OLEH MAYA ROSMAYATI H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OLEH MAYA ROSMAYATI H"

Transkripsi

1 PENGARUH KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jabar) OLEH MAYA ROSMAYATI H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

2 RINGKASAN MAYA ROSMAYATI. Pengaruh Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah, Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat (dibimbing oleh MUHAMMAD FIRDAUS). Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dan strategis lingkungan domestik, regional maupun internasional. UKM mempunyai potensi yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga perlu di berdayakan dan di kembangkan agar mampu memberi kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan negara. Namun banyak hal yang membuat UKM sulit untuk berkembang, salah satunya adalah masalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dapat menaikkan harga barang input produksi. Kenaikan harga BBM sangat berpengaruh terhadap UKM jenis pengolahan makanan, salah satunya adalah UKM kerupuk. Penerapan kebijakan ini dalam sektor industri akan berdampak pada proses produksi, distribusi, hingga pola konsumsi konsumen yang mempengaruhi permintaan akan komoditi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan, keragaan UKM kerupuk, dan efisiensi faktor-faktor produksi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Penelitian dilaksanakan pada UKM kerupuk selama bulan April sampai Mei Pengumpulan sampel dilakukan secara purposive sampling yaitu pelaku UKM kerupuk dengan kriteria lama usaha lebih dari tiga tahun, mengingat tujuan penelitian adalah menganalisis dampak kenaikan harga BBM tanggal 1 Oktober Jumlah responden adalah 41 UKM kerupuk. Analisis dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya, uji beda dua rataan untuk analisis keragaan UKM dan fungsi produksi Cobb-Douglass yang dianalisis melalui metode OLS untuk melihat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah kenaikan harga BBM, keuntungan UKM kerupuk semakin berkurang. Kenaikan harga BBM berpengaruh positif terhadap jumlah input produksi (tepung, garam, minyak tanah, kayu bakar dan tenaga kerja), pengeluaran untuk semua input produksi, jumlah output, total biaya produksi, dan penerimaan hasil penjualan. Namun berpengaruh negatif terhadap jumlah input produksi (bawang putih, penyedap rasa dan bahan baku pembantu), dan pendapatan bersih UKM. Sebelum kenaikan harga BBM, hanya variabel bahan baku dan kayu bakar yang berpengaruh nyata terhadap output yang dihasilkan. Sedangkan pada kondisi setelah kenaikan harga BBM, semua variabel bebas berpengaruh nyata terhadap output. Pada efisiensi teknis, terjadi perubahan elastisitas semua faktor produksi menjadi lebih efisien. Pada efisiensi alokasi penggunaan faktor-faktor produksi, belum ada faktor produksi yang efisien. Sebelum kenaikan harga BBM, rasio NPM dan BKM bahan baku dan kayu bakar kurang dari satu. Setelah kenaikan harga BBM rasio NPM dan BKM bahan baku kurang dari satu sedangkan minyak tanah, kayu bakar, dan tenaga kerja lebih dari satu.

3 PENGARUH KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jabar) OLEH MAYA ROSMAYATI H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

4 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Maya Rosmayati Nomor Registrasi Pokok : H Program Studi : Ilmu Ekonomi Judul Skripsi : Pengaruh Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah (Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat) dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing Muhammad Firdaus, Ph.D NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Dr. Ir. Rina Oktaviani, M. S. NIP Tanggal Kelulusan :

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MEYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2008 Maya Rosmayati H

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Maya Rosmayati lahir pada tangal 1 Juni 1985 di Ciamis, sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis anak terakhir dari tiga bersaudara, dari pasangan H. Erus Rusman dan Hj. Tati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Imbanagara IV Ciamis, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 3 Ciamis dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 2 Ciamis. Pada tahun 2004 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola fikir, sehingga dapat menjadi orang yang berguna bagi semua orang dimanapun berada. Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan ditermia sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Fakulatas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dibeberapa organisasi seperti Keluarga Ekonomi dan Manjemen Pecinta Alam (KAREMATA), Pers Kampus IPB Gema Almamater, dan Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis (PMGC).

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas rahmat dan hidayah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul Pengaruh Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah (Kasus : UKM Kerupuk di Kec. Cikoneng, Kab. Ciamis, Jabar) ini menguraikan tentang pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan, keragaan UKM kerupuk, fungsi produksi, dan efisiensi faktor-faktor produksi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Dalam menyusun skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada : Muhammad Firdaus Ph. D. dan Prof. Dr. Ir. Isang Gonarsjah, Ph.D yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis. Tanti Novianti SP. MSi. sebagai penguji dan Fifi Diana Thamrin SP. MSi. sebagai komisi pendidikan yang memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Pemerintahan Kec. Cikoneng yang telah membantu pencarian data. Ayah dan Ibu yang memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan. Saudaraku Risna, Pian, Ripan, Wahyu, Delima, Rehan, H. Agus, Hj Ijah, H. Aang, Hj. Eneng, Tanti, Tanto, Tantan, Mang Emong, Bi Eka, Erwin, Egi, Eca serta keluarga besar Bapak Sanrusdi dan Bapak Udin. Mulyatries yang selalu membantu kesulitan penulis. Karlina, ka Toni, Saeful, Dika, Akbar, Bagus, Deni, Abi, Pri, Anwar, Tities, Irma, Tita, Nisa, Sari, Ochin, Putri, Dolli, all KAREMATA dan all IE 41. Segenap usaha maksimal telah penulis lakukan dalam menyelesaikan skipsi ini. Namun, penulis mengakui skipsi ini belum sempurna. Oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun. Bogor, September 2008 Maya Rosmayati H

8 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN.... i RIWAYAT HIDUP.. ii KATA PENGANTAR.. iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Kecil dan Menengah Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang Usaha Kecil dan Menengah Penelitian tentang Harga Bahan Bakar Minyak Penelitian tentang Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Usaha Kecil dan Menengah III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pendapatan Imbangan Penerimaan dan Biaya Konsep Fungsi Produksi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis

9 IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian. 35 4xiii.2. Jenis dan Sumber Data Teknik Pengambilan Sampel Metode Analisis dan Pengolahan Data Analisis Pendapatan UKM Kerupuk Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Keragaan UKM Kerupuk Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Fungsi Produksi UKM Kerupuk Analisis Efisiensi Penggunan Faktor-Faktor Produksi Definisi Operasional.. 48 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN Keadaan Umum Wilayah Penelitian Keadaan Demografis Penduduk Gambaran Umum Harga Bahan Bakar Minyak Gambaran Umum Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia Karakteristik UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Pemilik UKM Kerupuk Pola Pengadaan Input Proses Produksi Cara Pembuatan Kerupuk Pola Pemasaran.. 72 VI. ANALISIS PENDAPATAN UKM KERUPUK Penerimaan UKM Kerupuk Pengeluaran UKM Kerupuk Analisis Pendapatan serta Imbangan Penerimaan dan Biaya Analisis Keragaan UKM Kerupuk. 80

10 VII. ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI UKM KERUPUK Analisis Fungsi Produksi UKM Kerupuk Analisis Fungsi Produksi UKM Kerupuk Sebelum Kenaikan Harga BBM Analisis Fungsi Produksi UKM Kerupuk Setelah Kenaikan Harga BBM Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Analisis Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Efisiensi Produksi UKM Kerupuk Analisis Efisiensi Teknis Analisis Efisiensi Alokasi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi. 99 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 114

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Harga BBM Tahun Komposisi Penduduk Kecamatan Cikoneng Berdasarkan Jenis Kelamin pada Bulan Juni Komposisi Penduduk Kecamatan Cikoneng Berdasarkan Usia pada Bulan Juni Komposisi Penduduk Kecamatan Cikoneng Berdasarkan Wilayah pada Bulan Juni Komposisi Kepala Keluarga Kecamatan Cikoneng Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Bulan Juni Harga BBM sejak 1 Oktober Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Kecil dan Menengah Tahun Perkembangan Jumlah UKM Tahun Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja UKM Tahun Perkembangan Produktivitas Tenaga Kerja Berdasarkan Skala Usaha Tahun Posisi Kredit Rupiah dan Valuta Asing pada Bank-Bank Umum Tahun (dalam milyar rupiah) Karakteristik Responden UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Penerimaan UKM Kerupuk per Rata-Rata Kapasitas Produksi per Bulan Biaya yang Dikeluarkan UKM Kerupuk per Rata-Rata Kapasitas Produksi per Bulan Analisis Pendapatan serta Imbangan Penerimaan dan Biaya per Rata-Rata Produksi per Bulan UKM Kerupuk Pengaruh Kenaikan Harga BBM terhadap Keragaan UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi UKM Kerupuk Sebelum Kenaikan Harga BBM Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Fungsi Produksi UKM Kerupuk Sebelum Kenaikan Harga BBM Hasil Pengujian Autokorelasi Fungsi Produksi UKM Kerupuk Sebelum Kenaikan Harga BBM. 87

12 20. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi UKM Kerupuk Setelah Kenaikan Harga BBM Hasil Pengujian Heteroskedastisitas Fungsi Produksi UKM Kerupuk Setelah Kenaikan Harga BBM Hasil Pengujian Autokorelasi Fungsi Produksi UKM Kerupuk Sebelum Kenaikan Harga BBM Elastisitas Produksi UKM Kerupuk Sebelum dan Setelah Kenaikan Harga BBM Rasio NPM dan BKM UKM Kerupuk Sebelum Kenaikan Harga BBM di Kecamatan Cikoneng Rasio NPM dan BKM UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Setelah Kenaikan Harga BBM

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Proporsi serta Kontribusi UKM dan Usaha Besar terhadap PDB Nasional Tahun Menurut Harga Berlaku Proporsi Jumlah Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar Tahun Total Produksi dan Konsumsi BBM Indonesia Tahun Hubungan antara Faktor Produksi dan Output Tiga Daerah Produksi Efisiensi Produksi Diagram Alur Kerangka Pemikiran Harga Subsidi BBM Jenis Minyak Tanah, Solar dan Premium Tahun 1965 s.d. 23 Mei Mekanisme Penyediaan BBM di Indonesia Proses Pengadonan Kerupuk Proses Pencetakan Kerupuk Proses Pengukusan Kerupuk Proses Pengeringan Kerupuk Proses Pembuatan Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Pola Pemasaran UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Lokasi Penelitian. 131

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Harga Faktor Produksi dan Biaya Aktivitas Produksi Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Sebelum Kenaikan Harga BBM Harga Faktor Produksi dan Biaya Aktivitas Produksi Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Setelah Kenaikan Harga BBM Jumlah input produksi per hari UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Sebelum Kenaikan Harga BBM Jumlah input produksi per hari UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng Setelah Kenaikan Harga BBM Total Penerimaan, Total Pengeluaran dan Pendapatan UKM Kerupuk Sebelum Kenaikan Harga BBM Total Penerimaan, Total Pengeluaran dan Pendapatan UKM Kerupuk Setelah Kenaikan Harga BBM Hasil Analisis Regresi dan Uji Asumsi OLS Fungsi Produksi UKM Kerupuk Sebelum Kenaikan Harga BBM Hasil Analisis Regresi dan Uji Asumsi OLS Fungsi Produksi UKM Kerupuk Setelah Kenaikan Harga BBM Kuisioner Penelitian Lokasi Penelitian.. 131

15 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) memegang peranan penting dan strategis lingkungan domestik, regional maupun internasional. UKM mempunyai potensi yang besar dalam menggerakan kegiatan ekonomi masyarakat sehingga perlu diberdayakan dan dikembangkan agar mampu memberi kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan negara. UKM merupakan sektor yang paling fleksibel dalam menyerap tenaga kerja secara cepat dan alamiah dibandingkan sektor lain. Banyak orang yang dapat bekerja pada UKM dengan mudah, tanpa melihat status pendidikan ataupun keahlian yang mesti dimiliki karena pada UKM tenaga kerja akan mendapat keahlian setelah mereka bekerja. Jumlah UKM yang banyak serta sebaran yang merata, menjadikan sektor ini tidak hanya mampu menciptakan pertumbuhan namun sekaligus mengurangi disparitas antardaerah. UKM juga cukup fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut arah permintaan pasar. Sektor ini memberikan kontribusi penting dalam pembentukan pendapatan domestik bruto (PDB) nasional dan ekspor. UKM adalah mesin penggerak roda perekonomian bangsa. Kinerja UKM cenderung lebih baik dalam menghasilkan tenaga kerja yang produktif sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktifitas melalui investasi dan perubahan teknologi (Rachmanto, 2008). Pada tahun 2005 kontribusi UKM terhadap pembentukan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp 1.491,06 triliun atau 53,54 persen. Kontribusi usaha

16 kecil (UK) sebesar Rp 1.053,34 triliun atau 37,82 persen dan usaha menengah (UM) sebesar Rp 437,72 triliun atau sebesar 15,72 persen dari total PDB nasional. Selebihnya adalah usaha besar (UB) yaitu Rp 1.293,90 triliun. Gambar 1.a. Proporsi Kontribusi UKM dan Usaha Besar terhadap PDB Nasional Tahun Menurut Harga Berlaku. Sumber : BPS dengan Kementrian Koperasi dan UKM 2007, diolah. Pada tahun 2006 peran UKM terhadap penciptaan PDB nasional menurut harga berlaku tercatat sebesar Rp 1.778,75 triliun atau 53,28 persen dari total PDB nasional, mengalami perkembangan sebesar Rp 287,68 triliun atau 19,29 persen dibanding tahun Kontribusi UK tercatat sebesar Rp 1.257,65 triliun atau 37,67 persen dan UM sebesar Rp 521,09 triliun atau 15,61 persen, selebihnya sebesar Rp 1.559,45 atau 46,61 persen merupakan kontribusi UB. Gambar 1.b. Jumlah Kontribusi UKM dan Usaha Besar terhadap PDB Nasional Tahun Menurut Harga Berlaku. Sumber : BPS dengan Kementrian Koperasi dan UKM 2007, diolah. UKM di Indonesia telah memainkan peranan penting dalam menyerap tenaga kerja dan mendukung pendapatan rumah tangga. Pada tahun 2005 UKM

17 mampu menyerap tenaga kerja sebanyak orang atau 96,28 persen. Proporsi tenaga kerja UK tercatat sebanyak orang atau 91,38 persen dan UM sebanyak orang atau sebesar 4,90 persen, selebihnya adalah jumlah tenaga kerja UB yaitu sebanyak orang atau 3,72 persen. Gambar 2.a. Proporsi Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar Tahun Sumber : BPS dengan Kementrian Koperasi dan UKM 2007, diolah. Pada tahun 2006, UKM mampu menyerap tenaga kerja sebanyak orang atau 96,19 persen dari total tenaga kerja yang diserap mengalami perkembangan sebanyak orang atau 2,62 persen dibanding tahun Penyerapan tenaga kerja UK tercatat sebanyak orang atau 91,14 persen dan UM sebanyak orang atau 5,05 persen, selebihnya sebanyak orang atau 3,82 persen merupakan total tenaga kerja UB. Gambar 2.b. Jumlah Tenaga Kerja UKM dan Usaha Besar Tahun Sumber : BPS dengan Kementrian Koperasi dan UKM 2007, diolah.

18 UKM mempunyai peranan yang sangat penting, Oleh karena itu keberlangsungan UKM perlu dijaga. Namun banyak hal yang membuat UKM sulit untuk berkembang, salah satunya adalah masalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang dapat menyebabkan kenaikan harga barang input produksi. Kenaikan harga BBM ini disebabkan oleh konsumsi BBM yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, kemajuan teknologi dan kemajuan produktivitas ekonomi menyebabkan tingginya permintaan BBM. Konsumsi BBM di Indonesia mencangkup 60 persen dari total penggunaan energi yang terdiri dari penggunaan bahan bakar untuk transportasi, industri dan konsumsi rumah tangga. Tingkat konsumsi ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya populasi dan kesejahteraan masyarakat yang mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan BBM sebagai bahan bakar utama. Gambar 3. Total Produksi dan Konsumsi BBM Indonesia Tahun Sumber : International Energy Annual, Short-term Energy Outlook Penawaran produk BBM berkurang karena terjadinya penurunan produksi BBM dari tahun ke tahun. Penurunan produksi BBM disebabkan oleh teknologi yang digunakan sudah ketinggalan jaman dan iklim investasi di sektor pertambangan minyak yang kurang kondusif. Hal ini menyebabkan tidak ada penambahan kapasitas kilang minyak dalam negeri, sehingga sebagian minyak

19 mentah diekspor ke luar dan mengharuskan pemerintah mengimpor BBM olahan dari luar. Meningkatnya jumlah impor BBM dan tingginya harga minyak dunia menyebabkan jumlah subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah untuk menjaga kestabilan harga BBM meningkat. Di sisi lain, pemerintah tidak dapat terus mensubsidi kenaikan harga bahan bakar. Jika pemerintah terus melakukan subsidi, anggaran pemerintah akan terus menurun dan dana yang telah disiapkan untuk tujuan lain seperti pembangunan infrastruktur bisa hilang digunakan untuk menutup kenaikan anggaran tersebut. Oleh Karena itu, pemerintah memutuskan untuk menghapus subsidi BBM secara bertahap sejak tahun Kebijakan subsidi BBM yang dilakukan pada 1 Oktober 2005 telah meningkatkan harga BBM lebih dari seratus persen terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Harga BBM Tahun Jenis Maret 2005 Tahun 1 Oktober Mei 2008 Pertamax Plus Pertamax Premium M. Tanah M. Solar M. Diesel M. Bakar Sumber : Pertamina , diolah. Kenaikan harga bahan bakar ini sangat berpengaruh terhadap UKM jenis pengolahan makanan, salah satunya adalah UKM kerupuk. Kenaikan harga BBM dapat meningkatkan biaya produksi, sehingga pelaku UKM harus menaikan harga jual kerupuk untuk menutup biaya produksi. Kenaikan harga jual produk kerupuk

20 dapat mengurangi permintaan. Rendahnya permintaan terhadap suatu barang akan mengurangi jumlah produksi, bahkan beberapa UKM terpaksa tutup karena tidak mampu menanggung tingginya harga input, sehingga akan terjadi pengurangan tenaga kerja. Hal ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran dan mengurangi penghasilan masyarakat. Padahal keberadaan UKM merupakan sumber lapangan kerja bagi masyarakat serta sumber pendapatan bagi masyarakat dan negara. Hal inilah yang menyebabkan perlunya penelitian tentang pengaruh kenaikan harga BBM terhadap kesejahteraan UKM Perumusan Masalah Kenaikan harga bahan bakar memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan masyarakat diberbagai sektor, salah satunya adalah sektor usah kecil dan menengah. Penerapan kebijakan ini dalam sektor industri akan berdampak pada proses produksi, distribusi, hingga pola konsumsi konsumen yang mempengaruhi permintaan akan komoditi tersebut. Dalam proses produksi, kenaikan harga bahan bakar akan meningkatkan biaya yang diperlukan baik dalam penggunaan bahan bakar secara langsung, maupun kenaikan harga bahan baku lainnya secara tidak langsung. Sementara dalam proses distribusi produk, kenaikan harga bahan bakar akan meningkatkan biaya distribusi secara langsung, mengingat alat transportasi yang tersedia menggunakan bahan bakar. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM memaksa industri untuk mengurangi penggunaan tenaga kerja dalam rangka efisiensi produksi. Hal ini dapat menimbulkan polemik sosial sebagai akibat dari peningkatan jumlah pengangguran.

21 Salah satu tempat adanya UKM yang cukup sukses dan cukup banyak adalah di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. UKM di daerah ini adalah UKM yang mengolah bahan baku menjadi makanan ringan. Sebagian besar UKM ini mengolah bahan baku untuk dijadikan kerupuk. Kerupuk adalah salah satu jenis makanan yang sangat terpengaruh oleh kenaikan harga BBM. Kenaikan harga BBM akan mempengaruhi biaya input produksi baik secara langsung ataupun tidak langsung. Secara tidak langsung, kenaikan harga BBM akan menaikan harga input kerupuk yaitu tepung yang merupakan input utama dan bahan pembantu lainnya. Secara langsung kenaikan harga BBM akan meningkatkan biaya input produksi karena harga bahan bakar yang digunakan dalam proses produksi meningkat. Tepung merupakan input utama dalam produksi kerupuk. Menurut Kusnajat 1, kebutuhan produksi kerupuk dalam sehari membutuhkan 50 kg minyak goreng, 50 kg tepung yang menghasilkan 6000 keping kerupuk beraneka bentuk dan rasa, serta bumbu lainnya. Untuk mendapatkan minyak goreng, UKM membeli langsung ke agen yang tadinya seharga Rp 6.500,00 per kg menjadi Rp 9.500,00 per kg. Selain kenaikan harga minyak goreng, harga tepung pun terjadi kenaikan, yang semula Rp 3.200,00 per kg menjadi Rp 3.600,00 per kg. Kenaikan harga input utama ini sangat berpengaruh terhadap biaya produksi yang semakin besar, namun UKM tidak dapat menaikan harga kerupuk. Untuk harga jual hasil olahan kerupuk dihargai Rp 600,00 per biji ke pengecer. Dari pengecer ke pemilik kedai Rp 800,00 per biji. Sementara kerupuk dengan 1 Rizal, Imbas kenaikan minyak goreng pada UKM. Dumai Pos, 18 Mei [20 Desember 2008].

22 ukuran lebih kecil Rp 300,00 per biji. Selanjutnya, pengecer itu meletakan ke kedai-kedai seharga Rp 400,00 per biji dan akhirnya sampai ke tangan konsumen Rp 1000,00 per biji dan Rp 500,00 per biji. Kenaikan harga BBM ini membuat UKM sulit untuk berkembang. Berdasarkan gambaran di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah kenaikan harga BBM mengurangi pendapatan UKM kerupuk di Kecamatan Cikoneng? 2. Apakah UKM mengurangi jumlah input yang digunakan karena harga input yang meningkat akibat kenaikan harga BBM? 3. Apakah UKM kerupuk lebih efisien dalam menggunakan faktor-faktor produksinya setelah kenaikan harga BBM? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang dikemukakan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap pendapatan UKM kerupuk di Kecamatan Cikoneng sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. 2. Menganalisis perubahan jumlah input produksi dan pengeluaran untuk input produksi setelah kenaikan harga BBM. 3. Menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi.

23 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya : 1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan dan informasi untuk mengevaluasi serta menetapkan kebijakan khususnya menstabilkan harga BBM dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui UKM. 2. Bagi penulis, dapat melatih kemampuan dalam menganalisis permasalahan sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah dan menambah pengetahuan penulis melalui kondisi UKM. 3. Bagi pembaca, dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan penelitian selanjutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan dan bahan pertimbangan / perbandingan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membandingkan kondisi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM yang terjadi pada 1 Oktober tahun 2005 terhadap kesejahteraan UKM di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Fokus penelitian ini adalah pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan UKM, jumlah input produksi, pengeluaran untuk input produksi serta efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Jenis UKM yang diteliti adalah UKM kerupuk yang mengolah bahan baku menjadi bahan setengah jadi (kerupuk mentah). Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar jenis minyak tanah.

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah Sampai saat ini belum ada definisi maupun kriteria baku mengenai UKM. Masing-masing institusi pemerintah mempunyai kriteria yang berbeda terhadap UKM di Indonesia. Menurut UU No. 9 Tahun 1995 usaha kecil (UK) adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dengan kekayaan bersih maksimal Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan, penjualan tahunan maksimal Rp ,00 (satu milyar rupiah) dan milik Warga Negara Indonesia (WNI) serta berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan. Menurut UU No. 10 Tahun 1999, usaha menengah (UM) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai penjualan tahunan di atas Rp ,00 (satu milyar rupiah) sampai Rp ,00 (sepuluh milyar rupiah). Departemen Perindustrian dan Perdagangan menggunakan kriteria industri kecil berdasarkan surat keputusan mentri No. 254/MPP/Kep/7/1999 tentang kriteria industri kecil di lingkungan departemen perindustrian dan perdagangan yang menyatakan bahwa yang termasuk industri kecil dan usaha dagang kecil adalah perusahaan yang mempunyai nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan 200 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha serta pemiliknya adalah WNI. Departemen Perindustrian Republik Indonesia mulai tahun 2003 membagi industri kecil kedalam lima cabang industri yaitu sandang, pangan, kimia dan bahan bangunan, logam dan elektronika serta kerajinan.

25 World Bank memiliki definisi yang berbeda mengenai industri kecil dan menengah. World Bank membaginya kedalam tiga kelompok dengan kriteria : Medium Enterprise Jumlah karyawan maksimal 300 orang. Pendapatan setahun mencapai $ 15 juta. Jumlah aset mencapai $ 15 juta. Small Enterprise Jumlah karyawan kurang dari 30 orang. Pendapatan setahun mencapai $ 3 juta. Jumlah aset tidak lebih dari $ 15 juta. Micro Enterprise Jumlah karyawan kurang dari 10 orang. Pendapatan setahun tidak lebih dari $ 100 ribu. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu. Sebenarnya masih ada definisi dan kriteria yang berbeda-beda dari berbagai lembaga swadaya masyarakat dan para peneliti sesuai dengan tujuan masing-masing. Namun dalam penelitian ini menggunakan data dengan definisi UKM dari Badan Pusat Statistik (BPS). Definisi tentang ukuran besar kecilnya perusahaan di Indonesia berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi menurut BPS dibagi menjadi : 1. Industri rumah tangga, yaitu perusahaan atau industri pengolahan dengan jumlah tenaga kerja berkisar antara 1-4 orang. 2. Industri kecil, yaitu perusahaan atau industri pengolahan dengan jumlah tenaga kerja berkisar antara 5-19 orang.

26 3. Industri sedang, yaitu perusahaan atau industri pengolahan dengan jumlah tenaga kerja berkisar antara orang. 4. Industri besar, yaitu perusahan atau industri pengolahan dengan jumlah tenaga kerja lebih besar dari 100 orang. Berdasarkan pengelompokan tersebut, UKM kerupuk didomonasi oleh industri rumah tangga, industri kecil dan beberapa industri sedang. UKM kerupuk ini berada dalam satu tempat yang disebut dengan sentra UKM kerupuk. Menurut Surat Keputusan Mentri Negara Koperasi dan UKM Republik Indonesia No.23/PER/M.KUKM/XI/2005, sentra UKM adalah pusat kegiatan bisnis di kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi bagian integral dari klaster dan sebagai titik masuk (entry point) dari upaya pengembangan klaster. Klasifikasi bagi usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar menggunakan sembilan penggolongan utama sektor ekonomi yang meliputi : 1. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. 2. Pertambangan dan penggalian. 3. Industri pengolahan. a. Makanan, minuman dan tembakau. b. Tekstil, barang kulit dan alas kaki. c. Barang kayu dan hasil hutan lainnya. d. Kertas dan barang cetakan. e. Pupuk kimia dan barang dari karet. f. Semen dan barang galian bukan logam.

27 g. Logam dasar besi dan baja. h. Alat angkutan, mesin dan peralatan. i. Barang lainnya. 4. Listrik, gas dan air bersih. 5. Bangunan. 6. Perdagangan. 7. Pengangkutan dan komunikasi. 8. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. 9. Jasa-jasa. a. Pemerintah. b. Swasta. Menurut penggolongan industri di atas, UKM kerupuk di Kecamatan Cikoneng merupakan jenis industri pengolahan makanan yang mengolah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi (kerupuk mentah) yang selanjutnya dipasarkan ke UKM yang mengolah kerupuk bahan setengah jadi menjadi bahan jadi yang siap untuk dikonsumsi Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang Usaha Kecil dan Menengah UKM disebut sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Sejak krisis ekonomi terjadi di Indonesia, UKM telah menunjukkan untuk bertahan dari krisis dikala industri besar banyak yang gulung tikar. Malik (2008), mengungkapakan bahwa investasi, tenaga kerja dan nilai ekspor UKM berhubungan positif terhadap output produksi UKM di Yogyakarta. Selain itu

28 ditemukan juga bahwa elastisitas tenaga kerja dan modal (investasi) pada UKM ekspor lebih besar dari pada UKM non ekspor. Oleh karena itu, UKM mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, baik dalam investasi, tenaga kerja ataupun nilai ekspor yang dapat menambah PDB nasional. Namun, perkembangan UKM hingga saat ini belum mengalami perubahan yang berarti. Jumlah UKM cukup banyak, tapi nilai tambahnya masih jauh lebih kecil dibanding dengan industri besar. Salah satu penyebabnya dikarenakan UKM kekurangan modal untuk berproduksi. Menurut Irwanti (2007), kinerja industri kecil dan menengah di Indonesia relatif baik dan secara positif dipengaruhi oleh input-input produksi barang modal dan tenaga kerja. Semua jenis skala industri di Indonesia baik UKM ataupun usaha besar bersifat capital intensive. Selain itu, telah terbukti bahwa terdapat perbedaan skala penggunan faktor produksi antara UKM dengan usaha besar. UKM berada pada kondisi decreasing return to scale, sedangkan industri besar berada pada kondisi constant return to scale. Perbedaan kualitas tenaga kerja antara usaha kecil dan usaha besar menjadi penyebab relatif rendahnya pengaruh tenaga kerja terhadap peningkatan kinerja. Permasalahan yang dihadapai UKM secara umum masih terbilang tinggi. Anggreani (2005) menjelaskan permasalahan yang dihadapi UKM adalah masalah pemasaran, teknologi, menejemen keuangan dan masalah permodalan. Sedangkan Santoso (2006) menjelaskan strategi pengembangan UKM dengan cara menambah jumlah pelanggan tetap, meningkatkan kapasitas penjualan, menambah kapasitas produksi, melakukan promosi, melakukan sistem pencatatan keuangan dan administrasi, melakukan penelitian dan pengembangan pasar, meningkatkan

29 kualitas produk, meningkatkan sinergisme dan kemitraan serta melakukan studi banding Penelitian tentang Harga Bahan Bakar Minyak Kenaikan harga BBM mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam perekonomian. Nugroho (2006) menjelaskan bahwa inflasi dipengaruhi secara signifikan oleh uang kartal, nilai tukar riil, harga BBM dan uang kartal periode sebelumnya memiliki pengaruh positif terhadap inflasi. Persentase perubahan uang kartal, nilai tukar riil, harga BBM dan uang kartal periode sebelumnya memiliki pengaruh positif terhadap tingkat harga umum pada tingkat kepercayaan 95 persen. Jika jumlah uang kartal naik satu persen maka inflasi akan meningkat sebesar 0,15 persen. Apabila nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar satu persen maka inflasi akan meningkat 0,15 persen. Kenaikan harga BBM sebesar satu persen akan menyebabkan inflasi meningkat 0,11 persen. Jika jumlah uang kartal pada periode sebelumnya meningkat sebesar satu persen maka inflasi akan mengalami peningkatan sebesar 0,21 persen. Selama periode 1990 sampai 2004 harga BBM berkorelasi positif terhadap tingkat inflasi di Indonesia. Kenaikan harga BBM akan meningkatkan laju inflasi. Demikian pula jika harga BBM turun, maka laju inflasi akan turun Penelitian tentang Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Usaha Kecil dan Menengah Kenaikan harga BBM akan mendorong harga barang lain untuk meningkat. Karena BBM digunakan sebagai input produksi barang-barang lain, sehingga ketika harga minyak naik, biaya produksi juga ikut naik. UKM kerupuk

30 merupakan suatu usaha yang menggunakan input produksi yang akan terpengaruh dengan kenaikan harga BBM. Nurlatifah (2006), memperlihatkan bahwa kenaikan harga BBM mempengaruhi kondisi usaha pengrajin tempe di Kelurahan Cilendek Timur, Kotamadya Bogor. Hal tersebut dapat diketahui dari berkurangnya jumlah hasil produksi tempe karena adanya pengurangan faktor input. Setelah kenaikan harga BBM hasil produksi mengalami penurunan sebesar 12,9 persen. Kenaikan harga BBM menyebabkan penurunan penggunaan faktor input kedelai sebesar 13,9 persen, penggunaan input ragi menurun sebesar 4,5 persen, penggunaan tenaga kerja turun sebesar 3,3 persen, serta penggunaan minyak tanah dan kayu bakar turun sebesar 9,1 persen dan 10,3 persen. Penggunaan kemasan plastik menurun sebesar 10,4 persen dan penggunan daun meningkat sebesar 3,5 persen. Kenaikan harga BBM menyebabkan kenaikan total biaya produksi sebesar 7,1 persen, biaya variabel sebesar 7,2 persen dan biaya tetap sebesar 6,6 persen. Pengaruh dari masing-masing variabel yang berpengaruh nyata pada output produksi antara lain variabel kedelai, ragi, tenaga kerja dan kemasan, namun dengan tingkat kepercayaan yang berbeda antar kondisi sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Pada kondisi sebelum kenaikan harga BBM, variabel kedelai, ragi, tenaga kerja dan plastik masing-masing memiliki tingkat kepercayaan 99 persen, 95 persen, 90 persen dan 85 persen. Sedangkan setelah kenaikan harga BBM variabel plastik, kedelai, dan daun masing masing memiliki tingkat kepercayaan 99 persen, 95 persen dan 80 persen. Pada kondisi sebelum maupun sesudah kenaikan harga BBM variabel minyak tanah dan kayu tidak berpengaruh nyata terhadap variabel output. Pada kondisi sebelum dan sesudah

31 kenaikan harga BBM, penggunaan faktor produksi tempe belum efisien karena rasio NPM dan BKM tidak sama dengan satu. Terkecuali untuk variabel kedelai yang pada kondisi sebelum kenaikan harga BBM sudah efisien, setelah kenaikan harga BBM, penggunaan variabel kedelai tidak lagi efisien. Menurut Pangastuti (2006), penurunan subsidi BBM tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan input produksi selain kedelai, alokasi pengeluaran untuk bahan baku pembantu dan pendapatan kotor yang diterima pengrajin tahu skala kecil di Kecamatan Cibungbulang dan Parung Kabupaten Bogor. Penurunan subsidi BBM mempengaruhi volume produksi, pola penggunaan kedelai, alokasi pengeluaran input dan margin keuntungan yang diterima. Dengan membandingkan fungsi produksi industri tahu pada kondisi sebelum dan sesudah penurunan subsidi BBM, diketahui bahwa elastisitas penggunaan input dalam proses produksi tahu mengalami perubahan. Hal ini menunjukkan terjadinya perubahan pola penggunaan ketiga faktor produksi tesebut. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama menganalisis dampak kenaikan harga BBM terhadap UKM. Perbedaan penelitian ini adalah pada objek penelitian yaitu pada UKM kerupuk yang bahan bakunya adalah tepung tapioka sedangkan penelitian sebelumnya UKM tahu dan tempe yang bahan bakunya kedelai. Selain itu, dilakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya dan analisis perubahan keragaan UKM kerupuk sebelum dan sesudah kenaikan harga BBM. Perbedaan lainnya pada waktu penelitian, sebelumnya dilakukan tahun 2006, beberapa bulan setelah kenaikan harga BBM sedangkan penelitian ini dilakukan pada tahun 2008, tiga tahun setelah kenaikan harga BBM tahun 2005 dan menjelang kenaikan harga BBM pada tahun 2008.

32 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pendapatan Pendapatan adalah jumlah uang yang diterima oleh perusahaan dari aktivitasnya baik dari penjualan produk atau jasa. Pertumbuhan pendapatan merupakan indikator penting dari penerimaan produk dan jasa perusahaan tersebut. Soehartani dalam Hadaina, mengemukakan beberapa definisi yang berkaitan dengan pendapatan yaitu : 1. Penerimaan tunai adalah nilai uang yang diterima dari penjualan penuh. 2. Pengeluaran tunai adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi industri. 3. Pendapatan tunai yaitu selisih penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. 4. Penerimaan kotor yaitu produk total usaha dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual. 5. Pengeluaran total usaha yaitu nilai semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 6. Pendapatan bersih usaha yaitu selisih antara penerimaan kotor usaha dan pengeluaran total usaha. Analisis pendapatan berguna untuk mengetahui dan mengukur apakah kegiatan usaha yang dilakukan berhasil atau tidak. Tujuan dilakukan analisis pendapatan adalah untuk menggambarkan keadaan sekarang dari suatu kegiatan dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan.

33 Tingkatan pendapatan selain dipengaruhi oleh keadaan harga faktor produksi dan harga hasil produksi juga dipengaruhi oleh menajemen pemeliharaan. Saefudin dan Marisa dalam Inayati (2006) mengemukakan definisi pendapatan sebagai penerimaan bersih seseorang baik berupa uang atau natura. Secara garis besar pendapatan digolongkan menjadi tiga yaitu : 1. Gaji dan upah yaitu imbangan yang diperoleh seseorang setelah melakukan pekerjaan untuk orang lain, perusahaan swasta atau pemerintah di pasar tenaga kerja. 2. Pendapatan dari usaha sendiri yaitu nilai total hasil produksi dikurangi biaya yang dibayar (baik dalam bentuk uang atau natura). 3. Pendapatan dari sumber lain yaitu keuntungan yang diperoleh tanpa penggunaan tenaga kerja antara lain hasil dari menyewakan aset (ternak, rumah, barang lain), bunga uang, sumbangan dari pihak lain atau pensiun Imbangan Penerimaan dan Biaya Salah satu cara untuk mengukur kelayakan kegiatan usaha adalah dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis). Analisis rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi suatu usaha. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usaha menguntungkan atau tidak. Semakin besar nilai R/C maka semakin besar pula penerimaan usaha yang

34 diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan usaha tersebut menguntungkan untuk dilaksanakan. Suatu usaha dikatakan menguntungkan apabila nilai R/C lebih besar dari satu, artinya biaya satu rupiah akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Sebaliknya, suatu usaha dikatakan tidak menguntungkan jika nilai R/C lebih kecil dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya. Sedangkan jika kegiatan usaha memiliki R/C ratio sama dengan satu berarti suatu usaha berada pada keuntungan normal Konsep Fungsi Produksi Produksi merupakan kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa, sedangkan untuk memproduksi barang dan jasa tersebut digunakan sumber daya yang disebut sebagai faktor produksi (Lipsey, 1995). Produksi dalam arti yang luas merupakan kegiatan untuk menambah manfaat atau nilai guna suatu barang untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tindakan yang dimaksud meliputi mengubah bentuk barang, memindahkan suatu barang dari satu tempat ke tempat lainnya, mengatur waktu penggunaan suatu barang dan menciptakan suatu jasa. Kegiatan produksi memerlukan unsur-unsur yang dapat digunakan dalam proses produksi yang disebut faktor produksi. Proses produksi hanya bisa berlangsung jika terpenuhinya faktor-faktor produksi yang diperlukan. Faktor produksi tersebut terdiri dari sumber daya alam (land), modal (capital), tenaga kerja (labour) dan kewirausahaan (enterpreneurship). Dalam proses produksi, terdapat hubungan yang sangat erat antara faktor-faktor produksi yang digunakan

35 dengan produksi yang dihasilkan. Produk sebagai output (keluaran) dari proses produksi sangat bergantung dari faktor produksi sebagai input (masukan) dalam proses produksi. Hubungan antara faktor produksi dan output dalam proses produksi dapat digambarkan sebagai berikut : input (faktor produksi) Proses produksi Output (hasil produksi) Gambar 4. Hubungan antara Faktor Produksi dan Output. Gambar 4. menunjukkan bahwa suatu produk tergantung dari proses produksi yang dilakukan, sedangkan proses produksi tergantung dari faktor produksi yang masuk didalamnya. Hal ini berarti nilai produk yang dihasilkan tersebut tergantung dari nilai faktor produksi yang dikorbankan dalam proses produksinya. Keterkaitan antara nilai produk (output) dengan nilai faktor produksi (input) dalam proses produksi dapat disebut sebagai fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan hubungan antara input yang berupa sumber daya perusahaan dengan output yang berupa barang dan jasa. Bentuk fungsi produksi menggambarkan perubahan output dengan meningkatnya sejumlah input (Doll dan Orazem, 1984). Sementara Mankiw (2000), menyatakan bahwa fungsi produksi menggambarkan teknologi yang digunakan untuk mengubah faktor produksi menjadi output. Secara matematis, hubungan antara faktor produksi dan produk dari hasil proses produksi dapat dituliskan sebagai berikut : Q = f (K, L, R, T) Dimana : Q f : jumlah produk yang dihasilkan : fungsi

36 K L R T : modal : tenaga kerja : sumber daya alam : teknologi / kewirausahaan Fungsi produksi yang disusun dalam persamaan matematis di atas mengandung arti bahwa barang atau jasa yang dihasilkan (Q) merupakan akibat dari masukan (K, L, R, T) yang diproses. Jika salah satu sumber daya masukan diubah, maka keluaran (output) akan berubah. Fungsi produksi yang sebenarnya terjadi dari proses produksi sulit diketahui secara pasti. Untuk menyederhanakan abstraksi yang ada, dilakukan pendugaan melalui konsep statistika. Hasil pendugaan sering kurang memuaskan sehingga tidak dapat dijadikan patokan untuk mengukur keragaan produksi yang sebenarnya. Kesalahan dalam melakukan pendugaan seringkali terjadi karena : 1. terbatasnya variabel dari fungsi produksi yang diukur, 2. kesalahan pengukuran yagn diamati, dan 3. kemungkinan timbulnya masalah kolonier ganda (multikolinear). Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi, yaitu hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The law of diminishing return) yang memiliki makna bahwa penambahan berturut-turut satu satuan faktor produksi variabel sementara faktor produksi lain tetap, akan mencapai keadaan dimana penambahan produksi yang semakin menurun akibat penambahan suatu input atau faktor produksi.

37 Fungsi produksi dapat dinyatakan dalam bentuk grafik, dengan asumsi bahwa hanya satu faktor produksi yang berubah ceteris paribus (faktor produksi lain dianggap konstan). Secara grafik, fungsi produksi adalah sebagai berikut : Y C B TP I II III A AP/MP X 1 X 2 X 3 X AP X 1 X 2 X 3 MP X Gambar 5. Tiga Daerah Produksi. Sumber : Lipsey et al, Dimana : TP MP AP A B C : total produk : marginal produk : produk rata-rata : titik balik : titik optimum produksi : titik maksimum produksi

38 Berdasarkan Gambar 5. fungsi produksi dibagi menjadi tiga daerah produksi berdasarkan elastisitas produksi (Lipsey et al, 1995) yaitu : a. Daerah produksi I Pada daerah ini elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep > 1), yang terletak antara titik 0 dan X 2. Artinya, setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini belum dihasilkan produksi yang optimal karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian faktor produksi lebih banyak. Daerah ini disebut daerah irrasional apabila produksi dihentikan. b. Daerah produksi II Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara nol dan satu (0 Ep 1) yang terletak antara titik X 2 dan X 3. Artinya, setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya semakin berkurang (decreasing return). Pada suatu tingkat penggunaan faktor produksi tertentu dalam daerah ini akan tercapai keuntungan yang maksimum sehingga daerah ini disebut daerah rasional. c. Daerah produksi III Pada daerah ini elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0). Artinya, setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah output yang dihasilkan. Daerah ini mencerminkan pemakaian faktor produksi sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional.

39 Pada umumnya seorang produsen yang rasional belum tentu produksinya dalam kondisi dimana dia memperoleh keuntungan yang maksimal. Alokasi sumber daya dalam melaksanakan proses produksi tersebut belum tentu efisien, sehingga perlu diketahui konsep efisiensi dalam melakukan proses produksinya. Produksi suatu usaha dapat ditunjukan dengan melakukan penjumlahan koefisien regresi dari suatu fungsi produksi jika fungsi produksi tersebut homogen. Ada tiga bentuk skala usaha dalam suatu proses produksi, yaitu : 1. Bila koefisien regresi lebih besar dari pada satu, menunjukkan bahwa skala usaha produksi berada dalam keadaan meningkat (increasing return to scale). 2. Bila nilai koefisien regresi sama dengan satu, menunjukkan bahwa skala produksi dalam keadaan tetap (constant return to scale). 3. Bila nilai koefisien regresi lebih kecil dari satu, menunjukkan bahwa skala usaha produksi berada dalam keadaan menurun (decrasing return to scale) Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Berbagai macam fungsi produksi telah dikenal dan digunakan dalam penelitian. Untuk mendapatkan model suatu bentuk fungsi produksi yang baik, hendaknya fungsi tersebut : (1) dapat dipertanggung jawabkan; (2) mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun non ekonomik; (3) mudah dianalisa; dan (4) mempunyai implikasi ekonomi (Soekartawi, 1986). Model fungsi produksi yang sering digunakan dalam penelitian antara lain fungsi linier, fungsi kuadratik, model substitusi yang konstan (CES), fungsi transedental, dan fungsi Cobb-Douglas. Fungsi produksi kuadratik dan transedental memiliki persamaan yang rumit dan parameternya bukan merupakan

40 elastisitas dari faktor-faktor produksi. Jika menggunakan fungsi produksi CES sulit untuk mempertahankan elastisitas produksi yang konstan. Model fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu model untuk menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : (1) koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masingmasing faktor produksi yang digunakan terhadap output; (2) jumlah elastisitas produksi dari masing-masing produksi yang diduga merupakan penduga terhadap skala usaha dari proses produksi yang berlangsung; (3) mengurangi terjadinya heterokedastisitas linier dari fungsi produksi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk log e (ln) sehingga variasi data menjadi lebih kecil; (4) perhitungan sederhana karena dapat dimanipulasi kedalam bentuk persamaan linier; (5) merupakan fungsi dari kurva produksi yang menggambarkan kondisi The Law of Diminishing Return untuk masing-masing input; (6) bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian, sehingga bisa dibandingkan dengan hasil penelitian lain. Fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki beberapa kelemahan antara lain : (1) elastisitas produksinya dianggap konstan (sama dengan satu), sehingga tidak mencangkup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; (2) nilai dugaan elastisitas produksi yang dihasilkan menjadi bias apabila faktor yang digunakan tidak lengkap; (3) tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi pada taraf penggunaan faktor produksi sama dengan nol; dan (4) sering terjadi multikolinier (Soekartawi 1986).

OLEH MAYA ROSMAYATI H

OLEH MAYA ROSMAYATI H PENGARUH KENAIKAN HARGA BAHAN BAKAR MINYAK TERHADAP PENDAPATAN USAHA KECIL DAN MENENGAH (Kasus : UKM Kerupuk di Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, Jabar) OLEH MAYA ROSMAYATI H 14104057 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi

III. KERANGKA PEMIKIRAN. elastisitas, konsep return to scale, konsep efisiensi penggunaan faktor produksi III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi teori dan konsep kajian ilmu yang akan digunakan dalam penelitian. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H

ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H ANALISIS PERAN SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN TERHADAP PEREKONOMIAN PROVINSI SUMATERA UTARA OLEH OKTAVIANITA BR BANGUN H 14104017 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR 4.1. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami pertumbuhan yang signifikan. Data dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang disertai terjadinya perubahan struktur ekonomi. Menurut Todaro BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam proses pembangunan salah satu indikator keberhasilan pembangunan Negara berkembang ditunjukkan oleh terjadinya pertumbuhan ekonomi yang disertai terjadinya perubahan

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI

ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI ANALISIS KETERKAITAN KREDIT DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT DHONA YULIANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996),

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Bachtiar Rivai (1980) yang dikutip oleh Hernanto (1996), III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.. Konsep Usahatani Menurut Bachtiar Rivai (980) yang dikutip oleh Hernanto (996), mengatakan bahwa usahatani merupakan sebuah organisasi dari alam,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H

DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM TERHADAP KINERJA SEKTORAL (Analisis Tabel I-O Indonesia Tahun 2005) OLEH TRI ISDINARMIATI H14094022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2004 Kegiatan usaha pada triwulan IV-2004 ekspansif, didorong oleh daya serap pasar domestik Indikasi ekspansi, diperkirakan berlanjut pada triwulan I-2005 Kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Beberapa defenisi dari UMKM memiliki pengertian yang berbeda berdasarkan sumbernya (Hubeis, 2009; Tambunan, 2009)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H

ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H ANALISIS PERTUMBUHAN KESEMPATAN KERJA PASCA KEBIJAKAN UPAH MINIMUM DI KABUPATEN BOGOR OLEH ERNI YULIARTI H14102092 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI. Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK GORENG TERHADAP USAHA PENGGORENGAN KERUPUK DI KOTA BEKASI Oleh : ANGGUN WAHYUNINGSIH A14103125 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN TOTAL ASET BANK SYARIAH DI INDONESIA OLEH LATTI INDIRANI H14101089 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H

ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H ANALISIS KINERJA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI KECIL MOCHI DI KOTA SUKABUMI OLEH CENITA MELIANI H14103045 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur pikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah

Lebih terperinci

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 273 VII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Simpulan Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi, dan simulasi peramalan dampak kebijakan subsidi harga BBM terhadap kinerja perekonomian, kemiskinan,

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Produksi Produksi atau memproduksi menurut Putong (2002) adalah menambah kegunaan (nilai-nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi barang setengah

Lebih terperinci

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA

ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA OLEH APSARI DIANING BAWONO H14103060 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H

ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H ANALISIS PERTUMBUHAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI PROVINSI JAWA BARAT SEBELUM, PADA MASA, DAN SETELAH KRISIS EKONOMI OLEH ANA PERTIWI H14103069 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA

SURAT PERNYATAAN STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA DI INDONESIA SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: STRUKTUR EKONOMI DAN KESEMPATAN KERJA SEKTOR PERTANIAN DAN NON PERTANIAN SERTA KUALITAS

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh Triwulan I - 2015 LAPORAN LIAISON Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh terbatas, tercermin dari penjualan domestik pada triwulan I-2015 yang menurun dibandingkan periode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan

TINJAUAN PUSTAKA. Herawati (2008) menyimpulkan bahwa bersama-bersama produksi modal, bahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian ini berisi tentang perkembangan oleokimia dan faktor apa saja yang memengaruhi produksi olekomian tersebut. Perkembangan ekspor oleokimia akan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA INDUSTRI BESI BAJA DI INDONESIA OLEH SARI SAFITRI H14102044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN SARI SAFITRI.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional, hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output)

ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) ANALISIS PERANAN JASA PARIWISATA DAN SEKTOR PENDUKUNGNYA DALAM PEREKONOMIAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (Analisis Input-Output) OLEH DWI PANGASTUTI UJIANI H14102028 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN 1980-2007 Oleh HARIYANTO H14084006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan Usahatani Suratiyah (2006), mengatakan bahwa usahatani sebagai ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INVESTASI DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH ADHITYA KUSUMANINGRUM H14103094 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan suatu alur pemikiran yang bersifat teoritis dengan mengacu kepada teori-teori yang berkaitan dengan penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dahulu di Kampung Sukaresmi, Kelurahan Citeureup, Kota Cimahi, hampir setiap keluarga memproduksi tahu. Oleh karena itu, kampung tersebut terkenal sebagai

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas penentu kelangsungan perekonomian suatu negara. Hal ini disebabkan oleh berbagai sektor dan kegiatan ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA ANALISIS DAMPAK KENAIKAN EKSPOR SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENDAPATAN FAKTOR PRODUKSI, INSTITUSI, DAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DI INDONESIA OLEH SITI ADELIANI H14103073 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses pembangunan ekonomi, industrialisasi merupakan salah satu tahap perkembangan yang dianggap penting untuk dapat mempercepat kemajuan ekonomi suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Di era globalisasi ini, industri menjadi penopang dan tolak ukur kesejahteraan suatu negara. Berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H

DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H DAMPAK OTONOMI DAERAH TERHADAP PEMEKARAN PROVINSI BANTEN OLEH CITRA MULIANTY NAZARA H14102010 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN CITRA MULIANTY

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT

ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANALISIS PERTUMBUHAN INVESTASI SEKTOR INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT OLEH MIMI MARYADI H14103117 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H

ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H ANALISIS PRODUKTIVITAS FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI ALAS KAKI DI INDONESIA OLEH SITTI NURYANI H14103002 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ANALISIS PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

w tp :// w ht.b p w s. go.id PERKEMBANGAN INDEKS PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR BESAR DAN SEDANG 2011 2013 ISSN : 1978-9602 No. Publikasi : 05310.1306 Katalog BPS : 6102002 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Usaha Mikro Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau badan usaha perorangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara di dunia ini pasti akan melakukan interaksi dengan negaranegara lain di sekitarnya. Biasanya bentuk kerjasama atau interaksi itu berbentuk perdagangan antar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA

DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA DAMPAK PENGHAPUSAN TARIF IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh: RONI A 14105600 PROGRAM SARJANA EKTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN RONI, Dampak Penghapusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan UMKM di Kabupaten Cirebon Berdasarkan. Kelompok Usaha Industri Jasa Perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan UMKM di Kabupaten Cirebon Berdasarkan. Kelompok Usaha Industri Jasa Perdagangan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan batas, sekaligus pintu gerbang yang berbatasan dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden.

Lebih terperinci

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H

PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H PENGARUH KETERKAITAN ANTAR SEKTOR TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH OLEH DYAH HAPSARI AMALINA S. H 14104053 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci