PROSPEK PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN HASIL PERIKANAN DI DKI JAKARTA (STUDI KASUS IKAN ASIN DAN PINDANG) ACHMAD HIDAYAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROSPEK PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN HASIL PERIKANAN DI DKI JAKARTA (STUDI KASUS IKAN ASIN DAN PINDANG) ACHMAD HIDAYAT"

Transkripsi

1 PROSPEK PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN HASIL PERIKANAN DI DKI JAKARTA (STUDI KASUS IKAN ASIN DAN PINDANG) ACHMAD HIDAYAT SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir yang berjudul: Prospek Pemasaran dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan di DKI Jakarta (Studi Kasus Ikan Asin dan Pindang) merupakan hasil karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada Program sejenis di Perguruan Tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Juli 2011 ACHAMAD HIDAYAT NRP :

3 ABSTRACT ACHMAD HIDAYAT. The Prospect of Marketing and Product Development Strategy of Processed Fisheries Products in Jakarta (Case Studies of Salted Fish and Boiled). Under the Guidance of MUSA HUBEIS and KOMAR SUMANTADINATA. Ministry of Marine Affairs and Fisheries Republic of Indonesia continues to develop a variety of efforts to make Indonesia as the world s largest fisheries producer in 2015, center of which are encouraged through the development of fisheries to increase the value-added. This studi aim to : (1) Analyzing the condition and prospects of the marketing management of fisheries products processd in Jakarta; (2) Analyze the financial feasibility level processing business management and marketing of fisheries products in Jakarta; (3) Formulate the development strategy of fisheries products processed in Jakarta. This study uses primary data (observations and interviews in the field) and secondary data (literature and consulting experts) with the processing techniques and data analysis using the Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT) analysis, Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), Internal External (IE) and Analitycal Hierarchy Process (AHP). The results of these studies show : (1) Management of marketing of fisheries products processed salted and boiled fish species is currently in Jakarta is in a stable growth conditions (quadrant matrix V on the IE-SWOT). The total score of the internal factors of marketing management of fisheries products processed from salted and boiled fish species (2,58), and total score of the external factor about 2,54 (in the range 2-3 midle), so the prospect for future development to include the category reasonably good ; (2) Business japuh salted fish, salted stingrays, and jambal salted fish, selar boiled fish, tuna boiled fish and etem boiled fish including viable developed further in the center for fisheries Jakarta, because it has a value NPV > 0, IRR > 14% (commercial interest rates), ROI > 1, and B/C ratio > 1. Business salted anchovy and boiled fish kite is not worth further developed because it has a lower value IRR and B/C ratio than the standards required. Value of IRR business salted anchovy and boiled fish kite in center for fisheries Jakarta respectively 4,22% and 9,13%, and value of B/C ratio respectively 1,00; (3) Product development strategy of processed fisheries product from fish species of salted and boiled in Jakarta consecutive based on priorities, diversification strategy (RK = 0,267), expansion strategy (RK = 0,220), combination strategy (RK = 0,191), stability strategy (RK = 0,174) and downsizing strategy (RK = 0,146). Inconsistency of priority sequence has a 0,06 so it can be trusted. As a priority strategy, diversification strategy is stable against a variety of changes/ interventions positively or negatively related to growth, continuity, competitiveness and profit of processed fisheries products of fish salted and boiled.

4 Key words : marketing prospects, development strategy, processed fisheries products RINGKASAN ACHMAD HIDAYAT. Prospek Pemasaran dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan di DKI Jakarta (Studi Kasus Ikan Asin dan Pindang). Dibawah bimbingan Musa Hubeis dan Komar Sumantadinata. Dengan kondisi potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia mencapai 6,4 juta ton per tahun dan tersebar di wilayah perairan Indonesia termasuk di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), memberi peluang untuk pengembangan usaha perikanan, termasuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasaran lokal dan internasional. Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mengembangkan berbagai upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015, diantaranya didorong melalui pengembangan sentra perikanan untuk meningkatkan nilai tambah. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis kondisi dan prospek pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta, (2) menganalisis tingkat kelayakan finansial pengelolaan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di DKI Jakarta, (3) merumuskan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terhadap perwakilan stakeholders seperti pengusaha perikanan, pengolah ikan, pengelola sarana perikanan (pelabuhan, perum perikanan), pedagang besar, pedagang eceran, pengusaha produk non perikanan, masyarakat konsumen dan pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, konsultasi pakar, dan kombinasi keduanya. Teknik pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT), Internal Factor Evaluation (IFE), External Factor Evaluation (EFE), Internal External (IE) dan Analitycal Hierarchy Process (AHP). Hasil dari penelitian ini menunjukan : (1) Pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang saat ini di DKI Jakarta berada dalam kondisi pertumbuhan yang stabil (kuadran V pada matriks IE-SWOT). Total skor faktor internal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang (2,58), dan total skor faktor eksternalnya sekitar 2,54 (masuk kisaran 2 3, menengah), sehingga prospek pengembangannya ke depan termasuk kategori cukup baik ; (2) Usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang dan ikan etem pindang termasuk layak dikembangkan lanjut di sentra perikanan DKI Jakarta, karena mempunyai nilai NPV > 0, IRR > 14 % (suku bunga komersial), ROI > 1, dan B/C ratio >1. Sedangkan usaha ikan teri dan ikan layang pindang tidak layak dikembangkan lanjut karena mempunyai nilai IRR dan B/C ratio yang lebih rendah dari standar yang dipersyaratkan. Nilai IRR usaha ikan teri dan ikan layang pindang di sentra perikanan DKI Jakarta masing-masing 4,22 % dan 9,13 %, dan nilai B/C ratio-nya masing-masing 1,00; (3) Strategi pengembangan produk

5 olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta berturutturut berdasarkan prioritasnya strategi diversifikasi (RK = 0,267), strategi ekspansi (RK = 0,220), strategi kombinasi (RK = 0,191), strategi stabilitas (RK = 0,174) dan strategi penciutan (RK = 0,146). Urutan prioritas tersebut mempunyai inconsistency 0,06 sehingga dapat dipercaya. Sebagai strategi prioritas, strategi diversifikasi stabil terhadap berbagai perubahan/intervensi positif maupun negatif terkait pertumbuhan, kesinambungan, daya saing dan capai profit produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang.

6 @ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.

7 PROSPEK PEMASARAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN HASIL PERIKANAN DI DKI JAKARTA (STUDI KASUS IKAN ASIN DAN PINDANG) ACHMAD HIDAYAT Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

8 BOGOR 2011 Judul Tugas Akhir : Prospek Pemasaran dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan di DKI Jakarta (Studi Kasus Ikan Asin dan Pindang) Nama Mahasiswa : Achmad Hidayat Nomor Pokok : F Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing Ketua Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

9 Tanggal Ujian : 29 Juli 2011 Tanggal Lulus : PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT seta Salawat dan Salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, kerabat dan sahabat beliau hingga akhir zaman, karena berkat rahmat dan karunia-nya maka penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul Prospek Pemasaran dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan di DKI Jakarta (Studi Kasus Ikan Asin dan Pindang). Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister profesional dalam program studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan tugas akhir ini, berbagai pihak telah memberikan bantuan dan masukan sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing selaku pembimbing utama, Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc selaku pembimbing kedua serta Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku dosen program studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah yang telah memberikan banyak pengetahuan dan bimbingannya yang sangat bermanfaat bagi penyusunan tugas akhir ini serta kepada Farida Ratna Dewi, SE, MM selaku dosen penguji atas masukannya untuk perbaikan tugas akhir ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Papah, Mama, Istri, Anak, Bapak, Ibu, serta keluarga dan teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan ini. Akhir kata penulis menyampaikan banyak terima kasih dan semoga tugas akir ini bermanfaat bagi kita semua. Bogor, Juli 2011 Achmad Hidayat F

10 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah pada 31 Agustus 1982 sebagai anak ke-1 dari 3 bersaudara pasangan Bapak Chairani Aini dan Ibu Mida Waty. Pada tahun 2008 penulis menikah dengan Zahreni Gunasari dan pada tahun 2010 dikaruniai seorang putri bernama Fathimah Nurussana. Penulis diterima di Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta dengan jurusan Tekhnologi Pengelolaan Sumber Daya Perairan dan lulus pada bulan Juli tahun Penulis bekerja sebagai staf di Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia mulai tahun 2005 dan sekarang di Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Sekretariat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Bagian Program, Sub Bagian Program dan Anggaran. Penulis masuk kuliah di program studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah (MPI) IPB, angkatan X pada bulan Maret Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di Sekolah Pascasarjana, penulis melaksanakan kajian yang berjudul Prospek Pemasaran dan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan di DKI Jakarta (Studi Kasus Ikan Asin dan Pindang) di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing dan Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc.

11 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian... 5 II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengelolaan Perikanan Usaha Perikanan Kinerja Usaha Pengolahan dan pemasaran Hasil Perikanan Konsep Pemasaran Produk Olahan Perikanan Strategi Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan III METODOLOGI Tempat dan Waktu penelitian Jenis Data yang Dikumpulkan Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Data IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan Ploting Kondisi dan Solusi Pengelolaan Prospektif Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Asin dan Pindang di Sentra Perikanan DKI Jakarta Perumusan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan Pemilihan Strategi Pengembangan Produk olahan Hasil Perikanan yang Tepat V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 74

12 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Halaman 1 Matriks IFE dan EFE kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan Matriks analisis SWOT Skala banding berpasangan Kriteria uji konsistensi dan uji sensitivitas Kelompok faktor internal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta Kelompok faktor eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta Matriks SWOT solusi pengelolaan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan Net Present Value (NPV) Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan Internal Rate Return (IRR) Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan Return of Investment (ROI) Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan Benefit- Cost Ratio (B/C Ratio) Hasil analisis sensitivitas strategi diversifikasi... 70

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Matriks internal-eksternal (IE) pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta Struktur hierarki pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Hasil analisis kepentingan kriteria pengembangan Hasil uji banding berpasangan antar kriteria pengembangan Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria pertumbuhan (growth) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria kesinambungan (sustainable) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria peningkatan daya saing dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta Hasil analisis pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta (berdasarkan urutan prioritas) Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dalam mengakomodir pembatas ketersediaan SDI terkait kriteria pertumbuhan (growth) Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dalam mengakomodir pembatas kekuatan modal terkait kriteria peningkatan daya saing... 69

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kuesioner analisis SWOT komdisi dan prospek pemasaran ikan asin dan pindang Kuesioner kelayakan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang Kuesioner perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Penentuan faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta Penentuan faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta Data operasional usaha ikan teri asin Data operasional usaha ikan japuh asin Data operasional usaha ikan pari asin Data operasional usaha ikan jambal asin Data operasional usaha ikan selar pindang Data operasional usaha ikan tongkol pindang Data operasional usaha ikan layang pindang Data operasional usaha ikan etem pindang Biaya dan penerimaan usaha ikan teri per batch Biaya dan penerimaan usaha ikan japuh asin per batch Biaya dan penerimaan usaha ikan pari asin per batch Biaya dan penerimaan usaha ikan jambal asin per batch Biaya dan penerimaan usaha ikan selar pindang per batch Biaya dan penerimaan usaha ikan tongkol pindang per batch Biaya dan penerimaan usaha ikan layang pindang per batch Biaya dan penerimaan usaha ikan etem pindang per batch Hasil analisis kelayakan usaha ikan teri Hasil analisis kelayakan usaha ikan japuh asin

15 24 Hasil analisis kelayakan usaha ikan pari asin Hasil analisis kelayakan usaha ikan jambal asin Hasil analisis kelayakan usaha ikan selar pindang Hasil analisis kelayakan usaha ikan tongkol pindang Hasil analisis kelayakan usaha ikan layang pindang Hasil analisis kelayakan usaha ikan etem pindang Format AHP hierarki pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas kualitas SDM terkait kriteria pertumbuhan (growth) Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas ketersediaan SDI terkait kriteria kesinambungan (sustainable) Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas teknologi pengolahan terkait kriteria kesinambungan (sustainable) Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas teknologi pengolahan terkait kriteria peningkatan daya saing produk Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas kualitas SDM terkait kriteria peningkatan profit Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas teknologi pengolahan terkait kriteria profit Perbandingan kontribusi strategi diversifikasi dengan strategi ekspansi dalam mengakomodir kriteria pengembangan produk olahan hasil perikanan Perbandingan kontribusi strategi diversifikasi dengan strategi kombinasi dalam mengakomodir kriteria pengembangan produk olahan hasil perikanan Perbandingan kontribusi strategi diversifikasi dengan strategi stabilitas dalam mengakomodir kriteria pengembangan produk olahan hasil perikanan Perbandingan kontribusi strategi diversifikasi dengan strategi penciutan dalam mengakomodir kriteria pengembangan produk olahan hasil perikanan Perbandingan kontribusi kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir kriteria pertumbuhan (growth) dan kesinambungan (sustainable) (bentuk 2-D plot)

16 42 Hasil uji sensitivitas kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir keempat kriteria pengembangan (strategi diversifikasi berada di posisi paling atas pada kriteria)

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km 2 yang terdiri dari sekitar pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih km yang didalamnya terdapat berbagai potensi sumberdaya alam di bidang perikanan dan kelautan. Perikanan laut merupakan potensi utama sumberdaya perikanan Indonesia dan memiliki peluang besar untuk dikembangkan. Potensi lestari sumberdaya ikan laut tersebut mencapai 6,4 juta ton per tahun dan tersebar di wilayah perairan Indonesia termasuk di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Kondisi ini memberi peluang untuk pengembangan usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sehingga produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasaran lokal dan internasional. Kementerian Kelautan dan Perikanan terus mengembangkan berbagai upaya untuk menjadikan Indonesia sebagai produsen perikanan terbesar di dunia pada tahun Hal ini terus didorong, terutama melalui pengembangan sentra perikanan yang dapat meningkatkan nilai tambah. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep. 32/MEN/2010 tentang penetapan kawasan minapolitan menjadi landasan utama bagi pengembangan sentra perikanan untuk mendukung kontribusi sektor perikanan bagi pembangunan nasional dan merebut pasar perikanan dunia. Di sentra tersebut akan dikembangkan secara terintegrasi kegiatan penangkapan ikan dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Bila selama ini yang banyak berkembang adalah kegiatan penangkapan ikan, maka ke depan kegiatan pengolahan dan pemasaran terus difokuskan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk dan memberi penghasilan yang lebih baik bagi pelaku perikanan. Namun demikian, hal tersebut terkadang sulit dijalankan karena tidak semua lokasi perikanan mempunyai kondisi yang baik dan prospek pemasaran yang mendukung dikembangkannya usaha pengolahan dan

18 2 pemasaran hasil perikanan yang dapat meningkatkan nilai tambah. Menurut Dahuri, et. al (2001), pembangunan perikanan terutama pada kegiatan pengolahan dan pemasaran masih menghadapi tantangan dan permasalahan yang cukup besar seperti pemilihan lokasi usaha yang cenderung berdasarkan tempat tinggal, input teknologi pengolahan yang masih kurang, pelayanan rumit di sentra perikanan yang dapat mengakibatkan biaya ekonomi tinggi, dan fokus pengembangan tidak diarahkan pada produk dengan unggulan dengan trend pemasaran yang bagus. Pemecahan hal ini terkadang sulit karena kondisi dan prospek pengembangan usaha terutama terkait dengan pemasaran produk olahan yang dihasilkannya tidak diketahui dengan baik, sehingga kegiatan tersebut cenderung dibiarkan berjalan apa adanya. Sentra perikanan DKI Jakarta yang berpusat di Jakarta Utara merupakan sentara perikanan yang sangat diperhitungkan dalam produksi produk olahan hasil perikanan, seperti ikan kering/asin, pindang, asapan, kalengan, peda, dan tepung ikan. Diantara produk olahan tersebut, ikan asin dan ikan pindang merupakan produk olahan utama sentra perikanan DKI Jakarta yang rata-rata produksinya mencapai kg/tahun dari rataan total produksi produk olahan DKI Jakarta (Ditjen P2HP, 2010). Sentralisasi usaha pengolahan dalam skala industri yang berpusat di Muara Baru dan usaha pengolahan tradisional di Kalibaru dan Kamal Muara telah menjadikan DKI Jakarta sebagai pemasok utama produk olahan di pasar ibukota dan kota sekitarnya maupun pasar ekspor. Hal ini tentu sangat disayangkan bila kondisi dan prospek pengembangan usaha perikanan tersebut terutama aspek pemasaran tidak diketahui dan diarahkan dengan baik. Pengelolaan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di sentra perikanan DKI Jakarta juga perlu dijaga kontinyuitas produk dan keberlanjutan pengelolaannya di masa datang. Selain karena posisi pentingnya sebagai pemasok utama produk olahan ibukota dan pasar potensial lainnya, maka telah memberi lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat pesisir DKI Jakarta dan sekitarnya. Menurut Sudarsono (1983) dan Hanafi dan Saefuddin (1986), usaha ekonomi akan dapat bertahan dengan baik bila ada kesesuaian antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan

19 3 untuk menjalankan usaha ekonomi tersebut. Dalam kaitan ini, kelayakan usaha secara finansial menjadi hal penting yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan kelangsungan usaha pengolahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di sentra perikanan DKI Jakarta. Menurut DKPP DKI Jakarta (2009), usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di DKI Jakarta sangat majemuk baik dari skala industri maupun skala rumah tangga, dan sekitar 68,65% berproduksi dengan pola yang tidak stabil yang disebabkan oleh kesulitan modal dan ketidaktersediaan bahan pendukung. Evaluasi tentang kelayakan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan terutama yang menghasikan produk ikan asin dan pindang sangat diperlukan untuk memastikan prospek pengembangan usaha ke depan sehingga dapat memberi kesejahteraan minimal kepada pelakunya dan tidak menjadi sumber permasalahan sosial di lokasi. Tindakan penanganan terhadap hal ini dan pengembangan usaha perikanan penghasil produk olahan yang prospektif juga perlu dilakukan sehingga peran produk olahan hasil perikanan di lokasi bagi pasar ibukota dan kota sekitarnya maupun pasar ekspor tetap terjaga. Dalam kaitan ini, penelitian ini juga perlu mengembangkan strategi yang tepat bagi pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang sehingga tetap terus bersaing di masa datang. 1.2 Perumusan Masalah Mengacu kepada latar belakang tersebut, penelitian empirik perlu dilakukan untuk mengembangkan analisis prospek pemasaran dan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta, terutama untuk produk ikan asin dan pindang yang kontribusinya produksinya mencapai 78% sehingga menjamin berkelanjutannya di masa datang. Ada tiga permasalahan yang diajukan dan diharapkan dapat dipecahkan melalui penelitian ini, yaitu : 1. Sentra perikanan DKI Jakarta yang berpusat di Jakarta Utara menjadi pemasok utama produk olahan hasil perikanan pasar ibukota dan kota sekitarnya, maupun pasar ekspor melalui Bandara Internasional Soekarno Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok. Hal ini dapat terjadi karena

20 4 kontribusi besar dari tiga lokasi penting pengembangan produk olahan Jakarta Utara, yaitu Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara. Kontribusi yang demikian penting ini, harus dipertahankan sehingga keberlanjutan penyediaan produk olahan tetap terjaga, lapangan kerja dan kehidupan masyarakat pesisir yang banyak bergantung pada usaha perikanan dapat terjaga. Informasi terkait kondisi terkini dan prospek pengembangan usaha pengolahan utama (ikan asin dan pindang) terutama dari aspek pemasarannya sangat membantu memberi arahan yang tepat bagi pengelolaan yang lebih baik. 2. Sekitar 68,65% usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang terdapat di DKI Jakarta berproduksi dengan pola yang tidak stabil. Usaha ikan asin dan pindang termasuk yang paling banyak berproduksi dengan pola tidak stabil tersebut. Kondisi ini tentu kurang mendukung bagi kontinyuitas suplai produk olahan hasil perikanan ke pasaran. Di samping itu, pola produksi seperti itu kurang kompetitif untuk merebut pasar produk yang lebih baik terutama untuk tujuan ekspor. Kondisi ini terjadi karena usaha tersebut sering kesulitan modal dan ketidaktersediaan bahan pendukung. Penerimaan usaha, terkadang tidak mencukupi untuk mendatangkan bahan pendukung (ikan segar dan lainnya) dari luar lokasi. Kondisi ini kemudian banyak menyebabkan pengelolaan usaha pengolahan dan pemasaran tersebut dalam posisi sulit, yaitu antara tetap mempertahankan keberlanjutan atau harus menutup usahanya. Kelayakan pengelolaan usaha secara finansial menjadi hal krusial pada kondisi ini, dimana bila tidak layak dan tetap dipertahankan akan menjadi bumerang dan sumber masalah sosial di sentra perikanan DKI Jakarta. Usaha pengolahan dan pemasaran (jenis-jenis usaha ikan asin dan pindang) yang layak dikembangkan secara finansial perlu diidentifikasi secara dini setiap lokasi, sehingga pelaku usaha tidak terperangkap pada kegiatan ekonomi biaya tinggi. 3. Banyaknya pasokan produk olahan non perikanan terutama yang siap saji dengan kemasan menarik, dapat mengganggu pemasaran produk olahan dari DKI Jakarta. Hal ini didukung pula oleh sebagian konsumen yang

21 5 cenderung tertarik pada hal baru yang inovatif, mudah diperoleh, harga bersaing, dan praktis penggunaannya. Untuk memperkuat daya saing dan merebut peluang pasar yang lebih besar, maka diperlukan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan yang tepat. Strategi ini akan menjadi acuan bagi pengembangan produk olahan terutama untuk ikan asin dan pindang yang dilakukan dalam skala kecil rumah tangga perikanan. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian terkait prospek pemasaran dan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan ini bertujuan : 1. Menganalisis kondisi dan prospek pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. 2. Menganalisis tingkat kelayakan finansial usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang di sentra perikanan DKI Jakarta. 3. Merumuskan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. 1.4 Kegunaan Penelitian Beberapa kegunaan yang dapat diperoleh dari adanya penelitian ini, antara lain : 1. Menjadi masukan bagi dunia usaha khususnya usaha pengolahan dan pemasaran dalam menelaah prospektif pemasaran produk olahan hasil perikanan yang dihasilkan dari jenis usaha ikan asin dan ikan pindang yang layak dikembangkan lanjut. 2. Menjadi masukan bagi pemerintah dan pengambil kebijakan teknis di perusahaan perikanan dalam menyusun strategi kebijakan pemasaran produk olahan hasil perikanan yang lebih baik dan berdaya saing. 3. Menjadi masukan berarti bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam bidang perikanan dan kelautan.

22 6 4. Menambah pengetahuan peneliti dan berbagai pihak yang membutuhkan dan mendalami kegiatan penelitian pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengelolaan Perikanan Sumber daya ikan mempunyai sifat yang spesifik yang dikenal dengan akses terbuka (open access) yang memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu merasa memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property). Oleh karena pengelolaan sumberdaya ikan harus dilakukan dengan konsep memberi kesempatan yang sama kepada setiap individu baik nelayan, pengusaha perikanan, maupun masyarakat luas untuk memanfaatkan sumberdaya ikan yang ada. Namun demikian, pengelolaan tersebut harus dilakukan secara bertanggung jawab mengedepankan prinsip kelestarian dan keadilan. Menurut Sparre dan Venema (1999), hal yang sering dilupakan dalam pengelolaan sumberdaya ikan adalah sering aspek biologi dan dominannya aspek eksploitasi dan mengalokasikan alat tangkap secara berlebihan. Sebagai megapredator, nelayan mempunyai perilaku yang sangat unik dalam merespon baik perubahan sumberdaya ikan, iklim maupun kebijakan yang diterapkan. Sejarah collapse-nya perikanan anchovy di Peru dapat menjadi pelajaran bahwa kebijakan pembatasan upaya penangkapan tanpa dibarengi dengan pengetahuan yang baik dalam mengantisipasi perilaku nelayan dalam merespon setiap perubahan baik internal maupun eksternal stok sumberdaya ikan telah menggagalkan upaya untuk keberlanjutan pengelolaan sumberdaya ikan. Menurut UU No. 45 Tahun 2009 dan Bahari (1989) pengelolaan sumberdaya ikan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik dengan memperhatikan aspek-aspek pengelolaan yang ada. Aspek-aspek pengelolaan tersebut dapat mencakup : 1. Aspek sumberdaya, terkait dengan potensi sumberdaya ikan, penyebaran ikan, komposisi ukuran hasil tangkapanan dan jenis spesies. 2. Aspek teknis, terkait dengan unit penangkapan, jumlah kapal, fasilitas penanganan di kapal, fasilitas pendaratan dan fasilitas penanganan ikan di darat.

