BAB I PENDAHULUAN. ada di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku dengan jumlah pulau 66

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. ada di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku dengan jumlah pulau 66"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Kei (Nuhu Evav / Tanat Evav) adalah salah satu kepulauan yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku dengan jumlah pulau 66 buah pulau kecil. Tiga belas pulau telah berpenghuni, sedangkan 53 buah pulau lainnya tidak berpenghuni. Kepulauan Kei terletak di bagian selatan Laut Arafura, di bagian barat Laut Banda dan Kepulauan Tanimbar, Papua bagian selatan dan wilayah Kota Tual di bagian utara Laut Banda dan bagian utara Kepulauan Tanimbar di bagian barat daya, serta Kepulauan Aru di bagian timur. Ada tiga bahasa rumpun Austronesia yang dituturkan di Kepulauan Kei, yaitu bahasa Kei, bahasa Kur, dan bahasa Banda. Bahasa Kei (veveu Evav) adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya, yakni di 207 desa di Kei Kecil, Kei Besar, dan pulau-pulau sekitarnya. Penduduk Pulau Kur dan Kamear menggunakan bahasa Kur (veveu Kuur) dalam percakapan sehari-hari, sedangkan bahasa Kei digunakan sebagai lingua franca. Bahasa Banda (veveu Wadan) digunakan di Desa Banda Eli (Wadan El) dan Banda-Elat (Wadan Elat) di bagian barat dan timur laut Pulau Kei Besar (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (DPK), 2007:25). Bahasa Kei merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Kei di Kabupaten MalukuTenggara karena bahasa Kei digunakan, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam upacara-upacara adat. Bahasa merupakan alat komunikasi sehingga seseorang dapat menyampaikan maksud

2 2 dan keinginan kepada orang lain. Lebih dari itu, bahasa mengandung visi budaya, yaitu merekam, memelihara, dan mewariskan konsep-konsep kolektif, nilai-nilai historis, religius, filosofi, sosiobudaya, dan ekologis masyarakat setempat. Seperti halnya makhluk hidup, bahasa juga hidup, berkembang, dan memungkinkan untuk mati. Berdasarkan hal itu, bahasa berkaitan sangat erat dengan lingkungannya. Bahasa tersebut dapat hilang atau musnah apabila ekologi yang menunjangnya musnah. Sebaliknya, apabila lingkungan (ekosistem) terjaga dengan baik, maka leksikon yang berhubungan dengan lingkungan tersebut akan terekam, terlihat, dan tergambar dengan jelas dalam bahasa. Artinya, harus ada keseimbangan antara lingkungan dan masyarakat yang ada di sekitarnya. Penggunaan bahasa juga tergantung pada kekayaan leksikon yang sesuai dengan lingkungan. Jika lingkungan tersebut punah, penggunaan leksikon yang berhubungan dengan lingkungan itu akan turut punah. Oleh sebab itu, melalui kajian ekolinguistik, dapat dipahami secara mendalam hubungan antara bahasa dan lingkungan. Ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdisipliner, menyanding ekologi dan linguistik (Mbete, 2008:1). Dalam lingkup kajian ekolinguistik dinyatakan bahwa bahasa merekam kondisi lingkungan ragawi dan sosial. Hal ini berhubungan dengan perangkat leksikon yang menunjukkan adanya hubungan simbolik verbal antara guyub tutur dan lingkungannya, flora dan fauna, termasuk anasir-anasir alamiah lainnya (Fill dan Muhlhauster, 2001:14). Keberagaman leksikon kekhasan daerah menandakan lingkungan ragawi yang terjaga kelestariannya. Seperti halnya bahasa daerah lain,

3 3 bahasa Kei memegang peranan penting dalam pergaulan sehari-hari sebagai alat komunikasi bagi masyarakat pemakainya. Selain itu, berdasarkan survei pustaka dan keterangan lain, penelitian tentang ekologi bahasa Kei yang berhubungan dengan kebertahanan leksikon bahasa Kei dalam lingkungan kelautan di Kepulauan Kei belum pernah dilakukan. Padahal, unsur leksikon merupakan salah satu aspek atau subsistem kebahasaan yang sangat penting untuk pembinaan dan pengembangan bahasa itu di samping aspek-aspek yang lain. Banyaknya jumlah penutur bahasa Kei tidak menjamin bahwa bahasa ini dapat bertahan dari ancaman kepunahan. Alasannya, untuk tetap bertahan hidup, sebagaimana dinyatakan oleh Saussure dan Barker dalam Mbete (2009:4,6) bahwa bahasa itu harus kokoh berada dalam kognisi penuturnya dan harus digunakan secara lebih sering dan mendalam dalam kehidupan sosial budaya masyarakatnya. Dengan demikian, perlu diadakan penelitian yang mendasar secara sungguh-sungguh supaya dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam kajian ekolinguistik. Kecilnya perhatian terhadap lingkungan merupakan salah satu penyebab ekosistem itu bertambah krisis dan pada akhirnya leksikon pada ekosistem itu pun menjadi punah. Lebih dari itu, ekosistem akan bertambah kritis sebagai akibat keserakahan pembangunan. Akibatnya, keanekaragaman hayati banyak yang hilang, pelbagai kerusakan terjadi, baik fisik, biologis, maupun sosiologis terhadap kelangsungan hidup manusia dan kebertahanan lingkungan (Al Gayoni, 2010:1). Hal ini akan mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem. Oleh sebab itu, kajian multidisipliner seperti sosiologi, antropologi, dan ilmu alam sangat besar berperan dan diperlukan untuk mengupas persoalan-persoalan yang ada.

4 4 Dalam hal ini, kajian ekolinguistik mencoba untuk menyertakan diri dalam pengkajian lingkungan dalam perspektif linguistik karena perubahan sosioekologis sangat besar memengaruhi penggunaan bahasa serta perubahan nilai budaya dalam sebuah masyarakat (Al Gayoni, 2010:1). Pada kenyataannya, dalam kehidupan sehari-hari guyub tutur Kei tergambar bahwa penggunaan bahasa Kei oleh generasi muda agak berkurang. Hal ini terlihat jelas dengan jarang digunakannya leksikon bahasa Kei dibandingkan dengan bahasa Melayu Ambon. Hal ini dikhawatirkan akan mengikis, bahkan memunahkan leksikon-leksikon bahasa Kei, khususnya leksikon kelautan. Selain itu, dengan adanya perubahan budaya dari budaya tradisional ke budaya modern atau perubahan suatu kawasan dari kawasan pedesaan ke kawasan perkotaan menyebabkan hilangnya ikon leksikal. Demikian juga ada beberapa jenis ikan laut yang jarang ditemukan karena banyaknya pengeringan, pendangkalan laut, penggunaan bom ikan yang menyebabkan karang laut menjadi rusak dan tidak digunakannya alat-alat tangkap tradisional karena pengaruh alat tangkap modern. Sejalan dengan perubahan alat-alat tangkap dan biota-biota laut yang berada pada suatu ekosisitem menyebabkan lahirnya kata-kata/istilah baru yang menggantikan, bahkan menggeser posisi kata/istilah lama sehingga keberlangsungan ini secara terus-menerus akan mengakibatkan kepunahan leksikon, khususnya leksikon bahasa Kei dalam lingkungan kelautan. Misalnya, jenis ikan yang dulunya hidup pada suatu ekosistem sulit ditemukan karena sudah berpindah ke ekosistem lain, bahkan menjadi punah, alat tangkap dan umpan yang digunakan juga tidak akan digunakan oleh generasi sekarang. Hal ini akan

5 5 menyebabkan hilangnya beberapa ikon leksikal (Adisaputra, 2010:11). Penyusutan atau kepunahan unsur alam dan unsur budaya akan berdampak pada hilangnya konsepsi penutur terhadap entitas itu. Sejalan dengan pendapat Adisaputra, Lauder (2006:6) menyebutkan bahwa punahnya sebuah bahasa daerah berarti turut terkuburnya semua nilai budaya yang tersimpan dalam bahasa itu, termasuk di dalamnya berbagai kearifan mengenai lingkungan. Bahasa Kei merupakan salah satu bahasa daerah yang masih hidup dan masih dipakai oleh etnik Kei /Evav di Provinsi Maluku, terutama di Kabupaten Maluku Tenggara, yakni di Kei Kecil dan Kei Besar. Bahasa Kei perlu dipelihara dan dibina sehingga akan berfungsi sesuai dengan kedudukannya selaku bahasa daerah. Fungsi umum bahasa Kei ialah sebagai alat komunikasi dalam upacara adat, keluarga, dan masyarakat Kei untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kehendak. Selain itu, tentu juga berfungsi sebagai lambang identitas dan kebanggaan daerahnya. Dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme yang hidup secara bersistem dalam suatu kehidupan bersama organisme-organisme lainnya (Mbete, 2009:2). Selanjutnya, Rahardjo (2004:159) mengatakan bahwa waktu dan usaha manusialah yang menentukan kelestarian sebuah bahasa daerah. Apa pun yang digunakan oleh generasi tua hanya semata-semata untuk mempertahankan bahasa daerahnya agar tetap lestari dari ancaman kepunahan. Dengan merujuk pada beberapa kerangka pandang yang diulas di atas sebagai latar pikir, bahasa yang diteliti dalam penelitian ini adalah bahasa Kei terkait dengan kebertahanan leksikon bahasa Kei

6 6 dalam lingkungan kelautan di Kepulauan Kei untuk memeroleh data dan deskripsi terhadap bahasa Kei. 1.2 Rumusan Masalah Masalah dan batas-batas lingkup kajian setiap penelitian yang akan dikaji harus dinyatakan secara jelas agar dapat lebih mudah dipahami. Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. 1) Bagaimanakah satuan-satuan lingual ekoleksikal kelautan bahasa Kei? 2) Bagaimanakah pemahaman dan kebertahanan leksikon penutur bahasa Kei dalam lingkungan kelautan di Kepulauan Kei? 3) Faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi kebertahanan leksikon kelautan bahasa Kei? 1.3 Tujuan Penelitian Menurut rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Kedua tujuan penelitian itu diuraikan sebagai berikut Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasikan leksikon-leksikon dalam lingkungan kelautan pada komunitas tutur bahasa Kei di Ohoi Warbal, Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara sebagai dokumentasi kebahasaan dan pelestarian terhadap bahasa Kei. Temuan penting yang diupayakan untuk dicapai adalah pengadaan kamus kecil leksikon kelautan

7 7 agar generasi muda komunitas tutur bahasa Kei mengakrabi kembali bahasa, budaya, dan lingkungan tempat mereka hidup Tujuan Khusus Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang dikemukakan dalam rumusan masalah. Tujuan khusus tersebut diuraikan sebagai berikut. 1) Mendeskripsikan satuan-satuan lingual ekoleksikal kelautan bahasa Kei. 2) Mendeskripsikan tingkat pemahaman dan kebertahanan bahasa dan budaya Kei serta kelestarian lingkungan kelautan di Kepulauan Kei. 3) Menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi kebertahanan leksikon kelautan bahasa Kei. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ada dua macam, yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis. Kedua manfaat itu diuraikan sebagai berikut Manfaat Teoretis Secara teoretis, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi khazanah pengetahuan ilmu bahasa, khususnya dalam kajian ekolinguistik. Selanjutnya, temuan-temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan dan memperkaya ilmu pengetahuan bahasa lokal serta mampu membedah fungsi ideologis, sosiologis, dan biologis tentang bahasa lokal, khususnya bahasa Kei.

8 Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk mendeskripsikan, mengidentifikasikan, dan mendokumentasikan leksikon-leksikon kelautan yang merekam dan menggambarkan hubungan penutur bahasa Kei dengan lingkungannya. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan yang merupakan kekayaan alam, sosial, dan budaya sebagai ciri kekhasan yang terealisasikan melalui bahasa. Selain itu, dapat digunakan sebagai sumber informasi bagi para peneliti lain ataupun pengguna bahasa Kei khususnya tentang hubungan bahasa dengan ekologi.

9 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Pada bab ini berturut-turut disajikan kajian pustaka, konsep, landasan teori, dan model penelitian. Keempat hal itu diuraikan satu per satu berikut ini. 2.1 Kajian Pustaka Kajian ekolinguistik sebagai bidang kajian linguistik boleh dikatakan merupakan bidang kajian linguistik yang usianya relatif muda. Disiplin ini lahir sekitar tahun 1990-an kendatipun konsep dan benih teoretisnya sudah berkembang sejak 1921 dengan rintisan Edward Sapir ( ). Kemudian, Haugen (1972) dan dikembangkan oleh Fill dan Muhlhausler (2001). Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa berdasarkan survei pustaka dan keterangan lainlain, ternyata penelitian tentang ekologi bahasa Kei yang berkaitan dengan kajian ekolinguistik, khususnya kebertahanan leksikon bahasa Kei dalam lingkungan kelautan di Kepulauan Kei belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu, dianggap perlu untuk meninjau beberapa karya tulis yang membahas kajian ekolinguistik. Berikut ini dipaparkan beberapa hasil penelitian yang membantu dalam penelitian ini, antara lain dapat menjadi bahan acuan dan membuka wawasan penulis tentang topik yang diteliti. Mbete dan Adisaputra (2009) dalam tulisan yang berjudul Penyusutan Fungsi Sosioekologis Bahasa Melayu Langkat pada Komunitas Remaja di Stabat, Langkat menunjukkan bahwa dari hasil tes penguasaan leksikon responden terungkap bahwa rata-rata pemahaman remaja tentang leksikon bahasa Melayu

10 10 Langkat (BML) tergolong rendah. Rendahnya pemahaman itu dipicu oleh (1) kurangnya interaksi komunitas remaja dengan entitas yang bercirikan ekologi Melayu, (2) langka bahkan punahnya entitas sehingga tidak terkonsep dalam alam pikiran penutur, dan (3) konsepsi leksikal penutur tentang entitas-entitas itu bukan dalam piranti BML,melainkan dalam bahasa lain. Yang dijadikan acuan penelitian ini adalah penyebab perubahan pemahaman leksikon sebagaimana disebutkan di atas. Pemerolehan data dilakukan dengan mendokumentasi leksikon BML terkait dengan lingkungan alamiah komunitas Melayu di Stabat. Ada 150 leksikon yang diujikan kepada responden. Tujuan pengujian adalah melihat peringkat keterpahaman responden terhadap leksikon yang berhubungan dengan lingkungan alamiah yang sebenarnya dalam bahasa mereka. Hasil pengujian dapat dijelaskan dengan memparafrasakan situasi penggunaan leksikon tersebut yang dikaitkan dengan kondisi sosioekologis remaja secara nyata. Setiap leksikon dideskripsikan sesuai dengan hasil survei lapangan tentang sosioekologis Melayu di Stabat. Penelitian Mbete dan Adisaputera bermanfaat bagi penulis dalam memahami penyebab perubahan pemahaman leksikon penutur Kei serta sebagai wawasan penulis dalam membahas masalah nomor dua. Persamaan penelitian Mbete dan Adisaputera dengan penelitian ini adalah menelusuri pemahaman dan penggunaan leksikon. Perbedaannya adalah objek penelitiannya adalah bahasa Melayu Langkat, khususnya pada komunitas remaja, sedangkan penulis meneliti kebertahanan leksikon bahasa Kei dalam lingkungan kelautan di Kepulauan Kei yang berlokasi di Ohoi Warbal, Kecamatan Kei Kecil Barat, Maluku Tenggara.

11 11 Selain itu, pengujian leksikon yang dilakukan Mbete dan Adisaputera hanya pada komunitas remaja, sedangkan komunitas pemuda dan orang tua belum dikaji dalam penelitian ini. Dalam hal ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap komunitas pemuda dan orang tua sehingga hasil penelitian tentang leksikon itu dapat terangkum lebih komprehensif. Selanjutnya, dalam pengujian leksikon kepada remaja secara nyata dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Mbete (2002: ) dalam tulisan yang berjudul Ungkapan-Ungkapan dalam Bahasa Lio dan Fungsinya dalam Melestarikan Lingkungan. Penelitian ini menguak warisan budaya leluhur masyarakat etnik Lio, Flores berupa ungkapanungkapan verbal yang memiliki fungsi untuk melestarikan lingkungan hidup. Ungkapan-ungkapan budaya verbal tersebut diperinci sebagai berikut. Pertama, ungkapan yang berfungsi memelihara keserasian hubungan dengan alam semesta, terutama dengan Sang Khalik dan dengan leluhur pewaris lahan. Kedua, ungkapan yang berfungsi untuk melestarikan lahan dengan menggunakan teknik tradisional yang mendukung lingkungan. Ketiga, ungkapan yang mengamanatkan pemeliharaan hutan lindung dan sumber air. Keempat, ungkapan yang berfungsi untuk melestarikan pantai dan laut. Kelima, ungkapan yang berfungsi untuk melestarikan dan menjaga kebersamaan dan kesatuan sosial. Hasil penelitian Mbete (2002: ) menginspirasi peneliti untuk mengungkap kandungan makna ungkapan-ungkapan terkait dengan pelestarian lingkungan kelautan di kalangan penutur bahasa Kei. Selain itu, dalam penelitian ditemukan bahwa merosotnya pemahaman nilai dan norma pelestarian lingkungan yang disebabkan

12 12 oleh kesenjangan kebahasaan antargenerasi menjadi bahan pembanding bagi peneliti dalam merumuskan simpulan. Suparwa (2009) mengadakan penelitian berjudul Ekologi Bahasa dan Pengaruhnya dalam Dinamika Kehidupan Bahasa Melayu Loloan Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehidupan dan perkembangan bahasa Melayu Loloan dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu hubungan penutur bahasa dengan lingkungan alamnya, hubungan sosial penutur dengan penutur lainnya, dan hubungan penutur dengan Sang Penciptanya. Berdasarkan faktor pertama, yaitu hubungan penutur bahasa dengan lingkungan alamnya, diketahui bahwa lingkungan tempat tinggal dan pekerjaan penutur memengaruhi perkembangan BM Loloan. Lingkungan alam pesisir dan pinggir sungai serta profesi nelayan menyebabkan banyak penutur BM Loloan sangat akrab dengan kata-kata tentang laut, nelayan, dan rumah panggung. Namun, pengaruh faktor alam, seperti penggundulan hutan, berkurangnya curah hujan, dan pendangkalan sungai memengaruhi cara hidup dan menimbulkan pola pikir ekonomis generasi penutur bahasa Loloan berikutnya dalam menjalani kehidupan. Profesi nelayan ditinggalkan dan diganti dengan profesi pedagang, buruh, dan tukang. Di pihak lain rumah panggung digantikan dengan rumah biasa yang sedikit menggunakan kayu. Sejalan dengan perubahan profesi dan bentuk rumah, istilah-istilah baru bermunculan yang mengakibatkan istilah lama hampir tidak dikenal lagi. Dalam kaitannya dengan penelitian kebertahanan leksikon bahasa Kei dalam lingkungan kelautan di Kepulauan Kei, faktor pertama pada penelitian Suparwa, yaitu

13 13 hubungan penutur bahasa dengan lingkungan alamnya dapat menjadi acuan bagi peneliti dalam menganalisis hubungan bahasa dan lingkungannya. Sinar (2010:70--83) menulis makalah berjudul Ungkapan Verbal Etnis Melayu dalam Pemeliharaan Lingkungan. Makalah ini membahas dampak degradasi lingkungan pada bahasa Melayu Serdang di wilayah komunitas pantai masyarakat Deli Serdang dan Serdang Bedagai. Dampak degradasi itu ditandai dengan semakin langka dan kurang dikenalnya sejumlah leksikon tumbuhan yang terdapat dalam sastra lisan Melayu, yaitu pantun, pepatah, dan jargon. Latar belakang penulisan makalah ini, yaitu perlunya upaya penyelamatan bahasa daerah di Indonesia karena ancaman hegemoni dan dominasi beberapa bahasa internasional, regional, dan nasional. Tulisan ini memperkuat penulis dalam menulis subbab Teori Ekolinguistik dalam Bab Kajian Pustaka penelitian ini. Di samping itu, pengungkapan kearifan lokal mengenai pelestarian lingkungan dalam sastra lisan pantun dan pepatah menginspirasi peneliti untuk lebih kritis dalam menganalisis makna ungkapan atau peribahasa yang dimiliki penutur bahasa Kei terkait dengan upaya pelestarian lingkungan alam kelautan di perairan Kei. Rasna (2010) menulis artikel berjudul Pengetahuan dan Sikap Remaja terhadap Tanaman Obat Tradisional di Kabupaten Buleleng dalam Rangka Pelestarian Lingkungan, Sebuah Kajian Ekolinguistik. Data menunjukkan sebagai berikut. Pertama, pengetahuan leksikal para remaja tentang tumbuhan dan tanaman obat untuk (a) remaja desa: 28 orang (37,33%) tergolong cukup, 47 orang (82,66%) tergolong kurang, sedangkan (b) remaja kota : 9 orang (18%)

14 14 tergolong cukup, 38 orang (76%) tergolong kurang, dan 3 orang (6%) tergolong rendah. Secara ekolinguistik, hal ini dibuktikan dengan adanya penyusutan bentuk leksikal tumbuhan/tanaman obat pada para remaja sehingga para remaja tidak lagi mengenal bentuk leksikal buu, sekapa (gadung), kusambi, nagasari, kundal, antasari, bahkan tidak semua remaja tahu beluntas. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan sosiokultural, perubahan sosiokologis secara fisik, dan faktor sosioekonomis. Perubahan ini membawa dampak penyusutan leksikal yang dogolongkan ke dalam ekolinguistik. Kedua, sikap remaja terhadap tanaman/tumbuhan obat meliputi sikap bangga, sikap sadar, dan sikap setia. Hal ini terlihat dari 40% remaja tidak setuju dengan anggapan kampungan, terbelakang, dan rendah pada pengguna tanaman dan tumbuhan sebagai obat. Rasna dan Binawati (2012) menulis artikel berjudul Pemertahanan Leksikal Tanaman Obat Tradisional untuk Penyakit Anak pada Komunitas Remaja di Bali: Kajian Semantik Ekolinguistik. Data menunjukkan bahwa bentuk leksikal tanaman obat untuk mengobati penyakit anak menurut usada rare Ilmu Penyakit Anak berjumlah 119 jenis tanaman obat tradisional. Artinya, terdapat sebanyak 119 bentuk leksikal jenis tanaman obat untuk penyakit anak, yang terbagi atas dua kategori, yaitu (1) kategori material khusus, seperti padang gulung, daun pipis, urang-aring dan (2) kategori umum, seperti bawang, kesuna bawang putih, inan kunyit induk kunir. Jenis-jenis tanaman obat ini mempunyai arti penting, baik dari segi sosiokultural, ekologi, linguistik, maupun ekolinguistik.

15 15 Persamaan penelitian ini dengan dua penelitian di atas, yaitu Rasna (2010) serta Rasna dan Binawati (2012) sama-sama meneliti lingkungan dari aspek linguistik tentang tanaman obat tradisional, sedangkan penelitian ini meneliti lingkungan, khususnya lingkungan kelautan di Kepulauan Kei. Data utama dalam penelitian ini yang dijadikan pedoman adalah data lontar Usada Rare (lontar ilmu penyakit anak) sehingga semua leksikon tanaman obat tradisonal belum terungkap secara jelas. Sumarsono (1990:27) dalam disertasinya yang berjudul Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan di Bali menguraikan bahwa konsentrasi wilayah permukiman adalah salah satu faktor yang dapat mendukung kelestarian sebuah bahasa. Konsentrasi wilayah permukiman merupakan faktor penting dibandingkan dengan jumlah penduduk yang besar. Kelompok yang kecil jumlahnya pun dapat lebih kuat mempertahankan bahasanya jika konsentrasi wilayah permukiman dapat dipertahankan sehingga terdapat keterpisahan secara fisik, ekonomi, dan sosial budaya. Secara umum, penelitian ini cukup menarik, terutama tentang faktor yang dapat mendukung kelestarian sebuah bahasa, tetapi penjelasan mengenai bagaimana upaya-upaya pemertahanan kelestarian sebuah bahasa masih sangat kurang. Namun, penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang bagaimana pemertahanan sebuah bahasa serta penggunaan dan penguasaan leksikon dengan menggunakan teori ekolinguistik sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini. Relevansinya dengan penelitian ini adalah menggunakan pendekatan ekolinguistik dalam mengkaji pemertahanan bahasa. Perbedaan penelitian ini adalah bahan kajiannya, yaitu bahasa Melayu

16 16 Loloan, sedangkan penulis mengkaji bahasa Kei. Selain itu, uraian tentang konsentrasi wilayah permukiman memberikan inspirasi bagi penulis untuk membahas dan menggambarkan kebertahanan leksikon kelautan bahasa Kei. Kajian yang terakhir adalah sebuah tesis yang ditulis oleh Sukhrani (2010) dengan judul Leksikon Nomina Bahasa Gayo dalam Lingkungan Kedanauan Lut Tawar: Kajian Ekolinguistik. Data menunjukkan bahwa terjadi perbedaan tingkat pemahaman nomina kedanauan pada tiap kecamatan dan kelompok usia. Pada kelompok usia di atas 46 tahun pemahamannya masih tinggi, lalu menurun pada kelompok usia tahun, hingga tergolong rendah pada kelompok usia tahun. Perbedaan pemahaman tersebut berkaitan dengan (1) perbedaan kontur alam danau, (2) perluasan kota, (3) pola hidup praktis dan instan dengan munculnya alat-alat modern, dan (4) introdusi biota dari luar. Namun, leksikon nomina bahasa Gayo dalam lingkungan kedanauan lut tawar masih dikenal dan digunakan oleh 80,6% penutur Gayo dalam berkomunikasi. Beberapa faktor penyebab kebertahanan leksikon nomina tersebut adalah (1) biodiversitas lingkungan sekitar danau; (2) penutur dari tiap-tiap kelompok usia masih berinteraksi dengan lingkungan ragawi yang beragam; dan (3) penutur dari setiap kelompok usia masih sering berbahasa Gayo dalam keseharian. Faktor penyebab kebertahanan leksikon nomina dan pengujian pemahaman leksikon pada penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penulis dalam membahas masalah nomor dua dan tiga yang tersaji pada rumusan masalah. Selain itu, penelitian ekolinguistik yang dilakukan Sukhrani hanya mencakup jenis kata nomina, jenis-jenis kata yang lain, yaitu verba dan adjektiva belum dikaji dalam

17 17 penelitian ini. Dalam hal ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai verba dan adjektiva sehingga hasil penelitian tentang leksikon itu dapat terangkum lebih komprehensif. Walaupun bahasa yang digunakan sebagai objek dalam penelitian-penelitian di atas tidak sama dengan bahasa yang menjadi objek penelitian penulis, penelitian-penelitian tersebut dapat dijadikan kajian pustaka yang memberikan banyak sumbangan dalam penelitian penulis. Hal itu mengingat pembahasan pengetahuan dan pemertahanan leksikon dengan menggunakan teori Ekolinguistik dapat memberikan kontribusi dalam penelitian ini yang juga akan membedah pengaruh antara lingkungan dan bahasa. 2.2 Konsep Sebelum mengacu pada uraian teori yang digunakan dalam penelitian ini, perlu dijelaskan konsep dasar yang dianggap relevan sebagai pendukung untuk dapat lebih memahami topik dan bermanfaat untuk menyamakan persepsi terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep-konsep tersebut diuraikan berikut ini Kebertahanan Bahasa dan Pemertahanan Bahasa Konsep kebertahanan bahasa berawal dari pemahaman tentang kata tersebut. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1375) dikemukakan bahwa makna kata kebertahanan adalah ihwal bertahan, sedangkan makna kata bertahan adalah tetap pada tempatnya (kedudukannya dan sebagainya); tidak beranjak. Konsep kebertahanan diartikan sebagai proses, cara, perbuatan

18 18 mempertahankan. Di dalam konsep pemertahanan ada proses yang dilakukan dengan sengaja, sedangkan pada konsep kebertahanan tercakup proses-proses disengaja atau tidak disengaja karena keduanya tercakup dalam ihwal bertahan. Dengan demikian, penelitian ini mengacu pada konsep kebertahanan karena mencermati kebertahanan leksikon bahasa Kei secara alami atau apa adanya yang masih digunakan di Ohoi Warbal, Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara hingga saat ini. Kebertahanan bahasa berkenaan dengan persoalan apakah sebuah bahasa masih bertahan atau tidak. Masih bertahan berarti masih digunakan dalam interaksi komunikasi sehari-hari oleh penuturnya. Kebertahanan bahasa terjadi secara alamiah karena terkait dengan nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa. Dalam pengembangan bahasa yang berlangsung secara alami tersebut ada dua proses yang disebabkan oleh perilaku penuturnya, yaitu proses pemertahanan bahasa (maintenance) dan proses pergeseran bahasa (language shift). Menurut Garvin dan Martinet (dalam Adisaputra, 2010:43), proses tersebut terjadi karena adanya fungsi bahasa sebagai alat menyatukan (unifying) atau memisahkan (separatist) diri dari kelompok lain. Sementara itu, Fasold (1986:181) menyatakan bahwa orang mempertahankan bahasanya secara tidak sadar. Menurut Fasold, bahasa memiliki fungsi sebagai contrastive self identification identifikasi diri yang konstratif, yaitu bahasa berfungsi sebagai alat menyatukan atau memisahkan diri dari kelompok lain. Kebertahanan bahasa terkait dengan faktor-faktor sosial dan psikologis, seperti kekuatan ikatan etnis, sistem nilai, pola permukiman, agama, sistem

19 19 kekeluargaan, jenis kelamin, dan ekonomi (Suhardi, 1990:195). Faktor lain yang berpengaruh terhadap kebertahanan bahasa adalah jabatan, status sosial, kedudukan sosial, usia, dan etnisitas. Selain faktor sosial, faktor situasional, seperti interlocutor (mitra wicara), topik, dan situasi komunikasi juga turut menentukan (Fishman, 1968: ; Holmes, 1996:20--31). Berdasarkan konsep tersebut, dapat dikatakan penelitian ini hanya mengkaji faktor-faktor sosial yang diungkapkan di atas dengan melihat dari segi jenis kelamin dan usia. Selanjutnya, pembahasan pemertahanan erat kaitannya dengan kepunahan bahasa, artinya jika upaya pemertahanan tersebut gagal, maka bahasa itu perlahan-lahan akan menjadi punah (Sumarsono dalam Damanik, 2009:9). Kemampuan bahasa untuk bertahan hidup menurut Holmes (2001:65) dalam Gunarwan (2006: ) dipengaruhi oleh tiga komponen, yaitu (1) status bahasa yang bersangkutan seperti yang tercermin pada sikap masyarakat bahasa itu terhadapnya, (2) besarnya kelompok penutur bahasa itu serta persebarannya; dan (3) seberapa jauh bahasa itu mendapat dukungan institusional Leksikon Leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat informasi tentang makna. Sejalan dengan itu, leksikon didefinisikan sebagai kosakata; komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna pemakaian kata dalam bahasa; kekayaan kata yang dimiliki suatu bahasa (KBBI, 2008: 805). Di pihak lain Sibarani (1997:4) sedikit membedakan leksikon dari perbendaharaan kata. Meurut Sibarani, leksikon mencakup komponen yang mengandung segala informasi tentang kata dalam suatu bahasa, seperti perilaku semantis, sintaksis,

20 20 morfologis, dan fonologisnya, sedangkan perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau suatu bahasa. Selanjutnya, menurut Booij (2007:16) the lexicon specifies the properties of each word, its phonological form, its morphological and syntactic properties, and its meaning. Ia memberikan contoh leksikon swim dan swimmer a. /swιm/ /swιmər/ b. [x]v [[x]v er]n c. SWIMACTIVITY PERSON PERFORMING SWIMACTIVITY Contoh a merupakan bentuk fonologi leksem swim. Contoh b merupakan struktur morfologi internal. Contoh c merupakan makna yang dinyatakan dengan huruf kapital kecil. Dalam bahasa Indonesia diberikan contoh leksikon takut dan penakut. a. /takut/ /penakut/ b. [x]a [[x]a pen-]n [[x]a pen-]a c. tidak berani orang yang takut mudah takut Contoh a merupakan bentuk fonologi leksem takut. Contoh b merupakan struktur morfologi internal. Contoh c merupakan makna. Untuk mencatat leksikon suatu bahasa disusunlah kamus. Kegiatan penyusunan kamus disebut leksikografi. Biasanya sebuah kamus tersusun dengan leksem atau gabungan leksem sebagai judul yang diterangkan dengan berbagai cara. Judul itu disebut lema. Ada lema yang berupa leksem atau kata tunggal, ada yang berupa gabungan leksem atau gabungan kata. Bila keterangannya berupa

21 21 bahasa yang sama dengan lemanya, kamus ini disebut kamus ekabahasa atau kamus monolingual. Bila keterangan itu dalam bahasa lain, kamus itu merupakan kamus dwibahasa atau kamus bilingual. Dari paparan di atas, dapat diartikan bahwa leksikon merupakan komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna pemakaian kata dalam bahasa, seperti perilaku semantik, sintaksis, morfologis, dan fonologisnya atau perbendaharaan kata lebih ditekankan pada kekayaan kata yang dimiliki seseorang atau suatu bahasa. 2.3 Landasan Teori Teori merupakan asas atau hukum-hukum umum yang menjadi dasar (pijakan, pedoman, tuntutan) suatu ilmu pengetahuan. Menurut Snelbecker (dalam Moleong, 2008: 57), teori berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. Dengan kata lain, teori merupakan landasan fundamental ilmiah sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberikan jawaban rasional terhadap masalah yang digarap (Atmadilaga dalam Gurning, 2004:9). Teori yang digunakan untuk menganalisis rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum berpijak pada perspektif ekolinguistik yang merupakan paduan antara teori linguistik dan ekologi. Menurut Mbete (2009:2), dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai organisme yang hidup secara bersistem dalam suatu kehidupan bersama organisme-organisme lainnya.

22 Teori Ekolinguistik Ekolinguistik merupakan bidang linguistik yang mengkaji interaksi bahasa dengan ekologinya. Mackey dalam Fill dan Muhlhausler (2001:67) dalam bukunya yang berjudul The Ecology of Language Shift menjelaskan bahwa pada dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu sistem. Dalam ekologi bahasa, konsep ekologi memadukan lingkungan, konservasi, interaksi, dan sistem dalam bahasa (Fill, 2001:43). Ekolinguistik adalah ilmu pengetahuan antardisiplin yang merupakan sebuah payung bagi semua penelitian tentang bahasa (dan bahasa-bahasa) yang dikaitkan sedemikian rupa dengan ekologi. Hal itu seperti yang dikatakan oleh Fill (1993:126) dalam Lindo dan Simonsen (2000: 40) bahwa ekolinguistik merupakan sebuah payung bagi semua penelitian mengenai bahasa yang ditautkan dengan ekologi, yaitu Ecolinguistics is an umbrella term for [ ] all approaches in which the study of language (and languages) is in any way combined with ecology. Demikian pula, Mühlhäusler, dalam salah satu tulisannya yang berjudul Ecolinguistics in the University menyebutkan seperti di bawah ini. Ecology is the study of functional interrelationships. The two parameters we wish to interrelate are language and the environment/ecology. Depending on whose perspective one takes one will get either ecology of language, or language of ecology. Combined they constitute the field of ecolinguistics. Ecology of language studies the support systems languages require for their continued wellbeing as well as the factors that have affected the habitat of many languages in recent times (P.2). Selanjutnya, dalam kamus A Dictionary of Linguistics and Phonetics 6 th Edition, dijelaskan bahwa ecolinguistics (n.) adalah sebagai berikut. In linguistics, an emphasis-reflecting the notion of ecology in biological studies-in which the interaction between language and the cultural

23 23 environment is seen as central; also called the ecology of language, ecological linguistics, and sometimes green linguistics. An ecolinguistic approach highlights the value of linguistic diversity in the world, the importance of individual and community linguistic rights, and the role of language attitudes, language awareness, language variety, and language change in fostering a culture of communicative peace (Crystal, 2008: ). Lingkungan bahasa dalam ekolinguistik meliputi lingkungan ragawi dan sosial (Sapir dalam Fill dan Muhlhausler, 2001:14). Kajian ekolinguistik melihat tautan ekosistem yang merupakan bagian dari sistem kehidupan manusia (ekologi) dengan bahasa yang dipakai manusia untuk mengkodekan secara verbal dan berkomunikasi dengan lingkungannya (linguistik). Lingkungan tersebut adalah lingkungan ragawi berbahasa yang menghadirkan pelbagai bahasa dalam sebuah masyarakat. Lingkungan ragawi dengan pelbagai kondisi sosial memengaruhi penutur bahasa secara psikologis dalam penggunaan bahasanya (Al-Gayoni, 2010:31). Terkait dengan adanya hubungan antara perubahan ragawi lingkungan terhadap bahasa dan sebaliknya, Mühlhäusler (hal.3) dalam tulisannya Language and Environment, menyebut ada empat hal yang memungkinkan hubungan antara bahasa dan lingkungan. Keempat hal yang dimaksud adalah (1) language is independent and self-contained (Chomsky, Cognitive Linguistics); (2) language is constructed by the world (Marr); (3) the world is constructed by language (structuralism and post structuralism); dan (4) language is interconnected with the world it both constructs and is constructed by it but rarely independent (ecolinguistics). Menurut Haugen dalam Fill dan Muhlhausler (2001:1), kajian ekolinguistik memiliki parameter, yaitu interrelationships (interelasi bahasa dan lingkungan), environment (lingkungan ragawi dan sosial budaya), and diversity (keberagaman

24 24 bahasa dan lingkungan). Haugen (1970) dalam Mbete (2009:11--12) menyatakan bahwa ada sepuluh ruang kajian ekolinguistik, yaitu (1) linguistik historis komparatif, (2) linguistik demografi, (3) sosiolinguistik, (4) dialinguistik, (5) dialektologi, (6) filologi, (7) linguistik preskriptif, (8) glotopolitik, (9) etnolinguistik, linguistik antropologi atau linguistik kultural (cultural linguistics), dan (10) tipologi bahasa-bahasa di suatu lingkungan. Berdasarkan pembagian Haugen di atas, penelitian ini berhubungan dengan ruang kaji ekolinguistik berdasarkan pada pembagian Haugen di atas, Dalam lingkup kajian ekolinguistik, bahasa yang hidup dan digunakan menggambarkan, mewakili, melukiskan (merepresentasikan secara simbolik verbal) realitas di lingkungan, baik lingkungan ragawi maupun lingkungan buatan manusia (lingkungan sosialbudaya). Hal tersebut mengimplikasikan bahasa mengalami perubahan seiring dengan perubahan lingkungan ragawi dan sosialnya, sebagaimana dinyatakan Liebert (2001) dalam Mbete (2009:7) bahwa perubahan bahasa merepresentaikan perubahan ekologi. Proses perubahan pada bahasa tersebut berjalan secara bertahap dalam kurun waktu yang lama, tanpa disadari oleh penuturnya, dan tidak dapat dihindari. Perubahan pada bahasa itu tampak jelas teramati pada tataran leksikon. Alasannya, kelengkapan leksikon suatu bahasa mencerminkan sebagian besar karakter lingkungan ragawi dan karakteristik sosial serta budaya masyarakat penuturnya. Fill dan Muhlhausler (2001:2) juga menambahkan bahwa lingkup ekolinguistik adalah hubungan antara bahasa dan lingkungan pada ranah leksikon saja, bukan pada tataran fonologi atau morfologi this interrelation exists merely

25 25 on the level of the vocabulary and not, for example, on that of phonology or morphology. Selanjutnya, menurut Lindø dan Bundegaard (2000: ), dinamika dan perubahan bahasa pada tataran leksikon dipengaruhi oleh tiga dimensi. Pertama, dimensi ideologis, yaitu adanya ideologi atau adicita masyarakat, misalnya ideologi kapitalisme yang disangga pula dengan ideologi pasar sehingga perlu dilakukan aktivitas terhadap sumber daya lingkungan, seperti muncul istilah dan wacana eksploitasi, pertumbuhan, keuntungan secara ekonomis. Jadi, ada upaya untuk tetap mempertahankan, mengembangkan, dan membudidayakan jenis ikan atau tumbuhan produktif tertentu yang bernilai ekonomi tinggi dan kuat. Kedua, dimensi sosiologis, yakni adanya aktivitas wacana, dialog, dan diskursus sosial untuk mewujudkan ideologi tersebut. Dalam dimensi ini bahasa merupakan wujud praktis sosial yang bermakna. Ketiga, dimensi biologis, yaitu berkaitan dengan adanya diversivitas (keanekaragaman) biota danau (atau laut, ataupun darat) secara berimbang dalam ekosistem. Di samping itu, dengan tingkat vitalitas spesies dan daya hidup yang berbeda antara satu dan yang lain, yaitu ada yang besar dan kuat sehingga mendominasi dan menyantap yang lemah dan kecil, ada yang kecil dan lemah sehingga terpinggirkan dan termakan. Dimensi biologis itu secara verbal terekam secara leksikon dalam khazanah kata setiap bahasa sehingga entitas-entitas itu tertandakan dan dipahami. Leksikon yang terekam melalui proses konseptualisasi dalam pikiran penutur menjadi leksikon yang fungsional untuk digunakan (Mbete dan Abdurahman, 2009). Sehubungan dengan itu, penutur bahasa akan menggunakan

26 26 leksikon yang ada dalam konseptual mereka jika didukung dengan lingkungan ragawi yang ada. Sebaliknya, konsepsi leksikal dalam alam pikiran penutur ini akan berubah jika adanya perubahan lingkungan ragawi. Perubahan itu terjadi dalam waktu yang cukup lama sehingga mengakibatkan menghilang atau menyusutnya sejumlah leksikon. Bahkan, pada komunitas yang dwibahasawan, tidak hanya terjadinya perubahan, tetapi pergeseran ke konsepsi leksikal bahasa yang lain Teori Semantik Leksikal Dalam studi semantik, konsep makna telah dikembangkan oleh pakar filsafat dan linguistik yang pada dasarnya mempersoalkan makna dalam bentuk hubungan antara bahasa (ujaran, pikiran, dan realitas di alam). Pateda (2001:74) mengatakan bahwa pembahasan makna dalam kata merupakan kajian semantik leksikal. Makna kata dianggap sebagai satuan mandiri, bukan makna kata dalam kalimat. Dengan demikian, untuk menggambarkan hubungan antarkata dalam suatu bidang tertentu dapat diungkapkan melalui komponen makna yang tercakup dalam kata-kata pada suatu bidang tertentu. Komponen makna menunjukkan bahwa makna setiap kata terbentuk dari beberapa unsur atau komponen. Misalnya, kata-kata yang menggambarkan kekerabatan, seperti ayah, ibu, adik, dan kakak. Dalam semantik leksikal diselidiki makna yang ada pada leksem-leksem bahasa tersebut. Makna yang ada pada leksem-leksem itu disebut makna leksikal. Dalam studi semantik, leksem adalah istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan satuan bahasa bermakna. Istilah leksem ini kurang lebih dapat

27 27 dipadankan dengan istilah kata yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis yang lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas terkecil. Hal ini senada dengan Djajasudarma (1993: 13) menyatakan bahwa semantik leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal memiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikal juga dapat diartikan makna yang sesuai dengan acuannya, makna yang sesuai dengan hasil observasi panca indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Lebih lanjut, Lyons (1995:47) menyatakan bahwa The noun lexeme is of course related to the words lexical and lexicon, (we can think of lexicon as having the same meaning as vocabulary or dictionary Hubungan antara kata dan konsep atau makna kata tersebut serta benda atau hal yang dirujuk oleh makna itu berada di luar bahasa. Hubungan antara ketiganya disebut dengan hubungan referensial, yang biasanya digambarkan dalam bentuk segi tiga makna yang diperkenalkan oleh Ogden dan Richard (1972), yang lebih dikenal dengan istilah kata (symbol), konsep/pikiran (reference), dan acuan (referent) seperti tampak pada segi tiga di bawah ini. (b) Konsep (reference) (a) Kata (symbol) (c) Acuan (referent)

28 28 Simbol adalah kata-kata yang merujuk kepada benda, orang, kejadian, peristiwa melalui pikiran. Simbol harus bebas atau bersifat impersonal dan harus diverifikasi dengan fakta atau bahasa yang sesuai dengan fakta atau bahasa kefaktaan (Parera, 2004:29). Reference adalah sesuatu yang ada dalam pikiran penutur tentang objek yang ditunjuk oleh lambang atau simbol. Referent atau acuan adalah objek, peristiwa, atau fakta yang ada di dalam pengalaman manusia. Reference berhubungan dengan konteks psikologi, sedangkan referent berhubungan dengan konteks sosial. Berdasarkan beberapa pandangan yang telah dipaparkan di atas, dapat dikatakan bahwa penelitian ini mengkaji semantik leksikal berdasarkan makna dan referensial (acuan) atau korespondensi, yaitu teori yang melihat hubungan antara kata dan acuan yang dinyatakan lewat simbol bunyi bahasa, baik berupa kata, frasa maupun kalimat. Dengan demikian, kajian makna dan referensial lebih ditekankan pada hubungan langsung antara kata dan acuannya yang ada di alam nyata (Parera, 2004:45).

29 Model Penelitian Model pada penelitian ini tampak pada skema berikut. Bahasa Kei Leksikon Lingkungan Kelautan Satuan-satuan Lingual Ekoleksikal Kelautan BK Pemahaman dan Kebertahanan Leksikon Kelautan Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebertahanan LKBK Teori Ekolinguistik Teori Semantik leksikal Metode Kualitatif Kuantitatif HASIL PENELITIAN Bagan I Model Penelitian Keterangan: hubungan langsung yang digunakan saling berhubungan

30 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan utama yang diterapkan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau lisan di masyarakat bahasa (Djajasudarma, 2006: 11). Pendekatan kualitatif yang dilakukan di dalam penelitian ini berdasarkan pertimbangan bahwa pendekatan kualitatif mengutamakan teknik analisis data dengan kekuatan deskripsi yang mendalam. Dalam penelitian ini juga diterapkan dengan pendekatan kuantitatif untuk melihat kuantitas pengetahuan dan pemahaman leksikon-leksikon kelautan bahasa Kei oleh kelompok pria dan wanita usia di atas 46 tahun, kelompok pria dan wanita usia tahun, dan kelompok pria dan wanita usia tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penelitian ini menerapkan pendekatan kualitatif yang didukung analisis kuantitatif. 3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif adalah kekayaan bahasa Kei yang dimiliki dan digunakan oleh masyarakat Ohoi Warbal pada berbagai situasi dan kondisi penggunaan bahasa dengan pelbagai indikator. Selain itu, data kualitatif berupa informasi lisan dari informan utama tentang kebertahanan dan faktor-faktor yang memengaruhi dinamika perkembangan leksikon kelautan bahasa Kei. Data kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka yang ditabulasikan secara statistik sederhana. Data kuantitatif

31 31 bersumber dari hasil TKL informan, berupa rata-rata kompetensi informan terhadap leksikon yang berhubungan dengan lingkungan alamiah komunitas tutur (speech community) di Ohoi Warbal, ditinjau dari kelompok umur dan jenis kelamin. Secara fungsional, data kuantitatif digunakan untuk mendukung dan menjelaskan konsisitensi gejala pengetahuan yang dimiliki oleh informan, sedangkan, data kualitatif berfungsi untuk menjelaskan secara deskriptif sebagai dasar untuk mengetahui kebertahanan dan faktor-faktor yang memengaruhi dinamika perkembangan leksikon kelautan bahasa Kei. Di samping itu, berdasarkan cara memerolehnya, penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Secara keseluruhan, baik data kualitatif maupun kuantitatif merupakan data primer. Menurut Bungin (2005:122), data primer adalah data yang langsung diperoleh dari lokasi penelitian atau objek penelitian, sedangkan data sekunder adalah data data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang dibutuhkan. Dengan demikian, untuk mendukung data primer diperlukan data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari keterangan masyarakat dan sumber-sumber tertulis. Pemilihan desa Warbal sebagai sumber data didasarkan atas pertimbangan bahwa masyarakat desa Warbal pada umumnya adalah penutur asli bahasa Kei. Di samping itu, penggunaan bahasa Kei masih sangat aktif dalam komunikasi seharihari dan letak geografisnya di pesisir pantai sehingga pada umumnya masyarakatnya adalah nelayan.

32 32 Untuk mendapatkan sumber data lisan dan respons dari informan maka digunakan teknik purposive sampling, yaitu penentuan informan berdasarkan pertimbangan peneliti sendiri. Adapun kriteria informan adalah sebagai berikut. 1) Berjenis kelamin pria dan wanita. 2) Berusia tahun. 3) Orang tua, istri atau suami informan lahir dan dibesarkan di Ohoi Warbal. 4) Menetap di Ohoi Warbal minimal selama sepuluh tahun. 5) Menguasai pertanyaan dalam bahasa Kei. 6) Dapat berbahasa Indonesia. 7) Untuk informan tua, pendengarannya baik dan tidak pikun. 3.3 Instrumen Penelitian Instrumen utama dalam penelitian adalah peneliti sehingga instrumennya adalah orang atau manusia (human instrument) (Sugiyono, 2009:2). Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat adalah peneliti itu sendiri karena sebagai human instrument atau instrumen manusia bertugas untuk menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat simpulan atas temuannya (Sugiyono, 2009:59). Oleh karena itu,dalam penelitian ini peneliti adalah instrumen utama karena peneliti sendiri adalah penutur bahasa Kei sehingga peneliti bersikap independen untuk menghindari subjektivitas dalam penelitian ini. Selanjutnya, instrumen yang digunakan untuk memeroleh data kuantitatif adalah kuesioner (angket) yang diwujudkan dalam daftar tanyaan yang jawabannya disimbolkan dalam angka-angka. Angka-angka yang digunakan

33 33 merupakan indikator-indikator pengetahuan leksikon informan. Data yang dijaring melalui kuesioner merupakan data utama (primer). Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan pemahaman leksikon bahasa Kei tentang lingkungan kelautan oleh responden digunakan tes kompetensi leksikon. Tes ini berupa sebaran leksikon (kuesioner) lingkungan kelautan sesuai dengan lingkungan alamiah masyarakat dari kelompok pria dan wanita usia di atas 46 tahun, kelompok pria dan wanita usia tahun, dan kelompok pria dan wanita usia tahun kumunitas Kei di Ohoi Warbal, Kecamatan Kei Kecil Barat, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Kompetensi leksikon ini dapat dipakai sebagai tolok ukur bagaimana hubungan antara partisipan dan lingkungannya serta untuk menentukan masih adanya referen leksikon itu. Oleh karena itu, pada tiap kelompok leksikon diajukan empat pilihan jawaban. Contoh: 1. Ikan tuna (jawab/isi dalam leksikon bahasa Kei) (a) Tahu, kenal, dan referennya masih banyak. (b) Tahu,kenal, dan referennya sedikit/langka. (c) Tahu,kenal, dan referennya sudah hilang/ punah. (d) sama sekali tidak kenal. Model pertanyaan di atas ada 131 pertanyaan setiap jawaban A (Tahu, kenal, dan referennya masih banyak) dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah informan per kelompok jenis kelamin dan usia, yang kemudian mendapatkan hasil presentasi dengan rumus di bawah ini. x 100 =KL x 100 =83,3

34 34 Keterangan : JJA JI KL = jawaban A (Tahu, kenal, dan referennya masih banyak) = jumlah informan per kelompok jenis kelamin dan usia = kompetensi leksikon per kelompok jenis kelamin dan usia Untuk setiap jawaban D (sama sekali tidak kenal) dijumlahkan dan dibagi dengan jumlah informan per kelompok jenis kelamin dan usia, yang kemudian mendapatkan hasil persentasi dengan rumus berikut: x 100 = KL x 100 =83,3 Keterangan : JJD JI KL = jawaban D (sama sekali tidak kenal) = jumlah informan per kelompok jenis kelamin dan usia = kompetensi leksikon per kelompok jenis kelamin dan usia Untuk mendapatkan perhitungan rata-rata pengetahuan leksikon informan tentang kelautan, maka jumlah jawaban A dan D dijumlahkan dan dibagikan dengan jumlah informan sehingga didapatkan skor rata-rata dengan rumus berikut. x 100 =Hasil A x 100 =77,8 x 100 =Hasil D x 100 =22,2

35 35 Selain itu, untuk menentukan pengetahuan leksikon kelautan informan itu sangat baik, baik, cukup baik, kurang dan sangat kurang, digunakan kriteria nilai kompetensi leksikon pada tabel berikut berikut. Tabel 3.1 Kriteria Nilai Pengetahuan Leksikon Kelautan NO SKOR PREDIKAT Sangat baik Baik Cukup baik Kurang Sangat kurang (Renjaan, 2014) 3.4 Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode penelitian merupakan suatu cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran yang bersangkutan. Dengan menggunakan metode yang tepat akan diperoleh hasil yang sesuai dengan yang diharapkan sebab metode penelitian merupakan petunjuk yang memberikan arah, corak, dan tahapan kerja suatu penelitian. Dalam penelitian ini pengumpulan data dititikberatkan pada natural setting atau kondisi yang alamiah. Dalam pengumpulan data ada beberapa tahapan yang dilakukaan, yaitu observasi, wawancara, dokumentasi pribadi dan resmi, foto, gambar, dan percakapan informal. Data yang terkumpul merupakan data kualitatif (Emzir, 2010:37). Dalam penelitian ini, diambil teknik yang umum dan ditambah dengan kebutuhan khusus kajian penelitian, yaitu sebagai berikut. 1. Tes kompetensi leksikon,yaitu tes untuk menguji tingkat pengetahuan leksikonleksikon dalam lingkungan kelautan berdasarkan angket yang diberikan.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat karena tanpa bahasa masyarakat akan sulit untuk melanjutkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori-Teori yang Relevan 2.1.1 Ekolinguistik Ekolinguistik mengkaji interaksi bahasa dengan ekologi pada dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini bertitik tolak dari perspektif ekolinguistik. Menurut Mbete

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penelitian ini bertitik tolak dari perspektif ekolinguistik. Menurut Mbete BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Penelitian ini bertitik tolak dari perspektif ekolinguistik. Menurut Mbete (2009:2), dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lingkungan sosialbudaya, merupakan sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain. Manusia dalam menjalani kehidupannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIK 2.1 Teori-Teori Yang Relevan Dengan Variabel Yang Diteliti 2.1.1 Pengertian Semantik Semantik ialah bidang linguistik yang mengkaji hubungan antara tanda-tanda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkembang. Sebaliknya, jika suatu bahasa yang sedikit dipakai oleh penutur dengan

BAB I PENDAHULUAN. akan berkembang. Sebaliknya, jika suatu bahasa yang sedikit dipakai oleh penutur dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian linguistik mengenai lingkungan masih kurang memadai, padahal bahasa lingkungan itu luas. Lingkungan bahasa adalah dimensi lingkungan yakni segi ragawi, fisik,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa : Kajian Ekolinguistik.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Lingkungan Persawahan di Tanjung Morawa : Kajian Ekolinguistik. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian Leksikon Nomina dan Verba Bahasa Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jaenudin, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nama perkakas berbahan bambu merupakan nama-nama yang sudah lama dikenal dan digunakan oleh penutur bahasa Sunda. Dalam hal ini, masyarakat Sunda beranggapan

Lebih terperinci

LEKSIKON NOMINA BAHASA GAYO DALAM LINGKUNGAN KEDANAUAN LUT TAWAR: KAJIAN EKOLINGUISTIK TESIS. Oleh DEWI SUKHRANI /LNG

LEKSIKON NOMINA BAHASA GAYO DALAM LINGKUNGAN KEDANAUAN LUT TAWAR: KAJIAN EKOLINGUISTIK TESIS. Oleh DEWI SUKHRANI /LNG LEKSIKON NOMINA BAHASA GAYO DALAM LINGKUNGAN KEDANAUAN LUT TAWAR: KAJIAN EKOLINGUISTIK TESIS Oleh DEWI SUKHRANI 087009024/LNG SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 LEKSIKON NOMINA

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan konsep, landasan teori, dan tinjauan pustaka pada penelitian Pemertahanan Leksikon Kelautan dalam Bahasa Pesisir Sibolga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 20 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Subbab ini berisi paparan mengenai sejumlah tulisan berupa kajian atau hasil penelitian tentang kebergeseran dan

Lebih terperinci

LEKSIKON BAHASA KEI DALAM LINGKUNGAN KELAUTAN: KAJIAN EKOLINGUISTIK

LEKSIKON BAHASA KEI DALAM LINGKUNGAN KELAUTAN: KAJIAN EKOLINGUISTIK LEKSIKON BAHASA KEI DALAM LINGKUNGAN KELAUTAN: KAJIAN EKOLINGUISTIK Meiksyana Raynold Renjaan Politeknik Perikanan Negeri Tual Jln. Langgur- Sathean, Km 6. Kabupaten Maluku Tenggara- Langgur Telepon (0916)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, KERANGKA TEORETIS, DAN PENELITIAN TERDAHULU. terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Leksikon Ekologi Kesungaian Lau

BAB II KONSEP, KERANGKA TEORETIS, DAN PENELITIAN TERDAHULU. terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Leksikon Ekologi Kesungaian Lau BAB II KONSEP, KERANGKA TEORETIS, DAN PENELITIAN TERDAHULU Pada bab ini akan diuraikan konsep, kerangka teori, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Leksikon Ekologi Kesungaian Lau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013 BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian bahasa dimulai setelah manusia menyadari keberagaman bahasa merupakan kekayaan alam yang sangat menakjubkan. Summer Institute of Linguistics menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka dalam sebuah penelitian penting untuk dideskripsikan. Selain berfungsi untuk menyusun landasan atau kerangka teori, kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Amanda Putri Selvia, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian  Amanda Putri Selvia, 2013 BAB 1 PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang penelitian, (2) masalah: identifikasi masalah, batasan masalah, perumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Ibrahim (1993:125 126), berpendapat bahwa semua kelompok manusia mempunyai bahasa. Tidak seperti sistem isyarat yang lain, sistem verbal bisa digunakan untuk mengacu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. ada beberapa studi sebagai acuan kajian pustaka untuk kepentingan penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. ada beberapa studi sebagai acuan kajian pustaka untuk kepentingan penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Kajian tentang pemertahanan dan pergeseran bahasa sudah banyak dilakukan oleh para ahli sosiolinguistik dengan beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda

BAB I PENDAHULUAN. tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai oleh penutur bahasa yang tinggal di daerah tertentu, misalnya bahasa Bugis, Gorontalo, Jawa, Kaili (Pateda dan Yennie,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan, manusia dikodratkan sebagai makhluk sosial karena manusia itu pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri. Manusia tentunya membutuhkan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan sarana berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri dalam suatu masyarakat. Berbagai status sosial dan budaya dalam masyarakat sangat memengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat dinamis, arbitrer, konvensional, dan memiliki makna. Sifat dinamis itu muncul karena manusia sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri

BAB I PENDAHULUAN. ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: Kami poetra dan poetri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Betapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi

BAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan

I. PENDAHULUAN. Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk. apabila manusia menggunakan bahasa. Tanpa bahasa, manusia akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumarsono (2009) mengemukakan bahwa bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan. Pikiran dan perasaan akan terwujud apabila manusia menggunakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 102 BAB V SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini membahas penggunaan leksikon Arab dalam bahasa Sunda yang dituturkan masyarakat adat Kampung Dukuh dengan menggunakan perspektif etnolinguistik.. Temuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dalam penggunaannya di tengah adanya bahasa baru dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran dan pemertahanan bahasa merupakan dua sisi mata uang (Sumarsono, 2011). Fenomena tersebut merupakan fenomena yang dapat terjadi secara bersamaan. Pemertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki sistem fonologi dan tata bahasanya sendiri, yang membedakannya dari bahasa lain. Oleh karena itu, masyarakat pemakai bahasa membutuhkan satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak tradisi. Salah satunya adalah tradisi bersumpah. Beberapa orang sangat mudah menyebutkan sumpah untuk meyakinkan lawan tutur mereka. Akan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dalam bab ini akan diuraikan kajian pustaka, kerangka teori, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. Dalam bab ini akan diuraikan kajian pustaka, kerangka teori, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS Dalam bab ini akan diuraikan kajian pustaka, kerangka teori, dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian Keterancaman Leksikon ekoagraris dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena kedudukannya yang sangat penting, maka membuat bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penutur lebih dari satu juta jiwa (Bawa, 1981: 7). Bagi

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah penutur lebih dari satu juta jiwa (Bawa, 1981: 7). Bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Bali merupakan salah satu bahasa daerah yang sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat penuturnya. Berdasarkan jumlah penuturnya bahasa Bali dapat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM EKSPRESI VERBAL ANAK USIA DINI DALAM AKTIVITAS KONSERVASI LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM EKSPRESI VERBAL ANAK USIA DINI DALAM AKTIVITAS KONSERVASI LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN 1 LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM EKSPRESI VERBAL ANAK USIA DINI DALAM AKTIVITAS KONSERVASI LINGKUNGAN BIDANG KEGIATAN PKM-PENELITIAN Oleh : Nur Arifin 2111412068 2012 Yuni Puspita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa-bahasa yang hidup dewasa ini tidak muncul begitu saja. Sebelum sampai pada bentuknya yang sekarang sudah pasti bahasa-bahasa itu mengalami perjalanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Batik adalah budaya Indonesia yang menjadi salah satu ciri khas dan jati diri bangsa. Wujud budaya yang terdiri atas ide, benda, dan aktivitas khususnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu daerah di Indonesia dan suku Simalungun menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Batak Simalungun merupakan bahasa yang digunakan oleh suku Simalungun yang mendiami Kabupaten Simalungun. Bahasa Batak Simalungun merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. bersama organisme-organisme lainnya. Teori-teori yang digunakan dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS. bersama organisme-organisme lainnya. Teori-teori yang digunakan dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS Penelitian ini bertitik tolak dari perspektif ekolinguistik. Menurut Mbete (2009:2), dalam perspektif ekolinguistik, bahasa dan komunitas penuturnya dipandang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan penelitian fungsi dan kegunaan metode adalah cara ilmiah bagi setiap peneliti untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa

Lebih terperinci

2015 ANALISIS LEKSIKON ARAB DALAM BAHASA SUNDA PADA TAUSIYAH UPACARA ZIARAH MASYARAKAT ADAT KAMPUNG DUKUH

2015 ANALISIS LEKSIKON ARAB DALAM BAHASA SUNDA PADA TAUSIYAH UPACARA ZIARAH MASYARAKAT ADAT KAMPUNG DUKUH 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah bahasa dan etnis terbanyak di dunia. Lebih dari 700 bahasa dituturkan di Indonesia oleh beragam etnis yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI ENELITIAN A. Tempat dan Subjek enelitian Sesuai dengan judulnya, penelitian ini dilakukan di lingkungan masyarakat perajin bambu di Desa arapatan, Kecamatan urwadadi, Kabupaten Subang.

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI

PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 5 PENUTUP. Campur code..., Annisa Ramadhani, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Penelitian jenis proses campur kode menunjukkan hasil yang berbeda-beda antara bahasa yang satu dan bahasa yang lain karena subjek penelitian mereka pun berbeda-beda, baik dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi. masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi. masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Badan dunia di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi masalah pendidikan, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan, UNESCO, memperkirakan separuh dari enam ribu bahasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Kajian Pustaka BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan aspek pandangan yaitu pada tahun 2000 oleh Chatarina dari Fakultas Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat

BAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan cerminan dari suatu masyarakat penuturnya dan karya manusia yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia mengalami perkembangan; yaitu mengalami

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian terhadap ekspresi kesantunan dalam tuturan bahasa Indonesia yang difokuskan pada cara berunjuk santun dilakukan dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tradisi lisan merupakan warisan budaya nenek moyang yang merefleksikan karakter masyarakat pendukung tradisi tersebut. Signifikansi tradisi lisan dalam kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan itu terekam secara verbal, baik berupa leksikon-leksikon,

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan itu terekam secara verbal, baik berupa leksikon-leksikon, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan lingkungan sangat erat kaitannya. Selain merepresentasikan lingkungan, bahasa menjadi cerminan realitas kehidupan manusia di lingkungan tertentu (Kaelan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Disadari bahwa penelitian ini bukanlah kajian pertama yang mengangkat masalah ini. Telah banyak penelitian yang relevan sebelumnya. Berikut adalah uraian singkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia pendidikan. Anak sekolah di taman kanak-kanak hingga mahasiswa di BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah bangsa Indonesia berhasil lepas dari belenggu penjajahan dengan diproklamasikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahasa Indonesia memiliki peran yang lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini bertempat di Kampung Sinar. Lebih tepatnya bertempat di hutan sekitar kampung pada saat pewarisan pengetahuan berlangsung. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Berdasarkan luas, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke tiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi

Lebih terperinci

PEMEROLEHAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA DINI DI LINGKUNGAN PENUTUR MULTIBAHASA SERTA STRATEGI PEMERTAHANANNYA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BUDAYA BANGSA

PEMEROLEHAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA DINI DI LINGKUNGAN PENUTUR MULTIBAHASA SERTA STRATEGI PEMERTAHANANNYA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BUDAYA BANGSA -Konferensi Nasional Bahasa dan Sastra III- 78 PEMEROLEHAN BAHASA JAWA PADA ANAK USIA DINI DI LINGKUNGAN PENUTUR MULTIBAHASA SERTA STRATEGI PEMERTAHANANNYA SEBAGAI PENGUAT JATI DIRI BUDAYA BANGSA Favorita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penamaan, menurut Kridalaksana (2008:160), merupakan proses pencarian lambang bahasa untuk menggambarkan objek, konsep, proses, dan sebagainya. Proses ini biasanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan ekonomi masyarakat dalam bidang perikanan di Indonesia, telah menjadi salah satu kegiatan perekonomian penduduk yang sangat penting. Perikanan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia dan bahasa tidak dapat dipisahkan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan bahasa sebagai salah satu alat primer dalam

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab 8.1 Simpulan BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan hipotesis yang diajukan serta fakta-fakta kebahasaan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, simpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. semangat kebangsaan dan semangat perjuangan dalam mengantarkan rakyat 1 BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki peran yang sangat menentukan dalam perkembangan kehidupan bangsa Indonesia. Dalam masa perjuangan kemerdekaan, bahasa Indonesia

Lebih terperinci

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik)

Apa yang Dipelajari oleh Ilmu Bahasa (linguistik)? (Bahan Kuliah Sosiolinguistik) Bahasa dipelajari atau dikaji oleh disiplin ilmu yang disebut linguistik atau ilmu bahasa. Seperti halnya disiplin-displin yang lain, linguistik juga memiliki tiga pilar penyangga, yakni ontologi, epistemologi,

Lebih terperinci

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :

Gambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber : BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa pesan lisan, maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Membicarakan mantra dalam ranah linguistik antopologi tidak akan

BAB 1 PENDAHULUAN. Membicarakan mantra dalam ranah linguistik antopologi tidak akan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membicarakan mantra dalam ranah linguistik antopologi tidak akan terlepas dari gambaran akan bahasa dan budaya penuturnya. Peran bahasa sangatlah penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI Pendekatan yang dipakai dalam kajian ini adalah pendekatan sosiolinguistik. Dalam bab ini dijelaskan mengenai kajian pustaka, konsep, dan landasan teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ismi Nurul Huda, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ismi Nurul Huda, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa mengambarkan budaya masyarakat penuturnya karena dalam kegiatan berbudaya, masyarakat tidak pernah lepas dari peranan bahasa. Bahasa disebut juga sebagai hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Alih kode..., Dewi Nuryanti, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemahaman berbahasa setiap orang berbeda di setiap budaya. Berkumpulnya berbagai budaya di suatu tempat, seperti ibukota negara, menyebabkan bertemunya berbagai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan bentuk komunikasi masyarakat untuk saling berinteraksi sosial. Berbagai macam kelas sosial memengaruhi perkembangan bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS

PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas

Lebih terperinci

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA

PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA PENGGUNAAN DEIKSIS DALAM BAHASA INDONESIA Roely Ardiansyah Fakultas Bahasa dan Sains, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Abstrak Deiksis dalam bahasa Indonesia merupakan cermin dari perilaku seseorang

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): Different

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): Different BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Penelitian dalam bidang kajian sosiolinguistik tentunya memiliki ciri tersendiri dalam aplikasinya. Ini sejalan dengan gagasan Bailey (2007: 8): Different academic

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN 1 KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA BALI PADA MASYARAKAT ISLAM DI BANJAR CANDIKUNING II KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN Putu Sosiawan Sastra Bali Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstrak The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena interferensi bahasa sangat lumrah terjadi pada masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau yang juga disebut dwibahasa. Fenomena tersebut dalam sosiolinguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir

BAB I PENDAHULUAN. dalam lagi bahasa tercakup dalam kebudayaan. Bahasa menggambarkan cara berfikir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan kebudayaan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Bahasa selalu menggambarkan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan; lebih dalam lagi bahasa

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan orang lain. Bahasa adalah alat untuk mengungkapkan pikiran, keinginan, pendapat, dan perasaan seseorang kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan berasal dari kata tahu yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 2008, artinya mengerti setelah melihat suatu fenomena alam. Berdasarkan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi yang sangat dibutuhkan manusia dalam menyampaikan suatu maksud

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi yang sangat dibutuhkan manusia dalam menyampaikan suatu maksud BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa, masyarakat, dan budaya adalah tiga entitas yang erat berhubungan. Ketiadaan yang satu menyebabkan ketiadaan yang lainnya. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian pada dasarnya membuat rencana suatu kegiatan sebelum penelitian dilaksanakan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di daerah khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Lebih terperinci