BAB II KAJIAN PUSTAKA
|
|
- Sugiarto Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Agresif Pengertian Perilaku Agresif Secara umum, Sarason (dalam Dayakisni, 2009) agresi dapat diartikan sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap organisme lain, obyek lain atau bahkan pada dirinya sendiri. Definisi ini berlaku bagi semua makhluk vertebrata, sementara pada tingkat manusia masalah agresi sangat kompleks karena adanya peranan perasaan dan proses-proses simbolik. Definisi yang paling sederhana untuk agresi dan didukung oleh pendekatan behavioris atau belajar, bahwa agresi adalah setiap tindakan yang menyakiti atau melukai orang lain (Taylor, 2009). Menurut Berkowitz (dalam Baron dan Byrne, 2005), agresi adalah siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain. Sedangkan Robert Baron (dalam Dayakisni, 2009) menyatakan bahwa agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Menurut Buss, perilaku agresif adalah suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau obyek-obyek 9
2 yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung. Mac Neil dan Stewart (dalam Hanurawan, 2010) menjelaskan bahwa perilaku agresif adalah suatu perilaku atau suatu tindakan yang diniatkan untuk mendominasi atau berperilaku secara destruktif, melalui kekuatan verbal atau kekuatan fisik, yang diarahkan kepada objek sasaran perilaku agresi. Bandura menyatakan bahwa perilaku agresif didapatkan melalui observasi dari orang lain, pengalaman langsung dengan penguatan negatif dan positif, latihan atau instruksi dan keyakinan yang abstrak (Feist, 2010). Berdasarkan definisi-definisi yang telah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah suatu tindakan atau perilaku yang disengaja yang ditujukan kepada individu maupun benda untuk melukai, menyakiti, membahayakan dan merugikan yang dilakukan baik secara fisik atau verbal dan langsung maupun tidak langsung Bentuk-bentuk Perilaku Agresif Secara umum, jenis agresi digolongkan menjadi dua, yaitu agresi yang bersifat hostile dan instrumental. Agresi permusuhan (hostile aggression) adalah tingkah laku agresif yang bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban dan ditandai dengan emosi yang tinggi. Sedangkan, agresi instumental (instrumental aggression) adalah tingkah laku agresif yang dilakukan karena ada tujuan yang utama dan tidak ditujukan untuk melukai atau menyakiti orang lain. agresi instrumental 10
3 mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap seseorang ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk membuktikan kekuasaan atau dominasi seseorang (Sarwono, 2009). Kemudian, berdasarkan definisi yang dikemukakan maka Buss (dalam Dayakisni, 2009), mengelompokkan agresi manusia dalam delapan jenis, yaitu: 1. Agresi Fisik Aktif Langsung Agresi fisik aktif langsung, yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan terjadi kontak fisik secara langsung. Seperti memukul, menikam, mendorong, menembak dll. 2. Agresi Fisik Pasif Langsung Agresi fisik pasif langsung, yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya, namun tidak terjadi kontak fisik secara langsung. Seperti demonstrasi, aksi mogok, aksi diam. 3. Agresi Fisik Aktif Tidak Langsung Agresi fisik aktif tidak langsung, yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok lain dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya. Seperti merusak harta korban, membakar rumah, menyewa tukang pukul, dll. 4. Agresi Fisik Pasif Tidak Langsung 11
4 Agresi fisik pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresi fisik yang dilakukan oleh individu atau kelompok lain dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak fisik secara langsung. Seperti tidak peduli, apatis, masa bodoh. 5. Agresi Verbal Aktif Langsung Agresi verbal aktif langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain. Seperti menghina, memaki, marah, mengumpat. 6. Agresi Verbal Pasif Langsung Agresi verbal pasif langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara berhadapan dengan individu atau kelompok lain, namun tidak terjadi kontak verbal secara langsung. Seperti menolak bicara dan bungkam. 7. Agresi Verbal Aktif Tidak Langsung Agresi verbal aktif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan secara langsung dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya. Seperti mengadu domba, menyebar fitnah atau gossip tentang orang lain. 8. Agresi Verbal Pasif Tidak Langsung Agresi verbal pasif tidak langsung, yaitu tindakan agresi verbal yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan cara tidak berhadapan dengan individu atau kelompok lain yang menjadi targetnya dan tidak terjadi kontak 12
5 verbal secara langsung. Seperti tidak memberi dukungan, tidak menggunakan hak suara. Selain jenis-jenis agresi di atas, Buss juga menguraikan jenis agresi lainnya bersama Perry pada tahun Buss dan Perry (dalam Rakhmadianti, 2009) mengelompokkan agresi ke dalam empat bentuk, yaitu: 1. Fisik Kecenderungan untuk menyakiti atau melukai orang lain secara fisik yang meliputi: menyerang, memukul, menakut-nakuti, merusak dan berkelahi. 2. Verbal Kecenderungan menyakiti atau melukai orang lain secara verbal atau lisan (dengan menggunakan kata-kata) meliputi: mengejek, menghina, membentak, menyebarkan gosip, berdebat dan mengucapkan kata-kata kasar. 3. Kemarahan (Anger) Suatu kondisi dalam diri individu yang dipengaruhi oleh komponen emosional dari tingkah laku agresi, meliputi: kesal, tersinggung, balas dendam, tidak mampu mengontrol perasaan marah dan tidak sabaran. 4. Permusuhan (Hostility) Ungkapan kemarahan yang ditandai dengan emosi tinggi, meliputi: prasangka buruk (curiga), membuang muka, benci dan iri hati pada orang lain. 13
6 2.1.3 Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresif Menurut Sarwono dan Meinarno (2009) terdapat enam faktor penyebab agresi pada manusia, yaitu: 1. Sosial 1) Frustasi Terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap menjadi penyebab agresi. Ketika seorang calon legislator gagal, ia akan merasa sedih, marah, dan bahkan depresi. Dalam keadaan seperti itu, besar kemungkinan ia akan menjadi frustasi dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa agresi, seperti penyerangan terhadap orang lain. 2) Provokasi Provokasi verbal atau fisik adalah salah satu penyebab agresi. Manusia cenderung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi daripada yang diterimanya (balas dendam). Menyepelekan dan merendahkan sebagai ekspresi sikap arogan atau sombong adalah prediktor yang kuat bagi munculnya agresi. 3) Alkohol Menurut Taylor (dalam Sarwono, 2009) kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol menunjukkan kenaikan agresivitas. Dampak dari minuman keras terhadap tiga golongan masyarakat juga berbeda-beda. Kelompok masyarakat ekonomi atas dan menengah, setelah 14
7 minum tidak melakukan kekerasan. Sebaliknya, peminum dari kelompok ekonomi bawah, mereka malah melakukan tindak kekerasan, seperti menghadang mobil yang sedang melaju, memalak, melempari rumah orang lain dengan batu, dan sebagainya. Aktivitas ini dilakukan bersamasama, tidaklah sendirian. Aktivitas ini tampaknya sinambung dengan kebudayaan masyarakat yang senang kumpul-kumpul. 2. Personal 1) Pola Tingkah Laku Berdasarkan Kepribadian Menurut Feldman (2008) orang dengan pola tingkah laku tipe A cenderung lebih agresif daripada orang dengan tipe B. Tipe A identik dengan karakter terburu-buru dan kompetitif. Tingkah laku yang ditunjukkan oleh orang dengan tipe B adalah bersikap sabar, kooperatif, nonkompetisi, dan nonagresif. Orang dengan tipe A cenderung lebih melakukan hostile aggression. Di sisi lain orang dengan tipe kepribadian B cenderung lebih melakukan instrumental aggression. 2) Perbedaan Jenis Kelamin Sering diungkapkan bahwa lelaki lebih agresif daripada perempuan. Hasil penelitian lintas budaya yang dilakukan oleh Whiting dan Edwards (1999), menunjukkan bahwa: (1) anak lelaki lebih menunjukkan ekspresi dominan, (2) merespons secara agresif hingga memulai tingkah laku agresif, dan (3) anak lelaki lebih menampilkan agresi dalam bentuk fisik dan verbal. Pada anak perempuan, agresivitas diwujudkan secara tidak 15
8 langsung. Bentuknya adalah menyebarkan gosip atau kabar burung, atau dengan menolak atau menjauhi seseorang sebagai bagian dari lingkungan pertemanannya. 3. Kebudayaan Ketika kita menyadari bahwa lingkungan juga berperan terhadap tingkah laku, maka tidak heran jika muncul ide bahwa salah satu penyebab agresi adalah faktor kebudayaan. Lingkungan geografis, seperti pantai atau persisir menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. 4. Situasional Orang berkata, cuaca yang cerah juga membuat hati cerah. Tampaknya ide itu tidak berlebihan, karena penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk agresi lainnya. Sudah sejak lama kita mendengar orang berkata kondisi cuaca yang panas lebih sering memunculkan aksi agresif. Hal yang paling sering muncul ketika udara panas adalah timbulnya rasa tidak nyaman yang berujung pada meningkatnya agresi sosial. 5. Sumber Daya Manusia senantiasa ingin memenuhi kebutuhannya. Salah satu pendukung utama kehidupan manusia adalah daya dukung alam. Daya dukung alam terhadap kebutuhan manusia tak selamanya mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya lebih untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Diawali dengan 16
9 tawar-menawar, jika tidak tercapai kata sepakat maka akan terbuka dua kemungkinan besar. Pertama, mencari sumber pemenuhan kebutuhan lain; kedua, mengambil paksa dari pihak yang memilikinya. 6. Media Massa Khusus untuk media massa televisi yang merupakan media tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih bagi pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas. Hal yang perlu diingat bahwa kondisi sesaat yang merupakan perwujudan dari afeksi, kognisi, dan keterangsangan memberikan kesempatan bagi individu untuk memutuskan melakukan tindakan agresif atau tidak. Kemudian, perwujudan dari setiap keputusan berbeda penerapannya dalan interaksi sosial. Dan ini merupakan bagian yang penting. Kesalahan dalam mengambil keputusan, akan menimbulkan aksi yang dapat memicu siklus dari agresi yang berkepanjangan. 2.2 Kecerdasan Emosional Pengertian Kecerdasan Emosional Istilah kecerdasan emosional diperkenalkan pertama kali oleh Mayor dan Salovey pada tahun Dari tahun 1990 hingga saat ini, teori ini masih terus menerus berkembang. Selain mereka banyak ahli-ahli lain, salah satunya Daniel Goleman yang juga melakukan penelitian mengenai kecerdasan emosional. Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, terutama psikologi, istilah kecerdasan emosional (Emotional Intelligence), merupakan sebuah istilah yang relatif 17
10 baru. Istilah ini dipopulerkan oleh Goleman berdasarkan hasil penelitian tentang neurolog dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual. Menurut Salovey dan Mayer (dalam Hasan, 2013) kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih, dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Menurut Goleman (dalam Desmita, 2000) kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Chaplin (2004), menguraikan arti emosional sebagai suatu yang berkaitan dengan ekspresi emosi atau dengan perubahan-perubahan yang mendalam yang menyertai emosi. Sedangkan kecerdasan diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan konsep abstrak serta menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif. Tokoh lain yakni Cooper dan Sawaf (dalam Tridhonanto, 2010) juga mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. 18
11 Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosional adalah suatu kemampuan diri dalam menggunakan perasaan secara optimal untuk mengenali, memantau, mengatur dan mengelola diri sendiri dan orang lain agar emosi tersebut dapat diterapkan dengan baik dalam berhubungan dengan orang lain Komponen-komponen Kecerdasan Emosional Goleman (2000) menjelaskan kecerdasan emosional atas lima komponen penting, yaitu: 1. Mengenali Emosi Diri kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi penting untuk menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Pada saat yang sama, kesadaran diri dapat membantu mengelola diri sendiri dan hubungan antar personal serta menyadari emosi dan pikiran sendiri. Semakin tinggi kesadaran diri, semakin pandai dalam menangani perilaku negatif diri sendiri. Karakteristik Perilaku: a. Mengenal dan merasakan emosi sendiri b. Memahami penyebab perasaan yang timbul 19
12 c. Mengenal pengaruh perasaan terhadap tindakan 2. Mengelola Emosi Mengelola emosi, yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi. Karakteristik Perilaku: a. Bersikap toleran terhadap frustasi dan mampu mengelola amarah secara lebih baik b. Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat tanpa berkelahi c. Dapat mengendalikan perilaku agresif yang merusak diri sendiri dan orang lain d. Memiliki perasaan yang positif tentang diri sendiri, sekolah dan keluarga e. Memiliki kemampuan untuk mengatasi ketegangan jiwa (stress) f. Dapat mengurangi perasaan kesepian dan cemas dalam pergaulan 3. Motivasi Diri Motivasi diri, yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. Karakteristik Perilaku: a. Memiliki rasa tanggung jawab 20
13 b. Mampu memusatkan perhatian pada tugas yang dikerjakan c. Mampu mengendalikan diri dan tidak bersifat impulsif 4. Empati Mengenali emosi orang lain (empati), yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat. Karakteristik Perilaku: a. Mampu menerima sudut pandang orang lain b. Memiliki sikap empati atau kepekaan terhadap perasaan orang lain c. Mampu mendengarkan orang lain 5. Membina Hubungan Membina hubungan, yaitu kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Karakteristik Perilaku: a. Memiliki pemahaman dan kemampuan untuk menganalisis hubungan dengan orang lain b. Dapat menyelesaikan konflik dengan orang lain c. Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan orang lain d. Memiliki sikap bersahabat atau mudah bergaul dengan teman sebaya 21
14 e. Memiliki sikap tenggang rasa dan perhatian terhadap orang lain f. Memperhatikan kepentingan sosial (senang menolong orang lain) dan dapat hidup selaras dengan kelompok g. Bersikap senang berbagi rasa dan bekerja sama h. Bersikap demokratis dalam bergaul dengan orang lain 2.3 Remaja Pengertian Remaja Konopka (dalam Yusuf, 2008) mengatakan bahwa masa remaja ini meliputi; remaja awal: tahun, remaja madya: tahun, dan remaja akhir: tahun. Sementara Salzman mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat estetika dan isu-isu moral. Menurut WHO (dalam Sarwono, 2005) remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual, dan saat individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. Sedangkan Menurut Hurlock (dalam Ali, 2008), remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal dari bahasa Latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Perkembangan lebih lanjut istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan 22
15 mental, emosional, sosial, fisik. Pandangan ini didukung oleh Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia di mana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas. Menurut Shaw dan Costanzo (dalam Ali, 2008) remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual. Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan Karakteristik Umum Perkembangan Remaja Masa remaja seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson disebut dengan identitas ego (ego identity). Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa (Ali, 2008). Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja, yaitu sebagai berikut: 1. Kegelisahan Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak idealism, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan di masa depan. Namun, 23
16 remaja belum memiliki banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu. Seringkali angan-angan dan keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya. Tarik-menarik antara anganangan yang tinggi dengan kemampuannya yang masih belum memadai mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan gelisah. 2. Pertentangan Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua kemudian ditentangnya sendiri karena dalam diri remaja ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. 3. Mengkhayal Keinginan bertualang dan menjelajahi lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan biaya yang banyak, padahal kebanyakan remaja hanya memperoleh uang dari pemberian orang tuanya. Akibatnya, mereka lalu mengkhayal, mencari kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan ini tidak selamanya bersifat negatif. Sebab khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan. 24
17 4. Aktivitas Berkelompok Adanya bermacam-macam larangan dari orang tua seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama. Mereka melakukan suatu kegiatan secara berkelompok sehingga berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama. 5. Keinginan Mencoba Segala Sesuatu Pada umumnya, remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin bertualang, menjelajah segala sesuatu, dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah di alaminya. Selain itu, didorong juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa. Akibatnya tidak jarang secara sembunyi-sembunyi, remaja pria mencoba merokok karena sering melihat orang dewasa melakukannya. Remaja putri seringkali mencoba memakai kosmetik baru, meskipun sekolah melarangnya. Oleh karena itu, yang amat penting bagi remaja adalah memberikan bimbingan agar rasa ingin tahunya yang tinggi dapat terarah kepada kegiatankegiatan yang positif, kreatif, dan produktif. Jika tidak, dikhawatirkan dapat menjurus kepada kegiatan atau perilaku negatif, misalnya: mencoba narkoba, minum-minuman 25
18 keras, penyalahgunaan obat, atau perilaku seks pranikah yang berakibat terjadinya kehamilan. 2.4 Dinamika Antar Variabel Sebagian remaja terlibat perilaku yang sangat merusak, salah satu penyebabnya adalah gambaran diri mereka sendiri yang negatif menghalangi mereka untuk berhasil di sekolah atau membangun minat lain yang konstruktif dan mereka secara umum berinteraksi dengan teman sebaya yang mendorong sikap dan perilaku antisosial. Remaja lebih mungkin untuk mengalami masalah perilaku seperti berkelahi dan vandalism, jika mereka menyaksikan atau menjadi korban dari kekerasan di lingkungan atau terpengaruh kekerasan di media (Papalia, 2009). Perilaku agresif merupakan suatu perilaku yang dilakukan untuk menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau obyek-obyek yang menjadi sasaran perilaku tersebut baik (secara fisik atau verbal) dan langsung atau tidak langsung. Komponen perilaku dapat saja berbentuk verbal ataupun nonverbal. Secara verbal, seseorang mungkin dapat menunjukkan cinta pada seseorang dengan menyatakannya secara verbal atau menunjukkan rasa marah dengan mengatakan katakata yang buruk. Secara nonverbal, seseorang mungkin dapat tersenyum, mengernyitkan dahi, menunjukkan ekspresi ketakutan, melihat ke bawah atau membungkuk. Perkembangan emosi seseorang pada umumnya tampak jelas pada perubahan tingkah lakunya. Perkembangan emosi remaja juga demikian halnya. Kualitas atau 26
19 fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada pada individu tersebut. Perilaku agresif muncul akibat ketidakmampuan mengelola emosi negatif. Konsep ilmiah tentang pengendalian emosi berarti mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Kecerdasan emosional membantu manusia untuk menentukan kapan dan dimana ia bisa mengungkapkan perasaan dan emosinya. Oleh karena itu, tingkat kecerdasan emosional yang baik dapat mencegah seseorang berperilaku agresif dengan mengelola dan mengarahkan emosi negatif. Remaja dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merampas kemampuan mereka untuk memusatkan perhatian pada pekerjaan dan memiliki pikiran yang jernih. Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pratama (2010) didapatkan sebuah hasil penelitian yaitu ada korelasi atau hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal. Jadi dapat disimpulkan bahwa remaja berperilaku agresif karena ketidakmampuannya mengelola emosi negatif dengan baik, menyebabkan remaja menjadi tidak peka dengan situasi yang ada sehingga ia mengalami kesulitan dalam membina hubungan dengan orang lain. Diharapkan para remaja dapat memahami dan memiliki kecerdasan emosional agar dapat menyalurkan emosinya secara proposional dan efektif. Dengan demikian energi 27
20 yang dimiliki akan tersalurkan secara baik sehingga mengurangi hal-hal negatif yang dapat merugikan masa depan remaja. 2.5 Kerangka Berpikir Dari variabel-variabel yang telah dijelaskan, peneliti mengasumsikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif pada remaja. Sehingga tersusunlah kerangka pemikiran sebagai berikut: Tabel 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Remaja Kecerdasan Emosional Perilaku Agresif 1. Mengenali Emosi 2. Mengelola Emosi 3. Motivasi Diri 4. Empati 5. Membina Hubungan 1. Fisik 2. Verbal 3. Kemarahan (Anger) 4. Permusuhan (Hostility) 28
21 2.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian teoritik di atas, maka diajukan hipotesis tentang hubungan antara kedua variabel. Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif pada remaja siswa SMAN 11 Tangerang Selatan. 29
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresivitas 2.1.1 Definisi Agresivitas Agresi adalah pengiriman stimulus tidak menyenangkan dari satu orang ke orang lain, dengan maksud untuk menyakiti dan dengan harapan menyebabkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIS
BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja. Menurut Havighurst (dalam Syaodih : 161) mengatakan bahwa:
BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Pengertian Tugas-tugas Perkembangan Remaja Menurut Havighurst (dalam Syaodih. 2009.: 161) mengatakan bahwa: Definisi tugas perkembangan adalah suatu tugas yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu
Lebih terperinciMODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi
MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciAgresivitas. Persahabatan. Kesepian. Penolakan
HUBUNGAN ANTARA KESEPIAN DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA MADYA DI SMA X BOGOR LATAR BELAKANG MASALAH Agresivitas Persahabatan Kesepian Penolakan AGRESIVITAS Perilaku merugikan atau menimbulkan korban pihak
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara
BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama pada rentang usia pra sekolah. Masa ini merupakan periode seorang anak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua mempunyai peran paling besar terhadap tumbuh kembang anak, terutama pada rentang usia pra sekolah. Masa ini merupakan periode seorang anak memulai
Lebih terperinciPENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak
PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah klub sepak bola Indonesia yang berbasis di Jakarta. Persija saat ini berlaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. langsung maupun tidak langsung seperti pada media massa dan media cetak. Seorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agresivitas bukan merupakan hal yang sulit ditemukan di dalam kehidupan masyarakat. Setiap hari masyarakat disuguhkan tontonan kekerasan, baik secara langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan kepada Fakultas Psikologi. Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESI REMAJA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Diajukan oleh : RINA SETIAWATI
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan masa pubertas. Istilah pubertas juga istilah dari adolescent yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Bullying 2.1.1. Pengertian Bullying Beberapa tokoh mengemukakan bullying dalam berbagai definisi yang beragam. Sullivan (2000) menjelaskan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Prososial 1. Pengertian Perilaku Prososial Brigham (dalam Dayakisni, 2009) menerangkan bahwa perilaku prososial merupakan perilaku untuk menyokong kesejahteraan orang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan
Lebih terperinciAGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I AGRESI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 13 61016 Abstract Materi tentang pengertian agresi, teoriteori dan cara menguranginya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja sejak dahulu dianggap sebagai masa pertumbuhan yang sulit, dibandingkan pertengahan masa kanak-kanak bagi remaja itu sendiri maupun orang tua. Masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku
Lebih terperinciAGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.
AGRESI Modul ke: Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Fakultas Psikologi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinci`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini
1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak kriminalitas dilakukan oleh remaja (Republika, 2 0 0 5 ). Tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Work-Life Balance Work-Life Balance didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi komitmen keluarga, serta tangung jawab kerja dan kegiatan
Lebih terperinciPedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBULLYING. I. Pendahuluan
BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi
LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia dan negara-negara lain istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Wanita Tuna Susila. Ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cinta adalah sebuah perasaan natural yang dirasakan oleh seseorang terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai, saling memiliki,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan masa depan. Masa remaja dikenal
Lebih terperinciPEDOMAN WAWANCARA AGRESIF VERBAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling
AGRESIF VERBAL Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd Oleh: DESY WISMASARI 16713251012
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORETIK. daya tarik baginya. Menurut Slameto (Djamarah, 2008) minat adalah suatu
BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Minat Belajar Minat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh cukup besar dalam belajar. Apabila bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan minat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, yang diistilahkan dengan adolescence yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja ditandai dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi
Lebih terperinciBENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG)
33 BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) Oleh : Detria Nurmalinda Chanra 1 Prof. Dr. Dr. dr. Th. I. Setiawan 2 Herdi, M.Pd 3 Abstrak Tujuan penelitian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepakbola tidak terlepas dari yang namanya supporter, supporter biasa disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Agresivitas
BAB II LANDASAN TEORI A. Agresivitas Semua orang seperti memahami apa itu agresi, namun pada kenyatannya terdapat perbedaan pendapat tentang definisi agresivitas. agresi identik dengan hal yang buruk.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB II. Landasan Teori. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah agresif.
BAB II Landasan Teori A. PERILAKU AGRESI A.1 Pengertian Perilaku Agresi Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah agresif. Mungkin terlintas dalam pikiran kita segala tindakan yang berbentuk
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak selamanya berjalan dengan mulus, tenang, penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Tetapi seringkali manusia menghadapi berbagai cobaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologis. Manusia mengalami perkembangan sejak bayi, masa kanak- kanak,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Agresivitas 2.1.1. Definisi Agresivitas Menurut Berkowitz, agresivitas adalah keinginan dan tindakan untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda. Menurut Lazarus,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I dikemukakan latar belakang penelitian, identifikasi masalah penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, manfaat penelitian, asumsi penelitian, metode, lokasi dan sampel
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda.
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Agresi 1. Pengertian Perilaku Agresi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agresi adalah perbuatan bermusuhan yang bersifat menyerang secara fisik maupun psikis kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya selalu dihadapkan dengan berbagai macam masalah dan persaingan yang tidak kunjung habis. Masalah tersebut umumnya tidak menyenangkan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA
HUBUNGAN ANTARA KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk memenenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Gelar Sarjana S1 Psikologi Oleh: Dony Sinuraya F. 100 030 142 FAKULTAS
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa awal periode akhir masa remaja (Hurlock, 1999). Buss dan Perry (1992) mendefinisikan perilaku agresif sebagai suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa ini juga sering disebut sebagai masa transisi dimana remaja memiliki keinginan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perbedaan harus diwujudkan sejak dini. Dengan kata lain, seorang anak harus belajar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya setiap manusia diciptakan berbeda, maka perbedaan dalam pendapat, persepsi, dan tujuan menjadi sebuah keniscayaan. Kemampuan menerima dan menghargai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Remaja
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang
Lebih terperinci3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview. 4. Bagaimana kebudayaan etnis Cina dalam keluarga subyek?
Pedoman Observasi 1. Kesan umum subyek secara fisik dan penampilan 2. Relasi sosial subyek dengan teman-temannya 3. Emosi subyek ketika menjawab pertanyaan interview Pedoman Wawancara 1. Bagaimana hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan
Lebih terperinci