BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu dan yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Berikut ini adalah penelitian dengan objek beberapa bahasa etnis di Indonesia yang menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan dalam penelitian Khazanah Verbal Kepadian Komunitas Tutur Bahasa Kodi, Sumba Barat Daya: Kajian Ekolinguistik. Mbete (2002) menulis artikel berjudul Ungkapan-ungkapan Verbal dalam Bahasa Lio dan Fungsinya dalam Melestarikan Lingkungan. Mbete mengkaji bentuk, makna, dan fungsi yang terkandung dalam ungkapan verbal yang berkaitan dengan pemeliharaan lingkungan. Penelitian Mbete menggunakan kajian linguistik kebudayaan untuk menjawab permasalahan, khususnya etnografi berbahasa yang membedah bahasa dalam konteks sosial budaya tertentu. Sumber data dalam penelitian Mbete berupa bahasa lisan seperti tuturan para tetua adat, para tetua kampung, para orang tua yang hadir dalam konteks adat Po o (upacara menolak hama), wacana pertemuan di balai desa, tuturan para orang tua khususnya bapak-bapak, dan wacana/ungkapan lainnya. Konteks budaya yang disasar dalam penelitian Mbete mencakup situasi pelaksanaan ritual Po o, situasi tuturan keseharian, dan situasi pengolahan lahan garapan. Teknik 13

2 14 yang digunakan adalah teknik wawancara untuk mendapatkan data tentang makna harfiah dan makna per glos. Temuan dalam penelitian Mbete berupa ungkapan verbal yang berfungsi dalam pelestarian lingkungan yang terdiri atas (1) ungkapan yang berkaitan dengan alam semesta; (2) ungkapan yang berkaitan dengan penggarapan lahan; (3) ungkapan yang berkaitan dengan pelestarian hutan lindung mini dan sumber air; (4) ungkapan yang berkaitan dengan pelestarian pantai dan laut; (5) ungkapan yang berkaitan dengan pemeliharaan dan keserasian; dan (6) ungkapan yang berkaitan dengan hubungan antarsesama warga etnis Lio. Penelitian Mbete memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan terletak pada sumber data yang berupa data lisan. Perbedaan yang nyata terletak pada data kebahasaan. Pada penelitian Mbete, data yang diambil adalah bahasa Lio dengan mengambil ungkapan verbal dalam konteks ritual Po o (upacara menolak hama), sedangkan penelitian ini menggunakan bahasa Kodi dengan mengambil khazanah verbal yang menyangkut kepadian. Secara teoretis, kedua penelitian ini menggunakan kajian yang berbeda untuk membedah permasalahan. Penelitian Mbete menggunakan linguistik kebudayaan khususnya etnografi berbahasa, sedangkan penelitian ini menggunakan kajian ekolinguistik. Penelitian Mbete tidak menjelaskan bentuk, fungsi, dan makna ungkapan pelestari lingkungan tersebut secara eksplisit. Pemaparannya hanya berfokus pada fungsi ungkapan tersebut dengan tidak menjelaskan secara lugas bentuk dan maknanya. Berdasarkan perbedaan arah penelitian, penelitian ini mencoba untuk menggali

3 15 bentuk leksikon, fungsi, dan makna KVK Komunitas Tutur Bahasa Kodi dengan menggunakan teori ekolinguistik. Rasna (2010) mengadakan penelitian berjudul Pengetahuan dan Sikap Remaja terhadap Tanaman Obat Tradisional di Kabupaten Buleleng dalam Rangka Pelestarian Lingkungan: Sebuah Kajian Ekolinguistik. Dalam penelitiannya, Rasna mengkaji pengetahuan tanaman obat tradisional dengan menggunakan tes kompetensi leksikal tanaman obat dan sikap remaja terhadap tanaman obat. Penelitian Rasna dilakukan di Bali, tepatnya di 25 desa yang terletak di sembilan kecamatan di Buleleng dengan total informan sebanyak 125 orang. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan bantuan kuesioner terstruktur. Kajian yang digunakan dalam penelitian Rasna adalah kajian ekolinguistik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif dengan menggunakan dua model pertanyaan, yaitu pertanyaan model A dan pertanyaan model B. Pertanyaan model A digunakan untuk mengetahui kompetensi leksikal tanaman obat tradisional. Model A menggunakan lima indikator, yaitu sangat banyak, banyak, ada, sedikit, dan tidak ada/tidak tahu. Model pertanyaan ini sebanyak sepuluh buah dan setiap pilihan memiliki nilai tersendiri. Pertanyaan model B digunakan untuk mengetahui pengetahuan tanaman obat tradisional dengan memilih jawaban yang dianggap benar. Pertanyaan ini berjumlah 25 buah. Data sikap remaja terhadap tanaman obat tradisional dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner pola Likert. Kuesioner ini terdiri atas lima indikator, yaitu sangat setuju/sangat peduli/sangat perhatian

4 16 (skor 5), setuju/peduli/perhatian (skor 4), tidak setuju/tidak tahu (skor 3), kurang setuju/kurang peduli/kurang perhatian (skor 2), sangat tidak setuju/sangat tidak peduli/tidak perhatian (skor 1). Temuan dalam penelitian Rasna adalah pengetahuan para remaja tentang tumbuhan dan tanaman obat masih kurang, baik remaja desa maupun remaja kota. Kurangnya perhatian ini terlihat pada ketidaktahuan para remaja desa dan kota terhadap pohon atau tanaman yang ditanyakan dalam daftar pertanyaan model A. Ketidaktahuan tersebut menunjukkan interaksi yang jarang dilakukan antara remaja dan lingkungannya, bahkan mungkin sudah tidak pernah terjadi interaksi antara para remaja dengan lingkungan tanaman obat. Penyusutan leksikal tanaman obat pada para remaja dipengaruhi oleh faktor sosio-kultural, sosio-ekologis, dan sosio-ekonomi. Perubahan sosio-kultural terjadi karena beralihnya pengobatan tradisional ke pengobatan modern sehingga berdampak pada minimnya penggunaan tanaman obat karena tergantikan oleh obat medis. Akibatnya, para remaja mulai kehilangan konsep kognitif tentang tanaman obat itu. Pada faktor sosio-ekologis, adanya perubahan sosial pada lingkungan yang dapat membawa dampak semakin langkanya tumbuhan obat sehingga sulit untuk ditemukan, sedangkan pada faktor sosio-ekonomi masyarakat lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan hidupnya dibandingkan dengan mengupayakan tanaman obat untuk kesehatan. Ketiga faktor ini sangat berpengaruh terhadap ekologi tanaman obat. Akibatnya, para remaja makin sulit mengenali tanaman obat tradisional sehingga terjadi penyusutan leksikal tanaman obat.

5 17 Selain yang disebutkan di atas, penelitian Rasna juga memaparkan bahwa perubahan ekologi dapat menyebabkan penyusutan leksikal, yaitu mulai dari (1) pernah melihat dan mendengar; (2) tidak pernah melihat, tetapi pernah mendengar; (3) pernah melihat sekilas karena sangat jarang ada; (4) tidak pernah melihat hanya mendengar sekilas; dan (5) tak pernah melihat, mendengar, apalagi memakai bentuk leksikal itu yang menunjukkan kepunahan suatu bentuk leksikal. Penelitian ini dan penelitian Rasna memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya terletak pada aspek teoretis yang sama-sama menggunakan teori ekolinguistik. Namun, penelitian Rasna tidak menyebutkan teori tersebut secara eksplisit. Penelitian Rasna hanya menjelaskan bahwa ekolinguistik mencoba mengkaji lingkungan dalam perspektif linguistik. Perubahan sosial-ekologis memengaruhi penggunaan bahasa dan terjadi perubahan nilai budaya dalam suatu masyarakat. Sejumlah kosakata tidak dikuasai lagi oleh penutur remaja karena hilangnya sebagian unsur sosial-budaya dan unsur sosial-ekologis pada komunitas itu. Perbedaan yang nyata terletak pada data kebahasaan dan permasalahan yang diangkat. Rasna dalam penelitiannya mengambil data berbahasa Bali yang mengkhususkan pada tanaman obat dengan mengangkat permasalahan pengetahuan dan sikap remaja terhadap tanaman obat, sedangkan data dalam penelitian ini adalah data berbahasa Kodi khususnya KVK dengan mengangkat permasalahan bentuk linguistik, fungsi, dan makna. Perbedaannya juga terletak pada pendekatan yang dipakai. Penelitian Rasna menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Meskipun lebih banyak perbedaannya, secara substantif penelitian

6 18 Rasna memberikan konstribusi dalam hal fungsi KVK yang berupa fungsi sosiokultural dan fungsi sosio-ekologis yang termasuk ke dalam fungsi sosiologis dan fungsi biologis. Adisaputera (2010) mengadakan penelitian berjudul Ancaman terhadap Kebertahanan Bahasa Melayu Langkat: Studi pada Komunitas Remaja di Stabat Kabupaten Langkat. Adisaputera menemukan dan mengungkap pilihan bahasa, sikap bahasa, faktor-faktor sosial-budaya, dan faktor-faktor sosial-ekologis serta pengaruhnya terhadap kebertahanan bahasa pada komunitas remaja Melayu Langkat di Stabat. Kajian dan pendekatan yang digunakan adalah sosiolinguistik dengan tiga teori umum, yaitu etnografi komunikasi, ekolinguistik, dan psikologi sosial. Dalam kajian ekolinguistik, penelitian Adisaputera menggunakan konsep yang diberikan oleh Haugen yang berupa tiga konstituen dalam ekolinguistik dan teori dialektika dalam ekolinguistik yang di dalamnya terkandung dimensi praksis sosial. Penelitian Adisaputera menggunakan teori ekolinguistik untuk menjawab permasalahan perubahan ekologi komunitas Melayu dan perubahan konseptual penutur tentang entitas yang terkait dengan ekologi Melayu tersebut. Adisaputera berpandangan bahwa kajian sosiolinguistik bukan hanya kajian hubungan antara bahasa dan masyarakat, melainkan juga hubungan timbal balik antara bahasa, masyarakat, dan lingkungan. Apabila dikaitkan dengan variabel lingkungan, sosiolinguistik memerlukan satu konstituen baru, yaitu ekolinguistik. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif berkaitan erat dengan aspek penutur yang berfungsi untuk mengetahui kompetensi

7 19 leksikal responden terhadap bahasa Melayu Langkat, sedangkan metode kualitatif berkaitan erat dengan aspek linguistik. Temuan penelitian Adisaputera berupa penyusutan konsepsi leksikal yang didapatkan dari hasil tes kompetensi leksikal yang rendah pada komunitas remaja di Stabat. Hal ini menunjukkan adanya penghilangan konsep ekologi Melayu dalam alam pikiran komunitas remaja tersebut. Ketidakpahaman komunitas remaja terhadap beberapa leksikal yang diujikan disebabkan oleh intensitas pemakaiannya yang kurang di masyarakat. Leksikal berupa benda sekitar, hewan, tumbuhan, alat tradisional, peristiwa sehari-hari, dan semua yang terkait dengan lingkungan alamiah komunitas Melayu telah hilang dalam konseptual sebagian besar penutur remaja. Banyak hewan dan tumbuhan di sekitar lingkungan komunitas Melayu di Stabat hampir punah, bahkan sudah punah sehingga leksikon tentang entitas itu hilang. Tingginya mobilitas sosial remaja juga menyebabkan berkurangnya intensitas mereka dengan lingkungan alamiah yang tradisional. Hasil penyelidikan terhadap konsepsi leksikal remaja tidak hanya mengungkap aspek kebahasaan, tetapi juga mengungkap pengetahuan mereka tentang dunia Melayu, tempat tinggal mereka. Hilangnya pemahaman leksikal komunitas remaja tentang unsur-unsur tradisi etnis menandai hilangnya konseptual mereka tentang lingkungan alamiah dan peradaban Melayu di Stabat. Penelitian Adisaputera memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Kesamaan yang substansial terdapat dalam penggunaan teori ekolinguistik dengan menerapkan dimensi logis. Penelitian ini tidak hanya menggunakan model dialog logis, tetapi juga menerapkan model-model yang lain berupa model

8 20 hierarki dialektikal, model matriks semantik, dan model referensial. Dalam penelitian Adisaputera, ekolinguistik bukanlah sebagai teori payung, melainkan sebagai teori umum yang membantu kerja teori sosiolinguistik, sedangkan penelitian ini menggunakan teori ekolinguistik dengan model-modelnya sebagai teori payung. Perbedaan juga terletak pada permasalahan yang diangkat. Penelitian Adisaputera mengungkap pilihan bahasa, sikap bahasa, faktor-faktor sosial budaya, dan faktor-faktor sosial ekologis serta pengaruhnya terhadap kebertahanan bahasa pada komunitas remaja Melayu Langkat di Stabat, sedangkan penelitian ini membahas bentuk leksikon, fungsi, dan makna KVK komunitas tutur bahasa Kodi, Sumba Barat Daya. Penelitian Adisaputera memberikan ilham pada penelitian ini dengan menerapkan model dimensi logis pada teori ekolinguistik. Berdasarkan perbedaan arah penelitian, penelitian ini mencoba untuk menggali fungsi KVK dengan menggunakan dimensi logis yang terdiri atas dimensi ideologis, sosiologis, dan dimensi biologis yang mencakup lingkungan sosial, budaya, dan lingkungan alam. Sukhrani (2010) mengadakan penelitian berjudul Leksikon Nomina Bahasa Gayo dalam Lingkungan Kedanauan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik. Penelitian Sukhrani mengkaji pemahaman leksikon guyub tutur bahasa Gayo yang berhubungan dengan lingkungan ragawi Danau Lut Tawar, perangkat leksikon nomina, verba, dan adjektiva menyangkut lingkungan ragawi Danau Lut Tawar, dan dinamika lingkungan budaya kedanauan, kebertahanan, dan pergeseran leksikon bahasa Gayo di lingkungan Danau Lut Tawar. Data dianalisis dengan

9 21 menggunakan teori ekolinguistik dan teori pergeseran dan pemertahanan bahasa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa berbagai pengetahuan lokal dan kearifan ekologi masyarakat Gayo di sekitar Danau Lut Tawar telah banyak yang hilang, terutama pada nama-nama biota Danau Lut Tawar dan istilah-istilah dalam teknologi tradisional perikanan. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor cara pandang masyarakat yang berlebihan terhadap merebaknya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang diajarkan pada pendidikan formal modern dan tidak adanya pewarisan pengetahuan lokal dan kearifan ekologi dari generasi tua kepada generasi selanjutnya. Hal tersebutlah yang mengakibatkan terjadinya erosi bahasa ibu, kemudian berlanjut menjadi erosi pengetahuan lokal dan kearifan ekologi, pada akhirnya terjadi berbagai bencana ekologi. Dalam hal teori, penelitian Sukhrani masih belum menjelaskan teori ekolinguistik secara mendalam. Penelitian Sukhrani memiliki kekurangan karena hanya menyebutkan leksikon-leksikon nomina yang berhubungan dengan lingkungan kedanauan Lut Tawar. Jadi, dalam penelitian ini tidak hanya termuat leksikon, tetapi juga unsur-unsur verbal yang lain yang tercakup dalam khazanah verbal. Baru (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Khazanah Leksikon Alami Guyub Tutur Karoon: Kajian Ekoleksikal mengkaji tingkat pengetahuan dan pemahaman leksikon Guyub Tutur Karoon yang berhubungan dengan lingkungan alam dan faktor-faktor yang memengaruhi dinamika perkembangan leksikon alami bahasa Karoon. Landasan teori yang digunakan adalah ekolinguistik dan

10 22 semantik leksikal. Penelitian Baru menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan kualitatif untuk menjawab faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan bahasa Karoon, sedangkan pendekatan kuantitatif untuk menjelaskan pengetahuan leksikon dan pemahaman manfaat tumbuhan dan hewan melalui indikator-indikator yang telah ditetapkan. Melalui indikator tersebut dapat diperoleh gambaran leksikon-leksikon tumbuhan dan hewan yang masih bertahan atau mengalami penyusutan berdasarkan jumlah perhitungan persentase. Penelitian Baru berlokasi di Kampung Senopi, Distrik Senopi, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat. Penelitian Baru menggunakan pendekatan kuantitatif. Responden yang dipilih dalam penelitian Baru sebanyak 100 orang yang berdomisili di Kampung Senopi, Distrik Senopi. Responden dibedakan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Leksikon tumbuhan dan hewan sebanyak 210 leksikon diujikan kepada para responden. Leksikon tersebut disiapkan dalam bentuk pilihan ganda. Pengujian kompetensi leksikon dibagi menjadi dua, yaitu pengujian pengetahuan leksikon tumbuhan dan hewan dan pengujian pengetahuan manfaat tumbuhan dan hewan. Ada enam indikator yang digunakan oleh Baru untuk pengujian kompetensi leksikon, antara lain (1) tahu, kenal, diakrabi dengan baik dan sampai sekarang jumlah atau referennya masih banyak; (2) tahu, kenal, diakrabi dengan baik, tetapi jumlah atau referennya sudah mulai berkurang; (3) tahu, tetapi tidak kenal dan diakrabi dengan baik; (4) tidak tahu, tetapi pernah atau sering mendengar namanya (karena jarang dilihat atau didengar, bahkan sudah hilang atau punah); (5) tidak tahu dan tidak pernah melihat dan mendengar namanya; dan (6) tidak tahu, tetapi pernah atau sering menggunakan bentuk

11 23 leksikonnya dalam percakapan. Berdasarkan akumulasi indikator di atas dapat dihasilkan jumlah presentasi yang nantinya dicocokkan dengan tingkatan persentase yang telah ditentukan. Penelitian Baru memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Secara teoretis, persamaan terletak pada teori yang digunakan, yaitu teori ekolinguistik. Teori ekolinguistik dalam penelitian Baru membedah makna-makna alami suatu bahasa yang mengkhususkan hanya pada tataran leksikon terutama leksikon-leksikon yang berhubungan dengan alam. Penelitian Baru menggunakan pandangan yang dikemukakan oleh Haugen, Sapir, dan tiga dimensi yang dikemukakan oleh Bang dan Døør. Penelitian ini menggunakan kajian ekolinguistik dengan menerapkan seluruh model yang dikembangkan oleh Bang dan Døør yang berupa model dimensi logis, model hierarki dialektikal, model matriks semantik, dan model referensial. Persamaan juga terlihat dalam jenis data yang sama-sama menggunakan data lisan. Perbedaan terletak pada data kebahasaan dan permasalahan. Penelitian Baru mengambil bahasa Karoon dengan mengkaji tingkat pengetahuan dan pemahaman leksikon Guyub Tutur Karoon yang berhubungan dengan lingkungan alam dan faktor-faktor yang memengaruhi dinamika perkembangan leksikon alami bahasa Karoon, sedangkan penelitian ini mengambil data berbahasa Kodi dengan mengkaji bentuk leksikon, fungsi, dan makna KVK. Perbedaan secara metodologis terletak pada pendekatan penelitian. Penelitian Baru menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian Baru memberikan

12 24 kontribusi terhadap penelitian ini dengan melihat fungsi KVK dalam dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis. Laza (2012) dengan penelitiannya yang berjudul Khazanah Leksikon dan Budaya Keladangan Masyarakat Tolaki: Kajian Ekolinguistik. Penelitian Laza mengkaji leksikon bahasa Tolaki dialek Konawe yang berhubungan dengan lingkungan ladang, perangkat leksikon nomina, verba, adjektiva, ungkapan yang berhubungan dengan lingkungan ladang Konawe, dan dinamika budaya dan pelestarian leksikon bahasa Tolaki dalam lingkungan ladang Konawe. Teori yang digunakan dalam penelitian Laza adalah teori ekolinguistik dan teori sosiolinguistik, tepatnya pergeseran dan pemertahanan bahasa. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian Laza memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian ini. Persamaan terletak pada teori dan jenis data. Penelitian ini dan penelitian Laza sama-sama menggunakan teori ekolinguistik. Penelitian Laza menerapkan pendapat Sapir dan tiga dimensi ideologis, sosiologis, dan biologis, sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada semua model yang dikemukakan oleh Bang dan Døør. Persamaan juga terletak pada pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian Laza dan penelitian ini sama-sama menggunakan data lisan. Perbedaan yang mendasar terletak pada data kebahasaan. Penelitian Laza meneliti bahasa Tolaki dialek Konawe dengan mengkaji khazanah leksikon dan budaya keladangan, sedangkan penelitian ini meneliti data KVK berbahasa Kodi dengan mengkaji bentuk leksikon, fungsi, dan makna. Penelitian Laza

13 25 memberikan kontribusi dalam penelitian ini dalam hal pemaparan bentuk leksikon yang berupa leksikon. Darlan (2012) mengadakan penelitian berjudul Perbandingan Kosakata Tumbuhan dan Hewan dalam Bahasa Karo dan Bahasa Melayu Suatu Kajian Ekolinguistik. Penelitian Darlan membandingkan kosakata tumbuhan dan hewan dalam dua bahasa, yaitu bahasa Karo dan bahasa Melayu. Teori yang digunakan dalam penelitian Darlan adalah teori ekolinguistik. Hasil analisis menunjukkan bahwa kosakata hewan di daerah Karo yang hidup di dataran tinggi dan dingin berbeda dengan kosakata hewan yang hidup di daerah Melayu. Kosakata hewan di daerah Karo memiliki variasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan daerah Melayu yang memiliki variasi hewan yang lebih banyak. Hal tersebut dapat diamati dari kosakata hewan bahasa Karo yang berjumlah 41 kosakata, sedangkan kosakata hewan bahasa Melayu berjumlah 52 kosakata. Berbanding terbalik dengan kosakata hewan, kosakata tumbuhan yang ada di tanah Karo memiliki variasi lebih banyak dibandingkan dengan kosakata tumbuhan di daerah Melayu. Hal ini disebabkan oleh tumbuhan dapat tumbuh subur di dataran tinggi daripada dataran tendah. Hal tersebut dapat diamati dari kosakata tumbuhan bahasa Karo yang berjumlah 96 kosakata, sedangkan kosakata tumbuhan bahasa Melayu berjumlah 27 kosakata. Dalam hal teori, penelitian Darlan masih belum menjelaskan teori ekolinguistik secara mendalam. Penelitian Darlan memiliki kekurangan karena hanya mendaftarkan kosakata hewan dan tumbuhan. Berdasarkan hal tersebut,

14 26 penelitian ini tidak hanya memuat leksikon, tetapi juga memuat unsur-unsur verbal lain yang tercakup dalam khazanah verbal. Warami (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Khazanah Pengetahuan Lokal Etnik Waropen-Papua: Studi Awal Ekolinguistik mengkaji pengetahuan lokal yang dimiliki warga etnik Waropen yang berbasis pada fakta bahasa dan ekologi. Penelitian Warami membahas sistem pengetahuan alat teknologi tradisional, sistem pengetahuan penanda pohon sagu, sistem pengetahuan musim, sistem pengetahuan pasang surut air, sistem pengetahuan rasi bintang, dan sistem pengetahuan arah mata angin. Penelitian Warami menggunakan teori ekolinguistik yang dipertegas dengan memaparkan (1) prinsip dasar ekolinguistik yang terdiri atas tiga komponen, yaitu ideologi, psikologis, dan sosiologis; (2) parameter ekolinguistik yang terdiri atas interrelationships, environment, dan diversity; (3) paradigma ekolinguistik yang terdiri atas lingkungan ragawi dan lingkungan sosial; (4) ruang kaji ekolinguistik yang terbagi menjadi linguistik historis komparatif, linguistik demografi, sosiolinguistik, dialinguistik, dialektologi, filologi, linguistik perspektif, glotopolitik, etnolinguistik, dan tipologi bahasabahasa disuatu lingkungan; dan (5) relasi ekolinguistik, yaitu adanya hubungan antara fakta bahasa dan lingkungan yang terwujud dalam relasi antara ideologis, sosiologis, dan biologis dan analisis kelinguistikan yang terdiri atas ekofonologi, ekomorfologi, ekosintaksis, ekosemantik, dan ekowacana. Berdasarkan penelitian Warami, penelitian ini lebih menekankan kajian ekolinguistik yang dipakai dalam mengungkap permasalahan. Teori ekolinguistik dalam penelitian ini menjawab permasalahan bentuk leksikon, fungsi, dan makna

15 27 dengan berpedoman pada lingkungan bahasa, parameter ekolinguistik, dan model ekolinguistik yang dikembangkan lagi dan disesuaikan dengan permasalahan penelitian. Erawati (2013) dalam penelitiannya yang berjudul Erosi Leksikon Bidang Persawahan di Bali: Suatu Kajian Ekolinguistik mengkaji tentang penguasaan dan pengetahuan leksikon yang berkaitan dengan bidang persawahan di Bali. Penelitian ini menggunakan teori ekolinguistik dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Leksikon dalam bidang persawahan di Bali diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kelompok nominal dan kelompok verbal. Kelompok nominal dibagi lagi menjadi nomina konkret, nomina magis, dan nomina bilangan. Selain itu, disajikan juga perumpamaan dengan mengambil leksikon yang berhubungan dengan persawahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan banyak leksikon persawahan yang cenderung tidak pernah digunakan dan akhirnya hilang. Hal itu lebih dipertegas lagi dengan keterangan generasi muda yang memiliki kadar ketidaktahuan leksikon persawahan sebesar 80% ke atas. Perbedaan penelitian Erawati dengan penelitian ini terletak pada permasalahan penelitian. Penelitian Erawati meneliti persawahan, sedangkan penelitian ini meneliti kepadian yang dikhususkan pada padi yang ditanam di ladang. Selain itu, perbedaan juga terletak pada pendekatan penelitian. Penelitian Erawati menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif, sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif saja yang lebih menekankan kepada unsur kebahasaan. Penelitian Erawati memiliki kekurangan karena hanya mendaftarkan leksikon verba dan nomina. Berdasarkan hal tersebut,

16 28 penelitian ini tidak hanya memuat leksikon, tetapi juga memuat unsur-unsur verbal lain yang tercakup dalam khazanah verbal. 2.2 Konsep Khazanah Verbal Kepadian Khazanah verbal adalah sebuah fenomena kebahasaan yang dibentuk oleh lingkungan sosial-budaya dan alam serta ideologi komunitas penuturnya. Khazanah verbal adalah satuan bahasa yang bertugas untuk mengekspesikan fungsi sosial-budaya serta fungsi ekologis dalam konteks budaya dan konteks ekologi. Kepadian adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan padi. KVK adalah sebuah fenomena bahasa dalam bentuk lisan yang terbentuk dalam lingkungan sosial-budaya dan lingkungan alam yang mengekspresikan fungsi sosial-budaya dan fungsi ekologis dalam konteks ekologi kepadian yang didukung juga oleh konteks budaya. Dalam hubungannya dengan penelitian ini, KVK adalah realitas bahasa lingkungan dan realitas karakter komunitas tutur bahasa Kodi. KVK merepresentasikan pengetahuan dan keterampilan masyarakat lokal, budaya, dan kehidupan pertanian tradisional. Melalui khazanah verbal suatu bahasa, karakter lingkungan alam, karakter lingkungan sosial-budaya, dan karakter masyarakat dapat dipahami secara jelas.

17 Komunitas Tutur Bahasa Kodi, Sumba Barat Daya Komunitas tutur bahasa Kodi adalah komunitas tutur yang secara geografis dan sosio-kultural-ekologis menempati Kabupaten Sumba Barat Daya dengan wilayah persebaran bahasa Kodi yang meliputi Kecamatan Kodi, Kecamatan Kodi Utara, Kecamatan Kodi Bangedo, dan Kecamatan Kodi Balaghar Ekolinguistik Ekolinguistik bisa dikatakan sebagai paradigma baru yang menghubungkan bahasa dengan lingkungan. Fenomena kebahasaan yang berhubungan dengan lingkungan untuk pertama kalinya telah dicetuskan oleh Edward Sapir pada tahun 1912 dalam sebuah artikel yang berjudul Language and Environment. Dalam hubungannya antara bahasa dan lingkungan, Sapir (dalam Fill dan Mühlhäusler, 2001: 13) mendeskripsikan bahasa sebagai simbol kompleks yang mencerminkan keseluruhan latar belakang fisik dan sosial suatu komunitas tutur dan pengaruh lingkungan fisik dan lingkungan sosial terhadap komunitas tutur tersebut. Di pihak lain menurut Sapir juga (dalam Fill dan Mühlhäusler, 2001: 13), lingkungan secara langsung hanya dapat memengaruhi individu, tetapi dalam kasus lain ditemukan juga bahwa lingkungan secara murni dapat memengaruhi karakter komunal. Pengaruh ini adalah ciri atau karakter umum yang dapat diinterpretasikan sebagai hasil dari proses yang berbeda dari pengaruh lingkungan terhadap individu. Pada tahun 1970, Haugen untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah ecology of language (1972: 325, dalam Fill dan Mühlhäusler, 2001: 57). Haugen

18 30 memaparkan ecology of language may be defined as the study of interactions between any given language and its environment. Ekologi bahasa dalam petikan di atas dapat didefinisikan sebagai sebuah studi tentang interaksi atau hubungan timbal balik antara bahasa tertentu dan lingkungannya. Haugen menegaskan bahwa bahasa berada dalam pikiran penggunanya dan bahasa berfungsi dalam hubungan antarpenggunanya satu sama lain dan lingkungan, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan alam. Dalam perkembangannnya, ekolinguistik sebagai cabang ilmu linguistik tidak terlepas dari linguistik dialektikal. Linguistik dialektikal dicetuskan oleh Bang dan Døør pada tahun 1970-an, kemudian pada tahun 1990 Bang dan Døør membentuk kelompok riset yang diberi nama ELI Research Group: Ecology - Language - Ideology (Bang dan Døør, 1990: 5 dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 9). Bersama dengan kelompok risetnya, Bang dan Døør mencetuskan teori linguistik dialektikal untuk menstabilkan dan mengubah cara serta pandangan dalam penggunaan bahasa (Bang & Døør, 1993: 1). Bang dan Døør (1996: 1) menyatakan bahwa teori linguistik adalah keterkaitan antara ekologi yang merefleksikan manusia dan permasalahan-permasalahan dalam fenomena bahasa. Teori linguistik juga merupakan teori ekologi, yaitu sebuah pendekatan ekologi yang menyelidiki objek penelitian dalam hubungannya dengan lingkungan sebagai sebuah penyelidikan relasional (Bang dan Døør, 1996: 3). Bang dan Døør (1996: 1) menekankan bahwa linguistik adalah penelitian bahasa yang mendeskripsikan fenomena alam, kehidupan bahasa, dan implikasi kontekstual dan situasional bahasa. Objek penelitian linguistik merupakan sebuah

19 31 kompleksitas kehidupan, fenomena alam, dan fenomena budaya yang membentuk dan dibentuk oleh situasi dalam dimensi sinkronis dan diakronis. Bahasa tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya, bahasa tidak berarti tanpa adanya lingkungan. Setiap deskripsi linguistik juga merupakan deskripsi implikasi lingkungan bahasa. Lingkungan bahasa berupa lingkungan ideologis (organisasi mental), lingkungan sosiologis (organisasi sosial), dan lingkungan biologis (organisasi fisik). Fill (1993) menyatakan bahwa ekolinguistik adalah istilah umum untuk pendekatan yang mengombinasikan studi bahasa (bahasa-bahasa) dengan ekologi (dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 40). Selain itu, Bunsdgaard dan Steffensen menyatakan bahwa ekolinguistik adalah studi tentang interrelasi dimensi biologis, sosiologis, dan ideologis bahasa (dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 11) dan studi tentang intrarelasi, interrelasi, dan ekstrarelasi dan hubungannya satu sama lain (dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 19). Bunsdgaard dan Steffensen juga menyatakan bahwa ekolinguistik mengenai bahasa secara keseluruhan, yang meliputi dimensi pragmatik, semantik, sintaktik, morfologi, fonetik, dan dimensi lainnya (dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 33). Bunsdgaard dan Steffensen menambahkan bahwa fenomena ekologi merupakan fenomena linguistik dan permasalahan ekologi bahasa juga merupakan permasalahan bahasa (dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 26). Ekolinguistik bertujuan untuk mengetahui usaha manusia dalam mengatasi segala permasalahan yang dihadapinya dalam keberagaman. Hidup manusia

20 32 memengaruhi bahasa, bahasa mencerminkan kehidupan manusia. Hubungan bahasa dan kehidupan manusia menimbulkan perbedaan cara berpikir dan sudut pandang mengenai bahasa (dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 32). Selain beberapa pendapat mengenai ekolinguistik di atas, Stibbe (dalam Coupland, 2010: 407) menyatakan bahwa ekolinguistik menyoroti interkoneksi dan interdependensi antara semua jenis sistem yang mencakup sistem ekonomi, sistem sosial, sistem agama, sistem budaya, sistem linguistik, dan ekosistem. Berdasarkan pemaparan ekolinguistik di atas berikut ini adalah tabel yang berisikan intisari konsep ekolinguistik dari para tokoh. Tabel 2.1 Konsep Ekolinguistik No Ekolinguistik 1 Interaksi antara bahasa tertentu dan lingkungannya 2 Istilah umum yang mencakup keberagaman pendekatan teoretis yang mengombinasikan studi bahasa dengan ekologi 3 Keterkaitan antara ekologi yang merefleksikan manusia dan permasalahanpermasalahan dalam fenomena bahasa. 4 Studi tentang interrelasi dimensi biologis, sosiologis, dan ideologis bahasa 5 Studi tentang intrarelasi, interrelasi, dan ekstrarelasi dan hubungannya satu sama lain. 6 Studi tentang dimensi pragmatik, semantik, sintaktik, morfologi, fonetik, dan dimensi lainnya. 7 Interkoneksi dan interdependensi antara sistem sosial, sistem budaya, sistem linguistik, dan ekosistem. Berdasarkan tujuh konsep di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep ekolinguistik yang sesuai dengan penelitian ini adalah studi interrelasi, interkoneksi, dan interdependensi antara bahasa (permasalahan/fenomena bahasa) dan ekologi (yang merefleksikan manusia) yang dipengaruhi oleh sistem sosial, budaya, dan ekosistem (sosio-kultural-ekologis) sehingga terwujudlah relasi

21 33 (intra-, inter-, ekstra-) antara biologis, sosiologis, ideologis bahasa yang digambarkan dalam dimensi pragmatik, semantik, dan sintaktik. Berikut ini adalah bagan keterkaitan antara bahasa, ekologi, relasi dimensi logis, dan dimensi aspek kebahasaan. BAHASA + EKOLOGI (sistem linguistik, sistem sosial, sistem budaya, ekosistem) ideologis, sosiologis, biologis pragmatik, semantik, sintaktik Gambar 2.1 Rangkuman Konsep Ekolinguistik 2.3 Landasan Teori Bahasa selalu dipengaruhi oleh perubahan masyarakat penggunanya. Perubahan bahasa yang menandakan perubahan manusianya juga menyiratkan perubahan dan perkembangan teori bahasa yang disesuaikan dengan penelitian kebahasaan yang dilakukan. Berdasarkan fenomena di atas, suatu penelitian tidak hanya terbatas pada keunikan suatu bahasa dan pendeskripsiannya, tetapi juga pada pendekatan atau teori baru yang digunakan dalam penelitian itu. Ekolinguistik bisa dikatakan sebagai paradigma baru yang menghubungkan bahasa dengan lingkungan. Bahasa dan lingkungan sebagai komponen ekolinguistik adalah dua hal yang saling berhubungan. Bahasa lingkungan adalah bahasa yang menggambarkan lingkungan. Bahasa lingkungan merekam dan

22 34 mengonstruksi realitas lingkungan bahasa, sedangkan lingkungan bahasa adalah lingkungan atau tempat bahasa itu hidup. Lingkungan bahasa terdiri atas unsur manusia, lingkungan alam, dan lingkungan sosial-budaya serta unsur bahasa yang merupakan realitas lingkungan bahasa tersebut. Lingkungan bahasa adalah bidang penelitian penting dalam ekolinguistik (Bunsdgaard dan Steffensen dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 9). Bang dan Døør (1996: 1) menegaskan bahasa tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya, bahasa tidak berarti tanpa adanya lingkungan. Setiap deskripsi linguistik juga merupakan deskripsi lingkungan bahasa. Lingkungan bahasa berupa lingkungan ideologis (organisasi mental), lingkungan sosiologis (organisasi sosial), dan lingkungan biologis (organisasi fisik). Lingkungan menurut Sapir (dalam Fill dan Mühlhäusler, 2001: 14) dapat dibedakan atas lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik mencakup karakter geografis, seperti topografi negara (pantai, lembah, dataran, dataran tinggi, dan gunung), iklim, jumlah curah hujan, dan dasar ekonomi kehidupan manusia yang terdiri atas flora, fauna, dan sumber daya mineral di wilayah tersebut, sedangkan lingkungan sosial mencakup berbagai kekuatan masyarakat yang membentuk kehidupan dan pemikiran setiap individu. Beberapa kekuatan sosial yang paling penting adalah agama, etika, bentuk organisasi politik, dan seni. Berdasarkan pengklasifikasian pengaruh lingkungan di atas, dapat ditemukan dua set faktor lingkungan yang tercermin dalam bahasa, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Bahasa dipengaruhi oleh latar belakang lingkungan penuturnya. Sapir juga menerangkan bahwa lingkungan fisik

23 35 tercermin dalam bahasa yang telah dipengaruhi oleh faktor atau lingkungan sosial. Haugen (1972: 325, dalam Fill dan Mühlhäusler, 2001: 57) menyatakan ekologi dapat dibedakan secara psikologis dan sosiologis. Ekologi secara psikologis adalah interaksi ekologi dengan bahasa lain dalam pikiran penutur dwibahasa dan multibahasa, sedangkan ekologi secara sosiologis adalah interaksi ekologi dengan masyarakat yang berfungsi sebagai media komunikasi. Ekologi suatu bahasa ditentukan oleh orang yang mempelajarinya, menggunakannya, dan menyebarkannya kepada orang lain. Berikut ini adalah tabel mengenai lingkungan bahasa yang penting dalam ekolinguistik. Tabel 2.2 Lingkungan Bahasa Tokoh Sapir (1912) Haugen (1972) Bang & Døør (1993, 1998) Lingkungan Bahasa lingkungan alam lingkungan sosial psikologis sosiologis ideologis sosiologis biologis Berdasarkan pemaparan lingkungan bahasa di atas, lingkungan bahasa yang sesuai dengan penelitian ini adalah lingkungan bahasa yang disampaikan oleh Bang dan Døør (1993, 1996) yang terdiri atas lingkungan ideologis (lingkungan mental), lingkungan sosiologis (lingkungan sosial-budaya), dan lingkungan biologis (lingkungan alam).

24 36 Hubungan antara manusia, bahasa, dan lingkungan dipengaruhi oleh beberapa parameter ekolinguistik. Berikut ini adalah beberapa parameter ekolinguistik yang dikembangkan oleh beberapa tokoh. Tabel 2.3 Parameter Ekolinguistik Tokoh Bang dan Døør (1996) Fill (2001) Fill dan Mühlhäusler (2001) Stibbe (2010) Parameter Ekolinguistik interdependency interactivity diversity mutual interaction wholeness unity continuity sustainability bio-centrism interrelationships environment diversity interconnections interdependencies relationship diversity Berdasarkan pendapat tokoh di atas, parameter ekolinguistik dapat diklasifikasikan menjadi enam bagian, yaitu (1) diversity; (2) interrelationship, interconnection, interactivity, mutual interaction, relationship; (3) environment, bio-centrism; (4) interdependency; (5) wholeness, unity (6) continuity, sustainability. Berikut ini adalah bagan mengenai hubungan antara keenam bagian di atas.

25 37 Diversity (keberagaman) Interrelationship (interrelasi), interconnection (interkoneksi), interactivity (interaktivitas), interaction (interaksi menguntungkan), relationship (relasi) Environment (lingkungan), Bio-centrism (biosentrisme) Interdependency (interdependensi) wholeness (keseluruhan) dan unity (kesatuan) continuity (kontinuitas) dan sustainability (ketahanan) Gambar 2.2 Relasi Parameter Ekolinguistik Diversitas atau keberagaman bahasa lingkungan yang terwujud dalam khazanah verbal kepadian yang terdiri atas ekoleksikon dan ekowacana kepadian adalah bentuk interaksi antara komunitas tutur Kodi dan lingkungan kepadian. Dengan adanya interaksi tersebut, akan timbul ketergantungan komunitas tutur Kodi dengan lingkungan kepadian dan sebaliknya. Dengan adanya keeratan hubungan dan saling ketergantungan antara komunitas tutur Kodi dan lingkungan maka terbentuk suatu bentuk keseluruhan dan kesatuan antara komunitas tutur dan lingkungan. Dengan adanya kesatuan tersebut, maka akan terjadi keberlanjutan dan keberlangsungan. Setiap usaha atau hubungan yang telah dilakukan akan

26 38 dilanjutkan dan diteruskan sehingga masyarakat berusaha untuk mempertahankan segala sesuatu yang telah terjalin antara komunitas tutur dan lingkungan. Model ekolinguistik adalah model-model yang dicetuskan oleh Bang dan Døør yang dapat dipakai sebagai acuan untuk menjawab semua permasalahan penelitian. Model-model tersebut, antara lain model hierarki dialektikal, model referensial, model matriks semantik, dan model dimensi logis. Model hierarki dialektikal mencerminkan interdependensi dan interaktivitas antara tataran linguistik, aspek linguistik, dimensi lingkungan, dan konteks. Model hierarki dialektikal tersebut adalah berikut ini. Gambar: 2.3 Model Hierarki Dialektikal Bang dan Døør, 1998: 4 Tanda panah pada gambar di atas menunjukkan hubungan dialektikal, yaitu hubungan konstitutif antarentitas. Tiga aspek yang terdiri atas aspek sintaktik, aspek semantik, dan aspek pragmatik secara dialektis saling terkait dengan dimensi logis dan konteks situasi menghasilkan bentuk bahasa lingkungan berupa

27 39 kata, gabungan kata, dan kalimat yang terangkum dalam ekoleksikon dan ekowacana kepadian dalam khazanah verbal kepadian. Teori ekolinguistik dialektikal menganggap bahwa setiap individu yang dalam hal ini bentuk leksikon khazanah verbal yang terbagi menjadi ekoleksikon dan ekowacana yang diklasifikasikan menjadi kata, gabungan kata, bahkan kalimat berada dalam tiga dimensi relasional. Tiga dimensi referensial tersebut terdiri atas intratekstualitas, intertekstualitas, dan ekstratekstualitas. Intratekstualitas adalah hubungan yang ada di dalam individu tersebut. Intertekstualitas adalah hubungan antara individu dan individu lainnya pada jenis yang sama. Ekstratekstualitas adalah hubungan antara individu dan individu yang lain yang berasal dari jenis yang berbeda (Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 17). Teori dasar yang digunakan untuk mendeskripsikan relasionalitas adalah tiga model referensial. Model ini dikembangkan oleh Jørgen Chr. Bang dan Jørgen Døør bersama dengan Harry Perridon pada tahun 1990 (Bang dan Døør 1990: 30 dalam Lindø dan Bundsgaard, 2000: 18). Tiga model tersebut berisikan (1) bagian referensial teks yang disebut dengan dimensi referensial; (2) relasional dari berbagai referensial teks yang disebut dengan dominasi referensial; dan (3) rujukan teks yang terdiri atas kotekstual, intekstual, dan kontekstual. Bagan tiga model referensial adalah sebagai berikut.

28 40 Tabel 2.4 Tiga Model Referensial Dominasi Referensial Dimensi Referensial Merujuk kepada Intertekstual (Semantik) Leksikal Gramatikal Sosial Individual Intratekstual (Sintaktik) Struktur Kata Gabungan kata Kalimat Sistem pemarkah Endofora Eksofora Ekstratekstual (Pragmatik) Deiksis Metafora Konteks Produsen Diadaptasi dari Bang dan Døør, 1990 dalam Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 18 Lindø dan Bundsgaard menambahkan tiga model referensial Bang dan Døør dengan menyatakan bahwa referensi intertekstual berupa kategori semantik, referensi intratekstual berupa kategori sintaktik, dan referensi ekstratekstual berupa kategori pragmatik (Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 19). Matriks semantik adalah sebuah matriks yang terdiri atas empat unsur semantik yang membatasi dan mengondisikan penggunaan bahasa, yaitu makna sosial (social sense), makna individual (individual meaning), impor sosial (social import), dan signifikansi personal (personal significance) (Bang dan Døør, 1993: 3--5). Matriks semantik dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

29 41 Gambar: 2.4 Matriks Semantik dalam Bang dan Døør, 1993: 3 Makna sosial (social sense) merupakan dimensi diakronis semantik teks. Makna sosial biasa ditemukan dalam kamus standar. Makna sosial bersifat objektif yang menggambarkan beberapa aspek dari penggunaan kata-kata secara normal. Makna sosial bersifat selektif dan berfungsi sebagai norma. Makna individual (individual meaning) juga merupakan dimensi diakronis semantik teks. Untuk pengguna bahasa individual, makna individual adalah cara biasa yang dipakai pengguna bahasa dalam menghasilkan teks dan memahami teks. Makna individual berbeda dengan makna sosial. Makna individual menetapkan individu sebagai pribadi. Makna individual kata atau teks adalah cara normal seorang penutur dalam menggunakan kata atau teks, suatu cara yang digunakan oleh seorang pengguna kata atau teks untuk memahami penggunaan kata atau teks orang lain. Makna individual adalah aspek yang telah dimengerti atau digunakan dalam waktu yang relatif lama sehingga makna individual tertanam dalam diri pengguna dan aspek yang melalui situasi yang berbeda pada waktu dan tempat yang berbeda. Makna individual dari beberapa kata atau teks

30 42 menentukan kepribadian seseorang dan menentukan identitas sosial seseorang. Makna individual membedakan pengguna satu dengan pengguna yang lain. Dengan demikian, pengguna makna individual diklasifikasikan sebagai suatu tipe individu yang biasanya menggunakan teks dengan cara tertentu yang berbeda dengan makna sosial. Impor sosial (social import) adalah aspek sinkronis yang dikondisikan oleh identifikasi peserta dan penerimaan konteks komunikatif dialog. Sebuah konteks didefinisikan sebagai interpretasi semantik tertentu suatu teks. Pengguna menyadari bahwa kata atau teks tertentu dipengaruhi oleh semantik universal yang dihasilkan oleh konteks spesifik. Suatu kata atau teks berbeda penggunaannya apabila digunakan pada konteks yang berlainan. Signifikansi personal (personal significance) adalah kontribusi yang unik dan pribadi dalam penggunaan dan pengembangan bahasa. Signifikansi personal didefinisikan dan dibatasi oleh situasi aktual berlangsungnya dialog. Model dimensi terdiri atas tiga dimensi, yaitu dimensi ideologis, dimensi sosiologis, dan dimensi biologis seperti bagan di bawah ini.

31 43 Object Gambar: 2.5 Model Dimensi Logis Diadaptasi dari Bang dan Døør 1993: 7 Tiga dimensi logis di atas dapat dilihat sebagai sebuah bingkai dasar pemahaman dan penjelasan tentang lingkungan bahasa. Ketiga dimensi yang tersebut di atas saling menentukan atau saling berhubungan satu sama lain. Dimensi ideologis terkait dengan mental individu, mental kolektif, kognitif, sistem ideologi, dan sistem psikis. Dimensi sosiologis mencakup cara manusia mengatur hubungannya atau keterkaitannya satu sama lain. Dimensi biologis berhubungan dengan kolektivitas biologis manusia yang hidup berdampingan dengan spesies yang lainnya (hewan, tumbuhan, tanah, laut, dll) (Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 11). Fenomena bahasa berjalan secara berkesinambungan dan saling terkait. Bahasa merupakan objek dari tiga dimensi logis. Oleh karena itu, perlu untuk menggambarkan bahasa dalam tiga dimensi ini (Lindø dan Bundsgaard (eds), 2000: 11). Berikut ini adalah tabel yang berisikan hubungan antara masalah penelitian dan teori yang digunakan dalam menjawab permasalahan.

32 44 Tabel. 2.5 Hubungan antara Permasalahan Penelitian dan Teori Penelitian No. Masalah Penelitian Teori 1. Bentuk leksikon khazanah verbal kepadian komunitas tutur bahasa Kodi, Sumba Barat Daya Model Hierarki Dialektikal (Bang dan Døør, 1998) Dimensi Referensial (Bang dan Døør, 1990) Matriks Semantik (Bang dan Døør, 2. Fungsi dan makna khazanah verbal kepadian pada komunitas tutur bahasa Kodi, Sumba Barat Daya 1993) Dimensi Logis (Bang dan Døør, 1993) 2.4 Model Penelitian Bahasa Kodi adalah pengungkap realitas komunitas tuturnya dan realitas lingkungan, terutama lingkungan kepadian. Salah satu aspek bahasa Kodi sebagai realitas bahasa lingkungan dan sebagai penciri karakter komunitas tuturnya dan karakter lingkungan adalah khazanah verbal kepadian komunitas tutur bahasa Kodi, Sumba Barat Daya. Penelitian khazanah verbal kepadian ini dikaji dengan menggunakan teori ekolinguistik untuk menjawab bentuk leksikon serta fungsi dan makna khazanah verbal kepadian komunitas tutur bahasa Kodi. Bentuk leksikon dikaji dengan menggunakan model ekolinguistik yang berupa model hierarki dialektikal, model referensial, dan model matriks semantik, sedangkan fungsi dan makna dikaji dengan menggunakan model dimensi logis. Pengkajian bentuk leksikon, fungsi, dan makna khazanah verbal kepadian dengan teori ekolinguistik ini menghasilkan temuan penelitian. Berikut ini adalah model penelitian yang menggambarkan penelitian khazanah verbal kepadian komunitas tutur bahasa Kodi.

33 45 BAHASA KODI KHAZANAH VERBAL KEPADIAN KOMUNITAS TUTUR BAHASA KODI, SUMBA BARAT DAYA BENTUK FUNGSI DAN MAKNA MODEL HIERARKI DIALEKTIKAL MODEL REFERENSIAL MODEL DIMENSI LOGIS MODEL MATRIKS SEMANTIK EKOLINGUISTIK TEMUAN PENELITIAN hubungan langsung hubungan timbal balik

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkembang. Sebaliknya, jika suatu bahasa yang sedikit dipakai oleh penutur dengan

BAB I PENDAHULUAN. akan berkembang. Sebaliknya, jika suatu bahasa yang sedikit dipakai oleh penutur dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian linguistik mengenai lingkungan masih kurang memadai, padahal bahasa lingkungan itu luas. Lingkungan bahasa adalah dimensi lingkungan yakni segi ragawi, fisik,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka pada penelitian Pemertahanan Leksikon Kelautan dalam Bahasa Pesisir Sibolga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Penelitian ekolinguistik ini berkaitan pula dengan beberapa pustaka atau hasil

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Penelitian ekolinguistik ini berkaitan pula dengan beberapa pustaka atau hasil 16 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Penelitian ekolinguistik ini berkaitan pula dengan beberapa pustaka atau hasil penelitian terdahulu sebagai pembanding dan penentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan 2.1.1 Ekolinguistik Ekolinguistik mengkaji interaksi bahasa dengan ekologi pada dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Khazanah Verbal Kepadian Komunitas Tutur Bahasa Kodi,

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Khazanah Verbal Kepadian Komunitas Tutur Bahasa Kodi, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian Khazanah Verbal Kepadian Komunitas Tutur Bahasa Kodi, Sumba Barat Daya: Kajian Ekolinguistik ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nama perkakas berbahan bambu merupakan nama-nama yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh penutur bahasa Sunda. Dalam hal ini, masyarakat Sunda beranggapan

Lebih terperinci

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. Bahasa dan lingkungan saling terkait. Lingkungan memengaruhi bahasa dan

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN. Bahasa dan lingkungan saling terkait. Lingkungan memengaruhi bahasa dan BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Bahasa dan lingkungan saling terkait. Lingkungan memengaruhi bahasa dan bahasa mencerminkan lingkungan. Bahasa dan lingkungan membentuk bahasa lingkungan dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini membahas penggunaan leksikon Arab dalam bahasa Sunda yang dituturkan masyarakat adat Kampung Dukuh dengan menggunakan perspektif etnolinguistik.. Temuan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 20 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Subbab ini berisi paparan mengenai sejumlah tulisan berupa kajian atau hasil penelitian tentang kebergeseran dan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa : Kajian Ekolinguistik.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa : Kajian Ekolinguistik. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian Leksikon Nomina dan Verba Bahasa Jawa

Lebih terperinci

EKOLINGUISTIK: MODEL ANALISIS DAN PENERAPANNYA

EKOLINGUISTIK: MODEL ANALISIS DAN PENERAPANNYA EKOLINGUISTIK: MODEL ANALISIS DAN PENERAPANNYA Oleh: Agus Subiyanto Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro ABSTRACT The study of the interrelation of ecology and linguistics began in 1970s when Haugen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan itu terekam secara verbal, baik berupa leksikon-leksikon,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan itu terekam secara verbal, baik berupa leksikon-leksikon, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan lingkungan sangat erat kaitannya. Selain merepresentasikan lingkungan, bahasa menjadi cerminan realitas kehidupan manusia di lingkungan tertentu (Kaelan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku dengan jumlah pulau 66

BAB I PENDAHULUAN. ada di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku dengan jumlah pulau 66 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Kei (Nuhu Evav / Tanat Evav) adalah salah satu kepulauan yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku dengan jumlah pulau 66 buah pulau kecil.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran dan pemertahanan bahasa merupakan dua sisi mata uang (Sumarsono, 2011). Fenomena tersebut merupakan fenomena yang dapat terjadi secara bersamaan. Pemertahanan

Lebih terperinci

LEKSIKON NOMINA BAHASA GAYO DALAM LINGKUNGAN KEDANAUAN LUT TAWAR: KAJIAN EKOLINGUISTIK TESIS. Oleh DEWI SUKHRANI /LNG

LEKSIKON NOMINA BAHASA GAYO DALAM LINGKUNGAN KEDANAUAN LUT TAWAR: KAJIAN EKOLINGUISTIK TESIS. Oleh DEWI SUKHRANI /LNG LEKSIKON NOMINA BAHASA GAYO DALAM LINGKUNGAN KEDANAUAN LUT TAWAR: KAJIAN EKOLINGUISTIK TESIS Oleh DEWI SUKHRANI 087009024/LNG SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 LEKSIKON NOMINA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAHASA DAN EKOLOGI: SEBUAH PERSPEKTIF EKOLINGUISTIK DALAM PARIWISATA

BAHASA DAN EKOLOGI: SEBUAH PERSPEKTIF EKOLINGUISTIK DALAM PARIWISATA BAHASA DAN EKOLOGI: SEBUAH PERSPEKTIF EKOLINGUISTIK DALAM PARIWISATA Oleh W. Citra JuwitaSari dan Yohanes Kristianto Program Studi Industri Perjalanan Wisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana inselbali@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan

B A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan 5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini bertitik tolak dari perspektif ekolinguistik. Menurut Mbete

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini bertitik tolak dari perspektif ekolinguistik. Menurut Mbete BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Penelitian ini bertitik tolak dari perspektif ekolinguistik. Menurut Mbete (2009:2), dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai

Lebih terperinci

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus

geografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus KTSP & K-13 Kelas X geografi PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian geografi dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aprilia Marantika Dewi, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menulis merupakan salah satu cara manusia untuk mengungkapkan sebuah ide atau gagasan kepada orang lain melalui media bahasa tulis. Bahasa tulis tentu berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tradisi lisan merupakan warisan budaya nenek moyang yang merefleksikan karakter masyarakat pendukung tradisi tersebut. Signifikansi tradisi lisan dalam kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah berhenti berubah, baik ke arah perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa tidak pernah berhenti berubah, baik ke arah perkembangan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa tidak pernah berhenti berubah, baik ke arah perkembangan dan kemajuan maupun ke arah kepunahannya. Hal ini dapat diamati secara jelas pada kemunculan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. raga, mempunyai ruang hidup kementalan, memiliki dimensi hidup kerohanian

BAB I PENDAHULUAN. raga, mempunyai ruang hidup kementalan, memiliki dimensi hidup kerohanian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan dalam arti seluas-luasnya selalu memerlukan saling berhubungan atau saling berinteraksi antara anggota masyarakat yang satu dan anggota masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dalam bab ini akan diuraikan kajian pustaka, kerangka teori, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dalam bab ini akan diuraikan kajian pustaka, kerangka teori, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS Dalam bab ini akan diuraikan kajian pustaka, kerangka teori, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Keterancaman Leksikon ekoagraris dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan merupakan warisan nenek moyang yang mengandung nilainilai kearifan lokal. Usaha masyarakat untuk menjaga kebudayaan melalui pendidikan formal maupun nonformal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

BAB I PENDAHULUAN. segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat vital yang dimiliki oleh manusia dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, tujuan, maupun hasil pemikiran seseorang kepada orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik

BAB I PENDAHULUAN. Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multimodal merupakan salah satu cabang kajian Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) yang dikembangkan oleh Kress dan Van Leeuwen dalam buku Reading Images (2006). Kajian

Lebih terperinci

Pengertian Universal dalam Bahasa

Pengertian Universal dalam Bahasa Pengertian Universal dalam Bahasa Istilah bahasa didefinisikan sebagai wujud komunikasi antarmanusia untuk dapat saling mengerti satu sama lain, sebagaimana yang dilansir oleh Edward Sapir tahun 1921.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan bahasa Pakpak yang digunakan oleh masyarakat suku Pakpak. Masyarakat suku Pakpak merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM EKSPRESI VERBAL ANAK USIA DINI DALAM AKTIVITAS KONSERVASI LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM EKSPRESI VERBAL ANAK USIA DINI DALAM AKTIVITAS KONSERVASI LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN 1 LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM EKSPRESI VERBAL ANAK USIA DINI DALAM AKTIVITAS KONSERVASI LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN PKM-PENELITIAN Oleh : Nur Arifin 2111412068 2012 Yuni Puspita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya dengan etniknya. Penanda etnik di

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya dengan etniknya. Penanda etnik di 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan etniknya. Penanda etnik di antaranya bahasa, pakaian, kesenian, dan ciri fisik. Bahasa, pakaian (termasuk dalam sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki berbagai suku, ras, bahasa dan kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang. Adanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa terdiri atas bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat-alat ucap manusia, dan arti atau makna yang tersirat dalam rangkaian bunyi tadi. Bunyi itu merupakan getaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam menyelesaikan persoalan penelitian dibutuhkan metode sebagai proses yang harus ditempuh oleh peneliti. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN A. METODE DAN PENDEKATAN PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diajukan (Nasir

Lebih terperinci

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas

13ILMU. Modul Perkuliahan XIII. Metode Penelitian Kualitatif. Metode Etnografi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm KOMUNIKASI. Modul ke: Fakultas Modul ke: Modul Perkuliahan XIII Metode Penelitian Kualitatif Metode Etnografi Fakultas 13ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations Judul Sub Bahasan Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu yang membedakan manusia dengan binatang adalah bahasa verbal/lisan atau berbicara. Manusia bisa berkomunikasi satu dengan lainnya dengan menggunakan bahasa

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, KERANGKA TEORETIS, DAN PENELITIAN TERDAHULU. terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Leksikon Ekologi Kesungaian Lau

BAB II KONSEP, KERANGKA TEORETIS, DAN PENELITIAN TERDAHULU. terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Leksikon Ekologi Kesungaian Lau BAB II KONSEP, KERANGKA TEORETIS, DAN PENELITIAN TERDAHULU Pada bab ini akan diuraikan konsep, kerangka teori, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Leksikon Ekologi Kesungaian Lau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum dalam pendidikan di Indonesia terus berkembang dari waktu ke waktu. Tentunya perkembangan ini terjadi untuk terus meningkatkan mutu pendidikan, bahkan perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena kedudukannya yang sangat penting, maka membuat bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 89 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara ilmiah yang ditempuh oleh peneliti dalam mengumpulkan sebuah data. Menurut Sugiyono (2011: 2) cara ilmiah merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan dipaparkan metodologi penelitian yang mencakup desain penelitian, partisipasi dan tempat penelitian, pengumpulan data, dan analisis data. Adapun pemaparan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian mengenai isoglos dialek bahasa Jawa di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur ini termasuk dalam penelitian lapangan (field study) baik penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana.

BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA. Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. BAB I PENGANTAR KHAZANAH ANALISIS WACANA Deskripsi Singkat Perkuliahan ini membelajarkan mahasiwa tentang menerapkan kajian analisis wacana. Relevansi Dalam perkuliahan ini mahasiswa diharapkan sudah punya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra lisan merupakan bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pemiliknya, sebagai milik bersama, yang isinya mengenai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk,

BAB I PENDAHULUAN. Berbeda dengan sintaksis yang mempelajari bagaimana satuan bahasa terbentuk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mempelajari bahasa Inggris terutama yang berkenaan dengan makna yang terkandung dalam setiap unsur suatu bahasa, semantik merupakan ilmu yang menjadi pengukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam

I. PENDAHULUAN. dalam mencari informasi dan berkomunikasi. Klausa ataupun kalimat dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesatuan bahasa terlengkap dan tertinggi dalam hierarki gramatikal yaitu wacana, pemahaman mengenai wacana tidak bisa ditinggalkan oleh siapa saja terutama dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Variasi bahasa Minangkabau merupakan sebuah fenomena yang dapat dilihat dari perbedaan dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat Minangkabau di berbagai wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli

ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL oleh: Ni Made Yethi suneli Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan Yang Relevan Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah dalam suatu penelitian. Paparan atau konsep-konsep tersebut bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi

BAB I PENDAHULUAN. yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa kepaduan atau rasa kohesi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara masalah wacana, peneliti menjadi tertarik untuk melakukan penelitian yang bertemakan analisis wacana. Menurut Deese dalam Sumarlam (2003: 6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 64 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian tradisi lisan merupakan obyek kajian yang cukup kompleks. Kompleksitas kajian tradisi lisan, semisal upacara adat dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa adalah sebuah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh masyarakat umum dengan tujuan berkomunikasi. Dalam ilmu bahasa dikenal dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam sebuah penelitian penting untuk dideskripsikan. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan akan terwujud apabila manusia menggunakan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion

II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melalui bahasa manusia dapat berkomunikasi dengan sesama untuk memenuhi keinginannya sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan untuk menyatakan pikiran dan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN

PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN PELAKSANAAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT BIDANG KEBUDAYAAN A. PENGANTAR Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) merupakan salah satu unsur dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Secara umum, PkM tidak hanya untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. bersama organisme-organisme lainnya. Teori-teori yang digunakan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. bersama organisme-organisme lainnya. Teori-teori yang digunakan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS Penelitian ini bertitik tolak dari perspektif ekolinguistik. Menurut Mbete (2009:2), dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bentuk komunikasi masyarakat untuk saling berinteraksi sosial. Berbagai macam kelas sosial memengaruhi perkembangan bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pandangan sosiolinguistik menyebutkan bahwa bahasa lahir di dalam masyarakat. Melalui media bahasa, sebuah kebiasaan lisan terbentuk secara turun temurun di dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB III. Metodologi Penelitian

BAB III. Metodologi Penelitian BAB III Metodologi Penelitian 3. 1 Paradigma dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih paradigma konstruktivisme sebagai landasan filosofis untuk memahami realitas sosial di masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 22 PENDAHULUAN Latar Belakang Fenomena kerusakan sumberdaya hutan (deforestasi dan degradasi) terjadi di Indonesia dan juga di negara-negara lain, yang menurut Sharma et al. (1995) selama periode 1950-1980

Lebih terperinci

Seminar Pendidikan Matematika

Seminar Pendidikan Matematika Seminar Pendidikan Matematika TEKNIK MENULIS KARYA ILMIAH Oleh: Khairul Umam dkk Menulis Karya Ilmiah adalah suatu keterampilan seseorang yang didapat melalui berbagai Latihan menulis. Hasil pemikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

KISI-KISI PENILAIAN TENGAH SEMESTER 2 TAHUN AJARAN

KISI-KISI PENILAIAN TENGAH SEMESTER 2 TAHUN AJARAN KELAS TEMA : IV (Empat) : 6 (Indahnya Negeriku) KISI-KISI PENILAIAN TENGAH SEMESTER 2 TAHUN AJARAN 2016-2017 No Muatan Pelajaran KOMPETENSI DASAR YANG DIUJIKAN INDIKATOR PPKN 3.2 Memahami hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN

BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN BAB IV PROSES PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN OTENTIK DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN Dalam bab ini diuraikan proses pengembangan model penilaian otentik dalam pembelajaran membaca pemahaman yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah wacana memiliki dua unsur pendukung utama, yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan & Jenis Penelitian Eriyanto (2001) menyatakan bahwa analisis wacana adalah salah satu alternatif dari analisis isi selain analisis isi kuantitatif yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Kajian ini mengungkapkan pemarkah kohesi gramatikal dan pemarkah kohesi leksikal yang terdapat dalam wacana naratif bahasa Indonesia. Berdasarkan teori Halliday dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Alam adalah suatu dunia yang berbeda terpisah dari dirinya sendiri dan dapat dipelajari dengan cara yang berjarak dan ilmiah. Keberadaannya mendahului

Lebih terperinci

70. Mata Pelajaran Antropologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA)

70. Mata Pelajaran Antropologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) 70. Mata Pelajaran Antropologi untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) A. Latar Belakang Antropologi adalah ilmu yang mempelajari manusia dengan segala aktivitasnya. Di satu pihak, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika berasal dari bahasa Yunani adalah studi besaran, struktur,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika berasal dari bahasa Yunani adalah studi besaran, struktur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika berasal dari bahasa Yunani adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Matematika dalam bahasa Belanda disebut Wiskunde atau ilmu pasti. Matematika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan aspek pandangan yaitu pada tahun 2000 oleh Chatarina dari Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia di era globalisasi sekarang ini sudah mengarah pada krisis multidimensi. Permasalahan yang terjadi tidak saja

Lebih terperinci