PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG"

Transkripsi

1 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA MOR : KP 182 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH INSPEKTUR NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang Mengingat 1. bahwa dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 142 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 59 Tahun 2015 tentang Kriteria Tugas dan Kewenangan Inspektur Penerbangan mengatur mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan ; bahwa dalam rangka memberikan petunjuk bagi Inpektur Navigasi Penerbangan dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu disusun suatu Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Oleh Inspektur Navigasi Penerbangan, dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015; Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 135 Tahun 2014;

2 4. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara; 5. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 49 Tahun 2011 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 172 [Civil Aviation Safety Regulation Part 172) tentang Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan (Air Traffic Service Provider); 6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 57 Tahun 2011 Tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 171 (Civil Aviation Safety Regulation Part 171) Tentang Penyelenggara Pelayanan Telekomunikasi Penerbangan (Aeronautical Telecommunication Service Provider) sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 38 Tahun 2014; 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 01 Tahun 2014 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 69 [Civil Aviation Safety Regulation Part 69) Tentang Lisensi, Rating, Pelatihan dan Kecakapan Personel Navigasi Penerbangan sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun 2016; 8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 09 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 174 (Civil Aviation Safety Regulation Part 174) Tentang Pelayanan Informasi Meteorologi penerbangan, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 138 Tahun 2015; 9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 22 Tahun 2015 tentang Peningkatan Fungsi Pengendalian dan Pengawasan Oleh Kantor Otoritas Bandar Udara; 10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 44 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173 (Civil Aviation Safety Regulation Part 173) tentang Perancangan Prosedur Penerbangan (Flight Procedur Design); 11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 139 (Civil Aviation Safety Regulation Part 139) Tentang Bandar Udara (Aerodrome); 12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 59 Tahun 2015 tentang Kriteria Tugas dan Kewenangan Inspektur Penerbangan sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 142 Tahun 2016; 13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 60 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 175 (Civil Aviation Safety Regulation Part 175) tentang

3 Pelayanan Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Service); 14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 189 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan; 15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 115 Tahun 2015 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 176 (Civil Aviation Safety Regulation Part 176) Tentang Pencarian dan Pertolongan Pada Kecelakaan Pesawat Udara; 16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 43 Tahun 2016 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 143 (Civil Aviation Safety Regulation Part 143) tentang Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan Bidang Navigasi Penerbangan (Air Navigation Training Provider); 17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun 2016 tentang Program Keselamatan Penerbangan Nasional; 18. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara'Nomor KP.459 Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Otoritas Bandar Udara; 19. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 398 Tahun 2016 tentang Instruksi Dirjen Perhubungan Udara tentang Pengamanan Gangguan frekuensi Radio Penerbangan. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN OLEH INSPEKTUR NAVIGASI PENERBANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 1. Audit adalah pemeriksaan yang terjadwal, sistematis, dan mendalam terhadap prosedur, fasilitas, personel, dan dokumentasi organisasi penyelenggara pelayanan untuk mehhat tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku.

4 2. Daftar pemenuhan adalah suatu alat yang digunakan oleh tim pengawasan untuk mengukur tingkat pemenuhan penyelenggara pelayanan terhadap peraturan perundang-undangan. 3. Data dukung adalah informasi yang dapat dibuktikan kebenarannya, berdasarkan fakta yang diperoleh melalui audit, inspeksi, pengamatan, monitoring, pengujian atau metode yang lain. 4. Direktorat adalah Direktorat Navigasi Penerbangan. 5. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. 6. Direktur adalah Direktur Navigasi Penerbangan. 7. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perhubungan Udara. 8. Inspeksi adalah pemeriksaan sederhana terhadap pemenuhan suatu produk akhir objek tertentu. 9. Inspektur navigasi penerbangan adalah personel yang diberi tugas, tanggung jawab dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengawasan di bidang navigasi penerbangan. 10. Pengawasan Internal adalah kegiatan pengawasan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan dalam sistem manajemen keselamatannya. 11. Kantor Otoritas adalah Kantor Otoritas Bandar Udara sesuai dengan wilayah kerjanya. 12. Kegiatan pasca-pengawasan adalah kegiatan pengawasan yang dilaksanakan setelah diselesaikannya penjelasan akhir kepada penyelenggara pelayanan dan termasuk didalamnya publikasi laporan akhir pengawasan. 13. Kegiatan pra-pengawasan adalah kegiatan pengawasan yang dimulai dengan pengiriman surat pemberitahuan awal oleh Direktur atau Kepala Kantor mengenai pelaksanaan pengawasan kepada penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan dan termasuk didalamnya pengarahan persiapan pengawasan kepada anggota tim. 14. Kegiatan pengawasan adalah kegiatan pengawasan yang dimulai dengan rapat pembukaan dengan penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan dan diakhiri dengan rapat penutupan, termasuk didalamnya penetapan draft temuan pengawasan dan rekomendasi.

5 15. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Otoritas Bandar Udara sesuai dengan wilayah kerjanya. 16. Ketidaksesuaian adalah kekurangan pada karakteristik, dokumentasi atau prosedur berdasarkan peraturan keselamatan penerbangan sipil. 17. Ketua tim pengawasan adalah inspektur navigasi penerbangan yang ditunjuk oleh Direktur atau Kepala Kantor untuk memimpin tim pengawasan dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan. 18. Laporan pengawasan adalah laporan yang disusun oleh tim pengawasan terdiri dari laporan sementara dan laporan final. 19. Pemantauan (monitoring) adalah kegiatan evaluasi terhadap data, laporan, dan informasi untuk mengetahui kecenderungan kinerja keselamatan penerbangan. 20. Pengamatan adalah kegiatan penelusuran yang mendalam atas bagian tertentu dari prosedur, fasilitas, personel, dan dokumentasi organisasi penyedia jasa penerbangan dan pemangku kepentingan lainnya untuk melihat tingkat kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku. 21. Pengarahan persiapan pengawasan anggota tim adalah pengarahan sebelum pelaksanaan pengawasan yang diberikan oleh ketua tim kepada anggota tim, yang bertujuan untuk menyampaikan informasi dan instruksi terbaru, yang benar, yang secara langsung berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan. 22. Pengawasan adalah kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum. 23. Pengawasan Eksternal adalah kegiatan pengawasan yang dilaksanakan oleh Direktorat Navigasi Penerbangan terhadap penyelenggara pelayanan. 24. Penyelenggara pelayanan adalah penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, lembaga pendidikan dan pelatihan navigasi penerbangan, penyelenggara kalibrasi fasilitas navigasi penerbangan, penyelenggara pemeliharaan peralatan elektronika penerbangan dan penyelenggara lainnya yang terkait dengan bidang navigasi penerbangan. 25. Probability adalah kemungkinan suatu keadaan atau kejadian tidak aman dapat terjadi.

6 26. Prosedur atau proses adalah serangkaian langkah-langkah yang diikuti secara sistematis untuk menyelesaikan suatu kegiatan (apa yang harus dilakukan dan dilakukan oleh siapa; kapan, dimana dan bagaimana hal tersebut harus diselesaikan; materi, peralatan dan dokumentasi apa yang harus digunakan, dan bagaimana hal tersebut harus dikontrol). 27. Proses pengawasan adalah gambaran mengenai tiga tahap proses kegiatan pengawasan, meliputi kegiatan prapengawasan, pelaksanaan pengawasan di lokasi dan pasca pengawasan. 28. Protokol adalah sebuah dokumen yang mengatur prosedur pengawasan melalui urutan umum langkah-langkah pengawasan dan menjelaskannya berdasarkan atau rekomendasi untuk diverifikasi. 29. Rapat pembukaan adalah rapat tim pengawasan dan perwakilan penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan yang dioversight sebelum pelaksanaan kegiatan, tujuannya adalah untuk memberikan informasi mengenai proses pengawasan dan ruang lingkup pengawasan kepada penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan. 30. Rencana tindak lanjut adalah rincian rencana tindaklanjut oleh penyelenggara pelayanan yang disampaikan kepada Direktorat navigasi penerbangan, untuk menyelesaikan hal - hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan berdasarkan rekomendasi dari tim pengawasan. 31. Risk adalah penilaian, yang dinyatakan dengan istilah kemungkinan yang telah diperkirakan keparahannya, dari akibat ancaman yang diambil dari rujukan dari situasi paling buruk yang dapat diramalkan. 32. Risk Management adalah identifikasi, analisis dan eliminasi dan atau pencegahan pada suatu tingkat resiko yang dapat diterima yang mengancam kemampuan dari suatu organisasi. 33. Severity adalah akibat yang mungkin dari kejadian atau kondisi tidak aman, dengan merujuk pada situasi paling buruk yang dapat diramalkan. 34. Temuan pengawasan adalah temuan yang mengacu pada pemenuhan peraturan perundang-undangan. 35. Verifikasi adalah peninjauan secara independen, inspeksi, pengujian, pengukuran, pengecekan, observasi dan pemantauan (monitoring) untuk membuat dan

7 mendokumentasikan produk-produk, proses, praktek, pelayanan, dan dokumen mengacu pada tertentu. Hal ini mencakup mengevaluasi efektivitas sistem manajemen. BAB II KEGIATAN PENGAWASAN Pasal 2 Dalam rangka menjaga dan meningkatkan keselamatan penerbangan di bidang navigasi penerbangan dilakukan pengawasan oleh Inspektur Navigasi Penerbangan. Pasal 3 Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bertujuan untuk : a. Melakukan verifikasi kesesuaian : 1. Prosedur yang ditetapkan oleh penyelenggara pelayanan terhadap peraturan perundang-undangan; 2. Penyelenggaraan pelayanan terhadap peraturan perundang-undangan atau prosedur berlaku. b. Menentukan efektivitas : 1. Peraturan perundang-undangan; 2. Prosedur yang ditetapkan oleh penyelenggara pelayanan. c. Mengidentifikasi hal-hal yang diperlukan dalam rangka pengembangan sistem keselamatan dan peningkatan pelayanan navigasi penerbangan. Pasal 4 (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud pasal 2 dilakukan pada objek pengawasan berupa penyelenggara pelayanan (2) Penyelenggara pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1) antara lain: a. Penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan, meliputi bidang: 1) Pelayanan lalu lintas penerbangan (Air Traffic Services/ATS); 2) Pelayanan telekomunikasi penerbangan (CNS); 3) Pelayanan informasi aeronautika (AIS); 4) Pelayanan perancang prosedur penerbangan; 5) Pelayanan meteorologi penerbangan; dan 6) Pelayanan pencarian dan pertolongan (SAR).

8 b. Penyelenggara pendidikan dan pelatihan navigasi penerbangan meliputi bidang: 1) 2) Personel Pemandu lalu lintas penerbangan; Personel Pemandu komunikasi penerbangan; 3) Personel Teknik telekomunikasi penerbangan; 4) Personel Pelayanan informasi aeronautika; dan 5) Personel Perancang prosedur penerbangan. c. Penyelenggara kalibrasi fasilitas navigasi penerbangan. d. Penyelenggara pemeliharaan peralatan elektronika penerbangan e. Penyelenggara lain yang terkait dengan pelayanan navigasi penerbangan. (3) Bidang pelayanan lalu lintas penerbangan (Air Traffic Services/ATS) sebagaimana dimaksud ayat 2 huruf a angka 1 dilaksanakan pada unit pelayanan yang terdiri dari : a. Pelayanan lalu lintas penerbangan di Area Control Centre (ACQ; b. Pelayanan lalu lintas penerbangan di Approach Control unit (APP) / Terminal Control Area (TMA); c. Pelayanan lalu lintas penerbangan di Aerodrome Control Tower (TWR); d. Pelayanan lalu lintas penerbangan di Aerodrome Flight Information Services (AFIS); e. Pelayanan lalu lintas penerbangan di Flight Information centre (FIC) / Flight Service Station (FSS). (4) Lokasi yang menjadi objek pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. Kantor Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan; b. Stasiun Meteorologi Penerbangan; c. Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR); d. Penyelenggara Kalibrasi Penerbangan; e. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan Navigasi Penerbangan; f. Penyelenggara Pemeliharaan Teknik Navigasi Penerbangan Pasal 5 (1) Inspektur navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada pasal 2 mempunyai bidang sebagai berikut: a. Air Traffic Services (ATS); b. Communication Navigation Surveillance (CNS); c. Aeronautical Information Services (AIS); d. Procedure Of Air Navigation Services-Aircraft Operations (PANS-OPS); e. Meteorologi Penerbangan (MET);

9 f. Pencarian dan Pertolongan (SAR). (2) Kriteria, tugas, wewenang, tingkatan, penetapan dan pengembangan inspektur navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada peraturan perundang-undangan. Pasal 6 (1) Ruang lingkup pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, terdiri dari: a. Audit; b. Inspeksi; c. Pengamatan (surveillance); dan d. Pemantauan (monitoring). (2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut : a. Audit merupakan kegiatan pengawasan yang bersifat rutin, terjadwal dan menyeluruh dan dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Pelayanan lalu lintas penerbangan (ATS), pelayanan telekomunikasi penerbangan, pelayanan informasi aeronautika, penyelenggara pendidikan dan latihan navigasi penerbangan, penyelenggara kalibrasi fasilitas navigasi penerbangan, penyelenggara pemeliharaan fasilitas navigasi penerbangan dilakukan sekurangnya 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun; 2) Pelayanan Meteorologi penerbangan dan Pelayanan pencarian pertolongan dilakukan sekurangnya 1 (satu) kali dalam 3 Tahun. b. Inspeksi merupakan kegiatan pengawasan yang sederhana terhadap pemenuhan dan dilaksanakan sewaktu-waktu, Pelaksanaan inspeksi dilakukan dengan rincian sebagai berikut : 1) Unit pelayanan ACC sekurangnya dilaksanakan 4 (empat) kali dalam 1 (satu) tahun; 2) Unit pelayanan APP sekurangnya dilaksanakan 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun; 3) Unit pelayanan TWR sekurangnya dilaksanakan 2 (dua) dalam 1 (satu) tahun; 4) Unit pelayanan AFIS sekurangnya dilaksanakan l(satu) dalam 1 (satu) tahun; dan 5) Unit pelayanan FIC sekurangnya dilaksanakan 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. c. Pengamatan (surveillance) dilaksanakan dengan rincian sebagai berikut :

10 1) Unit pelayanan ACC sekurangnya dilaksanakan 2 kali dalam 1 (satu) tahun; 2) Unit pelayanan APP sekurangnya dilaksanakan 1 kali dalam 1 (satu) tahun; 3) Unit pelayanan Tower sekurangnya dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun; 4) Unit pelayanan AFIS sekurangnya dilaksanakan 1 kali dalam 1 (satu) tahun; dan 5) Unit pelayanan FIC sekurangnya dilaksanakan 1 kali dalam 1 (satu) tahun. 6) Apabila ditemukenali adanya indikasi penyimpangan terhadap ketentuan perundang-undangan atau yang akan berdampak pada keselamatan pelayanan navigasi penerbangan, laporan masyarakat dan incident navigasi penerbangan, data, laporan, surat edaran/instruksi dan informasi. d. Pemantauan (monitoring) dilaksanakan untuk mengevaluasi data, laporan, dan informasi yang terkait dengan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan termasuk rencana tindak lanjut hasil audit/ inspeksi/ pengamatan oleh penyelenggara pelayanan dilaksanakan paling lambat 6 bulan setelah pelaksanaan audit/inspeksi/pengamatan atau sesuai target waktu pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara layanan. (3) Pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Inspektur Navigasi Penerbangan di Kantor Pusat dan menjadi tanggung jawab Direktorat serta dapat menugaskan Inspektur Navigasi Penerbangan di Kantor Otoritas. (4) Pelaksanaan inspeksi, pengamatan dan pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, c dan d dilaksanakan oleh Inspektur Navigasi Penerbangan'di Kantor Otoritas dan menjadi tanggung jawab Kantor Otoritas. (5) Direktorat dapat melakukan inspeksi, pengamatan dan pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, cdan d apabila terjadi kondisi sebagai berikut: a. Keterbatasan jumlah personil Inspektur Navigasi Penerbangan di Kantor Otoritas; b. Kepentingan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan yang bersifat prioritas dan strategis. Pasal 7 (1) Dalam melakukan pengawasan Direktorat memiliki tugas

11 untuk menyiapkan bahan mengenai: a. Prioritas pelaksanaan pengawasan tahunan penyelenggara pelayanan untuk dapat digunakan sebagai acuan dalam penjadwalan pengawasan b. Pemetaan dan beban kerja inspektur navigasi penerbangan dan dilakukan evaluasi setiap 2 (dua) tahun. c. Raport penilaian kepatuhan dan tingkat keselamatan penerbangan pada penyelenggara pelayanan setiap tahun berdasarkan pengawasan yang dilaksanakan. (2) Prioritas pelaksanaan pengawasan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. Indikasi penurunan kepatuhan dan tingkat keselamatan penerbangan; b. Adanya kejadian kecelakaan/accident; c. Meningkatnya tren insiden pelayanan navigasi penerbangan. d. Indikasi tidak adanya penerapan sistem manajemen keselamatan oleh penyelenggara pelayanan; e. Meningkatnya lalu lintas penerbangan; dan f. Adanya alasan penting yang berdampak pada keselamatan penerbangan, antara lain: 1) Kerusakan peralatan navigasi penerbangan yang bersifat vital; 2) Perubahan SOP atau prosedur penerbangan; 3) Potensi hazard berdasarkan matrix risk index; 4) Perubahan lokasi pelayanan. g. Permintaan penyelenggara pelayanan. (3) Pemetaan dan beban kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. Obyek yang diawasi, yang meliputi : 1) Tingkat pelayanan (kompleksitas); 2) Jumlah personel navigasi penerbangan; 3) Jumlah fasilitas navigasi penerbangan; 4) Jumlah prosedur operasi dan teknik pelayanan navigasi penerbangan. b. Pelaksanaan pengawasan, yang meliputi : 1) Jangka waktu; 2) Frekuensi. (4) Raport penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan mempertimbangkan: a. Hasil pengawasan; b. Pemenuhan terhadap rencana tindak lanjut; c. Indikasi penyimpangan terhadap keselamatan pelayanan navigasi penerbangan.

12 (5) Raport penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperoleh dari konversi hasil pengawasan Inspektur Navigasi Penerbangan yang dimasukan kedalam formulasi dasar penilaian/scoring tingkat keselamatan pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana tercantum dalam lampiran LA peraturan ini. (6) Simulasi Cara Penilaian Penyelenggara Pelayanan dilaksanakan sesuai Lampiran LB peraturan ini. Pasal 8 Kegiatan inspeksi, pengamatan dan pemantauan (monitoring) yang dilakukan oleh Kantor Otoritas wajib dilaporkan kepada Direktur Jenderal Up. Direktur paling lambat 3 (tiga) hari setelah menemukan pelanggaran peraturan perundang-undangan atau minimal 1 (satu) kali dalam 1 (satu) bulan untuk kegiatan pengawasan rutin. Pasal 9 (1) Direktorat dan Kantor Otoritas berkoordinasi dalam pelaksanaan pengawasan, pelaporan hasil pengawasan dan pengelolaan data keselamatan yang dilakukan secara harmonis dan berjenjang sesuai dengan kewenangannya melalui sistem keselamatan pelayanan navigasi penerbangan. (2) Sistem keselamatan pelayanan navigasi penerbangan sebagaimana dimaksud dengan ayat (6) terintregrasi dengan sistem program keselamatan dan keamanan penerbangan nasional. (3) Direktur bersama dengan para kepala kantor otoritas melakukan pertemuan rutin sekurangnya 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun dalam rangka sinkronisasi program pengawasan, evaluasi kinerja pengawasan, monitoring pengelolaan data keselamatan, inventarisasi kendala pelaksanaan pengawasan, dan segala hal terkait pengawasan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan. Pasal 10 Prinsip - prinsip yang harus dilaksanakan dalam kegiatan pengawasan sebagai berikut : a. Inspektur navigasi penerbangan melaksanakan kegiatan pengawasan secara berkala sebagai bagian fungsi pembinaan dan manajemen keselamatan. b. Inspektur navigasi penerbangan melakukan pengawasan pada sistem navigasi penerbangan dan penyelenggara pelayanan, yang disebut sebagai pengawasan "eksternal",

13 sedangkan penyelenggara pelayanan melakukan pengawasan "internal" dalam sistem manajemen keselamatan. c. Apabila diperlukan inspektur navigasi penerbangan dapat meminta hasil pengawasan internal sebagai bagian dari pengawasan eksternal. d. Inspektur navigasi penerbangan memastikan bahwa dan prosedur pelayanan telah diimplementasikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. e. Inspektur navigasi penerbangan menyediakan waktu bagi penyelenggara pelayanan untuk mereview, memberikan tanggapan dan tindaklanjut serta target waktu penyelesaian terhadap temuan pengawasan eksternal. f. Sebagai tindak lanjut dari pengawasan eksternal, hasil temuan dan rekomendasi, harus didokumentasikan dan dilampirkan dalam laporan serta diberitahukan kepada objek pengawasan sesuai dengan protokol dan prosedur pengawasan yang berlaku. Pasal 11 (1) Laporan pengawasan harus objektif berdasarkan fakta dan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam membuat laporan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), inspektur navigasi penerbangan harus menghindari hal-hal sebagai berikut: a. Penafsiran pribadi; b. Pengaruh individu; c. Perbedaan budaya; d. Tindakan penyimpangan. BAB III SISTEM PENGKLASIFIKASIAN TEMUAN HASIL PENGAWASAN fl Pasal 12 Inspektur navigasi penerbangan mengklasifikasikan temuan berdasarkan laporan pengawasan menggunakan metode Safety Risk Management. (2) Metode Safety Risk Management sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan safety risk assesment matrix yang pada pengisiannya mengacu pada Pedoman Teknis Penilaian Resiko sebagaimana tercantum dalam lampiran II.A peraturan ini. (3) Sebagai panduan penilaian risiko dalam pelaksanaan

14 pengawasan navigasi penerbangan, Inspektur Navigasi Penerbangan dapat mengacu pada panduan sebagaimana terlampir pada lampiran II.B peraturan ini. BAB IV PELAKSANAAN AUDIT Bagian Kesatu Pra audit Pasal 13 (1) Direktur menetapkan program dan jadwal audit tahunan dengan mengacu pada prioritas pelaksanaan pengawasan yang ditetapkan Direktur Jenderal bagi penyelenggara pelayanan. (2) Program dan jadwal audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta protokol audit disampaikan melalui surat pemberitahunan kepada penyelenggara pelayanan sekurangkurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan audit. Pasal 14 (1) Direktur menetapkan jumlah dan komposisi tim audit dengan mempertimbangkan kompleksitas dan skala audit. (2) Penetapan jumlah dan komposisi tim audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan audit. (3) Tim audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Ketua tim; b. Anggota tim. (4) Ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a minimal inspektur navigasi penerbangan jenjang ahli muda. Pasal 15 (1) Tim audit menyiapkan dokumen acuan audit pelaksanaan audit yang sekurang-kurangnya meliputi: a. Protokol audit; b. Dokumen pelaksanaan pengawasan sebelumnya; c. Data terkait lainnya. (2) Protokol audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan sesuai dengan objek dan bidang pengawasan sebagaimana dimaksud pasal 4. (3) Format dan isi protokol audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur pada peraturan perundang-undangan.

15 (4) Penyiapan dokumen acuan audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) hari sebelum pelaksanaan audit. Pasal 16 (1) Ketua tim melaksanakan pengarahan awal tim audit sekurang-kurangnya 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan audit di lokasi. (2) Pengarahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Memberikan anggota tim gambaran pelaksanaan dan pemahaman tentang misi audit; b. Menetapkan tanggung jawab anggota tim audit sebelum, selama dan setelah audit; dan c. Persiapan rapat pembukaan dan penutupan dengan penyelenggara pelayanan. (3) Pengarahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas hal-hal sebagai berikut: a. Pengenalan anggota tim; b. Ruang lingkup audit di lokasi; c. Program kerja pelaksanaan audit di lokasi; d. Pembagian tugas dan tanggung jawab tim; e. Identifikasi dokumen yang diperlukan pada saat pelaksanaan audit. Bagian Kedua On-Site Audit Pasal 17 (1) Tim audit bersama penyelenggara pelayanan melaksanakan rapat pembukaan. (2) Kantor pusat penyelenggara pelayanan dapat turut serta dalam pelaksanaan audit di lokasi. (3) Rapat pembukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Pengenalan anggota tim audit dan penyelenggara pelayanan; b. Penyampaian ruang lingkup audit di lokasi; c. Kesepakatan program kerja pelaksanaan audit di lokasi; d. Penyampaian dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan audit; dan e. Hal-hal terkait lainnya.

16 Pasal 18 (1) Ketua tim melaksanakan pengarahan harian tim audit sebelum dan/atau sesudah pelaksanaan audit setiap hari di lokasi. (2) Pengarahan harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Identifikasi awal dari temuan dan rekomendasi; b. Pembaharauan daftar pemenuhan protokol; c. Identifikasi kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan audit sehari-hari; d. Pengumuman perubahan dalam program kerja (jika ada); dan e. Meningkatkan koordinasi dan dukungan tim audit. Pasal 19 (1) Audit di lokasi dilaksanakan secara sistematis, objektif, dan faktual. (2) Metode pelaksanaan audit di lokasi sebagaimana pada ayat (1), meliputi: a. Pengumpulan data dukung yang diperoleh melalui wawancara, peninjauan materi terkait, survei, dan pengujian terhadap kondisi sistem pelayanan navigasi penerbangan. Temuan dicatat dengan indikasi yang jelas tentang bagaimana dan mengapa temuan dibuat. Apabila penyelenggara pelayanan tidak dapat menunjukkan data dukung maka dapat dinyatakan sebagai temuan. Setiap temuan audit harus diberikan rekomendasi kepada penyelenggara pelayanan sebagai tindak lanjut atas temuan tersebut. b. Setelah kegiatan audit di lokasi selesai dilaksanakan, tim audit meninjau semua temuan dan rekomendasi untuk memastikan bahwa temuan tersebut objektif. Tim audit memastikan bahwa temuan dan rekomendasi yang didokumentasikan dengan jelas, singkat, memuat hal yang pokok dan dilengkapi dengan data dukung. Temuan pengawasan dapat dibahas dalam sesi pengarahan harian. c. Dalam mencari penyelesaian awal terhadap temuan yang teridentifikasi, setiap saat tim audit dapat menyediakan informasi temuan dan rekomendasi kepada penyelenggara pelayanan. d. Kunjungan ke unit-unit terkait dapat dilakukan untuk memverifikasi kegiatan yang terkait dengan keselamatan penerbangan. (3) Untuk menjamin pelaksanaan audit di lokasi sebagaimana

17 pada ayat (1) yang transparan, berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan, Tim audit berpedoman pada protokol audit. (4) Dalam kondisi tertentu, audit dapat dilakukan terhadap hal-hal diluar protokol audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetapi masih terkait dengan keselamatan penerbangan. Tim audit harus memberitahukan kepada penyelenggara pelayanan, apabila terdapat temuan dicatat dalam rekomendasi audit yang disusun. Pasal 20 (1) Tim audit menyusun draft laporan sementara (interim report) audit yang format dan isinya tercantum pada lampiran III.A peraturan ini. (2) Item-item yang dicantumkan pada laporan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai temuan pada protokol audit. (3) Tim audit menyampaikan draft laporan sementara paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan rapat penutupan kepada penyelenggara pelayanan. (4) Penyelenggara pelayanan menyusun draft rencana tindak lanjut dengan mengacu pada draft laporan sementara audit. (5) Format rencana tindak lanjut audit sebagaimana tercantum pada lampiran III.B peraturan ini. Pasal 21 [1 Tim audit bersama penyelenggara pelayanan melaksanakan rapat penutupan. (2) Rapat penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Memberikan informasi kepada pimpinan penyelenggara pelayanan terkait hasil temuan dan rekomendasi dari tim audit. Rapat harus menjamin bahwa penyelenggara pelayanan memahami dengan jelas situasi yang telah diawasi oleh tim audit dan dapat segera menyusun rencana tindak lanjut yang diperlukan. rapat harus menegaskan permasalahan keselamatan yang significant terkait temuan dan rekomendasi tim guna peningkatan sistem pengawasan keselamatan yang efektif. b. Memberitahukan kepada penyelenggara pelayanan mengenai pelaksanaan audit di lokasi, tanggal laporan akhir audit, tanggal penyerahan rencana tindak lanjut dan tanggapan laporan audit. c. Menjelaskan tentang semua temuan dan rekomendasi

18 yang dimasukkan dalam laporan sementara audit, penyelenggara pelayanan harus menyatakan kesanggupannya untuk melakukan tindak lanjut terkait dengan pemenuhan temuan dan rekomendasi dalam jangka waktu yang disepakati. Laporan sementara diserahkan pada penyelenggara pelayanan pada saat selesai pelaksanaan audit d. Menjelaskan bahwa kesanggupan penyelenggara pelayanan akan dituangkan dalam laporan akhir (final report) audit yang akan disampaikan kepada Direktur Navigasi Penerbangan. (3) Rapat penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas hal-hal sebagai berikut: a. Rangkuman pelaksanaan audit di lokasi beserta kunjungan pada unit-unit terkait; b. Draft temuan dan rekomendasi yang tercantum pada laporan sementara audit; c. Draft rencana tindak lanjut yang disusun oleh penyelenggara pelayanan; d. Berita acara pelaksanaan audit; dan e. Hal-hal terkait lainnya (4) Dalam pembahasan draft laporan sementara dan rencana tindak lanjut audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan c penyelenggara pelayanan harus diberi kesempatan menyampaikan tanggapan dan menyatakan sanggahan atas temuan yang disampaikan. Ketua tim harus mempertimbangkan sanggahan, termasuk alasan yang disampaikan oleh penyelenggara pelayanan. (5) Pada akhir sesi rapat penutupan, tim audit dan penyelenggara pelayanan menandatangani laporan sementara audit dan berita acara pelaksanaan audit. (6) Format berita acara pelaksanaan audit sebagaimana tercantum pada lampiran III.C peraturan ini. (7) Tim audit dan penyelenggara pelayanan masing-masing membawa 1 (satu) dokumen asli laporan sementara, berita acara pelaksanaan audit, protokol pengawasan dan data dukung yang antara lain dapat berupa dokumentasi (foto), operating procedure (SOP), data teknis, dokumen terkait lainnya. Bagian Ketiga Pasca Audit Pasal 22 (1) Direktur menyampaikan laporan akhir [final report) audit

19 kepada penyelenggara pelayanan paling lambat 5 (lima) hari setelah pelaksanaan audit di lokasi. (2) Format laporan akhir (final report) audit sebagaimana tercantum pada lampiran III.D peraturan ini Pasal 23 (1) Penyelenggara pelayanan menyampaikan rencana tindak lanjut audit yang telah disahkan oleh pimpinan penyelenggara pelayanan paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah menerima laporan akhir (final report). (2) Direktur melakukan evaluasi terhadap rencana tindak lanjut audit yang disampaikan oleh penyelenggara pelayanan. (3) Pelaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh tim audit yang melaksanakan kegiatan audit pada penyelenggara pelayanan tersebut. (4) Jika hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyatakan perlunya penyempurnaan rencana tindak lanjut, maka Direktur akan menyampaikan surat rekomendasi untuk penyempurnaan tersebut paling lambat 10 hari setelah menerima rencana tindak lanjut dari penyelenggara. (5) Penyelenggara pelayanan menyampaikan revisi rencana tindak lanjut audit dengan mengacu pada surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah menerima surat rekomendasi. (6) Direktur menyampaikan laporan akhir audit dan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan kepada Kantor Otoritas paling lambat 5 (lima) hari setelah menerima rencana tindak lanjut dari penyelenggara. (7) Terkait dengan pelaksanaan audit Direktur berkewajiban untuk: a. Menyimpan dan memperbaharui laporan akhir audit dan rencana tindak lanjut melalui sistem pengawasan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan; b. Memonitor pemenuhan terhadap rencana tindak lanjut yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan melalui Kantor Otoritas sehingga dapat terpelihara kekiniannya. (8) Terkait dengan pelaksanaan audit Penyelenggara pelayanan berkewajiban untuk: a. Melaksanakan pemenuhan rencana tindak lanjut sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati; b. Melaporkan setiap tindakan yang telah dilakukan

20 sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a kepada Direktur dan ditembuskan kepada Kepala Kantor Otoritas. (9) Kantor otoritas sebagaimana dimaksud pada ayat 7 huruf b berkewajiban melaksanakan pemantauan (monitoring) paling lambat 6 (enam) bulan setelah menerima laporan akhir audit dari Direktur atau sesuai target waktu pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara layanan. Pasal 24 Alur pelaksanaan audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 24 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III.E peraturan ini. BAB V PELAKSANAAN INSPEKSI Bagian Kesatu Pra Inspeksi Pasal 25 (1) Kepala kantor menetapkan program dan jadwal inspeksi untuk memeriksa tingkat pemenuhan terhadap penyelenggara pelayanan pada bidang tertentu. (2) Pelaksanaan inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat sewaktu-waktu dan rencana pelaksanaannya diberitahukan kepada penyelenggara pelayanan sekurangkurangnya 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan inspeksi. Pasal 26 (1) Kepala kantor menetapkan jumlah dan komposisi tim inspeksi dengan mempertimbangkan kompleksitas dan skala inspeksi. (2) Penetapan jumlah dan komposisi tim inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan inspeksi. (3) Tim inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Ketua Tim; b. Anggota Tim. (4) Ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a minimal adalah inspektur navigasi penerbangan jenjang ahli pertama.

21 Pasal 27 (1) Tim inspeksi menyiapkan dokumen acuan pelaksanaan inspeksi yang sekurang-kurangnya meliputi: a. Protokol inspeksi; b. Data terkait lainnya. (2) Protokol inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disesuaikan dengan objek yang akan diinspeksi. (3) Penyiapan dokumen acuan inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sekurang-kurangnya 2 (dua) hari sebelum pelaksanaan inspeksi. Pasal 28 (1) Ketua tim melaksanakan pengarahan awal tim inspeksi sekurang-kurangnya 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan inspeksi di lokasi. (2) Pengarahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Memberikan anggota tim gambaran pelaksanaan dan pemahaman tentang misi inspeksi; b. Menetapkan tanggung jawab anggota tim inspeksi sebelum, selama dan setelah inspeksi; dan c. Persiapan rapat pembukaan dan penutupan dengan penyelenggara pelayanan. (3) Pengarahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas hal-hal sebagai berikut: a. Pengenalan anggota tim; b. Ruang lingkup inspeksi di lokasi; c Program kerja pelaksanaan inspeksi di lokasi; d. Pembagian tugas dan tanggung jawab tim; e. Identifikasi dokumen yang diperlukan pada saat pelaksanaan inspeksi. Bagian Kedua On-Site Inspeksi Pasal 29 (1) Tim inspeksi bersama penyelenggara pelayanan melaksanakan rapat pembukaan. (2) Rapat pembukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Pengenalan anggota tim inspeksi dan penyelenggara pelayanan; b. Penyampaian ruang lingkup inspeksi di lokasi; c. Kesepakatan program kerja pelaksanaan inspeksi di lokasi;

22 d. Penyampaian dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan inspeksi; dan e. Hal-hal terkait lainnya. Pasal 30 (1) Ketua tim melaksanakan pengarahan harian tim inspeksi sebelum dan/atau sesudah pelaksanaan inspeksi setiap hari di lokasi. (2) Pengarahan harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Identifikasi awal dari temuan dan rekomendasi; b. Pembaharuan daftar pemenuhan protokol; c. Identifikasi kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan inspeksi sehari-hari; d. Pengumuman perubahan dalam program kerja Q'ika ada); dan e. Meningkatkan koordinasi dan dukungan tim inspeksi. Pasal 31 (1) Inspeksi di lokasi dilaksanakan secara sistematis, objektif, dan faktual. (2) Metode pelaksanaan inspeksi di lokasi sebagaimana pada ayat (1), meliputi: a. Pengumpulan data dukung yang diperoleh melalui wawancara, peninjauan materi terkait, survei, dan pengujian terhadap kondisi sistem pelayanan navigasi penerbangan. Temuan dicatat dengan indikasi yang jelas tentang bagaimana dan mengapa temuan dibuat. Apabila penyelenggara pelayanan tidak dapat menunjukkan data dukung maka dapat dinyatakan sebagai temuan. Setiap temuan inspeksi harus diberikan rekomendasi kepada penyelenggara pelayanan sebagai tindak lanjut atas temuan tersebut. b. Tim inspeksi meninjau semua temuan dan rekomendasi untuk memastikan bahwa temuan tersebut objektif. Tim inspeksi memastikan bahwa temuan dan rekomendasi yang didokumentasikan dengan jelas, singkat, memuat hal yang pokok dan dilengkapi dengan data dukung. Temuan inspeksi dapat dibahas dalam sesi pengarahan harian. c Dalam mencari penyelesaian awal terhadap temuan yang teridentifikasi, setiap saat tim inspeksi dapat menyediakan informasi temuan dan rekomendasi kepada penyelenggara pelayanan. d. Kunjungan ke unit-unit terkait dapat dilakukan untuk

23 memverifikasi kegiatan yang terkait dengan keselamatan penerbangan. (3) Untuk menjamin pelaksanaan inspeksi di lokasi sebagaimana pada ayat (1) yang transparan, berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan, Tim inspeksi berpedoman pada protokol inspeksi. (4) Dalam kondisi tertentu, inspeksi dapat dilakukan terhadap hal-hal diluar protokol inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetapi masih terkait dengan keselamatan penerbangan. Tim inspeksi harus memberitahukan kepada penyelenggara pelayanan, apabila terdapat temuan dicatat dalam rekomendasi inspeksi yang disusun. Pasal 32 (1) Tim inspeksi menyusun laporan inspeksi dan memintakan rencana tindaklanjut kepada penyelenggara layanan sesuai format laporan dan rencana tindak lanjut yang tercantum pada lampiran IV.A peraturan ini. (2) Item-item yang dicantumkan pada laporan inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah yang dinyatakan sebagai temuan pada protokol inspeksi. (3) Tim inspeksi menyampaikan draft laporan inspeksi paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan rapat penutupan kepada penyelenggara pelayanan. (4) Penyelenggara pelayanan menyusun draft rencana tindak lanjut dengan mengacu pada draft laporan inspeksi. Pasal 33 (1) Tim inspeksi bersama penyelenggara pelayanan melaksanakan rapat penutupan. (2) Rapat penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Memberikan informasi kepada pimpinan penyelenggara pelayanan terkait hasil temuan dan rekomendasi dari tim inspeksi. Rapat harus menjamin bahwa penyelenggara pelayanan memahami dengan jelas situasi yang telah diawasi oleh tim inspeksi dan dapat segera menyusun rencana tindak lanjut yang diperlukan. rapat harus menegaskan permasalahan keselamatan yang significant terkait temuan dan rekomendasi tim guna peningkatan sistem pengawasan keselamatan yang efektif. b. Memberitahukan kepada penyelenggara pelayanan

24 mengenai pelaksanaan inspeksi di lokasi. c. Menjelaskan tentang semua temuan dan rekomendasi yang dimasukkan dalam laporan inspeksi. d. Penyelenggara pelayanan harus menyatakan kesanggupannya untuk melakukan tindak lanjut terkait dengan pemenuhan temuan dan rekomendasi dalam jangka waktu yang disepakati. Laporan inspeksi diserahkan pada penyelenggara pelayanan pada saat selesai pelaksanaan inspeksi. e. Menjelaskan bahwa kesanggupan penyelenggara pelayanan akan dituangkan dalam berita acara laporan hasil inspeksi. (3) Rapat penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas hal-hal sebagai berikut: a. Rangkuman pelaksanaan inspeksi di lokasi beserta kunjungan pada unit-unit terkait; b. Laporan temuan inspeksi dan rekomendasi Inspektur serta rencana tindak lanjut oleh penyelenggara pelayanan; c. Berita acara pelaksanaan inspeksi; dan d. Hal-hal terkait lainnya (4) Dalam pembahasan laporan inspeksi dan rencana tindak lanjut inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan c penyelenggara pelayanan harus diberi kesempatan menyampaikan tanggapan dan menyatakan sanggahan atas temuan yang disampaikan. Ketua tim harus mempertimbangkan sanggahan, termasuk alasan yang disampaikan oleh penyelenggara pelayanan. (5) Pada akhir sesi rapat penutupan, tim inspeksi dan penyelenggara pelayanan menandatangani laporan inspeksi, rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan dan berita acara pelaksanaan inspeksi. (6) Format berita acara inspeksi sebagaimana tercantum pada lampiran IV.B peraturan ini. (7) Tim inspeksi dan penyelenggara pelayanan masing-masing membawa 1 (satu) dokumen asli laporan inspeksi, rencana tindak lanjut, berita acara pelaksanaan inspeksi, protokol inspeksi dan data dukung yang antara lain dapat berupa dokumentasi (foto), operating procedure (SOP), data teknis, dokumen terkait lainnya.

25 Bagian Ketiga Pasca Inspeksi Pasal 34 (1) Kepala kantor menyampaikan laporan inspeksi beserta rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan kepada Direktur Jenderal up. Direktur paling lambat 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan inspeksi di lokasi. (2) Terkait dengan pelaksanaan inspeksi Kepala kantor berkewajiban untuk: a. Menyimpan dan memperbaharui laporan inspeksi dan rencana tindak lanjut melalui sistem pengawasan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan; b. Memonitor pemenuhan terhadap rencana tindak lanjut yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan melalui kegiatan pemantauan (monitoring) selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah pelaksanaan inspeksi, atau sesuai target waktu pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara layanan sehingga dapat terpelihara kekiniannya; c. Melaporkan hasil pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan informasi terkini terkait pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan kepada Direktur Jenderal. (3) Terkait dengan pelaksanaan inspeksi Penyelenggara pelayanan berkewajiban untuk: a. Melaksanakan pemenuhan rencana tindak lanjut sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati; b. Melaporkan setiap tindakan yang telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a kepada Kepala kantor dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal. (4) Terkait dengan pelaksanaan inspeksi Direktur berkewajiban untuk memonitor laporan inspeksi dan rencana tindak lanjut beserta informasi terkini terkait pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan melalui sistem pengawasan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan. Pasal 35 Alur pelaksanaan inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 33 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV. C peraturan ini.

26 BAB VI PELAKSANAAN PENGAMATAN (SURVEILLANCE) Bagian Kesatu Pra Pengamatan (Surveillance) Pasal 36 (1) Kepala kantor melaksanakan pengamatan (surveillance) secara terjadwal atau jika terjadi kondisi antara lain : a. Indikasi adanya penyimpangan terhadap ketentuan perundang-undangan; b. Laporan masyarakat terkait keselamatan pelayanan navigasi penerbangan; c. Kejadian (incident) pada pelayanan navigasi penerbangan. d. Surat edaran/instruksi. (2) Jadwal atau program pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui surat pemberitahunan kepada penyelenggara pelayanan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan pengamatan. Pasal 37 (1) Kepala kantor menetapkan jumlah dan komposisi tim pengamatan dengan mempertimbangkan kompleksitas dan skala pengamatan. (2) Untuk kegiatan pengamatan terjadwal penetapan jumlah dan komposisi tim pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan pengamatan. (3) Tim pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Ketua Tim; b. Anggota Tim. (4) Ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a minimal adalah inspektur navigasi penerbangan jenjang ahli pertama. Pasal 38 (1) Tim pengamatan (surveillance) menyiapkan dokumen acuan pelaksanaan pengamatan yang sekurang-kurangnya meliputi: a. Protokol pengamatan (surveillance); b. Data terkait lainnya

27 (2) Protokol pengamatan (surveillance) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disesuai dengan bidang yang akan diamati. (3) Format dan isi protokol pengamatan (surveillance) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengacu pada protokol audit disesuaikan dengan ruang lingkup pelaksanaan pengamatan (surveillance). (4) Penyiapan dokumen acuan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan pengamatan. Pasal 39 (1) Ketua tim melaksanakan pengarahan awal tim pengamatan sekurang-kurangnya 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan pengamatan. (2) Pengarahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Memberikan anggota tim gambaran pelaksanaan dan pemahaman tentang misi pengamatan; b. Menetapkan tanggung jawab anggota tim sebelum, selama dan setelah pengamatan; dan c. Persiapan rapat pembukaan dan penutupan dengan penyelenggara pelayanan. (3) Pengarahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas hal-hal sebagai berikut: a. Pengenalan anggota tim; b. Ruang lingkup pengamatan di lokasi; c. Program kerja pelaksanaan pengamatan di lokasi; d. Pembagian tugas dan tanggung jawab tim; e. Identifikasi dokumen yang diperlukan pada saat pelaksanaan pengamatan. Bagian Kedua On-Site Pengamatan Pasal 40 (1) Tim pengamatan bersama penyelenggara pelayanan melaksanakan rapat pembukaan. (2) Rapat pembukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Pengenalan anggota tim pengamatan dan penyelenggara pelayanan; b. Penyampaian ruang lingkup pengamatan di lokasi; c. Kesepakatan program kerja pelaksanaan pengamatan di

28 lokasi; d. Penyampaian dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan pengamatan; dan e. Hal-hal terkait lainnya. Pasal 41 (1) Ketua tim melaksanakan pengarahan harian tim pengamatan (surveillance) sebelum dan/atau sesudah pelaksanaan pengamatan setiap hari di lokasi. (2) Pengarahan harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Identifikasi awal dari temuan dan rekomendasi; b. Pembaharuan daftar pemenuhan protokol; c. Identifikasi kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengamatan sehari-hari; d. Pengumuman perubahan program kerja pengamatan (jika ada); dan e. Meningkatkan koordinasi dan dukungan tim pengamatan. Pasal 42 (1) Pengamatan di lokasi dilaksanakan secara sistematis, objektif, faktual dan memiliki referensi regulasi yang jelas. (2) Metode pelaksanaan pengamatan di lokasi sebagaimana pada ayat (1), meliputi: a. Pengumpulan data dukung yang diperoleh melalui wawancara, peninjauan materi terkait, survei, dan pengujian terhadap kondisi sistem pelayanan navigasi penerbangan. Temuan dicatat dengan indikasi yang jelas tentang bagaimana dan mengapa temuan dibuat. Apabila penyelenggara pelayanan tidak dapat menunjukkan data dukung maka dapat dinyatakan sebagai temuan. Setiap temuan pengamatan (surveillance) harus diberikan rekomendasi kepada penyelenggara pelayanan sebagai tindak lanjut atas temuan tersebut. b. Tim pengamatan (surveillance) meninjau semua temuan dan rekomendasi untuk memastikan bahwa temuan tersebut objektif. Tim pengamatan (surveillance) memastikan bahwa temuan dan rekomendasi yang didokumentasikan dengan jelas, singkat, memuat hal yang pokok dan dilengkapi dengan data dukung. Temuan pengamatan (surveillance) dapat dibahas dalam sesi pengarahan harian. c. Dalam mencari penyelesaian awal terhadap temuan yang teridentifikasi, setiap saat tim pengamatan (surveillance)

29 dapat menyediakan informasi temuan dan rekomendasi kepada penyelenggara pelayanan. d. Kunjungan ke unit-unit terkait dapat dilakukan untuk memverifikasi kegiatan yang terkait dengan keselamatan penerbangan. (3) Untuk menjamin pelaksanaan pengamatan di lokasi sebagaimana pada ayat (1) yang transparan, berkualitas dan dapat dipertanggung jawabkan, tim pengamatan berpedoman pada protokol pengamatan (surveillance). (4) Dalam kondisi tertentu, pengamatan (surveillance) dapat dilakukan terhadap hal-hal diluar protokol pengamatan (surveillance) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tetapi masih terkait dengan keselamatan penerbangan. Tim pengamatan (surveillance) harus memberitahukan kepada penyelenggara pelayanan, apabila terdapat temuan dicatat dalam rekomendasi inspeksi yang disusun. Pasal 43 (1) Tim pengamatan menyusun laporan pengamatan dan rencana tindak lanjut penyelenggara layanan sesuai format laporan dan rencana tindak lanjut pengamatan yang tercantum pada lampiran V.A peraturan ini. (2) Item-item yang dicantumkan pada laporan pengamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah yang dinyatakan sebagai temuan pada protokol pengamatan (surveillance). (3) Tim pengamatan menyampaikan draft laporan pengamatan paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan rapat penutupan kepada penyelenggara pelayanan. (4) Penyelenggara pelayanan menyusun draft rencana tindak lanjut dengan mengacu pada draft laporan pengamatan (surveillance). Pasal 44 (1) Tim pengamatan bersama penyelenggara pelayanan melaksanakan rapat penutupan. (2) Rapat penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Memberikan informasi kepada pimpinan penyelenggara pelayanan terkait hasil temuan dan rekomendasi dari tim pengamatan (surveillance). Rapat harus menjamin bahwa penyelenggara pelayanan memahami dengan jelas situasi yang telah diawasi oleh tim pengamatan (surveillance) dan dapat segera menyusun rencana tindak

30 lanjut yang diperlukan. Rapat harus menegaskan permasalahan keselamatan yang significant terkait temuan dan rekomendasi tim guna peningkatan sistem pengawasan keselamatan yang efektif. b. Memberitahukan kepada penyelenggara pelayanan mengenai pelaksanaan pengamatan (surveillance) di lokasi. c. Menjelaskan tentang semua temuan dan rekomendasi yang dimasukkan dalam laporan pengamatan (surveillance). d. Penyelenggara pelayanan harus menyatakan kesanggupannya untuk melakukan tindak lanjut terkait dengan pemenuhan temuan dan rekomendasi dalam jangka waktu yang disepakati. Laporan pengamatan (surveillance) diserahkan pada penyelenggara pelayanan pada saat selesai pelaksanaan pengamatan (surveillance). e. Menjelaskan bahwa kesanggupan penyelenggara pelayanan akan dituangkan dalam laporan pengamatan (surveillance). (3) Rapat penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas hal-hal sebagai berikut: a. Rangkuman pelaksanaan pengamatan (surveillance) di lokasi beserta kunjungan pada unit-unit terkait; b. Laporan temuan pengamatan (surveillance) dan rekomendasi Inspektur serta rencana tindak lanjut oleh penyelenggara layanan; c. Berita acara pelaksanaan pengamatan (surveillance); dan d. Hal-hal terkait lainnya (4) Dalam pembahasan draft laporan pengamatan (surveillance) dan rencana tindak lanjut pengamatan (surveillance) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan c penyelenggara pelayanan harus diberi kesempatan menyampaikan tanggapan dan menyatakan sanggahan atas temuan yang disampaikan. Ketua tim harus mempertimbangkan sanggahan, termasuk alasan yang disampaikan oleh penyelenggara pelayanan. (5) Tim pengamatan dan penyelenggara pelayanan menandatangani laporan pengamatan, rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan dan berita acara pelaksanaan pengamatan. (6) Format berita acara pelaksanaan kegiatan pengamatan (surveillance) sebagaimana tercantum pada lampiran V.B peraturan ini. (7) Tim pengamatan dan penyelenggara pelayanan masingmasing membawa 1 (satu) dokumen asli laporan

31 pengamatan, rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan, berita acara pelaksanaan pengamatan dan data dukung yang antara lain dapat berupa dokumentasi (foto), operating procedure (SOP), data teknis, dokumen terkait lainnya. Bagian Ketiga Pasca Pengamatan Pasal 45 (1) Kepala kantor menyampaikan laporan pengamatan (surveillance) beserta rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan kepada Direktur Jenderal up. Direktur paling lambat 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan pengamatan (surveillance) di lokasi. (2) Terkait dengan pelaksanaan pengamatan (surveillance) Kepala kantor berkewajiban untuk: a. Menyimpan dan memperbaharui laporan pengamatan (surveillance) dan rencana tindak lanjut melalui sistem pengawasan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan; b. Memonitor pemenuhan terhadap rencana tindak lanjut yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan melalui kegiatan pemantauan (monitoring) selambatlambatnya 6 (enam) bulan setelah pelaksanaan pengamatan (surveillance) atau sesuai waktu pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara layanan sehingga dapat terpelihara kekiniannya; c. Melaporkan hasil pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan informasi terkini terkait pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan kepada Direktur Jenderal. (3) Terkait dengan pelaksanaan pengamatan (surveillance) Penyelenggara pelayanan berkewajiban untuk: a. Melaksanakan pemenuhan rencana tindak lanjut sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati; b. Melaporkan setiap tindakan yang telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a kepada Kepala kantor dan ditembuskan kepada Direktur Jenderal. (4) Terkait dengan pelaksanaan pengamatan (surveillance) Direktur berkewajiban untuk memonitor laporan pengamatan (surveillance) dan rencana tindak lanjut beserta informasi terkini terkait pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan melalui sistem pengawasan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan

32 Pasal 46 Alur pelaksanaan pengamatan (surveillance) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 44 sebagaimana tercantum dalam Lampiran V.C peraturan ini. BAB VII PELAKSANAAN PEMANTAUAN (MONITORING] Pasal 47 (1) Kepala kantor melaksanakan pemantauan (monitoring) guna mengevaluasi data, laporan, dan informasi yang terkait dengan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan termasuk rencana tindak lanjut pelaksanaan audit/ inspeksi/ pengamatan. (2) Apabila diperlukan, pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan di lokasi. (3) Pemantauan (monitoring) yang dilaksanakan di lokasi harus melalui tahap sebagai berikut : a. Pra pemantauan (monitoring); b. On site pemantauan (monitoring); c. Pasca pemantauan (monitoring). Bagian Kesatu Pra Pemantauan (Monitoring) Pasal 48 (1) Kepala kantor menetapkan jadwal atau program pemantauan (monitoring) dengan mengacu pada : a. Pelaksanaan audit terkini dan pemantauan (monitoring) dilaksanakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah pelaksanaan audit; b. Pelaksanaan inspeksi dan pemantauan (monitoring) dilaksanakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah pelaksanaan inspeksi; c. Pelaksanaan pengamatan (surveillance) dan pemantauan (monitoring) dilaksanakan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah pelaksanaan pengamatan (surveillance); d. Waktu pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan; e. Data, laporan, surat edaran/instruksi dan/atau informasi yang terkait dengan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan.

33 (2) Jadwal atau program pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui surat pemberitahunan kepada penyelenggara pelayanan sekurangkurangnya 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan pemantauan (monitoring). Pasal 49 (1) Kepala kantor menetapkan jumlah dan komposisi tim pemantauan dengan mempertimbangkan kompleksitas dan skala pemantauan (monitoring). (2) Penetapan jumlah dan komposisi tim pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurangkurangnya 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan pemantauan (monitoring). (3) Tim pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud ayat (2) terdiri dari : a. Ketua Tim; b. Anggota Tim. (4) Ketua tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a minimal adalah inspektur navigasi penerbangan jenjang ahli pertama. Pasal 50 (1) Tim pemantauan (monitoring) menyiapkan dokumen acuan pelaksanaan pemantauan yang sekurang-kurangnya meliputi: a. Data / laporan / informasi yang diterima, antara lain : 1) Laporan akhir (final report) audit; 2) Laporan inspeksi; 3) Laporan pengamatan (surveillance); 4) Rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan. b. Data terkait lainnya. (2) Penyiapan dokumen acuan pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sekurang-kurangnya 5 (lima) hari sebelum pelaksanaan pemantauan. Pasal 51 (1) Ketua tim melaksanakan pengarahan awal tim pemantauan (monitoring) sekurang-kurangnya 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan pemantauan (monitoring). (2) Pengarahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Memberikan anggota tim gambaran pelaksanaan dan pemahaman tentang misi pemantauan (monitoring);

34 b. Menetapkan tanggung jawab anggota tim sebelum, selama dan setelah pemantauan (monitoring); dan c. Persiapan rapat pembukaan dan penutupan dengan penyelenggara pelayanan. (3) Pengarahan awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas hal-hal sebagai berikut: a. Pengenalan anggota tim; b. Ruang lingkup pemantauan (monitoring) di lokasi; c. Program kerja pelaksanaan pemantauan (monitoring) di lokasi; d. Pembagian tugas dan tanggung jawab tim; e. Identifikasi dokumen yang diperlukan pada saat pelaksanaan pemantauan (monitoring). Bagian Kedua On-Site Pemantauan Pasal 52 (1) Tim pemantauan (monitoring) bersama penyelenggara pelayanan melaksanakan rapat pembukaan. (2) Rapat pembukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Pengenalan anggota tim pemantauan (monitoring) dan penyelenggara pelayanan; b. Penyampaian ruang lingkup pemantauan (monitoring) di lokasi; c. Kesepakatan program kerja pelaksanaan pemantauan (monitoring) di lokasi; d. Penyampaian dokumen yang diperlukan untuk pelaksanaan pemantauan (monitoring); dan e. Hal-hal terkait lainnya. Pasal 53 (1) Ketua tim melaksanakan pengarahan harian tim pemantauan (monitoring) sebelum dan/atau sesudah pelaksanaan pemantauan (monitoring) setiap hari di lokasi. (2) Pengarahan harian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Identifikasi awal terhadap pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan dan/atau data/informasi/laporan terkait keselamatan pelayanan navigasi penerbangan; b. Identifikasi kesulitan yang dihadapi dalam pelaksanaan pemantauan (monitoring) sehari-hari;

35 c. Pengumuman perubahan program kerja pemantauan (monitoring) (jika ada); dan d. Meningkatkan koordinasi dan dukungan tim pemantauan (monitoring). Pasal 54 (1) Pemantauan (monitoring) di lokasi dilaksanakan secara sistematis, objektif, faktual, dan memiliki referensi regulasi yang jelas. (2) Metode pelaksanaan pemantauan di lokasi sebagaimana pada ayat (1), meliputi: a. Pemeriksaan data, laporan atau informasi terkait keselamatan pelayanan navigasi penerbangan yang diterima dengan kondisi real di lokasi; b. Terkait tindak lanjut pelaksanaan audit/inspeksi/pengamatan (surveillance), dilakukan pemeriksaan terhadap pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan; c. Pengumpulan data dukung terhadap data, laporan, informasi atau pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b; d. Kunjungan ke unit-unit terkait dapat dilakukan untuk memverifikasi kegiatan yang terkait dengan keselamatan penerbangan. Pasal 55 (1) Tim pemantauan menyusun laporan pemantauan yang format dan isinya tercantum pada lampiran VI.A peraturan ini. (2) Tim pemantauan (monitoring) menyampaikan draft laporan pemantauan (monitoring) paling lambat 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan rapat penutupan kepada penyelenggara pelayanan. Pasal 56 (1) Tim pemantauan (monitoring) bersama penyelenggara pelayanan melaksanakan rapat penutupan. (2) Rapat penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. Memberikan informasi kepada pimpinan penyelenggara pelayanan terkait kesesuaian rencana tindak lanjut dengan pemenuhan rencana tindak lanjut tersebut. b. Memberikan informasi kepada pimpinan penyelenggara

