EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN SANTRI PONDOK PESANTREN DI JAKARTA SELATAN MENGENAI SARCOPTES SCABIEI Christy Elaine a dan Saleha Sungkar b a Program Studi: Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan b Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran tingkat pendidikan, usia, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi paling berkesan siswa dan hubungannya dengan tingkat pengetahuan mengenai penyebab skabies sebelum dan setelah penyuluhan. Siswa pesantren X di Jakarta Selatan dikumpulkan untuk diberi penyuluhan mengenai scabies dan diberi kuesioner sebelum dan setelah penyuluhan. Data yang didapat dimasukkan komputer dan dianalisa menggunakan program SPSS. Didapatkan lebih dari setengah responden memiliki tingkat pendidikan SMP/Tsanawiyah ke bawah. Sebagian besar subjek penelitian mendapatkan informasi mengenai scabies dari 1 sumber informasi dan bersumber dari dokter. dari berbagai variabel yang dinilai (tingkat pendidikan, usia, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan) dalam pretest dan posttest, hanya terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai penyebab scabies yang bermakna antara subjek dengan sumber informasi yang paling berkesan dari dokter dengan non dokter (p=0,003). Terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum penyuluhan dengan sesudah penyuluhan (p=0,000). Dapat disimpulkan bahwa penyuluhan mengenai penyebab Sarcoptes scabiei pada santri di pondok pesantren X di Jakarta Selatan memiliki hasil yang efektif. Kata kunci : Penyuluhan, penyebab, skabies, kuesioner, pretest, posttest Abstract This research was conducted to determine the effectiveness of education about sarcoptes scabiei to the student of pesantren X in South Jakarta. In addition, this study also determine the distribution and comparison of education level, age, the number and the most memorable information resources with the pretest and posttest score about the causes of scabies. Students was collected to be given education about scabies and were given questionnaires before and after counseling. The acquired data were entered and analyzed using computer by SPSS programe. More than half of the respondents had elementary school or junior high education level. Most of the subjects were informed about the scabies from one resource and from the doctor. From variables that assessed (education level, age, number of information resources, and the most memorable information resources) in the pretest and posttest, there were only level of knowledge differences in posttest about the cause of scabies between subjects that gained information from physicians and with non physicians (p=0.003). There is a significant difference in knowledge between the pretest and posttest (p=0.000). It can be concluded that the education of the causes of Sarcoptes scabiei at pesantren X in South Jakarta showing an effective results. Keywords: Education, etiology, scabies, questionnaire, pretest, posttest.

2 Pendahuluan Kulit merupakan salah satu organ tubuh yang terletak paling luar dan melindungi tubuh manusia dari lingkungan sekitarnya. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital yang merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit pada setiap manusia bervariasi sesuai keadaan iklim, umur, seks, ras dan juga lokasi tubuh. Karena letak kulit merupakan bagian terluar dari tubuh, maka kulit adalah salah satu organ yang paling rentan akan infeksi. Salah satu penyakit infeksi kulit yang merupakan salah satu penyakit yang masih tersebar luas di Indonesia adsalah Skabies, atau yang biasa dikenal oleh orang awam sebagai kudis. Prof. Saleha Sungkar menyebutkan bahwa skabies menduduki peringkat ke-7 dari sepuluh besar penyakit yang insidensinya paling sering terjadi di puskesmas. Dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia, skabies merupakan peringkat ke-3. Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Infeksi skabies erat kaitannya dengan sosial ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk seperti kebersihan pribadi, kebersihan lingkungan, dan hubungan seksual yang bersifat promiskuitas. Skabies sampai saat ini masih menjadi salah satu penyakit yang prevalensinya cukup tinggi di dunia. Indonesia sebagai Negara berkembang angka prevalensi skabies mencapai 6-27%, yang menyatakan bahwa skabies masih merupakan masalah penyakit nasional. Di Indonesia, masyarakat dengan sosial ekonomi yang rendah masih banyak. Tingkat sosial ekonomi yang rendah, kepadatan penduduk dan higiene yang kurang berkaitan sangat erat. Faktor penularan pada skabies yang melalui kontak langsung dari kulit ke kulit atau tidak langsung seperti bertukaran pakaian dan handuk, memperburuk situasi, dimana penyakit ini dapat cepat menyebar luas. Penelitian melaporkan bahwa angka prevalensi skabies mencapai 73,7% pada lingkungan dengan padat penduduk. Selain tingkat ekonomi sosial yang rendah, terdapat juga beberapa kondisi dimana terdapat kebiasaan penggunaan handuk, selimut, pakaian dan tidur bersama-sama yang biasanya terjadi seperti di asrama, pengungsian dan pesantren. Pesantren merupakan penyelenggaraan pendidikan berbentuk asrama yang merupakan komunitas khusus di bawah pimpinan kyai dan dibantu oleh ustadz yang berdomisili bersamasama santri dengan masjid sebagai pusat aktivitas belajar mengajar, serta pondok atau asrama sebagai tempat tinggal para santri dan kehidupan bersifat kreatif, seperti satu keluarga. Dalam pesantren para santri hidup bersama dalam sebuah asrama yang dimana kondisi bertukar

3 pakaian, handuk, alas tidur dan lainnya tidak dapat dihindarkan. Maka pesantren merupakan tempat yang beresiko terjadi skabies. Gejala utama penyakit skabies adalah gatal. Pada sebuah komunitas yang terjangkit penyakit skabies, rasa gatal ini dapat menganganggu aktivitas sehari-hari, atau bahkan menurunkan prestasi belajar santri. Untuk memberantas skabies, para santri di pesantren harus diberikan penyuluhan mengenai penyebab skabies, agar mereka dapat mengenali menghindari atau mengobati skabies. Diharapkan dengan penyuluhan mengenai penyebab skabies dpat menurunkan angka prevalensi skabies di Indonesia. Tinjauan Pustaka Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya. Penyakit skabies, merupakan penyakit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi kulit terhadap tungau Sarcoptes scabiei. S. Scabiei termasuk dalam Filum Arthropoda, Kelas Arachnida, Ordo Acari, Superfamili Sarcoptoidea, Famili Sarcoptidae dan Genus Sarcoptes. S. Scabiei adalah tungau kecil, berbentuk oval, cembung di bagian dorsal, pipih di bagian sentral dan tidak bermata. Tungau ini translusen, berwarna putih krem dengan kaki dan mulut berwarna kecoklatan. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.hominis. Tungau betina dewasa berukuran panjang 0,3 milimeter sampai dengan 0,5 milimeter dan lebar hingga 0,3,milimeter. Tungau jantan berukuran lebih kecil dengan panjang 0,25 milimeter dan lebar 0,3 milimeter. S. scabiei stadium larva mempunyai 3 pasang kaki, dan pada stadium dewasa mempunyai 4 pasang kaki dengan 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat. Tungau jantan dapat dibedakan dengan tungau betina dari ukuran yang lebih kecil, warna yang lebih gelap, serta kaki yang berambut pada pasangan kaki ketiga dan keempat berakhir dengan alat perekat. Pada wanita kaki kedua berakhir dengan rambut. Alat genital tungau betina berbentuk celah yang terletak di bagian sentral dan alat genital pria berbentuk huruf Y. 1,4 Penyakit skabies terutama disebabkan oleh tungau betina dewasa yang menghabiskan siklus hidupnya selama 30 hari di dalam epidermis kulit. Prevalensi skabies lebih tinggi pada anak-anak dan dewasa yang aktif secara seksual. Lebih tinggi pada annak-anak karena umumnya anak-anak mempunyai sistem imun yang rendah, serta apabila tidak ada yang mengasuh mereka dengan benar, maka higieni mereka buruk. Pada dewasa yang aktif secara

4 seksual angka prevalensi tinggi juga karena skabies mudah menular dengan kontak kulit langsung saat berhubungan seksual. 1,2,3 Setelah kopulasi terjadi, tungau jantan yang hidup di permukaan kulit akan meninggal, dan tungau betina akan membuat terowongan dengan kecepatan 0,5-5milimeter per hari. Tungau betina dapat mengeluarkan hingga 50 butir telur dan dikeluarkan 2-3 butir perhari. Pengeluaran telur mencapai 30 hari oleh tungau betina. Dalam waktu 3-5 hari telur akan menetas menjadi larva yang hidup di terowongan atau keluar. Larva dalam 3-4 hari akan menjadi nimfa yang menyerupai tungau dewasa dengan 2 bentuk yaitu jantan dan betina. Seluruh siklus hidup skabies dari telur hingga dewasa memerlukan waktu 8-12 hari. 3,4,5 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan skabies antara lain adalah keadaan sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk seperti mandi, mengganti pakaian, pemakaian handuk, promiskuitas seksual,dan kepadatan penduduk. 1 Di Indonesia masih banyak ditemukan masyarakat dengan sosial ekonomi menengah kebawah, yang menyebabkan banyak masyarakat Indonesia dengan perilaku hidup bersih yang kurang, serta ketersediaan sanitasi tidak memadai. Higiene atau yang umumnya disebut dengan kebersihan merupakan suatu upaya memelihara hidup sehat yang meliputi kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kebersihan kerja. Keadaan sosial ekonomi yang rendah dan higiene yang buruk adalah dua hal yang berkaitan erat. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan di tempat seperti asrama, panti asuhan, rumah penjara atau di daerah perkampungan yang kurang terjaga kebersihannya. Pada tempat-tempat diatas, sekelompok orang tinggal bersama dalam satu tempat tinggal, yang biasanya hal-hal seperti saling bertukar pakaian, handuk, dan alas tidur bersama tidak dapat dihindari, maka penularan sangat gampang terjadi. Status gizi juga berpengaruh dalam penyebab skabies. Pada hasil penelitian oleh Btari Sekar Saraswati pada tahun 2011 mengenai hubungan higiene perseorangan, sanitasi dan status gizi terhadap kejadian skabies, didapatkan hasil pada responden dengan status gizi yang kurang akan mudah terserang penularan skabies. Dengan adanya ketahanan pangan dan pengetahuan tentang asupan gizi maka akan mengurangi resiko menurunnya imunitas dan antibodi tubuh, sehingga tidak mudah terserang infestasi tungau. Secara imunologis, reaksi hipersensitivitas tipe IV yang menyebabkan lesi. 1,4,6 Secara garis besar terdapat 4 tanda kardinal yang khas pada infeksi skabies untuk mendiagnosis skabies. Yang pertama adalah pruritus nokturna, yaitu rasa gatal, terutama saat malam hari atau makin parah saat malam hari. Gatal ini juga bertambah saat suhu lebih lembab, panas atau penderita berkeringat. Hal ini disebabkan oleh aktivitas tungau pada suhu tinggi dan lembab. Rasa gatal terutama dirasakan di sela jari tangan, pergelangan tangan,

5 ketiak, sekitar pusat paha bagian dalam, genitalia, dan bokong. Rasa gatal terjadi akibat reaksi sensitisasi kulit terhadap sekret tungau. Tanda kardinal yang kedua adalah skabies menyerang secara berkelompok. Ketika satu individu terinfeksi skabies, maka anggota keluarga atau orang yang tinggal bersama dengan penderita akan mengalami infestasi tungau. Tanda kardinal yang ketiga adalah terdapat terowongan atau kunikulus pada tempat predileksi infestasi tungau. Kunikulus ini berwarna putih kotor berupa terowongan miliar yang tampak darinpapula atau vesikel dengan panjang 2 milimeter hingga 1 sentimeter. Terowongan terbentuk karena tungau menghancurkan stratum korneum kulit untuk maju. Tanda kardinal keempat adalah hal yang paling diagnostik, yaitu menemukan tungau. Penemuan tungau dapat dalam berbagai siklus hidup. 1,3,4,6 Berbagai sumber buku maupun jurnal menyebut bahwa skabies merupakan the great imitator karena gejala skabies yang menyerupai berbagai penyakit kulit lainnya. Apalagi dengan keluhan yang sama yaitu rasa gatal. Beberapa diagnosis banding skabies: 1. Prurigo: Berupa papul-papul yang gatal; terutama pada bagian ekstensor ektremitas. Rasa gatal tidak dipengaruhi waktu atau suhu. 2. Gigitan serangga: efloresensi timbul jelas sesudah gigitan. 3. Pedikulosis korporis: penyakit infeksi kulit oleh pedikulus. Pedikulus hiduo di darah manusia. Tempat predileksi di rambut kepala, kemaluan dan pakaian. Skabies dapat ditularkan melalui dua cara. Kontak langsung dan tidak langsung. Kontak langsung adalah ketika penularan terjadi dengan cara bersentuhan dalam jangka waktu yang lama. Kontak kulit dengan kulit. Sedangkan penularan secara tidak langsung terjadi dengan kebiasaan saling tukar menukar pakaian, handuk, atau alas tidur. Skabies dapat dicegah melalui beberapa cara. Pada dasarnya pencegahan skabies dilakukan untuk memutuskan rantai siklus hidup skabies.pertama adalah menghindari kontak dalam jangka waktu lama dengan penderita skabies. Kedua meningkatkan kebersihan pribadi dengan cara tidak saling tukar-menukar handuk, pakaian atau alas tidur. Ketiga, ketika terdapat satu penderita skabies dalam satu komunitas/kelompok, semua anggota harus diobati untuk mencegah meluasnya/penularan penyakit. Terdapat berbagai macam obat untuk mengobati skabies. Walaupun begitu, terdapat syarat obat yang idela untuk skabies diantara lain; obat harus efektif unutk semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi, tidak berbau maupun kotor, dan harga terjangkau. Pengobatan dilakukan pada penderita dan seluruh anggota keluarga/ kelompok. Pengobatan skabies dilakukan secara topikal. Terdapat 2 maca, obat skabies yang merupakan pengibatan

6 standar skabies. 1. Permetrin 5% Sediaan berbentuk krim, diaplikasikan sekali dan dihapus setelah 10 jam pemakaian. Pemakaian krim dilakukan pada seluruh tubuh, dari bagian leher ke bawah dan difokukskan terhadap tempat predileksi. Bila masih terdapat keluhan, pemakaian krim diulang setelah 1 minggu. Permetrin efektif untuk semua stadium tungau dan mudah digunakan. 2. Gamma benzene heksa klorida 1% Sediaan berbentuk krim atau lotio. Seperti permetrin, obat ini efektif unutk semua stadium tungau tetapi lebih toksik. Pemakaian dengan mengoleskan krim/lotio ke seluruh badan daru leher ke bawah dan dibersihkan setelah 12 jam. Bila gejala masih ada, pemakaian diulang seminggu kemudian. Penyuluhan merupakan pendidikan kesehatan dengan upaya kesehatan untuk suatu kelompok, keluarga atau individu mengenai suatu penyakit atau unutk meningkatakn perilaku hidup sehat ataupun lingkungan. Penyuluhan dapat dilakukan terhadap individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan diberikan kepada suatu komunitas/ kelompok dengan resiko tinggi terjangkit suatu penyakit. Penyuluhan diberikan agar masyarakat mendapat pengetahuan mengenai penyebab, penularan, gejala klinis, pencegahan dan pengobatan mengenai penyakit atau materi yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Tujuan penyuluhan diantara lain adalah ; Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.

7 Kerangka Konsep Metodologi Penelitian Studi ini memakai metode pre-post study untuk membandingkan tingkat pengetahuan santri sebelum dan setelah penyuluhan. Pengambilan data pada penelitian dilakukan pada 9 Juni 2013 dan bertempat di pesantren X, Jakarta Selatan. Populasi target dari studi ini adalah siswa pesantren X di Jakarta Selatan. Populasi terjangkau studi ini adalah siswa pesantren X di Jakarta Selatan, yang sedang bersekolah dan hadir di lokasi penelitian saat pengambilan data. Sampel penelitian ialah murid pesantren yang sedang bersekolah di pesantren X dan hadir di lokasi penelitian saat pengambilan data serta sesuai kriteria seleksi. Kriteria inklusi dalam studi ini ialah subjek bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini ialah subjek yang tidak mampu berkomunikasi. Kriteria drop out dalam penelitian ini ialah subjek yang tidak mengikuti penyuluhan, pretest atau post-test. Penelitian ini menggunakan metode total populasi dengan consecutive sampling, yaitu seluruh santri di pondok pesantren yang sesuai kriteria diikutsertakan dalam penelitian. Seluruh santri pesantren X dikumpulkan untuk diberi pengarahan tentang penelitian. Lalu, santri-santri diminta kesediaannya untuk mengikuti penelitian. Subjek yang bersedia mengikuti penelitian akan diminta mengisi kuesioner (pre-test) yang berisi 5 pertanyaan tentang penyebab skabies. Setelah pengisian kuesioner selesai, para santri diberikan penyuluhan. Setelah diberi penyuluhan para santri diminta mengisi kuesioner (postest)

8 kembali. Semua data dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya. Setelah pengambilan data selesai, dilakukan pembagian souvenir dari peneliti. Data yang didapat dari kuesioner akan dimasukkan ke komputer menggunakan program SPSS 21. Data tersebut kemudian dianalisa menggunakan berbagai uji, antara lain uji normalitas data, Kolmogorov Smirnov, Chi Square, dan Mann Whitney, kemudian ditulis ke dalam laporan penelitian. Pengetahuan yang dinilai adalah semua informasi yang dimiliki subyek terkait dengan penyebab skabies. Data tentang tingkat pengetahuan diperoleh dari pengisian kuesioner dan setiap jawaban akan diberi nilai sesuai ketentuan peneliti. Nilai tersebut dijumlahkan dan menjadi patokan penentu tingkat pengetahuan subyek. Tingkat pengetahuan dikategorikan menjadi 3, yaitu: 1. Pengetahuan baik bila nilai 80% 2. Pengetahuan cukup bila nilai 60-79% 3. Pengetahuan kurang bila nilai 59% Penyuluhan ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan santri akan penyebab penyakit skabies. Penyuluhan ini dilakukan oleh para ahli yang kompeten di dalam bidang ini. Penyuluhan dianggap efektif apabila terdapat peningkatan yang bermakna sebelum dan sesudah penyuluhan. Efektivitas penyuluhan ini akan dibuktikan dengan uji Wilcoxon dan marginal homogenity dengan batas kemaknaan p<0,05. Hasil Distribusi tingkat pendidikan pada subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini. Tabel 1 Distribusi Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase SD / Ibtidayah / Imtihan 36 36% SMP / Tsanawiyah 53 53% SMA / Aliyah 11 11% Total % Dari tabel 1 di atas, terdapat 36 subjek (36%) yang memiliki tingkat pendidikan SD/Ibtidayah/Imtihan, 53 subjek (53%) yang memiliki tingkat pendidikan SMP/Tsanawiyah,

9 dan 11 subjek (11%) yang memiliki tingkat pendidikan SMA/Aliyah. Dapat kita lihat bahwa sebagian besar subjek penelitian memiliki tingkat pendidikan SMP atau Tsanawiyah. Terdapat 100 sampel pada penelitian ini yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, serta mengisi data dengan lengkap pada lembar uji sebelum dan sesudah penyuluhan. Usia rata-rata subjek penelitian adalah 19,70 ± 3,92 tahun. Usia termuda subjek penelitian adalah 13 tahun dan tertua berusia 37 tahun. Peneliti juga mengkategorikan data usia secara kategorik dengan titik potong usia 17 tahun. Dari 100 sampel, terdapat 81 subjek (81%) yang berusia diatas 17 tahun, dan 19 subjek (19%) berusia <17 tahun. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jumlah sumber informasi dapat dilihat pada tabel 2. Dari 100 subjek penelitian, 50 sampel (50%) memperoleh informasi mengenai scabies dari 1 sumber informasi, 27 sampel (27%) memperoleh informasi mengenai scabies dari 2 sumber informasi, 13 sampel (13%) memperoleh informasi mengenai scabies dari 3 sumber informasi, 5 sampel (5%) memperoleh informasi mengenai scabies dari 4 sumber informasi, dan 5 sampel (5%) memperoleh informasi mengenai scabies dari 5 sumber informasi. Dapat kita lihat bahwa sebagian besar subjek penelitian mendapatkan informasi mengenai scabies dari 1 sumber informasi. Dengan menggunakan titik potong 3 sumber informasi, maka subjek penelitian terdiri atas 10 subjek (10%) yang mendapat informasi >3 sumber, dan 90 subjek (90%) mendapat informasi dari 3 sumber. Tabel 2 Distribusi Subjek Berdasarkan Jumlah Sumber Informasi Jumlah Sumber Informasi Jumlah Persentase 1 Sumber Informasi 50 50% 2 Sumber Informasi 27 27% 3 Sumber Informasi 13 13% 4 Sumber Informasi 5 5% 5 Sumber Informasi 5 5% Sebaran subjek penelitian berdasarkan sumber informasi yang paling berkesan dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Tabel 3 Distribusi Subjek Berdasarkan Sumber Informasi Yang Paling Berkesan Sumber Informasi Jumlah Persentase Dokter 68 68% Teman 48 48% Guru 33 33%

10 Orang Tua 19 19% Majalah 9 9% Koran 6 6% Televisi 5 5% Internet 3 3% Radio 0 0% Lain-lain 0 0% Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian besar subjek penelitian, yaitu 68 subjek (68%), mendapatkan informasi tentang scabies dari dokter yang merupakan professional dalam bidang kesehatan. Sumber informasi tentang scabies yang paling tidak berkesan adalah dari radio dan internet, berturut-turut sebanyak 0 subjek (0%) dan 3 subjek (3%). Dari data ini, didapatkan 68 subjek (68%) mendapatkan informasi dari petugas kesehatan/dokter dan sisanya 32 subjek (32%) mendapatkan informasi dari non petugas kesehatan. Pada penelitian ini dilakukan uji sebelum dilakukan penyuluhan (pretest) untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan. Nilai rata-rata uji sebelum penyuluhan (pretest) adalah 33,96 ± 19,83. Nilai pretest terendah adalah 0 poin dan tertinggi sebesar 92 poin. Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan dengan berbagai variabel subjek penelitian, maka terlebih akan diuji normalitas data dari nilai pretest. Uji yang akan digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil uji Kolmogorov- Smirnov didapatkan nilai p = 0,000. Selanjutnya peneliti melakukan transformasi data nilai pretest ke dalam bentuk logaritma dan sinus, lalu menguji normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, namun tetap didapatkan nilai p = 0,000. Setelah dilakukan transformasi ke dalam bentuk akar (square root) dan menguji normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, tetap didapatkan nilai p = 0,011 (p < 0,05). Selain mencari normalitas data pretest yang bersifat numerik, peneliti juga mengkategorikan data tingkat pengetahuan pretest secara kategorik. Dari 100 sampel, terdapat 3 sampel (3%) yang memiliki pengetahuan yang baik (nilai 80 poin) pada pretest, 11 sampel (11%) memiliki pengetahuan sedang (nilai poin) pada pretest, dan 86 sampel (86%) memiliki pengetahuan kurang (<60 poin). Hubungan berbagai variabel subjek dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan terangkum dalam tabel 4 berikut ini.

11 Tabel 4. Hubungan Berbagai Variabel Dengan Tingkat Pengetahuan Penyebab Skabies Sebelum Penyuluhan Variabel Data Kategori Tes Nilai Pretest P Pretest Baik Sedang Kurang Pendidikan Numerik Mann-Whitney 0,136 Ordinal SMA Kolmogorov S ,981 SD-SMP Usia Numerik Mann-Whitney 0,751 Ordinal 17 tahun Kolmogorov S ,000 <17 Tahun Jumlah Info Numerik Mann-Whitney 0,854 Ordinal >3 Info Kolmogorov S ,981 3 Info Sumber Info Numerik Mann-Whitney 0,175 Ordinal Medis Kolmogorov S ,940 Non Medis Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan subjek penelitian dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan, peneliti menggunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann- Whitney adalah p = 0,136. Peneliti juga menguji hubungan tingkat pendidikan subjek dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan dengan menggunakan data kategorik. Data kategorik tingkat pengetahuan dikelompokkan berdasarkan nilai pretest. Untuk nilai pretest 80 poin dikelompokkan sebagai tingkat pengetahuan baik, untuik nilai pretest poin dikelompokkan sebagai tingkat pengetahuan sedang, dan nilai pretest di bawah 60 poin dikategorikan tingkat pengetahuan kurang. Uji yang digunakan adalah uji chi square atau Kolmogorov Smirnov. Pada penelitian ini, uji chi square tidak layak digunakan untuk membandingkan hubungan tingkat pendidikan subjek dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan. Selanjutnya peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov sebagai alternative dari uji chi square. Hasil uji Kolmogorov Smirnov didapatkan p = 0,981. Untuk mengetahui hubungan usia subjek penelitian dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan, digunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney adalah p = 0,751. Penulis awalnya menggunakan uji chi square, namun karena terdapat 3 sel (>20%) yang memiliki nilai expected count yang kurang dari 5, maka uji chi square tidak layak digunakan untuk membandingkan hubungan usia subjek dengan tingkat pengetahuan sebelum

12 penyuluhan. Selanjutnya peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov sebagai alternative dari uji chi square. Hasil uji Kolmogorov Smirnov didapatkan p = 1,000. Pada penelitian ini, jumlah sumber informasi dibagi menjadi 2 kategori, yaitu jumlah sumber informasi 3 dan >3. Untuk mengetahui hubungan jumlah sumber informasi dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan, digunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann- Whitney adalah p = 0,854. Penulis awalnya menggunakan uji chi square, namun karena terdapat 3 sel (>20%) yang memiliki nilai expected count yang kurang dari 5, maka uji chi square tidak layak digunakan untuk membandingkan hubungan jumlah sumber informasi subjek dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan. Selanjutnya peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov sebagai alternative dari uji chi square. Hasil uji Kolmogorov Smirnov didapatkan p = 0,981. Pada penelitian ini, subjek penelitian dikategorikan menjadi 2 kategori berdasarkan sumber informasi yang paling berkesan, yaitu subjek dengan sumber informasi yang berasal dari petugas kesehatan dan dari non petugas kesehatan. Dari 100 subjek penelitian, terdapat 68 sampel (68%) yang mendapat sumber informasi skabies dari petugas kesehatan dan 32 sampel (32%) yang mendapat sumber informasi skabies dari non petugas kesehatan. Untuk mengetahui hubungan sumber informasi yang paling berkesan dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan, digunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney adalah p = 0,175. Sebagai referensi pembanding, penulis juga menguji hubungan kategori sumber informasi yang paling berkesan subjek penelitian dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan dengan menggunakan data kategorik. Data kategorik tingkat pengetahuan dikelompokkan berdasarkan nilai pretest. Uji yang digunakan adalah uji chi square atau Kolmogorov Smirnov. Penulis awalnya menggunakan uji chi square, namun karena terdapat 3 sel (>20%) yang memiliki nilai expected count yang kurang dari 5, maka uji chi square tidak layak digunakan untuk membandingkan hubungan sumber informasi yang paling berkesan dengan tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan. Selanjutnya peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov sebagai alternative dari uji chi square. Hasil uji Kolmogorov Smirnov didapatkan p = 0,940. Pada penelitian ini dilakukan juga uji setelah dilakukan penyuluhan (posttest) untuk mengetahui tingkat pengetahuan sebelum penyuluhan. Nilai rata-rata uji sesudah penyuluhan (posttest) adalah 76,88 ± 19,68. Nilai posttest terendah adalah 4 poin dan tertinggi sebesar 100 poin.

13 Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan dengan berbagai variabel subjek penelitian, maka terlebih akan diuji normalitas data dari nilai posttest menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan nilai p = 0,001. Selanjutnya maka peneliti melanjutkan dengan transformasi data nilai posttest. Setelah dilakukan transformasi data ke dalam bentuk logaritma, lalu menguji normalitas data dengan Kolmogorov-Smirnov, didapatkan nilai p = 0,000. Selain mencari normalitas data posttest yang bersifat numerik, peneliti juga mengkategorikan data tingkat pengetahuan posttest secara kategorik. Dari 100 sampel, terdapat 50 sampel (50%) yang memiliki pengetahuan yang baik (nilai 80 poin) pada posttest, 30 sampel (30%) memiliki pengetahuan sedang (nilai poin) pada posttest, dan 20 sampel (20%) memiliki pengetahuan kurang (<60 poin). Hubungan berbagai variabel subjek dengan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan terangkum dalam tabel 5 berikut ini. Tabel 5. Hubungan Berbagai Variabel Dengan Tingkat Pengetahuan Penyebab Skabies Setelah Penyuluhan Variabel Data Kategori Tes Nilai Posttest P Posttest Baik Sedang Kurang Pendidikan Numerik Mann-Whitney 0,381 Ordinal SMA Kolmogorov S ,706 SD-SMP Usia Numerik Mann-Whitney 0,982 Ordinal 17 tahun Chi Square ,009 <17 Tahun Kolmogorov S ,688 Jumlah Info Numerik Mann-Whitney 0,325 Ordinal >3 Info Kolmogorov S ,766 3 Info Sumber Info Numerik Mann-Whitney 0,003 Ordinal Medis Chi Square ,010 Non Medis Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan subjek penelitian dengan tingkat pengetahuan sesudah penyuluhan, digunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney adalah p = 0,318. Penulis juga menguji hubungan tingkat pendidikan subjek dengan tingkat pengetahuan sesudah penyuluhan dengan menggunakan data kategorik. Data kategorik tingkat pengetahuan dikelompokkan berdasarkan nilai posttest. Pengelompokan nilai posttest serupa dengan nilai

14 pretest. Uji yang digunakan adalah uji chi square atau Kolmogorov Smirnov. Penulis awalnya menggunakan uji chi square, namun karena terdapat 2 sel (33%) yang memiliki nilai expected count yang kurang dari 5, maka uji chi square tidak layak digunakan untuk membandingkan hubungan tingkat pendidikan subjek dengan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan. Selanjutnya peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov sebagai alternative dari uji chi square. Hasil uji Kolmogorov Smirnov didapatkan p = 0,706. Untuk mengetahui hubungan usia subjek penelitian dengan tingkat pengetahuan sesudah penyuluhan, digunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney adalah p = 0,982. Penulis juga menguji hubungan kategori usia subjek penelitian dengan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan dengan menggunakan data kategorik. Data kategorik tingkat pengetahuan dikelompokkan seperti pengelompokan pada nilai pretest. Uji yang digunakan adalah uji chi square atau Kolmogorov Smirnov. Penulis awalnya menggunakan uji chi square, dan didapatkan hanya 1 sel (16,7%, <20%) yang memiliki nilai expected count yang kurang dari 5. Oleh karena itu, uji chi square layak digunakan untuk membandingkan hubungan usia subjek dengan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan. Hasil uji chi square adalah p=0,009. Karena uji chi square telah dilakukan, maka uji Kolmogorov Smirnov (p=0,688) tidak perlu dilakukan. Pada penelitian ini, jumlah sumber informasi dibagi menjadi 2 kategori, yaitu jumlah sumber informasi 3 dan >3. Untuk mengetahui hubungan jumlah sumber informasi dengan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan, digunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann- Whitney adalah p = 0,325. Sebagai referensi pembanding, penulis juga menguji hubungan kategori jumlah sumber informasi subjek penelitian dengan tingkat pengetahuan sesudah penyuluhan dengan menggunakan data kategorik. Data kategorik tingkat pengetahuan posttest dikelompokkan serupa pengelompokan nilai pretest. Uji yang digunakan adalah uji chi square atau Kolmogorov Smirnov. Penulis awalnya menggunakan uji chi square, namun karena terdapat 2 sel (16,7%, >20%) yang memiliki nilai expected count yang kurang dari 5, maka uji chi square tidak layak digunakan untuk membandingkan hubungan jumlah sumber informasi subjek dengan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan. Selanjutnya peneliti menggunakan uji Kolmogorov Smirnov sebagai alternative dari uji chi square. Hasil uji Kolmogorov Smirnov didapatkan p = 0,766. Pada penelitian ini, subjek penelitian dikategorikan menjadi 2 kategori berdasarkan sumber informasi yang paling berkesan, yaitu subjek dengan sumber informasi yang berasal

15 dari petugas kesehatan dan dari non petugas kesehatan. Dari 100 subjek penelitian, terdapat 68 sampel (68%) yang mendapat sumber informasi skabies dari petugas kesehatan dan 32 sampel (32%) yang mendapat sumber informasi skabies dari non petugas kesehatan. Untuk mengetahui hubungan sumber informasi yang paling berkesan dengan tingkat pengetahuan setelah penyuluhan, digunakan uji Mann-Whitney. Hasil uji Mann-Whitney adalah p = 0,003. Sebagai referensi pembanding, penulis juga menguji hubungan kategori sumber informasi yang paling berkesan subjek penelitian dengan tingkat pengetahuan sesudah penyuluhan dengan menggunakan data kategorik. Data kategorik tingkat pengetahuan posttest dikelompokkan serupa dengan nilai pretest. Uji yang digunakan adalah uji chi square atau Kolmogorov Smirnov. Penulis awalnya menggunakan uji chi square dan didapatkan 0 sel (0%, <20%) yang memiliki nilai expected count yang kurang dari 5. Hasil uji chi square didapatkan nilai p=0,010. Untuk menguji hubungan tingkat pengetahuan subjek mengenai penyebab skabies sebelum dan sesudah penyuluhan, dapat digunakan uji Wilcoxon ataupun uji Marginal homogeneity. Dengan menggunakan uji Wilcoxon, didapatkan nilai p=0,000. Nilai Pretest Tabel 6 Tingkat Pengetahuan Sebelum dan Sesudah Penyuluhan Nilai Posttest Baik ( 80 Poin) Sedang (60-79 Poin) Buruk (<60 Poin) Baik ( 80 Poin) Sedang (60-79 Poin) Buruk (<60 Poin) Selain menggunakan uji Wilcoxon, peneliti juga menggunakan uji Marginal homogeneity. Uji marginal homogeneity dilakukan setelah nilai pretest maupun posttest dikategorikan menjadi kategori tingkat pengetahuan tinggi ( 80 poin), sedang (60-79 poin), dan kurang (<60 poin). Hasil uji Marginal homogeneity adalah p=0,000. Data mengenai kelima skor soal mengenai penyebab scabies antara sebelum dan setelah penelitian dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini. Tabel 7 Jawaban Subjek Tentang Penyebab Skabies Sebelum dan Setelah Penyuluhan Variabel Median (Minimum - Maksimum) Soal No.1 Soal No. 2 Soal No. 3 Soal No. 4 Soal No. 5 Sebelum penyuluhan 0,5 (0-5) 0 (0-5) 2,5 (0-5) 2 (0-5) 0 (0-5) Sesudah penyuluhan 5 (0-5) 5 (1,5-5) 2,5 (0-5) 2 (0-5) 5 (0-5)

16 Nilai p* 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 Kesimpulan Pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan berupa: Lebih dari setengah responden memiliki tingkat pendidikan SMP/Tsanawiyah ke bawah. Sebagian besar subjek penelitian mendapatkan informasi mengenai scabies dari 1 sumber informasi. Sebagian besar subjek mendapatkan informasi tentang scabies dari dokter yang merupakan professional dalam bidang kesehatan. Tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan pretest mengenai penyebab scabies yang bermakna antara kategori tingkat pendidikan, kategori usia, jumlah sumber informasi, dan sumber informasi yang paling berkesan. Tidak terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai penyebab scabies yang bermakna antara kategori tingkat pendidikan, kategori usia, jumlah sumber informasi Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan posttest mengenai penyebab scabies yang bermakna antara subjek dengan sumber informasi yang paling berkesan dari petugas kesehatan dengan non petugas kesehatan. Terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum penyuluhan dengan sesudah penyuluhan. Penyuluhan dan penelitian serupa perlu dilakukan secara berkala untuk meningkatkan tingkat pengetahuan mengenai scabies. REFERENSI 1. Rohmawati RN. Hubungan Antara Faktor Pengetahuan dan Prilaku dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta. [skripsi]. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta; Juanda A. Skabies. Maj Kedokt lndon 1992; 42: Indriasari, Peni. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Skabies. [skripsi]. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga; Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 5 ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007

17 5. Andayani LS. Perilaku Santri dalam Upaya Pencegahan Penyakit Skabies Di Pondok Pesantren Ulumu Qur'an Stabat. Info Kesehatan Masyarakat. 2005;IX(3): Iskandar T. Masalah skabies pada hewan dan manusia serta penanggulangannya: Wartazoa; Volume 1 Nomor 1 Tahun p Ma rufi. I Faktor Sanitasi Lingkungan yang Berperan Terhadap Prevalensi Penyakit Skabies. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 2, No. 1. juli hal:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan S. scabiei varietas hominis. 1-3 Istilah skabies berasal dari bahasa Latin yang berarti

Lebih terperinci

PENGARUH EDUKASI DAN KONSELING TERHADAP ANGKA KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL HASAN JEMBER

PENGARUH EDUKASI DAN KONSELING TERHADAP ANGKA KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL HASAN JEMBER PENGARUH EDUKASI DAN KONSELING TERHADAP ANGKA KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL HASAN JEMBER SKRIPSI Oleh Petrina Theda Philothra NIM 102010101087 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ yang esensial, vital dan sebagai cermin kesehatan pada kehidupan. Kulit juga termasuk pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Mengenai Penyebab Skabies dan Hubungannya dengan Karakteristik Demografi Pesantren X, Jakarta Timur

Tingkat Pengetahuan Mengenai Penyebab Skabies dan Hubungannya dengan Karakteristik Demografi Pesantren X, Jakarta Timur Tingkat Pengetahuan Mengenai Penyebab Skabies dan Hubungannya dengan Karakteristik Demografi Pesantren X, Jakarta Timur Elisah Aulia, Saleha Sungkar Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi yang menyerang masyarakat. Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. Hominis (kutu mite yang membuat

Lebih terperinci

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya

A. Pendahuluan. Sumber: Dokumen Pribadi Penulis (2015). Buku Pendidikan Skabies dan Upaya Pencegahannya A. Pendahuluan Penyakit skabies adalah penyakit gatal pada kulit, yang disebabkan oleh kepadatan, kelembapan, diabaikannya personal higiene. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja, tanpa memandang status

Lebih terperinci

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU Norhalida Rahmi 1, Syamsul Arifin 2, Endang Pertiwiwati 3 1,3 Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara non klasikal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah perkembangan

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 (Factors Related to Hygiene of Scabies Patients in Panti Primary Health Care 2014) Ika Sriwinarti, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Definisi Skabies (gudik) adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var hominis dan produknya (Ronny, 2007). 2. Morfologi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain:

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN. A. Kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain: BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN RINGKASAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil pada penelitian ini antara lain: 1. Jumlah santri Pondok Pesantren An Nawawi yang terdiagnosis menderita penyakit skabies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur. Penyakit kulit

Lebih terperinci

6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan...

6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan... 6. Laporan Hasil Uji Laboratorium Kimia Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL & PPM) Kelas 1 Medan... 7. Lembar Kuesioner Pengumpulan Data Pengaruh Sanitasi Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis (Habif et al., 2011). Penyakit ini menular dari manusia ke manusia melalui

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan 58 BAB 1 : PEMBAHASAN 1.1 Keterbatasan Peneliti Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, seperti metodologi, penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sering di jumpai di Indonesia dan tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat (Sudirman, 2006). Skabies adalah penyakit kulit

Lebih terperinci

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA

PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA PENGARUH SIKAP TENTANG KEBERSIHAN DIRI TERHADAP TIMBULNYA SKABIES ( GUDIK ) PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagai persyaratan meraih derajat Sarjana Keperawatan

Lebih terperinci

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit (Timmreck,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 2.1.1 Definisi Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabei varian hominis, yang penularannya terjadi secara kontak langsung (Harahap,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gambaran Umum Skabies 1.1 Definisi Skabies berasal dari bahasa Perancis yaitu scabo, menggaruk (Beth, 1998) adalah penyakit kulit yang menular disebabkan oleh Sarcoptes scabiei

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT SKABIES TERHADAP PERUBAHAN SIKAP PENDERITA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMIN PALUR KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pesantren merupakan induk dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman dan hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah.

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017 FAKTOR RISIKO HYGIENE PERORANGAN SANTRI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT KULIT SKABIES DI PESANTREN AL- BAQIYATUSHSHALIHAT TANJUNG JABUNG BARAT TAHUN 2017 Parman 1, Hamdani, Irwandi Rachman, Angga Pratama Abstract

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 5 LAMONGAN Lilis Maghfuroh, S.Kep., Ns., M.Kes.*, Fenty Dwi Anggraini**

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei. dengan keluhan gatal terutama pada malam hari yang ditandai dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang hygiene adalah dasar tentang kebersihan dan akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap darah yang berinfestasi di kulit kepala manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis. Iklim tersebut yang mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. II. TINJAUAN PUSTAKA A. SKABIES A.1. Pengertian Skabies Skabies adalah penyakit kulit akibat investasi dan sensitisasi oleh tungau Sarcoptes scabei. Skabies tidak membahayakan bagi manusia. Adanya rasa

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Lampiran LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN HUBUNGANPERSONAL HYGIENE SANTRI DENGAN KEJADIAN INFEKSI PENYAKIT KULIT DISEBABKAN OLEH SARCOPTESSCABIEI DI PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ULUM KABUPATEN BENER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian infestasi kutu kepala di Indonesia cukup tinggi karena sering menyerang masyarakat luas, hal ini berkaitan dengan iklim negara kita yang tropis dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. PHBS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku untuk membersihkan diri sangatlah penting dalam upaya mencegah kesakitan dan mencegah terjangkitnya penyakit terutama penyakit yang berhubungan dengan kurangnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh

Lebih terperinci

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES

PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES PENGARUH KEBIASAAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN SKABIES Mujib Hannan, Program Studi Ilmu Keperawatan UNIJA Sumenep, e-mail;mujib@wiraraja.ac.id Syaifurrahman Hidayat, Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Lebih terperinci

Penyerapan Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Sebelum Dan Sesudah Penyuluhan. The Knowledge Acceptance Of Cervical Cancer Before And After Counseling

Penyerapan Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Sebelum Dan Sesudah Penyuluhan. The Knowledge Acceptance Of Cervical Cancer Before And After Counseling Penyerapan Pengetahuan Tentang Kanker Serviks Sebelum Dan Sesudah Romadhoni 1, Noor Yazid, Dian Aviyanti 3 1 Mahasiswa Program Pendidikan S-1, Fakultas Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Semarang, Staf

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Skabies 1. Gambaran kejadian skabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei dan produknya (Djuanda, 2007). Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 The Relation of Personal Hygiene with The Incidence of Scabies at Al Falah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan diperkirakan lebih dari 300 juta orang setiap tahunnya terinfeksi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Skabies merupakan penyakit infestasi ektoparasit pada manusia yang disebabkan Sarcoptes scabiei varietas hominis (S. scabiei). 1-3 Penyakit ini tersebar di

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PESANTREN X, JAKARTA TIMUR MENGENAI PENCEGAHAN SKABIES

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PESANTREN X, JAKARTA TIMUR MENGENAI PENCEGAHAN SKABIES PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PESANTREN X, JAKARTA TIMUR MENGENAI PENCEGAHAN SKABIES Aga Krisnanda 1, Saleha Sungkar 2 1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas

Lebih terperinci

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN MLANGI NOGOTIRTO GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN MLANGI NOGOTIRTO GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA Hilma. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Mlangi Nogotirto Gamping Sleman Yogyakarta FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN MLANGI NOGOTIRTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies atau penyakit kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi Sarcoptes scabiei varietas hominis dan produknya. Seluruh siklus

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENULISAN. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat

BAB III METODOLOGI PENULISAN. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat 34 BAB III METODOLOGI PENULISAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Ilmu Kesehatan Masyarakat 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian April 2016. Penelitian dilakukan di SMA Kesatrian

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : NAILIN NI MAH 201210201120

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Skabies 1. Pengertian Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh (Djuanda,2007).

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN Dwi Setyowati, Wahyuni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL

ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU SISWA-SISWI SMA NEGERI X DENGAN SMA SWASTA X KOTA BANDUNG TERHADAP INFFEKSI MENULAR SEKSUAL Nurlaili Irintana Dewi, 2012. Pembimbing I : Dr. Savitri Restu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam melakukan prosedur penelitian. Jenis ini adalah Survey Analitik yaitu survey atau

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA SKRIPSI Untukmemenuhisebagianpersyaratan Mencapaiderajatsarjana S-1 Oleh :

Lebih terperinci

FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN QOMARUDDIN KABUPATEN GRESIK

FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN QOMARUDDIN KABUPATEN GRESIK FAKTOR SANITASI LINGKUNGAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN QOMARUDDIN KABUPATEN GRESIK (The Environmental Sanitation Factors Which is Related To The Scabies in Qor an Schools Qomaruddin

Lebih terperinci

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PESANTREN X, JAKARTA TIMUR MENGENAI PENULARAN SKABIES

PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PESANTREN X, JAKARTA TIMUR MENGENAI PENULARAN SKABIES PENGARUH PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN SANTRI PESANTREN X, JAKARTA TIMUR MENGENAI PENULARAN SKABIES Aslambotilangih, Saleha Sungkar Mahasiswa Kedokteran Fakultas kedokteran Departemen Parasitologi,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AS AD OLAK KEMANG SEBERANG KOTA JAMBI TAHUN 2014 Eko ¹,Marta²* 1,2 STIKes Prima Prodi Kesehatan

Lebih terperinci

PEDIKULOSIS KAPITIS PEDIKULOSIS. Young lices PEDIKULOSIS PEDICULUS KAPITIS. Ordo Phthiraptera 5/2/2011. Tidak bersayap

PEDIKULOSIS KAPITIS PEDIKULOSIS. Young lices PEDIKULOSIS PEDICULUS KAPITIS. Ordo Phthiraptera 5/2/2011. Tidak bersayap PEDIKULOSIS PEDIKULOSIS KAPITIS infeksi pedikulosis pada rambut dan kulit kepala yang disebabkan oleh pediculus humanus var. capitis, Gejala utamanya gatal pada kepala, bisa disertai dengan papul eritema

Lebih terperinci

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK Hubungan Karakteristik, Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Darul Amanah Desa Kabunan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SKABIES DENGAN KUALITAS TIDUR DI PONDOK PESANTREN MIFTAKHURROSYIDIN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

HUBUNGAN ANTARA SKABIES DENGAN KUALITAS TIDUR DI PONDOK PESANTREN MIFTAKHURROSYIDIN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan HUBUNGAN ANTARA SKABIES DENGAN KUALITAS TIDUR DI PONDOK PESANTREN MIFTAKHURROSYIDIN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran RUTI ANNISA KUSUMASTUTI G0012198 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key words: scabies, environment, behavior ABSTRAK

ABSTRACT. Key words: scabies, environment, behavior ABSTRAK 1 HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-FURQON KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 Rochis Julia * Sri Tjahyani Budi Utami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi ektoparasit yaitu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies dalam bahasa Indonesia sering

Lebih terperinci

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Oleh : MUTIA MAYWINSIH JAUHARI 120100293 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUARGA DALAM MENCEGAH KEJADIAN SKABIES DI DESA LAKSANA MEKAR

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUARGA DALAM MENCEGAH KEJADIAN SKABIES DI DESA LAKSANA MEKAR HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP KELUARGA DALAM MENCEGAH KEJADIAN SKABIES DI DESA LAKSANA MEKAR Gentiara Surya Prativi * M. Yunita Indriarini ** Linda Sari Barus *** Abstrak Latar belakang penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan disebutkan, pengertian kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN IBU RUMAH TANGGA DI PASEBAN BARAT JAKARTA PUSAT TENTANG DEMAM BERDARAH DENGUE DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Saat ini kami dari Bagian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN MENGENAI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP A.LUMBRICOIDES PADA GURU SD DI JAKARTA

UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN MENGENAI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP A.LUMBRICOIDES PADA GURU SD DI JAKARTA UNIVERSITAS INDONESIA EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP PENGETAHUAN MENGENAI MORFOLOGI DAN SIKLUS HIDUP A.LUMBRICOIDES PADA GURU SD DI JAKARTA EDUCATION S EFFECTIVENESS TOWARDS MORPHOLOGY AND LIFE CYCLE

Lebih terperinci

Parwiyati, S., W. Sumekar dan D. Mardiningsih* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

Parwiyati, S., W. Sumekar dan D. Mardiningsih* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA BOOKLET PADA PENINGKATAN PENGETAHUAN PETERNAK KAMBING TENTANG PENYAKIT SCABIES DI KTT NGUPOYO SATO DESA WONOSARI KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan pada pesantren Rhodlotul

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 2, Juni 2017 ISSN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SANTRI TENTANG PENYAKIT SCABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SCABIES Ida Nuryani Ani Rosita Nindy Yunitasari 05Idanur95@gmail.com ABSTRAK Scabies merupakan penyakit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anatomi Dan Histologi Kulit 2.1.1.1 Anatomi Kulit merupakan organ terbesar tubuh, terdiri dari lapisan sel di permukaan, disebut

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Pesantren Rhoudlotul Quran di Kauman. Semarang dan waktu penelitian bulan Maret sampai Mei 2014. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini mencakup bidang ilmu kesehatan kulit dan kelamin. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan yang sangat penting untuk diperhatikan. Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA Rifki Muslih 1) Kiki Korneliani dan Siti Novianti 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan

Lebih terperinci

Anggraini NP, Angraini DI, Kurniawan B Medical Faculty of Lampung University

Anggraini NP, Angraini DI, Kurniawan B Medical Faculty of Lampung University Effect of Health Promotion About Scabies to Knowleddge and Personal Hygiene in 1st Grade of Islamic Junior High Girl Students t Dinniyah Putri Lampung Islamic Education Anggraini NP, Angraini DI, Kurniawan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES [ ARTIKEL REVIEW ] HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES Pratiwi Aminah 1), Hendra Tarigan Sibero 2), Maya Ganda Ratna 3) 1) Medical Faculty Student University Of Lampung, 2) Medical Faculty

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Mengenai Pencegahan Skabies dan Hubungannya dengan Karakteristik Demografi Santri di Pesantren X, Jakarta Timur

Tingkat Pengetahuan Mengenai Pencegahan Skabies dan Hubungannya dengan Karakteristik Demografi Santri di Pesantren X, Jakarta Timur Tingkat Pengetahuan Mengenai Pencegahan Skabies dan Hubungannya dengan Karakteristik Demografi Santri di Pesantren X, Jakarta Timur Ervandy Rangganata, Saleha Sungkar Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, dengan Luas wilayah 17,9 KM². Kelurahan Buol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya.

BAB I PENDAHULUAN. Dari lingkungan baru inilah sifat dan perilaku manusia terbentuk dengan sendirinya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan bagian terpenting dan mendasar kehidupan manusia. Sejak dilahirkan manusia sudah berada dalam lingkungan baru dan asing baginya. Dari lingkungan

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENYAKIT SKABIES DI SD SURYOWIJAYAN Oleh: dr.ika Setyawati, M.Sc. NIK: 19841120201504173236 DIBIAYAI DANA FAKULTAS PRODI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan data primer dari semua pemulung di

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA REMAJA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011

PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA REMAJA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 PENGARUH PEMBERIAN PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS PADA REMAJA SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1 YOGYAKARTA TAHUN 2011 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Sri Murdaningrum NIM: 201010104142

Lebih terperinci

DR. TUTI SUPARYATI, M. KES NIDN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT SCABIES

DR. TUTI SUPARYATI, M. KES NIDN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT SCABIES ABDUL GHOFUR, SKM, M.Kes (EPID) 06.01.067401. DR. TUTI SUPARYATI, M. KES NIDN 06.02.096.701 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT SCABIES PADA SANTRI PONDOK PESANTREN. ABSTRAK Scabies merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Kejadian Scabies 1.1. Pengertian Scabies Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcoptes scabei, yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran

Lebih terperinci

PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT

PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT HASSIILL PPEENEELLIITTIIAN PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT Departemen Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional). 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Konsep Dasar Skabies a. Definisi Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varian

Lebih terperinci

LEMBAR INFORMASI. D III Keperawatan Malang, oleh karena itu mohon kesediaan untuk menjadi

LEMBAR INFORMASI. D III Keperawatan Malang, oleh karena itu mohon kesediaan untuk menjadi Lampiran 2 LEMBAR INFORMASI Kepada Yth, Saudara/i Di tempat Saudar/i yang saya hormati, Saya mahasiswa Poltekkes Kemenkes Malang Progam Studi D III Keperawatan Malang yang sedang dalam proses penyelesaian

Lebih terperinci

Hubungan Kebersihan Perorangan dan Kondisi Fisik Air dengan Kejadian Scabies di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala

Hubungan Kebersihan Perorangan dan Kondisi Fisik Air dengan Kejadian Scabies di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala ISSN : 2443 1141 P E N E L I T I A N Hubungan Kebersihan Perorangan dan Kondisi Fisik Air dengan Kejadian Scabies di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala Budiman 1 *, Hamidah 2, Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik di rumah tangga,

Lebih terperinci