PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR"

Transkripsi

1 63 PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR KARTIKA WANDINI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 KARTIKA WANDINI. A Pengaruh Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, Motivasi Belajar, dan Potensi Akademik terhadap Prestasi Akademik Siswa Sekolah Dasar. Dibimbing oleh MELLY LATIFAH. Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa sekolah dasar. Tujuan khususnya adalah: 1) Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga pada lingkungan pembelajaran, 2) Mengidentifikasi pola asuh belajar, motivasi belajar, potensi akademik dan prestasi akademik siswa pada situasi lingkungan pembelajaran, 3) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan motivasi belajar siswa, 4) Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan pola asuh belajar siswa, 5) Menganalisis hubungan antara pola asuh belajar dan lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa, 6) Menganalisis hubungan antara pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik dengan prestasi akademik siswa, 7) Menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa. Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional Study. Penelitian dilakukan di tiga sekolah dasar dari tiga model lingkungan pembelajaran berbeda yang dipilih secara purposive, yaitu SDN Sukadamai 3 (kelompok 1), SD Amaliah (kelompok 2) dan SD Citra Alam (kelompok 3). Pengumpulan data dilakukan pada bulan April-Mei Contoh adalah keluarga inti lengkap yang memiliki anak kelas IV dan V sekolah dasar. Pada masing-masing sekolah dipilih secara purposive 30 contoh untuk dianalisis lebih lanjut. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu, karakteristik keluarga, pola asuh belajar (gaya pengasuhan dan fasilitas belajar), motivasi belajar, dan potensi akademik. Data sekunder meliputi prestasi akademik dan keadaan umum lingkungan pembelajaran. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Pengolahan dan analisis data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan Statistical Package for Sosial Science (SPSS) 10,0 for Windows.Untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada masing-masing variabel contoh di ketiga lingkungan pembelajaran digunakan uji Kruskal-Wallis dan uji lanjut Duncan. Untuk menganalisis hubungan antar variabel digunakan uji korelasi Spearman dan Chi-Square. Untuk menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar dan potensi akademik terhadap prestasi akademik contoh digunakan analisis regresi linear berganda. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata umur contoh pada ketiga lingkungan pembelajaran adalah 10,4 tahun, dengan kisaran umur antara 10,0-11,4 tahun (73,3%) dan jenis kelamin perempuan (53%) sebagai proporsi terbesar. Proporsi terbesar tingkat pendidikan orang tua adalah Perguruan Tinggi (83,9%), pekerjaan ayah adalah pegawai swasta (50%) dan pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga (42%). Sementara itu, proporsi terbesar pendapatan utama ayah adalah Rp (24,4%), dan tidak memiliki pendapatan tambahan (77,8%), untuk ibu tidak memiliki pendapatan utama (35,6%) dan tambahan (90%). Rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 5 orang. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, terdapat perbedaan tingkat pendidikan orang tua (p<0,01), jenis pekerjaan orang tua (p<0,01), tingkat pendapatan utama ibu (p<0,01) dan tingkat pendapatan tambahan ayah (p<0,01) antar kelompok lingkungan pembelajaran. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis, tidak terdapat perbedaan motivasi belajar, gaya pengasuhan orang tua dan fasilitas belajar antar kelompok lingkungan pembelajaran, namun terdapat perbedaan pada potensi akademik contoh (p<0,01) dan prestasi akademik (p<0,01). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan perbedaan potensi

3 akademik dan prestasi akademik, terdapat pada contoh di Kelompok 1 dengan contoh di kelompok 2 dan di kelompok 3. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antara umur dengan motivasi belajar (p<0,01; r s =-0,416). Berdasarkan hasil uji Chi- Square, tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan motivasi belajar. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara umur dengan gaya pengasuhan orang tua, namun terdapat hubungan negatif antara umur dengan fasilitas belajar (p<0,05; r s =-0,211). Berdasarkan hasil uji Chi-Square, terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan gaya pengasuhan orangtua (p<0,01), namun tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan fasilitas belajar. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan orang tua dengan gaya pengasuhan orang tua dan fasilitas belajar. Berdasarkan hasil uji Chi-Square, terdapat hubungan antara jenis pekerjaan ayah dengan gaya pengasuhan orang tua (p<0,01), namun tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan ibu dengan gaya pengasuhan orang tua, dan antara jenis pekerjaan orang tua dengan fasilitas belajar contoh. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman, tidak terdapat hubungan antara besar keluarga dengan gaya pengasuhan orang tua dan fasilitas belajar contoh. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara gaya pengasuhan orang tua dengan motivasi belajar (p<0,05; r s =0,270) dan antara fasilitas belajar dengan motivasi belajar (p<0,05; r s =0,261). Berdasarkan hasil uji Chi-Square, tidak terdapat hubungan antara lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan, terdapat hubungan positif antara gaya pengasuhan orang tua dengan prestasi akademik (p<0,05; r s =0,254) dan antara fasilitas belajar dengan prestasi akademik (p<0,01; r s =0,333). Berdasarkan hasil uji Chi-Square, terdapat hubungan (p<0,01) antara lingkungan pembelajaran dengan prestasi akademik. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan, tidak terdapat hubungan antara motivasi belajar dengan prestasi akademik, namun terdapat hubungan positif antara potensi akademik dengan prestasi akademik (p<0,01; r s =0,651). Hasil analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa 59,8 persen prestasi akademik dipengaruhi oleh faktor gaya pengasuhan orang tua, lingkungan pembelajaran dan potensi akademik. Mengingat gaya pengasuhan berpengaruh terhadap prestasi akademik, maka disarankan kepada para orang tua agar dapat menerapkan gaya pengasuhan yang baik. Orang tua diharapkan dapat memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun dengan kebebasan yang tidak mutlak dan bimbingan yang penuh pengertian. Mengingat sekolah berpengaruh terhadap prestasi akademik, maka disarankan kepada pihak sekolah agar dapat menciptakan situasi belajar yang dapat merangsang minat siswa untuk giat belajar. Guru diharapkan dapat menerapkan cara mengajar yang memungkinkan siswa untuk mudah memahami materi pelajaran dan melakukan aktivitas belajar dengan penuh percaya diri

4 PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR KARTIKA WANDINI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

5 JUDUL : PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR NAMA : Kartika Wandini NOMOR POKOK : A Disetujui Dosen Pembimbing Ir. Melly Latifah, M.Si Nip Diketahui Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP Tanggal Lulus :

6 PRAKATA Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-nya serta shalawat dan salam kehadirat Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ir. Melly Latifah, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberi arahan kepada penulis. 2. Ir. Ratna Megawangi, M.Sc, Ph.D yang telah meluangkan waktu untuk memberi masukan kepada penulis. 3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pembimbing seminar dan dosen penguji atas arahan dan saran yang diberikan. 4. Katrin Roosita, Sp, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik. 5. SD Negeri Sukadamai 3 Bogor, SD Islam Amaliah Ciawi, dan SD Citra Alam Ciganjur atas ijin yang telah diberikan sehingga penulis dapat melakukan penelitian. 6. Teman-teman Pondok Surya, Wiwik dan Fiska (STK 41) atas masukan kepada penulis selama masa pengolahan data. 7. Best friends (Devita, Rizka, Ima, Veny, Ratna, Lia, Angel, Dedew, Ani, Devy, Inur, Rika, Ira, Ana (GMK 40)) dan seluruh GAMASAKERS 41 yang tidak penulis sebutkan satu per satu. 8. M. Idris yang telah banyak memberi perhatian dan bantuan kepada penulis. 9. Kakak, Ayah, dan Ibu atas kasih sayang, doa serta dukungan moril dan materil yang senantiasa diberikan kepada penulis. Penulis berharap skripsi ini menjadi awal kebanggaan untuk Ayah dan Ibu. 10. Pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang memperhatikan dunia pendidikan. Bogor, Agustus 2008 Penulis,

7 RIWAYAT HIDUP Kartika Wandini, lahir di Jakarta, pada 11 Desember 1986 dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 02 Pagi Rambutan Jakarta Timur pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di MTs Negeri 7 Model Jakarta dan menyelesaikan studi pada tahun Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMU negeri 58 Jakarta dan menyelesaikan studi pada tahun Selanjutnya, penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK), Fakultas Pertanian pada tahun 2004 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan, penulis aktif mengikuti beberapa organisasi antara lain Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA), GMSK English Club (GEC), dan Bina Desa. Selain itu, penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitian dan menjadi ketua panitia Food Nutrition Competition X dalam rangkaian Nuansa Pangan dan Gizi Keluarga X. Tahun 2006, penulis menjadi finalis dalam Project Proposal Competition yang diadakan oleh Meat and Livestock Australia. Penulis juga menjadi finalis dalam rangka Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) Bidang Pendidikan tingkat IPB.

