PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SALEP SULFUR 2-4 DENGAN SABUN SULFUR 10% SEBAGAI PENGOBATAN SKABIES

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SALEP SULFUR 2-4 DENGAN SABUN SULFUR 10% SEBAGAI PENGOBATAN SKABIES"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN EFEKTIVITAS SALEP SULFUR 2-4 DENGAN SABUN SULFUR 10% SEBAGAI PENGOBATAN SKABIES Laporan penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Oleh: Irwana Arif PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M i

2 ii

3 iii

4 iv

5 KATA PENGANTAR Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Puji syukur Alhamdulillah senantiasa selalu tetap tercurahkan kepada allah SWT. Yang telah memperindah kehidupan di dunia ini dengan melimpahkan kasih sayang, kenikmatan dan kemudahan yang tiada hentinya. Dan tak lupa pula kirimkan sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, karena atas Nikmat-Nya serta Karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perbandingan Efektivitas Salep Sulfur 2-4 dengan Sabun Sulfur 10% Sebagai Pengobatan Skabies.. Dalam menyelesaikan penelitian ini hingga tahap paling akhir, banyak pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan. Oleh karena itu saya mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Dr. Arif Sumantri, S.K.M., M.Kes. selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Achmad Zaki, S.Ked, M.Epid, Sp.OT selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta segenap dosen-dosen PSPD yang telah memberikan bimbingan serta ilmu selama menjalani masa studi di PSPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Nouval Shahab, Sp.U., Ph.D., FICS., FACS., selaku penanggung jawab riset angkatan 2012 Program Studi Pendidikan Dokter yang senantiasa memberikan motivasi serta memberikan arahan dalam pelaksanaan riset di angkatan dr. Meizi Fachrizal Achmad, M.Biomed. selaku dosen pembimbing I dalam penelitian saya, yang senanantiasa membagi ilmu, arahan bimbingan kepada saya guna menyelesaikan penelitian ini dengan sebaikbaiknya. 5. dr..rahmatina, Sp.KK. selaku dosen pembimbing II penelitian saya, yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan guna menyempurnakan penelitian v

6 6. Kepada Pondok Pesantren Sunanul Husna dan para santriwati yang telah mengizinkan untuk melakukan penelitian ini 7. Kedua orang tua saya tercinta, Arif dan Fatmawati, atas kasih sayang, dukungan, doa, nasihat, motivasi serta semangat yang diberikan tiada hentinya-hentinya. Juga kepada saudara kandung saya yang terkasih tersayang, kakak saya Irwan Arif serta adik-adik saya, Afrida Arif, Muhammad Irfan Arif, Nurhidayah Arif, dan Nurul hikmah, serta seluruh keluarga besar yang menjadi penyemangat untuk menggapai cita-cita. 8. Kakak Akbar Suhlan yang selama ini menemani dan selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, serta semangat yang tiada hentinya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan sebaik-baik. 9. Teman-teman seperjuangan dalam penelitian, yaitu Atina Nabila, Hana Qonita dan Firda Fakhrena yang telah memberikan bantuan serta kerjasamanya selama penelitian. 10. Keluarga CSS MORA dibawah naungan Kementrian Agama, yang telah memberikan banyak bantuan selama study di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Teman-teman CSS MORa angkatan 2012 serta teman-teman PSPD 2012 untuk waktu yang telah dilalui selama masa pendidikan saya di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 11. Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan namnya satu persatu yang telah memberikan dukungan dan doa kepada saya. Saya menyadari bahwa laporan penelitian ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, segala bentuk kritik dan saran sangat saya harapkan untuk memperbaikinya. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca. Semoga langkah penulis dan pembaca senantiasa dalam ridha-nya. Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh. Ciputat, 11 September 2015 Penulis vi

7 ABSTRAK Irwana Arif. Program Studi Pendidikan Dokter. Perbandingan Efektivitas Salep Sulfur 2-4 dengan Sabun Sulfur 10% Sebagai Pengobatan Skabies Latar belakang : Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis. Skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering di Indonesia. Sulfur merupakan salah satu zat yang dapat membunuh skabies baik dalam bentuk salep maupun sabun.tujuan: Membandingkan efektivitas pengobatan skabies menggunakan salep sulfur 2-4 dengan sabun sulfur berdasarkan angka kesembuhan menurut klinis. Metode : Desain uji klinis menggunakan consecutive sampling di Pondok Pesantren Sunanul Husna sebanyak 35 santriwati. Membagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok A salep sulfur dan kelompok B sabun sulfur. Dilakukan selama 6 minggu. Hasil : Hasil pengobatan minggu pertama dengan angka kesembuhan kelompok A (55.6%) kelompok B (29.4%) dengan P= Pada minggu kedua kelompok A (72.2%) kelompok B (41.2%) dengan P= Pada minggu ketiga kelompok A (100%) kelompok B (58.8%) dengan P=0.002 Kesimpulan : Terdapat perbedaan dalam angka kesembuhan dalam mengobati penyakit skabies dengan menggunakan salep sulfur 2-4 dan sabun sulfur. Kata Kunci : Skabies, Salep sulfur 2-4, sabun sulfur 10%, kesembuhan klinis skabies ABSTRAC Irwana Arif. Medical Education Program. Comparative Effectiveness Sulfur Ointment 2-4 withsulfur 10% Soap For Treatment of Scabies Background: Scabies is a skin disease caused by infestation and sensitization against Sarcoptes scabiei var. hominis. Scabies is the third of the 12 most common skin disease in Indonesia. Sulfur is one of the substances that can kill scabies both in the form of an ointment or soap. Objective: Comparing the effectiveness of the treatment of scabies using sulfur ointment 2-4 with sulfur based soaps according to the clinical cure rate. Methods: The design od clinical trials using consecutive sampling in boarding school Sunanul Husna as many 35 female students. Devide into two is group A sulfur ointment 2-4 and group B sulfur 10% soap. Result: Results in the first week of treatment cure rate of group A (55.6%) in group B (29.4%) with P = In the second week cure rate of group A (72.2%) in group B (41.2%) with P = In the third week cure rate of group A (100%) in group B (58.8%) with P = Conclusion: There is a difference in the cure rate in treating scabies using sulfur ointment and soap 2-4 sulfur. Keywords: Scabies, 2-4 sulfur ointment, soap sulfur 10% clinical cure scabies vii

8 DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii LEMBAR PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DATAR GRAFIK... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I : PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Rumusan Masalah... 3 Hipotesis... 4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus... 4 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti Bagi Institusi Bagi Masyarakat... 4 BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Landasan Teori Skabies Definisi Epidemiologi Etiologi Patogenesis Gejala Klinis Predileksi Faktor resiko Diagnosis Pembantu Diagnosis Diagnosis Banding Cara penulara Pengobatan...14 viii

9 Obat-obatan Kegagalan pengobatan Pencegahan dan pengendalian Komplikasi Salep Asam Salisilat Sulfur Sabun Sulfur Kerangka Teori dan Kerangka konsep Kerangka Teori Kerangka Konsep Definisi Operasional...25 BAB III : METODE PENELITIAN Desain Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Sampel Jumlah sampel Cara Pengambilan ssampel Kriteria sampel Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi Kriteria Drop Out Variabel Variabel Bebas Variabel terikat Alat dan Bahan Cara kerja penelitian Alur Penelitian Manajemen Data Pengumpulan Data Pengolahan Data Analisa Data Rencana Penyajian Data Etika Penelitian...31 ix

10 BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Prevalensi Skabies Prevalensi berdasarkan umur Prevalensi berdasarkan tingkat pendidikan Hasil Pengobatan...37 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna...32 Tabel 4.2. Prevalensi skabies berdasarkan umur...34 Tabel 4.3. Prevalensi skabies berdasarkan tingkat pendidikan...35 Tabel 4.4. Hasil pengobatan...37 xi

12 DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1. Diagram hasil pengobatan xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Morfologi sarcoptes scabiei... 7 Gambar 2.2. Siklus hidup scabiei... 8 Gambar 2.3. Gejala klinis...10 Gambar 2.4. Distribusi penyebaran skabies...11 Gambar 2.5. Bagan alur pengobatan skabies...16 Gambar 2.6. Lup (kaca pembesar)...55 Gambar 2.7. Sarung tangan...55 Gambar 2.8. Salep Sulfur Gambar 2.9. Sabun Sulfur...55 Gambar Permetrin...55 Gambar 2.11 Penyuluhan skabies...56 Gambar 2.12 Pemeriksaan skabies...56 Gambar 2.13 Pengobatan skabies...57 Gambar 2.14 Diagnosis skabies yang menggunakan sabun sulfur...58 Gambar 2.15 Follow up pada minggu pertama...58 Gambar 2.16 Follow up pada minggu kedua...58 Gambar 2.17 Follow up pada minggu ketiga...59 Gambar 2.18 Follow up pada minggu keempat...59 Gambar 2.19 Follow up pada minggu kelima...60 Gambar 2.20 Follow up pada minggu keenam...60 Gambar 2.21 Diagnosis skabies yang menggunakan salep sulfur Gambar 2.22 Follow up pada minggu pertama...61 Gambar 2.23 Follow up pada minggu kedua...62 Gambar 2.24 Follow up pada minggu ketiga...62 xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.Surat permohonan kode etik Lampiran 2.Surat Tanda Terima Komite Etik...47 Lampiran 3.Pemberian Informasi tentang pengobatan Lampiran 4.Permohonan Izin Pengambilan Data Lampiran 5.Surat Persetujuan wali Subjek Penelitian Lampiran 6.Lembar Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik Lampiran 7.Gambar Alat dan Bahan Lampiran 8.Gambar Alur Penelitian Lampiran 9.Gambar Hasil pengobatan...57 Lampiran 10.Hasil Analisis Statistik...62 Lampiran 11.Riwayat Penulis...66 xiv

15 1 1.1 Latar Belakang Bab 1 Pendahuluan Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. 1 Skabies biasanya endemik di daerah yang tropis dan subtropis, 2,3 seperti pada negara Afrika, Mesir, Amerika Tengah, Amerika Selatan, Amerika Utara, Australia, Kepulauan Karibia, India, dan Asia Tenggara. 4.5 Skabies merupakan penyakit kulit menular yang terdapat di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi. Menurut Chosidow (2006) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa prevalensi skabies di seluruh dunia sekitar 300 juta kasus pertahun. 6 Biasanya cenderung tinggi terjadi pada anakanak serta remaja serta tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, dan umur. 7 Skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering di Indonesia. Menurut data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia prevalensi skabies berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 1986 adalah 4,6% - 12,95% sedangkan pada tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. 7 Di bagian kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai kasus skabies sebanyak 704 kasus skabies dimana 5,77% merupakan kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. 8 Penelitian Kuspriyanto (2005) yang dilakukan di Pondok Pesantren di Kabupaten pasuruan mendapatkan prevalensi skabies cukup tinggi yaitu 70%. 9 Pada penelitian Ma rufi et al(2005) di pondok pesantren Kabupaten Lamongan mendapatkan prevalensi skabies 64.2%. 10 Pada penelitian Sungkar (1997) mendapatkan hasil bahwa prevalensi skabies di pondok pesantren yang penghuninya padat dan higienitasnya buruk mencapai 78.7% sedangkan kelompok santri yang higienitasnya baik hanya mencapai 3.8%. 8

16 2 Hal ini menandakan bahwa kejadian skabies dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Penyakit ini sering ditemukan pada keadaan lingkungan yang penduduknya padat, status ekonomi rendah, tingkat pendidikan yang rendah serta kualitas higienis yang kurang baik atau cenderung jelek. 1 Efek samping yang lain dari skabies adalah rasa lelah pada siang hari, produktivitas rendah, sulit menerima pelajaran karena mengantuk akibat malam hari kurang tidur, serta kurang istirahat karena gatal yang sangat mengganggu terutama pada malam hari. 11 Selain itu juga dapat membuat rasa tidak nyaman dan dapat menyebabkan kehidupan yang tidak sehat secara signifikan. 12 Untuk itu pengobatan dan pencegahan terhadap skabies perlu dilakukan secara tepat dan cepat ketika terdapat tanda dan gejala dari skabies. 10 Pengobatan penyakit skabies menggunakan obat-obatan berbentuk krim atau salep yang dioleskan pada bagian kulit yang terinfeksi oleh tungau skabies. Selain itu dapat juga menggunakan yang berbentuk padat/batangan. Banyak sekali obat-obatan yang tersedia dipasaran. Namun, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi anta lain Namun, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi antara lain; tidak berbau, efektif terhadap semua stadium kutu (telur, larva maupun kutu dewasa), tidak menimbulkan iritasi kulit, juga mudah diperoleh dan murah harganya. Cara pengobatannya adalah mengobati seluruh anggota keluarga. 1,13 Tetapi untuk mencari obat-obatan dengan memenuhi syarat berikut sangat sulit untuk mencarinya hingga saat ini. Contoh obat-obat yang biasa digunakan untuk pengobatan Skabies adalah belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20%, Emulsi benzil-benzoas (20-25%), Gama benzena Heksa Klorida (Gameksan kadar 1%), krotamiton 10%, Sulfur 2-4, Permetrin. 1 Pengobatan skabies yang masih tersedia di puskesmas sebagai pengobatan gold standar skabies adalah menggunakan permetrin 5% karena efektif terhadap semua stadium skabies serta harganya mahal. Selain permetrin, yang tersedia dipuskesmas adalah salep sulfur 2-4 yang terdiri atas campuran asam salisilat 2% dan sulfur 4%. Salep ini tidak efektif terhadap stadium telur sehingga penggunaanya tidak boleh kurang dari 3 hari. Salep ini harganya murah

17 3 dibandingkan dengan salep-salep yang lain, juga efek samping yang ditimbulkannya tidak membahayakan dan mudah terjangkau. Salep ini juga bisa digunakan untuk pengobatan massal dan bisa digunakan ibu hamil dan bayi yang usianya kurang dari 2 tahun. Salep ini digunakan tiga hari berturut-turut dan sebaiknya digunakan pada malam hari. 1,13 Berdasarkan penelitian Eka (2004) yang melakukan penelitian tentang Uji banding efektivitas krim permetrin 5% dan salep 2-4 pada pengobatan skabies. hasil yang didapatkan adalah terdapat perbedaan jumlah penderita yang sembuh secara klinis antara pemberian krim permetrin 5% dengan salep 2-4, namun pengujian secara statistik antar kelompok pengobatan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p=0,84). Secara umum baik krim permetrin 5% maupun salep 2-4 mempunyai kemampuan yang sama dalam menyembuhkan penyakit skabies. 31 Alternatif yang lain untuk pengobatan skabies adalah mandi dengan menggunakan sabun sulfur/belerang karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit. Penggunaan sabun sulfur ini telah lama digunakan. Sabun ini juga mudah terjangkau dan harganya murah dan sangat mudah diterapkan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengatakan bahwa sabun sulfur efektif terhadap skabies jika penggunaanya selama 6 minggu. 14 Banyaknya pengobatan Skabies yang dapat digunakan, menjadi sangat penting untuk diteliti manakah obat yang paling efektif. Selain dari segi efektivitas obat dilihat juga dari sisi mudah terjangkaunya,murah, mudah digunakan serta nyaman untuk dipakai. 1 Oleh karena itu, kami melakukan penelitian yang berjudul Perbandingan Efektivitas salep sulfur 2-4 dengan Sabun Sulfur Sebagai Pengobatan Skabies Rumusan Masalah Apakah penggunaan salep sulfur 2-4 lebih efektif daripada sabun sulfur sebagai pengobatan skabies

18 Hipotesis Salep sulfur 2-4 lebih efektif daripada sabun sulfur sebagai pengobatan skabies 1.4. Tujuan Tujuan Umum Membandingkan efektivitas pengobatan Skabies menggunakan salep sulfur 2-4 dengan sabun sulfur berdasarkan angka kesembuhan menurut klinis Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui efektivitas salep 2-4 sebagai pengobatan skabies 2. Untuk mengetahui efektivitas sabun sulfur sebagai pengobatan skabies 3. Untuk mengetahui prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna 4. Untuk mengetahui prevalensi skabies berdasarkan usia di Pondok pesantren Sunanul Husna 5. Untuk mengetahui prevalensi skabies berdasarkan tingkat pendidikan di Pondok Pesantren Sunanul Husna 1.5 Manfaat Penelitian Bagi subjek penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan subyek penelitian mengenai efektivitas pengobatan Skabies Bagi Pondok Pesantren Sunanul Husna 1. Memberikan alternatif pilihan pengobatan pada Skabies 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi Pondok Pesantren Sunanul Husna mengenai pengobatan Skabies yang efektif dan murah Bagi Peneliti 1. Menambah wawasan tentang efektivitas pengobatan Skabies 2. Menambah pengetahuan peneliti tentang penyakit skabies

19 5 3. Sebagai pengalaman untuk mengadakan penelitian dalam lingkup yang lebih luas dan sebagai pembelajaran dalam kegiatan akademik

20 6 Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Landasan Teori Skabies Definisi Skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis dan produknya. Nama lain dari skabies adalah The itch, gudik, budukan, gatal agogo Epidemiologi Skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit yang tersering di Indonesia. Menurut data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia prevalensi skabies berdasarkan data dari puskesmas seluruh Indonesia tahun 1986 adalah 4,6% - 12,95% sedangkan pada tahun 2008 adalah 5,6%-12,95%. 7 Di bagian kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai kasus skabies sebanyak 704 kasus skabies dimana 5,77% merupakan kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. 8 Pada penelitian Kuspriyanto (2005) yang dilakukan di Pondok Pesantren di Kabupaten pasuruan mendapatkan prevalensi skabies cukup tinggi yaitu 70%. 9 Pada penelitian Ma rufi et al(2005) di pondok pesantren Kabupaten Lamongan mendapatkan prevalensi skabies 64.2%. 10 Pada penelitian Sungkar (1997) mendapatkan hasil bahwa prevalensi skabies dipondok pensantren yang penghuninya padat dan higienitasnya buruk mencapai 78.7% sedangkan kelompok santri yang higienitasnya baik hanya mencapai 3.8% Etiologi Penyebab dari skabies adalah kutu Sarcoptes scabiei. Sarcoptes scabiei termasuk filum arthoproda, kelas arachnida, ordo ackarima, super famili

21 7 sarcoptes. Parasit ini mempunyai spesifik induk semang, namun dapat menular dari hewan ke manusia atau dari manusia ke hewan. 1 Kutu ini terdiri dari dua jenis yaitu Sarcoptes scabiei var.hominis yang terdapat pada manusia dan Sarcoptes scabiei var. animalis yang terdapat pada hewan misalnya pada anjing Sarcoptes scabiei var. ovis, pada babi Sarcoptes scabiei var.suis, dan pada domba Sarcoptes scabiei var. ovis. Morfologi dari berbagai Sarcoptes sp,relatif serupa, perbedaannya sangat kecil. 11,15 Berdasarkan morfologinya, kutu ini merupakan tungau yang kecil dan bentuknya oval, di bagian punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini tidak memiliki mata, berwarna putih kotor dan tidak bisa terbang atupun melompat. Ukurannya antara betina dan jantan berbeda-beda. Untuk betina ukurannya mikron x mikron, sedangkan yang jantan ukurannya mikron x mikron. Berdasarkan bentuknya, tungau dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. 1,15 Gambar 2.1 Morfologi Sarcoptes scabiei: A. Jantan; B. Betina; C.Telur (sumber:

22 8 Siklus hidup dari tungau ini yaitu : setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan di stratum korneum menggunakan enzim proteolitik dalam satu jam, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telur akan menetas di dalam terowongan stratum korneum, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga ke permukaan kulit untuk berpindah mencari tempat hidup yang baru dan untuk mencari makan serta mencari pasangannya guna melanjutkan proses fertilisasi dan memulai siklus hidup baru. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 2-3 minggu. 1,15 Meskipun siklus hidupnya terjadi sepenuhnya pada host, kutu ini mampu hidup di tempat tidur, pakaian, atau permukaan lain pada suhu kamar selama 2-3 hari sambil tetap mampu infestasi dan menggali. tungau bisa bertahan jam di luar host. 16 Gambar.2.2 siklus hidup skabies (sumber:

23 9 Skabies ditemukan pada manusia terutama pada kulit, karena merupakan tempat untuk berkembang dan mencari makanan. Tungau tersebut makan dengan menggunakan mulut dan menggunakan kaki depan untuk menggali ke dalam stratum korneum kulit. Akibat dari aktivitas tungau yang menggali terowongan, memakan kulit, dan mensekresikan kotorannya menyebabkan penderita menggaruk Patogenesis Kelainan kulit yang terjadi pada skabies tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies akan tetapi banyak faktor yang mempengaruhinya. Seperti akibat garukan dari penderita skabies sehingga menyebabkan terjadinya perburukan skabies. Dengan garukan tersebut dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan dapat terjadi infeksi sekunder. Garukan tersebut disebabkan oleh sensitasi terhadap sekreta dan eksreta tungau skabies sehingga menyebabkan gatal pada kulit. Gatal ini semakin parah ketika pada malam hari karena pada malam hari aktivitas skabies meningkat disebabkan suhu yang lembab Gejala Klinis Setelah tungau masuk ke dalam kulit, maka dibutuhkan waktu untuk menimbulkan tanda dan gejala klinis. Jika seseorang pernah mengalami skabies sebelumnya, maka ketika terinfeksi lagi, gatal-gatal biasanya muncul dimulai dalam waktu 1 sampai 4 hari. Sedangkan ketika seseorang belum pernah terkena skabies, maka tubuh membutuhkan waktu untuk mengembangkan reaksi terhadap tungau tersebut yaitu 2 sampai 6 minggu untuk menimbulkan gejala. 16,17 Gejala yang paling umum untuk skabies adalah gatal terutama di malam hari. Gatal tersebut sangat kuat sehingga membuat orang terjaga di malam hari. Ruam, menyebabkan benjolan kecil yang sering membentuk garis. Luka, akibat garukan sehingga menyebabkan luka. Gatal yang sangat parah menyebabkan garukan yang terus-menerus. Dengan garukan yang terus menerus menyebakan bakteri dapat berkembang diluka sehingga terjadi infeksi sekunder. Selain itu juga dapat juga terjadinya sepsis, dan kadang kadang dapat mengancam jiwa. 16,17

24 10 Gambar.2.3 Gejala klinis skabies Predileksi skabies Tungau skabies lebih suka menggali di bagian-bagian kulit tertentu dari tubuh. Tempat predileksinya biasanya dibagian kulit yang tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, aroela mame( pada wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna 9pada pria), dan pada bagian perut bawah. 1.12,16,17

25 11 Gambar.2.4 Distribusi penyebaran skabies (sumber: Faktor Resiko 12,17 Faktor yang mempengaruhi terjadinya skabies adalah sebagai berikut : 1. Pada masyarakat yang hidup dalam kelompok yang padat. Seperti tinggal diasrama, pesantren, panti jompo, dan penjara 2. Kepada masyarakat yang kebersihannya kurang atau higiene yang buruk 3. Pada masyarakat yang sosio ekonominya rendah 4. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah karena penyakit seperti HIV/AIDS 5. Hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan Diagnosis 1,18 Untuk mendiagnosis skabies yaitu dengan cara menemukan 2 dari 4 tanda kardinal. Tanda kardinal tersebut adalah : 1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari 2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok

26 12 3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain) 4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini Pembantu Diangnosis 1,18 Selain menemukan 2 dari 4 tanda kardinal untuk mendiagnosis skabies terdapat pembantu diagnosis lainnya untuk mendiagnosis skabies secara pasti, yaitu dengan cara : Cara menemukan tungau: 1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca obyek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya. 2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar. 3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya. 4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E. Cara menemukan terowongan: 1. Burrow ink test. Cara ini untuk mengetahui kanal terowongan papul dalam kulit yang di buat oleh sarcoptes scabiei sebagai karakteristik kelainan kulit dari skabies. cara ini mudah dan cepat dilakukan karena peneliti hanya melapisi papul dengan tinta pena, kemudian tinta yang masih berada di permukaan kulit tersebut dihapus dengan alkohol. Dalam kanal akan

27 13 berwarna biru (sesuai dengan warna tinta). Pertanda adanya kanal yang dibuat Sarcoptes scabiei 2. Topikal Tetrasiklin Oleskan tetrasiklin pada daerah yang dicurigai adanya terowongan, kemudian dibersihkan serta diperiksa dengan menggunakan lampu Wood. Tetrasiklin dalam terowongan akan menunjukkan fluoresensi Diagnosis Banding 12,16,17 Berikut ini adalah penyakit-penyakit yang memiliki tanda dan gejala mirip dengan skabies: - Urtikaris Akut - Alergi - Dermatitis atopik - Dermatitis Kontak - Dermatitis herpetiformis - Eksim - Impetigo - Pioderma - Pedikulosis korporis Cara penularan 1,17 Secara umum, cara penularan skabies dibagi menjadi 2 yaitu penularan kontak langsung dan penularan kontak tidak langsung. 1. Penularan kontak langsung merupakan penularan yang terjadi akibat kontak langsung antara penderita skabies dengan orang sehat seperti melalui: hubungan seksual antara penderita dengan orang sehat, kontak dengan hewan pembawa tungau seperti anjing, babi, kambing, dan biribiri, serta faktor fasilitas umum yang dipakai secara bersama-sama dengan lingkungan padat penduduk, tidur bersama, dan berjabat tangan. 2. Penularan kontak tidak langsung merupakan penularan yang terjadi melalui kontak tidak langsung antara penderita dengan oarang yang sehat

28 14 seperti ; penggunaan handuk secara bergantian, penggunaan pakaian dan tempat tidur, sprei, dan bantal secara bersamaan 1 Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes var. Animalis yang kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak memelihara binatang peliharaan misalnya anjing Pengobatan Untuk melakukan pengobatan skabies maka harus mengetahui cara mendiagnosis skabies dengan pasti agar tidak terjadi kesalahan dalam mengobatinya. Dalam pengobatan skabies terdapat prinsip-prinsip dan petunjuk pengobatan skabies. 19 Prinsip pengobatan scabies Menegakkan diagnosis skabies dengan pasti 2. Memilih obat yang tepat untuk pengobatan skabies 3. Cara penggunaan obat skabies baik dan benar yaitu dengan cara obat diolesan ke seluruh tubuh dimulai dari leher sampai ke jari kaki 4. Ketika melakukan pengobatan skabies maka seluruh anggota keluarga juga harus diobati. Baik yang skabies maupun yang tidak skabies 5. Memberikan penjelasan pengobatan skabies secara lisan dan tertulis 6. Mengobati infeksi sekunder jika ditemukan 7. Melakukan observasi pada satu sampai empat minggu setelah melakukan pengobatan 8. Mencuci pakaian dan selimut setelah menyelesaikan penngobatan Petunjuk pengobatan skabies Obat yang diberikan harus dioleskan keseluruh tubuh dimulai dari leher sampai ke sela-sela jari kaki, baik yang terdapat lesi skabies maupun yang tidak terdapat lesi skabies 2. Pengobatan skabies yang baik dilakukan pada malam hari sebelum tidur 3. Selama pengobatan hindari menyentuh mulut atau mata dengan tangan

29 15 4. Mengganti pakaian pada hari berikutnya dan mencucinya 5. Selama masa pengobatan akan terasa gatal untuk beberapa hari tetapi tidak mengulangi perawatan 6. Semua oarang dirumah harus dilakukan pengobatan secara bersamaan 7. Setelah satu minggu laporkan ke dokter Dalam mengobati skabies, telah banyak pengobatan yang dilakukan sejak zaman dahulu, tetapi untuk mencari skabisid yang ideal masih dalam pencaharian. Untuk mengobati skabies, maka pengobatannya harus efektif terhadap semua stadium yaitu dewasa dan telur, mudah diterapkan, tidak menyebabkan iritasi, tidak beracun, dan dilihat juga dari segi ekonominya. 1,19 Syarat obat yang ideal 1 1. Harus efektif terhadap semua stadium tungau 2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik 3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pekaian 4. Mudah diperoleh dan harganya murah

30 Pasien dengan gatal dan lesi skabies 16 Diagnosis banding Tidak DIAGNOSIS apakah gejala dan hasil laboratorium menyokong skabies Ya EVALUASI Apakah pasien menunjukkan gejala scabies berkrusta? tidak Ya A. Edukasi pasien B. Farmakoterapi Ivermetrin (oral) Ditambah Skabisid (topikal) Terapi hiperkeratosis: Obatkeratolitik (misalnya: asamsalisilat) Terapi simptomatik o Antihistamin oral o Kortikosteroid topikal Infeksi bacterial sekunder: o Terapi dengan antibiotik yang sesuai Terapi untuk pasien dan semua kontak risiko tinggi Edukasipasien Farmakoterapi Lini pertama (skabisid topikal) o Permetrin Lini kedua (skabisid topikal) o Benzilbenzoat o Crotamiton o Lindane o Sulfur Terapi simtomatik: o Antihistamin oral o Kortikosteroid topikal Infeksi bakteria lsekunder: o Terapi dengan antibiotik yang sesuai Follow up Pemeriksaan ulang pasien, 1-2 minggu setelah terapi awal Evaluasi Apakah terjadi perbaikan terhadap rasa gatal & lesi kulit atau lewat mikroskopis? Tidak Ya Gambar 2.5 Bagan Alur Pengobatan Skabies Ulang terapi (Sumber: Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). 2011) Tidak memerlukanter api lanjut

31 Obat-Obatan 1,19,20 Obat-oabat yang sering digunakan untuk mengobati skabies adalah obat topikal - Permetrin 5% krim - Gameksan (gamma benzena heksakhorida) 1% lotion atau krim - Benzil benzoate 10% dan 25% lotion atau emulsi - Crotamiton 10% krim - Sulfur 2%-10% salep - Ivermectin Sulfur sulfur merupakan obat anti skabies tertua. Biasanya sulfur ini digunakan dengan konsentrasi 2%-10% dalam bentuk salep atau krim. Preparat ini karena tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaanya tidak boleh kurang dari tiga hari. 1 Salep sulfur digunakan setelah mandi dan dioleskan di kulit pada seluruh tubuh mulai dari leher hingga jari-jari kaki dan digunakan selama 8 jam. Setelah penggunaan selama 8 jam maka harus dibilas/dicuci. Penggunaan salep ini selama tiga hari berturut-turut dan sebaiknya digunakan pada malam hari sebelum tidur. Kekurangan salep ini antara lain: berbau, mengotori pakaian, ketika iklim panas dan lembab dapat menyebabkan iritasi pada kulit. Kelebihannya adalah harganya murah, mudah didapatkan. Sulfur direkomendasikan sebagai pengobatan alternatif skabies yang aman untuk pengobatan skabies pada bayi, anak-anak, dan wanita hamil, serta dapat digunakan dalam pengobatan massal. 1,19,20 Emulsi benzil-benzoas Emulsi benzil-benzoas (20-25%) efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga hari. 1,20. Cara penggunaanya dioleskan di kulit pada seluruh tubuh dimulai dari leher hingga jari-jari kaki. Pengobatan ini digunakan selama 24 jam. Setelah 24 jam pengobatan, makan krim harus dihapus dengan sabun dan air. 19. Kekurangan dari obat ini adalah sulit di peroleh, sering memberikan iritasi pada kulit, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai, tidak dapat digunakan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari dua tahun. 1,16

32 18 Krotamiton Krotamiton digunakan sebagai 10% krim atau lotion. 1,19 Tingkat keberhasilan/efektivitas pengobatan skabies menggunakan krotamiton antara 50% dan 70%. 19 Krim krotamiton dioleskan keseluruh tubuh sebanyak 5/hari. 20 Krotamiton mempunyai dua efek yaitu sebagai antiskabies dan antigatal. Efek samping dari penggunaan salep ini adalah iritasi kulit, gatal, terbakar, menyengat, dan ruam. Pada penggunaan obat ini harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra. 1 Gama benzena Heksa Klorida (Gameksan) Gama benzena Heksa Klorida (Gameksan) kadarnya 1% dalam krim atau losio. Obat ini merupakan obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan, dan jarangmemberikan iritasir. Obat ini tidak dianjurkan pada anak dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik terhadap susunan saraf pusat. Cara penggunaannya dioleskan pada kulit seluruh tubuh mulai dari leher hingga jari-jari kaki dan hanya digunakan satu kali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian. 1,19,20 Permetrin Permetrin hingga saat ini merupakan obat pilihan dengan kadar 5% dalam krim karena efektif terhadap semua stadium. Obat ini kurang toksik dibandingkan dengan gameksan. Cara penggunaannya dioleskan pada kulit seluruh tubuh mulai dari leher hingga jari-jari kaki dan hanya digunakan sekali tidak boleh digunakan secara berulang. Pasien harus diinstruksikan untuk menghapus obat dengan benar yaitu dengan mandi setelah penggunaanya selama 8 sampai 14 jam. Kontak dengan mata dan mulut harus dihindari. Jika kontak dengan mata terjadi, maka harus segera membersihkannya dengan air. Salep ini harganya sangat mahal. Dosis dewasa adalah 30 gram. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah pruritus, edema dan eritema, yang dapat terus terjadi sampai dua minggu setelah pengobatan. Permetrin tidak dianjurkan pada bayi dibawah umur 2 bulan. 1,19,20

33 Kegagalan pengobatan 22 Dalam setiap pengobatan ada yang dikenal dengan kegagalan pengobatan. Dalam pengobatan skabies untuk kegagalan pengobatan dapat saja terjadi. Penyebab yang paling umum dari kegagalan pengobatan skabies ini meliputi : 1. Cara penggunaan obat skabies tidak benar dan tepat 2. Higienitas yang kurang baik serta lingkungan yang tidak bersih 3. Reinfestasi dari penderita skabies yang tidak diobati 4. Paparan terus-menerus dengan penderita skabies 5. Kurangnya pengawasan terhadap penyakit skabies ketika melakukan pengobatan Pencegahan dan Pengendalian Menurut Agoes (2009) mengatakan bahwa penyakit skabies sangat erat kaitannya dengan kebersihan dan lingkungan yang kurang baik, oleh sebab itu untuk mencegah penyebaran penyakit skabies dapat dilakukan dengan cara: Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun 2. Mencuci pakaian, sprai, sarung bantal, selimut dan lainnya secara teratur minimal 2 kali dalam seminggu 3. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali 4. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain 5. Menghindari bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain yang dicurigai terinfeksi skabies 6. Menjaga kebersihan rumah dan ventilasi yang cukup 7. Pengobatan skabies biasanya dianjurkan untuk seluruh anggota rumah, terutama bagi mereka yang telah memiliki lama kontak kulit ke kulit. Semua anggota keluarga dan orang-orang yang berpotensi terkena lainnya harus dirawat di waktu yang sama seperti penderita skabies untuk mencegah kemungkinan reexposure dan reinfestation. 8. Pakaian yang telah digunakan, selama 3 hari sebelum pengobatan harus dimesin cuci atau direndam dengan menggunakan air panas. Pakaian yang tidak bisa dikeringkan atau dibersihkan dengan air panas dapat disimpan didalam kantong plastik tertutup selama beberapa hari sampai

34 20 satu minggu. Tungau skabies umumnya tidak dapat bertahan lebih dari 2-3 hari dari kulit manusia Komplikasi Komplikasi dari penyakit skabies yaitu : Infeksi kulit sekunder terutama oleh S.aureus yang sering terjadi, terutama pada anak. 2. Dapat menurunkan kualitas hidup dan prestasi belajar 3. Akibat gatal-gatal pada malam hari menyebabkan gangguan tidur/kurang tidur pada penderita sehingga menyebabkan gangguan kualitas hidup Salep 2-4 Salep 2-4 terdiri atas campuran asam salisilat 2% dan sulfur 4% Asam salisilat Nama kimia dari asama salisilat adalah 2-Hydroxybenzoic acid, dengan rumus kimia C3H6O3. Asam salisilat merupakan zat keratolitik yang tertua yang dikenal dalam pengobatan topikal. Fungsi asam salisilat adalah untuk mengurangi proliferasi epitel dan menormalisasi keratinisasi yang terganggu. Asam salisilat memiliki konsentrasi yang berbeda-beda dan efek yang berbeda juga. Pada konsentrasi rendah (1-2%) memiliki efek keratoplastik, yaitu menunjang pembentukan keratin yang baru. Pada konsentrasi tinggi (3-20%) bersifat keratolitik dan digunakan untuk keadaan dermatosis yang hiperkeratotik. Pada konsentrasi yang sangat tinggi (40%) digunakan untuk kelainan-kelainan yang dalam, misalnya pada kalus dan veruka plantaris. Asam salisilat dalam konsentrasi (1%) di gunakan sebagai kompres, bersifat antiseptik, biasanya digunakan pada dermatitis eksudatif. Asam salisilat (3-5%) juga bersifat mempertinggi absorbsi perkutan zatzat aktif. 1

35 21 Efek samping dari penggunaan asam salisilat adalah iritasi ringan dan dermatitis kontak, sedangkan dengan pemakaian yang luas dapat mengakibatkan gejala seperti keracunan asam salisilat Sulfur Sulfur merupakan unsur yang telah digunakan selama berabad-abad dalam dermatologi. Sulfur dapat bersifat antiseboroik, anti-akne, anti skabies, anti bakteri positif, Garm dan anti jamur. Yang digunakan adalah sulfur dengan tingkat terhalus yaitu sulfur presipitatum (belerang endap). Sulfur ini berupa bubuk kuning kehijauan. Biasanya digunakan pada konsentrasi 4-20%. Dapat digunankan dalam bentuk pasta, krim, salep, dan bedak kocok. Contoh dalam salep adalah salep sulfur 2-4 yang mengandung asam salisilat 2% dan sulfur presipitatum 4% Sabun sulfur Sabun sulfur atau belerang pengobatan merupakan pengobatan yang sudah ada sejak lebih dari tahun, pengobatan yang sedang dirintis oleh orang Mesir. 24 Sabun sulfur tersedia dengan konsentrasi sulfur (1-10%). Biasanya yang digunakan untuk membunuh tungau skabies dengan konsentrasi 6%. 24 Sabun sulfur berguna untuk mengatasi infeksi pada kulit. Infeksi pada kulit seperti gatal-gatal tentunya sangat mengganggu, namun cukup dengan menggunakan sabun sulfur setiap mandi akan dapat membantu mengurangi rasa gatal pada kulit, bahkan juga dapat mengangkat kulit yang kering dan mengangkat sel. 24 Berdasarkan sebuah penelitian yang telah dilakukan oleh Dr.Roger a.nolan,u.s Angkatan laut menyarankan untuk penggunaan belerang yang terkandung dalam sabun yang lembut karena telah menemukan metode yang sangat bagus dalam pengobatan dan profilaksis skabies. Dalam 400 kasus kasus skabies telah dirawat di dermatologis klinik county Hospital ventura

36 22 menggunakan sabun yang mengandung sulfur dan hasil yang didapatkan terjadinya angka penurunan skabies. 14 Cara penggunaan sabun sulfur ini adalah dengan cara menggunakannya secara rutin pada saat mandi dapat menggunakan air hangat dengan penyabunan keseluruh tubuh dimulai dari leher sampai ke sela-sela jari kaki. Penggunaan sabun sulfur ini digunakan dua kali sehari selama tiga hari. 14 selain penggunaannya selama tiga hari terdapat sebuh jurnal yang mengatakan bahwa tungau sarcoptes scabiei akan mati dan skabies akan sembuh jika penggunaan sabun sulfur selama 6 minggu. 24 Sabun sulfur ini hanya membunuh tungau skabies dan tidak dapat membunuh. telurnya. Sehingga dalam pengobatan dengan menggunakan sabun sulfur harus terus menerus hingga beberapa bulan setelah semua tanda dan gejala skabies menghilang untuk membunuh tungau yang baru menetas. 24 Agar pengobatan skabies dengan menggunakan sabun sulfur lebih efektif, maka selain pengobatan juga harus dilakukan pencegahan terhadap skabies selama pengobatan seperti mencuci pakaian dan selimut yang telah digunakan selama terkena skabies dengan menggunakan air yang hangat dan menjemur kasur dibawah terik matahari. Perubahan kebiasaan ini sangat penting dalam pengobatan skabies untuk menjadi lebih efektif. 24 Kandungan sulfur yang terdapat pada sabun sulfur rendah, sehingga membuatnya tidak perlu dilakukan pengurangan konsentrasi untuk penggunaan anak-anak dan bayi. Keuntungan dari penggunaan sabun sulfur ini adalah sanagt mudah diperoleh, mudah diterapkan, harganya murah, tidak merusak pakaian, dapat digunakan pada penderita skabies yang meluas, serta dapat digunakan pada pengobatan massal skabies. efek samping yang dapat ditimbulkan pada penggunaan sabun sulfur adalah dapat menyebabkan iritasi pada kulit jika penggunaannya sangat berlebihan dan pada orang hipersensitivitas serta dapat menyebabkan kekeringan pada kulit yang berlebihan. 14

37 Kerangka Teori Diagnosis - Anamnesis - Pemeriksaan fisik Dipengaruhi oleh: - Umur - Tingkat pendidikan - Perilaku - Kebersihan - Lingkungan SKABIES Pengobatan - Permetrin - Krotamiton - Emulsi benzil benzoat - Gamma benzena - Malatioan - Ivermectin - Salep sulfur - Sabun sulfur Salep sulfur Sabun sulfur

38 Kerangka konsep Diagnosis - Anamnesis - Pemeriksaan fisik SKABIES Pengobatan Salep Sulfur Sabun sulfur Sembuh Tidak sembuh Sembuh Tidak sembuh

39 Definisi Operasional Variabel Definisi Cara ukur Alat Ukur Salep sulfur Salep sulfur merupakan salep yang mengandun g zak aktif asam salisilat 2% dan sulfur 4% yang dapat mengobati penyakit skabies Sabun sulfur sulfur adalah sabun yang berbentuk batangan yang memiliki kandunga sulfur (10%) yang dapat mengobati penyakit skabies Aplikasika n salep 2-4 keseluruh tubuh mulai dari leher hingga ke sela sela jari kaki selama 8 jam 3 hari berturutturut. Aplikasika n keseluruh tubuh dengan cara digosokkan hingga berbusa selama 2-3 menit. Pemakaian selama dua kali sehari selama 6 minggu Buku catatan salep sulfur 2-4 Buku catatan sabun sulfur Hasil ukur 1. Salep sulfur 2-4 telah diaplikasikan sesuai dengan petunjuk 2. Salep sulfur 2-4 tidak diaplikasikan sesuai dengan petunjuk 1. Sabun sulfur diaplikasikan sesuai dengan petunjuk 2. Sabun sulfur tidak diaplikasikan sesuai dengan petunjuk Skala pengukuran Nominal Nominal

40 26 Bab III Metode Penelitian 3.1. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah desain uji klinis. Data yang diperoleh diolah secara deskriptif dengan uji Chi Square untuk mengetahui efektivitas salep sulfur 2-4 dibandingkan dengan sabun sulfur terhadap angka kesembuhan skabies Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pondok pesantren Sunanul Husna selama 1 bulan lebih di mulai dari tanggal 15 maret-19 April tahun Populasi dan Sampel penelitian Populasi penelitian adalah seluruh santri dari Pondok Pesantren Sunanul Husna. Sampel yang diambil adalah berdasarkan santri yang memenuhi kriteria inklusi Jumlah sampel Pada penelitian ini untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus analitik kategorik tidak berpasangan Estimasi besar sampel minimal n1=n2=25,64 orang

41 27 Berdasarkan rumus jumlah sampel yang digunakan 25,64 dibulatkan menjadi 26 orang untuk masing-masing kelompok. Keterangan: n: jumlah sampel setiap kelompok perlakuan Zα = derivat baku alfa = 95% = 1,64 Zβ = derivat baku beta = 20% = 20% = 0,84 P2= proporsi kesembuhan salep standard menurut pustaka = 0,69 Q2= 1 P2 = 1 0,69 = 0,31 P1 P2 = selisih proporsi minimal = 0,2 P1= proporsi kesembuhan obat yang diuji = P2 + 0,2 = 0,6 + 0,2 = 0,89 Q1= 1 P1 = 1 0,8 9= 0,11 P = = = 0,79 Q = 1 P1 = 1 0,79 = 0,21 Selanjutnya kontrol positif dan negatif masing-masing satu orang Cara pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara memilih santri-santri yang memenuhi kriteria inklusi. Setelah itu dilakukan random sampling untuk menentukan kelompok A mendapatkan salep sulfur 2-4 dan kelompok B mendapatkan sabun sulfur Kriteria sampel Kriteria inklusi 1. Seluruh santri Pondok Pesantren Sunanul Husna yang bersedia mengikuti penelitian 2. Santri yang menunjukkan gejala klinis skabies atau memenuhi kriteria diagnosis skabies 3. Santri yang belum mendapatkan pengobatan lain

42 Kriteria eksklusi 1. Santri yang menunjukkan gejala-gejala klinis penyakit kulit lainnya 2. Santri dengan komplikasi penyakit skabies seperti penyakit infeksi sekunder 3. Santri yang mempunyai riwayat hipersensitivitas terhadap komponen obat yang di uji Kriteria Drop Out (DO) 1. Santriwati yang tidak melakukan pengobatan skabies sesuai dengan petunjuk 2. Santriwati yang menunjukkan efek samping dari pengobatan 3. santriwati yang mengundurkan diri selama masa pengobatan 3.4. Variabel Variabel Bebas Salep sulfur 2-4 Sabun sulfur Variabel Terikat Kesembuhan skabies 3.5 Alat dan Bahan Alat : - sarung tangan - Lup (kaca pembesar0 Bahan : - salep sulfur - sabun sulfur - Permetrin 5%

43 Cara Kerja Penelitian 1. Melakukan penyuluhan tentang skabies 2. Melakukan Pemeriksaan Pemeriksaan yang dilakukan terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik : 2.1 Anamnesis: Santri sering mengeluhkan sering gatal terutama pada malam hari 2.2 Pemeriksaan Fisik: Periksa di tempat predileksi skabies yang khas yaitu, sela-sela jari tangan, sela-sela jari kaki, siku, ketiak, dan kelamin. Dengan status dermatologisnya berupa papul dan vesikel. 2.3 Foto lesi yang ada 3. Bagi santri yang memenuhi kriteria inklusi, maka diambil untuk dijadikan sampel dalam penelitian 4. Membagi santri dalam dua kelompok yaitu kelompok A menggunakan salep sulfur 2-4 dan kelompok B menggunakan sabun sulfur dengan cara alokasi random 5. Diberikan pengobatan salep sulfur 2-4 pada kelompok A dengan pemakaian selama tiga hari berturut-turut tiap malam dimulai pukul pagi 6. diberikan pengobatan sabun sulfur pada kelompok B dengan pemakain dua kali dalam sehari yaitu saat mandi pagi dan sore selama 6 minggu 7. Dilakukan observasi/evaluasi klinis untuk menentukan apakah pengobatan skabies telah sembuh atau tidak sembuh berdasarkan kriteria sembuh skabies. 7.1 Pada kelompok A yang menggunkan salep sulfur 2-4 dilakukan observasi/ evaluasi klinis pada minggu 1,II,dan III setelah Pengobatan 7.2 Pada kelompok B yang menggunakan sabun sulfur dilakukan observasi /evaluasi klinis pada minggu 1,II,II,IV,V dan Vl selama pemakaian sabun sulfur.

44 3.7 Alur Penelitian 30

45 Managemen Data 3.8.1Pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis kerja skabies berdasarkan klinis dan memenuhi 2 dari 4 tanda kardinal skabies. Data hasil pengobatan dilakukan pada hari ke 8, 15, 22 pasca Pengolahan Data Pengolahan data menggunakan program SPS versi Analisa Data Analisa perbedaan efektivitas obat dilakukan dengan uji Chi-square. Perbedaan kesembuhan pada hari ke 8, 15, 22 setelah pengobatan. Perbedaan dikatakan significant apabila p < 0, Rencana Penyajian Data Data hasil penelitian disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel dan gambar 3.9 Etika penelitian a. Mendapatkan persetujuan untuk melakukan penelitian dari Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Mendapatkan izin dari Pimpinan Pondok Pesantren Sunanul Husna untuk melakukan penelitian di Pondok Pesantren c. Semua subjek penelitian yang mengikuti penelitian ini akan diberikan penjelasan baik secara lisan maupun tulisan mengenai tujuan, manfaat, prosedur penelitian, pengobatan yang akan dilakukan, efek samping pengobatan, keuntungan dan kerugian pengobatan d. Penelitian ini akan dijalankan setelah mendapatkan persetujuan dari sampel berdasarkan informed consent. e. Subjek yang akan diteliti berhak menolak untuk tidak mengikuti penelitian

46 32 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada penelitian ini sampel yang seharusnya digunakan sebanyak 52 santriwati berdasarkan perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus analitik kategorik tidak berpasangan. Akan tetapi saatriwati yang terkena skabies di Pondok Pesantren Sunanul yaitu 35 santriwati. Untuk pembagian sample menggunakan simple random sampling dengan santriwati yang mendapatkan salep sulfur 2-4 sebanyak 18 orang dan yang mendapatkan sabun sulfur 10% sebanyak 17 orang. Sebelum melakukan pengobatan maka dilakukan kontrol terlebih dahulu sebagai kriteria sembuh pengobatan. Kontrol terdiri dari dua yaitu kontrol positif (sembuh) dan kontrol negatif (tidak sembuh). Kontrol positif diberikan perlakuan menggunakan pengobatan gold standar skabies yaitu permetrin dan kontrol negatif tidak dilakukan perlakuan. Setelah itu dilakukan observasi selama satu minggu. A. Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna dapat dilihat pada tabel 4.1 beriku ini : Tabel 4.1 Prevalensi skabies di Pondok Pesantren Sunanul Husna Diagnosis Frekuensi Persen Skabies % Bukan skabies % Jumlah % Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren Sunanul Husna yang terdiri dari 121 Santriwati. Seluruh santriwati yang ada di Pondok Pesantren Sunanul Husna dilakukan pemeriksaan berupa anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis skabies.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Definisi Skabies (gudik) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (Ronny, 2007). 2. Morfologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi yang menyerang masyarakat. Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. Hominis (kutu mite yang membuat

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gambaran Umum Skabies 1.1 Definisi Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998) adalah penyakit kulit yang menular disebabkan oleh Sarcoptes scabiei

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan S. scabiei varietas hominis. 1-3 Istilah skabies berasal dari bahasa Latin yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ yang esensial, vital dan sebagai cermin kesehatan pada kehidupan. Kulit juga termasuk pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 2.1.1 Definisi Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung (Harahap,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. II. TINJAUAN PUSTAKA A. SKABIES A.1. Pengertian Skabies Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya A. Pendahuluan Penyakit skabies adalah penyakit gatal pada kulit, yang disebabkan oleh kepadatan, kelembapan, diabaikannya personal higiene. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara non klasikal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies atau penyakit kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis dan produknya. Seluruh siklus

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT SKABIES TERHADAP PERUBAHAN SIKAP PENDERITA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMIN PALUR KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis (Habif et al., 2011). Penyakit ini menular dari manusia ke manusia melalui

Lebih terperinci

6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan...

6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan... 6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan... 7. Lembar Kuesioner Pengumpulan Data Pengaruh Sanitasi Lingkungan

Lebih terperinci

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit (Timmreck,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis. Iklim tersebut yang mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI ANTISKABIES SECARA IN VITRO

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI ANTISKABIES SECARA IN VITRO A-PDF WORD TO PDF DEMO: Purchase from www.a-pdf.com to UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN LIDAH BUAYA (Aloe vera) SEBAGAI ANTISKABIES SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh Yuyun Mawaddatur Rohmah NIM 082010101034

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sering di jumpai di Indonesia dan tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat (Sudirman, 2006). Skabies adalah penyakit kulit

Lebih terperinci

PEDIKULOSIS KAPITIS PEDIKULOSIS. Young lices PEDIKULOSIS PEDICULUS KAPITIS. Ordo Phthiraptera 5/2/2011. Tidak bersayap

PEDIKULOSIS KAPITIS PEDIKULOSIS. Young lices PEDIKULOSIS PEDICULUS KAPITIS. Ordo Phthiraptera 5/2/2011. Tidak bersayap PEDIKULOSIS PEDIKULOSIS KAPITIS infeksi pedikulosis pada rambut dan kulit kepala yang disebabkan oleh pediculus humanus var. capitis, Gejala utamanya gatal pada kepala, bisa disertai dengan papul eritema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis Atopik (DA) adalah penyakit inflamasi pada kulit yang bersifat kronis dan sering terjadi kekambuhan. Penyakit ini terjadi akibat adanya kelainan pada fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara

Lebih terperinci

Vol. 3 No. 3 (2017) Journal of Agromedicine and Medical Sciences

Vol. 3 No. 3 (2017) Journal of Agromedicine and Medical Sciences Perbandingan Efektivitas Sabun Sulfur 10% dengan Salep 2-4 sebagai Pengobatan Tunggal dan Kombinasi pada Penyakit Skabies Comparison of the Effectiveness of 10% Sulfur Soap and 2-4 Ointment as Single Treatment

Lebih terperinci

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU Norhalida Rahmi 1, Syamsul Arifin 2, Endang Pertiwiwati 3 1,3 Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang hygiene adalah dasar tentang kebersihan dan akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain:

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain: BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain: 1. Jumlah santri Pondok Pesantren An Nawawi yang terdiagnosis menderita penyakit skabies

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kejadian Scabies 1.1. Pengertian Scabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI Christy Elaine a dan Saleha Sungkar b a Program Studi: Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur. Penyakit kulit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Scabies 1. Definisi Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan meraih derajat Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Skabies 1. Gambaran kejadian skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei dan produknya (Djuanda, 2007). Menurut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN DAFTAR ISI JUDUL DAFTAR ISI... BAB I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang... I.II Masalah... I.III Tujuan... I.IV Manfaat... BAB II. ISI II.I Tinjauan Pustaka Skabies... BAB III. MATERI DAN METODE III.I Materi...

Lebih terperinci

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Masalah Kulit Umum pada Bayi Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra. Brosur ini memberikan informasi mendasar tentang permasalahan kulit yang lazimnya dijumpai pada usia dini sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap darah yang berinfestasi di kulit kepala manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pesantren merupakan induk dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman dan hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 5 LAMONGAN Lilis Maghfuroh, S.Kep., Ns., M.Kes.*, Fenty Dwi Anggraini**

Lebih terperinci

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 The Relation of Personal Hygiene with The Incidence of Scabies at Al Falah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis (S. scabiei). 1-3 Penyakit ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. PHBS

Lebih terperinci

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9 BAB 3 DISKUSI Larva migrans adalah larva cacing nematoda hewan yang mengadakan migrasi di dalam tubuh manusia tetapi tidak berkembang menjadi bentuk dewasa. Terdapat dua jenis larva migrans, yaitu cutaneous

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Dan Histologi Kulit 2.1.1.1 Anatomi Kulit merupakan organ terbesar tubuh, terdiri dari lapisan sel di permukaan, disebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei. dengan keluhan gatal terutama pada malam hari yang ditandai dengan adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode analitik observasional dengan pendekatan cross sectional study yang merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 (Factors Related to Hygiene of Scabies Patients in Panti Primary Health Care 2014) Ika Sriwinarti, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Mulut. Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI. D III Keperawatan Malang, oleh karena itu mohon kesediaan untuk menjadi

LEMBAR INFORMASI. D III Keperawatan Malang, oleh karena itu mohon kesediaan untuk menjadi Lampiran 2 LEMBAR INFORMASI Kepada Yth, Saudara/i Di tempat Saudar/i yang saya hormati, Saya mahasiswa Poltekkes Kemenkes Malang Progam Studi D III Keperawatan Malang yang sedang dalam proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian infestasi kutu kepala di Indonesia cukup tinggi karena sering menyerang masyarakat luas, hal ini berkaitan dengan iklim negara kita yang tropis dan memiliki

Lebih terperinci

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK Hubungan Karakteristik, Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Darul Amanah Desa Kabunan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Tempat penelitian adalah di Rumah Sakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

Skabies. Firza Syailindra 1, Hanna Mutiara 2. Scabies

Skabies. Firza Syailindra 1, Hanna Mutiara 2. Scabies Skabies Firza Syailindra 1, Hanna Mutiara 2 1 Mahasiswa,Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung 2 Bagian Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung Abstrak Skabies merupakan infeksi ektoparasit

Lebih terperinci

PENGARUH EDUKASI DAN KONSELING TERHADAP ANGKA KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL HASAN JEMBER

PENGARUH EDUKASI DAN KONSELING TERHADAP ANGKA KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL HASAN JEMBER PENGARUH EDUKASI DAN KONSELING TERHADAP ANGKA KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL HASAN JEMBER SKRIPSI Oleh Petrina Theda Philothra NIM 102010101087 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan pada pesantren Rhodlotul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Pengertian Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda,2007).

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M PERBANDINGAN EFEKTIVITAS TERAPI KOMBINASI SALEP 2-4 DAN SABUN SULFUR 10% DENGAN SALEP 2-4 TUNGGAL SEBAGAI PENGOBATAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN BAIT QUR ANI CIPUTAT, TANGERANG SELATAN Laporan penelitian

Lebih terperinci

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) SEBAGAI ANTISKABIES SECARA IN VITRO

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) SEBAGAI ANTISKABIES SECARA IN VITRO UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN KETEPENG CINA (Cassia alata L.) SEBAGAI ANTISKABIES SECARA IN VITRO SKRIPSI Oleh Achwana Sri Arundany NIM 082010101043 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2011 UJI

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SKABIES DENGAN KUALITAS TIDUR DI PONDOK PESANTREN MIFTAKHURROSYIDIN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA SKABIES DENGAN KUALITAS TIDUR DI PONDOK PESANTREN MIFTAKHURROSYIDIN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN ANTARA SKABIES DENGAN KUALITAS TIDUR DI PONDOK PESANTREN MIFTAKHURROSYIDIN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RUTI ANNISA KUSUMASTUTI G0012198 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlokasi di Fakultas

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017 FAKTOR RISIKO HYGIENE PERORANGAN SANTRI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT KULIT SKABIES DI PESANTREN AL- BAQIYATUSHSHALIHAT TANJUNG JABUNG BARAT TAHUN 2017 Parman 1, Hamdani, Irwandi Rachman, Angga Pratama Abstract

Lebih terperinci

BAB II TINAJUAN PUSTAKA

BAB II TINAJUAN PUSTAKA BAB II TINAJUAN PUSTAKA 2.1. Personal Hygiene Personal hygiene berasal dari bahasa yunani yaitu: personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan

Lebih terperinci

Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah

Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah Laporan Kasus Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan Skabies Anak Usia Pra-Sekolah Muchtarudin Mansyur,* Andreas Ari Wibowo,** Annie Maria,** Arie Munandar,** Arif Abdillah,** Aseanne Femelia

Lebih terperinci

All about Tinea pedis

All about Tinea pedis All about Tinea pedis Tinea pedis? Penyakit yang satu ini menyerang pada bagian kulit. Sekalipun bagi kebanyakan orang tidak menyakitkan, gangguan kulit yang satu ini boleh dikata sangat menjengkelkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Dasar Skabies a. Definisi Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varian

Lebih terperinci

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Oleh : MUTIA MAYWINSIH JAUHARI 120100293 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di tempat tinggal masing-masing subjek penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di tempat tinggal masing-masing subjek penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian kelamin. Penelitian ini berada dalam lingkup bidang ilmu kesehatan kulit dan 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di tempat tinggal

Lebih terperinci

FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN QOMARUDDIN KABUPATEN GRESIK

FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN QOMARUDDIN KABUPATEN GRESIK FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN QOMARUDDIN KABUPATEN GRESIK (The Environmental Sanitation Factors Which is Related To The Scabies in Qor an Schools Qomaruddin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Kelamin. Ruang lingkup penelitian meliputi bidang Ilmu Kedokteran Kulit dan 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pediculus Humanus Capitis Pediculus humanus capitis merupakan ektoparasit yang menginfeksi manusia, termasuk dalam famili pediculidae yang penularannya melalui kontak langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku untuk membersihkan diri sangatlah penting dalam upaya mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan kurangnya

Lebih terperinci

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. sebagai salah satu kegiatan penelitian Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya

LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN. sebagai salah satu kegiatan penelitian Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Lampiran 1 LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth. Calon Responden Penelitian Ditempat Dengan hormat, Saya sebagai mahasiswa program studi keperawatan. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, menyatakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian case control, yaitu penelitian dengan cara membandingkan

BAB III METODE PENELITIAN. desain penelitian case control, yaitu penelitian dengan cara membandingkan digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain penelitian case control, yaitu penelitian dengan cara membandingkan

Lebih terperinci

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta Hubungan Lamanya Paparan Kosmetik dengan Timbulnya Acne Vulgaris pada Mahasiswi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES Mujib Hannan, Program Studi Ilmu Keperawatan UNIJA Sumenep, e-mail;mujib@wiraraja.ac.id Syaifurrahman Hidayat, Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.

Lebih terperinci

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH TERAPI TOPIKAL AZELAIC ACID DIBANDINGKAN DENGAN NIACINAMIDE+ZINC PADA AKNE VULGARIS LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar hasil Karya Tulis Ilmiah

Lebih terperinci

Ganti Tua Siregar Poltekkes Medan Prodi D-III Kebidanan Padang Sidempuan Korespondensi penulis:

Ganti Tua Siregar Poltekkes Medan Prodi D-III Kebidanan Padang Sidempuan Korespondensi penulis: PENGARUH PENYULUHAN PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI DI PONPES AL-ANSHOR DESA MANUNGGAL KECAMATAN PADANG SIDEMPUAN TENGGARA KOTA PADANG SIDEMPUAN TAHUN 2014 Ganti Tua Siregar Poltekkes

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang. Salah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi parasit merupakan penyakit yang angka kejadiannya cukup tinggi di negara berkembang. Salah satu penyakit yang paling sering

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup ilmu bidang Obstetri dan Ginekologi, dan Mikrobiologi Klinik. 4.1.2 Ruang Lingkup Tempat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang International Labour Organization (ILO), pada tahun 2008 memperkirakan ada sekitar 2,34 juta orang meninggal setiap tahun karena kecelakaan kerja dan penyakit akibat

Lebih terperinci

PROFIL SKABIES DIPOLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

PROFIL SKABIES DIPOLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 PROFIL SKABIES DIPOLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 1 I Made Erik Sastra Gunawan 2 Renate T. Kandou 2 Herry E.J. Pandaleke 1 Kandidat Skripsi

Lebih terperinci

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU Oleh Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Makalah ini Disusun Oleh Sri Hastuti (10604227400) Siti Khotijah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Penyakit Dalam.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Penyakit Dalam. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut dan Ilmu Penyakit Dalam. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan. Desember 2013 di beberapa SMP yang ada di Semarang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September sampai dengan. Desember 2013 di beberapa SMP yang ada di Semarang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup disiplin ilmu dari penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Anak. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR

ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR ABSTRAK GAMBARAN KEJADIAN DERMATITIS ATOPIK PADA BAYI DI RSU HERMINA KOTA BOGOR Almiya Khansa Putri, 2017 Pembimbing I : R. Amir Hamzah, dr., M.Kes., SpKK Pembimbing II: Dani, dr., M.Kes Dermatitis Atopik

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN Dwi Setyowati, Wahyuni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan salah satu penyakit infeksi yang penting khususnya pada populasi dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah di negara berkembang. Skabies tidak mengancam

Lebih terperinci

Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Skabies di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Jl. Hariangbangga No.20 Bandung 40116

Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Skabies di Rumah Sakit Al-Islam Bandung. Jl. Hariangbangga No.20 Bandung 40116 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Angka Kejadian dan Karakteristik Pasien Skabies di Rumah Sakit Al-Islam Bandung 1 Fauziah, 2 Tony S. Djajakusumah, 3 Yuli Susanti 1,2,3 Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 22 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup Bagian/ SMF Obstetri dan Ginekologi dan Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/

Lebih terperinci