AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH"

Transkripsi

1 ISSN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH Akhmad Riduwan *) ABSTRAK Di samping Pajak Penghasilan (PPh) -- yang sudah pasti dikenakan pada setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan di Indonesia -- dalam keadaan tertentu, perusahaan, seba-gai Pengusaha Kena Pajak, juga dapat dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Undang -undang yang mengatur tentang PPN dan PPnBM ini adalah UU No.11 Tahun 1994 yang lebih dikenal dengan sebutan UU PPN Tulisan ini akan membahas tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Lingkup pembahasan tidak mencakup substansi PPN dan PPnBM secara lengkap, karena pembahasan lebih ditekankan pada pencatatan transaksi-transaksi yang berhubungan dengan PPN dan PPnBM tersebut, seperti pencatatan PPN Masukan, PPN Keluaran, Penjualan Retur, Pembelian Retur, Penyetoran PPN dan PPnBM dalam masa pajak maupun pada akhir masa pajak, serta masalah lainnya yang relevan. Kata-kata kunci : Barang/Jasa Kena Pajak, PPN Masukan, PPN Keluaran, PPN Lebih Bayar, PPN Kurang Bayar, Pajak Penjualan atas Barang Mewah 1. KEWAJIBAN PEMBUKUAN Pencatatan transaksi yang berhubungan dengan PPN dan PPnBM, bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), hukumnya adalah wajib, sebagaimana dinyatakan dan diatur dalam pasal 6 UU PPN Pada catatan dalam pembukuan itu harus dicantumkan secara terpisah dan jelas, antara lain : (a) jumlah harga perolehan atau nilai impor; (b) jumlah harga jual atau nilai pengganti; (c) nama barang dan satuannya; (d) jumlah harga jual bukan Barang Kena Pajak; (e) jumlah nilai ekspor; dan (f) jumlah harga jual yang dikenakan PPN. Pencatatan transaksi dan administrasi yang baik atas PPN dan PPnBM akan bermanfa-at (memberikan kemudahan) bagi perusahaan dalam hal : (a) menentukan dasar penge-naan PPN; (b) pengisian dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPN, baik *) Drs. Akhmad Riduwan, Ak., adalah dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya Akuntansi PPN dan PPnBM (Akhmad Riduwan) 1

2 SPT Ma-sa maupun SPT Tahunan; (c) penyusunan laporan -laporan perpajakan yang diperlukan perusahaan; dan (d) membantu mem perlancar pelaksanaan pemeriksaan pajak. 2. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas penjualan/penyerahan Barang atau Jasa Kena Pajak (BKP/JKP). Secara umum, PPN dihitung sebagai berikut : PPN = Tarip Pajak x Dasar Pengenaan Pajak Tarip PPN adalah 10%. Sementara itu, tarip PPN untuk barang yang diekspor adalah 0%. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk PPN adalah harga jual, dan dalam keadaan atau halhal tertentu, DPP dapat berbeda dengan harga jual. Jadi, apabila harga jual suatu barang/ jasa adalah Rp , maka PPN serta jumlah yang dibebankan kepada pembeli adalah: Harga jual (jumlah penjualan) Rp PPN : 10% x Rp Jumlah yang dibebankan kepada pembeli Rp Apabila dalam transaksi penjualan/penyerahan BKP/JKP terdapat potongan harga, seperti potongan tunai atau rabat, maka potongan ini dapat dikurangkan dari harga jual, sehingga mengurango jumlah PPN. Seringkali harga jual yang tercantum dalam faktur sudah termasuk unsur PPN. Misalnya, sebuah perusahaan menjual Barang Kena Pajak dengan harga Rp Dalam harga tersebut sudah termasuk PPN. Jadi, jumlah tersebut sama dengan jumlah yang dibebankan kepada pembeli. Kalau demikian, maka PPN dan jumlah penjualan dihitung sebagai berikut: Jumlah yang dibebankan kepada pembeli Rp PPN (10/110 x Rp ) Harga jual (jumlah penjualan) Rp Ekuitas Vol.1 No.1 Juni 1997 : 1-15

3 PPN yang timbul pada saat penjualan barang/jasa kena pajak, mempunyai sebutan yang berbeda, tergantung dari sisi/pihak mana PPN tersebut dilihat. Dilihat dari sisi pembeli, PPN yang timbul dari pembelian barang kena pajak atau pada saat diterimanya jasa kena pajak itu disebut PPN Masukan, atau ada pula yang menyebutnya sebagai PPN dibayar di muka. Sedangkan dilihat dari sisi penjual, PPN yang timbul pada saat penjualan/ penyerahan barang/jasa kena pajak disebut dengan PPN Keluaran, atau ada pula yang menyebutnya sebagai PPN yang masih harus disetor. Dalam artikel ini, secara konsisten akan digunakan istilah PPN Masukan dan PPN Keluaran. Bagi penjual, PPN yang dipungut dari pembeli (PPN Keluaran) bukan merupakan suatu hak atau pendapatan, karena PPN Keluaran tersebut harus disetor ke kas negara. Dalam hal ini, pihak penjual hanyalah sebagai pemungut pajak, yang mempunyai kewajiban untuk menyetorkan pajak yang dipungut tersebut ke kas negara. Secara administratif, PPN dipungut dengan menggunakan bukti yang disebut Faktur Pajak. Setiap perusahaan (sebagai Pengusaha Kena Pajak) diwajibkan membuat faktur pajak, selambat-lambatnya pada akhir bulan berikut setelah bulan terjadinya transaksi atau saat penerimaan uang, mana yang lebih dulu. 3. AKUNTANSI PPN KELUARAN Telah disebutkan di atas, bahwa PPN Keluaran adalah PPN yang dipungut pada saat penjualan/penyerahan barang atau jasa kena pajak. Penjualan barang/jasa dapat dilakukan se-cara tunai maupun secara kredit. Penjualan Tunai Apabila penjualan barang/jasa dilakukan secara tunai, maka perusahaan harus segera menerbitkan faktur pajak, karena pembeli yang membayar tunai pada umumnya akan keberatan (tidak bersedia) untuk menerima faktur pajak yang tertunda. Bagi perusahaan (penju-al), faktur pajak merupakan dasar pencatatan PPN Keluaran yang dipungut. Contoh 1 : Pada tanggal 1 Juli 1999, PT Karimata menjual secara tunai Barang Kena Pajak seharga Rp (setelah dikurangi potongan harga), ditambah PPN 10%. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut : Kas Rp Penjualan Rp PPN Keluaran Akuntansi PPN dan PPnBM (Akhmad Riduwan) 3