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Perumusan Masalah... Tujuan Penelitian... Kegunaan Penelitian... TINJAUAN PUSTAKA... Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar... Prestasi Akademik... Potensi Akademik... Motivasi Belajar... Pola Asuh Belajar... Lingkungan Pembelajaran... Karakteristik Keluarga... Pendidikan Orang Tua... Pekerjaan Orang Tua... Pendapatan Keluarga... Besar Keluarga... Karakteristik Individu... Umur... Jenis Kelamin... KERANGKA PEMIKIRAN... METODE PENELITIAN... Desain, Tempat dan Waktu... Penarikan Contoh... Jenis dan Cara Pengambilan Data... Pengolahan dan Analisis Data... Definisi Operasional... HASIL DAN PEMBAHASAN... Karakteristik Individu Contoh... Karakteristik Keluarga Contoh... Halaman iii v vi

9 Keadaan Umum Lingkungan Pembelajaran... Pola Asuh Belajar, Motivasi Belajar, Potensi Akademik, dan Prestasi Akademik Contoh pada Lingkungan Pembelajaran.... Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Motivasi Belajar Contoh Hubungan antara Karakteristik Individu dan Keluarga dengan Pola Asuh Belajar Contoh... Hubungan antara Pola Asuh Belajar dan Lingkungan Pembelajaran dengan Motivasi Belajar Contoh Hubungan antara Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, Motivasi Belajar, dan Potensi Akademik dengan Prestasi Akademik Contoh... Pengaruh Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, dan Potensi Akademik terhadap Prestasi Akademik Contoh KESIMPULAN DAN SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jenis dan cara pengambilan data Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan rentang umur Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan utama orang tua Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendapatan tambahan orangtua Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan kecenderungan gaya pengasuhan Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan gaya pengasuhan Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan fasilitas belajar Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan motivasi belajar Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan potensi akademik Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan umur dan motivasi belajar Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan motivasi belajar Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan umur dan gaya pengasuhan Tabel 18 Sebaran contoh berdasarkan umur orangtua dan fasilitas belajar Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan gaya pengasuhan Tabel 20 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan fasilitas belajar Tabel 21 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan gaya pengasuhan Tabel 22 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orangtua dan fasilitas belajar Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua dan gaya pengasuhan Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orangtua dan fasilitas belajar Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dan pola asuh belajar (gaya pengasuhan dan fasilitas belajar ) Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan pola asuh belajar dan motivasi belajar... 47

11 Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan lingkungan pembelajaran dan motivasi belajar Tabel 28 Sebaran contoh berdasarkan fasilitas belajar dan prestasi Akademik Tabel 29 Sebaran contoh berdasarkan lingkungan pembelajaran dan prestasi akademik Tabel 30 Sebaran contoh berdasarkan motivasi belajar dan prestasi akademik Tabel 31 Sebaran contoh berdasarkan potensi akademik dan prestasi akademik... 53

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Hubungan Pola Asuh Belajar, Lingkungan Pembelajaran, Motivasi Belajar, dan Potensi Akademik dengan Prestasi Akademik Siswa Sekolah Dasar... 19

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Hasil analisis Kruskal-Wallis Lampiran 2 Hasil uji lanjut Duncan untuk pendidikan ayah contoh pada tiga lingkungan pembelajaran Lampiran 3 Hasil uji lanjut Duncan untuk pendidikan ibu contoh pada tiga lingkungan pembelajaran Lampiran 4 Hasil uji lanjut Duncan untuk pekerjaan ayah contoh pada tiga lingkungan pembelajaran Lampiran 5 Hasil uji lanjut Duncan untuk pekerjaan ibu contoh pada tiga lingkungan pembelajaran Lampiran 6 Hasil uji lanjut Duncan untuk pendapatan tambahan ayah contoh pada tiga lingkungan pembelajaran Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan untuk pendapatan utama ibu contoh pada tiga lingkungan pembelajaran Lampiran 8 Hasil uji lanjut Duncan untuk potensi akademik contoh pada tiga lingkungan pembelajaran Lampiran 9 Hasil uji lanjut Duncan untuk prestasi akademik contoh pada tiga lingkungan pembelajaran Lampiran 10 Hasil analisis korelasi Rank-Spearman Lampiran 11 Hasil analisis Chi-Square Lampiran 12 Hasil analisis regresi linear berganda... 67

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Prestasi akademik adalah cerminan kemampuan siswa dalam mengikuti pembelajaran di sekolah dan dapat digunakan sebagai salah satu indikator keberhasilan proses belajar. Berdasarkan teori Erikson, anak usia sekolah berada pada fase industry versus inferiority (Papalia & Olds 1989; Gunarsa 2006). Pada fase tersebut, anak sedang membangun kepribadiannya. Apakah anak akan menjadi pribadi yang merasa mampu dan percaya diri (industry) atau sebaliknya, merasa rendah diri (inferiority) sangat tergantung kepada stimulasi psikososial yang diperoleh di rumah, sekolah, dan lingkungan teman sebaya. Nilai rapor dapat menjadi pemacu anak dalam mengembangkan rasa industry. Nilai rapor yang memuaskan akan membuat anak merasa mampu dan percaya diri di bidang akademik. Selanjutnya, hal tersebut akan memotivasi anak untuk belajar lebih giat. Menurut Suryabrata (2005), rasa industry membantu anak mencapai prestasi akademik yang diharapkan, sehingga makin menumbuhkan rasa percaya diri. Sebaliknya, bila prestasi akademik anak kurang atau buruk, maka akan menumbuhkan rasa inferiority yang selanjutnya menghambat prestasi akademik. Dengan demikian, prestasi akademik menjadi penting artinya bagi anak usia sekolah dalam membangun kepribadiannya. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi akademik. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari dalam diri atau pun luar diri anak. Faktor dalam diri yang dapat mempengaruhi prestasi akademik anak antara lain, motivasi belajar dan potensi akademik. Menurut Suciaty dan Irawan (2001), motivasi belajar memberi kontribusi sebesar 36% terhadap prestasi belajar, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain, diantaranya kecerdasan (potensi akademik). Apabila anak mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal, maka secara potensi, anak dapat mencapai prestasi yang baik. Namun, potensi saja tidak dapat dijadikan jaminan keberhasilan. Sadli (1986) menyatakan bahwa potensi akademik tanpa rangsangan pendidikan, pengalaman, serta latihan yang tepat, akan membuat potensi tidak berkembang optimal, sehingga prestasi yang dicapai juga tidak optimal. Oleh karena itu, untuk mencapai prestasi yang diharapkan, dibutuhkan dukungan positif dari faktor luar (orang tua dan sekolah). Orang tua berperan penting dalam menumbuhkan motivasi belajar dan mencapai prestasi akademik. Peran tersebut diterapkan orang tua melalui pola asuh belajar. Cara orang tua dalam menerapkan pola asuh belajar dipengaruhi oleh kondisi

15 keluarga (Gunarsa dan Gunarsa 2006; Hurlock 1981). Selain itu, untuk mewujudkan prestasi akademik, diperlukan adanya kerjasama antara orang tua dengan pihak sekolah. Peran sekolah dalam mewujudkan prestasi akademik, dapat dijelaskan melalui berbagai hal, antara lain kegiatan belajar mengajar, keadaan dan fasilitas sekolah, peraturan sekolah, guru, dan cara penyajian materi pelajaran. Berdasarkan uraian di atas, maka jelas bahwa pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran di sekolah, motivasi belajar, dan potensi akademik berperan dalam menunjang prestasi akademik anak. Mengingat pentingnya prestasi akademik bagi pengembangan kepribadian anak, maka penting untuk meneliti pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap prestasi akademik..

16 Perumusan Masalah Prestasi akademik berperan penting dalam membangun kepribadian anak usia sekolah. Dengan prestasi akademik yang baik akan terbangun rasa percaya diri (industry) pada anak. Sebaliknya, bila prestasi akademiknya buruk, akan timbul rasa rendah diri (inferiority) pada anak. Prestasi akademik dipengaruhi oleh banyak faktor baik dari dalam atau pun luar. Motivasi belajar dan potensi akademik adalah dua dari beberapa faktor dalam diri yang dapat mempengaruhi prestasi akademik. Dalam pengembangannya, motivasi dan potensi membutuhkan stimulus dari lingkungan (orang tua dan sekolah) agar bisa mencapai hasil yang optimal. Stimulus yang diberikan orang tua, diterapkan melalui pola asuh belajar di rumah, sedangkan stimulus dari sekolah diwujudkan melalui situasi dan kondisi lingkungan pembelajaran. Untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi prestasi akademik, perlu diketahui melalui penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi saran yang mendukung peningkatan prestasi akademik. Berdasarkan hal tersebut, maka yang ingin diketahui pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan motivasi belajar, hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan pola asuh belajar, hubungan antara pola asuh belajar dan lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar, hubungan antara pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar dan potensi akademik dengan prestasi akademik. Pada akhirnya, sejauh mana pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik menjadi penting untuk diteliti. Dengan demikian diharapkan dapat menjadi masukan untuk perbaikan prestasi akademik.

17 Tujuan Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa sekolah dasar. Tujuan Khusus Secara khusus tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik individu dan keluarga pada lingkungan pembelajaran siswa sekolah dasar. 2. Mengidentifikasi pola asuh belajar, motivasi belajar, potensi akademik dan prestasi akademik siswa pada lingkungan pembelajaran. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan motivasi belajar siswa sekolah dasar. 4. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dan keluarga dengan pola asuh belajar siswa sekolah dasar. 5. Menganalisis hubungan antara pola asuh belajar dan lingkungan pembelajaran dengan motivasi belajar siswa sekolah dasar. 6. Menganalisis hubungan antara pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik dengan prestasi akademik siswa sekolah dasar. 7. Menganalisis pengaruh motivasi belajar, pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa sekolah dasar. Kegunaan Penelitian Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para orang tua dan para pendidik tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi akademik siswa sekolah dasar. Dengan demikian, penelitian ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas sumberdaya manusia generasi penerus bangsa melalui peningkatan kualitas pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar dan prestasi akademik siswa sekolah dasar. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi pengembangan keilmuan, khususnya di bidang perkembangan dan pendidikan anak usia sekolah.

18 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Berdasarkan teori perkembangan Papalia dan Old, pada usia 6 hingga 12 tahun anak berada pada masa usia sekolah. Menurut Kogan (1966) dalam Turner dan Helms (1990), pada usia sekolah anak berada pada periode kritis. Periode tersebut merupakan periode tertentu ketika lingkungan memberi pengaruh besar terhadap perkembangan kognitif seorang anak. Hawadi (2001) menambahkan, bila pada masa tersebut anak membentuk kebiasaan untuk mencapi sukses, tidak sukses, atau sangat sukses. Apabila anak mengembangkan kebiasaan untuk bekerja sesuai, di bawah, atau di atas kemampuan, maka kebiasaan ini akan menetap dan cenderung mengenai semua bidang kehidupan tidak hanya di bidang akademik. Menurut Hurlock (1991), perbedaan seks dalam pertumbuhan fisik hampir tidak tampak secara nyata hingga akhir masa kanak-kanak. Namun, anak laki-laki cenderung lebih pendek dan ringan daripada anak perempuan dengan usia yang sama hingga matang secara seksual. Salah satu tugas perkembangan anak usia sekolah adalah mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan berhitung (Hurlock 1991). Menurut Suryabrata (1982), pada akhir sekolah dasar terdapat beberapa sifat khas pada anak, antara lain minat realistik ingin tahu dan ingin belajar, minat kepada hal-hal dan mata pelajaran khusus, sampai kurang lebih usia sebelas tahun anak pada umumnya menghadapi tugas-tugasnya dengan bebas, anak berusaha menyelesaikan tugas sendiri, dan anak memandang nilai (angka rapor) sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi sekolah. Menurut pandangan Sigmund Freud, pada usia sekolah terjadi perkembangan yang luar biasa secara menyeluruh pada setiap aspek perkembangan (Gunarsa 2006). Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, usia 7-12 tahun tergolong masa konkrit operasional. Pada masa itu, anak sudah dapat berfikir logis dan mulai mengenal adanya hubungan fungsional (Soeitoe 1982). Anak mempunyai struktur kognitif untuk dapat berpikir dan melakukan tindakan tanpa bertindak secara nyata. Namun, apa yang dipikirkan masih terbatas pada hal-hal yang ada hubungannya dengan sesuatu yang konkrit, suatu realitas secara fisik, dan benda-benda yang nyata. Oleh karena itu, bendabenda atau kejadian yang tidak ada hubungannya secara jelas dan konkrit dengan realitas masih sulit dipikirkan oleh anak usia sekolah dasar. Berdasarkan teori perkembangan psikososial Erikson, pada masa usia sekolah, anak berada pada fase industry versus inferiority. Fase industry adalah fase ketika anak memiliki keyakinan untuk mampu melakukan sesuatu. Namun disisi lain, Erikson juga

19 menyebutkan bahwa fase inferiority seringkali timbul pada anak usia sekolah. Fase ini terjadi ketika anak menemui kegagalan dan merasa kegagalan tersebut terlihat dihadapan orang lain sehingga akan timbul rasa rendah diri (Gunarsa 2006). Prestasi Akademik Istilah hasil belajar berasal dari bahasa Belanda prestatie, yang berarti hasil usaha (Abdullah 2008). Menurut Winkel (1996) dalam Ridwan (2008), belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan. Belajar menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, dan nilai sikap. Prestasi akademik merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki siswa untuk menerima, menolak, dan menilai informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar (Ridwan 2008). Setiap orang yang melakukan proses belajar akan mengalami suatu perubahan. Prestasi akademik yang dicapai seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan dalam mempelajari materi pelajaran setelah mengalami proses belajar. Menurut Somantri (1978) dalam Nurani (2004), prestasi akademik adalah hasil yang dicapai siswa dalam kurun waktu tertentu pada mata pelajaran tertentu yang diwujudkan dalam bentuk angka dan dirumuskan dalam rapor. Prestasi belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses belajar. Untuk mencapai prestasi akademik yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya. Menurut Hawadi (2001), faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat berasal dari dalam diri (faktor intrinsik) dan luar diri seseorang (faktor ekstrinsik). Adapun faktor intrinsik yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain potensi akademik, bakat, minat dan motivasi belajar, sedangkan faktor ekstrinsik yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain keadaan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah (Ridwan 2008). Menurut (Gunarsa dan Gunarsa 2006), kurangnya hasrat untuk berprestasi pada siswa dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain ketidakpuasan terhadap prestasi yang diperoleh dan kurangnya rangsangan dari pihak sekolah atau orang tua dan guru yang terlalu menekan. Potensi Akademik Potensi adalah salah satu kemampuan manusia untuk melakukan suatu kegiatan. Turner dan Helms (1990) mengindikasikan bahwa potensi yang dimiliki seseorang berasal dari faktor genetik yang diwarisi orang tua, sementara dalam

20 perkembangannya ada pengaruh dari faktor lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian Turner dan Helms, bila anak kembar identik dibesarkan pada lingkungan yang sama, maka kecerdasan anak dipengaruhi oleh gen dan lingkungan. Apabila anak kembar tersebut dibesarkan pada lingkungan yang berbeda dan ternyata memiliki kecerdasan berbeda, maka lingkungan berperan penting untuk membantu anak mengoptimalkan potensi, sedangkan bila kecerdasan anak tersebut sama, diasumsikan karena adanya persamaan genetik. Sementara itu, bila anak kembar dengan genetik yang berbeda dibesarkan pada lingkungan yang sama dan lingkungan menunjukkan sebagai faktor yang signifikan, maka hal ini sama seperti hubungan yang terjadi pada anak kembar identik. Potensi menyangkut persoalan kecerdasan atau inteligensi yang merupakan struktur mental untuk mewujudkan kemampuan dalam memahami sesuatu (Sardiman 2005). Kecerdasan (potensi akademik) merupakan salah satu aspek penting yang sangat menentukan berhasil tidaknya studi seseorang. jika anak mempunyai tingkat kecerdasan normal atau di atas normal maka secara potensi anak dapat mencapai prestasi yang tinggi. Semakin tinggi kemampuan intelegensi anak, maka semakin besar peluang untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seseorang maka semakin kecil peluang untuk meraih sukses (Muhibbin 1999 dalam Ridwan 2008). Berdasarkan tahapan perkembangan kognitif Piaget, usia sekolah berada pada tahapan konkrit operasional. Tahapan ini menjelaskan bahwa kemampuan anak untuk berkomunikasi dan berpikir semakin baik dibanding tahapan sebelumnya tetapi cara berpikir anak masih terbatas pada apa yang ada dihadapan anak dan apa yang terjadi saat itu (Papalia & Olds 1989). Terdapat dua pendapat mengenai dapat tidaknya inteligensi dikembangkan. Pertama, menurut Binet dan W. Stern, inteligensi tidak dapat di kembangkan. Kedua, menurut Kohnstamm, inteligensi dapat dikembangkan, namun hanya mengenai segi kualitas dan harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Karena setiap manusia memiliki batas yang berlainan, maka pengembangan hanya sampai pada batas kemampuan (Sujanto 2004). Menurut Atmodiwirjo (1993) dalam Novita (2007), untuk mencapai kompetensi intelektual yang optimal diperlukan potensi intelektual yang cukup, lingkungan yang positif yang mampu merangsang dan menunjang direalisasikannya potensi yang telah ada serta peran aktif anak dalam berinteraksi dengan lingkungan tersebut. Sadli (1986) menyatakan bahwa bakat inteligensi tanpa rangsangan

21 pendidikan, pengalaman serta latihan yang tepat dan memadai tidak akan berkembang optimal, sehingga prestasi yang dicapai seseorang juga tidak optimal. Menurut Rilley (1992) dalam Latifah dan Dina (2002), untuk mencapai prestasi akademik yang diharapkan, anak usia sekolah hendaknya menguasai lima keterampilan dasar dalam proses pembelajaran. Lima keterampilan tersebut adalah Seeing selectively (melihat secara selektif), Hearing accurately (mendengar secara akurat), Reading and understanding words (membaca dan memahami kata-kata), Coordinating visual-motor activities (mengkoordinasikan aktivitas visual-motorik) dan Thinking logically (berpikir logis). Seeing selectively merupakan proses visual yang diukur berdasarkan kemampuan seseorang untuk mengingat kembali pola-pola visual (Visual Memory). Hearing accurately merupakan proses mendengar yang diukur dari kemampuan untuk mengingat kembali urutan informasi yang telah didengar (Auditory Sequencing) dan kemampuan seseorang untuk menyebutkan kembali informasi-informasi yang telah didengar (Auditory Memory). Reading and understanding words merupakan proses verbal yang diukur dari kemampuan seseorang berkaitan dengan seberapa besar pengetahuan anak tentang kata-kata yang telah dikenal (Vocabulary). Coordinating visual-motor activities merupakan proses kinesthetic Learning yang diukur dari kemampuan seseorang untuk mempelajari bentuk-bentuk perubahan. Sementara itu, Thinking logically merupakan proses berpikir abstrak yang diukur dari kemampuan seseorang untuk mengkombinasikan beberapa proses (Integration) dan kemampuan seseorang untuk memperhatikan stimulasi atau rangsangan tertentu (Concentration) (Rilley 1992 diacu dalam Latifah & Dina 2002). Motivasi Belajar Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti menggerakkan. Menurut Wlodkowski (1985) dalam Suciaty dan Irawan (2001) motivasi dalam pandangan behaviorisme merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan memberi arah serta ketahanan pada suatu tingkah laku. Menurut Ames dan Ames (1984) dalam Suciaty dan Irawan (2001) Motivasi menurut pandangan kognitif adalah perspektif yang dimiliki seseorang mengenai diri dan lingkungan. Heckhaussen dalam Hawadi (2001) menyatakan bahwa, motivasi belajar amat penting dalam keberhasilan belajar. Menurut Suciaty dan Irawan (2001), motivasi merupakan faktor yang banyak berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Motivasi memberi kontribusi sebesar 36% terhadap prestasi akademik. Sadli (1986) menyatakan bahwa, potensi yang dimiliki seseorang akan tetap kurang berkembang bila tidak cukup

22 disertai dengan motivasi. Individu yang mempunyai kemampuan memotivasi tinggi, akan memiliki daya juang yang lebih tinggi dalam mencapai cita-cita dan tidak mudah putus asa dalam menyelesaikan masalah. Sukmadinata (2003) menyatakan, dengan kemampuan memotivasi diri seseorang akan cenderung memiliki pandangan yang positif dalam menilai segala sesuatu. Menurut Hawadi (2001), ragam motivasi belajar memiliki dua bentuk. Pertama, motivasi belajar yang berasal dari dalam diri (intrinsik). Motivasi ini muncul tanpa adanya dorongan dari pihak luar, siswa belajar karena kesadaran atau keinginan untuk belajar dan berpendapat bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan. Kedua, motivasi belajar yang berasal dari luar diri (ekstrinsik). Motivasi ini muncul karena faktor di luar diri baik dari lingkungan keluarga atau dari sekolah. Penelitian Ames dan Achter (1987) dalam Hawadi (2001) menyebutkan, pada ibu yang amat menekankan nilai rapor anaknya, maka motivasi yang berkembang lebih ke arah ekstrinsik, sedangkan ibu yang lebih mengutamakan bagaimana anaknya bekerja dan melihat bahwa keberhasilan adalah hasil dari usaha, maka motivasi yang berkembang lebih ke arah intrinsik. Selain faktor keluarga, faktor sekolah turut mempengaruhi pembentukan ragam motivasi siswa. Situasi belajar, besar kecilnya kelas serta konsep dan metode pembelajaran yang diterapkan merupakan aspek yang terkait dengan lingkungan sekolah. Pada umumnya, siswa akan terdorong bekerja lebih tekun pada mata pelajaran yang diajarkan oleh guru yang disenangi (Hawadi 2001). Pola Asuh Belajar Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak (Anonim 2008). Stimulasi orang tua merupakan faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan kognitif seorang anak (Hoghughi & Long 2004). Dibidang pendidikan, orang tua memiliki pengaruh besar terhadap prestasi akademik anak. Adapun peran yang dapat orangtua lakukan untuk menunjang prestasi akademik anak usia sekolah antara lain, menyediakan tempat yang kondusif di rumah untuk anak belajar, menyediakan bukubuku referensi sebagai sarana pembelajaran anak, mengatur waktu kegiatan anak, memperhatikan kegiatan anak di rumah dan di sekolah (Papalia & Olds 19889). Selain peran yang telah disebutkan, peran pengasuhan tidak kalah penting dalam mempengaruhi prestasi akademik anak. Secara umum, ayah cenderung menerapkan gaya pengasuhan melalui otoritas dan merangsang realitas anak. Sedangkan ibu cenderung memberi kesenangan pada keinginan anak untuk memberi

23 dorongan pada anak. Akan tetapi, pada dasarnya dalam mengasuh anak, ayah dan ibu harus memiliki filosofi manajemen yang sama. Hawadi (2001) menyatakan bahwa orang tua yang efektif adalah orang tua yang senantiasa terlibat dalam pendidikan dan informasi yang berkaitan dengan pendidikan anak termasuk bertemu dengan guru di awal tahun pelajaran. Oleh karena itu, partisipasi orang tua terhadap belajar anak merupakan sumbangan yang signifikan pada prestasi anak. Menurut Becker (1964) dalam Hawadi (2001), baik buruknya hubungan orang tua dengan anak akan mempengaruhi sikap agresif dan disiplin anak di sekolah. Selain itu, adanya afeksi, penerimaan dan kehangatan yang diterima seorang anak dari orang tua terlihat dari adanya penyesuaian diri dan nilai prestasi akademik yang baik dari anak di sekolah. Terdapat beberapa gaya pengasuhan pada anak yakni secara otoriter, permisif dan demokratis. Pada cara otoriter, orang tua menentukan aturan dan batasan-batasan yang mutlak dan harus ditaati oleh anak. Anak harus patuh, tunduk, dan tidak boleh bertanya, tidak ada pilihan lain yang sesuai dengan kemauan atau pendapat anak. Adapun beberapa ciri yang terdapat pada pola asuh otoriter antara lain, kekuasaan orang tua sangat dominan, anak tidak diakui sebagai pribadi, kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat dan anak akan diancam atau dihukum jika tidak menjalankan aturan (Gunarsa & Gunarsa 2006; Latifah 2008). Dengan demikian akan timbul perasaan takut pada anak sehingga peraturan yang dijalani anak bukan karena kesadaran atau senang hati. Cara otoriter dapat menyebabkan hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan aktifitas anak menjadi tumpul. Secara umum kepribadian dan kepercayaan diri anak akan lemah. Hawadi (2001) menyatakan bahwa keluarga dengan status ekonomi rendah pada umumnya lebih otoritarian. Cara permisif yang dilakukan orang tua adalah membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan terhadap tingkah laku anak. Orang tua baru bertindak jika anak dianggap telah melanggar batasan. Cara permisif membiarkan anak mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggap baik, orang tua memberi kebebasan penuh pada anak untuk berbuat (Gunarsa & Gunarsa 2006; Latifah 2008). Adapun beberapa ciri yang terdapat pada pola asuh permisif antara lain, anak mendominasi dirinya sendiri, tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua, serta sangat kurangnya kontrol dan perhatian orang tua terhadap anak (Latifah 2008). Umumnya cara ini terdapat pada keluarga yang kedua orang tuanya bekerja dan terlalu

24 sibuk dengan berbagai kegiatan sehingga hubungan anak dengan orang tua menjadi tidak akrab. Perkembangan kepribadian anak menjadi tidak terarah dan akan tumbuh jiwa keakuan (egosentrisme), sehingga mudah menimbulkan kesulitan jika harus menghadapi peraturan dalam lingkungan sosial (Gunarsa & Gunarsa 2006). Cara demokratis dilakukan dengan memperhatikan dan menghargai kebebasan anak dengan kebebasan yang tidak mutlak dan bimbingan yang penuh pengertian antara anak dengan orang tua (Gunarsa & Gunarsa 2006). Adapun beberapa ciri yang terdapat pada pola asuh demokrasi antara lain, adanya kerjasama antara orang tua dan anak, anak diakui sebagai pribadi, orang tua memberikan bimbingan dan pengarahan serta kontrol yang tidak kaku (Latifah 2008). Melalui cara tersebut, pada anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan selanjutnya memupuk kepercayaan diri sehingga anak akan mampu bertindak sesuai dengan norma dan kebebasan yang ada untuk memperoleh kepuasan (Gunarsa & Gunarsa 2006). Cara demokratis merupakan cara yang paling ideal untuk diterapkan. Mengingatkan pada anak sesuatu yang salah tanpa tekanan dan emosi serta menunjukkan apa yang sebaiknya dilakukan akan sangat bermanfaat dalam menghadapi anak terutama pada masa usia sekolah dasar (Gunarsa & Gunarsa 2006). Menurut Hawadi (2001), anak dengan pola asuh demokratis lebih dapat mengekspresikan diri minat dan aktivitasnya sendiri. Terlebih lingkungan memberi kesempatan pada anak untuk meraih pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan. Lingkungan Pembelajaran Pasal I Undang- undang No. 20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sekolah dasar merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Oleh karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong siswa untuk belajar lebih giat (Ridwan 2008). Hampir sepertiga dari kehidupan anak sehari-hari berada di dalam gedung sekolah, sehingga sekolah turut membantu dan membimbing anak agar berhasil (Gunarsa & Gunarsa 2006). Manrique (1994) dalam studi kasusnya menyebutkan, pendidikan dasar terbagi menjadi tiga tahap yang berhubungan dengan tahap perkembangan siswa berkaitan dengan minat dan sifat siswa. Masing-masing tahap memiliki tiga tingkatan kelas. Tahap pertama terdiri dari kelas I, II dan III. Tahap ini menekankan pengembangan membaca, menulis dan kemampuan matematik pada anak usia 6 sampai 10 tahun. Proses kognitif ini membantu perkembangan daya fikir abstrak, logis dan verbal. Tahap kedua terdiri

25 dari kelas IV, V dan VI ketika siswa berusia antara 10 sampai 13 tahun. Tahap ini menekankan pada kemampuan komunikasi, penggunaan bahasa, pengembangan pemikiran logis dan penguatan nilai-nilai budaya nasional. Selebihnya, pada tahap ketiga yakni pada kelas VII, VIII dan IX ketika anak berusia antara 13 sampai 15 tahun, penekanan ditujukan pada ilmu, teknologi dan seni secara merata. Lindgren dalam Gunarsa dan Gunarsa (2006) mengemukakan bahwa, situasi belajar dapat mempengaruhi prestasi sekolah anak. Bagaimana keadaan ruangan yang digunakan sebagai tempat belajar, apakah memenuhi syarat agar anak dapat belajar dengan baik turut mempengaruhi prestasi anak. Selain situasi, fasilitas belajar juga dapat mempengaruhi proses belajar seseorang. Kekurangan fasilitas belajar dapat mengakibatkan siswa kurang dapat mengaktualisasikan kemampuan dasar sehingga menimbulkan kegagalan dalam prestasi akademik. Agar nyaman digunakan untuk belajar, sekolah harus bersih, tertata rapi, aman dan jauh dari kebisingan serta tersedia sarana umum dan sarana khusus. Sarana umum berarti tersedia ruang kelas, ruang UKS, perpustakaan, jamban, lapangan upacara, halaman sekolah, kantin, dan kebun sekolah. Sarana khusus berarti tersedianya kantor kepala sekolah, ruang guru, kantor tata usaha, dan rumah penjaga sekolah (Latifah, Djamaludin, Damayanthi, Atmojo 2002). Selain situasi dan fasilitas, alat pendidikan yang dimiliki oleh suatu lingkungan pembelajaran termasuk jumlah siswa dalam suatu ruangan kelas turut mempengaruhi sistem pendidikan. Alat pendidikan merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Ditinjau dari segi wujud, alat pendidikan dapat berupa nasihat atau pun dalam bentuk benda sebagai alat bantu penunjang tercapainya tujuan pendidikan (Hasbullah 2006). Kualitas pendidikan dalam lingkungan pembelajaran tidak terlepas dari peran tenaga pendidik (guru). Apabila tenaga pendidik selain secara rutin mengajar di kelas juga berperan menciptakan kondisi yang memungkinkan hadirnya profesionalisme ke dalam kelas untuk berbagi pengalaman, maka peran guru sebagai motivator dapat tercapai (Ibrahim 1993). Karakakteristik Keluarga Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi anak untuk memperoleh kemampuan dasar. Keluarga berperan penting dalam perkembangan seorang anak. Peran yang dijalankan orang tua dalam perkembangan anak dipengaruhi antara lain oleh kondisi keluarga (Gunarsa & Gunarsa 2006; Hurlock 1981).

26 Pendidikan Orang Tua Pendidikan memegang peran penting dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2006), pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap perkembangan (pendidikan) anak. Semakin tinggi pendidikan orang tua, semakin besar pengetahuan orang tua akan pentingnya pendidikan. Dengan demikian, orang tua diharapkan dapat memberi stimulasi dan fasilitas yang dapat menunjang proses belajar seorang anak. Sebagaimana pendapat Alsa dan Bachroni (1984) dalam Nurani (2004) bahwa tingkat pendidikan orang tua berkorelasi positif dengan cara mendidik anak. Menurut Csikezentnihalyi (1996) dalam Ginting (2005), orang tua dengan pendidikan formal yang tinggi akan memiliki partisipasi yang lebih besar pada segala sesuatu yang berhubungan dengan stimulasi dan pendidikan anak, dibandingkan dengan orang tua yang berpendidikan rendah. Hal ini secara langsung maupun tidak, akan berpengaruh pada prestasi belajar anak karena orang tua berperan penting dalam memenuhi faktor-faktor yang dapat menunjang keberhasilan anak. Pekerjaan Orang Tua Pekerjaan orang tua erat kaitannya dengan kondisi ekonomi keluarga dan ketersediaan waktu untuk keluarga, khususnya untuk anak. Menurut Hawadi (2001), keluarga yang mempunyai latar belakang ekonomi rendah akan memaksa ayah sebagai kepala keluarga untuk bekerja lebih keras. Kondisi tersebut akan menyebabkan ibu sebagai orang yang ikut bertanggung jawab terhadap keluarga juga bekerja untuk mencari tambahan pendapatan. Hal ini menyebabkan waktu untuk kebersamaan keluarga semakin berkurang. Semakin sibuk orangtua, semakin sedikit waktu yang tersedia untuk anak semakin sedikit perhatian yang anak peroleh, kecuali bila di selasela kesibukan orang tua dapat memberi perhatian dengan kualitas yang baik. Perhatian orang tua terhadap pendidikan anak adalah perhatian pada kebutuhan belajar anak untuk mencapai prestasi yang diharapkan. Piotrowski (1978) dalam Megawangi (1993) menyatakan apabila suasana pekerjaan cukup menyenangkan dan tidak terlalu melelahkan, maka ayah atau ibu akan pulang dengan suasana emosi yang menyenangkan sehingga akan terbina hubungan yang baik dengan masing-masing anggota keluarga. Jika suasana pekerjaan tidak menyenangkan dan ada perasaan tidak berdaya untuk mengatasi keadaan, maka ayah atau ibu akan pulang dalam keadaan frustasi dan marah. Hal ini akan membawa dampak negatif pada hubungan antar anggota keluarga. Apabila pekerjaan dianggap sangat membosankan dan melelahkan, maka ayah atau ibu akan pulang dengan

27 keadaan fisik yang sangat lelah dan tidak ada lagi energi untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota keluarga lain. Menurut Megawangi (1993), semakin sedikit waktu yang digunakan orang tua untuk anak, maka semakin besar resiko yang dihadapi anak. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2006), sedikitnya waktu yang digunakan orang tua untuk anak akan menyebabkan hubungan antara orang tua dengan anak menjadi tidak akrab. Hal ini akan meyebabkan orang tua cenderung menerapkan gaya pengasuhan permisif. Apabila orang tua tidak memiliki banyak waktu untuk mengawasi kegiatan anak dan memperhatikan kebutuhan anak, akan berdampak pada kegagalan anak dalam mencapai prestasi yang diharapkan. Pendapatan Keluarga Keadaan sosial ekonomi keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan anak, perhatian orang tua akan tercurah lebih mendalam kepada anak jika orang tua tidak kesulitan dalam memenuhi kebutuhan primer (Gerungan 1981 diacu dalam Nurani 2004). Menurut Gunarsa dan Gunarsa (2006), keluarga yang telah mampu mencukupi kebutuhan ekonomi akan memiliki banyak waktu untuk membimbing anak, sebaliknya keluarga yang rendah ekonominya banyak disibukkan untuk mencari nafkah. Tidak jarang anak juga dituntut untuk ikut membantu orang tua mencari nafkah, sehingga anak tidak dapat menghasilkan prestasi yang baik karena kekurangan waktu belajar Conger dan Elder (1994) dalam Priantini (2006), menyatakan bahwa keluarga yang mendapat tekanan ekonomi akan berpengaruh pada keadaan emosi dan perilaku individu dalam keluarga, termasuk perilaku orang tua dalam mengasuh anak. Menurut Freeman dan Munandar (2000) dalam Nurani (2004), semakin aman orang tua dari segi ekonomi dan emosional maka semakin tercurah perhatian orangtua dalam membimbing, merawat serta mendidik anak. Hawadi (2001) menyatakan bahwa keluarga dengan status ekonomi tinggi pada umumnya lebih demokratis. Namun, bukan berarti keluarga dengan pendapatan yang kurang memadai tidak dapat mendidik anak dengan baik. Effendi (1995) menyatakan bahwa keluarga dengan ukuran ekonomi menengah ataupun lemah dapat berhasil mendidik anak-anak mereka dengan baik. Hal ini dikarenakan adanya dorongan motivasi, dorongan moril dan orang tua yang mengikuti perkembangan anak yang selalu membutuhkan perhatian, sehingga anak memiliki kepercayaan diri untuk berusaha menapak kehidupan melalui jenjang pendidikan.

28 Besar Keluarga Hurlock (1981) membagi jenis keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga. Keluarga kecil memiliki dua atau tiga anak. Keluarga sedang memiliki tiga, empat atau lima anak. Sedangkan keluarga besar memiliki enam anak atau lebih. Menurut Hurlock, besar keluarga akan mempengaruhi gaya pengasuhan dan fasilitas belajar yang disediakan orang tua. Secara langsung maupun tidak, kedua hal tersebut akan mempengaruhi prestasi akademik anak di sekolah. Menurut Hurlock (1981), pada keluarga kecil pengasuhan orang tua umumnya bersifat demokratis dan orang tua mampu mencurahkan waktu serta perhatian yang cukup pada anak. Namun, orang tua cenderung menekan anak untuk mencapai prestasi akademik, sehingga orang tua cenderung membandingkan prestasi anak yang satu dengan yang lain. Pada keluarga kecil orang tua memiliki kemauan dan kemampuan untuk memberi fasilitas dan lambang status yang sama pada setiap anak. Pengasuhan orang tua pada keluarga sedang, umumnya kurang demokratis dan bertambah otoriter dengan meningkatnya anggota keluarga. Tekanan orang tua untuk prestasi biasanya terpusat pada anak pertama. Selain itu, terdapat keterbatasan untuk memberi fasilitas dan lambang status yang sama pada setiap anak. Pada keluarga besar, pendidikan otoriter diperlukan untuk menghindari kekacauan atau anarki. Sedangkan dari segi fasilitas dan lambang status, orang tua seringkali tidak mampu untuk memberikan hal yang sama dengan teman sebaya anak (Hurlock 1981). Effendi (1995) menyatakan bahwa orang tua yang berhasil dalam mendidik anak ditunjang dengan jumlah anggota keluarga yang kecil sesuai dengan taraf kehidupan keluarga itu sendiri. Lebih lanjut Effendi menyatakan bahwa keluarga kecil merupakan salah satu usaha menuju tercapainya keluarga sejahtera. Usaha tersebut dapat menghasilkan anak-anak yang cerdas dan terdidik menjadi sumber daya manusia yang berkualitas. Disisi lain Hawadi (2001) menyatakan bahwa pada keluarga besar sifat pola asuh anak lebih otoritarian dan hal ini lebih banyak dijumpai pada keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan. Karakteristik Individu Karakteristik individu merupakan bagian dari identitas diri seseorang yang antara lain dapat dilihat melalui umur dan Jenis kelamin. Berikut ciri-ciri yang terdapat pada anak usia sekolah terkait dengan umur dan jenis kelamin. Umur Bertambahnya usia anak akan menjadikan lingkup sosial anak semakin luas. Kehidupan pada masa anak-anak dengan berbagai pengaruhnya adalah masa

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR

PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR 63 PENGARUH POLA ASUH BELAJAR, LINGKUNGAN PEMBELAJARAN, MOTIVASI BELAJAR DAN POTENSI AKADEMIK TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SEKOLAH DASAR KARTIKA WANDINI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH STIMULASI PSIKOSOSIAL, PERKEMBANGAN KOGNITIF, DAN PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSI TERHADAP PERKEMBANGAN BAHASA ANAK USIA PRASEKOLAH DI KABUPATEN BOGOR GIYARTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI

HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI HUBUNGAN INTERAKSI ANAK DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS BERTARAF INTERNASIONAL (Studi Kasus di SMAN 1 Bogor) DESTY PUJIANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A

ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A ANALISIS AKSES PANGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN IDA HILDAWATI A54104039 PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI

ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI ANALISIS PERSEPSI DAN SIKAP TERHADAP PERAN GENDER PADA MAHASISWA FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Oleh: NI NYOMAN SUSI RATNA DEWANTI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI

STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI STUDI DUKUNGAN SOSIAL DAN FOOD COPING STRATEGY SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN PADA KELUARGA NELAYAN KARTIKA HIDAYATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK

PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK PERSEPSI TERHADAP PERATURAN LARANGAN MEROKOK (Kasus : Perokok Aktif di Kelurahan Pela Mampang, Kecamatan Mampang Prapatan, Kotamadya Jakarta Selatan) Oleh DYAH ISTYAWATI A 14202002 PROGRAM STUDI KOMUNIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA ANALISIS TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP TANGGAPAN PERUSAHAAN PASCATINDAKAN KOMPLAIN MELALUI MEDIA MASSA KOMPAS YUZA ANZOLA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Lebih terperinci

HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIHAN MEREK SUSU UNTUK ANAK USIA 2 5 TAHUN DI KOTA BOGOR FARIDAH HANDAYASARI

HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIHAN MEREK SUSU UNTUK ANAK USIA 2 5 TAHUN DI KOTA BOGOR FARIDAH HANDAYASARI HUBUNGAN SIKAP DAN PERILAKU PEMILIHAN MEREK SUSU UNTUK ANAK USIA 2 5 TAHUN DI KOTA BOGOR FARIDAH HANDAYASARI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masih banyak sekolah yang menerapkan betapa pentingnya kecerdasan IQ (Intelligence Question) sebagai standar dalam kegiatan belajar mengajar. Biasanya, kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta

Karakteristik Anak Umur Jenis Kelamin Urutan anak Kepribadian Cita-cita dan tujuan. Tingkat Stres Menghadapi UN SMA Negeri SMA Swasta 44 KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu ciri yang paling sering muncul pada remaja untuk menjalani penanganan psikologisnya adalah stres. Stres pada remaja yang duduk dibangku sekolah dapat dilanda ketika mereka

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA

ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA ANALISIS AKTIVITAS FISIK, KONSUMSI PANGAN, DAN STATUS GIZI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEKERJA WANITA DI INDUSTRI KONVEKSI FARAH AZIIZA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL- EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA

ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL- EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA i ANALISIS KARAKTERISTIK SOSIAL- EKONOMI DAN PSIKOLOGI SERTA HUBUNGANNYA DENGAN PERILAKU BELAJAR DAN TINGKAT KEPUASAN MAHASISWA BEKERJA (Studi Kasus pada Mahasiswa IPB yang Berbisnis Multi Level Marketing)

Lebih terperinci

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar

MOTIVASI DALAM BELAJAR. Saifuddin Azwar MOTIVASI DALAM BELAJAR Saifuddin Azwar Dalam dunia pendidikan, masalah motivasi selalu menjadi hal yang menarik perhatian. Hal ini dikarenakan motivasi dipandang sebagai salah satu faktor yang sangat dominan

Lebih terperinci

POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA.

POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA. POLA PEMBERIAN SUSU FORMULA DAN KONSUMSI ZAT GIZI ANAK USIA DI BAWAH DUA TAHUN (BADUTA) PADA KELUARGA IBU BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA Djuwita Andini PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

Sutamat Amin, Patni Ninghardjanti, Jumiyanto Widodo. Pendidikan Administrasi Perkantoran. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Sutamat Amin, Patni Ninghardjanti, Jumiyanto Widodo. Pendidikan Administrasi Perkantoran. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR DAN TINGKAT PENGHASILAN ORANG TUA TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA PENDIDIKAN EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 Sutamat Amin, Patni Ninghardjanti,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI MENINGKATKAN KEPUASAN MAHASISWA IPB TERHADAP PENYELENGGARAAN AKADEMIK AMALIA KHAIRATI

ANALISIS DAN STRATEGI MENINGKATKAN KEPUASAN MAHASISWA IPB TERHADAP PENYELENGGARAAN AKADEMIK AMALIA KHAIRATI ANALISIS DAN STRATEGI MENINGKATKAN KEPUASAN MAHASISWA IPB TERHADAP PENYELENGGARAAN AKADEMIK AMALIA KHAIRATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010-2014 memuat enam strategi, yaitu: 1) perluasan dan pemerataan akses pendidikan usia dini bermutu dan berkesetaraan gender, 2) perluasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kemandirian anak usia prasekolah 1. Pengertian Subrata (1997), berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemandirian anak pasekolah yaitu kemampuan anak untuk melakukan aktivitas

Lebih terperinci

ARI SUPRIYATNA A

ARI SUPRIYATNA A ANALISIS INTEGRASI PASAR JAGUNG DUNIA DENGAN PASAR JAGUNG DAN DAGING AYAM RAS DOMESTIK, SERTA PENGARUH TARIF IMPOR JAGUNG DAN HARGA MINYAK MENTAH DUNIA Oleh: ARI SUPRIYATNA A14303050 PROGRAM STUDI EKONOMI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, bidang pendidikan memegang peranan yang penting. Pendidikan diharapkan mampu meningkatkan mutu pendidikan,

Lebih terperinci

PENGARUH POLA ASUH IBU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN ABSTRAK

PENGARUH POLA ASUH IBU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN ABSTRAK PENGARUH POLA ASUH IBU TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 4-6 TAHUN Syaifurrahman Hidayat, Prodi Ilmu Keperawatan FIK Universitas Wiraraja Sumenep, e-mail: dayat.fik@wiraraja.ac.id ABSTRAK Anak yang sehat

Lebih terperinci

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI

KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI 1 KONSUMSI PANGAN, PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK DAN STATUS GIZI PADA REMAJA DI KOTA SUNGAI PENUH KABUPATEN KERINCI PROPINSI JAMBI Oleh: FRISKA AMELIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Belajar 1. Pengertian Belajar Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahanperubahan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, dan membantu

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI MASA LALU ANAK DAN PARTISIPASI IBU DI POSYANDU DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PADA MURID TAMAN KANAK-KANAK NINA TRIANA PROGRAM STUDI S1 GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

Oleh: RENNY YUSNIATI A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Oleh: RENNY YUSNIATI A PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR LINGKUNGAN SOSIAL DAN MOTIVASI BELAJAR DALAM PENCAPAIAN PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA (Kasus Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama Institut Pertanian Bogor Tahun Ajaran 2007/2008) Oleh: RENNY YUSNIATI A 14204055

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR ANALISIS PERILAKU SADAR GIZI IBU SERTA HUBUNGANNYA DENGAN KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR RENA NINGSIH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara tiga sampai enam tahun (Patmonodewo, 1995). Anak prasekolah adalah pribadi yang mempunyai

Lebih terperinci

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A

PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A PILIHAN JENIS TELUR YANG DIKONSUMSI RUMAH TANGGA PASCA KASUS FLU BURUNG (Kasus di Hero Supermarket Padjajaran Bogor) Oleh : RIKA AMELIA A 14103696 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

Oleh : DWI ERNAWATI A

Oleh : DWI ERNAWATI A ANALISIS SISTEM PELAKSANAAN PENILAIAN PRESTASI KERJA DAN POTENSI MOTIVASI KERJA PEGAWAI DI DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH Oleh : DWI ERNAWATI A 14102523 PROGRAM SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat

BAB I PENDAHULUAN. bidang humanistic skill dan professional skill. Sehingga nantinya dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan tinggi dalam bidang akuntansi saat ini dan kedepannya dituntut untuk tidak hanya menghasilkan lulusan yang menguasai kemampuan di bidang akademik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 21 tahun dan belum menikah (www.google.com). Menurut UU No. 23 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Konsep anak didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 Tahun 1979

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan manusia terbagi menjadi beberapa fase selama rentang kehidupan. Beberapa fase tersebut diantaranya fase bayi, anak-anak, remaja hingga dewasa.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat (long life education). Pendidikan sangat penting bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia, dengan demikian

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, KESESUAIAN DIET DAN STATUS GIZI ANGGOTA UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) SEPAKBOLA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B A S I R

TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, KESESUAIAN DIET DAN STATUS GIZI ANGGOTA UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) SEPAKBOLA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B A S I R TINGKAT PENGETAHUAN GIZI, KESESUAIAN DIET DAN STATUS GIZI ANGGOTA UNIT KEGIATAN MAHASISWA (UKM) SEPAKBOLA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B A S I R PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH

ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH ANALISIS POLA KONSUMSI PANGAN DI PROVINSI JAWA BARAT RATNA CAHYANINGSIH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS POLA KONSUMSI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS 16 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Konsep Belajar 2.1.1. Pengertian Belajar Slameto (2010, h. 1) mengatakan, Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

Lebih terperinci

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica) TINTIN SUMIATI

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica) TINTIN SUMIATI PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP MUTU CERNA PROTEIN IKAN MUJAIR (Tilapia mossambica) TINTIN SUMIATI PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN PEGAWAI BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI KASUS DINAS PERHUBUNGAN PEMKAB BOGOR)

ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN PEGAWAI BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI KASUS DINAS PERHUBUNGAN PEMKAB BOGOR) ANALISIS PENGARUH PENEMPATAN PEGAWAI BERBASIS KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PEGAWAI (STUDI KASUS DINAS PERHUBUNGAN PEMKAB BOGOR) Disusun Oleh: Anita Naliebrata H24103041 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN BAGIAN CUSTOMER CARE PADA PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk BEKASI. Oleh HENNY H

HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN BAGIAN CUSTOMER CARE PADA PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk BEKASI. Oleh HENNY H HUBUNGAN STRES KERJA DENGAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN BAGIAN CUSTOMER CARE PADA PT TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk BEKASI Oleh HENNY H24103029 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Remaja merupakan generasi penerus bangsa. Remaja memiliki tugas untuk melaksanakan pembangunan dalam upaya meningkatkan kualitas dari suatu bangsa. Kualitas bangsa dapat diukur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu BAB V PEMBAHASAN Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistimatis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan

METODE PENELITIAN. Sekolah di Kota Bogor SMAN 1. Kelas Bertaraf Internasional. 12 Laki-laki 24 Perempuan 12 Laki-laki 25 Perempuan 60 METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini adalah cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Bogor, Kota Bogor Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan nasional di Indonesia memiliki tujuan sebagaimana tertulis dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR

HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR HUBUNGAN MORBIDITAS DAN STIMULASI DENGAN TUMBUH KEMBANG ANAK BALITA BERSTATUS GIZI BAIK DAN PENDERITA KURANG ENERGI PROTEIN (KEP) DI KOTA BOGOR Yulia Rimawati PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyesuaian Sosial 2.1.1 Pengertian penyesuaian sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi. Agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini, kita memasuki dunia yang berkembang serba cepat sehingga memaksa setiap individu untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut. Indonesia

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEDISIPLINAN ANAK MELALUI PEMBIASAAN DI KELOMPOK B PAUD NEGERI PEMBINA PALU

MENINGKATKAN KEDISIPLINAN ANAK MELALUI PEMBIASAAN DI KELOMPOK B PAUD NEGERI PEMBINA PALU MENINGKATKAN KEDISIPLINAN ANAK MELALUI PEMBIASAAN DI KELOMPOK B PAUD NEGERI PEMBINA PALU Aisan Saniapon 1 ABSTRAK Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah kedisiplinan anak dapat ditingkatkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau pelatihan agar peserta didik secara efektif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA KARTU ASKESKIN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUSKESMAS TANJUNGSARI SUMEDANG KUSTIA

ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA KARTU ASKESKIN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUSKESMAS TANJUNGSARI SUMEDANG KUSTIA ANALISIS KEPUASAN PENGGUNA KARTU ASKESKIN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PUSKESMAS TANJUNGSARI SUMEDANG KUSTIA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH

DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH DAYA TERIMA MAKANAN DAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI-PROTEIN PASIEN RAWAT INAP PENDERITA PENYAKIT DALAM DI RUMAH SAKIT DR.H.MARZOEKI MAHDI MUTMAINNAH PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nama yang baik dan mempunyai makna sesuai keinginan orang tua agar anak

BAB I PENDAHULUAN. nama yang baik dan mempunyai makna sesuai keinginan orang tua agar anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orangtua pasti mengharapkan suatu hari nanti anak mereka akan sukses dalam kehidupannya. Sebelum lahir saja sudah dipersiapkan nama yang baik dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga

BAB I PENDAHULUAN. kemudikan oleh orangtua. Kartini Kartono menyebutkan bahwa keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anakanak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab ini diuraikan tentang: a) pengaruh kreativitas mengajar guru SKI

BAB V PEMBAHASAN. Pada bab ini diuraikan tentang: a) pengaruh kreativitas mengajar guru SKI 176 BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini diuraikan tentang: a) pengaruh kreativitas mengajar guru SKI terhadap prestasi belajar siswa b) pengaruh kemampuan guru SKI dalam mengelola kelas terhadap prestasi belajar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek

EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek EVALUASI PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PT JAMSOSTEK (PERSERO) (Kasus Pelatihan Penggunaan Mesin Jahit High Speed oleh PT Jamsostek Cabang Semarang, Jawa Tengah) Oleh : NURINA PANGKAURIAN A14204012 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. datang, jika suatu bangsa memiliki sumber daya manusia yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Anak usia dini merupakan sumber daya manusia yang sangat penting dan berpotensi tinggi untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar usia 18-22 tahun. Menurut Hall (dalam Sarlito, 2001) rentang usia tersebut merupakan fase

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan.

METODE PENELITIAN. Pemilihan Pondok Pesantren Modern Purposive. Santri telah tinggal 1 tahun di pondok pesantren. Laki-laki. Perempuan. 27 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa 100 BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Upaya Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di SMK Muhammadiyah 03 Singosari Malang Motivasi belajar merupakan

Lebih terperinci

PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP (FISIK DAN PSIKOLOGIS) PADA ANAK JALANAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP (FISIK DAN PSIKOLOGIS) PADA ANAK JALANAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN TINDAKAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN HIDUP (FISIK DAN PSIKOLOGIS) PADA ANAK JALANAN Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara di segala bidang. Agar mendapatkan manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk mendukung perkembangan dan pembangunan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA

PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA BAB II PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA 2.1 Keluarga Sejahtera Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP SIKAP DAN PERILAKU MEMBELI BUKU BAJAKAN PADA MAHASISWA IPB PUSPA WIDYA UTAMI DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Tuhan pada setiap umat manusia. Setiap anak dilahirkan dengan berbagai kemampuan, bahkan ketika ia dilahirkan. Orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Segala sesuatu untuk meraih kesuksesan memerlukan proses dan proses yang terjadi disebut proses belajar (Slameto 2010: 1). Menurut Mahmud (2010: 61), belajar

Lebih terperinci

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN HARAPAN WILAYAH MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA

ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN HARAPAN WILAYAH MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA ANALISIS KETAHANAN PANGAN KABUPATEN NGANJUK BERDASARKAN ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN POLA PANGAN HARAPAN WILAYAH MUHAMMAD DIKFA NURHADI PURADISASTRA PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci