki, pertimbangan harus diberikan untuk mengubah prosedur. Pelayanan kategori II / III memerlukan penggunaan radio altimeter. Fitur terrain yang tidak teratur dapat menyebabkan indikasi Altimeter radio tidak menentu. Pada commissioning, melaporkan indikasi Altimeter radio untuk keperluan analisa mesin Missed Approach. Inspeksi penerbangan untuk Missed Approach segment akan menjamin bahwa ketinggian prosedural yang dirancang menyediakan obstacle clearance seperti yang ada pada paragraph 214.3e. Petugas kalibrasi penerbangan juga harus menentukan bahwa prosedur tersebut aman dan secara operasional tepat untuk kategori pesawat dimaksud. Pada Inspeksi berkala, terbang dengan melakukan Missed Approach Prosedure ke point di mana petugas kalibrasi penerbangan dapat mengidentifikasi semua halangan (obstacle) yang dapat menjadi potensi bahaya Circling. Petugas kalibrasi penerbangan harus memeriksa bahwa pergerakan circling yang dimaksud aman dan sesuai untuk kategori pesawat yang dipakai. Ketinggian prosedural harus dievaluasi sesuai paragraf 214.3e Visual Segment. Point-in-space pada Helicopter dan beberapa prosedur lain mempunyai visual segment yang luas yaitu antara MAP dan daerah pendaratan. Pengevaluasian segmen tersebut untuk operasional yang sesuai dan aman. Menganjurkan pengaturan prosedural saat bangunan atau halangan menutupi akses menuju daerah pendaratan. Prosedur yang digunakan untuk penerbangan malam harus dievaluasi pada malam hari sebelum commissioning Pemetaan pada Pendekatan Visual. Pengecekan commissioning untuk pemetaan prosedur visual diperlukan. Tentukan Hal 214-5

148 kemampuan terbang dan pastikan bahwa penggambaran landmark terlihat pada siang dan malam hari, secara visual. Kemampuan Terbang ditentukan oleh kesulitan penempatan pesawat, beban kerja kokpit, identifikasi landmark, lokasi dan jarak pandang, dan VFR obstacle clearance. Evaluasi pada siang dan malam hari harus lengkap sebelum pengesahan penggunaan prosedur. Tidak ada persyaratan untuk pengecekan periodik En Route / Terminal Rute. Mengevaluasi setiap en route atau terminal segment selama inspeksi commissioning untuk memastikan bahwa minimum obstacle clearance altitude (MOCA) yang diusulkan memadai sesuai dengan paragraf 214.3e Minimum En - Route Altitude (MEA) dan Changeover Points. MEA dan change over points harus didasarkan pada minimum obstruction altitude (MOCA), minimum reception altitude (MRA), wilayah udara, dan persyaratan komunikasi. Jika lebih dari satu ketinggian di atas dipersyaratkan secara prosedural, altitude tertinggi yang ditentukan melalui inspeksi penerbangan akan menjadi minimum en route altitude Maximum Authirized Altitude (MAA). MAA dibatasi berdasarkan airspace restriction, karakteristik kinerja sistem, atau prediksi gangguan. Jika MAA didasarkan pada masalah gangguan, sumber gangguan harus diidentifikasi dan tindakan perbaikan dimulai jika memungkinkan Fixes / Pola Holding. Pengendalian halangan (obstacle) harus diperiksa untuk memastikan minimum holding altitude (MHA) yang cukup sesuai pada paragraf 214.3e. Kinerja dari sistem akan dievaluasi untuk memastikan kesesuaian dengan toleransi yang ada pada manual ini. Jika kinerja dari sistem dan data obstacle clearance tersimpan, inspeksi penerbangan untuk prosedur ini tidak diperlukan Komunikasi dari Udara ke Darat Komunikasi dari udara ke darat dengan ATC harus memuaskan saat berada di initial approach fix (IAF), ketinggian minimum dan pada missed approach altitude. Cakupan komunikasi yang memuaskan pada seluruh ruang udara atau en route segment pada minimum enroute IFR altitude harus tersedia dengan fasilitas ATC. Dimana operasi ATC memerlukan kesinambungan dalam cakupan komunikasi dan ATC meminta verifikasi, inspeksi penerbangan harus mengevaluasi supaya cakupan sesuai dengan bagian-bagian yang diperintahkan Area Navigation (RNAV), GPS, FMS. Semua prosedur berdasarkan RNAV, GPS, atau FMS harus dievaluasi melalui inspeksi penerbangan untuk mencapai keselamatan dan operasional yang sesuai. Inspeksi penerbangan pada prosedur ini harus, dijadikan sebagai acuan minimum,untuk evaluasi berikut: a. Keakurasian Waypoint b. Keakurasian Bearing c. Keakurasian jarak d. Kesesuaian dengan paragraph 214.3a; e. Obstacle clearance pada paragraph 214.3e. f. Sistem yang mendukung prosedur pada ketinggian yang diusulkan untuk digunakan. Hal 214-6

149 Prosedur rinci a. Petugas kalibrasi penerbangan harus meninjau dan mengevaluasi setiap segmen dari prosedur untuk disesuaikan dengan keselamatan dan pelaksanaan operasional yang tepat. Apabila diperlukan, petugas kalibrasi penerbangan harus melakukan koordinasi dan memberitahu pada ATC untuk pelayanan khusus yang dibutuhkan sesuai dengan prosedur operasi. Sebelum penerbangan, seorang petugas harus menguji semua peralatan atau sistem pendukung berada ditempat yang tepat dan berfungsi (seperti sistem operasi Rho Theta, data satellite ephemeral dan ketersediaan, dll) (1). Keakurasian waypoint. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa waypoint seperti yang digambarkan pada prosedur diberi label yang tepat dan benar. Sistem Rho Theta harus menggambarkan secara tepat fasilitas dan system pendukung, penggunaan koordinat yang digambarkan dengan cara dihitung dengan suatu peralatan. Toleransi dari peralatan spesifik atau perubahan kesalahan ditujukan pada bagian yang lain sesuai hal tersebut. Prosedur akan memenuhi toleransi yang terdaftar pada bagian ini. (2) Keakurasian bearing dan jarak. Penentuan keakurasian true bearing dan jarak menuju dan antara waypoint melalui perbandingan dari data prosedural yang ditentukan dan tampilan bearing serta jarak dari AFIS, FMS, atau GPS, dll, peralatan yang ditetapkan pada bab ini berlaku untuk inspeksi. Pada inspeksi berkala, data yang dipublikasikan harus dibandingkan dengan nilai yang dirancang dan yang ditampilkan. Dimana apabila ditemukan adanya out of toleransi atau diluar toleransi, maka prosedur akan ditolak dan digantikan dengan prosedur yang disarankan oleh spesialis prosedur. Prosedur berkala yang tidak ada didalam data base harus diperiksa dengan menggunakan prosedur commissioning. (3) Petugas kalibrasi penerbangan harus mengevaluasi semua aspek dari prosedur untuk memastikan kesesuaian dengan praktek operasi yang selamat. Evaluasi harus mencakup kejelasan dan mudah dibaca dari penggambaran dan beban kerja yang dikenakan pada awak pesawat untuk memilih atau program prosedur yang masuk akal dan mudah. Tujuan dan keputusan yang profesional dari awak pesawat yang terlatih saat melakukan inspeksi penerbangan sangat diharapkan. (4) Tanda Runway, Pencahayaan dan komunikasi. Petugas kalibrasi penerbangan harus mengevaluasi keserasian bandara untuk mendukung prosedur. Tanda dari bandara yang tidak memuaskan, tidak standar atau alat bantu pencahayaan yang membingungkan, atau kurangnya komunikasi di fase kritis pada penerbangan dapat dijadikan alasan untuk menolak prosedur. Dalam semua kasus, spesialis prosedur akan dinilai dari kondisi yang ditemukan selama inspeksi penerbangan. Hal 214-7

150 (5) Sistem Dukungan yang Berlaku. Variasi dalam sistem menentukan pendekatan progresif dalam menentukan metode evaluasi. Studi tentang prosedur oleh awak pesawat sebelum melakukan penerbangan biasanya akan menyatakan jenis dari verifikasi sistem yang diperlukan. Dimana NAVAID pada ground base sebagai prosedur pendukung, petugas kalibrasi penerbangan harus memverifikasi status sebelum melakukan penerbangan. Sistem RNAV akan dievaluasi melalui AFIS emulasi dengan pesawat. Di mana emulasi tidak memungkinkan, prosedur akan dilakukan di dalam pesawat terbang yang sudah di sertifikasi oleh petugas kalibrasi penerbangan pesawat dan ketika posisi dimana evaluasi pada paragraph a(3) dapat diselesaikan. b. En Route dan Terminal route segment harus diterbangi pada MEA yang ditentukan yang menggunakan sistem yang berlaku sebagai panduan ke atau dari suatu titik di mana course atau obstacle clearance telah ditetapkan. Dalam kasus SID / DP, prosedur harus dievaluasi untuk NAVAID yang ditentukan atau fix atau point di mana en route obstacle clearance telah ditetapkan. Untuk prosedur tipe STAR, rute harus dievaluasi dimana intercepts rute di mana bagian dari SIAP atau prosedur dimana normal descent dan pendaratan dapat dicapai. Inspeksi berkala untuk en route dan terminal route segment tidak diperlukan. c. Standard Instrument Approach Procedures (SIAP). Semua standard instrument approach procedure yang akan di publikasikan harus dievaluasi di udara. Final approach trapezoid harus dievaluasi per paragrap 214.3e. Final approach segment harus diterbangkan menuju ketinggian 100 ft di bawah minimum descent altitude yang ditentukan. Approach yang menggunakan precision vertical guidance harus dievaluasi pada keputusan yang ditetapkan dan missed approach altitude. Indikasi misalignment atau data yang tidak akurat akan diteruskan ke spesialis prosedur untuk meninjau lebih lanjut sebelum commissioning prosedur. d. Petugas yang berwenang. Pada commissioning, petugas kalibrasi penerbangan memiliki kebijakan untuk menolak prosedur apabila prosedur tersebut tidak memuaskan dari sudut pandang faktor manusia / kemampuan terbang. Perhatian menitikberatkan pada prosedur atau pada pengawas personel sebelum commissioning. Selama urutan pengecekan dari prosedur commisioning, halangan yang baru dan / atau suatu masalah sinyal bisa dijadikan alasan untuk petugas kalibrasi penerbangan menolak perubahan prosedur melalui NOTAM. Mengenai factor manusia / kemampuan terbang selama pemeriksaan berikutnya harus diputuskan dengan prosedur dan / atau personil pengawas sebelum dikeluarkan perubahan ANALISA. Inspeksi penerbangan menentukan bahwa prosedur dapat diterbangi dan aman, Jika prosedur baru tidak memuaskan, petugas kalibrasi penerbangan harus berkoordinasi dengan spesialis prosedur untuk menentukan perubahan yang diperlukan. Ketika prosedur yang ada tidak Hal 214-8

151 memuaskan, segera mengajukan tindakan NOTAM dan memberitahukan spesialis prosedur Standar Cartographic. Mengubah standar kartografi merupakan tanggung jawab Direktorat Navigasi Penerbangan / Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Rekomendasi untuk perubahan standar-standar ini harus dikirim ke Kantor Direktorat navigasi penerbangan, Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan untuk konsolidasi dan meneruskan kepada komite yang sesuai Evaluasi Malam. a. Prosedur penerbangan baru di bandara yang sebelumnya tidak memberikan pelayanan IFR, inspeksi penerbangan malam harus dilakukan untuk menentukan kecukupan sistem pencahayaan bandara sebelum memberikan kewenangan minimum terbang malam. b. Memeriksa sistem cahaya pada malam hari, evaluasi sistem cahaya untuk: (1) Gambaran yang tepat (pola pencahayaan yang benar). (2) Operasi pada cara yang ditentukan (misalnya, fotosel, radio kontrol dan sebagainya). (3) Pola lokal pencahayaan di daerah sekitar bandara tidak mengganggu, membingungkan, atau salah mengidentifikasi lingkungan landasan Human Factors dikaitkan dengan pengoptimalan hubungan antara manusia dan kegiatan mereka dengan aplikasi sistematis dari ilmu-ilmu manusia terintegrasi dalam kerangka sistem permesinan. Dalam konteks inspeksi penerbangan, hal ini adalah pertanyaan apakah prosedur penerbangan secara operasional aman dan dapat diterbangi untuk memenuhi syarat minimal satu-satunya pilot menerbangkan pesawat dengan peralatan dasar IFR dalam kondisi meteorologi instrumen menggunakan standard navigation charting. Kriteria yang digunakan untuk mengembangkan prosedur penerbangan instrumen menunjukkan banyak faktor seperti persyaratan posisi, wilayah udara yang dilindungi, kemampuan sistem dan avionik, dll. Faktor manusia seperti beban kerja di cockpit, kesalahan pilot, dan keterbatasan memori telah dipertimbangkan. Sensorik, persepsi, dan kognitif pembatasan secara historis telah dimasukkan dalam kriteria hanya sampai batas tertentu, misalnya: panjang approach segment, descent rates, sudut belokan, dll. Ini adalah produk dari penilaian subjektif dalam pengembangan prosedur dan standar kartografi. Ini adalah kewajiban petugas kalibrasi penerbangan untuk menerapkan prinsip-prinsip faktor-faktor manusia ketika sertifikasi asli atau diubah prosedur. Faktor-faktor berikut harus dievaluasi: a. Kompleksitas. Prosedur perlu sesederhana mungkin. Ini tidak boleh memaksakan beban kerja yang berlebihan pada satu-satunya pilot yang terbang dengan pesawat dengan peralatan minimal. b. Interpretability (1) Final approach course perlu secara jelas diidentifikasi, dengan panduan utama sistem atau NAVAID jelas; Hal 214-9

152 (2) Prosedur perlu dengan jelas menunjukkan landasan yang digunakan untuk melayani approach dan menunjukkan landasan pacu yang digunakan untuk pergerakan circling; (3) Wilayah yang tidak digunakan untuk pergerakan harus ditetapkan secara jelas; c. Pertimbangan Human Memory. Pilot harus mampu mengutip informasi dengan cepat dan akurat selama instrument approach. Banyak tugas menyulitkan proses memori dan cenderung menghasilkan prioritas selama fase menegangkan saat terbang. Pengurangan beban kerja dapat dicapai melalui metode chart layout yang mendorong pilot untuk secara berkala mengacu pada prosedur yang digambarkan daripada mencoba untuk menghafal pergerakan yang kompleks TOLERANSI Prosedur harus aman, praktis, dan mudah diinterpretasikan dengan sedikit tambahan beban kerja kokpit. Fasilitas / sistem pendukung harus memenuhi toleransi bagian yang sesuai dari manual ini dan tidak berkontribusi pada kebingungan operasional PENYESUAIAN/PENGESETAN Lihat bagian 106.paragraph 106,45. Hal

153 BAGIAN 215. SURVEILANCE RADAR DAN AIR TRAFFIC CONTROL RADAR BEACON SYSTEM (ATCRBS) PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan prosedur untuk inspeksi penerbangan surveillance radar dan air traffic control radar beacon system (ATCRBS), mengacu pada radar sekunder. Prosedur untuk inspeksi penerbangan radar berbeda dari prosedur untuk NAVAID bahwa sebagian besar pengumpulan data dan analisa dilakukan di darat. Peran Petugas kalibrasi penerbangan yang utama adalah memastikan target yang dikenal pada daerah yang dipilih. Teknik digital saat ini memungkinkan evaluasi dari kebanyakan parameter radar dengan menggunakan data statistik pergerakan pesawat sehari-hari yang menggunakan pelayanan radar. Persyaratan-persyaratan tertentu harus diselesaikan dengan menggunakan pesawat inspeksi penerbangan. Teknisi radar akan menggunakan kesempatan ini, untuk menganalisa data radar dengan menggunakan radar data analysis software (RDAS), dan peralatan yang lain sebagai kelengkapan semua persyaratan yang ditetapkan. Teknisi akan mengevaluasi dan mendokumentasikan semua parameter yang ditunjukkann, kecuali yang secara khusus dievaluasi oleh petugas kalibrasi penerbangan. Pihak yang berwenang akan mempersiapkan rencana inspeksi untuk semua inspeksi commissioning, serta semua pemeriksaan khusus termasuk koordinasi untuk pekerjaan yang akan dilakukan. Penggunaan fasilitas bersama (data radar yang digunakan oleh kedua pihak Ditjen Hubud dan Dephan) rencana inspeksi memerlukan koordinasi antara Ditjen Hubud dan Dephan. a. Surveillance (Primer) Radar. Radar primer tergantung pada pantulan energi radio untuk memberikan target video pada tampilan controller. Kekuatan pantualan sinyal tersebut tergantung dari kondisi atmosfir, jarak target, permukaan pantulan dari pesawat dan fenomena yag lain. b. ATCRBS (Sekunder) Radar. Radar sekunder mengatasi beberapa masalah dasar radar primer. Radar sekunder bergantung pada elektronik balasan dari sistem transponder di pesawat, yang dihasilkan sebagai hasil dari interogasi dari ground sistem. Balasan transponder dapat digunakan untuk meningkatkan identifikasi sasaran (diberikan beacon code) dan untuk informasi ketinggian pesawat dari Mode-C yang dilengkapi transponder. ATCRBS melengkapi kekurangan yang terdapat dari pancaran radar primer. Pancaran ATCRBS adalah fungsi dari banyak faktor, termasuk penentuan pola antena. ATCRBS biasanya diperiksa bersamaan dengan sistem radar primer. c. Minimum Safe Altitude Warning System (MSAW). MSAW adalah sebuah fungsi perangkat lunak otomatis yang berada di Terminal Radar System (Automated Radar Terminal System / ARTS) yang dirancang untuk menghasilkan peringatan ketika pesawat yang dilengkapi Mode-C diperkirakan berada di ketinggian yang tidak aman. MSAW memonitor jarak pesawat terhadap terrain dan halangan (obstacle) dan akan menghasilkan peringatan, baik suara dan gambar, pada layar pemandu lalu lintas udara. MSAW terdiri dari dua komponen pendeteksi, yaitu: general terrain map (GTM) dan approach path monitor (APM). (1) General Terrain Map (GTM). GTM berada dalam radius 55 nm tergabung dengan ASR dan terdiri dari bin yang berada dalam ruang lingkup 2 nm persegi. Masing-masing bin berisi tentang peringatan ketinggian yang ditentukan oleh terrain atau halangan (obstacle) tertinggi yang mempengaruhi bin ditambah 500 ft. Ketika sebuah pesawat berada di Hal 215-1

154 bawah, atau diperkirakan berada di bawah, atau diproyeksikan untuk berada di bawah ketinggian bin, peringatan akan muncul. (2) Approach Path Monitor (APM). APM biasanya mempunyai lebar 1 nm, salah satu sisi pada final approach course atau runway heading. APM dimulai pada sekitar 5 nm (atau final approach fix) dari approach end of runway. Batas akhir APM kira-kira 1 nm dari approach end of runway. Nilai ketinggian ditentukan sebagai obstruction untuk setiap APM di awal dan di akhir APM. Kedua nilai tersebut menyediakan MSAW protection selama pesawat turun di sepanjang jalur approach menuju runway. Runway paralel menggunakan APM yang sama. Untuk prosedur berputar standart (circling only) yang sesuai dengan SIAP, APM dimulai pada 5 nm (atau final approach fix) dari permukaan pendaratan terdekat dan berakhir 1-2 nm dari permukaan pendaratan terdekat PERSYARATAN SEBELUM TERBANG Untuk mempersiapkan operasional penerbangan inspeksi radar, harus dikoordinasikan antara pihak otoritas Bandara, Ditjen Hubud, dan Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan sebagai otoritas inspeksi penerbangan. Rencana inspeksi diperlukan untuk semua inspeksi commissioning dan untuk inspeksi khusus yang memerlukan koordinasi diluar pekerjaan yang akan difokuskan (inspeksi radar) Teknisi Orang yang diangkat untuk merencanakan dan mempersiapkan inspeksi penerbangan harus dibantu oleh perwakilan dari pihak-pihak terkait. Dalam tambahan pada prosedur yang ditetapkan dalam bagian 106, Teknisi harus memastikan item-item yang ada dalam rencana inspeksi: a. Tujuan dari Inspeksi. Tujuan-tujuan ini akan menentukan siapa yang harus membantu dan memberikan masukan untuk rancangan rencana, metode yang digunakan untuk melakukan berbagai pemeriksaan, dan apa yang akan dilakukan Teknisi dan petugas kalibrasi penerbangan. b. Menyiapkan daftar kebutuhan Operasional. Persyaratan ini harus menjelaskan secara rinci semua rute, fix, pola holding (holding pattern), dan prosedur approach serta keberangkatan (departure). Rincian ini harus mencakup ketinggian tertentu, jarak, dan informasi terkait lainnya. Daftar rute, fix, dll, dapat dibagi antara evaluasi dengan menggunakan target dan persyaratan pesawat inspeksi penerbangan. Sebuah pesawat inspeksi penerbangan biasanya akan digunakan di daerah-daerah dengan aktivitas lalu lintas rendah, dimana criteria penempatan meramalkan sedikit atau diluar cakupan (coverage), atau di mana akurasi peta harus ditentukan (map accuracy). Tahap Inspeksi penerbangan dari suatu rencana dapat dibagi lagi menjadi cek yang membutuhkan pesawat dengan transponder yang terkalibrasi dan dapat diselesaikan dengan menggunakan pesawat kecil yang dilengkapi dengan transponder yang telah disetujui. c. Penjelasan Sumber Yang Dibutuhkan. Daftar ini harus mencakup personel, pesawat, alat-alat dan peralatan khusus, peralatan kalibrasi, computer time dan software, chart, grafik, peta, dan lain-lain. Rencana inspeksi harus juga mencakup semua data yang diperlukan untuk mempersiapkan, melaksanakan, dan mendokumentasikan inspeksi. Hal 215-2

155 d. Jadwal Penerbangan. Merekomendasikan, jika diperlukan, periode waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi jangkauan (coverage). Waktu pelaksanaan penerbangan biasanya akan didiskusikan antara kebutuhan operasional dan teknisi. Diskusi ini diperlukan karena lalulintas udara akan memprioritaskan pelaksanaan inspeksi penerbangan pada saat lalu lintas udara rendah, biarpun teknisi AF dapat memerlukan waktu inspeksi pada saat lalulintas udara padat. e. Kinerja Peralatan Radar. Pastikan peralatan radar sudah disesuaikan pada spesifikasi operasional peralatan sebelum melakukan inspeksi penrbangan. Inspeksi gabungan diperlukan untuk mengukur dan mengoptimalkan parameter peralatan gabungan (Joint Survelance Site). f. Partisipasi Personil. Memastikan keikutsertaan teknisi dan bagian operasional (termasuk militer) yang berpengalaman dan memahami tujuan inspeksi dan persyaratan dalam manual ini. g. Rencana inspeksi Pastikan rencana inspeksi termasuk urutan kerja selama inspeksi penerbangan guna meminimalkan jam terbang dan ketidaknyamanan operasional lalu lintas penerbangan yang lain. Urutan langkah-langkah tersebut harus digunakan sebagai langkah-langkah yang terjadwal dari setiap aktifitas selama inspeksi. h. Rencana Akhir. Pastikan bahwa rencana akhir ditinjau dan ditandatangani oleh wakil-wakil dari AT, pihak yang berwenang, dan pihak militer apabila diperlukan. i. Data Inspeksi Gabungan. Mengkonsolidasikan dan mengevaluasi semua data yang diperoleh saat inspeksi dengan menggunakan target dan petugas kalibrasi penerbangan memberikan saran saat pemeriksaan tambahan yang membutuhkan penggunaan pesawat inspeksi penerbangan. j. Nilai dari interrogator Calibration. Memberikan nilai kekuatan (power) sinyal interogator (dalam watt pada antena) untuk dimasukkan dalam laporan inspeksi penerbangan Personil Penerbangan Persiapan inspeksi penerbangan sesuai dengan bagian 106. Sebagai tambahan: a. Koordinator Inspeksi Penerbangan. Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan harus memilih koordinator yang sesuai dengan persyaratan untuk setiap melakukan inspeksi commissioning radar dan inspeksi special sesuai dengan paragraph b. Rencana inspeksi. Salinan rencana inspeksi dan pengarahan mengenai persyaratan operasional yang dibutuhkan, kinerja peralatan yang diharapkan, dan evaluasi kinerja yang diperoleh dengan menggunakan target harus diberikan kepada petugas kalibrasi Hal 215-3

156 penerbangan. Informasi ini akan digunakan untuk menentukan tingkat inspeksi penerbangan. c. Daftar Periksa (Checklist) Persyaratan. Membantu Teknisi dalam menentukan poin-poin pengecekan yang sudah dilengkapi. Peran petugas kalibrasi penerbangan akan sangat bervariasi tergantung pada jenis, kecanggihan, tujuan penggunaannya, dan lokasi fasilitas radar. Misalnya, radar en-route milik Ditjen Hubud hanya membutuhkan petugas kalibrasi penerbangan untuk menyelesaikan pengecekan cakupan vertical saja (vertical coverage), sedangkan terminal radar mobile memerlukan pesawat khusus untuk menyelesaikan semua persyaratan yang ditentukan dalam checklist. d. Persyaratan pesawat. Pesawat inspeksi Penerbangan yang digunakan untuk pengecekan ATCRBS dan pengecekan radar primer dilengkapi dengan transponder yang telah dikalibrasi sesuai dengan standar pemeliharaan avionik yang berlaku. Daya output transponder dan kepekaannya dapat dipilih oleh pilot seperti tabel berikut Sistem Peringatan Batas Ketinggian minimum yang aman (Minimum Safe Altitude Warning / MSAW). Inspeksi MSAW adalah pengujian perangkat lunak ARTS. Tidak ada toleransi inspeksi. Pesawat inspeksi akan terbang sesuai prosedur sebagaimana dimaksud dalam ayat 215,33. Data spesifik tersedia melalui Web Site MSAW. Data ini akan mendaftar semua Approach Path Monitors (APM) yang ada di dalam cakupan area ASR terkait. Pengecekan Peta kondisi alam secara umum (General Terrain Map / GTM) akan diselesaikan selama interval periodik. Pesawat Inspeksi dijadikan sebagai target khusus untuk tanda munculnya sinyal peringatan. Lalu Lintas Udara / ASOS menentukan status akhir dari MSAW. Hasil yang dilaporkan akan berdasarkan pada hasil pengamatan kontroler bahwa MSAW berfungsi atau tidak. Laporan inspeksi penerbangan tentang MSAW tidak diperlukan. Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan harus melaporkan semua kegagalan kinerja MSAW kepada pihak yang berwenang atas hal tersebut. a. Koordinasi pra penerbangan. Petugas kalibrasi penerbangan harus memastikan hal-hal sebagai berikut: 1) Jika dapat mengakses, dapatkan data spesifik yang diperlukan untuk pengecekan dari situs MSAW. Jika akses internet tidak Hal 215-4

157 tersedia, data ini dapat tersedia dari Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan. 2) Koordinasi dengan perwakilan petugas lalu lintas udara yang telah dicapai sebelum awal inspeksi. 3) Ketinggian yang akan dipakai untuk pengecekan MSAW sudah dipastikan dan dipahami. 4) Lakukan inspeksi MSAW pada siang hari dengan metode VFR. b. MSAW adalah fungsi perangkat lunak pada ARTS. Hasil MSAW tidak mempengaruhi status ASR terkait PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN a. Umum. Inspeksi Radar dapat bervariasi dari satu persyaratan (inspeksi khusus) seperti jangkauan radar di atas fix lalu lintas udara baru untuk melengkapi pengecekan enroute pada inspeksi commissioning radar yang ada pada ARTCC. Jumlah personel, koordinasi, persiapan, dan pelaporan yang diperlukan untuk inspeksi sangat bervariasi. Inspeksi biasanya terdiri dari tiga bagian yang berbeda; perencanaan, rekayasa (engineering), dan dokumentasi. Hasil tahap perencanaan terdapat dalam rencana inspeksi penerbangan. Tahapan rekayasa (engineering) atau peralatan yang diperlukan termasuk tes untuk memastikan kinerja sistem radar untuk merancang spesifikasi peralatan. Walaupun tahap ini adalah tahap primer dari fungsi peralatan engineering (Airway Facilities / AF), beberapa tes memerlukan pesawat inspeksi. Apabila beberapa prosedur yang disetujui didaftar, perwakilan teknisi dapat memilih prosedur yang akan digunakan. Tes yang diperlukan selama tahap rekayasa (engineering) mengacu pada paragraf 215,32, Dokumentasi atau bagian inspeksi menentukan apakah persyaratan dari lalulintas udara (Air Traffic / AT) terpenuhi dan menetapkan garis batas dari cakupan radar. persyaratan lalulintas udara (Air Traffic / AT) yang masuk didalam laporan fasilitas yang baku dan rencana inspeksi. Prosedur Rinci inspeksi dijelaskan pada paragraph 215,32. b. Inspeksi Komissioning. Tujuan dari inspeksi commissioning adalah untuk mengevaluasi kinerja sistem dan menentukan cakupan, dan memberikan garis batas untuk mendeteksi merosotnya kinerja peralatan. Data yang diperoleh selama pemeriksaan ini akan digunakan untuk perbandingan sehari-hari dari kinerja fasilitas, serta inspeksi di masa mendatang. commissioning adalah inspeksi yang paling rinci dan memerlukan rencana rinci dan laporan. c. Inspeksi periodik. ASR baik yang berfungsi sebagai pengawasan pendekatan (surveillance approach) atau MSAW memerlukan inspeksi berkala. d. Inspeksi khusus. Inspeksi khusus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan sangat terbatas cakupannya. Inspeksi yang terbatas boleh tidak membutuhkan suatu rencana formal tertulis, dan hanya laporan inspeksi singkat. Jika peralatan dirubah atau dimodifikasi sehingga mengubah pola cakupan (coverage), dokumen perubahan tersebut disertakan dalam laporan inspeksi. Pola cakupan baru dijadikan sebagai dasar untuk perbandingan Hal 215-5

158 selama inspeksi berikutnya. Koordinasi dengan pihak militer yang berwenang sangat penting pada penggunaan bersama. Inspeksi khusus meliputi: (1) Bantuan Teknisi Dukungan teknik dilakukan untuk membantu teknisi dan petugas lalulintas udara (Air Traffic Controller / ATC) untuk menentukan apakah peralatan radar sudah memenuhi persyaratan operasional. Data ini dapat digunakan untuk keperluan commissioning, peralatan yang belum termodifikasi yang dibuat sebelum inspeksi commissioning. Persyaratan untuk pemeriksaan khusus akan ditentukan oleh teknisi dan tidak perlu format khusus. (2) Perbahan Antenna. Pada paragraph 215,31, checklist, mengidentifikasi persyaratan untuk instalasi antena baru yang sama atau berbeda jenis. Jika ada pertanyaan mengenai karakteristik atau jenis antena yang dipasang, teknisi yang bertanggung jawab akan menentukan perubahan antena sesuai dengan checklist yang berlaku. Perubahan rotari antenna atau sendi antenna (rotary or pedestal) tidak memerlukan Inspeksi penerbangan, melainkan hanya memerlukan pengukuran pada lokasi dari posisi reflektor, pengaturan feedhorn, dan kemiringan antena dari penggantian alas (pedestal), harus memuaskan. Lihat d Ayat (4) dan (5) untuk prosedur perubahan antena. (3) Modifikasi Mayor (selain perubahan antena). Rencana inspeksi, pelaksanaannya dan laporannya, perlu dibatasi pada parameter yang diperlukan untuk mengkonfirmasi kinerja fasilitas. Teknisi harus menentukan tingkat pemeriksaan khusus selama persiapan dan koordinasi dari rencana. Tergantung pada sejauh mana modifikasi, inspeksi dengan menggunakan RDAS (Radar Data Analysis Software) dan target dapat memenuhi persyaratan inspeksi. (4) Near-Midair-Collision Inspections. Inspeksi ini dilaksanakan atas permintaan manager AT dari fasilitas yang bersangkutan. Inspeksi tersebut menentukan cakupan radar pada daerah kejadian (incident) itu terjadi. Inspeksi penerbangan tersebut harus dilaksanakan sesegera mungkin dengan mengikuti the near-midair-collision, tiruan pergerakan, ketinggian, dan arah dari penerbangan pesawat yang mengalami kejadian (incident). Radar tersebut harus dioperasikan pada konfigurasi yang sama, pada saat praktek, seperti saat terjadi kejadian (incident). Laporan inspeksi penerbangan near-midair harus diserahkan dengan cara yang sama seperti laporan setelah terjadi kecelakaan (lihat urutan , Petunjuk Pelaporan Inspeksi Penerbangan) Checklist Pemeriksaan mengenai diperlukannya pesawat inspeksi diidentifikasi di dalam checklist dan pada prosedur rinci. Prosedur yang dijelaskan di sini tidak perlu dilaksanakan secara lengkap apabila saat inspeksi khusus didapat hasil yang memuaskan dengan satu atau lebih individual tes. Bagian checklist yang diidentifikasi dengan "" harus dilaksanakan. Teknisi harus mengevaluasi data yang diperoleh dengan menggunakan target (pesawat inspeksi) untuk menentukan apakah evaluasi lebih lanjut oleh pesawat inspeksi diperlukan. Petugas kalibrasi penerbangan harus berkonsultasi dengan teknisi radar sebelum berangkat ke daerah untuk memastikan bahwa semua persyaratan telah dilengkapi. Bagian checklist berikut harus dilengkapi di setiap inspeksi comissioning radar primer atau sekunder. Hal 215-6

159 PROSEDUR RINCI a. Umum. Teknisi harus menggunakan display yang digunakan untuk operasional untuk menilai target dan informasi panduan. Teknisi harus mengkonfigurasi radar dengan konfigurasi terendah. Data dari display operasional, otomatisasi diagnostik dan analisa program akan menentukan apakah sistem mendukung persyaratan operasional. Bila menggunakan target (pesawat inspeksi), beberapa target (multiple target) diperlukan untuk memastikan akurasi. Verifikasi akurasi yang dipertanyakan dengan pesawat inspeksi. b. Evaluasi ATCRBS dan radar primer harus dievaluasi secara simultan dalam seluruh inspeksi bila memungkinkan. Jika balasan (reply) dari target ATCRBS mengaburkan sasaran pada radar primer, yang ditampilkan pada display ATCRBS harus diatur sedikit untuk memungkinkan evaluasi pada kedua target yaitu target ATCRBS dan target radar primer. c. Urutan Inspeksi. Teknisi harus memastikan fasilitas radar beroperasi sesuai dengan spesifikasi desain sebelum inspeksi dimulai. Inspeksi harus dimulai Hal 215-7

160 dengan orientasi, kemiringan (tilt), dan daya pengaturan awal ATCRBS. Selama instalasi, antena biasanya diatur ke kemiringan yang direkomendasikan dalam laporan penentuan lokasi dan azimut diatur ke referensi yang sudah ditentukan. Pengaturan ini harus memberikan akurasi yang memadai untuk tes awal. Daya awal ATCRBS dapat ditetapkan ke salah satu nilai teoritis atau pengaturan yang akan menginterogasi pesawat pada jangkauan maksimum dari radar. Setelah menyempurnakan pengaturan awal ini dan yakin, Teknisi harus menggunakan target (pesawat inspeksi) untuk memastikan bahwa cakupan (coverage) radar primer dan sekunder setidaknya sama baiknya dengan yang diperlukan dalam pengujian kualitas secara keseluruhan. Inspeksi yang dapat diselesaikan tanpa menggunakan pesawat inspeksi harus dilakukan sebelum kedatangan pesawat inspeksi. Pada penggunaan peralatan bersama, urutan inspeksi dapat berbeda, dalam rangka untuk memenuhi persyaratan dari semua instansi terkait. CATATAN: Perubahan parameter yang terjadi selama evaluasi inspeksi penerbangan dapat memerlukan pengulangan inspeksi dari hasil sebelumnya ORIENTASI a. Tujuan. Untuk memverifikasi azimut radar sesuai dengan posisi azimut yang diketahui dan dapat dilakukan dengan inspeksi penerbangan atau ground cek. b. Prosedur Disetujui (1) Terbang pada salah satu radial menuju (inbound) atau menjauhi (outbound) di atas chekpoint yang terdefinisi dengan baik atau posisi pesawat yang menggunakan AFIS. Ketinggian dan jarak dari chekpoint harus teridentifikasi dengan baik di dalam batas-batas jangkauan radar. (2) Pantulan permanen radar (Permanent Echo / PE), pemeliharaan beacon, atau reflektor MTI pada lokasi yang diketahui dapat digunakan untuk menentukan alignment azimuth radar sebagai pengganti pesawat inspeksi c. Evaluasi. Bandingkan azimuth yang diamati oleh controller dengan azimuth magnetis dari chekpoint yang diketahui Verifikasi Kemiringan (Tilt Verification) a. Tujuan. Untuk memverifikasi pengaturan tilt antena radar primer dan sekunder yang optimal dan kemiringan antena mekanis indikator akurat.. b. Prosedur yang Disetujui. Teknisi harus mengarahkan pesawat melalui daerah di darat dengan kondisi kesibukan yang paling padat (heaviest ground clutter) dalam wilayah operasional sehingga sudut yang telah ditetapkan dapat dievaluasi dan penyesuaian dapat dilaksanakan jika diperlukan. Jika cakupan radar dapat diterima dan jangkauan radar memuaskan, bagian-bagian dari inspeksi dapat diselesaikan. Jika parameter tidak dapat diterima, maka akan diperlukan untuk mengatur kembali sudut kemiringan antena. Dalam hal ini, inspeksi kembali Hal 215-8

161 dilaksanakan dengan menggunakan prosedur sebelumnya dengan menggunakan sudut kemiringan antena baru. c. Evaluasi. Proses pemilihan kemiringan antenna mempertimbangkan interaksi berbagai parameter radar dan kinerja akhir dari sistem radar. Sudut kemiringan yang optimal adalah kompromi antara cakupan (dengan / tanpa MTI) diatas clutter dan cakupan jangkauan Radar Primer Optimasi a. Tujuan. Untuk membantu memaksimalkan potensi radar. Penyesuaian di STC, pendapatan beam, kepekaan penerima, lebar pulsa, dll, dapat meningkatkan kinerja radar. b. Prosedur Disetujui. Teknisi akan menyediakan profil rinci penerbangan. c. Evaluasi. Teknisi akan mengamati target pada display dan menyesuaikan layar radar jika diperlukan. d. Cakupan vertikal (1) Tujuan. Untuk menentukan dan mendokumentasikan cakupan dalam bidang vertikal pada pola antena radar primer dan ATCRBS. Mengevaluasi batasan dalam dan batasan luar pada radar primer dan sekunder. (2) Cakupan Vertikal Azimuth. Pilih sebuah azimuth dari antena radar atau bertepatan dengan radial VOR / TACAN dari antena radar yang bebas dari kekacauan (clutter), lalu lintas padat, kawasan padat penduduk, dan gangguan yang diciptakan oleh halangan line-of-site. Melakukan inspeksi commissioning dan semua pemeriksaan mengenai kinerja fasilitas, pada azimuth yang sama untuk tujuan perbandingan. Untuk pemeriksaan pada ketinggian di atas batas layanan pesawat inspeksi, Airway Fasilitas / Air Traffic memiliki pilihan untuk menggunakan analisa target / RDAS.. (3) Konfigurasi: Teknisi harus menentukan konfigurasi radar pada seting terendah. Konfigurasi yang disarankan adalah sebagai berikut: (4) Prosedur yang Disetujui. Peluang target yang dapat digunakan untuk memeriksa cakupan vertikal, menyediakan target yang dihadirkan Hal 215-9

162 untuk memverifikasi kapasitas cakupan. Bila menggunakan peluang target, beberapa target kembali diperlukan untuk memastikan akurasi dari radar. Memverifikasi akurasi yang diragukan dengan pesawat inspeksi. Ketika menggunakan pesawat inspeksi, tentukan batasan jangkauan luar dengan mengevaluasi ekor dari target (pesawat) dan cakupan batasan dalam (inner) dengan target hidung pesawat (nose). Ketika permintaan khusus dibuat Teknisi, untuk mengevaluasi batasan luar dengan menggunakan hidung pesawat, jelaskan hasil pada laporan perbedaan hasil antara penggunaan hidung dan ekor pesawat pada laporan inspeksi. Permukaan reflektif pesawat dan karakteristik radiasi antena transponder bervariasi antara penerbangan inbound dan outbound; karena itu, cakupan yang diharapkan dapat berbeda. Petugas kalibrasi penerbangan harus memperoleh liputan vertikal diperlukan azimut dan ketinggian maksimum teknisi. Gunakan cekpoin peta, radial NAVAID, AFIS, atau vektor radar untuk tetap berada pada cakupan azimut vertikal. Terbang semua pola ketinggian di atas antena radar.. (a) Profil Commissioning Cakupan Vertikal, ASR / ATCRBS. Berdasar cheklist pada paragraf 14,13 dan ke Gambar 14-1 dan lanjutkan sebagai berikut: 1 Tentukan batasan bagian dalam pada ft, Lalu terbang keluar pada ft sampai batas bagian luar. 2 Naik ke ketinggian ft sampai batas luar. Kemudian lanjutkan inbound di ft sampai batas dalam. 3 Naik ke ketinggian ft sampai tercapai batas luar. 4 Naik ke ketinggian ft sampai tercapai batas luar. 5 Ulangi inspeksi pada batas luar di ketinggian ft (atau lebih rendah jika perlu) untuk mengevaluasi fungsi bantu radar seperti polarisasi linier, pin dioda, integrator, dll, di radar primer dan GTC / STC di radar sekunder. Hal

163 Polarisasi linear biasanya digunakan untuk meningkatkan jarak, jadi inspeksi ini perlu dilakukan pada ketinggian di mana perubahan dapat diamati. Sebagian besar fungsi tambahan menghasilkan penurunan sensitivitas dari penerima, sehingga mengurangi jarak yang dapat digunakan. Lakukan inspeksi tersebut dengan membentuk batas luar dengan fungsi pada posisi aktif, dan kemudian pada posisi tidak aktif, dan mencatat perbedaan pada jarak yang bisa digunakan (usable distance). 6 Kembalikan posisi peralatan pada kondisi semula, dan lanjutkan terbang inbound pada ketinggian ft sampai batas dalam. 7 Naik ke ketinggian ft sampai batas luar. 8 Naik ke ketinggian ft sampai batas luar. Kemudian lanjutkan inbound di ft sampai batas dalam. 9 Jika ketinggian maksimum diperlukan lebih tinggi dari ft, periksa batas luar pada ketinggian yang diperlukan dengan penambahan ft hingga ketinggian maksimum yang diperlukan; misalnya, jika ft, inspeksi batas luar pada dan ft, kemudian lanjutkan inbound pada ketinggian maksimum yang diperlukan untuk menetapkan batas dalam. Jika performansi radar yang baik tidak dapat dipertahankan saat menjalankan inbound ini, lakukan penerbangan tambahan melalui pola cakupan vertikal untuk mendapatkan ketinggian maksimum yang dapat digunakan. 10 Inspeksi batas dalam pada ketinggian yang digunakan untuk menetapkan batasan luar langkah-langkah menuju ke tingkat ketinggian ft. CAT ATAN: Jika ketinggian maksimum yang diperlukan adalah kaki atau lebih rendah, tidak memeriksa cakupan vertikal di atas ketinggian ini kecuali jika diminta. (b) Profil Commissioning Cakupan Vertikal, ARSR / ATCRBS Hal

164 1 Menyelesaikan langkah (1) sampai (8) dari persyaratan commissioning ASR sesuai dengan paragraf 14.14g (4) (a). 2 Naik ke ketinggian ft dan sampai batasan luar. Kemudian inbound pada ketinggian ft sampai batas dalam dicapai. 3 Naik ke ketinggian ft sampai batas luar di capai. 4 Ulangi inspeksi sampai batas luar seperti yang diperlukan untuk melakukan fungsi tes auxiliary. 5 Lanjutkan inbound pada ketinggian ft sampai batas dalam dicapai. 6 Jika kebutuhan operasional atau teknis lebih tinggi dari ft, atau pada ketinggian ft konflik dengan lalu lintas udara, naik ke ketinggian yang telah disepakati bersama untuk menetapkan batas dalam dan batas luar. (c) Inspeksi Commissioning - Display Militer BRITE / DBRITE. Inspeksi ASR yang memiliki fungsi tunggal menyediakan sumber video untuk display BRITE / DBRITE untuk persyaratan operasional atau ft / 10 mil, yang mana yang lebih besar. 1 Tentukan batasan dalam dan batasan luar di setiap tingkat ft hingga ft atau ketinggian operasional. 2 Tidak ada perbandingan konfigurasi fungsi cek auxilliary peralatan yang diperlukan. 3 Definisi Target akan ditentukan melalui layar BRITE. 4 Tidak Ada ada persyaratan untuk dilakukan inspeksi berkala.. (d) Perubahan Antena Radar Primer. Ketika ASR utama atau antena ARSR dirubah, lakukan inspeksi dengan profil terbang pada jangkauan vertikal seperti yang digambarkan pada Gambar 14-3 atau Setelah menentukan pinggiran luar pada kaki, ulangi pemeriksaan pinggiran luar, seperti yang diperlukan, untuk mengevaluasi fungsi tambahan seperti yang diminta oleh teknisi. Melakukan sisa dari pemeriksaan cakupan di konfigurasi asli. 2 Periksa konfigurasi peralatan tambahan dan pengecekan pada ketinggian yang dibutuhkan oleh teknisi. (e) Perubahan Antenna ATCRBS. Ketika mengganti antena dengan tipe yang sama, semua persyaratan inspeksi dapat diselesaikan dengan menggunakan peluang target. Bila antena diganti dengan jenis yang berbeda, persyaratan yang ada dalam cheklist harus dipenuhi dan dilaksanakan inspeksi dengan menggunakan pesawat inspeksi. 1 Radar Terminal. Profil untuk sebuah perubahan antena radar primer ditunjukkan dalam Gambar Hal

165 2 Radar En Route. Profil untuk sebuah perubahan antena radar primer ditunjukkan dalam Gambar (5) Evaluasi. Teknisi harus mencatat kekuatan target seperti yang jelaskan pada paragraf 14,16 pada setiap scan, posisi pesawat setiap lima nm, dan ketinggian pesawat untuk setiap batasan luar dan batasan dalam dan level run. Teknisi harus mendokumentasikan hasil dari pemeriksaan jangkauan vertikal menggunakan analisa / program diagnostik (RDAS tools), bila tersedia, untuk dimasukkan dalam laporan fasilitas. Hal

166 e. Horizontal Screening (1) Tujuan. Untuk memastikan cakupan yang ditunjukkan pada grafik horizontal screening. Tes ini opsional, tergantung pada persyaratan operasional dan perangkat evaluasi darat yang tersedia. Setelah meninjau hasil pemeriksaan jangkauan vertikal dan data lainnya, teknisi akan menentukan apakah pemeriksaan cakupan horizontal diperlukan. (2) Prosedur yang Disetujui. Terbang orbit pada ketinggian dan jarak yang sesuai pada sudut screening yang paling rendah pada cakupan yang diharapkan. Tidak disarankan melaksanakan orbit kurang dari sepuluh mil. AFIS, DME, atau vektor disediakan oleh controller dapat digunakan menjaga kestabilan orbit. MTI, jika digunakan, harus mencakup target dengan baik pada radius orbit, kecuali jika ground clutter mengaburkan target MTI. Jika MTI adalah terjaga keamanannya pada daerah di luar orbit, radius orbit harus terus-menerus diubah untuk menghindari pembatalan target karena kecepatan blind speed. Sebagai contoh, jarak bervariasi pada orbit 12 nm antara 10 dan 14 nm, terbang langsung dan lurus antara jarak 10 nm dan 14 nm orbit, sehingga rata-rata jaraknya adalah 12 nm. (3) Evaluasi. Teknisi harus mencatat kekuatan target, azimuth dan jarak setiap scan. Mereka harus menentukan apakah cakupan mendukung persyaratan operasional. f. Airway/ Route Coverage (1) Tujuan: Untuk mendokumentasikan cakupan di sepanjang rute dan airway, yang diperlukan oleh AT. Teknisi harus menentukan sejauh mana evaluasi tersebut untuk menentukan cakupan keseluruhan fasilitas radar. Bidang yang dipenuhi clutter, target yang lemah, atau masalah potensial diidentifikasi dalam rencana inspeksi dapat dievaluasi lebih lanjut untuk menentukan cakupan aktual peralatan. Inspeksi ini harus diselesaikan dengan menggunakan peluang target dengan inspeksi commissioning terakhir dilakukan dengan pesawat inspeksi. (2) Prosedur yang Disetujui (a) Teknisi harus mengkonfigurasi radar utama di "polarisasi melingkar" (circular polarization). Ketinggian di mana cakupan radar memadai akan ditentukan oleh ketinggian terbang minimal (tidak lebih rendah dari MOCA) pada garis tengah airway. Terminal rute kedatangan dan rute keberangkatan dan kepentingan daerah-daerah lain yang diidentifikasi dalam rencana inspeksi yang akan dilakukan pada MOCA. Pertahankan course guidance dengan mengacu pada AFIS, chekpoint didarat, sinyal NAVAID, atau vektor radar. Verifikasi cakupan dengan menggunakan polarisasi linier dapat di inspeksi oleh teknisi..(b) Peluang Target. Target dapat terdiri dari satu atau lebih pesawat pada airway tertentu, rute atau radial terminal. Target yang digunakan harus dilengkapi dengan mode C sehingga informasi ketinggian dapat diperoleh. Penilaian dapat dicapai oleh RDAS tools atau secara manual. RDAS dapat digunakan untuk mengevaluasi informasi trek target (beacon code) yang dipilih. Hal

167 (3) Evaluasi. Teknisi harus menentukan apakah cakupan fasilitas memenuhi persyaratan operasional. g. Akurasi Peta (1) Tujuan. Untuk memverifikasi semua airway, rute, fix dan garis tengah runway pada layar peta video. Penggantian lapisan peta, video, peta, atau peta yang dihasilkan secara digital tidak memerlukan inspeksi penerbangan jika teknisi dapat menentukan, dengan menggunakan peluang target, bahwa peta baru akurat. (2) Prosedur yang Disetujui. Petugas kalibrasi penerbangan harus terbang pada ketinggian minimum di mana cakupan radar memuaskan dengan menggunakan panduan NAVAID yang ada, chekpoint di darat, atau AFIS untuk mengidentifikasi airway, rute atau fix. Prosedurnya sama meskipun menggunakan pesawat inspeksi atau peluang target; Teknisi membandingkan laporan posisi relatif pesawat terhadap airway, rute atau fix dengan presentasi peta video. Dengan cara yang mirip, verifikasi garis tengah runway terhadap alignment peta video dengan mengamati pendaratan dan keberangkatan pesawat. (3) Evaluasi. Hitung jarak antara airway, rute, atau fix dan posisi pesawat, dan terapkan toleransi yang sesuai. (4) Radar Overlay. Inspeksi lapisan peta radar digunakan sebagai cadangan untuk peta video tidak perlu dilakukan, memberikan tampilan yang berisi data video yang identik dengan tampilan peta yang telah diinspeksi. Setiap data pada lapisan yang berbeda dari tampilan peta video harus diinspeksi sebelum digunakan. Hal ini berlaku untuk lapisan peta baru atau penggantian lapisan peta. h. Pendekatan surveilance (1) Tujuan. Semua pendekatan ASR harus diinspeksi untuk keakuratan dan cakupan oleh pesawat inspeksi selama inspeksi commissioning dilaksanakan atau setiap prosedur pendekatan baru. Pendekatan ASR (ASR Approach) harus diperiksa secara periodik. Pendekatan surveilans harus dievaluasi dengan menggunakan jenis cakupan radar surveilans. Pendekatan ASR pada layar PAR tidak boleh dilakukan untuk keperluan inspeksi penerbangan. Pendekatan ASR tidak dibenarkan dengan hanya menggunakan ATCRBS, dan tampilan ATCRBS harus diimbangi. (a) Pendekatan ke Runway. Approach course harus bertepatan / selaras dengan perpanjangan garis tengah runway dan harus memenuhi cakupan akurasi dan toleransi. (b) Pendekatan ke Bandara. Approach course harus disesuaikan dengan PETA sebagaimana ditentukan oleh prosedur dan teknisi. Panduan pendekatan akhir Helikopter dapat ditentukan pada PETA tidak lebih jauh dari ft dari bagian tengah daerah pendaratan. (2) Prosedur yang Disetujui. Controller harus memberikan vektor untuk 10 nm pendekatan akhir ASR. Petugas kalibrasi penerbangan harus terbang pada MVA sampai mencapai segmen pendekatan akhir. Sebelum segmen terakhir, bandingkan minimum descent altitude (MDA) yang diterbitkan dengan ketinggian minimum (minimum descent altitude / MDA) Hal

168 yang ditetapkan oleh pengendali lalu lintas udara. Segmen pendekatan akhir harus diterbangi dengan arah terbang yang diperlukan oleh pengendali lalu lintas udara. Turun ke MDA dan verifikasi ketinggian yang direkomendasikan di posisi pendekatan final. Petugas kalibrasi penerbangan harus mengevaluasi prosedur pendekatan, mengevaluasi posisi relatif pesawat terhadap perpanjangan garis tengah runway / bandara, dan menentukan apakah pendaratan dapat dibuat tanpa pergerakan yang lain. (3) Evaluasi. Pendekatan ASR harus memenuhi toleransi inspeksi penerbangan atau dibatalkan melalui tindakan NOTAM yang tepat. Pembatalan suatu pendekatan ASR bukan merupakan pembatasan pada fasilitas radar. Ketika MTI diperlukan untuk suatu pendekatan ASR, informasi harus didokumentasikan pada laporan inspeksi penerbangan. Penggunaan MTI bukan merupakan pembatasan fasilitas, akan tetapi pendekatan ASR yang membutuhkan MTI TIDAK berwenang ketika fitur ini tidak berlaku. i. Identifikasi Fixed Target (1) Tujuan. Untuk mengidentifikasi dengan jelas, broadband target utama yang digunakan untuk pemetiksaan jangkauan dan ketepatan azimuth ketika mereka tidak dapat diidentifikasi dengan cara lain. Pemeriksaan ini dapat dicapai dengan menggunakan target peluang atau pesawat inspeksi penerbangan. (2) Prosedur yang Disetujui. Teknisi akan memilih fitur yang mampu mengidentifikasi dari perbandingan ground clutter return dan peta geografis (pulau, puncak gunung, menara, dll). Mereka harus mengarahkan pilot menuju PE kembali. Jika pilot dapat mengidentifikasi dan menggambarkan target di darat, dan target tersebut adalah fitur permanen, catat PE dalam laporan inspeksi.. (3) Evaluasi. Pilot harus mengidentifikasi dan mencatat uraian mengenai PE untuk dimasukkan dalam laporan inspeksi. j. Side-Lobe Suppression. (1) Tujuan. Untuk mengatur tingkat daya pemancar di elemen antena beacon SLS atau ISLS. Penggunaan dari SLS / ISLS meningkatkan kinerja beacon, mengurangi atau menghilangkan ring-around yang disebabkan oleh side lobe dari pola antena. ISLS juga mengurangi target palsu yang biasanya disebabkan oleh kedekatan, permukaan pantulan vertikal. Pemeriksaan ini dapat dicapai dengan menggunakan target peluang atau pesawat inspeksi penerbangan. (2) Prosedur yang Disetujui. Teknisi harus memilih azimuth untuk diperiksa di daerah di mana masalah side lobe telah terjadi di masa lalu. Terbang Radials ini pada kaki di atas radar site elevation ke batas-batas cakupan (biasanya line-of-sight). Teknisi harus menyesuaikan tingkat daya SLS atau ISLS sementara mengamati cakupan beacon inner-range. Tingkat daya harus disesuaikan untuk minimum ring-around dan target return yang salah. Setelah melakukan penyesuaian akhir, pastikan bahwa cakupan inner range masih memuaskan. (3) Evaluasi. Teknisi harus mengevaluasi kinerja SLS / ISLS. Hal

169 k. Mode dan Kode ATCRBS (1) Tujuan: Untuk memverifikasi decoding yang tepat pulsa balasan ATCRBS. Teknisi harus memastikan bahwa semua mode dan kode diverifikasi oleh prosedur pengujian peralatan sebelum meminta inspeksi penerbangan. Kode 7500, 7600, dan tidak boleh digunakan karena kemungkinan munculnya tanda bahaya pada fasilitas lainnya. (2) Prosedur yang Disetujui. Teknisi harus memantau balasan transponder dari pesawat inspeksi atau target peluang di seluruh pemeriksaan cakupan vertikal, Airway, rute, dan terminal untuk memverifikasi pembacaan ketinggian yang benar. Selama pemeriksaan ini, teknisi harus meminta pesawat inspeksi untuk menggunakan mode atau kode yang berbeda untuk contoh berbagai mode. Ketika target peluang digunakan, pastikan bahwa contoh mengandung semua Interrogate mode dan contoh kode yang cukup banyak untuk memastikan pengkodean balasan beacon yang benar.. (3) Evaluasi. Teknisi harus memastikan bacaan transponder yang ditampilkan sesuai dengan pengaturan transponder pesawat. o. ATCRBS Power Optimization (1) Tujuan: Untuk mengurangi over-interogasi, Over-Suppresion, dan salah sasaran yang disebabkan oleh pantulan. Power optimum dari ATCRBS harus diminimumkan kekuatannya untuk memenuhi persyaratan operasional. (2) Prosedur yang disetujui. Pesawat harus diposisikan untuk terbang membusur (Arc) di sekitar radial cakupan (coverage) vertikal atau yang telah disetujui sebagai referensi radial pada jarak maksimum. Pesawat harus pada ketinggian ft untuk ASR (Airport Surveillance Radar) dan ft untuk ARSR (Air Route Surveillance Radar), atau dekat dengan ketinggian ini sebagai kondisi operasional yang diijinkan. Daya pemancar dari beacon harus disesuaikan dengan nilai minimum yang menghasilkan Reply Beacon yang dapat digunakan atau target. Selama pemeriksaan ini, pastikan bahwa antenna transponder pesawat tidak terhalangi oleh pesawat. Pengaturan daya dari ATCRBS harus dilakukan dengan pesawat inspeksi untuk menaikkan pancaran dari antenna. Cakupan Vertikal seperti yang dilalui oleh pesawat inspeksi atau target harus diperiksa dengan menggunakan tingkat kekuatan yang ditentukan seperti yang ada pada paragraph ini. Beacon harus dikommisioning pada tingkat daya ini, ditambah 1 db. (3) Evaluasi. Tehnisi harus mengamati kinerja ATCRBS selama pengoptimalan daya ATCRBS untuk penggunaan reply Beacon CATATAN: Meskipun pengetesan ini dapat dicapai dalam pemeriksaan cakupan vertikal, setiap perubahan yang dihasilkan dari daya beacon, sebagai hasil dari tes ini, akan membatalkan bagian dari inspeksi sebelumnya. p. ATCRBS GTC/ STC Evaluation (1) Tujuan: Untuk mengevaluasi pengaturan dari ATCRBS GTC (Gain Time Control) / STC (Sensitive Time Control). Hal itu harus disesuaikan sebelum inspeksi penerbangan dan konfirmasi selama melakukan pemeriksaan cakupan vertical dan airway/rute. GTC / STC dapat mengurangi kekuatan penerima interogator, sehingga mengurangi jarak jangkauan dan salah sasaran. Hal

170 (2) Prosedur yang Disetujui (a) Teknisi harus mengamati pesawat inspeksi sebagai target untuk jarak jangkaunya (ring-around), selama melaksanakan pemeriksaan cakupan vertikal dan cakupan airway/rute. Ring-around adalah indikasi dari GTC / STC yang tidak benar dalam pengaturan. (b) Jika target salah dan ring-around terus berlangsung, lakukan pemeriksaan special target scoring yang dilakukan semata-mata untuk pengaturan GTC / STC. Tes ini memerlukan pesawat inspeksi yang dikonfigurasi sesuai dengan daftar periksa dalam paragrap 14,13. Posisi pesawat pada radial cakupan (coverage) vertikal yang disetujui sebagai referensi radial, baik inbound atau outbound, pada ketinggian ft AGL (Above Ground Level) untuk ASR dan pada ketinggian ft AGL untuk ARSR, atau dekat dengan ketinggian ini sebagai kondisi operasional yang memungkinkan. Teknisi harus menguji penerimaan sinyal beacon yang diterima selama keseluruhan radial (dari pinggiran ke pinggir). Pengaturan GTC / STC yang benar ditunjukkan oleh tingkat sinyal cukup konstan di seluruh radial. (c) STC dapat dibentuk selama Ground Check dan dievaluasi dengan target peluang dengan menggunakan perangkat lunak RDAS atau perangkat lunak lainnya. (3) Evaluasi. Teknisi harus mengamati kesalahan minimum dari ATCRB target atau ring-around pada layar. q. Komunikasi. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dari VHF / UHF dalam area cakupan radar. Petugas kalibrasi penerbangan harus memeriksa komunikasi sesuai dengan Bab 8, bersamaan dengan inspeksi radar. r. Standby Equipment. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengevaluasi kinerja dari standby equipment, dan dapat dilakukan selama pengujian pra-inspeksi dengan menggunakan target peluang. Jika peralatan ini tersedia tetapi tidak bekerja, petugas kalibrasi penerbangan harus diberitahukan (lihat Paragrap 4.33b). Beberapa instalasi radar dirancang untuk memenuhi persyaratan yang handal dengan menggunakan unit paralel, bukan sebagai standby pemancar. Lakukan inspeksi penerbangan untuk fasilitas ini yang mana sistemnya beroperasi secara paralel. Pemeriksaan secara terpisah disetiap saluran tidak diperlukan. Beberapa unit radar pengganti diletakkan bertepatan di gedung utama dengan primary radar dan bersama-sama menggunakan waveguide dan antenna yang sama selama pemasangan dan percobaan. Dalam kasus ini, Standby pemancar tidak dapat ditempatkan dalam operasi tanpa fasilitas shutdown. Pengujian Pra-inspeksi sistem ini harus benar-benar menguji semua unit redundant dan standby untuk memastikan semua peralatan tersebut memenuhi atau melampaui toleransi yang telah ditetapkan oleh inspeksi penerbangan. Sebuah antena standby (duplikat) dapat dipasang pada lokasi yang dipilih untuk menyediakan layanan radar yang berkelanjutan, dalam hal terjadi antenna rusak. Persyaratan commissioning untuk antena standby akan dipenuhi dengan menggunakan checklist perubahan antena. s. Standby Power. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengevaluasi kinerja radar saat kondisi standby power (mesin genset) dan harus dilakukan pengujian selama pra-inspeksi. Hasil yang memuaskan ketika peralatan monitor mesin generator mendeteksi kegagalan daya, mulai dari mesin hidup, dan Hal

171 beralih ke tenaga mesin tanpa intervensi manual. Melakukan tes ini dengan mensimulasikan kegagalan daya secara manual kemudian diberikan daya dari luar. t. Minimum Safe Altitude Warning (MSAW). Pastikan identifikasi radar dan pemeriksaan MSAW dilakukan oleh pemandu lalu lintas udara. Melaksanakan semua pemeriksaan dalam Normal / Normal transponder diatur pada kode beacon MSAW. (1) Approach Path Monitor (APM). Antara titik awal 5 nm sebelum AER atau FAF, mana yang pertama, dan APM cut-off point, turun di bawah Jalur pendekatan normal ke wilayah jalur pendekatan monitor. MSAW akan memberikan peringatan pada atau sebelum bertada pada daerah yang dimonitor, tergantung pada tingkat penurunan. Daerah Cut-off point APM antara 1-2 nm sebelum AER. Untuk perputaran hanya pada SIAP, yang APM dimulai pada 5 nm (atau FAF) dari permukaan pendaratan yang terdekat, dan berakhir pada 1-2 nm dari permukaan pendaratan terdekat. (2) Peta lokasi secara Umum (General Terrain Map / GTM). Dalam 55 nm dari ASR, turun dari MVA. Tergantung pada tingkat penurunan, MSAW akan mengingatkan pada atau sebelum ditetapkan ketinggian Bin. Lakukan pemeriksaan GTM setidaknya 10 nm dari bandara yang memiliki APM. Tanyakan pengendali lalu lintas udara untuk memastikan bahwa MSAW diberitahu dengan benar. Semua Tanda kegagalan harus didokumentasikan di Daily Log Penerbangan dan dilaporkan ke Pusat Inspeksi Penerbangan, Operasi, Anotasi dalam Keterangan / Status Prasarana / Perubahan Data pada fasilitas Bandara / Status Blok Pesawat dari DFL pada setiap keterangan kegagalan. Keterangan kegagalan pada APM termasuk Ujung Pendekatanl, APM Ident, Kode MSAW Transponder, Deskripsi ketidaksesuaian, dan waktu UTC. GTM keternagan kegagalan termasuk ASR Ident, Kode MSAW Transponder, Deskripsi dan Lokasi (LAT / LON dan MSL (Ketinggian) dan waktu UTC ANALISA a. Pengujian Tindakan pencegahan. Inspeksi Radar tidak boleh dilakukan pada saat hujan Lebat, Temperatur yang tinggi, atau pengaruh dari kondisi atmosfer yang tidak normal. Apabila suatu sistem parameter tidak memenuhi toleransi dan tidak dapat disesuaikan dalam jangka waktu yang wajar, Hentikan inspeksi penerbangan sampai masalah teratasi. Hal ini tidak menghalangi kelanjutan tes dalam upaya untuk menyelesaikan masalah. b. Evaluasi. Cakupan (coverage) dari Radar yang dipakai tidak berarti target yang digunakan kembali pada setiap scan pada setiap azimut dan pada semua ketinggian. Hilangnya target dapat disebabkan oleh lobing antena, jarak jangkauan, pergerakan pesawat, atau Kemiringan antena. Oleh karena itu, hilangnya suatu target diharapkan tidak terulang kembali. Apabila Hal ini terjadi berulang kali, pastikan apakah ada lubang pada pola radiasinya dan seberapa ukurannya. Apabila ditemukan adanya suatu lubang atau Cakupan dari Radar tesebut rendah, Radar tersebut harus dievaluasi untuk menentukan efek pada Kinerjanya. c. Penyelidikan. Lubang pada Cakupan radar yang diselidiki dengan cara yang mirip dengan VOR atau TACAN. Prosedur berikut dapat digunakan sebagai panduan: Hal

172 (1) Horizontal. Terbang melintasi pada daerah lubang yang dicurigai untuk menentukan batas luar dan dalam. Pergerakan posisi pesawat setiap 10 azimut radar sampai batas lateral ditemukan. (2) Vertikal. Terbang melintasi pada pusat pola sesuai prosedur penyelidikan secara horizontal dimulai pada ketinggian 1000 ft menuju keatas untuk menentukan batas atas dan bawah dari lubang tersebut TOLERANSI (1) 3% melebihi 500 ft pada pesawat untuk jarak antena lebih besar dari kaki (3,28 nm).). (2) 3% melebihi kaki (ATCRBS) pada pesawat untuk jarak antena lebih besar dari kaki (6,57 nm) Hal

173 215.6 DOKUMENTASI. AF kantor regional keprihatinan, atau setara militer, akan mengkompilasi dan melengkapi laporan kinerja dari hasil inspeksi. Hal Ini akan menjadi sebagai laporan terperinci dari semua data cakupan (coverage) yang diperoleh dari data pengujian di Ground, dari pesawat inspeksi, Soft ware RDAS, dan semua informasi laporan inspeksi penerbangan. Laporan yang disampaikan oleh petugas kalibrasi penerbangan harus berisi informasi yang telah dievaluasi. Apabila fasilitas tersebut digunakan juga oleh militer, laporan yang akan dipublikasikan terpisah KLASIFIKASI FASILITAS. Laporan kinerja dari Inspeksi fasilitas harus mencerminkan klasifikasi dari fasilitas yang ditentukan oleh pejabat yang berwenang. Selain itu Laporan inspeksi penerbangan juga ditentukan oleh petugas kalibrasi penerbangan dan Teknisi terkait. Ketidaktepatan di luar toleransi pada jangkauan dan azimut untuk memperbaiki / peta target atau pendekatan surveilans (surveillance approaches) akan menjadi dasar bagi petugas kalibrasi penerbangan untuk membatasi sistem atau meminta hal itu dihapus dari layanan sampai kondisinya kembali normal. Hal

174 BAGIAN 216. PRECISION APPROACH RADAR (PAR) (DISIAPKAN) Hal 216-1

175 BAGIAN 217. INSTRUMENT LANDING SYSTEM (ILS) PENDAHULUAN. Bagian ini memberikan petunjuk dan kriteria kinerja untuk sertifikasi Localizer dan glideslope yang beroperasi pada band VHF dan UHF. Inspeksi Penerbangan dari kedua fasilitas tersebut yang merupakan bagian integral dari Instrument Landing System harus dicapai sesuai dengan petunjuk dan kriteria yang terdapat dalam setiap bagian dari buku pedoman ini atau dokumen lainnya yang sesuai. a. Dua tipe dasar Localizer adalah frekuensi tunggal dan dual frekuensi. Antena Localizers biasanya diletakkan di perpanjangan garis tengah landasan pacu, namun ada beberapa antenna Localizer yang ditempatkan disamping perpanjangan runway (Offset). Jenis peralatan Localizer directional Aid (LDA) dapat diletakan di berbagai posisi di sekitar landasan pacu. b. Fasilitas Tipe lain yang menyediakan panduan azimut adalah Simplified Directional Facility (SDF) yang sederhana. Dua tipe dasar SDF adalah tipe null reference dan tipe phase reference. c. Sistem tiga dasar image ray glide slope adalah null reference, sideband reference dan capture effect. Dua sistem non-image ray lainnya adalah endfire dan waveguide. d. Metode Inspeksi Penerbangan menggunakan automated flight inspection system (AFIS) telah dijelaskan pada bagian yang lain. Apabila terdapat AFIS, metode ini harus digunakan untuk menyempurnakan prosedur yang telah disetujui dalam bagian ini ILS Zones dan Points. Zona ILS dan titik-titik yang disebutkan dalam Pasal 301 dan diilustrasikan pada Gambar Fasilitas ILS digunakan untuk layanan kategori lebih tinggi. Beberapa ILS yang digunakan untuk mendukung pelayanan yang lebih tinggi daripada kategori normal. Sistem ini akan diidentifikasi dalam fasilitas Data Base. Fasilitas tersebut harus dievaluasi mengacu pada standar dan toleransi yang lebih tinggi. Apabila fasilitas tersebut dari awal diperuntukan untuk digunakan pada kategori yang lebih tinggi, tim teknis inspeksi penerbangan harus melakukan penelitian guna untuk mengetahui metode pengecekan yang sesuai untuk fasilitas tersebut PERSYARATAN SEBELUM TERBANG Personil Pemeliharaan Fasilitas. Mempersiapkan inspeksi penerbangan sesuai dengan ketentuan pada paragraf Personil Penerbangan. Mempersiapkan inspeksi penerbangan sesuai dengan ketentuan paragraf pada Equipment Khusus AFIS adalah sistem standar untuk inspeksi penerbangan ILS dan harus digunakan untuk commissioning, inspeksi khusus, dan jenis inspeksi periodik. RTT atau AFIS harus digunakan untuk semua kategori inspeksi atau setelah kecelakaan dan semua jenis inspeksi, kecuali di batasi oleh paragraph ini, standar theodolite dapat digunakan seperti yang ditunjukkan di bawah ini: Hal 217-1

176 a. CAT I / II / III Localizer periodik atau inspeksi khusus. b. CAT I Glide Slope periodik atau inspeksi khusus. c. Cat II / III Glide Slope tidak diperlukan untuk pemeriksaan sudut sebenarnya atau path structure Glideslope Origination Point. Glideslope origination point diperlukan untuk kelengkapan AFIS yang dipasang di pesawat. Untuk image array Glide slope, personil teknik harus melengkapi lintang / bujur dari tiang antena dan ketinggian ratarata dari permukaan laut terhadap glideslope origination point. Untuk Non-image array, personil harus melengkapi lintang, bujur, dan ketinggian rata-rata dari permukaan laut terhadap glideslope origination point Referensi Angular. Dengan mengecualikan kemiringan Initial Approach Way point (IAW) lihat paragraph yang direferensikan localizer defleksi, semua pengukuran sudut offset Glideslope direferensikan ke pancaran localizer centerline pada Glideslope origination point. Hal 217-2

177 Hal 217-3

178 Prosedur Theodolite. Radio Telemetering Theodolite / RTT atau theodolite akan diposisikan sesuai dengan kriteria berikut: a. Glide Slope (GS) Systems Image Array (1) Metode Pertama (a) (b) (c) Melalui data survey teknik atau menggunakan theodolite, menentukan perbedaan ketinggian, ke jarak satu inci terdekat. Antara bidang tanah di dasar antena dan pusat landasan yang berlawanan dengan tiang. Ini dapat dicapai dengan penglihatan dengan theodolite, untuk seorang surveyor's penandaan tiang ditempatkan di tengah-tengah landasan pacu yang berlawanan dengan tiang atau sebaliknya. Jika ujung landasan pacu lebih tinggi dari tanah di antena, perbedaan diperlakukan sebagai nilai minus. Jika perbedaan elevasi yang ditentukan di atas (hanya nilai minus) menyediakan lensa mata dengan ketinggian yang nyaman, theodolite dapat diposisikan pada ketinggian di dasar tiang antena dan langkah-langkah (b) sampai (e) diabaikan. CATATAN: Di mana ketinggian di dasar tiang antena lebih dari 62 inci lebih rendah dari tengah landasan pacu yang berlawanan dengan antena, alternatif prosedur theodolite harus dipertimbangkan posisi. Salah satu alternatif adalah dengan menerapkan langkah-langkah (a) sampai (e) menggunakan posisi gambar untuk dasar antena di sisi yang berlawanan dengan fasilitas. Tempatkan theodolite di dasar tiang antena Glideslope dengan ketinggian lensa mata 62 inci di atas tanah.. Pandangan sepanjang garis antara tiang antena dan threshold landasan pacu dengan lensa mata ditetapkan oleh theodolite operator atau sudut vertikal yang dikehendaki. Hal 217-4

179 (d) (e) Menggunakan penanda tiang, menentukan posisi di tanah sepanjang garis seperti pada langkah (c) yang tepat 124 inci, plus atau minus perbedaan ketinggian yang diperoleh dari langkah (a), Sebagai contoh, jika landasan pacu lebih tinggi, kurangi perbedaan ketinggian dari 124 inci, jika lebih rendah, tambahkan perbedaan ketinggian 124 inci. Menetapkan lensa mata theodolite di ketinggian 62 inci dengan sudut yang ditetapkan oleh theodolite operator atau sudut vertikal yang diinginkan dari glideslope ditetapkan dalam theodolite. (2) Metode Kedua. cara ini berlaku untuk lokasi di mana kemiringan melintang antara antena Glideslope dan ujung landasan pacu tidak teratur, misalnya, alas landasan. Penentuan kemiringan melintang tidak teratur dan penggunaan prosedur ini harus dilakukan oleh personil instalasi teknik. (a) (b) (c) (d) Tempatkan theodolite di dasar tiang antena Glideslope dengan ketinggian lensa mata 62 inci di atas tanah Pandangan sepanjang garis antara tiang antena dan threshold landasan pacu dengan lensa mata ditetapkan oleh theodolite operator atau sudut vertikal yang dikehendaki Dengan menggunakan penanda tiang, menentukan posisi di tanah di mana sudut optik melewati titik 124-inci dari tiang penanda. Menandai posisi tersebut untuk penggunaan berikutnya. Ini adalah posisi yang tepat untuk menempatkan theodolite dengan ketinggian lensa mata 62 inci di atas tanah. Untuk memverifikasi bahwa theodolite sejalan dengan garis optik glideslope, sesuaikan referensi vertikal ke sudut glideslope negatif, putar azimut dan melihat pada titik yang didirikan pada langkah (2) a. Jika titik ini tidak sesuai dengan horizontal cross hair, telah terjadi kesalahan dalam menetapkan posisi theodolite dan prosedur pemasangan harus disempurnakan. b. Glide Slope sistim Waveguide (1) Karena kerumitan penentuan lokasi yang tepat untuk theodolite, personel teknik harus menghitung lokasi ini. (2) Sinyal glideslope dianggap berasal dari titik tengah dari array; karena itu, theodolite akan berorientasi pada pesawat ini (3) Faktor Koreksi. Karena jarak offset theodolite dari tengah landasan pacu dan jarak dari antena array, kesalahan paralaks akan diinduksi (lebar kepekaan yang berbeda khususnya di zona 3). Personil teknik harus menyediakan awak inspeksi penerbangan dengan faktor koreksi yang harus diterapkan pada RTT diferensial jejak. c. Glide Slope sistim Endfire. (1) sinyal glideslope dianggap berasal dari pusat fasa array dan pada ketinggian pesawat ditentukan oleh personil teknik. (2) theodolite harus diposisikan menggunakan data dalam paragraf c (1) dikoreksi untuk ketinggian lensa mata. Hal 217-5

180 d. Localizer. Penggunaan theodolite, AFIS, atau RTT tidak diperlukan untuk setiap pemeriksaan pada localizer garis tengah landasan pacu, tanpa memperhatikan kategori, dapat memberikan kinerja yang memuaskan terbang visual pada garis tengah Posisi theodolite, ketika digunakan selama evaluasi localizer, akan ditempatkan pada sebuah garis tegak lurus terhadap array antena localizer selaras sehingga pemandangan di sepanjang kebalikan dari arah sebenarnya yang dihitung pada suatu titik yang dekat dengan pusat array. e. Pemanduan Pesawat (1) Glide Slope. Titik pemanduan optimal pada inspeksi penerbangan pesawat adalah antena GS. (2) Localizer. Titik pemanduan optimal pada inspeksi penerbangan pesawat adalah antena localizer PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN Daftar Panduan a. Evaluasi lapangan untuk peralatan ILS. Evaluasi lapangan jika dilakukan, yang dibuat sebelum instalasi peralatan permanen. Kebutuhan untuk evaluasi lapangan, dan persyaratan tambahan, harus ditentukan oleh personil teknik berdasarkan kondisi lokasi lapangan yang ada. b. Pemeriksaan secara berkala. Sebuah pemeriksaan berkala tanpa monitor terdiri dari inspeksi Glideslope dan localizer yang sedang memancar di udara, ditambah pemancar pendukung NAVAID's. Jika ditemukan kondisi out-of-toleransi, memeriksa peralatan cadangan, jika tersedia. c. Pemeriksaan secara berkala dengan Monitor. Biasanya dilakukan pada kedua primer dan peralatan cadangan, pemeriksaan monitor pada pemancar yang beroperasi, dan pemeriksaan pada pemancar pendukung NAVAID's yang beroperasi. Fasilitas yang mempunyai dual monitor paralel memerlukan evaluasi monitor pada satu pemancar saja. Menyesuaikan kekuatan pemancar dan pentahapan parameter adalah tindakan pemeliharaan diverifikasi tanpa pengukuran di udara. Fasilitas pengumpulan data referensi dapat meminta penerbangan inspeksi khusus untuk menyertakan monitor memeriksa kedua pemancar. Fasilitas yang memiliki dua monitor individu memerlukan memonitor evaluasi pada setiap pemancar. d. Perubahan frekuensi. Setelah localizer (SDF, LDA) atau frekuensi ILS berubah, dilakukan inspeksi khusus yang memenuhi persyaratan berikut: periodik dengan monitor (Pm), daya RF alarm monitor, dan analisa spektrum. e. Komponen lain berubah. Lihat paragraf 104,5. f. Dasar batasan pada pemeriksaan Commissioning. Sebuah fasilitas dibatasi berdasarkan konfigurasi pemeriksaan normal saja pada inspeksi perdana, misalnya, localizer clearance menjadi sempit dengan pengurangan daya, kondisi dokumen dan konfigurasi pada Sarana Data Sheet. Kondisi yang ditemukan pada konfigurasi ini tidak memerlukan pengesahan kembali pada inspeksi berkala. g. Penghapusan batasan. Pembatasan fasilitas harus dievaluasi pada setiap pemeriksaan dengan tujuan untuk menghilangkan batasan yang tidak Hal 217-6

181 berlaku lagi. Jangan lakukan pemeriksaan konfigurasi melampaui persyaratan untuk jenis pemeriksaan, kecuali batasan penghapusan terjamin. Jika hasil saat ini dan interval inspeksi berkala terakhir menunjukkan potensi pembatasan dihapuskan, Inspeksi Penerbangan memberitahukan pada teknisi setempat. Teknisi setempat harus meninjau setidaknya lima tahun terakhir inspeksi sejarah. Mereka harus menganalisa sejarah dan hasil saat ini untuk tindakan pemeliharaan, kecenderungan, perbedaan sewaktu-waktu, dll, untuk menentukan apakah penghapusan pembatasan sesuai. Pemeriksaan tambahan jika diperlukan, mereka harus menentukan dan jadwal pemeriksaan yang diperlukan harus dilakukan dengan pemeriksaan yang sesuai berikutnya. Bagi mereka yang didasarkan pada pemeriksaaan perdana pembatasan-hanya konfigurasi, jangan menghapus batasan tanpa memeriksa konfigurasi tersebut. h. Penggunaan arah belakang (Back Course Use). Sebuah Back Course localizer digunakan untuk missed approach guidance harus memenuhi persyaratan checklist yang sama dan toleransi sebagai salah satu digunakan untuk pendekatan. i. Area Kritis pemeriksaan ILS. Pemeriksaan ini biasanya diminta untuk menentukan efek perijinan pesawat, kendaraan, atau obyek mobile lainnya untuk transisi melalui ILS daerah kritis. Hasil inspeksi penerbangan ini hanya berlaku untuk kondisi tertentu yang ada pada saat pemeliharaan dan tidak cocok untuk fasilitas penentuan status kinerja atau keandalan. j. Permintaan Pemeriksaan Pemeliharaan. diidentifikasi sebagai "Permintaan Pemeliharaan" di checklist tersendiri diberi tanda untuk mendukung maintenance practice dengan peralatan Ditjen Hubud saat ini. Penerbangan inspeksi dan personil pemeliharaan harus membahas item ini untuk memastikan kecukupan pemeriksaan penerbangan Checklist fasilitas berdasarkan jenis. Persyaratan Inspeksi Penerbangan yang terkandung dalam checklist berikut dan dalam diskusi paragraf dalam bagian ini. Checklist diberikan sebagai panduan dan tidak selalu menunjukkan urutan pemeriksaan. Konsultasikan teks untuk memastikan pemeriksaan yang lengkap. Legend: Fc = Bc = C = E = Pm = Localizer front Course Localizer Back Course Commissioning or commissioning type equipment. Site evaluation. Periodic Inspection with monitors (1) Single Frequency Localizer, LDA, and SDF. NOTE: Pemeriksaan Bc tidak berlaku untuk uni-directional antennas. Hal 217-7

182 TYPE CHECK INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED E C (6) Pm (7) P MODULATION WIDTH SYMMETRY CLEARANCE ALIGNMENT STRUCTURE Spectrum Analysis Reserved Ident. & Voice (1) Fc&Bc Modulation Level Normal Fc Modulation Equality (2) Caution: HMI (1) (1) Carrier Only Phasing (3) Caution: HMI Width & Clearance (9) (1) (1) Quadrature Set to Value of Modulation Equality Normal Fc&Bc Fc&Bc Fc&Bc Fc&Bc Clearance Comparability (10) As Required Fc&Bc Fc&Bc Alignment and Structure Normal Fc&Bc Fc&Bc Fc&Bc Localizer Only Minima Normal Fc&Bc Fc&Bc Polarization (10) Normal Fe&Bc Monitors (5) Width Alignment Caution: HMI (1) Wide Fc&Bc Fc&Bc (1) Narrow Fc Fc (1) (1) Shifted Alignment Fc TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAGPH E INSPECTION C (6) Pm (7) P MODULATION MEASUREMENTS REQUIRED WIDTH SYMMETRY CLEARANCE ALIGNMENT STRUCTURE RF Power Monitor Reference (1) (8) (10) High Angle Clearance (10) Standby Equipment Standby Power (10) Reduced RF Power Fc&Bc Normal Fc&Bc Fc&Bc Normal Fc&Bc Fc&Bc Fc&Bc Fc&Bc Fc&Bc Hal 217-8

183 Catatan : (1) Permintaan pemeliharaan (2) Penyesuaian terhadap carrier modulation balance akan memerlukan pemeriksaan lanjutan dari course alignment. (3) Lebar dan clearance perlu diukur sebelum phasing check. Jika, setelah quadrature phase check, lebar masih tetap sama atau semakin kecil dan/atau clearances telah bertambah dari lebar awal dan clearance check, dan kemudian phasing mengalami perbaikan. Penentuan akhir optimum phase perlu didiskusikan dengan personil pemelihara fasilitas. (4) (Disiapkan) (5) Fasilitas dengan transmitters ganda dan single solid state modulators---cek kedua transmitters. (6) Penggantian antenna array dengan tipe berbeda (misalnya V-Ring elements to LDP element, 8-element to 14-element), memerlukan pemeriksaan inspeksi commissioning, kecuali pemeriksaan ini tidak diperlukan, sebagaimana ditentukan bersama oleh petugas kalibrasi penerbangan dan personil pemelihara fasilitas. (7) Tipe antenna pengganti yang sama memerlukan PM checks, di samping semua struktur Zone 1 (Paragraf 15.20g(3)) dan membatasi hanya pemeriksaan struktur (Paragraf 15.20g(1)(b). (8) Meminta RF level dalam watts dari teknisi di darat. (9) Pemeriksaan ulang clearances setiap 1,080 hari pada LCA. (10) Hanya satu MTR TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAPH E INSPECTION C (4) Pm (5) P TRANSMITTER CONFIGURATION COURSE MTR CLEARANCE MTR MODULATION MEASUREMENTS REQUIRED WIDTH SYMMETRY CLEARANCE ALIGNMENT STRUCTURE Spectrum Analysis Reserved Ident. & Voice (1) Fc&Bc Power Ratio (1) (1) Reduced Normal RF Pwr Modulation Level Normal Off Fc Off Normal Fc Normal Normal Fc Hal 217-9

184 Modulation Equality (2) Caution: HMI Phasing (3) Caution: HMI Width & Clearance Clearance Comparability (7)(8) (1) (1) Carrier Only (1) Off Off Fc Balance Determined by Maintenance Carrier Only Fc Balance Determined by Maintenance (1) (1) Quad Off Set to Value of Modulation Equality (1) (1) Off Quad Set to Value of Modulation Equality (1) (1) Off Normal Fc Fc Normal Normal Fc&Bc Fc&Bc As Req'd As Req'd Fc&Bc Fc& Bc Fc& Bc Fc& Bc Alignment and Structure Normal Normal Fc&Bc Fc&Bc Fc&Bc Localizer Only Minima Normal Normal Fc&Bc Fc&Bc Polarization (8) Normal Normal Fc&Bc Monitors Width (1) Wide Normal Fc Narrow Wide Fc&Bc (1) Wide Wide Fc&Bc (1) Fc& Bc Fc& Bc (2) Dual Frequency Localizer (2) Dual Frequency Localizes, lanjutan INSPECTION TRANSMITTER CONFIGURATION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK E C (4) Pm (5) P MODULATION WIDTH SYMMETRY CLEARANCE ALIGNMENT STRUCTURE Dephase (1) ADV Phase ( 1 ) RET Phase Normal Normal Fc Fc Alignment Caution: HMI RF Power Monitor Reference (6)(8) High Angle Clearance (8) Standby Equipment ( 1 ) Normal ADV Phase Fc Fc ( 1 ) Normal RET Phase Fc Fc (1) Shifted Normal Atignme at (1) x Reduced Reduced Fc&Bc RF RF Power Power ) x x Normal Normal Fc&Bc Fc&Bc x Standby Power (8) x Normal Normal Fc&Bc Fc&Bc x Fc& Bc Fc Fc&Bc Fc&Bc Hal

185 Catatan : (1) Permintaan pemeliharaan (2) Penyesuaian terhadap carrier modulation balance akan memerlukan pemeriksaan lanjutan dari course alignment. (3) Lebar dan clearance perlu diukur sebelum phasing check. Jika, setelah quadrature phase check, lebar masih tetap sama atau semakin kecil dan/atau clearances telah bertambah dari lebar awal dan clearance check, dan kemudian phasing mengalami perbaikan. Penentuan akhir optimum phase perlu didiskusikan dengan personil pemelihara fasilitas. (4) Penggantian antenna array dengan tipe berbeda (misalnya V-Ring elements to LDP element, 8-element to 14-element), memerlukan pemeriksaan inspeksi commissioning, kecuali pemeriksaan ini tidak diperlukan, sebagaimana ditentukan bersama oleh petugas kalibrasi penerbangan dan personil pemelihara fasilitas. (5) Tipe antenna pengganti yang sama memerlukan PM checks, di samping semua struktur Zone 1 (Paragraf 15.20g(3)) dan membatasi hanya pemeriksaan struktur (Paragraf 15.20g(1)(b). (6) Meminta RF level dalam watts dari teknisi di darat (7) Pemeriksaan ulang clearances setiap 1,080 hari pada LCA. (8) Hanya satu MTR Hal

186 (3) Null Reference Glide Slope CODE: W/A/S = Width, Angle, Symmetry INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK E C Pm P FACILITY CONFIGURATION MODULATION WIDTH SYMMETRY CLEARANCE STRUCTURE Spectrum Analysis Reserved Engineering Support Tests (5) (1) (1) As Required Caution: HMI Modulation Level Normal Modulation Equality (1) Caution: HMI (1) Carrier Only Phasing Caution: HMI (1) ( 1 ) Quadrature SET TO VALUE FOUND IN MODULATION EQUALITY Spurious Radiation (1) ( 1 ) Dummy Load Radiating Signal W/A/S Normal, (2) Structure Normal Clearance (CHP One MTR Only) Normal x Tilt (5) Normal x x x Mean Width (5) (1) Normal x Hal

187 (3) Null Reference Glide Slope (lanjutan) INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK E C Pm P FACILITY CONFIGURATION MODULATION WIDTH ANGLE SYMMETRY STRUC BELOW PATH CLEARANCE STRUCTURE Monitors Width (1) ADV Phase (1) RET Phase, (2) (3),(2) (3) (1) Wide, (2) (3) RF Power Monitor Reference (4)(5) Standby Equipment Standby Power (1) Narrow, (2) Reduced RF Power Normal, (2) Catatan : (1) Permintaan pemeliharaan (2) Jika structure below path tolerances tidak dapat diperoleh, clearance procedures dan tolerances akan digunakan. (3) Clearance Below Path (CBP) diperlukan pada tipe inspeksi commissioning, hanya satu MTR. (4) Meminta RF level dalam watts dari teknisi di darat. (5) Hanya satu MTR. Hal

188 (4) Sideband Reference Glide Slope. CODE: W/A/S = Width, Angle, Symmetry INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAPH E C Put P FACILITY CONFIGURATION MODULATION WIDTH ANGLE SYMMETRY STRUC BELOW PATH CLERANCE STRUCTURE Spectrum Analysis Reserved Engineering Support Tests (7) Caution: HMI (1) (1) As Required Modulation Level Normal Modulation Equality Caution: HMI Phasing Caution: HMI Spurious Radiation (1) (1) (1) (1) Carrier Only (1) (1) As Required W / A / S Structure Clearance (CBP One MTR only) Dummy Load Radiating Signal Normal SET TO VALUE FOUND IN MODULATION EQUALITY Normal Normal (2) x Tilt (7) Normal Mean Width (7) (1) Normal Hal

189 (4) Sideband Reference Glide Slope (Lanjutan) INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK REFERENC PARAGRAPH. E C Pm (5) P FACILITY CONFIGURATION MODULATION WIDTH ANGLE SYMETRY STRUC BELOW PATH CLERANCE STRUCTURE Monitors (5) Angle (1) (1) High Angle (4) Low Angle (4), (4), (4), (2), (2) (3) Width Upper Antenna: ADV Phase RET Phase, (2), (2) (3) (3) Main Sideband: ( 1 ) ( 1 ) ADV Phase RET Phase, (2), (2) (1) Wide, (2) (3) Narrow, (2) RF Power Monitor Reference (6) (7) 15.30n (1) Reduced RF Power Standby Equipment Standby Power Catatan : 15.12b 4.33b 15.12c 4.33c (1) Permintaan pemeliharaan Normal, (2) (2) Jika structure below path tolerances tidak dapat diperoleh, clearance procedures dan tolerances akan digunakan. (3) Clearance Below Path (CBP) diperlukan pada tipe inspeksi commissioning, hanya satu MTR. (4) Periksa pada satu transmitter saja jika peralatan memiliki common power divider dan parallel monitors. (5) Melakukan pemeriksaan final actual angle pada penyelesaian inspeksi lebar atau angle monitor. (6) Meminta RF level dalam watts dari teknisi di darat (7) Hanya satu MTR Hal

190 (5) Capture Effect Glide Slope CODE: W/A/S = Width, Angle, Symmetry INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAPH E C Pm P FACHATY CONFIGURATION MODULATION WIDTH ANGLE SYMETRY STRUC BELOW PATH CLERANCE STRUCTURE Spectrum Analysis Reserved Engineering Support Tests (7) Caution: HMI (1) (1) As Required Modulation Level Normal: Modulation Equality (1) ( 1 ) Carrier Only Caution: HMI Phasing Proc. 1 or 2 Caution: HMI (1) (1) As Required SET TO VALUE FOUND IN MODULATION EQUALITY Phase Verification (4) Spurious Radiation (1) As Required (1) (1) Dummy Load Radiating Signal W/ A/ S Structure x Normal, (2) Normal Clearance (CBP One MTR only) Normal Hal

191 (5) Capture Effect Glide Slope (Lanjutan) INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAPH E C I'm P FACHATY CONFIGURATION MODULATION WIDTH ANGLE SYMETRY STRUC BELOW PATH CLERANCE STRUCTURE Tilt (7) Normal Mean Width (7) (1) Normal (1) Middle Antenna ADV Phase, (2) (3) (5) (1) RET Phase, (2) (3) (5) Monitors Width (1) (1) Narrow Primary MTR wide and clearance MTR reduced modulation, (2), (2) (3) (1) Middle Antenna Attenuate, (2) (3) (1) Upper Antenna Attenuate, (2) RF Power Monitor Reference (6) (7) (1) Reduced RF Power Standby Equipment Standby Power Normal, (2) Catatan : (1) Permintaan pemeliharaan (2) Jika structure below path tolerances tidak dapat diperoleh, clearance procedures dan tolerances akan digunakan. (3) Clearance Below Path (CBP) diperlukan pada tipe inspeksi commissioning, hanya satu MTR. (4) Biasanya diperlukan satu transmitter. Melakukan pada transmitter kedua saat permintaan pemeliharaan. (5) CBP tidak diperlukan jika dephasing sama atau kurang dari jumlah yang digunakan untuk fase verifikasi. (6) Meminta RF level dalam watts dari teknisi di darat. (7) Hanya satu MTR. Hal

192 (6) Waveguide Glide Slope dengan Auxiliary Waveguide Antennas Catatan : Untuk waveguide glide slopes ini yang tidak memiliki auxiliary waveguide antennas, lengkapi semua item checklist items kecuali monitor checks berikut : Upper Auxiliary Wavegui& attenuate, advance and retard dephase; Lower Auxiliary Waveguide attenuate; Upper and Lower Waveguide-- Simultaneously advance and retard dephase. CODE: W/ A/ S = Width, Angle, Symmetry INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAPH E C Pm P FACILITY CONFIGURATION MODULATION WIDTH ANGLE STRUC BELOW PATH CLERANCE STRUCTURE Spectrum Analysis Engineering Support Tests (6) Caution: HMI Reserved (1) (1) A s Required Modulation Level Normal Modulation Equality Caution: H M I (1) (1) Carrier Only Spurious Radiation (1) ( 1 ) Dummy Load Radiating Signal W/ A/ S Normal, (2) Structure Normal Clearance (CBP One MTR only) Normal Tilt (6) Normal Mean Width (6) (1) Normal Hal

193 (6) Waveguide Glide Slope with Auxiliary Waveguide Antennas (Lanjutan) INSPECTION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAPH E C Pm P CONFIGURATION MODULATION WIDTH ANGLE SYMMETRY STRUC BELOW PATH CLEARANCE STRUCTURE Monitors Width (1) Wide Narrow, (2), (2) (3) Main Sideband: x ADV Phase RET Phase, (2), (2) (3) (3) (6) Upper Auxiliary Waveguide: Attenuate ADV Phase RET Phase x, (4), (4), (4) (6) Lower Auxiliary Waveguide: Attenuate, (4) (6) Upper & Lower Waveguide Simultaneously: ADV Phase RET Phase, (2), (2) (6) Main Waveguide Feed Phaser: ADV Phase (4) RET Phase (4) x Y. (2), (2) (3) (3) Angle (6) Lower Main Waveguide Feed: Attenuate (High Angle), (2) (6) Upper Main Waveguide Feed: Attenuate (Low Angle) x x, (2) (3) RF Power Monitor Reference (5) Standby Equipment Standby Power (1) Reduced RF Power Normal, (2) Hal

194 Catatan : (1) Permintaan pemeliharaan (2) Jika structure below path tolerances tidak dapat diperoleh, clearance procedures dan tolerances akan digunakan. (3) Clearance Below Path (CBP) diperlukan pada tipe inspeksi commissioning, hanya satu MTR. (4) Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada bagiaan atas atau bawah antenna feed utama, tetapi kedua langkah tersebut harus dilakukan pada feed yang sama. (5) Meminta RF level dalam watts dari teknisi di darat. (6) Hanya satu MTR (7) Endfire Glide Slope Standard (capture effect in the horizontal plane) CODE: W/ A/ S = Width. Angle, Symmetry INSPECTION FACILITY CONFIGURATION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAPH E C (4) Pin (6) P PRIMARY MTR CLEARANCE MTR MODULATION WIDTH ANGLE SYMMETRY STRUC BELOW PATH CLEARANCE STRUCTURE Spectrum Analysis Reserved Reserved Engineering Support Tests (10) (1) (1) As Required Modulation Level Norm Norm Modulation Equality Caution: HMI W/A/S Structure Clearance (CBP One MTR only) (1) (1) Carrier Only OFF Norm Norm, (2) Norm Norm Norm Norm Transverse Structure (1) Norm OFF Transverse Structure (7) Norm Norm Hal

195 (7) Endfire Glide Slope Standard (capture effect in the horizontal plane) (lanjutan) INSPECTION FACILITY CONFIGURATION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK REFERENCE PARAGRAPH E C (4) Pin (6) P PRIMARY MTR MODULATION WIDTH ANGLE SYMMETRY CLEARANCE STRUCTURE Tilt (10) x x Norm Norm x x Mean Width (10) (1) Norm Norm x Transverse Structure (7) (1) (1) Norm Reduced RF Power Clearance at 5 of LCZR course on G/S equip side (5) (7) (1) Norm Reduced RF Power Clearance at 8*of LCZR course on side opposite G/S equip (5) (7) (1) Norm Reduced RF Power Spurious Radiation (1) (1) Dummy Load Dummy Load Monitors Width (1) Wide Norm, (2) (3) ( 1 ) Narrow Norm, (2) Phase (1) (4) ADV Phase Norm, (2) (3) ( 1 ) (4) RTD Phase Norm, (2) (3) ( 1 ) (1) Main Array: Dephase for High Angle Norm, (2) ( 1 ) Main Array: Dephase for Low Angle Norm, (2) (3) Angle RF Power Monitor Reference (9) (10) (1) Reduced RF Power Reduced RF Power Transverse Structure (1) (8) Norm ADV front CLR ANT Phase ( 1 )( 8 ) Norm R E T f r o n t x Hal

196 (7) Endfire Glide Slope Standard (capture effect in the horizontal plane) (lanjutan) INSPECTION FACILITY CONFIGURATION MEASUREMENTS REQUIRED TYPE CHECK E C (4) Pin (6) P MODULATION WIDTH ANGLE SYMETRY STRUC BELOW PATH CLERANCE STRUCTURE Standby Equipment Standby Power , (2) Catatan : (1) Permintaan pemeliharaan (2) Jika structure below path tolerances tidak dapat diperoleh, clearance procedures dan tolerances akan digunakan. (3) Clearance Below Path (CBP) diperlukan pada tipe inspeksi commissioning, hanya satu MTR. (4) Untuk fasilitas tanpa quadrature phase monitor (Path 2 Detector), melakukan dephase check pada width monitor dengan sideband dephasing utama ± 15 atau kurang. Jika quadrature phase monitor dipasang, pemeriksaan commissioning diperlukan, tetapi tidak diperlukan pemeriksaan periodic dephase. (5) Clearance di atas dan di bawah path diperlukan. (Lihat Paragraf 15.11e.) (6) Melakukan pemeriksaan final actual angle pada penyelesaian setiap inspeksi monitor lebar atau sudut. (7) Melakukan juga setelah perbaikan, penggantian, modifikasi antenna atau setiap kemungkinan penyesuaian pemeliharaan akan merubah struktur garis melintang dan / atau clearances (8) Tidak dapat digunakan untuk Single Clearance Antennas. (9) Meminta RF level dalam watts dari teknisi di darat. (10) Hanya satu MTR. Hal

197 A E C PM P 75 MHz Marker Beacons - Compass Locator - DME - Lighting Systems - Standard Instrument Approach Procedure (see Section 105 and 214) (1) (1) (1) CATATAN: Seperti yang disyaratkan oleh Ground Teknisi atau personil Inspeksi penerbangan Checklist umum. Selama pemeriksaan tertentu, periksa sesuai item berikut. E = Pemeriksaan lapangan evaluasi.general Checklist. During a specific Prosedur detail Localizers. Unless otherwise Catatan, prosedur berikut ini berlaku untuk semua localizers, LDAs, dan SDFs Analisa Spektrum. Dikembangkan Tingkat Modulasi. Pemeriksaan ini mengukur pancaran signal modulasi. a. Prosedur-Front course yang diperbolehkan. Ukur modulasi saat inbound di localizer, antara 10 mil hingga 3 mil dari antena localizer, dan pada glideslope (di lower coverage altitude hanya untuk fasilitas localizer). Pemeriksaan pendahuluan dapat dilakukan ketika transisi yang "on-course" posisi selama pengukuran course width dan simetri, namun course width dan symmetry harus divalidasi saat berada inbound on-course. Beberapa antena dual frekuensi tidak cukup power clearance untuk mengukur modulasi di garis tengah landasan pacu. Untuk fasilitas ini, hanya mengukur clearance modulasi sementara inbound antara 5 dan 10 derajat off-course di LCA dengan pemancar clearance di dalam keseimbangan modulasi konfigurasi. b. Prosedur-Back course yang diperbolehkan Mengukur modulasi dengan menggunakan prosedur yang diuraikan dalam bagian a. di atas. Untuk frekuensi tunggal localizers, penyesuaian ke frontcourse modulasi juga akan mempengaruhi back course, sehingga tidak diperlukan penyesuaian di back course. Apabila antena terpisah memberi clearance, seperti halnya back course (seperti sistem Waveguide), pemeriksaan modulasi dan penyesuaian Hal

198 dari pemancar clearance hanya berlaku sementara di back course, kecuali pemancar utama MATI Modulasi juga harus diukur selama konfigurasi NORMAL, pemeriksaan clearance diperlukan oleh paragraf 217,3210 dan 217, Beberapa penerima menangkap kelebihan modulasi sebagai clearance rendah. Modulasi yang diluar toleransi akan menjadi dasar untuk pembatasan fasilitas terpasang atau dipasang ulang dengan antena tipe baru. Untuk menerapkan persyaratan ini, melakukan clearance derajat busur NORMAL di front course dan back course pada kesempatan pertama. Dokumen hasil laporan dan Data Sheet. Selanjutnya, pemeriksaan hanya perlu dilakukan pada kondisi sebuah busur di Normal diperlukan per checklist yang berlaku Modulation Equality. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan nilai cross pointer yang akan digunakan sebagai referensi untuk phasing. Prosedur yang Disetujui. Posisi pesawat sebagaimana dimaksud pada paragraf , Tingkat Modulasi. Pengaturan untuk menyamakan modulasi memerlukan beberapa pemeriksaan pada saat alignment Pemeriksaan Rasio Power. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengukur rasio power antara course dan pemancar clearance dari dual frekuensi localizers. (1) Bila menggunakan spektrum analyzer, posisi pesawat pada localizer oncourse dalam jarak 10 mil dan line-of-sight dari antena atau berhenti di landasan on-course di line-of-sight dari antena. Membandingkan kekuatan sinyal relatif course dan pemancar clearance dengan daya RF pemancar di alarm dan pemancar clearance normal.. (2) Jika penganalisa spektrum tidak tersedia, posisi pesawat di tengah landasan pacu / on-course di atau dekat akhir pendekatan line-of-sight dari antena. Gunakan AGC meter atau meter yang setara dan perhatikan tingkat tegangan dengan mengikuti konfigurasi berikut a. Pemancar course di RF alarm, pemancar clearance di matikan. b. Pemancar Clearance normal, pemancar course di matikan. Menghitung rasio daya menggunakan rumus rasio daya dual frekuensi (lihat Bagian Phasing. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan bahwa hubungan fase antara sideband dan carrier energi optimal. Fasilitas ini normalnya di phase dengan ground prosedur. Tidak ada persyaratan khusus untuk airbone phasing. a. Prosedur Front-Course yang disetujui. Karena antena sangat bervariasi, dapatkan azimut yang benar untuk phasing fasilitas dari teknisi pemelihara fasilitas. Terbang inbound ke antena pada azimut yang sesuai di LCA antara 10 dan 3 mil. Memberitahukan nilai-nilai crosspointer untuk membantu teknisi ground untuk mengatur phasing. kondisi phase kuadratur yang optimal diperoleh ketika defleksi mikroampere adalah sama seperti yang ditemukan saat memeriksa kesetaraan modulasi. Hal

199 b. Prosedur back-course yang disetujui. Jika pihak pemeliharaan meminta phasing di back-course, gunakan prosedur yang dijelaskan pada bagian a. di atas Lebar dan Simmetri Course Sector. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk membangun dan mempertahankan lebar dan simmetri course sector antara lebar dan rasio setengah course sector yang akan memberikan kepekaan perpindahan yang dikehendaki yang diperlukan pada titik pendekatan prosedur kesalahan pendekatan (MAP) atau ambang batas dan berada dalam batasan kawasan lindung prosedural. a. Lebar Persyaratan. Localizer, Offset Localizer, dan LDA harus disesuaikan dengan lebar course sector agar tidak lebih besar dari 60 dan linear sector dari 700 ft pada poin berikut: (1) Point C (2) Point B untuk landasan pacu yang panjangnya kurang dari 4,000 kaki dan untuk landasan pacu yang tidak sesuai dengan standar desain instrumen presisi. (3) Point T Untuk fasilitas pendukung semua aplikasi. Pemenuhan persyaratan dapat tidak diperhitungkan untuk fasilitas pendukung selain CAT II atau III jika pemenuhan tidak dapat dicapai karena kendala penempatan, kondisi mendesak, penurunan kinerja, dll tetapi lebarnya harus diperoleh sedekat mungkin. Justifikasinya harus disertakan dalam laporan inspeksi penerbangan. Penentuan selain lebar tailored course bukan merupakan fungsi inspeksi penerbangan dan harus dilakukan di lokasi yang sesuai atau level militer yang cocok. Jika lebar course sector pada fasilitas yang mendukung precision approach tidak ada untuk paling sedikit 400 kaki lebar linier di ambang landasan pacu, course harus dinyatakan tidak dapat digunakan di dalam titik di mana lebar linier adalah 400 ft. Lebar course yang telah di commissioning SDF harus tidak lebih besar dari Jika lebar course dapat disesuaikan, hal itu harus disesuaikan. CAT I localizer dengan jarak antena ke threshold yang akan menyebabkan penyesuain lebar kurang dari 3 0 akan di commisioning kurang dari 3 0 tidak perlu diperluas lagi hanya untuk memenuhi 3 0 persyaratan. b. Prosedur yang Disetujui. Prosedur ini berlaku untuk front course (dan back course jika digunakan untuk approach atau missed approach). Mengukur lebar course sector dan simetri antara 4 dan 24 mil dari antena localizer di LCA, menghasilkan tingkat modulasi yang sesuai toleransi. Ketinggian yang lebih tinggi dapat digunakan, sebagai perbandingan pemeriksaan pada konfigurasi normal (biasanya pada comissioning) di LCA dan ketinggian yang lebih tinggi, dan hasilnya berada dalam toleransi dan dengan jarak ± 0,2 0 (jika menggunakan ketinggian yang lebih tinggi, harus didokumentasikan pada data sheet). Inspeksi selanjutnya dapat dilakukan di LCA, dengan ketinggian yang lebih tinggi, atau dengan jarak ketinggian yang lain. Jika perbandingan pemeriksaan tidak memuaskan, ketinggian di atas LCA harus tidak digunakan untuk mengevaluasi lebar course. Gunakan lagi perbedaan lebar monitor di LCA, dan plot IAW clearance sesuai paragraf Jika perbandingan clearance cukup memuaskan sebelum perubahan lebar course, periksa kembali konfigurasi prosedur 1/2 pada LCA. Pemeriksaan lebih lanjut pada ketinggian yang lebih tinggi tidak diperlukan jika tingkat clearance minimum terpenuhi. Hal

200 (1) Metode Dasar. Crossing, tegak lurus dengan on-course, harus dilakukan di setiap arah, dengan mempertahankan kecepatan konstan (dengan rata-rata kecepatan angin) melalui checkpoint dengan jarak yang sesuai dari antena localizer, begitu juga outer marker, FAF, dll. Jika ground speed atau di sepanjang jalur output tersedia, hanya diperlukan sekali crossing. Mengukur lebar course sector dan menghitung simetri (gunakan rumus pada bagian 302). (2) Theodolite atau Metode perangkat lacak. Posisikan theodolite atau perangkat lacak sesuai dengan paragraf 217,25. Prosedur theodolite. Hanya diperlukan sekali crossing, dengan mempertahankan kecepatan konstan. Referensikan lebar course sector pada tanda acuan azimuth dari theodolite (biasanya berjarak 50 bagian). Mengukur lebar course sector, dengan menggunakan perangkat seperti 10 titik pemisah, dan perhitungan simetri. CAT ATAN: Sebuah RTT dapat digunakan untuk melacak pesawat melalui course sector. Gunakan penerima lebar course sector dalam pengkalibrasian RTT Course Alignment dan Struktur. Pemeriksaan ini untuk mengukur kualitas dan aligment sinyal on-course. Pemeriksaan aligment dan struktur biasanya dilakukan secara bersamaan, oleh karena itu, gunakan prosedur yang sama untuk melakukan pemeriksaan aligment dan struktur. a. Prosedur yang disetujui. Prosedur ini berlaku untuk front course (dan back course) jika digunakan untuk approach atau missed approach. (1) Umum. Evaluasi course yang dirancang sepanjang prosedural azimut dari titik terjauh yang diperlukan oleh jenis inspeksi yang dilakukan di seluruh zona yang tersisa. Pertahankan procedural ketinggian yang diterbitkan atau diusulkan melalui pendekatan masing-masing segmen sampai interception glideslope dan kemudian turun di glideslope sampai titik C atau ambang batas landasan pacu. (a) Untuk localizer approach, procedural ketinggian yang dipublikasikan atau yang diusulkan harus dipelihara dalam setiap segmen, kecuali final segmen harus diterbitkan sebagai berikut: Setelah mencapai FAF inbound, turun dengan kecepatan sekitar 400 kaki per mil ( 930 ft per menit pada 140 knot; 800 ft per menit di 120 knot) ke ketinggian 100 ft di bawah diterbitkan MDA terendah dan mempertahankan ketinggian ini ke Point C, yang merupakan MAP. CATATAN: lihat bagian definisi Point 301 C tentang point C untuk localizer approach. (b) Untuk ILS approach dengan Localizer-only minima, prosedur yang ditetapkan dalam bagian (a) di atas harus digunakan dalam tahap glideslope normal selama pemeriksaan berikut: Site, Commissioning, dan khusus untuk perubahan system antenna, keluhan pengguna atau modifikasi dilapangan, dan inspeksi periodik setiap kali ada kerusakan yang signifikan pada struktur localizer. (c) Untuk localizers yang sejajar sepanjang garis tengah landasan pacu, pesawat terbang dapat diposisikan sepanjang garis tengah landasan pacu oleh petunjuk visual, atau theodolite. Ketika RTT atau peralatan AFIS digunakan, sinyal localizer on-course harus dipancarkan. Untuk localizers yang tidak lurus dengan garis tengah landasan pacu, theodolite, RRT, atau AFIS adalah metode yang tepat untuk evaluasi kondisi tersebut. Untuk localizers yang pancarannya Hal

201 pada titik tertentu di udara, di mana pemeriksaan secara visual tidak bisa dilakukan untuk menvalidasi aligment course sebenarnya, aligment dapat ditentukan menjadi Satisfactory (S), atau Unsatisfactory (U) sebagai pengganti nilai-nilai course alignment (lihat paragraf 214,32011). Evaluasi Monitor harus dilakukan berdasarkan kesamaan referensi modulasi untuk aligment dan perbandingan monitor lebih lanjut. (2) Prosedur Roll-Out. (a) Inspeksi lapangan, comissioning, konfigurasi ulang dan Kategorisasi inspeksi yang berorientasi pada garis tengah fasilitas. Gunakan prosedur pada paragraf (1) hingga Point C. Cross Point C pada 100 ft, batas landasan pacu sekitar 50 ft, dan lanjutkan sudut perpanjangan glideslope sampai titik touchdown. Lanjutkan landing roll dan tentukan aligment course sebenarnya untuk ILS Zona 4 dan 5. Ukur course struktur dari aligment sebenarnya. Jika alignment untuk zona 4 dan 5 tidak dapat ditentukan dengan menggunakan metode ini, taxi pesawat pada sepanjang garis tengah landasan pacu dari pancaran glideslope ke titik E. Catat informasi crosspointer serta beri tanda, pancarkan glideslope, Point D dan Point E. Secara manual hitung course aligment dan struktur untuk masing-masing zona yang diperlukan. Ini adalah maksud perbandingan pemeriksaan untuk 50 ft sebagai pemeriksaan periodik struktur Zona 4 dan 5. Jika hasil 50 ft tidak akurat selama pemeriksaan roll out, dokumentasikan struktur pada Zona 4 dan 5 harus dilakukan pemeriksaan roll-out inspeksi pada pemeriksaan berikutnya. (b) Inspeksi periodik atau khusus yang membutuhkan Analisa Struktur. Gunakan sebuah prosedur pada paragraf a(1) hingga mencapai Point C. Cross Point C pada 100 ft, batas landasan pacu di 50 ft, kemudian melakukan approach rendah pada 50 sampai 100 ft, di tengah landasan pacu, sepanjang zona yang diperlukan. Jika posisi pesawat tidak dapat dipertahankan pada tengah landasan pacu dari evaluasi zona 4 dan 5 karena kondisi angin, evaluasi dapat dilakukan pesawat saat taxi di seluruh zona 4 dan 5. CATATAN: Jika struktur tampaknya telah memburuk sejak pemeriksaan sebelumnya, atau jika ditemukan struktur di luar toleransi, verifikasi hasil pemeriksaan ini dengan prosedur terbang yang tercantum dalam (2) (a) di atas. b. Zona yang diperiksa untuk struktur. Semua sited ILS localizers di garis tengah perpanjangan landasan pacu akan diperiksa dan dianalisa melalui zona 1, 2, 3, 4, dan 5 (landasan pacu dengan panjang kurang dari kaki tidak mempunyai Zona 5) di semua inspeksi alignment atau validasi struktur. Localizers ini harus diklasifikasikan menurut titik terjauh di mana struktur sesuai untuk toleransi Kategori III. Fasilitas lain harus diperiksa dan dianalisa dalam zona 1, 2, dan 3. Lihat Bagian 301 dan Gambar untuk identifikasi zona. Hal

202 Type Approach / Facility Zones Required for Unrestricted Service (1) Category III Zones 1, 2, 3, 4, 5 Category II ILS Category I ILS Zones 1, 2, 3 Other types of facilities or approaches Zones 1, 2, 3, and 4(see Paragraph 107,34) (2) Zone 1, 2, 3 CATATAN 1: Selama site, pemeriksaan perdana, rekonfigurasi, kategorisasi, antena, dan / atau perubahan frekuensi inspeksi. Periksa semua Zona 1. Semua inspeksi lainnya yaitu, berkala, periodik dengan monitor, dll) evaluasi struktur GSI atau FAF. Untuk pemeriksaan setelah kecelakaan lihat paragraph CATATAN 2: Toleransi struktur localizer zone 4 yang tidak ditemukan tidak akan dituliskan restricted pada laporan pemeriksaanan, tetapi NOTAM akan diterbitkan lihat paragraf 107,34. c. Bidang-bidang Alignment. Menentukan course alignment dalam bidang-bidang berikut: Front Course From To CAT I, II, III ILS Zone 4 One mile from Runway threshold Runway threshold Runway threshold Point D ILS Zone 5 Point D Point E Offset Localizer Back Course All types of Facility One mile from point C Two from antenna miles the Point C One from antenna mile the CATATAN: Ketika pembatasan terjadi di daerah di mana pengaturan biasanya dianalisa, mengukur pengaturan melalui manual atau AFIS analyzation rata-rata sinyal course di bidang-bidang berikut: From One mile from the start of the restriction To The start of the restriction Hal

203 Sinyal Glide Slope pada Localizer Back Course. Evaluasi pendekatan back course localizer juga meliputi evaluasi untuk sinyal glide slope yang aktif. Sinyal glide slope yang diakibatkan flag atau kegiatan CDI harus segera dilakukan tindakan untuk memberirahu pilot untuk tidak menggunakan semua glideslope indikasi pendekatan back course (yaitu, NOTAM). Pastikan tanda akan dicetak pada back course localizer bagan pendekatan instrumen Referensi Monitor. Petugas harus memastikan bahwa fasilitas diset pada referensi monitor untuk setiap pemeriksaan. Monitor referensi harus diperiksa IAW paragraf c ketika ditentukan oleh checklist dan ketika berlaku pada inspeksi khusus. Di akhir setiap pemeriksaan lebar, fasilitas kembali normal, dan memeriksa dan melaporkan hasil course sector dan simetri (paragraf ). a. Alignment Reference. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa monitor akan mendeteksi pergeseran course localizer. (1) Prosedur yang Disetujui, Front Course. Tidak perlu untuk memverifikasi ground alignment monitor di udara atau untuk memverifikasi alignment monitor di lapangan. Permintaan Course tersebut dapat menyebabkan misaligned ke monitor alarm batas setiap sisi (90 Hz/150Hz) dari course operasional. Baik perekam dan tampilan visual harus digunakan untuk memverifikasi pergeseran alignment. Selama pemeriksaan, batas monitor harus mengacu pada rancangan oncourse alignment menurut kategori fasilitas. (a) Ground Setelah airbone aligment localizer telah ditetapkan, posisi pesawat di dekat ambang landasan pacu di mana crosspointer yang stabil diterima. Pesawat terbang dapat dipindahkan sebanyak 75µA dari sinyal on-course. (Pilihan ini disahkan, memberikan sensitivitas lebar sektor course adalah linear.) Indikasi course yang diterima harus mengacu pada refensi airborne course alignment. Meminta pemelihara untuk menggeser course untuk kedua titik batas monitor dan kemudian kembali ke normal. Pada fasilitas yang diinstal offset di landasan pacu, batas alignment monitor dapat dibentuk dengan pesawat di ground pada 75µA dari sinyal-course, tetapi pesawat harus tidak diposisikan lebih dekat dari kaki dari antena array. Jika kedua kondisi tidak dapat dipenuhi, lakukan pemeriksaan ini di udara (Lihat (b) di bawah). Jika monitor-monitor periksaan awalnya di ground dan kalignment kemudian disesuaikan berdasarkan analisa udara, pemeriksaan ulang monitor tidak diperlukan, dengan kriteria berikut ini terpenuhi:.. 1. In-toleransi flag / modulasi dan AGC ada.. 2. Crosspointer dalam keadaan stabil. 3. Crosspointer data yang dicatat selama ditemukan penyesuaian dan pengaturan akhir 4. Pergeseran monitor di tanah, bila diterapkan pada airbone alignment baru, dalam batas toleransi. 5. Pengaturan monitor tidak berubah setelah alignment disesuaikan. (b) Airborne. Lakukan pemeriksaan monitor airbone alignment selama inbound pada prosedural azimut yang dirancang (di localizers alignment sepanjang garis tengah landasan pacu, pesawat harus berada diperpanjangan Hal

204 garis tengah). Mengukur perubahan alignment untuk batas monitor dengan merekam langsung saat perpindahan course atau pergeseran course didasarkan pada perpanjang an garis tengah landasan pacu. Jika memungkinkan, hal ini dapat dicapai pada satu run selama kedua titik batas dan kembali normal dicatat. (a) Kesamaan Modulation. Ketika course alignment memuaskan dan inspeksi monitor diperlukan, localizers dapat dievaluasi untuk memantau referensi menggunakan metode modulasi kesetaraan. Metode ini dapat digunakan pada semua kategori localizers dengan persetujuan personil pemeliharaan. Semua fasilitas harus diterbitkan untuk menetapkan aligment dalam konfigurasi operasi normal. Setelah alignment telah terbentuk, pemeliharaan akan membuatkan sebuah konfigurasi modulasi kesetaraan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan keterpaduan akan menjadi acuan bagi pembacaan monitor berikutnya. Ketika diminta, personil pemeliharaan akan ketidakseimbangan modulasi untuk mencapai titik referensi monitor. Mengukur perpindahan dalam microamps, ulangi prosedur untuk yang lain, kemudian dikembalikan ke posisi normal. Hal ini dapat dicapai di udara atau di tanah dan tidak perlu dilakukan pada centerline. Penggunaan metode ini akan dicatat dalam kolom komentar laporan inspeksi penerbangan. (2) Prosedur yang disetujui, back-course. Pemeriksaan ini dapat dicapai dengan menggunakan prosedur yang diuraikan dalam paragraf (b) di atas, atau di front-course, sebagaimana dalam paragraf (a) atau (b) tanpa radiasi pemancar memancar Waveguide. b. Prosedur Referensi Width yang disetujui. Gunakan prosedur penerbangan dan metode yang dijelaskan dalam paragraf 217, RF Power Monitor Reference. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan bahwa toleransi yang ditentukan localizer memenuhi seluruh layanan ketika beroperasi pada pengurangan power. a. Prosedur yang disetujui. Prosedur ini berlaku untuk front-course (dan back-course jika digunakan untuk pendekatan atau kesalahan pendekatan). Pemeriksaan ini akan dilakukan dengan operasi fasilitas dengan pengurangan daya. Pemeriksaan interfence, kekuatan sinyal, clearance, bendera alarm, identifikasi, dan struktur sebagai berikut: Langkah: (1) Terbang melintang busur course localizer di 18 mil * dari antena di 4,500 ft di atas ketinggian di seluruh sektor 1. (2) Ulangi langkah satu, kecuali terbang melintasi localizer di LCA. (3) Lanjutkan pada jalurnya, inbound dari 18 mil *, mempertahankan LCA sampai 10 mil ** dari antena. (4) Terbang melintang busur course localizer di 10 mil ** dari antena di seluruh LCA Sektor 1 dan 2 (dan 3, jika secara prosedural diperlukan). (5) Mempertahankan LCA dan melanjutkan in-bound pada on-course hingga mencapai 70 di atas horizontal (diukur dari antena localizer) atau titik C, yang mana terjadi terakhir. Hal

205 (6) Jika ESV diminta, terbang mengikuti Runs (1) sampai (5). Jika ketinggian ESV diminta dalam jarak SSV, pertimbangan khusus akan diterapkan untuk mendukung localizer. (a) Terbang melintang busur localizer pada jarak ESV dan ketinggian tertinggi ESV yang diminta, pada seluruh sektor 1 (b) Ulangi langkah (6) (a), kecuali terbang terendah di ESV yang diminta diperlukan. CAT ATAN: Jika salah satu prosedural ketinggian diminta, hanya satu busur ESV yang diperlukan. (c) Lanjutkan inbound di ESV pada ketinggian terendah sampai 18 mil *. (d) * 25 mil dari antena untuk Layanan ICAO Volume Clearance. Clearance diukur untuk memastikan bahwa peralatan memberikan penunjukan yang pasti di seluruh layanan volume (atau ESV, mana yang lebih besar). a. Prosedur yang disetujui. Pemeriksaan ini digunakan untuk front-course (dan back-course jika digunakan untuk pendekatan atau kesalahan pendekatan). Orbit clearance akan dilakukan di radius antara 6 sampai 10 mil dari antena di LCA. Pada pemeriksaan berkala, clearance dapat diperiksa sampai jarak 14 nm dari antena localizer. Verifikasi tidak biasa / out-of-toleransi indikasi dalam 10 nm. Jika kondisi mengulangi, atau jika tidak dapat memverifikasi karena cuaca atau pembatasan oleh ATC, ambil sesuai NOTAM / pembatasan tindakan. b. Perbandingan clearance. Dalam beberapa kasus mungkin perlu untuk melakukan pengukuran pada ketinggian clearance lebih tinggi dari LCA (misalnya, cuaca, ruang udara yang terbatas, atau pembatasan oleh ATC). Setelah pemeriksaan perdana, ketinggian yang lebih tinggi dapat digunakan, dibuat pemeriksaan perbandingan (biasanya pada pemeriksaan perdana) di LCA dan ketinggian yang lebih tinggi untuk mendokumentasikan clearance. Jika pemeriksaan perbandingan belum memuaskan, ketinggian di atas LCA harus tidak digunakan untuk mengevaluasi clearance. Pada tipe commissioning, untuk memasukkan instalasi antena jenis baru / pengganti, perbandingan ini harus dipenuhi. Data dokumen untuk prosedur yang digunakan (lihat di bawah) dan ketinggian terbang. Clearance akan diplot di lembaran kerja petugas kalibrasi penerbangan dan atau / perekam data. CAT ATAN: ketinggian yang lebih rendah direkomendasikan dan harus dicoba di semua inspeksi. Pemeriksaan LCA clearance diatas adalah pengecualian. c. Prosedur 1 dan 2 termasuk perbedaan analisa airbone. Prosedur 1 akan digunakan untuk semua fasilitas, kecuali kondisi clearance terendah konfigurasi pada ketinggian yang diinginkan lebih tinggi menghasilkan clearance lebih tinggi daripada konfigurasi yang sama di LCA. Prosedur 2 kewenangan izin lebih tinggi pada ketinggian yang diinginkan lebih tinggi daripada di LCA, tetapi hanya dapat digunakan jika toleransi clearance yang Hal

206 lebih ketat diterapkan di LCA. Perbandingan diperlukan di dalam wilayah tidak terbatas dari cakupan dan pada satu pemancar saja. Jika ditemukan perbandingan tidak memuaskan, dokumentasikan alasannya secara jelas. (1) Prosedur 1. Lakukan runs clearance sampai ke (a) Evaluasi dan plot jarak clearance pada Konfigurasi Normal di LCA. Jika Sektor terendah 2 jarak bersih kurang dari 165 µa, pemeriksaan tersebut UNSAT. (b) Evaluasi dan plot clearance Clearance Terendah Konfigurasi (lebar atau sempit referensi alarm) di LCA. Jika Sektor 2 clearance terendah kurang dari 150 µa, periksa UNSAT tersebut. CAT ATAN: Jika langkah b adalah UNSAT, pemeriksaan perbandingan lebih lanjut tidak diperlukan. (c) Konfigurasi Clearance Terendah pada ketinggian yang lebih tinggi. Ulangi pada ketinggian yang lebih tinggi yang dikehendaki Run (1) (a) atau (1) (b) konfigurasi yang menghasilkan Sektor 2 clearance terendah di LCA. Jika clearance terendah di LCA, periksa UNSAT tersebut. Plot clearance hanya jika keterbandingan adalah SAT. (2) Prosedur 2. Lakukan runs clearance sampai ke (a) Evaluasi dan plot clearance pada Konfigurasi Normal di LCA. Jika Sektor clearance terendah kurang dari 180 µa, periksa UNSAT tersebut. CAT ATAN: Jika langkah b adalah UNSAT, pemeriksaan perbandingan lebih lanjut tidak diperlukan. Hal

207 PROCEDURE 1 Normal of LCA (Plot) Sector µa NO Future Checks at LCA only YES Lowest Clearance Configuration at LCA (plot) Sector µa NO YES Lowest Clearance Configuration at xxxxmsl * S e c t o r 2 R e s u l t > T h a n a t L C A NO TES Future Checks LCA up to xxx MSL CAT ATAN ALL ARE A 35 0 TO 35 0 * plot if clearance comparability S AT Hal

208 Normal of LCA PROCEDURE 2 (Plot) Sector µa NO Future Checks at LCA only YES Lowest Clearance Configuration at LCA (plot) Sector µa NO YES Lowest Clearance Configuration at xxxxmsl * S e c t o r µa > T h a n a t L C A NO TES Future Checks LCA up to xxx MSL CAT ATAN ALL ARE A 35 0 TO 35 0 *plot if clearance comparability S AT Hal

209 COMMISSIONING TYPE CLEARANCE CHECKS H i g h a n g le ft a b o ve L D C ( p l o t ) N o r m a l a t M S L W i d e ( S i n g l e F r e q ) L C A a n d M S L W i d e / W id e ( D u a l F r e q ) L C A a n d M S L * (b) Evaluasi dan Plot pada clearance Konfigurasi normal di LCA. Jika Sektor 2 clearance terendah kurang dari 180 µa, periksa UNSAT tersebut. (c) Konfigurasi Clearance Terendah pada ketinggian yang lebih tinggi. Ulangi pada ketinggian yang diinginkan lebih tinggi, Run (2) (b) konfigurasi yang menghasilkan Sektor 2 clearance terendah di LCA. Jika clearance terendah pada ketinggian yang lebih tinggi lebih dari 20 µa lebih besar daripada yang ditemukan di LCA, periksa UNSAT tersebut. Plot clearance hanya jika keterbandingan adalah SAT. d. Konfigurasi Clearance Terendah, referensi kondisi normal atau alarm menyebabkan clearance terendah tidak akan selalu diperiksa secara periodik dengan monitor. Dokumen laporan inspeksi penerbangan dan data sheet dengan konfigurasi yang menghasilkan nilai-nilai clearance terendah. Inspeksi untuk menghapus dasar batasan pada clearance meliputi semua konfigurasi pemeriksaan clearance perdana. Lihat paragraf g. e. Plots Pemeriksaaan perdana. Pada tipe inspeksi perdana, pemeriksaan clearance tambahan berikut harus dievaluasi dan digambarkan pada satu pemancar untuk referensi historis, hanya jika Prosedur clearance 1 atau 2 pemeriksaan keterbandingan adalah SAT: (1) Course dan Pemancar Wide Clearance (dual frekuensi) / Course Transmitter Wide (frekuensi tunggal) di LCA. (2) Course dan Pemancar Wide Clearance (dual frekuensi) / Course Transmitter Wide (frekuensi tunggal) pada ketinggianlebih tinggi yang diinginkan. (3) Konfigurasi Normal di Ketinggian lebih tinggi yang diinginkan (jika ketinggian ini berbeda dengan paragraf , Pemeriksaan High Angle Clearance). f. Inspeksi. (1) Pemeriksaan Perdana. Pemeriksaan clearance di kedua normal dan konfigurasi dengan batas monitor yang dijelaskan dalam daftar yang sesuai. (2) Evaluasi Referensi Monitor. Pemeriksaan clearance dalam batas konfigurasi monitor yang dijelaskan dalam daftar yang sesuai. Tidak perlu untuk memeriksa clearance yang ditemukan selama pemeriksaan monitor adalah sama dengan atau lebih besar daripada toleransi yang diperlukan untuk normal. (3) Dokumen fasilitas dengan Prosedur perbandingan 2 harus diperiksa ulang di LCA jika clearance ditemukan kurang dari 160 µa dalam semua konfigurasi pada setiap pemeriksaan berkala. Jika pemeriksaan ulang di LCA adalah Hal

210 memuaskan, pemeriksaan keterbandingan harus tercapai, atau ketinggian selain LCA tidak akan digunakan untuk pemeriksaan clearance. (4) Verifikasi clearance di LCA setidaknya setiap hari untuk evaluasi clearance pada semua fasilitas yang resmi pada ketinggian yang lebih tinggi. Pemeriksaan ini menentukan apakah perubahan lingkungan tidak mempengaruhi clearance di LCA pada ketinggian yang lebih tinggi. Terbang satu clearance (normal atau alarm) di LCA. Nilai yang kurang dari 200 µa mungkin menunjukkan potensi masalah pada clearance, namun jika minimum clearance yang diperlukan untuk pemeriksaan yang sah pada ketinggian yang lebih tinggi adalah tetap pada LCA (IAW Paragraf c), ketinggian yang lebih tinggi dapat terus digunakan Clearance High Angle. Pemeriksaan ini menentukan bahwa sinyal yang ditransmisikan menyediakan indikasi off-course yang tepat pada batas atas volume layanan. Melakukan pemeriksaan ini dan plot clearance selama evaluasi lapangan, inspeksi perdana, atau bila ada perubahan pada lokasi, tinggi, atau jenis antena yang dibuat. Prosedur yang disetujui. Pemeriksaan ini berlaku untuk Fron-course (dan back-ourse jika digunakan untuk pendekatan atau kesalahan pendekatan). Pemeriksaan ini hanya diperlukan pada satu pemancar. a. Terbang melintang 10-mil melalui Sektor 1 dan 2 (dan 3, jika secara prosedural diperlukan), di ft di atas antena. b. Jika clearance adalah diluar toleransi, pemeriksaan tambahan akan dilakukan pada ketinggian lebih rendah untuk menentukan ketinggian tertinggi di mana fasilitas dapat digunakan Cakupan. Cakupan harus dievaluasi secara bersamaan dengan masing-masing kebutuhan pemeriksaan selama semua inspeksi berlangsung Penentuan laporan, Transisi Wilayah, SID's / DP's STAR's, dan Profil descent. Merujuk pada Gambar Sebuah localizer, SDF, atau LDA dapat digunakan untuk prosedur keberangkatan, dalam perjalanan, dan prosedur kedatangan. Transisi dapat dipublikasikan melalui ruang udara yang berada di luar localizer, SDF, atau layanan volume LDA. Dalam keadaan ini, navigasi dilakukan dengan menggunakan beberapa fasilitas lainnya seperti VOR atau NDB. Performa Fasilitas dari semua fasilitas yang terlibat harus diperiksa untuk memastikan bahwa semua parameter berada dalam batas toleransi. Hal ini harus dilakukan selama inspeksi perdana, ketika prosedur baru yang dibuat atau diuraikan kembali, atau pada inspeksi khusus yang sesuai (misalnya, keluhan pengguna). Ketika perbaikan yang terletak di dalam RHO-- THETA FISSV dan ILS SSV (lihat definisi dalam bagian 301), cakupan perbaikan di seluruh wilayah perpindahan dapat diprediksi (evaluasi perpindahan tetap tidak diperlukan). Jika perbaikan tidak terdapat dalam Hal

211 localizer dan / atau Glideslope SSV, sebuah ESV harus dibentuk untuk mendukung prosedur ini. (1) Cakupan yang disyaratkan. (a) LOC (A) B1 ke B2. Persyaratan ini terpenuhi dengan volume layanan validasi dan tidak perlu diulang. LOC (A) B1 to B2. (b) VOR (B) A1 ke B2 (R± 4,50). Tidak perlu diperiksa jika dalam VOR / NDB FISSV. VOR (B) A1 to B2 (R ± 4.50). (c) VOR (B) A3 untuk B4VOR (B) A3 to B4. (2) Transisi. Ketika sebuah transisi (atau routing kesalahan pendekatan) dirancang untuk menempuh course localizer Sektor 3 atau ruang udara yang berada di luar volume layanan pemeriksaan perdana, dan titik akhir transisi tidak diidentifikasi dengan fasilitas course localizer yang lain, pemeriksaan clearance dan caverage di seluruh transisi ruang udara pada ketinggian minimum yang resmi. Ini biasanya adalah sebuah segmen pendekatan yang normal dari sebuah fasilitas atau posisi mencegat localizer pada pendekatan akhir. Sebuah ESV harus ditetapkan untuk daerah di luar ILS SSV. Titik Penghentian clearance yang tidak memerlukan validasi adalah; DME pada transisi Fixes radial, titik arah, Kompas Locator, Lead Radials, penentuan yang dibuat dari selain localizer, dan penentuan "Radar yang disyaratkan". Contoh transisi clearance yang diperlukan adalah radial ke localizer saja atau radial ke marker beacon pada course localizer. MENGEVALU ASI CAKUPAN LOC (A) B to A2 VOR (B) B to A2 (3) SID's / DP's. Pemeriksaan struktur on-course di seluruh daerah yang digunakan. Pemeriksaan clearance di Sektor 1 di titik penghentian resmi pada ketinggian. minimal SID s/dp s. (4) STARs dan Profil penurunan. Prosedur terbang ini seperti yang diterbitkan atau dipublikasikan. Pemeriksaan kinerja fasilitas saat pemeriksaan STARs dan profil penurunan sesuai dengan paragraf (1) dan (2) di atas, dengan ketentuan. A1 A3 A 2 B 4 A4 B 5 B1 B2 B3 10 degrees A 10 degrees FIGURE B Hal

212 Efek polarisasi. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk menentukan efek polarisasi vertikal yang mungkin terjadi pada struktur course. Prosedur yang disetujui. Pemeriksaan ini untuk front-course (dan back-course jika procedural ini digunakan), dan dapat dicapai bersamaan dengan pemeriksaan struktur course. Pemeriksaan ini hanya memerlukan satu pemancar saja. Terbang inbound pada on-course dalam jangkauan tak terbatas sebelum FAF dan rolling pesawat ke 200 belok kiri dan kanan. Jalankan tanda (even mark) pada saat belokan maksimum Identifikasi dan suara. Pemeriksaan ini dibuat untuk memastikan identifikasi dan suara (jika terpasang) yang diterima di seluruh area localizer. Lihat paragraf 217,3211. SDFs memiliki tiga huruf kode identifikasi. Localizers dan LDAs memiliki tiga huruf kode pengenal didahului dengan kode huruf I. Prosedur yang disetujui. Prosedur ini berlaku untuk front-course (dan back-course jika procedural ini digunakan). Merekam identifikasi selama semua pemeriksaan. Pemeriksaan transmisi suara ketika on-course, di LCA, dan pada jarak maksimum di mana struktur course sedang dievaluasi. Sebuah localizer akan terbatasi jika identifikasi tidak dapat diterima di semua area cakupan yang diperlukan. Sebuah localizer harus tidak terbatasi hanya karena suara / ATIS tidak dapat diterima. Dalam kejadian ini, disarankan pada prosedur khusus dan / atau personil operasi lalu lintas udara Prosedur Detil - Glide Slope Spectrum Analyzer. Dipesan Tingkat Modulasi. Pemeriksaan ini mengukur modulasi dari sinyal yang dipancarkan. Prosedur yang disetujui. Mengukur modulasi dari glideslope selama inbound pada localizer / course glideslope antara 7 dan 3 mil dari antena glideslope dengan kekuatan sinyal 150 µv atau lebih tinggi Kesetaraan Modulasi. Pemeriksaan ini membentuk keseimbangan dari sinyal pembawa, pemeriksaan ini harus dilakukan sebelum setiap pemeriksaan pentahapan dan akan digunakan sebagai acuan untuk pentahapan. Prosedur yang disetujui. Memiliki konfigurasi personil pemeliharaan fasilitas untuk memancarkan sinyal pembawa saja. Saat pemeriksaan fasilitas capture efek, pemancar utama memancarkan konfigurasi ini selama pemancar clearance mati atau dummy load. Menggunakan prosedur yang diuraikan dalam paragraf Tingkat Modulasi. Selama penurunan, memanggil kamu untuk menjaga keseimbangan sebagai personel pemeliharaan fasilitas. Nol µa Hal

213 adalah optimal. Ketidakseimbangan yang melebihi dari 5 µa harus disesuaikan ke arah optimal Pentahapan. Pemeriksaan ini menentukan operator yang benar dan hanya yang berhubungandengan fase sideband saja yang didistribusikan ke antena. a. Prosedur Pendekatan. Pentahapan dapat dilakukan di lapangan (dengan pemeliharaan) atau di udara. Konsultasikan checklist yang sesuai dalam paragraf 217,3101. Lanjutkan inbound dari 10 mil dari antenna glidepah sepanjang on-course localizer, pada 1/3 hingga 1/2 dari sudut glideslope. Mempertahankan sudut ini turun sampai mencapai ambang batas landasan pacu. Jangan membuat penyesuaian fasilitas dalam 4 mil selama sudut penurunan. Rekam crosspointer pada seluruh run pentahapan. Teknisi Inspeksi penerbangan harus menyampaikan indikasi microammeter ke personel perawatan fasilitas. Pemeliharaan telah mengatur pentahapan sampai kira-kira nilai yang sama pada crosspointer ditemukan selama pemeriksaan kesetaraan modulasi. (1) Analisa Hasil Penahapan. Menganalisa jejak crosspointer selama penurunan. Jika nilai microammeter bervariasi dari rata-rata antara ½ mil dari ambang dan ambang landasan pacu, antena offset mungkin tidak benar dan harus diperiksa (antena offset yang paling akurat didirikan dan disetting oleh personil pemeliharaan). (2) Koordinasi Pemeliharaan. Perbandingan data pentahapan airbone dan ground harus dilakukan oleh personel perawatan untuk menentukan pentahapan yang optimal. b. Penahapan Referensi Null Membuat pemeriksaan berikut dan pentahapan fasilitas di konfigurasi seperti yang tercantum di bawah ini: Penahapan Referensi sideband di Quadrature ke Carrier. Melakukan manuver yang dijelaskan dalam paragraf a. Pentahapan. c. Penahapan Referensi sideband. Buatlah pemeriksaan berikut dan pentahapan fasilitas di konfigurasi seperti yang tercantum di bawah ini: (1) Antenna Feed Atas di Dummy Load. Personil pemeliharaan fasilitas memiliki 900 menyisipkan bagian dalam garis sideband utama. Melakukan level run pada ketinggian 1,000 ft ke atas antara 10 sampai 5 mil dari antena glideslope. Sesuaikan pentahapan dengan nilai yang ditemukan selama pemeriksaan kesetaraan modulasi. Ketika pentahapan selesai, hapus bagian 900 dan periksa sinyal sepenuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa sensor antena yang lebih rendah sudah benar. Jika ada indikasi sinyal memandu ke atas, panduan tersebut tidak benar dan fasilitas harus disesuaikan. (2) Pancaran Antena Upper dan Lower dengan bagian 90 derajat dalam pentahapan sideband utama. Gunakan Prosedur yang dijelaskan dalam paragraf a, pentahapan. Pemeliharaan telah menyesuaikan pentahapan antena upper dengan nilai yang ditemukan selama pemeriksaan kesetaraan modulasi. Ketika nilai ini dicapai menghapus bagian 900 dari sideband utama. Pastikan bahwa sinyal fly-up diterima ketika pesawat berada di bawah glideslope. d. Capture Effect. Glideslope Capture Efek biasanya pentahapan di ground oleh personil pemeliharaan, Namun, mereka dapat meminta pentahapan airbone. verifikasi prosedur Pentahapan airbone harus dicapai bila Hal

214 diminta oleh pemeliharaan. Prosedur ini menegaskan bahwa pentahapan benar telah dicapai. (1) Prosedur Verifikasi Pentahapan Airborne. Prosedur ini membantu perawatan untuk menentukan apakah ada pentahapan yang tepat. Kedua pemancar dapat diperiksa jika peralatan cadangan dipasang. PAR AMETER Step Checks Mod Width Angle Sym. Struc ture Below Path Clear ance Path Struct ure (a) (b) (c) (d) (e) Modulation (7) Mod. Equality (7) Normal Configurati on (8) Main Sideband Phaser Dephased: Advance* Retard* (8) Midle Antenna Phaser Dephased Advance* Retard* (8) (1) (2) (6a) x (3) (3) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (f) Normal (8) x (6b) (6b) CATATAN : (1) Menyesuaikan gliderpath lebar terhadap 0,700 ± 0,030. (2) Fasilitas disesuaikan dengan 0,050 yang ditugaskan dalam sudut untuk tipe commissioning inspeksi. (3) Lebar: 0.10 tajam atau 0,20 lebih luas daripada biasanya. (4) Angle: ± (5) Angle: ± (6) Clearance: Di sudut tetap 1,00 dari 4 mil ke ambang landasan pacu. Jika obstruksi izin adalah faktor Hal

215 (a) (b) pembatas, yang dapat diterima lebih tinggi sudut tetap dapat digunakan. 180 µa atau lebih baik. 150 µa atau lebih baik. (7) Pemeliharaan Permintaan (8) Clearance pemancar diberi energi di seluruh langkah (c) - (f) CATATANs (3), (4), (5), dan (6) tidak toleransi, mereka adalah hasil yang diharapkan. * Actual derajat maju atau menghambat ditentukan oleh pemeliharaan. (2) Penahapan Airborne. Ketika pentahapan airbone adalah diminta, gunakan prosedur yang diuraikan dalam paragraf d (2) (a) atau (b) di bawah, atau prosedur alternatif lain yang ditentukan oleh pemeliharaan. Personil perawatan fasilitas menetapkan prosedur yang harus digunakan. (a) Prosedur No.1 Penahapan Airborne. Konfirmasikan bahwa pemeliharaan telah menetapkan rasio sideband pembawa yang normal dan pentahapan ground itu selesai. C AT AT AN: toleransi pemancar SDE-energi adalah mengikuti langkahlangkah (1) - (4). Airborne Prosedur Penahapan No.1 Step (a) (b) (c) (d) Checks Modulation (7) Mod. Equality (7) Normal Configurati on (8) Main Sideband Phaser Dephased: Advance* Retard* (8) Mo d PAR AMETER Width Angle Sym. Struc ture Below Path Cleara nce Path Struc ture (1) (2) (6a) x (3) (3) (4) (4) Hal

216 (e) Midle Antenna Phaser Dephased Advance* Retard* (8) (3) (3) (5) (5) (f) Normal (8) x (6b) (6b) (b) Prosedur No 2 Penahapan Lintas Udara. Prosedur ini hanya berlaku untuk fasilitas tersebut di mana adalah mungkin untuk memisahkan sinyal carrier dan sideband dalam APCU (Amplitudo dan Phase Control Unit) Konfirmasikan bahwa personil pemeliharaan fasilitas telah menetapkan rasio sideband yang normal dan pentahapan ground itu selesai. Ste p (a) (b) (c) (d) (e) CAT ATAN: pemancar clearance adalah mengikuti langkah-langkah (1) - (4) Checks Modulation (7) Mod. Equality (7) Normal Configurati on (8) Main Sideband Phaser Dephased: Advance* Retard* (8) Midle Antenna Phaser Dephased Advance* Retard* (8) Airborne Penahapan Prosedur Nomor 2 Mod Widt h PAR AMETER Angl e Sy m. Structu re Below Path Clearan ce Path Struct ure (1) (2) (6a) x (3) (3) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (f) Normal (8) x (6b) (6b) Hal

217 Catatan: (a). Langkah (3) run pentahapan harus dicapai pada sudut ketinggian ½ dari sudut glideslope (atau sampai dengan 2/3 dari sudut jika kondi lapangan/medan tidak memungkinkan untuk sudut bawah. (b). Langkah (4) runs Penahapan harus dicapai pada sudut ketinggian sama dengan sudut glideslope Rekayasa (Engineering) dan Tes pendukungan. Tes ini dibuat atas permintaan pemeliharaan, di satu pemancar saja. Tujuan mereka adalah untuk membantu personel pemeliharaan fasilitas untuk membuat pengukuran bahwa mereka tidak mampu membuat dan / atau mengkonfirmasi dari ground Pemeriksaan Null. Pemeriksaan Null antena adalah pemeriksaan dukungan teknik dan tidak dilakukan kecuali jika diminta oleh teknisi / personil pemeliharaan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan sudut vertikal di mana nulls antena glideslope terjadi. Hal ini dapat dilakukan pada semua sistem image array. Tidak ada prosedur untuk non-image array. Prosedur yang disetujui. Gunakan salah satu metode level run yang dijelaskan dalam paragraf a.(1), sementara fasilitas memancarkan hanya pembawa (sidebands dummy load) dari salah satu antena. Level run dan analisa harus dilakukan untuk setiap antena. a. Analisa. Menghitung sudut dari nulls yang muncul pada rekaman sebagai dips di AGC. Jika AGC dips yang luas, seperti dalam kasus null pertama dari efek antena upper pada glideslope capture effect, sudut pengukuran mungkin harus dilakukan dengan mengukur kedua dan / atau ketiga null Antena Offset. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menetapkan perpindahan antena horisontal pada tiang. Efek offset mempengaruhi fase dari sinyal glideslope sebagai pendekatan pesawat ke ambang batas landasan pacu. Clearance rendah, dan / atau fly-down sinyal antara Point B dan ambang landasan pacu dapat disebabkan oleh offset tidak sempurna. Antena offset dapat secara akurat ditentukan dan diposisikan oleh personel perawatan fasilitas tanpa bantuan inspeksi penerbangan. Prosedur yang disetujui. Melakukan pemeriksaan pentahapan sesuai dengan paragraf Setelah dicapai hasil yang optimal di medan yang jauh (1/2 mil dari landasan dan melampaui ambang batas), pesawat berhenti di tengah di ambang batas landasan pacu. Dengan fasilitas masih dalam tahap kuadratur, memiliki personil pemeliharaan fasilitas menyesuaikan perpindahan horisontal di antena (puncak antena paling atas harus lebih dekat ke landasan pacu daripada bagian bawah). Sebagai antena yang sedang disesuaikan / disetting, tunjukkan relay crosspointer ke personel perawatan fasilitas. Pengaturan yang optimal adalah sama dengan perpindahan yang ditemukan selama pemeriksaan pentahapan kuadratur. Ambil pembacaan terakhir ketika antena diamankan dan personil tidak berada pada tiang. Periksa pengaruh dari antena offset dalam medan yang jauh dan dekat dengan melakukan pemeriksaan pentahapan lain ( ). Hal

218 CAT ATAN: Jika crosspointer tidak stabil saat pesawat berhenti di ambang landasan pacu, maka antena offset tidak dapat dibangun di atas tanah. Dalam kasus ini: (1) pemeliharaan menyesuaikan kembali antena offset berdasarkan runs pentahapan akhir; (2) kembali terbang ft dari ambang landasan pacu sesuai dengan paragraf a; (3) analisa hasil berdasarkan paragraf a(1) Radiasi Palsu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah ada sinyal Glideslope dalam segmen pendekatan akhir dengan konfigurasi fasilitas di dummy load. Prosedur yang disetujui. terbang dengan pendekatan yang rendah di tengah landasan pacu, memulai minimal 4 mil dari fasilitas. Menggunakan penganalisa spektrum atau penerima jejak glideslope, bandingkan setiap sinyal yang diterima selama pendekatan dengan hasil yang ditemukan selama transmisi fasilitas normal Lebar Sudut, Symmetry, dan Path Struktur Bawah. Parameter ini mungkin diukur dari hasil satu level run, kecuali jika sudut yang sebenarnya diperlukan (untuk kategori ILS tertentu dan pada berbagai jenis inspeksi). Dalam kasus ini, tentukan sudut dengan metode sudut yang sebenarnya. a. Sudut. Dua metode yang digunakan untuk menentukan sudut glideslope. Mereka adalah metode level run, a paragraf (2). Methode Sudut yang sebenarnya yang harus digunakan untuk mengukur sudut jalan selama pemeriksaan lapangan, pemeriksaan perdana, inspeksi setelah kecelakaan, inspeksi khusus oleh permintaan pemeliharaan, dan konfirmasi kondisi diluar toleransi untuk Kategori I Glideslope. Ini juga harus digunakan selama pemeriksaan apapun untuk menentukan sudut yang dilaporkan untuk Kategori II dan III Glideslope. Metode level run dapat digunakan untuk mengukur sudut glideslope CAT I ke inspeksi perdana berikutnya. Harus digunakan untuk mengukur sudut glideslope selama pemeriksaan monitor (untuk setiap kategori ILS), pemeriksaan dukungan teknik, dll CATATAN : Dalam semua pemeriksaan dimana actual path angle diukur, sudut yang ditemukan pada level run, dalam konfigurasi normal, harus dibandingkan dengan actual path angle. Perbedaan antara sudut-sudut ini harus menjadi faktor koreksi yang harus diterapkan ke semua sudut yang ditentukan berikutnya dengan metode level run. Dimana sudut jalan yang sebenarnya adalah lebih besar, tambahkan perbedaan ke sudut level run bilamana sudut jalan yang sebenarnya kurang, kurangi tingkat perbedaan dari sudut level run. Sebelum memulai pemeriksaan lapangan atau pemeriksaan perdana, mendapatkan sudut dari prosedur / personil ground. Jangan mengubahnya tanpa persetujuan mereka. (1) Prosedur-Level Run yang disetujui. Posisi pesawat di luar titik 190µA/150Hz glideslope pada localizer on-course atau prosedural azimut yang dirancang. Pertahankan kecepatan konstan. Ketinggian yang dipilih untuk level run biasanya dikoreksi GSI untuk ketinggian yang sebenarnya. Namun, yang dipilih atau ketinggian GSI dapat disesuaikan Hal

219 karena permintaan ATC, cuaca, transisi unmeasurable crosspointer, perbandingan sudut jalan yang sebenarnya, atau yang lebih rendah untuk mendapatkan ketinggian 190 µa. (a) Metode Theodolite. Posisikan theodolite atau perangkat pelacakan sesuai dengan paragraf Theodolite Prosedur. Melanjutkan perekaman inbound 1020 Hz menandai referensi dari theodolite. Ukur lebar, sudut, simetri, dan struktur below path dengan mengacu pada rekaman di 190 µa / 150 Hz, 75 µa / 150 Hz, di path, 75 µa / 90 Hz poin dengan 1020 Hz tandai theodolite yang biasanya ditempatkan pada interval 0,20. CAT ATAN: Sebuah RTT dapat digunakan untuk melacak pesawat melalui path sector. Terapkan lebar path sector diterima di kalibrasi dari RTT. (b) Metode Altimeter dan Ground Speed. Terbang inbound. Tandai pos pemeriksaan dengan tanda (even mark) dan mengidentifikasi mereka di rekaman. Pos-pos pemeriksaan diluar marker dan antenna glidepath, namun dua pos pemeriksaan yang dipisahkan oleh jarak yang diketahui dapat digunakan. Sebuah jarak untuk setiap titik (yaitu, 190 µa, 75 µa, 0 µa) ditentukan dengan menggunakan rasio waktu / jarak. Sudut yang tepat, lebar, simetri, dan struktur jalur di bawah ini dihitung dari nilai-nilai ini. (2) Prosedur Path Angle sebenarnya yang disetujui. (a) Metode AFIS. Lihat AFIS sesuai manual. (b) Metode RTT. Tentukan jalur sudut sebenarnya dari garis lurus ratarata aritmatik dari semua penyimpangan dari jejak diferensial Pendekatan ILS terjadi di Zona 2. Rata-rata aritmetik dapat ditentukan baik dengan menggunakan planimeter kutub kompensasi atau dengan rata-rata 2-detik sampel penyimpangan dalam zona 2 (lebih kecil interval sampling dapat digunakan, misalnya, 1 detik sample). (c) Metode Theodolite Standar. Informasi posisi yang cukup harus diperoleh untuk menentukan sudut jalan yang sebenarnya, dan adanya belokan, pembalikan, dan penyimpangan jangka pendek, karena itu, lebih dari satu run mungkin diperlukan. b. Lebar. lebar Jalan adalah lebar dalam derajat dari lebar sektor glideslope. lebar Jalan pengukuran diperoleh dari tingkat berjalan (Lihat a (1)). Beberapa fasilitas memiliki karakteristik langkah crosspointer transisi yang mungkin menghalangi penggunaan titik 75 µa. Ketika langkah-langkah yang ditemui, prosedur berikut ini dianjurkan untuk menentukan titik pengukuran level run harus digunakan untuk analisa lebar jalur: (1) Melakukan pemeriksaan lebar rata-rata IAW Paragraf (2) Terbang pada normal level run menggunakan titik pengukuran 60 µa (3) Terbang pada normal level run menggunakan titik pengukuran90 µa. (4) Pada level run berikutnya, gunakan titik pengukuran, dari (2) atau (3) di atas, yang paling mendekati hasil lebar jalan diukur pada pemeriksaan lebar mean. Jika titik dari 75 µa lain digunakan untuk mengukur lebar jalan, titik itu harus digunakan pada semua pemeriksaan dan pemeriksaan berikutnya. Hal

220 c. Simetri. Simetri ditentukan dari data yang diperoleh selama menjalankan tingkat sudut dan / atau lebar pengukuran. Jika poin selain 75 poin µa digunakan untuk mengukur lebar jalan, mereka harus juga digunakan untuk mengukur pengukuran simetri. Simetri adalah keseimbangan dari 2 sektor, 90Hz/150Hz. glideslope harus simetris mungkin, namun biasanya ada beberapa ketidakseimbangan. Jika tingkat simetri dijalankan tidak dapat diterima, yang AFIS, RTT, atau theodolite harus digunakan untuk menentukan mean simetri (Lihat paragraf 217,3308, Mean Lebar). Terapkan mean simetri sebagai faktor koreksi level run; keterangan pada AMIS. Jika simetri masih tetap diluar toleransi, fasilitas ini harus dihapus dari pelayanan. d. Struktur-bawah-Path. Pemeriksaan ini menentukan bahwa titik 190 µa/150hz terjadi pada sudut di atas horizontal yang sekurang-kurangnya 30 persen dari sudut awalnya. Struktur jalur bawah ditentukan dari data yang diperoleh selama sudut level run atau pengukuran lebar. Ketinggian lebih rendah dari GSI mungkin diperlukan untuk membuat pengukuran ini. CAT ATAN: Titik Struktur-bawah-jalan tidak tersedia dalam volume layanan fasilitas pemeriksaan yang valid, Asalkan AGC dan flag alarm menunjukkan saat ini berada dalam toleransi yang sesuai. Jika titik 190 µa/150hz, dalam semua konfigurasi fasilitas, tidak dapat ditemukan, lakukan pemeriksaan clearance sructure-below-path mulai di tepi volume layanan. Terapkan toleransi yang sesuai. Selama pemeriksaan monitor diphase, sudut sructure-below-path, dibandingkan dengan SBP normal, menunjukkan kinerja sructure-below-path dari Glidepath adsalah sensitivitas. Informasi yang dapat digunakan oleh pemeliharaan untuk sistem yang optimal Clearance. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa indikasi positif terbang-naik ada di antara bagian sektor bawah glideslope dan obstructions. Clearance bagian atas diperiksa untuk memastikan bahwa indikasi positif terbang-bawah diterima sebelum menerima jalan palsu pertama. a. Prosedur yang Disetujui. (1) Clearance Di bawah Path. Dimulai pada FAF atau GSI jarak (yang lebih jauh), terbang sepanjang garis tengah localizer (dan daerah-daerah ditentukan oleh checklist ). Untuk glide slope yang terkait dengan offset localizers atau LDA's, periksa sampai ke titik " C ". Untuk 5 dan 80 pemeriksaan endfire, lakukan pemeriksaan hanya ke titik" B ". Untuk semua glide slope garis tengah localizers landasan pacu, pemeriksaan garis tengah clearance sampai pada threshold landasan pacu. Periksa bahwa jumlah yang diperlukan terbang-up ada sinyal (180 µa dalam normal, 150 µa dalam memantau kondisi terbatas) dari FAF / GSI poin berikut: (a) CAT I tidak digunakan di bawah ketinggian 200 ft (DH)-ILS titik "C" untuk glide slope terbatas; atau titik di mana glide slope dibatasi. Ketika izin yang diperiksa untuk kriteria comissioning, hasil dokumen memuaskan atau tidak memuaskan antara Points "C" dan "T" pada laporan inspeksi penerbangan. Hal

221 (b) CAT I gunakan di bawah 200 ft DH dan semua CAT II / III-Runway threshold. (2) Clearance Above the Path. Periksa bahwa 150 µa terbangdown terjadi sebelum jalan palsu pertama. Lakukan pemeriksaan ini selama level runs sesuai dengan prosedur yang telah disetujui, a paragraf (1) Mean Width. pengepemeriksaanan ini, dilakukan selama evaluasi lapangan, comissioning, konfigurasi ulang inspeksi, digunakan untuk menentukan rata rata width antara ILS glideslope Points "A" dan "B". pengepemeriksaanan ini juga dapat digunakan untuk menentukan mean simetri dari glideslope. Theodolite, RTT, atau AFIS harus digunakan. Path width harus ditetapkan, mendekati 0,70 sebelum pemeriksaan. Prosedur yang disetujui. terbang inbound pada localizer on-course maintain 75 µa di atas glideslope antara ILS Point "A" dan "B". Ulangi langkah tersebut untuk 75 µa di bawah glideslope. Tentukan rata-rata width dari sudut yang ditemukan di atas dan di bawah dan hitung glideslope simetri dari pada-sudut on path Tilt. Pemeriksaan ini memverifikasi bahwa sudut dan clearance glideslope berada dalam toleransi yang diperbolehkan di localizer ekstremitas dari course sektor. Menggunakan faktor koreksi sudut yang sebenarnya untuk terhadap sudut terbang level saat pemeriksaan tilt. Prosedur Disetujui. Dengan fasilitas glide slope normal, ukur clearance bawah path titik tengah kedua sisi di localizer 150 µa dari GSI to Point B. Pada ketinggian GSI, mengukur path angle, Modulasi, dan clearance path atas, di localizer 150 µa titik tengah kedua sisi, dengan menggunakan metode terbang level. Pemeriksaan ini hanya diperlukan pada satu pemancar Struktur dan Zona 3 Sudut Alignment. Pemeriksaan ini mengukur penyimpangan struktur dan pengaturan sudut Zona 3. Pengukuran yang dibuat saat fasilitas beroperasi dalam konfigurasi normal, kecuali untuk evaluasi struktur khusus pada fasilitas Waveguide. a. Prosedur yang disetujui. terbang inbound di glideslope dan localizer on course dari 10 mil dari glide slope antena atau glide slope ESV (mana yang lebih besar) melalui semua zona. Struktur harus dievaluasi di semua zona dan CAT II dan III pengaturan sudut dalam Zona 3. alignment sudut akan dievaluasi dengan menggunakan RTT atau AFIS. Penyelarasan sudut (atau penyimpangan dari mean sudut dari Point B to Point T) dipengaruhi oleh sitting, phasing, dan antena offset faktor yang mungkin tidak menimbulkan pengaruh pada Zona 2 sudut yang diukur. b. Inspeksi. (1) Selama site, commissioning, rekonfigurasi, kategorisasi, antena, dan / atau perubahan frekuensi, mengevaluasi struktur dengan menggunakan seluruh prosedur yang diuraikan dalam huruf a di atas. (2) Selama pemeriksaan lainnya (yaitu, berkala, berkala dengan monitor, dll) evaluasi ini dapat dicapai dari GSO atau FAF (mana pun lebih lanjut) dengan menggunakan prosedur yang diuraikan dalam huruf a di atas Transverse Endfire Glide Slope. Ini adalah pengukuran dari struktur horizontal dan glideslope yang terkait langsung dengan struktur on Hal

222 path, tilt, dan clearance. Pada setiap pemeriksaan setelah commissioning, di mana struktur melintang diperiksa, bandingkan hasil normal course dan clearance dengan hasil terakhir di file. Beritahu pemeliharaan untuk setiap perubahan yang signifikan. Lakukan pemeriksaan pada sisi yang terkena defleksi glide slope microamp pada titik localizer 150 µa sudut melebihi toleransi. a. Prosedur yang disetujui. Terbang pada busur setidaknya 120 Setiap sisi tengah localizer pada jarak FAF, ketinggian FAF untuk mengoreksi ketinggian yang benar. orbit harus mengacu lateral ke tengah localizer glide slope abeam antena. Jika FAF kurang dari 5,0 mile dari glide slope, jarak orbit harus diubah sampai setidaknya 5 mil. (Seperti yang diterima glideslope pesawat dipengaruhi oleh jarak dan ketinggian, sangat penting bahwa parameter tersebut tidak berubah selama orbit.) Orbit dapat diterbangkan baik searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam. Merekam localizer dan glide slope crosspointers: Glide slope harus dikalibrasi untuk memungkinkan teknisi dapat mengidentifikasi 150 µa dan untuk menganalisanya. Localizer harus dikalibrasi untuk memungkinkan teknisi untuk mengidentifikasi titik 150 µa. Plot semua "penunjukan kiri" struktur melintang konfigurasi, untuk memasukkan pemeliharaan yang dilakukan sesuai permintaan. b. Analisa. Tidak ada toleransi diterapkan pada struktur melintang, namun didapatkan hasil yang diharapkan. Hasil yang melebihi nilai yang diharapkan akan memerlukan analisa teknisi sebelum penyelesaian akhir. Hasil pemeriksaan ini digunakan oleh teknisi untuk menyesuaikan lokasi penempatan antena dan tingkat sinyal. Pemeriksaan berkali-kali mungkin diperlukan untuk mengoptimalkan antena array. Lihat Gambar untuk plot sampel. (1) Dalam sektor course localizer, perubahan dari sinyal glide slope tidak boleh melebihi * 64 µa dari 150Hz atau * 48 µa dari 90 Hz dari nilai crosspointer ditemukan pada localizer on-course. * Analisa ini berlaku untuk slope 3,00 sudut pengepemeriksaanan perdana glide slope. Lihat tabel berikut: +10% / -7,5% ANGLE AL ARM / Transverse MICROAMP STRUKTUR NIL AI Commissioned Angle Low Angle ( 0 /µ A) High Angle ( 0 /µ A) /38µA (90 Hz) /48µA (90 Hz) /55µA (90 Hz) /53µA (150 Hz) /64µA (150 Hz) /75µA (150 Hz) (2) Dari ujung localizer course sektor menjadi 8 0 Dari localizer on-course, seharusnya tidak ada sinyal yang lebih besar dari 48 µa di 90 Hz arah dari nilai yang ditemukan pada cross pointer glide slope pada localizer on-course. Hal

223 Cakupan. Cakupan harus dievaluasi secara bersamaan dengan masing-masing pemeriksaan yang diperlukan selama semua pemeriksaan Monitor. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengukur parameter ketika fasilitas glideslope ditetapkan pada referensi monitor. Petugas harus memastikan bahwa fasilitas ditetapkan pada referensi monitor sebelum pengepemeriksaanan. Monitor referensi harus diperiksa IAW paragraf c ketika ditentukan oleh checklist, dan ketika berlaku pada inspeksi khusus. Di akhir setiap pemeriksaan, fasilitas harus dikembalikan ke normal, dan berikut ini dilakukan dan hasil pemeriksaan dilaporkan: Angle, Width, Symmetry, dan Struktur bawah Path, a. Prosedur yang disetujui. Gunakan metode terbang level (paragraf 217,3307 (1)) untuk mengukur width, sudut, dan struktur below path pada kondisi monitor limit.periksa clearance sesuai dengan b. Inspeksi-periodik dengan Monitor. Tidak ada persyaratan untuk memeriksa fasilitas normal sebelum melakukan pemeriksaan monitor RF Power Monitor Reference. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan bahwa toleransi glide slope yang ditentukan memenuhi seluruh layanan volume ketika beroperasi pada pengurangan power. a. Prosedur Disetujui. Pemancar Glideslope harus ditempatkan pada pengaturan pengurangan power untuk pengepemeriksaanan ini (baik primer dan clearance pemancar untuk capture efek dan glide slope endfire ). Pemeriksaan ini harus dilakukan pada localizer on-course dan 8 0 pada setiap sisi localizer on-course. (1) Sementara mempertahankan LCA, terbang inbound dari 10 nm dari facility terhadap penerimaan lower sector glide slope (yaitu, titik paling dekat dengan glideslope di mana 150 µa terjadi). Terbang melalui glide path sektor dan periksa clearance diatas path. (2) Dalam situasi dimana GSI glideslope memotong pada jarak yang dihasilkan kurang dari 150 µa terbang-up sementara memberikan rintangan clearance di 10 mil atau ESV (mana yang lebih lanjut). (3) Untuk memvalidasi sebuah ESV, menghitung ketinggian 0,45 kali sudut commissioning pada jarak ESV. Menggunakan ketinggian tersebut untuk memeriksa list di atas, mulai tidak lebih dekat daripada jarak ESV. ESV pemeriksaan menggantikan standar pengepemeriksaanan 10-mile. b. Endfire. Glide slope endfire antena array adalah berorientasi ke arah landasan. Sinyal fly-up/fly-down normal berakhir pada kira-kira 5 0 di sisi antena landasan pacu, sehingga Anda akan memiliki clearance signal hanya 150 Hz di 80 di sisi antena landasan. Ketentuan paragraf akan berlaku untuk situasi ini. Hal

224 Analisa Struktur melintang End-fire Glide Slope Umum Standby Equipment - Localizer / Glide Slope. Di mana peralatan dual dipasang, lengkapi semua item checklist untuk kedua set peralatan, kecuali seperti yang tercantum dalam teks dari bagian ini, dan checklist Standby Power - Localizer / Glide Slope. Merujuk kepada paragraf 106,43; jika diperlukan pemeriksaan, buat pemeriksaan sebagai berikut ketika beroperasi pada standby power. a. Localizer. Course width, alignment, simetri, modulasi, dan identifikasi. b. Glide Slope. Modulasi, width, angle, simetri, dan struktur below path Layanan Volume Expanded (ESV). Di mana ada persyaratan operasional untuk menggunakan salah satu atau kedua glide slope dan localizer terhadap ketinggian dan / atau jarak yang melampaui layanan volume, fasilitas harus diperiksa untuk ketinggian yang diperluas dan / atau jarak (sesuai dengan dan ) untuk menentukan bahwa kinerja fasilitas memenuhi parameter toleransi yang diperlukan. Tempat penekanan khusus pada kekuatan sinyal, interferensi,clearance,dan struktur. Hal

225 Jika glide slope dan localizer tidak dapat mendukung persyaratan ESV, maka ESV harus ditolak. Fasilitas tidak boleh digolongkan sebagai restricted sematamata karena gagal untuk mendukung ESV. a. Localizer. Standar Pelayanan localizer Volume (SSV) digambarkan pada Gambar penggunaan melampaui batas ini memerlukan spektrum ESV disetujui oleh manajemen dan disahkan oleh inspeksi penerbangan. Dua ESV yang paling umum adalah orang-orang untuk mendukung transisi IAW paragraf (2) dan orang-orang untuk mendukung localizer pencegatan di jarak yang lebih besar daripada normal. Dalam kedua kasus, yang divalidasi ketinggian minimum di daerah ESV mungkin lebih tinggi daripada LCA dalam SSV. Ketinggian minimum ini, serta berwenang maksimum, harus secara khusus didokumentasikan dalam penerbangan laporan inspeksi dan lembar fasilitas. b. GlideSlope SSV glide slope digambarkan pada Gambar Pendukung N AV AID's. Ini dapat terdiri dari marker beacon, compass locator, DME, dan / atau sistem pencahayaan. Selain itu, beberapa lokasi mungkin memerlukan jenis lain NAVAID's untuk mendukung pendekatan prosedur. Verifikasi Rho-theta yang melintasi radials yang terhubung dengan ILS approach IAW Paragraf Instrument Flight Prosedur Lihat Pasal ANALISA. Analisa rinci pengukuran dan perhitungan yang dibuat selama inspeksi penerbangan memberikan gambaran secara menyeluruh dan catatan permanen kinerja fasilitas Toleransi (95% Aturan). aplikasi struktur course analisa yang terkandung dalam paragraf ini berlaku untuk semua zona (1, 2, 3) dari glideslopes dan semua zona (1, 2, 3, 4 & 5) dan SDF's, termasuk back course. Ketentuan ini tidak berlaku untuk laju perubahan kemiringan glide slope / pembalikan (lihat paragraf 217,42). Untuk Kategori II / III fasilitas, yang berlaku komando militer daerah atau staf teknik harus diberi tahu dari awal penerapan kriteria ini. Jika saja atau jalan yang melebihi toleransi, menganalisa course / path struktur sebagai berikut: a. Di mana course / path struktur out-of-toleransi di kawasan manapun dari pendekatan, rekaman penerbangan akan dianalisa dalam interval jarak kaki (1,17 nm) yang berpusat di daerah di mana di luar kondisi toleransi terjadi. Dua wilayah ft tidak boleh tumpang tindih. b. Mana diperlukan untuk menghindari tumpang tindih, keterpusatan interval tentang luar wilayah toleransi dapat diabaikan. c. Tidak dibolehkan untuk memperluas segmen ft diperiksa di luar daerah, yaitu, layanan volume atau ESV, mana yang lebih besar, atau titik paling dekat dengan landasan pacu di mana analisasi berhenti. Hal

226 d. Course / path struktur dapat diterima jika struktur agregat out-oftoleransi untuk jarak yang sama dengan atau kurang dari 354 ft dalam setiap ft segmen Rate of Change / Pembalikan di slope dari Glideslope. Analisa path angle yang tersimpan berikut harus diselesaikan selama melakukan semua inspeksi dimana AFIS, RTT, atau perangkat pelacak lain sedang digunakan. Jika berlaku untuk semua kategori ILS. a. Memeriksa Glideslope kesalahan jejak dikoreksi / diferensial jejak poin zona 2 dan 3 untuk perubahan dan / atau pembalikan dalam kecenderungan slope dari path trace. b. Tentukan apakah jejak (atau tren), pada salah satu atau kedua sisi dari titik dimana perubahan arah terjadi, paling tidak membentang sepanjang 1,500 ft pendekatan dengan kontinyu pada slope (lihat Gambar 217-5). c. Jika satu atau lebih perubahan / pembalikan memenuhi kondisi b. di atas, menggambar garis lurus melalui slope yang mencover rata-rata paling tidak kaki segmen masing-masing sisi titik perubahan. Dibolehkan untuk memperluas garis lurus dengan kemiringan rata-rata untuk di dalam Point C jika diperlukan, dalam rangka untuk mendapatkan segmen 1,500 kaki. Tentukan perubahan slope dengan mengukur perbedaan dari dua baris pada suatu titik 1,000 kaki dari persimpangan. d. NOTAM Action. Penggunaan fasilitas-fasilitas yang tidak memenuhi perubahan / pembalikan toleransi harus dibatasi oleh NOTAM (lihat Paragraf k) bahwa autopilot menahan otorisasi untuk pendekatan digabungkan di bawah ketinggian (MSL) yang 50 feet tinggi pada ketinggian glideslope daripada yang diluar kondisi toleransi terjadi. MSL menghitung ketinggian untuk semacam pembatasan berdasar pada sudut commissioning peralatan. (1) Fasilitas kategori I yang tidak memenuhi mengubah / pembalikan toleransi tidak boleh diklasifikasikan "Dibatasi" akibat perubahan / pembalikan. Namun, tindakan NOTAM harus diambil. (2) Fasilitas kategori II dan III diperlukan untuk memenuhi perubahan yang ditetapkan / criteria reversal. Jika perubahan / pembalikan ditemukan, fasilitas harus diklasifikasikan "terbatas" dan cat II / III NOTAM'd prosedur. Tindakan NOTAM tambahan per Paragraf k juga berlaku Penerapan Persyaratan Localizer Coverage. Daerah manuver yang diuraikan dalam prosedur yang disetujui bagian ini menentukan volume layanan standard cakupan toleransi yang harus dipelihara agar sebuah Localizer untuk diberi fasilitas klasifikasi "tidak terbatas". Localizer mungkin masih dapat digunakan saat cakupan tidak memenuhi toleransi standar pelayanan di seluruh volume, tergantung dari efek pembatasan prosedural yang digunakan. Dalam mengevaluasi efek seperti itu, semua cakupan kriteria harus dipertimbangkan, untuk klasifikasi tak terbatas, kriteria berikut juga harus dipenuhi: a. Clearance (1) Aplikasi Toleransi. Penyimpangan dalam setiap sektor kurang dari 100 µa tidak dapat diterima. Di sektor 2 dan 3, sesaat defleksi dari crosspointer untuk kurang dari toleransi dapat diterima, asalkan daerah agregat tidak melebihi 3 0 dari busur di dalam gabungan sektor 2 dan 3 Hal

227 dalam satu kuadran. Seperti suatu wilayah yang dapat diterima di kedua sisi localizer. Selain itu, semua yang melebihi kriteria dapat diterapkan ke back course. Catatan: Satu kuadran didefinisikan sebagai wilayah antara localizer on-course dan titik 90 0 terhadap antena (2) Pembatasan. Jika localizer dibatasi di sektor 2, localizer tersebut tidak boleh digunakan untuk prosedur belok pada sisi yang dibatasi. Kecuali petunjuk course pada inbound prosedur belok disediakan oleh beberapa fasilitas lain, seperti VOR, NDB, dan lain-lain. (3) Deviasi sementara dari localizer cross pointer di sektor 1 dapat dirata-rata tanpa evaluasi lebih lanjut, deviasi cross pointer yang disediakan tidak menghadirkan efek kemampuan memberitahu pada kemampuan terbang atau membuat false course yang memungkinkan. Dipertanyakan pembalikan trend atau Irregular berlebihan merata course (* langkah *) memerlukan evaluasi efek pada prosedur. Ketika kondisi ini terjadi, refly sektor 1 busur pada salah satu layanan pemancar di batas volume di LCA di tanah maksimum kecepatan 170 knot. Evaluasi untuk efek nyata pada flyability dan mungkin saja indikasi palsu. Prosedur harus dihapus jika pembalikan tren melebihi 10 µa atau palsu flyable saja indikasi terjadi.. Jika orbit di LCA yang memuaskan untuk flyability, pemeriksaan dokumen pada lembar data fasilitas, misalnya, "Deviation di sektor 1 clearance linear vfront dievaluasi pada course / course kembali (jika sesuai) dan hasil memuaskan. b. Jarak Persyaratan. (1) Pembatasan untuk cakupan localizer pada jarak kurang dari volume layanan standar diperbolehkan, asalkan memenuhi semua cakupan localizer toleransi seluruh segmen pendekatan prosedural dan pada jarak maksimum di mana prosedur gilirannya dapat diselesaikan. (2) Pembatasan atas LCA thr dapat diterima, memberikan langkah-down memperbaiki, dan sebagainya, dapat ditambahkan ke pendekatan yang sesuai segmen yang membatasi turun ke dalam ketinggian / jarak di mana cakupan diterima di LCA tercapai. c. Persyaratan Sudut vertikal. (1) Apabila dalam cakupan toleransi tidak dapat dipertahankan sampai dengan 70 atau titik C seperti yang diperlukan oleh langkah 5 dalam pemeriksaan memantau daya RF, localizer masih dapat digunakan untuk CAT I dan non presisi operasinya pada dasar yang terbatas, namun, localizer harus diklasifikasikan sebagai "tidak dapat digunakan lagi" jika dalam cakupan toleransi tidak dapat dipertahankan sampai dengan lebih besar dari sudut glideslope yang dipersiapkan, mana yang lebih besar (baik diukur dari localizer). (2) Jika sudut vertikal cakupan adalah localizer terbatas tetapi dapat digunakan pada dasar yang terbatas seperti diuraikan di atas, dapat dikeluarkan NOTAM yang membatasi localizer sebagai "tidak dapat digunakan" di atas ketinggian tertentu, baik di ambang pintu dan setidaknya satu titik, biasanya FAF (lihat contoh di Bab 107). Perhatikan sudut cakupan yang tidak memuaskan terjadi dan mengevaluasi efeknya pada presisi non MDA, ketinggian maksimum holding, dan instruksi missed approach / area yang dilindungi. Hal

228 Penerapan Persyaratan Cakupan Glide Slope. Pemeriksaan pemantau daya RF yang dijelaskan dalam Paragraf menegaskan kapasitas layanan standar secara lateral dan longitudinal dari glide slope. Menetapkan prosedur yang disetujui untuk memeriksa clearance above path. Jika tidak ada glidepath atau clearance diatas path didefinisikan, glide slope harus dibatasi sebagai titik tidak bisa digunakan di luar landasan pacu direferensikan angularly ke tengah di mana tidak ada izin glideslope atau jalan di atas disediakan. Lihat contoh pada Bab 107. Lereng luncur kemiringan harus memenuhi toleransi dan daya RF monitor toleransi Pemeliharaan ILS Alert Fasilitas melayani Ruang Udara Indonesia harus disediakan perawatan ILS peringatan sebagai berikut: a. ILS Alert pemeliharaan harus disediakan oleh Inspeksi Penerbangan berikut pemeriksaan berkala yang normal tanpa monitor bila diukur parameter inspeksi penerbangan melebihi 60 persen dari toleransi inspeksi penerbangan. Hal ini berlaku untuk parameter pemantauan kritis berikut ini : (1) CAT I / II saja Localizer lebar (2) Localizer kesejajaran (a) CAT aku ILS, Localizer saja, dan sejalan SDF tengah landasan pacu sepanjang ± 9 µa. (b) Offset Localizers, Offset SDF's, LDA's dan mandiri Dimonitor Kembali Course ± 12 µa. (c) Lainnya Kembali Course ± 39 µa. (3) Glide Slope jalan lebar ± 0,580 / ke ± 0, 0 (4) CAT I/II Glide Slope Angle b. Petugas kalibrasi penerbangan harus meneruskan hasil peringtan pemeliharaan ILS melalui FA atau telepon ke Ditjen Hubud (Dit. Navigasi Penerbangan). Pemeliharaan tindakan yang melakukan oleh bandara (cabang) insinyur merujuk dari Dit. Navigasi Penerbangan rekomendasi dalam prioritas pertama. c. Ketika diukur Parameter Penerbangan inspeksi melebihi toleransi, jika parameter yang melebihi toleransi diperbaiki. Jika tidak, keluarkan layanan dan fasilitas dari mengeluarkan NOTAM Salju Glide Slope NOTAM. Disiapkan Menyesuaikan CAT III dan Memelihara. Pemeriksaan lebar / alignment localizer dan sudut glide slope pada sistem ILS Kategori III diminta untuk dipertahankan pada values.result dimonitor lebih ketat daripada yang melebihi nilai-nilai ini, tetapi tidak melebihi inspeksi penerbangan toleransi, tidak boleh dianggap out-of-toleransi, dan jadi perbedaan harus dicatat pada Penerbangan Daily Log. a. Inspeksi Pemeliharaan yang Tidak Melibatkan Teknisi. Ketika fasilitas CAT III ditemukan beroperasi di luar nilai-nilai ini, ulangi run Hal

229 untuk memastikan pengukuran dan, jika diulangi menyarankan pemeliharaan segera. (1) Jika pemeliharaan tidak dapat merespon dan membuat penyesuaian, mendokumentasikan keadaan tersebut pada laporan inspeksi penerbangan. Fasilitas ini harus tetap CAT III kecuali diturunkan oleh pemeliharaan. (2) Apabila pemeliharaan tersedia, tetap on-stasiun untuk memeriksa parameter yang disesuaikan keadaan dan dokumen pada laporan inspeksi penerbangan. Mengeluarkan maintenance alert untuk inspeksi dengan mempersyaratkan personil pemeliharaan, jangan meninggalkan fasilitas yang beroperasi pada CAT III di luar nilai-nilai "Penyetelan dan pemeliharaan". (3) Mengatur dan Memelihara Nilai: Localizer Alignment ± 4 µa Localizer Width ± 10 % (commissioned width) Glide Slope angle ± 4 % (commissioned angle) Tinggi Crossing Threshold (Threshold Crossing Height / TCH) / Referensi Tinggi Datum (Reference Datum Height / RDH) a. Prosedur Instrumen CAT I, prosedural batas CAT I sampai maksimum 60 ft. Minimum TCH berbeda untuk setiap persimpangan ketinggian pesawat. TCH biasanya ditentukan oleh prosedur personil dan tidak dievaluasi oleh inspeksi penerbangan. ILS Glideslope penentuan sudut, RDH, dan Ground Point of Intercept (GPI), diterapkan pada fasilitas CAT I, inspeksi penerbangan menggantikan RDH prosedural yang diperoleh TCH. b. CAT II / III harus menerapkan prosedur ICAO. Hal

230 GAMB AR 217-5: PERUB AH AN R ATE / PEMBALIK AN D ALAM SLOPE OF THE GLIDE PATH Hal

231 FIGURE GLIDE SLOPE STANDAR LAY AN AN VOLUME TOLER ANSI. Kode: C: Toleransi yang diterapkan untuk site, commissioning, konfigurasi ulang, dan kategorisasi inspeksi. P: Toleransi yang diterapkan pada setiap pemeriksaan Inspeksi berikutnya diuraikan dalam Kode C. Hal

232 a. Localizer P AR AM ET ER Spectrum Ana l ys is REF. Reserve d INSPECT ION C P T O LER ANCE/LIM IT Modu lat io n Level % as m easured IAW % - 60 % t hroug ho ut the service vo lum e of all localizers installe d or r econf igured wit h n e w t ype ant enn a af ter 01/01/ For existing s ys tem s, CAT AT AN in the f li gh t inspection r e port areas wh ere m odulat i on excee ds 60 % W ave G uide Clear ance MT R For two f r equenc y s ys tem, the s tandard f or m ax im um m odulat ion p ercentage does not a pp l y at or near a zim uth where the c ourse and c lear ance s ig na l l evels are equ al i n am plitud e ( i.e., at a zim uth where b oth transm itting s ys tem s have a s ignif ican t c on trib ution t o t he total m odulatio n percentage) % as m easured I AW Po wer Rat io T he c ourse transm itter po wer le ve l s ha ll be at le ast 10 db greater than t he c learance transm itter. Phasing As requ ired No tolerance Maxim um ( SDF ). C AT II & III W idth: tailored to 700 f t. P r ecision a pproach: 400 f t m inim um c ourse width at the threshold ± 0.10 of the com m iss ione d wi dth. Front Course W ithin 17 % of the c o m m issioned wi dth Hal

233 P AR AM ET ER REF. INSPECT ION C P T O LER ANCE/LIM IT W idth: TMT R Dif f erential T he diff erence in t he norm al widths s hall n ot be gr eater t han or 10 % of the c om m is s ioned widt h, wh iche ver is le ast. Back Course Bet ween an d Bet ween and i n norm al or m onitor alarm condit i on. SDF s: within 10 % o f the f r ont c ourse s ector widt h S ym m etr y ( FC Only) Alignm ent FC and Inde pen dent l y Mon itored BC Back Course ( Facilit y s ubordinat e to FC) Course Structure Front Course CAT AT AN 1: Use CAT I tolerance f or of fset localizer, localizer on l y, and LDAs CAT AT AN 2: For localizer onl y, LD A, SDF, m easure s tructure f r om graph ical average c ourse W ithin the f acili t y in n orm al % W ithin ± 3 ua of the d esired procedural a zim uth. For ILS s, L ocalizer-onl y on c en terline and SDFs on center li ne From the design ed pr ocedural azim uth C AT I : 1 5 µ A C AT II : 1 1 µ A C AT III : 9 µ A O f f s et Locali zers, LDAs: 20 µ A O f f s et SW DFs : 20 µ A Back Course : 20 µ A Design ed procedur al a zim uth: 65 µ A Zone 1 : From the graph ical average c ourse: CAT I, II, III : ± 30 µ A to poin t A Zone 2: From the actual c ourse ali gnm ent: CAT I: ± 30 µ A at point A, li near decrease t o 15 µ A at point B CAT II, III: ± 30 µ A at po int A, l ine ar decrease t o 5 µ A at point B SDF: ± 40 µ A at point A, l ine ar decrease t o 20 µ A at point B Zone 3: From the actual c ourse ali gnm ent: CAT I: ± 15 µ A at p o int B, ± 15 µ A at point C. SDF: ± 20 µ A at point C, Zone 3 & 4 : From the actual c o urse ali gnm ent. CAT II, III: ± 5 µ A at point B, ± 5 µ A at po int D. Zone 5: From the actual c ourse Alignm ent CAT III: ± 5 µ A at poin t D, li ne ar decrease t o ±10 µ A at po int E Hal

234 P AR AM ET ER REF. INSPECT ION C P T O LER ANCE/LIM IT Back Course Zone 1: From the graph ical a v erage c ourse: 40 µ A t o po in t A Zone 2: From actual c ourse ali gnm ent: 40 µ A to point A, l ine ar decrease t o ± 20 µ A at po int B Zone 3: From actual c ourse ali gnm ent ± 20 µ A at point B, ± 20 µ A at po int C Front a nd Back Course Exception: An a ggregate out-of - tolerance c ondit io n f or 354 f t m a y be acceptab le in a 7, f oot segm ent. Mon itors: Alignm ent Front Course Facili ties ali gne d a lo ng the run wa y O ff s et LLZs, of fset SDFs, and LDAs Localizers, SDFs, a nd LDA s where ali gnm ent is determ ined to be s atisfactor y b y visual observa tions W idth Front Course & Inde pen dent l y Monit ored Back Courses a( 1)(c) Back course T he c ourse alignm ent m onitor s hall alarm when t he actual c o urse ali gnm ent s igna l s hif ts f r om the desig ned proced ural a zim uth b y no greater t han : CAT I ILS a nd SDFs ali gne d a lon g the run wa y cent erli ne ± 15 µ A CAT II ± 11 µ A CAT III ± 9 µ A ± 20 µ A f r om the designe d procedural a zim uth when usin g actual c ourse alig nm ent r ef erences, i.e., AFIS, T heod olite, etc. ± 20 µ A f r om established eq ua lit y of m odulatio n ref erence Not m ore tha n ± 17 % of the c om m issioned wi dth RF Po wer Maintaine d at or abo ve S ign al s trength 5 µ V Flag Alarm : No Flag or ind ication of invalid s ign al Clear ance an d s tructure: in tolerance Hal

235 P AR AM ET ER REF. INSPECT ION C P T O LER ANCE/LIM IT Coverage At or greater tha n: Sig na l streng th ± 5 µ V Flag A larm : No Flag or in dicat io n of in valid s ign al Clear ance and structure: In T olerance Interference s ha ll n ot c ause a n o ut-of - tolerance con dit io n. Clear ance ( FC and BC) Facili t y i n Norm al c onf ig. Facili t y i n an y alarm conf ig As m easured from the procedural desig ned a zim uth: Sector M in im um Clear ance 1 Linear increase to 17 5 µ A then m aintain 17 5 µ A to µ A (see C AT AT AN) µ A (see C AT AT AN) Clear ance are r educ ed 15 µ A f r om the c learance requ ired in norm al CAT AT AN: Exception are a uthorized i n s ector 2 and 3. Polarizat ion Polarizat ion error no t greater tha n CAT I : 1 5 µ A CAT II : 8 µ A CAT III : 5 µ A Ident if ication and Vo ice Clear, c orrect, aud io le vel of the v oice equa l to the i den tification le ve l. T he ide ntif icat ion s ha l l h ave no ef f ect on the c ourse. Vo ice m odulatio n s hall n ot c ause m ore than 5 µ A of course disturbance Hal

236 b. Glide Slope P AR AM ET ER REF. INSPECT ION C P T O LER ANCE/LIM IT Spectrum Ana l ys is Reserve d Mod. Le ve l % % Modu lat io n Equ alit y As Req uired Zero µ A ± 5 µ A Phasing an d Airborne Phase Verif icat ion As Req uired No T olerance Eng in eerin g & Sup port T est As Req uired No T olerance W idth b ± ± Ang le ( 2) W ithin ± of the c om m issioned an gle. W ithin % t o 7.5 % of the c om m issioned an gle T r ansm itter dif f erentia l a ± ± Alignm ent CAT I: Not App licable CAT II and III ( CAT I authorized use be lo w CAT I m inim a) : Zone 3: ± 3.75 µ A a bou t the c om m iss ioned an gle at point B, expand in g lin earl y to ± µ A ab out t he c om m iss ione d an gle at point C expa nding li ne arly to ± 7 5 µ A a bout the c om m issioned a ng l e at I LS r ef erence datum. Hal

237 P AR AM ET ER REF. INSPECT ION C P T O LER ANCE/LIM IT T ilt W ithin % % of the c om m issioned a ng le, Clearance a bo ve path, Mod ulation, C le arance B elow P ath- 180 µ A. Ref erence Datum Height ( RDH) CAT I: Maxim um 60 f t. CAT II & III: 50 to 60 f t ( also CAT I authorize use be lo w CAT I m inim a) S ym m etr y c T he f ollo wi ng c r it eria are ap plied wit h the f acilit y in a norm al conf iguration: CAT I %. Broad s ector e ither abo ve or be lo w pat h CAT II %. Broad s ector e ither abo ve or belo w pa th % If broad s ector be lo w path on l y ( a lso C AT I authorize use below CAT I m inim a) CAT III %. Broad s ector either abo ve or be lo w pat h. Structure Below Pat h d 190 µ A of f l y- up s i gn al occur at an a ng le which is at l eas t 30 % of the c om m issioned an gle. Exception: If this t olerance c an not be m et, apply c le aran c e procedure an d tolerances. Clear ance Below t he Path Abo ve t he Path Ade quat e obstacle c l earance at no less than 1 80 µ A of f l y- up s ign al in n orm al ( 150 µ A in an y m onitor condit io n) 150 µ A of f l y- d o wn s i gna l occurs at s om e point prior to the f irst f alse pat h. Structure W ith AFIS or T r ack ing Device Hal

238 P AR AM ET ER REF. INSPECT ION C P T O LER ANCE/LIM IT Structure ( c ntn d) Zone Categ or y 1 30 µ A f r om graphical average pat h 30 µ A f r om actual pat h an gle 30 µ A f r om graphical average pat h Zone Categ or y II a nd III ( A l s o CAT I au thor i zed use be lo w CAT I m inim a): 30 µ A f r om graphical average pat h From actual pat h a ng le 30 µ A a t P oint A, then a li near d ecreas e to 20 µ A at Po int B. 20 µ A f r om the grap hical average path W ithout AFIS or tracking device Zone Categ or y 1 30 µ A f r om graphical average pat h 30 µ A f r om graphical average pat h 30 µ A f r om graphical average pat h Exception: An ag greg ate ou t-of - tolerance c ond ition f or 354 f t m a y be ac c eptab le i n a f oot segm ent. Chan ge/rever s al µ A per f t in a foot s egm ent Coverage At or greater tha n: Sig na l Level: 15 µ A Flag A larm : No Flag or ind ication of in valid s ign al Fly- u p/fl y- do wn Sig n al: 150 µ A Clear ance and Structure in tolerance. Interference s ha ll not o ut-of - tolerance c ondit io n. Mon itor Ref erence Value Ang le W ithin % t o 7. 5 % of the c om m issioned an gle Hal

239 PAR AM ET ER Mon itor Ref erence Valu e REF. INSPECT ION C P T O LERANCE/LIMIT Eid th Po wer Maxim um 0.50 Minim um Not less than : S ign al le ve l: 15 µv Fl y up /Fl y down Signal : 150 µa Fla g Alarm : No Fla g or Ident if ication of i nvalid signa l PENYESU AIAN / PENGESETAN lihat paragraf karakteristik kinerja peralatan abnormal tetapi masih dalam toleransi, mereka harus didiskusikan dengan personel perawatan untuk menentukan apakah pengaturan akan meningkatkan kinerja keseluruhan sistem, mengikuti pengaturan apapun untuk memperbaiki sebuah kondisi out-of-toleransi, monitor yang sesuai harus diperiksa dan memantau operasi tepat diverifikasi. Hal

240 BAGIAN 218. LAMPU PENDEKATAN PENDAHULUAN a. Suatu sistem lampu pendekatan adalah konfigurasi sinyal lampu yang dipancarkan simetris disekitar garis tengah perpanjangan landasan pacu, mulai dari threshold dan perluasan landasan pacu sampai ke zona pendekatan. Sistem ini memberikan informasi visual pada runway alighment, height perception, roll guidance dan horizontal reference. b. Sistem lampu pendekatan dirancang untuk meningkatkan kemampuan operasional dan keselamatan pesawat saat pendekatan dan pendaratan, khususnya pada malam hari dan / atau keterbatasan tingkat visibilitas. c. Dalam rangka memenuhi tujuan meningkatkan keselamatan,sistem lampu pendekatan dan konfigurasi peralatan harus konsisten dan sesuai dengan persyaratan operasional Kategori I Sistem Lampu Pendekatan, Sequence Flashers, (Approach Lighting System with Sequenced Flashing Lights / ALSF-1), (Gambar 218-3). Kategori I ini sistem lampu pendekatan dengan lampu-lampu sorot diurutkan. Yang terdiri dari sebuah tiang yang berisi lima cahaya lampu-lampu pada setiap 100-ft interval 300 ft mulai dari batas landasan pacu dan terus keluar sampai ft (total dari 28 tiang tengah). Cahaya tiang dipasang tegak lurus ke tengah landasan pacu diperpanjang dan semua lampu ditujukan untuk membidik dari ambang batas landasan pacu. Tiang cahaya garis tengah pada ft dari thresholddilengkapi dengan delapan lampu tambahan di kedua sisi cahaya membentuk tiang dengan panjang 100 ft dan berisi 21 lampu. Bar ini disebut tiang ft Semua lampu tersebut berwarna putih. Tiang akhir, dipasang 200 ft dari threshold, panjang 50 ft dan berisi 11 lampu merah. Tiang sayap atau tiang pra-ambang, masing-masing berisi 5 lampu merah, terletak 100 ft dari threshold, masing-masing satu di kedua sisi di landasan. Cahaya terdalam (terdekat dengan tengah landasan pacu) dari masingmasing sayap yang terletak segaris dengan lampu-lampu pinggir landasan pacu. Tiang ambang deretan lampu hijau yang berjarak 5-10 ft selain yang berlokasi di dekat thresholddan diperpanjang di ambang landasan untuk kira-kira 45 ft dari ujung landasan pacu di kedua sisi landasan. ALSF-1 yang beroperasi pada lima pengaturan mengintensifkan 100%; 20%; 4%; 0,8% dan 0,16%. Sistem ini dapat digunakan untuk Kategori II minima apabila disetujui oleh instansi berwenang Kategori II Sistem Lampu Pendekatan, Sequence Flashers, (Approach Lighting System with Sequenced Flashing Lights / ALSF-2), (Gambar 218-3). ALSF-2 yang merupakan standar Kategori II sistem lampu pendekatan dan berbeda dari sistem ALSF-1 hanya di pusat ft (runway threshold terdekat) dengan bagian luar menjadi ft sama untuk keduanya. Tiang-tiang akhir dan sayap dari konfigurasi ALSF-1 diganti dengan tiang tengah dari 5 lampu masing-masing. Selain itu, ada tiang sisi baris yang berisi 3 lampu merah masing-masing di kedua sisi dari garis tengah tiang cahaya di setiap stasiun dalam ft. Selain itu, sistem ini memiliki tambahan tiang cahaya (4 lampu masing-masing) di kedua sisi bar tengah 500 ft dari threshold. Lampu ini dari palang disebut sebagai tiang 500 ft. The ALSF-2 beroperasi pada lima pengaturan intensitas 100%; 20%; 4%; 0,8% dan 0,16%. Hal 218-1

241 Sequence Flashers untuk ALSF-1 dan ALSF-2. Selain berfungsi agar tetap menyala, juga dikonfigurasikan sebagai sequence flashing lights. Salah satu lampu yang diinstal pada setiap tengah bar mulai ft dari threshold, sampai ke ujung ft dari threshold. Lampu ini secara urut ke ambang batas dengan kecepatan dua kali per detik. Mereka tampak sebagai sebuah bola cahaya bepergian ke arah runway threshold pendaratan pada kecepatan yang sangat cepat Sistem Lampu Pendekatan Short Sederhana (Simplified Short Approach Light System / SSALS), (Gambar 218-4).Ini adalah sistem 1400 ft dan menggunakan lampu tengah standar bar ALS perangkat keras dan mampu ditingkatkan ke standar sistem 3000 ft. Terdiri dari tujuh lima batang cahaya lampu putih masing-masing, terpisah jarak 200 ft, 200 ft mulai dari threshold. Dua cahaya tambahan bar, berisi lima lampu putih masing-masing, terletak di kedua sisi dari garis tengah bar pada ft dari runway threshold membentuk palang panjang 70 ft. Semua lampu di sistem ini beroperasi pada tiga pengaturan intensitas sekitar 100%; 20% dan 4% Sistem Pendekatan Short Sederhana dengan Sequence Flashers (Simplified Short Approach System with Sequenced Flashers / SSALF), (Gambar 218-4).Sistem ini identik dengan sistem SSALS kecuali penambahan tiga sequencing flashers terletak di tengah landasan pacu di luar stasiun tiga bar cahaya. Flashers ini membantu Pilot dalam membuat identifikasi awal dari sistem di daerahdaerah yang ambient. The sequencing flashers memiliki "on-off" switch dan akan beroperasi pada semua pengaturan intensitas dari lampu-lampu menyala stabil Sistem Lampu Pendekatan Short Sederhana dengan Runway Alignment Indicator Lights (Simplified Short Approach System with Runway Alignment Indicator Lights / SSALR), (Gambar 218-4).Ini adalah sistem 3000 ft dan identik dengan SSALS kecuali bahwa lima sequencing lampu lampu sorot yang berjarak 200 ft terpisah ditambahkan pada garis tengah, mulai 200 ft luar akhir sistem SSALS. Yang diurutkan yang terpisah flashers on-off switch tapi tidak memiliki kontrol intensitas yang terpisah; mereka beroperasi dengan semua pengaturan intensitas dari lampu-lampu menyala stabil dan lampu pinggir landasan pacu Sistem LampuPendekatan Intensitas Sedang (Medium Intensity Approach Light System / MALS), (Gambar 218-4).Sistem ini panjangnya ft, yang terdiri dari tujuh batang cahaya lampu lima masing-masing, yang terletak di tengah landasan pacu, diperluas dan terpisah jarak 200 ft. Dua batang cahaya tambahan terletak di kedua sisi dari garis tengah bar pada ft dari batas landasan pacu. Semua lampu di sistem ini beroperasi pada dua pengaturan intensitas, 100% dan 10%, dikontrol melalui sistem pencahayaan tepi landasan pacu Sistem Lampu Pendekatan Intensitas Sedang dengan Sequence Flashers (Medium Intensity Approach Light System with Sequence Flashing Light / MALSF), (Gambar 218-4).Sistem ini identik dengan MALS kecuali bahwa tiga lampu lampu sorot sequencing terletak di luar stasiun tiga bar cahaya. Flashers sequencing ini tidak memiliki kontrol intensitas; mereka beroperasi di kedua pengaturan intensitas dari lampu-lampu menyala stabil Sistem Lampu Pendekatan Intensitas Sedang dengan Runway Alignment Indicator Lights (Medium Intensity Approach Light System with Runway Alignment Indicator Lights / MALSR), (Gambar 218-4). Sistem ini sama Hal 218-2

242 dengan konfigurasi MALS kecuali bahwa lima sequencing flashers ditambahkan pada tengah landasan pacu diperpanjang, mulai 200 ft luar luar MALS akhir sistem dan diperluas keluar pada interval 200-ft sampai ft SSALR The MALSR dan mungkin memiliki panjang keseluruhan 2,400 ft di lokasi di mana slope lebih besar dari 2,75 derajat. MALSR dapat digunakan dengan tepat alat bantu navigasi, yaitu, PAR, ILS Sistem lampu Pendekatan Omnidirectional (Omnidirectional Approach Light System / ODALS) terdiri dari tujuh Omnidirectional lampu senter. Lima lampu terletak di tengah perpanjangan landasan pacu, dengan lampu pertama terletak 300 ft dari threshold dan diperluas sampai interval yang sama hingga ft dari threshold. Dua lainnya terletak lampu, satu di setiap sisi ambang batas landasan pacu. Mereka seharusnya memancarkan kilatan di urutan ke runway threshold dengan kecepatan satu kali per detik, dengan dua lampu yang terletak pada masingmasing sisi landasan pacu berkedip secara bersamaan Lampu Runway Identifier Akhir (Runway End Identifier Light / REIL), (Gambar 218-4).Fungsi REIL adalah untuk menyediakan identifikasi cepat dan positif dari pendekatan ujung landasan. REIL tentu saja tidak menyediakan course alighment atau informasi ketinggian. Sistem ini terdiri dari dua sinkronisasi kilatan cahaya, satu di setiap sisi ambang pendaratan, menghadap daerah pendekatan. Lampu kilat dengan flasing rate dua kali per detik Sequence Flashing Lights (SFL) / Runway Alignment Indicator Lights (RAIL).Perbedaan antara SFL dan RAIL's adalah terutama salah satu dari definisi. Definisi ini oleh asosiasi mereka dengan pendekatan khusus sistem pencahayaan dan efeknya pada visibilitas minimum. SFL's yang tidak berlaku untuk ketepatan penggunaan pendekatan adalah bagian dari ASLF-1 / 2 sistem. flashers Yg tidak berlaku dapat menghalangi layanan Kategori II / III tapi tidak mempengaruhi Kategori I minimum. Rel itu merupakan bagian dari SSAL dan MALS ketika digunakan untuk pendekatan presisi, dan apabila terjadi kegagalan akan menjadi Kategori I minimum PERSYARATAN SEBELUM TERBANG Fasilitas Pemeliharaan.Di samping persiapan yang terkandung dalam Bagian 106,21, personel perawat fasilitas harus memastikan bahwa semua unit lampu beroperasi, yang ditujukan untuk sudut yang tepat, dan dalam kondisi bersih Udara.Petugas kalibrasi penerbangan harus berkonsultasi dengan personil yang tepat untuk menentukan prosedur operasional lokal dan pemancar yang benar mengetik urutan untuk Radio Controlled Lights. Juga lihat Bagian 106, PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN a. Konfigurasi sistem pencahayaan ini mengacu Standar yang berlaku. Walaupun terdapat konfigurasi lain pada sistem pencahayaan yang ada, belum ada penjelasan lain yang telah dibuat untuk menggambarkan semua sistem dalam bagian ini karena kenyataan bahwa mereka dianggap sebagai sistem pencahayaan yang tidak standar dan tidak akan dapat ditemukan dalam kuantitas. Di mana kita perlu membuat inflight evaluasi sistem nonstandar, petugas kalibrasi penerbangan harus menentukan bahwa mereka Hal 218-3

243 memenuhi persyaratan operasional pemasangan dan tidak memancarkan sinyal yang menyesatkan atau berbahaya. b. Untuk bandara tanpa layanan IFR sebelumnya,inspeksi penerbangan malam dilakukan untuk menentukan kecukupan sistem cahaya untuk mendukung prosedur. IFR operasi malam tidak boleh diizinkan sampai malam evaluasi selesai. c. Pendekatan lampu, kecuali lampu semi-flush, secara vertikal ditujukan untuk sebuah titik pada PAR ILS atau glide path ft di awal lampu, sehingga, diperlukan bahwa posisi pesawat pada jalur evaluasi glide path yang tepat. Untuk jenis non presisi fasilitas navigasi, menggunakan 3 derajat sudut glide path dengan tujuan untuk simulasi Checklist Pemeriksaan berikut dilakukan pada inspeksi penerbangan pendekatan sistem pencahayaan dan lampu pengenal ujung landasan pacu. a. Intensitas Cahaya b. Alignment Lampu c. Cahaya Yang Tidak Beroperasi d. Cahaya Radio Controlled Prosedur Detil Sebuah penerbangan inspeksi commissioning dibutuhkan untuk semua sistem pencahayaan bandara, termasuk lampu pendekatan, REILS, lampu landasan, dan radio kontrol lampu, yang mendukung penggunaan umum atau prosedur pendekatan instrumen militer. Inspeksi berulang akan dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan berkala navigasi utama fasilitas yang mendukung sistem pencahayaan. Inspeksi periodik utama fasilitas navigasi akan dianggap selesai jika tidak dapat dilakukan inspeksi sistem pencahayaan, selama semua item checklist telah tercapai Sistem Lampu Pendekatan a. Intensitas cahaya.petugas kalibrasi penerbangan akan memiliki pendekatan sistem pencahayaan sequencing melalui pengaturan intensitas normal untuk menentukan bahwa kecerahan relatif dari masing-masing pengaturan intensitas seragam. Semua unit lampu harus beroperasi dengan filter yang tepat bersama dengan jenis sistem yang diinstal. b. Lampu Alignment. Glide path elektronik akan menentukan sudut kemiringan yang tepat untuk membidik poin Pendekatan Lighting System. Hal ini diperlukan untuk posisi pesawat pada slope yang telah ditentukan untuk mengetahui apakah setiap lampu dan lampu bar terpasang dengan benar pada sistem. Untuk jenis non-presisi instrumen pendekatan, cahaya lampu-lampu dan bar menggunakan secara teoretis sudut kemiringan tiga derajat (3.0 0) pada glide path. Petugas kalibrasi penerbangan akan mengidentifikasi lampu-lampu atau lampu bar yg tidak berlaku atau misaligned; tidak tepat, atas atau bawah, dapat yang dapat dideteksi dengan posisi pesawat di atas dan di bawah jalur pendekatan normal. Hal 218-4

244 c. Sistem Cahaya Radio Controlled. Semua sistem pencahayaan dikendalikan oleh radio baik presisi atau non-presisi Prosedur Pendekatan Instrumen pesawat akan diperiksa untuk operasi yang memuaskan pada commissioning dan selama inspeksi berkala berikutnya. Sistem lampu tersebut diaktifkan dan dikendalikan oleh sinyal radio yang dihasilkan dari sebuah pesawat atau fasilitas di darat. Jika Pilot-Controlled Lighting tidak beroperasi, dinotamkan dan berupaya menghubungi otoritas bandara untuk mengaktifkan lampu secara manual saat digunakan untuk penerbangan malam atau IFR. Lighting System No. of Int. Step Status During Nonuse Period Intensity Step Selected Per No. of Mike Clicks 3 Clicks 5 Clicks 7 Clicks App. Lights (Med.Int.) App. Lights (Med.Int.) MIRL HIRL Off Off Off or Low Off or Low Off Low Low Low Med High High VASI 1 Langkah intensitas yang telah ditetapkan 0 Intensitas Rendah untuk digunakan pada malam hari, Intensitas Tinggi untuk digunakan pada siang hari sebagaimana ditentukan oleh control fotosel Lighting System Gambar RUNWAY DENGAN LAMPU PENDEKATAN Intensitas Rendah untuk digunakan pada malam hari, Intensitas Tinggi untuk digunakan pada siang hari sebagaimana ditentukan oleh control fotosel. MIRL HIRL LIRL VASI REIL REIL No. of Int. Step Status During Nonuse Period Off or Low Off or Low Off Off Off Off Intensity Step Selected Per No. of Mike Clicks 3 Clicks Low Step 1 or 2 5 Clicks 7 Clicks Pengendalian VASI dan / atau mungkin REIL independen dari sistem pencahayaan lainnya. On Off Low Med Step 3 On On/Off Med High Step 5 On On High Hal 218-5

245 Gambar RUNWAY TANPA LAMPU PENDEKATAN Runway End Identifier Lights. Lampu REIL akan diperiksa untuk disinkronisasi dengan dua lampu dan flashing rate lampu harus 120 per menit. CATATAN: Flashing rate dapat diukur dengan pengamatan dari tanah, namun petugas kalibrasi penerbangan harus mengamati fitur ini untuk flashing rate cepat atau lambat. Bidikan dari sistem REIL akan dievaluasi selama pendekatan visual, mulai dari jarak dua mil dari runway threshold di tengah landasan pacu diperpanjang. Penurunan akan dilakukan pada sudut vertikal tidak lebih rendah dari 2,5º (530 2 mil) ke runway threshold. Fasilitas ini akan diamati untuk karakteristik blinding dan keseluruhan efektivitas sistem REIL ANALISA INSPEKSI PENERBANGAN a. Petugas kalibrasi penerbangan akan memantau semua kerusakan atau kekurangan dan melaporkan temuan tersebut kepada orang-orang yang bertanggung jawab untuk pemeliharaan dan kontrol fasilitas. Hal ini tidak dimaksudkan bahwa temuan yang telah ditemukan selama inspeksi penerbangan akan mengakibatkan pembatasan penggunaan fasilitas kecuali yang membahayakan keselamatan. Misalnya, mungkin beberapa lampu tidak berfungsi, tidak jelas pancarannya atau tidak sejajar, namun kondisi ini tidak akan menimbulkan efek langsung pada sistem secara keseluruhan. High Intensity Runway Edge Lights, Touchdown Zone, dan Landasan Pacu tengah lampu yang memerlukan persetujuan untuk penggunaan malam hari / Kategori II Minima. Ketika salah satu dari sistem ini diinstal, mereka akan diperiksa dengan cara yang sama sebagai pendekatan sistem pencahayaan, yaitu temuan yang didapat oleh petugas kalibrasi penerbangan, harus dijelaskan dan dilaporkan serinci mungkin kepada personil operasi atau pemeliharaan untuk tindakan korektif pada kesempatan paling awal. Kepala fasilitas pemanduan lalu lintas udara atau otoritas tertentu lainnya yang diberikan tanggung jawab tersebut harus membuat keputusan mengenai penggunaan Approach Lights, Runway Edge Lights, Touchdown Zone dan centerline light serta mengeluarkan NOTAM yang tepat TOLERANSI Sistem Lampu Pendekatan, Runway Edge Lights, Touchdown Zone, and Runway Centerline Lights akan memenuhi toleransi berikut. Hal ini tidak dimaksudkan bahwa fasilitas ini harus diklasifikasikan dalam Bagian sesuai dengan 107,1 kecuali membahayakan keselamatan yang ada. a. Intensitas cahaya. Sistem harus mampu beroperasi pada semua pengaturan intensitas cahaya; relatif intensitas semua lampu harus seragam pada setiap individu pengaturan. b. Alignment Lampu. Semua lampu harus ditujukan pada kedua sumbu vertikal dan horisontal untuk memberikan bimbingan yang tepat di sepanjang glide slope elektronik sekitar 3,0 0. c. Lampu yang tidak Beroperasi. Untuk inspeksi commissioning, semua lampu dari setiap sistem harus bekerja, dan filter yabng tepat harus berada di tempat. Selama pemeriksaan rutin jika yg tidak berlaku, mengaburkan, atau lampu misaligned terdeteksi, jumlah dan lokasi harus dicatat secara Hal 218-6

246 rinci, praktis dan informasi ini dilaporkan ke operasi atau pemeliharaan otoritas untuk tindakan korektif. d. Touchdown Zone dan Centerline Lighting Systems. Sistem-sistem ini merupakan bagian integral dari Kategori II ILS dan akan sesuai dengan kriteria tertentu. Ketika dikurangi minimum diberi kuasa atas dasar sistem ini yang tersedia dan bekerja, sesuai dengan kriteria di bawah ini diperlukan untuk penerapan minimum berkurang. Setiap kali sistem gagal untuk memenuhi persyaratan berikut, kondisi out-of-toleransi yang ada dan sistem akan secara otomatis beralih ke aplikasi dari Kategori I minima. (1) Sistem Centerline Ligthing yang tidak beroperasi, harus tidak lebih dari 10 %. (2) Sistem Touchdown Zone lighting yang tidak beroperasi, harus tidak lebih dari 10%. (3) Tidak boleh lebih dari empat consecutive lights dari system centerline lighting yang tidak beroperasi. (4) Lebih dari satu bar (tiga-lampu) dari sistem zona touchdown boleh tidak beroperasi, namun dua bar yang berdekatan di sisi yang sama dari sistem harus beroperasi. Sebuah bar dianggap tidak beroperasi ketika seluruh lampu mati Runway End Identifier Lights (REIL) akan memenuhi toleransi berikut. Hal ini tidak dimaksudkan bahwa fasilitas harus diklasifikasikan sesuai dalam Bagian 107,1 kecuali ada bahaya keselamatan a. Intensitas cahaya. Lampu akan berorientasi sehingga intensitas cahaya secara substansial seragam pada perpanjangan runway centerline. Karakter tampilan cahaya seharusnya penerbangan putih atau xenon ARC. Tidak diperbolehkan warna lain, dan kedua lampu harus beroperasi dan disinkronisasi dengan flashing rate 120 (plus atau minus 20) per menit. b. Alignment Lampu. Sistem harus diselaras atau dilindungi sehingga dapat unobjectionable untuk pilot pada pendekatan akhir dalam ft runway threshold pada jalur pendekatan 2,5 atau lebih tinggi. Jika lampu REIL menghasilkan cahaya yang tidak dapat diterima dalam ft runway threshold, petugas kalibrasi penerbangan harus meminta agar tujuan dari lampu disesuaikan PENYESUAIAN. Personil pemeliharaan harus membuat setiap usaha untuk membetulkan segala perbedaan yang ditemukan pada suatu sistem lampupendekatan atau sistem REIL selama pelaksanan penerbangan inspeksi dari fasilitas navigasi utama. Apabila ada bahaya untuk keselamatan, koreksi perbedaan akan dibuat sebelum digunakan lebih lanjut oleh sistem, jika tidak, koreksi kekurangan kecil akan dibuat secepat mungkin (Ref: paragraf 218,4 dan 106,45). Hal 218-7

247 Gambar KONFIGURASI SISTEM CAH AY A Hal 218-8

248 Hal 218-9

249 BAGIAN MHz. MARKER BEACON PENDAHULUAN. a. Bagian ini memberikan instruksi dan kriteria kinerja untuk sertifikasi 75 megahertz (MHz) marker beacon. b. Marker beacon merupakan pemancar radio VHF yang menjalar yang berbentuk elliptically (kipas) pola radiasi vertikal pada frekuensi yang diberikan 75 MHz. Pola radiasi terdiri dari sumbu utama dan sumbu minor. Sumbu utama didefinisikan sebagai diameter terpanjang sedangkan elipse sumbu minor adalah diameter terpendek, Lihat Gambar c. Secara fungsional, marker beacon memberikan indikasi aural dan visual lintasan stasiun dalam hubungan dengan fasilitas penyedia panduan sudut. Identifikasi disediakan oleh modulasi frekuensi dan kode kunci. d. Meskipun pada dasarnya marker beacon dari jenis yang sama dan fungsi, tata-nama mereka umumnya dibagi menjadi dua kategori: ILS marker dan Fan marker. Persyaratan operasional dan kategori tergantung pada aplikasi prosedur penerbangan instrumen Deskripsi ILS Markers. Markers ini terletak di tengah landasan instrumen perkiraan diperpanjang pada instalasi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam dokumen-dokumen lainnya. Mereka dipasang untuk menunjukkan posisi pesawat terbang sepanjang sudut pendekatan instrument. a. Outer Markers (OM). (1) Modulation Frequency. 400 Hz, Sinyal Visual Iluminasi Lampu Biru. (2) Keying Code. Garis menyambung pada tingkat dua per detik. b. Middle Marker (OM). (1) Modulation Frequency Hz, Sinyal Visual Iluminasi Lampu Kekuning-kuningan. (2) Keying Code. Titik dan Garis bergantian pada tingkat 95 kombinasi per menit. c. Inner Marker (IM). (1) Modulation Frequency Hz, Sinyal Visual Iluminasi Lampu Putih. (2) Keying Code. Titik menyambung pada tingkat enam titik per detik Deskripsi Fan Markers (FM). Marker ini umumnya dikaitkan dengan prosedur pendekatan nonpresisi, namun mereka dapat berhubungan dengan ILS untuk melayani sebagai localizer stepdown fix atau peta untuk pendekatan berputarputar ke bandara sekunder. a. Frekuensi Modulasi Hz, Sinyal Visual Iluminasi Lampu Putih. b. Keying Code (1) Back Course Marker. Dua pasang titik dengan tingkat 95 pasang per menit; peralatan yang lama, 72 pasang per menit. Hal 219-1

250 (2) Instalasi Lainnya. Morse code letter R( -- ), Dimana lebih dari satu marker pendekatan ditempatkan di area yang sama., Identification keying yang berbeda dibutuhkan untuk menghindari kebingungan. The Morse code letters K ( ), P( -- ), ( ), and Z(-- ) akan digunakan di prioritas yang tertulis PERSYARATAN SEBELUM TERBANG. Lihat paragraph Personil Perawat Fasilitas. Informasi berikut harus dilengkapi untuk penerbangan inspeksi sebelum commissioning check: a. Konfigurasi operasional yang diusulkan dari setiap fasilitas marker beacon yang berdekatan yang dapat menghasilkan antarmuka, yaitu operasi simultan yang diusulkan atau perangkat berpaut yang terinstal. b. Setiap perubahan fasilitas yang dilakukan karena persyaratan penentuan tempat yang unik, misalnya, 8 KHz frekuensi pemisahan diantara marker melayani pendekatan paralel Personil Penerbangan. Kartu Kalibrasi harus digunakan untuk mendapatkan milliampere setara dengan 1,700 microvolts (µv) diperlukan untuk setiap modulasi frekuensi (400 Hz, 1300 Hz, 3000 Hz); misalnya, 1.8 milliampere (ma) dapat mewakili 1700 tingkat µv bukannya sebesar 2,0 ma. Tentukan jumlah garis-garis cahaya yang mewakili 1700 µv sinyal dan menggunakan referensi ini sebagai tingkat minimum yang dapat diterima sinyal ketika mengevaluasi cakupan marker beacon PROSEDUR INSPEKSI PENERBANGAN Checklists. Markers dipasang sebagai bagian dari peralatan primer lain, oleh karena itu, mereka diperiksa secara bersamaan dengan bantuan utama. ILS AND F AN M ARKER Inspections T ype Chec k Ref. Para Comm. Periodic An t. And/o r t ransmission lines Replac ement/ Adjust ment Spectrum Disiapkan Disiapkan Disiapkan Disiapkan An a l yz er Identification and M odulation t one Coverage M ajor Ax is - - M inor Axis Pro ximit y Check Holding Fixes Standby Equipment Standby Pow er Hal 219-2

251 GAMBAR POLA RADIASI - RENCANA VIEW GAMBAR CAKUPAN MARKER BEACON Prosedur Detil Spectrum Analysis. Disiapkan Identifikasi dan Modulasi Nada. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa modulasi nada yang benar dan keying kode yang ditransmisikan tanpa gangguan di seluruh area cakupan yang diperlukan. Keying rate diperiksa oleh personel perawatan fasilitas. Hal 219-3

252 Prosedur yang disetujui. Rekam dan evaluasi kode keying saat berada dalam pola radiasi pada ketinggian yang ditentukan. Periksa bahwa modulasi nada audio benar dengan mencatat bahwa cahaya datang tepat pada marker yang diperiksa; misalnya, OM iluminasi lampu biru Cakupan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa fasilitas akan memberikan pola radiasi yang mendukung persyaratan operasional tanpa bercampur dengan fasilitas atau prosedur penerbangan instrumen lain. Semua persyaratan cakupan commissioning harus dilengkapi dengan marker beacon yang berdekatan dihapus dari operator untuk menghindari sebuah analisa cakupan misrepresentative disebabkan oleh mencampurkan sinyal. Sensitivity Marker beacon pesawat harus dapat di atur pada posisi rendah untuk semua pemeriksaan. a. Minor Axis. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur lebar aktual dan kualitas pola radiasi sepanjang procedural course yang akan digunakan. (1) Prosedur yang disetujui. Terbang melalui sinyal marker beacon saat inbound pada course elektronik yang memberikan panduan pendekatan. Menjaga ketinggian minimum yang dipublikasikan untuk memeriksa nonprecision marker beacon yang mendukung pendekatan. Untuk marker yang mendukung prosedur penerbangan instrumen presisi, metode yang disukai adalah untuk terbang ke glidepath. Prosedur alternatif untuk mempertahankan ketinggian di mana glide slope memotong lokasi marker. Jika fasilitas mendukung ketepatan dan nonprecision prosedur, dan perbedaan antara masing-masing sumbu melebihi ketinggian 100 ft, melakukan pemeriksaan awal pada kedua ketinggian, setelah itu, baik ketinggian dapat digunakan. Catatan: cakupan akan dianggap memuaskan bila lebar adalah antara dan kaki; kaki adalah lebar optimal. b. Major Axis. Pengukuran ini dilakukan untuk memastikan bahwa sinyal marker menyediakan cakupan yang memadai dengan mengukur lebar sumbu kecil di ekstremitas dari yang sudah ditetapkan di luar sektor saja. Tidak ada persyaratan untuk penerbangan memeriksa sumbu utama cakupan untuk marker. Tidak perlu untuk memperoleh batas-batas cakupan sebenarnya kecuali jika diminta membantu sebagai rekayasa. (1) Prosedur yang disetujui. Terbang melalui sinyal marker sinyal sementara diletakkan pada course atau perpindahan microamp yang mendefinisikan batas-batas cakupan yang diperlukan (lihat gambar 219-2). Pertahankan ketinggian yang diperlukan untuk pengukuran sumbu kecil. (2) Batas Cakupan. Cakupan yang diperlukan batas didasarkan pada tipe course yang menyediakan fasilitas bimbingan: (a) Unidirectional Facilities; misalnya, LOC/LDA/SDF. Cakupan 75µA harus disediakan masing-masing sisi localizer on-course sinyal, dengan fasilitas normal. Hal 219-4

253 (b) Omnidirectional Facilities; misalnya, VOR, NDB, dll cakupan harus disediakan 5 tiap sisi on-course signal. masing-masing sisi pada sinyal on-course. c. Proximity Check. Inspeksi ini melengkapi cek cakupan dasar untuk memastikan kompatibilitas operasional antara marker beacon diletakkan di dekat marker beacon lain. Cek dapat dilakukan sebelum inspeksi commissioning sebagai jenis evaluasi. Itu dapat dilakukan pada masingmasing berlaku rambu marker wewenang operasional sebelum digunakan. Gambar MARKER BEACON/PROSEDUR INTERMI (1) Marker Beacon sinyal intermix. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan apakah terdapat pengurangan sinyal tidak dapat diterima yang disebabkan oleh operasi simultan dua atau lebih tanda di dekat beacon. (a) Prosedur yang disetujui. Melakukan checklist Berkala dengan semua marker beacon beroperasi seperti yang diusulkan; di samping itu, memeriksa sumbu utama pada prosedural terendah ketinggian di sisi paling dekat dengan marker sinyal marker yang berdekatan. Yakinkan bahwa di-toleransi parameter dan kondisi berikut terpenuhi: 1. Tidak ada gangguan audio yang merugikan; yaitu, heterodyne. 2. Memperbaiki berbeda indikasi yang tidak jelas atau terdistorsi. (2) Marker Beacon/Prosedur Tumpang Tindih. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada indikasi kesalahan marker beacon hadir sepanjang pendekatan instrumen course, yang perlu mengotorisasi keturunan dini sebelum titik di mana sebenarnya posisi memperbaiki / marker beacon terjadi. Situasi ini bisa eksis jika "gangguan" beacon marker sinyal memiliki modulasi yang sama, bahkan melalui identifikasi mungkin berbeda. Hal 219-5

254 Melakukan cek ini hanya jika diduga bahwa kondisi ini ada. Lihat Gambar dibawah ini. Figure MARKER BEACON TUMPANG TINDIH (a) Prosedur yang disetujui. Petugas kalibrasi penerbangan harus memposisikan pesawat pada approach course (150µA atau 5, sebagaimana mestinya) terdekat dengan marker beacon yang berpotensi menyesatkan di ketinggian minimal procedural. Jika gangguan sinyal pendekatan ke daerah adalah pada atau di atas 1700µV, prosedur harus ditunda sampai gangguan sinyal dapat dikurangi hingga kurang dari 1700µV. Jika sinyal tidak dapat dikurangi, prosedur akan ditolak atau marker menyesatkan dihapus dari operator Metode Pengukuran. Formula yang sesuai dengan metode pengukuran berikut ini tercantum dalam Pasal 302. a. Ground Speed. Dengan menggunakan unit disetujui yang menyediakan pembacaan ground speed, mendapat rata-rata ground speed dan catat pada rekaman. Pastikan waktu yang dibutuhkan untuk melintasi pola, kemudian menghitung lebar dengan menggunakan waktu dan ground speed. b. True Airspeed. Mempertahankan true airspeed dan ketinggian yang konstan, melintasi pola marker beacon pada course yang sesuai. Sebuah penerbangan reciprocal harus dilakukan dalam arah yang berlawanan untuk menghilangkan efek angin. Hitung lebar menggunakan true airspeed dan waktu untuk setiap persimpangan. c. Jarak yang dikenal. Ketika jarak antara dua titik pada, atau cukup dekat, trek yang dikehendaki dikenal (tanda untuk landasan pacu, dll), menjaga konstan kecepatan dan ketinggian yang ditunjukkan seluruh segmen dan menghitung lebar dengan proporsi marker jarak ke jarak yang diketahui Holding Fixes. Marker beacon yang akan digunakan sebagai perbaikan untuk holding atau penggunaan prosedur penerbangan instrumen lainnya, pada ketinggian yang dicatat dalam ayat , harus diperiksa untuk sumbu mayor dan minor cakupan diusulkan pada ketinggian tertinggi. Hal 219-6

255 Jika kinerja tidak memuaskan dan tidak dapat diperbaiki dengan fasilitas penyesuaian, ketinggian operasional harus direvisi atau penggunaan prosedural ditolak Peralatan Standby. Lihat ayat Peralatan ini harus diperiksa dengan cara yang sama sebagaimana alat utama Standby Power. Mengacu pada ayat ; jika pemeriksaan diperlukan, lengkapi checklist persyaratan periodik pada satu set peralatan ketika beroperasi pada standby power ANALISA. a. Tidak boleh ada "lubang" dalam bidang cakupan middle dan inner marker. (Lihat Gambar 219-5) b. Penurunan tingkat sinyal RF Sesaat luar dan Fan Marker dapat diterima, asalkan pengurangan adalah 300 kaki atau kurang dalam durasi. Pengurangan dianggap sebagai bagian dari lebar total. (Lihat Gambar 219-6). c. Figure menggambarkan sebuah kondisi out-of-toleransi. G ambar G ambar T Y P I C A L 7 5 H z M A R K E R W I D T H M E A S U R E M E N T 7 5 M h z M A R K E R W I D T H M E A S U R E M E N T S A T O B E Q U A L S W I D T H ( I N L U D E S T H E H O L E ) Hal 219-7

256 219.5 TOLERANSI. F i g u r e C O N T O H P O L A K R I T E R I A N O T M E E T L E B A R A & B T I D A K D I T A M B A H Maker beacons harus memenuhi toleransi atau dihapus dari operator. Toleransi berikut ini diterapkan dengan sensitivitas penerima rendah: Parameter Referen si T oleransi/batasan Elek trom agnetik Disia pk an Interference harus tidak m en yeb abk an k ondisi out-of-tolerance Ident if ik asi J elas; benar; k onstan di seluruh area c ak upan ; an d da pat deng an jelas dib edak an dar i m ark er yan g lain. Modu las i Modu las i harus m enjelaskan lam pu berik ut: O M- Blu e Lig ht (40 0 H z) MM-Amber Lig ht (130 0 H z) I M- W hite Light (300 0 H z) FM- W hite Lig ht (3000 H z) Cak upan Min or Axis Pad a sin ya l k onstan pada atau di at as 1700 m icrovolts (µ V) leb ar berik ut harus dis ediak an. ILS Outer Marker ILS Mi dd le Marker ILS Inn er Marker Fan Marker Digu nak an unt uk missed approach atau step D own f ix di f ina l approach s egmen t La inn ya (1) NOT Lebar harus t idak k urang dari atau le bih dar i Lebar harus t idak k urang dari 675 atau le bih dar i Lebar harus t idak k urang dari 340 atau le bih dar i Lebar harus t idak k urang dari atau le bih dar i Sam a seperti I LS O ut er Marker Hal 219-8

257 Major Axis ILS Outer Marker * b(2) Min im um : 700 f t Maxim um : f t Mark er ini dip asang u ntuk m ela ya ni dua l runw ays harus t i dak m elebih i f t di dalam normal Locali zer widt h sector of 15 0 µ A di k edua sisi procedural cent erline. ILS Middle Mark er * b(2) Min im um : 350 Maxim um : f t ILS I nner Mark er * T idak digunak an Lainn ya * b(2) Durasi apap un t id ak m elam paui toleransi m asing-m asing m inor axis Sep arasi Sep arasi antara po in t µ V berturut-tur ut marker pattern ya ng m en yed iak an f ix pad a approach c ourse ya ng sam a; m is aln ya, MM, k e IM, m inim al harus 70 9 f t. * Sebagaimana diukur sepanjang sumbu minor di ekstremitas sebelum ditentukan dari sector course. Hal 219-9

258 BAGIAN 220. MICROWAVE LANDING SYSTEM (MLS) (DISIAPKAN) Hal 220-1

259 BAGIAN 221. FLIGHT INSPECTION OF VFR AERONAUTICAL CHARTS (DISIAPKAN) Hal 221-1

260 BAGIAN (DISIAPKAN) Hal ( ) - 1

261 BAGIAN 301. INFORMASI TAMBAHAN DEFINISI DAN SIMBOL. Penggunaan huruf miring dalam definisi menunjukkan definisi lain yang terkandung dalam bagian ini. Actual Glidepath Alignment atau Actual Glidepath Angle. Garis lurus aritmetik rata-rata dari semua penyimpangan di sekitar posisi on-path ILS diturunkan dalam Zona 2. Actual Course (Alignment). Garis lurus rata-rata dari semua penyimpangan di sekitar posisi on-course berasal dari daerah di mana keselarasan diambil. Actual Navigation Performance (ANP). Terkadang disebut Perkiraan Kesalahan Posisi (EPE) atau factor Q, adalah perhitungan onboard, dari perkiraan 95% Kesalahan Sistem Navigasi dengan menggunakan pengetahuan tentang kondisi navigasi penerbangan, yaitu jumlah satelit yang dilacak, nomor / geometri fasilitas darat, dan model kesalahan statistik dari berbagai sumber navigasi. ANP secara terus-menerus dibandingkan dengan RNP, dan personil / crew harus cermat jika ANP melebihi RNP. AFIS Corrected Error Trace. Sebuah presentasi grafis penyimpangan terhadap rata-rata dari semua titik yang diukur dalam Zona ILS 2 untuk glidepaths dan Zona 2 dan 3 untuk localizers. Automatic Gain Control (AGC). Suatu proses elektronik mengatur gain dalam tahap amplifikasi penerima sehingga sinyal output cenderung tetap konstan walaupun sinyal masuk bervariasi kekuatannya AGC Current or Voltage. Sebuah arus atau tegangan menanggapi tindakan dari rangkaian AGC yang dapat ditafsirkan dalam intensitas sinyal. Air Traffic Control Radar Beacon System (ATCRBS). Istilah umum dari kemampuan fungsional terbaru yang diberikan oleh sistem otomatisasi. Masingmasing memiliki kemampuan fungsional dan peralatan yang berbeda. ARTS IA, ARTS II, ARTS III, dan IIIA ARTS (lihat AIM).. Airway/ Federal Airway. Sebuah daerah kontrol atau bagiannya yang dibuat dalam bentuk koridor, garis tengah yang didefinisikan oleh alat bantu navigasi (merujuk pada FAR Part 71, AIM). Alignment. Titik temu Bertepatan dari posisi atau elemen arah dengan acuan nominal. Alignment Azimuth. azimut atau bearing magnetik sebenarnya dari sebuah course. Alignment Elevation. Sudut yang sebenarnya di atas rencana horizontal yang berasal pada titik tertentu dari ketinggian saja digunakan untuk panduan. Alignment Error. Sudut atau linier perpindahan dari suatu posisi atau pengarah elemen dari referensi normal. Alignment Error Azimuth. Perbedaan dalam derajat antara posisi course yang dipilih dan magnetik yang benar azimut untuk course ini. CATATAN: Kesalahan bernilai positif bila sudut searah jarum jam dari azimut yang sebenarnya. Hal 301-1

262 ALTITUDE: a. Absolute Altitude. Ketinggian pesawat di atas permukaan (AC 00-6A). Nilai ini dapat dilihat pada radio / radar altimeter. b. Calibrated Altitude. Diindikasikan ketinggian tekanan statis dikoreksi untuk kesalahan, kesalahan instalasi, dan instrumen kesalahan. c. Indicated Altitude. Ketinggian seperti yang ditunjukkan oleh suatu altimeter pada tekanan atau barometric altimeter. Hal ini ketinggian seperti yang ditunjukkan tidak dikoreksi untuk instrumen kesalahan dan tidak dikompensasi untuk variasi dari kondisi atmosfer standar (AIM). d. Pressure Altitude. Ketinggian membaca pada instrumen altimeter ketika disesuaikan untuk menunjukkan ketinggian di atas datum standar pesawat (29,92 "Hg.) (61-27 AC revisi terbaru). e. True Altitude. Mengoreksi ketinggian yang dikalibrasi untuk kondisi atmosfer yang tidak standar. Ini adalah sebenarnya berarti ketinggian di atas permukaan laut (AC 61-27). Ampere. Unit arus listrik seperti akan diberikan dengan kekuatan listrik satu volt melalui kawat mempunyai hambatan satu OHM. (Lihat Symbols. Lihat Crosspointer.) Amplitude (Peak). Nilai maksimum sesaat suatu tegangan atau arus yang bervariasi diukur sebagai positif atau nilai negatif. Anomali Propagasi. Fenomena cuaca mengakibatkan lapisan di atmosfer yang mampu memantulkan atau pembiasan gelombang elektromagnetik baik menuju atau menjauh dari permukaan bumi. Angle Voltage. Keselarasan poin dari azimut dan elevasi cursors elektronik dinyatakan dalam sudut tegangan atau dial divisi. Antena. Perangkat yang digunakan untuk memancarkan atau menerima sinyal elektromagnetik. Reflector antena. bagian dari arah array, yang sering tidak stabil, yang mengurangi intensitas medan di belakang array dan meningkatkannya pada arah ke depan.. Approach Azimuth. Peralatan yang menyediakan panduan lateral untuk pesawat dalam daerah pendekatan dan runway. Peralatan ini dapat memancarkan fungsi Approach Azimuth atau fungsi High Rate Approach Azimuth bersama dengan data dasar dan tambahan yang sesuai. Approach Elevation. Peralatan yang memberikan panduan vertikal di wilayah pendekatan. Peralatan ini memancarkan fungsi Elevasi Pendekatan. Approach Reference Datum (ARD). Suatu titik pada ketinggian tertentu yang terletak secara vertikal di atas persimpangan runway centerline dan threshold. Approach with Vertical Guidance (APV). RNAV prosedur dengan panduan vertikal ini disebut "APV" (pendekatan dengan panduan Vertical). APV adalah klasifikasi kemampuan pendekatan antara Non-presisi dan Presisi. APV pendaratan minimum didasarkan pada kriteria kinerja dan teknologi yang terkait dengan Kesalahan Sistem Navigasi (NSE), Kesalahan Teknis Penerbangan, dan Hal 301-2

263 Total System Error (TSE). Perbedaan APV pendekatan didasarkan pada teknologi yang berbeda, yang didefinisikan dalam tabel berikut: Area Navigation (RNAV). Sebuah metode navigasi yang memungkinkan operasi pesawat sesuai yang dikehendaki dalam jangkauan sinyal stasiun navigasi yang direferensikan atau dalam batas-batas yang terkandung dalam kemampuan sistem (AIM). Area VOT. Sebuah fasilitas yang dirancang untuk digunakan di darat atau di udara. Mungkin berlokasi untuk memberikan sinyal tes untuk satu atau lebih bandara. ARINC Spesifikasi 424. ARINC Spesifikasi 424 adalah standar yang database navigasi diciptakan untuk antarmuka dengan komputer navigasi penerbangan (yakni, FMS, penerima GPS, dll) Database navigasi akan menyediakan jalur dan termination point bagi komputer navigasi untuk mengikuti. ARINC 424 menetapkan 23 leg path dan terminator. Jumlah yang terbatas dari tipe leg dapat digunakan untuk menetapkan prosedur RNAV. Jenis leg yang digunakan untuk menetapkan prosedur RNP RNAV lebih terbatas dalam rangka memberikan trek di darat untuk pesawat secara berulang. Hal 301-3

264 Attenuation. Pengurangan kekuatan sinyal, dinyatakan dalam desibel (db). Average Course Signal. Course ditentukan dengan menggambarkan rata-rata dari deviasi course maksimum karena roughness dan scalloping. Azimuth. Sebuah arah pada titik acuan dinyatakan sebagai sudut pada bidang horisontal antara garis acuan dan garis yang menghubungkan titik acuan ke titik lain, biasanya diukur searah jarum jam dari garis referensi. Auxiliary Data. Data, ditransmisikan di samping basic data, yang menyediakan peralatan Pemeliharaan Fasilitas yang menempatkan informasi untuk digunakan dalam perhitungan posisi pemurnian udara dan informasi tambahan lainnya. Barometric Vertical Navigation (BARO VNAV). Sebuah sistem navigasi yang menyajikan panduan vertikal yang terhitung kepada pilot. Komputer yang memberikan informasi Glidepath Angle (GPA) didasarkan pada ketinggian barometric, dan juga dihitung sebagai sudut geometris antara dua waypoint, atau pada sudut dari satu waypoint. Baseline Extension (Loran-C). Perpanjangan dari master baseline terluar atau stasiun sekunder. Navigasi di daerah ini mungkin tidak akurat karena pertimbangan geometri menghasilkan solusi posisi ambigu. Auxiliary Data. Data yang ditransmisikan oleh Fasilitas Pemeliharaan peralatan yang berhubungan langsung dengan pengoperasian sistem pemandu pendaratan. Bearing. Arah horisontal ke atau dari setiap titik biasanya diukur searah jarum jam dari true north atau titik acuan lain (lihat Non-Directional Beacon). Bends. Penyimpangan lambat dari course. Bits per second (BPS). Mengacu pada kecepatan transfer data digital, biasanya dengan kabel modem atau langsung. Black Hole. Sebuah kawasan di sekitar bandara, yang secara visual muncul kekosongan fitur biasanya digunakan oleh pilot untuk situasional awareness. Istilah ini biasanya terkait dengan operasi malam hari. Blind Speed. Tingkat keberangkatan atau menutup target relatif terhadap antena radar di mana pembatalan target utama di sirkuit MTI peralatan radar menyebabkan menurunnya atau hilangnya sinyal. Blind Zones (Blind Spots). Daerah dimana transmisi radio dan / atau gema radar tidak dapat diterima. Broadband. Pemrosesan sinyal yang tidak otomatis. Capture Effect. Sebuah sistem di mana cakupan dicapai dengan menggunakan dua pola lapangan spasi radiasi independen pada frekuensi carrier yang terpisah. Change/ Reversal in Slope of the Glidepath. Jangka panjang (1.500 kaki atau lebih) perubahan arah dari posisi on-path sebagaimana ditentukan oleh grafik rata-rata deviasi jangka pendek (roughness, scalloping frekuensi tinggi) seperti yang ditunjukkan oleh perbedaan / error trace yang benar. Checkpoint. Sebuah titik geografis pada permukaan bumi yang lokasinya dapat ditentukan dengan mengacu pada peta atau tabel. Hal 301-4

265 Circular Polarization (CP). Gelombang elektromagnetik yang elektronik dan / atau vektor medan magnet pada suatu titik menggambarkan sebuah lingkaran. CATATAN: Circular Polarization mengurangi atau menghilangkan gema dari hujan (precipitation). Clearance. Kelebihan dari sinyal modulasi sesuai dengan daerah pada satu sisi dari garis atau titik referensi yang posisi penerima, sinyal modulasi di atas sesuai dengan daerah di sisi lain dari garis referensi. Clearance Guidance Sector. Volume ruang udara, di dalam sektor cakupan, di mana informasi panduan azimuth yang diberikan tidak sebanding dengan kesalahan sudut pesawat tetapi konstan mengindikasikan terbang kiri atau kanan terhadap approach course pesawat harus dilanjutkan dalam rangka untuk memasuki sektor panduan proporsional. Close-in Course. Bagian dari program studi atau radial yang terletak dalam jarak 10 mil dari stasiun. Code Train. Serangkaian pulsa karakteristik serupa dan jarak tertentu. Berlaku untuk kelompok pulsa dipancarkan oleh transponder setiap kali sebagai jawaban untuk sebuah interogator. Comma-Separated Values (CSV) file. Dalam komputer, file CSV berisi nilai-nilai dalam sebuah tabel sebagai rangkaian baris teks ASCII terorganisir sehingga nilai setiap kolom dipisahkan dengan koma dari nilai kolom berikutnya dan setiap baris dimulai baris baru. Sebuah file CSV adalah cara untuk mengumpulkan data dari tabel apapun sehingga dapat disampaikan sebagai masukan ke meja lain yang berorientasi pada aplikasi. Common Digitizer Data Reduction Program (CD). Sebuah rekaman data komputer data radar narrowband mentah (minimal kemampuan filtering jaringan lain disediakan). Cone of Ambiguity. Udara di atas TACAN VOR atau stasiun, berbentuk kerucut, di mana indikator ambiguitas Ke / Dari berubah posisi. Constant False Alarm Rate (CFAR). PAR sirkuit elektronik yang memungkinkan pencarian pengurangan kekacauan presentasi video pada layar radar. Control Electrinic Unit (CEU). Computer Pemancar MLS bergerak dan sistem monitoring. Control Motion Noise (CMN). Fluktuasi dalam panduan yang mempengaruhi sikap pesawat, kontrol permukaan, kolom gerak, dan ditambah gerak roda selama penerbangan tapi tidak menyebabkan perpindahan dari course pesawat atau glidepath yang diinginkan. Cooperating Aircraft. Pesawat yang bekerja sama dengan terbang course yang diperlukan untuk memenuhi bagian-bagian tertentu dari inspeksi dan penerbangan yang memenuhi persyaratan untuk pesawat kecil. Cosecant-Squared Beam. Sebuah pola beam radar yang dirancang untuk memberikan sinyal seragam kira-kira intensitas untuk gema yang diterima dari benda jauh dan dekat. Intensitas cahaya bervariasi sebagai kuadrat dari cosecant dari sudut elevasi. Crosspointer (Deflection Indicator Current (ICAO)). Sebuah arus keluaran sebanding dengan: ILS Berbeda pada kedalaman modulasi yang diukur dalam Hal 301-5

266 microamperes. VOR / VORTAC / TAC - Perbedaan dalam tahap pada dua sinyal terkirim yang diukur dalam derajat dari dua komponen navigasi audio untuk suatu perpindahan dari alat bantu navigasi. Course Coincidence. Perbedaan radial tertentu yang terukur dari dua fasilitas yang berdekatan dalam struktur airway. (ICAO Document 8071). Course Displacement. Perbedaan antara actual course alignment dan course alignment yang benar. (ICAO Document 8071). Course Error. Perbedaan antara course seperti yang ditentukan oleh peralatan navigasi dan course yang terukur pada fasilitas tersebut. Kesalahan ini dihitung sebagai nilai plus atau minus, dengan menggunakan course yang terukur pada fasilitas tersebut sebagai acuan. Course Line Computer. Peralatan Airborne yang menerima jarak dan informasi dari penerima di dalam pesawat terbang, mengolah dan menyajikan informasi navigasi penerbangan yang memungkinkan course selain langsung ke atau dari alat bantu navigasi darat yang digunakan. (Digunakan untuk Area Navigation - RNAV.) Course Roughness. Penyimpangan terhadap course yang tidak teratur dan cepat biasanya disebabkan oleh terrain, obstruction, pepohonan, jalur listrik yangtidak teratur, dll.. Course Scalloping. Penyimpangan yang teratur dari electromagnetic course atau path. Course Width (Course Sensitivity). Deviasi sudut yang diperlukan untuk menghasilkan skala penuh indikasi penyimpangan course dari alat navigasi penerbangan. Coverage. Volume yang ditunjuk dalam wilayah udara di mana karakteristik sinyal-di-ruang tertentu yang akan memancar. Cycle Skip. Penerima menggunakan siklus yang tidak tepat dari 100 khz pembawa sinyal Loran-C, untuk waktu pengukuran. Biasanya siklus ketiga yang diberikan pulsa pembawa digunakan untuk waktu pengukuran. Setiap siklus slip akan menghasilkan 10-mikrodetik kesalahan dalam pengukuran waktu dan kesalahan yang sesuai dalam navigasi. Cyclic Redudancy Check (CRC). CRC adalah algoritma pendeteksian error yang mampu mendeteksi perubahan dalam suatu blok data. Navigasi database memerlukan data integritas tinggi. CRC melakukan perhitungan matematis dari data navigasi dan mengembalikan angka yang unik mengidentifikasi isi dan organisasi data. Jumlah aktual yang digunakan untuk mengidentifikasi data disebut checksum atau sisa CRC kode. Dedicated TRIAD. Tiga spesifik Loran-C stasiun dari satu CHAIN. TRIAD Dedicated pilihan adalah digunakan untuk memastikan bahwa posisi penerima hanya ditentukan oleh stasiun-stasiun ini. Designed Prosedural Azimuth. Azimuth yang ditentukan oleh spesialis prosedur yang menentukan posisi yang diinginkan dari course atau bearing. DF Course (Steer). Magnetik yang menunjukkan arah pesawat ke stasiun DF dan arah pesawat harus mengarahkan untuk mencapai stasiun. Hal 301-6

267 DF Fix. Lokasi geografis dari sebuah pesawat yang diperoleh dari direction finder. Difference in Depth of Modulation (DDM). Persentase modulasi dari sinyal yang lebih besar dikurangi persentase modulasi sinyal yang lebih kecil. Dilution of Precision (DOP). (HDOP - horisontal, VDOP - vertikal, PDOP - posisi, yaitu, kombinasi horizontal dan vertikal) Dilution of precision adalah gambaran matematis dari kualitas geometri satelit GPS. Jumlah dan lokasi dari kontrol satelit yang terlihat DOP. Nilai 1,0 akan menjadi optimal konstelasi satelit dan data berkualitas tinggi (1,5 atau kurang adalah normal). Nilai 8,0 akan menjadi minimum konstelasi dan data. Discrepancy. Setiap fasilitas parameter operasi yang tidak dalam nilai-nilai toleransi yang diberikan, sebagaimana ditentukan oleh inspeksi penerbangan pengukuran. Displaced Threshold. threshold terletak di runway pada titik yang ditunjuk selain di awal runway. Distance Measuring Equipment (DME). Peralatan elektronik yang digunakan untuk mengukur, dalam nautical miles, kisaran jarak pesawat dari alat bantu navigasi. Distance Measuring Equipment/ Precision (DME / P). Fungsi kisaran yang terkait dengan MLS. Ini adalah alat ukur jarak presisi akurat (20-40 ft pada 2 - sigma probabilitas). DME Electronic Unit (DEU). MLS pemancar mobile dan sistem monitoring. Doppler VOR (DVOR). VOR menggunakan prinsip pergeseran frekuensi Doppler. Dual-Frequency Glidepath System. ILS glidepath dimana cakupan dicapai dengan menggunakan dua pola lapangan radiasi spasi independen pada frekuensi carrier yang terpisah dalam saluran glidepath tertentu, misalnya, Capture Effect Glidepath. Dual-Frequency Localizer System. Sebuah sistem di mana cakupan localizer dicapai dengan penggunaan dua frekuensi radiasi independen dalam saluran VHF localizer tertentu. Ellipsoid (WGS-84). Ellipsoid WGS-84 digunakan oleh DoD untuk pemetaan, survey, dan kebutuhan navigasi, termasuk GPS "siaran" dan "tepat" orbit. Posisi absolut yang diperoleh secara langsung dari GPS didasarkan pada 3D, bumi berpusat ellipsoid WGS-84. Tinggi Ellipsoid. Ellipsoid tinggi adalah jarak vertikal dari sebuah titik di atas ellipsoid WGS-84. Envelope to Cycle Discrepancy (ECD). Perbedaan antara yang diinginkan dan aktual fase nol persimpangan pada akhir siklus ketiga dari carrier Loran-C 100 khz. Essential Data. Kata-kata data penting Data Dasar Kata-kata 1, 2, 3, 4, dan 6; dan Auxiliary Data Words A1, A2, dan A3. Expanded Service Volume (ESV). (Lihat Layanan Volume.) Hal 301-7

268 Fault Detection & Exclusion (FDE). Jika enam atau lebih space vehicle (SV) diterima, avionik GPS akan menentukan kesalahan apapun, dimana SV menyediakan data kesalahan, dan pengecualian itu. FDE diperlukan untuk operasi daerah terpencil / lautan. Feed Horn. Titik fokus antena radar. Juga titik acuan dalam pengukuran elevasi antena. Fictitious Threshold Point (FTP). FTP adalah setara dengan titik ambang pendaratan (LTP) ketika pendekatan akhir course offset dari center line. Hal ini didefinisikan sebagai perpotongan course akhir dan garis tegak lurus ke final yang melewati course LTP. FTP elevation adalah sama dengan LTP. Untuk tujuan dokumen ini, di mana digunakan LTP, FTP dapat berlaku sebagaimana mestinya. Figure of Merit (FOM). FOM horizontal dan vertikal adalah penilaian terbaru dari 95% posisi akurasi yang dilaporkan dalam dimensi-dimensi ini untuk WAAS. Final Approach Segment. Ini adalah segmen dimana alignment dan descent untuk pendaratan dilakukan. Final approach segment dipertimbangkan untuk obstacle clearance dimulai pada final approach fix atau titik dan berakhir pada runway atau missed approach point, yang mana yang dihadapi terakhir. Bagian visual dalam final approach segment dapat dimasukkan. Final Approach Segment (FAS) Data Block. Data FAS Blokir berisi data untuk satu operasi. Ini mengandung-dirinya sendiri dan menggunakan suatu cek redundansi siklik (CRC) untuk melindungi integritas. Blok Data FAS berisi parameter yang mendefinisikan satu lurus-dalam pendekatan presisi. Parameter meliputi: bandara ID, pendekatan penanda kinerja, tentu saja di ambang pintu lebar, kode CRC, keselarasan jalur penerbangan titik lintang / lama, meluncur sudut jalan, mendarat titik threshold ketinggian di atas ellipsoid, mendarat threshold lintang / panjang, panjang offset, jenis operasi, rute indikator, surat runway, runway nomor, SBAS selular, persimpangan threshold tinggi, dan threshold ketinggian unit corssing pemilih. Fixed Map. peta latar belakang pada layar radar yang dihasilkan oleh salah satu metode berikut: (1) Tanda yang diukir di lapisan diterangi oleh lampu tepi (2) Tanda neon yang diukir di lapisan diterangi dengan menggunakan sinar ultraviolet. (3) Target pada layar melalui film dan sebuah proyektor yang dipasang di atas dan di depan ruang lingkup. (4) Campuran secara elektronik ke tampilan seperti yang dihasilkan oleh sebuah "mapper" unit Flag (Flag alarm). Sebuah perangkat peringatan peralatan navigasi penerbangan tertentu dan instrumen penerbangan mengindikasikan: (1) instrumen yg tidak berlaku atau tidak beroperasi secara memuaskan, atau (2) kekuatan sinyal atau kualitas sinyal yang diterima turun di bawah nilai-nilai yang dapat diterima. (5) Flag alarm Current. Arus d.c. yang mengalir di rangkaian flag alarm, biasanya diukur dalam microamperes, yang menunjukkan karakteristik tertentu modulasi sinyal yang diterima. Flight Inspection (Flight Check). penerbangan pengecekan dan evaluasi alat bantu navigasi penerbangan dan prosedur penerbangan instrumen untuk Hal 301-8

269 memastikan atau memverifikasi bahwa mereka memenuhi nilai toleransi dan menyediakan operasi yang aman untuk tujuan penggunaannya. CATATAN: Flight check menjelaskan prosedur untuk mencapai fungsi inspeksi penerbangan. Flight Path Alignment Point (FPAP). The FPAP adalah titik 3D yang ditetapkan oleh World Geodetic System (WGS) -84 / North American Datum (NAD) -83 lintang, bujur, MSL elevasi, dan geoid WGS-84 tinggi. Yang FPAP digunakan dalam confunction dengan geometris LTP dan pusat ellipsoid WGS-84 untuk menentukan bidang vertikal presisi RNAV pendekatan akhir saja. Course dapat diimbangi hingga 3 dengan membentuk FPAP kiri atau kanan tengah sepanjang busur berpusat pada LTP. Flight Path Control Point (FPCP). The FPCP adalah titik 3D didefinisikan oleh LTP atau FTP lintang / bujur posisi, MSL elevasi, dan persimpangan threshold ketinggian (TCH) nilai. The FPCP adalah dalam bidang vertikal pendekatan akhir course dan digunakan untuk menghubungkan sudut glidepath pendekatan akhir jalur untuk pendaratan runway. Hal ini kadang-kadang disebut sebagai titik TCH atau referensi titik datum (RDP). Fly-by Waypoint. Sebuah titik arah yang memerlukan penggunaan gilirannya antisipasi untuk menghindari overshoot dari segmen penerbangan berikutnya. Fly-Over Waypoint. Sebuah titik arah yang menghalangi setiap giliran sampai titik arah adalah overflown. Geoid. The geoid adalah equi-potensial gravitasi permukaan. The geoid adalah direferensikan untuk menyamakan dengan rata-rata permukaan laut dibentuk oleh kerapatan distribusi di kerak bumi. Distribusi kepadatan dalam kerak bumi menyebabkan variasi dalam tarik gravitasi, sehingga menyebabkan permukaan yang tidak teratur. Geodial Height. Tinggi Geoidal adalah seberapa jauh geoid tersebut di atas atau di bawah ellipsoid WGS-84. Geometric Dilution of Precision (GDOP). Sebuah faktor yang digunakan untuk menyatakan kesalahan navigasi pada memperbaiki posisi disebabkan oleh perbedaan dari garis hiperbolik posisi sebagai penerima pesawat jarak dari baseline meningkat. GDOP semakin besar, semakin besar deviasi standar kesalahan posisi. Geostationary Earth Orbit Satellit (GEO). GEO adalah komunikasi satelit (diposisikan sekitar mil di atas bumi di sepanjang khatulistiwa). WAAS GEO yang dikoreksi GPS mengirimkan sinyal berkisar pada L1. GEO PRN # 122 adalah Samudera Atlantik Daerah - West (AOR-W), PRN # 121 adalah Samudera Atlantik Daerah - Timur (AOR-E), dan PRN # 134 adalah Samudera Pasifik Region (POR). Geostationary Satellite. Geostasioner adalah satelit, yang tampil sempurna untuk tetap diam di langit seperti yang terlihat dari bumi. Agar hal ini terjadi, pada periode orbit harus sempurna sesuai dengan bumi 23 jam 56 menit sehari. Sebagai tambahan kualifikasi, itu juga harus tepat di atas khatulistiwa (kecenderungan dari 0). Untuk menyimpan satelit geostasioner sempurna untuk jangka waktu panjang akan membutuhkan terlalu banyak bahan bakar (sebagai kompensasi untuk bidang gravitasi non-stasioner tubuh, matahari dan bulan), karena itu, sebagian besar satelit geosynchronous, yang memungkinkan untuk beberapa penyimpangan. Hal 301-9

270 Glidepath. Lihat ILS Glidepath. Glidepath Angle. Sudut antara garis lurus ke bawah diperpanjang perpanjangan dari ILS glidepath dan horizontal. Glidepath Structure. Karakteristik dari glidepath termasuk belokan, scalloping, kekasaran, dan lebar. Glide Slope. Sebuah fasilitas yang memberikan panduan vertikal untuk pesawat selama pendekatan dan pendaratan. Glide Slope Intercept Altitude. Ketinggian yang sejati (MSL) yang diusulkan atau diterbitkan dalam kekecewaan disetujui prosedur di mana pesawat intercept glidepath dan mulai turun. Global Positioning System (GPS) Service Volume. Layanan volume terestrial dari permukaan Bumi hingga ketinggian kilometer. Graphical Average Path. Jalan rata-rata yang digambarkan oleh garis yang ditarik melalui mean dari semua crosspointer deviasi. Hal ini biasanya menjadi garis melengkung yang mengikuti tren jangka panjang (1.500 kaki atau lebih) dan rata-rata jangka pendek deviasi. Ground-Based Autmentation System (GBAS). Istilah ICAO (e.g., Lass, Scat 1). Ground Point of Intercept (GPI). Suatu titik dalam rencana vertikal di center line di mana hal ini diasumsikan bahwa garis lurus ke bawah perluasan dari jalan meluncur penyadapan permukaan runway dasar pendekatan. (FAA Order 8260,3, revisi terbaru) Group Repetition Interval (GRI). Selang waktu (mikrodetik dibagi dengan 10) antara satu kelompok 100 khz pembawa kacang-kacangan dan berikutnya, dari setiap pemancar dalam Loran-C CHAIN. Semua stasiun dalam CHAIN tertentu menggunakan GRI yang sama. Hertz (Hz). Sebuah unit frekuensi gelombang elektromagnetik yang setara dengan satu siklus per detik. Lihat Simbol dalam Lampiran ini. Kilohertz (khz). Sebuah frekuensi dari siklus per detik. Megahertz (MHz). Suatu frekuensi satu juta siklus per detik. Gigahertz (GHz). Suatu frekuensi satu miliar siklus per detik. Hole (Null). Wilayah kekuatan sinyal di bawah ini yang dibutuhkan untuk melakukan fungsi yang diperlukan atau memberikan informasi yang diperlukan, yang benar-benar dikelilingi oleh daerah sinyal yang lebih kuat dari kekuatan yang cukup untuk melakukan fungsi-fungsi yang diperlukan. Horizontal Alert Limit (HAL). Jari-jari lingkaran, dengan pusat berada di posisi pesawat yang sejati, yang menggambarkan wilayah yang dibutuhkan untuk mewadahi posisi horizontal yang ditunjukkan dengan probabilitas per jam penerbangan. Horizontal Integritas Limit (HIL). Jari-jari lingkaran pada bidang horisontal, dengan pusat berada di posisi yang ditunjukkan, yang menggambarkan wilayah yang meyakinkan untuk berisi posisi yang benar. Ini adalah wilayah horizontal untuk yang palsu tidak terjawab waspada waspada dan persyaratan dapat dipenuhi. Hanya fungsi dari satelit dan user geometri dan karakteristik kesalahan yang diharapkan, tetapi tidak dipengaruhi oleh pengukuran yang sebenarnya. Oleh karena itu, nilai ini dapat diprediksi. Hal

271 Horizontal/ Vertical Protection Level (HPL/ VPL). WAAS integritas (ketidakpastian) yang berhubungan dengan posisi 3-dimensi akurasi yang output oleh penerima. Jumlah satelit, geometri satelit, delay troposfer, dan udara keakuratan penerima mempengaruhi tingkat ini. HPL / VPL dibandingkan dengan HAL / VAL. Jika melebihi batas waspada terkait, penerima akan bendera baik sebagian atau seluruh pendekatan. ILS - back-course Sektor. Course sektor yang timbal balik yang sesuai dari sektor depan saja. ILS - commissioned Angle - Glide Slope. sudut Glidepath yang dihitung dengan prosedur yang berkualifikasi obstruksi spesialis yang memenuhi kriteria (FAA Order 8260,3, revisi terbaru). Sudut nominal ini dapat ditingkatkan untuk memenuhi kriteria tambahan, yaitu, teknik, pengurangan kebisingan, situs kekurangan, dll ILS commissioned width - Localizer. Nominal lebar localizer. Dalam prakteknya lebar dihitung dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan dalam Bab 15 dari FAA Order 8.200,1 (revisi terakhir). ILS - Course Sektor. Suatu sektor dalam bidang horizontal yang berisi baris saja dan dibatasi oleh lokus titik-titik terdekat dengan garis course di mana ditemukan 150 µa. ILS - Differential Dikoreksi Trace. Jejak pada rekaman yang merupakan jumlah aljabar dari Telemetering Radio Theodolite (RTT) crosspointer (DDM) dan pesawat penerima crosspointer (DDM) dan yang dihasilkan oleh penguat diferensial dalam Sistem Recording Theodolite udara. ILS - Downward Straight Line Extension. Mean lokasi ILS Glidepath di Zona 2. ILS--Facility Reliability. Probabilitas bahwa instalasi darat ILS memancarkan sinyal dalam toleransi tertentu. ILS - Front Course Sektor. Course sektor yang terletak di sisi yang sama dari localizer runway. ILS - Glidepath. Tempat titik-titik dalam bidang vertikal (berisi runway tengah) di mana DDM adalah nol, yang dari semua lokus tersebut adalah yang paling dekat dengan bidang horizontal. CATATAN: Offset ILS tidak berisi center line. ILS - Glidepath Sektor. Sektor dalam bidang vertikal yang berisi ILS glidepath di mana 150 µa terjadi. CATATAN: Sektor glidepath ILS terletak dalam bidang vertikal berisi localizer oncourse sinyal dan dibagi oleh glidepath radiasi yang disebut sektor hulu dan sektor bawah, merujuk ke masing-masing sektor di atas dan di bawah jalan. ILS--Glidepath Sector Width (Normal Approach Envelope). Lebar dari suatu sektor dalam bidang vertikal berisi glidepath dan dibatasi oleh lokus titik-titik di atas dan di bawah jalan di mana dari 150 µa membaca diperoleh. ILS - Half Course Sektor. Sektor, dalam rencana horizontal yang berisi baris saja dan dibatasi oleh lokus titik-titik terdekat garis course di mana 75 µa terjadi. ILS - Localizer Back Course Zona 1. Jarak dari batas jangkauan 4 mil dari antena localizer. ILS - Localizer Back Course Zona 2. Dari 4 mil dari antena localizer sampai 1 mil dari antena localizer. Hal

272 ILS - Localizer Back Course Zone 3. Satu mil dari antena localizer ke missed approach point yang dapat sedekat kaki dari antena localizer. ILS - Localizer Clearance Sektor 1. Dari 0 sampai 10 setiap sisi tengah localizer oncourse. ILS - Localizer Clearance Sektor 2. Dari 10 hingga 35 setiap sisi tengah localizer oncourse. ILS - Localizer Clearance Sektor 3. Dari 35 sampai 90 setiap sisi tengah localizer on course. ILS--Localizer Course Sector Width. Jumlah dari jarak sudut kedua sisi dari pusat course yang diperlukan untuk mencapai skala penuh (150 µa) crosspointer defleksi. ILS--Lowest Coverage Altitude (LCA). Bahwa ketinggian yang, nm dari antena localizer, adalah ft di atas atau batas ketinggian kaki di atas ketinggian titik tertinggi (medan atau buatan manusia obstruksi) dalam volume localizer layanan standar, mana yang lebih tinggi. Untuk back-course digunakan semata-mata untuk memberikan panduan pendekatan terjawab, itu harus prosedural ketinggian dalam 10 nm dari antena, ft di atas antena, atau 500 ft di atas semua penghalang, mana yang tertinggi. CATATAN: Course-width / clearance pengukuran yang dilakukan di dalam 10 nm dari antena localizer harus berada di ketinggian cakupan minimum didefinisikan sebagai sudut elevasi yang berasal pada localizer antena, yang berakhir 10 nm / ft di atas antena localizer (setara dengan 1,9 ). Gambar berikut referensi silang 1.9 sudut sampai ketinggian dalam 10 nm ti tik. ILS--Performance Category I. ILS yang menyediakan panduan informasi dari batas-batas jangkauan ILS ke titik di mana saja localizer garis memotong glidepath pada ketinggian 100 ft atau kurang di atas bidang horizontal yang mengandung runway threshold. ILS--Performance Category II. ILS yang memberikan panduan informasi dari batas-batas jangkauan ILS ke titik di mana saja localizer garis memotong glidepath pada sebuah titik di atas runway threshold. ILS--Performance Category III. ILS, yang, dengan bantuan peralatan tambahan jika diperlukan, memberikan informasi panduan dari batas cakupan fasilitas untuk, dan sepanjang, permukaan runway. Hal

273 ILS - Point "A". Titik imajiner pada glidepath / localizer on-course diukur sepanjang perpanjangan center line, dalam arah pendekatan, 4 nm dari runway threshold. CATATAN: Untuk back course dan penempatan instalasi untuk proyek course substansial maju dari threshold seperti pada Gambar 15-1B (2), titik ini adalah 4 nm dari antena. ILS - Point "B". Titik imajiner pada glidepath / localizer on-course diukur sepanjang perpanjangan center line, dalam arah pendekatan, kaki dari runway threshold. CATATAN: Untuk back course seperti dalam Gambar 15-1B (3), titik ini adalah 1 nm dari antena. Untuk instalasi diletakkan untuk proyek course substansial maju dari threshold seperti pada Gambar 15-1B (2), titik ini adalah 1 nm dari ambang pintu. ILS - Point "C". Suatu titik di mana diperpanjang lurus ke bawah bagian glidepath (di sudut ditugaskan) lewat pada ketinggian 100 ft di atas bidang horizontal yang mengandung threshold runway. CATATAN: hanya Localizer, Back Course, LDA, dan hanya fasilitas SDF, Point C adalah missed approach point dan mungkin tidak harus runway threshold. ILS Point "D". Sebuah titik 12 ft di atas runway centerline dan 3,000 ft dari runway threshold dalam arah localizer. ILS Point "E". Sebuah titik 12 ft di atas runway centerline dan kaki dari i ujung runway ke arah threshold runway. ILS Point "T". Suatu titik pada ketinggian tertentu yang terletak secara vertikal di atas perpotongan runway centerline dan runway threshold melalui perpanjangan garis lurus ke bawah bagian glidepath ILS dilewati ILS Referensi Datum. Sama seperti ILS Point "T". ILS - Zona 1. Jarak dari batas cakupan localizer / glidepath to Point "A" (empat mil dari threshold runway). ILS - Zona 2. Jarak dari Point "A" to Point "B" ILS - Zone 3. CAT I - Jarak dari Point "B" to Point "C" untuk evaluasi Kategori I ILS. CAT II dan III - Jarak dari Point "B" ke runway threshold untuk evaluasi Kategori II dan III fasilitas. CATATAN: Hanya Localizer, Back Course, LDA, dan fasilitas SDF tidak akan memiliki Zone 3 jika Point "C" terjadi sebelum Point "B." toleransi tetap Struktur didefinisikan oleh Points "A" menjadi "B." ILS - Zona 4. Jarak dari batas runway to Point "D". ILS - Zona 5. Jarak dari Point "D" to Point "E". Initial Approach Segmen. Pada initial approach, pesawat telah berangkat dari fase penerbangan en-route, dan manuver untuk masuk ke segmen menengah. Ini adalah segmen antara initial approach fix/waypoint dan intermediate fix/waypoint atau titik di mana pesawat ini berada di intermediate course atau final approach course. Integritas (WAAS). Integritas sistem adalah kualitas, yang berkaitan dengan kepercayaan, yang dapat ditempatkan dalam kebenaran informasi yang disediakan oleh sistem total. Integritas risiko adalah probabilitas yang tidak terdeteksi (laten) kegagalan akurasi tertentu. Integritas mencakup kemampuan Hal

274 dari sistem untuk menyediakan peringatan yang tepat waktu kepada pengguna ketika sistem tidak boleh digunakan untuk operasi yang dimaksud. Sensor yang WAAS menampilkan integritas dalam bentuk Horisontal / Vertikal Perlindungan Level. Intermediate Approach Segmen. Ini adalah segmen yang memadukan pendekatan awal segmen ke segmen pendekatan akhir. Ini adalah segmen di mana konfigurasi pesawat, kecepatan, dan positioning penyesuaian yang dibuat untuk masuk ke segmen pendekatan akhir. Segmen menengah dimulai pada fix menengah (IF) atau titik, dan berakhir pada pendekatan akhir fix (FAF). In-Phase. Diterapkan pada kondisi yang ada ketika dua sinyal frekuensi yang sama melewati maksimum dan minimum mereka nilai seperti polaritas pada waktu yang sama. Integritas. Bahwa kualitas yang berkaitan dengan kepercayaan yang dapat ditempatkan dalam ketepatan informasi yang diberikan oleh fasilitas. Integrator. Menerima tambahan target proses yang digunakan dalam penerima radar primer. Interogator. Pemancar-penerima ground-based surveillance radar yang biasanya scan sinkronisme dengan radar primer, transmisi sinyal radio yang diskrit permintaan repetitiously semua transponder, pada mode yang digunakan, untuk menjawab. Balasan ditampilkan pada cakupan radar. Juga diterapkan pada elemen udara TACAN / sistem DME. Investigator-in-Charge (IIC). Orang yang bertanggung jawab terhadap prosedur investigasi pesawat. Ionosfer. Sebuah band partikel bermuatan nm di atas bumi, yang mewakili dispersif nonhomogeneous dan menengah untuk sinyal radio. Menunda fase sinyal tergantung pada konten dan mempengaruhi elektron konten carrier. Group penundaan tergantung pada dispersi dalam ionosfer dan mempengaruhi sinyal modulasi. Kecepatan propagasi (pembiasan) diubah saat melewati ionosfer. SBAS dan sistem GBAS dirancang untuk mengurangi banyak kesalahan akibat ke sinyal GNSS saat melewati ionosfer. Joint Acceptance Inspection (JAI).Inspeksi di puncak dari fasilitas instalasi dan persiapan. Sistem secara teknis siap untuk commissioning setelah berhasil JAI. L1/ L2/ L5 Satellite Frequency. L1 (1575,42 MHz), L2 (1227,60 MHz), L5 (1176,45 MHz). Landing Threshold Point (LTP). The LTP adalah titik 3D di persimpangan center line dan threshold runway. WGS-84 / NAD-83 lintang, bujur, MSL elevasi, dan ketinggian Geodi mendefinisikannya. Hal ini digunakan bersama dengan geometris FPAP dan pusat ellipsoid WGS-84 untuk mendefinisikan sebuah bidang vertikal RNAV pendekatan akhir saja. LTP elevasi (LTPE) berlaku untuk LTP dan FTP ketika pendekatan akhir course offset dari center line. Untuk tujuan dokumen ini, di mana digunakan LTP, FTP dapat berlaku sebagaimana mestinya. Line-of-Posisi (LOP). LOP adalah sebuah garis melengkung hyperbolically berturut-turut, tetapi ditentukan oleh perbedaan waktu konstan pengukuran dengan menggunakan sinyal-sinyal dari dua pemancar Loran-C. Dua Lop dari dua stasiun pasangan menentukan lokasi penerima dan menetapkan memperbaiki posisi. Hal

275 Local Area Augmentation System (LAAS). LAAS adalah augmentation GPS yang memfokuskan pelayanannya pada daerah bandara (kira-kira mil radius). Itu koreksi menyiarkan pesan melalui frekuensi yang sangat tinggi (VHF) data radio link dari darat berbasis pemancar. LAAS akan menghasilkan akurasi yang sangat tinggi, ketersediaan, dan integritas yang diperlukan untuk Kategori I, II, dan III pendekatan presisi, dan akan memberikan kemampuan untuk lebih fleksibel, pendekatan melengkung jalan. LAAS menunjukkan akurasi kurang dari 1 meter di kedua sumbu horisontal dan vertikal. Local Area Monitor (LAM). Sebuah penerima stasioner dirancang untuk memantau dan merekam sinyal Loran-C dan perbedaan waktu (TD) data. TD informasi yang diperoleh oleh unit ini digunakan untuk menghitung nilai-nilai kalibrasi TD penerima. Jenis Localizer Directional Aid (LDA). Sebuah fasilitas yang sebanding utilitas dan akurasi ke LOC, tetapi yang bukan merupakan bagian dari ILS penuh dan mungkin tidak sejajar dengan runway. (FAA Order 8260,3, revisi terbaru) Localizer (LOC). Komponen ILS yang memberikan panduan lateral sehubungan dengan center line. (FAA Order 8260,3, revisi terbaru). Localizer Zones. Lihat ILS-Zones atau ILS-Localizer Kembali Course Zones. Lock-On. Kondisi di mana sinyal yang dapat digunakan diterima oleh peralatan udara dan presentasi yang stabil azimut dan / atau informasi jarak dimulai. Loran-C CHAIN. Loran-C stasiun dikelompokkan ke stasiun set disebut RANTAI. Setiap RANTAI terdiri dari stasiun master dan dua atau lebih stasiun sekunder yang mengulang transmisi selama jangka waktu tertentu (lihat GRI). Loran Signal Sistem Evaluasi (LSES). The LSES adalah Loran-C penerima dan perbedaan waktu perangkat data yang digunakan untuk mengevaluasi situs pendekatan. Perangkat menentukan apakah sinyal digunakan hadir dan menetapkan perbedaan waktu hubungan dengan daerah setempat monitor. Loran-C Time Difference (TD). Waktu yang telah berlalu, dalam mikrodetik, antara kedatangan dua sinyal. Lowest Coverage Altitude (LCA). Lihat ILS-Terendah Cakupan Ketinggian (LCA). LPV. Orde FAA 8.260,50 menetapkan kriteria untuk prosedur pendekatan LPV RNAV WAAS. Pendekatan dengan kriteria di bawah ini disebut "LPV". LPV bukan merupakan singkatan. Lateral protection area berdasarkan pada dimensi pendekatan presisi trapezium, dan permukaan vertikal yang disusun berdasarkan kinerja WAAS vertikal. Lateral kriteria ini didasarkan pada Horizontal WAAS Batas Alert (HAL) yang 40 meter. Kriteria vertikal didasarkan pada WAAS Vertical alarm Limit (VAL) yang > 12 meter dan 50 meter. Prosedur RNAV WAAS LPV dapat didukung untuk nilai-nilai HAT 250 kaki. Sebagai perbandingan, CAT saya memerlukan prosedur pendekatan lateral yang sama penahanan, tetapi memerlukan 11 meter vertikal penahanan. Pendekatan LPV tingkat kinerja antara yang ditetapkan untuk APV APV I dan II. Sebuah RNAV prosedur pendekatan dengan garis diterbitkan minima berjudul "LPV" akan memerlukan sensor WAAS untuk terbang ke orang minima. Mask Angle Elevation. Sebuah sudut elevasi tetap direferensikan ke cakrawala pengguna satelit di bawah ini yang diabaikan oleh penerima perangkat lunak. Mask angle digunakan terutama dalam analisa kinerja GNSS, dan bekerja di beberapa penerima desain. Mask angle digerakkan oleh antena penerima Hal

276 karakteristik, kekuatan pengiriman sinyal di ketinggian rendah, kepekaan penerima, dan kesalahan elevasi rendah dapat diterima. Maximum Authorized Altitude (MAA). Ketinggian yang mewakili maksimum altitude yang digunakan atau flight level untuk struktur ruang udara atau segmen rute. Ini merupakan ketinggian tertinggi rute Jet, daerah rendah atau tinggi navigasi rute, atau rute langsung lainnya yang merupakan MEA ditetapkan JAUH dalam Bagian 95, di mana penerimaan yang memadai dan sinyal navigasi terjamin. Maksimum Error. Amplitudo course maksimum dari nol, baik dalam searah jarum jam atau berlawanan arah. Mean Course Error (MCE). Nilai rata-rata ketinggian azimut atau kesalahan pendekatan sepanjang course atau glidepath yang ditentukan. Microampere. (Microamps) - Satu juta dari satu ampere (amp). Dalam prakteknya, lihat pada omnibearing pilot pemilih (OBS), osilograf rekaman, dan / atau penerbangan inspeksi meter, sebagai deviasi posisi pesawat dalam kaitannya dengan localizer on-course (nol DDM) sinyal atau glidepath on-jalan (nol DDM) sinyal, misalnya, "5 microamperes (µa) kanan" (localizer); "75 µa rendah" (glidepath). Lihat Crosspointer dan Simbol dalam lampiran ini. Microwave Landing System (MLS). Standar internasional sistem pendaratan gelombang mikro. Milliampere (ma). Satu per seribu dari ampere. Crossing minimum Ketinggian (MCA). Ketinggian terendah perbaikan tertentu di mana sebuah pesawat harus menyeberang ketika berjalan ke arah yang lebih tinggi dalam perjalanan minimum IFR ketinggian (MEA). (Lihat Minimum En Route IFR Altitude). Minimum Descent Altitude (MDA). Ketinggian terendah, dinyatakan dalam meter di atas permukaan laut, yang keturunan berwenang pada pendekatan akhir atau dalam lingkaran-ke-darat manuver dalam pelaksanaan pendekatan instrumen standar prosedur di mana tidak ada glidepath elektronik disediakan. Minimum En Route IFR Altitude (MEA). Diterbitkan terendah ketinggian antara perbaikan radio yang menjamin jangkauan sinyal navigasi dapat diterima dan memenuhi persyaratan izin penghalang antara perbaikan. The MEA diresepkan untuk Federal jalur udara atau segmen daripadanya, daerah rendah atau tinggi navigasi rute, atau rute langsung berlaku untuk seluruh lebar jalur udara, segmen, atau rute antara radio mendefinisikan perbaikan jalan jalur udara, segmen, atau rute Minimum Glide Path (MGP). Sudut terendah keturunan sepanjang nol derajat azimut yang konsisten dengan pendekatan diterbitkan izin prosedur dan kriteria hambatan. Minimum Holding Altitude (MHA). Ketinggian terendah yang ditentukan untuk pola holding yang menjamin jangkauan sinyal navigasi, komunikasi, dan memenuhi persyaratan izin obstacle. Minimum Obstruksi Clearance Ketinggian (MOCA). Diterbitkan ketinggian terendah yang berlaku antara radio VOR perbaikan pada saluran udara, Airway luar rute, atau rute kendala segmen yang memenuhi persyaratan izin untuk seluruh rute segmen dan yang menjamin jangkauan sinyal navigasi dapat diterima hanya dalam waktu 25 mil (22 nm) dari VOR. (Refer to FAR Parts 91 dan 95) Hal

277 Minimum Radar Range. Jarak terpendek dari radar pada pesawat yang dapat diidentifikasi secara jelas pada setiap scan sistem antena radar. Minimum Reception Altitude (MRA). Ketinggian terendah di mana persimpangan dapat ditentukan. Minimum Safe Altitude Warning (MSAW). Fungsi software komputer lalu lintas udara ARTS II / III yang spesifik. Pesawat dilengkapi Monitor MSAW Mode-C untuk separasi obstacle. Hal ini dirancang untuk menghasilkan pemberitahuan baik aural dan visual pada tampilan pengendali lalu lintas udara ketika pesawat berada pada atau diperkirakan berada pada ketinggian yang tidak aman. MSAW Approach Path Monitor (APM). Suatu daerah biasanya 1 nm lebar, baik sisi pendekatan akhir program studi atau runway pos. Sebuah APM dimulai pada sekitar 5 nm (atau pendekatan akhir fix) dari pendekatan ujung runway. Nilai ketinggian obstruksi ditentukan untuk izin untuk setiap APM di awal dan di akhir APM. Kedua nilai memberikan perlindungan MSAW sebagai pesawat turun di sepanjang jalur pendekatan terhadap runway. Runway Paralel menggunakan APM yang sama. Untuk berputar-putar hanya SIAP, APM dimulai pada 5 nm (atau FAF) dari permukaan pendaratan terdekat, dan berakhir 1-2 nm dari permukaan pendaratan terdekat. MSAW General Terrain Map (GTM). Daerah dalam radius 55 mil dari Bandara Surveillance Radar di mana Mode-C dilengkapi pesawat dipantau oleh MSAW fungsi perangkat lunak komputer untuk pemisahan hambatan. MSAW Bin. Area 2 nm persegi di dalam sebuah MSAW Peta Terrain Umum; sampah membuat sebuah Peta Terrain Umum MSAW. MSAW Bin Altitude. Ketinggian yang ditentukan oleh rintangan tertinggi dalam MSAW bin, ditambah 500 ft Minimum Vectoring Altitude (MVA). MSL terendah ketinggian di mana sebuah pesawat IFR akan divector oleh radar controller, kecuali karena kalau tidak berwenang untuk radar pendekatan, keberangkatan, dan missed approach. Ketinggian memenuhi kriteria IFR rintangan clearance. Ini dapat lebih rendah dari yang MEA di sepanjang airway atau segmen J- rute. Mungkin dimanfaatkan untuk radar vectoring hanya jika controller menentukan bahwa yang radar kembali yang memadai sedang diterima dari pesawat yang dikendalikan. Bagan yang menggambarkan ketinggian minimum vectoring biasanya tersedia hanya pada controller dan bukan untuk pilot. Missed Approach Point (MAP). Suatu titik yang ditentukan di masing-masing prosedur pendekatan instrumen di mana prosedur missed approach harus dijalankan jika referensi visual yang diperlukan tidak ada. Lihat missed approach dan Segmen dari sebuah Prosedur Pendekatan Instrumen.) Missed Approach Segmen. Missed approach segmen dimulai pada decision heigt dalam pendekatan presisi dan pada titik tertentu dalam pendekatan nonpresisi. Missed approach harus sederhana, ketinggian yang ditentukan, dan jika dipraktikan, sebuah batas clearance (akhir missed approach segmen). Ketinggian Missed approach ditetapkan dalam prosedur harus cukup untuk memungkinkan untuk holding atau route flight. Reference Datum Pendekatan MLS. Suatu titik pada ketinggian tertentu yang terletak secara vertikal di atas persimpangan runway tengah dan threshold. MLS Auxiliary Data. Data, ditransmisikan disamping data dasar, yang menyediakan peralatan Pemeliharaan penentuan tapak Fasilitas informasi untuk Hal

278 digunakan dalam perhitungan posisi pemurnian udara dan informasi tambahan lainnya. MLS Basic Data. Data disampaikan oleh peralatan Fasilitas Pemeliharaan yang berhubungan langsung dengan pengoperasian sistem pemandu pendaratan. MLS Coverage Sector. Sebuah volume atau wilayah udara di dalam layanan yang disediakan oleh fungsi tertentu dan di mana kerapatan kekuatan sinyal sama dengan atau lebih besar dari minimum yang ditentukan. MLS Datum Point. Titik di center line terdekat dengan pusat fase pendekatan elevasi antena. MLS Function. Sebuah layanan tertentu yang disediakan oleh MLS (misalnya, pendekatan panduan azimut, elevasi pendekatan panduan, atau data dasar). MLS Mean Course Error. Nilai rata-rata dari kesalahan azimut sepanjang radial tertentu dari fungsi azimut. MLS Mean Glidepath Error. Nilai rata-rata ketinggian dari kesalahan sepanjang sudut tertentu fungsi ketinggian. MLS Minimum Glidepath. Sudut terendah keturunan sepanjang nol derajat azimut yang konsisten dengan pendekatan diterbitkan izin prosedur dan kriteria hambatan. MLS-Point "A". Titik imajiner pada glidepath minimum dan ditugaskan azimut radial, 4 nm dari batas runway. MLS-Point "B". Titik imajiner pada glidepath minimum dan ditugaskan azimut radial, kaki dari batas runway. MLS-Point "C". Suatu titik di mana diperpanjang lurus ke bawah bagian glidepath melewati pada ketinggian 100 ft di atas bidang horizontal yang berisi threshold runway. CATATAN: Azimut hanya fasilitas, Point C adalah titik pendekatan yang terabaikan. MLS-Point "D". Sebuah titik 12 ft di atas runway centerline dan 3,000 ft dari runway threshold dalam arah azimuth stasiun. MLS-Point "E". Sebuah titik 12 ft di atas runway centerline dan kaki dari berhenti ujung runway ke arah threshold runway. MLS Proportional Guidance Sector. Volume ruang udara yang di dalamnya petunjuk sudut informasi yang diberikan oleh suatu fungsi adalah berbanding lurus dengan perpindahan sudut dari antena udara sehubungan dengan perbedaan sudut nol. Referensi MLS Point. Titik di mana inspeksi penerbangan fasilitas mulai menerapkan toleransi kesalahan anggaran. Ini biasanya akan baik ARD atau MAP. Mode. Huruf atau angka yang ditetapkan ke pulsa khusus jarak sinyal radio yang ditransmisikan atau diterima oleh ground interrogator atau komponen airborne transponder dari Air Traffic Control Radar Beacon System (ATCRBS). Mode A (militer Mode 3), Mode C (pelaporan ketinggian), dan Mode S (data-link) yang digunakan dalam kontrol lalu lintas udara. (Lihat transponder, interogator, radar.) ICAO-Mode (SSR) Mode. Huruf atau nomor yang ditetapkan ke pulsa khusus jarak antara sinyal interogasi dipancarkan oleh interogator. Terdapat lima mode: Hal

279 A, B, C, D, dan M - yang terkait dengan pulsa lima spacings interogasi yang berbeda. Moving Target Detection (MTD). Jenis sistem deteksi sasaran bergerak (seperti MTI) didasarkan pada teknik peta penyimpanan digital. Baru digunakan dalam radar primer. Moving Target Indicator (MTI). Sirkuit elektronik yang memungkinkan presentasi layar radar hanya target yang bergerak. Sebagian perbaikan untuk ground clutter. MTI Reflector. Sebuah perangkat tetap dengan karakteristik listrik dari target yang bergerak yang memungkinkan demonstrasi referensi geografis tetap pada layar MTI. (Digunakan untuk menyelaraskan video peta, azimut referensi, dll) Multi-Mode Receiver (MMR). Sebuah penerima navigasi dengan beberapa kemampuan dalam satu unit (yaitu, ILS, VOR, WAAS, dan LAAS). Narrowband Display Radar. Tampilan yang dihasilkan komputer sinyal radar. National Transportation Safety Commite (NTSC). Kantor yang bertanggung jawab atas penyelidikan kecelakaan pesawat. NAVAID. Setiap fasilitas yang digunakan dalam, tersedia untuk digunakan dalam, atau ditunjuk untuk digunakan dalam bantuan navigasi penerbangan, termasuk daerah pendaratan, lampu, aparatus atau peralatan apapun untuk mensosialisasikan informasi cuaca, untuk sinyal, mencari arah radio, atau untuk radio atau komunikasi elektronik lainnya, dan setiap struktur atau mekanisme lain yang memiliki tujuan yang sama untuk menuntun atau mengendalikan penerbangan di udara atau mendarat atau lepas landas pesawat. (Re: Federal Aviation Act of 1958, sebagaimana telah diubah.) Nondirectional Beacon / Radio Beacon (NDB). L / MF atau menara radio pemancar UHF nondirectional dimana sinyal pilot pesawat terbang dilengkapi dengan peralatan untuk menemukan arah dapat menentukan sikapnya ke atau dari menara radio dan "rumah" atau lagu ke atau dari stasiun. Ketika menara radio diinstal bersamaan dengan Instrument Landing System marker, biasanya disebut Compass Locator. Nonprecision Approach Procedure/ Nonprecision Approach. Prosedur standar Pendekatan instrumen di mana tidak ada glide slope elektronik disediakan (misalnya, VOR, TACAN, NDB, LOC, ASR, LDA, atau pendekatan SDF). Notices to Airmen/ Publication. Sebuah publikasi yang dirancang terutama sebagai manual operasional pilot yang berisi informasi NOTAM saat ini (lihat Pemberitahuan untuk penerbang - NOTAM) dianggap penting untuk keselamatan penerbangan, serta data pelengkap publikasi penerbangan lain. Notices to Airmen/ NOTAM. Sebuah catatan berisi informasi (tidak cukup dikenal untuk mempublikasikan dengan cara lain) mengenai pembentukan, kondisi, atau perubahan dalam setiap komponen (fasilitas, jasa, atau prosedur, atau bahaya di National Airspace System) pengetahuan yang tepat waktu yang penting untuk personil yang berhubungan dengan operasi penerbangan. a. NOTAM (D) - A NOTAM diberikan (sebagai tambahan penyebaran lokal) jauh penyebaran melalui teletip di luar wilayah tanggung jawab dari Layanan Penerbangan Station. Ini NOTAM akan disimpan dan diulang per jam sampai dibatalkan. Hal

280 b. NOTAM (L) - A NOTAM penyebaran lokal yang diberikan oleh suara (teletype), dan berbagai sarana seperti: TelAutograph, teleprinter, faksimili reproduksi, hot line, telecopier, telegraf, dan telepon untuk memenuhi kebutuhan pengguna lokal. c. FDC NOTAM Sebuah pemberitahuan kepada penerbang, peraturan di alam, dipancarkan oleh NFDC dan disebarkan ke jaringan. d. ICAO NOTAM. Sebuah catatan, yang berisi informasi mengenai pembentukan, kondisi, atau perubahan dalam fasilitas aeronautika, pelayanan, prosedur, atau bahaya, pengetahuan yang tepat waktu yang penting untuk personil yang berhubungan dengan operasi penerbangan. Null. Daerah bahwa pola elektromagnetik di mana sinyal yang dibatalkan telah dengan sengaja atau tidak sengaja dikurangi ke tingkat yang tidak dapat diterima. Obstacle. Objek yang sudah ada, objek yang tumbuh secara alami, atau daerah pada lokasi geografis yang tetap, atau yang dapat diperkirakan pada lokasi yang tetap dalam suatu wilayah yang ditentukan, dengan referensi pada vertical clearance atau harus disediakan selama operasi penerbangan. Obstacle Clearance. Jarak vertikal antara penerbangan resmi terendah ketinggian dan permukaan yang ditentukan di dalam wilayah tertentu. Obstruction. Sebuah benda yang menembus permukaan imajiner. Omni bearing Selector (OBS). Sebuah alat yang mampu mengatur bearing yang dikehendaki dari sebuah stasiun dan omnirange untuk mengendalikan course indikator deviasi. On-Course. Tempat titik-titik pada bidang horisontal di mana nol atau di-course membaca diterima. On-Path. Sama seperti on-course tetapi dalam bidang vertikal. Lihat ILS - Glidepath. Operasional Advantage. Perbaikan yang menguntungkan pengguna instrumen prosedur. Pencapaian minimum yang lebih rendah atau otorisasi untuk lurus dalam pendekatan tanpa pengurangan keselamatan adalah contoh dari keuntungan operasional. Banyak pilihan dalam TERPS ditetapkan untuk tujuan ini. Sebagai contoh, pendekatan yang fleksibel tentu saja akhir penyelarasan kriteria mungkin mengizinkan ALS yang akan digunakan untuk kredit penglihatan berkurang oleh pemilihan yang tepat mata pelajaran opsional. Optimum Error Distribution. Terbaik keseluruhan fasilitas distribusi kesalahan keselarasan untuk mencapai keuntungan operasional (tidak perlu keseimbangan sempurna dari kesalahan). Orbit Flight. Penerbangan di sekitar stasiun di ketinggian yang telah ditentukan dan radius yang konstan. Orthometric Height. Elevasi di atas geoid. Osiloskop. Alat untuk menampilkan secara visual, gambar grafik dari bentuk gelombang yang ditemui dalam rangkaian listrik. Out-of-Coverage Indication (OCI). Sebuah pancaran sinyal ke daerah-daerah di luar sektor cakupan yang diinginkan dimana diperlukan untuk secara khusus mencegah penghapusan yang tidak valid dari airborne warning indication flag pada saat muncul informasi panduan yang menyesatkan. Hal

281 Out of Tolerance Condition. Lihat perbedaan. Path Following Error (PFE). Gangguan panduan dimana pesawat akan mengikutinya. PFE terdiri dari path yang diikuti noise dan mean course error dalam hal fungsi azimuth atau mean glidepath error dalam hal fungsi elevasi. Path Following Noise (PFN). Bagian dari kesalahan panduan sinyal yang dapat menyebabkan perpindahan pesawat dari mean course line atau mean glidepath yang tepat. Pilot-Controlled Lighting. Airfield lighting system yang diaktifkan oleh transmisi VHF dari pesawat. Pilot-Defined Procedure. Setiap data yang dimasukkan ke dalam FMS atau GPS navigator oleh pilot, termasuk waypoint, bandara, runway, SID, rute, STAR, dan pendekatan. Untuk inspeksi penerbangan bagi prosedur, data harus dimasukkan dari sumber dokumentasi resmi. Pilot Navigation Area (PNA). Sebuah kawasan yang digunakan untuk transisi dari RADAR vectoring ke daerah rute navigasi. PNA dibatasi oleh dua garis, yang digambarkan oleh design maximum intercept course menuju departure intermediate fi, tertutup oleh busur dari radius tertentu yang berpusat di departure intermediate fix. Planned View Display (PVD). Sebuah layar yang menampilkan informasi yang dihasilkan komputer seperti alphanumerics atau video pemetaan. Kesalahan polarisasi. Kesalahan yang timbul dari transmisi atau penerimaan radiasi yang memiliki polarisasi selain yang ditujukan untuk sistem. Position Estimasi Error (PEE). Perbedaan antara posisi benar dan posisi perkiraan. Primary Area. Area di dalam sebuah segmen dimana keseluruhan obstacle clearance diterapkan. Proportional Guidance Sector. Volume ruang udara yang di dalamnya dimana informasi panduan sudut diberikan oleh suatu fungsi yang secara langsung berbanding lurus dengan perpindahan sudut dari airborne antena sehubungan dengan zero angle reference. Pseudo Random Noise (PRN). Sebuah pengkodean sinyal dengan random noise -seperti properti yang terdiri dari urutan berulang digital satu dan nol. GPS kode C / A terdiri dari bit yang ditransmisikan pada angka 1,023 MHz dan, karena itu, berulang setiap milidetik. Setiap satelit GPS memiliki kode PRN unik. Struktur kode ini menyediakan nilai auto-korelasi rendah untuk semua penundaan atau kelambatan, kecuali ketika mereka bertepatan dengan tepat. Setiap SV memiliki kode pseudo-random noise yang khusus. "Q" Faktor. Lihat Actual Navigation Performance. Quad radar. Peralatan ground radar yang dinamai empat presentasi. a. Height Finding b. Airport Surface Detection c. Surveillance d. Pendekatan presisi R. RNAV dan transponder dengan kemampuan altitude encoding. Radar Bright Display Equipment (RBDE). Peralatan di ARTCC yang mengubah video radar ke layar bright raster scan (jenis TV). Hal

282 Radar Data Analysis Software (RDAS). Sebuah istilah umum untuk berbagai jenis peralatan analisa data radar di terminal dan en-route. (COMDIG, RARRE, DRAM, dll) Radar Plan Position Indicator (RAPPI). Pemeliharaan layar yang digunakan dengan CD-1 Common digitizers. Radar / Radio Detecting and Ranging. Suatu alat dimana, dengan mengukur selang waktu antara transmisi dan penerimaan pulsa radio dan mengkorelasikan orientasi sudut dari antenna beam yang dipancarkan atau beam pada azimuth dan / atau elevasi, menyediakan informasi jarak, azimuth, dan / atau elevasi dari objek di dalam path dari pulsa yang ditransmisikan. a. Primary Radar. Sebuah sistem radar di mana sebagian laporan pulsa radio yang dikirimkan dari suatu tempat dipantulkan oleh sebuah objek dan kemudian diterima kembali di tempat tersebut untuk diproses dan ditampilkan pada fasilitas air traffic control. b. Secondary Radar / Radar Beacon / ATCRBS. Sebuah sistem radar di mana objek yang akan dideteksi dilengkapi dengan peralatan kooperatif dalam bentuk penerima radio / transmitter (transponder). Pulsa radar yang dikirimkan dari sisi pemancar / penerima (interogator) diterima dalam peralatan kooperatif dan digunakan untuk memicu transmisi khusus dari transponder. Transmisi balasan ini, lebih baik daripada sinyal yang dipantulkan, kemudian diterima kembali pada sisi pemancar / penerima untuk diproses dan ditampilkan pada fasilitas air traffic control. (Lihat Transponder, interogator.) c. ICAO-Radar. Sebuah perangkat deteksi radio yang memberikan informasi tentang jangkauan, azimut, dan/atau elevasi suatu objek. (1) Primer Radar. Sebuah sistem radar yang menggunakan sistem radio yang dipantulkan. (2) Sekunder Radar. Sebuah sistem radar dimana sinyal radio dipancarkan dari stasiun radar menginisiasi transmisi sinyal radio dari stasiun lain. Resolusi Radar - Azimuth. Sudut dalam derajat di mana dua target di kisaran yang sama harus dipisahkan dalam azimut agar dapat dibedakan pada lingkup radar sebagai individu kembali. Resolusi Radar - Range. Jarak di mana dua target di azimut yang sama harus dipisahkan dalam jangkauan agar dapat dibedakan pada lingkup radar sebagai individu kembali. Radar rute. Sebuah jalur atau rute penerbangan di mana sebuah pesawat divector. Panduan Navigasi dan pemberian ketinggian diberikan oleh ATC. (Lihat Flight Path, Rute.) (AIM) Receiver Autonomous Integrity Monitoring (RAIM). Teknik dimana penerima GPS sipil / prosesor menentukan integritas sinyal navigasi GPS tanpa mengacu pada sensor atau non-dod sistem integritas selain penerima itu sendiri. Penentuan ini dicapai dengan pemeriksaan konsistensi antara pengukuran redundant pseudorange. Range of Validity. Daerah sekitar pantauan area lokal di mana nilai kalibrasi Loran-C receiver TD yang dipublikasikan adalah benar / sah. Radial. Sebuah bearing magnetik yang terbentang dari fasilitas navigasi VOR / VORTAC / TACAN. Hal

283 Range, Azimut, Radar, Reinforced Evaluator (RARRE). Program diagonistic radar IBM 9020 yang digunakan untuk mengevaluasi narrowband radar. Real Time Quality Check (RTQC). Pengujian target yang dihasilkan secara internal pada perangkat pengolahan otomatis (Common digitizers, dll) Receiver Check Point. Sebuah titik tertentu yang ditunjuk dan dipublikasikan, di mana pilot dapat memeriksa akurasi dari peralatan pesawatnya, menggunakan sinyal-sinyal dari stasiun tertentu. Recorder Event Mark. Sebuah tanda galvo pada alat perekam yang berkaitan dengan posisi atau waktu, diperlukan untuk korelasi data dalam analisa kinerja. Reference Radial. Sebuah radial, pada dasarnya bebas dari terrain dan faktorfaktor lain, ditunjuk sebagai acuan untuk mengukur parameter tertentu dari kinerja fasilitas. Reference Voltage (VOR Reference Voltage). Tegangan 30 Hz diperoleh di dalam reference phase channel dari penerima sinyal VOR di pesawat. Required Navigation Performance (RNP). Pernyataan tentang akurasi, integritas, kontinuitas, dan ketersediaan dari navigational performance yang diperlukan untuk operasi di dalam wilayah udara yang ditetapkan. Rho / theta Posisi. Posisi koordinat yang digambarkan dengan jarak dan sudut. Ring-Around. Sebuah tampilan yang dihasilkan pada ruang lingkup depan, samping, atau belakang lobus antena dari sistem radar sekunder. Tampilan ini terlihat seperti cincin di sekitar lokasi radar dan dapat terjadi ketika sebuah transponder pesawat membalas ke interogasi ground sementara di dekat lokasi antena. RNAV DME / DME Infrastruktur. Kebutuhan fasilitas DME, pertemuan akurasi, cakupan, dan geometri untuk suatu Sistem Manajemen Penerbangan untuk menghitung solusi navigasi untuk operasi yang dimaksud. Rotasi (Correct Rotation). Sebuah kondisi di mana sudut azimut ditransmisikan meningkat searah jarum jam. Roughness. Penyimpangan tidak teratur dan cepat dari course atau path elektromagnetik. Runway Approach Surface Baseline. Bidang datar menurun Imajiner runway di ketinggian permukaan runway pada threshold. Runway Environment. Runway threshold atau alat bantu pencahayaan yang disetujui atau tanda lain yang dapat diidentifikasi dengan runway. Runway Point of Intercept. Titik di mana glide slope diperpanjang memintas garis tengah di permukaan runway. Runway Reference Point. Dimana sudut VGSI dari visual approach path memotong runway profil (lihat RPI). Runway Threshold. Bagian awal dari runway yang digunakan untuk mendarat. (Ketika digunakan untuk keperluan inspeksi penerbangan, displaced threshold atau threshold berarti hal yang sama.) Scalloping. Lihat Course Scalloping. Search (DME / TACAN). Gerakan cepat dari indicator jarak atau bearing selama periode dimana salah satu tidak terkunci. Hal

284 Secondary Area. Area di dalam sebuah segmen yang dimana Required Obstruction Clearance (ROC) adalah berkurang karena jarak dari course yang ditentukan meningkat. Segmen. Bagian fungsional dasar dari prosedur pendekatan instrumen. Segmen berorientasi terhadap course akan diterbangkan. Nilai spesifik untuk menentukan persyaratan course alignment, obstacle clearance area, descent gradient, dan obstacle clearance yang terkait dengan setiap segmen sesuai dengan tujuan fungsional. Sensing (Correct Sensing). Sebuah kondisi di mana indikator ambiguitas memberikan indikasi Ke / Dari yang benar. Sensitivity Time Control (STC). Prosedur yang digunakan untuk mengubah sensitivitas penerima dengan jarak. Gain berkurang sebagai fungsi dari menurunnya jarak, dalam usaha untuk membuat semua balasan radar seragam. (Gain akan menjadi maksimum untuk jangkauan maksimum pada kondisi ini.) Service Volume/ SV. Volume ruang udara yang mengelilingi NAVAID yang di dalamnya digunakan kekuatan sinyal ada dan di mana sinyal yang tidak operasional dibatasi oleh gangguan co-channel CATATAN: Untuk VOR / TACAN / DME dan ILS, definisi berikut digunakan: a. Standard Service Volume (SSV) - Bahwa kapasitas ruang udara ditetapkan oleh standar nasional. b. Flight Inspection Standard Service Volume (FISSV) didefinisikan sebagai berikut: Pada kelas fasilitas"t", FISSV ini adalah 25 nm dan kaki (2.000 kaki di daerah pegunungan yang ditunjuk) di atas site elevation atau terrain penghalang. Pada kelas fasilitas "L" dan "H", jarak diperpanjang sampai 40 nm, dan ketinggian sama dengan kelas "T". FISSV digunakan untuk menentukan status kinerja fasilitas VOR/TAC/DME. c. Expanded Service Volume (ESV) - Bahwa kapasitas tambahan dari ruang udara di luar standard service volume yang diminta oleh Air Traffic Service atau prosedur spesialis dan persetujuan awal oleh manajemen frekuensi dari Teknis Operasional Lalu Lintas Udara (ATO) Service Area dan inspeksi penerbangan untuk keperluan operasional. d. Operational Service Volume (OSV) - Ruang udara yang tersedia untuk keperluan operasional. Ini meliputi: (1) SSV tidak termasuk bagian dari SSV yang telah dibatasi. (2) The ESV Short-Term Excursion. Karakteristik penyimpangan dari sinyal navigation oncourse atau on-path yang meliputi scalloping, roughness, dan penyimpangan lainnya, tetapi tidak termasuk belokan. Side Bands. Sinyal terpisah dan berbeda yang dipancarkan setiap kali frekuensi carrier dimodulasi. Sebagian besar fasilitas navigasi penerbangan, terdapat sidebands ganda. Ini berarti bahwa frekuensi di atas dan di bawah frekuensi carrier yang berbeda-beda sesuai dengan jumlah frekuensi modulasi hadir. Sidebands ini memuat kemampuan untuk menggerakkan instrumen navigasi. Simplex. Operasi saluran tunggal biasanya mengacu pada tempat tersebut yang menggunakan satu saluran di mana dual channel (diplex) operasi tersedia. Hal

285 Split. Dua atau lebih beacon target dihasilkan dari balasan target tunggal. Sebuah kondisi yang tidak diinginkan karena masalah pada sinyal pemancar, antena, propagasi, transponder pesawat, atau peralatan pengolahan. Simplified Directional Facility/ SDF. Sebuah NAVAID digunakan untuk pendekatan instrumen non presisi. Final approach course serupa dengan ILS localizer. Slant Range. jarak line-of-sight antara dua titik yang tidak berada pada elevasi yang sama. Space-Based Augmentation System (SBAS) - istilah ICAO yang berlaku untuk semua sistem augmentasi wide-area. Data GPS yang benar ditransmisikan ke pesawat oleh sebuah satelit geostasioner. Stagger. Fitur yang digunakan dengan sistem radar MTI utama untuk memvariasikan PRF pada pre-selected interval. Fitur ini mengubah inherent blind speed ke nilai yang tidak terlalu mengganggu. Standard VOT. Sebuah fasilitas yang ditujukan untuk penggunaan di darat saja (Lihat VHF Omnidirectional kisaran tes). Struktur. Excursion karakteristik sinyal navigasi on-course atau on-path yang meliputi belokan, scalloping, roughness, dan penyimpangan lainnya. Structure Below Path. Sebuah pengukuran sudut clearance below path. Subclutter Visibility. Sebuah karakteristik kinerja sistem untuk mendeteksi target bergerak pada ground clutter yang kuat secara relatif. Simbol: G 109 kali (satu unit); giga M 106 kali (satu unit); mega k 103 kali (satu unit); kilo h 102 kali (satu unit); hekto dk 10 kali (satu unit); deka d 10-1 kali (satu unit); desi c 10-2 kali (satu unit); senti m 10-3 kali (satu unit); mili µ 10-6 kali (satu unit); mikro n 10-9 kali (satu unit); nano µµ kali (satu unit); micromicro Ditugaskan θ sudut Σ Sum; Sum of; aljabar jumlah: > Lebih besar dari: <Kurang dari Sama dengan atau lebih besar dari: Sama dengan atau kurang dari: = Sama dengan: : Rasio; rasio: : Karena itu Simetri. (ILS) ICAO: Pemindahan sensitivitas. Sebuah rasio antara lebar sektor individu (90 Hz dan 150 Hz) dinyatakan dalam persen. System Performance Analysis Rating (SPAR). Sebuah penilaian berdasarkan performa atau kinerja yang diharapkan. Penilaian ini terkait dengan interval inspeksi penerbangan sebagai berikut: Hal

286 SPAR Kelas 1, interval 90-hari; Kelas 2, interval 180-hari; Kelas 3, interval 270- hari. TACAN Distance Indicator (TDI). Unit dari peralatan di pesawat yang digunakan untuk menunjukkan jarak dari fasilitas yang dipilih. Target of Opportunity. Pesawat keliling beroperasi di dalam area cakupan radar dan yang memenuhi persyaratan untuk pesawat kecil. Target Return. Sinyal kembali yang dikirim oleh sebuah pesawat yang dilengkapi beacon yang membalas pada fasilitas ground interogator. Juga, indikasi ditampilkan pada layar radar yang dihasilkan dari radar primer kembali. Threshold. Lihat Runway Threshold. Touchdown Zone (TDZ) ft pertama yang dihitung dari awal runway di threshold Touchdown Zone Elevation. Elevasi tertinggi runway centerline di zona touchdown. Total System Error (TSE). Posisi Kesalahan diwakili oleh Total System Error (TSE), yang merupakan kombinasi dari Flight Technical Error (FTE) dan Navigation System Error (NSE). NSE adalah kesalahan dalam posisi karena navigasi, seperti Global Positioning System (GPS), Distance Measuring Equipment (DME / DME), atau Very High Frequency Omni Directional Range (VOR / DME). FTE adalah perbedaan antara posisi diperkirakan oleh Flight Management System (FMS) dan posisi pesawat yang dikehendaki. Tracking. Kondisi dimana informasi jarak atau course diberikan secara terusmenerus. Transponder. Penerima Airborne Radar beacon/ bagian pemancar Air Traffic Radar Beacon System (ATCRBS) yang secara otomatis menerima sinyal radio dari interogator di darat, dan selektif menjawab dengan jawaban pulse yang spesifik atau kelompok pulse hanya kepada mereka interogasi yang diterima pada mode untuk yang sudah diatur untuk menjawab. (Lihat interogator.) Trend. Arah umum atau kemiringan dari segmen glidepath untuk jarak kaki atau lebih sepanjang approach course. Un-Lock. Kondisi di mana airborne interogator (TACAN) berhenti melacak dan memulai pencarian. Usable Distance. Jarak maksimum pada ketinggian tertentu di mana fasilitas menyediakan identifikasi yang dapat dibaca dan bearing yang dapat diandalkan atau informasi glidepath pada rata-rata kondisi atmosfer. Variable Voltage (VOR Variable Voltage). Tegangan 30 Hz diperoleh dalam variable phase channel dari penerima sinyal VOR di pesawat. Vertical Limit Alert (VAL). Setengah panjang segmen pada sumbu vertikal, dengan pusat berada di posisi yang benar, yang menggambarkan wilayah, yang diperlukan untuk memuat posisi vertikal dengan probabilitas per jam penerbangan. Vertical Angle. Sudut diukur ke atas dari bidang horizontal. VHF Omnidirectional test range (VOT). Sebuah fasilitas pemancar radio di terminal area electronic navigation system, memancarkan gelombang radio VHF yang dimodulasi oleh dua sinyal yang memiliki hubungan fase yang sama pada Hal

287 semua azimuths. Ini memungkinkan pengguna untuk menentukan status operasional VOR penerima. (Lihat Standard VOT dan Area VOT.) Video Map. Peta elektronik yang ditampilkan pada layar radar yang dapat menggambarkan data seperti bandara, heliport, perpanjangan centerline runway, rumah sakit daerah pendaratan darurat, NAVAID dan perbaikan, reporting poin, Airway / rute centerlines, boundaries, hand-off poin, trek khusus, obstructors, terkemuka fitur geografis, peta kesejajaran indikator, tanda akurasi jarak, dan ketinggian minimum vectoring. Visual Descent Point (VDP). Visual descent point adalah titik pada prosedur pendekatan akhir dimana normal descent dapat dimulai dari MDA ke runway touchdown point, menyediakan referensi visual yang telah dibuat. VORTAC. Sebuah fasilitas yang terdiri dari informasi dari azimuth VOR dan TACAN, ditambah informasi jarak TACAN. VOT Standard. Lihat Standard VOT. VOT Area Use. Lihat Area VOT. VOT Reference Point. Suatu titik pada atau di atas sebuah bandar udara dimana kekuatan sinyal VOT telah ditetapkan dan kemudian diperiksa (berlaku untuk kedua standar dan daerah VOT ). Waveform. Bentuk gelombang yang diperoleh ketika nilai sesaat dari sebuah kuantitas AC diplot terhadap waktu dalam koordinat persegi. Waveguide. Sebuah pipa berlubang biasanya dari penampang persegi panjang yang digunakan untuk mengirimkan atau melakukan energi RF. Wavelength. Jarak, biasanya dinyatakan dalam meter, yang ditempuh oleh gelombang selama interval waktu satu siklus. Sama dengan kecepatan dibagi dengan frekuensi. Wide Area Augmentation System (WAAS). Sebuah sistem terdiri dari dua Wide-Area Master Control Stations (WMS), komunikasi satelit Geostasionary Earth Orbit (GEO), Ground Uplink Stasiun (GUS), dan 25 Wide-area Reference Stasiun (WRS). WAAS peningkatan akurasi, integritas, dan ketersediaan di atas standar sinyal GPS. Penambahan seterusnya perangkat WSR, GEO, dan perangkat tambahan WAAS lain diharapkan untuk meningkatkan kemampuan WAAS untuk mendukung penuh persyaratan CAT I approach. Voltage Hz. Tegangan diperoleh dari modulasi amplitudo VOR oleh saluran referensi dari VOR penerima Hz AM adalah subcarrier yang frekuensinya dimodulasi dengan referensi 30 Hz. Juga mengacu pada sub-carrier 10 khz. SINGKATAN, SINGKATAN, DAN SURAT SIMBOL A a.c. AC ADF ADP AER AF AFB : Ampere : alternating current : advisory circular : automatic direction finding : automatic data processing : approach end of runway : Airway Facilities : Air Force Base Hal

288 AFC : automatic frequency control AFIS : automated flight inspection system AGC : automatic gain control AGL : above ground level AIM : Airmen's Information Manual air : airborne align : alignment ALS : approach lighting system ALSF : approach lighting system with sequenced flashing lights am. : ammeter AM : amplitude modulation amp : Ampere ANF : air navigation facility ANP : actual navigation performance ant : antenna APM : Approach Path Monitor APPCON : approach control APV : non-standard approach with vertical guidance ARAC : Army radar approach control ARD : approach reference datum ARG : auxiliary reference group ARR : automated flight inspection system reference radial ARSR : air route surveillance radar ARTCC : air route traffic control center ARTS : automated radar terminal system ASBL : approach surface baseline ASIS : Aviation Standards Information System ASOS : automated surface aviation observing system ASR : airport surveillance radar AT : air traffic ATC : air traffic control ATCALS : Air Traffic Control and Landing System ATCRBS : Air Traffic Control Radar Beacon System ATIS : Automatic Terminal Information Service ATKER : along track error AVN : Office of Aviation System Standards AW OS : automatic weather observation system az : azimuth Az-El : azimuth-elevation Baz : back azimuth horizontal guidance BCM : back course marker bcn : beacon BFTA : beacon false target analysis BPS : bits per second BIT : a digit in a binary coded decimal BRITE : brite radar indicator tower equipment BUEC : backup emergency communications BW : beam width c : centi (=10-2) C : Celsius C : degrees Celsius C/A code : coarse/ acquisition code cal : calibrate, calibrated Hal

289 CAS : calibrated airspeed CAT : category CCW : counterclockwise CD : common digitizer CDI : course deviation indicator CDU : control display unit CEU : control electronic unit CHAIN : a group of Loran C stations chan : channel chg : change CIC : combat information center CL : centerline Comm : Commission CMLSA : Commercial MLS Avionics CMN : control motion noise COMDIG : common digitizer data reduction COMLO : compass locator CONUS : continental United States COP : change-over-point CSV : comma-separated values file CTOL : conventional takeoff and landing CP : circular polarization CW : clockwise d : deci (=10-1) DA : decision altitude DAME : distance azimuth measuring equipment db : decibel db/hz : Decibel/ Hertz dbm : decibel referred to 1 milliwatt DBRITE : Digital Bright Radar Indicator Tower Equipment dbw : decibel referred to 1 watt d.c. : direct current DDM : difference in depth of modulation DER : Departure End of Runway DEU : DME electronic unit DF : direction finding DFL : Daily Flight Log DGPS : differential global positioning system DH : decision height disc : discrepancy DME : distance measuring equipment DME/N : distance measuring equipment/ non precision standard DME) DME/ P : distance measuring equipment/ precision DOD : Department of Defense DOP : dilution of precision DOT : Department of Transportation DP : departure procedure DPSK : differential phase shift keying DVOR : doppler very high frequency omni-directional range E. : East EARTS : en route automated radar tracking service ECD : envelope to cycle discrepancy (difference) Hal

290 ECOM : en route communications ECM : electronic counter measures EFIS : electronic flight instrument system e.g. : exempli gratia (for example) el : elevation EMI : electromagnetic interference ESV : expanded service volume et al. : et alibi (and elsewhere; et alii (and others) etc. : etcetera (and the rest; and so forth) F : Fahrenheit F : degrees Fahrenheit FAC : final approach course FAF : final approach fix FANS : Future Air Navigation System (ICAO) FAP : final approach point FAR : Federal Aviation Regulations FAS : final approach segment FAW P : final approach waypoint FBW P : flyby waypoint FICO : Flight Inspection Central Operations FIP : Flight Inspection and Procedures (staff) fig. : figure FM : fan marker FM : frequency modulation FMS : flight management system FOW P : flyover waypoint freq : frequency FSS : flight service station FTC : fast time constant G : giga (=109) galv : galvanometers GBAS : ground-based augmentation system GCA : ground controlled approach GDOP : geometric dilution of precision GHz : gigahertz GLS : GPS landing system govt. : government Gnd : ground GNSS : Global Navigation Satellite System GPI : ground point of intercept GPS : Global Positioning System GRI : ground repetition interval GS : glide slope GSI : glide slope intercept altitude (Point) GTC : gain time control GTM : General Terrain Map h : hecto (-102); hour H : homer HAA : height above airport elevation HAT : height above touchdown H-Class : high altitude HDOP : horizontal dilution of precision HF : high frequency HF/ DF : high frequency/ direction finding Hal

291 HFOM : horizontal figure of merit HIL : horizontal integrity limit HIRLS : high intensity runway lighting system HIW AS : Hazardous Inflight W eather Advisory Service Hz : Hertz IAC : initial approach course IAF : initial approach fix IAS : indicated airspeed IAW P : initial approach waypoint IC : intermediate course ICAO : International Civil Aviation Organization IIC : investigator-in-charge ID : identification i.e. : id est (that is) IF : intermediate fix IFIO : International Flight Inspection Office IFR : Instrument Flight Rules IFSS : international flight service stations ILS : instrument landing system IM : inner marker INS : inertial navigation system IO : input-output IRU : inertial reference unit ips : inches per second ISLS : improved side lobe suppression IW P : intermediate waypoint JAI : joint acceptance inspection JSS : joint surveillance site k : Kilo (=103 ) khz : kilohertz KIAS : knots indicated airspeed kn : knots kw : kilowatt LAAS : local area augmentation system LAM : local area monitor lat. : latitude LCA : lowest coverage altitude L-Class : low altitude VOR LDA : localizer directional aid LDIN : lead-in lights LEPP : live environment performance program LF : low frequency LMM : compass locator at middle marker LOC : localizer LOM : compass locator at outer marker long. : longitude LOP : line-of-position Loran : long range navigation LOS : line of site LP : linear polarization LRCO : limited remote communications outlet LSES : loran signal evaluation system m : meter M : mega (=106) Hal

292 ma : milliampere MAA : maximum authorized altitude MAHP : missed approach holding point MAHW P : missed approach holding waypoint MALS : medium intensity approach lights 5,000 cp MALSF : medium intensity approach lights; sequenced flashing lights MALSR : same as MALSF; runway alignment indicator lights MAP : missed approach point MATW P : missed approach turning waypoint MAW P : missed approach waypoint MB : marker beacon MCA : minimum crossing altitude MCE : mean course error MDA : minimum descent altitude MDP : MLS datum point MEA : minimum en route altitude MEARTS : micro en route automated radar tracking system MF : medium frequency MGP : minimum glide path MHA : minimum holding altitude Mhz : megahertz MIRL : medium intensity runway lights MLS : microwave landing system MM : middle marker MOCA : minimum obstruction clearance altitude MRA : minimum reception altitude MOPS : minimum operational performance standards MRG : main reference group MSAW : minimum safe altitude warning MSG : minimum selectable glidepath MSL : mean sea level MTD : moving target detection MTI : moving target indicator MTR : mission test report MUA : maximum usable altitude mv : millivolt MVA : minimum vectoring altitude MVAR : magnetic variation n : nano (=10-9) N. : North NA : not applicable or not authorized (when applied to instrument approach procedures) NACO : National Aeronautical Charting Office NAS : National Airspace System NASE : Navigational Aids Signal Evaluator NAVAID : air navigation facility NDB : nondirectional beacons NFDC : National Flight Data Center nm : nautical mile NOTAM : Notice to Airmen NRKM : nonradar keyboard multiplexer NTSB : National Transportation Safety Board Hal

293 OBS OCI ODALS OM orb. OVLY PAPI P code PAR PD PDOP PE PEE PFE PFN PIDP PNA PPI PPS PRF PRN PT PVD QARS RADAR or radar RADES RAG RAIL RAIM RAPCON RAPPI RARRE RATCC RBDE RCAG RCO RDAS RDH rec ref REIL RF RFI RMI RML RNAV RNP ROC RPI RPM RRP RSCAN : omnibearing selector : out of coverage indication : omnidirectional approach lighting system : outer marker : orbit : GPS overlay crosstrack error TKER : precision approach path indicator : precision code : precision approach radar : power density : precision dilution of position : permanent echo : position estimation error : path following error : path following noise : programmable indicator data processor : pilot navigation area : plan position indicator : precise positioning service, P-code : pulse-repetition frequency : pseudo-range number : procedure turn : plan view display : quick analysis of radar sites : radio range and detecting : Radar Evaluation Squadron (military) : range and azimuth gating : runway alignment indicator light : receiver autonomous integrity monitoring : radar approach control (USAF) : Radar plan position indicator : range, azimuth radar reenforced evaluator : radar approach control center (USN) : radar bright display equipment : remote, center air/ ground communication facility : remote communication outlet : radar data analysis software : reference datum height : receiver : reference : runway end identifier light : radio frequency : radio frequency interference : radio magnetic indicator : radar microwave link : area navigation : required navigation performance : required obstruction clearance : runway point of intercept : revolutions per minute : runway reference point : radar statistical coverage analysis system Hal

294 RTQC : real time quality check R/T : receiver-transmitter RTT : radio telemetering theodolite RVR : runway visual range RVV : runway visual value RW Y : runway s : second S. : South SA : selective availability SALS : short approach light system SAVASI : simplified abbreviated visual approach slope indicator system SBAS : space-based augmentation system SDF : simplified directional facility sec : second SECRA : secondary radar SER : stop end of runway SIAP : standard instrument approach procedure SID : standard instrument departure SINE : site integration of NAS equipment SLS : side lobe suppression SNR : Signal-to-noise ratio SNR-FS : Signal-to-noise ratio-field strength SNR-PH : Signal-to-noise ratio-phase SPAR : system performance analysis rating SPS : standard positioning service, C/ A code SSALF : simplified short approach light system; sequenced flashing lights SSALR : same as SSALF; runway alignment indicator lights SSV : standard service volume STAR : standard terminal arrival route STC : sensitivity time control STOL : short takeoff and landing TACAN : tactical air navigation TAR : test analysis report TCH : threshold crossing height T-Class : terminal VOR, TACAN, or VORTAC TCOM : terminal communications TD : time difference TDI : TACAN distance indicator TDM : time division multiplex TDR : touchdown reflector TDZ : touchdown zone TDZL : touchdown zone lights TERPS : terminal instrument procedures TH : threshold TLS : Transponder Landing System TOW P : take-off waypoint T/R : transponder-radar (system) TRACALS : traffic control and landing systems TRACON : terminal radar approach control (FAA) TRIAD : 3 Loran C stations of a specific chain TRSB : time reference scanning beam Hal

295 TSE : total system error T-VASI : T (configuration) visual approach slope indicator TVOR : terminal VOR TW EB : transcribed weather broadcast equipment µ : micro UDF : ultra high frequency direction finder UHF : ultra high frequency USA : United States Army USAF : United States Air Force USN : United States Navy UTC : universal coordinated time V : volt var. : variation VASI : visual approach slope indicator VDF : very high frequency direction finder VDOP : vertical dilution of precision VDP : visual descent point VFIP : VFR flight inspection program VFR : visual flight rules VGSI : visual glide slope indicator VHF : very high frequency VLF : very low frequency VNAV : vertical navigation VOR : very high frequency omnidirectional range VORDME : very high frequency omnidirectional range, distance measuring equipment VOT : very high frequency omnidirectional range test VP : vertical polarization V/ STOL : vertical/ short takeoff and landing VORTAC : very high frequency omnidirectional range, tactical air navigation W : watt W. : W est W GS-84 : W orld Geodetic Survey of 1984 W PDE : waypoint displacement error W P : waypoint mtr : transmitter TK : receiver cross-track information TKER : crosstrack error Z : zulu time (Greenwich mean time) Hal

296 Hal

297 BAGIAN 302. FORMULA-FORMULA PENDAHULUAN. Berikut ini formula dan metode perhitungan yang disajikan sebagai referensi yang siap pakai UMUM. Informasi berikut ini bersifat umum, dan penggunaan mungkin dapat diterapkan untuk lebih dari satu fasilitas a. Konstanta yang digunakan. Berikut ini adalah daftar konstanta yang digunakan dalam urutan ini. Yang lain unik untuk formula tertentu dan dapat ditemukan di referensi materi mengenai subjek b. Pembulatan. Pengukuran dan perhitungan harus dibawa ke satu tempat desimal,lebih dari itu toleransi dibutuhkan untuk aplikasi. Kemudian diterapkan kriteria bulat dari sebuah pengukuran Nomor 1 to 5 dibulatkan ke nol Nomor 6 to 9 dibulatkan ke atas atau nilai yang lebih tinggi. Contoh: Lebar Glidepath Course: 0,755 = 0,75 dan 0,756 = 0,76 Pengecualian: Ketika melebihi nilai toleransi, tidak boleh dibulatkan ke dalam kondisi toleransi. Contoh: Lebar Glidepath Course : = sudah keluar dari toleransi. Hal 302-1

298 c. Rata-rata Waktu Dimana: Tav = Time average T1 = Time to cross in one direction T2 = Time to cross in opposite direction d. Konversi Knots menjadi Feet per Second Dimana: V = Velocity (ft per sec) Vk = Velocity (knots) e. Slant Angle Dimana: A = Altitude above the horizontal (ft) D = Geodetic distance (ft) = Slant Angle (degrees) f. Slant Range to Chart Distance Dimana: D = Geodetic distance (ft) S = Slant range distance (ft) = Slant Angle (degrees) Hal 302-2

299 g. Chart Distance to Slant Range D = S cos Dimana: D = Geodetic distance (ft) S = Slant range distance (ft) = Slant angle (degrees) h. Radio Line of Sight Dimana: D = Radio Line of Sight Distance (nm) Hr = Height of receiving antenna (ft) Ht = Height of transmitting antenna (ft) i. Earth Curvature Ec = (D)²(0.883) Dimana: Ec = Earth Curvature (ft) D = Distance from a point (nm) Hal 302-3

300 302.3 TACAN Persentase Modulasi 135 and 15 Hz Dimana: V1 = Max of 135 Hz and 15 Hz V2 = Min of 135 Hz at max of 15 Hz V3 = Max of 135 Hz and 15 Hz at min 15 Hz V4 = Min 135 and 15 Hz at min 15 Hz MARKERS (75 MHZ) Marker Width Dimana: Gs = Ground Speed (knots) Hal 302-4

301 Wft = Width (ft) Wnm = Width (nm) T = Time (sec) TAS = True Airspeed (knots) Tav = Time Average (sec) RADAR Blind Speed using Non-Staggered or Uniform Pulse Dimana: V = Groundspeed (knots) PRF = Pulse Repetition Frequency (pulses/sec) F = Transmitter Frequency (Mhz) LOCALIZER a. Course Width Dimana: W = Width (degrees) ETAS= Effective True Airspeed (knots) Tav = Time Average for course crossing (sec) D = Distance from the localizer antenna to the point dimana the aircraft cross the localizer course (nm to the nearest thousandth) Penghitungan true airspeed (TAS) dapat digunakan jika koreksi terhadap crosswind component digunakan dari gambar 3 pada section 303. Hal 302-5

302 b. Determining Localizer Tailored Width Dimana: W = Tailored Width (degrees) D = Distance from the localizer antenna to the runway threshold (ft) c. Dual Frequency Localizer Power Ratio Dimana: db = Power ratio (db) E1 = Signal Strength of course transmitter as read from the AGC Meter (µvolts) E2 = Signal Strength of clearance transmitter as read from the AGC Meter (µvolts) GLIDE SLOPE Glidepath Width or Angles Dimana: θ = Angle (degrees) A = Absolute (Tapeline) altitude (ft) above the glide slope antenna Hal 302-6

303 D = Geodetic distance (ft) from the glide slope antenna to the outer marker (or checkpoint) Catatan : F adalah faktor. Nilai dan tanda (plus atou minus) ditentukan oleh lokasi point komputasi dari pencatatan. Assign a minus value to F if T occurs between the outer marker (or checkpoint) and the facility Assign a plus value to F if T occurs prior to the outer marker (or checkpoint) V = Ground speed (knots) T = Time to computation point (e.g., 75µA, 150HZ, 0µA, 75µA 90Hz for path width, and angle) Glideslope distance Threshold to Point C calculation: PRECISION APPROACH a. Level Run Glidepath Angle (using paper units) Dimana: θ = Glidepath Angle (degrees) A = Absolute (Tapeline) altitude (ft) above the glide slope antenna D = Distance from the Runway Point of Intercept (RPI) to the point dimana the glidepath is crossed (nm to the nearest thousandth) Hal 302-7

304 Dimana: θ = Glidepath Angle (degrees) A = Absolute (Tapeline) altitude (ft) above the glide slope antenna I1 = Inches or units of recording paper from surveyed checkpoint to RPI I2 = Inches or units of recording paper from RPI to the point dimana the glidepath is crossed D = Distance from the Runway Point of Intercept (RPI) to the point dimana the glidepath is crossed (nm to the nearest thousandth) b. Altimetry Method Dimana: A1 = Tapeline altitude in feet D = Distance in nautical miles from RPI PROSEDUR Gradient and Climb Rates Dimana: Cfd = Climb rate (ft/nm) Gr Cr Gs = Gradient (in percent/100) = Rate of Climb (ft/min) = Ground Speed (knots) Formula ini ditunjukan dalam bentuk rasio yang dapat dipecahkan secara langsung oleh computer pilot. (e.g., Jeppson CR-3) Hal 302-8

305 MLS PFE/PFN/CMN ANGULAR TOLERANCE Dimana: θ Tf D = Angular Tolerance at measure point. = PFE/PFN/CMN Tolerance in feet = Distance in feet from Azimuth antenna to Tolerance reference Point (ARD or MAP) FMS WAYPOINT DME EVALUATION ORBIT/ARC RADIUS. R = D +0.25NM + TRK Dimana: R D = Radius in nm of orbit or arc = Distance in nm from the DME station farthest from the waypoint. TRK = Waypoint design criteria from Order NOTE: Nilai TRK adalah 6 nm untuk Initial Approach, Intermediate, Final Approach, Missed Approach, and missed approach holding waypoints, 2.0 nm untuk feeder waypoints, and 3.0 nm untuk en route waypoints. Hal 302-9

306 BAGIAN 303. CHART RADIO LINE OF SIGHT CHART Gambar Hal 303-1

307 CORRECTION FOR EARTH CURVATURE Gambar Hal 303-2

308 TAILORED LOCALIZER COURSE WIDTH Gambar Hal 303-3

309 ILS STRUCTURE TOLERANCES Gambar 303-4A Hal 303-4

310 TOLERANSI UNTUK BACK COURSE AND LOCALIZER ONLY STRUCTURE Gambar 303-B NAVAID Service Volumes. Kebanyakan alat bantu radio navigasi penerbangan, yang memberikan panduan course positif, memiliki standar pelayanan volume (SSV)yang ditunjuk.. a. VOR/ DME/ TACAN Standard Service Volumes diperlihatkan pada Gambar 303-5AF. Hal 303-5

311 b. All elevations shown are with respect to the station s site elevation (AGL). Cakupan tidak tersedia dalam sebuah kerucut di ruang udara tepat di atas fasilitas. Gambar 303-5A Standard High Altitude service Volume (See Figure 303-5F for Altitude below 1,000 ft) Hal 303-6

312 Figure 303-5B Standard Low Altitude service Volume (See Figure 303-5F for Altitude below 1,000 ft) Figure 303-5C Standard Terminal Altitude service Volume (See Figure 303-5E for Altitude below 1,000 ft) Hal 303-7

313 Figure 303-5D VOR/DME/TACAN Standard Service Volume Gambar 303-5E Hal 303-8

314 Gambar 303-5F Gambar 303-6A VOR Sensing and Rotation Hal 303-9

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG PROSEDUR PENGUJIAN DI DARAT ( GROUND INSPECTION) PERALATAN FASILITAS

Lebih terperinci

^PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS DAN PROSEDUR

^PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS DAN PROSEDUR KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirektorat.ienderal PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 85 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR)

Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan pemancar sinyal ke segala arah berfrekuensi amat tinggi (VHF Omnidirectional Range / VOR) ICS 30.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG MENTERl PERHUBUNGAN «REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 173 (CIVIL AVIATION SAFETYREGULATION

Lebih terperinci

Kawasan keselamatan operasi penerbangan

Kawasan keselamatan operasi penerbangan Standar Nasional Indonesia Kawasan keselamatan operasi penerbangan ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 25 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 25 TAHUN 2014 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 25 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.723, 2015 KEMENHUB. Pesawat Udara. Tanpa Awak. Ruang Udara. Indonesia. Pengoperasian. Pengendalian. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 90 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN 175-04 (MANUAL OF STANDARD PART

Lebih terperinci

(AERONAUTICAL TELECOMMUNICATION SERVICE PROVIDERS)

(AERONAUTICAL TELECOMMUNICATION SERVICE PROVIDERS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 48 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 57 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat.tenderal PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 90 TAHUN 2014 TENTANG PFTUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PERSETUJUAN PERANCANGAN PROSEDUR PENERBANGAN

Lebih terperinci

Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME)

Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan Distance Measuring Equipment (DME) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup dan tujuan... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent No.689, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Sistem Tanpa Awak. Pesawat Udara. Pengendalian. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1773, 2015 KEMENHUB. Pengoperasian Sistem. Pesawat Udara. Tanpa Awak. Ruang Udara. Dilayani Indonesia. Pengendalian. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT

MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA DAN LAUT Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM MANAJEMEN TRANSPORTASI UDARA Dr.Eng. Muhammad Zudhy Irawan, S.T., M.T. MSTT - UGM 1 MATERI PEMBELAJARAN Perkembangan

Lebih terperinci

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat JF.NUERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 429 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN

MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN MARKING LANDASAN DAN PERLAMPUAN Sejak awal mula penerbangan, pilot selalu memakai tanda-tanda di darat sebagai alat bantu navigasi ketika mengadakan approach ke sebuah lapangan terbang. Fasilitas bantu

Lebih terperinci

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti -3-1.26. 1.27. 1.28. 1.29. 1.30. 1.31. 1.32. 1.33. 1.34. 1.35. 1.36. 1.37. 1.38. Perusahaan angkutan udara asing dan badan usaha angkutan udara yang melaksanakan kerjasama penerbangan pada rute luar negeri

Lebih terperinci

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KPP430 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta

BAB I PENDAHULUAN. JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah JATSC ( Jakarta Air Traffic Service Center ) Bandara Soekarno-Hatta merupakan kantor cabang utama Pusat Pengendali atau Pengatur lalu lintas Penerbangan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 180 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 173 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 173 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 173 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI PENYELENGGARA KALIBRASI FASILITAS NAVIGASI PENERBANGAN

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST 001 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN KEWASPADAAN DALAM MENGHADAPI MUSIM HUJAN DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 43 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 143 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS

Lebih terperinci

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan PROSES PENGESAHAN PERANCANGAN PROSEDUR PENERBANGAN INSTRUMEN 1. Referensi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamtan Penerbangan Sipil Bagian 173 (Civil Aviation

Lebih terperinci

Pemeliharaan di sekitar Alat Bantu Navigasi

Pemeliharaan di sekitar Alat Bantu Navigasi 10.18.9. Sistem pemeliharaan preventif digunakan untuk runway precision approach kategori II atau III bertujuan untuk mengetahui approach and runway lights berfungsi dan dalam kondisi tertentu setidaknya

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran

2015, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran No.214, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Balai Besar Kalibrasi Fasilitas Penerbangan. Pelayanan Minimal. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 16 TAHUN 2015

Lebih terperinci

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1509, 2016 KEMENHUB. Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan. Bagian 174. Peraturan Keselamatan Penerbangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai negara kepulauan yang luas maka moda trasnsportasi udara merupakan suatu pilihan yang tidak dapat dielakkan, transportasi udara adalah sistem penerbangan yang

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang No.1490, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. BBKFP. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 122 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA MOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN I. UMUM Bandar udara sebagai satu unsur dalam penyelenggaraan penerbangan memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan

Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 1996 Tentang : Kebandarudaraan Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 71 TAHUN 1996 (71/1996) Tanggal : 4 DESEMBER 1996 (JAKARTA) Sumber : LN 1996/108; TLN NO.3662

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base).

BAB 1 PENDAHULUAN. yakni yang berasal dari darat (ground base) dan berasal dari satelit (satellite base). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Navigasi merupakan hal yang sangat penting dalam lalu lintas udara untuk mengarahkan pesawat dari satu tempat ke tempat yang lain. Dalam prakteknya pesawat

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G)

Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) Standar Nasional Indonesia Kriteria penempatan fasilitas komunikasi darat - udara berfrekuensi amat tinggi (VHF Air-Ground/ VHF A/G) ICS 93.120 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... Prakata...

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral) PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ^ KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

Pengoperasian Sistem Pesawat Tanpa Awak di Wilayah Ruang Udara Indonesia

Pengoperasian Sistem Pesawat Tanpa Awak di Wilayah Ruang Udara Indonesia Pengoperasian Sistem Pesawat Tanpa Awak di Wilayah Ruang Udara Indonesia Tujuan PM 90 Tahun 2015 Peningkatan keselamatan penerbangan terkait pengoperasian pesawat udara tanpa awak di ruang udara yang di

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN

NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DTREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 TENTANG PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN KAWASAN PELATIHAN

Lebih terperinci

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah

2017, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tah BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.776, 2017 BMKG. Aerodrome. Peralatan Pengamatan Meteorologi. Penempatan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 8 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 593 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerbangan dengan pesawat terdiri dari 3 (tiga) fasa, yaitu lepas landas (take-off), menempuh perjalanan ke tujuan (cruise to destination), dan melakukan pendaratan

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.561, 2014 KEMENHUB. Penetapan. Biaya. Navigasi Penerbangan. Formulasi. Mekanisme. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.741, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Stasiun Penerbangan. Sertifikasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 59 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI STASIUN PENERBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDAR,A PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG APRON MANAGEMENT SERVICE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORATJENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 83 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. Disahkan di xxx, dd/mm/yy. Oleh. Kepala Penyelenggara Pelayanan xxx. Nama Pangkat NIP. Jakarta, dd/mm//yy.

LEMBAR PENGESAHAN. Disahkan di xxx, dd/mm/yy. Oleh. Kepala Penyelenggara Pelayanan xxx. Nama Pangkat NIP. Jakarta, dd/mm//yy. LEMBAR PENGESAHAN Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan di Bandar Udara xxxx menerbitkan Buku Manual Operasi sebagai pedoman teknis dalam menyelenggarakan Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, telah diatur

Lebih terperinci

Suatu peralatan navigasi memiliki MTBF = 2000 jam, periode waktu t = 1000 jam, maka keandalan R dari peralatan tersebut adalah :

Suatu peralatan navigasi memiliki MTBF = 2000 jam, periode waktu t = 1000 jam, maka keandalan R dari peralatan tersebut adalah : Contoh : Suatu peralatan navigasi memiliki MTBF = 2000 jam, periode waktu t = 1000 jam, maka keandalan R dari peralatan tersebut adalah : R = 100 e -1000/2000 % = 100 e -½ % = 60,65 % 2) Faktor-faktor

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

Keselamatan Pekerjaan Bandar Udara

Keselamatan Pekerjaan Bandar Udara f. jika memungkinkan, kompeten dalam menggunakan alat komunikasi radio dan mengerti instruksi-instruksi yang disampaikan melalui radio. 10.11. Keselamatan Pekerjaan Bandar Udara 10.11.1. Pendahuluan 10.11.1.1.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 1996 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, telah

Lebih terperinci

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI DAN MEKANISME PENETAPAN BIAYA PELAYANAN JASA NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

9.4. Aerodrome Beacon

9.4. Aerodrome Beacon divariasi intensitasnya, misal untuk menghindari kilauan. Jika lampu ini akan dibedakan dari lampu kuning, lampu tersebut harus didisain dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga: a. koordinat x warna

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi,

2 Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.424, 2015 BMKG. Informasi Cuaca. Penerbangan. Pengawasan. Pelaksanaan PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART 170-04)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN NAVIGASI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.759, 2016 KEMENHUB. Navigasi Penerbangan. Penyelenggaraan. Pengalihan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

SKEP /40/ III / 2010

SKEP /40/ III / 2010 SKEP /40/ III / 2010 PETUNJUK DAN TATA CARA PELAPORAN KEJADIAN, KEJADIAN SERIUS DAN KECELAKAAN DI BANDAR UDARA BAGIAN 139-04 (ADVISORY CIRCULAR PART 139 04, INCIDENT, SERIOUS INCIDENT, AND ACCIDENT REPORT)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP/284/X/1999 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP/284/X/1999 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP/284/X/1999 TENTANG STANDAR KINERJA OPERASIONAL BANDAR UDARA YANG TERKAIT DENGAN TINGKAT

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8

2016, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8 No.1031, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. IMB. Bandar Udara. Pemberian dan Persetujuan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 87 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

SOP ini berisi tentang prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan pemeliharaan secara rutin pada fasilitas telekomunikasi penerbangan.

SOP ini berisi tentang prosedur yang harus dilakukan dalam melakukan pemeliharaan secara rutin pada fasilitas telekomunikasi penerbangan. 3.1.3.2 SOP Pemeliharaan Peralatan 3.1.3.2.1 Umum SOP Pemeliharaan ini disusun sesuai dengan jenis dan tipe peralatan yang ada, untuk dijadikan acuan bagi personel teknisi dalam melakukan tanggungjawabnya.

Lebih terperinci

2). Persyaratan Batas Ketinggian Di Sekitar NDB. Antenna. ?cr A Tanah P* 70 M 100 M. 3). Persyaratan Bangunan Dan Benda Tumbuh

2). Persyaratan Batas Ketinggian Di Sekitar NDB. Antenna. ?cr A Tanah P* 70 M 100 M. 3). Persyaratan Bangunan Dan Benda Tumbuh 2). Persyaratan Batas Ketinggian Di Sekitar NDB 40 M Tiang Tiang Permukaan *. Kerucut i 1?cr--- Pagar 11 A Tanah P* 70 M 100 M 3). Persyaratan Bangunan Dan Benda Tumbuh - Didalam batas tanah 100 m x 100

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN

Lebih terperinci

-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur

-9- keliru. Personel AOC melakukan landing yang menyimpang dari prosedur -9-4.35. 4.36. 4.37. 4.38. 4.39. 4.40. 4.41 4.42. 4.43. 4.44. 4.45. 4.46. 4.47. 4.48. 4.49. 4.50. 4.51. 4.52. 4.53. 4.54. 4.55. 4.56. 4.57. 4.58. 4.59. Personel AOC melakukan approach to landing yang bertentangan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.362, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Balai Besar. Kalibrasi Fasilitas Penerbangan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 16

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tam

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tam - 2-2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5058);

Lebih terperinci

NOTAM Kalimat lengkap untuk semua NOTAM yang direncanakan, terkait dengan pekerjaan aerodrome harus dicantumkan dalam MOWP.

NOTAM Kalimat lengkap untuk semua NOTAM yang direncanakan, terkait dengan pekerjaan aerodrome harus dicantumkan dalam MOWP. 10.13.4. NOTAMs Pembatasan Operasi Pesawat Udara dan Penerbitan NOTAM 10.13.4.1. Pada bagian MOWP ini harus berupa format yang memungkinkan adanya penerbitan terpisah untuk operator pesawat udara dan memudahkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat.

BAB 1 PENDAHULUAN. tersebut. Keadaan ini dapat menyebabkan terjadinya blind spot pada lokasi. pesawat dengan pengawas lalu lintas udara di darat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin banyaknya pesawat udara yang melintas di wilayah udara Indonesia, membuat beberapa rute perjalanan pesawat udara bisa saling berdekatan atau berada di atas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 51 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 57 TAHUN 2010 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.695, 2016 KEMENHUB. Tatanan Navigasi Penerbangan Nasional. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 55 TAHUN 2016 TENTANG TATANAN NAVIGASI PENERBANGAN

Lebih terperinci

2016, No Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Publication (AIP)) Indonesia secara elektronik; d. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

2016, No Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Publication (AIP)) Indonesia secara elektronik; d. bahwa berdasarkan pertimbangan seb No.1250, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Navigasi Penerbangan. Publikasi Informasi Aeronautika. Perizinan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 99 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 180 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1155, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Prosedur Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

2016, No Indonesia Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan No.1077, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Sistem PTTA. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PESAWAT TERBANG TANPA AWAK UNTUK TUGAS PERTAHANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Bandara atau bandar udara yang juga populer disebut dengan istilah airport merupakan sebuah fasilitas di mana pesawat terbang seperti pesawat udara dan helikopter

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

Tanggung jawab operator bandar udara untuk memenuhi persyaratan standar ini adalah:

Tanggung jawab operator bandar udara untuk memenuhi persyaratan standar ini adalah: i. pemadam kebakaran (dan stasiun pemadam kebakaran satelit); dan j. menara ATC. 11.3. Persyaratan Penempatan Umum 11.3.1. Kriteria penempatan menjelaskan persyaratan minimum untuk mendapatkan kinerja

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS)

REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS) REPUBLIK INDONESIA DEPARTMEN PERHUBUNGAN PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL (PKPS) BAGIAN 101 BALON UDARA YANG DITAMBATKAN, LAYANG- LAYANG, ROKET TANPA AWAK DAN BALON UDARA BEBAS TANPA AWAK LAMPIRAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 22 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN OLEH KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan bandara sebagai transportasi udara memberikan kontribusi yang sangat berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi karena setiap waktu terjadi pergerakan lalu-lintas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 167 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 33 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.88, 2012 METEOROLOGI. KLIMATOLOGI. GEOFISIKA. Penyelenggaraan. Pengamatan. Pengelolaan Data. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5304)

Lebih terperinci

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1384, 2017 KEMENHUB. Organisasi Pusat Pelatihan Perawatan Pesawat Udara. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 147. Pencabutan. MENTERI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan. No.777, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 98 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahu

2015, No Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.687, 2015 KEMENHUB. Penerbangan Sipil. Kewajiban. Standar. Keselamatan, Keamanan dan Pelanan. Pengecualian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada setiap bandar udara terutama yang jalur penerbangannya padat, pendeteksian posisi pesawat baik yang sedang menuju maupun yang meninggalkan bandara sangat penting.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG PENGECUALIAN (EXEMPTIONS} DARI KEWAJIBAN PEMENUHAN STANDAR KESELAMATAN, KEAMANAN DAN

Lebih terperinci

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a

2018, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Wilayah Udara adalah wilayah kedaulatan udara di a No.12, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERTAHANAN. RI. Wilayah Udara. Pengamanan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6181) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

9.23. Lampu Taxiway Centre Line

9.23. Lampu Taxiway Centre Line 9.22.4.5. Jarak spasi terakhir antara lampu pada bagian lurus harus sama dengan jarak spasi pada bagian melengkung. 9.22.4.6. Jika jarak spasi terakhir pada bagian lurus kurang dari 25 m, jarak spasi kedua

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor No.1098, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Sistem Manajemen Keselamatan. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 19. Pencabutan. MENTERI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 1TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG STANDAR GAMBAR INSTALASI SISTEM PENERANGAN BANDAR UDARA (AIRFIELD

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/114/VI/2002 TENTANG STANDAR GAMBAR INSTALASI SISTEM PENERANGAN BANDAR UDARA (AIRFIELD

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/ 69/11 /2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci