BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Agresivitas Definisi Agresivitas Menurut Berkowitz, agresivitas adalah keinginan dan tindakan untuk menjadi agresif dalam berbagai situasi yang berbeda. Menurut Lazarus, agresi merupakan serangan yang dianggap sumber sebagai ancaman atau hal yang membahayakan dirinya. Freud menyatakan agresi sebagai pernyataan kesadaran atau proyeksi dari naluri kematian atau thanatos. Sedangkan Adler mengatakan agresi merupakan kemauan untuk berkuasa dan menguasai orang lain. Murray juga berpendapat agresi merupakan sebagai bentuk kebutuhan untuk menyerang, memperkosa atau melukai orang lain, meremehkan, merugikan, mengganggu, membahayakan, merusak, menjahati, mengejek, mencemooh, atau menuduh secara jahat, menghukum berat atau melakukan tindakan sadistik lainnya (Chaplin, 2005). Sedangkan perilaku agresif itu sendiri menurut Myers adalah bentuk perilaku fisik maupun lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Herbert berpandangan bahwa tingkah laku agresi merupakan suatu tingkah laku yang tidak dapat diterima dalam lingkungan sosial, yang dapat menyebabkan luka fisik maupun psikis pada orang lain, atau yang bersifat merusak benda. Menurut Baron dan Byrne, perilaku agresif adalah perilaku yang disengaja untuk melukai orang lain dan adanya usaha dari orang yang dilukai untuk menghindar atau melawan. 8

2 9 Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa agresivitas merupakan kecenderungan berperilaku agresi yang bertujuan melukai dan merugikan orang lain melalui serangan fisik maupun verbal Jenis-Jenis Perilaku Agresi Jenis-jenis perilaku agresif yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah jenis-jenis perilaku agresif menurut Buss dan Perry. Buss dan Perry (dalam Tuasikal, 2012) mengatakan ada empat macam agresi, yaitu: 1. Agresi fisik adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain melalui serangan fisik. Hal ini termasuk memukul, menendang, menonjok, menusuk, membakar, dan sebagainya. 2. Agresi verbal adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal atau lisan. Bila seseorang mengumpat, membentak, berdebat, mengejek, mencela, memaki dan sebagainya, maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut sedang melakukan agresi verbal. 3. Kemarahan hanya berupa perasaan dan tidak mempunyai tujuan apapun. Contoh seseorang dapat dikatakan marah apabila apabila dia sedang merasa frustrasi atau tersinggung. 4. Kebencian adalah sikap yang negatif terhadap orang lain karena penilaian sendiri yang negatif. Contohnya adalah seseorang curiga kepada orang lain karena orang lain tersebut sangat baik dan lain sebagainya.

3 10 Tabel 2.1 Pembagian Agresi Menurut Buss dan Perry Jenis Langsung Tidak Langsung Aktif Pasif Aktif Pasif Fisik Menusuk, Memukul, Menembak, Mendorong Demonstrasi Diam Mogok Memasang ranjau, Menyewa pembunuh, Santet Menolak melakukan tugas, Masa bodoh Verbal Menghina Memaki Menolak berbicara Menyebar fitnah, Mengadu domba Tidak memberi dukungan Perilaku agresif yang dianggap tidak melukai yaitu dalam bentuk gosip atau menyebar fitnah (membicarakan atau menjelek-jelekan orang lain) sedangkan perilaku agresif yang dianggap paling parah yaitu berupa serangan fisik. Perilaku agresif yang disertai penyerangan fisik yang dapat berujung pada kematian. Diantara bentuk agresi diatas, agresi verbal yang paling sering terjadi. Perilaku agresif bentuk verbal bukan berarti tidak mampu melukai, bahkan tidak jarang bahwa agresi verbal dapat membunuh karakter orang lain. Makian, kata-kata kasar, hinaan, serta ejekan adalah hal-hal yang dapat membuat seseorang menjadi sangat terlukai dan dampaknya jauh lebih menyakitkan dan akan lama menetap dalam ingatan seseorang daripada terkena lemparan batu atau pukulan (dalam Putri).

4 Faktor Yang Mempengaruhi Agresivitas Banyak faktor yang mempengaruhi penyebab munculnya perilaku agresif. Pada penelitian ini akan memaparkan enam faktor yang mempengaruhi agresivitas (dalam Anantasari, 2006) diantaranya: 1. Faktor psikologis Perilaku naluriah. Menurut Sigmund Freud dalam diri manusia ada naluri kematian yang ia sebut pula thanatos yaitu energi yang tertuju pada perusakan atau pengakhiran kehidupan. Insting thanatos ini bekerja secara sembunyi-sembunyi dan bersifat desktruktif. Dorongan agresif adalah derivatif insting mati yang terpenting (Alwisol, 2009). Freud juga mengatakan bahwa dalam diri manusia terdapat naluri kehidupan yang disebut dengan eros. Dalam pandangan Freud, agresi berasal dari naluri kematian atau thanatos yang diarakan bukan ke dalam diri sendiri melainkan ke dalam diri orang lain. Sedangkan menurut Konrand Lorenz, agresi merupakan bagian dari naluri hewan yang diperlukan untuk survivel (bertahan) dalam proses evolusi. Menurut Lorenz, agresi yang bersifat survivel ini adaptif (menyesuaikan diri dengan lingkungan) bukan dekstruktif yang dapat menghancurkan. Perilaku yang dipelajari. Menurut Albert Bandura, perilaku agresif berasal dari respon-respon agresif yang dipelajari manusia melalui pengalamanpengalaman di masa lalunya melalui modelling dan imitasi. Dalam proses pembelajaran perilaku agresif, terlibat pula berbagai kondisi sosial atau lingkungan yang mendorong perwujudan perilaku agresif. Dalam

5 12 penelitian White & Humphrey, wanita-wanita yang agresif telah mengalami perlakuan agresif terhadap dirinya, baik yang diperoleh dari orang tuanya, teman, maupun pasangannya. 2. Faktor sosial Frustrasi: seperti yang diuraikan dalam hipotesis frustrasi-agresi dari John Dollard, frustrasi bisa menimbulkan agresi. Namun demikian tidak setiap orang yang mengalami frustrasi menyebabkan ia berperilaku agresif. Ada variasi yang luas sehubungan dengan reaksi yang bisa muncul dengan orang yang mengalami frustrasi. Reaksi yang serupa seperti penarikan diri dan depresi. Disamping itu, tidak setiap agresi berasal dari reaksi frustrasi. Berkowitz & Le Page mengatakan bahwa frustrasi menimbulkan kemarahan dan emosi marah inilah yang memicu agresi. Marah itu sendiri baru timbul jika sumber frustrasi dinilai mempunyai alternatif perilaku lain daripada perilaku yang menimbulkan frustrasi itu. Akan tetapi jika sumber frustrasi dinilai tidak mempunyai pilihan lain (terpaksa melakukan hal tersebut), frustrasi tidak menimbulkan kemarahan sehingga juga tidak memicu agresi (Sarwono, 2002). Kemarahan memerlukan pancingan (cue) tertentu untuk dapat menimbulkan perilaku agresi yang nyata. Provokasi langsung: bukti-bukti mengindikasikan bahwa pencederaan fisikal (physical abuse) dan kekerasan verbal (verbal abuse) dari orang lain dapat memicu perilaku agresif. 3. Pengaruh tontonan perilaku agresif di tv Terdapat kaitan antara agresi dan paparan tontonan kekerasan lewat televisi. Pengaruh tontonan televisi terus dibuktikan melalui berbagai penelitian.

6 13 Dalam penelitian Berkowitz & Geen menemukan bahwa mahasiswa yang dibuat marah akan cenderung lebih agresif setelah menonton televisi-agresi dari pada yang tidak menonton televisi-agresi. Di pihak lain, tontonan kekerasan di televisi masih dipertanyakan. 4. Faktor-faktor lingkungan Faktor-faktor lingkungan seperti pengaruh polusi udara, kebisingan, rasa sesak berjejal (crowding), adalah hal yang dapat memicu timbulnya perilaku agresif. Griffit mengatakan, tak terkecuali udara yang sangat panas lebih cepat memicu timbulnya kemarahan dan agresi. 5. Faktor-faktor situasional Faktor situasional yang dapat memicu perilaku agresif seseorang adalah rasa sakit atau rasa nyeri yang dialami seseorang yang kemudian mendorong orang tersebut melakukan perilaku agresif. 6. Faktor biologis Laki-laki dipercaya sebagai pembawa sifat agresif yang berkaitan dengan produksi hormon testosteron. Menurut tim America Psychological, kenakalan remaja banyak terdapat pada remaja pria karena jumlah testosteron menurun sejak usia 25 tahun. Selain itu para peneliti yang menyelidiki kaitan antara cedera kepala dan perilaku kekerasan mungkin dapat memicu munculnya perilaku agresif. 7. Faktor genetik Pada percobaan Lagerspetz, mengawinkan sejumlah tikus putih yang agresif dan tikus putih yang tidak agresif. Sesuai dengan Hukum Mendel, setelah 26 generasi, diperoleh 50% tikus yang agresi dan 50% tikus yang tidak agresi.

7 14 Selanjutnya pada faktor genetika ini juga dibuktikan melalui identifikasi ciriciri agresif pada pasangan kembar identik, kembar non-identik dan saudarasaudara kandung non kembar. Hasilnya adalah ciri-ciri yang sama paling banyak terdapat antara pasangan kembar identik (Sarwono, 2002) Aspek-Aspek Agresivitas Pada penelitian ini menggunakan aspek-aspek agresivitas menurut Johnson & Medinnus. Menurut Johnson & Medinnus, perilaku agresif dapat dikelompokan menjadi empat bagian dan hal ini dapat dijadikan sebagai aspek-aspek perilaku yang mengindikasikan tindakan agresivitas, diantaranya sebagai berikut : 1. Menyerang dengan atau pada fisik Menyerang dengan atau pada fisik adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara fisik. Melukai dapat dilakukan dengan memukul dengan kepalan tangan untuk meninju, dengan kaki untuk menendang, dapat pula dilakukan dengan menggunakan instrumen atau alat, seperti menggunakan pisau untuk menusuk, menggunakan api untuk membakar, menggunakan pistol untuk menembak dan sebagainya. 2. Menyerang pada benda atau objek Menyerang pada benda atau obyek adalah agresi yang dilakukan pada benda mati yang tidak berhubungan dengan target yang memunculkan amarah. Contoh seorang anak yang marah kepada ayahnya kemudian ia melampiaskan kemarahannya pada boneka. 3. Menyerang secara verbal atau simbolik Menyerang secara verbal atau simbolik adalah agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal. Bila seseorang sedang mengumpat,

8 15 mengejek, mengancam, membantah dan sebagainya, berarti seseorang itu sedang melakukan agresi verbal. 4. Pelanggaran terhadap hak milik orang lain atau menyerang daerah orang lain Menyerang daerah orang lain atau pelanggaran terhadap hak milik orang lain adalah agresi yang dilakukan untuk melanggar hak milik orang lain. Seperti memaksakan pendapat, merusak barang yang merupakan hak milik orang lain ( Pola Asuh Definisi Pola Asuh Menurut Baumrind, pola asuh pada prinsipnya merupakan parental control (kontrol orang tua). Kohn juga mengatakan bahwa pola asuh merupakan cara-cara interaksi antara orang tua dan anak dengan cara pemberian hukuman, hadiah, pemberian perhatian, serta tanggapan terhadap perilaku anak. Pola asuh sebagai cara orang tua memberikan perhatian, mendidik, membimbing dan melindungi anak. Berdasarkan pengertian diatas, pola asuh merupakan bentuk kontrol orang tua dalam berinteraksi dengan anak melalui pemberian hukuman, hadiah, perhatian, bimbingan serta mendidik dan melindungi anak. Menurut Hurlock, tujuan pola asuh yaitu mendidik anak agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan Tipe-tipe Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock, terdapat tiga jenis pola asuh yang sering digunakan oleh orang tua dalam mengasuh anaknya, diantaranya: pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif.

9 16 1. Pola asuh otoriter Pada pola asuh otoriter, orang tua memegang kekuasaan penuh. Orang tua cenderung membuat aturan yang kaku namun tidak memberikan penjelasan pada aturan yang dibuatnya. Orang tua juga kurang simpati dan kurang memiliki kasih sayang kepada anak, bahkan tidak meminta atau mempertimbangkan keinginan maupun pendapat anak. Biasanya, orang tua cenderung mengajarkan disiplin kepada anak menggunakan hukuman fisik. Dalam menghadapi perilaku buruk anak, orang tua menggunakan cara-cara kasar. Selain itu, orang tua membatasi hak anak, sementara anak dituntut untuk mempunyai tanggung jawab seperti orang dewasa. Anak diharuskan tunduk dan patuh pada orang tuanya sementara orang tua sering memaksakan kehendaknya kepada anak. 2. Pola asuh demokratis Menurut Hurlock, ciri-ciri pola asuh demokratis yaitu anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internalnya, anak diakui keberadaannya oleh orang tua, dan anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan. Orang tua akan menunjukkan perasaan tidak senang terhadap perilaku buruk anak namun tidak mengarahkan pada hukuman fisik. Hak dan kewajiban antara anak dan orang tua seimbang, antara orang tua dan anak saling melengkapi satu dengan yang lain. Orang tua mulai melatih tanggung jawab dan menentukan tingkah laku anak menuju kedewasaannya. Dalam membuat keputusan kepada anak, orang tua juga selalu memberikan alasan mengenai keputusan yang dibuatnya dan bertindak objektif serta mendorong anak untuk saling menolong, orang tua dengan pola asuh demokratis ini tegas namun juga hangat dan penuh perhatian, sehingga anak akan tampak ramah, kreatif, percaya diri, mandiri, bahagia, serta memiliki tanggung-

10 17 jawab sosial yang tinggi. Orang tua juga memberikan kebebasan namun masih dalam batas wajar. 3. Pola asuh permisif Orang tua yang menerapkan pola asuh permisif pada anaknya cenderung tidak banyak mengatur dan mengontrol sehingga anak diberi kesempatan untuk mandiri dengan menyeimbangkan kontrol internalnya. Anak diberikan kebebasan yang seutuhnya. Tidak ada aturan nilai secara jelas dalam menyikapi tingkah laku anak. Selain itu antara orang tua dan anak jarang berdiskusi, sehingga orang tua cenderung mengabaikan atau menerima perilaku buruk yang dilakukan anak. Orang tua juga cenderung tidak melibatkan anak dalam diskusi keluarga Aspek-aspek Pola Asuh Baumrind menyatakan ada empat aspek pola asuh (dalam Utami, 2013) yaitu: 1. Kehangatan atau pengasuhan (Warmth or Nurturance) Ungkapan orang tua dalam mengasuh anak dengan menunjukkan kasih sayang, kehangatan, perhatian serta memberikan dorongan pada anak. 2. Tingkat harapan (Level of Expectations) Baumrind juga menyebutnya sebagai tuntutan kedewasaan yang merupakan sikap orang tua dalam memberikan tuntutan dan dorongan kepada anak untuk mandiri, memiliki tantangan emosional dan tanggung jawab pada tindakan. Kedewasaan anak merupakan sikap untuk menghadapi lingkungan sekitar. 3. Kontrol (Control) Kontrol merupakan wujud sikap orang tua dalam menghadapi tingkah laku anak yang terkadang dianggap tidak sesuai dengan tuntutan orang tua.

11 18 4. Komunikasi antara orang tua dan anak (Communication between parent and child) Merupakan bentuk usaha orang tua dalam menciptakan komunikasi dengan anak melalui hubungan timbal balik antara kedua belah pihak Dewasa Awal Suryabrata (dalam Simbolon, 2012) mengatakan usia mahasiswa berada pada usia 18 hingga 25 tahun. Pada rentang usia tersebut dikategorikan sebagai masa dewasa awal. Peralihan dari masa remaja ke masa dewasa awal ditandai dengan kontinuitas penyesuaian diri. Remaja yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan terus menyesuaikan diri dengan baik sebagai orang dewasa, sedangkan remaja yang bermasalah, cenderung akan menjadi orang dewasa yang bermasalah juga. Bagi beberapa remaja, peralihan ke masa dewasa sulit dihadapi karena semakin meningkatnya tanggung jawab dan kemandirian sebagai orang dewasa. Bagi remaja lainnya, peralihan masa remaja ke masa dewasa menjadi hal positif yang dapat memberikan kesempatan untuk mengubah hidup menjadi lebih positif Tugas-Tugas Perkembangan Masa Dewasa Awal Menurut Havirgurst, sumber tugas-tugas perkembangan yaitu kematangan pisik, tuntutan masyarakat atau budaya dan nilai-nilai dan aspirasi individu. Adapun tugas-tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah: 1. Mulai bekerja 2. Memilih pasangan hidup 3. Belajar hidup dengan suami atau istri 4. Mulai membentuk keluarga 5. Mengasuh anak

12 19 6. Mengelola atau mengemudikan rumah tangga 7. Menerima atau mengambil tanggung jawab sebagai warga negara 8. Menemukan kelompok sosial yang menyenangkan 2.4. Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Dengan Agresivitas Pada Mahasiswa Keluarga merupakan wadah bagi proses interaksi sosial yang terjalin. Interaksi di dalam keluarga akan tercermin melalui pola asuh. Bandura mengatakan perilaku agresif dipelajari dalam kehidupan sehari-hari yaitu salah satunya dari model yang dilihat dan diamati di dalam keluarga. Berbagai penelitian di Indonesia juga membuktikan bahwa kenakalan remaja sangat terkait dengan hubungan yang tidak baik antara orang tua dan anak (dalam Sarwono, 2002). Anak yang diasuh dengan tipe otoriter memiliki karakteristik seperti takut, gelisah, moody, mudah mengganggu orang lain, tidak bahagia, cenderung bermusuhan secara pasif, serta berbohong. Segala aktivitas dan tingkah laku di kontrol ketat, selain itu orang tua juga tidak memberikan kesempatan kepada anak untuk menyampaikan pendapat, maupun gambaran perasaannya sehingga memunculkan paradigma bahwa semakin di larang dan diatur keinginan dan tujuan anak dalam hal ini adalah mahasiswa, maka semakin tinggi peluang munculnya perilaku agresif pada mahasiswa. Adanya hubungan yang positif antara pola asuh otoriter dengan agresivitas sejalan terhadap yang dikemukakan oleh Baumrind bahwa keluarga yang cenderung melakukan hukuman fisik menyebabkan anak mempunyai sifat pemarah yang sementara ditekan karena terkait norma sosial (barier), namun sewaktu-waktu anak akan meluapkan

13 20 amarahnya menjadi perilaku agresif. Selain itu, anak-anak (mahasiswa) dari orang tua yang otoriter sering tidak bahagia, ingin membandingkan dirinya dengan orang lain, gagal memulai aktivitas dan memiliki kemampuan komunikasi yang lemah (Santrock, 2011). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Baldin yaitu membandingkan keluarga yang berpola asuh demokratis dengan keluarga yang berpola asuh otoriter, menemukan bahwa anak yang diasuh dari orang tua demokratis menunjukkan ciri-ciri memiliki inisiatif, berani, lebih giat, dan lebih bertujuan. Sebaliknya, anak dengan pola asuh otoriter menunjukkan makin berkurang ketaatan anak, bersikap mengganggu, tidak dapat merencanakan sesuatu, kurang memiliki daya tahan dan menunjukkan kegelisahannya. Penelitian lain yang masih berkaitan mengenai hubungan pola asuh otoriter dengan agresifitas pada lak-laki dan perempuan menunjukkan adanya perbedaan. Tingkah laku agresif pada laki-laki cenderung stabil dalam setiap masanya, namun tingkah laku agresif pada perempuan semakin berkurang. Hal ini terjadi karena norma yang ada di dalam masyarakat melarang perempuan berperilaku agresif dan bahkan dianggap tabu bagi seorang perempuan berperilaku agresif. Perempuan lebih sering menampilkan perilaku yang lembut. Secara psikologis, perempuan lebih mampu menahan emosi. Artinya apabila perempuan semakin tertekan karena sikap orang tua maka akan semakin tunduh dan patuh atau hanya menangis dan memilih mengurung diri di dalam kamar. Perempuan cenderung melakukan agresi hubungan (relational aggression) yang sering disebut sebagai agresi tersembunyi atau tidak langsung. Ini merupakan bentuk yang sifatnya merusak atau mempengaruhi hubungan, reputasi dan keadaan

14 21 psikologis. Sering kali dilakukan dengan cara menggoda, memanipulasi, mengejek, meremehkan, bahkan mengeluarkan seseorang dari keanggotaan kelompok. Agresi hubungan mungkin tidak lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki, namun dampaknya lebih serius pada perempuan, yang cenderung lebih memperhatikan hubungan dibandingkan anak laki-laki (Feldman dkk, 2009). Berdasarkan uraian diatas, pola asuh otoriter memiliki hubungan dengan agresivitas pada mahasiswa. Anak yang di asuh dengan tipe demokratis menghasilkan karakteristik periang, memiliki kontrol diri dan kepercayaan diri yang baik, memiliki tujuan, berorientasi prestasi, menunjukkan ketertarikan dan keingintahuan di dalam situasi baru, memiliki tingkat energi yang tinggi, mampu mempertahankan relasi bersahabat dengan teman sebaya, dapat bekerja sama dengan orang dewasa, dapat diatur serta mampu mengatasi stres dengan baik (Multahada, 2012). Orang tua memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan anak. Orang tua memberikan tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dilakukan anak. Mereka selalu komunikasi dengan saling memberi dan menerima pendapat atau opini satu sama lain, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dari anakanaknya. Orang tua selalu memberikan penjelasan terhadap apa yang mereka lakukan kepada anaknya, mendorong anak untuk saling membantu satu sama lain dan bertindak secara objektif, mereka juga menunjukkan sikap tegas namun hangat dan penuh pengertian. Jika ada hal yang berkaitan dengan kemarahan dan kebencian, akan diungkap dan dibicarakan secara terbuka sehingga komunikasi yang terjalin diantara mereka berjalan lancar dan harmonis. Dengan demikian

15 22 dapat dikatakan bahwa tidak adanya hubungan antara pola asuh demokratis dengan agresivitas pada mahasiswa. Menurut Hurlock, karakteristik anak yang diasuh dengan tipe permisif yaitu menguasai, menantang, penolakan, cepat marah namun cepat riang kembali suasana hatinya, kurang memiliki kontrol diri, impulsif, menunjukkan sedikit orientasi berprestasi, kurang mandiri, ingin menang sendiri dan kurang matang secara sosial. Sementara itu orang tua tidak lagi dianggap sebagai sosok yang memiliki peran dan tauladan baginya. Ia menganggap bahwa apa yang ia raih adalah bersumber dari pribadinya dan tidak ada yang dapat memberikan aturan maupun larangan, oleh karena itu anak merasa bebas tanpa adanya aturan dari orang tua. Orang tua kurang tegas dalam menerapkan peraturan-peraturan yang ada, dan mahasiswa diberikan kesempatan sebebas-bebasnya untuk berbuat dan memenuhi keinginannya. Secara terori, hubungan pola asuh permisif dengan agresifitas harusnya lebih rendah dibandingkan dengan hubungan pola asuh otoriter dengan agresifitas. Disamping itu, pola asuh permisif justru mempunyai hubungan yang lebih besar bagi pemicu munculnya perilaku agresif, karena asumsi ini mengindikasikan bahwa saat manusia direndahkan martabatnya dengan tidak menanggapi seluruh perbuatannya maka ia akan mencari perhatian dengan cara menampilkan perbuatan negatif yang langsung dapat mencemarkan nama baik keluarganya. Jika cara yang ditempuh mendapat reinforcement maka ia akan lebih sering melakukan tindakan yang negatif, dalam konteks ini adalah perilaku agresif. Berdasarkan penelitian Bernadi (dalam Aisyah, 2010) tindakan negatif ini berupa tidak mengenal tata tertib, sulit dipimpin, tidak taat pada peraturan, dan

16 23 lain-lain. Dengan demikian, pola asuh permisif dapat menimbulkan perilaku agresif Kerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan diatas, dapat di buat skema kerangka pemikiran sebagai berikut: Pola Asuh Orang Tua Agresivitas 2.6. Hipotesis Berdasarakan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis apakah ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan agresivitas pada mahasiswa fakultas psikologi Universitas Mercu Buana Jakarta?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Amallia Putri, Sri Lestari dan Yulline (2015) tentang Korelasi Pola Asuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI. Amallia Putri, Sri Lestari dan Yulline (2015) tentang Korelasi Pola Asuh BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka Penelitian terkait dengan pola asuh dan tingkat agresivitas sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu, diantaranya adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresivitas 2.1.1 Definisi Agresivitas Agresi adalah pengiriman stimulus tidak menyenangkan dari satu orang ke orang lain, dengan maksud untuk menyakiti dan dengan harapan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang ada akhir-akhir ini yang sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Agresi 1. Pengertian Perilaku Agresi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agresi adalah perbuatan bermusuhan yang bersifat menyerang secara fisik maupun psikis kepada

Lebih terperinci

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG)

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) 33 BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) Oleh : Detria Nurmalinda Chanra 1 Prof. Dr. Dr. dr. Th. I. Setiawan 2 Herdi, M.Pd 3 Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA AGRESIF VERBAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling

PEDOMAN WAWANCARA AGRESIF VERBAL. Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling AGRESIF VERBAL Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu: Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd Dr. Ali Muhtadi, M.Pd Oleh: DESY WISMASARI 16713251012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung pendidikan sepanjang hayat adalah diakuinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). PAUD adalah pendidikan

Lebih terperinci

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I AGRESI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 13 61016 Abstract Materi tentang pengertian agresi, teoriteori dan cara menguranginya

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama pada rentang usia pra sekolah. Masa ini merupakan periode seorang anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama pada rentang usia pra sekolah. Masa ini merupakan periode seorang anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua mempunyai peran paling besar terhadap tumbuh kembang anak, terutama pada rentang usia pra sekolah. Masa ini merupakan periode seorang anak memulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari

BAB 1 PENDAHULUAN. Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mendengar terjadinya sebuah kekerasan dalam kehidupan sehari-hari bukanlah hal yang asing lagi. Akhir-akhir ini media banyak dihebohkan dengan maraknya pemberitaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas

BAB I PENDAHULUAN. membentak, dan berbicara kasar. Hal tersebut mengindikasikan bahwa agresivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan kekerasan atau agresivitas menjadi isu yang terus berkembang di masyarakat sehingga hampir setiap hari pemberitaan mengenai berbagai tindakan kekerasan atau

Lebih terperinci

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak

RINGKASAN SKRIPSI. dalam bentuk verbal juga ada. Tak jarang masing-masing antar anggota pencak RINGKASAN SKRIPSI A. PENDAHULUAN Sudah menjadi rahasia umum bahwa dunia persilatan memang sangat identik dengan perilaku kekerasan atau agresi. Mulai dari latihan pencak silat yang tampak terlihat memberikan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghindari perlakuan itu (Krahe, 2005, pp ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghindari perlakuan itu (Krahe, 2005, pp ). A. Agresivitas 1. Pengertian Agresivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Baron dan Richardson (1994, hlm. 7) mereka mengusulkan penggunaan istilah agresi untuk mendeskripsikan segala bentuk perilaku yang dimaksudkan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG 1 HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP AGRESIFITAS ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KARTIKA 1-61 PADANG Yozi Dwikayani* Abstrak- Masalah dalam penelitian ini yaitu banyaknya orang tua murid TK Kartika 1-61 Padang

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk pengajaran siswa atau murid di bawah pengawasan guru dalam proses belajar dan mengajarkan siswa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog

BAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida Manusia dilahirkan dalam keadaan yang sepenuhnya tidak berdaya dan harus menggantungkan diri pada orang lain. Seorang anak memerlukan waktu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Agresivitas 2.1.1 Pengertian Agresivitas Sebuah definisi klasik diusulkan oleh Buss (dalam Krahe, 2005). Mengungkapkan bahwa mengkarakterisasikan agresi sebagai sebuah respons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

Lebih terperinci

AGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom.

AGRESI. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. AGRESI Modul ke: Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi. Fakultas Psikologi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa, dan dalam masa transisi itu remaja menjajaki alternatif dan mencoba berbagai pilihan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang giatgiatnya membangun. Agar pembangunan ini berhasil dan berjalan dengan baik, maka diperlukan partisipasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk mengubah cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-control Self-control adalah tenaga kontrol atas diri, oleh dirinya sendiri. Selfcontrol terjadi ketika seseorang atau organisme mencoba untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Anak merupakan harta yang tak ternilai bagi suatu keluarga, dan menjadi aset yang berharga bagi suatu bangsa. Tak dapat dipungkiri bahwa kondisi anak saat ini akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Agresi 2.1.1. DefinisiPerilaku Agresi Menurut Scheneiders (1955) perilaku agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Siswa 1. Pengertian Siswa Siswa adalah komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses di dalam proses pendidikan, sehingga menjadi manusia yang berkualiatas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) adalah merupakan bagian yang terintegrasi dari sistem pertahanan nasional Indonesia. Sejak kelahirannya, TNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat

BAB I PENDAHULUAN. mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena itu, periode remaja dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentangan kehidupan manusia, dimana individu meninggalkan masa anak-anaknya dan mulai memasuki masa dewasa. Oleh karena

Lebih terperinci

Skala Agresivitas Petunjuk Pengisian Skala

Skala Agresivitas Petunjuk Pengisian Skala Skala Agresivitas Petunjuk Pengisian Skala 1. Tulislah terlebih dahulu identitas diri Anda. 2. Isilah kolom kolom yang tersedia dengan cara memberikan tanda silang ( X ) 3. Pilihan jawaban hendaknya disesuaikan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, pada bab ini akan diuraikan kesimpulan yang telah diperoleh dari hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB 2 TINNJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINNJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINNJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan remaja dalam penerapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persija (singkatan dari Persatuan Sepak Bola Indonesia Jakarta) adalah sebuah klub sepak bola Indonesia yang berbasis di Jakarta. Persija saat ini berlaga

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN RUMAH TANGGA

UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN RUMAH TANGGA 1 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS PSIKOLOGI AGRESI ANAK YANG TINGGAL DALAM KELUARGA DENGAN KEKERASAN RUMAH TANGGA Disusun Oleh : Nama : Lili Hartini NPM : 10502140 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Siti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan

BAB I PENDAHULUAN. Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Keluaga mempunyai fungsi tidak hanya terbatas sebagai penerus keturunan saja, dalam bidang pendidikan pun, keluarga merupakan sumber pendidikan utama karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang ditandai dengan perubahan-perubahan didalam diri individu baik perubahan secara fisik, kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepakbola tidak terlepas dari yang namanya supporter, supporter biasa disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Pola Asuh orang tua 1. Pengertian Pola asuh orang tua Menurut Ahmad Tafsir (Djamarah 2014:51) Menyatakan bahwa pola asuh berarti pendidikan. Dengan demikian, pola asuh orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran anggota keluarga baru dalam keluarga akan memberikan pengaruh dalam perkembangan sosial dan emosional anak terutama anak prasekolah. Emosi yang rentan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK HOMEROOM UNTUK PENURUNAN PERILAKU AGRESIF SISWA. Ainun Nafiah Arri Handayani

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK HOMEROOM UNTUK PENURUNAN PERILAKU AGRESIF SISWA. Ainun Nafiah Arri Handayani LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK HOMEROOM UNTUK PENURUNAN PERILAKU AGRESIF SISWA Ainun Nafiah Arri Handayani Abtrak: Siswa SMP merupakan masa transisi dari anak-anak menuju remaja. Pada masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK

MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Artikel MENGENAL MODEL PENGASUHAN DAN PEMBINAAN ORANGTUA TERHADAP ANAK Oleh: Drs. Mardiya Selama ini kita menyadari bahwa orangtua sangat berpengaruh terhadap pengasuhan dan pembinaan terhadap anak. Sebab

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA SISWA SD N TRANGSAN 03 NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 (UUP) adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

BAB II. Landasan Teori. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah agresif.

BAB II. Landasan Teori. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah agresif. BAB II Landasan Teori A. PERILAKU AGRESI A.1 Pengertian Perilaku Agresi Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah agresif. Mungkin terlintas dalam pikiran kita segala tindakan yang berbentuk

Lebih terperinci