24 8 3. Aspek ekonomi, terkait dengan investasi, hasil produksi, pengolahan, pemasaran hasil, dan efisiensi biaya operasional yang berdampak kepada penerimaan dan keuntungan. 4. Aspek sosial, terkait dengan kelembagaan, ketenagakerjaan, kesejahteraan, dan konflik pengelolaan. Pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah Indonesia tidak dapat terlepas dari peraturan-peraturan yang berlaku, baik internasional maupun nasional. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan (perubahan UU Nomor 31 Tahun 2004) dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Disamping itu, juga dinyatakan bahwa pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisisensi dan kelestarian yang berkelanjutan. Hal ini harus menjadi perhatian dan konsepsi dalam semua tindakan pengelolaan sumberdaya ikan di Indonesia. Namun demikian, konsep pengelolaan tersebut sering tidak berjalan dengan baik karena berbagai implikasi yang terjadi dari kegiatan pengelolaan. Menurut Seijo et al. (1998), implikasi kegiatan pengelolaan tersebut dapat terkait populasi sumberdaya ikan, jumlah upaya penangkapan, biaya operasi, dan keuntungan. Penambahan jumlah upaya penangkapan akan mengurangi ketersediaan stok ikan dan akan meningkatkan biaya tangkapan untuk pengguna lain. Kerusakan stok dan populasi sumberdaya ikan akan terjadi apabila nelayan bersama-sama melakukan tindakan pemanfaatan pada lokasi yang sama. Pada fishing ground terjadi konflik penggunaan alat tangkap, yang selanjutnya akan mengubah struktur populasi ikan, dinamika populasi spesies target dan mempengaruhi kelimpahan ikan non target. Dalam kaitan dengan biaya operasi, nelayan hanya melihat biaya yang dikeluarkan sendiri, sementara peningkatan biaya yang dikeluarkan nelayan lain karena pengurangan stok ikan diabaikan. Dengan demikian nelayan secara umum cenderung menempatkan terlalu banyak

25 9 modal usaha perikanan. Nelayan yang beroperasi pada suatu fishing ground yang produktif akan mendapatkan keuntungan. Hal ini menyebabkan nelayan lain akan merugi dan menanggung biaya marginal karena kehabisan stok sumberdaya ikan. Konsep pengelolaan harus semaksimal mungkin menghindari implikasi negatif tersebut, sehingga sumberdaya ikan tetap lestari dan kegiatan pemanfaatan dapat berkelanjutan. 2.2 Usaha Perikanan 1. Komponen Pendukung Usaha Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Menurut PP No. 15 tahun 1990, usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sebagai salah satu bidang usaha perikanan merupakan semua usaha perorangan atau badan hukum untuk mengolah, menyimpan, mendinginkan mengawetkan, memasarkan ikan dan produk olahannya untuk tujuan komersil. Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam pemanfaatan sumberdaya ikan secara komersial. Hal ini karena usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan menjadi penggerak utama pengelolaan sumberdaya ikan, sehingga sumberdaya ikan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan pangan dan kesejahteraan hidup manusia. Menurut Monintja (2001) dan Hanafiah dan Saefuddin (1983), dalam operasionalnya, usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan membutuhkan dukungan dan berkaitan erat dengan komponen lainnya, seperti sumberdaya manusia, sarana produksi, prasarana pendukung, dan pasar. a. Sumberdaya manusia Sumberdaya manusia merupakan penggerak suatu usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Supaya kinerja usaha baik, maka sumberdaya manusia harus berkualitas dan menguasai teknologi yang dibutuhkan dalam operasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.

26 10 b. Sarana produksi Pada usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, sarana produksi ini dapat mencakup mesin, peralatan produksi, pabrik es, gudang, instalasi air tawar dan listrik, alat transportasi, pusat pendidikan dan diklat tenaga kerja. Sarana produksi penting karena pelaksanaan operasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sangat tergantung pada kesiapan sarana produksi ini. c. Prasarana perikanan Prsarana perikanan untuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan adalah jalan dan pelabuhan. Jalan raya sangat dibutuhkan untuk mendukung kegiatan pengakutan bahan produksi dan hasil produk olahan di daratan baik untuk jarak dekat maupun untuk jarak yang lebih jauh. Pelabuhan perikanan merupakan tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Prasarana pelabuhan ini sangat dibutuhkan karena menjadi penghubung kegiatan operasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dengan pasar dan konsumen. d. Pasar Pasar merupakan tempat dimana terjadi arus pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Pasar produk akan menentukan keberlanjutan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di masa datang. Perlu disadari, bahwa operasional usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan perlu diarahkan sehingga juga mendukung kelestarian sumber daya ikan, mengatur pemanfaatan dan distribusi produk perikanan, dan mengantisipasi perilaku pelaku bisnis perikanan sehingga sejalan dengan kebijakan yang diterapkan. Menurut Fachruddin (2004), operasional usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran

27 11 hasil perikanan merupakan upaya yang dinamis, yaitu sesuai permintaan dengan konsumen yang senantiasa terus berkembang. Dalam kaitan ini, maka kontribusi setiap komponen pendukung menjadi semakin penting guna mengantispasi perubahan-perubahan dalam hal ekonomi, teknologi, dan lingkungan, termasuk penggunaan cara-cara tradisional dalam pengolahan hasil perikanan. Sebagai implikasi dari perkembangan kebutuhan konsumen, maka menurut Fauzi (2004) penyesuaian atau perubahan dapat terjadi pada tujuan, strategi dan operasional usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Semakin efisien teknologi produksi pada usaha pengolahan berarti semakin produk olahan perikanan yang dapat dimanfaatkan dan semakin sedikit reject yang dibuang ke alam yang justru dapat merusak lingkungan sekitar. Hal ini dilakukan dalam rangka memberi pelayanan kepada konsumen yang dari waktu ke waktu jenis kebutuhan terus meningkat dan berubah termasuk terhadap jenis-jenis produk olahan hasil perikanan. 2. Pelaku Ekonomi Usaha Perikanan Menurut Sudarsono (1986) dan Hanafiah dan Saefuddin (1983), komponen ekonomi usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dapat mencakaup nelayan, pengusaha perikanan, pengolah ikan, pedagang ikan, koperasi, dan pemrintah. Semua pelaku ekonomi harus bahu membahu mendukung kelangsungan usaha perikanan. a. Nelayan tradisional Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar dan pamakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan) sebagai mata pencaharian. (Fauzi, 2005). Nelayan tradisional merupakan bagian terbesar dari masyarakat nelayan di Indonesia. Nelayan tradisional ini umumnya dapat dicirikan dengan tingkat kepemilikannya kecil dan penguasaan faktor produksi serta

28 12 kemampuan managerial relatif terbatas. Keterbatasan ini akan mempengaruhi motivasi, perilaku dan gugus kesempatan. Selain itu, vokalitas untuk memperjuangkan pendapat dan kebutuhan dari kelompok ini biasanya relatif rendah, sehingga nelayan tradisional umumnya tersisihkan bila kegiatan ekonomi perikanan berkembang pesat di suatu kawasan.. b. Pengusaha perikanan Pengusaha perikanan lebih dianggap sebagai kelompok pelaku yang sukses dan bermodal besar dalam melakukan kegiatan usaha perikanan. Berbeda dengan nelayan tradisional, gugus kesempatan pengusaha perikanan swasta skala besar biasanya jauh lebih longgar. Mereka memiliki akses yang lebih besar terhadap berbagai fasilitas seperti perbankan, pelayanan dan penerapan teknologi baru,disamping mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi pembuat kebijaksanaan bila ada kebijakan yang dapat mengancam eksistensi mereka. Menurut Dahuri, et. al (2001), pengusaha perikanan dapat menghidupkan kegiatan perikanan dengan lebih optimal di suatu kawasan pesisir. Hal ini karena mempunyai motivasi bisnis yang umumnya memaksimumkan keuntungan dan dapat melakukan berbagai bentuk strategi mulai dari integrasi vertikal, baik ke hulu maupun ke hilir, sampai integrasi horizontal untuk memaksimumkan keuntungan dan akumulasi modal. Pengusaha perikanan ini umumnya mempekerjakan nelayan kecil dan tradisional dalam menjalanakan bisnis perikanannya. c. Pedagang Ikan Berdasarkan tahapan perdagangan yang dilakukan, pedagang ikan termasuk jenis pedagang perantara. Menurut Hou (1997), pedagang perantara merupakan perorangan atau organisasi yang berusaha dalam bidang tataniaga, yang menggerakkan barang dari produsen sampai konsumen melalui jual-beli. Dalam saluran tataniaga dapat terdiri dari satu atau beberapa pedagang perantara seperti: pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang eceran. Disamping pedagang perantara,

29 13 juga terdapat pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang eceran. d. Koperasi Unit Desa (KUD Mina) Dalam Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa koperasi merupakan satu dari tiga sektor kegiatan perekonomian, selain pemerintah dan swasta. Sebagaimana bandan usaha ekonomi lainnya, koperasi termasuk koperasi perikanan (KUD Mina) juga bertujuan untuk mencari keuntungan, dan keuntungan tersebut menjadi milik anggota yang dibagi setiap periode yang disepakati. Pembagian keuntungan didasarkan atas pemilikan modal, serta keterlibatan anggota dalam kegiatan koperasi (Sudarsono, 1986). e. Pemerintah Dalam kegiatan ekonomi, pemerintah hendaknya berada posisi netral antara produsen dan konsumen. Namun dalam kenyataannya, pemerintah mempunyai misi dan motivasi tersendiri yang perlu diperhitungkan dalam melihat permasalahan perekonomian yang ada termasuk di bidang perikanan. Menurut Hardjomidjojo (2004), pemerintah berupaya untuk mencapai semaksimal mungkin didalam meningkatkan produksi, produktivitas, pendapatan nelayan, ekspor komoditi perikanan, pertumbuhan investasi, konsumsi ikan dan dalam mewujudkan kualitas kehidupan terutama disenta-sentra perikanan. Hal ini penting untuk kelangsungan kegiatan ekonomi berbasis perikanan di lokasi. 2.3 Kinerja Usaha Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perikanan Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan usaha komersial yang mengejar keuntungan, sehingga penilaian kinerja menjadi hal penting untuk dilakukan. Secara umum kinerja (performance) merupakan kemampuan kerja dari suatu usaha produksi yang ditunjukkan dengan hasil kerja. Hawkins (1979) menyatakan bahwa Performance is: (1) the process or manner of performing, (2) a notable action or achievement, (3) the performing of a play or other entertainment.

30 14 Dalam arti yang lebih luas, kinerja merupakan jumlah output yang dihasilkan oleh unit kerja per satuan waktu tertentu, yang ditunjukkan oleh jumlah keuntungan, retribusi, pajak, dan sebagainya. Oleh karena itu kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan bertujuan menghasil produk olahan hasil perikanan dan memasarkannya secara luas, yang juga berarti memanfaatkan potensi sumberdaya ikan secara maksimal. Namun demikian, upaya tersebut perlu dilakukan dalam koridor tetap menjaga melestarikan sumberdaya perikanan dan kondisi lingkungan, dan memastikan diterapkannya keadilan terhadap para pengguna yang telah memanfaatkan sumberdaya alam milik umum tersebut. Menurut Fauzi (2005) dan Sukmadinata (1995), kinerja usaha perikanan termasuk usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan jumlah produk perikanan yang dihasilkan oleh suatu usaha perikanan dalam suatu periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Kinerja hendaknya merupakan hasil yang dapat diukur dan menggambarkan kondisi pengelolaan suatu usaha perikanan milik perorangan (individu) atau badan hukum (perusahaan) dari berbagai ukuran yang disepakati. Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan adalah sebuah sistem yang terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait dan saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pada lingkungan yang sangat kompleks. Penilaian terhadap sistem usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan ini merupakan salah upaya untuk mengukur kinerja produksi produk olahan dan memasarkannya. Sultan (2004), usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan merupakan suatu gugus dari unsur yang saling berhubungan dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau suatu gugus dari tujuan-tujuan di bidang perikanan. Jika pengembangan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di suatu lokasi/sentra perikanan ditentukan pada perluasan kesempatan kerja, maka teknologi yang perlu dikembangkan adalah teknologi produksi yang relatif dapat menyerap tenaga kerja banyak, dengan pendapatan memadai bagi pelaku perikanan yang terlibat. Untuk mengetahui apakah kinerja suatu usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sesuai atau tidak dengan standar yang ditetapkan, maka

31 15 dilakukan penilaian kinerja dan hal ini biasanya dilakukan dengan pendekatan analisis kinerja dengan ukuran keuangan atau finansial usaha yang dicapai maka perlu dilakukan penilaian kinerja. Disini pihak manajemen perusahaan cenderung hanya ingin memuaskan shareholders, dan kurang memperhatikan ukuran kinerja yang lebih luas yaitu kepentingan stakeholders. Atkinson et al. (1997) menyatakan bahwa pengukuran kinerja sebagai berikut: Performance measurement is perhaps the most important, most misunderstood, and most difficult task in management accounting. An effective system of performance measurement containts critical performance indicator (performance measures) that (1) consider each activity and the organization it self from the customer s perspective, (2) evaluate each activity using customer validated measure of performance, (3) consider all facets of activity performance that affect customers and, therefore, are comprehensive, and (4) provide feedback to help organization members identity problems and opportunities for improvement. Safi i (2007) dan Seijo et al. (1998) menyatakan bahwa pengelolaan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dihadapkan pada tantangan yang timbul karena faktor-faktor yang menyangkut perkembangan penduduk, perkembangan sumberdaya dan lingkungan, perkembangan teknologi dan ruang lingkup internasional. Pengukuran kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan perlu mempertimbangkan hal tersebut. Sumberdaya ikan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun demikian pemanfaatannya sangat tergantung pada kearifan manusia menjadi tantangan besar dalam pengukuran kinerja ini. Terkait dengan ini, maka pengukuran kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang meskipun tidak berhubungan langsung dengan penangkapan ikan juga harus mempertimbangkan keterbatasan dan perubahan alamiah yang ada. Penilaian kinerja sangat penting, kemungkinan memiliki salah pengertian, dan merupakan tugas yang paling sulit dalam akuntansi manajemen. Menurut Atkinson et al. (1997), penilaian kinerja yang efektif sebaiknya mengandung indikator kinerja, yaitu:

32 16 1. Memperhatikan setiap aktivitas organisasi dan menekankan pada perspektif pelanggan, 2. Menilai setiap aktivitas dengan menggunakan alat ukur kinerja yang mengesahkan pelanggan, 3. Memperhatikan semua aspek aktivitas kinerja secara komprehensif yang mempengaruhi pelanggan, dan 4. Menyediakan informasi berupa umpan balik untuk membantu anggota organisasi mengenali permasalahan dan peluang untuk melakukan perbaikan. Mengacu kepada hal ini, maka penilaian kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan mencakup kegiatan yang mengukur berbagai aktivitas usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk manfaat keuangan yang layak bagi nelayan dan pelaku usaha perikanan. Penilaian kinerja usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dalam ukuran keuangan juga memberi informasi untuk perbaikan pengelolaan usaha perikanan. Perbaikan usaha perikanan ini (Fauzi, 2005 dan Ruddle et al., 1992) mencakup : (1) perbaikan perencanaan perbekalan, (2) perbaikan metode operasi (penangkapan ikan, penanganan hasil, dan lainnya), dan (3) perbaikan evaluasi kerja usaha perikanan. Hasil penilaian kinerja ini akan menentukan tingkat kelayakan pengembangan suatu usaha perikanan. 2.4 Konsep Pemasaran Produk Olahan Perikanan Dalam mencapai suatu tujuan, usaha pengolahan hasil perikanan selalu menerapkan konsep pemasaran, yaitu memikirkan bagaimana memasarkan secara simultan dengan strategi produksi. Dengan konsep ini, usaha produk olahan hasil perikanan berusaha memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, terutama kepuasan pelanggan. Pemahaman konsep pemasaran mendukung manajemen usaha pengolahan hasil perikanan untuk mengadaptasi setiap perubahan pasar dan pesaing melalui perencanaan strategi. Menurut Kotler dan Amstrong (2001) tercapainya tujuan organisasi tergantung pada penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran (target

33 17 market) dan memuaskan pelanggan secara lebih efektif dan efisien daripada yang dilakukan oleh pesaing. Kotler dan Susanto (1999) mengatakan bahwa ada lima konsep yang mendasari cara organisasi melakukan pemasaran : 1. Konsep berwawasan produksi : konsumen akan memilih produk yang mudah didapat dan murah harganya. Manajer organisasi yang berwawasan produksi memusatkan perhatiannya untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi dan cakupan distribusi yang luas. 2. Konsep berwawasan produk : konsumen akan memilih produk yang menawarkan mutu, kinerja terbaik, atau hal-hal inovatif lainnya. Manajer dalam organisasi berwawasan produk memusatkan perhatian untuk membuat produk yang lebih baik dan terus menyempurnakannya. 3. Konsep berwawasan menjual : konsumen dibiarkan saja, konsumen tidak akan membeli produk organisasi dalam jumlah cukup. Organisasi harus melakukan usaha penjualan dan promosi yang agresif. 4. Konsep berwawasan pemasaran : kunci untuk mencapai tujuan organisasi terdiri dari penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran serta memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien daripada saingannya. 5. Konsep berwawasan pemasaran bermasyarakat. Konsep ini menghindari konflik yang mungkin terjadi antara keinginan konsumen, kepentingan konsumen dan kesejahteraan sosial jangka panjang. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep pemasaran merupakan sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup usaha pengolahan hasil perikanan. 2.5 Strategi Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan Dalam mengembangkan strategi pemasaran produk olahan hasil perikanan, terdapat titik tolak yang dapat dikombinasikan (DKP, 2008 dan Nikijuluw, 2005), yaitu :

34 18 1. Strategi umum usaha pengolahan hasil perikanan, merupakan gambaran umum tujuan yang ingin dicapai dan pandangan dasar yang tumbuh sejak didirikannya usaha pengolahan hasil perikanan; 2. Analisis situasi yang dapat dirumuskan sebagai suatu studi tentang faktor internal (kekuatan dan kelemahan yang terdapat di dalam usaha pengolahan hasil perikanan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman yang timbul di luar usaha pengolahan hasil perikanan). Untuk mencapai suatu tujuan dan menciptakan keunggulan bersaing setiap usaha pengolahan hasil perikanan menggunakan strategi yang tepat. Hamel dan Prahalad (1990) dalam Rangkuti (2004) mengatakan bahwa strategi merupakan tindakan yang bersifat inkremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi, bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Usaha pengolahan hasil perikanan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan. Menurut David (2006), strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang pada situasi yang sangat kompetitif. Strategi bisnis berupa perluasan geografis, diversifikasi, akuisisi, pengembangan produk, penetrasi pasar, rasionalisasi karyawan, divestasi, likuidasi dan joint venture. Penetrasi pasar merupakan suatu strategi untuk pertumbuhan usaha pengolahan hasil perikanan dengan meningkatkan penjualan produk yang ada saat ini kepada segmen pasar yang sekarang tanpa mengubah produk (Kotler dan Amstrong, 2001). Dalam mendesain suatu strategi pemasaran, hal penting yang dilakukan oleh usaha pengolahan hasil perikanan adalah menerapkan konsep segmentation, targetting, dan positioning atau STP (Rangkuti, 2004 dan Sumarwan, 2004) dan bargaining (Purnomo dan Zulkiflimansyah,1999). Menurut Rangkuti (2004), segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli/konsumen secara

35 19 terpisah. Pendekatan umum yang dilakukan oleh produsen dalam mengidentifikasi segmen utama suatu pasar terdiri dari tiga langkah (Kotler dan Susanto,1999), yaitu : 1. Tahap survei : melakukan wawancara terhadap kelompok pengamat untuk mendapatkan pemahaman atas motivasi, sikap, dan perilaku konsumen; 2. Tahap analisis : analisis faktor dan analisis kelompok untuk menghasilkan segmen yang berbeda; 3. Tahap pembentukan : bertujuan membentuk kelompok berdasarkan perbedaan sikap, perilaku demografis, psikografis dan pola media. Targetting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki (Rangkuti, 2004). Penetapan pasar yang cerdas membantu usaha pengolahan hasil perikanan menjadi lebih efisien dan efektif, yaitu dengan berfokus pada segmen yang dapat mereka puaskan dengan baik. Penetapan pasar juga menguntungkan konsumen, usaha pengolahan hasil perikanan menjangkau kelompok konsumen tertentu dengan tawaran dibuat dengan cermat untuk memuaskan keinginan mereka (Kotler dan Amstrong, 2001). Positioning adalah level atau status citra produk atau jasa yang ingin dilihat oleh konsumen (Sumarwan, 2004). Konsep positioning sendiri dapat berupa mutu terbaik, pelayanan terbaik, nilai terbaik, atau teknologi tercanggih.

36 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di pesisir utara DKI Jakarta, tepatnya di lokasi-lokasi yang menjadi sentra produk olahan hasil perikanan, yaitu Muara Baru, Kamal Muara, dan Kali Baru. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 (lima) bulan dimulai dari bulan Maret 2011 sampai dengan Juli Jenis Data Yang Dikumpulkan Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung dikumpulkan di lapangan berkaitan dengan aktivitas produksi dan pemasaran produk olahan hasil perikanan terutama untuk produk ikan asin dan pindang. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia yang mendukung kelengkapan data penelitian. Data yang dikumpulkan baik dari jenis data primer maupuan data sekunder meliputi : 1. Data kondisi internal dan eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Data ini meliputi jenis produk asin dan pindang yang dipasarkan, kualitas produk, harga jual, tujuan pasar, sarana pendukung pemasaran, infrastruktur pemasaran, perijinan pemasaran, pesaing, kontinyuitas permintaan, kondisi sosial ekonomi konsumen sasaran, dan lainnya. 2. Data finansial pengelolaan usaha pengolahan hasil perikanan (ikan asin dan pindang) di DKI Jakarta. Data finansial ini meliputi data investasi, biaya produksi, biaya tenaga kerja, biaya pemasaran, penerimaan usaha, biaya penyusutan, pajak/retribusi, dan lainnya terkait pengelolaan usaha. 3. Data terkait dengan kebijakan pengembangan produk olahan berbasis perikanan, seperti undang-undang perikanan, peraturan perikanan, kebijakan daerah tentang usaha perikanan, peraturan pengelolaan lingkungan, pengembangan alat produksi dan pemasaran, peraturan retribusi perikanan, dan lainnya.

37 Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Primer Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner terhadap perwakilan stakeholders seperti pengusaha perikanan, pengolah ikan, pengelola sarana perikanan (pelabuhan, perum perikanan), pedagang besar, pedagang eceran, pengusaha produk non perikanan, dan masyarakat konsumen. Pengamatan dilakukan dengan cara mengunjungi dan mengamati secara langsung kondisi lokasi pengolahan hasil perikanan (terutama ikan asin dan pindang), pemasaran hasil perikanan dan produk lainnya, serta tempat tinggal pelaku usaha sasaran. Jumlah responden yang diwawancara untuk pengambilan data kondisi dan prospek pengelolaan pemasaran produk olahan dan data terkait kelayakan finansial ditetapkan sekitar 5-10% dari jumlah populasi (Gaspersz dan Irianti dalam Bungin, 2004). Sedangkan populasinya adalah total jumlah usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang terdapat di lokasi penelitian. Sedangkan jumlah responden untuk perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan berkisar antara orang berasal dari perwakilan semua stakeholders terkait. Jumlah ini sesuai persyaratan sampel untuk analisis AHP menggunakan Expert Choice Teknik Pengambilan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, konsultasi pakar, dan kombinasi keduanya. Studi pustaka digunakan untuk mengumpulkan data sekunder yang berasal dari literatur, hasil penelitian, laporan kegiatan di lokasi tersebut maupun lokasi lain dengan permasalahan yang relevan. Pendapat pakar digunakan untuk mengkonfirmasi data yang kurang jelas dari hasil penelitian atau literatur. Pakar dapat berasal dari birokrat, pengamat, maupun akademisi yang berkompeten dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan.

38 Metode Analisis Data 1. Analisis Kondisi dan Prospek Pemasaran Analisis kondisi dan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan ini dilakukan menggunakan metode analisis SWOT. Analisis SWOT sangat membantu untuk memetakan kondisi, potensi dan arah pengembangan usaha (usaha ikan asin dan pindang) ke depan termasuk dari aspek pemasarannya. Pemetaan ini akan dilakukan dari segi internal maupun eksternal, sehingga kondisi dan prospek pengembangan usaha perikanan ke depan dapat diketahui secara akurat dan menyeluruh. Tujuan akhir dari kegiatan ini adalah mengetahui kondisi saat ini dan arah/prospek pengembangan usaha perikanan produk olahan ke depan terutama dilihat dari aspek pemasarannya. Dalam analisis ini menggali informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan pemasaran produk olahan hasil perikanan, sehingga ditemukan berbagai kesimpulan dalam suatu matriks mengenai kekuatan (strength) atau S, kelemahan (weaknesses) atau W, peluang (opportunity) atau O dan ancaman (threat) atau T tersebut. Untuk mendapatkan deskripsi detail kondisi kini, maka data dan informasi terkait diformat dalam suatu matriks mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan. Proses analisis selanjutnya kemudian dilakukan dengan tahapan (Rangkuti, 2004) : a. Menentukan faktor-faktor strategis internal, memuat tentang kekuatan dan kelemahan lengkap dengan hasil analisis bobot, rating dan skornya (matriks IFE atau Internal Factor Evaluation). b. Menentukan faktor-faktor strategis eksternal, memuat tentang peluang dan ancaman lengkap dengan hasil analisis bobot, rating dan skornya (matriks EFE atau External Factor Evaluation). c. Mengembangkan matriks internal-eksternal (IE) untuk mengetahui posisi dan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan ke depan.

39 23 d. Mengembangkan matriks SWOT untuk merumuskan solusi pengelolaan prospek pemasaran produk olahan yang telah diidentifikasi. Rumusan ini menjadi masukan dalam analisis strategi pengembangan produk olahan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) di bagian berikutnya. Secara ilustratif, matriks IFE dan EFE disajikan pada Tabel 1, dan matriks analisis SWOT disajikan pada Tabel 2. Tabel 1 Matriks IFE dan EFE kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan No Faktor-Faktor Strategis I II Internal C. Kekuatan Dst D. Kelemahan Dst Eksternal A. Peluang Dst B. Ancaman Dst Total IFE Total EFE Bobot (B) Rating (R) Skor (BxR) Kode Bobot menunjukkan tingkat kepentingan usaha pengolahan dan pemasaran terhadap suatu komponen/faktor pemasaran dengan nilai berkisar 0-1, dimana 0 menunjukkan tidak penting dan 1 menunjukkan

40 24 sangat penting. Rating menunjukkan tingkat pengaruh yang secara riil dapat diberikan oleh faktor pemasaran tersebut terhadap usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dengan nilai berkisar 1 4, dimana 1, 2, 3, dan 4 berturut-turut rendah, biasa, tinggi, dan sangat tinggi. Nilai rating untuk faktor kelemahan dan ancaman diberi secara terbalik, yaitu bila pengaruh rendah diberi nilai 4 dan pengaruh sangat tinggi diberi nilai 1 (Rangkuti, 2009). Sedangkan skor menyatakan tingkat/skor pengaruh positif (spp) sesuai kepentingan usaha pengolahan dan pemasaran terhadap suatu komponen/faktor pemasaran yang dimaksud. Pengembangan matriks internal-eksternal (IE) dilakukan untuk mengetahui ploting kondisi/posisi pemasaran produk olahan hasil perikanan saat ini serta prospek pengembangann ke depan yang dibagi dalam sembilan kuadran kondisi pengelolaan yang digunakan dalam analisis SWOT. Kuadran tersebut adalah kuadran I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, dan IX yang berturut-turut menyatakan I (pengelolaan dalam pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi vertikal), II (pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi horizontal), III (pengelolaan dalam kondisi penciutan atau turnaround), IV (pengelolaan dalam kondisi stabilitas), V (pengelolaan dalam kondisi pertumbuhan dengan konsentrasi pada integrasi horizontal atau stabilitas), VI (pengelolaan dalam kondisi divestasi atau pengurangan), VII (pengelolaan dalam kondisi pertumbuhan melalui diversifikasi konsentrik), VIII (pengelolaan dalam kondisi pertumbuhan melalui konsentrasi konglomerasi), dan IX (pengelolaan dalam kondisi likuidasi). Setiap kuadran punya kisaran nilai faktor internal dan faktor eksternal tertentu.

41 25 Tabel 2 Matriks analisis SWOT Kekuatan (Strenghtenings) Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opporunities) SO 1 SO 2 SO 3... SO n WO 1 WO 2 WO 3... WO n Ancaman (Threats) ST 1 ST 2 ST 3... ST n WT 1 WT 2 WT 3... WT n Matriks SWOT mengakomodir semua analisis sebelumnya menjadi rumusan solusi pengelolaan prospek pemasaran produk olahan ke depan. Rumusan hasil analisis SWOT ini menjadi masukan dalam analisis AHP di bagian berikutnya. 2. Analisis Kelayakan Finansial Analisis ini dilakukan untuk mengetahui jenis usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang yang secara ekonomi dinyatakan layak dikembangkan di DKI Jakarta. Usaha tersebut dapat memproduksi berbagai jenis ikan asin dan pindang, dan dari ini akan ditentukan jenis yang layak dan tidak layak dikembangkan lanjut. Analisis ini dapat memberi arahan tentang usaha pengolahan ikan asin dan pindang yang dapat dipilih sehingga usaha tersebut dapat terus bertahan dan pelakunya mendapat manfaat dari usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tersebut. Secara prinsip, analisis ini dilakukan dengan membandingkan semua penerimaan dari suatu investasi untuk pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dengan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan selama proses investasi tersebut. Supaya dapat diperbandingkan satu sama lain, maka penerimaan dan pengeluaran tersebut dinyatakan dalam bentuk uang dan harus dihitung selama periode operasi yang sama (Garrod dan Willis, 1999). Parameter yang digunakan dalam analisis kelayakan usaha perikanan ini mengacu kepada Hanley dan Spash (1993) tentang analisis biaya-

42 26 manfaat (cost-benefit analysis). Adapun parameter tersebut adalah yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Return of Investment (ROI), dan Benefit Cost Ratio (B/C ratio). a. Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) digunakan untuk menilai manfaat investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang merupakan jumlah nilai kini dari pendapatan bersih dan dinyatakan dalam rupiah. Bila NPV > 0 berarti investasi menguntungkan usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan (usaha layak dikembangkan). Sedangkan bila NPV < 0 berarti investasi tidak menguntungkan atau usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tidak layak dikembangkan lanjut. Rumus perhitungan nilai Net Present Value (NPV) adalah : n (Bt - Ct) NPV = t (1 i) t 1 Dimana : B = penerimaan (benefit) C = pembiayaan (cost) I = interest rate (suku bunga) t = umur teknis b. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) merupakan nilai suku bunga maksimal yang menyebabkan NPV = 0. Terkait dengan ini, maka IRR menjadi batas untung rugi suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya. Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan dinyatakan layak bila IRR > dari interest rate (suku bunga) yang berlaku. Suku bunga kurs ini mengacu kepada Bank Umum (2010), yaitu sekitar 14 %. Bila IRR sama dengan interest rate yang berlaku maka NPV usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan tersebut sama dengan nol. Jika IRR lebih kecil dari interest rate (suku bunga) yang berlaku, maka nilai NPV akan lebih kecil dari 0, dan berarti usaha pengolahan dan

43 27 pemasaran hasil perikanan tersebut tidak layak dikembangkan, sedangkan bila sebaliknya layak dikembangkan lanjut. Rumus perhitungan nilai Internal Rate of Return (IRR) adalah : NPV1 IRR = i 1 + ( i 2 - i1) NPV1 - NPV2 Dimana : i 1 i 2 = interest rate yang menghasilkan NPV positif = interest rate yang menghasilkan NPV negatif NPV 1 = NPV pada interest rate i 1 NPV 2 = NPV pada interest rate i 2 c. Return of Investment (ROI) Return of Investment (ROI) digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian investasi dari penerimaan yang didapat pemilik dari usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Terkait dengan ini, maka ROI menjadi andalan utama dalam menyeleksi perputaran uang/investasi yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan pengelolaan sumberdaya. Usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan di DKI Jakarta dikatakan layak bila mempunyai ROI > 1, sedangkan bila usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan mempunyai nilai ROI < 1, maka tidak layak dilanjutkan. Rumus perhitungan nilai Return of Investment (ROI) adalah : ROI Dimana : B I B I = penerimaan (benefit) = Investasi (invesment) d. Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur kinerja kegiatan pengelolaan sumberdaya dari aspek perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan.

44 28 Secara detail, B/C ratio merupakan perbandingan dimana present value sebagai pembilang terdiri atas total dari pendapatan bersih investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan yang bersifat positif, sedangkan sebagai penyebut terdiri atas present value total yang bernilai negatif atau pada keadaan pembiayaan kotor lebih besar daripada pendapatan kotor investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Nilai B/C ratio akan terhitung bila terdapat paling sedikit satu nilai Bt Ct yang bernilai positif. Bila B/C ratio > 1, maka kondisi ini menunjukkan investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan menguntungkan (NPV > 0). Sedangkan bila B/C ratio < 1, maka investasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan termasuk merugi, sehingga tidak layak dikembangkan lanjut. Rumus perhitungan nilai Benefit-Cost Ratio (B/C ratio) adalah : B/C ratio = Dimana : n t 0 n t 1 (Bt - Ct) (Bt - Ct) 0 t (1 i) (Ct - Bt) (Bt - Ct) 0 t (1 i) Bt = penerimaan (benefit) pada tahun operasi ke-t Ct = pembiayaan (cost) pada tahun operasi ke-t I = interest rate t = umur teknis 3. Analisis Strategi Analisis ini dimaksud untuk merumuskan prioritas strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Untuk maksud ini, maka penetapan prioritas strategi dilakukan dengan mengakomodir kepentingan semua stakeholders terkait dan tetap mempertimbangkan semua keterbatasan/hambatan yang ada. Analisis hierarki ini menggunakan Analitical Hierachy Process (AHP) dengan sofware Expert Choice 9.5.

45 29 Prinsip penting perlu diperhatikan dalam analisis AHP ini adalah : (a) menyederhanakan masalah yang komplek yang bersifat strategis dan dinamis melalui panataan rangkaian variabelnya dalam suatu hierarki, (b) tingkat kepentingan dari setiap variabel diberi nilai numerik (secara subyektif) yang dapat menjelaskan arti pentingnya suatu variabel dibandingkan variabel lainnya, (c) mensistesis informasi yang tersedia guna menentukan variabel mana yang memiliki tingkat prioritas paling tinggi disamping memiliki peran yang mempengaruhi hasil dalam sistem dimaksud, dan (d) secara grafis, persoalan keputusan dikonstruksikan sebagai bentuk diagram bertingkat, tersusun. Dalam kaitan dengan analisis strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta, maka analisis menggunakan AHP ini diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengkaji interaksi menyeluruh dari semua komponen yang terkait dengan pengelolaan usaha produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Tahapan analisis yang dilakukan dalam perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta adalah : a. Pendefinisian Masalah/Komponen Untuk memecahkan permasalahan yang ada secara kompherensif, maka semua komponen yang berkaitan dengan pengembangan produk olahan hasil perikanan perlu didefinisikan dan ditetapkan terlebih dahulu. Lingkup komponen yang didefinisikan mencakup maksud dan tujuan pengembangan produk olahan berbasis perikanan, kriteria atau kepentingan stakeholders terkait yang perlu diakomodir, pembatas (limit factor) dalam pengembangan, serta alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan yang ditawarkan di DKI Jakarta. b. Perancangan Struktur Hierarki Perancangan struktur hierarki diawali dengan maksud atau tujuan, dilanjutkan dengan kriteria pelaku, pembatas, dan alternatif strategi pada tingkatan kriteria yang paling bawah. Secara umum, rancangan struktur hierarki analisis strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan terbagi dalam 4 level mengacu kepada Wilson et.al. (2002),

46 30 yaitu level goal (tujuan), level kriteria, level pembatas (limit factor), dan level opsi strategi pengembangan. Goal (tujuan) dalam rancangan yang diusulkan adalah perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Sedangkan yang menjadi kriteria, pembatas, dan opsi strategi akan ditetapkan berdasarkan hasil analisis bagian sebelumnya. c. Penyusunan Matriks Perbandingan Komparasi perbandingan ini dimaksudkan untuk menggambarkan pengaruh relatif atau pengaruh setiap komponen terhadap masingmasing kriteria yang setingkat di atasnya, perbandingan berdasarkan judgement dari stakeholders terkait, dengan menilai tingkat kepentingan satu komponen dibandingkan dengan komponen lainnya. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu komponen terhadap komponen lainnya, maka dilakukan pembobotan. Teknis pembobotan mengacu kepada Saaty (1993) tentang skala banding berpasangan, dan ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 Skala banding berpasangan Tingkat Kepentingan ,4,6,8 Keterangan Kedua unsur sama pentingnya. Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya. Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain. Elemen yang satu jelas lebih penting daripada elemen yang lain. Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen yang lain. Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan. Penjelasan Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama terhadap tujuan. Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan unsur lainnya. Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding unsur lainnya. Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek. Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan.

47 31 Tingkat Kepentingan Keterangan Penjelasan Kebalikan Sumber : Saaty (1993) Jika untuk aktifitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Untuk mengkualifikasikan data kualitatif yang didapatkan dari wawancara, maka digunakan nilai skala komparasi 1-9. Skala 1-9 merupakan skala yang terbaik dalam mengkualifikasikan pendapat, yaitu berdasarkan akurasinya yang ditunjukkan dengan nilai RMS (Root Mean Square deviation) dan MAD (Median Absolute Deviation). d. Formulasi Data dan Simulasi Formulasi data merupakan kegiatan menginput data hasil analisis skala banding berpasangan ke dalam struktur hierarki. Pembuatan hierarki dan input data ini dilakukan menggunakan sofware Expert Choice 9.5. Sedangkan data yang diinput disiapkan menggunakan program MS Excell, SPSS, atau lainnya. Setelah data diinput semua, maka dilakukan simulasi untuk mengetahui kinerja dari data yang digunakan. e. Pengujian Konsistensi dan Sensitivitas Tahapan ini bertujuan untuk menguji konsistensi dan sensitivitas dari hasil simulasi yang telah dilakukan. Bila dari hasil simulasi diperoleh rasio inconsistency 0,1 atau lebih, maka hasil simulasi tidak konsisten dan harus dilakukan pengambilan data ulang. Pengujian konsistensi dilakukan bersamaan dengan perhitungan uji banding berpasangan. Uji sensitivitas dilakukan untuk mengetahui sensitivitas hasil simulasi terhadap berbagai intervensi/perubahan yang mungkin. Tabel 4 menyajikan kriteria uji konsistensi dan uji sentivitas yang digunakan.

48 32 Tabel 4 Kriteria uji konsistensi dan uji sensitivitas Jenis Pengujian Kriteria Rasio inconsistency < 0,1 Sensitivity test Diharapkan tidak terlalu sensitif Sumber : Expert Choice 9.5 f. Interpretasi Hasil Analisis Tahapan interpretasi ini merupakan tahapan penggunaan hasil analisis hireraki dalam menjelaskan dan memberikan rekomendasi prioritas strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kegiatan interpretasi ini juga menjelaskan kestabilan strategi prioritas terhadap berbagai hal kemungkinan yang terjadi di DKI Jakarta.

49 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan Untuk mengetahui kondisi pemasaran produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta, maka berbagai komponen terkait dengan kegiatan pemasaran ini perlu diidentifikasi. Supaya hasil identifikasi dan analisisnya lebih akurat, maka semua komponen/faktor yang terkait tersebut perlu dikelompokkan secara internal maupun eksternal. Hal ini penting untuk melihat secara menyeluruh dan dari berbagai sudut pandang kondisi pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan teri dan pindang selama ini. Penilaian terhadap semua faktor internal dan faktor eksternal akan memperlihatkan kondisi dan posisi pemasaran produk olahan tersebut saat ini, terutama bila dibandingkan kondisi pemasaran optimal/terbaik yang mendapat dukungan penuh semua faktor pemasaran terkait. 1. Identifikasi Faktor Internal Secara umum, faktor internal yang mempengaruhi pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta, ada dua jenis faktor yang menjadi kekuatan dan faktor yang menjadi kelemahan dalam pemasaran. Faktor yang menjadi kekuatan merupakan faktor internal yang bila berkembang dengan baik akan memperkuat posisi tawar pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang, sedangkan faktor kelemahan meruapakan faktor internal yang bila tidak dikontrol dengan baik atau dibiarkan terlalu bebas dapat menghambat kegiatan pemasaran produk olahan hasil perikanan tersebut. Terkait dengan ini, maka perimbangan faktor kekuatan dan kelemahan ini akan menentukan posisi atau kondisi pengelolaan internal dari pemasaran produk olahan hasil perikanan saat ini di DKI Jakarta. Tabel 5 menyajikan hasil indentifikasi kelompok faktor internal yang mempengaruhi pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta.

50 34 Tabel 5 Kelompok faktor internal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta Faktor Internal Bobot Rating Skor Kekuatan : Kekompakan pelaku pemasaran produk Kemampuan modal mandiri Keawetan produk Penguasaan jaringan pemasaran Keterampilan pengemasan produk yang dipasarkan Kemampuan pengadaan alat bantu pemasaran secara mandiri Kelemahan : Kontinuitas produksi Keseragaman ukuran fisik produk Konflik antar pelaku pemasaran produk olahan Peralatan distribusi/transportasi pemasaran Penanganan produk reject di pasar Total Pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan ikan umum dari rumah tangga nelayan (RTN). Oleh karena anggota RTN, maka kekompokkan yang terjadi diantara pelaku pemasaran produk olahan ikan asin dan pindang ini sangat kental (rating = 4, sangat tinggi). Kekompakkan ini merupakan faktor internal yang sangat mempengaruhi kegiatan pemasaran produk yang dilakukan nelayan (bobot = 0,14, atau 14% dari total peran semua faktor internal). Meskipun pada kondisi tertentu keuntungan yang didapat tidak bagus misalnya, tetapi mereka tetap semangat, karena sedikit banyak keuntungan akan dinikmati bersama. Kondisi ini terjadi pada beberapa sentra produk olahan hasil perikanan DKI Jakarta, seperti di Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara. Modal kerja termasuk faktor internal yang juga penting bagi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asing

51 35 dan pindang di DKI Jakarta. Secara umum pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan DKI Jakarta termasuk keluarga nelayan/masyarakat kecil dan menengah yang mempunyai peralatan pengolah sederhana dan dapat memasarkan produknya secara mandiri, meskipun terkadang dalam jumlah terbatas. Kemampuan modal kerja mereka umumnya relatif sama dengan pelaku pemasaran produk perikanan lainnya di tanah air, yang dari segi jumlah masih termasuk kecil (DKP, 2008). Kalaupun ada pelaku pemasaran dengan modal besar, umumnya dalam skala perusahaan atau pemilik pabrik/usaha olahan di lokasi, namun secara rata-rata berdasarkan populasi, pelaku pemasaran produk perikanan di DKI Jakarta dengan basis di Jakarta Utara mempunyai kemampuan pemodalan mandiri yang baik (rating = 3/tinggi). Terkait dengan ini, maka dukungan modal kerja ini terhadap pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ini perlu dipertahankan. Secara umum, kemampuan mereka dalam pemodalan selama ini telah banyak membantu pengembangan usaha pemasaran produk olahan hasil perikanan yang dilakukan. Keawetan produk merupakan faktor internal penting dalam mendukung ketahanan produk dipasaran dan secara jangka panjang mendukung keberlanjutan pemasaran produk ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kepentingan pengelolaan pemasaran terhadap faktor internal ini diduga mencapai 9% (bobot 0,09) dari 11 faktor/komponen dalam kelompok faktor internal. Selama ini, pelaku pemasaran produk olahan Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara memanfaatkan teknik pengeringan alami (matahari) yang cukup untuk mempertahankan keawetan produk yang dipasarkan. Sedangkan ikan pindang mengandalkan ramuan bumbu pindang (garam, rempah-rempah) dan kadar air minimal untuk mempertahankan keawetan ikan pindang yang dihasilkan (DKPP DKI Jakarta, 2009). Teknik pengeringan/pengawetan ini sangat membantu pemasaran produk olahan ikan asin dan pindang, sehingga ketahanannya lebih lama (rating = 3/tinggi). Penguasaan jaringan pemasaran juga menjadi kekuatan penting dalam pemasaran

52 36 produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Semakin banyak tahu perilaku konsumen ibu kota dan lokasi yang banyak konsumsi produk olahan hasil perikanan, maka pemasaran produk berkembang pesat (bobot = 0,11). Hal ini banyak dimanfaatkan oleh sebagian besar pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Disamping dipasarkan di lokasi terdekat, mereka juga mengirim produknya ke pasar potensial di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bogor, dan Bekasi baik dengan tujaun pasar trasional maupun swalayan (rating = 2/tinggi). Keterampilan dalam pengemasan produk juga berperan besar bagi kelangsungan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang. Selama ini, pelaku pemasaran di sekitar PPS Nizam Zachman, Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara umumnya akan membungkus ikan asin yang dihasilkan setelah benar-benar kering, dan untuk ikan asin ukuran besar akan dipotong lebih kecil untuk menurunkan kadar airnya dan membungkusnya ke dalam kotak karton sehingga penampilannya lebih menarik (rating = 3/tinggi). Perhatian terkait pengemasan ini juga terjadi pada ikan pindang. Untuk ikan pindang ukuran besar dan sedang dibungkus daun pisang dan ikan pindang ukuran kecil dikemas dalam anyaman bambu. Menurut DKPP DKI Jakarta (2009), teknis pengemasan ini dipilih supaya ikan pindang tidak lengket/nempel satu sama lain yang dapat mengurangi penampilan produk. Pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ini umumnya dapat menyiapkan alat bantu pemasaran secara manidiri, seperti anyaman bambu untuk wadah, alat ukur/takar, peralatan pikul produk, dan lainnya. Kemampuan pengadaan alat bantu pemasaran secara mandiri ini, memberi keuntungan bagi pelaku pemasaran tersebut untuk biaya operasional. Selama ini pelaku pemasaran ini hanya tinggal membeli bahan yang diperlukan, seperti bambu, rotan, tali rapia, dan lainnya. Menurut Moeljanto (1996), pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan, umumnya terbiasa memperbaiki sendiri alat pendukung pemasaran yang yang rusak/robek di saat santai. Di DKI Jakarat hal ini

53 37 terjadi, dimana bila ada waktu senggang, beberapa di antara pengolah/pedagang ikan menyibukkan diri dengan membuat alat bantu pemasaran baru baik untuk kepentingan sendiri maupun dijual kemudian (rating = 4/sangat tinggi). Dukungan faktor internal ini terhadap pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan ini di DKI Jakarta mempunyai skor sekitar 0,16. Kontinuitas produksi selama ini sering menjadi menjadi kelemahan utama dari pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan hasil di DKI Jakarta. Selama ini, produk ikan asin dan pindang umumnya diproduksi pada musim puncak (banyak ikan), sedangkan pada musim lainnya, terutama paceklik tidak banyak. Hal ini tentu kurang baik untuk memperluas pemasaran produk, padahal kontinuitas penting untuk kestabilan pememuhan pemintaan produk di pasaran (bobot = 0,16). Praktek penyediaan produk olahan hasil perikanan yang hanya banyak pada musim puncak (banyak ikan) telah berlangsung lama di lokasi dan sering dianggap hanya sebagai bentuk pengalihan diwaktu harga ikan segar turun di musim puncak (rating = 1). Hal ini perlu dicari jalan keluar yang tepat, sehingga pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan lebih baik, apalagi sentra kegiatan ini sangat dekat pasar potensial Ibukota Jakarta. Keseragaman ukuran fisik produk olahan yang dijual pelaku pemasaran hasil perikanan juga termasuk rendah di DKI Jakarta, dan juga menjadi kelemahan serius dalam pengelolalaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Selama ini, produk yang diasinkan umumnya berasal dari ikan segar yang kondisinya kurang baik dan ikan segar tujuan ekspor yang tidak masuk size. Kondisi ini tentu membuat ukuran ikan yang telah diasinkan dan dipindang tersebut lebih beragam dari umumnya ikan hasil perikanan rating = 2/biasa). Konflik internal merupakan faktor internal yang juga menjadi kelemahan dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Beberapa konflik yang pernah terjadi di lokasi, seperti perebutan tempat mangkal, konflik tentang perbedaan harga jual untuk

54 38 menarik minat pembeli, dan lainnya (DKPP DKI Jakarta, 2009). Sampai saat ini ada yang berhasil diselesaikan dengan baik, dan ada yang belum karena sifatnya berulang (rating = 2/biasa). Oleh karena kondisi ini, maka dukungan terkait penanganan konflik ini perlu ditingkatkan, sehingga pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta lebih baik lagi. Peralatan distribusi/transportasi pemasaran juga tidak dimiliki oleh kebanyakan pelaku pemasaran hasil perikanan di DKI Jakarta, meskipun punya kemampuan dalam penyediaan peralatan pendukung yang dibuat manual. Hal ini menjadi kelemahan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan selama ini di DKI Jakarta, dan belum dapat dipecahkannya karena kontinyuitas produk yang dipasarkan juga kurang stabil (rating = 2/biasa). Penanganan produk reject masih kurang baik dilakukan oleh pelaku pemasaran hasil perikanan ini. Radawati (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ikan asin yang sudah berjamur dengan yang bagus sering disatukan oleh pelaku pemasaran perikanan supaya tetap dijual. Padahal hal ini kurang bagus dan justru mempercepat jamuran ikan asin lainnya. Hal yang sama juga terjadi pada ikan pindang, dimana ikan pindang sudah lama sering satukan dengan ikan pindang baru, padahal tetesan airnya dapat mempercepat membusuknya ikan pindang baru. Namun demikian, hal ini sudah mulai berkurang dalam dua tahun terakhir (rating = 2/biasa), setelah ada penyuluhan dari instansi terkait akan dampak pembusukan bagi produk lainnya dan citra produk yang jelek di konsumen. Penyuluhan ini perlu dilakukan lebih intensif, sehingga pemahaman dan keterampilan pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan tentang penanganan produk reject lebih baik. 2. Identifikasi Faktor Eksternal Disamping dilihat dari aspek internal, kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta saat ini juga dapat dilihat dari dukungan faktor eksternalnya. Faktor eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi pemasaran ikan asin dan pindang di lokasi dan sangat mempengaruhi dukungan keberlanjutan pemasaran dan penciptaan produk.

55 39 Hasil identifikasi faktor eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta disajikan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 terlihat 10 faktor eksternal yang mempengaruhi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta. Kedekatan dengan pasar potensial yaitu Ibukota Jakarta dan jalur ekspor dan pola konsumsi konsumen merupakan dua komponen dimensional yang bersifat peluang bagi pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang, yaitu masing-masing dengan tingkat kepentingan/bobot sekitar 0,20 dan 0,13. Hal ini menunjukkan bahwa dalam mendukung eksistensi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan, ketergantungan terhadap komponen pasar dan perubahan kondumsi masayarakat yang menyukai produk kolesterol rendah (hasil laut) sangat tinggi. Saat ini, kedekatan dengan pasar potensial DKI Jakarta benar-benar dimanfaatkan oleh pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan, dimana dihampir semua pasar DKI Jakarta telah banyak dipasar ikan asin dan pindang, baik di pasar tradisional maupun supermarket rating = 4/sangat tinggi), dalam tiga tahun terakhir permintaan sekitar terus, sekitar 2-4 % per tahun. Pola konsumsi masyarakat lebih menyukai produk kelesterol rendah terutama dari jenis ikan asin (teri), juga menjadi peluang yang besar untuk pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan yang lebih besar (rating =3/tinggi). Untuk kebutuhan eksporpun, sebagian besar produk olahan hasil perikanan tujuan eskpor dari Pelabuhan Tanjung Priok dan Bandara International Soekorno Hatta merupakan produk olahan hasil perikanan yang berasal sentra perikanan DKI Jakarta, seperti Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara (DKPP, DKI Jakarta, 2009).

56 40 Tabel 6 Kelompok faktor eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta Faktor Eksternal Bobot Rating Skor Peluang : Kedekatan dengan pasar potensial (DKI Jakarta& pasar ekspor) Pola konsumsi konsumen Kondusifitas kondisi sosial politik Promosi produk perikanan oleh PEMDA Trend investasi (daya tarik investor) perikanan Ancaman : Kemacetan dan polusi udara Monopoli dan pengaturan harga Ulah pesaing yang merusak citra produk Sentralisasi aktivitas pasar produk di lokasi tertentu Pungutan liar pemasaran Kondisi sosial politik yang diharapkan selalu kondusif sehingga mendukung kegiatan perekonomian nasional termasuk pemasaran produk olahan hasil perikanan, akhir-akhir ini sering tidak stabil karena konflik kepentingan para elite politik. Dalam era reformasi ini, tidak terhitung lagi banyaknya tindakan anarkis dalam demo, saling serang antar geng/ kelompok masyarakat, dan lainnya yang terjadi di ibukota DKI Jakarta. Namun dalam beberapa tahun terakhir sudah mulai berkurang dan kondisi lebih stabil, sehingga peluang pasar yang ada lebih dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan termasuk dari jenis ikan teri dan pindang (rating = 3/tinggi). Melihat kondisi ini, maka dukungan faktor kondusifitas kondisi sosial politik terhadap pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta mempunyai skor cukup tinggi, yaitu sekitar 0,27.

57 41 Promosi potensi perikanan terutama Kementeraian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan PEMDA DKI Jakarta merupakan faktor eskternal dengan tingkat kepentingan yang masih sedang (bobot = 0,07) bagi pengelolaan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang. Menurut Nikijuluw (2005), hal ini bisa terjadi karena kegiatan pemasaran produk perikanan biasanya tidak membutuhkan promosinya yang banyak/sering seperti kegiatan ekonomi lain yang dijalankan oleh perusahaan swasta. Meskipun kecil/jarang terjadi, dari beberapa kegiatan promosi yang dilakukan oleh KKP dan PEMDA DKI Jakarta telah berpengaruh cukup besar bagi pemasaran produk olahan hasil perikanan yang meningkat 2-4 % per tahun (rating = 3/tinggi). Trend investasi (daya tarik investor) pada kegiatan perikanan termasuk pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang juga termasuk baik di DKI Jakarta (rating = 3/tinggi). Hal ini karena pasar produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang DKI Jakarta berada di daerah sangat potensial, yaitu DKI Jakarta dan jalur ekspor ke Singapura, Jepang, Hongkong, maupun pasar Eropa. Disamping bersifat peluang, faktor eksternal ini ada juga yang sifat ancaman bagi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan. Kemacetan lalu lintas dan poluasi udara yang tinggi merupakan ancaman terbesar bagi kelangsungan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta. Selama ini, tujuan pasar yang berjarak hanya 10 km dapat ditempuh dalam waktu setengah hari bahkan sastu hari di DKI Jakarta. Kondisi ini tentu sangat tidak mendukung bagi pemasaran produk (rating = 1/rendah). Polusi udara yang tinggi di Jakarta juga dapat menurunkan kualitas produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang baik pada saat dipasarkan maupun dalam distribusinya. Hal ini tentu bertolak belakang dari kecenderungan pasar produk selama ini yang menginginkan pelayanan cepat dengan mutu terbaik Kegiatan monopoli, pengaturan harga dan ulah pesing yang merusak citra produk (isu formalin, belatung, dan lainnya) merupakan dua faktor

58 42 eksternal yang juga bersifat ancaman bagi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta. Pada tahun 1990-an, monopoli/pengaturan harga sangat kentara terjadi dalam kegiatan pemasaran hasil perikanan DKI Jakarta terutama Muara Baru dan Kali Baru, dimana seorang tengkulak/pengusaha besar dapat dengan mudahnya menurunkan harga terutama bila terjadi musim banyak ikan (Radarwati, 2010). Beberapa dari pengusaha produk olahan besar baik bidang perikanan maupun non perikanan, sengaja menyebarkan isu bahwa produk olahan tradisional tidak sehat dan diolah menggunakan bahan berbahaya. Hal ini bahkan sempat diberitakan di media massa sehingga produk olahan tradisonal banyak tidak laku di pasaran (rating = 2/biasa). Sentralisasi aktivitas pasar produk pada lokasi tertentu dianggap sebagai ancaman bagi pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan. Hal ini karena mereka dibatasi untuk menjajakan produk olahannya di sekitar tempat tinggal mereka (rating = 2/biasa). Hal ini terjadi sebagai dampak lanjutan dari kegiatan penertiban pedagang kaki lima di DKI Jakarta. Oleh kegiatan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ini umumnya dilakukan di pinggir jalan dan menyebabkan kemacetan, maka kegiatan pemasaran ini tidak luput dari upaya penertiban yang selama ini terus berlanjut di DKI Jakarta. Pungutan liar juga menjadi faktor eksternal dengan ancaman serius di DKI Jakarta. Pungutan liar yang ada saat ini dan terjadi pada pelaku pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan teri dan pindang diantaranya pungutan parkir, setoran wilayah (oleh preman penguasa wilayah), setoran kepada Satpol PP, biaya keamanan, dan lainnya (rating = 1). Pengutan liar ini terus berlanjut di beberapa sentra ekonomi padat di DKI Jakarta termasuk yang banyak menjual produk olahan hasil perikanan. Hal ini merupakan gambaran kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan termasuk jenis ikan teri dan pindang, yang luput dari perhatian banyak orang. Kelebihan dan kelemahan, peluang dan ancaman yang terjadi dalam pengelolaan pemasaran produk olahan hasil

59 43 perikanan akan menentukan keberlanjutan dan prospek pengembangannya di masa yang akan datang. 4.2 Ploting Kondisi dan Solusi Pengelolaan Prospektif 1. Ploting Kondisi dan Prospek Pengelolaan Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan Ploting kondisi dan prosek pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan di DKI Jakarta ini ditentukan melalui pertimbangan menyeluruh dari semua faktor/komponen yang berpengaruh baik secara internal maupun eksternal terhadap aktivitas pemasaran produk olahan hasil perikanan selama ini. Terkait dengan ini, maka total skor semua faktor internal (Tabel 5) akan dipetakan dengan total skor semua faktor eskternal (Tabel 6), sehingga diketahui kuadran ploting kondisi pengelolaan pemasaran saat ini dan arahan pengembangannya ke depan. Tinggi 4 III Penciutan Total Skor Faktor Internal 2,58 II Pertumbuhan I Pertumbuhan 3 Total Skor Faktor Eksternal 2,54 Menengah 2 Rendah VI Penciutan IX Likuidasi V Pertumbuhan/ Stabilitas VIII Pertumbuhan IV Stabilitas VII Pertumbuhan = kondisi saat ini = arah / prospek pengelolaan 1 Rendah 2 Menengah 3 Tinggi 4 Gambar 1 Matriks IE pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta Gambar 1 memperlihatkan hasil analisis matriks internal-eksternal (IE) kondisi dan prospek pengelolaan pemasaran produk olahan hasil

60 44 perikanan di DKI Jakarta yang memadukan total skor faktor internal dan total skor faktor eksternal. Berdasarkan Gambar 1, diketahui bahwa kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang saat ini di DKI Jakarta berada pada kuadran V (pertumbuhan/ stabilitas). Sesuai dengan ketentuan SWOT (Rangkuti, 2004), bahwa suatu proyek atau kegiatan pengelolaan dapat dilanjutkan bila minimal berasal kondisi pertumbuhan (total skor faktor internal > 2 dan total skor dimensional eksternal > 1. Total skor faktor internal dan total skor faktor eksternal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang masing-masing berada pada kisaran 2-3 dan 2 3, sehingga prospek pengembangannya ke depan termasuk kategori cukup baik. Bila pelaku pemasaran pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ini dibina dengan baik, maka bukan tidak mungkin dapat menjadi penggerak ekonomi penting dan prioritas di DKI Jakarta. Bila melihat gambaran prospek pada Gambar 1, maka pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang dapat diarahkan ke kuadran I, dimana terjadi pertumbuhan pesat dalam pemasaran produk produk olahan tersebut dengan dukungan maksimal semua faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh positif. 2. Solusi Pengelolaan Prospek Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan Dengan mengacu kepada metodologi, solusi pengelolaan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ini dilakukan dengan memadukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Faktor-faktor yang mempunyai dampak positif (kekuatan dan peluang) akan digunakan mensiasati kelemahan yang dimiliki dan ancaman yang timbul, dan bahkan memanfaatkan secara bersama kekuatan dan peluang yang ada, untuk menghasilkan dampak positif yang lebih baik (Mangkusubroto dan Trisnadi, 1985 dan Rangkuti, 2004). Rumusan solusi pengelolaan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan

61 45 pindang ini dari hasil perpaduan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Matriks SWOT solusi pengelolaan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang Faktor Internal Faktor Eksternal Kekuatan (S) Kekompakan Modal mandiri Keawetan produk Jaringan pemasaran Keterampilan pengemasan Pengadaan alat bantu mandiri Kelemahan (W) Kontinuitas produksi Ragam ukuran fisik produk Konflik antar pelaku Peralatan distribusi/transportasi Penanganan produk reject Peluang (O) Kedekatan pasar potensial Pola konsumsi konsumen Kondusifitas sospol Promosi produk Trend investasi Kekompakan merebut jaringan pasar potensial dan menarik minat konsumen Peningkatan kemandirian dalam modal, keterampilan, dan pengadaan alat bantu untuk memperbesar usaha/investasi Memanfaatkan keragaman produk memenuhi permintaan yang berubah-ubah Pemanfaatan kondusifitas sospol untuk penyelesaian konflik internal Ancaman (T) Kemacetan dan polusi Monopoli dan pengaturan harga Perusakan citra produk Sentralisasi pasar produk Pungutan liar Penguatan modal dan peningkatan kualitas produk untuk mengeliminir citra buruk dan permainan harga Pengembangan jaringan pasar di setiap lokasi pasar baru (sentralisasi) Perbaikan penanganan produk reject untuk perbaikan citra buruk Distribusi produk dalam jumlah besar untuk mengelimir dampak kemacetan Berdasarkan Tabel 7, dapat dirumuskan enam solusi yang dapat dilakukan untuk pengelolaan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang yang lebih baik ke depan. Harapan akhir dari implementasi solusi ini adalah terjadinya kondisi pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan yang tumbuh pesat (kuadran I) dengan dukungan maksimal semua faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhinya.

62 Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Asin dan Pindang di Sentra Perikanan DKI Jakarta Disamping memproduksi produk olahan hasil perikanan, pelaku usaha perikanan DKI Jakarta biasanya langsung memasarkan sendiri produk olahannya. Hal ini terjadi karena usaha mereka sudah berada di tengahtengah pasar potensial (DKI Jakarta), sehingga dapat dijual langsung tanpa perantara. Hasil identifikasi lapang menunjukkan bahwa produk ikan asin yang banyak diolah dan pasar pelaku perikanan di sentra perikanan Muara Baru, Kalibaru dan Kamal Muara diantaranya ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin. Sedangkan untuk produk ikan pindang, yang banyak diolah dan dipasarkan, diantaranya ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang dan ikan etem pindang. Kedelapan jenis usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang tersebut menjadi andalan rumah tangga nelayan (RTN) selama ini, terutama dari kalangan ibu-ibu dan anak nelayan. Kedelapan usaha pengolahan dan pemasaran tersebut diharapkan dapat menjadi usaha yang sangat layak secara finansial untuk dikembangkan lebih luas sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah produk perikanan yang berorientasi ke pasar baik jumlah, mutu, dan harganya, serta dapat meningkatkan kesejahteraan para pelakunya. Mengingat pentingnya peran usaha pengolahan dan pemasaran dalam ekonomi rumah tangga nelayan (RTN) maupun masyarakat pesisir di DKI Jakarta, maka kedepan usaha perikanan tersebut akan dianalisis tingkat kelayakannnya dalam penelitian ini. Untuk memastikan hal tersebut, maka analisis kelayakan terhadap kedelapan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang tersebut perlu dilakukan menggunakan parameter finansial yang relevan. Dengan mengacu kepada Hanley dan Spash (1993), metode analisis kelayakan usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang yang digunakan adalah NPV, IRR, ROI, dan B/C Ratio.

63 47 1. Kelayakan Usaha Ikan Asin dan Pindang Berdasarkan Net Present Value (NPV) Dalam analisis kelayakan menggunakan parameter NPV ini, usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang dan ikan etem pindang akan dikaji selisih antara nilai sekarang (present) dari penerimaan masing-masing dengan nilai sekarang dari pengeluaran masing-masing pada tingkat bunga tertentu yang berlaku yang terjadi selama menjalankan usaha ikan asin dan pindang tersebut. Sedangkan suku bunga yang digunakan dalam analisis, mengacu kepada Bank Umum (2010) tentang bunga kurs, yaitu 14%. Hasil analisis kelayakan kedelapan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang di DKI Jakarta ini berdasarkan NPV disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan Net Present Value (NPV) Jenis Usaha Pengolahan dan Pemasaran Standar NPV Nilai NPV (Rp) Keterangan Usaha ikan teri Layak Usaha ikan japuh asin Layak Usaha ikan pari asin Layak Usaha ikan jambal asin Layak Usaha ikan selar pindang Layak Usaha ikan tongkol pindang Layak Usaha ikan layang pindang Layak Usaha ikan etem pindang Layak Berdasarkan Tabel 8 tersebut, usaha ikan tongkol pindang mempunyai nilai NPV paling tinggi (Rp ). Hal ini menunjukkan bahwa usaha ikan tongkol pindang dapat memberikan keuntungan bersih terbesar berdasarkan nilai sekarang selama masa operasinya (8 tahun). Dari hasil survai lapang, barang investasi utama seperti kuali, bak pencuci, dan gerobak dapat digunakan secara layak hingga delapan tahun kemudian

64 48 setelah dibeli/dibuat. Keuntungan bersih yang sangat tinggi dalam delapan tahun operasinya disebabkan penerimaan yang tinggi dari usaha ikan tongkol pindang yaitu mencapai Rp per tahun, sementara biaya operasional relatif standar (Rp per tahun). Hal ini terjadi lebih didukung oleh harga bahan baku / ikan segar yang relatif murah (Rp per kg), intensitas produksi yang baik (3 hari sekali), dan skala pengusahaan yang menengah ke atas (200 kg per batch produksi). Terkait dengan ini, maka dari segi NPV, usaha ikan tongkol pindang mempunyai prospek yang sangat baik untuk dikembangkan lanjut di DKI Jakarta. Disamping usaha ikan tongkol pindang, usaha pengolahan dan pemasaran lainnya yang mempunyai nilai NPV tinggi diantaranya usaha ikan selar pindang (Rp ), usaha ikan etem pindang (Rp ), dan usaha ikan jambal asin (Rp ). Namun bila mengacu kepada standar yang dipersyaratkan (NPV > 0), maka usaha usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang mempunyai NPV jauh di atas persyaratan minimal tersebut, sehingga dari segi NPV usaha kedelapan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang tersebut layak untuk dilanjutkan. Hanley dan Spash (1993) menyatakan bahwa nilai NPV merupakan cerminan keuntungan bersih yang didapat pelaku usaha pada kondisi terakhir saat keuntungan dihitung. Terhadap kondisi tersebut, maka usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang yang dikembangkan di DKI Jakarta saat ini tidak perlu diragukan lagi keuntungan bersihnya berdasarkan nilai sekarang terutama bagi pemilik, meskipun operasi kedelapan usaha pengolahan dan pemasaran tersebut terkadang berhenti pada musim paceklik. Hal ini tentu sangat baik, mengingat usaha pengolahan dan pemasaran tersebut telah menyatukan dengan kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir DKI Jakarta, terutama dari kalangan ibu rumah tangga dan anak-anak.

65 49 2. Kelayakan Usaha Ikan Asin dan Pindang Berdasarkan IRR Paramater IRR penting untuk mengetahui batas untung rugi suatu usaha pengolahan dan pemasaran, yang ditunjukkan oleh suku bunga maksimal yang menyebabkan NPV = 0. Bagi usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang dijalankan di sentra perikanan DKI Jakarta, hasil analisis ini membantu usaha tersebut dalam mengelola uang yang dimiliki, sehingga keputusan pemanfaatannya lebih baik. Tabel 9, menyajikan hasil analisis kelayakan kedelapan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang di DKI Jakarta ini berdasarkan IRR. Tabel 9 Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan IRR Jenis Usaha Pengolahan Standar dan Pemasaran IRR Nilai IRR (%) Keterangan Usaha ikan teri > 14 % 4,22 Tidak Layak Usaha ikan japuh asin 52,24 Layak Usaha ikan pari asin 24,31 Layak Usaha ikan jambal asin 72,04 Layak Usaha ikan selar pindang 104,21 Layak Usaha ikan tongkol pindang 131,86 Layak Usaha ikan layang pindang 9,13 Tidak Layak Usaha ikan etem pindang 77,90 Layak Berdasarkan Tabel 9, usaha ikan tongkol pindang, usaha ikan selar pindang, usaha ikan etem pindang, dan usaha ikan jambal asin termasuk kelompok usaha pengolahan dan pemasaran produk olahan dengan IRR besar (persentase keuntungan besar). Nilai IRR keempat usaha pengolahan dan pemasaran produk olahan tersebut masing-masing mempunyai nilai IRR 131,86%, 104,21%, 77,90%, dan 72,04%. Usaha ikan tongkol pindang mempunyai nilai IRR paling tinggi (131,86%). Nilai IRR 131,86% ini menunjukkan bahwa menginvestasikan uang pada usaha ikan tongkol pindang di DKI Jakarta akan mendatangkan keuntungan sekitar 131,86% per tahunnya. Kondisi ini tentu sangat baik, dan hal ini

66 50 bisa jadi merupakan penyebab rumah tangga nelayan (RTN) yang mempunyai uang berlebih selalu mendorong isteri dan anaknya supaya dapat mengembangkan usaha pemindangan, terutama pada musim puncak atau bila hasil tangkapan ikan tongkol banyak. Hyndman, et. al (2008) dan Mustaruddin (2009) menyatakan bahwa ada kecenderungan pelaku usaha perikanan lebih termotivasi untuk mengembangkan usaha perikanan sampingan yang dapat menopang ekonomi keluarga daripada mengembangkan usaha lainnya di luar perikanan, dan pelibatan yang tinggi keluarga nelayan pada usaha/industri perikanan dapat mempercepat pertumbuhan dan kestabilan ekonomi pesisir. Nilai IRR untuk usaha ikan japuh asin dan usaha ikan pari asin juga termasuk bagus, karena suku bunga bank yang berlaku hanya 14% (bunga komersial). Terkait dengan ini, maka menginvestasikan uang pada kedua usaha ini jauh lebih baik daripada menyimpan uang tersebut di bank, karena bank hanya akan memberikan bunga 14% per tahun, sedangkan usaha ikan japuh asin dan usaha ikan pari asin memberikan bunga yang berlipat ganda. Hal yang sama juga terjadi dan bahkan lebih tinggi bila uang diinvestasikan pada usaha ikan tongkol pindang, usaha ikan selar pindang, usaha ikan etem pindang dan usaha ikan jambal asin Usaha ikan teri dan usaha ikan layang pindang mempunyai nilai IRR yang lebih rendah daripada bunga bank (14%). Terkait dengan ini, maka menginvestasikan uang pada kedua usaha ini tidak lebih bermanfaat daripada menyimpan uang tersebut di bank. Terkait dengan ini, maka dari segi IRR usaha ikan teri dan usaha ikan layang pindang tidak layak dikembangkan di DKI Jakarta. Usaha pengelolahan dan pemasaran produk olahan ini tidak dapat memberi kesejahteraan yang lebih baik bagi rumah tangga nelayan maupun masyarakat pesisr yang menjalankannya. Menurut Nikijuluw (2005), usaha ekonomi berbasis perikanan yang dilakukan oleh nelayan hendaknya dapat memberi kesejahteraan yang layak bagi keluarga tersebut, serta jika tidak maka kemiskinan dan konflik sosial akan terus terjadi di kawasan pesisir, sehingga menganggu aktivitas ekonomi lebih besar di lokasi.

67 51 Bila dilihat lebih detail ketidakmampuan kedua usaha ikan teri untuk memberikan keuntungan yang layak (IRR > 14%), dapat disebabkan oleh intensitas produksi yang rendah (rataan hanya 5 hari sekali) dan skala pengusahaan yang rendah (sekitar 80 kg per batch produksi). Hal ini terjadi karena bahan baku ikan teri tidak mudah diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di pesisir utara DKI Jakarta. Untuk usaha ikan layang pindang, IRR yang rendah lebih disebabkan oleh harga bahan baku yang tinggi relatif tinggi (Rp per kg), sedangkan harga jualnya relatif sama dengan ikan etem yang harga bahan bakunya jauh lebih murah (Rp per kg). 3. Kelayakan Usaha Ikan Asin dan Pindang Berdasarkan ROI Parameter ROI penting untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi dari benefit (penerimaan) yang diterima pemilik usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang. Usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang layak dilanjutkan bila mempunyai nilai ROI > 1 (satu). Hasil analisis kelayakan terhadap kedelapan (8) usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang ini berdasarkan parameter ROI disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan ROI Jenis Usaha Pengolahan Standar dan Pemasaran ROI Nilai ROI (%) Keterangan Usaha ikan teri > 1 163,36 Layak Usaha ikan japuh asin 179,75 Layak Usaha ikan pari asin 178,84 Layak Usaha ikan jambal asin 211,01 Layak Usaha ikan selar pindang 262,39 Layak Usaha ikan tongkol pindang 178,86 Layak Usaha ikan layang pindang 249,82 Layak Usaha ikan etem pindang 192,04 Layak

68 52 Berdasarkan Tabel 10 tersebut, maka dari ROI, usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang layak dilanjutkan di sentra perikanan DKI Jakarta karena mempunyai nilai ROI >1. Secara umum, nilai ROI kedelapan usaha tersebut termasuk sangat tinggi. Hal ini terjadi karena biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha ikan asin dan ikan teri ini sangat rendah, sehingga dengan penerimaan darai beberapa kali produksi sebenarnya sudah dapat ditutupi. Menurut Hanley and Spash (1993) dan Muslich (1993), nilai ROI suatu usaha ekonomi menunjukkan kelipatan jumlah investasi yang bisa dikembalikan bila usaha ekonomi tersebut dijalankan. Usaha ikan tongkol pindang misalnya hanya membutuhkan biaya investasi sekitar Rp , padahal penerimaan usaha mencapai Rp per tahun, sehingga hanya dalam beberapa saja, karena biaya investasi sudah bisa dikembalikan. Oleh karena kedelapan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang tersebut, mempunyai nilai ROI yang lebih dari yang dipersyaratkan, maka usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang tidak akan bermasalah dalam pengembalian investasinya, bila dikembangkan lanjut di DKI Jakarta. Namun demikian, nilai ROI harus diperiksa dengan hasil analisis paramteer lainnya, sehingga keputusan kelayakan pengembangan lanjut usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang lebih tepat, memberi kesejahteraan bagi pelakunya, dan menjamin keberlanjutan usaha di masa mendatang. 4. Kelayakan Usaha Ikan Asin dan Pindang Berdasarkan B/C Ratio Hasil analisis parameter B/C Ratio ini penting untuk melihat perimbangan antara penerimaan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang tersebut dengan pembiayaan yang dikeluarkan untuk mengoperasikan usaha tersebut. Nilai B/C Ratio ini diharapkan lebih besar dari 1 (satu), yang berarti penerimaan usaha pengolahan dan

69 53 pemasaran ikan asin dan pindang dapat menutupi pembiayaan. Tabel 11 menyajikan hasil analisis kelayakan usaha ikan teri, ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, ikan layang pindang, dan ikan etem pindang di DKI Jakarta berdasarkan parameter B/C Ratio. Tabel 11 Kelayakan usaha ikan asin dan ikan pindang berdasarkan B/C Ratio Jenis Usaha Pengolahan dan Pemasaran Standar B/C Nilai B/C Keterangan Usaha ikan teri > 1 1,00 Tidak Layak Usaha ikan japuh asin 1,01 Layak Usaha ikan pari asin 1,01 Layak Usaha ikan jambal asin 1,02 Layak Usaha ikan selar pindang 1.02 Layak Usaha ikan tongkol pindang 1,04 Layak Usaha ikan layang pindang 1,00 Tidak Layak Usaha ikan etem pindang 1,02 Layak Berdasarkan Tabel 11, usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang dan ikan etem pindang di DKI Jakarta, karena mempunyai nilai B/C Ratio yang lebih dari 1 (satu). Untuk usaha ikan tongkol pindang misalnya, setiap 1 (satu) satuan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha pengolahan dan pemasaran ikan tongkol pindang di DKI Jakarta, maka akan mendatangkan penerimaan bersih sekitar 1,04 satuan. Hal yang sama juga untuk usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, dan ikan etem pindang, dimana setiap 1 satuan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha, maka akan mendatangkan penerimaan bersih masing-masing 1,01 satuan, 1,01 satuan, 1,02 satuan, 1,02 satuan dan 1,02 satuan. Secara sepintas, jumlah penerimaan bersih berdasarkan analisis B/C Ratio ini tidak terlalu besar. Hal ini karena pembandingnya merupakan

70 54 akumulasi biaya yang dikeluarkan selama menjalankan usaha pengolahan dan pemasaran produk olahan tersebut (8 tahun). Setiap rumah tangga nelayan (RTN) yang melakukan usaha ikan asin dan pindang, maka sebagian dari penerimaan yang didapat, digunakan kembali menjadi biaya operasional dan diawal operasi, mereka juga sudah mengeluarkan biaya untuk investasi. Oleh karena semua biaya tersebut diperhitungkan, maka sangat wajar bila rasio penerimaan dikatakan baik dengan hanya lebih beberapa satuan dari akumulasi biaya tersebut. Menurut Safi i (2007), bila rasio penerimaan dengan biaya dikonversi kepada nilai riil satuan mata uang yang digunakan dalam operasional usaha (satuan rupiah), maka nilai kelebihan penerimaan akan terlihat jelas, dan kelebihan tersebut menjadi keuntungan bagi pemilik usaha. Usaha ikan teri dan ikan layang pindang mempunyai nilai B/C ratio 1,00, yang berarti bahwa penerimaan bersih kedua usaha ikan asin dan pindang tersebut sama dengan biaya yang dikeluarkan (tidak ada keuntungan). Dengan demikian, usaha ikan teri dan ikan layang pindang tidak layak dikembangkan lanjut di sentra perikanan DKI Jakarta. Bila mengacu kepada semua parameter finansial yang digunakan, maka hanya ada enam usaha pengelolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang yang layak dikembangkan lanjut (diteruskan) di DKI Jakarta, yaitu usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, dan ikan etem pindang. Sedangkan usaha ikan teri dan ikan layang pindang tidak layak dikembangkan lanjut karena mempunyai nilai IRR dan B/C ratio yang lebih rendah dari standar yang dipersyaratkan. Menurut Cahyono (1997) dan Yusron, et. al (2001), penggabungan analisis parameter finansial ini dapat membantu menetapkan keputusan pengembangan yang lebih tepat pada suatu proyek atau kegiatan ekonomi, karena diantara parameter finansial tersebut dapat saling cek silang. Suatu proyek atau kegiatan ekonomi dikatakan layak dikembangkan bila standar yang dipersyaratkan oleh setiap paramater tersebut dapat dipenuhi dengan baik, dan ini mengindikasikan bahwa proyek atau kegiatan ekonomi

71 55 tersebut akan memberi manfaat nyata pelakunya, baik ditunjau dari penerimaan bersih, kemampuan pengembalian investasi, maupun kewajaran keuntungan yang didapat pelakunya. Pengembangan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang di DKI Jakarta harus dilakukan dengan konsep ini, sehingga keberadaannya dapat secara nyata meningkatkan kesejahteraan rumah tangga nelayan dan masyarakat pesisir, serta percepatan pembangunan ekonomi perikanan di DKI Jakarta. 4.4 Perumusan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan 1. Rancangan Struktur Hierarki Rancangan struktur hierarki ini disusun untuk menetapkan formula dalam analisis prioritas strategi yang dapat digunakan untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Dengan mengacu kepada metodologi penelitian, perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan ini dilakukan dengan pendekatan analisis hierarki. Hal ini penting supaya prioritas strategi pengembangan yang dipilih benar-benar merupakan strategi terbaik bagi pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang, serta mengakomodir semua komponen pengelolaan terkait baik yang menjadi kriteria pengembangan maupun pembatas pengembangan. Pemilihan strategi prioritas untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta ini sangat ditentukan oleh kriteria pengembangan yang ingin dicapai, pembatas pengembangan dan alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan yang ditawarkan. Hasil identifikasi lapang dan studi literatur menunjukkan paling tidak ada empat kriteria yang perlu dicapai dari pengembangan produk olahan hasil perikanan, terutama dari jenis ikan asin dan pindang adalah : a. Pertumbuhan (growth) b. Kesinambungan (sustainable) c. Peningkatan daya saing produk d. Peningkatan profit

72 56 Dalam struktur hierarki yang dikembangkan, keempat kriteria pengembangan ini berada di level 2 setelah goal di level 1. Pemilihan strategi prioritas untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta ini juga dipengaruhi berbagai kendala/pembatas. Kendala/pembatas ini merupakan gambaran kondisi dan kebutuhan pengembangan, namun mempunyai keterbatasan baik kualitas maupun kuantitas, sehingga dapat menjadi menghambat kegiatan pengembangan produk olahan hasil perikanan. Terkait dengan ini, maka strategi pengembangan yang baik adalah strategi yang dapat mengakomodir dan mengontrol keterbatasan tersebut, sehingga mendukung pengembangan produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang dan bukan sebaliknya. Hal-hal yang bisa menjadi kendala/pembatas dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta diantaranya adalah: a. Ketersediaan sumber daya ikan (SDI) b. Mutu SDM c. Kekuatan modal d. Teknologi pengolahan Faktor pembatas tersebut akan menentukan dan mempengaruhi pemenuhan kriteria pengembangan yang perlu dicapai, dimana dalam struktur hierarki, faktor tersebut berada di level 3. Sedangkan alternatif strategi yang ditawarkan untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta mengacu kepada Glueck dan Jauch (1988) dan Porter (1997) adalah : a. Strategi stabilitas, menitiberatkan pada peningkatan efiesien, resiko kecil, namun jenis dan jumlah produk stabil. b. Strategi ekspansi, menitiberatkan pada penambahan jumlah produk, pasar, dan fungsi-fungsi unit usaha c. Strategi diversifikasi, menitiberatkan pada penciptaan produk baru, kemasan baru, dan cara pelayanan baru produk d. Strategi penciutan, menitikberatkan pada pengurangan produksi untuk mengurangi kerugian dan dampak negatif persaingan

73 57 e. Strategi kombinasi, menitiberatkan penambahan produk pada pasar kondusif dan stabilitas pada kondisi pasar tidak kondusif. Dalam struktur hierarki AHP, alternatif strategi yang ditawarkan untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan ini akan mengisi posisi level 4 dalam struktur hierarki AHP yang dikembangkan. Berdasarkan semua uraian tersebut, maka struktur hierarki pemilihan strategi prioritas untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta dapat dirancang, seperti disajikan pada Gambar 2. GOAL Pemilihan Strategi Prioritas Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan Kriteria Pengembangan Growth Sustainable Daya Saing Profit Limit Factor SDI SDM Modal Teknologi Alternatif Strategi Stabilitas Ekspansi Diversifikasi Penciutan Kombinasi Gambar 2 Struktur hierarki pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Pada Gambar 2 terlihat bahwa ada tiga tahapan analisis hierarki yang dilakukan untuk pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, yaitu (a) analisis kepentingan empat (4) kriteria pengembangan yang ingin dicapai, (b) analisis kepentingan lima (5) faktor pembatas dalam pengelolaan perikanan tangkap di Pelabuhanratu, dan (c) analisis kepentingan setiap

74 58 alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang. Untuk mengakomodir kepentingan semua komponen pengelolaan dalam hierarki AHP ini, maka pendapat dan pertimbangan semua stakeholders dan komponen terkait dengan pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta sangat diharapkan. 2. Kriteria Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan Kriteria yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta adalah pemenuhan semua aspek yang menjadi perhatian dan harapan dari kegiatan pengembangan. Menurut Hendriwan, et. al (2008) dan hasil identifikasi lapang pengembangan produk dan usaha perikanan haruslah memperhatikan yang menjamin perkembangan/pertumbuhan, kesimbungan, peningkatan daya saing dan profit dari pengusahaan produk tersebut. Hasil analisis kepentingan kriteria pengembangan tersebut ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Hasil analisis kepentingan kriteria pengembangan Dalam analisis hierarki menggunakan AHP, hasil penilaian setiap kriteria pengembangan ditunjukkan oleh tingkat kepentingannya terkait pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Berdasarkan Gambar 4.3, kriteria peningkatan daya saing produk merupakan kriteria pengembangan paling

75 59 berkepentingan dengan pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,330 pada inconsistency terpercaya 0,07. Sedangkan batas inconsistency yang diperbolehkan secara statistik adalah tidak lebih dari 0,1. Tingginya rasio kepentingan kriteria peningkatan daya saing produk ini terlihat dari hasil uji banding berpandangan (format AHP) antar kriteria pengembangan terkait seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Gambar 4 Hasil uji banding berpasangan antar kriteria pengembangan Berdasarkan Gambar 4, kriteria peningkatan daya saing produk lebih penting dua kali daripada kriteria kesinambungan (sustainable) dan kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kriteria peningkatan daya saing produk sama penting dengan kriteria pertumbuhan (growth), dan tidak ada kriteria pengembangan yang lebih penting daripada peningkatan daya saing produk. Kriteria pertumbuhan (growth) merupakan kriteria pengembangan yang berkepentingan kedua terhadap pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,288 pada inconsistency terpercaya 0,07. Pada Gambar 4.4, meskipun kriteria pertumbuhan (growth) tidak seurgen kriteria peningkatan daya saing produk, tetapi

76 60 kriteria pertumbuhan (growth) ini lebih penting dua kali daripada kriteria kesinambungan (sustainable). Pertumbuhan merupakan syarat utama adanya kegiatan ekonomi yang dipelihara kesinambungannya spaya terus bermanfaat. Kriteria kesinambungan (sustainable) merupakan kriteria pengembangan yang berkepentingan urutan ketiga terkait pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarat, yaitu dengan rasio kepentingan 0,207 pada inconsistency terpercaya 0,07. Hasil uji banding berpasangan (Gambar 4.4) menunjukkan bahwa kriteria kesinambungan (sustainable) kalah penting daripada kriteria peningkatan daya saing produk dan pertumbuhan (growth), sedangkan dengan kriteria peningkatan profit lebih penting dua kali. Kriteria peningkatan profit merupakan kriteria pengembangan yang berkepentingan urutan keempat (terakhir) terkait pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, yaitu dengan rasio kepentingan 0,175 pada inconsistency terpercaya 0, Faktor Pembatas (Limit Factors) Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan Selain kriteria pengembangan yang cenderung berupa harapan ke depan, pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta juga dihadapkan pada berbagai keterbatasan yang ada. Menurut Saaty (1993) dan Dahuri (2001), strategi pengembangan yang baik adalah strategi pengembangan yang dapat mengakomadir secara maksimal kriteria pengembangan dengan memperhatikan berbagai faktor pembatas (limit factors) yang ada di sentra perikanan. Hal ini penting untuk menjamin kelangsungan usaha produk olahan dan nilai manfaat yang dapat diterima oleh pelaku perikanan. Hasil analisis setiap faktor pembatas (limit factors) yang ada terkait kriteria pertumbuhan (growth) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta disajikan pada Gambar 5.

77 61 Gambar 5 Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria pertumbuhan (growth) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Dalam upaya mencari strategi yang tepat untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang, maka faktor pembatas yang terdiri dari ketersediaan sumberdaya ikan (SDI), kualitas sumberdaya manusia (SDM), kekuatan modal, dan teknologi pengolahan yang digunakan perlu dipertimbangkan, karena faktor pembatas tersebut akan menentukan tingkat upaya yang bisa dilakukan. Dalam kaitan dengan kriteria pertumbuhan (growth), maka ketersediaan sumberdaya ikan (SDI) menjadi faktor pembatas paling penting (RK = 0,366 pada inconsistency terpercaya 0,02) untuk diperhatikan dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang DKI Jakarta. Dari lima strategi pengembangan yang ditawarkan, tentu ada yang lebih sesuai dan dapat mengakomodir lebih baik kriteria pertumbuhan (growth) ini dan faktor pembatasnya yang dominan (ketersediaan sumberdaya ikan) tersebut. Kualitas sumberdaya manusia merupakan faktor pembatas yang penting kedua terkait kriteria pertumbuhan (growth) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Pada Gambar 5, faktor pembatas ini mempunyai rasio kepentingan (RK) 0,278 pada inconsistency terpercaya 0,02 terkait kriteria

78 62 pertumbuhan (growth). Teknologi pengolahan merupakan faktor pembatas paling rendah kepentingannya terkait kriteria pertumbuhan (growth), yaitu dengan rasio kepentingan (RK) 0,124 pada inconsistency terpercaya 0,02. Dalam pemenuhan kriteria kesinambungan (sustainable), ketersediaan sumberdaya ikan (SDI) juga menjadi faktor pembatas paling penting dan perlu menjadi perhatian bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang diterapkan di DKI Jakarta. Hasil analisis pada Gambar 6 menunjukkan hal ini, dimana pembatas ketersediaan sumberdaya ikan (SDI) mempunyai rasio kepentingan 0,110 pada inconsistency terpercaya 0,02. Gambar 6 Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria kesinambungan (sustainable) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Kekuatan modal menjadi faktor pembatas yang berkepentingan kedua terkait kriteria kesinambungan (sustainable) ini, bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang diimplementasikan di DKI Jakarta, yaitu dengan rasio kepentingan 0,302 pada inconsistency terpercaya 0,02. Menurut Hendriwan, et. al (2008) dan Murdiyanto (2004), kekuatan modal ini sangat menentukan skala usaha produk olahan yang bisa dilakukan, kelancaran pembayaran, perputaran usaha, dan menjadi penjamin kelangsungan usaha produk olahan di masa datang. Bila modal mandiri

79 63 tidak tersedia dengan baik, sementara kredit perbankan sulit didapat, maka usaha produk olahan tidak bertahan lama. Hal ini perlu menjadi perhatian penting dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang. Strategi pengembangan produk olahan yang baik tentu dapat memecahkan berbagai keterbatasan tersebut. Kualitas SDM dan teknologi pengolahan menjadi faktor pembatas ketiga dan keempat (terakhir) yang berkepentingan terkait kriteria kesinambungan (sustainable) dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang. Kualitas SDM mempunyai rasio kepentingan 0,230 pada inconsistency terpercaya 0,02, sedangkan teknologi pengolahan mempunyai rasio kepentingan 0,110 pada inconsistency terpercaya 0,02. Gambar 7 menyajikan hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengembangan terkait kriteria peningkatan daya saing dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Gambar 7 Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria peningkatan daya saing dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang Berdasarkan Gambar 7, dalam pemenuhan kriteria peningkatan daya saing, kekuatan modal menjadi faktor pembatas paling penting dan perlu menjadi perhatian bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ingin diterapkan di DKI Jakarta. Faktor pembatas ini mempunyai rasio kepentingan 0,377 pada

80 64 inconsistency terpercaya 0,04. Ketersediaan SDI menjadi faktor pembatas urutan kedua paling penting dan perlu diperhatikan terkait kriteria peningkatan daya saing dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Faktor pembatas ini mempunyai rasio kepentingan 0,273 pada inconsistency terpercaya 0,04. Teknologi pengolahan menjadi faktor pembatas paling rendah kepentingannya terkait kriteria peningkatan daya saing, dengan rasio kepentingan 0,126 pada inconsistency terpercaya 0,04. Dalam pemenuhan kriteria peningkatan profit, teknologi pengolahan tersebut menjadi faktor pembatas paling penting dan perlu menjadi perhatian bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ingin diterapkan di DKI Jakarta. Gambar 8 menyajikan hasil analisis kepentingan faktor pembatas pengembangan terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Gambar 8 Hasil analisis kepentingan faktor pembatas terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta Berdasarkan Gambar 8, teknologi pengolahan menjadi faktor pembatas berkepentingan pertama yang terkait dengan kriteria peningkatan profit. bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, yaitu dengan rasio kepentingan 0,334 pada inconsistency terpercaya 0,09. Menurut

81 65 Kusumastanto (2007), teknologi pengolahan terutama dalam penyortiran, pemotongan, dan pemasakan sangat mempengaruhi produktivitas proses dan menentukan jumlah produk reject. Strategi pengembangan yang baik tentu dapat mengakomodir tuntutan profit yang layak, melalui peningkatan kinerja usaha dan pengembangan teknologi pengolahan yang lebih tepat. Tingkat kepentingan faktor pembatas tersebut menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang yang tepat di sentra-sentra perikanan DKI Jakarta. Kekuatan modal menjadi menjadi faktor pembatas urutan kedua yang berkepentingan terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kekuatan modal ini mempunyai rasio kepentingan.0,245 pada inconsistency terpercaya 0,09. Ketersediaan SDI menjadi faktor pembatas berkepentingan ketiga terkait kriteria peningkatan profit dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta (RK = 0,254 pada inconsistency terpercaya 0,09). Hal tersebut terjadi karena ketersediaan SDI mempengaruhi supply bahan baku, yang bila tidak lancar maka produksi terganggu dan produk olahan yang dihasilkan juga tidak banyak, sehingga menurunkan keuntungan (profit) yang didapat pelaku perikanan. Ketersediaan SDM merupakan merupakan faktor pembatas yang paling rendah kepentingannya terkait kriteria peningkatan profit bila suatu strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang ingin diimplementasikan di DKI Jakarta. Faktor pembatas ini mempunyai rasio kepentingan 0,167 pada inconsistency terpercaya 0,09.

82 Pemilihan Strategi Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan Yang Tepat 1. Hasil Analisis Alternatif Strategi Pengembangan Pemilihan strategi priorritas pengembangan ditentukan melalui pertimbangan bertingkat dari semua kriteria pengembangan dan faktor pembatas dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Keempat kriteria pengembangan dan keempat faktor pembatas pengembangan telah dianalisis pada bagian sebelumnya, dan semuanya hasil analisisnya mempengaruhi pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Mengacu kepada jumlah kriteria pengembangan (4 buah) dan faktor pembatas pengembangan (5 buah) tersebut, maka jumlah pertimbangan untuk setiap alternatif strategi pengembangan yang ditawarkan ada sekitar 16 pertimbangan. Kombinasi pertimbangan yang menyeluruh ini memberi indikasi bahwa strategi pengembangan yang dipilih akan lebih dapat mengakomodir semua kriteria, kepentingan, dan keterbatasan yang ada dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Pada Bagian telah dijelaskan, alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang yang ditawarkan di DKI Jakarta, yaitu adalah strategi stabilitas, strategi ekspansi, strategi diversifikasi, strategi pencuitan, dan strategi kombinasi. Hasil analisis pemilihan strategi prioritas untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta setelah diolah menggunakan software TeamEC ditunjukkan pada Gambar 9.

83 67 Gambar 9 Hasil analisis pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta (berdasarkan urutan prioritas) Berdasarkan Gambar 9, alternatif strategi diversifikasi mempunyai rasio kepentingan paling tinggi dibandingkan empat (4) alternatif strategi pengembangan lainnya, yaitu sekitar 0,267 pada inconsistency terpercaya 0,06. Sedangkan secara statistik, batas inconsistency yang diperbolehkan adalah tidak lebih dari 0,1. Terkait dengan ini, strategi diversifikasi merupakan strategi paling tepat untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta (prioritas pertama). Strategi ekspansi merupakan strategi prioritas kedua dalam mendukung pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Strategi ini dapat menjadi back-up strategi diversifikasi untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, terutama bila banyak kendala untuk mengembangkan produk olahan baru, kemasan baru dan cara pelayanan baru produk.

84 68 Gambar 10 Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dalam mengakomodir pembatas ketersediaan SDI terkait kriteria pertumbuhan (growth) Tingginya rasio kepentingan strategi diversifikasi ini ini sudah terlihat dari interaksi beberapa faktor pembatas, seperti interaksi faktor pembatas ketersediaan SDI terkait kriteria pertumbuhan (growth) (Gambar 10) dan interaksi pembatas kekuatan modal terkait kriteria peningkatan daya saing (Gambar 11). Berdasarkan Gambar 10, strategi diversifikasi 2 (dua) kali lebih penting daripada strategi stabilitas, strategi ekspansi dan strategi kombinasi dalam mengakomodir pembatas ketersediaan SDI terkait kriteria pertumbuhan (growth). Hal ini menunjukkan bahwa untuk mensiasati kondisi sumber daya ikan terbatas, maka strategi diversifikasi dianggap strategi paling tepat untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Diversifikasi ini memberi ruang untuk meningkatkan variasi dan nilai tambah produk olahan, memberi lapangan kerja, sehingga kegiatan perikanan tidak lagi terlalu difoksukan pada kegiatan penangkapan ikan (bila berlebihan

85 69 mengancamam ketersediaan SDI). Diversifikasi tersebut dapat dilakukan dalam bentuk memperbaiki kemasan produk, ukuran dan rasa produk, pola penyediaan produk, dan lainnya. Gambar 11 Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dalam mengakomodir pembatas kekuatan modal terkait kriteria peningkatan daya saing Berdasarkan Gambar 11, strategi diversifikasi 3 (tiga) kali lebih penting daripada strategi stabilitas dan 2 (dua) kali lebih penting daripada strategi ekspansi dalam mengakomodir pembatas kekuatan modal terkait kriteria peningkatan daya saing. Hal ini menunjukkan bahwa strategi diversifikasi lebih dapat diandalkan daripada strategi lainnya dalam menyesiasati keterbatasan modal. Strategi diversifikasi menekankan pada penciptaan sesuatu yang baru baik terkait dengan produk, kemasan, maupun pangsa pasarnya. Hal ini tentu akan lebih menarik minat investor daripada hanya sekedar bertahan (stabilitas) maupun penjualan besarbesaran terhadap produk yang sama (ekspansi). Dahuri (2001) menyatakan bahwa kebaruan suatu produk akan memberi ruang bagi penciptaan pasar baru, dan penanaman modal investor akan mengikutinya. Secara jangka panjang hal ini akan berdampak pada percepatan

86 70 pembangunan ekonomi, yang pada bidang perikanan terlihat pada berkembangnya dengan pesat beberapa kawasan pesisir. 2. Hasil Uji Sensitivitas Strategi Pengembangan Terpilih Hasil analisis sebelumnya menunjukkan strategi diversifikasi terpilih sebagai strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang yang paling tepat di DKI Jakarta. Untuk lebih jauh mengetahui keunggulan strategi diversifikasi dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta, maka perlu dilakukan analisis sensitivitas. Hasil analisis sensitivitas juga memberi petunjuk tentang hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan, terutama terkait kriteria pengembangan yang ada, sehingga strategi diversifikasi tersebut tetap bertahan sebagai strategi terbaik untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Tabel 12 menyajikan hasil analisis sensitivitas strategi diversifikasi (strategi terpilih). Tabel 12 Hasil analisis sensitivitas strategi diversifikasi Kriteria Pengembangan Rasio Sensitivitas No. Kepentingan (RK) Awal Range RK Stabil Range RK Sensitif 1 Pertumbuhan (growth) 0, Tidak Ada 2 Kesinambungan 0, Tidak Ada (sustainable) 3 Peningkatan daya saing 0, Tidak Ada produk 4 Peningkatan profit 0, Tidak Ada Sumber : AHP Berdasarkan Tabel 12 tersebut, intervensi kepentingan ditunjukkan oleh tuntutan pemenuhan terhadap berbagai kriteria pengembangan yang ada. Hal ini cukup wajar karena kriteria-kritera tersebut merupakan penentu atau ukuran keberhasilan dari suatu kegiatan pengembangan produk olahan hasil perikanan termasuk dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Pada Tabel 4.4, strategi diversifikasi stabil terhadap intervensi atau dinamika perubahan yang terjadi terkait kriteria

87 71 pertumbuhan (growth), kesinambungan (sustainable), peningkatan daya saing produk dan peningkatan profit. Hal ini ditunjukkan oleh rasio kepentingan (RK) stabil strategi diversifikasi ini yang berada pada range 0 1, yang berarti juga tidak ada RK sensitif untuk strategi diversifikasi ini. Terkait dengan ini, maka pada kondisi terburuk, strategi diversifikasi tetap menjadi strategi terbaik untuk pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta. Kondisi terburuk yang dimaksudnya, misalnya tingkat pertumbuhan (growth) usaha pengolahan 0 (nol), kesinambungan bahan baku (ikan segar) terancam, produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang tidak dapat bersaing di pasar, dan sebagainya. Oleh karena sifatnya yang stabil terhadap perubahan/intervensi apapun yang terjadi dalam pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta ini, maka strategi diversifikasi ini dapat menjadi pilihan dalam mengembangkan usaha pengolahan dan pemasaran produk olahan dari jenis ikan asin dan pindang. Usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang dan ikan etem pindang yang telah dinyatakan layak secara finansial di DKI Jakarta, dapat mengembangkan produknya dengan memberi perhatian utama pada diversifikasi produk olahan yang dihasilkan, baik terkait dengan variasi rasa dan ukuran produk, variasi kemasan, maupun variasi cara penyajian produk mulai dari konsumen pertama (pedagang perantara) hingga ke konsumen terakhir (masyarakat umum). Menurut Chaffee (1985), strategi pengembangan harus diarahkan pada pencapaian maksimal berbagai kebutuhan pelanggan, baik yang disampaikan secara eksplisit maupun secara implisit. Kemampuan membaca apa yang diinginkan pasar (pelanggan), akan menjamin keberlanjutan produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di pasaran.

88 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang saat ini di DKI Jakarta berada dalam kondisi pertumbuhan yang stabil (kuadran V pada matriks IE-SWOT). Total skor faktor internal pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang (2,58), dan total skor faktor eksternalnya sekitar 2,54 (masuk kisaran 2 3, menengah), sehingga prospek pengembangannya ke depan termasuk kategori cukup baik. 2. Usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang dan ikan etem pindang termasuk layak dikembangkan lanjut di sentra perikanan DKI Jakarta, karena mempunyai nilai NPV > 0, IRR > 14 % (suku bunga kurs), ROI > 1, dan B/C ratio >1. Sedangkan usaha ikan teri dan ikan layang pindang tidak layak dikembangkan lanjut karena mempunyai nilai IRR dan B/C ratio yang lebih rendah dari standar yang dipersyaratkan. Nilai IRR usaha ikan teri dan ikan layang pindang di sentra perikanan DKI Jakarta masing-masing 4,22 % dan 9,13 %, dan nilai B/C ratio-nya masing-masing 1, Strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta berturut-turut berdasarkan prioritasnya strategi diversifikasi (RK = 0,267), strategi ekspansi (RK = 0,220), strategi kombinasi (RK = 0,191), strategi stabilitas (RK = 0,174) dan strategi penciutan (RK = 0,146). Urutan prioritas tersebut mempunyai inconsistency 0,06 sehingga dapat dipercaya. Sebagai strategi prioritas, strategi diversifikasi stabil terhadap berbagai perubahan/intervensi positif maupun negatif terkait pertumbuhan, kesinambungan, daya saing dan profit produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang. 5.2 Saran 1. Pengembangan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang ke depan dapat diarahkan ke kuadran I, dimana terjadi

89 73 pertumbuhan pesat dalam pemasaran produk produk olahan tersebut dengan dukungan maksimal semua faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh positif. 2. Diversifikasi pengembangan produk olahan ini dapat dilakukan dalam perbaikan variasi rasa dan ukuran produk, variasi kemasan, maupun variasi cara penyajian produk olahan ikan asin dan pindang. 3. Implementasi strategi diversifikasi hendaknya hanya dilakukan pada usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang yang dinyatakan layak pengusahaaannya, seperti usaha ikan japuh asin, ikan pari asin, dan ikan jambal asin, ikan selar pindang, ikan tongkol pindang, dan ikan etem pindang. 4. Kegiatan pengusahaan ikan teri dan ikan layang pindang sebaiknya dialihkan secara bertahap pada usaha pengolahan dan pemasaran yang lebih menguntungkan. Untuk mendukung hal ini, maka dukungan pembinaan dari stakeholders terkait terutama PEMDA, LSM dan pergurunan tinggi sangat diharapkan. Pembinaan tersebut dapat dilakukan dalam bentuk bimbingan teknis pengolahan, pengelolaan keuangan usaha, dan membaca peluang pasar.

90 74 DAFTAR PUSTAKA Atkinson, A. A., J. H. Waterhouse, and R. B. Wells A Stakeholder Approach to Strategic Performance Measurement. Corporate Strategic, Fiannce Management. Bahari, R Peranan Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Rakyat. Prosiding Temu Karya Ilmiah Perikanan Rakyat. Jakarta, Desember Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Bungin, B Metode Penelitian Kuantitatif. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Cahyono, B. T. 1995, Manajemen Strategi Pemasaran. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI Program Magister Manajemen. Badan Penerbit IPWI, Jakarta. Chaffee, E. E Three Models of Strategy. Academic of Management Review. (10) hal Dahuri, R Menggali Potensi Kelautan dan Perikanan Dalam Rangka Pemulihan Ekonomi Menuju Bangsa Indonesia yang Maju, Makmur dan Berkeadilan. Makalah Pada Acara Temu Akrab CIVA-FPIK, tanggal 25 Agustus Bogor. David, F. R Manajemen Strategi (Terjemahan). PT. Prenhallindo, Jakarta. [DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan Bahan Rapat Kerja Menteri Kelautan dan Perikanan dengan Komisi IV DPR-RI, 16 Nov Jakarta Studi Pengembangan Kebijakan Perikanan Berbasis Kawasan. Program Kerjasama Ditjen KP3K-DKP. Jakarta Rencana Strategis Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun DKP. Jakarta. [DKPP] Dinas Kelautan dan Pertanian Perkebunan Provinsi DKI Jakarta Data Perikanan DKI Jakarta tahun Jakarta. [Ditjen P2HP] Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Laporan Realisasi Produksi Olahan Ikan Berdasarkan Jenis Olahannya. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.

91 75 Fachruddin, K Pendekatan Analisa Cost Benefit Sebagai Alat Pengambil Keputusan Dalam Menentukan Konservasi Daerah Lahan Basah. Makalah pribadi. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Fauzi, A Kebijakan Perikanan dan Kelautan. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Food Agriculture Organization [FAO] The State of World Fisheries and Agriculture (SOFIA). FAO. Garrod, G. dan K. G. Willis Economic Valuation on the Environment, Method and Case Studies. Edward Elgar, Massachusetts. Glueck, W.F dan L.R. Jauch Busines Policy and Strategic management, Mc Graw Hill. Singapore. Hanafiah, A.M dan Saefuddin, M.M Tata Niaga Hasil Perikanan UI-Press. Jakarta. Hanley N.D. and C. Spash Cost-Benefic Analysis and the Environment. Edward Elgar, Cheltenham. Hardjomidjojo, H Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah di Indonesia (Makalah), Bogor. Hawkins. T Policy Recommendations adopted by Joint Federal-State land Use Planning Commission for Alaska, Alaska. Hou W. C Practical Marketing: An Asia Prespective. (Pemasaran Praktis Cara Asia). Penerbit Mega Asia. Jakarta. Hyndman, R. J., M. L. King, I. Pitrun and B. Billah Local Linear Forecast using Scubic Smoothing Spline. Australian and New Zealand Journal of Statistics, 47(1), Kaplan,R. S, and D.P.Norton Using Balance Scorecard as a Stra tegic management system,harvard Business Review,January-Pebruary Kotler, P.dan G. Amstrong Prinsip-Prinsip Pemasaran (Terjemahan). Erlangga, Jakarta. Kotler, P. dan A. B. Susanto Manajemen Pemasaran di Indonesia : Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan Pengendalian. Salemba Empat, Jakarta. Kusumastanto, T Pendekatan Integrated River Basin, Coastal and Ocean Management (IRCOM) Menuju Pembangunan Berkelanjutan : Studi Kasus Pengelolaan Ekosistem Pesisir dan Laut Teluk Jakarta dan

92 76 Kepulauan Seribu. Bogor. PKSPL-IPB : 4 Sep 2009 Mangkusubroto K dan C.L. Trisnadi Analisis Keputusan Pendekatan Sistem dan Manajemen Usaha dan Proyek. Ganesa Exacta, Bandung. Moeljanto Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penerbit Swadaya, Jakarta. Monintja, D. R Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muslich M Metode Kuantitatif. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Mustaruddin Pola Pengembangan Industri Perikanan Tangkap di Kabupaten Indramayu Menggunakan Pendekatan Analisis Persamaan Struktural. Buletin PSP, FPIK IPB, Oktober Murdiyanto B Dasar dan Kebijakan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Prosiding Workshop-II RPP Layur; di Kediri, 6-9 Oktober Nikijuluw, V. P. H Politik Ekonomi Perikanan. Bagaimana dan Kemana Bisnis Perikanan. FERACO, Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan. Porter, M.E Jakarta. Keunggulan Bersaing, (Terjemahan). Penerbit Erlangga, Purnomo, S. H. dan Zulkieflimansyah Manajemen Strategi Sebuah Konsep Pengantar. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Radarwati, S Pengelolaan Perikanan Tangkap Terpadu di Teluk Jakarta- Provinsi DKI Jakarta. Disertasi pada SPS IPB, Bogor. Rangkuti F Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Ruddle, K., E. Hviding, and R. E. Johannes Marine Resource Management In The Context Of Customary Tenure. Marine Resource Economics, (7), pp Saaty, T.L Pengambilan Keputusan. Bagi Para Pemimpin. PT Pusaka Binaman Pressindi, Jakarta.

93 77 Safi i, H. M Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah Perspektif Teoritik. (Cetakan I). Averroes Press. Malang. Seijo, J.C., O. Defeo and S. Salas Fisheries Bioekonomics. FAO Fisheries Technical Paper, No 368. Rome, Italy. Sparre, P. dan S.C. Venema., introduksi Pengkajian Stok Ikan tropis (Terjemahan) Oleh: J. Widodo, I.G.S. Merta, S. Nurhakim, M. Badrudin. FAO-Puslitbangkan-Balitbangkan. Jakarta. Sudarsono Pengantar Ekonomi Mikro. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta. Sukmadinata,T Kajian Kelembagaan Transaksi Dalam Pemasaran Hasil Usaha Penangkapan Ikan di Jawa Timur. Disertasi pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sultan M Pengembangan Perikanan Tangkap Di Kawasan Taman Nasional Laut Taka Bonerate. Disertasi pada Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sumarwan, U Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya Dalam Pemasaran. Ghalia Indonesia, Bogor. Undang-Undang (UU) Nomor 45 Tahun 2009, Perubahan dari Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Wilson, J.C., Saade, E., and Green, C. D UNCLOS Survey-an Expert Team Needs Integrated Specialised Tools. The Hydrographic Journal No Yusron, A. Setiawan, A. Haris, A. Santoso, F. Djufry, F. Hamzah, H. Winarsi, H. Hernawan, Imron, L. Siahaineia, Mahfudz, M. Efendy, M. Sultan, N. Subandi, Pujiyanto, R. Latief, S. Tubalawony, dan Wardah Tinjauan Ekonomi dan Ekologi Pengelolaan Sumberdaya Alam Dalam Perspektif Otonomi Daerah. kel2_012.htm.

94 78 Lampiran 1 Kuesioner analisis SWOT komdisi dan prospek pemasaran ikan asin dan pindang KUESIONER I : ANALISIS SWOT KONDISI DAN PROSPEK PEMASARAN IKAN ASIN DAN PINDANG Identitas Responden Nama :... Alamat :... Jenis Kelamin :... Umur :... Pendidikan :... Daerah Asal :... Pekerjaan :... Status Pekerjaan :... Beri penilaian terkait kondisi dan prospek pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta menurut pandangan Saudara. I. Penilaian faktor internal (dari dalam usaha pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang) yang menjadi kekuatan. Lingkari nilai 1 bila rendah, 2 bila cukup, 3 bila tinggi, atau 4 bila sangat tinggi dalam mendukung pengembangan pemasaran. Faktor Internal (Kekuatan) Nilai Kekompakan pelaku pemasaran produk Penjelasan Kemampuan modal mandiri Keawetan produk Penguasaan jaringan pemasaran Keterampilan pengemasan produk yang dipasarkan

95 79 Faktor Internal (Kekuatan) Kemampuan pengadaan alat bantu pemasaran secara mandiri Nilai Penjelasan 2. Penilaian faktor internal (dari dalam usaha pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang) yang menjadi kekuatan. Lingkari nilai 1 bila sangat tinggi, 2 bila tinggi, 3 bila cukup, atau 4 bila rendah dalam menghambat dari dalam pengembangan pemasaran. Faktor Internal (Kelemahan) Kontinyuitas produksi Nilai Penjelasan Keseragaman ukuran fisik produk Konflik antar pelaku pemasaran produk olahan Peralatan distribusi/ transportasi pemasaran Penanganan produk reject di pasar Penilaian faktor eksternal (dari luar usaha pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang) yang menjadi peluang. Lingkari nilai 1 bila rendah, 2 bila cukup, 3 bila tinggi, atau 4 bila sangat tinggi dalam memberi peluang pengembangan pemasaran. Faktor Eskternal (Peluang) Kedekatan dengan pasar potensial (DKI Jakarta& pasar ekspor) Pola konsumsi konsumen Nilai Penjelasan Kondusifitas kondisi sosial politik Promosi produk perikanan

96 80 Faktor Eskternal (Peluang) Nilai Trend investasi (daya tarik investor) perikanan Penjelasan 4. Penilaian faktor eksternal (dari luar usaha pemasaran produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang) yang menjadi ancaman. Lingkari nilai 1 bila sangat tinggi, 2 bila tinggi, 3 bila cukup, atau 4 bila rendah dalam mengnacam pengembangan pemasaran. Faktor Eksternal (Ancaman) Kemacetan dan polusi udara Nilai Penjelasan Monopoli dan pengaturan harga Ulah pesaing yang merusak citra produk Sentralisasi aktivitas pasar produk di lokasi tertentu Pungutan liar pemasaran

97 81 Lampiran 2 Kuesioner kelayakan usaha pengolahan dan pemasaran ikan asin dan pindang KUESIONER II : KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PENGOLAHAN DAN PEMASARAN IKAN ASIN DAN PINDANG Identitas Responden Nama :... Alamat :... Jenis Kelamin :... Umur :... Pendidikan :... Daerah Asal :... Status Usaha : Pemilik Usaha/Kerjasama Pengelolaan/... Status Pekerjaan : Penuh/Sambilan Jenis Usaha Pengolahan & Pemasaran : PELATAN UTAMA USAHA PENGOLAHAN DAN PEMASARAN IKAN ASIN DAN PINDANG No Uraian Keterangan 1 Tungku a. Ukuran b. Jumlah (unit) c. Harga (Rp/unit) d. Umur teknis (tahun) e. Frekuensi perawatan (kali/tahun) f. Biaya perawatan (Rp/kali) g. Lain-lain 2 Kuali (bak pencuci utk ikan asin) a. Ukuran b. Jumlah (unit) c. Harga (Rp/unit) d. Umur teknis (tahun) e. Frekuensi perawatan (kali/tahun) f. Biaya perawatan (Rp/kali) g. Lain-lain 3 Wadah a. Ukuran b. Jumlah (unit) c. Harga (Rp/unit) d. Umur teknis (tahun)

98 82 No Uraian Keterangan e. Frekuensi perawatan (kali/tahun) f. Biaya perawatan (Rp/kali) g. Lain-lain 4. Jerigen/wadah air a. Ukuran b. Jumlah (unit) c. Harga (Rp/unit) d. Umur teknis (tahun) e. Frekuensi perawatan (kali/tahun) f. Biaya perawatan (Rp/kali) g. Lain-lain 2. PELATAN PENDUKUNG USAHA PENGOLAHAN DAN PEMASARAN IKAN ASIN DAN PINDANG No Uraian Keterangan 1 Gerobak a. Ukuran b. Jumlah (unit) c. Harga (Rp/unit) d. Umur teknis (tahun) e. Frekuensi perawatan (kali/tahun) f. Biaya perawatan (Rp/kali) g. Lain-lain 2 Talenan dan sejenisnya a. Ukuran b. Jumlah (unit) c. Harga (Rp/unit) d. Umur teknis (tahun) e. Frekuensi perawatan (kali/tahun) f. Biaya perawatan (Rp/kali) g. Lain-lain 3 Pisau dan sejenisnya a. Ukuran b. Jumlah (unit) c. Harga (Rp/unit) d. Umur teknis (tahun) e. Frekuensi perawatan (kali/tahun) f. Biaya perawatan (Rp/kali) g. Lain-lain 4. Lain-Lain

99 83 3. BAHAN BAKU LANGSUNG USAHA PENGOLAHAN DAN PEMASARAN IKAN ASIN DAN PINDANG (PER BATCH) Lama produksi per batch Frekuensi batch :... jam/hari :... hari/kali No Uraian Keterangan 1 Ikan Segar a. Jenis ikan segar b. Jumlah kebutuhan (kg/batch) c. Harga (Rp/kg) d. Nama pemasok e. Lokasi pemasok/tempat beli 1 Bumbu utama (garam untuk ikan asin) a. Jenis bumbu utama b. Jumlah kebutuhan bumbu (packbatch) c. Harga (Rp/kg) d. Nama pemasok e. Lokasi pemasok/tempat beli 2 Bumbu pendukung* a. Jenis bumbu b. Jumlah kebutuhan bumbu (packbatch) c. Harga (Rp/kg) d. Nama pemasok e. Lokasi pemasok/tempat beli *Uraikan di lembaran tersnediri bila lebih dari BAHAN PENDUKUNG USAHA PENGOLAHAN DAN PEMASARAN IKAN ASIN DAN PINDANG (PER BATCH) No Uraian Keterangan 1 Kayu bakar/sejenisnya a. Jumlah (ikat/batch) b. Harga (Rp/ikat) c. Pemasok 2 Minyak tanah a. Jumlah (liter/batch) b. Harga (Rp/liter) c. Pemasok 3 Kertas/koran a. Jumlah (set/batch) b. Harga (Rp/set) c. Pemasok 4 Besek a. Jumlah (buah/batch)

100 84 No Uraian Keterangan b. Harga (Rp/buah) c. Pemasok 5 Air tawar a. Jumlah (jerigen/batch) b. Harga (Rp/jerigen) c. Pemasok 6 Lain-lain 4. TENAGA KERJA PADA USAHA PENGOLAHAN DAN PEMASARAN IKAN ASIN DAN PINDANG (PER BATCH) No Uraian Keterangan 1. Jumlah tenaga kerja (orang/batch) 2. Gaji tenaga kerja (Rp/orang) 3. Jumlah bonus (bila ada) 4. Lain-lain 5. DATA PRODUKSI DAN PEMASARAN IKAN ASIN DAN PINDANG (PER BATCH) No Uraian* Keterangan 1. Jumlah produksi (besek/batch) 2. Harga jual (Rp/besek) 3. Nilai penjualan (Rp/batch) 4. Retribusi, bila ada (%) 5. Lain * uraikan sesuai ukuran yang dibuat/jual 6. DATA PENDUKUNG LAINNYA a. Ceritakan perkembangan :

101 85 b. Kesulitan yang dihadapi c. Rencana ke depan d. Lain-lain

102 86 Lampiran 3 Kuesioner perumusan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan dari jenis ikan asin dan pindang KUESIONER III : PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PRODUK OLAHAN HASIL PERIKANAN DARI JENIS IKAN ASIN DAN PINDANG Identitas Responden Nama :... Alamat :... Jenis Kelamin :... Umur :... Pendidikan :... Daerah Asal :... Pekerjaan :... Status Pekerjaan :... I. Perbandingan kepentingan masing-masing kriteria pengembangan dalam rangka mencapai Goal (Pengembangan Produk Olahan Hasil Perikanan dari Jenis Ikan Asin dan Pindang) Kriteria Skala Perbandingan Pertumbuhan vs /21/31/41/51/61/71/81/9 Kesinambungan Pertumbuhan vs /21/31/41/51/61/71/81/9 Peningkatan daya saing produk Pertumbuhan vs /21/31/41/51/61/71/81/9 Peningkatan profit Kesinambungan vs /21/31/41/51/61/71/81/9 Peningkatan daya saing produk Kesinambungan vs /21/31/41/51/61/71/81/9 Peningkatan profit Peningkatan daya saing /21/31/41/51/61/71/81/9 produk vs Peningkatan profit

103 87 II. Perbandingan kepentingan masing-masing pembatas dalam rangka mendukung kriteria pengembangan tertentu untuk mencapai Goal a. Kriteria : Pertumbuhan (Growth) Pembatas Skala Perbandingan SDI vs SDM /21/31/41/51/61/71/81/9 SDI vs Modal /21/31/41/51/61/71/81/9 SDI vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 SDM vs Modal /21/31/41/51/61/71/81/9 SDM vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 Modal vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 b. Kriteria : Kesinambungan (Sustainable) Pembatas Skala Perbandingan SDI vs SDM /21/31/41/51/61/71/81/9 SDI vs Modal /21/31/41/51/61/71/81/9 SDI vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 SDM vs Modal /21/31/41/51/61/71/81/9 SDM vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 Modal vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 c. Kriteria : Peningkatan daya saing Pembatas Skala Perbandingan SDI vs SDM /21/31/41/51/61/71/81/9 SDI vs Modal /21/31/41/51/61/71/81/9 SDI vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 SDM vs Modal /21/31/41/51/61/71/81/9 SDM vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 Modal vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 d. Kriteria : Peningkatan profit Pembatas Skala Perbandingan SDI vs SDM /21/31/41/51/61/71/81/9 SDI vs Modal /21/31/41/51/61/71/81/9 SDI vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 SDM vs Modal /21/31/41/51/61/71/81/9 SDM vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9 Modal vs Teknologi /21/31/41/51/61/71/81/9

104 88 III. Perbandingan kepentingan masing-masing alternatif Strategi Pengembangan dalam rangka mengakomodir pembatas dari kriteria tertentu untuk mencapai Goal Alternatif strategi yang ditawarkan : Strategi stabilitas, menitiberatkan pada peningkatan efiesien, resiko kecil, namun jenis dan jumlah produk stabil. Strategi ekspansi, menitiberatkan pada penambahan jumlah produk, pasar, dan fungsi-fungsi unit usaha Strategi diversifikasi, menitiberatkan pada penciptaan produk baru, kemasan baru, dan cara pelayanan baru produk Strategi penciutan, menitikberatkan pada pengurangan produksi untuk mengurangi kerugian dan dampak negatif persaingan Strategi kombinasi, menitiberatkan penambahan produk pada pasar kondusif dan stabilitas pada kondisi pasar tidak kondusif. a. Pembatas : ketersediaan SDI Strategi Pengembangan Strategi Stabilitas vs Strategi Ekspasi Strategi Stabilitas vs Strategi Diversifikasi Strategi Stabilitas vs Strategi Penciutan Strategi Stabilitas vs Strategi Kombinasi Strategi Ekspasi vs Strategi Diversifikasi Strategi Ekspasi vs Strategi Penciutan Strategi Ekspasi vs Strategi Kombinasi Strategi Diversifikasi vs Strategi Penciutan Strategi Diversifikasi vs Strategi Kombinasi Strategi Kombinasi vs Strategi Kombinasi Skala Perbandingan /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/9 b. Pembatas : kualitas SDM Strategi Pengembangan Strategi Stabilitas vs Strategi Ekspasi Strategi Stabilitas vs Strategi Diversifikasi Skala Perbandingan /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/9

105 89 Strategi Pengembangan Strategi Stabilitas vs Strategi Penciutan Strategi Stabilitas vs Strategi Kombinasi Strategi Ekspasi vs Strategi Diversifikasi Strategi Ekspasi vs Strategi Penciutan Strategi Ekspasi vs Strategi Kombinasi Strategi Diversifikasi vs Strategi Penciutan Strategi Diversifikasi vs Strategi Kombinasi Strategi Kombinasi vs Strategi Kombinasi Skala Perbandingan /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/9 c. Pembatas : Modal Strategi Pengembangan Strategi Stabilitas vs Strategi Ekspasi Strategi Stabilitas vs Strategi Diversifikasi Strategi Stabilitas vs Strategi Penciutan Strategi Stabilitas vs Strategi Kombinasi Strategi Ekspasi vs Strategi Diversifikasi Strategi Ekspasi vs Strategi Penciutan Strategi Ekspasi vs Strategi Kombinasi Strategi Diversifikasi vs Strategi Penciutan Strategi Diversifikasi vs Strategi Kombinasi Strategi Kombinasi vs Strategi Kombinasi Skala Perbandingan /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/9

106 90 d. Pembatas : teknologi pengolahan Strategi Pengembangan Strategi Stabilitas vs Strategi Ekspasi Strategi Stabilitas vs Strategi Diversifikasi Strategi Stabilitas vs Strategi Penciutan Strategi Stabilitas vs Strategi Kombinasi Strategi Ekspasi vs Strategi Diversifikasi Strategi Ekspasi vs Strategi Penciutan Strategi Ekspasi vs Strategi Kombinasi Strategi Diversifikasi vs Strategi Penciutan Strategi Diversifikasi vs Strategi Kombinasi Strategi Kombinasi vs Strategi Kombinasi Skala Perbandingan /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/ /2 1/3 ¼ 1/5 1/6 1/7 1/8 1/9

107 91 Lampiran 4 Penentuan faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta Faktor Internal Pengaruh (+) (-) Keterangan Kekompakan pelaku pemasaran produk 18 7 S Kemampuan modal mandiri S Kontinuitas produksi 9 14 W Keseragaman ukuran fisik produk 8 15 W Keawetan produk 20 5 S Penguasaan jaringan pemasaran S Konflik antar pelaku pemasaran produk olahan W Keterampilan pengemasan produk yang dipasarkan S Kemampuan pengadaan alat bantu pemasaran secara mandiri 16 9 S Peralatan distribusi/transportasi pemasaran 7 18 W Penanganan produk reject di pasar 9 14 W Keterangan : Responden 25 orang S = Strength (kekuatan) W = Weakness (kelemahan)

108 92 Lampiran 5 Penentuan faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman pengelolaan pemasaran produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang di DKI Jakarta Faktor Eksternal Pengaruh (+) (-) Keterangan Peluang : Kedekatan dengan pasar potensial (DKI Jakarta& pasar ekspor) 23 2 O Kemacetan dan polusi udara 8 17 T Monopoli dan pengaturan harga T Ulah pesaing yang merusak citra produk T Pola konsumsi konsumen 19 6 O Kondusifitas kondisi sosial politik O Sentralisasi aktivitas pasar produk di lokasi tertentu 9 16 T Promosi produk perikanan oleh PEMDA O Pungutan liar pemasaran T Trend investasi (daya tarik investor) perikanan O Keterangan : Responden 25 orang O = Opportunity (peluang) T = Threat (ancaman)

109 93 Lampiran 6 Data operasional usaha ikan teri asin No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Alat Penjemur (4 buah) 1,000, Bak/wadah pencuci (1 buah) 500, Pisau/alat potong (2 buah) 60, Wadah angkut (3 buah) 800, Talenan (2 buah) 40, Gerobak (1 buah) 2,100, Jerigen air (10 buah) 500, Jumlah 5,000, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan 2.1 Alat penjemur 333, Bak pencuci 62, Pisau 7, Wadah/baskom angkut 266, Talenan 5, Gerobak 262, Jerigen air 166, Jumlah 1,104, Biaya Perawatan Perawatan alat penjemur 250, Perawatan bak 250, Perawatan gerobak 425, Jumlah 925, Biaya Tidak Tetap 3.1 Ikan segar 143,080, Garam 1,752, Dus/karton 10,950, Plastik 5,475, Air tawar 1,095, Biaya tenaga kerja 10,950, Jumlah 173,302, Total Biaya 175,331, Total Penerimaan 176,076, Jumlah Tenaga Kerja 4.00

110 94 Lampiran 7 Data operasional usaha ikan japuh asin No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Alat Penjemur (6 buah) 1,350, Bak/wadah pencuci (1 buah) 950, Pisau/alat potong (3 buah) 90, Wadah angkut (3 buah) 600, Talenan (2 buah) 40, Gerobak (1 buah) 1,900, Jerigen air (8 buah) 400, Jumlah 5,330, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan 2.1 Alat penjemur 450, Bak pencuci 118, Pisau 11, Wadah/baskom angkut 200, Talenan 5, Gerobak 237, Jerigen air 133, Jumlah 1,155, Biaya Perawatan Perawatan alat penjemur 250, Perawatan bak 250, Perawatan gerobak 425, Jumlah 925, Biaya Tidak Tetap 3.1 Ikan segar 155,125, Garam 3,285, Dus/karton 18,250, Plastik 4,866, Air tawar 1,460, Biaya tenaga kerja 18,250, Jumlah 201,236, Total Biaya 203,317, Total Penerimaan 206,529, Jumlah Tenaga Kerja 4.00

111 95 Lampiran 8 Data operasional usaha ikan pari asin No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Alat Penjemur (5 buah) 1,250, Bak/wadah pencuci (2 buah) 1,900, Pisau/alat potong (6 buah) 180, Wadah angkut (3 buah) 600, Talenan (4 buah) 80, Gerobak (1 buah) 2,200, Jerigen air (11 buah) 550, Jumlah 6,760, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan 2.1 Alat penjemur 416, Bak pencuci 237, Pisau 22, Wadah/baskom angkut 200, Talenan 10, Gerobak 275, Jerigen air 183, Jumlah 1,345, Biaya Perawatan Perawatan alat penjemur 450, Perawatan bak 350, Perawatan gerobak 525, Jumlah 1,325, Biaya Tidak Tetap 3.1 Ikan segar 196,187, Garam 5,475, Dus/karton 18,250, Plastik 5,475, Air tawar 3,011, Biaya tenaga kerja 27,375, Jumlah 255,773, Total Biaya 258,443, Total Penerimaan 260,610, Jumlah Tenaga Kerja 4.00

112 96 Lampiran 9 Data operasional usaha ikan jambal asin No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Alat Penjemur (6 buah) 1,200, Bak/wadah pencuci (2 buah) 2,000, Pisau/alat potong (6 buah) 120, Wadah angkut (3 buah) 600, Talenan (4 buah) 80, Gerobak (1 buah) 2,000, Jerigen air (12 buah) 600, Jumlah 6,600, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan 2.1 Alat penjemur 400, Bak pencuci 250, Pisau 15, Wadah/baskom angkut 200, Talenan 10, Gerobak 250, Jerigen air 200, Jumlah 1,325, Biaya Perawatan Perawatan alat penjemur 500, Perawatan bak 400, Perawatan gerobak 500, Jumlah 1,400, Biaya Tidak Tetap 3.1 Ikan segar 237,250, Garam 5,475, Tali rapia 456, Plastik 9,125, Air tawar 3,285, Biaya tenaga kerja 36,500, Jumlah 292,091, Total Biaya 294,816, Total Penerimaan 300,212, Jumlah Tenaga Kerja 4.00

113 97 Lampiran 10 Data operasional usaha ikan selar pindang No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Tungku (2 buah) 400, Kuali (2 buah) 2,000, Pisau/alat potong (4 buah) 120, Wadah (baskom) (4 buah) 600, Talenan (4 buah) 80, Gerobak 2,000, Jerigen air 500, Jumlah 5,700, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan 2.1 Tungku 133, Kuali 250, Pisau 15, Wadah (baskom) 200, Talenan 10, Gerobak 250, Jerigen air 166, Jumlah 1,025, Biaya Perawatan Perawatan tungku 150, Perawatan kuali 300, Perawatan gerobak 500, Jumlah 950, Biaya Tidak Tetap 3.1 Ikan segar 243,333, Bumbu-bumbuan 4,866, Kayu bakar 12,166, Minyak tanah 1,095, Besek 24,637, Kertas/Koran 1,460, Air tawar 1,825, Biaya tenaga kerja 24,333, Jumlah 313,717, Total Biaya 315,692, Total Penerimaan 322,416, Jumlah Tenaga Kerja 4.00

114 98 Lampiran 11 Data operasional usaha ikan tongkol pindang No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Tungku (2 buah) 500, Kuali (2 buah) 2,400, Pisau/alat potong (6 buah) 180, Wadah (baskom) (5 buah) 800, Talenan (6 buah) 120, Gerobak 2,500, Jerigen air 600, Jumlah 7,100, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan 2.1 Tungku 166, Kuali 480, Pisau 22, Wadah (baskom) 266, Talenan 15, Gerobak 312, Jerigen air 200, Jumlah 1,463, Biaya Perawatan Perawatan tungku 200, Perawatan kuali 350, Perawatan gerobak 600, Jumlah 1,150, Biaya Tidak Tetap 3.1 Ikan segar 267,666, Bumbu-bumbuan 7,300, Kayu bakar 18,250, Minyak tanah 1,095, Besek 13,140, Kertas/Koran 2,920, Air tawar 2,190, Biaya tenaga kerja 24,333, Jumlah 336,895, Total Biaya 339,508, Total Penerimaan 273,750, Jumlah Tenaga Kerja 4.00

115 99 Lampiran 12 Data operasional usaha ikan layang pindang No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Tungku (2 buah) 300, Kuali (2 buah) 1,400, Pisau/alat potong (5 buah) 150, Wadah (baskom) (4 buah) 560, Talenan (4 buah) 80, Gerobak 2,000, Jerigen air (8 buah) 400, Jumlah 4,890, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan 2.1 Tungku 100, Kuali 280, Pisau 18, Wadah (baskom) 186, Talenan 26, Gerobak 250, Jerigen air 133, Jumlah 995, Biaya Perawatan Perawatan tungku 100, Perawatan kuali 250, Perawatan gerobak 400, Jumlah 750, Biaya Tidak Tetap 3.1 Ikan segar 200,750, Bumbu-bumbuan 2,433, Kayu bakar 12,166, Minyak tanah 547, Besek 18,250, Kertas/Koran 778, Air tawar 1,460, Biaya tenaga kerja 24,333, Jumlah 260,719, Total Biaya 262,464, Total Penerimaan 263,347, Jumlah Tenaga Kerja 4.00

116 100 Lampiran 13 Data operasional usaha ikan etem pindang No. Uraian Nilai (Rp) 1 Investasi 1.1 Tungku (2 buah) 500, Kuali (2 buah) 2,200, Pisau/alat potong (4 buah) 120, Wadah (baskom) (4 buah) 700, Talenan (4 buah) 84, Gerobak 2,200, Jerigen air 500, Jumlah 6,304, Biaya Tetap 2.1 Biaya Penyusutan 2.1 Tungku 166, Kuali 275, Pisau 15, Wadah (baskom) 233, Talenan 10, Gerobak 275, Jerigen air 166, Jumlah 1,142, Biaya Perawatan Perawatan tungku 200, Perawatan kuali 300, Perawatan gerobak 450, Jumlah 950, Biaya Tidak Tetap 3.1 Ikan segar 182,500, Bumbu-bumbuan 6,083, Kayu bakar 14,600, Minyak tanah 1,095, Besek 21,291, Kertas/Koran 1,557, Air tawar 1,825, Biaya tenaga kerja 24,333, Jumlah 253,285, Total Biaya 255,377, Total Penerimaan 260,975, Jumlah Tenaga Kerja 4.00

117 101 Lampiran 14 Biaya dan penerimaan usaha ikan teri per batch a. Biaya Kebutuhan Bahan per Batch Harga Satuan Jumlah Produksi (Rp) Nilai (Rp) Ikan segar (kg) , ,960, Garam (kg) , , Dus/karton (pack) , , Plastik (pack) , , Air tawar (jerigen) , , Biaya tenaga kerja (Rp/orang) , , b. Penerimaan Uraian Nilai Jumlah produksi (kg/batch) 45 Harga jual (Rp/kg) 53, Nilai penerimaan (Rp/batch) 2,412,000.00

118 102 Lampiran 15 Biaya dan penerimaan usaha ikan japuh asin per batch a. Biaya Kebutuhan Bahan per Batch Produksi Jumlah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Ikan segar (kg) , ,275, Garam (kg) , , Dus/karton (pack) , , Plastik (pack) , , Air tawar (jerigen) , , Biaya tenaga kerja (Rp/orang) , , b. Penerimaan Uraian Nilai Jumlah produksi (bkg/batch) 97 Harga jual (Rp/kg) 17, Nilai penerimaan (Rp/batch) 1,697,500.00

119 103 Lampiran 16 Biaya dan penerimaan usaha ikan pari asin per batch a. Biaya Kebutuhan Bahan per Batch Harga Satuan Jumlah Produksi (Rp) Nilai (Rp) Ikan segar (kg) , ,075, Garam (kg) , , Dus/karton (pack) , , Plastik (pack) , , Air tawar (jerigen) , , Biaya tenaga kerja (Rp/orang) , , b. Penerimaan Uraian Nilai Jumlah produksi (bkg/batch) 68 Harga jual (Rp/kg) 21, Nilai penerimaan (Rp/batch) 1,428,000.00

120 104 Lampiran 17 Biaya dan penerimaan usaha ikan jambal asin per batch a. Biaya Kebutuhan Bahan per Batch Produksi Jumlah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Ikan segar (kg) , ,300, Garam (kg) , , Tali rapia (pack , Plastik (pack) , , Air tawar (jerigen) , , Biaya tenaga kerja (Rp/orang) , , b. Penerimaan Uraian Nilai Jumlah produksi (bkg/batch) 70 Harga jual (Rp/kg) 23, Nilai penerimaan (Rp/batch) 1,645,000.00

121 105 Lampiran 18 Biaya dan penerimaan usaha ikan selar pindang per batch a. Biaya Kebutuhan Bahan per Batch Harga Satuan Jumlah Produksi (Rp) Nilai (Rp) Ikan segar (kg) , ,000, Bumbu-bumbuan (pack) , , Kayu bakar (ikat) , , Minyak tanah (liter) , , Besek (buah) 1, , Kertas/koran (set) , Air tawar (jerigen) , , Biaya tenaga kerja (Rp/orang) , , b. Penerimaan Uraian Nilai Jumlah produksi (besek/batch) 1325 Harga jual (Rp/besek) 2, Nilai penerimaan (Rp/batch) 2,650,000.00

122 106 Lampiran 19 Biaya dan penerimaan usaha ikan tongkol pindang per batch a. Biaya Kebutuhan Bahan per Batch Harga Satuan Jumlah Produksi (Rp) Nilai (Rp) Ikan segar (kg) , ,200, Bumbu-bumbuan (pack) , , Kayu bakar (ikat) , , Minyak tanah (liter) , , Besek (buah) , Kertas/koran (set) , Air tawar (jerigen) , , Biaya tenaga kerja (Rp/orang) , , b. Penerimaan Uraian Nilai Jumlah produksi (besek/batch) 450 Harga jual (Rp/besek) 5, Nilai penerimaan (Rp/batch) 2,250,000.00

123 107 Lampiran 20 Biaya dan penerimaan usaha ikan layang pindang per batch a. Biaya Kebutuhan Bahan per Batch Harga Satuan Jumlah Produksi (Rp) Nilai (Rp) Ikan segar (kg) , ,650, Bumbu-bumbuan (pack) , , Kayu bakar (ikat) , , Minyak tanah (liter) , , Besek (buah) 1, , Kertas/koran (set) , Air tawar (jerigen) , , Biaya tenaga kerja (Rp/orang) , , b. Penerimaan Uraian Nilai Jumlah produksi (besek/batch) 962 Harga jual (Rp/besek) 2, Nilai penerimaan (Rp/batch) 2,164,500.00

124 108 Lampiran 21 Biaya dan penerimaan usaha ikan etem pindang per batch a. Biaya Kebutuhan Bahan per Harga Satuan Jumlah Batch Produksi (Rp) Nilai (Rp) Ikan segar (kg) , ,500, Bumbu-bumbuan (pack) , , Kayu bakar (ikat) , , Minyak tanah (liter) , , Besek (buah) 1, , Kertas/koran (set) , Air tawar (jerigen) , , Biaya tenaga kerja (Rp/orang) , , b. Penerimaan Uraian Nilai Jumlah produksi (besek/batch) 975 Harga jual (Rp/besek) 2, Nilai penerimaan (Rp/batch) 2,145,000.00

125 109 Lampiran 22 Hasil analisis kelayakan usaha ikan teri Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai produk 0 176,076, ,076, ,076, ,076, ,076, ,076, ,076, ,076, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,076, ,076, ,076, ,076, ,076, ,076, ,076, ,076, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Alat Penjemur (4 buah) 1,000, ,000, ,000, Bak/wadah pencuci (1 buah) 500, Pisau/alat potong (2 buah) 60, Wadah angkut (3 buah) 800, , , Talenan (2 buah) 40, Gerobak (1 buah) 2,100, Jerigen air (10 buah) 500, , , Sub-Jumlah 5,000, ,300, ,300, Biaya Operasional Ikan segar 143,080, ,080, ,080, ,080, ,080, ,080, ,080, ,080, Garam 1,752, ,752, ,752, ,752, ,752, ,752, ,752, ,752, Dus/karton 10,950, ,950, ,950, ,950, ,950, ,950, ,950, ,950, Plastik 5,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, Air tawar 1,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, Biaya tenaga kerja 10,950, ,950, ,950, ,950, ,950, ,950, ,950, ,950, Sub-Jumlah 173,302, ,302, ,302, ,302, ,302, ,302, ,302, ,302,000.00

126 110 Tahun Operasi Uraian Biaya perawatan Perawatan alat penjemur 250, , , , , , , , Perawatan bak 250, , , , , , , , Perawatan gerobak 425, , , , , , , , Sub-Jumlah 925, , , , , , , , Jumlah Pengeluaran 5,000, ,227, ,227, ,527, ,227, ,227, ,527, ,227, ,227, Keuntungan Tahunan -5,000, ,849, ,849, , ,849, ,849, , ,849, ,849, Keuntungan Usaha ( ) 5,192, DF (14%) % PB ,452, ,484, ,846, ,251, ,448, ,217, ,366, ,725, PC 5,000, ,830, ,062, ,150, ,156, ,488, ,423, ,627, ,076, PV -5,000, ,621, ,422, , ,094, , , , , NPV 976,976 IRR 5.22% ROI B/C 1.00

127 111 Lampiran 23 Hasil analisis kelayakan usaha ikan japuh asin Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai produk 0 206,529, ,529, ,529, ,529, ,529, ,529, ,529, ,529, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,529, ,529, ,529, ,529, ,529, ,529, ,529, ,529, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Alat Penjemur (6 buah) 1,350, ,350, ,350, Bak/wadah pencuci (1 buah) 950, Pisau/alat potong (3 buah) 90, Wadah angkut (3 buah) 600, , , Talenan (2 buah) 40, Gerobak (1 buah) 1,900, Jerigen air (8 buah) 400, , , Sub-Jumlah 5,330, ,350, ,350, Biaya Operasional Ikan segar 155,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, Garam 3,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, Dus/karton 18,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, Plastik 4,866, ,866, ,866, ,866, ,866, ,866, ,866, ,866, Air tawar 1,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, Biaya tenaga kerja 18,250,000.00

128 112 Tahun Operasi Uraian ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, Sub-Jumlah 201,236, ,236, ,236, ,236, ,236, ,236, ,236, ,236, Biaya perawatan Perawatan alat penjemur 250, , , , , , , , Perawatan bak 250, , , , , , , , Perawatan gerobak 425, , , , , , , , Sub-Jumlah 925, , , , , , , , Jumlah Pengeluaran 5,330, ,161, ,161, ,511, ,161, ,161, ,511, ,161, ,161, Keuntungan Tahunan -5,330, ,367, ,367, ,017, ,367, ,367, ,017, ,367, ,367, Keuntungan Usaha ( ) 24,910, DF (14%) % PB ,165, ,917, ,401, ,281, ,264, ,091, ,536, ,400, PC 5,330, ,334, ,556, ,039, ,695, ,996, ,172, ,791, ,869, PV - 5,330, ,831, ,360, ,361, ,585, ,268, , ,745, ,531, NPV 12,273,427 IRR 52.24% ROI B/C 1.01

129 113 Lampiran 24 Hasil analisis kelayakan usaha ikan pari asin Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai produk 0 260,610, ,610, ,610, ,610, ,610, ,610, ,610, ,610, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,610, ,610, ,610, ,610, ,610, ,610, ,610, ,610, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Alat Penjemur (5 buah) 1,250, ,250, ,250, Bak/wadah pencuci (2 buah) 1,900, Pisau/alat potong (6 buah) 180, Wadah angkut (3 buah) 600, , , Talenan (4 buah) 80, Gerobak (1 buah) 2,200, Jerigen air (11 buah) 550, , , Sub-Jumlah 6,760, ,400, ,400, Biaya Operasional Ikan segar 196,187, ,187, ,187, ,187, ,187, ,187, ,187, ,187, Garam 5,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, Dus/karton 18,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, Plastik 5,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, Air tawar 3,011, ,011, ,011, ,011, ,011, ,011, ,011, ,011, Biaya tenaga kerja 27,375, ,375, ,375, ,375, ,375, ,375, ,375, ,375, Sub-Jumlah 255,773, ,773, ,773, ,773, ,773, ,773, ,773, ,773, Biaya perawatan Perawatan alat 450,000.00

130 114 Tahun Operasi Uraian penjemur 450, , , , , , , Perawatan bak 350, , , , , , , , Perawatan gerobak 525, , , , , , , , Sub-Jumlah 1,325, ,325, ,325, ,325, ,325, ,325, ,325, ,325, Jumlah Pengeluaran 6,760, ,098, ,098, ,498, ,098, ,098, ,498, ,098, ,098, ,760, ,511, ,511, ,111, ,511, ,511, ,111, ,511, ,511, Keuntungan Tahunan Keuntungan Usaha ( ) 16,530, DF (14%) % PB ,605, ,530, ,904, ,302, ,352, ,730, ,149, ,359, PC 6,760, ,525, ,829, ,154, ,223, ,529, ,224, ,746, ,128, ,760, ,080, ,701, , ,078, ,823, , ,403, ,230, PV NPV 6,814,871 IRR 24.31% ROI B/C 1.01

131 115 Lampiran 25 Hasil analisis kelayakan usaha ikan jambal asin Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai produk 0 300,212, ,212, ,212, ,212, ,212, ,212, ,212, ,212, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,212, ,212, ,212, ,212, ,212, ,212, ,212, ,212, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Alat Penjemur (6 buah) 1,200, ,200, ,200, Bak/wadah pencuci (2 buah) 2,000, Pisau/alat potong (6 buah) 120, Wadah angkut (3 buah) 600, , , Talenan (4 buah) 80, Gerobak (1 buah) 2,000, Jerigen air (12 buah) 600, , , Sub-Jumlah 6,600, ,400, ,400, Biaya Operasional Ikan segar 237,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, Garam 5,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, ,475, Tali rapia 456, , , , , , , , Plastik 9,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, ,125, Air tawar 3,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, Biaya tenaga kerja 36,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500,000.00

132 116 Tahun Operasi Uraian Sub-Jumlah 292,091, ,091, ,091, ,091, ,091, ,091, ,091, ,091, Biaya perawatan Perawatan alat penjemur 500, , , , , , , , Perawatan bak 400, , , , , , , , Perawatan gerobak 500, , , , , , , , Sub-Jumlah 1,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, ,400, Jumlah Pengeluaran 6,600, ,491, ,491, ,891, ,491, ,491, ,891, ,491, ,491, Keuntungan Tahunan - 6,600, ,721, ,721, ,321, ,721, ,721, ,321, ,721, ,721, Keuntungan Usaha ( ) 42,370, DF (14%) % PB ,344, ,003, ,634, ,749, ,920, ,772, ,976, ,242, PC 6,600, ,448, ,831, ,718, ,770, ,430, ,804, ,290, ,886, PV - 6,600, ,895, ,171, ,916, ,979, ,490, ,968, ,686, ,356, NPV 21,865,625 IRR 72.04% ROI B/C 1.02

133 117 Lampiran 26 Hasil analisis kelayakan usaha ikan selar pindang Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai produk 0 322,416, ,416, ,416, ,416, ,416, ,416, ,416, ,416, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,416, ,416, ,416, ,416, ,416, ,416, ,416, ,416, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Tungku (2 buan) 400, , , Kuali (2 buah) 2,000, Pisau/alat potong (4 buah) 120, Wadah (baskom) (4 buah) 600, , , Talenan (4 buah) 80, Gerobak 2,000, Jerigen air 500, , , Sub-Jumlah 5,700, ,500, ,500, Biaya Operasional Ikan segar 243,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, Bumbu-bumbuan 4,866, ,866, ,866, ,866, ,866, ,866, ,866, ,866, Kayu bakar 12,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, Minyak tanah 1,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, Besek 24,637, ,637, ,637, ,637, ,637, ,637, ,637, ,637, Kertas/Koran 1,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, Air Tawar

134 118 Tahun Operasi Uraian ,825, ,825, ,825, ,825, ,825, ,825, ,825, ,825, Biaya tenaga kerja 24,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, Sub-Jumlah 313,717, ,717, ,717, ,717, ,717, ,717, ,717, ,717, Biaya perawatan Perawatan tungku 150, , , , , , , , Perawatan kuali 300, , , , , , , , Perawatan gerobak 500, , , , , , , , Sub-Jumlah 950, , , , , , , , Jumlah Pengeluaran 5,700, ,667, ,667, ,167, ,667, ,667, ,167, ,667, ,667, Keuntungan Tahunan -5,700, ,749, ,749, ,249, ,749, ,749, ,249, ,749, ,749, Keuntungan Usaha ( ) 53,293, DF (14%) % PB ,821, ,089, ,622, ,896, ,453, ,888, ,849, ,026, PC 5,700, ,024, ,126, ,404, ,308, ,428, ,041, ,752, ,309, PV -5,700, ,797, ,962, ,218, ,588, ,024, ,847, ,096, ,716, NPV 28,551,492 IRR % ROI B/C 1.02

135 119 Lampiran 27 Hasil analisis kelayakan usaha ikan tongkol pindang Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai produk 0 273,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Tungku (2 buan) 500, , , Kuali (2 buah) 2,400, ,400, Pisau/alat potong (6 buah) 180, Wadah (baskom) (5 buah) 800, , , Talenan (6 buah) 120, Gerobak 2,500, Jerigen air 600, , , Sub-Jumlah 7,100, ,900, ,400, ,900, Biaya Operasional Ikan segar 200,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, Bumbu-bumbuan 2,433, ,433, ,433, ,433, ,433, ,433, ,433, ,433, Kayu bakar 12,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, Minyak tanah 547, , , , , , , , Besek 18,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, Kertas/Koran 778, , , , , , , , Air Tawar

136 120 Tahun Operasi Uraian ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, Biaya tenaga kerja 24,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, Sub-Jumlah 260,719, ,719, ,719, ,719, ,719, ,719, ,719, ,719, Biaya perawatan Perawatan tungku 200, , , , , , , , Perawatan kuali 350, , , , , , , , Perawatan gerobak 600, , , , , , , , Sub-Jumlah 1,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, ,150, Jumlah Pengeluaran 7,100, ,869, ,869, ,769, ,869, ,269, ,769, ,869, ,869, Keuntungan Tahunan - 7,100, ,880, ,880, ,980, ,880, ,480, ,980, ,880, ,880, Keuntungan Usaha ( ) 81,744, DF (14%) % PB ,131, ,641, ,773, ,081, ,177, ,716, ,400, ,965, PC 7,100, ,710, ,500, ,036, ,047, ,253, ,169, ,652, ,800, PV - 7,100, ,421, ,141, ,736, ,034, ,923, ,546, ,747, ,164, NPV 44,617,477 IRR % ROI B/C 1.04

137 121 Lampiran 28 Hasil analisis kelayakan usaha ikan layang pindang Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai produk 0 263,347, ,347, ,347, ,347, ,347, ,347, ,347, ,347, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,347, ,347, ,347, ,347, ,347, ,347, ,347, ,347, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Tungku (2 buah) 300, , , Kuali (2 buah) 1,400, ,400, Pisau/alat potong (5 buah) 150, Wadah (baskom) (4 buah) 560, , , Talenan (4 buah) 80, Gerobak 2,000, Jerigen air 400, , , Sub-Jumlah 4,890, ,260, ,400, ,260, Biaya Operasional Ikan segar 200,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, ,750, Bumbu-bumbuan 2,433, ,433, ,433, ,433, ,433, ,433, ,433, ,433, Kayu bakar 12,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, ,166, Minyak tanah 547, , , , , , , , Besek 18,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250, ,250,000.00

138 Kertas/Koran 778, , , , , , , , Air Tawar 1,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, ,460, Biaya tenaga kerja 24,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, Sub-Jumlah 260,719, ,719, ,719, ,719, ,719, ,719, ,719, ,719, Biaya perawatan Perawatan tungku 100, , , , , , , , Perawatan kuali 250, , , , , , , , Perawatan gerobak 400, , , , , , , , Sub-Jumlah 750, , , , , , , , Jumlah Pengeluaran 4,890, ,469, ,469, ,729, ,469, ,869, ,729, ,469, ,469, Keuntungan Tahunan -4,890, ,878, ,878, , ,878, , , ,878, ,878, Keuntungan Usaha ( ) 6,214, DF (14%) % PB ,006, ,637, ,752, ,922, ,774, ,977, ,243, ,318, PC 4,890, ,359, ,192, ,334, ,810, ,526, ,696, ,492, ,660, PV -4,890, ,647, ,445, , ,111, , , , , NPV 1,670,167 IRR 9.13% ROI B/C 1.00

139 123 Lampiran 29 Hasil analisis kelayakan usaha ikan etem pindang Tahun Operasi Uraian Arus Masuk 1.1 Nilai produk 0 260,975, ,975, ,975, ,975, ,975, ,975, ,975, ,975, Nilai sisa Jumlah Pemasukan ,975, ,975, ,975, ,975, ,975, ,975, ,975, ,975, Arus keluar 2.1 Biaya Investasi Tungku (2 buan) 500, , , Kuali (2 buah) 2,200, Pisau/alat potong (4 buah) 120, Wadah (baskom) (4 buah) 700, , , Talenan (4 buah) 84, Gerobak 2,200, Jerigen air 500, , , Sub-Jumlah 6,304, ,700, ,700, Biaya Operasional Ikan segar 182,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, ,500, Bumbu-bumbuan 6,083, ,083, ,083, ,083, ,083, ,083, ,083, ,083, Kayu bakar 14,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600, ,600, Minyak tanah 1,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, ,095, Besek

140 124 Tahun Operasi Uraian ,291, ,291, ,291, ,291, ,291, ,291, ,291, ,291, Kertas/Koran 1,557, ,557, ,557, ,557, ,557, ,557, ,557, ,557, Air Tawar 1,825, ,825, ,825, ,825, ,825, ,825, ,825, ,825, Biaya tenaga kerja 24,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, ,333, Sub-Jumlah 253,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, ,285, Biaya perawatan Perawatan tungku 200, , , , , , , , Perawatan kuali 300, , , , , , , , Perawatan gerobak 450, , , , , , , , Sub-Jumlah 950, , , , , , , , Jumlah Pengeluaran 6,304, ,235, ,235, ,935, ,235, ,235, ,935, ,235, ,235, Keuntungan Tahunan - 6,304, ,739, ,739, ,039, ,739, ,739, ,039, ,739, ,739, Keuntungan Usaha ( ) 44,210, DF (14%) % PB ,925, ,811, ,150, ,518, ,542, ,896, ,295, ,487, PC 6,304, ,013, ,626, ,749, ,527, ,042, ,600, ,602, ,124, PV - 6,304, ,911, ,185, ,401, ,990, ,500, ,295, ,693, ,362, NPV 23,036,901 IRR 77.90% ROI B/C 1.02

141 125

142 126 Lampiran 30 Format AHP hierarki pemilihan strategi pengembangan produk olahan hasil perikanan jenis ikan asin dan pindang

143 127 Lampiran 31 Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas kualitas SDM terkait kriteria pertumbuhan (growth)

144 128 Lampiran 32 Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas ketersediaan SDI terkait kriteria kesinambungan (sustainable)

145 129 Lampiran 33 Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas teknologi pengolahan terkait kriteria kesinambungan (sustainable)

146 130 Lampiran 34 Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas teknologi pengolahan terkait kriteria peningkatan daya saing produk

147 131 Lampiran 35 Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas kualitas SDM terkait kriteria peningkatan profit

148 132 Lampiran 36 Matriks analisis uji banding berpasangan kelima alternatif strategi pengembangan dalam mengakomodir pembatas teknologi pengolahan terkait kriteria profit

149 133 Lampiran 37 Perbandingan kontribusi strategi diversifikasi dengan strategi ekspansi dalam mengakomodir kriteria pengembangan produk olahan hasil perikanan

150 134 Lampiran 38 Perbandingan kontribusi strategi diversifikasi dengan strategi kombinasi dalam mengakomodir kriteria pengembangan produk olahan hasil perikanan

151 135 Lampiran 39 Perbandingan kontribusi strategi diversifikasi dengan strategi stabilitas dalam mengakomodir kriteria pengembangan produk olahan hasil perikanan

152 136 Lampiran 40 Perbandingan kontribusi strategi diversifikasi dengan strategi penciutan dalam mengakomodir kriteria pengembangan produk olahan hasil perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengelolaan Perikanan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengelolaan Perikanan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengelolaan Perikanan Sumber daya ikan mempunyai sifat yang spesifik yang dikenal dengan akses terbuka (open access) yang memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan Indonesia memiliki luas wilayah laut 5,8 juta km 2 yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi lestari perikanan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,4 juta ton per tahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dengan

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Januari Martha Prasetyani

SURAT PERNYATAAN. Bogor, Januari Martha Prasetyani ANALISIS KELAYAKAN USAHA DAN STRATEGI PERUSAHAAN PELATIHAN MATHMAGIC, STUDI KASUS PADA LEMBAGA PELATIHAN MATEMATIKA YAYASAN RUMAH AKAL DI BUKIT CIMANGGU, BOGOR MARTHA PRASETYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan Untuk mengetahui kondisi pemasaran produk olahan hasil perikanan terutama dari jenis ikan teri dan pindang di DKI Jakarta, maka

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data

III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu B. Metode Kerja 1. Pengumpulan data 15 III. METODE KAJIAN A. Lokasi dan Waktu Pengambilan data dilakukan di PT. Mitra Bangun Cemerlang yang terletak di JL. Raya Kukun Cadas km 1,7 Kampung Pangondokan, Kelurahan Kutabaru, Kecamatan Pasar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT. Oleh : Nandana Duta Widagdho A ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN KELINCI ASEP S RABBIT PROJECT, LEMBANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWA BARAT Oleh : Nandana Duta Widagdho A14104132 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data

III. METODE KAJIAN. B. Pengolahan dan Analisis Data 19 III. METODE KAJIAN Kajian ini dilakukan di unit usaha Pia Apple Pie, Bogor dengan waktu selama 3 bulan, yaitu dari bulan Agustus hingga bulan November 2007. A. Pengumpulan Data Metode pengumpulan data

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010

Gambar 1. Produksi Perikanan Tangkap, Tahun (Ribu Ton) Sumber: BPS Republik Indonesia, Tahun 2010 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan yang salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan keanekaragaman biota laut (perikanan dan kelautan). Dengan luas wilayah perairan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 43-49, Desember 2012 Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Strategic analysis

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA INDUSTRI KECIL OLAHAN CARICA (Studi Kasus pada Industri Kecil Olahan Carica di Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo) SKRIPSI SHINTA KARTIKA DEWI H34050442 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung sumber daya ikan yang sangat banyak dari segi keanekaragaman jenisnya dan sangat tinggi dari

Lebih terperinci

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah

AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI. Antung Deddy Radiansyah AN JUDUL ANALISIS KEBERLANJUTAN USAHA PENGOMPOSAN BERSUBSIDI Antung Deddy Radiansyah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ii RINGKASAN H. Antung Deddy R. Analisis Keberlanjutan Usaha

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data

III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu 3.2 Pengumpulan Data III. METODE KAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lokasi unit usaha pembenihan ikan nila Kelompok Tani Gemah Parahiyangan yang terletak di Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang, Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ANALISIS STRATEGI PEMASARAN PARIWISATA PANTAI PARANGTRITIS PASCA GEMPA BUMI DAN TSUNAMI DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA HARY RACHMAT RIYADI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Studi kelayakan yang juga sering disebut dengan feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian.

METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Penelitian Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 104 Saran 105 DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN 111 RIWAYAT HIDUP

6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 104 Saran 105 DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN 111 RIWAYAT HIDUP iii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 2 TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA NILA PUFF DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN IKM PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN. (Studi Kasus pada CV. X di Cibinong Bogor)

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA NILA PUFF DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN IKM PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN. (Studi Kasus pada CV. X di Cibinong Bogor) STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA NILA PUFF DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN IKM PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN (Studi Kasus pada CV. X di Cibinong Bogor) TIURMA YOSEPHINE NAINGGOLAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Investasi Investasi merupakan suatu tindakan pembelanjaan atau penggunaan dana pada saat sekarang dengan harapan untuk dapat menghasilkan dana di masa datang yang

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA HUBUNGAN EFEKTIVITAS SISTEM PENILAIAN KINERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA KANTOR PUSAT PT PP (PERSERO), TBK JULIANA MAISYARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

III. METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran

III. METODE KAJIAN Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN A. Kerangka Pemikiran Program PUGAR merupakan salah satu strategi pencapaian swasembada garam nasional oleh pemerintah dengan visi pencapaian target produksi garam 304.000 ton dan misi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai ilmu tentang perumusan 22 BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Manajemen Strategi Penelitian ini menggunakan perencanaan strategi sebagai kerangka teoretik. Manajemen strategi didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA

ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA BUDIDAYA UDANG GALAH PADA KELOMPOK TANI HURANG GALUNGGUNG KECAMATAN SUKARATU TASIKMALAYA Oleh AIDI RAHMAN H 24066055 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS

Lebih terperinci

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR

5 PERUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN PANCING DENGAN RUMPON DI PERAIRAN PUGER, JAWA TIMUR 45 Komposisi hasil tangkapan yang diperoleh armada pancing di perairan Puger adalah jenis yellowfin tuna. Seluruh hasil tangkapan tuna yang didaratkan tidak memenuhi kriteria untuk produk ekspor dengan

Lebih terperinci

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran

METODE KAJIAN. 3.1 Kerangka Pemikiran III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Potensi perikanan yang dimiliki Kabupaten Lampung Barat yang sangat besar ternyata belum memberikan kontribusi yang optimal bagi masyarakat dan pemerintah daerah.

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 2 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung merupakan daerah kepulauan dengan luas wilayah perairan mencapai 4 (empat) kali dari seluruh luas wilayah daratan Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ke konsumen semakin banyak dengan kualitasnya masing-masing. Keadaan ini

BAB I PENDAHULUAN. ke konsumen semakin banyak dengan kualitasnya masing-masing. Keadaan ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan kemajuan yang sangat besar pada perkembangan industri. Dengan mengembangkan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri perikanan adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan dalam bidang perikanan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan paket-paket teknologi. Menurut Porter (1990)

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN BAN MEDIUM COMMERCIAL TRUCK DI PASAR DOMESTIK PADA PT GOODYEAR INDONESIA, TBK. Oleh RATIH KUMALA DEWI H

ANALISIS STRATEGI PEMASARAN BAN MEDIUM COMMERCIAL TRUCK DI PASAR DOMESTIK PADA PT GOODYEAR INDONESIA, TBK. Oleh RATIH KUMALA DEWI H ANALISIS STRATEGI PEMASARAN BAN MEDIUM COMMERCIAL TRUCK DI PASAR DOMESTIK PADA PT GOODYEAR INDONESIA, TBK Oleh RATIH KUMALA DEWI H24102082 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pulau Ambon

1 PENDAHULUAN. Gambar 1 Peta Pulau Ambon 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ambon terletak di bagian selatan Pulau Ambon, tepatnya di daerah pesisir Teluk Ambon dan Teluk Baguala. Total luas wilayah Kota Ambon sekitar 786 km 2, terbagi atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lingkungan Industri Perusahaan Ekspor Pembekuan Menurut Rosyidi (2007), dalam melakukan kegiatan ekspor suatu perusahaan dapat menentukan sendiri kebijakan mengenai pemasaran

Lebih terperinci

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN 8.1 Perumusan Kebijakan Strategis Pengembangan Perikanan Kajian Pengembangan Perikanan Berbasis Karakteristik Spesifik dari Potensi Daerah menghasilkan dua

Lebih terperinci

Nofianty ABSTRAK

Nofianty ABSTRAK Nofianty - 0600670101 ABSTRAK PT. Surya Toto adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang saniter atau alat perlengkapan mandi. Tujuan penulisan dari skripsi ini adalah mengidentifikasikan masalah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ALOKASI PENGGUNAAN INPUT DAN ANALISIS FINANSIAL PADA USAHA PEMBESARAN IKAN GUPPY DI DESA PARIGI MEKAR, KECAMATAN CISEENG KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT FANJIYAH WULAN ANGRAINI SKRIPSI PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KELOMPOK PEMBUDIDAYA IKAN MELALUI PROGRAM REPLIKA SKIM MODAL KERJA (Studi Kasus Kelompok Tani Ikan Mekar Jaya di Lido, Bogor) RINI ANDRIYANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H

STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR. Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H STUDI KELAYAKAN BISNIS PENGEMBANGAN USAHA ISI ULANG MINYAK WANGI PADA USAHA PERSEORANGAN BOSS PARFUM, BOGOR Oleh MOCH. LUTFI ZAKARIA H24077027 PROGRAM SARJANA MANAJEMEN PENYELENGGARAAN KHUSUS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal. A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang memiliki lebih dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km. Hal ' ini menjadikan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR

STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR STRATEGI PEMASARAN PRODUK JUS JAMBU MERAH JJM KELOMPOK WANITA TANI TURI, KELURAHAN SUKARESMI, KECAMATAN TANAH SAREAL, KOTA BOGOR Oleh PITRI YULIAN SARI H 34066100 PROGRAM SARJANA AGRIBISNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN

PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN PENGEMBANGAN SISTEM MONITORING DAN EVALUASI PROYEK AGROINDUSTRI JAMBU METE NAPISMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAITESISDANSUMBER INFORMASI Dengan inimenyatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan dua per tiga wilayahnya berupa perairan dan mempunyai potensi sumber daya ikan sekitar 6,4 juta ton/tahun. Dengan besarnya potensi tersebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI

ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI ANALISIS KENDALA INVESTASI BAGI PENANAM MODAL UNTUK INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN ORIENTASI EKSPOR FEBRINA AULIA PRASASTI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

Universitas Bina Nusantara

Universitas Bina Nusantara Universitas Bina Nusantara Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Teknik Industri Semester Ganjil 2004 / 2005 Usulan Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Suatu Sistem Manajemen Strategis Di PT. Dunia

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIS PT. ANGGREK PERSADA INDAH DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN BISNIS ANGGREK DENDROBIUM. Oleh. MASTA HERAWATI br SINULINGGA

ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIS PT. ANGGREK PERSADA INDAH DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN BISNIS ANGGREK DENDROBIUM. Oleh. MASTA HERAWATI br SINULINGGA ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIS PT. ANGGREK PERSADA INDAH DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN BISNIS ANGGREK DENDROBIUM Oleh MASTA HERAWATI br SINULINGGA A07400002 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN

PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013, No.44 10 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.27/MEN/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN DAN PERIKANAN PEDOMAN UMUM INDUSTRIALISASI KELAUTAN

Lebih terperinci

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA

PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA 1 PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP KESEJAHTERAAN DAN KINERJA GURU DI KABUPATEN SUMEDANG RIZKY RAHADIKHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,

Lebih terperinci

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian

Gambar 3. Kerangka pemikiran kajian III. METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Kajian Usaha pengolahan pindang ikan dipengaruhi 2 (dua) faktor penting yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi aspek produksi, manajerial,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Proyek Menurut Kadariah et al. (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A

FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A FORMULASI STRATEGI PEMASARAN OBAT TRADISIONAL PADA TAMAN SYIFA DI KOTA BOGOR, JAWA BARAT Oleh : FANNY SEFTA ADITYA PUTRI A14104093 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Strategi Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Menurut David (2008) strategi merepresentasikan tindakan yang akan diambil

Lebih terperinci

KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG

KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG KAJIAN PERILAKU KONSUMEN TERHADAP STRATEGI PEMASARAN TEH HERBAL DI KOTA BOGOR E. SRIVISHNU HERLAMBANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

4. IDENTIFIKASI STRATEGI

4. IDENTIFIKASI STRATEGI 33 4. IDENTIFIKASI STRATEGI Analisis SWOT digunakan dalam mengidentifikasi berbagai faktor-faktor internal dan eksternal dalam rangka merumuskan strategi pengembangan. Analisis ini didasarkan pada logika

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2010, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Pelabuhan Perikanan Nasional (PPN) Palabuhanratu sebagai lokasi proyek minapolitan perikanan tangkap.

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Agribisnis Agribisnis sering diartikan secara sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian.sistem agribisnis sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA SKRIPSI EMMY WARDHANI A14102528 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci