BRANCHLESS BANKING SETELAH MULTILICENSE:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BRANCHLESS BANKING SETELAH MULTILICENSE:"

Transkripsi

1 Disampaikan dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan Sekolah Staf Pimpinan Bank Indonesia (SESPIBI) Angkatan XXXI BRANCHLESS BANKING SETELAH MULTILICENSE: ANCAMAN ATAU KESEMPATAN BAGI PERBANKAN NASIONAL PUNGKY PURNOMO WIBOWO NIP

2 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur Alhamdulilah ke hadirat Allah SWT dan atas berkat dan limpahan rahmat dan hidayah-nya, makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Makalah ini Penulis susun dan persembahkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan kepemimpinan di Bank Indonesia pada SESPIBI Angkatan XXXI Tahun Dalam keterbatasan waktu yang tersedia dalam program SESPIBI XXXI, Penulis berusaha untuk menghasilkan makalah yang dapat memberikan kontribusi serta sumbangan pemikiran yang signifikan untuk Bank Indonesia. Dalam kesempatan ini, Penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia dan Pimpinan Satuan Kerja yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis untuk mengikuti SESPIBI XXXI ini. Ucapan terima kasih juga Penulis haturkan kepada Direktur Program SESPIBI XXXI, Pimpinan dan seluruh Staf Departemen Sumber Daya Manusia, Ibu Eni V. Panggabean selaku pembimbing, kawan-kawan yang sangat inspiratif di program SESPIBI XXXI, khususnya Sdri. Yunita Resmi Sari, Sdri. Elisabeth Sukawati, Sdr. Yudi Permana, kawan-kawan di Tim Financial Inclusion yang telah membantu penyediaan data dan referensi guna penyusunan makalah ini, dan para pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu, yang telah berkontribusi sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Akhir kata, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak. Jakarta, 27 Juni 2013 ii

3 ABSTRAK Peran dan fungsi bank dalam perekonomian yang sangat strategis, membuat posisi perbankan sangat penting untuk mendorong kegiatan ekonomi. Bank dapat mempengaruhi dan menentukan semua aspek kegiatan ekonomi di suatu negara. Ketidakmampuan bank dalam memberikan layanan yang optimal akan menyebabkan kegiatan ekonomi terganggu dan bisa mengakibatkan semua sektor ekonomi tidak bisa bekerja optimal. Melihat dari perspektif demand dan supply, terlihat fungsi Bank sebagai agent of development dapat dikatakan belum dilakukan secara optimal. Oleh karena itu diperlukan adanya kebijakan insentif yang dapat mengoptimalkan fungsi bank sebagai sebagai agent development. Diakhir tahun 2012 Bank Indonesia mengeluarkan Pengaturan multilicense dan pembukaan jaringan kantor diarahkan untuk mendorong Bank agar meningkatkan efisiensi kegiatan operasionalnya dan daya saing dengan ditunjang oleh permodalan yang kuat. Masih dalam upaya mengoptimalkan fungsi bank sebagai agent development, diawal 2013, Bank Indonesia meluncurkan program branchless banking dalam kerangka besar sebagai salah satu kegiatan financial inclusion. Dengan dukungan inovasi delivery channel Branchless Banking, pangsa pasar untuk unbanked people akan menjadi target bisnis yang menarik bagi perbankan di Indonesia. Disamping itu, dukungan kondisi geografis dan kondisi masyarakat Indonesia, branchless banking diharapkan akan dapat mendukung perluasan akses layanan jasa keuangan bagi masyarakat. Dari sini dapat terlihat adanya sinergi dari kedua kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Kedua kebijakan tersebut memiliki tujuan yang saling mendukung dalam rangka menjembatani permasalahan disparitas layanan keuangan perbankan dimana multilicense dan pengaturan pembukaan kantor cabang akan memberikan insentif bagi bank untuk membuka layanan di daerah yang masih minim layanan perbankan dan branchless banking akan memungkinkan bank menjangkau unbanked people dan masyarakat di remote area untuk menerima layanan perbankan. Kedua kebijakan ini juga akan mampu bersinergi untuk mendorong efisiensi operasional bank memperluas jangkauan akses layanan perbankan bagi masyarakat dan meningkatkan peranan Bank dalam penyaluran kredit bagi UMKM. Berdasarkan analisa kuantitatif dan kualitatif yang telah dilakukan, terdapat beberapa kesimpulan dan saran kepada Bank Indonesia sebagai otoritas yang mengawasi dan mengatur perbankan nasional saat ini dan OJK pada waktunya. Selanjutnya disampaikan juga strategi yang dapat ditempuh oleh perbankan nasional, OJK dan BI untuk menjaga agar tujuan dan pelaksanaan kegiatan branchless banking dapat terlaksana secara benar, tepat dan terukur. Keyword: Branchless Banking iii

4 EXECUTIVE SUMMARY Bank sebagai lembaga intermediasi sangat berperan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi utamanya bank yang sehat dan efisien. Perbankan yang efisien akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, masih banyak penduduk Indonesia belum berbank baik menabung ataupun mendapat fasilitas pembiayaan. Berdasarkan hasil survei Bank Dunia, kurang dari 50% penduduk Indonesia memiliki rekening bank pada institusi keuangan formal (bank) dan hanya 17% dari penduduk yang mempunyai akses kredit. Lebih jauh, hasil survei rumah tangga yang dilakukan Bank Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan bahwa 62% rumah tangga tidak memiliki tabungan sama sekali. Jumlah kepemilikan rekening masyarakat Indonesia dinilai masih rendah bahkan se-asean. Disisi lain, sektor UMKM yang merupakan sektor yang terbukti tangguh dalam menghadapi krisis ekonomi kurang mendapat perhatian karena berbagai kendala. Sektor ini diperkirakan memberikan kontribusi sebesar 57,1% terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan pangsa mencapai 99 persen dari total unit usaha di Indonesia serta menyerap 97.2% dari total tenaga kerja. Ironisnya, pangsa kredit UMKM hanya 20% dari total kredit perbankan. Padahal tiga penelitian yang ada terkait UMKM mengungkapkan potensi pembiayaan perbankan untuk UMK masih cukup tinggi. Dengan menggunakan asumsi bahwa PDB sampai dengan tahun 2018 tumbuh 6,5%, dan potensi usaha Mikro dan Kecil di tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp1.588,42 triliun. Fakta dimaksud mengakibatkan rasio outstanding kredit perbankan (27,49% terhadap GDP), Kredit UMKM (0,67% terhadap GDP) maupun outstanding dana pihak ketiga (36,41% terhadap GDP) terendah dikawasan. Masyarakat Indonesia ternyata lebih banyak memanfaatkan layanan keuangan dari sektor informal atau tidak menabung sama sekali.fakta ini menjadi kendala untuk percepatan pemerataan pendapatan dan pengurangan kemiskinan maupun mendukung sustainability pertumbuhan ekonomi. Salah satu faktor yang menjadi penyebab terbatasnya layanan perbankan ke masyarakat diseluruh pelosok adalah terbatasnya infrastruktur karena kondisi alam Indonesia yang berkepulauan. Perhitungan skala ekonomis operasional bank di suatu daerah tersebut menjadi faktor penting seperti tergambar kecilnya indikator jumlah layanan perbankan seperti kantor cabang dan ATM untuk setiap 1000 km 2 luasan wilayah. Lebih jauh, masyarakat sendiri masih merasakan hambatan dalam memperoleh layanan jasa keuangan formal dari perbankan. Selain keterbatasan infrastruktur lembaga keuangan Pungky Purnomo Wibowo Nip iv

5 dimaksud, juga disebabkan rendahnya penghasilan sehingga pendapatan yang diterima penduduk desa lebih banyak digunakan untuk konsumsi. Berdasarkan hasil survei Bank Dunia 79% masyarakat yang tidak memiliki tabungan karena tidak memiliki uang. Namun demikian, masyarakat berpendapatan rendah adalah active money managers yang sangat membutuhkan akses keuangan terhadap lembaga keuangan khususnya perbankan. Selain itu, rendahnya pemahaman masyarakat tentang keuangan (financial literacy) dan belum tersedianya produk yang sesuai untuk kelompok masyarakat kecil menambah rumit persoalan. Untuk itu, perlu terobosan dan inovasi agar seluruh masyarakat dapat menikmati jasa layanan dari perbankan. Hal ini juga terjadi diberbagai belahan dunia terutama di emerging economies melalui dengan apa yang dinamakan dengan kebijakan keuangan inklusif. Salah satunya melalui penerapan branchless banking. Keuangan Inklusif adalah sebuah kondisi dimana masyarakat memiliki akses yang berkesinambungan terhadap jasa keuangan yang dibutuhkan atau sebuah proses untuk menyediakan jasa keuangan kepada masyarakat luas dan rumah tangga berpenghasilan rendah pada harga yang dapat dijangkau. Untuk menajwab persoalan dimaksud dan atas dasar fakta dan trend yang terjadi, Bank Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan dengan tujuan meningkatakan jangkauan akses namun tanpa menimbulkan dampak negative yang berlebihan baik bagi perbankan sendiri, masyarakat maupun perekonomin. Kebijakan dimaksud ditekankan kepada penguatan ketahanan, daya saing, sekaligus penguatan fungsi intermediasi perbankan. Kebijakan untuk penguatan ketahanan dan daya saing perbankan dilakukan melalui penerapan aturan ijin berlapis (multilisence). Sedangkan kebijakan dalam rangka perluasan akses keuangan masyarakat melalui kebijakan branchless banking. Kedua kebijakan ini juga didukung dengan penguatan fungsi intermediasi perbankan dilakukan melalui mewajibkan bank untuk menyalurkan 20 persen dari total kredit untuk sektor UMKM secara gradual. Namun demikian, kebijakan dimaksud tidak serta merta dapat mencapai tujuan yang diharapkan, banyak kendala yang dihadapi seperti disebutkan diatas. Harapan agar kebijakan ini diharapkan dapat menjangkau unbanked people dan masyarakat remote area untuk menerima layanan perbankan, serta meningkatkan peranan bank dalam penyaluran kredit bagi UMKM bukanlah pekerjaan mudah. Namun hal ini patut dilakukan mengingat berbagai landasan teori mendukung kearah tersebut diantaranya : Tujuan negara yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pungky Purnomo Wibowo Nip v

6 Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditegaskan dalam Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia dimana implementasi branchless banking diharapkan dapat membantu pemerataan pendapatan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, yang merupakan pengamalan moral politik kenegaraan sila pertama, dimana meningkatkan kesejahteraan umum adalah merupakan tanggung jawab yang suci, dalam membangun dunia baru yang lebih baik berdasarkan keadilan sosial (sila kedua) serta dalam kerangka memperjuangkan kepentingan nasional (sila ketiga), dengan demikian kedaulatan rakyat (dalam bidang ekonomi) akan semakin tinggi. Karena itu negara wajib mendengarkan suara rakyat (sila keempat) dan memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat dan mengikut sertakan seluruh rakyat dalam (sila kelima) kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya serta secara khusus memperhatikan warga bangsa yang lemah kedudukannya agar tidak terjadi ketidakadilan serta kesewenang-wenangan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Pasal 27 ayat (2) UUD 45 menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 ayat (2) UUD 45 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Ketahanan Nasional, dimana kemiskinan yang disebabkan salah satunya karena rendahnya akses pada lembaga keuangan. Implementasi BB merupakan salah satu strategi pengentasan kemiskinan, secara tidak langsung akan meningkatkan ketangguhan masyarakat, otomatis akan meningkatkan ketahanan ekonomi, yang pada gilirannya akan meningkatkan Ketahanan Nasional. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dimana untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, dibutuhkan perekonomian domestik yang kuat yang berorientasi dan berdaya saing global, dimana salah satunya adalah melalui pengembangan sektor keuangan. Pengembangan sektor keuangan dilakukan melalui peningkatan kontribusi lembaga jasa keuangan bank dan non-bank dalam pendanaan pembangunan terutama peningkatan akses pendanaan bagi orang yang kurang beruntung dimanapun berada. Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia menyebutkan bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional, pelaksanaan pembangunan ekonomi diarahkan kepada terwujudnya perekonomian nasional yang berpihak pada ekonomi kerakyatan, merata, mandiri, andal, berkeadilan, dan mampu bersaing di kancah perekonomian internasional. Pungky Purnomo Wibowo Nip vi

7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dimana Bank sebagai badan usaha dalam kegiatannya adalah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Teori Pembangunan untuk Rakyat oleh Ginanjar Kartasasmita menyebutkan bahwa pembangunan dan kebijakan yang berorientasi serta berpihak pada kepentingan rakyat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam bukunya Pembangunan untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan (1996). Pertumbuhan hanya akan berkesinambungan dalam jangka panjang jika sumber utamanya berasal dari rakyat sendiri, baik berupa produktifitas rakyat maupun dana yang dihimpun melalui tabungan rakyat. Makin tumbuh dan bekembang pembangunan yang berdasar pada daya rakyat sendiri, maka makin kukuh pula kemandirian suatu bangsa. Kemandirian yang dibangun adalah dengan rasa percaya diri dan dalam keterbukaan pergaulan dengan bangsa lain, bukan dalam keterisolasian yang menyebabkan kemandegan (Kartawan, 2011). Teori Pengembangan UMKM oleh Selanjutnya hasil penelitian Syamsul Hadi dan kawankawan dari CIReS dalam bukunya Strategi Pembangunan Indonesia Pasca IMF menyebutkan bahwa pembangunan Indonesia akan lebih kuat dan mandiri jika dalam prosesnya selalu mengembangkan program pembangunan usaha kecil dan menengah yang komprehensif (Syamsul Hadi dkk, 2004). Survei Bank Dunia di seluruh dunia menunjukkan bahwa sektor keuangan memiliki peran penting dan signifikan dalam pengentasan kemiskinan, mengurangi perbedaan pendapatan, dan meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Karya tulis ini akan mencoba mengukur dan menganalisa efektivitas kebijakan yang dikeluarkan yaitu pengaturan multi-license dan pembukaan jaringan kantor serta implementasi BB dalam memperkuat struktur perbankan Indonesia dan pengaruhnya terhadap akses keuangan masyarakat luas. Terdapat empat pokok permasalahan terkait kebijakan multi-license dan branchless banking dimaksud dengan penekanan sebagai berikut: 1. Tingkat urgensi dari dikeluarkannya kebijakan multilicense dan BB dalam meningkatkan akses keuangan masyarakat. 2. Tingkat potensi pembiayaan khususnya untuk UMKM yang besar akan semakin besar. 3. Tingkat efisiensi yang mungkin timbul. 4. Tingkat kebehasilan kebijakan Branchless Banking dalam meningkatkan akses keuangan, dengan penekanan pada probabilitas peningkatan kepemilikan rekening tabungan serta Estimasi Penambahan Rekening Tabungan. Berbagai metode yang ada akan dimanfaatkan untuk menjawab rumusan permasalahan diatas, baik dengan metode kuantitatif maupun kualitatif seperti Metode Data Envelope Analysis (DEA) dan Matrix BCG untuk menjawab rumusan permasalahan pertama; dan Concentration Ratio Pungky Purnomo Wibowo Nip vii

8 (CR) serta Herfindahl-Hirschman Index (HHI) untuk permasalahan yang ketiga. Prediksi peningkatan pengunaan jasa perbankan akan digunakan pendekatan regresi linear maupun logistik untuk menjawab permasalahan keempat. Sementara itu analia kuatitatif melalui konfirmasi dengan hasil penelitian yang ada dilakukan untuk menajwab permasalahan kedua. Kajian ini juga diperkuat dengan anlisa SWOT dari penerapan branchless banking dan multilicense sekaligus strategi untuk mengantisipasi ataupun memperkuatnya. Adapun analisa SWOT terkait kedua kebijakan dimaksud antara lain sebagai berikut : Strength : seperti perbankan local lebih mengenal nilai-nilai kedaerahan, kemampuan mengembangkan produk yang sesuai dengan karakteristik masyarakat, kemampuan untuk bekerjasama dengan unit ekonomi lokal Weaknesses : seperti tingkat efisiensi usaha yang masih rendah, tingginya suku bunga pinjaman khususnya kredit UMKM, masih kalahnya profesionalitas SDM, kurangnya inovasi produk dan jasa, pelayanan yang rigid dan formalitas dan kemampuan pengelolaan risiko dibidang mass market masih terbatas. Opportunity : seperti masih luasnya pangsa pasar, menurunkan risiko likuiditas dengan mperoleh sumber dana retail baru, menurunkan risiko kredit dan melalui diversigikasi risiko dengan peningkatan kredit UMKM khususnya kredit mikro dan efisiensi. Threat : seperti meningkatnya persiangan dengan ASEAN banking integration, meningkatnya risiko operasional serta risiko reputasi. Adanya kebijakan branchless banking dan multilicense tentunya perlu diliat efektivitasnya melalui beberapa indicator, diantaranya a) Bertambahnya jumlah layanan bank. b) Tersedianya produk bank yang sesuai, c) Bertambahnya jumlah pemilik rekening d) Tercapainya pemerataan pendapatan masyarakat yang tercermin dari menurunnya Gini Ratio; e) jika keempat indikator sebelumnya dapat terpenuhi, maka diharapkan tingkat kemisikinan akan turun. Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa kebijakan multilicense dan pembukaan jaringan kantor dapat menjawab permasalahan disparitas layanan keuangan perbankan dan kebijakan branchless banking akan memungkinkan bank menjangkau unbanked people dan masyarakat di remote area untuk menerima layanan perbankan. Lebih jauh, kebijakan multilicense dan branchless banking akan mampu bersinergi untuk mendorong efisiensi operasional serta dapat meningkatkan penyaluran kredit bagi UMKM sekalgisu memudahkan bank memnuhi kewajiban untuk menyalurkan kredit UMKM sebesar 20%. Pungky Purnomo Wibowo Nip viii

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ii ABSTRAK... iii EXECUTIVE SUMMARY... iv DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xv BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan masalah Tujuan Metode Analisis Alur Pikir Pola Pikir... 8 BAB 2. LANDASAN PEMIKIRAN DAN OPERASIONAL Landasan Pemikiran Paradigma Nasional Pancasila sebagai Landasan Ideal UUD NRI Tahun 1945 sebagai Landasan Konstitusional Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konseptual Peraturan Perundang-undangan sebagai Landasan Operasional Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Undang-undang nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Landasan Operasional Perbankan Jenis Bank Produk dan Kegiatan Usaha Bank Landasan Teori Teori Akses Lembaga Keuangan Teori Pembangunan untuk Rakyat Teori Pengembangan UMKM Pungky Purnomo Wibowo Nip ix

10 2.6 Tinjauan Pustaka Sarwono Sudarto, 2004: Optimalisasi Peran Perbankan Guna Mendorong Pertumbuhan UMKM dan Koperasi dalam rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional Perkembangan Lingkungan Strategis Implikasi Financial Inclusion Terhadap Percepatan Perekonomian Masyarakat Terhadap Ketahanan Nasional Pokok-Pokok Persoalan dalam Financial Inclusion Kondisi Financial Inclusion yang Diharapkan Indikasi Keberhasilan BAB 3. KEBIJAKAN MULTILICENSE DAN PERLUASAN JARINGAN KANTOR BANK Banyak Masyarakat yang Belum Terlayani Faktor yang Mempengaruhi Akses Masyarakat terhadap Jasa Keuangan Tingkat Pendapatan Masyarakat Keterbatasan Ketersediaan Jasa Perbankan Latar Belakang Kebijakan Multilicense Inefisiensi Perbankan nasional Fokus Khusus pada Usaha Kecil, Mikro dan Menengah Kebijakan Perizinan Berjenjang (Multilicense) Modal Inti Latar Belakang Kebijakan Branchless Banking Alternatif Model Branchless Banking BAB 4. ANALISA KEBIJAKAN BRANCHLESS BANKING SETELAH PENERAPAN KEBIJAKAN MULTILICENSE UNTUK MEMPERLUAS BASIS NASABAH BANK Studi Empiris Kebijakan Multilicense, perluasan jariangan Kantor, dan BB di Indonesia Studi Empiris Multilicense Terkait Modal inti, Perluasan Jaringan Kantor, dan Tingkat Kejenuhan Bank Studi Empiris Pemetaan, Potensi, serta Forecasting Pembiayaan UMKM (BCG Matrix) Pungky Purnomo Wibowo Nip x

11 4.1.3 Studi Empiris Analisis Efisiensi Perbankan Indonesia Berkaitan Dengan Tingkat Efisiensi Yang Timbul dari Sinergi Pengaturan Multilicense, Pembukaan Jaringan Kantor dan Implementasi Branchless Banking Analisis Penerapan Branchless Banking Dalam Meningkatkan Jumlah Rekening BAB 5. ANALISA SWOT PENERAPAN BRANCHLESS BANKING SETELAH KEBIJAKAN MULTILICENSE DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERBANKAN NASIONAL Kapasitas Bank di Indonesia dibandingkan Bank di Negara ASEAN Perbandingan Asset dan Modal Inti Perbankan Nasional dengan Regional Modal Inti Capital Adequacy Ratio (CAR) Tingkat Efisiensi Bank di Indonesia BOPO Bank Net Interest Margin Loan to Deposit Ratio Analisis SWOT Perbankan Nasional dalam Melaksanakan Kebijakan Branchless Banking setelah Penerapan Multilicense Policy Penguatan Strategi SWOT dan Konsepsi Kebijakan BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Pungky Purnomo Wibowo Nip xi

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Jumlah Bank Perkapita Maret Gambar 1.2 Tingkat Kepadatan Bank di Beberapa Pulau Besar di Indonesia Gambar 1.3 Indeks Stabilitas Sistem Keuangan Gambar 2.1 Kerangka Kerja Kebijakan Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) Gambar 3.1 Persebaran Jaringan Kantor Bank di Indonesia Gambar 3.2 Rasio Jumlah Kantor Bank dengan Jumlah Kecamatan Gambar 3.3 Pergeseran Distribudi Pendapatan Masyarakat Indonesia Gambar 3.4 Presentase Jumlah Bank Komersial dan BPR di Pedesaan Gambar 3.5 Akses Kepada Jasa Tabungan Gambar 3.6 Kontribusi UMKM Dalam Perekonomian Indonesia Gambar 3.7 Jumlah Bank Menurut Modal Inti Gambar 3.8 Analisis GAP Kebijakan Multilicense di Indonesia Gambar 3.9 Ruang Lingkup Kegiatan Usaha Bank Berdasarkan BUKU Gambar 3.10 Tingkat Akses Keuangan di Berbagai Negara Asia Gambar 3.11 Model Branchless Banking Gambar 3.12 Alur Bank-based Model Gambar 3.13 Alur Non-bank Based Gambar 3.14 Alur Hybrid Model Gambar 4.1 Kerangka Kerja Analisis DEA Perbankan Indonesia Gambar 4.2 BCG Matriks Tingkat Kejenuhan Bank di Indonesia Gambar 4.3 BCG Matriks Tingkat Kepadatan Bank di Indonesia Gambar 4.4 Sepuluh Provinsi dengan Share Dana Pihak Ketiga dan Kredit Terbesar di Indonesia Gambar 4.5 BCG Matriks Tingkat Kejenuhan Bank di Indonesia dan Kebijakan Branchless Banking Gambar 4.6 Pemetaan Kondisi Pembiayaan UMKM di Indonesia Gambar 4.7 Pemetaan Kondisi UMK di Indonesia Gambar 4.8 Forecast Total kredit dan Kredit UMKM di Indonesia Gambar 4.9 Analisis Perkembangan Kredit UMKM di Indonesia Gambar 5.1 Perbandingan Asset 5 Bank Terbesar di Beberapa Negara ASEAN Pungky Purnomo Wibowo Nip xiii

13 Gambar 5.2 Modal Inti Bank Besar di ASEAN Gambar 5.3 CAR Perbankan di Beberapa Negara ASIA Triwulan IV Gambar 5.4 Perkembangan CAR, ATMR, dan Modal Industri Perbankan Nasional Gambar 5.5 Perkembangan ROA dan NIM Industri Perbankan Nasional Gambar 5.6 BOPO Perbankan di Beberapa Negara Asia Triwulan IV Gambar 5.7 Perkembangan BOPO Industri Perbankan Nasional Gambar 5.8 NIM Perbankan di Beberapa Negara ASIA Triwulan IV Gambar 5.9 LDR Perbankan di Beberapa Negara Asia Triwulan IV Gambar 5.10 Rata-Rata Suku Bunga Kredit dan DPK Rupiah Pungky Purnomo Wibowo Nip xiv

14 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Perbandingan Tingkat Penggunaan Layanan Keuangan Indonesia dengan Negara Lain Tahun Tabel 3.2 Perbandingan Tingkat Akses Terhadap Perbankan Tahun Tabel 3.3 Bank Based Model Tabel 3.4 Non-Bank Based Model Tabel 4.1 Status persaingan Usaha Tingkat Provinsi Tabel 4.2 Estimasi Kreditel Ritel dengan Alternatif Tabel 4.3 Estimasi Kreditel Ritel dengan Alternatif Tabel 4.4 Rangkuman Estimasi Potensi Pembiayaan UMK Tabel 4.5 Hasil Estimasi Markov Switching untuk Fungsi Kredit Tabel 4.6 Matriks Transisi dan Matriks Durasi Tabel 4.7 Perkembangan Efisiensi Perbankan dan Cooperation Ratio Tabel 4.8 Herfindahl-Hirschman Index Perbankan Indonesia-Kredit Tabel 4.9 Herfindahl-Hirschman Index Perbankan Indonesia-Kredit Tabel 4.10 Hasil Perhitungan model regresi Logistik Tabel 4.11 Hasil Analisis Model Regresi Linier Tabel 4.12 Estimasi Pertambahan Rekening Berdasarkan Zona Provinsi Pungky Purnomo Wibowo Nip xv

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fungsi utama bank adalah sebagai lembaga intermediasi, antara pihak yang kelebihan dana (supply unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (demand unit). Dana yang diterima bank dapat disalurkan pada kegiatan-kegiatan produktif, menyerap tenaga kerja, meningkatkan output dan pada akhirnya menggerakkan siklus perekonomian. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat memerlukan dukungan industri perbankan 1 yang sehat dan efisien. Dalam proses intermediasi, bank memiliki kemampuan untuk menjembatani kepentingan yang berbeda antara deposan dan peminjam dalam hal preferensi likuiditas atau waktu dari uang. Pada level ekonomi makro bank merupakan sarana transmisi dari kebijakan moneter; sedangkan pada level mikro ekonomi, bank merupakan sumber utama pembiayaan bagi para pengusaha maupun individu (Konch, 2000). Keberadaan masyarakat merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan oleh perbankan, oleh karena itu, jumlah kantor bank di suatu wilayah harus memperhatikan tingkat populasi dan kepadatan penduduk. Semakin banyak jumlah penduduk di suatu wilayah, maka semakin tinggi kebutuhan mereka terhadap jasa perbankan. Gambar 1.1 menunjukkan jumlah kantor bank dan jumlah bank perkapita di setiap provinsi di Indonesia. Gambar 1.1 Jumlah Bank Perkapita Maret 2012 Sumber: Statistik Perbankan, Bank Indonesia, diolah. DKI Jakarta merupakan provinsi dengan rasio jumlah bank perkapita tertinggi. Hal ini disebabkan karena provinsi tersebut merupakan ibukota negara dengan tingkat aktivitas 1 Sampai dengan saat ini sistem keuangan masih didominasi oleh perbankan dengan pangsanya dilihat dari sisi asset mencapai 75,8 persen. Sementara itu, kontribusi lembaga keuangan lainnya seperti asuransi hanya mencapai 10,1 persen, perusahaan pembiayaan sebesar 6,1 persen, dan lembaga keuangan lainnya memiliki pangsa asset kurang dari 5 persen. Dari gambaran tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa sebagian besar masyarakat kita yang melek lembaga keuangan lebih memilih perbankan, padahal di sisi lain apabila masyarakat membutuhkan pembiayaan atau ingin mencari outlet penempatan dananya, pasar modal atau asuransi dapat dijadikan sebagai pilihan. 1 Pungky Purnomo Wibowo Nip.11853

16 ekonomi yang tinggi. Sementara itu, Bali dan DI Yogyakarta memiliki rasio jumlah bank perkapita tertinggi kedua dan ketiga setelah DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena kedua Provinsi tersebut memiliki volume transaksi dan perputaran uang yang cukup tinggi mengingat banyaknya wisatawan asing maupun lokal yang berkunjung. Di sisi lain, banyak Provinsi- Provinsi yang memiliki jumlah penduduk yang banyak namun hanya dilayani dengan sedikit kantor bank, seperti Jawa Barat, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur. Meskipun industri perbankan memiliki perkembangan yang signifikan di Indonesia, akan tetapi, tingkat persebaran bank di Indonesia tidak merata. Gambar 1.2 di bawah ini menunjukkan tingkat kepadatan bank (bank density) di pulau-pulau besar di Indonesia. Gambar 1.2 Tingkat Kepadatan Bank di Beberapa Pulau Besar di Indonesia 2011 Sumber: SEKDA-Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, 2011, diolah. Kepadatan bank dapat dilihat dari sisi spasial yaitu jumlah bank per kilometer persegi maupun dari sisi ukuran pasar, yaitu jumlah bank per seribu penduduk. Gambar di atas menunjukkan bahwa Jawa adalah pulau dengan jumlah kantor bank per kilometer persegi tertinggi. Setiap dua kilometer persegi wilayah di Jawa dilayani oleh satu kantor bank. Sedangkan, di Maluku, setiap 253 kilometer persegi wilayah hanya dilayani oleh satu kantor bank. Dari sisi ukuran pasar, Sumatera merupakan pulau dengan jumlah kantor bank per seribu penduduk tertinggi. Setiap seribu penduduk mampu dilayani oleh satu kantor bank. Sedangkan di Papua, setiap penduduk hanya mampu dilayani oleh satu bank. Untuk dapat berperan optimal dalam perekonomian, bank perlu untuk bekerja secara efisien. Perbankan yang efisien berkaitan erat dengan sistem keuangan yang efisien. Sektor keuangan yang efisien akan mendorong efektivitas alokasi sumber daya keuangan dan mengurangi misalokasi sumber daya produktif. Selain itu, perbankan yang efisien akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Data terakhir yang menunjukkan bahwa perbankan Indonesia masih belum efisien. Salah satu indikator inefisiensi adalah nilai net interest margin. Secara khusus, 14 bank Tier 3 dan Tier 4 dapat memenuhi himbauan BI untuk menurunkan suku bunga dana pihak ketiga yang 2 Pungky Purnomo Wibowo Nip.11853

17 mendekati BI rate. Namun, ketika BI Rate stabil di kisaran 6.5 s.d 6.75% dan suku bunga dana pihak ketiga (DPK) stabil di kisaran suku bunga penjaminan LPS, suku bunga kredit secara umum masih berada di atas 10%. Hal ini menujukkan sebuah anomali, dimana seharusnya suku bunga kredit berada di bawah 10%. Kondisi tersebut menyebabkan net interest margin perbankan Indonesia masih berada pada kisaran 6% atau tertinggi di kawasan ASEAN+5 2. Sebagai upaya untuk merealisasikan hal tersebut, maka Bank Indonesia mengeluarkan beberapa kebijakan dalam rangka penguatan ketahanan, daya saing perbankan, sekaligus penguatan fungsi intermediasi perbankan. Kebijakan untuk penguatan ketahanan dan daya saing perbankan dilakukan melalui penerapan aturan ijin berlapis (multilisence). Sedangkan dalam rangka penguatan fungsi intermediasi perbankan dilakukan melalui kebijakan yang mewajibkan bank untuk menyalurkan 20% dari total kredit untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah; dan melalui perluasan akses keuangan masyarakat melalui kebijakan branchless banking (selanjutnya disingkat BB) Rumusan masalah Terdapat empat pokok rumusan permasalahan yang coba dibahas terkait dengan kebijakan branchless banking setelah multi license apakah merupakan ancaman dan keuntungan bagi perbankan nasional. Keempat rumusan permasalahan di bawah ini untuk menganalisis sinergi dari kedua kebijakan dimaksud dengan penekanan kepada: 5. Tingkat urgensi dari dikeluarkannya kebijakan multilicense dan BB 3 oleh Bank Indonesia (BI) dalam meningkatkan akses keuangan masyarakat terhadap perbankan; khususnya masyarakat yang melakukan usaha dalam bidang UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). 6. Tingkat potensi pembiayaan khususnya untuk UMKM yang besar diprediksi akan semakin mendorong perbankan untuk mengambil potensi tersebut, terutama dengan adanya kebijakan multilicense dan BB tersebut. Tingkat sinergi dari kedua kebijakan tersebut selanjutnya akan berdampak positif; tidak hanya terhadap industri perbankan dan perekonomian nasional; Namun dalam penulisan penelitian ini, akan dilihat lebih jauh apakah terjadi down-side effect atau ancaman yang mungkin timbul apabila tidak terjadi sinergi di antara kedua kebijakan tersebut. 7. Tingkat efisiensi yang mungkin timbul, sebagai akibat adanya sinergi pengaturan multilicense, pembukaan jaringan kantor dan implementasi BB, terhadap kondisi perbankan dan perekonomian Indonesia. Pengukuran peluang ini dilakukan dengan 2 Asean+5 terdiri dari negara Indonesia, Philipine, Thailand, Malaysia, Singapur dan Brunei, Kamboja,Laos, Myanmar dan Vietnam. 3 Kebijakan multilicense dan branchless banking (BB) tersebut akan dibahas secara mendalam di Bab 3. 3 Pungky Purnomo Wibowo Nip.11853

18 membandingkan down-side effect atau ancaman dan sinergi antara kebijakan multilicense dan BB tersebut. 8. Tingkat kebehasilan kebijakan branchless banking dalam meningkatkan akses keuangan terhadap perbankan, dengan penekanan pada probabilitas peningkatan kepemilikan rekening tabungan serta Estimasi Penambahan Rekening Tabungan. Dalam hal ini apabila tingkat keberhasilan BB tersebut menunjukan hasil yang kurang memuaskan, maka kebijakan BB tersebut dapat dipandang sebagai ancaman (downside effect) bagi perbankan nasional. 1.3 Tujuan Penelitian Karya tulis ini akan mengukur dan menganalisa kemampuan pengaturan multilicense dan pembukaan jaringan kantor serta implementasi BB dalam memperkuat struktur perbankan Indonesia dan pengaruhnya terhadap akses keuangan masyarakat luas sebagai bagian dari program inklusi keuangan, dengan menjawab keempat rumusan permasalahan di atas. Dengan memiliki analisa yang komprehensif dari seluruh permasalahan dalam penelitian ini, karya tulis ini diharapkan mampu menjawab dampak positif berupa keuntungan atau kesempatan maupun ancaman (down-side effect) yang mungkin timbul dari kebijakan branchless banking dan multilicense terhadap perbankan dan perekonomian nasional. Penulisan penelitian ini mencoba menjelaskan pula critical point yang perlu menjadi perhatian dalam implementasi kedua kebijakan tersebut. 1.4 Metode Analisis Keempat rumusan pokok permasalahan di Sub Bab 1.2 di atas dapat dianalisa dengan menggunakan 4 analisa kuantitatif 4. Dua analisa kuantitatif (DEA dan Matrix BCG) yang pertama dilakukan untuk menjawab rumusan permasalahan pertama dan kedua; dan analisa kuantitatif Concentration Ratio (CR) yang selanjutnya dianalisis lebih jauh dengan menggunakan metode Herfindahl-Hirschman Index (HHI) untuk menjelaskan rumusan permasalahan yang ketiga; sementara rumusan permasalahan keempat dilakukan dengan metode regresi logistik dan lineaer. Alur anisa kuantitatif yang akan dibahas secara mendalam di Bab 4 dalam penulisan penelitian ini, dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut: 1. Menjawab rumusan permasalahan pertama (tingkat urgensi dari dikeluarkannya kebijakan multilicense dan BB) a. Analisa kuantitatif mengenai perlunya diatur produk dan kegiatan perbankan secara lebih terinci berdasarkan kapasitas yang dimiliki oleh bank yang meliputi kapasitas modal inti, skala ekonomi dan struktur organisasi perusahaan dijelaskan 4 Analisa secara menyeluruh dengan menggunkaan analisa kuantitatif dapat diiukuti secara lengkap di Bab 4. 4 Pungky Purnomo Wibowo Nip.11853

19 dengan menggunakan Metode Data Envelope Analysis (DEA) 5.DEA ini menggambarkan pentingnya kebijakan multilicense (perijinan berjenjang), khususnya dalama pembukaan jaringan kantor bank dalam mendorong optimalnya pelayanan kantor bank kepada masyarakat Indonesia. b. Sebagai kelanjutan dari hasil yang diperoleh dari Analisa DEA di point 1 tersebut, dilakukan analisa kejenuhan bank (bank density 6 ) di seluruh wilayah Indonesia sebagai dasar untuk perlunya dilakukan kebijakan inovatif untuk perluasan pelayanan perbankan (antara lain kebijakan BB). Tingkat kejenuhan tersebut diukur menggunakan teknik Matrix BCG, yang dikembangkan oleh Boston Consulting Group pada tahun , berdasarkan economic of scale dan financial service coverage Membahas permasalahan kedua (Tingkat Pemetaan dan Potensi Pembiayaan UMKM Khususnya UMK) Dilakukan dengan Analisa BCG Matriks untuk tingkat kejenuhan layanan perbankan di suatu daerah tertentu. Hal ini dikonfirmasi pula dengan tiga hasil penelitian dari Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Kementerian Koperasi dan UMKM serta Bank Indonesia (penelitian berdasarkan household survey tahun 2010) dan forecasting kebutuhan kredit UMKM. 3. Merespon Permasalahan Ketiga (Tingkat Efisiensi dari Sinergi Pengaturan Multilicense and BB) a. Dalam menjelaskan tingkat efisiensi yang mungkin timbul dari sinergi kebijakan multilicense dan BB, dilakukan perhitungan ukuran penguasaan pangsa pasar kredit dan dana pihak ketiga (DPK) yang dilakukan oleh kelompok bank, yang dikategorikan besar berdasarkan peraturan multilicense, terhadap total kredit dan DPK. Ukuran tersebut disebut dengan Concentration Ration (CR). 5 DEA merupakan studi empiris yang dapat digunakan untuk mengevaluasi produktivitas dan performa sebuah bank dengan menggunakan pendekatan non parametik. Grigorian dan Manole (2005) melakukan penelitian pada sektor keuangan di Bahrain sedangkan Wezel (2010) melakukan studi empiris di Amerika Tengah. 6 Bank density mengukur kepadatan bank di suatu wilayah berdasarkan jangkauan layanan dan proporsi jumlah penduduk yang dilayani. Tingkat kejenuhan tersebut dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan total jumlah kantor bank di suatu wilayah dengan luas wilayah untuk melihat kepadatan bank dari sisi spasial jangkauan pelayanan. Disamping itu, tingkat kejenuhan bank juga dapat dilihat dengan membandingkan jumlah kantor bank dengan jumlah penduduk untuk melihat kepadatan dari sisi jangkauan pasar pelayanannya. 7 Matriks ini didasarkan pada teori siklus produk (life cycle theory). BCG Matrix merupakan matriks 2x2 dengan variabel pangsa pasar monopoli sebagai sumbu axis dan tingkat pertumbuhan pasar sebagai sumbu ordinat. Model analisis ini dapat digunakan juga untuk memetakan industri perbankan per provinsi di wilayah Indonesia yang memiliki banyak pelaku pasar dengan persaingan monopolistik. Pengembangan model analisis ini untuk industri perbankan dilakukan dengan penyesuaian variabel pada sumbu X dan sumbu Y. 8 McKinnon (1973) dan Levine (1977) menyatakan bahwa persaingan yang sangat ketat akibat penumpukan jumlah bank pada suatu wilayah dapat menimbulkan kejenuhan bank (bank saturation). Sehingga pendirian bank dalam suatu wilayah harus melihat aspek density ratio atau jumlah bank per jumlah penduduk (ritonga et al, 2004) 5 Pungky Purnomo Wibowo Nip.11853

20 b. Concentration ratio yang diperoleh dianalisis lebih jauh dengan menggunakan Herfindahl-Hirschman Index (HHI). Indeks ini merupakan indeks yang secara umum diterima sebagai ukuran konsentrasi pasar. Nilai HHI diukur sebagai jumlah dari kuadrat pangsa pasar perusahaan yang berkompetisi. Dalam hal ini, apabila dianggap bahwa pada sektor perbankan, keempat kelompok BUKU 9 (Bank Umum Kegiatan Usaha) bank sebagai kelompok yang berkompetisi dalam sektor perbankan di Indonesia, maka HHI sektor perbankan di Indonesia dapat dikukur. Nilai HHI ini diharapkan dapat menjawab tngkat efisiensi yang dapat timbul, sebagai akibat adanya sinergi pengaturan multilicense dan implementasi BB, sebagaimana dirumuskan dalam perumusan masalah kedua di atas. 4. Menjelaskan tingkat keberhasilan Branchless Banking dalam meningkatkan probabilitas kepemilikan rekening tabungan dan estimasi peningkatan jumlah rekening tabungan tersebut, dengan melakukan analisa sebagai berikut: a. Untuk menghitung probabilitas kepemilikan rekening tabungan akan digunakan model regresi logistik dengan melibatkan enam variabel prediktor sebagai indikator kepemilikan rekening. b. Model regresi linear digunakan untuk melakukan estimasi peningkatan rekening tabungan jika ada penambahan layanan jasa keuangan. Dasar perhitungan dengan menggunakan model regresi linier dari setiap zona kejenuhan bank. 9 Kebijakan Multilicense menggolongkan perbankan di Indonesia menjadi 4 (empat) sebagai Bank Umum Kegiatan Usaha 1 s.d. 4. Penjelasan tentang hal ini dapat diikuti dengan lengkap di Bab 3. 6 Pungky Purnomo Wibowo Nip.11853

21 1.5 Alur Pikir KEBIJAKAN PEMBUKAAN KANTOR CABANG PELUANG DISPARITAS LAYANAN KEUANGAN PERBANKAN SECARA SPASIAL PERBANKAN DI INDONESIA TINGKAT LAYANAN PERBANKAN DI DAERAH KEBIJAKAN MULTILICENSE, BRANCHLESS BANKING PENINGKATAN KINERJA DAN AKSES LAYANAN PERBANKAN KESEJAHTERAAN MASYAKARAT PERTUMBUHAN EKONOMI KEBIJAKAN MULTILICENSE TANTANGAN Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dapat dibuat alur pikir seperti gambar diatas. Terdapat disparitas (perbedaan) layanan keuangan perbankan di Indonesia, terutama layanan keuangan yang masih terpusat di Pulau Jawa. Permasalahan spasial ini mendorong Bank Indonesia untuk dapat meningkatkan layanan perbankan terutama di daerah luar Jawa. Kebijakan multilicense dan BB merupakan kebijakan yang tepat untuk keluar dari permasalah tersebut. hal ini disebabkan karena untuk membuka bank baru, terutama di luar Jawa, membutuhkan biaya yang besar. Dengan adanya branchless banking dan multilicense diharapkan kinerja dan akses layanan perbankan meningkat, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan pertumbuhan ekonomi nasional. Pungky Purnomo Wibowo Nip

22 1.6 Pola Pikir KEBIJAKAN BANK INDONESIA : 1. MULTILICENSE 2. BRANCHLESS BANKING (BB) PERLUASAN JARINGAN LAYANAN PERBANKAN Subyek Obyek Metoda Seluruh bank di Indonesia yang meliputi supra struktur;. sub struktu dan infrastruktur. Peraturan Perundangan; Perbankan: melalui perluasan jaringan layanan Masyarakat.: dengan meningkatnya Legisasi dengan Perijinan berjenjang; branhless banking(bb) melalui bank & non bank-based model; Edukasi dan Sosialisasi Peningkatan (I) Performance (kinerja perbankan): Profitabilitas, Efisiensi dan Stabilitas Sistem Keuangan. (II) Memperluas akses layanan perbankan dan penyaluran kredit KESEJAHTERAAN MASYAKARAT PERTUMBUHAN EKONOMI Pengaruh Lingkungan atau Lingkungan strategis: Global: Masyarakat Dunia Regional: Masyarakat Ekonomi Asean Nasional: Industri perbankan dan keuangan nasional PELUANG : menjangkau unbanked people dan masyarakat di remote area untuk menerima layanan perbankan, serta meningkatkan peranan Bank dalam penyaluran kredit bagi UMKM tantangan dan kendala: (i) potensi munculnya kepadatan tingkat layanan perbankan disegmen UMKM yang menjadi pemicu antara efisiensi pemain lain atau mematikan pemain lain (ii) penurunan resiko kredit UMKM (TAMBAL SULAM KREDIT) (iii) Jumlah penduduk yang tersebar di luar Jawa (iv) Ketidakstabilan kondisi lingkungan Pungky Purnomo Wibowo Nip

23 Pola pikir kajian ini dapat dijelaskan melalui bagan pola pikir diatas. Perluasan jaringan layanan perbankan dapat dilakukan melalui kebijakan multilicense (perijinan berjenjang) dan BB. Kebijakan ini bertujuan untuk memperluas basis nasabah dan memperluas jaringan unit layanan keuangan dengan melakukan beberapa metode. Kebijakan ini juga didukung dengan lingkungan strategis yaitu lingkungan tingkat regional (Masyarakat Ekonomi ASEAN) dan nasional. Selanjutnya, peluang kebijakan ini diharapkan dapat menjangkau unbanked people dan masyarakat di remote area untuk menerima layanan perbankan, serta meningkatkan peranan bank dalam penyaluran kredit bagi UMKM. Adapun tantangan untuk kedua kebijakan ini adalah terdapat potensi munculnya kepadatan tingkat layanan perbankan di segmen UMKM. Secara umum dapat disebutkan, bahwa dampak jangka pendek dari kedua kebijakan tersebut adalah peningkatan performance, profitabilitas, efisiensi dan Stabilitas Sistem Keuangan yang saat ini telah terjaga dengan baik (Gambar 1.3), yang pada nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Secara lebih khusus Bagan 1.5 dan 1.6 tersebut akan dijelaskan secara lebih mendalam di babbab selanjutnya dalam penulisan makalah ini. Gambar 1.3 Indeks Stabilitas Sistem keuangan Pungky Purnomo Wibowo Nip

24 BAB 2 LANDASAN PEMIKIRAN DAN OPERASIONAL 2.1 Landasan Pemikiran Sesuai Pembukaan UUD 1945, Pemerintah Negara Republik Indonesia, tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Selanjutnya, agar tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 dapat tercapai, diperlukan suatu strategi pembangunan nasional yang tepat, terukur serta terarah. Gambar 2.1 Kerangka Kerja Kebijakan Keuangan Inklusif (Financial Inclusion) Tujuan Utama KERANGKA KEUANGAN INKLUSIF Untuk mencapai kesejahteraan ekonomi melalui pengurangan kemiskinan, pemerataan pendapatan & stabilitas sistem keuangan di Indonesia dgn menciptakan sistem keuangan yg dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat Pemerataan Pendapatan Pengurangan Kemiskinan Masyarakat yang berdayabeli dan produktif SistemKeuanganyang m udah diakses Stabilitas Sistem Keuangan Kelompok Sasaran Saluran SangatMiskin Produk / Jasa Keuangan Tabungan Kredit Asuransi Remitansi DanaPensiun Reksadana, dll KelompokPekerjaMigran dan PendudukDaerahTerpencil Miskin Bekerja/ Produktif Ketahanan Intermediasi Efisiensi LembagaKeuangan (Bank & Lembaga KeuanganNon Bank) Hampir Miskinir Tidak Miskin Pemerintah Keuangan Publik Subsidi Insentif Fiskal Bantuan Sosial BLT Jamkesmas, dll Strategi Edukasi Keuangan Fasilitas Keuangan Publik Pilar Keuangan Inklusif Pemetaan Informasi Keuangan Kebijakan / Peraturan Pendukung Fasilitas Intermediasi & Distribusi Perlindungan Konsumen Contoh Program Edukasi Pelajar, TKI, dan masyarakat lain Kampanye Bersama Financial Identity Number (FIN) Credit Rating Multilicensing TabunganKu Mediasi Perbankan Kebijakan Branchless banking Transparansi Produk B ranchless banking Kredit Start- Up Kebijakan kredit start - up Sertifikasi tanah Sumber: Kantor Wakil Presiden RI, Strategi Nasional Keuangan Inklusif (Revisi), 2012 Namun demikian, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum tersentuh oleh jasa layanan sektor keuangan formal. Salah satu upaya mengatasi hal ini, di beberapa Negara, khususnya negara yang tergabung dalam G20, dengan melaksanakan program financial inclusion (selanjutnya disingkat FI) atau kebijakan keuangan inklusif. Pungky Purnomo Wibowo Nip

25 Framework besar kegiatan FI Indonesia dapat digambarkan secara garis besar pada Gambar 2.1. Dalam Gambar 2.1 dapat diikuti bahwa salah satu program dalam keuangan inklusif (FI) adalah kebijakan BB yaitu kegiatan layanan jasa perbankan dan sistem pembayaran yang diselenggarakan oleh bank dan telco tanpa melalui kantor bank tapi menggunakan teknologi dan pihak ketiga (agen) sehingga dapat meningkatkan akses keuangan masyarakat dan kelompok miskin produktif) dan UMKM. 2.2 Paradigma Nasional Pancasila sebagai Landasan Ideal Pancasila sebagai Ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia adalah suatu nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, yang mencerminkan moral dan akhlak manusia Indonesia dan diyakini kebenarannya serta kesaktiannya. Dalam hal ini, implementasi branchless banking diharapkan dapat membantu pemerataan pendapatan masyarakat untuk mengurangi kemiskinan, yang merupakan pengamalan moral politik kenegaraan sila pertama, dimana meningkatkan kesejahteraan umum adalah merupakan tanggung jawab yang suci, dalam membangun dunia baru yang lebih baik berdasarkan kemanusian yang adil dan beradab (sila kedua) serta dalam kerangka memperjuangkan kepentingan nasional (sila ketiga), dengan demikian kedaulatan rakyat (dalam bidang ekonomi) akan semakin tinggi. Karena itu negara wajib mendengarkan suara rakyat (sila keempat) dan memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat dan mengikut sertakan seluruh rakyat dalam (sila kelima) kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya serta secara khusus memperhatikan warga bangsa yang lemah kedudukannya agar tidak terjadi ketidakadilan serta kesewenangwenangan dari pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah UUD NKRI Tahun 1945 sebagai Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber dari segala sumber hukum positif di Indonesia. Sebagai sebuah negara hukum, maka seluruh penyelenggaraan negara diatur menurut hukum yang berlaku. Dalam sistem hukum, maka semua orang memiliki kedudukan yang sama dan setara tanpa diskriminasi. Sehingga semua orang menjadi terlindungi sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD NKRI 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia. Pungky Purnomo Wibowo Nip

26 Optimalisasi BB merupakan perwujudan dari amanat tujuan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD NKRI 1945 tersebut yakni memajukan kesejahteraan umum yang berdasarkan keadilan sosial. Selanjutnya pada Pasal 27 ayat (2) menegaskan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Amanat pasal 28 ayat (2) menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, salah satu caranya adalah dengan berbank. Dengan demikian pelaksanaan branchless banking sesuai dengan dasar konstitusional Ketahanan Nasional sebagai Landasan Konseptual Sudah jamak diketahui bahwa dalam mencapai tujuan nasional, bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar bangsa Indonesia. Karena itu bangsa Indonesia membutuhkan Ketahanan Nasional yang tangguh, salah satunya melalui pendekatan kesejahteraan. BB dapat sebagai sarana agar setiap orang memperoleh haknya dalam mendapatkan layanan penuh dari lembaga keuangan secara tepat waktu, aman, nyaman, dan terjangkau, tanpa mengurangi harkat dan martabatnya. Dalam konteks Ketahanan Nasional, maka ancaman kemiskinan yang juga disebabkan rendahnya akses pada lembaga keuangan, dapat dikurangi melalui implementasi BB. Karena itu BB merupakan salah satu strategi pengentasan kemiskinan, yang secara tidak langsung akan meningkatkan ketangguhan masyarakat, dan selajutnya secara otomatis akan meningkatkan ketahanan ekonomi, yang pada gilirannya akan meningkatkan Ketahanan Nasional. 2.3 Peraturan Perundang-undangan sebagai Landasan Operasional Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Dalam arah RPJPN disebutkan bahwa untuk mewujudkan bangsa yang berdaya saing, dibutuhkan perekonomian domestik yang kuat yang berorientasi dan berdaya saing global, dimana salah satunya adalah melalui pengembangan sektor keuangan. Pengembangan sektor keuangan dilakukan melalui peningkatan kontribusi lembaga jasa keuangan bank dan non-bank Pungky Purnomo Wibowo Nip

Evolusi Kerangka Kebijakan Financial Inclusion. BANK INDONESIA November 2013

Evolusi Kerangka Kebijakan Financial Inclusion. BANK INDONESIA November 2013 1 Evolusi Kerangka Kebijakan Financial Inclusion BANK INDONESIA November 2013 Kepadatan Bank LAYANAN AKSES KEUANGAN DI INDONESIA 2 Dengan melihat pertumbuhan ekonomi (PDRB)dan kinerja bank (DPK dan kredit)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ekonomi yang berubah cepat dan kompetitif dengan permasalahan yang semakin kompleks memerlukan adanya penyesuaian tentang kebijakan sistem ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang bermanfaat bagi berbagai lapisan masyarakat.sekitar tahun

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang bermanfaat bagi berbagai lapisan masyarakat.sekitar tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di era teknologi seperti saat ini banyak sekali muncul inovasi dari layanan keuangan yang bermanfaat bagi berbagai lapisan masyarakat.sekitar tahun 2012Bank Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut UU No.10 tahun 1998 : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Financial inclusion merupakan suatu upaya yang bertujuan meniadakan segala bentuk hambatan terhadap akses masyarakat dalam memanfaatkan layanan jasa keuangan perbankan dengan

Lebih terperinci

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017

Inklusi Keuangan dan (TPAKD) Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah. UIN Syarif Hidayatullah, Juli 2017 Inklusi Keuangan dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) UIN Syarif Hidayatullah, 17-18 Juli 2017 OUTLINE I. Inklusi dan Literasi Keuangan II. Pembentukan TPAKD III. Program Kerja TPAKD Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus dana kepada pihak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilitas sistem keuangan memegang peran penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak

Lebih terperinci

TANTANGAN DAN PELUANG BAGI INDUSTRI BPR KE DEPAN

TANTANGAN DAN PELUANG BAGI INDUSTRI BPR KE DEPAN TANTANGAN DAN PELUANG BAGI INDUSTRI BPR KE DEPAN AGENDA PRESENTASI I. PERKEMBANGAN INDUSTRI BPR II. TANTANGAN DAN PELUANG INDUSTRI BPR KE DEPAN A. FINANCIAL INCLUSION B. BRANCHLESS BANKING C. MEA 2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang menjadi masalah serius. Amerika Serikat merupakan negara adidaya dimana ketika perekonomiannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sistem keuangan terdiri dari lembaga keuangan, pasar keuangan, serta

I. PENDAHULUAN. Sistem keuangan terdiri dari lembaga keuangan, pasar keuangan, serta I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sistem keuangan terdiri dari lembaga keuangan, pasar keuangan, serta infrastruktur sistem keuangan. Bank merupakan suatu bagian dari sistem keuangan tersebut. Jika dibandingkan

Lebih terperinci

Roadmap Keuangan Syariah Indonesia

Roadmap Keuangan Syariah Indonesia Roadmap Keuangan Syariah Indonesia 2015-2019 Keselarasan Nilai Ekonomi Syariah Nilai-nilai ekonomi syariah memiliki kesamaan dengan nilai-nilai luhur dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia 7 Keselarasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

KEYNOTE SPEECH Diskusi dan Peluncuran Buku Inovasi 17 Bank

KEYNOTE SPEECH Diskusi dan Peluncuran Buku Inovasi 17 Bank KEYNOTE SPEECH Diskusi dan Peluncuran Buku Inovasi 17 Bank Integrasi Ekonomi ASEAN 2015: Peluang atau Ancaman Bagi Perbankan Nasional DR. DARMIN NASUTION Pusat Data Analisa Tempo & Independent Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan permodalan yang masih tergolong tinggi seperti pada CAR yang berada

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan permodalan yang masih tergolong tinggi seperti pada CAR yang berada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi industri perbankan nasional saat ini menunjukkan perkembangan yang positif didukung dengan kinerja rentabilitas dan efisiensi yang tergolong baik. Hal

Lebih terperinci

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR Oleh : Marsuki Disampaikan dalam Seminar Serial Kelompok TEMPO Media dan Bank Danamon dengan Tema : Peran Pemberdayaan dalam Pengembangan Ekonomi Daerah.

Lebih terperinci

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDUSTRI BPR BPRS SEBAGAI PILAR EKONOMI DAERAH DALAM MEWUJUDKAN KESEJAHTERAAN RAKYAT Prof. Dr. Sri Adiningsih Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia Pontianak, 26 Oktober 2016 RAKERNAS PERBARINDO

Lebih terperinci

Informasi dalam buku ini bersumber dari National Strategy for Financial Inclusion Fostering Economic Growth and Accelerating Poverty Reduction

Informasi dalam buku ini bersumber dari National Strategy for Financial Inclusion Fostering Economic Growth and Accelerating Poverty Reduction Informasi dalam buku ini bersumber dari National Strategy for Financial Inclusion Fostering Economic Growth and Accelerating Poverty Reduction (Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia Juni 2012)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan ekonomi dalam sebuah negara. Bank memegang peranan penting dalam menyeimbangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat mempengaruhi perekonomian baik secara mikro maupun secara makro. Peran bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan memperluas kesempatan kerja melalui penyediaan sejumlah dana pembangunan dan memajukan dunia usaha.

Lebih terperinci

Boks 3 Memperkuat Daya Saing dan Kelembagaan Bank Pembangunan Daerah

Boks 3 Memperkuat Daya Saing dan Kelembagaan Bank Pembangunan Daerah Boks 3 Memperkuat Daya Saing dan Kelembagaan Bank Pembangunan Daerah Perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian. Ini mengingat, kontribusi sektor perbankan dalam pembiayaan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lembaga keuangan digolongkan ke dalam dua golongan besar menurut Kasmir (2012), yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank. Lembaga keuangan bank atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan operasionalnya dengan cara menghasilkan laba tinggi sehingga. profitabilitasnya terus mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan operasionalnya dengan cara menghasilkan laba tinggi sehingga. profitabilitasnya terus mengalami peningkatan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga intermediasi bagi pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Di samping itu, bank juga sebagai suatu industri yang

Lebih terperinci

Data Akses ke Lembaga Keuangan Formal

Data Akses ke Lembaga Keuangan Formal Inklusi Keuangan Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ditandai dengan terciptanya suatu sistem keuangan yang stabil dan memberi manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Institusi keuangan memainkan

Lebih terperinci

Roadmap Perbankan Syariah Indonesia

Roadmap Perbankan Syariah Indonesia Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019 UIKA Bogor, 15 Maret 2016 Departemen Perbankan Syariah AGENDA I. Pendahuluan II. Dasar Pemikiran Ekonomi dan Perbankan Syariah III. Kondisi dan Isu Strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kinerja perekonomian suatu negara umumnya diukur oleh beberapa indikator ekonomi yang bisa mencerminkan tingkat kegiatan ekonomi di masyarakat. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industri perbankan merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara. Menurut Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 salah satu

Lebih terperinci

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI

Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Dr. Harry Azhar Azis, MA. WAKIL KETUA KOMISI XI DPR RI Seminar Nasional dan Expo UMKM Perbarindo. "Modernisasi BPR Dalam Upaya Mendorong Pertumbuhan & Kemudahan Akses Bagi UMKM Dalam Menghadapi Persaingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak 1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih mengalami gejolak-gejolak perekonomian yang mempengaruhi seluruh aspek masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap aktivitas ekonomi memerlukan jasa perbankan untuk memudahkan transaksi keuangan. Di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 6 /POJK.03/2016 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang

BAB I PENDAHULUAN. dari orang lain, maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar uang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri, dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era Otonomi Daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TAHUN 2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus

BAB I PENDAHULUAN. Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor perekonomian adalah salah satu sektor yang menjadi fokus pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan resikonya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sistem pengelolaan yang berbeda, walaupun dalam beberapa hal

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sistem pengelolaan yang berbeda, walaupun dalam beberapa hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perusahaan mempunyai karakteristik tersendiri sehingga dalam pengelolaannya harus disesuaikan dengan karakteristik perusahaan yang bersangkutan. Salah satu

Lebih terperinci

FREQUENTLY ASKED QUESTION (FAQ) Pedoman Uji Coba Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran dan Perbankan Terbatas Melalui Unit Perantara Layanan Keuangan

FREQUENTLY ASKED QUESTION (FAQ) Pedoman Uji Coba Aktivitas Jasa Sistem Pembayaran dan Perbankan Terbatas Melalui Unit Perantara Layanan Keuangan 1. Apakah yang dimaksud dengan Aktivitas layanan sistem pembayaran dan keuangan melalui UPLK? Aktivitas layanan sistem pembayaran dan perbankan terbatas melalui agen yang selanjutnya disebut dengan UPLK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Analisis posisi..., Andini Setyawati, FE UI, 2008

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia Analisis posisi..., Andini Setyawati, FE UI, 2008 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 menyebabkan banyak perusahaan khususnya di bidang perbankan mengalami restrukturisasi keuangan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri perbankan memegang peranan penting dalam menunjang kegiatan perekonomian. Begitu penting perannya sehingga ada anggapan bahwa bank merupakan "nyawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 pengertian

Lebih terperinci

Ketimpangan Komposisi Kredit Perbankan. Oleh M. Firdaus (Deputy SEN ASPPUK)

Ketimpangan Komposisi Kredit Perbankan. Oleh M. Firdaus (Deputy SEN ASPPUK) Ketimpangan Komposisi Kredit Perbankan Oleh M. Firdaus (Deputy SEN ASPPUK) Latar Belakang Perekonomian suatu negara langsung atau tidak -- berhubungan dengan kinerja dan dinamika lembaga perbankannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi tidak lepas dari peranan sektor perbankan sebagai lembaga pembiayaan bagi sektor riil. Pembiayaan yang diberikan sektor perbankan kepada sektor riil

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak terjadinya krisis tahun 1998, perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih kembali. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang berada di atas 8% sebelum

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG 1 BAB I LATAR BELAKANG I.1 Latar Belakang Masalah Melihat perkembangan di industri perbankan, kini setiap bank berlomba untuk meningkatkan jasa dalam bentuk servis kepada masyarakat. Sebagaimana kita ketahui

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi utama perbankan Indonesia sebagaimana diamanatkan Undang- Undang Nomor Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi sebagai financial intermediary atau perantara pihak yang kelebihan dana dengan pihak

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor keuangan di Indonesia masih didominasi oleh industri perbankan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor keuangan di Indonesia masih didominasi oleh industri perbankan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor keuangan di Indonesia masih didominasi oleh industri perbankan daripada lembaga keuangan lainnya. Secara umum kegiatan perbankan di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. NIM, BOPO, CAR, LDR, NPL, size, dan diversifikasi terhadap profitabilitas

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. NIM, BOPO, CAR, LDR, NPL, size, dan diversifikasi terhadap profitabilitas BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini mengenai pengaruh NIM, BOPO, CAR, LDR, NPL, size, dan diversifikasi terhadap profitabilitas berupa ROA dan ROE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN Melalui Buku Pegangan yang diterbitkan setiap tahun ini, semua pihak yang berkepentingan diharapkan dapat memperoleh gambaran umum tentang proses penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT Yth. Direksi Bank Perkreditan Rakyat di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 52 /SEOJK.03/2016 TENTANG RENCANA BISNIS BANK PERKREDITAN RAKYAT Sehubungan dengan berlakunya Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam beberapa tahun terakhir masyarakat Indonesia mulai percaya terhadap sistem Perbankan syariah dibandingkan Perbankan Konvensional. Ekonomi Syariah dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Domestik Bruto (PDB) dalam jangka panjang. Demikian juga halnya pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Domestik Bruto (PDB) dalam jangka panjang. Demikian juga halnya pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi antara lain bertujuan untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka panjang. Demikian juga halnya pembangunan ekonomi Daerah Provinsi

Lebih terperinci

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN

Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Boks.3 MEWUJUDKAN KESEIMBANGAN YANG EFISIEN MENUJU PERTUMBUHAN YANG BERKESINAMBUNGAN Ekonomi Global 2011 Tahun 2011 merupakan tahun dengan berbagai catatan keberhasilan, namun juga penuh dinamika dan sarat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kegiatan usaha perbankan syariah pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHUUAN. Indonesia, sebagai negara dengan bank sebagai basis financial intermediary,

BAB I PENDAHUUAN. Indonesia, sebagai negara dengan bank sebagai basis financial intermediary, BAB I PENDAHUUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia, sebagai negara dengan bank sebagai basis financial intermediary, memiliki peran yang sangat penting dan sentral bagi perekonomian Indonesia. Sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perbankan memiliki peranan yang sangat strategis dalam menunjang berjalannya roda perekonomian dan pembangunan nasional mengingat fungsinya sebagai lembaga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. banking di perbankan syariah dalam mencapai financial inclusion dengan studi

BAB V PENUTUP. banking di perbankan syariah dalam mencapai financial inclusion dengan studi 97 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Hasil dari dilakukannya penelitian terkait penerapan kebijakan branchless banking di perbankan syariah dalam mencapai financial inclusion dengan studi kasus pada BCA Syariah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006).

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006). PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan sistem perbankan merupakan persyaratan penting untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006). Bank adalah bagian utama dari

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/26/PBI/2012 TENTANG KEGIATAN USAHA DAN JARINGAN KANTOR BERDASARKAN MODAL INTI BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bank adalah suatu industri yang bergerak di bidang kepercayaan, yang dalam hal ini adalah sebagai media perantara keuangan atau financial intermediary. Menurut

Lebih terperinci

Arsitektur Sistem Keuangan Nasional Berdasarkan UUD Oleh Dr.Ir. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI, DPR RI

Arsitektur Sistem Keuangan Nasional Berdasarkan UUD Oleh Dr.Ir. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI, DPR RI Arsitektur Sistem Keuangan Nasional Berdasarkan UUD 1945 Oleh Dr.Ir. Fadel Muhammad Ketua Komisi XI, DPR RI BIAYA PENYELESAIAN KRISIS SEKTOR PERBANKAN Diambil dari paper Anwar Nasution, Stabilitas Sistem

Lebih terperinci

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM

INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM INTERVENSI PROGRAM UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS UKM Mendorong Pertumbuhan Ekonomi dan Daya Saing Rahma Iryanti Deputi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Deputi Kepala Bappenas Jakarta, 15 Juni

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006).

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006). PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekuatan sistem perbankan merupakan persyaratan penting untuk memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006). Bank adalah bagian utama dari

Lebih terperinci

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia

Highlights May Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 1,250 20,000. kabupaten. provinsi di wilayah timur Indonesia Highlights May 2017 Memahami penggunaan layanan keuangan masyarakat di Indonesia 93 kabupaten 4 provinsi di wilayah timur Indonesia Jawa Timur Populasi: 38.8 juta Responden: 6,873 Wilcah: 447 desa Selatan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN OJK. Bank. Modal. Jaringan Kantor. Kegiatan Usaha. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 18) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

ANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012

ANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012 ANALISA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA 2012 Biro Riset BUMN Center LM FEUI Perbankan memiliki peran penting sebagai salah satu motor penggerak roda perekonomian bangsa. Memburuknya kinerja perbankan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam sistem keuangan di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dalam sistem keuangan di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang 11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan adalah salah satu lembaga keuangan yang memiliki peranan dalam sistem keuangan di Indonesia. Pengertian bank menurut Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana dan atau kedua-duanya

BAB I PENDAHULUAN. hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana dan atau kedua-duanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Struktur perbankan suatu negara dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu faktor ekonomi dan faktor hukum dan peraturan yang berlaku dalam negara yang bersangkutan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau melakukan penagihan. Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau melakukan penagihan. Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan kegiatan keuangan atau perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai peningkatan dan

1. PENDAHULUAN. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai peningkatan dan 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi untuk mencapai peningkatan dan kemajuan serta kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah, tidak terlepas dari peran perbankan, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) selama ini diakui berbagai pihak cukup besar dalam perekonomian nasional. Beberapa peran strategis UMKM menurut Bank Indonesia

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK

DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK DAFTAR PERTANYAAN PAPARAN PUBLIK INVESTOR SUMMIT AND CAPITAL MARKET EXPO 2014 TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014 PT BANK MANDIRI PERSERO TBK Bagaimana kinerja PT Bank Mandiri Persero (Tbk) dari awal 2014 sampai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Saat ini, globalisasi ekonomi merupakan hal yang harus dihadapi oleh suatu negara apabila negara tersebut ingin memiliki keunggulan bersaing. Globalisasi ekonomi sudah dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini, tidak pernah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini, tidak pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini, tidak pernah luput dari permasalahan ekonomi. Dengan situasi yang cepat berubah, masyarakat memanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun triliun menjadi Rp triliun hingga akhir tahun.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun triliun menjadi Rp triliun hingga akhir tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproyeksikan laba perbankan akan tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun 2014 yang pertumbuhannya hanya 5%. Secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian 9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan kebijakan pemerintah dalam bidang perbankan antara lain adalah paket deregulasi Tahun 1983, paket kebijakan 27 Oktober 1988, paket kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kegagalan usaha (Kemendag,2013). yang dianggap penting dan mampu menopang perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kegagalan usaha (Kemendag,2013). yang dianggap penting dan mampu menopang perekonomian. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Modal merupakan salah satu kunci terpenting dalam menjalankan suatu usaha. Tanpa adanya modal yang memadai, suatu usaha tidak dapat berjalan dengan baik.

Lebih terperinci

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI Tesis Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajad S-2 Gelar Magister Manajemen Diajukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.286, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Kegiatan Usaha. Jaringan. Kantor. Modal Inti. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5384) PERATURAN

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. telah menetapkan undang-undang mengenai Mortgage (Perumahan). Peraturan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini lembaga perbankan memiliki pengaruh yang besar terhadap perekonomian Indonesia, dibuktikan dengan adanya krisis Ekonomi Global yang baru-baru ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian

I. PENDAHULUAN. kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau. dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bank merupakan suatu institusi penting dalam industri keuangan dalam suatu negara. Perbankan banyak digunakan untuk mengukur kemajuan dan pertumbuhan suatu negara, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Yuliani, 2007) (Dendawijaya,2006:120).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Yuliani, 2007) (Dendawijaya,2006:120). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan mempunyai peranan penting dalam membangun sistem perekonomian Indonesia. Bank sebagai lembaga keuangan berfungsi sebagai intermediasi atau perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (pakjun 1983) dan paket kebijakan oktober 1988 (pakto 1988). Deregulasi

BAB I PENDAHULUAN (pakjun 1983) dan paket kebijakan oktober 1988 (pakto 1988). Deregulasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia perbankan di Indonesia sangat pesat setelah terjadi deregulasi di bidang keuangan, moneter dan perbankan pada paket kebijakan Juni 1983 (pakjun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bunga yang sangat tinggi. Hingga saat ini, sistem pengkreditan bank sudah merata

BAB 1 PENDAHULUAN. bunga yang sangat tinggi. Hingga saat ini, sistem pengkreditan bank sudah merata 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak jaman penjajahan Belanda, sistem pengkreditan rakyat sudah diterapakan pada masa itu dengan mendirikan Bank Kredit Rakyat (BKR) yang membantu para petani, pegawai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat. Setiap bank memiliki visi dan misi untuk mencapai sebuah tujuan

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat. Setiap bank memiliki visi dan misi untuk mencapai sebuah tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia perbankan mengalami pertumbuhan atau perkembangan yang cukup pesat. Setiap bank memiliki visi dan misi untuk mencapai sebuah tujuan yang berkaitan dalam

Lebih terperinci