Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010"

Transkripsi

1 i Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2010 Herwin Mopangga NRP. H

3 ABSTRACT HERWIN MOPANGGA. Analysis of Regional Development Disparity and Economic Growth in the Province of Gorontalo. Under direction of BAMBANG JUANDA and ERNAN RUSTIADI. This study aims to analyze the change of economic structure; development imbalances resulting from the proportional imbalance in GDRP per capita, Human Development Index and Infrastructure Expenditure Ratio; form of relationship development and inequality of economic growth and to provide policy recommendations. The analysis is using Williamson Index, Gini Ratio, Shift- Share, Klassen Typhology and Regression of Unbalanced Panel. The results showed that although growth was lower than the non-agriculture but agriculture is still dominant in the economic structure. Potentially sector and the greatest economic growth occurs in regions of secondary and tertiary sector that have occurred indicate a shift in economic structure in the Province of Gorontalo during the period Pohuwato and Boalemo Regency and Gorontalo Municipality has a competitive economic, including in Quadrant I on matrix typology Klassen (high growth and high income), while Gorontalo Regency and Bone Bolango in the Quadrant III (low growth and low income). Simultaneously and partial, the difference of all independent variable are significant as the main source of inequality. Keyword : Regional Disparity, Economic Growth, Gorontalo

4 RINGKASAN HERWIN MOPANGGA. Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Dibawah bimbingan BAMBANG JUANDA dan ERNAN RUSTIADI. Pembangunan yang dilaksanakan sejauh ini cukup mampu mendorong peningkatan laju pertumbuhan ekonomi, tetapi dalam banyak kasus relatif tidak bisa mengurangi ketimpangan (disparity). Secara umum ketimpangan yang terjadi meliputi ketimpangan pendapatan yang menimbulkan jurang perbedaan (gap) antara orang kaya dan miskin, ketimpangan spasial yang menyebabkan adanya wilayah maju (developed region) dan wilayah tertinggal (underdeveloped region) serta ketimpangan sektoral yang menciptakan sektor unggulan dan non unggulan. Persoalan ketimpangan juga mewarnai proses pembangunan di Indonesia melalui perbandingan kawasan (region) barat dan timur, Jawa dan luar Jawa serta antarwilayah provinsi dan kabupaten kota sebagai daerah otonom. Ketimpangan pembangunan terutama dialami oleh daerah-daerah yang baru mengalami pemekaran. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketimpangan terjadi di provinsi dan kabupaten kota yang baru diantaranya adalah kesenjangan struktural akibat aktivitas perekonomian yang terlalu bertumpu pada sektor-sektor tertentu (biasanya sektor primer; pertanian tradisional), keterbatasan sumber daya yang berimplikasi pada tingginya angka pengangguran dan kemiskinan, rendahnya akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan dan pendidikan yang berdampak pada indeks pembangunan manusia serta jumlah dan kualitas infrastruktur yang buruk karena tidak ditunjang oleh alokasi anggaran yang cukup untuk pembangunan dan pemeliharaan. Pembangunan secara umum dapat diupayakan melalui kenaikan laju pertumbuhan ekonomi atau dengan kata lain tingginya laju pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada perbaikan kesejahteraan dan perekonomian secara keseluruhan. Namun sering terjadi, tingginya laju pertumbuhan ekonomi tidak otomatis mengurangi ketimpangan yang ada. Hal ini pula yang terjadi di Gorontalo. Ketika diresmikan menjadi provinsi pada bulan Februari 2001

5 (dimekarkan dari Provinsi Sulawesi Utara), persoalan ketimpangan pendapatan, spasial dan sektoral sampai saat ini masih jelas terlihat meskipun laju pertumbuhan ekonominya selama kurun waktu sebesar dua persen diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Laju pertumbuhan ekonomi ini juga lebih tinggi dibanding beberapa daerah di kawasan timur Indonesia. Dengan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi tetapi diikuti dengan kondisi ketimpangan yang ada, maka dibutuhkan suatu kajian komprehensif dalam bentuk penelitian ilmiah untuk mengetahui permasalahan sesungguhnya sekaligus memberi solusi yang nantinya bisa digunakan sebagai alternatif kebijakan bagi pemerintah daerah. Penelitian ini bertujuan menganalisis perubahan struktur ekonomi; besarnya ketimpangan pembangunan yang bersumber dari ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur; bentuk hubungan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi serta memberi rekomendasi kebijakan. Menggunakan alat analisis Indeks Williamson, Indeks Gini, Shift-Share, Matriks Tipologi Klassen dan Regresi Unbalanced Panel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhannya lebih rendah dibanding non-pertanian tetapi sektor pertanian masih dominan dalam struktur ekonomi. Sektor yang potensial dan pertumbuhan ekonomi terbesar antarwilayah terjadi di sektor sekunder dan tersier yang mengindikasikan telah terjadi pergeseran struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu Analisis Shift-Share menunjukkan sektor yang potensial dan pertumbuhan ekonomi terbesar pada masing-masing kabupaten kota di tahun 2007 dan 2008 rata-rata terjadi di sektor non-pertanian (sektor sekunder dan tersier) dibandingkan dengan kondisi di tahun Kabupaten Pohuwato, Kota Gorontalo dan Kabupaten Boalemo dari aspek tipologi wilayah memiliki struktur ekonomi yang lebih baik, termasuk dalam Kuadran I pada Matriks Tipologi Klassen (daerah cepat maju dan cepat tumbuh) sedangkan Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango relatif terbelakang (Kuadran III).

6 Secara simultan dan parsial, perbedaan pada PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur signifikan sebagai sumber utama ketimpangan. Secara deskriptif, pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan ketimpangan pembangunan (Indeks Gini). Artinya secara vertikal pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan ketimpangan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas bisa dicapai dengan meningkatkan PDRB perkapita diikuti oleh meningkatnya kualitas sumber daya manusia dan kemudahan dalam mengakses infrastruktur. Kata Kunci : Ketimpangan Pembangunan, Pertumbuhan Ekonomi, Gorontalo

7 Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Herwin Mopangga Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

8 Hak cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

9 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis : Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Nama : Herwin Mopangga NRP : H Program Studi : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) Menyetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Ketua Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Anggota Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS Prof. Dr. Khairil A.Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 18 Januari 2010 Tanggal Lulus :

10 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga sebuah kristalisasi pemikiran dan perenungan intelektual penulis yang diwujudkan dalam bentuk tesis dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul : Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan S2 dan memperoleh gelar Magister Sains dari Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan yang indah ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik selama proses studi maupun dalam penelitian dan penyusunan tesis ini. Kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing sekaligus Ketua Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan dan Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah menyediakan waktu, memberi arahan dan bimbingan sejak proses penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini. Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Gorontalo dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNG atas kesempatan dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Sains di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB). Kepada Pemerintah Provinsi dan kabupaten kota di Gorontalo yang telah memberi data dan informasi terkait penelitian tesis. Kepada Dekan SPs IPB, Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS serta para dosen yang pernah mengasuh mata kuliah selama penulis menempuh studi di PWD-IPB yakni Prof. Dr. Ir. Isang Gonarsyah, Prof. Dr. Hermanto Siregar, M. Sc, Prof. Dr. Akhmad Fauzi, M.Sc, Dr. Setia Hadi, MS, yang juga bertindak sebagai penguji luar komisi, Dr. D. S. Priyarsono, M. Sc, Dr. Yusman H. Syaukat, M. Sc, Dr. Baba Barus, M. Agr, Dr. Lala M. Kolopaking, MS, Dr. Arya Hadi Darmawan, M. Sc, Dr. Sunsun Saefulhakim, M. Agr, Dr. Deddy Budiman Hakim, M. Sc, Ir. Sahat Simanjuntak, M. Sc dan Donny

11 Citra Lesmana, S. Si, M. Sc, penulis berterima kasih atas bekal ilmu yang telah Anda berikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa dan alumni PWD atas segala bentuk solidaritas dan social capital yang telah dibangun selama ini. Kepada rekan-rekan seperjuangan di Asrama Mahasiswa Gorontalo yang telah menjadi keluarga, tempat berbagi suka dan duka selama penulis berada di Bogor. Akhirnya rasa syukur dan kebanggaan yang tidak terhingga penulis persembahkan kepada kedua orang tua, Bapak Umar Mopangga dan Ibu Fatmah Aneta atas doa, pengorbanan dan cinta kasih. Kepada ketiga kakakku (Hery, Heny dan Hendra) yang memberi dukungan moril dan materil. Dengan kerendahan hati, penulis memohon saran dan kritik dari semua pihak demi perbaikan dan kemanfaatan karya ilmiah ini. Bogor, Januari 2010 Herwin Mopangga

12 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gorontalo pada tanggal 24 Maret 1978 dari pasangan Bapak. Umar Mopangga dan Ibu Fatmah Aneta. Penulis merupakan putra bungsu dari empat bersaudara. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Sekolah Dasar di Tobelo Kabupaten Halmahera Utara Provinsi Maluku Utara. Jenjang Sekolah Menengah (SMP dan SMU) diselesaikan di Kota Manado, Sulawesi Utara. Tahun 2002 memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado. Tahun 2005 diangkat menjadi Staf Pengajar Tetap di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo yang sejak tahun 2008 menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Tahun 2007 melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Institut Pertanian Bogor.

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xi xii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Struktur Perekonomian PDRB, PDRB per kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Indikator Pembangunan Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Wilayah Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Penelitian Terdahulu III. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Hipotesis Lokasi dan Waktu Penelitian Desain Penelitian Definisi Operasional Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Uji Hipotesis... 36

14 IV. DESKRIPSI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Geografi Kondisi Demografi Aspek Pemerintahan dan Penanggulangan Kemiskinan Sosial Kemasyarakatan di Provinsi Gorontalo V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Struktur Perekonomian di Provinsi Gorontalo Analisis Shift-Share Tipologi Klassen Ketimpangan Pembangunan dan Sumber Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo Sumber Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo Hasil Analisis Ekonometrika Pembahasan Hubungan Ketimpangan Pembangunan dengan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Rekomendasi Kebijakan VI. PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

15 DAFTAR TABEL Halaman Perbandingan Beberapa Indikator Ekonomi Gorontalo, Sulawesi Utara dan Nasional tahun Perbandingan Indikator Ekonomi Provinsi Gorontalo tahun 2001 dan Matriks Tipologi Klassen... Indikator-Indikator Pembangunan... Operasionalisasi Variabel... Kinerja Arah Penelitian... Tipologi Daerah... Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per- Km2 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo Tahun Jumlah dan Persentase Pengangguran di Provinsi Gorontalo... Nilai Koefisen Analisis Shift-Share di Provinsi Gorontalo ratarata tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo, PDRB Perkapita di Provinsi Gorontalo, Matriks Tipologi Klassen Provinsi Gorontalo, PDRB perkapita dan Indeks Ketimpangan di Provinsi Gorontalo... Perbandingan PDRB, IPM, Kemiskinan, DAU dan DAK Kabupaten/ Kota tahun 2007 di Provinsi Gorontalo... Kondisi Jalan pada Kab/Kota di Provinsi Gorontalo... Jumlah Gedung Sekolah di Provinsi Gorontalo Tahun

16 5.9 Kondisi Ruang Kelas di Provinsi Gorontalo Tahun Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Gorontalo & Provinsi Se- Sulawesi, Tahun Jumlah Puskemas di Provinsi Gorontalo dan Provinsi Se- Sulawesi, Tahun Ringkasan Hasil Penelitian dengan Indeks Williamson... Ringkasan Hasil Penelitian dengan Indeks Gini... Ikhtisar Uji Durbin Watson... Pengujian Overall ANAVA dengan Uji F-statistik... Ringkasan Pengujian Parsial dengan Uji t-statistik... Ringkasan Nilai Koefisien Determinasi (R2)

17 DAFTAR GAMBAR Halaman Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-Rata Per Tahun Nasional, Indonesia Timur, Sulawesi dan Gorontalo Tahun Laju Pertumbuhan PDRB Propinsi Gorontalo dan Propinsi di Sulawesi... Kurva Hipotesis Neo-Klasik... Kurva Hipotesis Kuznet... Kerangka Pikir Penelitian... Kerangka Analisis... Peta Administrasi Provinsi Gorontalo... Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi Gorontalo... Laju Pertumbuhan Penduduk Kab/Kota di Provinsi Gorontalo... APK dan APM Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo... Persentase Pengangguran di Sulawesi dan Nasional... Persentase Kemiskinan di Sulawesi dan Nasional Proporsi dan Laju Pertumbuhan PDRB Sektoral Riil Provinsi Gorontalo Nilai PDRB Riil dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Riil Kabupaten Kota di Provinsi Gorontalo tahun Nilai Regional Share Provinsi Gorontalo... Nilai Proportionality Shift Provinsi Gorontalo... Nilai Differential Shift Kabupaten Gorontalo... Nilai Differential Shift Kota Gorontalo Nilai Differential Shift Kabupaten Boalemo... 61

18 a Nilai Differential Shift Kabupaten Pohuwato... Nilai Differential Shift Kabupaten Bone Bolango... Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Tahun b Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Tahun c 5.10d Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Rata-rata Tahun Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Rata-rata Tahun e 5.10f Pergerakan Posisi Kabupaten/Kota dalam Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo dari Tahun 2001 ke Tahun Pergerakan Posisi Kabupaten/Kota dalam Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo dari Tahun 2001 ke Tahun Nilai Indeks Williamson Provinsi Gorontalo, Indeks Williamson, Persentase Pengangguran dan Persentase Kemiskinan Provinsi Gorontalo... Nilai Indeks Gini Provinsi Gorontalo, Indeks Gini, Persentase Pengangguran dan Persentase Kemiskinan Provinsi Gorontalo... PDRB Perkapita dan Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita Riil di Gorontalo Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Gorontalo, Nilai IPM Kecamatan di Provinsi Gorontalo Tahun Kondisi Daerah Irigasi di Provinsi Gorontalo... Belanja Infrastruktur & PDRB Kab/Kota di Provinsi Gorontalo... Rasio Belanja Infrastruktur di Provinsi Gorontalo

19 DAFTAR LAMPIRAN Halaman PDRB Riil Provinsi Gorontalo tahun Hasil Analisis Shift Share Provinsi Gorontalo, Perbandingan Struktur Ekonomi Provinsi Gorontalo... Matriks Tipologi Klassen Provinsi Gorontalo, (Pohuwato dan Bone Bolango dihitung mulai tahun 2003)... Perbandingan PDRB, IPM, Kemiskinan, DAU & DAK Kab/Kota di Provinsi Gorontalo... Print Out E-VIEWS dengan Indeks Williamson... Print Out E-VIEWS dengan Indeks Gini... Print Out E-VIEWS Indeks Williamson dengan Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita, RBI dan IPM... Print Out E-VIEWS Indeks Gini dengan Laju Pertumbuhan PDRB Perkapita, RBI dan IPM Print Out E-VIEWS Hubungan Ketimpangan Pembangunan dengan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo

20 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan pembangunan itu sendiri dapat dilihat dari berbagai perspektif yang multidimensional baik pada aspek sosial budaya, hukum, keamanan maupun ekonomi yang kemudian menjadi fokus analisa dalam penelitian ini. Aspek ekonomi menjadi fokus perhatian karena selain memiliki banyak indikator penilaian, ia juga sangat rentan dan berpengaruh pada seluruh aspek pembangunan. Pertumbuhan ekonomi sampai saat ini masih menjadi indikator keberhasilan pembangunan yang umum dan familiar bagi masyarakat karena dapat dengan mudah diukur secara kuantitatif dan menstimulus aspek pembangunan lainnya. Pertumbuhan ekonomi berarti adanya kenaikan pendapatan (total maupun individu) sebagai akibat meningkatnya Produk Domestik Bruto / Produk Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan harus berjalan secara berdampingan dan berencana, mengupayakan terciptanya pemerataan kesempatan kerja dan pembagian hasilhasil pembangunan yang lebih merata. Jika hal ini berlangsung secara berkelanjutan, maka daerah-daerah terpacu untuk terus tumbuh dan berkembang. Daerah yang semula tidak produktif dan tertinggal akan memiliki peluang untuk maju dan memiliki produktivitas yang sama atau bahkan lebih baik dari daerah lainnya. Setelah memekarkan diri dari Sulawesi Utara, Gorontalo diresmikan menjadi provinsi baru pada 16 Februari 2001, tepat di era otonomi daerah. Provinsi Gorontalo menjadi bayi ajaib yang langsung mencatat prestasi pertumbuhan ekonomi tinggi yang secara relatif lebih baik dibanding regional Sulawesi, Kawasan Timur Indonesia maupun secara nasional. Kurun waktu 2001

21 2 hingga 2005, Gorontalo mencapai pertumbuhan rata-rata 6,69% per tahun, sekitar 2% diatas rata-rata nasional pada periode yang sama (pertumbuhan nasional ratarata 4.73%). Jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia, Gorontalo termasuk dalam 3 provinsi yang mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata diatas 6% pada periode Keberhasilan Gorontalo sebagai provinsi baru dalam mencapai tingkat pertumbuhan juga dapat dilihat dalam pencapaian setiap tahunnya. Sesuai dengan publikasi Bank Dunia dalam Service Delivery and Financial Management in A New Province, Gorontalo Public Expenditure Analysis (GPEA) tahun 2008, meskipun porsinya relatif kecil dibanding dengan Sulawesi, Indonesia Timur ataupun nasional, tetapi laju pertumbuhan ekonomi Gorontalo setelah krisis berada diatas ketiganya. Demikian pula dengan data dari BPS selama menunjukan prestasi pertumbuhan Provinsi Gorontalo dibandingkan dengan provinsi lain di Sulawesi, khususnya dengan daerah induknya Sulawesi Utara yang menempati posisi paling akhir di antara 6 provinsi di Sulawesi. Sumber : Bank Dunia, 2008 Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Rata-rata per Tahun, Nasional, Indonesia Timur, Sulawesi dan Gorontalo Tahun

22 3 Sumber : BPS, 2006 Gambar 1.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Gorontalo dan Provinsi di Sulawesi Provinsi Gorontalo memiliki lima (5) kabupaten dan satu (1) kota dimana setiap kabupaten dan kota memiliki besaran pertumbuhan ekonomi yang berbedabeda. Meskipun perekonomian nasional dan daerah sempat dilanda krisis dan mengingat Gorontalo merupakan provinsi baru yang dimekarkan dari Sulawesi Utara, tetapi pertumbuhan ekonomi provinsi, kabupaten dan kota didalamnya menunjukkan trend positif dan meningkat. Dari sisi produksi atau supply side, kontribusi pembentuk pertumbuhan ekonomi Provinsi Gorontalo porsi terbesar disumbangkan oleh sektor pertanian dengan kontribusi rata-rata per tahun selama sebesar 31.24%. Meskipun memiliki porsi terbesar, Sektor Pertanian rata-rata pertumbuhan per tahunnya sebesar 6.15%, lebih rendah dibandingkan laju Sektor Pertambangan dan Penggalian dengan porsi hanya 0.91% serta laju Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih dengan kontribusi 0.61% dan laju pertumbuhan 8.28%. Sektor yang memiliki laju pertumbuhan terbesar adalah Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar 16.82% dengan porsi terhadap total PDRB sebesar 8.35% per tahun.

23 4 Dari sisi pengeluaran atau demand side, selama kontribusi Sektor Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga rata-rata 74.70% per tahun, terbesar dari semua sektor, dengan rata-rata laju pertumbuhan 3.14% per tahun. Sektor Pengeluaran Pemerintah meskipun menduduki urutan kedua sebesar 32.22%, tetapi memiliki laju pertumbuhan yang tertinggi, yaitu 62.05% per tahun. Pada kenyataannya pencapaian pertumbuhan ekonomi tinggi dan terus meningkat tidak otomatis menghilangkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity). Ketimpangan pembangunan yang paling jelas terlihat adalah pada aspek pendapatan yang menimbulkan golongan kaya dan miskin, aspek spasial yang mengakibatkan adanya wilayah maju dan tertinggal serta aspek sektoral yang menyebabkan adanya sektor unggulan dan non unggulan. Ketimpangan pembangunan terjadi dalam skala lokal dan nasional. Bahkan dalam lingkup internasional, fenomena ketimpangan pembangunan ekonomi antarwilayah terlihat nyata. Ketimpangan pembangunan seringkali menjadi permasalahan serius dan apabila tidak mampu dieliminir secara hati-hati dapat menimbulkan krisis yang lebih kompleks seperti masalah kependudukan, ekonomi, sosial, politik dan lingkungan serta dalam konteks makro sangat merugikan proses dan hasil pembangunan yang ingin dicapai suatu wilayah. Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata. Ketimpangan pembangunan antarwilayah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mengalami pertumbuhan cepat, sementara daerah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan karena kurangnya sumberdaya yang dimiliki, adanya kecenderungan penanam modal (investor) memilih daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, telekomunikasi, perbankan, asuransi dan tenaga kerja terampil. Selain itu adanya ketimpangan redistribusi pendapatan dari pemerintah pusat ke daerah. Di sisi lain pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini juga menimbulkan makin melebarnya ketimpangan sosial-ekonomi antarwilayah. Ketimpangan ini pada akhirnya menimbulkan masalah dalam konteks makro. Potensi konflik antardaerah / wilayah menjadi besar, wilayah-wilayah yang dulu kurang tersentuh pembangunan mulai menuntut hak-haknya. Demikian pula

24 5 hubungan antarwilayah telah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah. Wilayah-wilayah hinterland menjadi lemah karena eksploitasi sumberdaya yang berlebihan. Oleh sebab itu diperlukan pemahaman mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antarwilayah. Buku-buku referensi utama dan hasil-hasil penelitian empiris mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan meliputi faktor biofisik/karakteristik wilayah (sumberdaya alam), sumberdaya buatan (ketersediaan sarana dan prasarana sosial-ekonomi), sumberdaya manusia, sumberdaya sosial, karakteristik struktur ekonomi wilayah dan kebijakan pemerintah daerah (Anwar 2005; Sjafrizal 2008; Rustiadi et al. 2009), aspek kelembagaan menyangkut aturan dan organisasi yang ada di masyarakat, dinamika sosial dan politik yakni dengan adanya pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonomi baru, serta persoalan aliran masuk dan keluar modal (investasi pemerintah maupun swasta) yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kondisi pembangunan. Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab ketimpangan tersebut diharapkan dapat dikembangkan kebijakan dan strategi dalam mengurangi tingkat ketimpangan yang terjadi. Ketimpangan pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada masingmasing wilayah. Akibat dari perbedaan ini kemampuan pada suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Karena itu tidaklah mengherankan bilamana pada suatu daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang (Underdeveloped Region). Ketimpangan pembangunan juga dapat dilihat secara vertikal yakni perbedaan pada distribusi pendapatan serta secara horizontal yakni perbedaan antara daerah maju dan terbelakang (Sjafrizal, 2008). Relevan dengan teori dan penelitian diatas, di Provinsi Gorontalo dapat dilihat adanya perbedaan pembangunan (disparity) pada setiap kabupaten dan kota. Kota Gorontalo selaku ibukota provinsi dan satu-satunya menyandang status administrasi pemerintahan Kota menjadi jantung kegiatan perekonomian. Dinamika perekonomiannya sangat terasa di bidang jasa, perdagangan dan pendidikan. Tidak mengherankan jika masyarakatnya menikmati pendapatan

25 6 perkapita yang lebih tinggi, angka kemiskinan dan penggangguran yang lebih rendah, kualitas SDM yang baik menyebabkan indeks pembangunan manusia yang lebih tinggi serta akses terhadap infrastruktur yang lebih mudah dijangkau. Ini berbeda dengan yang dialami oleh wilayah-wilayah kabupaten. Kabupaten Gorontalo misalnya, sebagai kabupaten tertua memiliki kekayaan SDA yang berlimpah dalam menggenjot pembangunannya. Namun perkembangan yang terjadi dengan adanya pemekaran wilayah menjadikan wilayah Kabupaten Gorontalo mendapat saingan dari daerah mekarannya. Dengan fisik wilayah yang lebih luas, penduduk dan ketersediaan infrastruktur lebih menyebar dan tidak merata. Saat ini Kabupaten Pohuwato sebagai kabupaten termuda memiliki potensi SDA yang sangat berlimpah. Sebagian besar para perencana pembangunan di daerah dan nasional memprediksi wilayah baru ini akan berkembang melebihi Kabupaten Boalemo dan Kabupaten Gorontalo sebagai daerah induknya. Hal ini terutama lebih besar akan digenjot oleh potensi SDA yang ada. Ketimpangan pada jumlah penduduk, besarnya PDRB dan PDRB perkapita juga menggambarkan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo. Kabupaten Gorontalo misalnya, selama tahun , memiliki PDRB perkapita rata-rata 1,76 juta rupiah dengan share 37% terhadap total PDRB provinsi. Bandingkan dengan Kabupaten Pohuwato dengan PDRB perkapita 3,44 juta rupiah namun dengan share hanya 18,6% dari total PDRB provinsi. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi penduduk di Provinsi Gorontalo berada di Kabupaten Gorontalo yang sebagian besar adalah masyarakat miskin. Selain itu, kemiskinan, pengangguran dan pendidikan juga kontras dengan pertumbuhan yang diraih. Ditengah pertumbuhan ekonomi tinggi, Gorontalo memiliki jumlah penduduk miskin yang besar. Sekitar 28,87 % pada tahun 2004 penduduk Gorontalo hidup dalam keadaan miskin dan menempati urutan termiskin ke-3 di Indonesia (setelah Papua dan Maluku). Selang tahun , Kota Gorontalo mencatat rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi yakni 6,50%. Pada kurun waktu yang sama Kabupaten Gorontalo mencatat kontribusi terbesar pada Dana Alokasi Umum terhadap Total Penerimaan (79,50%), Dana Alokasi Umum terhadap Dana Perimbangan

26 7 (85,44%) dan Dana Perimbangan terhadap Total Penerimaan (93,12%). Kota Gorontalo tertinggi pada kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Penerimaan (8,87%). Proporsi penduduk yang terbesar ada di Kabupaten Gorontalo sebesar 39,09%. Dana Alokasi Umum (DAU) memberi kontribusi cukup besar yakni diatas 70% bagi pendanaan pembangunan di Kabupaten/Kota maupun Provinsi Gorontalo. DAU juga berkontribusi rata-rata diatas 80% terhadap Dana Perimbangan. Sedangkan Dana Perimbangan berkontribusi rata-rata 90% terhadap total penerimaan daerah. Ini berarti bahwa proses pembangunan di Gorontalo memiliki ketergantungan yang tinggi pada kucuran dana dari pemerintah pusat. Jika ini dikaitkan dengan pembentukan PDRB, seharusnya peningkatan DAU akan menstimulus pembentukan PDRB jika DAU atau Dana Perimbangan secara umum ditingkatkan. Tetapi di Gorontalo yang terjadi justru sebaliknya. Fakta menunjukkan bahwa tingginya DAU, DAK dan Dana Perimbangan tidak seketika menaikkan PDRB dan pertumbuhan ekonomi. Dari sisi perkembangan besaran absolut DAU, DAK dan Dana Perimbangan menunjukkan bagi daerah yang memiliki PDRB kecil tidak ada perlakuan khusus yakni dengan pemberian DAU dan DAK yang lebih besar. Daerah dengan PDRB terendah (Kab. Bone Bolango) menerima DAU dan DAK yang paling kecil dibanding daerah lain. Penurunan DAU dan DAK disebabkan oleh adanya pemekaran wilayah bukan karena pencapaian PDRB yang tinggi. Dari sisi pertumbuhan, umumnya peningkatan DAU dibarengi dengan penurunan pertumbuhan ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo dan Kota Gorontalo yang DAU-nya meningkat tapi pertumbuhan ekonominya menurun. Diantara daerah-daerah di Gorontalo, kantong kemiskinan terbesar berada di Kabupaten Gorontalo. Pengangguran juga cukup tinggi, data Sakernas tahun 2004 mencatat pengangguran di Gorontalo sebanyak jiwa sementara Susenas mencatat ada jiwa. Dari aspek pendidikan nampak bahwa output pendidikan yang dicerminkan oleh Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk semua tingkatan sekolah pada tahun 2002 dan

27 2005 umumnya berada di bawah nasional dan dibawah dua provinsi terdekatnya, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah (World Bank, 2008). 8 Tabel 1.1 Perbandingan Beberapa Indikator Ekonomi Gorontalo, Sulawesi Utara dan Nasional tahun 2007 Wilayah PDRB Perkapita Berlaku (Rp. Ribu) Purchasing Power Parity (Rp. Ribu) Angka Harapan Hidup (tahun) Angka Melek Huruf (persen) Rata-rata Lama Kemiskinan Sekolah (persen) (tahun) Gorontalo 4.957,33 615,94 65,90 95,75 6,91 27,35 IPM & Peringkat Nasional 68,83 (24) Sulut ,20 619,39 72,00 99,30 8,80 11,42 74,68 (2) Nasional ,38 624,37 68,70 91,87 7,47 16,58 70,59 Sumber : BPS 2008 Dari berbagai indikator ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, nampak jelas bahwa Gorontalo mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan daerah tetangga sekaligus bekas daerah induknya Sulawesi Utara serta dibandingkan dengan nasional. Pendapatan perkapita dan daya beli masyarakat Gorontalo lebih rendah, Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah juga lebih rendah. Dengan angka kemiskinan yang lebih tinggi dibanding Sulawesi Utara dan Nasional menyebabkan IPM Gorontalo lebih kecil dan berada di peringkat bawah (24) secara nasional.

28 Tabel 1.2 Perbandingan Indikator Ekonomi Provinsi Gorontalo tahun 2001 dan 2008 Uraian Kondisi Awal Provinsi Kondisi Terakhir (2001) (2008) Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,16 7,29 Penduduk (jiwa) Pengangguran (%) 3,70 5,65 Kemiskinan (%) 32,12 24,88 Inflasi (% pertahun) 12 7 PDRB Riil (juta rupiah) PDRB perkapita Riil (juta rupiah) 1,83 2,44 Pengeluaran perkapita Riil yang disesuaikan* (rupiah) Nilai Ekspor (US$) Rasio Belanja Infrastruktur 0,04 0,09 Angka Harapan Hidup (tahun) 64,2 65,9 Angka Melek Huruf (persen) 95,2 95,75 Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 6,5 6,9 IPM* & ranking nasional 64,1 (24) 68,83 (24) Sumber: Paper Refleksi Sewindu Pembangunan Gorontalo, Wakil Gubernur Gorontalo, Ket: *Rincian untuk elemen IPM tersedia hanya sampai 2007 Secara umum indikator ekonomi Gorontalo kurun waktu tahun 2001 hingga 2008 positif dan terus bertumbuh. Laju pertumbuhan ekonomi tinggi, 2% diatas rata-rata nasional. Angka pengangguran sedikit meningkat tetapi kemiskinan menurun. Pendapatan masyarakat secara total maupun perkapita juga meningkat. Ditunjang dengan laju inflasi yang menurun menyebabkan daya beli masyarakat juga ikut meningkat. Nilai ekspor meningkat seiring bertambahnya rasio belanja pada infrastruktur. Komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia juga meningkat walaupun IPM Gorontalo secara nasional tetap berada di peringkat 24. Hal ini menjadi sebuah catatan yang baik bagi daerah yang baru mengalami pemekaran menjadi sebuah provinsi. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan ini maka penulis menilai perlunya penelitian yang bertema Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. 9

29 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang hendak diteliti dan dikaji sebagai berikut : 1) Bagaimana perubahan struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo? 2) Berapa besar ketimpangan pembangunan yang bersumber dari ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Rasio Belanja Infrastruktur? 3) Bagaimana hubungan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo? 4) Kebijakan apa yang dapat direkomendasikan kepada pemerintah berkaitan dengan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo? 1.3. Tujuan Penelitian 1) Mendeskripsikan perubahan struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo 2) Menganalisis ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur sebagai sumber ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo. 3) Menganalisis hubungan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo. 4) Memberi rekomendasi kebijakan kepada pemerintah berkaitan dengan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1) Menjadi masukan dan bahan perbandingan bagi Pemerintah Provinsi Gorontalo dan masing-masing Kabupaten/Kota dalam penentuan kebijakan perbaikan struktur ekonomi, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan ketimpangan pembangunan.

30 11 2) Memberi rekomendasi kebijakan kepada pemerintah kabupaten/kota dan Provinsi Gorontalo untuk mencapai petumbuhan ekonomi tinggi disertai pengurangan ketimpangan pembangunan. 3) Menjadi informasi bagi penelitian lanjutan yang berkaitan dengan struktur dan pertumbuhan ekonomi serta ketimpangan pembangunan baik dalam skala nasional maupun lokal Ruang Lingkup Penelitian 1) Penelitian dilakukan terhadap empat kabupaten yakni Kabupaten Gorontalo, Boalemo, Pohuwato dan Bone Bolango serta satu kota yaitu Kota Gorontalo yang menjadi unit analisis sedangkan Provinsi Gorontalo menjadi wilayah referensi. 2) Ruang lingkup penelitian difokuskan pada analisis data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tingkat Pertumbuhan Ekonomi, dan Ketimpangan Pembangunan yang disebabkan perbedaan pada PDRB Perkapita, Indeks Pembangunan Manusia dan Rasio Belanja Infrastruktur.

31 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Perekonomian Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Todaro, 2000). Sedangkan menurut Djodjohadikusumo (1994) pembangunan ekonomi merupakan suatu proses transformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan struktur perekonomian, yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada kerangka susunan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian antara perubahan struktur dan pertumbuhan memiliki keterkaitan yang sangat erat. Menurut Tarigan (2007) untuk melihat struktur ekonomi secara lebih tajam digunakan analisis Shift-share. Analisis ini menggunakan metode pengisolasian berbagai faktor yang menyebabkan perubahan struktur industri suatu daerah dalam pertumbuhannya dari satu kurun waktu ke kurun waktu berikutnya. Hal ini meliputi penguraian faktor penyebab pertumbuhan berbagai sektor di suatu daerah dalam kaitannya dengan ekonomi nasional. Formulasi Shift Share Analysis seperti yang dikemukakan Blair (1991) sebagai berikut: X.. (t1) Xi(t1) X.. (t1) Xij(t1) Xi(t1) X i Xij(t0) -1 X ij(t0) - X ij(t0) - (2.1) X.. (t0) Xi(t0) X.. (t0) Xij(t0) Xi(t0) a + b + c

32 13 Dimana : a : komponen Regional Share b : komponen proportionality shift c : komponen differential shift ΔX i : perubahan nilai aktifititas sektor tertentu X.. : Nilai total aktivitas dalam total wilayah X i : Nilai total aktivitas tertentu dalam total wilayah. X ij : nilai aktivitas sektor tertentu dalam sub wilayah tertentu. t 1 : titik tahun akhir : titik tahun awal t 0 Dari persamaan di atas menunjukan bahwa peningkatan nilai tambah suatu sektor di tingkat daerah dapat diuraikan (decompose) atas 3 bagian, yaitu: 1. Regional Share : X.. (t1) X ij(t0) -1 merupakan komponen pertumbuhan X.. (t0) ekonomi daerah yang disebabkan oleh faktor luar, yaitu peningkatan kegiatan ekonomi daerah akibat kebijaksanaan nasional yang berlaku pada seluruh daerah. 2. Proportionality Shift (Mixed Shift) : X ij(t0) X X i(t1) i(t0) X.. - X.. (t1) (t0) adalah komponen pertumbuhan ekonomi daerah yang disebabkan oleh struktur ekonomi daerah yang baik, yaitu berspesialisasi pada sektor yang pertumbuhannya cepat seperti sektor industri. 3. Differential Shift (Competitive Shift) : X ij(t0) X X ij(t1) ij(t0) X - X i(t1) i(t0) adalah komponen pertumbuhan ekonomi daerah karena kondisi spesifik daerah yang bersifat kompetitif. Unsur pertumbuhan inilah yang merupakan keuntungan kompetitif daerah yang dapat mendorong pertumbuhan ekspor daerah. Nilai masing-masing komponen dapat saja negatif atau positif, tetapi jumlah keseluruhan akan selalu positif bila pertumbuhan ekonomi juga positif. Demikian pula sebaliknya bila ekonomi daerah tumbuh negatif seperti halnya yang terjadi pada tahun Selanjutnya untuk memudahkan menarik kesimpulan, nilai masing-masing komponen dapat dijadikan dalam bentuk persentase.

33 14 Menurut Sjafrizal (2008) dengan menggunakan analisis Shift-Share maka akan dapat diketahui komponen atau unsur pertumbuhan mana yang telah mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan menggunakan data tahun , Sjafrizal melakukan analisis terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Sumatera Barat. Salah satu yang jadi bagian bahasannya adalah perekonomian nasional, struktur dan kekhususan ekonomi daerah. Untuk melihat ketiga variabel ini, Sjafrizal menggunakan analisis Shift-Share. Hasilnya, kontribusi regional share terhadap perekonomian daerah Sumatera Barat sebesar 10,8%. Fakta ini cukup menarik karena dugaan banyak kalangan adalah bahwa kontribusi perekonomian nasional tersebut akan jauh lebih besar dari itu. Alasannya adalah karena sumber daya yang terdapat pada daerah Sumatera Barat sebenarnya tidaklah terlalu banyak bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Struktur ekonomi suatu wilayah juga dapat dijelaskan dengan menggunakan analisis tipologi daerah. Menurut Hill dalam Mudrajad Kuncoro (2004), analisis tipologi daerah digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah menjadi 2 indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan per kapita (PDRB per kapita). Dengan menentukan ratarata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata pendapatan perkapita (PDRB per kapita) sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: 1) High growth and high income (daerah cepat maju dan cepat tumbuh) 2) High growth but low income (daerah berkembang cepat) 3) Low growth and low income (daerah relatif tertinggal) 4) High income but low growth (daerah maju tapi tertekan) Klasifikasi ini disederhanakan dalam matriks berikut:

34 PDRB per Kapita (y) Laju Pertum.(r) (r i > r) (r i < r) Tabel 2.1 Matriks Tipologi Klassen (y i < y) (y i > y) Pendapatan rendah dan pertumbuhan tinggi Pendapatan rendah dan pertumbuhan rendah Keterangan : r : Rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi. y : Rata-rata PDRB per kapita provinsi. r i : Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati. y i : PDRB per kapita kabupaten/kota yang diamati 15 Pendapatan tinggi dan pertumbuhan tinggi Pendapatan tinggi dan pertumbuhan rendah Penggunaan Tipologi Klassen ini seperti yang dilakukan oleh Hairul Aswandi dan Mudrajad Kuncoro (2002). Mereka memfokuskan pada penetapan kawasan andalan dengan studi empiris di Kalimantan Selatan tahun Hasil analisis pengklasifikasian daerah menunjukkan bahwa pengklasifikasian daerah di Provinsi Kalimantan Selatan lebih baik dengan menggunakan empat klasifikasi menurut Tipologi Klassen daripada hanya berdasarkan klasifikasi kawasan andalan dan kawasan bukan andalan. Empat klasifikasi daerah tersebut yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat dan daerah relatif tertinggal. 2.2 PDRB, PDRB per kapita dan Pertumbuhan Ekonomi Produk domestik regional bruto (PDRB) adalah total nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi suatu wilayah dalam periode tertentu (biasanya satu tahun) tanpa memperhatikan kepemilikan faktor produksi (BPS, 2000). Nilai tambah bruto adalah selisih dari nilai output dan biaya antara dalam proses produksi. Output adalah nilai dari seluruh produk yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi dengan memanfaatkan faktor produksi yang tersedia di suatu wilayah. PDRB yang meningkat akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan secara makro. Meskipun belum tentu menjamin pemerataan pendapatan antargolongan penduduk, namun sejauh ini data PDRB masih cukup mampu untuk menggambarkan kinerja perekonomian suatu daerah. PDRB per kapita diperoleh dari total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk

35 16 pertengahan tahun. PDRB per kapita dapat dipakai sebagai indikator produktivitas rata-rata penduduk suatu daerah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar. Besarnya PDRB atas dasar harga konstan tahun ini (t) dikurangi tahun sebelumnya (t-1) dikalikan seratus persen menunjukkan persentase pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun ini (t). Untuk memudahkan teori-teori pertumbuhan dan ketimpangan pembangunan maka uraian ini dikaitkan dengan teori-teori akumulasi modal, kondisi mapan (steady state) dan konvergensi. Teori pertumbuhan Solow merupakan representasi dari teori pertumbuhan Neo-Klasik. Dengan kata lain, proses pertumbuhan maupun determinan pertumbuhan yang dikemukakan Solow berikut ini juga merepresentasikan konsep dari aliran Noe-Klasik. Determinan pertumbuhan menurut Solow: 1) Akumulasi Modal Menurut Solow dalam Mankiw (2007) modal adalah determinan output perekonomian yang penting karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Biasanya terdapat dua kekuatan yang mempengaruhi persediaan modal, yaitu investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan persediaan modal bertambah. Depresiasi (depreciation) mengacu pada penggunaan modal, dan hal itu menyebabkan persediaan modal berkurang. 2) Tabungan Model Solow dalam Mankiw (2007) menunjukan bahwa tingkat tabungan adalah determinan penting dari persediaan modal pada kondisi mapan. Jika tingkat tabungan tinggi, perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi. Jika tingkat tabungan rendah, perekonomian akan memiliki persediaan modal yang kecil dan tingkat output yang rendah. Jadi tabungan berpengaruh terhadap pertumbuhan melalui akumulasi modal/persediaan

36 17 modal yang dibentuk oleh tabungan. Meski menurut Solow tabungan yang lebih tinggi mengarah ke pertumbuhan yang lebih cepat, tetapi itu hanya bersifat sementara. Kenaikan tingkat tabungan hanya akan meningkatkan pertumbuhan sampai perekonomian mencapai kondisi mapan yang baru. Jika perekonomian mempertahankan tingkat tabungan yang tinggi, maka hal itu akan mempertahankan persediaan modal yang besar dan tingkat output yang tinggi tetapi tidak mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi selamanya. 3) Pertumbuhan Populasi Menurut Mankiw (2007), pertumbuhan populasi membedakan model Solow dalam tiga cara. Pertama, pertumbuhan populasi kian mempermudah kita dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dalam kondisi mapan dengan pertumbuhan populasi, modal per pekerja dan output per pekerja adalah konstan. Namun demikian, karena jumlah pekerja bertambah pada tingkat n, modal total dan output total juga harus bertambah pada tingkat n. Dengan demikian, meskipun tidak dapat menjelaskan pertumbuhan berkelanjutan dalam standar kehidupan (karena output per pekerja adalah konstan dalam kondisi mapan), pertumbuhan populasi akan membantu menjelaskan pertumbuhan output total yang berkelanjutan. Kedua, pertumbuhan populasi memberi kita penjelasan lain mengapa sebagian negara adalah kaya dan sebagian lain miskin. Jadi, model Solow memprediksi bahwa negara-negara dengan pertumbuhan populasi yang lebih tinggi akan memiliki tingkat GDP per orang yang lebih rendah. Akhirnya, pertumbuhan populasi mempengaruhi kriteria untuk menentukan tingkat modal Kaidah Emas (memaksimalkan konsumsi). Meskipun dalam hal tertentu model Solow menggambarkan perekonomian negara maju secara lebih baik daripada kemampuannya menjelaskan perekonomian negara berkembang, model ini tetap menjadi acuan dasar dalam kepustakaan mengenai pertumbuhan dan pembangunan. Model ini menyatakan bahwa secara kondisional, perekonomian berbagai negara akan bertemu (converge) pada tingkat pendapatan yang sama, dengan syarat bahwa negaranegara tersebut mempunyai tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja dan produktivitas yang sama (Todaro, 2006).

37 Indikator Pembangunan Menurut Rustiadi (2009), persoalan pembangunan di negara sedang berkembang tidak hanya menyangkut perlunya investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetapi juga harus memperhatikan aspek distribusi dan pemerataan hasil pembangunan. Dengan demikian hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat secara adil dan proporsional. Para pakar pembangunan di tahun 1970-an mulai mengkaji ulang indikator tingkat pencapaian pembangunan dari tujuan yang telah ditetapkan dari suatu wilayah sebagaimana disajikan pada tabel berikut: Tujuan Pembangunan Tabel 2.2 Indikator-Indikator Pembangunan Basis/pendekatan Kelompok Indikator-indikator Pertumbuhan, Produktivitas & a. Pendapatan wilayah; PDRB, PDRB Efisiensi (Growth) per kapita, Pertumbuhan PDRB b. Kelayakan finansial & ekonomi; NPV, BC Ratio, IRR, BEP c. Spesialisasi, Keunggulan komparatif & kompetitif; LQ & Shift-Share Sumber daya Pemerataan, Keberimbangan & Keadilan (Equity) Keberlanjutan (Sustainability) 1. Sumberdaya Manusia 2. Sumberdaya Alam 3. Sumberdaya buatan/sarana & pra-sarana 4. Sumberdaya Sosial Proses Pembangunan Input, Implementasi, Output, Outcome, Benefit, Impact Sumber : Rustiadi (2009) a. Produksi-produksi utama; migas a. Distribusi pendapatan; Gini ratio b. Ketenagakerjaan; pengangguran terbuka, terselubung, setengah pengangguran c. Kemiskinan; good service ratio, %konsumsi makanan, garis kemiskinan (pendapatan setara beras, dll) d. Regional balance; spatial balance, sentral balance, capital balance, sectoral balance Dimensi lingkungan, dimensi ekonomi dan dimensi sosial Pengetahuan, skill, etos kerja, kompetensi, pendapatan, kesehatan & IPM Degradasi Skalogram, aksesibilitas terhadap fasilitas Organisasi sosial, aturan adat/budaya Input dasar (SDM, SDA, Infrastruktur, SDS), input antara Pilihan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan menurut Kuznet (1966) dalam Rustiadi (2009) dinyatakan bahwa bagi negara yang pendapatannya

38 19 rendah, bertumbuhnya perekonomian harus mengorbankan pemerataan (terjadi trade-off antara pertumbuhan dan pemerataan). Hal inilah yang memberi legitimasi pemerintah untuk memusatkan pengalokasian sumber daya pada sektor atau wilayah yang berpotensi besar dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi. Kasus di Indonesia strategi ini telah membuat ketimpangan pembangunan wilayah yang lebih besar dan tidak adanya keterpaduan pembangunan wilayah (Hadi, 2001). Paradigma baru pembangunan diarahkan kepada terjadinya pemerataan, pertumbuhan dan keberlanjutan dalam pembangunan ekonomi. Paradigma baru ini dapat mengacu kepada apa yang disebut dalil kedua fundamental ekonomi kesejahteraan bahwa sebenarnya pemerintah dapat memilih target pemerataan ekonomi yang diinginkan melalui transfer, perpajakan dan subsidi (Rustiadi, 2009). 2.4 Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Wilayah Isu utama masalah pembangunan regional dewasa ini adalah ketimpangan (disparity) yang meliputi 1) disparitas antarwilayah, 2) disparitas antarsektor ekonomi dan 3) disparitas antargolongan masyarakat/individu. Permasalahan ini disebabkan antara lain oleh perencanaan pembangunan yang bersifat sentralistik, top down dan seragam. Konsep pembangunan ekonomi lebih menekankan pertumbuhan dibandingkan redistribusi pendapatan yang adil, sesuai dengan keadaan budaya penguasa (rezim) yang telah menyisakan ketimpangan. Disparitas antarwilayah berarti terdapat perbedaan tingkat pertumbuhan antarwilayah yang terjadi pada perkembangan sektor pertanian, industri, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi, infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya. Secara teoritis, permasalahan ketimpangan pembangunan antarwilayah mula-mula dimunculkan oleh Douglas C. North dalam analisisnya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antarwilayah. Hipotesa ini kemudian dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik.

39 Pada permulaan proses pembangunan menurut Hipotesa Neo-Klasik, ketimpangan pembangunan antarwilayah cenderung meningkat sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak (Divergence). Bila pembangunan terus berlanjut, maka setelah itu secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antarwilayah tersebut akan menurun/berkurang (Convergence). Dengan kata lain, berdasarkan hipotesa ini kurva ketimpangan pembangunan antarwilayah atau ketimpangan regional adalah berbentuk huruf U terbalik (Reverse U-shape Curve). Ketimpangan Regional 20 Kurva Ketimpangan Regional 0 Sumber: Sjafrizal, 2008 Tingkat Pembangunan Nasional Gambar 2.1 Kurva Hipotesa Neo-Klasik Beberapa teori pembangunan dan pertumbuhan telah membuktikan bahwa ketimpangan pembangunan dan ketidakseimbangan melekat dalam setiap tahap pembangunan. Gunnar Myrdal (dalam Jhingan, 2003) mengemukakan bahwa pembangunan ekonomi menghasilkan suatu proses sebab akibat sirkuler yang membuat si kaya mendapat keuntungan lebih banyak dan mereka yang tertinggal dibelakang menjadi semakin terhambat. Dampak balik (backwash effect) cenderung membesar dan dampak sebar (spread effect) cenderung mengecil yang semakin memperburuk ketimpangan internasional dan regional di negara-negara yang sedang berkembang. Hal ini sejalan dengan Hipotesis Kuznet mengenai relasi antara ketimpangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang dikenal dengan kurva U terbalik (inverted U). Simon Kuznet menemukan adanya suatu relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita yang berbentuk U

40 21 terbalik (Kuncoro, 2004). Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari suatu ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan atau dari ekonomi pertanian (tradisional) ke ekonomi industri (modern). Pada awal proses pembangunan ketimpangan pendapatan bertambah besar sebagai akibat dari proses urbanisasi dan industrialisasi. Namun setelah itu pada tingkat pembangunan yang lebih tinggi atau akhir dari proses pembangunan, ketimpangan menurun yakni pada saat sektor industri sudah dapat menyerap sebagian tenaga kerja yang datang dari pedesaan (sektor pertanian) atau pada saat pangsa pertanian lebih kecil di dalam produksi dan penciptaan pendapatan. Kurva U Terbalik dari Kuznet ini adalah penjabaran dari kurva hipotesa Neo-Klasik. Sumbu horizontal berupa tingkat pembangunan nasional diproksi dengan besarnya pendapatan perkapita dan sumbu vertikal berupa variabel ketimpangan regional diproksi dengan kesenjangan pendapatan melalui Indeks Gini (Gini Ratio). K 0 Sumber: Van den Berg, 2001 Gambar 2.2 Kurva Hipotesis Kuznet Per capita income Ketimpangan pembangunan memiliki perbedaan dengan ketimpangan pendapatan. Ketimpangan pendapatan yang diukur dengan distribusi pendapatan digunakan melihat ketimpangan antarkelompok masyarakat, sementara ketimpangan pembangunan bukan hanya melihat ketimpangan antarkelompok masyarakat tetapi juga berorientasi untuk melihat perbedaan antarwilayah. Jadi yang dipersoalkan bukan hanya antarkelompok kaya dan miskin melainkan perbedaan antara daerah maju dan terbelakang. Ketimpangan pembangunan dapat diukur dengan berbagai cara, diantaranya:

41 1. Indeks Williamson Indeks ini digunakan untuk 22 mengukur penyebaran (dispersi) tingkat pendapatan per kapita daerah relatif terhadap rata-rata nasional, merupakan ukuran ketimpangan pembangunan yang pertama kali ditemukan oleh Jeffrey G. Williamson dalam studinya pada tahun Berbeda dengan Gini rasio yang lazim digunakan dalam mengukur distribusi pendapatan, Indeks Williamson menggunakan PDRB perkapita sebagai data dasar karena yang diperbandingkan adalah tingkat pembangunan antar wilayah dan bukan tingkat kemakmuran antarkelompok. Secara statistik dalam Sjafrizal (2008) formulasinya adalah sebagai berikut: I W, 0 < I w < 1 (2.3) Dimana : I w = Indeks Wllilamson y i = PDRB per kapita di kabupaten/kota i. y = rata-rata PDRB per kapita di Provinsi Gorontalo. f i = jumlah penduduk di kabupaten/kota i. n = jumlah penduduk di Provinsi Gorontalo. Nilai angka indeks (I w ) yang semakin kecil atau mendekati nol menunjukan ketimpangan yang semakin kecil atau makin merata dan bila semakin jauh dari nol atau mendekati satu menunjukan ketimpangan yang semakin melebar. 2. Indeks Gini (Gini Index) Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan agregat yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Menurut Todaro (2007) formulasi Indeks Gini atau Gini Ratio adalah sebagai berikut : n i 1 n GR 1- fpi (Fci Fci-1) (2.4) i 1 (y y) i y 2 (f /n) i Dimana : GR = Indeks Gini fpi = frekuensi penduduk dalam kelas ke-i F ci = frekuensi kumulatif dan total pengeluaran/pendapatan pada kelas ke-i F ci 1 =frekuensi kumulatif dan total pengeluaran/pendapatan pada kelas ke (i-1)

42 Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Menurut sebagian ekonom antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan memiliki hubungan kausal, dimana ketimpangan mempengaruhi pertumbuhan, dan sebaliknya pertumbuhan juga mempengaruhi ketimpangan. Pandangan dan debat mengenai hubungan antara ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ini sangat dipengaruhi hipotesis Kuznets (1955) dikenal dengan Kuznets Hypothesis, yang menyatakan bahwa keterkaitan antara pertumbuhan dan ketimpangan seperti U-shaped terbalik (Gambar 2.2). Pada tahap awal pembangunan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung buruk dan tidak akan meningkat sampai negara tersebut mencapai status berpendapatan menengah (middle-income). Implikasi lebih lanjut hipotesis ini sangat jelas, jika pada tahap awal pertumbuhan akan menciptakan ketimpangan, maka kemiskinan membutuhkan waktu beberapa tahun untuk berkurang di negara-negara berkembang (Adams, 2003). Pandangan ini didukung oleh penelitian Dollar dan Kray (2001), dan Adams (2003). Mereka lebih percaya bahwa pertumbuhanlah yang menciptakan ketimpangan dengan argumentasi bahwa pertumbuhan akan menyebabkan setiap kelompok dalam masyarakat memperoleh keuntungan, namun kelompok yang menguasai faktor produksi dan modal biasanya mendapatkan keuntungan yang relatif lebih besar dibandingkan kelompok lainnya (para buruh). Perotti (1996) dan Forbes (2000) lebih mendukung pandangan yang mengatakan bahwa ketimpangan yang diproksi oleh distribusi pendapatanlah yang mempengaruhi pertumbuhan. Hal ini didasarkan bahwa distribusi pendapatan yang timpang akan berpengaruh terhadap jumlah investasi, baik fisik maupun manusia, dan selanjutnya akan mempengaruhi laju pertumbuhan Penelitian Terdahulu Abel (2006) yang ingin mengetahui Disparitas Pembangunan Antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) dengan sampel lokasi Kabupaten Cianjur dan Provinsi Gorontalo menggunakan analisis disparitas, tipologi wilayah dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) tingkat kesenjangan antarwilayah di Indonesia masih cukup tinggi

43 24 (sebesar 1,56), KBI sebesar 1,27 sedangkan KTI memiliki tingkat disparitas antarkabupaten kota yang lebih tinggi sebesar 3,20; 2) faktor-faktor penyebab disparitas di KBI adalah PDRB sektor sekunder dan tersier sedangkan di KTI adalah PDRB sektor primer, sekunder, tersier dan kepadatan penduduk; 3) Kabupaten Cianjur memiliki wilayah tertinggal di bagian selatan, wilayah transisi di bagian tengah dan wilayah yang relatif maju dibagian utara karena interaksinya dengan kota-kota besar di sekitarnya; 4) Provinsi Gorontalo memiliki wilayah tertinggal di Kabupaten Boalemo dan agak tertinggal di Kabupaten Gorontalo karena rendahnya ketersediaan sarana dan pra-sarana, sementara Kota Gorontalo relatif lebih maju Karena menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan. Hasil penelitian Jocom (2009) tentang Dampak Pengembangan Agropolitan Terhadap Perekonomian Wilayah dan Pendapatan Masyarakat Petani di Provinsi Gorontalo menggunakan Analisis Location Quotient, Multiplier Short Run dan Multiplier Long Run, Analisis Shift-Share, Analisis Uji Beda Pendapatan, Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan dan Analisis Rapid Assessment for Local Economic Development (RALED) menunjukkan bahwa pengembangan agropolitan berbasis jagung mampu meningkatkan perekonomian dan pergeseran struktur perekonomian wilayah. Secara komparatif agropolitan jagung mampu menggerakkan sektor industri pengolahan, listrik dan air bersih dan memberikan multiplier effect terhadap total perekonomian wilayah. Secara kompetitif sektor-sektor unggulan seperti sub-sektor tanaman pangan, komoditi jagung, bangunan dan pengangkutan masih memiliki daya saing yang rendah sehingga menghambat perekonomian wilayah. Pengembangan agropolitan jagung meningkatkan pendapatan petani melalui penyuluhan, pembangunan infrastruktur jalan usaha tani dan intervensi harga dari pemerintah. Rata-rata pendapatan usaha tani dikawasan agropolitan yaitu sebesar Rp ,- per hektar per tahun lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pendapatan usaha tani dikawasan non agropolitan sebesar Rp ,- per hektar per tahun. Hasil uji statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pendapatan usaha tani di kawasan agropolitan dengan kawasan non agropolitan pada taraf nyata 95%.

