BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dahulu di Kampung Sukaresmi, Kelurahan Citeureup, Kota Cimahi, hampir setiap keluarga memproduksi tahu. Oleh karena itu, kampung tersebut terkenal sebagai Kampung tahu Citeureup. Pada tahun 1970, sebanyak 14 pembuat tahu bermukim di kawasan tersebut. (Febriani, 013). Kampung yang termasuk ke dalam Kecamatan Cimahi Utara tersebut dari arah Bandung dapat di akses melalui jalan Jenderal Amir Mahmud diteruskan ke jalan Kolonel Masturi dan terakhir ke jalan Citeureup yang sekarang dikenal dengan jalan Encep Kartawiria yang dapat dilihat pada Gambar 1.1. Gambar 1.1: Lokasi Kampung Tahu Citeureup Sumber: diolah dari Google Maps dan Wikimapia Keterangan: Kampung Tahu Citeureup, Cimahi. Pada tahun 009 dari data Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (013) tercatat sebanyak 7 pembuat tahu yang bermukim di kelurahan Citeureup. Mayoritas pembuat tahu berada di Jalan Kandaatmaja, yaitu: 1) Tahu H. Nugraha, Jl. Kandaatmaja No. 57 Rt. 04/14, Kel. Citeureup. ) Tahu Kartama, Jl. Kandaatmaja No. 65 Rt. 03/14, Kel. Citeureup. 3) Tahu Afuk, Jl. Kandaatmaja No. 74 Rt. 03/14, Kel. Citeureup. 4) Tahu Ohim, Jl. Kandaatmaja No. 77 Rt. 03/14, Kel. Citeureup. 5) Tahu Ente Sunarya, Jl. Kandaatmaja No. 84 Rt. 03/14, Kel. Citeureup. 6) Tahu Ade Tatang, Jl. Kandaatmaja No. 101 Rt.05/14, Kel. Citeureup. 7) Tahu/Tempe Endin Ajudin, Jl. Sukaresmi Rt. 04/0, Kel. Citeureup. 1

2 1. Latar Belakang Penelitian Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar perekonomian Indonesia. Hal tersebut berdasarkan data Kementrian Koperasi dan UKM (01) rata-rata setiap tahun persentasi jumlah UMKM berbanding usaha besar adalah 99,99 : 0,01. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 97,16 % tenaga kerja nasional atau menyerap 34 kali lipat dibandingkan dengan usaha besar. Tetapi dengan jumlah yang besar tersebut kontribusi masing-masing jenis UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional masih di bawah usaha besar. Pada tahun 01 kontribusi usaha mikro 35,81 %, usaha kecil 9,68 %, dan usaha menengah 13,59 %. Sedangkan usaha besar 40,9 %. Hal tersebut dikarenakan rata-rata pertumbuhan per tahun UMKM sangat tidak signifikan. Pertumbuhan usaha mikro menjadi usaha kecil 0,051 %, usaha kecil menjadi usaha menengah 0,405 %, dan usaha menengah menjadi usaha besar 0,190 %. (diolah dari Kementerian Koperasi dan UKM (009), (010), (011), dan (01)) Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (013: ), Provinsi Jawa Barat termasuk ke dalam tiga besar berdasarkan persentasi kontribusi struktur PDB Nasional yaitu sebesar 13,88 %, di bawah DKI Jakarta sebesar 16,46 % dan Jawa Timur sebesar 14,98 %. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) Jawa Barat menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Gambar 1.. Gambar 1.: Grafik Perkembangan Kontribusi Masing-Masing Lapangan Usaha Terhadap PDRB Jawa Barat Tahun (Persen) 43,7 40,77 37,8 37,16 35, , , ,44 8,98,7 3,01 5,75 8, 0,51 3,41 4,4,67,73,35 1,74 11,45 11, Jasa-Jasa Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Pengangkutan dan Komunikasi Perdagangan, Hotel, dan Restoran Konstruksi Listrik, Gas, dan Air Bersih 008 Pengolahan 009 Pertambangan dan Penggalian Pertanian Sumber: diolah dari BPS Jawa Barat (01) dan (014)

3 Berdasarkan Gambar 1. rata-rata kontribusi Pengolahan di Jawa Barat terhadap struktur PDRB mengalami penurunan 1,83 % per tahun dan 9,14 % dibanding lima tahun sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan dalam lima tahun terakhir berdasarkan Gambar 1. hampir semua sektor ekonomi mengalami peningkatan kinerja sehingga menekan kinerja kontribusi Pengolahan dan turunannya. Salah satu turunan Pengolahan yaitu industri makanan, minuman, dan tembakau. Berdasarkan data yang diolah dari BPS Jawa Barat (01) rata-rata kontribusi industri makanan, minuman, dan tembakau terhadap struktur PDRB Jawa Barat mengalami penurunan 0,195 % per tahun. Dari berbagai Kota dan Kabupaten yang berada di Jawa Barat, salah satu Kota yang mengandalkan industri makanan sebagai roda perekonomian adalah Kota Cimahi. Berdasarkan data Diskopindagtan Kota Cimahi (013), 43,50 % dari struktur jumlah UMKM Kota Cimahi adalah jenis komoditi makanan dengan jumlah unit usaha. Jumlah tersebut menjadi yang terbesar dan menghasilkan keuntungan sebesar 31,86 miliar per Februari 013 serta menyerap 4,86 % dari total jumlah tenaga kerja yang dapat diserap UMKM Kota Cimahi. Jumlah industri makanan di Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 1.1. Tabel 1.1: Struktur Jumlah Pengolahan Kota Cimahi Berdasarkan Lapangan Usaha Lapangan Usaha Tahun 011 Pengolahan Jumlah (Unit) Kecil dan Rumah Tangga Sedang dan Besar Distribusi Jumlah (%) Nilai Kecil dan Rumah Sedang dan Tambah /PDRB (%) Tangga Besar Makanan, Minuman ,96 1,40 1,61 dan Tembakau Tekstil, Barang Kulit, ,95 50,39 91,80 dan Alas Kaki Pupuk, Kimia, dan ,61,30 Barang dari Karet Logam Dasar ,37 3,88 1,41 Besi,dan Baja Barang Kayu dan ,39 0,78,88 Hasil Hutan lainnya Semen dan Barang - 0 1,56 Galian Bukan Logam Kertas dan Barang - 0 1,56 Cetakan Alat Angkut, Mesin, ,6 dan Peralatannya Barang Lainnya 66 8,33 1,56 Total ,00 100,00 100,00 Sumber: diolah dari BPS Kota Cimahi (01a), (01b), (013b), dan (013d) Berdasarkan pada Tabel 1.1 industri makanan dalam skala industri kecil dan rumah tangga memiliki jumlah paling banyak dengan distribusi sebesar 46,96 % dari total jumlah jenis industri 3

4 kecil dan rumah tangga lainnya. Dalam skala industri sedang dan besar jumlahnya tergolong sedikit dengan distribusi sebesar 1,40 %. Dari data BPS Kota Cimahi (01c) Pengolahan menghasilkan 4.019,59 miliar bagi PDRB Kota Cimahi. Berdasarkan Tabel 1.1 distribusi nilai tambah industri makanan dan minuman terhadap PDRB yang dihasilkan Pengolahan sangat kecil sebesar 1,61 %, terlebih jika dibandingkan dengan industri tekstil yang berkontribusi 91,80 %. Menurut BPS Kota Cimahi (013d) hal tersebut terjadi dikarenakan industri makanan dan minuman keberadaannya terlihat cukup banyak di Kota Cimahi, namun pada umumnya perusahaan itu pada level usaha mikro dan kecil. Dimana nilai tambah yang dihasilkan relatif kecil. Selain itu, disebabkan pertumbuhan industri makanan skala industri kecil dan rumah tangga menjadi industri sedang dan besar tidak signifikan. Gambar 1.3 menunjukkan pertumbuhan industri makanan Kota Cimahi. Gambar 1.3: Pertumbuhan Makanan di Kota Cimahi Tahun Tahun 010 Tahun 011 Kecil dan Rumah Tangga Sedang dan Besar Sumber: diolah dari BPS Kota Cimahi (01a), (01b), (013a), (013b), dan (013c) Berdasarkan Gambar 1.3, pertumbuhan jumlah industri makanan skala industri kecil dan rumah tangga tahun 011 mencapai 4,6 %. Struktur industri kecil dan menengah terhadap industri makanan keseluruhan mencapai 96,36 % pada tahun 010, meningkat menjadi 96,50 % pada tahun 011. Dari jumlah yang banyak tersebut dalam periode tersebut, tidak ada satu pun dari industri makanan skala industri kecil dan rumah tangga yang berhasil menjadi industri sedang dan besar. Dengan demikian, pertumbuhan industri makanan di Kota Cimahi pada periode tersebut kurang signifikan sehingga kontribusi industri makanan terhadap PDRB Kota Cimahi relatif kecil. Dari data yang terdapat pada Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (013) terdapat 54 unit usaha yang termasuk dalam industri pangan. Dari data tersebut yang termasuk dalam industri rumah tangga berjumlah 7 unit usaha, industri kecil 15 unit usaha, dan industri sedang 9 unit usaha. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.. 4

5 Jenis Tabel 1.: Jumlah Jenis Usaha Pangan Kota Cimahi Menurut Jenis Jenis Usaha Kerupuk Tahu Tempe Kue Kecap Biskuit Keripik Toge Lainnya Rumah Tangga Kecil Sedang Besar Jumlah Sumber: diolah dari Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (013) Jumlah Dari Tabel 1. proporsi industri rumah tangga terhadap jumlah industri pangan Kota Cimahi menjadi yang terbesar dengan distribusi sebesar 50,00 %. Sedangkan industri kecil dan industri sedang masing-masing berkontribusi 7,78 % dan 16,67 %. Berdasarkan data tersebut dalam skala industri rumah tangga, industri dengan jenis usaha tahu menjadi yang terbesar. Kontribusi jumlah industri tahu pada industri pangan berskala industri rumah tangga paling tinggi sebesar 9,63 %. Perajin tahu yang berada di Kota Cimahi dapat dilihat pada Tabel 1.3. No. Nama Perusahaan/ Perajin Tabel 1.3: Perajin Tahu di Kota Cimahi Alamat Perusahaan Jumlah Tenaga Kerja 1 Tahu Sumedang Jl. Cilember Rt.04/06, Kel. Cigugur Wala Tengah, Kec. Cimahi Tengah 4 Tahu H. Nugraha Jl. Kandaatmaja No. 57 Rt. 04/14, 3 Tahu Kartama Jl. Kandaatmaja No. 65 Rt. 03/14, 3 4 Tahu Afuk Jl. Kandaatmaja No. 74 Rt. 03/14, 5 Tahu Ohim Jl. Kandaatmaja No. 77 Rt. 03/14, 6 Tahu Ente Sunarya Jl. Kandaatmaja No. 84 Rt. 03/14, 1 7 Tahu Ade Tatang Jl. Kandaatmaja No. 101 Rt.05/14, 8 Tahu/Tempe Endin Jl. Sukaresmi Rt. 04/0, Kel. Ajudin Citeureup, Kec. Cimahi Utara 1 9 Pabrik Tahu Kp.Anggaraja Rt. 04/07, Kel. Warkana Cipageran, Kec. Cimahi Utara Sumber: diolah dari Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (013) 5

6 Periode Sep-10 Des-10 Apr-11 Agust-11 Des-11 Apr-1 Agust-1 Des-1 Apr-13 Mei-13 Jun-13 Jul-13 Agust-13 Sep-13 Okt-13 Pada Tabel 1.3 industri tahu yang berada di Kota Cimahi rata-rata dapat mempekerjakan tiga orang. Jumlah tenaga kerja paling tinggi mempekerjakan 1 orang sedangkan paling rendah satu orang tenaga kerja. 88,89 % industri tahu diantaranya berskala industri rumah tangga. Berdasarkan fenomena yang peneliti amati, pada tahun 013 industri tahu di Indonesia khususnya Jawa Barat termasuk Kota Cimahi di dalamnya mengalami hambatan dalam hal penyediaan bahan baku utama yaitu kedelai. Apabila perajin tahu tidak dapat memenuhi bahan baku utama ini tentunya dapat sangat merugikan kelangsungan hidup usaha. Berdasarkan data yang diperoleh dari TPI Bank Indonesia (013) produksi kedelai nasional belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai nasional sehingga terjadi defisit akan kebutuhan kedelai di Indonesia. Produksi kedelai nasional adalah ton sedangkan kebutuhan sebagai bahan makanan termasuk dibutuhkan oleh perajin tahu sebesar ton. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan kedelai harus mengimpor dari berbagai negara. Impor kedelai Indonesia mencapai 65,13 % dari total kebutuhan kedelai nasional. Pada akhir Agustus 013 nilai tukar rupiah pada sejumlah bank mendekati Rp 1.000,00 (Galamedia, 013, 9 Agustus). Penurunan nilai rupiah tersebut tentunya berpengaruh terhadap kenaikan harga komoditas kedelai di Indonesia yang sebagian besar didapat dari hasil impor. Kenaikan harga kedelai selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 1.4. Gambar 1.4: Kenaikan Harga Kedelai Tahun (Dalam Rupiah) Kedelai Lokal Kedelai Impor Sumber: diolah dari Kementerian Perdagangan (013) Pada Gambar 1.4 dari tahun 010 hingga 013 harga kedelai lokal dan impor terus mengalami kenaikan. Peningkatan harga pada bulan September 010 dibandingkan September 013 untuk kedelai lokal dan impor masing-masing mengalami kenaikan 0,75 % dan 35,35 %. Kenaikan harga kedelai tersebut tentunya sangat merugikan perajin tahu skala industri rumah tangga khususnya yang berada di Kota Cimahi karena keuntungan yang diperoleh semakin kecil. 6

7 Salah satu kerugian tersebut dikarenakan laba bersih tidak dapat menutupi biaya produksi yang meningkat. Fenomena yang peneliti amati dari kenaikan bahan baku kedelai tersebut, pada tanggal 9-11 September 013 perajin tahu dan tempe di Indonesia sepakat untuk menghentikan produksi selama tiga hari pada tanggal tersebut dan di Jawa Barat potensi kerugian dari aksi itu ditaksir mencapai 1, miliar per hari. (Pikiran Rakyat, 013). Menurut Astamoen (008: 39) rugi termasuk bentuk kegagalan. Sehingga masalah yang timbul dan menyebabkan kerugian dalam penyediaan bahan baku kedelai bagi perajin tahu dapat menjadi temuan awal untuk meneliti lebih lanjut berbagai penyebab kegagalan pada perajin tahu. Disisi lain belum tentu juga permasalahan dalam penyediaan bahan baku dialami oleh perajin tahu skala industri rumah tangga di Kota Cimahi yang pada Tabel 1.3 mayoritas bermukim di Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara. Dengan demikian, ditekankan kembali perlu untuk diteliti lebih lanjut. Kebanyakan persepsi di masyarakat mengenai bentuk kegagalan usaha adalah kebangkrutan. Tetapi dalam penelitian ini peneliti mengacu pada apa yang dikemukakan oleh Astamoen (008: 39) mengenai berbagai bentuk kegagalan, diantaranya tidak tercapainya tujuan seperti yang direncanakan semula, kalah, rugi, bangkrut, batal, tertipu, terpedaya, terkecoh, celaka, ditolak, disisihkan, diabaikan, tidak lulus, dan tidak ada kemajuan. Mengenai tidak ada kemajuan dilihat secara umum, mengacu pada data dari Febriani (013) di daerah Citeureup pada dekade 1970 sebanyak 14 pembuat tahu bermukim di daerah tersebut, sehingga terkenal dengan sebutan Kampung Tahu Citeureup, tetapi saat ini hanya tersisa satu pengrajin tahu yang masih bertahan. Pada tahun 009 berdasarkan pada data Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (013), perajin tahu di daerah Citeureup tercatat sebanyak tujuh perajin tahu. Dapat dilihat pada Gambar 1.5. Gambar 1.5: Perkembangan Jumlah Perajin Tahu di Citeureup, Cimahi Utara (Unit) Tahun 1970 Tahun 009 Agustus_013 Perajin Tahu Citeureup, Cimahi 7 1 Sumber: diolah dari Seksi Perindustrian DISKOPINDAGTAN Kota Cimahi (013) dan Febriani (013) 7

8 Dari Gambar 1.5 di daerah Citeureup usaha tahu mengalami penurunan jumlah setiap tahunnya. Setelah menurun sebanyak 50,00 % perajin tahu antara tahun , jumlah perajin tahu di daerah Citeureup tidak mengalami kemajuan, bahkan terus menurun hingga menyisakan satu perajin tahu saja hingga saat ini. Berdasarkan survei peneliti, perajin tahu di daerah Citeureup terus mengalami penurunan kapasitas produksi dibandingkan masa puncaknya, dengan kata lain tidak ada kemajuan. Mereka memiliki keinginan agar usaha terus berlanjut, tetapi yang terjadi sebaliknya. Tidak ada kemajuan dan tidak tercapainya tujuan seperti yang direncanakan semula menurut Astamoen (008: 39) termasuk dalam kegagalan usaha. Walaupun tidak ada kemajuan terdapat perajin tahu yang masih bertahan dikarenakan tidak ada keahlian lain untuk memenuhi kebutuhan hidup, sedangkan perajin tahu yang sudah tutup walaupun memiliki keinginan agar usaha tahu terus berlanjut tetapi memutuskan untuk beralih profesi, selebihnya faktor usia sudah memasuki usia tua. Tetapi belum diketahui apa yang terjadi dengan usaha tahu yang pernah dimiliki sehingga mereka memutuskan untuk tidak melanjutkan usaha tahu, baik oleh perajin tahu sendiri maupun anggota keluarga yang lain. Berharap jumlah perajin tahu di daerah Citeureup dapat dipertahankan, tidak mengalami sebaliknya yaitu tidak ada kemajuan dalam jumlah perajin tahu di daerah Citeureup. Fenomena lainnya yang peneliti amati, diolah dari data BPS Kota Cimahi (010) rata-rata setiap tahun penduduk Kota Cimahi meningkat,68 %, di Kecamatan Cimahi Utara meningkat 3,905 % setiap tahun, dan diolah dari data PEMKOT Cimahi (014) jumlah penduduk di Kelurahan Citeureup diatas rata-rata jumlah penduduk di setiap Kelurahan. Peningkatan jumlah penduduk berkorelasi dengan peningkatan permintaan terhadap barang. Itu merupakan peluang tersendiri bagi perajin tahu. Sebagaimana diketahui hampir setiap orang mengetahui dan pernah memakan tahu. Tetapi dengan adanya peluang tersebut, jumlah perajin tahu di daerah Citeureup justru mengalami penurunan dan semakin menjauh untuk mencapai keberhasilan usaha. Menurut Suryana dan Bayu (011: 16), keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal. Zimmerer, et.al. (008: 39) menyebutkan terdapat beberapa faktor internal yang menyebabkan kegagalan usaha ketidakmampuan manajemen, kurang pengalaman, pengendalian keuangan yang buruk, lemahnya usaha pemasaran, kegagalan mengembangkan perencanaan strategis, pertumbuhan yang tak terkendali, lokasi yang buruk, pengendalian persediaan yang tidak tepat, penetapan harga yang tidak tepat, dan ketidakmampuan membuat transisi kewirausahaan. Semua faktor internal penyebab kegagalan tersebut dapat diklasifikasikan juga pada kelemahan aspek manajemen usaha kecil. Menurut Suparyanto (01: 38) kelemahan aspek manajemen terdiri dari aspek manajemen pemasaran, aspek manajemen operasi, aspek manajemen sumber daya, dan aspek manajemen keuangan. Berdasarkan elemen yang mempengaruhi kinerja yang dikemukakan Kuratko dan Hodgetts (004: 400) ditarik kesimpulan bahwa sifat wirausahawan, proses pendirian termasuk didalamnya proses kreativitas dan proses 8

9 inovasi, dan karakteristik jenis usaha termasuk ke dalam faktor internal perusahaan. Sedangkan lingkungan termasuk ke dalam faktor eksternal perusahaan. Lingkungan yang termasuk ke dalam faktor eksternal penyebab kegagalan dibagi ke dalam lingkungan spesifik/mikro dan lingkungan umum/makro. Menurut Sule dan Saefullah (010: 6) lingkungan mikro terdiri dari pelanggan, pesaing, pemasok, partner strategis, dan pemerintah. Lingkungan makro menurut Griffin dan Ebert (007: 9) terdiri dari lingkungan ekonomi, lingkungan teknologi, lingkungan hukum-politik, dan lingkungan sosial-budaya. Dalam penelitian yang dilaksanakan pada tahun 011 oleh Larasati Tika Pratiwi, sifat wirausahawan, proses pendirian, karakteristik jenis usaha, dan lingkungan digunakan juga sebagai faktor penyebab keberhasilan usaha sedangkan dalam penelitian ini termasuk dalam dimensi kegagalan usaha. Berdasarkan hal tersebut, menumbuhkan minat penulis untuk meneliti kegagalan suatu usaha. Peneliti memilih daerah Citeureup sebagai tempat penelitian karena perajin tahu di daerah tersebut dalam kurun waktu 33 tahun tinggal menyisakan satu perajin tahu sehingga perlu untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup. Selain itu, Kota Cimahi berdekatan dengan tempat tinggal peneliti sehingga dapat menekan biaya dan memudahkan dalam melaksanakan kegiatan operasional penelitian. Dengan demikian, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengidentifikasi kegagalan usaha dari perajin tahu yang berasal dari Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara dengan judul penelitian Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Kegagalan Usaha pada Tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi (Studi Kasus pada Usaha Tahu di Kampung Sukaresmi Tahun 014). 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apa saja faktor internal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi?. Apa saja faktor eksternal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi? 3. Apa saja strategi khusus untuk mencapai keberhasilan pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi? 9

10 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi faktor internal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi.. Mengidentifikasi faktor eksternal penyebab kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi. 3. Mengidentifikasi strategi khusus untuk mencapai keberhasilan pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi 1.5 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berguna bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Kegunaan penelitian ini terbagi dalam dua aspek yaitu : 1. Aspek Teoritis Kegunaan aspek teoritis bagi penulis dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti mengenai kegagalan usaha pada industri tahu di Kelurahan Citeureup Kota Cimahi. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi untuk pengembangan serta menjadi sumber informasi atau masukan bagi penelitian selanjutnya dalam bidang penelitian yang sama.. Aspek Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau pertimbangan bagi pemilik usaha dalam menjalankan dan mengembangkan industri tahu yang dijalankan. Bagi pihak lain hasil penelitian ini dapat menjadi panduan dan bahan masukan agar memperhatikan faktor internal dan eksternal penyebab kegagalan yang harus dihindari bagi pelaku industri tahu lainnya. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini dibuat untuk memberikan gambaran umum tentang penelitian yang dilakukan oleh penulis. BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara umum tinjauan objek penelitian, latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini berisi rangkuman teori-teori yang berkaitan dengan penelitian untuk mendukung pemecahan masalah. Teori yang digunakan secara umum mengenai kewirausahaan berikut teori 10

11 untuk pemecahan masalah mengenai kegagalan usaha disertai penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan ruang lingkup penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisi uraian umum mengenai jenis penelitian, variabel operasional, tahapan penelitian, populasi dan sampel, objek penelitian, pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas, serta teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi hasil dari penelitian dan pembahasan terhadap analisis data yang diperoleh selama penelitian berlangsung. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang diberikan pada perusahaan yang bersangkutan berikut rekomendasi bagi penelitian selanjutnya. 11

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - IV.1 PERKEMBANGAN NILAI PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 184.845.034 194.426.046 9.581.012 5,18 2 Usaha Menengah (UM)

Lebih terperinci

ISSN : e-proceeding of Management : Vol.2, No.1 April 2015 Page 53

ISSN : e-proceeding of Management : Vol.2, No.1 April 2015 Page 53 ISSN : 2355-9357 e-proceeding of Management : Vol.2, No.1 April 2015 Page 53 IDENTIFIKASI FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PENYEBAB KEGAGALAN USAHA PADA INDUSTRI TAHU DI KELURAHAN CITEUREUP KOTA CIMAHI (STUDI

Lebih terperinci

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN

TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA ATAS DASAR HARGA KONSTAN 1993 TAHUN TABEL - VII.1 PERKEMBANGAN NILAI INVESTASI MENURUT SKALA USAHA SKALA USAHA 1 Usaha Kecil (UK) 17.968.449 19.510.919 1.542.470 8,58 2 Usaha Menengah (UM) 23.077.246 25.199.311 2.122.065 9,20 Usaha Kecil

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR Perkembangan Industri Kecil dan Menengah BAB IV INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN BOGOR 4.1. Perkembangan Industri Kecil dan Menengah Perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) mengalami pertumbuhan yang signifikan. Data dari

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 72/11/35/Th. X, 5 November 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN III-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan III Tahun 2012 (y-on-y) mencapai 7,24 persen

Lebih terperinci

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun.

PDB per kapita atas dasar harga berlaku selama tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 13,8% (yoy) menjadi Rp30,8 juta atau US$ per tahun. Indonesia pada tahun 2011 tumbuh sebesar 6,5% (yoy), sedangkan pertumbuhan triwulan IV-2011 secara tahunan sebesar 6,5% (yoy) atau secara triwulanan turun 1,3% (qtq). PDB per kapita atas dasar harga berlaku

Lebih terperinci

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA

Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Perkembangan Terakhir Sektor Industri Dan Inflasi KADIN INDONESIA Mudrajad Kuncoro Juli 2008 Peranan Masing- Masing Cabang Industri Terhadap PDB Sektor Industri Tahun 1995-2008* No. Cabang Industri Persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi dunia cenderung bergerak lambat, sedangkan perekonomin Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan masih tetap positif, utamanya bila mampu

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tempe merupakan makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi yang secara umum dikenal sebagai ragi tempe. Lewat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai penyedia dan pemenuh kebutuhan pangan di Indonesia memiliki peranan yang penting bagi pertumbuhan pembangunan perekonomian nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2014 No. 32/05/35/Th. XIV, 5 Mei 2014 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2014 (y-on-y) mencapai 6,40

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah) 3.14. KECAMATAN NGADIREJO 3.14.1. PDRB Kecamatan Ngadirejo Besarnya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Ngadirejo selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 3.14.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang dan masalah Industri nasional memiliki visi pembangunan untuk membawa Indonesia menjadi sebuah negara industri yang tangguh dalam jangka panjang. Hal ini mendukung Peraturan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR

BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 31/05/35/Th. X, 7 Mei 2012 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2012 Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2012 (c-to-c) mencapai 7,19 persen Ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dikaitkan dengan proses industrialisasi. Industrialisasi di era globalisasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian di Indonesia tidak sekedar terfokus pada peran pemerintah, banyak sektor yang mempunyai peran dalam kemajuan perekonomian di Indonesia. Proses

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013 OUTLINE V PENUTUP III II I PENDAHULUAN PERKEMBANGAN INDUSTRI MAKANAN DAN

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2008 Sebagai dampak dari krisis keuangan global, kegiatan dunia usaha pada triwulan IV-2008 mengalami penurunan yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.

GROWTH (%) SHARE (%) JENIS PENGELUARAN 2011** 2012*** Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q.4 Q.1 Q.2 Q.3 Q. Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

Keterangan * 2011 ** 2012 ***

Keterangan * 2011 ** 2012 *** Keterangan 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 * 2011 ** 2012 *** Produk Domestik Bruto (%, yoy) 3.64 4.50 4.78 5.03 5.69 5.50 6.35 6.01 4.63 6.22 6.49 6.23 Produk Nasional Bruto (%, yoy)

Lebih terperinci

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : 1 Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh : Sri Windarti H.0305039 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan bagian penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara, sehingga merupakan harapan bangsa dan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan disahkannya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah dan direvisi menjadi Undang-undang No. 32 tahun 2004

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA TRIWULAN IV-2004 Kegiatan usaha pada triwulan IV-2004 ekspansif, didorong oleh daya serap pasar domestik Indikasi ekspansi, diperkirakan berlanjut pada triwulan I-2005 Kegiatan

Lebih terperinci

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berdasarkan perspektif dunia, diakui bahwa usaha mikro kecil dan menengah memberikan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th.XI, 5 Februari 2013 Ekonomi Jawa Timur Tahun 2012 Mencapai 7,27 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013***

(1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II * 2012** 2013*** 8 6 4 2 5.99 6.29 6.81 6.45 6.52 6.49 6.50 6.29 6.36 6.16 5.81 6.11 6.035.81 3.40 2.69 2.04 2.76 3.37 1.70 1.50 2.82 3.18 1.42 2.61 0-2 (1.42) (1.42) (1.45) I II III IV I II III IV I II III IV I II 2010

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Oktober 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1.

BAB I PENDAHULUAN. sektor nonmigas lain dan migas, yaitu sebesar 63,53 % dari total ekspor. Indonesia, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan barang dan jasa antar negara di dunia membuat setiap negara mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dan memperoleh keuntungan dengan mengekspor barang

Lebih terperinci

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGUSAHA AIR MINUM ISI ULANG

2015 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN PENGUSAHA AIR MINUM ISI ULANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu cara kebijakan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh adalah dengan adanya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era keterbukaan ekonomi saat ini, setiap Negara berupaya seoptimal mungkin menggali potensi perekonomian yang memiliki keunggulan daya saing, sehingga mampu membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada negara-negaara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. kepada negara-negaara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mulai 1 januari 2010 Indonesia harus membuka pasar dalam negeri secara luas kepada negara-negaara ASEAN dan Cina. Pembukaan pasar ini merupakan perwujudan dari perjanjian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang masih memegang peranan dalam peningkatan perekonomian nasional. Selain itu, sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 41/11/31/Th. X, 17 November 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sentra industri yaitu pusat kegiatan dari kelompok industri pada suatu lokasi/tempat tertentu yang dimana terdiri dari berbagai usaha yang sejenis.

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 BPS KABUPATEN PADANG LAWAS PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2012 No. 01/07/1221/Th. V, 8 Juli 2013 Pertumbuhan ekonomi Padang Lawas tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan laju pertumbuhan Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memiliki kontribusi yang cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap bertahan dimasa krisis

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu penyumbang terbesar perekonomian Indonesia. UMKM di negara berkembang seperti di Indonesia, sering dikaitkan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 No. 19/05/31/Th. X, 15 Mei 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan I tahun 2008 yang diukur berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada, dengan menjalin pola-pola kemitraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,83 % , ,10 13,15 % Sumber :

BAB I PENDAHULUAN ,83 % , ,10 13,15 % Sumber : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan perekonomian. Dalam perkembangannya UMKM banyak memberikan kontribusi bagi

Lebih terperinci

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN

BPS PROVINSI MALUKU PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN BPS PROVINSI MALUKU No. 01/05/81/Th.XV, 05 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI MALUKU PDRB MALUKU TRIWULAN IV TAHUN 2013 TUMBUH POSITIF SEBESAR 5,97 PERSEN PDRB Maluku pada triwulan IV tahun 2013 bertumbuh

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 No.05/02/33/Th.III, 16 Februari 2009 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2008 PDRB Jawa Tengah triwulan IV/2008 menurun 3,7 persen dibandingkan dengan triwulan III/2007 (q-to-q), dan bila dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NTB No. 13/02/52/Th.IX, 5 Februari 2015 PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014 TUMBUH 5,06 PERSEN Perekonomian Provinsi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 BPS KABUPATEN ASAHAN No. 01/05/1208/Th. XVII, 26 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013 Pertumbuhan Ekonomi Asahan Tahun 2013 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012 Januari 2013 Kinerja Ekonomi Daerah Cukup Kuat, Inflasi Daerah Terkendali Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Indonesia

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 40/11/31/Th. IX, 15 November 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan III tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 31/08/31/Th. X, 14 Agustus 2008 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2008 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 30/08/31/Th.IX, 15 AGUSTUS 2007 PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2007 Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II tahun 2007 yang diukur berdasarkan PDRB atas

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari adanya pajak. Pajak

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari adanya pajak. Pajak BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Pajak menjadi sebuah hal yang tak dapat dihindari oleh manusia. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari adanya pajak. Pajak dibuat

Lebih terperinci

Boks 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM DI PROVINSI RIAU. I. Latar Belakang. Profil Responden

Boks 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM DI PROVINSI RIAU. I. Latar Belakang. Profil Responden Boks 1 DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP KINERJA UMKM DI PROVINSI RIAU I. Latar Belakang Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam menyokong pertumbuhan ekonomi nasional dewasa ini semakin

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS SEKTOR UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MANDAILING NATAL PROVINSI SUMATERA UTARA Andi Tabrani Pusat Pengkajian Kebijakan Peningkatan Daya Saing, BPPT, Jakarta Abstract Identification process for

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 26/05/73/Th. VIII, 5 Mei 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2014 PEREKONOMIAN SULAWESI SELATAN TRIWULAN I 2014 BERTUMBUH SEBESAR 8,03 PERSEN Perekonomian

Lebih terperinci

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa:

V. SIMPULAN DAN SARAN. 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukkan bahwa: a. Sektor ekonomi Kota Bandar Lampung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO ACEH Pertumbuhan ekonomi Aceh dengan migas tercatat sebesar 5,11% (yoy), atau meningkat dibanding triwulan lalu yang sebesar 4,4% (yoy). Seluruh sektor ekonomi pada triwulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan restoran mengalami peningkatan kontribusi. Demikian juga pertanian, listrik,

BAB I PENDAHULUAN. dan restoran mengalami peningkatan kontribusi. Demikian juga pertanian, listrik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri pengolahan menjadi salah satu penopang perekonomian di kabupaten Klaten. Data dari Badan Pusan Statistik kabupaten Klaten sebagaimana tabel 1.1 menunjukkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO

PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO PERKEMBANGAN PRODUK DOMESTIK BRUTO Tahun 27 Perekonomian Indonesia pada Tahun 27 tumbuh 6,32%, mencapai pertumbuhan tertinggi dalam lima tahun terakhir. Dari sisi produksi, semua sektor mengalami ekspansi

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016 Ringkasan Eksekutif Perkembangan Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Bulan Desember 2016 A. Pertumbuhan Ekspor Impor Industri Pengolahan 12.000 10.000 8.000 6.000 4.000 2.000 0 Perkembangan Nilai Ekspor

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 BPS PROVINSI DKI JAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2008 No. 08/02/31/Th. XI, 16 Februari 2009 Secara total, perekonomian DKI Jakarta pada triwulan IV tahun 2008 yang diukur berdasarkan

Lebih terperinci

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto Kabupaten Penajam Paser Utara Dalam Angka 2011 258 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dalam bab ini disajikan data dalam bentuk tabel dan grafik dengan tujuan untuk mempermudah evaluasi terhadap data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian

Sektor * 2010** 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86 2. Pertambangan dan Penggalian Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009* 2010** (1) (2) (3) (3) (4) (4) (5) (5) (6) (6) (7) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan Dan Perikanan 3,26 3,45 3,79 2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,98 2,86

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

Pendapatan Domestik Regional Bruto Jakarta Periode

Pendapatan Domestik Regional Bruto Jakarta Periode LAMPIRAN Pendapatan Domestik Regional Bruto Jakarta Periode 1995-1998 SEKTOR TAHUN 1995 1996 1997 1998 AGRARIS Tanaman bahan makanan 7,34 67,44 71,756 52,374 Tanaman hias 9,89 11,147 11,377 9,25 Peternakan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2016

PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2016 NO. 11/02/33 TH. XI, 1 FEBRUARI 2017 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI MANUFAKTUR MIKRO DAN KECIL TRIWULAN IV TAHUN 2016 Pertumbuhan (q to q) produksi industri manufaktur mikro dan kecil triwulan IV tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) mencerminkan wujud nyata sebagian besar kehidupan sosial dan ekonomi dari rakyat Indonesia. Peran usaha

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN BPS PROVINSI D.I. YOGYAKARTA PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2013 SEBESAR -3,30 PERSEN No. 44/08/34/Th. XV, 2 Agustus 2013 Pertumbuhan ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BADAN PUSAT STATISTIK No. 05/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR DESEMBER HARGA GROSIR NAIK 0,68 PERSEN Pada bulan Indeks harga grosir/agen atau Indeks Harga Perdagangan

Lebih terperinci