4 Penjualan Kredit Masalah yang timbul dalam pencatatan PPN Keluaran, apabila perusahaan menjual barang atau jasa secara kredit, adalah kemungkinan adanya perbedaan antara saat penyerahan barang/jasa dengan saat pembuatan faktur pajak. Seperti diketahui, bahwa faktur pajak da-pat dibuat pada akhir bulan berikut setelah bulan terjadinya transaksi penyerahan barang/ jasa. Dilihat dari sisi perpajakan, karena faktur pajak belum diterbitkan, meskipun barang/jasa telah diserahkan, PPN belum terutang sehingga belum perlu dicatat. Tetapi di sisi lain, ditinjau dari prinsip akuntansi, saat penyerahan barang/jasa merupakan salah satu saat pengakuan pendapatan atau pelepasan aktiva. Pencatatan PPN Keluaran seharusnya mempertimbangkan kedua hal tersebut. Contoh 2 : Pada tanggal 1 Juli 1999, PT Karimata menjual secara kredit Barang Kena Pajak seharga Rp (setelah dikurangi potongan harga), ditambah PPN 10%. Barang telah diserahkan pada tanggal tersebut, tetapi faktur pajak belum dibuat. Transaksi tersebut akan dicatat oleh perusahaan sebagai berikut : Piutang dagang Rp Penjualan Rp PPN Keluaran belum difakturkan Jika pada tanggal 1 Agustus 1999 faktur pajak dibuat dan diserahkan kepada pembeli, ma-ka perusahaan harus melakukan pencatatan berikut : PPN Keluaran belum difakturkan Rp PPN Keluaran Rp Retur Penjualan Barang yang diterima kembali dari pembeli (karena rusak atau sebab -sebab lain), merupa-kan suatu pembatalan dan pengurangan jumlah penjualan. Oleh karena itu, PPN atas barang tersebut menjadi tidak terutang. Dengan kata lain, retur penjualan akan mengurangi PPN Keluaran. Retur penjualan dapat terjadi pada saat faktur pajak belum dibuat, atau setelah faktur pajak dibuat. Contoh 3 : 4 Ekuitas Vol.1 No.1 Juni 1997 : 1-15

5 Pada tanggal 1 Juli 1999, PT Karimata menjual secara kredit Barang Kena Pajak seharga Rp (setelah dikurangi potongan harga) ditambah PPN. Barang telah diserahkan pada tanggal tersebut, tetapi faktur pajak belum dibuat. Transaksi ini dicatat seperti dalam contoh 2. Pada tanggal 20 Juli 1999 (di mana faktur pajak belum dibuat), terjadi retur penjualan atas barang yang berharga Rp Atas transaksi retur penjualan ini, perusahaan harus mencatat : Retur Penjualan Rp PPN Keluaran belum difakturkan Piutang dagang Rp Jika pada tanggal 1 Agustus 1999 perusahaan menerbitkan faktur pajak, maka perusahaan cukup mencantumkan jumlah penjualan setelah dikurangi dengan retur penjualan. Demiki-an pula PPN-nya. Pada contoh ini, jumlah penjualan dan PPN Keluaran yang dicantumkan dalam faktur pajak adalah sebagai berikut : Harga jual (jumlah penjualan) Rp PPN : 10% x Rp Jumlah yang dibebankan kepada pembeli Rp Atas diterbitkannya faktur pajak ini, perusahaan (sebagai penjual) harus mencatat sebagai berikut : PPN Keluaran belum difakturkan Rp PPN Keluaran Rp Apabila retur penjualan terjadi pada tanggal 10 Agustus 1999 (di mana faktur pajak telah dibuat), maka pencatatan yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah : Retur Penjualan Rp PPN Keluaran Piutang dagang Rp Pencatatan retur penjualan tersebut di atas dilakukan berdasarkan Nota Retur yang dibuat oleh pembeli. Nota retur (yang dibuat oleh pembeli) biasanya diperlukan oleh pihak penjual apabila faktur pajak telah terlanjur diterbitkan dan diserahkan kepada pembeli. Akuntansi PPN dan PPnBM (Akhmad Riduwan) 5

6 Pemberian secara cuma-cuma Pengambilan barang dari persediaan selain untuk dijual, berdasarkan UU PPN 1995, dika-tegorikan sebagai penyerahan barang kena pajak. Contoh dalam hal ini misalnya pe-ngambilan barang untuk pemberian cuma-cuma (hadiah), sampel untuk promosi, dan pe-makaian/konsumsi sendiri. Dengan demikian, atas pengambilan barang tersebut dikenakan PPN, karena dianggap sebagai penyerahan barang kena pajak. Tetapi, dalam hal ini, dasar pengenaan pajaknya adalah harga pokok barang yang bersangkutan (bukan harga jual). Contoh 4 : PT Karimata mengambil barang hasil produksinya untuk dibagikan secara cuma-cuma ke-pada calon pelanggan sebagai bagian dari kegiatan promosinya. Harga pokok barang ter-sebut adalah Rp Atas pemberian cuma-cuma (untuk promosi) ini, perusahaan harus mencatatnya sebagai berikut : Biaya promosi Rp Persediaan Rp PPN Keluaran Saldo kredit rekening PPN Keluaran pada akhir periode tertentu, mencerminkan jumlah PPN yang telah dipungut, terutang, dan harus disetor oleh perusahaan ke kas nega-ra pada periode tersebut. 4. AKUNTANSI PPN MASUKAN PPN Masukan adalah PPN yang dibayar perusahaan pada saat pembelian atau impor barang kena pajak, atau pada saat perusahaan menerima jasa kena pajak. PPN Masukan dapat dikategorikan ke dalam : ( a) PPN Masukan yang dapat dikreditkan; dan (b) PPN Masukan yang tidak dapat dikreditkan. PPN Masukan Yang Dapat Dikreditkan, adalah PPN Masukan yang dapat diperhitungkan (dikurangkan) dari PPN Keluaran dalam suatu masa pajak. PPN Masukan dapat dikreditkan terhadap PPN Keluaran apabila PPN Masukan tersebut timbul dari pembelian/ impor barang atau jasa yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha po-kok perusahaan. 6 Ekuitas Vol.1 No.1 Juni 1997 : 1-15

7 PPN Masukan Yang Tidak Dapat Dikreditkan, adalah PPN Masukan yang tidak dapat diperhitungkan (dikurangkan) dari PPN Keluaran dalam suatu masa pajak. PPN Masukan tidak dapat dikreditkan terhadap PPN Keluaran apabila PPN Masukan tersebut timbul dari pembelian/impor barang atau jasa yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan ke-giatan usaha pokok perusahaan. 5. PPN MASUKAN YANG DAPAT DIKREDITKAN Uraian-uraian berikut ini menjelaskan tentang prosedur akuntansi untuk PPN Masukan yang dapat dikreditkan, di mana Barang atau Jasa Kena Pajak yang dibeli/diterima mempunyai kaitan langsung dengan usaha pokok perusahaan. Pembelian Tunai Apabila perusahaan membeli Barang/Jasa Kena Pajak secara tunai, biasanya segera menerima faktur pajak dari penjual, sehingga perusahaan sudah dapat mencatat PPN yang dibayarkan. Contoh 5 : Pada tanggal 1 Juli 1999 PT Karimata membeli secara tunai Barang Kena Pajak (misalnya bahan baku) seharga Rp , ditambah PPN. Faktur pembelian dan faktur pajak telah diterima. Pencatatan transaksi pembelian ini adalah : Pembelian (Persediaan bahan baku) Rp PPN Masukan Kas Rp Contoh 6 : Pada tanggal 1 Juli 1999 PT Karimata memperbaiki mesin-mesin produksi. Total biaya perbaikan yang dibayar adalah Rp ditambah PPN. Karena perbaikan mesin meru-pakan jasa yang berkaitan langsung dengan kegiatan pokok perusahaan, maka PPNnya termasuk dalam kategori PPN yang dapat dikreditkan. Transaksi tersebut dicatat sebagai berikut : Biaya perbaikan mesin Rp PPN Masukan Kas Rp Pembelian Kredit Akuntansi PPN dan PPnBM (Akhmad Riduwan) 7

8 Masalah yang timbul dalam pencatatan PPN Masukan, pada hakikatnya sama dengan masalah pencatatan PPN Keluaran, terutama apabila perusahaan membeli barang atau jasa secara kredit. Pembelian secara kredit memungkinkan adanya perbedaan antara saat diterimanya barang/jasa dengan saat diterimanya faktur pajak. Sebab, faktur pajak dapat dibuat pada akhir bulan berikut setelah bulan terjadinya transaksi penyerahan barang/jasa. Akibatnya, dari segi perpajakan, pada saat barang/jasa telah diserahkan, PPN belum terutang sehingga belum perlu dicatat. Tetapi di sisi lain, ditinjau dari segi prinsip akuntansi, saat penyerahan barang/jasa merupakan salah satu saat pengakuan biaya atau perolehan aktiva. Pencatatan PPN Masukan seharusnya mempertimbangkan kedua hal tersebut. Contoh 7 : Pada tanggal 1 Juli 1999 PT Karimata membeli secara kredit Barang Kena Pajak (misalnya bahan baku) seharga Rp , ditambah PPN. Penyerahan barang dilakukan pada tanggal tersebut, tetapi faktur pajaknya belum diterima. Atas transaksi ini, perusahaan ha-rus mencatat : Pembelian (Persediaan bahan baku) Rp PPN Masukan belum difakturkan Utang dagang Rp Jika pada tanggal 1 Agustus 1999 faktur pajak telah diterima dari penjual, maka pencatatan yang harus dilakukan adalah : PPN Masukan Rp PPN Masukan belum difakturkan Rp Retur Pembelian Barang yang dikirimkan kembali kepada penjual (karena rusak atau sebab -sebab lain), pa-da hakikatnya merupakan pembatalan dan pengurangan jumlah pembelian. Oleh sebab itu, PPN yang terutang atas barang tersebut juga harus dikurangi. Retur pembelian dapat ter-jadi pada saat faktur pajak belum dibuat, atau setelah faktur pajak dibuat. Dalam hal terjadi retur pembelian, perusahaan (sebagai pembeli) h arus membuat Nota Retur, terutama jika pengembalian barang tersebut terjadi setelah faktur pajak diterima dari penjual. Contoh 8 : Pada tanggal 1 Juli 1999 PT Karimata membeli secara kredit Barang Kena Pajak (misalnya bahan baku) seharga Rp , ditambah PPN. Penyerahan barang 8 Ekuitas Vol.1 No.1 Juni 1997 : 1-15

9 dilakukan pada tanggal tersebut, tetapi faktur pajaknya belum diterima. Transaksi ini dicatat seperti dalam contoh 7. Pada tanggal 20 Juli 1999 (di mana faktur pajak belum dibuat), dilakukan retur pembelian atas barang yang berharga Rp Atas transaksi retur pembelian ini, perusahaan ha-rus mencatat sebagai berikut : Utang dagang Rp Retur Pembelian (persediaan) Rp PPN Masukan belum difakturkan Jika pada tanggal 1 Agustus 1999 pihak penjual menerbitkan faktur pajak, maka ia cukup mencantumkan jumlah penjualan setelah dikurangi dengan retur. Demikian pula PPNnya. Pada contoh ini, faktur pajak (yang dibuat oleh penjual) akan menunjukkan hal-hal berikut Harga jual (jumlah penjualan) Rp PPN : 10% x Rp Jumlah yang dibebankan kepada pembeli Rp Atas diterbitkannya faktur pajak ini, perusahaan (sebagai pembeli) harus mencatat sebagai berikut : PPN Masukan Rp PPN Masukan belum difakturkan Rp Apabila retur penjualan terjadi pada tanggal 10 Agustus 1999 (di mana faktur pajak telah dibuat), maka pencatatan yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah : Utang dagang Rp Retur Pembelian (Persediaan) Rp PPN Masukan Saldo debit rekening PPN Masukan pada akhir periode tertentu, mencerminkan jumlah PPN yang telah atau akan dibayar oleh perusahaan pada periode tersebut. Seluruh PPN Masukan dalam contoh di atas merupakan PPN Masukan yang dapat dikreditkan (diku-rangkan) terhadap PPN Keluaran. Akuntansi PPN dan PPnBM (Akhmad Riduwan) 9

10 6. PPN MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN Apabila perusahaan membeli Barang Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha pokok, maka atas pembelian tersebut tetap dikenai PPN. Tetapi, dalam hal ini, PPN Masukan yang dibayar tersebut tidak dapat dikreditkan (diperhitungkan) terhadap PPN Keluaran dalam suatu masa pajak. Menurut ketentuan UU PPh (Pajak Penghasilan) 1995, PPN yang tidak dapat dikreditkan harus dikapitalisasikan seba-gai bagian dari biaya perolehan (cost) dari barang/aktiva yang bersangkutan, atau dibeban-kan sebagai biaya operasi. Ketentuan ini sesuai dengan prinsip akuntansi. Contoh 9 : PT Karimata (sebuah perusahaan industri tekstil) membeli sebua h mobil station wagon dengan harga Rp (sudah termasuk PPN). Pembelian mobil ini harus dicatat : Kendaraan Rp Kas Rp Contoh 10 : PT Karimata (sebuah perusahaan industri tekstil) membeli alat -alat tulis dan perlengkapan kantor lainnya dengan harga Rp ditambah PPN. Transaksi ini harus dicatat : Perlengkapan/supplies kantor Rp Kas Rp Contoh 11 : PT Karimata (sebuah perusahaan industri tekstil) membayar biaya reparasi kendaraan dinas Direktur Keuangan sebesar Rp ditambah PPN. Reparasi kendaraan dinas ini tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan pokok perusahaan, sehingga PPNnya tidak dapat dikreditkan. Transaksi tersebut harus dicatat sebagai berikut : Biaya reparasi kendaraan Rp Kas Rp PENYAJIAN DALAM LAPORAN KEUANGAN Berdasarkan catatan-catatan akuntansi yang telah dibuat, pada setiap akhir periode tertentu dapat diketahui jumlah PPN Masukan dan PPN Keluaran selama periode tersebut. Seba-gaimana telah disebutkan di muka, bahwa saldo kredit rekening PPN Keluaran menunjukkan jumlah PPN yang telah dipungut oleh perusahaan dalam suatu periode, 10 Ekuitas Vol.1 No.1 Juni 1997 : 1-15

11 yang harus disetor ke kas negara. Sedangkan saldo debit rekening PPN Masukan menun-jukkan jumlah PPN yang telah dibayar oleh perusahaan selama periode tersebut. Informasi tentang jumlah PPN Masukan dan PPN Keluaran akan berguna untuk menentukan berapa jumlah PPN Lebih Bayar atau PPN Kurang Bayar dalam suatu periode (masa pajak). Masa pajak untuk PPN adalah satu bulan. Pada setiap akhir masa pajak, perusahaan mem-punyai kewajiban untuk mengisi SPT Masa PPN dan menyampaikannya ke Kantor Pela-yanan Pajak, selambat-lambatnya duapuluh hari setelah akhir masa pajak. Dalam SPT Ma-sa PPN, antara lain dilaporkan tentang jumlah PPN Kurang Bayar atau PPN Lebih Bayar dalam masa pajak yang bersangkutan. Tetapi, untuk tujuan akuntansi, pencatatan PPN Kurang Bayar atau PPN Lebih Bayar harus dicatat tanpa menunggu selesainya pengisian atau penyampaian SPT Masa PPN tersebut. Contoh 12 : Dianggap bahwa catatan akuntansi PT Karimata pada akhir Januari 1997 menunjukkan saldo kredit rekening PPN Keluaran sebesar Rp , serta saldo debit rekening PPN Masukan sebesar Rp Dalam SPT PPN untuk Masa Januari 1997, sesuai catatan akuntansi tadi, akan dilaporkan mengenai hal-hal berikut : PPN Keluaran Rp PPN Masukan (yang dapat dikreditkan) PPN Lebih Bayar Rp Pada tanggal 31 Januari 1997 (tanpa menunggu apakah SPT Masa PPN sudah disampaikan atau belum), perusahaan harus mencatat PPN Lebih Bayar tersebut sebagai berikut : PPN Keluaran Rp PPN Lebih Bayar PPN Masukan Rp Saldo rekening PPN Lebih Bayar sebesar Rp disajikan dalam Neraca pada kelompok aktiva lancar. Apabila PPN Keluaran lebih besar dari PPN Masukan, akan menimbulkan PPN Kurang Bayar, yang harus disajikan dalam Neraca pada kelompok kewajiban lancar. Akuntansi PPN dan PPnBM (Akhmad Riduwan) 11

12 8. KOMPENSASI DAN PELUNASAN PPN Sesuai dengan ketentuan UU PPN 1995, PPN Lebih Bayar dapat dikompensasikan dengan pajak pada masa berikutnya, atau dapat dimintakan pengembalian (restitusi). Contoh 13 : PT Karimata memutuskan untuk mengkompensasikan PPN Lebih Bayar Rp pa-da masa Januari 1997 dengan pajak pada masa berikutnya. Pada bulan Pebruari 1997, jumlah PPN Masukan adalah Rp , sedangkan PPN Keluaran Rp Dengan demikian, dalam SPT PPN Masa Pebruari 1997, perusahaan akan melaporkan hal-hal berikut : PPN Keluaran Rp PPN Masukan (yang dapat dikreditkan) Rp Kompensasi PPN Lebih Bayar bulan lalu PPN Kurang Bayar Rp Pada tanggal 29 Pebruari 1997 (tanpa menunggu apakah SPT Masa PPN sudah disampaikan atau belum), perusahaan harus mencatat PPN Kurang Bayar tersebut sebagai berikut : PPN Keluaran Rp PPN Masukan Rp PPN Lebih Bayar PPN Kurang Bayar Saldo rekening PPN Kurang Bayar sebesar Rp disajikan dalam Neraca pada kelompok kewajiban lancar. Pelaporan PPN Kurang Bayar atau PPN Lebih Bayar sebagaimana dijelaskan di atas, ber-laku sama untuk pelaporan PPN Masukan/Keluaran yang belum difakturkan sampai dengan akhir masa pajak. 12 Ekuitas Vol.1 No.1 Juni 1997 : 1-15

13 Jika pada tanggal 10 Maret 1997 perusahaan melunasi/menyetor PPN Kurang Bayar sebe-sar Rp tersebut (berdasarkan Surat Setoran Pajak / SSP), maka pencatatannya adalah : PPN Kurang Bayar Rp Kas Rp PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan terhadap penyerahan dan impor barang mewah. Macam dan jenis barang mewah yang dikenakan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Tarip PPnBM adalah serendah-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya 50%. Penerapan tarip PPnBM tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah. Sementara ini, ekspor barang mewah dikenakan tarip 0%. PPnBM dihitung berdasarkan tarip yang ditetapkan dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pa-jak (DPP). Seperti halnya PPN, DPP untuk PPnBM adalah nilai jual atau nilai impor. Tetapi, berbeda dengan PPN, PPnBM yang sudah dibayar pada saat perolehan atau impor barang, tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut (PPN Keluaran). Khusus untuk barang mewah yang diekspor, PPnBM yang telah atau pernah dibayar dapat diminta kembali (restitusi). PPnBM terutang pada saat penyerahan barang. Dalam hal impor, PPnBM terutang pada saat dilakukannya impor. Tetapi, apabila pembayaran diterima lebih dulu, sebelum barangnya diserahkan, PPnBM terutang pada saat diterimanya pembayaran tersebut. Berbeda dengan PPN, untuk PPnBM tidak perlu dibuatkan faktur pajak. Penjualan Perusahaan yang melakukan penyerahan barang mewah harus memungut PPnBM. Misalnya, PT Karimata menjual Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah dengan tarip pajak 20%. Nilai penjualan adalah Rp PPN dan PPnBM dihitung sebagai beri-kut : Harga jual (nilai penjualan) Rp PPN 10% x Rp PPnBM 20% x Rp Jumlah yang dibebankan pada pembeli Rp Akuntansi PPN dan PPnBM (Akhmad Riduwan) 13

14 Atas transaksi penjualan barang mewah tersebut, pencatatan yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah : Pembelian Kas (piutang dagang) Rp Penjualan Rp PPN Keluaran PPnBM Masih Harus Disetor Perusahaan yang melakukan pembelian atau impor barang mewah, dikenai PPnBM. Misalnya, PT Karimata membeli BKP (misalnya bahan baku) yang dikategorikan sebagai barang mewah dengan tarip 20%. Nilai pembelian adalah Rp PPN dan PPnBM dihitung sebagai berikut : Harga beli (nilai pembelian) Rp PPN 10% x Rp PPnBM 20% x Rp Jumlah yang harus dibayar Rp Atas transaksi pembelian barang mewah (bahan baku) tersebut, pencatatan yang harus dilakukan oleh perusahaan adalah : Pembelian (persediaan/aktiva lainnya) Rp PPN Masukan Kas (utang dagang) Rp Dalam jurnal di atas, PPnBM sebesar Rp dikapitalisasikan sebagai biaya pero-lehan barang atau aktiva yang dibeli, karena PPnBM tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut (PPN Keluaran). Tetapi, apabila bahan baku yang dibeli tadi digunakan untuk memproduksi barang yang akan diekspor, PPnBM sebesar Rp yang telah dibayar tadi dapat diminta kem-bali (restitusi) setelah ekspor dilakukan. Dalam hal demikian, ada baiknya bila PPnBM dica-tat tersendiri (tidak dikapitalisasikan sebagai biaya perolehan barang/bahan baku), sehing-ga transaksi pembelian barang mewah tersebut di atas dicatat sebagai berikut : 14 Ekuitas Vol.1 No.1 Juni 1997 : 1-15

15 Pembelian (persediaan/aktiva lainnya) Rp PPN Masukan PPnBM yang belum direstitusi Kas (utang dagang) Rp Pada saat perusahaan memperoleh pembayaran kembali (restitusi) atas PPnBM yang pernah dibayarkan, pencatatan yang harus dilakukan adalah : Kas Rp PPnBM yang belum direstitusi Rp Pemungutan PPnBM dalam suatu masa pajak harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya 20 hari setelah berakhirnya masa pajak. Pelaporan PPnBM dilakukan dengan membuat Pemberitahuan Penyerahan Barang Mewah. PPnBM yang dipungut da-lam suatu masa pajak harus disetor ke kas negara selambat-lambatnya 15 hari setelah ma-sa pajak berakhir. 10. DAFTAR PUSTAKA Beams, Floyd A., Advanced Accounting, Sixth Edition, Prentice Hall Inc., Upper Saddle Ri-ver, New Jersey, Boastman, James R, Charles H. Griffin, Don W. Vickrey dan Thomas H. Williams, Advan-ced Accounting, Seventh Edition, Richard D. Irwin Inc., Fischer, Paul M., William James Taylor dan J. Arthur Leer, Advanced Accounting, Third Edition, South Western Publishing Co., Cincinnati, Ohio, Smith Jr., Jay M, dan Skousen, K. Fred., Intermediate Accounting : Comprehensive Volu-me, 7th Edition, South Western Publishing Co., Cincinnati, Ohio, Soemarso SR, Akuntansi Suatu Pengantar, Buku Dua, Edisi 1, Cetakan 1, BP FEUI, Jakar-ta, Sophar Lumbantoruan, Akuntansi Pajak, Edisi Revisi, Cetakan ke-2, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, Undang Undang No.11 Tahun 1994 tentang Pajak Pertambahan Nilai. Akuntansi PPN dan PPnBM (Akhmad Riduwan) 15

16 16 Ekuitas Vol.1 No.1 Juni 1997 : 1-15

AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING (PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.10)

AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING (PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.10) ISSN 0000-000 AKUNTANSI TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING (PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.10) Akhmad Riduwan *) ABSTRAK Mata uang yang digunakan sebagai dasar pencatatan transaksi dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG 26 Maret 2010 PENYAMPAIAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau negara dalam. kesadaran dan kepedulian untuk membayar pajak, salah satunya adalah Pajak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material

Lebih terperinci

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB I PENAHULUAN. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB I PENAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tidak mendapatkan

Lebih terperinci

AKUNTANSI PPN & PPnBM

AKUNTANSI PPN & PPnBM AKUNTANSI PPN & PPnBM Catatan PPN Sistem Kredit PPN Pasal 9 Ayat (2), (3), (4), (4a) UU PPN PPN Keluaran Merupakan PPN yang dipungut PKP Penjual atas penyerahan kepada PKP Pembeli. PPN Masukan Merupakan

Lebih terperinci

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO

Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO Evaluasi Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai di PT IO ABSTRAK Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor perusahaan ke sektor publik. Salah satu pajak yang sangat mempengaruhi

Lebih terperinci

Pertemuan 2 FAKTUR PAJAK. Faktur Pajak

Pertemuan 2 FAKTUR PAJAK. Faktur Pajak Pertemuan 2 FAKTUR PAJAK P2.1 Teori Faktur Pajak A. Definisi Pasal 1 huruf t UU PPN 1984 yang dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 menjadi Pasal 1 angka 23 merumuskan : Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011

EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Jurnal Ilmiah Buletin Ekonomi ISSN: 1410-3842 Volume 17 No.2 September 2013 EVALUASI PELAKSANAAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA PT REK DI TAHUN PAJAK 2011 Meta Evelin Samosir Rachmat Kurniawan Ganda Hutapea

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kebijakan Akuntansi Perusahaan. Dalam pelaksanaan kebijakan akuntansi yang mana diterapkan oleh perusahaan untuk mengetahui penentuan posisi keuangan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan PT IO merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang wajib menjalankan kewajiban perpajakannya, khususnya atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Berdasarkan analisa dan penelitian

Lebih terperinci

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR

PAPER. Dibuat Oleh: Annisa Pradita FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PAKUAN BOGOR ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PENERBITAN DAN PEROLEHAN FAKTUR PAJAK SERTA PENGAKUAN ATAS PENYERAHAN DAN PEROLEHAN BARANG KENA PAJAK PADA PT UNITEX TBK TAHUN 2014 PAPER Dibuat Oleh: Annisa Pradita 0221

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2009

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2009 PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH UNDANG-UNDANG NO. 42 TAHUN 2009 Subyek PPN Pengusaha Kena Pajak (PKP) PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti bahwa pada pendapatan negara sebesar Rp Triliun bersumber

BAB I PENDAHULUAN. terbukti bahwa pada pendapatan negara sebesar Rp Triliun bersumber digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak merupakan pendapatan negara terbesar yang digunakan untuk pembangunan di dalam negara dan membiayai pengeluaran negara. Hal ini terbukti bahwa

Lebih terperinci

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel No.4, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPAJAKAN. PAJAK. PPN. Barang dan Jasa. Pajak Penjualan. Barang Mewah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu

BAB I PENDAHULUAN. baik material maupun spiritual. Untuk dapat merealisasi tujuan tersebut perlu BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Faktur Pajak merupakan bukti pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor yang sangat penting bagi sumber penerimaan negara,

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sektor yang sangat penting bagi sumber penerimaan negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sektor yang sangat penting bagi sumber penerimaan negara, dalam pos penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sumbangan pajak

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT 4.2 Analisis Faktur Pajak BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Ketentuan Formal Pajak Pertambahan Nilai PT TRT PT. TRT adalah sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produsen bahan kimia yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG Page 1 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 65/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGURANGAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Djoko Mulyono, Akuntansi Pajak, Andi, Yogjakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Djoko Mulyono, Akuntansi Pajak, Andi, Yogjakarta. 74 DAFTAR PUSTAKA Djoko Mulyono, 2008. Akuntansi Pajak, Andi, Yogjakarta. Eko Haryanto Aritonang, 200 Evaluasi Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai Dalam Kaitannya dengan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Perhitungan PPN Keluaran Dalam hal menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau PPN khusunya Pajak Keluaran yang diterbitkan dan dipungut oleh perusahaan merupakan

Lebih terperinci

Sistem Kredit PPN. PPN Keluaran. Ketika PPN Keluaran. Merupakan PPN yang dipungut PKP Penjual atas penyerahan

Sistem Kredit PPN. PPN Keluaran. Ketika PPN Keluaran. Merupakan PPN yang dipungut PKP Penjual atas penyerahan 1 Sistem Kredit PPN Pasal 9 Ayat (2), (3), (4), (4a) UU PPN PPN Keluaran PPN Masukan PPN Kurang Bayar PPN Lebih Bayar Merupakan PPN yang dipungut PKP Penjual atas penyerahan kepada PKP Pembeli. Merupakan

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. PENGISIAN e-spt PPN Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi

PERPAJAKAN II. PENGISIAN e-spt PPN Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Modul ke: Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Akuntansi Modul ke: PERPAJAKAN II PENGISIAN e-spt PPN 1111 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Sejak 1 Januari 2011, pelaporan PPN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan) Pajak Masukan adalah pajak yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata secara partisipasi dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional. Adapun definisi pajak menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber utama penerimaan negara, sedangkan negara-negara miskin dan negara

BAB I PENDAHULUAN. sumber utama penerimaan negara, sedangkan negara-negara miskin dan negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh masyarakat, baik pribadi maupun badan dari pendapatan atau penghasilannya kepada Pemerintah yang ditujukan untuk kegiatan

Lebih terperinci

Bab 4 PEMBAHASAN. PT. XYZ merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur

Bab 4 PEMBAHASAN. PT. XYZ merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur Bab 4 PEMBAHASAN merupakan Perusahaan yang bergerak dalam bidang manufaktur yang kegiatan utamanya sebagai distributor langsung untuk atap baja ringan. PT. XYZ menjual asesoris untuk pembuatan atap, dinding

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Hasil 1. Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Perkebunan Nusantara III Medan dengan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) No: PEM- 00025/WPJ.19/KP.0303/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beragam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilakukan oleh negara melalui pembangunan nasional.pembangunan nasional merupakan kegiatan yang terus

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE 14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER146/PJ./2006 TENTANG BE Contributed by Administrator Friday, 26 March 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PENERAPAN PSAK NO.4 SERTA RELEVANSI PSAK NO. 15 DAN 22 DALAM PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI

PENERAPAN PSAK NO.4 SERTA RELEVANSI PSAK NO. 15 DAN 22 DALAM PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI ISSN 0000-0000 PENERAPAN PSAK NO.4 SERTA RELEVANSI PSAK NO. 15 DAN 22 DALAM PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI Akhmad Riduwan *) ABSTRAK Penyusunan laporan keuangan konsolidasi diatur dalam Pernyataan

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI MULTI STAGE LEVY namun NON KUMULATIF PABRIKAN PK = 100.000 PPN = 100.000 KN BKP HARGA JUAL =1.000.000 PPN 10% 100.000 PEDAGANG BESAR PM = 100.000 PK = 130.000 PPN = 30.000 KN BKP

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak PPN DAN PPnBM PAJAK ATAS NILAI TAMBAH PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA G. Pengertian Pajak 1.Defenisi Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT.DDT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat berat yang menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Pajak Pertambahan Nilai-nya sebagai Pengusaha Kena Pajak dengan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis atas pelaksanaan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai Pada PT SCE, maka dapat disimpulkan PT SCE telah memenuhi kewajiban Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT BAB IV PEMBAHASAN Dalam evaluasi penerapan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai pada PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. Divre II, penulis melakukan pemeriksaan pajak dengan menguji dan memeriksa ketaatan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM UU No.18 Tahun 2000 => 42 Th 2009 Tentang Pengenaan PPN dan PPnBM atas BKP dan JKP yang dikonsumsi di dalam negeri Definisi Pajak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu mewujudkan. sangat besar untuk pembiayaan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu mewujudkan. sangat besar untuk pembiayaan pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang giat melaksanakan pembangunan. Tujuan pembangunan nasional Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK

KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK KUP PELAPORAN DAN PENYETORAN PAJAK PELAPORAN PELAPORAN PAJAK KE KPP DOMISILI MENGGUNAKAN SPT. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan dokumen yang menjadi alat kerja sama antara wajib Pajak dan administrasi

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan Analisis mengenai penerapan e-faktur yang berkaitan dengan PPN dilakukan dengan memeriksa kesesuaian data sebelum melakukan penginputan di e-faktur serta menganalis

Lebih terperinci

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha

Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Faktur Pajak Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c.

Lebih terperinci

Langkah-Langkah Pembuatan Data Import espt PPN

Langkah-Langkah Pembuatan Data Import espt PPN 1. Apa Itu Plugin Langkah-Langkah Pembuatan Data Import espt PPN Plugin adalah program tambahan yang terintegrasi dengan aplikasi Zahir Accounting yang berguna untuk melengkapi fungsi tertentu pada program

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI JURNAL BISNIS DAN AKUNTANSI ISSN: 1410-9875 Vol. 17, No. 1a, November 2015 http: //www.tsm.ac.id/jba PROSEDUR PERHITUNGAN, PENYETORAN, PELAPORAN DAN PENCATATAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI RIAN SUMARTA STIE

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 Simpulan Perencanaan pajak dilakukan sebagai usaha perusahaan didalam memenuhi peraturan yang berlaku atas Pajak Pertambahan Nilai. Setelah penulis melakukan evaluasi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek perusahaan adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek perusahaan adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya suatu perusahaan didirikan karena memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan perusahaan dapat dibagi menjadi 2 yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pajak a. Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh pakar yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

Lebih terperinci

CONTOH SOAL & PENGISIAN SPT MASA PPN 1111

CONTOH SOAL & PENGISIAN SPT MASA PPN 1111 CONTOH SOAL & PENGISIAN SPT MASA PPN 1111 Identitas PKP PT. SONY SEJAHTERA adalah perusahaan yang didirikan pada Tanggal 1 Maret 2005 dengan NPWP 01.333.444.5.091.000. dan sejak tanggal 01 Januari 2005

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan kontribusi yang diberikan oleh Wajib Pajak (WP) kepada negara yang berdasarkan undang-undang bersifat wajib dan memaksa tanpa ada kontraprestasi (imbalan)

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 143 TAHUN 2000 (143/2000) TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data 4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan CV. Mitra Sinergi merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan pipa dan bahan bangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang BAB IV EVALUASI DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis Surat Permohonan Banding atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) PPh Badan Perbedaan dalam pengakuan pendapatan dan beban antara perlakuan akuntansi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas bagaimana ketaatan penerapan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Peraturan Perpajakan yang berlaku

Lebih terperinci

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. SINAR BHODI CIPTA TANJUNGPINANG

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. SINAR BHODI CIPTA TANJUNGPINANG PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA PT. SINAR BHODI CIPTA TANJUNGPINANG Feriyanti_Mahasiswa (poetri21_oce@yahoo.co.id Mahasiswa) Jurusan Akuntansi UMRAH Tanjungpinang Abstrak : PT. Sinar

Lebih terperinci

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-44533/PP/M.VI/16/2013

Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-44533/PP/M.VI/16/2013 Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put-44533/PP/M.VI/16/2013 Jenis Pajak : Pajak Pertambahan Nilai Tahun Pajak : 2008 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PMK.03/2010 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAU PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH DENGAN

Lebih terperinci

bahwa Terbanding melakukan Koreksi Positif atas Pajak Masukan Yang Dapat dikreditkan Masa Pajak Agustus 2011 a quo

bahwa Terbanding melakukan Koreksi Positif atas Pajak Masukan Yang Dapat dikreditkan Masa Pajak Agustus 2011 a quo Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.73443/PP/M.XIIB/16/2016 Jenis Pajak : PPN Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Terbanding Menurut Pemohon Menurut Majelis : bahwa nilai sengketa terbukti dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR 1101 BM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (SPT MASA PPn BM) ( F )

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR 1101 BM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (SPT MASA PPn BM) ( F ) LAMPIRAN II KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-386/PJ./2002 TANGGAL : 19 Agustus 2002 PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR 1101 BM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (SPT MASA

Lebih terperinci

Struktur Organisasi PT. Kidung Agung Jaya Perkasa

Struktur Organisasi PT. Kidung Agung Jaya Perkasa L A M P I R A N Struktur Organisasi PT. Kidung Agung Jaya Perkasa Kepala Administrasi Administrasi Penjualan Administrasi Perpajakan Departemen Keuangan Manajer Keuangan Kasir Kepala Kasir Pengendali Piutang

Lebih terperinci

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011 Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam

Lebih terperinci

PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN

PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN Lampiran I Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-01/PJ.7/2002 Tanggal : 19 Februari 2002 PROSEDUR PEMERIKSAAN PPN DAN PPn BM I. Pajak Keluaran 1. Dapatkan angka-angka dari pembukuan PKP untuk menghitung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4.

BAB I PENDAHULUAN. yang tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini sedang mengalami permasalahan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor ekonomi. Inflasi yang cenderung mengalami peningkatan, naiknya harga

Lebih terperinci

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan,

PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, B A B IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Penyajian Data Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan tujuan perusahaan serta kebijaksanaan perusahaan, sehingga

Lebih terperinci

STRUKTUR PEMETAAN PROGRAM DIKLAT MASUKAN DU/DI KURIKULUM IMPLEMENTASI SPEKTRUM AKUNTANSI SMK 2009

STRUKTUR PEMETAAN PROGRAM DIKLAT MASUKAN DU/DI KURIKULUM IMPLEMENTASI SPEKTRUM AKUNTANSI SMK 2009 1 STRUKTUR PEMETAAN PROGRAM DIKLAT KOMPETENSI KEJURUAN STANDAR KOMPETENSI (SK) JAM I II III IV V VI KET 1 Mengelola Dokumen Transaksi 45 2 2 Memproses Dokumen Dana Kas Kecil 45 2 3 Memproses Dokumen Dana

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH KANTOR PERBENDAHARAAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional saat ini adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik

Lebih terperinci

By Afifudin PSP FE Unisma 2

By Afifudin PSP FE Unisma 2 Pengertian Penghasilan menurut SAK dan UU Pajak Tata cara Pemotongan PPh Pasal 21/26, dan PPh Pasal 21/23 Tata cara Pemungutan PPh Pasal 22. Penghitungan PPh Pasal 21, Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Pertambahan Nilai 1. Defenisi Pajak Pajak memiliki berbagai defenisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh

Lebih terperinci

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA OBJEK PPN a. PENYERAHAN BKP DAN JKP DI DALAM DAERAH PABEAN YANG DILAKUKAN OLEH PENGUSAHA; b. IMPOR BKP; c. PEMANFAATAN BKP TIDAK BERWUJUD DARI LUAR DAERAH PABEAN DI DALAM

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 143 TAHUN 2000 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.GRAHA ALFA SAKTI. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.GRAHA ALFA SAKTI. Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI PADA CV.GRAHA ALFA SAKTI IV.1 Evaluasi Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai CV.Graha Alfa Sakti adalah sebuah perusahaan penjualan

Lebih terperinci

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT MASA PPN)

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT MASA PPN) AREA STAPLES AREA STAPLES AREA STAPLES AREA STAPLES AREA STAPLES AREA STAPLES AREA STAPLES AREA STAPLES AREA STAPLES KEMENTRIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

15/PJ/2010 PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK,

15/PJ/2010 PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, 15/PJ/2010 PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, Contributed by Administrator Friday, 26 March 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan

Faktur Pajak. Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Pajak. Saat Faktur Pajak Harus Dibuat. Faktur Pajak Gabungan Objek PPN Yang Harus Dibuatkan Faktur Faktur a. penyerahan BKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha b. penyerahan JKP di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha c. ekspor BKP

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak. memberikan defenisi mengenai pajak tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak. memberikan defenisi mengenai pajak tersebut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengertian Pajak Pertambahan Nilai Dalam Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai tidak terdapat defenisi mengenai Pajak Pertambahan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM Perpajakan 2 PPN & PPnBM 18 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Karakteristik PPN 1. Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan

Lebih terperinci

PELAPORAN INFORMASI KEUANGAN MENURUT SEGMEN

PELAPORAN INFORMASI KEUANGAN MENURUT SEGMEN ISSN 1411-0393 PELAPORAN INFORMASI KEUANGAN MENURUT SEGMEN Akhmad Riduwan *) ABSTRAK Consolidated financial statements does not wholly provide complete information of the company s activities with many

Lebih terperinci

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang

Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang Penerapan Akuntansi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Neraca Pada CV. Kamdatu Palembang Christina_Mahasiswa (fideliachristina@yahoo.com_mahasiswa) Lili Syafitri_Dosen (lili.syafitri@rocketmail.com_dosen)

Lebih terperinci

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan,

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA. Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, B A B IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA 4.1 Penyajian Data Pada bab empat akan dijelaskan mengenai sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan tujuan perusahaan serta kebijaksanaan perusahaan, sehingga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pajak merupakan alat bagi pemerintah didalam mencapai tujuan untuk mendapatkan penerimaan baik yang bersifat langsung dan tidak langsung dari masyarakat, guna membiayai pengeluaran

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Perusahaan ini telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPN pada Koperasi Pegawai

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPN pada Koperasi Pegawai BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPN pada Koperasi Pegawai Telekomunikasi (KOPEGTEL) XYZ Koperasi Pegawai Telekomunikasi (KOPEGTEL) XYZ merupakan perusahaan

Lebih terperinci