44 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Ketimpangan pembangunan merupakan kenyataan yang terjadi di semua negara, maju maupun berkembang sehingga wajar dalam suatu negara terdapat daerah yang terbelakang dibanding daerah lainnya. Kondisi ketimpangan ini dapat disebabkan berbagai faktor antara lain faktor struktur sosial ekonomi dan distribusi spasial dari sumber daya bawaan yang mencakup faktor geografi, sejarah, politik, kebijakan pemerintah, administrasi, sosial budaya dan ekonomi (Budiharsono 1996, Murty 2000, Rustiadi et al 2009). Pada negara-negara maju, kondisi ketimpangan bisa dieliminir sekecil mungkin dengan kebijakan pemerintah yang optimal dalam proses pembangunan. Perencanaan pembangunan yang lebih ditujukan pada pertumbuhan ekonomi dengan pendekatan membangun pusat-pusat pertumbuhan ternyata telah menimbulkan masalah yang kompleks. Pusat-pusat pertumbuhan dengan daerah hinterlandnya tidak tumbuh bersama-sama secara seimbang. Trickle down effect yang diharapkan, berjalan sangat lamban bahkan tidak terjadi, sedangkan sumber daya telah terkuras secara tidak terkendali (backwash effect). Pola pembangunan seperti ini telah menciptakan ketimpangan antarwilayah; kawasan barat dan timur Indonesia, Jawa dan luar Jawa, perkotaan dan perdesaan serta dalam internal wilayah otonom. Pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu indikator pembangunan bersamasama dengan PDRB perkapita akan mempengaruhi struktur ekonomi suatu wilayah. Sebaliknya, perubahan struktur yang terjadi turut berperan dalam proses pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebut Kuznets sebagai structural transformation karena yang terjadi adalah suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Todaro, 2000). Perubahan ini dapat dilihat dan dideskripsikan dengan menggunakan analisis

45 26 Shift-Share dan matriks tipologi Klassen. Hasil dari Matriks Klassen dan Shift- Share ini didukung oleh analisis deskriptif pertumbuhan ekonomi antarwilayah (kabupaten/kota) serta sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi. Perubahan struktur ekonomi ini juga secara tidak langsung melalui pertumbuhan ekonomi mempengaruhi ketimpangan pembangunan. Dalam proses transformasi struktural ini dipastikan terjadi ketidakharmonisan dalam pembangunan. Hal ini telah dibuktikan oleh Douglas C. North dalam analisisnya tentang Teori Pertumbuhan Neo-Klasik dengan hasil bahwa ketimpangan pembangunan antarwilayah dan ketimpangan pendapatan cenderung meningkat sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak (Divergence). Bila pembangunan terus berlanjut, maka setelah itu secara berangsur-angsur ketimpangan tersebut akan menurun/berkurang (Convergence). Untuk melihat besarnya ketimpangan tersebut akan dilakukan dengan menggunakan Indeks Williamson dan Indeks Gini. Besar kecilnya tingkat ketimpangan ini akan dihubungkan dengan capaian PDRB perkapita, tingkat kesejahteraan masyarakt (yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia) dan aksesibilitas infrastruktur (dilihat dari rasio belanja infrastruktur dengan total PDRB) dalam suatu model regresi berganda berdasarkan panel data dari lima daerah/wilayah di Gorontalo. Selanjutnya untuk melihat ketimpangan pembangunan hubungan positifnya dengan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai selama ini, akan digunakan regresi sederhana dengan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel independen, masing-masing terhadap Indeks Williamson dan Indeks Gini sebagai variabel dependen. Secara garis besar, rencana penelitian ini diilustrasikan dalam kerangka pikir penelitian dan kerangka analisisi sebagai berikut:

46 27 PEMBANGUNAN SENTRALISASI KETIMPANGAN DESENTRALISASI Pro Pertumbuhan: Pusat pertumbuhan Trickle down effect, dll Pro Pemerataan: Distribusi Pendapatan Keterkaitan spasial sektoral, dll Pro Keberlanjutan: Kelestarian alam Daya dukung lingkungan, dll Faktor penyebab ketimpangan: - Biofisik/ karakteristik wilayah (SDA). - Sarana & prasarana (SDB) - SDM. - Sumber daya Sosial - Karakteristik struktur ekonomi wilayah. - Kebijakan Pemda Mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah melalui: Keterpaduan/keterkaitan sektoral dan spasial dengan intensitas interaksi spasial yg optimal Alokasi sumber daya yg proporsional Pengelolaan dan pemanfaatan potensi ekonomi wilayah yg optimal,adil dan berkelanjutan Rekomendasi Kebijakan : Pertumbuhan Ekonomi tinggi disertai pengurangan ketimpangan pembangunan Menganalisis : 1. Ketimpangan pendapatan. 2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 3. Rasio Belanja Infrastruktur Gambar 3.1. Kerangka Pikir Penelitian

47 28 Pertumbuhan Ekonomi PDRB Perkapita Tipologi & Struktur Ekonomi Antarwilayah Rekomendasi Kebijakan Tipologi Klassen Analisis Shift-Share Indeks Pembangunan Manusia Rasio Belanja Infrastruktur Ketimpangan Pembangunan Indeks Williamson Indeks Gini Kab/Kota Provinsi Keterangan : keterkaitan/hubungan alat analisis yang digunakan Gambar 3.2 Kerangka Analisis 3.2 Hipotesis Berdasarkan latar belakang permasalahan serta kerangka pemikiran yang diuraikan sebelumnya, maka ditarik hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Diduga pertumbuhan ekonomi tinggi cenderung tidak disertai penurunan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo. 2. Sumber utama ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo baik secara simultan maupun parsial berasal dari ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, indeks pembangunan manusia dan rasio belanja infrastruktur. 3. Pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan dengan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo.

48 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini menjadikan Provinsi Gorontalo sebagai daerah referensi sedangkan 4 kabupaten (Gorontalo, Boalemo, Pohuwato dan Bone Bolango) serta 1 kota (Gorontalo) sebagai unit analisis. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Mei hingga Agustus Sumber: Bappeda Prov.Gorontalo, Desain Penelitian Gambar 3.3 Peta Administrasi Provinsi Gorontalo Penelitian ini membatasi pada Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo selama dengan menggunakan pendekatan deskriptif dan kuantitatif. Metode analisis deskriptif merupakan teknik analisa dengan menyajikan data berupa tabel, rasio dan persentase, yang selanjutnya memaknai angka angka presentase dan rasio yang diperoleh. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif mengggunakan analisis Shift Share dan Matriks Tipologi Klassen untuk menjelaskan struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo.

49 Pendekatan kuantitatif lebih berdasarkan pada penggunaan teknik ekonometrik. Dalam penelitian ini akan menggunakan model regresi berganda unbalanced panel. Hasil perhitungan yang diperoleh akan dilakukan uji asumsi klasik dan uji statistik yang harus dipenuhi dan selanjutnya diinterpretasikan sesuai nilai nilai koefisien yang sudah diperoleh Definisi Operasional Operasionalisasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam tabel dan penjelasan berikut: Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel No Variabel Batasan Pengertian Simbol Satuan 1. Pertumbuhan ekonomi 2. Ketimpangan Pembangunan 30 Laju pertumbuhan PDRB riil dengan base year 2000 PE % - Perbedaan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo berdasarkan besarnya deviasi PDRB perkapita kabupaten/kota dari rata-rata PDRB perkapita provinsi dengan menggunakan Indeks Williamson. - Perbedaan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat yang diukur dengan menggunakan Indeks Gini. 3. PDRB perkapita total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk yang ada dalam wilayah yang bersangkutan I w GR Y Poin Rupiah 4. Penduduk 1. Jumlah penduduk dalam 1 tahun 2. Laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun. 5. Indeks Pembangunan Manusia Indeks yang menyatakan sebagai tolok ukur dari kesejahteraan masyarakat berdasarkan tingkat pendapatan, kesehatan dan pendidikan. 1. N 2. Pop IPM 1. Jiwa 2. % Poin 6. Rasio Belanja Infrastruktur Merupakan rasio dari belanja untuk infrastruktur terhadap total PDRB RBI Poin 1. Pertumbuhan Ekonomi adalah laju pertumbuhan PDRB riil dengan base year 2000 yang dihitung dengan formulasi : Pertumbuha n Ekonomi PDRB t - PDRB PDRB t-1 t % Dimana: PDRB t = PDRB tahun sekarang PDRB t -1 = PDRB tahun sebelumnya 2. Ketimpangan pembangunan: perbedaan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo berdasarkan besarnya deviasi PDRB perkapita

50 kabupaten/kota dari rata-rata PDRB perkapita provinsi dengan menggunakan Indeks Williamson dan ketimpangan pendapatan antara kelompok masyarakat dengan menggunakan Indeks Gini. 3. PDRB perkapita adalah total PDRB dibagi dengan jumlah penduduk yang ada dalam wilayah yang bersangkutan. 4. Penduduk memiliki 2 batasan, yaitu dalam jumlah absolut dan dalam persentase. Secara absolut merupakan jumlah penduduk suati wilayah dalam 1 tahun dan dalam persentase menggambarkan laju pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun dengan rumus: P op Dimana: Nt - N N t-1 t % N t = jumlah penduduk tahun sekarang N t-1 = jumlah penduduk tahun sebelumnya 5. Indeks Pembangunan Manusia adalah indeks yang menggambarkan kondisi tingkat pendapatan, kesehatan dan pendidikan masyarakat suatu wilayah yang digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan suatu wilayah. 6. Rasio belanja infrastruktur merupakan rasio antara pengeluaran belanja untuk infrastruktur dengan total PDRB yang berdampak langsung dan tak langsung bagi kemudahan masyarakat dalam mengakses infrastruktur Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder runtun waktu (time series) periode tahun , yang diperoleh dari berbagai laporan dan kompilasi data serta bentuk publikasi lainnya, seperti dari Badan Pusat Statistik dan Bappeda Kabupaten, Kota dan Provinsi serta publikasi Bank Dunia dan cross section dari lima wilayah (Kota Gorontalo, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato dan Kabupaten Bone Bolango) Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui dokumentasi terhadap berbagai data sekunder yang dibutuhkan yang berasal dari BPS dan pemerintah daerah Provinsi Gorontalo serta pemerintah daerah kabupaten dan kota. Berdasarkan variabel yang

51 diteliti maka data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan dan metode analisis yang digunakan disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.2 Kinerja Arah Penelitian No Tujuan Metode Analisis 1. Mendeskripsikan perubahan struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo 2. Menganalisis besarnya ketimpangan proporsional pada PDRB perkapita, IPM dan rasio belanja infrastruktur sebagai sumber ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo 3. Menganalisis hubungan ketimpangan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo 4. Memberi rekomendasi kebijakan kepada pemerintah yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo Deskriptif dengan menggunakan analisis Shift-Share, Tipologi Klassen Indeks Williamson, Indeks Gini & Regresi berganda dengan panel data Regresi double log dengan metode OLS Deskriptif Variabel/ Paramater PDRB sektor Kab/Kota/provinsi PDRB Kab/Kota, pendapatan kelompok masyarakat, PDRB perkapita, IPM, rasio belanja infrastruktur PDRB Kab/Kota, Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota Dari hasil analisis yang telah dilakukan poin sebelumnya 32 Data & Sumber Data PDRB Provinsi & Kab. Kota, Gorontalo Dalam Angka (GDA) PDRB Provinsi & Kab./Kota, GDA, APBD Kab/Kota, jumlah penduduk, IPM, belanja pemerintah untuk infrastruktur Kab/kota. PDRB Provinsi & Kab. Kota, Gorontalo Dalam Angka Dari hasil analisis yang telah dilakukan poin sebelumnya 3.8. Metode Analisis 1. Analisis untuk struktur perekonomian di Provinsi Gorontalo a. Analisis Shift-Share Analisis ini dilakukan untuk melihat pergeseran/perubahan aktivitas perekonomian kabupaten kota dalam dua titik tahun dibandingkan dengan Provinsi Gorontalo sebagai wilayah referensi. SSA ini melihat perkembangan tahunan selang (7 titik tahun), serta tahun dengan menggunakan data PDRB yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi dan masing-masing kabupaten kota di Gorontalo. Formulasi Shift-Share seperti pada persamaan berikut: X i X ij(t0) X.. (t1) Xi(t1) X.. (t1) X -1 X ij(t0) - X ij(t0) X.. (t0) Xi(t0) X.. (t0) X a + b + c ij(t1) ij(t0) X - X i(t1) i(t0)

52 Dimana : a : komponen Regional Share b : komponen proportionality shift c : komponen differential shift ΔX i : perubahan nilai aktifititas sektor i X.. : Nilai total aktivitas dalam total provinsi X i : Nilai total aktivitas i dalam total provinsi. X ij : nilai aktivitas sektor i dalam setiap kab/kota. t 1 : titik tahun akhir : titik tahun awal t 0 Pada analisis kabupaten kota, untuk daerah referensi adalah data provinsi. b. Deskripsi komparatif dan Analisis Matriks Tipologi Daerah (Matriks Klassen Typology). Deskripsi komparatif dilakukan untuk melihat perubahan struktur ekonomi termasuk didalamnya PDRB perkapita, baik tingkat provinsi maupun untuk kabupaten kota. Dilanjutkan dengan analisis tipologi daerah dengan menggunakan Matriks Klassen. Hal ini seperti dilakukan oleh Syafrizal dalam penelitiannya di daerah Sumatera Barat tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Regional: Kasus Sumatera Barat dalam bukunya Ekonomi Regional (Sjafrizal, 2008). Menurut Hill dalam Kuncoro (2004), analisis tipologi daerah digunakan untuk mengetahui gambaran mengenai pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah. Tipologi daerah pada dasarnya membagi daerah berdasarkan 2 indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan perkapita (PDRB pekapita). Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata PDRB perkapita sebagai sumbu horizontal, daerah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu: 1) High growth and high income (daerah cepat maju dan cepat tumbuh). 2) High growth but low income (daerah berkembang cepat). 3) Low growth and low income (daerah relatif tertinggal). 4) High income but low growth (daerah maju tapi tertekan). 33

53 PDRB per Kapita (y) Laju Pertum.(r) (r i > r) (r i < r) Tabel 3.3 Tipologi Daerah (y i < y) (y i > y) Pendapatan rendah dan pertumbuhan tinggi Pendapatan rendah dan pertumbuhan rendah Keterangan : r : Rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi. y : Rata-rata PDRB perkapita provinsi. r i : Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati. y i : PDRB perkapita kabupaten/kota yang diamati 34 Pendapatan tinggi dan pertumbuhan tinggi Pendapatan tinggi dan pertumbuhan rendah Kriteria daerah untuk membagi daerah kabupaten/kota adalah: a) High growth and high income: daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita yang lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten/kota di wilayah penelitian. b) High growth but low income: daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi tetapi tingkat PDRB perkapita yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di wilayah penelitian. c) Low growth and low income: daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendpatan perkapita yang lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di wilayah penelitian d) High income but low growth: daerah yang memiliki tingkat PDRB perkapita yang lebih tinggi tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di wilayah penelitian. Disebut tinggi apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih tinggi dibanding rata-rata kabupaten/kota di wilayah penelitian; digolongkan rendah apabila indikator di suatu kabupaten/kota lebih rendah dibanding rata-rata kabupaten/kota di wilayah penelitian.

54 35 2. Analisis ketimpangan pembangunan antarwilayah. Indeks Williamson I W n i 1 (y y) i y 2 (fi/n), 0 < V w < 1 Dimana : I w = Indeks Wllilamson y i = PDRB perkapita di kabupaten/kota i. y = rata-rata PDRB perkapita di Provinsi Gorontalo. f i = jumlah penduduk di kabupaten/kota i. n = jumlah penduduk di Provinsi Gorontalo. Nilai angka indeks yang semakin kecil atau mendekati nol menunjukan ketimpangan yang semakin kecil atau makin merata dan bila semakin jauh dari nol menunjukan ketimpangan yang semakin melebar. 3. Analisis sumber ketimpangan pembangunan digunakan metode analisis regresi berganda pada data panel dengan dua model sebagai berikut: I w α β Yt 1 β IPM 2 t GR α β Yt β IPM β RBI t 1 2 t 3 Dimana : I w : Indeks Williamson GR : Indeks Gini Y : Pertumbuhan PDRB Perkapita IPM : Indeks Pembangunan manusia RBI : Rasio Belanja Infrastruktur ε t β RBI 3 t ε t 4. Analisis hubungan ketimpangan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi digunakan Regresi Double Log dengan metode OLS terhadap nilai indeks dengan PDRB perkapita Mengikuti Hipotesa Neo-Klasik, variabel yang dapat digunakan sebagai independen variabel adalah pendapatan perkapita yang menunjukan tingkat pembangunan suatu negara/daerah. Sedangkan persamaan yang digunakan adalah dalam bentuk kuadratik karena hubungan antara ketimpangan pembangunan dengan tingkat pembangunan adalah bersifat non linear (Sjafrizal, 2008). Dengan demikian fungsi regresi yang dapat digunakan adalah persamaan regresi sebagai berikut:

55 36 logi w log δ log Y 2 logy ε, dan log GR log δ log Y 2 logy ε Dimana I w : Indeks Williamson GR : Indeks Gini Y : PDRB perkapita φ & δ: kofisien regresi ε : epsilon Dengan menggunakan persamaan kuadratik maka dapat diketahui apakah ketimpangan pada wilayah bersangkutan masih berada pada kondisi meningkat (divergence) atau sudah berada pada kondisi yang menurun (convergence) Uji Hipotesis 1. Uji Gejala Multikolinearitas. Multikolinearitas merupakan pelanggaran terhadap asumsi klasik yang menunjukan adanya hubungan linear diantara variabel-variabel bebas dalam model yang memiliki lebih dari satu variabel independen. Gejala multikolinearitas dapat menyebabkan koefisien regresi masing-masing variabel independen tidak signifikan secara statistik sehingga tidak dapat diketahui variabel mana yang mempengaruhi variabel dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala ini dapat dilihat pada nilai koefisien korelasi parsial. Jika koefisien korelasi parsial mendekati nilai 1,00 maka ada indikasi terdapat gejala multikolinearitas (Gujarati, 2003). 2. Uji Gejala Heteroskedastisitas. Dalam asumsi klasik, dalam suatu model ekonometrika terdapat kondisi dimana semua disturbances error yang muncul dalam model harus memiliki varians yang sama pada tiap kondisi pengamatan atau bersifat homoskedastis. Tidak terpenuhinya asumsi ini menyebabkan adanya heteroskedastisitas yang menyebabkan penaksiran/estimasi tidak lagi memiliki varians yang minimum. Untuk menguji gangguan ini dapat digunakan beberapa cara yang salah satunya dengan White Heteroscedasticity Test melalui pengujian hipotesis berikut ini:

56 H 0 : i (tidak terdapat gejala heteroskedastisitas) 2 2 H 0 : i (terdapat gejala heteroskedastisitas) Jika nilai nr 2 atau Obs* lebih besar dari nilai χ 2 pada tingkat signifikansi tertentu, maka H 0 ditolak. Atau dengan menggunakan probability value dengan kriteria tidak menerima H 0 jika probability valuenya < nilai α. 3. Uji Gejala Autokorelasi. Otokorelasi merupakan kondisi tidak adanya korelasi serial yang terjadi antara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu pada data time series. Pelanggaran terhadap asumsi ini disebut autokorelasi dan dapat menyebabkan dihasilkannya taksiran OLS yang tak bias namun tidak efisien (underestimated). Untuk mengetahui ada tidaknya gejala ini dilakukan Uji Durbin Watson dengan hipotesis sebagai berikut : H 0 : ρ = 0 (tidak ada autokorelasi) H a : ρ 0 (ada autokorelasi) H 0 : ρ > 0 (ada autokorelasi positif) H 0 : ρ < 0 (ada autokorelasi negatif) Jika H 0 terdapat pada kedua ujung interval berarti tidak ada serial autokorelasi baik positif maupun negatif (Gujarati, 2003), maka jika: d d L : H 0 tidak diterima (terdapat autokorelasi positif) d 4 d L : H 0 tidak diterima (terdapat autokorelasi negatif) d d 4 - : H 0 tidak ditolak (tidak terdapat autokorelasi) d U d U d : pengujian tidak memberikan hasil/ragu-ragu. L d U 4 - d d 4 - : pengujian tidak memberikan hasil/ragu-ragu. U d L Dimana: d U : nilai kritis atas. d L : nilai kritis bawah. 4. Kriteria Statistik: a) Uji Simultan (Uji-F) Uji-F digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen secara simultan terhadap variabel dependent dengan hipotesis statistik sebagai berikut (Gujarati, 2003) : H 0 : α n = 0 H 1 : setidaknya satu α n 0 (dimana n = 1,2,3)

57 Untuk menguji kedua hipotesis tersebut dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung dan nilai F tabel. Jika nilai F hitung > F tabel maka kita tidak dapat menerima H 0 atau dengan kata lain H 1 yang menyatakan bahwa semua variabel independet secara simultan mempengaruhi variabel dependent tidak dapat ditolak. Atau pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan probability value dengan kriteria tidak menerima H 0 jika probability valuenya < nilai α Menurut Juanda (2007) dalam menganalisis model sebaiknya pertama kali dilakukan pengujian model secara keseluruhan dengan menggunakan statistik uji-f. b) Uji Parsial (Uji-t) Uji-t dilakukan untuk mengetahui signifikansi setiap variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen dengan uji satu arah. Hipotesis yang akan diuji adalah : H 0 : α n 0, setiap variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependent H 1 : α n > 0, setiap variabel independen signifikan mempengaruhi variabel dependen Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dari persamaan regresi dengan nilai kritis dari tabel-t (t tabel ) pada tingkat kepercayaan tertentu. Jika t hitung > t tabel berarti H 0 tidak dapat diterima, artinya variabel independen signifikan mempengaruhi variabel dependen, demikian pula sebaliknya jika t hitung < t tabel berarti H 0 tidak dapat ditolak, artinya variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. Pengujian juga dapat dilakukan dengan menggunakan probability value dengan kriteria tidak menerima H 0 jika probability valuenya < nilai α. c) Penafsiran koefisien Determinasi (R 2 ) Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Besarnya R 2 berada antara 0 dan 1 ( 0 < R 2 < 1 ). Hal ini menunjukan bahwa semakin mendekati 1 nilai R 2 berarti model tersebut dapat dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. 38

58 BAB IV DESKRIPSI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografi Provinsi Gorontalo adalah salah satu provinsi di bagian utara Pulau Sulawesi yang ditetapkan dengan UU No. 38 Tahun 2000 sebagai provinsi yang terpisah dari Provinsi Sulawesi Utara. Wilayah Gorontalo terbagi atas 1 Kota yakni Kota Gorontalo sebagai ibukota provinsi dan 5 kabupaten masing-masing Kabupaten Gorontalo, Boalemo, Pohuwato, Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo Utara yang baru dimekarkan dari Kabupaten Gorontalo pada bulan Desember Posisi Gorontalo secara astronomis terletak diantara Lintang Utara dan Bujur Timur, hampir tepat di garis katulistiwa. Secara geografis diapit oleh Laut Sulawesi di sebelah Utara, Teluk Tomini di sebelah Selatan, Provinsi Sulawesi Utara di sebelah Timur, dan Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah Barat. Provinsi Gorontalo memiliki wilayah daratan seluas ,44 km2 (0,64 % luas Indonesia) dan lautan seluas km 2. Panjang garis pantai di bagian Utara dan Selatan ± 590 km. Topografi Gorontalo di dominasi oleh perbukitan dengan ketinggian m di atas permukaan laut meliputi 45% luas daratan dan daerah curam (kemiringan 15-40%) meliputi 39% luas daratan. Sebagaimana layaknya, lahan yang berada pada dataran yang cukup tinggi terlebih dengan struktur yang tidak rata maka sebagian besar lahan pertanian dimanfaatkan sebagai ladang atau kebun. Hanya sebagian kecil dari lahan pertanian di Gorontalo yang dapat dijadikan sawah yakni seluas ha atau 1/8 dari total lahan perkebunan seluas ha. Keadaan tanah dan pemanfaatannya mempengaruhi karakteristik pertanian di Provinsi Gorontalo. Sebagian besar masyarakat tani di Gorontalo merupakan petani ladang. Kelangkaan lahan sawah menjadi tantangan tersendiri bagi petani untuk dapat memilikinya. Banyak diantara mereka yang terpaksa menggarap lahan dengan kemiringan yang curam dan berada di pegunungan sebagai alternatif terakhir untuk mencari nafkah. Pada umumnya lahan pertanian di pegunungan ditanami jagung, umbi-umbian, sayur-mayur, pisang dan lain-lain. Jagung

59 40 merupakan tanaman yang paling banyak dipilih oleh petani Gorontalo dalam bercocok tanam. Luas panen jagung pada tahun 2007 mencapai ha dengan produksi ton atau rata-rata produksinya 48,12 kuintal per ha. Sedangkan luas panen padi sawah pada tahun 2007 adalah ha dengan produksi mencapai ton atau rata-rata produksi 45,56 kuintal per ha. Komoditi pertanian utama di Gorontalo untuk kelompok sayur-sayuran adalah cabe dan tomat, sedangkan untuk tanaman perkebunan yang paling dominan adalah tanaman kelapa dalam, kakao, cengkeh, kemiri, dan aren Kondisi Demografi Jumlah absolut penduduk di Provinsi Gorontalo senantiasa mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 yang semula hanya jiwa, pada tahun 2008 menjadi jiwa atau naik 14%. Demikian pula dengan jumlah penduduk pada kabupaten dan kotanya. Peningkatan terbesar terjadi di Kabupaten Boalemo, dengan jumlah jiwa di tahun 2001 naik menjadi jiwa atau naik 35%. Kota Gorontalo di tahun 2001 sebesar jiwa naik menjadi jiwa atau naik 21%. Kabupaten Pohuwato naik dari jiwa menjadi jiwa di tahun 2008 (naik 16%). Kabupaten Gorontalo, dari jiwa di tahun 2001 menjadi jiwa atau naik 8%. Kabupaten Bone Bolango, dari jiwa pada tahun 2001, naik menjadi pada tahun 2008 atau meningkat 9%. Sumber: BPS Provinsi Gorontalo, 2008 Gambar 4.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Gorontalo

60 41 Kabupaten Gorontalo memiliki laju pertumbuhan penduduk terendah, tapi dari kontribusi terhadap total jumlah penduduk di Provinsi Gorontalo, daerah ini rata-rata memberikan kontribusi sebesar 46%. Kota Gorontalo sebagai ibu kota provinsi hanya memberikan kontribusi sebesar 17%. Selebihnya 13% berasal Kabupaten Bone Bolango serta Kabupaten Pohuwato dan Boalemo masingmasing 12%. Sumber: BPS Provinsi Gorontalo, 2008 Gambar 4.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Kab/Kota di Provinsi Gorontalo Meskipun mengalami peningkatan dalam jumlah absolut, ternyata laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Gorontalo mengalami fluktuasi yang cukup signifikan dan pada akhir tahun 2008 lebih rendah dibanding laju pertumbuhan pada tahun Dari lima daerah, Kabupaten Boalemo memiliki rata-rata laju pertumbuhan yang tertinggi, sebesar 4,10% per tahun. Selanjutnya Kabupaten Pohuwato 2,97%; Kota Gorontalo 2,59%; Kabupaten Bone Bolango 2,1% dan Kabupaten Gorontalo 1,3% rata-rata per-tahunnya. Penduduk Gorontalo pada tahun 2008 berjumlah jiwa, jika dibandingkan dengan luas wilayah maka dapat diperoleh tingkat kepadatan penduduk sebesar 80 jiwa per km2. Berikut disajikan tabel luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk per km 2 menurut kabupaten / kota di Provinsi Gorontalo.

61 42 Tabel 4.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per Km 2 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo Tahun 2008 Jumlah Tingkat Luas No. Kabupaten/Kota Penduduk Kepadatan (km2) (jiwa) (jiwa/km2) 1 Kab. Gorontalo 3.426, Kota Gorontalo 64, Kab. Boalemo 2.248, Kab. Pohuwato 4.491, Kab. Bone Bolango 1.984, Provinsi Gorontalo 12, Sumber BPS Provinsi Gorontalo, 2009 Dengan kepadatan penduduk yang rendah dan ritme aktivitas yang tidak terlalu tinggi maka masyarakat Gorontalo dapat menjalin komunikasi sosial dengan baik. Umumnya penduduk pada suatu desa masih dapat saling mengenal, bahkan memiliki hubungan keluarga satu sama lainnya. Hubungan persaudaraan dan kekerabatan merupakan perekat sosial yang dipelihara sejak zaman dahulu yang diperkuat dengan doktrin nilai-nilai religius yang bersumber dari agama Islam sebagai agama kerajaan pada masa itu. Implementasi nilai-nilai sosial-religius pada masyarakat Gorontalo dilakukan dalam bentuk saling membantu, gotong-royong, saling silaturahmi, membagi masakan kepada tetangga dan sebagainya. Kehidupan yang begitu bersahaja juga ditunjukkan dalam hubungan sosial ekonomi dengan munculnya berbagai sub sistem sosial yang khas. Menurut Niode (2007) dalam kehidupan masyarakat Gorontalo terdapat 13 sub sistem sosial, 9 diantaranya menggambarkan susasana kekeluargaan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi secara bersama-sama dan selebihnya menyangkut etika kekeluargaan dan partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kesembilan sub sistem sosial yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : (1) hulunga, yakni melakukan pekerjaan secara bersamasama secara sukarela dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat tanpa membedakan status sosial dan tidak mengharapkan imbalan sama sekali; (2)

62 43 huyula, artinya melakukan pekerjaan secara bersama secara timbal-balik antar-anggota masyarakat, misalnya dalam membangun rumah; (3) himbunga, perhimpunan beberapa orang anggota masyarakat untuk melakukan kegiatan usaha secara bersama-sama dan membagi hasilnya secara merata, misalnya membuka dan mengelola lahan pertanian; (4) palita, hampir sama dengan himbunga, tetapi setiap orang ditentukan pembagian hak milik sehingga hasil yang dinikmati masing-masing akan berbeda sesuai pembatasan hak milik tersebut, (5) tiayo, permintaan bantuan seorang penduduk kepada tetangga, kenalan, atau kaum kerabat untuk mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan sendiri, warga yang membantu tidak diberikan imbalan terkecuali sajian makan siang oleh pemilik pekerjaan; (6) dembulo, sumbangan berupa barang dalam kegiatan upacara pernikahan dan perkabungan dengan tidak mengharapkan imbalan, (7) depita, saling memberi antar tetangga, kenalan dan kawan kerabat pada saat seseorang baru melakukan panen atau memperoleh hasil pertanian yang berlebih; (8) timoa, sumbang-menyumbang berupa benda di kalangan pemuda yang akan menikah dengan ketentuan harus dibalas kembali ketika penyumbang tersebut akan menikah kelak; dan (9) heiya, sumbang menyumbang berupa uang dalam pelaksanaan hajatan seperti pesta pernikahan dan sebagainya. Nilai-nilai sosial tersebut mengikat masyarakat Gorontalo untuk maju secara bersama-sama, saling peduli dan menekan kesenjangan diantara mereka. Akan tetapi nilai-nilai demikian sudah mengalami proses erosi sosial, tradisi huyula, timoa, tiayo dan sebagainya tinggal menjadi strategi untuk bertahan hidup (survival strategic) pada masyarakat marginal, tidak lagi menjadi spirit sosial yang membentuk sistem nilai budaya. Masyarakat Gorontalo berada pada sebuah realitas dimana sistem makna sosial budaya sedang mengalami krisis Aspek Pemerintahan dan Penanggulangan Kemiskinan Pembentukan Provinsi Gorontalo telah menjadi momentum penting bagi seluruh komponen masyarakat dan pemerintah untuk memberi perhatian lebih terhadap penyelenggaraan pembangunan. Dalam usianya

63 44 yang masih sangat muda pemerintah Provinsi Gorontalo mampu menunjukkan prestasi yang lebih baik daripada provinsi lainnya, misalnya sebagai satu-satunya penerima penghargaan tertib administrasi keuangan tahun 2007, penerima penghargaan ketahanan pangan selama tiga tahun berturut-turut ( ), sebagai pelaksana Good Governance terbaik di Indonesia menurut penelitian UGM, dan sebagainya. Tingginya konsentrasi penyelenggaraan pembangunan di Provinsi Gorontalo didukung dengan peningkatan anggaran yang cukup tinggi. Pada tahun 2001 nilai APBD Provinsi Gorontalo sebesar Rp terus meningkat menjadi Rp pada tahun 2006, atau terjadi peningkatan nominal % dalam kurun waktu 5 tahun. Khusus untuk penanggulangan kemiskinan Pemerintah Provinsi Gorontalo secara rutin mengalokasikan anggaran yang cukup besar. Pada tahun 2005 alokasi APBD untuk penanggulangan kemiskinan sebesar Rp dan meningkat menjadi Rp pada tahun Sementara dana penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBN berjumlah Rp pada tahun 2005 menjadi Rp pada tahun Anggaran penanggulangan kemiskinan tersebut dimanfaatkan antara lain melalui pembangunan rumah layak huni dan peningkatan aksesibilitas masyarakat miskin terhadap pelayanan kesehatan dengan pembentukan Badan Pelaksana Kesehatan Mandiri (Bapelkesman). Sebagai hasil dari kerja keras dan semangat kolektif antara masyarakat dan pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan maka angka kemiskinan Provinsi Gorontalo turun drastis dalam kurun waktu yang relatif pendek. Tingkat kemiskinan Provinsi Gorontalo sebelum pemekaran mendekati level 73 % turun menjadi 29,13% pada tahun 2008 setelah delapan tahun berdiri sebagai provinsi sendiri. Namun angka ini masih lebih tinggi dibanding nasional yang hanya 17,75% Sosial Kemasyarakatan di Provinsi Gorontalo Pendidikan Sumber daya manusia merupakan salah satu instrumen pembangunan yang cukup mempengaruhi proses dan hasil pembangunan itu sendiri, dan untuk

64 45 membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dibutuhkan tingkat pendidikan yang memadai. Salah satu tolok ukur keberhasilan pelaksanaan pendidikan adalah dengan menggunakan Angka Partisipasi Kasar. Instrumen ini menngambarkan persentase penduduk (siswa) yang bersekolah pada tingkat tertentu tanpa memperhitungkan tingkat umur terhadap jumlah penduduk usia sekolah pada tingkat tertentu tersebut. Nilai APK dimungkinkan mencapai lebih dari 100% karena jumlah siswa yang bersekolah pada tingkat yang dimaksud tanpa memperhitungkan tingkat umur pada tingkatan tersebut. Jadi pada perhitungan APK, misalnya anak yang bersekolah di SMP dengan umur kurang dari 13 tahun atau lebih dari 15 tahun, akan tetap masuk dalam perhitungan, sementara jumlah penduduk sebagai pembandingnya dibatasi dalam umur tahun sebagai interval umur untuk anak SMP. Sumber: Diknas & BPS Provinsi Gorontalo, 2009 Gambar 4.3 APK dan APM Kabupaten dan Kota di Provinsi Gorontalo Sampai dengan tahun 2008, untuk tingkat SD Kota Gorontalo memiliki APK dengan capaian yang tertinggi, sebesar 152 % di tahun Untuk APK SD pada semua daerah mencapai lebih dari 100 %, artinya fase awal program wajib belajar di Provinsi Gorontalo telah menunjukan prestasi yang cukup baik. Hal ini juga didukung oleh Angka Partisipasi Murni (APM) SD yang mencapai lebih dari 85% pada semua daerah.

65 46 Pengangguran dan Kemiskinan Jumlah pengangguran di Provinsi Gorontalo dari tahun 2001 sampai 2006 mengalami peningkatan yang cukup signifikan baik dari nilai absolut maupun persentase. Tahun 2001 mencapai orang (3.7%) meningkat menjadi orang (11.14%) di tahun Setelah itu di tahun 2007 dan 2008 persentase pengangguran di Gorontalo mengalami penurunan, bahkan lebih rendah dibanding nasional yang memiliki capaian 9,11% dan 8,39%. Sumber : BPS, 2009 Gambar 4.4 Persentase Pengangguran di Sulawesi dan Nasional Dibandingkan daerah lainnya di Sulawesi, capaian Gorontalo juga relatif rendah. Rata-rata selama Gorontalo berada dalam posisi kedua dengan persentase terendah setelah Sulawesi Barat. Dalam tingkat nasional, tahun 2007 Gorontalo berada dalam posisi ke-15 dan tahun 2008 menjadi posisi ke-11 dalam persentase penggangguran yang terendah di Indonesia. Dari aspek kemiskinan, secara umum capaian Gorontalo menunjukan penurunan baik dari aspek jumlah absolut maupun dalam persentase. Sebelum Gorontalo ditetapkan menjadi provinsi, persentase penduduk miskin berdasarkan perhitungan pada tahun 1999 sebesar 49,54 %, kemudian turun 32,94 % pada tahun Di tahun 2001, ketika Gorontalo dalam proses persiapan pembentukan dan peresmian menjadi provinsi, kemiskinan turun menjadi 29,74 %. Selanjutnya di tahun 2002 kembali meningkat menjadi 32,12% dan sampai akhir tahun 2008 terus menunjukan trend penurunan.

66 Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Kemiskinan di Provinsi Gorontalo Daerah Jlh Penduduk % Penduduk Jlh Penduduk % Penduduk Jlh Penduduk % Penduduk Miskin Miskin Miskin Miskin Miskin Miskin Kab. Gorontalo 138, , , Kota Gorontalo 15, , , Kab. Boalemo 33, , , Kab. Pohuwato 34, , , Kab. Bone Bolango 35, , , Provinsi Gorontalo 257, , , Sumber : Sewindu Gorontalo, BPS Gorontalo, Sumber : BPS, 2009 Gambar 4.5 Persentase Kemiskinan di Sulawesi dan Nasional Meskipun mengalami penurunan dalam jumlah absolut dan persentase, tetapi kondisi kemiskinan di Provinsi Gorontalo tetap masih di atas daerah lainnya di Sulawesi dan di atas rata-rata nasional. Tahun 2005 berada dalam posisi ketiga dan selama tahun 2006 sampai 2008 di posisi keempat nasional. Capaian yang sangat kontradiksi dibanding capain pertumbuhan ekonominya.

67 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian di Provinsi Gorontalo Seperti umumnya provinsi di Indonesia, Gorontalo merupakan daerah dengan kontribusi sektor pertanian yang terbesar. Lebih dari 30% PDRB Gorontalo selama menjadi provinsi dibentuk dari aktivitas pertanian. Sektor jasa serta sektor perdagangan hotel dan restoran merupakan penyumbang terbesar lainnya dengan kontribusi rata-rata 17.59% dan 14.74% per tahun. Meskipun pertanian merupakan penyumbang terbesar, namun memiliki laju pertumbuhan ekonomi sektoral relatif rendah, hanya rata-rata 4.85% per tahun. Pertumbuhan ini relatif kecil dibandingkan dengan laju sektor listrik yang memiliki kontribusi tidak cukup 1% namun dengan laju pertumbuhan 11.04%. Laju pertumbuhan sektor pertanian terbesar adalah pada tahun 2002 (6.90%) dan terendah di tahun 2008 (3.25%). Sektor yang memiliki rata-rata pertumbuhan terbesar adalah sektor perdagangan (15.25%), listrik (11.04%) dan pertambangan (8.59%). Seluruh sektor pertumbuhannya fluktuatif. Sumber: BPS Provinsi Gorontalo, 2009 Gambar 5.1 Proporsi dan Laju Pertumbuhan PDRB Sektoral Riil Provinsi Gorontalo

68 49 Terdapat kesenjangan dalam struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo jika antara kontribusi dan pertumbuhan PDRB (pertumbuhan ekonomi sektoral) ini dikaitkan dengan kontribusi dan pertumbuhan tenaga kerja sektoral. Misalnya untuk sektor pertanian dari tahun 2003 ke tahun 2006 memiliki kontribusi PDRB sektor di atas 30%, relatif terbesar dibanding kontribusi sektor lainnya. Demikian halnya dengan kontribusi tenaga kerja sektoralnya yang mencapai separuh dari total penggunaan tenaga kerja yang ada di Gorontalo. Namun kontribusi PDRB sektor pertanian yang relatif besar ini hanya diikuti dengan laju pertumbuhan ekonomi (laju pertumbuhan PDRB) yang relatif rendah dibanding sektor lainnya (dari 3.48% di tahun 2003 menjadi 5.5% di tahun 2006). Bandingkan dengan sektor listrik yang hanya memiliki kontribusi PDRB 0.93% di tahun 2003 menjadi 0.96 di tahun 2006 tetapi memiliki peningkatan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari sektor pertanian, yaitu dari 6.25% di tahun 2003 menjadi 6.59% di tahun Ketimpangan ini didukung pula oleh perbedaan pada kontribusi dan laju pertumbuhan pada tenaga kerja sektoral. Sektor pertanian bukan hanya memiliki kontribusi PDRB yang terbesar, tetapi juga kontribusi tenaga kerja sektoral yang terbesar (49.44% di tahun 2003 menjadi 50.63% di tahun 2006). Berbeda dengan kontribusi PDRB terbesar yang diikuti dengan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif rendah, kontribusi tenaga kerja sektoral pertanian justru diikuti oleh laju pertumbuhan tenaga kerja yang relatif tinggi. Di tahun 2003 proporsi tenaga kerjanya sebesar 49.44%, menjadi 50.63% di tahun Capaian ini searah dengan laju pertumbuhan tenaga kerja yang juga relatif tinggi dibanding daerah lainnya (1.19% di tahun 2003 menjadi 13.24% di tahun 2006). Disatu sisi, sektor-sektor yang memiliki kontribusi PDRB yang relatif kecil justru memiliki laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dengan kontribusi tenaga kerja sektoral yang relatif rendah dan laju pertumbuhan tenaga kerja sektoral yang jumlahnya cenderung menurun. Seperti halnya yang terjadi pada sektor listrik yang memiliki kontribusi PDRB yang relatif kecil dan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian, sektor listrik juga memiliki kontribusi tenaga kerja sektoral yang relatif rendah dibanding sektor pertanian (0.12% di tahun 2003 turun menjadi 0.11% di tahun

69 ). Selain itu, terjadi penurunan yang sangat signifikan pada laju pertumbuhan tenaga kerjanya, dari 8.79% di tahun 2003 menjadi -2.58% di tahun Keadaan ini menyebabkan tenaga kerja di sektor pertanian akan menerima PDRB perkapita yang lebih rendah dibanding sektor listrik dan sektor lainnya yang lebih kompetitif dari aspek tenaga kerja sektoral. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama, maka gap antara sektor akan semakin melebar sehingga ketimpangan pembangunan berpeluang semakin melebar pula. Jumlah PDRB Kab/Kota Pertumbuhan Ekonomi Kab/Kota Sumber: BPS Provinsi Gorontalo, 2009 Tahun 2008: Data sementara Gambar 5.2 Nilai PDRB Riil dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Riil Kab/Kota di Provinsi Gorontalo tahun Dari aspek wilayah, ketimpangan dalam struktur ekonomi masih diakibatkan oleh perbedaan dalam proporsi kepemilikan PDRB dan dinamika pertumbuhan PDRB pada setiap wilayah seperti yang ditunjukkan dalam gambar 5.2. Kabupaten Gorontalo merupakan daerah dengan kontribusi nilai PDRB riil terbesar, rata-rata 38% terhadap PDRB Provinsi Gorontalo. Dari milyar rupiah nilai PDRB riil provinsi di tahun 2008, 38% (899 milyar) merupakan kontribusi dari Kabupaten Gorontalo, 21% dari Kota Gorontalo, 19% Pohuwato, 12% Boalemo dan 10% dari Bone Bolango. Besarnya kontribusi PDRB setiap wilayah ini tidak diikuti dengan pertumbuhan yang proporsional. Artinya, daerah yang memiliki PDRB terbesar

70 51 justru memiliki laju pertumbuhan PDRB yang relatif rendah dibandingkan dengan daerah yang memiliki kontribusi PDRB yang kecil. Sampai dengan tahun 2007, rata-rata pertumbuhan ekonomi terbesar dimiliki Kabupaten Pohuwato (7,16%), lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan provinsi (6,45%). Kota Gorontalo, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Bone Bolango masingmasing dengan pertumbuhan sebesar 6,93%; 6,46%; 6,21% dan 5,18% pertahun. Ketimpangan dalam proporsi dan laju pertumbuhan ini jika dianalisis lebih lanjut bersama dengan analisis jumlah penduduk, maka ketimpangan selanjutnya yang akan terjadi adalah ketimpangan dalam PDRB perkapita (pembahasan lebih lanjut terdapat dalam Sumber Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo. Pada gambar 5.2 juga menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi riil kabupaten/kota yang ada di Provinsi Gorontalo juga cenderung mengalami penurunan. Hal ini terutama disebabkan karena faktor alam dimana sepanjang tahun 2008 terjadi beberapa kali bencana banjir yang hampir merata di seluruh wilayah provinsi. Selain merusak infrastruktur seperti jalan, jembatan, bangunanbangunan publik seperti sekolah, perkantoran, pasar tradisional dan pemukiman penduduk, banjir juga mengakibatkan lahan-lahan pertanian rusak, kemudian mengganggu kegiatan produksi dan ekspor. Akibat akhirnya adalah menurunnya kemampuan berkonsumsi masyarakat Analisis Shift Share Shift-share analysis merupakan salah satu dari teknik analisis untuk memahami pergeseran struktur aktivitas di suatu lokasi tertentu dibandingkan dengan suatu referensi (dengan cakupan wilayah lebih luas) dalam dua titik waktu. Atau dengan kata lain melakukan dekomposisi terhadap pertumbuhan ekonomi yang terjadi dalam suatu wilayah. Pemahaman struktur aktivitas dari hasil analisis shift-share juga menjelaskan kemampuan berkompetisi (competitiveness) aktivitas tertentu di suatu wilayah secara dinamis atau perubahan aktivitas dalam cakupan wilayah lebih luas. Dalam penelitian ini, wilayah referensi adalah Provinsi Gorontalo dan unit analisisnya adalah empat wilayah kabupaten (Gorontalo, Boalemo, Pohuwato dan Bone Bolango) serta Kota Gorontalo. Hasil analisis ini akan menjelaskan kinerja (performance) kabupaten/kota dan membandingkannya dengan kinerjanya dalam wilayah

71 Provinsi Gorontalo. Hasil dekomposisi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo seperti dalam tabel berikut: Uraian Tabel 5.1 Nilai Analisis Shift-Share di Provinsi Gorontalo rata-rata tahun Pertamban Pertanian gan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Minum 52 Perdagangan, PengangkutanKeu,Perush Bangunan/ Hotel & & & Jasa Konstruksi Restoran Komunikasi Perusah Jasa-Jasa Regional Share Proportional Shift Differential Shift Kab.Gorontalo Kota Gorontalo Boalemo Pohuwato Bonbol SSA Kab.Gorontalo Kota Gorontalo Boalemo Pohuwato Bonbol Sumber: Hasil Perhitungan Ket: cetak tebal adalah sektor yang memiliki nilai tertinggi dalam wilayah; cetak garis bawah adalah nilai tertinggi dalam setiap sektor Komponen Regional Share Nilai regional share tak lain menunjukan besarnya pertumbuhan ekonomi provinsi. Selama kurun waktu , pertumbuhan ekonomi di Provinsi Gorontalo rata-rata meningkat sebesar atau 6,15% per tahun. Nilai ini juga menunjukan kontribusi rata-rata pertumbuhan ekonomi provinsi terhadap kabupaten dan kotanya.

72 53 Sumber: Hasil Perhitungan Gambar 5.3 Nilai Regional Share Provinsi Gorontalo Penurunan pertumbuhan yang cukup drastis di tahun 2008 seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya terutama disebabkan oleh faktor alam. Selama tahun tersebut, Gorontalo mengalami beberapa kali bencana banjir yang terjadi hampir di seluruh wilayah kabupaten dan kota yang menyebabkan kerusakan pada berbagai fasilitas yang dimiliki dan akhirnya berpengaruh pada proses produksi. Banyak lahan sawah yang mengalami gagal panen akibat terendam banjir. Selain itu, orientasi investasi yang lebih ditujukan pada sektor non industri menyebabkan efek pengganda pembangunan juga lebih menurun di tahun Komponen Proportionality Shift Komponen kedua dalam analisis shift share adalah proportionality shift. Dari komponen ini diperoleh hasil secara rata-rata terdapat lima sektor yang memiliki pertumbuhan di bawah pertumbuhan provinsi, yaitu sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, bangunan dan jasa. Dengan kata lain, kelima sektor tersebut aktivitas ekonominya tumbuh lebih lambat dibanding aktivitas ekonomi provinsi. Sektor pertanian sebagai sektor yang memiliki proporsi PDRB terbesar memiliki dinamika yang relatif konstan pada semua wilayah. Hal ini juga diperkuat dengan terspesialisasinya sektor ini hanya pada tahun 2002 saja. Penggunaan teknologi yang belum merata tidak hanya berpengaruh pada sektor pertanian itu sendiri, tetapi juga pada sektor industri pengolahan yang sumber

73 54 bahan bakunya berasal dari sektor pertanian. Aktivitas hotel dan restoran juga relatif tidak terspesialisasi karena aspek pariwisata belum signifikan meningkatkan pendapatan bagi daerah. Sektor jasa yang berkembang di Gorontalo umumnya masih didominasi oleh jasa pemerintah dan masih minimnya kontribusi jasa dari sektor swasta/masyarakat secara umum sehingga sektor ini pun tidak terspesialisasi. Sumber : Hasil Perhitungan Gambar 5.4 Nilai Proportionality Shift Provinsi Gorontalo Dari gambar perkembangan nilai proportionality shift di atas, seluruh sektor pertumbuhannya fluktuatif. Sektor yang rata-rata memiliki nilai proportionality shift yang positif adalah sektor listrik, perdagangan, pengangkutan dan keuangan. Meski rata-rata memiliki nilai yang positif, sektor listrik, gas dan air minum mengalami penurunan signifikan di tahun 2006 dan Hal ini disebabkan oleh rendahnya produktivitas kelistrikan yang berdampak pada pemadaman listrik bergilir diseluruh wilayah Gorontalo selama 8 tahun terakhir. Kinerja pelayanan air bersih didaerah oleh PDAM yang relatif rendah juga masih dikeluhkan para pelanggan. Untuk itu dilakukan pembenahan dengan melakukan penambahan daya pembangkit listrik. Meskipun secara rata-rata selama tahun sektor ini terspesialisasi (diatas pertumbuhan ekonomi provinsi), tetapi krisis listrik di

74 55 Gorontalo makin memprihatinkan dengan meningkatnya intensitas pemadaman bergilir pada semua wilayah kabupaten kota dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sektor perdagangan, hotel dan restoran juga berfluktuasi tetapi pertumbuhannya relatif lebih baik dibanding sektor perdagangan dan pengangkutan. Meskipun sempat berkontraksi di tahun namun di tahun 2008 kembali meningkat dan lebih tinggi dibanding tahun Pembukaan berbagai akses sarana transportasi baik darat, perairan maupun udara merupakan tuntutan untuk dapat menarik para investor, sehingga mendorong sektor ini rata-rata tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi provinsi. Namun perkembangan yang terjadi cenderung mengalami penurunan. Kondisi geografi yang kebanyakan masih sulit terjangkau menyebabkan akses pembukaan maupun perawatan dan perbaikan sarana transportasi dan komunikasi mengalami kendala. Aktivitas banjir yang rutin melanda wilayah Gorontalo juga memperparah kondisi sektor ini, khususnya untuk transportasi darat. Meski demikian, sektor ini memiliki pertumbuhan rata-rata di atas pertumbuhan ekonomi provinsi. Penurunan pada sektor pertambangan disebabkan penutupan beberapa areal penambangan liar, khususnya untuk bahan galian di wilayah Kota Gorontalo serta pertambangan emas di wilayah Boalemo dan Pohuwato di tahun 2004 dan Peningkatan yang signifikan kembali terjadi di tahun 2006 dengan adanya penemuan areal tambang baru di wilayah Bone Bolango. Namun dalam perkembangannya pemanfaatan areal tambang ini masih menimbulkan pro kontra sehubungan dengan ancaman kerusakan lingkungan. Hal ini menyebabkan beberapa areal terpaksa ditutup dan masih menunggu kemungkinan untuk dapat dilakukan eksploitasi kembali. Pertumbuhan negatif sektor bangunan terjadi sampai tahun 2005 dan kembali negatif di tahun 2007 sampai 2008 disebabkan bencana alam seperti banjir dan gempa bumi yang acap kali menimpa Gorontalo. Hal ini menyebabkan selama tahun 2002 sampai 2008 sektor bangunan mengalami pertumbuhan yang negatif. Perkembangan usaha real estate guna menjawab pemenuhan kebutuhan perumahan sebenarnya sejak awal sudah ada. Namun perkembangan yang signifikan terjadi di tahun Hal yang hampir sama terjadi pada sektor

75 56 keuangan. Progres yang cukup baik di awal terbentuknya provinsi selanjutnya mengalami penurunan hingga tahun Selanjutnya terjadi peningkatan hingga tahun 2008 di atas sektor lainya karena aktivitas sebagai daerah dalam pengembangan merupakan rangsangan bagi setiap individu untuk eksis dalam sektor ini. Setiap sektor dalam proportionalty shift pada masing-masing kabupaten/kota dapat dihitung besarnya nilai peningkatan/penurunan dengan mengalikan setiap nilainya dengan nilai PDRB sektor pada masing-masing kabupaten dan kota (hasilnya adalah nilai magnitude yang ada dalam lampiran). Total hasil penjumlahannya untuk setiap kabupaten/kota menunjukkan dampak dari bauran industri (industrial mix). Jika positif, berarti bauran industri berdampak positif terhadap perekonomian kabupaten kota yang bersangkutan, demikian sebaliknya. Berdasarkan perhitungan pada setiap kabupaten dan kota (lampiran 2) diperoleh hasil bahwa daerah yang memiliki dampak positif dengan adanya bauran industri selama tahun adalah Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo dengan kontribusi pertumbuhan rata-rata sebesar 2, juta rupiah dan juta rupiah. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan aktivitas ekonomi rata-rata selama tahun yang positif pada sektor listrik, perdagangan, pengangkutan dan keuangan bagi Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo telah mampu menciptakan aktivitas perekonomian secara agregat yang tumbuh lebih cepat dan terspesialisasi dibanding aktivitas provinsi dan daerah lainnya di Gorontalo Komponen Differential Shift Bagian terakhir dari analisis shift share adalah differential shift yaitu komponen yang menggambarkan pertumbuhan ekonomi daerah pada setiap sektor karena kondisi spesifik daerah yang kompetitif. Hasil dekomposisi pertumbuhan pada komponen ini juga dapat menggambarkan perbedaan struktur ekonomi dalam setiap wilayah pada masing-masing sektor. A. Kabupaten Gorontalo. Selama tahun , Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo merupakan wilayah yang kompetitif di sektor pengangkutan dan komunikasi. Hal ini disebabkan keberadaan sarana transportasi udara Provinsi Gorontalo

76 57 dan transportasi laut antarpulau sebagian besar menggunakan fasiltas pelabuhan pada wilayah ini. Tetapi khusus untuk pelabuhan laut, saat ini telah menjadi aset Kabupaten Gorontalo Utara sebagai daerah mekarannya. Aspek kompetitif daerah ini pada sektor pertanian ternyata masih lebih rendah dibanding Kabupaten Boalemo, padahal kepemilikan potensi pertanian di daerah ini lebih besar dibanding Boalemo. Misalnya luas areal sawah Kabupaten Gorontalo mencakup 65% dari total sawah di Provinsi Gorontalo sementara Kabupaten Boalemo hanya 14% saja, areal bukan sawah Kabupaten Gorontalo sebesar 25% dan Kabupaten Boalemo hanya 23%. Dengan mengalikan nilai setiap koefisen sektor dengan nilai PDRB sektor yang bersangkutan maka akan diperoleh besarnya pertumbuhan PDRB sektor dalam rupiah, dan hasil penjumlahan dari seluruh sektor akan menggambarkan tingkat kompetitif daerah/wilayah secara agregat. Dari hasil perhitungan pada Lampiran 2 diperoleh hasil bahwa pertumbuhan Kabupaten Gorontalo turun sebesar 1, juta rupiah atau secara agregat perekonomian Kabupaten Gorontalo tidak kompetitif. Jadi, sangat wajar Kabupaten Gorontalo perekonomianya secara rata-rata tidak kompetitif meskipun sektor pertanian sebagai kontributor PDRB terbesar termasuk sektor yang kompetitif. Hal ini disebabkan akumulasi pertumbuhan PDRB dari sektor pertanian dan pengangkutan tidak dapat mengimbangi besarnya nilai sektor yang tidak kompetitif. Rendahnya koefisen differential shift (tingkat kompetitif) dapat disebabkan oleh belum maksimalnya penerapan teknologi pada sektor pertanian. Selain itu, pembukaan areal pertanian pada daerahdaerah yang rawan atau pembukaan hutan yang tidak tepat telah menimbulkan bencana banjir dan tanah longsor yang justru menyebabkan penurunan produksi pertanian.

77 58 Sumber : Hasil Perhitungan Gambar 5.5 Nilai Differential Shift Kabupaten Gorontalo Dari analisis tahunan seperti dalam gambar di atas terdapat penurunan signifikan maupun nilai negatif di tahun 2002 yang selanjutnya diikuti peningkatan signifikan di tahun berikutnya pada sektor industri pengolahan, bangunan, perdagangan, pengangkutan dan keuangan. Faktor penyebab kelima sektor tersebut adalah adanya perubahan dinamika ekonomi secara keseluruhan karena adanya pemekaran wilayah. Disaat tahun pertama, terjadi penurunan yang sangat signifikan, selanjutnya meningkat lagi. Sektor pertambangan, terdapat pembukaan areal pertambangan baru seperti di Kecamatan Mootilango, Sumalata dan Kecamatan Kwandang. Euforia sebagai daerah baru menyebabkan pembukaan areal tambang yang tidak terkontrol, sehingga dilakukan penertiban yang berefek pada ketidakstabilan pertumbuhan di tahun selanjutnya bahkan cenderung menurun. Sektor listrik yang rendah di tahun awal selanjutnya mengalami peningkatan yang signifkan juga merupakan respon atas pembangunan sebagai daerah baru yang terpisah dengan Sulut. Selanjutnya kinerja sektor listrik Kabupaten Gorontalo kembali menurun sebagai akibat krisis listrik yang terjadi hingga saat ini. Demikian halnya dengan sektor bangunan dan keuangan. Keduanya mengalami peningkatan yang cukup signifikan, lalu berfluktuasi. Meskipun ketiga sektor ini sangat fluktuatif, tetapi akumulasinya

78 59 memberikan pertumbuhan ekonomi sektor di atas pertumbuhan ekonomi provinsi. Sektor pengangkutan mengalami pertumbuhan negatif di tahun 2002 karena realisasi terhadap pengangkutan dan komunikasi tidak secepat sektor lainnya. Di satu sisi sarana pengangkutan dan komunikasi banyak yang mengalami kerusakan baik faktor usia maupun faktor alam.memasuki tahun 2003 dan 2004, banyak proyek di sektor ini yang direalisasikan, terutama untuk membuka areal terisolir yang masih mendominasi beberapa kecamatan di daerah ini. Penurunan kembali setelah tahun 2004 tidak berarti bahwa tidak terdapat peningkatan pada sektor ini. Jumlah absolute PDRB sektor tetap meningkat, tetapi peningkatan ini mengalami penurunan. B. Kota Gorontalo Kota Gorontalo sebagai pusat pemerintahan, aspek pengangkutan merupakan hal yang menjadi fokus perhatian. Selain itu, sarana pelabuhan laut yang melayani perdagangan antarpulau dan ke luar negeri mendukung sektor ini menjadi sektor yang kompetitif. Hasil analisis differential shift menunjukkan rata-rata wilayah Kota Gorontalo selama tahun memiliki keunggulan pada sektor industri pengolahan, bangunan, perdagangan, pengangkutan dan jasa. Sektor industri pengolahan tumbuh sebagai sektor yang kompetitif karena adanya dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu sebagai ibu kota provinsi, Kota Gorontalo memiliki akses yang mudah terhadap bahan baku karena pada umumnya hasil-hasil dari daerah dibawa untuk diperdagangkan pada wilayah ini. Peningkatan pada sektor ini yang terbesar terjadi di tahun 2005 karena disebabkan dukungan program pemerintah berupa Usaha Ekonomi Produktif yang intens diberdayakan pada tahun Program ini banyak direspon oleh usaha kecil, namun proses pendampingan yang tidak kontinyu menyebabkan program ini mengalami kegagalan pada tahun-tahun berikutnya.

79 60 Sumber : Hasil Perhitungan Gambar 5.6 Nilai Differential Shift Kota Gorontalo Sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan signifikan sebelum tahun 2004, tetapi setelah itu mengalami pertumbuhan negatif. Fluktuasi sektor ini disebabkan aktivitas keuangan yang terjadi di Gorontalo umumnya masih didominasi oleh belanja pemerintah beserta aparatnya (PNS). C. Kabupaten Boalemo Sektor yang kompetitif meliputi pertanian, perdagangan, keuangan dan sektor listrik dengan nilai competitiveness yang terbesar. Sektor pertanian dan listrik merupakan sektor dengan nilai tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya pada masing-masing sektor tersebut. Dekomposisi pertumbuhan dari komponen ini memberikan nilai positif karena sektor yang kompetitif memiliki kontribusi PDRB terbesar (sektor pertanian memiliki kontribusi PDRB 41% dan sektor perdagangan 13%) dan juga memiliki nilai relatif besar dibanding sektor lainnya pada daerah tersebut ataupun daerah lainnya. Selain itu, sektor listrik yang hanya memiliki kontribusi PDRB sebesar 0.6% memiliki nilai yang relatif besar (0.1093) lebih besar dibanding nilai sektor lain pada daerahnya dan juga relatif lebih besar jika dibandingkan nilai daerah lainnya.

80 61 Sumber : Hasil Perhitungan Gambar 5.7 Nilai Differential Shift Kabupaten Boalemo Dalam analisis tahunan, sektor listrik meningkat tajam di tahun Hal ini disebabkan adanya upaya dalam menangani krisis listrik yang terjadi di Gorontalo. Selain berusaha meningkatkan kapasitas pelayanan listrik yang dilakukan terpusat dengan pembangkit induk, pemerintah bersama-sama masyarakat setempat juga melakukan upaya pengadaan pembangkit listrik lokal. Selain itu dari aspek air minum, keberadaan PDAM mengalami permintaan seiring dengan perkembangan Kota Tilamuta sebagai pusat kabupaten. Perkembangan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang sangat fluktuatif tidak terlepas dari perkembangan ekonomi Kabupaten Pohuwato sebagai daerah mekarannya. Tarik menarik antara kedua daerah ini disebabkan selain memiliki potensi alam dan sumber daya lainnya yang relatif sama, juga memiliki kedekatan dalam aspek geografis. Dalam gambar 5.7 dan 5.8 dapat dibandingkan perkembangan sektor perdagangan,hotel dan restoran. Di saat sektor ini naik di daerah Boalemo, maka di Pohuwato mengalami penurunan, demikian sebaliknya jika di Pohuwato mengalami peningkatan maka di Boalemo justru mengalami penurunan.

81 62 D. Kabupaten Pohuwato Jumlah sektor yang kompetitif Kabupaten Pohuwato lebih banyak dibandingkan yang dimiliki oleh Kabupaten Boalemo sebagai daerah induk sebelum daerah ini menjadi kabupaten tersendiri. Daerah ini juga secara umum menghasilkan kontribusi competitiveness bagi perekonomiannya. Sektor yang kompetitif adalah sektor industri pengolahan, listrik, bangunan, keuangan, jasa dan perdagangan sebagai sektor yang memiliki nilai competitiveness tertinggi dibanding sektor lainnya pada daerah tersebut. Dari enam sektor tersebut, sektor perdagangan dan jasa merupakan sektor yang memiliki nilai terbesar dibanding daerah lainnya pada masing-masing sektor yang bersangkutan. Sumber : Hasil Perhitungan Gambar 5.8 Nilai Differential Shift Kabupaten Pohuwato Sektor industri pengolahan di Kabupaten Pohuwato perkembangannya lebih bagus dibanding Kota Gorontalo. Hal ini antara lain disebabkan kelompok masyarakat khususnya binaan dari dinas sosial lebih banyak dan kegiatannya lebih kontinyu di daerah ini. Sehingga meskipun tingkat teknologi dan sumber daya manusia yang digunakan mungkin lebih baik di Kota Gorontalo, tetapi Kabupaten Pohuwato masih lebih unggul. Kabupaten Pohuwato juga unggul dari ketersediaan bahan baku yang digunakan dalam

82 63 kegiatan industri khususnya dari sektor pertanian (hasil perkebunan, kebun, hutan, peternakan, maupun perikanan). Sama halnya dengan industri pengolahan, sektor jasa yang kompetitif hanya dimiliki oleh daerah Kota Gorontalo dan Kabupaten Pohuwato. Meski sebagai daerah yang relatif muda, tetapi perkembangan sektor jasa di wilayah ini lebih baik dibanding Kota Gorontalo (pertumbuhan sektor jasa Pohuwato 3.92% dan Kota Gorontalo 0.51%). Hal ini didukung oleh posisi wilayahnya sebagai daerah penghubung antara Provinsi Gorontalo dan Sulawesi Tengah sehingga kegiatan sektor jasa yang berkembang bukan hanya dari pemerintah tetapi juga dari sektor swasta. Seperti penjelasan sebelumnya bahwa fluktuasi sektor perdagangan antara Kabupaten Boalemo memiliki keterkaitan yang negatif. Terlepas dari hal tersebut, kompetitif dari sektor ini disebabkan oleh posisi kedua daerah sebagai penghubung Gorontalo dengan Sulawesi Tengah dan daerah lainnya di Sulawesi melalui angkutan darat. E. Kabupaten Bone Bolango Sektor kompetitif yang dimiliki hanya pada sektor bangunan dan keuangan. Meskipun sektor keuangan juga merupakan sektor dengan nilai competitiveness tertinggi dibanding sektor keuangan yang dimiliki daerah lainnya, tetapi dukungan hanya dari dua sektor saja tidak mampu memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerahnya. Banyaknya sektor yang tidak kompetitif dimungkinkan oleh kondisi daerah yang umumnya memiliki potensi yang relatif dibawah jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Misalnya untuk daya dukung sektor pertanian dari aspek pemilikan lahan, daerah ini hanya memiliki 6% areal persawahan dan 15% areal non sawah dari total provinsi, serta rata-rata produksi hasil pertanian yang relatif rendah dibanding kabupaten lainnya di Gorontalo. Selain itu juga aspek infrastruktur pendukung pembangunan yang relatif masih kurang mengingat daerah ini secara yuridis pada tahun 2003 merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Gorontalo.

83 64 Sumber : Hasil Perhitungan Gambar 5.9 Nilai Differential Shift Kabupaten Bone Bolango Sektor keuangan mengalami pertumbuhan yang cukup ekstrim dari tahun 2002 yang dalam posisi dan menjadi di tahun 2003 sebagai posisi pertumbuhan tertinggi. Hal ini juga disebabkan oleh respon terhadap pemekaran provinsi dan dilanjutkan dengan respon terhadap berdirinya daerah ini secara yuridis di tahun Setelah itu pertumbuhan mengalami penurunan yang disebabkan berbagai konflik politik yang melanda daerah ini setelah selama 3 tahun resmi sebagai wilayah sendiri. Dengan demikian dari komponen analisis proportionality shift dan differential shift diperoleh hasil bahwa ekonomi Kabupaten Bone Bolango tumbuh sebagai perekonomian yang tidak terspesialisasi dan tidak kompetitif. Dari hasil Shift-Share Analysis (SSA) ternyata sektor yang potensial dan pertumbuhan ekonomi yang terbesar di masing-masing kabupaten kota di Gorontalo rata-rata terjadi pada sektor non pertanian (sektor tersier dan sekunder). Artinya telah terjadi transformasi struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo selama kurun waktu Hasil ini dapat dilihat dari perbandingan hasil SSA dalam interval tahun seperti dalam lampiran 3. Pada masing-masing wilayah diambil 3 sektor yang memiliki pertumbuhan terbesar pada komponen proportionality shift dan differential shift. Diperoleh hasil bahwa sektor sekunder dan tersier memiliki dekomposisi pertumbuhan yang lebih baik dari sektor primer karena memiliki sektor yang memiliki koefisien terbesar. Hal ini sejalan dengan

84 65 pemikiran Kuznet bahwa perubahan struktur (transformasi struktural) merupakn rangkaian perubahan yang saling terkait. Perubahan yang terjadi pada sektor sekunder dan tersier disebabkan perubahan yang terjadi pada sektor primer, demikian sebaliknya. Kegiatan perekonomian perlahan beralih ke sektor sekunder dan tersier sehingga menyebabkan sektor primer semakin konstan. Rata rata hasil SSA selama periode tahun menunjukkan: Kabupaten Gorontalo: memiliki nilai SSA sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan (0,1395) lebih besar dibanding Diferential Shift (0,0205), Proportionality Shift (0,0576) dan Regional Share (0,0615). Ini berarti bahwa sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang paling kompetitif di daerah ini. Kota Gorontalo: memiliki nilai SSA sektor industri pengolahan (0,0816) lebih besar dibanding Diferential Shift (0,0340), Proportionality Shift (-0,0140) dan Regional Share (0,0615). Ini berarti bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor yang paling kompetitif di daerah ini. Kabupaten Boalemo: memiliki nilai SSA sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan (0,1395) lebih besar dibanding Diferential Shift (0,0205), Proportionality Shift (0,0576) dan Regional Share (0,0615). Ini berarti bahwa sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang paling kompetitif di daerah ini. Kabupaten Pohuwato: memiliki nilai SSA sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan (0,1395) lebih besar dibanding Diferential Shift (0,0205), Proportionality Shift (0,0576) dan Regional Share (0,0615). Ini berarti bahwa sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang paling kompetitif di daerah ini. Kabupaten Bone Bolango: memiliki nilai SSA sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan (0,2080) lebih besar dibanding Diferential Shift (0,0890), Proportionality Shift (0,0576) dan Regional Share (0,0615). Ini berarti bahwa sektor keuangan, perusahaan dan jasa perusahaan merupakan sektor yang paling kompetitif di daerah ini.

85 5.1.2 Tipologi Klassen Dengan menggunakan data tentang pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita, maka kita dapat menjelaskan tentang struktur ekonomi suatu wilayah berdasarkan daerah referensinya. Demikian halnya struktur ekonomi di Gorontalo, pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita masing-masing kabupaten/kota dibandingkan dengan capaian tingkat provinsi sebagai daerah referensi. Keadaan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat dalam Tabel 5.2 dan 5.3, berikut ini: Tabel 5.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo, Wilayah Ratarata Kab. Gorontalo Kota Gorontalo Boalemo Pohuwato Bonbol Provinsi Sumber: Hasil Perhitungan Tabel 5.3 PDRB Perkapita di Provinsi Gorontalo, Wilayah Ratarata Kab. Gorontalo 1,482,412 1,447,672 1,599,418 1,718,975 1,747,791 1,861,963 1,991,544 2,054,033 1,737,976 Kota Gorontalo 2,387,500 2,508,785 2,481,450 2,634,912 2,659,994 2,795,600 2,987,132 3,029,157 2,685,566 Boalemo 1,970,588 2,121,537 2,027,257 2,117,558 2,080,356 2,140,758 2,212,564 2,222,744 2,111,670 Pohuwato 2,815,379 3,065,452 3,021,580 3,194,552 3,376,004 3,553,874 3,708,841 3,826,252 3,320,242 Bonbol 1,431,413 1,907,331 1,539,048 1,601,364 1,642,039 1,714,336 1,800,424 1,899,786 1,691,968 Provinsi 1,828,951 1,926,703 1,953,758 2,076,726 2,115,371 2,231,114 2,363,747 2,436,246 2,116,577 Sumber: Hasil Perhitungan Dari tabel di atas secara umum, daerah/wilayah yang memiliki struktur ekonomi yang relatif baik adalah Kota Gorontalo dan Kabupaten Pohuwato. Kedua daerah ini memiliki nilai pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita diatas nilai provinsi (high growth and high income). Atau dapat dikatakan termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Sementara Kabupaten Gorontalo, Boalemo dan Bone Bolango termasuk dalam kategori

86 daerah relatif tertinggal (low growth and low income). Dengan membandingkan nilai pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita setiap kabupaten/kota dengan nilai provinsi, daerah-daerah tersebut dapat diklasifikasi dalam 4 kategori, yaitu: 1) Kuadran I: High growth and high income (daerah cepat maju dan cepat tumbuh) 2) Kuadran II: High growth but low income (daerah berkembang cepat) 3) Kuadran III: Low growth and low income (daerah relatif tertinggal) 4) Kuadran IV: High income but low growth (daerah maju tapi tertekan) Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat dalam Matriks Tipologi Klassen, sebagai berikut: Tabel 5.4 Matriks Tipologi Klassen Provinsi Gorontalo, PDRB perkapita (y) Laju Pertum.(r) (y i < y) (y i > y) (r i > r) 1. Kab.Gorontalo: 2004, 2006 & Kab. Boelamo : Kab.Bone Bolango: Kab.Boalemo:2002,2003 & mean Kota Gorontalo: 2001, , mean 2007 & mean Kab.Pohuwato: , 2008 & mean 2007, mean Kab.Gorontalo: , 2005, 1. Kota Gorontalo: 2002,2003, & , mean 2007 & mean Kab.Boalemo: 2001, Kab. Boalemo: & 3. Kab. Pohuwato: 2007 (r i < r) mean Kab.Bonbol: , mean 2007 & mean Sumber: Hasil Perhitungan Keterangan : r : Rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota. y : Rata-rata PDRB perkapita kabupaten/kota. r i : Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota yang diamati. y i : PDRB perkapita kabupaten/kota yang diamati Selama tahun , daerah yang paling sering sebagai daerah relatif tertinggal adalah Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango. Perekonomian Bone Bolango relatif lebih tertinggal selama karena potensi daerah yang relative minim dibanding daerah lainnya, namun tahun 2008 sudah menunjukan peningkatan menjadi daerah berkembang cepat (high growth but low income). Jika perhitungan pada tahun 2008 dihilangkan karena rata-rata memiliki penurunan yang drastis, maka secara rata-rata selama tahun Kota Gorontalo, Pohuwato dan Boalemo merupakan daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Berdasarkan Matriks Tipologi Klassen dapat dibuat mapping karakteristik wilayah

87 68 untuk tahun 2001, 2008, rata-rata selama , rata-rata selama tahun , pergerakan dari tahun 2001 ke tahun 2008 dan pergerakan dari tahun , sebagai berikut: Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Berdasarkan Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Tahun 2001 Kota Gorontalo Kab.Pohuwato Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) HGLI (II) (III) Kab.Gorontalo LGLI (III) Kab.Boalemo HILG (IV) HGHI (I) (I) 4.5 Kab.Bonbol PDRB Perkapita (Jutaan Rupiah) Gambar 5.10a Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Tahun 2001 Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Berdasarkan Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Tahun Kab.Bonbol 6.0 Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) HGLI (II) Kab.Gorontalo Kab.Boalemo HGHI (I) Kab.Pohuwato 3.5 LGLI (III) Kota Gorontalo HILG (IV) PDRB Perkapita (Jutaan Rupiah) Gambar 5.10b Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Tahun 2008

88 Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Berdasarkan Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Rata-rata Tahun Kab.Pohuwato Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) HGLI (II) Kab.Boalemo Kab.Gorontalo LGLI (III) HGHI (I) Kota Gorontalo HILG (IV) 5.4 Kab.Bonbol PDRB Perkapita (Jutaan Rupiah) Gambar 5.10c Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Rata-rata Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Bardasarkan Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Rata-rata Tahun HGLI (II) Kab.Gorontalo LGLI (III) Kab.Bonbol Kab.Boalemo Kota Gorontalo HILG (IV) Kab.Pohuwato HGHI (I) PDRB Perkapita (Jutaan Rupiah) Gambar 5.10d Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo Rata-rata Tahun

89 70 HGLI (II) Pertumbuhan Ekonomi Kab.Pohuwato HGHI (I) Pendapatan Perkapita LGLI (III) Kab.Bonbol Kab.Gorontalo Kota Gorontalo Kab.Boalemo HILG (IV) Pendapatan Perkapita Pertumbuhan Ekonomi Gambar 5.10e Pergerakan Posisi Kabupaten/Kota dalam Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo dari Tahun 2001 ke Tahun 2008 Secara agregat, dari tahun 2001 ke tahun 2008, Kabupaten Pohuwato merupakan daerah yang memiliki struktur ekonomi yang lebih baik ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita. Pada interval tersebut, Kabupaten Pohuwato berada pada kuadaran sebagai daerah cepat maju dan cepat tumbuh, demikian pula dengan nilai rata-rata tipologi Klassennya. Kota Gorontalo mengalami penurunan dari kuadran cepat maju dan cepat tumbuh pada tahun 2001 menjadi daerah maju tapi tertekan pada tahun 2008, namun nilai rata-ratanya tetap di kuadran I. Kabupaten Boalemo mengalami penurunan yang cukup signifikan, dari daerah maju tapi tertekan di tahun 2001 menjadi daerah relatif tertinggal di tahun 2008, demikian pula nilai rata-rata selama tahun Tetapi rata-rata selama daerah ini berada di Kuadran I. Kabupaten Bone Bolango di tahun 2001 sebagai daerah relatif terbelakang, selanjutnya meningkat menjadi daerah berkembang cepat meskipun secara rata-rata masih sebagai daerah relatif terbelakang. Kabupaten Gorontalo merupakan daerah relatif terbelakang pada tahun 2001, tahun 2008 dan nilai rata-ratanya.

90 71 HGLI (II) Pertumbuhan Ekonomi Kab.Pohuwato HGHI (I) Pendapatan Perkapita LGLI (III) Kab.Gorontalo Kab.Bonbol Kota Gorontalo HILG (IV) Kab.Boalemo Pendapatan Perkapita Sumber: Hasil perhitungan Gambar 5.10f Pergerakan Posisi Kabupaten/Kota dalam Matriks Tipologi Klassen di Provinsi Gorontalo dari Tahun 2001 ke Tahun 2007 Dari hasil analisis ini dapat dijelaskan bahwa struktur ekonomi di Provinsi Gorontalo juga mengalami ketimpangan. Terdapat tiga daerah (Kota Gorontalo, Pohuwato dan Bone Bolango) sebagai daerah cepat maju dan cepat tumbuh, serta dua daerah lainnya (Kabupaten Gorontalo dan Bone Bolango) sebagai daerah relatif tertinggal. Kabupaten Gorontalo sebagai penyumbang terbesar PDRB bagi provinsi, secara keseluruhan masih tergolong sebagai daerah relatif terbelakang. Meskipun perekonomian secara rata-rata terspesialisasi, tetapi tidak kompetitifnya perekonomian juga menyebabkan ketimpangan dan keterbelakangan di wilayah ini. Akibatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi masih didominasi oleh kontribusi pertumbuhan ekonomi provinsi. Dukungan konsentrasi penduduk terbesar yang berada di daerah ini (46,37% dari total penduduk Provinsi Gorontalo) menyebabkan PDRB perkapita menjadi lebih rendah, sehingga berpengaruh terhadap posisi dalam Matriks Klassen. Di satu sisi, Pohuwato (daerah mekaran dari Boalemo) yang memiliki proporsi PDRB ketiga setelah Kota Gorontalo justru termasuk sebagai kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Pertumbuhan Ekonomi

91 72 Pohuwato yang mekar dari Boalemo pada tahun 2003, jika analisisnya disatukan sebelum pemekaran, maka selama tahun 2001 dan 2002 Boalemo termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Hal ini menyebabkan Boalemo secara kumulatif termasuk pada daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Jika Pohuwato dihitung terpisah sejak 2001 hingga 2008, maka pada akhirnya Boalemo termasuk pada daerah relatif tertinggal. Artinya Pohuwato memiliki potensi dan struktur ekonomi yang lebih baik karena mampu meningkatkan posisi perekonomian daerah induknya. Meskipun secara umum akumulasi sektornya tidak terspesialisasi, namun dari 9 sembilan sektor, Pohuwato memiliki 4 sektor yang kompetitif, yaitu sektor industri pengolahan, listrik, perdagangan dan jasa, yang memberikan kontribusi rata-rata pertahun sebesar 13% (2.914,99 juta rupiah) bagi peningkatan pertumbuhan ekonominya. Selain itu jumlah penduduknya yang paling sedikit (hanya 11,68% dari total penduduk Provinsi Gorontalo) menyebabkan PDRB perkapita menjadi lebih besar. Hal ini menjadi pendukung sehingga Pohuwato menjadi daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh. Sedangkan bagi Boalemo yang secara umum perekonomiannya juga tidak terspesialisasi dan kompetitif, tetapi tidak dapat menggeser posisinya dari daerah relatif terbelakang (untuk analisis sepanjang ). Hal ini disebabkan sektor yang kompetitif lebih sedikit dengan koefisien juga yang relatif kecil sehingga kontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi relatif kecil, rata-rata sebesar 2.2% (295,05 juta rupiah). Sektor yang kompetitif adalah pertanian, listrik dan perdagangan. Jika analisis hanya sampai tahun 2007 maka Boalemo termasuk dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Ini berarti bahwa penurunan tahun 2008 cukup berpengaruh terhadap rata-rata kondisi perekonomian secara keseluruhan. Pemisahan bagi Bone Bolango tidak terlalu berpengaruh, baik untuk daerahnya sendiri maupun Kabupaten Gorontalo sebagai daerah induknya. Hasil analisis Klassen untuk tahun 2001 dan 2002 daerah Pohuwato dan Bone Bolango masih gabung dengan daerah induknya dapat dilihat dalam lampiran 4. Kabupaten Bone Bolango sebagai daerah relative terbelakang, juga disebabkan karena secara agregat memiliki sektor yang tidak terspesialisasi dan tidak kompetitif.

92 73 Pertumbuhan ekonomi yang terjadi hanya karena kontribusi dari pertumbuhan ekonomi provinsi. Kota Gorontalo sebagai pusat pemerintahan wajar berada dalam kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung sebagai pusat pertumbuhan juga sangat memungkinkan wilayah ini untuk mencapai laju pertumbuhan dan pendapatan yang lebih tinggi. Apalagi didukung oleh perekonomian yang meski tidak kompetitif tapi terspesialisasi (hasil SSA). Artinya sektor pertambangan, listrik, perdagangan, pengangkutan, dan keuangan yang merupakan sektor terspesialisasi telah mampu menjadikan bauran industri sebagai pendorong bagi pertumbuhan ekonomi daerah Kota Gorontalo Ketimpangan Pembangunan dan Sumber Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Gorontalo Dengan menggunakan nilai PDRB perkapita dan total pengeluaran/pendapatan masyarakat dapat diketahui kondisi ketimpangan dalam suatu wilayah. Dengan nilai PDRB perkapita dapat digunakan untuk mendeskripsikan ketimpangan wilayah melalui alat analisis Indeks Williamson. Besarnya pengeluaran/pendapatan masyarakat digunakan dalam menjelaskan ketimpangan melalui Indeks Gini. Dalam penelitian ini, Indeks Gini (Gini Ratio) tidak dilakukan penghitungan karena nilainya sudah diperoleh dari pemerintah setempat. Dengan menggunakan rumus berikut diperoleh nilai Indeks Williamson seperti dalam gambar 5.5. I W n i 1 (y y) i 2 (fi/n), 0 < I w < 1 y Dimana : I w = Indeks Wllilamson y i = PDRB perkapita di kabupaten/kota i. y = rata-rata PDRB perkapita di Provinsi Gorontalo. f i = jumlah penduduk di kabupaten/kota i. n = jumlah penduduk di Provinsi Gorontalo

93 74 Sumber: Hasil Perhitungan Gambar 5.11 Nilai Indeks Williamson Provinsi Gorontalo, Dari hasil perhitungan Indeks Williamson menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo sampai dengan tahun 2008 relatif besar dibandingkan saat pertama menjadi provinsi, dengan nilai tertinggi sebesar 0,27 yang terjadi pada tahun Grafik yang semula naik lalu menurun mengindikasikan bahwa Hipotesis Neo-Klasik tentang ketimpangan dengan menggunakan Indeks Williamson berlaku di Gorontalo. Saat awal pembangunan, ketimpangan terus berlanjut hingga titik puncak (divergence), selanjutnya berangsur menurun (convergence). Sumber : BPS, Bappeda, Hasil Perhitungan, 2009 Gambar 5.12 Indeks Williamson, Persentase Pengangguran dan Persentase Kemiskinan Provinsi Gorontalo

94 75 Jika dihubungkan dengan kondisi kemiskinan (persentase penduduk miskin) dan pengangguran (persentase pengangguran), naik turunnya indeks ketimpangan, seiring dengan pola perubahan persentase kemiskinan dan pengangguran. Artinya, ketimpangan pembangunan di Provinsi Gorontalo berkorelasi dengan kedua aspek tersebut. Berbeda dengan Indeks Williamson, Indeks Gini menunjukkan fenomena yang terbalik dengan Hipotesa Neo-Klasik. Data yang diperoleh dari pemerintah setempat menunjukkan bahwa kondisi ketimpangan di Provinsi Gorontalo berdasarkan Indeks Gini, sejak tahun semakin meningkat. Artinya bahwa distribusi pendapatan dalam masyarakat sebagai indikator dari ketimpangan semakin tidak merata. Sumber: Bappeda Provinsi Gorontalo, 2009 Gambar 5.13 Nilai Indeks Gini Provinsi Gorontalo, Perbedaan kondisi ketimpangan yang dihasilkan Indeks Gini dimungkinkan terjadi karena aspek yang digunakan dalam indeks ini adalah pengeluaran/pendapatan masyarakat. Jadi yang dilihat adalah kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara Indeks Williamson menggunakan data PDRB perkapita. PDRB ataupun PDRB perkapita bisa saja menunjukan nilai yang tinggi, karena yang dihitung adalah nilai produksi.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo. Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Herwin Mopangga SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Perekonomian Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi struktural dan dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perubahan yang

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Ketimpangan pembangunan merupakan kenyataan yang terjadi di semua negara, maju maupun berkembang sehingga wajar dalam suatu negara terdapat daerah yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah pada periode

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS PELAKSANAAN DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP PEMERATAAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kabupaten/Kota Di Provinsi Banten) DUDI HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian di Provinsi Gorontalo Seperti umumnya provinsi di Indonesia, Gorontalo merupakan daerah dengan kontribusi sektor pertanian yang terbesar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam yang berlimpah pada suatu daerah umumnya akan menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada sumber daya alam yang tidak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo

Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Trikonomika Volume 10, No. 1, Juni 2011, Hal. 40 51 ISSN 1411-514X Analisis Ketimpangan Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Gorontalo Herwin Mopangga Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2)

EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) EKO-REGIONAL, Vol 1, No.1, Maret 2006 EVALUASI DAMPAK PEMBANGUNAN EKONOMI BAGI KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH KABUPATEN PURBALINGGA TAHUN 2003 Oleh: Irma Suryahani 1) dan Sri Murni 2) 1) Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG

KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA. Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG KETERKAITAN WILAYAH DAN DAMPAK KEBIJAKAN TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN WILAYAH DI INDONESIA Oleh: VERALIANTA BR SEBAYANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 32 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil lokasi di seluruh kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Banten, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sangat terkait erat dengan pembangunan sosial masyarakatnya. Pada awalnya pembangunan ekonomi lebih diprioritaskan pada pertumbuhannya saja, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada penilaian kualtias pertumbuhan ekonomi kawasan Subosukowonosraten. Data diambil secara tahunan pada setiap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam struktur perekonomian yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan yang terus menerus. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam V. GAMBARAN UMUM Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam penelitian ini dimaksudkan agar diketahui kondisi awal dan pola prilaku masingmasing variabel di provinsi yang berbeda maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. institusi nasional tanpa mengesampingkan tujuan awal yaitu pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan adalah upaya multidimensional yang meliputi perubahan pada berbagai aspek termasuk di dalamnya struktur sosial, sikap masyarakat, serta institusi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL

PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN PROVINSI RIAU M. RUSLI ZAINAL SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka

BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP. pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.1.Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita riil penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada peraturan pemerintah Republik Indonesia, pelaksanaan otonomi daerah telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari 2001. Dalam UU No 22 tahun 1999 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah. HERTANTI SHITA DEWI. Kinerja Pembangunan Daerah : Suatu Evaluasi terhadap Kursus Keuangan Daerah. Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI dan BAMBANG JUANDA. Sejak diberlakukan otonomi daerah di bidang keuangan,

Lebih terperinci

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Tiur Roida Simbolon Ilmu Ekonomi Regional, Fakultas Ekonomi Pascasarjana Unimed, Medan e-mail :

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhibungan dengan penelitian. Sektor atau kegiatan basis adalah sektor atau kegiatan

III. METODOLOGI PENELITIAN. berhibungan dengan penelitian. Sektor atau kegiatan basis adalah sektor atau kegiatan III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional merupakan pengertian dan petunjul mengenai variable yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL 2.1 Indeks Pembangunan Manusia beserta Komponennya Indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM; Human Development Index) merupakan salah satu indikator untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan misi pembangunan daerah Provinsi Riau yang tertera dalam dokumen RPJP Provinsi Riau tahun 2005-2025, Mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan

I. PENDAHULUAN. menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan GNP (Gross National Product) per kapita atau pendapatan masyarakat meningkat dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK

ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR. Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK ANALISIS DATA/INFORMASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN KAMPAR Lapeti Sari Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah menghitung berbagai indikator pokok yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi memiliki pengertian yang sangat luas. Menurut akademisi ilmu ekonomi, secara tradisional pembangunan dipandang sebagai suatu fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN

STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN SUMBER PENERIMAAN PETANI DI PEDESAAN (Studi Kasus di Kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau) RAHMAT PARULIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H

ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN OLEH ACHMAD SOBARI H ANALISIS KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI MALUKU UTARA TAHUN 2000-2008 OLEH ACHMAD SOBARI H14094015 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ACHMAD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA

ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR UNGGULAN DAN ALOKASI ANGGARAN UNTUK PENGUATAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH DI PROVINSI JAWA TIMUR M. IRFAN SURYAWARDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

Lebih terperinci

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 1 PETA KABUPATEN/KOTA KALIMANTAN TIMUR Awang Faroek Ishak Calon Gubernur 2008-2013 2 BAB 1. PENDAHULUAN Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan propinsi terluas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan wilayah, secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan pembangunan antar wilayah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mengalami pertumbuhan cepat,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN 1985-2007 SKRIPSI Disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan S-1 pada Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya, pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini ditujukkan melalui memperluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan telah menjadi masalah internasional, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah satu tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK

ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK ANALISIS PENGEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN SIAK Chanlis Nopriyandri, Syaiful Hadi, Novia dewi Fakultas Pertanian Universitas Riau Hp: 082390386798; Email: chanlisnopriyandri@gmail.com ABSTRACT This research

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH

ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH ANALISIS EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN UNTUK PENGEMBANGAN HALMAHERA TENGAH Djarwadi dan Sunartono Kedeputian Pengkajian Kebijakan Teknologi BPPT Jl. M.H. Thamrin No.8 Jakarta 10340 E-mail : djarwadi@webmail.bppt.go.id

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 telah menggariskan bahwa Visi Pembangunan 2010-2014 adalah Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah sebagai bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah agar tercipta suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor perikanan merupakan bagian dari pembangunan perekonomian nasional yang selama ini mengalami pasang surut pada saat tertentu sektor perikanan merupakan

Lebih terperinci