36 pelayanan terkait progress pemenuhan rencana tindak lanjut. c. Menjelaskan dampak terhadap posisi rencana tindak lanjut yang belum ada data dukung (evidence). (3) Rapat penutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membahas hal-hal sebagai berikut: a. Draft hasil evaluasi terhadap progress pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan yang tercantum pada laporan pemantauan (monitoring); b. Berita acara pelaksanaan pemantauan (monitoring); dan c. Hal-hal terkait lainnya (4) Dalam pembahasan draft laporan pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a penyelenggara pelayanan harus diberi kesempatan menyampaikan tanggapan dan menyatakan sanggahan atas hasil verifikasi yang disampaikan. Ketua tim harus mempertimbangkan sanggahan, termasuk alasan yang disampaikan oleh penyelenggara pelayanan. (5) Tim pemantauan (monitoring) dan penyelenggara pelayanan menandatangani laporan pemantauan (monitoring) dan berita acara pelaksanaan pemantauan (monitoring). (6) Format berita acara pelaksanaan kegiatan pemantauan (monitoring) sebagaimana tercantum pada lampiran VLB peraturan ini. (7) Tim pemantauan dan penyelenggara pelayanan masingmasing membawa 1 (satu) dokumen asli laporan pemantauan dan berita acara pelaksanaan pemantauan dan data dukung yang antara lain dapat berupa dokumentasi (foto), operating procedure (SOP), data teknis, dokumen terkait lainnya Bagian Ketiga Pasca Pemantauan Pasal 57 (1) Kepala kantor berkewajiban : a. Menyampaikan laporan pemantauan (monitoring) kepada Direktur Jenderal up. Direktur paling lambat 3 (tiga) hari setelah pelaksanaan pemantauan (monitoring) di lokasi; b. Menyimpan laporan pemantauan (monitoring). (2) Terkait dengan pelaksanaan pemantauan (monitoring) Penyelenggara pelayanan berkewajiban untuk: a. Melaksanakan pemenuhan rencana tindak lanjut sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati; b. Memperbaharui laporan pemantauan beserta informasi

37 terkini terkait keselamatan pelayanan navigasi penerbangan; c. Melaporkan setiap tindakan yang telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b kepada Direktur dan ditembuskan kepada Kepala Kantor Otoritas. (3) Terkait dengan pelaksanaan pemantauan (monitoring) Direktur berkewajiban untuk menyimpan dan memperbaharui rencana tindak lanjut beserta informasi terkini terkait pemenuhan rencana tindak lanjut penyelenggara pelayanan yang disampaikan oleh Kepala Kantor atau penyelenggara pelayanan melalui sistem pengawasan keselamatan pelayanan navigasi penerbangan Pasal 58 Alur pelaksanaan pemantauan (monitoring) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan Pasal 57 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI.C peraturan ini. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 59 Pelaksanaan pengawasan oleh Inspektur Navigasi Penerbangan harus menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam peraturan ini paling lambat 6 (enam) bulan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 60 Pada saat peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor KP 429 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengawasan Inspektur Navigasi Penerbangan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

38 Pasal 61 Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 3 AGUSTUS 2017 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr.Ir.AGUS SANTOSO, M.Sc. Salinan sesuai aslinya ^fcbagian HUKUM,v i-0\ PHKUi rlf.\ gjjrnlama SARI Pernbvna//(IV/a) )

39 Lampiran LA Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP.182 TAHUN 2017 Tanggal : 3 AGUSTUS 2017 PEDOMAN RAPORT PENILAIAN KEPATUHAN DAN TINGKAT KESELAMATAN PENERBANGAN PADA PENYELENGGARA PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN 1. Obyek penilaian terdiri dari Sertifikat, SOP, Pelaksanaan SOP, Fasilitas, Personel, dokumentasi, organisasi. 2. Menetapkan Protokol Checklist yang bersifat mandatori pemenuhan dan Protokol Checklist yang tidak bersifat mandatori. 3. Pemenuhan Protokol Checklist yang bersifat mandatori tidak boleh memperoleh Nilai Risk Index berwarna Merah, yaitu: 5A, 5B, 5C, 4A, 4B, 3A. 4. Apabila penilaian protokol checklist memperoleh Risk Index berwarna merah, maka penilaian protokol checklist tidak mandatori belum diperhitungkan. 5. Menetapkan nilai Passing Grade Protokol Checklist Mandatori, yaitu Penilaian Protokol Checklist tidak mandatori diberi pembobotan nilai yang sama, dengan total nilai Klasifikasi Protokol Checklist Mandatori untuk Sertifikat, SOP, Pelaksanaan SOP, Fasilitas, Personel, dokumentasi, organisasi: a. Sertifikat: - Sertifikat masih berlaku - Pelayanan sesuai dengan sertifikat NILAI = 70, mencapai passing grade b. SOP: - Jumlah SOP terpenuhi - Isi SOP sesuai pelayanan, lengkap dan mencakup kebutuhan operasional di lapangan NILAI = 70, mencapai passing grade c. Pelaksanaan SOP: SOP dilaksanakan dilapangan NILAI = 70, mencapai passing grade d. Fasilitas: Fasilitas bekerja sesuai kinerja yang ditetapkan sesuai peraturan NILAI = 70, mencapai passing grade e. Personel: - Personel yang bertugas mempunyai license dan rating yang masih berlaku - Sertifikat kesehatan, IELP valid

40 - Jumlah personel terpenuhi sesuai. NILAI = 70, mencapai passing grade f. Dokumentasi: Dokumen terpenuhi, mudah diakses, terpelihara NILAI = 70, mencapai passing grade. g. Organisasi: - Organisasi memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pelayanan. - Key person terpenuhi. NILAI = 70, mencapai passing grade. 8. Protokol Checklist yang tidak memenuhi kriteria Protocol Checklist mandatori termasuk dalam Protocol Checklist tidak mandatori. 9. Simulasi penilaian: Penilaian Obyek Personel a. Protokol checklist mandatori memenuhi peraturan, yaitu: - Personel yang bertugas mempunyai license dan rating yang masih berlaku - Sertifikat kesehatan, IELP valid Jumlah personel terpenuhi Nilai PQ Mandatori : 70, passing grade PQ tidak mandatori: - misal jumlah Protokol Checklist tidak mandatori 15 - Protokol Checklist tidak mandatori closed 5 Total nilai Protokol Checklist tidak mandatori 30 Nilai PQ tidak Mandatori = {(5/15) X 30 ] = 10 TOTAL NILAI OBYEK PERSONEL = = 80 b. PQ mandatori tidak memenuhi peraturan - Personel yang bertugas mempunyai license dan rating yang tidak berlaku - Sertifikat kesehatan tidak valid - Jumlah personel tidak memenuhi Contoh nilai yang dicapai 50, AREA RISK INDEX MERAH 4B Nilai PQ tidak mandatori belum diperhitungkan NILAI YANG DICAPAI = 50 DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd i aslinya HUKUM Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc <crembina^^7a) NIP.^@(ig7^43^

41 Lampiran I.B Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus2017 SIMULASI RAPORT PENILAIAN KEPATUHAN DAN TINGKAT KESELAMATAN PENERBANGAN PADA PENYELENGGARA PELAYANAN JVO Parameter Penilaian Bidang ATS/CNS/AIS/PANSOPS Memenuhi (Level 1) Risk Level/Profile Memenuhi dengan catatan (Level 2) Tidak Memenuhi (Level 3) Nilai Sertifikat Penyelenggara Pelayanan V Manual Operasi V SOP Pelayanan V Implementasi SOP V Fasilitas Pelayanan V Personel Pelayanan Struktur Organisasi Implementasi Safety Management System /Quality Management System Sistem Dokumentasi Program Keamanan Pelayanan V V V V V Nilai Total 20

42 TABEL 1. PARAMETER NILAI PROFILE Profile Nilai Memenuhi Memenuhi dengan catatan Tidak Memenuhi TABEL 2. KATEGORI PENILAIAN No Nilai Total Kategori Hasil Penilaian Kategori A (Sangat Sesuai) B (Sesuai) C (Kurang Sesuai) D (Tidak Sesuai) 30 E (Sangat tidak sesuai) Hasil Raport Penilaian Kepatuhan Dan Tingkat Keselamatan Penerbangan Pada Penyelenggara Pelayanan adalah C (kurang baik) diperoleh dari konversi nilai total 20 dengan kategori hasil penilaian. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd aslinya HUKUM Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc a /(IV/a) NIP

43 Lampiran II.A Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Odara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PENILAIAN RESIKO (RISK ASSESSMENT) NAVIGASI PENERBANGAN Tata cara penilaian resiko (Risk Assessment) Navigasi Penerbangan adalah aturan / cara penilaian resiko terhadap pelayanan navigasi penerbangan pada bidang ATS, CNS, AIS, PANS-OPS, MET dan SAR pada waktu kegiatan pengawasan dan pengendalian. Pada saat pelaksanaan pengawasan pelayanan navigasi penerbangan, personel Inspektur Navigasi Penerbangan harus mengklasifikasikan setiap temuan (finding) berdasarkan laporan pengawasan menggunakan penilaian resiko (Risk Assessment) untuk mengukur resiko yang mungkin muncul akibat dari ketidaksesuaian. Penilaian resiko (Risk Assessment) terdiri dari 2 (dua) komponen yaitu : a. Risk Severity, yaitu tingkat keparahan yang mungkin muncul akibat dari suatu resiko, yang terbagi dalam 5 (lima) kriteria yaitu CATASTROPHIC HAZARDOUS, MAJOR, MIR dan NEGLIGIBLE. 5 (lima) kriteria untuk risk severity tersebut diukur berdasarkan tabel sebagai berikut: DESKRIPSI Pengaruh keselamatan pelayanan navigasi PARAMETER Kemungkinan terdapatnya korban CATASTROPHIC Terjadi kecelakaan Banyak korban jiwa Kemungkinan kerusakan asset Kerusakan total pada asset Value A HAZARDOUS MAJOR Penurunan besar dari batas keselamatan, tekanan fisik atau beban kerja sedemikian rupa sehingga operator tidak dapat diandalkan untuk melaksanakan tugas dengan akurat atau paripurna. 1. Penurunan signifikan dari batas keselamatan, berkurangnya kemampuan operator dalam menghadapi kondisi operasi yang sulit sebagai akibat dari peningkatan beban kerja atau sebagai akibat dari kondisi yang mempengaruhi efisiensi operator tersebut. 2. Terjadinya kejadian Cedera serius atau kematian satu/dua orang. Cedera dan tidak ada korban jiwa Kerusakan besar pada asset Kerusakan pada asset B C

44 senus. MIR - Keterbatasan operasi - Penggunaan prosedur darurat - Insiden kecil cedera/korban jiwa Gangguan pada asset NEGLIGIBLE Konsekuensi kecil cedera/korban jiwa Gangguan kecil/ringan pada asset E b. Risk Probability, yaitu tingkat kemungkinan terjadinya resiko, yang terbagi dalam 5 (lima) kriteria yaitu FREQUENT, OCCASIONAL, REMOTE IMPROBABLE, EXTREMELY IMPROBABLE. 5 (lima) kriteria untuk risk probability tersebut diukur berdasarkan tabel sebagai berikut: DESCRIPTION FREQUENT OCCASIONAL REMOTE IMPROBABLE EXTREMELY IMPROBABLE PARAMETER Kemungkinan terjadi 1-2 hari sekali Kemungkinan terjadi beberapa kali dalam sebulan Kemungkian terjadi sekali dalam beberapa bulan Kemungkinan terjadi sekali dalam 3 tahun Kemungkinan terjadi kurang dari 3 tahun sekali VALUE 4. Penilaian resiko dinyatakan dengan indeks resiko keselamatan (safety risk index) yang merupakan perpaduan antara risk severity dan risk probability, yang ditentukan sebagaimana tercantum pada tabel berikut : Risk severity Risk probeeilrty Catastrophic Hazardous Major Minor Negligible A B c D E Frequent 5 5A 5B 5C Occasional 4 4A 4B Remote 3 3A ::t l 4D 41:: 3C 3D 3E Imixobafcle? 2A /A: 2C 2D 2E Extremely. Inipiobubte ' 1/ 1B 1C 1D t J 1E

45 5. Risk Index dibagi dalam 3 (tiga) kriteria yaitu : a. Resiko dapat di terima (acceptable) yaitu kondisi dimana resiko tidak menimbulkan dampak pada keselamatan yang digambarkan dengan warna hijau. b. Resiko dapat diterima dengan tindakan perbaikan (acceptable based on risk mitigation) yaitu kondisi dimana resiko yang menimbulkan dampak pada keselamatan akan tetapi dapat diterima dengan adanya tindakan perbaikan yang digambarkan dengan warna kuning. c. Resiko tidak dapat diterima (unacceptable) yaitu kondisi dimana resiko dapat menimbulkan dampak pada keselamatan yang digambarkan dengan warna merah. TolarafcMty daicriptfon Mu Suggo»/*d criteria 5A, 5B, 5C, laucuttplom: under trie 4A 4 B 3 A ei'swtg circumstances \ Toterablfl ration 50, 5E, 4C, 4D. 4E )B, :C, 3D, 7A, 2B, ZC, 1A Ai^uplublB bdaod on rts* mitlrjslkiri It may require management d»«bhin 3E, 2D, 2E, 1B, 1C, 10, 1E AccafitBtile DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc. suai aslinya IAN HUKUM & /(IV/a) '

46 No. I. Bidang ATS Sertifikat a. Penyelenggara Pelayanan Lalu Lintas Penerbangan b. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bidang ATS Manual Operasi SOP ATS Unit Kriteria Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Lampiran II.B Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 PANDUAN PENILAIAN RESIKO Hazard Risk Risk Index Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi Penurunan tingkat pelayanan Pelayanan tidak memenuhi jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas pelayanan. Terdapat sebagian persyaratan penyelenggaraan diklat yang tidak memenuhi. Penyelenggaraan Diklat tidak memenuhi Efektifitas kegiatan penyelenggaraan diklat dan Mutu Penyelenggaran diklat kurang sempuma. Tidak diklat terpenuhinya mutu penyelenggaraan Terdapat sebagian persyaratan manual operasi yang tidak memenuhi Tidak Terdapat Manual operasi dalam memberikan pelayanan Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi panduan dalam pemberian pelayanan Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan

47 6 8 Prosedur Pelayanan ATS Unit ( pelaksanaan SOP ATS Unit) Tidak Sesuai SOP Pemberian pelayanan yang tidak sesuai. Fasilitas ATS Unit Sesuai Personel ATS Tidak Sesuai memenuhi Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan Tidak dapat memberikan pelayanan Organisasi ATS Tidak memenuhi personil Ada lengkap Tidak memenuhi persyaratan personel ATS Tidak tersedia personel ATS Ada, tidak lengkap Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana Tidak tersedia organisasi ATS Penyimpanan Dokumen Ada lengkap Ada dengan catatan TPM (Training Procedure Manual) Ada, Lengkap Tidak tersedia Penyimpanan Dokumen Ada, Tidak Lengkap Terdapat sebagian persyaratan TPM yang tidak memenuhi Tidak Terdapat TPM jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Penurunan tingkat pelayanan pelayanan ATS Unit Penurunan tingkat pelayanan pelayanan ATS Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi pelaksana dan penanggung jawab organisasi. Dokumentasi tidak ada. menurunnya jaminan mutu penyelenggaraan diklat jaminan mutu penyelenggaraandiklat

48 10 Course Ware 11 Fasilitas Diklat 12 Personel Penyelenggara Diklat 13 Organisasi diklat ATS Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Lengkap Kurang Lengkap Memenuhi Tidak memenuhi (kurang) personil Ada Ada, tidak lengkap Terdapat sebagian Penyelenggaraan diklat yang tidak memiliki panduan panduan dalam pemberian pelayanan Tidak memenuhi sebagian persyaratan penyelenggaraan diklat Tidak memenuhi persyaratan penyelenggaraan diklat Tidak memenuhi persyaratan personel penyelenggaraan diklat Tidak tersedia personel penyelenggaraan diklat Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana Tidak tersedia organisasi Penyelenggara Diklat Menurunnya jaminan mutu penyelenggaraan diklat jaminan mutu penyelenggaraan diklat Penurunan mutu penyelenggaraan diklat Tidak terpenuhinya mutu penyelenggaraan diklat Penurunan mutu penyelenggaraan diklat Tidak dapat menyelenggarakan diklat Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi diklat ATS pelaksana dan penanggung jawab organisasi diklat ATS

49 No. Bidang II. CNS 1. Sertifikat a. Penyelenggara Pelayanan Telekomunikasi Penerbangan b. Penyelenggara Pendidikan dan Pelatihan bidang CNS c. Penyelengara Kalibrasi Fasilitas Penerbangan 2. Manual Operasi Unit Pelayanan 3. SOP Fasilitas Telekomunikasi Penerbangan Kriteria Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Hazard Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi. Pelayanan tidak memenuhi Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi. Pelayanan tidak memenuhi Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi. Pelayanan tidak memenuhi Terdapat sebagian persyaratan manual operasi yang tidak memenuhi. Tidak Terdapat Manual operasi dalam memberikan pelayanan Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Risk Penurunan tingkat pelayanan jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas pelayanan. Penurunan tingkat pelayanan jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas pelayanan. Penurunan tingkat pelayanan jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas pelayanan. menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Risk Index

50 4. Pelaksanaan SOP Fasilitas Telekomunikasi Penerbangan SOP Pelaksanaan kalibrasi fasilitas penerbangan 6. Pelaksanaan SOP Pelaksanaan kalibrasi fasilitas penerbangan 7. SOP Pemeliharaan dan Perbaikan Fasilitas Pengamanan 8. Pelaksanaan SOP Pemeliharaan dan Perbaikan Fasilitas Pengamanan 9. SOP Pelaksanaan Groundcheck 0. Pelaksanaan SOP Groundcheck Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Pemberian pelayanan yang tidak sesuai. Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Pelaksanaan kalibrasi fasilitas penerbangan yang tidak sesuai. Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Pelaksanaan pemeliharaan dan perbaikan yang tidak sesuai. Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Pelaksanaan Ground Check yang tidak sesuai jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan.

51 11. Penyimpanan Dokumentasi 12. SOP Pelaporan 13. Pelaksanaan SOP Pelaporan 14. SOP Prosedur Keamanan Fasilitas Telekomunikasi Penerbangan.5. Pelaksaan SOP Prosedur Keamanan Fasilitas Telekomunikasi Penerbangan Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Pelaksanaan pelaporan yang tidak sesuai Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Prosedur pelaksanaan keamanan fasilitas Telekomunikasi Penerbangan yang tidak sesuai Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan.

52 16. SOP Perubahan Pelayanan 17. Pelaksanaan SOP Perubahan Pelayanan Euidance: Log Book Teknisi 18. SOP Penanganan Gangguan Pelayanan 19. Pelaksanaan SOP Penanganan Gangguan Pelayanan Euidance: Log Book Teknisi 20. Fasilitas Komunikasi Penerbangan a. AFS b. AMS Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Tidak Sesuai. Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Pelaksanaan Perubahan Pelayanan yang tidak sesuai. Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Pelaksanaan Penanganan Gangguan yang tidak sesuai. Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan Tidak dapat memberikan pelayanan Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. Penurunan tingkat pelayanan pelayanan komunikasi penerbangan Penurunan tingkat pelayanan

53 c. Broadcast 21. Fasilitas Alat Bantu Navigasi Penerbangan 22. Fasilitas Pengamatan Penerbangan 23. Personel CNS 24. Organisasi CNS!5. TPM (training prosedure manual) Tidak Ada Sesuai Tidak Sesuai Tidak Ada Sesuai Tidak Sesuai Tidak Ada Sesuai Tidak Sesuai Tidak Ada memenuhi tidak memenuhi tidak ada personil Ada Ada, Tidak lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Tidak dapat memberikan pelayanan Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan Tidak dapat memberikan pelayanan Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan Tidak dapat memberikan pelayanan Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan Tidak dapat memberikan pelayanan Tidak memenuhi persyaratan personel CNS (jumlah, rating, dll) Tidak tersedia personel CNS Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana Tidak tersedia organisasi CNS Terdapat sebagian persyaratan TPM yang tidak memenuhi. pelayanan komunikasi penerbangan Penurunan tingkat pelayanan pelayanan komunikasi penerbangan Penurunan tingkat pelayanan pelayanan navigasi penerbangan Penurunan tingkat pelayanan pelayanan pengamatan penerbangan Penurunan tingkat pelayanan pelayanan CNS Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi CNS pelaksana dan penanggung jawab organisasi Menurunnya jaminan mutu penyelenggaraan diklat

54 26. Course Ware 27 Fasilitas diklat 28 Personel Penyelnggaraan Diklat 29. Organisasi diklat 30. Pemeliharaan sistem kalibrasi penerbangan 31. Prosedur jaminan kualitas Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai Tidak Sesuai Memenuhi Tidak memenuhi tidak ada personil Ada Ada, tidak lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Ada, Lengkap Tidak Terdapat TPM Terdapat sebagian Penyelenggaraan diklat yang tidak memiliki panduan panduan dalam pemberian pelayanan Tidak memenuhi persyaratan fasilitas penunjang diklat Tidak dapat menyelenggarakan diklat Tidak memenuhi persyaratan personel tenaga pengajar Tidak tersedia personel pengajar Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana Tidak tersedia organisasi Penyelenggara Diklat CNS Terdapat sebagian SOP Pemeliharaan dan Perbaikan sistem kalibrasi penerbangan yang tidak memenuhi panduan dalam pemberian pelayanan jaminan mutu penyelenggaraan diklat Menurunnya jaminan mutu penyelenggaraan diklat jaminan mutu penyelenggaraan diklat Penurunan tingkat penyelenggaraan diklat Tidak dapat menyelenggarakan diklat Penurunan tingkat pelayanan pendidikan pelayanan pendidikan Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi diklat CNS pelaksana dan penanggungjawab organisasi diklat CNS Penurunan tingkat pelayanan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan

55 32. Fasilitas penunjang kalibrasi (alat ukur, test bed) Ada, Tidak Lengkap Sesuai Tidak Sesuai SSir^r^ri!!"- kualitas yang tidak memenuhi 7^^*^^^. panduan dalam pemberian pelayanan jaminan keselamatan penyelengg araan pelayanan sesuai dengan Tidak memenuhi fasilitas penunjang kalibrasi Tidak memiliki fasilitas penunjang kalibrasi Penurunan tingkat penyelenggaraan kalibras Tidak terpenuhinya penyelenggaraan kalibra

56 No. III. Bidang Bidang AIS Sertifikat a. Penyelenggara Penyelenggara Pelayanan Informasi Aeronautika Bandar Udara b. Penyelengara Diklat bidang Pelayanan Informasi Aeronautika c. Penyelenggara Pelayanan TAM d. Penyelenggara Pelayanan Penerbangan Peta Manual Operasi Kriteria Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Hazard Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi. Pelayanan tidak memenuhi Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi. Pelayanan tidak memenuhi Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi. Pelayanan tidak memenuhi Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi. Pelayanan tidak memenuhi Terdapat sebagian persyaratan manual operasi yang tidak Risk Penurunan tingkat pelayanan jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas pelayanan. Penurunan tingkat pelayanan jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas pelayanan. Penurunan tingkat pelayanan jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas pelayanan. Penurunan tingkat pelayanan jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas pelayanan. Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Risk Index

57 3 SOP Pelayanan Informasi Aeronautika Bandar Udara memenuhi. Tidak Terdapat Manual operasi jaminan keselamatan 1 dalam memberikan pelayanan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan 1 Ada, Lengkap - Ada, Tidak Lengkap 4 SOP Pelayanan TAM Ada, Lengkap - 5 SOP Pelayanan Informasi Aeronautika dan Peta Penerbangan 6 Prosedur Pelayanan TAM 7 Prosedur Pelayanan Informasi Aeronautika Bandar Udara Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Ada, Tidak Lengkap Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Ada, Lengkap - Ada, Tidak Lengkap Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Sesuai SOP - Tidak Sesuai SOP - Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan - Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan ^ jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan - Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan - Pemberian pelayanan yang tidak sesuai. jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Sesuai SOP

58 - Tidak Sesuai SOP Pemberian pelayanan yang tidak sesuai. 8 Prosedur Pelayanan TAM Sesuai SOP - Tidak Sesuai SOP Pemberian pelayanan yang tidak sesuai. 9 Prosedur Pelayanan Informasi Aeronautika dan Peta Penerbangan Sesuai SOP - Tidak Sesuai SOP Pemberian pelayanan yang tidak sesuai. 10 Fasilitas Pelayanan Informasi Aeronautika Bandar Udara Sesuai - Tidak Sesuai Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan 11 Fasilitas Pelayanan TAM Tidak dapat memberikan pelayanan Sesuai - Tidak Sesuai Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan 12 Fasilitas Pelayanan Informasi Aeronautika dan Peta Penerbangan Tidak dapat memberikan pelayanan Sesuai - Tidak Sesuai Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan 13 Personel AIS Memenuhi - Tidak dapat memberikan pelayanan Tidak memenuhi Tidak memenuhi persyaratan personel AIS jaminan keselamatan m penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan - jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan - Penurunan tingkat pelayanan pelayanan Informasi Aeronautika 1 Bandar Udara - Penurunan tingkat pelayanan pelayanan TAM - Penurunan tingkat pelayanan pelayanan Informasi Aeronautika 1 dan Peta Penerbangan - Penurunan tingkat pelayanan

59 - personil 14 Organisasi AIS Ada - 15 Penyimpanan Dokumentasi 16 TPM (Training Procedure Manual) Ada, tidak lengkap Tidak tersedia personel AIS pelayanan AIS Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana - Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi ^^^ Tidak tersedia organisasi AIS pelaksana dan penanggung jawab organisasi Ada, Lengkap - Ada, Tidak Lengkap Terdapat sebagian Pelayanan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. Tidak Ada panduan dalam pemberian pelayanan Ada, Lengkap - Ada, Tidak Lengkap Terdapat sebagian persyaratan TPM yang tidak memenuhi. - Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Menurunnya jaminan mutu penyelenggaraan diklat 17 Course Ware Ada, Lengkap - Tidak Terdapat TPM jaminan mutu penyelenggaraan Ada, Tidak Lengkap 18 Fasilitas Dilkat Lengkap - Terdapat sebagian Penyelenggaraan diklat yang tidak memiliki panduan panduan dalam pemberian pelayanan Kurang Lengkap Tidak memenuhi sebagian persyaratan penyelenggaraan diklat diklat - Menurunnya jaminan mutu penyelenggaraan diklat jaminan mutu penyelenggaraan 1 diklat - 1

60 19 Personel Penyelenggaraan Diklat 20 Organisasi diklat Pelayanan Informasi Aeronautika Tidak memenuhi persyaratan penyelenggaraan diklat Memenuhi - Tidak memenuhi personil Tidak memenuhi persyaratan personel penyelenggaraan diklat Tidak tersedia personel penyelenggaraan diklat Ada - Ada, tidak lengkap Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana Tidak tersedia organisasi Penyelenggara Diklat Tidak terpenuhinya mutu penyelenggaraan diklat - Penurunan mutu penyelenggaraan diklat Tidak dapat menyelenggarakan diklat - Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi diklat Pelayanan Informasi Aeronautika pelaksana dan penanggung jawab organisasi diklat Pelayanan Informasi Aeronautika

61 TPM 8 Courseware Fasilitas Penunjang Diklat 10 Personel Penyelenggaraan Diklat 1 1 Organisasi Diklat Ada, tidak lengkap Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana Tidak tersedia organisasi PANS- OPS Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi pelaksana dan penanggung jawab organisasi Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Lengkap Kurang Lengkap Memenuhi tidak memenuhi (kurang) tidak ada personil Ada Ada, tidak lengkap Terdapat sebagian persyaratan TPM yang tidak memenuhi. Tidak Terdapat TPM Terdapat sebagian Penyelenggaraan diklat yang tidak memiliki panduan panduan dalam pemberian penyelenggaraan diklat Tidak memenuhi sebagian persyaratan penyelenggaraan diklat Tidak memenuhi persyaratan penyelenggaraan diklat Tidak memenuhi persyaratan personel penyelenggaraan diklat Tidak tersedia personel penyelenggaraan diklat Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana Menurunnya jaminan mutu penyelenggaraan diklat jaminan mutu penyelenggaraan diklat Menurunnya jaminan mutu penyelenggaraan diklat jaminan mutu penyelenggaraan diklat Penurunan mutu penyelenggaraan diklat Tidak terpenuhinya mutu penyelenggaraan diklat Penurunan mutu penyelenggaraan diklat Tidak dapat menyelenggarakan diklat Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi diklat Tidak tersedia organisasi Penyelenggara Diklat pelaksana dan penanggung jawab organisasi diklat

62 No. IV. Bidang Bidang PANS-OPS Sertifikat Penyelenggara Perancangan Prosedur Penerbangan Manual Operasi SOP Fasilitas Personel PANS-OPS Organisasi Kriteria Ada Ada dengan Catatan Tidak Ada Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai Tidak Sesuai memenuhi tidak memenuhi tidak ada personil Ada Hazard Terdapat pelayanan yang tidak memenuhi. Penyelenggaraan tidak memenuhi Terdapat sebagian persyaratan manual operasi yang tidak memenuhi. Tidak Terdapat Manual operasi dalam memberikan pelayanan Terdapat sebagian Perancangan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Tidak memenuhi kinerja peralatan persyaratan Tidak dapat menyelenggarakan perancangan Tidak memenuhi personel PANS-OPS persyaratan Tidak tersedia personel PANS-OPS Risk Penurunan perancangan tingkat penyelenggaraan jaminan keselamatan dan tidak ada legalitas penyelenggaraan. Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan perancangan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan perancangan sesuai dengan Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan perancangan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan perancangan sesuai dengan Penurunan perancangan tingkat penyelenggaraan penyelenggaraan perancangan Penurunan perancangan tingkat penyelenggaraan penyelenggaraan perancangan Risk Index

63 No. Bidang V. Bidang MET Manual Operasi SOP Pelaksanaan SOP Fasilitas Prosedur Dokumentasi Personel MET Kriteria Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Ada lengkap Ada tidak lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Memenuhi Hazard Terdapat sebagian persyaratan manual operasi yang tidak memenuhi. ^ Tidak Terdapat Manual operasi dalam memberikan pelayanan Terdapat sebagian Perancangan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Pelaksanaan Pelayanan MET yang tidak sesuai. Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan Tidak dapat menyelenggarakan pelayanan Pemberian pelayanan yang tidak sesuai Risk Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. jaminan keselamatan penyelenggaraan perancangan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan. Penurunan tingkat penyelenggaraan pelayanan penyelenggaraan pelayanan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan ^ Risk Index

64 Tidak memenuhi Tidak memenuhi persyaratan personel MET Penurunan tingkat penyelenggaraan pelayanan tidak ada personil Tidak tersedia personel MET penyelenggaraan pelayanan MET 7 Organisasi Ada - Ada, tidak lengkap Sebagian fungsi organisasi tidak terlaksana - Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi Tidak tersedia organisasi MET pelaksana dan penanggung jawab organisasi

65 No. Bidang 2 Bidang SAR VI. Manual Operasi SOP Pelaksanaan SOP Fasilitas Prosedur Dokumentasi Personel SAR Kriteria Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Ada, Lengkap Ada, Tidak Lengkap Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Sesuai Tidak Sesuai Sesuai SOP Tidak Sesuai SOP Memenuhi Hazard Terdapat sebagian persyaratan manual operasi yang tidak memenuhi. Tidak Terdapat Manual operasi dalam memberikan pelayanan Terdapat sebagian Perancangan yang tidak memiliki panduan. memenuhi. panduan dalam pemberian pelayanan Pelaksanaan Pelayanan SAR yang tidak sesuai. Tidak memenuhi persyaratan kinerja peralatan Tidak dapat menyelenggarakan pelayanan Pemberian pelayanan yang tidak sesuai Risk Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Menurunnya jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan perancangan sesuai dengan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Penurunan pelayanan tingkat penyelenggaraan penyelenggaraan pelayanan jaminan keselamatan penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan Risk Index

66 Organisasi Tidak memenuhi personil Ada Ada, tidak lengkap sesuai aslinya ' GIAN HUKUM (.PURNAMA SARI na /(IV/a) Tidak memenuhi personel SAR persyaratan Tidak tersedia personel SAR Sebagian fungsi tidak terlaksana organisasi Tidak tersedia organisasi SAR Penurunan pelayanan tingkat penyelenggaraan penyelenggaraan pelayanan SAR Tidak terpenuhi sebagian tugas dan tanggung jawab organisasi pelaksana dan jawab organisasi penanggung DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc

67 Lampiran III.A Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 FORMAT LAPORAN SEMENTARA (INTERM REPORT) AUDIT [PENYELENGGARA PELAYANAN] [TANGGAL] REFERENSI. TEMUAN REGULASI REKOMENDASI RISK INDEX KETERANGAN Tim Audit Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Ketua Tim Anggota Tim Anggota Tim Tim pendamping dari penyelenggara pelayanan Perwakilan Kantor Pusat Perwakilan lokasi Perwakilan lokasi Mengetahui, (Pimpinan penyelenggara pelayanan) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA i aslinya NHUKUM ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO.M.Sc /(TV/a)

68 8 Lampiran III.C Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 FORMAT BERITA ACARA PELAKSANAAN AUDIT/INSPEKSI/PENGAMATAN/PEMATAUAN PELAYANAN (PENYELENGGARA PELAYANAN) Pada hari tanggal bulan tahun»^nt "'. Pada penyelenggara pelayanan DATA PENYELENGGARA LAYANAN : 1. Nama Lokasi Nomor Tip/Fax/ Jam operasi Jenis Pelayanan Nomor Sertifikat Pelayanan Fasilitas Pelayanan a. Fasilitas Komunikasi b. Fasilitas Navigasi c. Fasilitas Surveillance d. Alat bantu pendaratan e. Fasilitas Listrik f. Fasilitas Tower g. Fasilitas Pengamanan Personil a. Personil ATC b. Personil Komunikasi c. Personil AIS d. Personil CNS e. Personil Listrik f. Personil Pengamanan 9. Type oftraffic permitted 10. Runway Capacity 11. Rata-rata traffic movement/hari (tanggal) telah dilaksanakan inspeksi "I3811 P.ClakSanaan audit/inspeksi/pe"gamatan/pematauan dapat disimpulkan sebagai berikut : Demikianberita acara pelaksanaan audit/inspeksi/pengamatan/pematauan pada (Penyelenggara pelayanan) ini dibuat dengan sebenarnya. pelayanan Ketua tim Pimpinan penyelenggara pelayanan DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc

69 . REFERENSI REGULASI TEMUAN suai aslinya IAN HUKUM ibina /(IV/a) NIP Lampiran III.B Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 FORMAT RENCANA TINDAK LANJUT AUDIT [PENYELENGGARA PELAYANAN] [TANGGAL] REKOMENDASI RENCANA TINDAK LANJUT TARGET WAKTU PENYELESAIAN Tempat, (tanggal) (Pimpinan penyelenggara pelayanan) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc.

70 Lampiran III.E Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal: 3 Agustus 2017 Alur Proses Audit Pra Audit Penetapan jadwal/program audit tahunan oleh Direktur Penetapan jumlah dan komposisitim audit oleh Direktur (30 hari) I Penyampaian jadwal / program audit beserta protokol audit kepada penyelenggara (30 hari) Penyiapan dokumen acuan audit oleh tim audit (30 hari) T Pengarahan ketua tim kepada anggota tim Rapat pembukaan On-site Audit Pelaksanaan audit di lokasi Penyampaian draft laporan sementara kepada penyelenggara 1 Penyusunan draft rencana tindak lanjut oleh penyelenggara Rapat penutupan : 1. Penyampaian laporan sementara audit (interm report) 2. Penandatanganan berita acara pelaksanaan audit I

71 Pasca Audit Penyampaian laporan akhir audit kepada penyelenggara (5 hari) Penyampaian Surat rekomendasi penyempurnaan rencanatindakan lanjut oleh Direktur (10 hari) Sesuai Penyampaian laporan akhir audit dan rencana tindakan lanjut oleh Direktur kepada Kepala Kantor (5 hari) Penyampaian revisi rencana tindakan lanjut oleh penyelenggara pelayanan (10 hari) Dokumentasi dan updating pemenuhan rencana tindakan lanjut kepada Direktur Pelaksanaan Pemantauan Oleh Kantor Otoritas DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr.Ir.AGUS SANTOSO, M.Sc sesuai aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM,-oN ENDAH inama SARI Pembina/(IV/a) IP

72 . FORMAT LAPORAN INSPEKSI DAN RENCANA TINDAK LANJUT [PENYELENGGARA PELAYANAN] [TANGGAL] Lampiran IV.A Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal ; 3 Agustus 2017 ^^^ REFERENSI REGULASI TEMUAN RESIKO REKOMENDASI RISK INDEX CURRENT MITIGASI RENCANA TINDAK LANJUT TARGET WAKTU CURRENT RISK INDEX Tim inspeksi... 1 K etua Tim Anggota Tim Tim pendamping dari penyelenggara pelayanan : ) Perwakilan Lokasi Perwakilan lokasi ) Mengetahui, (Pimpinan penyelenggara pelayanan) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ^/KEPALA [ DIREKTOMfjF jiuai aslinya VN HUKUM ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc. ENDAH PANAMA SARI ^f^^gjfrr^

73 . REFERENSI REGULASI Tim Audit Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Ketua Tim : J-I5; suai aslinya '? KEPALA BAGjAN HUKUM I DIREKTORAT JB. * I PERHUBUNGAN* f ENDAH PURNAMA SARI >^_jf^bina /(IV/a) NIP Lampiran III.D Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 FORMAT LAPORAN AKHIR AUDIT [PENYELENGGARA PELAYANAN] [TANGGAL] TEMUAN REKOMENDASI RISK INDEX KETERANGAN Anggota Tim Anggota Tim Jakarta, (tanggal) (Direktur Navigasi Penerbangan) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc.

74 Lampiran IV.B Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 FORMAT BERITA ACARA PELAKSANAAN AUDIT/INSPEKSI/PENGAMATAN/PEMATAUAN PELAYANAN (PENYELENGGARA PELAYANAN) Padahari tanggal bulan tahun.ty.a!l!? Pada Penyelenggara pelayanan DATA PENYELENGGARA LAYANAN : Nama Lokasi Nomor Tip/Fax/ Jam operasi Jenis Pelayanan Nomor Sertifikat Pelayanan Fasilitas Pelayanan a. Fasilitas Komunikasi b. Fasilitas Navigasi c. Fasilitas Surveillance d. Alat bantu pendaratan e. Fasilitas Listrik f. Fasilitas Tower g. Fasilitas Pengamanan Personil a. Personil ATC b. Personil Komunikasi c. Personil AIS d. Personil CNS e. Personil Listrik f. Personil Pengamanan 9. Type of traffic permitted 10. Runway Capacity 11. Rata-rata traffic movement/hari (tanggal) telah dilaksanakan inspeksi H*8a^lakS^aan audit/inspeksi/pengamatan/pematauan dapat disimpulkan sebagai berikut: Demikian berita acara pelaksanaan audit/inspeksi/pengamatan/pematauan pada (Penyelenggara pelayanan) ini dibuat dengan sebenarnya. pelayanan Ketua tim Pimpinan penyelenggara pelayanan DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc. sesuai aslinya AGIAN HUKUM 3URNAMA SARI Benifcina /(IV/a)

75 Lampiran IV.C Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal: 3 Agustus 2017 Alur Proses Inspeksi Penetapan jadwal/program inspeksi oleh Kepala Kantor Pra Inspeksi Penetapan jumlah dan komposisi tim inspeksi oleh Kepala Kantor (2 hari) I Penyiapan dokumen acuan inspeksi oleh tim (2hari) Pengarahan ketua tim kepada anggota tim (1 hari) Penyampaian rencana pelaksanaan inspeksi (1 hari) Rapatpembukaan On-Site Inspeksi Pelaksanaaninspeksi di lokasi I Penyampaian draft laporan inspeksi kepada penyelenggara I Penyusunan draft rencana tindak lanjut oleh penyelenggara Rapatpenutupan : 1. penyampaian laporan inspeksi dan 2. penandatanganan berita acara pelaksanaan inspeksi 3. penyampaian rencana tindak lanjut oleh penyelenggara

76 i Pasca Inspeksi ' Penyampaian laporan inspeksi oleh kantor otoritas kepada Direktur Jenderal Up Direktur (3 hari) i Dokumentasi dan updating pemenuhan rencana tindakan lanjut oleh Kantor Otoritas pemantauan rencana tindakan lanjut oleh kantor otoritas setelah 6 bulan i? Penyampaian laporan pemantauan rencana lanjut oleh Kantor Otoritas kepada Direktur Jenderal Up. Direktur J DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr.Ir AGUS SANTOSO.MSc N T fc-, Salman sesuai aslinya KEPALA^BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JF<TTi i PERHUBUNGAN UDAR ENDAH PURNAMA SARI Pembina /(IV/a) NIP

77 . Lampiran V.A Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 FORMAT LAPORAN PENGAMATAN (SURVEILLANCE) DAN RENCANA TINDAK LANJUT [PENYELENGGARA PELAYANAN] [TANGGAL] REFERENSI TEMUAN RESIKO REKOMENDASI REGULASI RISK INDEX CURRENT MITIGASI RENCANA TINDAKLANJUT TARGET WAKTU CURRENT RISK INDEX Tim Pengamatan Ketua Tim Anggota Tim Tim pendamping dari penyelenggara pelayanan : Perwakilan Lokasi Perwakilan lokasi Mengetahui, (Pimpinan penyelenggara pelayanan) DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA.an sesuai aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM '~ &3MtMUip_ ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc. ENDAH PURNAMA SARI Pembina /(IV/a) P

78 Lampiran V.B Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 FORMAT BERITA ACARA PELAKSANAAN AUDIT/INSPEKSI/PENGAMATAN/PEMATAUAN PELAYANAN (PENYELENGGARA PELAYANAN) Padahari tanggal bulan tahun pelayanan pada penyelenggara pelayanan DATA PENYELENGGARA LAYANAN : 1. Nama 2. Lokasi 3. Nomor Tip/Fax/ 4. Jam operasi 5. Jenis Pelayanan 6. Nomor Sertifikat Pelayanan 7. Fasilitas Pelayanan a. Fasilitas Komunikasi b. Fasilitas Navigasi c. Fasilitas Surveillance d. Alat bantu pendaratan e. Fasilitas Listrik f. Fasilitas Tower g. Fasilitas Pengamanan 8. Personil a. Personil ATC b. Personil Komunikasi c. Personil AIS d. Personil CNS e. Personil Listrik f. Personil Pengamanan 9. Type oftrafficpermitted 10. Runway Capacity 11. Rata-rata traffic movement/hari (tanggal) telah dilaksanakan inspeksi Hasil pelaksanaan audit/inspeksi/pengamatan/pematauan dapat disimpulkan sebagai berikut : 2 '.'.'.'','."...zzvzvrzzzzvzvz" 3 4 "."!!"".""" Demikianberita acara pelaksanaan audit/inspeksi/pengamatan/pematauan pelayanan Pada (Penyelenggara pelayanan) ini dibuat dengan sebenarnya. Ketua tim Pimpinan penyelenggara pelayanan DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir. AGUS SANTOSO, M.Sc. sesuai aslinya BAGIAN HUKUM RNAMA SARI ^/(IV/a) J9&3$7&

79 Lampiran V.C Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor : KP 182 Tahun 2017 Tanggal : 3 Agustus 2017 Alur Proses Pengamatan (survillence) Pra Pengamatan Justifikasi (indikasi penyimpangan, laporan masyarakat, incident navigasi penerbangan) Penetapan jumlah dan komposisi tim pengamatan oleh Kepala Kantor (5 hari) Penyiapan dokumen acuan pengamatan oleh tim (3 hari) Penyampaian rencana pelaksanaan pengamatan (3 hari) Pengarahan ketua tim kepada anggota tim (1 hari) Rapatpembukaan On-site Pengamatan Pelaksanaan pengamatan di lokasi Penyampaian draft laporan pengamatan kepada penyelenggara Penyusunan draft rencana tindak lanjut oleh penyelenggara Rapat penutupan : 1. penyampaian laporan pengamatan dan 2. penandatanganan berita acara pelaksanaan pengamatan 3. penyampaian rencana tindak lanjut oleh penyelenggara

80 Pasca Pengamatan Penyampaian laporan pengamatan oleh Kepala Kantor kepad a Direktur Jenderal Up Direktur (3 hari) Dokumentasi dan updating pemenuhan rencana tindakan lanjut oleh Kepala Kantor pemantauan rencana tindakan lanjut oleh Kepala Kantor setelah 6 bulan I Penyampaian laporan pemantauan rencana lanjut oleh Kepala Kantor kepad a Direktur Jenderal Up.Direktur DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Dr. Ir AGUS SANTOSO, MSc Salinan sesuai aslinya KEPALA BAGIAN HUKUM DIREKTORAT JE^i**-^^ PERHUBW0Afi^3iZ3y ^^. ENDAH PURNAMA SARI ^"J^lf^mbina/(IV/a) HP

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana

mengenai kewenangan Inspektur Navigasi Penerbangan dalam melaksanakan pengawasan; bahwa dalam melaksanaan pengawasan sebagaimana KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat JF.NUERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 429 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PENGAWASAN INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KPP430 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN INSPEKTUR NAVIGASI

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1773, 2015 KEMENHUB. Pengoperasian Sistem. Pesawat Udara. Tanpa Awak. Ruang Udara. Dilayani Indonesia. Pengendalian. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 180 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN 175-04 (MANUAL OF STANDARD PART

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.759, 2016 KEMENHUB. Navigasi Penerbangan. Penyelenggaraan. Pengalihan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 43 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 143 (CIVIL AVIATION SAFETY REGULATIONS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 030 TAHUN 2018 TENTANG TIM PERSIAPAN DAN EVALUASI PENYELENGGARAAN PELAYANAN NAVIGASI

Lebih terperinci

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1509, 2016 KEMENHUB. Pelayanan Informasi Meteorologi Penerbangan. Bagian 174. Peraturan Keselamatan Penerbangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent No.689, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Sistem Tanpa Awak. Pesawat Udara. Pengendalian. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirf.ktorat.tenderal PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :KP 90 TAHUN 2014 TENTANG PFTUNJUK TEKNIS PEMBERIAN PERSETUJUAN PERANCANGAN PROSEDUR PENERBANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 47 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 180 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDAR,A PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG APRON MANAGEMENT SERVICE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.723, 2015 KEMENHUB. Pesawat Udara. Tanpa Awak. Ruang Udara. Indonesia. Pengoperasian. Pengendalian. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 90 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 568 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 568 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 568 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGAWASAN KESELAMATAN PENERBANGAN UNTUK INSPEKTUR NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2012 tentang KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : INST 001 TAHUN 2017 TENTANG PENINGKATAN KEWASPADAAN DALAM MENGHADAPI MUSIM HUJAN DAN

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2001, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Pemerintah Nomor No.1212, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pelanggaran Bidang Penerbangan. Pengenaan Sanksi Administratif. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 78 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN

NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DTREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 TENTANG PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN KAWASAN PELATIHAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PM 22 TAHUN 2015 TENTANG PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN OLEH KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG MENTERl PERHUBUNGAN «REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERl PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 44 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 173 (CIVIL AVIATION SAFETYREGULATION

Lebih terperinci

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Presiden Nomor 47

2016, No Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4075); 3. Peraturan Presiden Nomor 47 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1823, 2016 KEMHUB. Inspektur Penerbangan. Inspector Training System (ITS). Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 144 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART 170-04)

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1155, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Prosedur Investigasi Kecelakaan dan Kejadian Serius Pesawat Udara Sipil. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 830. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi,

2 Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.424, 2015 BMKG. Informasi Cuaca. Penerbangan. Pengawasan. Pelaksanaan PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2015 KEMENHUB. Inspector Training System. Inspektur Penerbangan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 118 TAHUN 2015 TENTANG INSPECTOR TRAINING

Lebih terperinci

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/ 69/11 /2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 313 ayat 3 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA ^ PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 30 TAHUN 2015 TENTANG PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF TERHADAP PELANGGARAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1350, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Keselamatan Penerbangan Sipil. Bagian 174. Peraturan. Pelayanan Informasi Metereologi Penerbangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :SKEP/69/11/2011 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor No.1098, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Sistem Manajemen Keselamatan. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 19. Pencabutan. MENTERI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR denderal PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 237 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR denderal PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 237 TAHUN 2014 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR denderal PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 237 TAHUN 2014 TENTANG PETUNdUK TEKNIS INSPEKTUR NAVIGASI PENERBANGAN {STAFF INSTRUCTION

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 25 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 25 TAHUN 2014 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 25 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

(AERONAUTICAL TELECOMMUNICATION SERVICE PROVIDERS)

(AERONAUTICAL TELECOMMUNICATION SERVICE PROVIDERS) MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 48 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 57 TAHUN 2011 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012 PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956); KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Jakarta 10110 KotakPosNo. 1389 Jakarta 10013 Telepon : 3505550-3505006 (Sentral) Fax:3505136-3505139 3507144 PERATURAN

Lebih terperinci

^PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS DAN PROSEDUR

^PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS DAN PROSEDUR KEMENTERIAN PERHUBUNGAN nirektorat.ienderal PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : KP 85 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Jalan Merdeka Barat No. 8 Telepon : 3505550-3505006 Fax.: 3505136-3505139 ^^ Jakarta 10110 (Sentral) 3507144 ^M Kotak Pos No. 1389 Jakarta

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan No.1105, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Standar Kesehatan dan Sertifikasi Personel Penerbangan. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 67. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.741, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Stasiun Penerbangan. Sertifikasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 59 TAHUN 2016 TENTANG SERTIFIKASI STASIUN PENERBANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan. No.777, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 98 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 301 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 301 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 301 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL BAGIAN 69-05 (ADVISORY CIRCULAR PART

Lebih terperinci

2016, No Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Publication (AIP)) Indonesia secara elektronik; d. bahwa berdasarkan pertimbangan seb

2016, No Informasi Aeronautika (Aeronautical Information Publication (AIP)) Indonesia secara elektronik; d. bahwa berdasarkan pertimbangan seb No.1250, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Navigasi Penerbangan. Publikasi Informasi Aeronautika. Perizinan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 99 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PH 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN OPERASI IREGULER BANDAR UDARA (AIRPORT JRREGULAR OPERATION)

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang No.1490, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. BBKFP. Orta. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 122 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI BESAR

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 231 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN INDIKATOR KINERJA KESELAMATAN (SAFETYPERFORMANCE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 60 TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1384, 2017 KEMENHUB. Organisasi Pusat Pelatihan Perawatan Pesawat Udara. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 147. Pencabutan. MENTERI PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA \ %w Jalan Merdeka Barat No. 8 Telepon : 3505550-3505006 Fax.: 3505136-3505139 Jakarta 10110 (Sentral) 3507144 ^w KotakPosNo. 1389 Jakarta

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.695, 2016 KEMENHUB. Tatanan Navigasi Penerbangan Nasional. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 55 TAHUN 2016 TENTANG TATANAN NAVIGASI PENERBANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1306, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pesawat Udara. Rusak. Bandar Udara. Pemindahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM.128 TAHUN 2015 TENTANG PEMINDAHAN PESAWAT

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1Tahun 2009 tentang Penerbangan

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1Tahun 2009 tentang Penerbangan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 036 TAHUN 2018 TENTANG TIM VERIFIKASI DATA SECONDARY SURVEILLANCE RADAR (SSR) MODE

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 99 TAHUN 2016 TENTANG PERIZINAN DI BIDANG NAVIGASI PENERBANGAN DAN PUBLIKASI INFORMASI AERONAUTIKA (AERONAUTICAL

Lebih terperinci

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.561, 2014 KEMENHUB. Penetapan. Biaya. Navigasi Penerbangan. Formulasi. Mekanisme. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG PENGECUALIAN (EXEMPTIONS} DARI KEWAJIBAN PEMENUHAN STANDAR KESELAMATAN, KEAMANAN DAN

Lebih terperinci

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata

b. bahwa dalam rangka memberikan pedoman terhadap tata KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORATJENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 83 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014

NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR: PM 17 TAHUN 2014 TENTANG FORMULASI DAN MEKANISME PENETAPAN BIAYA PELAYANAN JASA NAVIGASI PENERBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahu

2015, No Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.687, 2015 KEMENHUB. Penerbangan Sipil. Kewajiban. Standar. Keselamatan, Keamanan dan Pelanan. Pengecualian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti

kegiatan angkutan udara bukan niaga dan lampirannya beserta bukti -3-1.26. 1.27. 1.28. 1.29. 1.30. 1.31. 1.32. 1.33. 1.34. 1.35. 1.36. 1.37. 1.38. Perusahaan angkutan udara asing dan badan usaha angkutan udara yang melaksanakan kerjasama penerbangan pada rute luar negeri

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1123, 2014 KEMEN KP. Pengawasan. Intern. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PERMEN-KP/2014 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN

Lebih terperinci

SKEP /40/ III / 2010

SKEP /40/ III / 2010 SKEP /40/ III / 2010 PETUNJUK DAN TATA CARA PELAPORAN KEJADIAN, KEJADIAN SERIUS DAN KECELAKAAN DI BANDAR UDARA BAGIAN 139-04 (ADVISORY CIRCULAR PART 139 04, INCIDENT, SERIOUS INCIDENT, AND ACCIDENT REPORT)

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 019 TAHUN 2018 TENTANG TIM EVALUASI UPDATING PUBLIKASI INFORMASI AERONAUTIKA (AIP)

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara No.662, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. STPI. ORTA. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 31 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN.

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW.01.01 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI

Lebih terperinci

2 Menetapkan : 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana diubah terakhir dengan Peratura

2 Menetapkan : 3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana diubah terakhir dengan Peratura BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1255, 2014 KEMENHUB. Jasa. Navigasi Penerbangan. Pelayanan. Biaya. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 33 TAHUN 2014 TENTANG BIAYA PELAYANAN JASA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1332, 2014 KEMENHUB. Kantor Unit. Penyelenggara Bandar Udara. Tata Kerja. Organisasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMORPM 40 TAHUN 2014

Lebih terperinci

LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-5/PJ/2011 TENTANG : AUDIT INTERNAL TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-5/PJ/2011 TENTANG : AUDIT INTERNAL TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI LAMPIRAN SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : SE-5/PJ/2011 TENTANG : AUDIT INTERNAL TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI Pedoman Audit Internal Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.715, 2015 KEMENHUB. Penerbangan Sipil Bagian 129. Peraturan Keselamatan. Validasi. Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM

Lebih terperinci

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan

Seseorang dapat mengajukan Perancangan Prosedur Penerbangan PROSES PENGESAHAN PERANCANGAN PROSEDUR PENERBANGAN INSTRUMEN 1. Referensi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamtan Penerbangan Sipil Bagian 173 (Civil Aviation

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 173 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 173 TAHUN 2013 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 173 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI PENYELENGGARA KALIBRASI FASILITAS NAVIGASI PENERBANGAN

Lebih terperinci

Udara Jenderal Besar Soedirman di

Udara Jenderal Besar Soedirman di KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 154 TAHUN 2017 TENTANG TIM PELAKSANA PERCEPATAN PENGOPERASIAN BANDAR UDARA JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENGAJUAN DAN PERSETUJUAN RENCANA INVESTASI PERUSAHAAN UMUM LEMBAGA PENYELENGGARA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.362, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Balai Besar. Kalibrasi Fasilitas Penerbangan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 16

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa untuk mewujudkan pengawasan tersebut dalam huruf b, diperlukan peran Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsio

2015, No c. bahwa untuk mewujudkan pengawasan tersebut dalam huruf b, diperlukan peran Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsio BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1728, 2015 KEMENKEU. Anggaran. Bendahara Umum Negara. Pelaksanaan. Pengawasan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 204/PMK.09/2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.669, 2017 KEMENHUB. Rencana Investasi Perusahaan Umum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia. Pengajuan dan Persetujuan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 220 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 220 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 220 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP 93 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS OPERASIONAL PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 473 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 473 TAHUN 2012 TENTANG nphhnmp KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 473 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.06/2014 TENTANG PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.06/2014 TENTANG PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150/PMK.06/2014 TENTANG PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 695 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN TENAGA PERBANTUAN PENERBANG DAN TEKNISI PESAWAT UDARA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 580 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 580 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 580 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya d

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya d No.205, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERHUBUNGAN. Lalu Lintas. Angkutan Jalan. Keselamatan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6122) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1211, 2017 KEMENHUB. Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 65. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 75 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 39 / III / 2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 39 / III / 2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 39 / III / 2010 TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PERATURAN KESELAMATAN PENERBANGAN SIPIL BAGIAN 139-02 PEMBUATAN PROGRAM PENGELOLAAN KESELAMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 128 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 128 TAHUN 2017 TENTANG KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR :. 128 TAHUN 2017 TENTANG PROGRAM DAN TATA CARA PENGAWASAN DAN INVESTIGASI KESELAMATAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1865, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Bandar Udara. Operasi Iraguler. Penaganan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 190 TAHUN 2015 TENTANG MANAJEMEN PENANGANAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK 7 TAHUN 2015 TENTANG INSPEKTUR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN PADA KECELAKAAN PESAWAT UDARA BADAN SAR NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.822, 2017 KEMENLU. Pengawasan Intern. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN INTERN DI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotis BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.88. 2016 KEMENLH-KEHUTANAN. Pengawasan Intern. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.83/MENLHK-SETJEN/2015

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan opel asi.:,r.al guna mewujudkan keselamatan, kearnana/l dan pelay'3!1an penerbangan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.20/MEN/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2014, 2014 KEMEN ESDM. Sistem Manajemen. Keselamatan. Pertambangan. Mineral dan Batubara. Penerapan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci