TERM OF REFERENCE (TOR)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TERM OF REFERENCE (TOR)"

Transkripsi

1 TERM OF REFERENCE (TOR) SURVEILANCE DAN MONITORING PENYAKIT ENDEMIK DAN ZOONOTIK HEWAN BESAR DI BALAI VETERINER LAMPUNG TAHUN 2020 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI VETERINER LAMPUNG 2020

2 TERM OF REFFERENCE (TOR) SURVEILANS DAN MONITORING PENYAKIT ENDEMIK DAN ZOONOTIK HEWAN BESAR TAHUN ANGGARAN 2018 SEPTICHAEMIA EPIZOOTICA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyakit endemis adalah penyakit pada suatu populasi jika infeksi tersebut berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar. Suatu infeksi penyakit dikatakan sebagai endemik bila setiap hewan yang terinfeksi penyakit tersebut menularkannya kepada tepat satu hewan lain (secara rata-rata). Penyakit endemik sering diartikan sebagai suatu penyakit yang telah ditemukan terjadi pada suatu daerah. Septicemia Epizootica adalah penyakit pasteurellosis yang disebabkan oleh serotype Pasteurella multocida, hewan yang peka terhadap penyakit ini adalah sapi dan kerbau, SE pernah juga dilaporkan pada Bison, Kuda, Kambing dan Gajah. Tingkat kejadian penyakit SE sangat tinggi didaerah Asia dan Afrika terutama pada saat musim hujan. B. TUJUAN Tujuan : Studi ini bertujuan untuk mengetahui estimasi seroprevalensi SE

3 BAB II MATERI DAN METODE A. PENENTUAN LOKASI Adanya kasus positif Pasteurella Multocida di tahun 2013 menjadikan upaya pembebasan wilayah Lampung untuk di tunda. Pelaksanaan surveilans yang dilakukan di tahun ini adalah Risk Based Surveilans (Surveilans Berbasis Resiko). Daerah yang dinyatakan memilki status Endemik SE diantaranya Lampung (Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Way Kanan, Lampung Selatan, Lampung Timur), Sumatera Selatan (Ogan Komering Ilir, Musi Banyu Asin, Banyu Asin) dan Bengkulu (Bengkulu Utara Kec. Putri Hijau, Kaur Kec.Kinal, Bengkulu Selatan kota manna, Muko-Muko). Penentuan lokasi surveillans didasarkan pada arah atau tujuan pelaksanaan kegiatan, dimana untuk kegiatan tahun 2018 tipe surveillans ini yaitu untuk menentukan angka prevalensi di daerah yang memiliki resiko yang tinggi terhadap kejadian Septichaemia epizootica (SE). Metoda uji Uji akan dilakukan secara 2 tahap yaitu : 1. Screening test Seluruh serum yang dikoleksi akan diuji dengan ELISA. 2. Diagnostik test Sapi yang menunjukkan seropositif dan diikuti dengan gejala klinis maka akan dilanjutkan dengan uji kultur B. ANALISA DATA Data yang akan diolah adalah: data primer, sekunder dan hasil uji laboratorium. Data akan diolah sesuai kaidah epidemiologi dan dituangkan dalam bentuk geografis penyakit yang disajikan dalam bentuk data/ grafik

4 C. PENGUMPULAN DATA Data dasar yang harus dikumpulkan adalah data epidemiologi tentang populasi, data desa dan data kecamatan sebagai unit epidemiologi.

5 BAB III RENCANA KEGIATAN A. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN Pelaksanaan kegiatan direncanakan selama satu tahun sejak dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2018 yang diuraikan sebagai berikut: Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Surveilans dan Monitoring SE Tahun 2020 A B C NO UR AIAN K E G IATAN P E R S IAP AN 1 Penyusunan R encana Kerja 2 Pembuatran Kuisioner 3 K oordinasi wilayah 4 P enentuan lokasi target P E L AK S ANAAN 1 Pengadaan Bahan & Alat 2 Perekaman data primer 3 Pengisian kuisioner 4 S ampling Lampung 5 S ampling Bengkulu 6 S ampling S um -S el 7 S ampling B a - B el 8 Uji Laboratorium 9 Analisa data MONE V 1 E valuas i 2 Laporan Bulanan 3 Laporan S emester 4 Laporan Tahunan B UL AN J AN PE B MAR APR ME I J UN J UL AGS S E P OK T NOP DE S

6 Q FEVER BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Demam Query atau Q fever adalah salah satu penyakit zoonosa penting yang dapat ditularkan melalui pangan. Coxiella burnetii sebagai agen (ANNYTHA, 2008). Coxiella burnetii sebuah bakteri gram negatif intraseluler obligat. C. burnetti bersifat sangat kontagius, dalam jumlah sedikit sudah mampu menyebabkan sakit, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap alam dalam waktu lama, tahan terhadap beberapa bahan kimia pembasmi bakteri dan radiasi sinar ultra violet. Yang paling sering dilaporkan di Perancis selatan dan Australia, demam Q terjadi di seluruh dunia kecuali di Selandia Baru (Kelley Struble, 2012). Penularan Q fever terjadi secara langsung dan tidak langsung dari hewan yang terinfeksi. Penularan Q fever dapat terjadi melalui kontak langsung, partikel debu, bahan makanan asal hewan, luka yang terkontaminasi, cairan amnion, plasenta, selaput lender, tinja dan urin dari hewan yang terinfeksi C. burnetti (Suryatman Wahyudi, 2009). B. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan dari kegiatan Surveilans dan Monitoring Q-Fever di Balai Veteriner Lampung adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui prevalensi Q-Fever pada sapi impor yang memiliki resiko terhadap penularan Q-Fever; 2. Untuk mengetahui kemungkinan faktor resiko yang berkaitan dengan Q-Fever; 3. Melakukan analisa epidemiologi terhadap seluruh hasil rekaman lapangan dan laboratorium.

7 C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup kegiatan Surveilans dan Monitoring Q-Fever di Balai Veteriner Lampung mencakup perencanaan kegiatan (pembuatan desain surveilans), pengambilan sampel, pengujian dan analisa data.

8 BAB II MATERI DAN METODE PENENTUAN LOKASI Penghitungan sample size secara deteksi penyakit (Detect Disease); Populasi yang diambil secara tertarget (targeted population) : Sapi Brahman Cross umur dewasa (> 2 tahun) Sapi perah umur dewasa Sapi yang mengalami abortus ANALISA DATA Data yang akan diolah adalah: data primer, sekunder dan hasil uji laboratorium. Data akan diolah sesuai kaidah epidemiologi dan dituangkan dalam bentuk geografis penyakit yang disajikan dalam bentuk data/ grafik PENGUMPULAN DATA Data dasar yang harus dikumpulkan adalah data epidemiologi tentang populasi, data desa dan data kecamatan sebagai unit epidemiologi.

9 BAB III RENCANA KEGIATAN A. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN Pelaksanaan kegiatan direncanakan selama satu tahun sejak dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2020 yang diuraikan sebagai berikut: Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Surveilans dan Monitoring Q-Fever Tahun 2020 A B C NO UR AIAN K E G IATAN P E R S IAP AN 1 Penyusunan R encana Kerja 2 Pembuatran Kuisioner 3 K oordinasi wilayah 4 P enentuan lokasi target P E L AK S ANAAN 1 Pengadaan Bahan & Alat 2 Perekaman data primer 3 Pengisian kuisioner 4 S ampling Lampung 5 S ampling Bengkulu 6 S ampling S um -S el 7 S ampling B a - B el 8 Uji Laboratorium 9 Analisa data MONE V 1 E valuas i 2 Laporan Bulanan 3 Laporan S emester 4 Laporan Tahunan B UL AN J AN PE B MAR APR ME I J UN J UL AGS S E P OK T NOP DE S

10 PARATUBERCULLOSIS BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Paratubercullosis atau lebih dikenal Johne s Disease (JD) merupakan penyakit enteritis granuloma kronik yang terutama menyerang pada ternak ruminansia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri M. paratubercullosis (MAP). Gejala klinis penyakit pada ternak ruminansia besifat enteritis kronis dengan gejala-gejala antara lain : diare, penurunan berat badan pada kondisi penyakit yang progresif, penurunan produksi sapi, sehingga sangat merugikan secara ekonomi (Bannantine et al. 2003, OIE 2008). Estimasi prevalensi paratubercullosis pada sapi perah di Indonesia berkisar 2 %, hal ini didasarkan dari hasil penelitian dengan menggunakan uji serologi (ELISA), kultur dan PCR (Adji, 2008). Tahap kejadian penyakit dapat dibedakan menjadi 4 yaitu tahap I, II, III dan IV. Tahap I atau disebut dengan silent infection dan dapat terjadi pada pedet, sapi dara ataupun sapi dewasa (15 25 ekor). Tahap II (inapparent carrier adults) pada tahapan ini MAP dalam jaringan cukup tinggi tahap III (clinical disease) gejala klinis berupa penurunan berat badan, diare dan penurunan produksi susu. Tahap IV merupakan advanced clinical disease pada kasus ini sudah terjadi diare profus, kurus, terjadi bottle jaw (Behr and Collins, 2010). Tempat infeksi dari bakteri MAP adalah usus (illeum-caecum) sehingga hewan yang terinfeksi akan mengeluarkan bakteri ini melalui feses. Susu dari induk yang terinfeksi merupakan sumber infeksi yang kedua, tempat MAP akan semakin banyak disekresikan seiring dengan tingkat keparahan penyakit.

11 Pemeriksaan yang dilakuakan di Balai Veteriner Lampung dengan menggunakan Elisa Antibodi dan PCR sebagai uji konfirmasi dari pengujian serologis. Menurut peneliti dari Balitvet untuk pemantauan Paratibi sebaiknya dilakukan beberapa kali dalam setahun pada sapi yang tinggal lama di daerah tersebut (sapi perah dan sapi bibit). Hal sama seperti yang telah disampaikan pada tahapan MAP ada 4 tahap. Di tahun 2013 kita telah melakukan uji serologis di dua waktu yang berbeda. Dari hasil pengujian seropositif 3 dan 4 akan dilakukan series test ke PCR (kerokan lendir rektum) untuk melakukan peneguhan diagnosa. Dari semua sampel yang dilanjutkan ke PCR semuanya negatif. Hal ini menggambarkan bahwasanya ternak di regional masih aman terhadap Paratubercullosis tapi sebaiknya tetap terus dilakukan pemantauan di lokasi yang memiliki sapi yang lama tinggal seperti sapi perah dan sapi bibit. B. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan dari kegiatan Surveilans dan Monitoring Paratubercullosis (Johne s Disease) di Balai Veteriner Lampung adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui prevalensi Johne s Disease pada sapi yang memiliki resiko terhadap penularan Johne s Disease; 2. Untuk mengetahui kemungkinan faktor resiko yang berkaitan dengan Johne s Disease; 3. Melakukan analisa epidemiologi terhadap seluruh hasil rekaman lapangan dan laboratorium. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup kegiatan Surveilans dan Monitoring Johne s Disease di regional lampung mencakup perencanaan kegiatan (pembuatan desain surveilans), pengambilan sampel, pengujian dan analisa data.

12 BAB II MATERI DAN METODE PENENTUAN LOKASI Penghitungan sample size secara deteksi penyakit (Detect Disease); A. Populasi yang diambil secara tertarget (targeted population); Sapi Brahman Cross umur dewasa (> 2 tahun) Sapi perah umur dewasa Sapi yang kurus Sapi yang memiliki gejala diare B. Selain serum dilakukan pemeriksaan kikisan lendir rectum. Jika ditemukan positif Elisa (+++) maka akan dilanjutkan secara series test ke PCR ANALISA DATA Data yang akan diolah adalah: data primer, sekunder dan hasil uji laboratorium. Data akan diolah sesuai kaidah epidemiologi dan dituangkan dalam bentuk geografis penyakit yang disajikan dalam bentuk data/ grafik PENGUMPULAN DATA Data dasar yang harus dikumpulkan adalah data epidemiologi tentang populasi, data desa dan data kecamatan sebagai unit epidemiologi.

13 BAB III RENCANA KEGIATAN JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN Pelaksanaan kegiatan direncanakan selama satu tahun sejak dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2020 yang diuraikan sebagai berikut: Tabel 3. Jadwal Pelaksanaan Surveilans dan Monitoring Paratubercullosis Tahun 2020 A B C NO UR AIAN K E G IATAN P E R S IAP AN 1 Penyusunan R encana Kerja 2 Pembuatran Kuisioner 3 K oordinasi wilayah 4 P enentuan lokasi target P E L AK S ANAAN 1 Pengadaan Bahan & Alat 2 Perekaman data primer 3 Pengisian kuisioner 4 S ampling Lampung 5 S ampling Bengkulu 6 S ampling S um -S el 7 S ampling B a - B el 8 Uji Laboratorium 9 Analisa data MONE V 1 E valuas i 2 Laporan Bulanan 3 Laporan S emester 4 Laporan Tahunan B UL AN J AN PE B MAR APR ME I J UN J UL AGS S E P OK T NOP DE S

14 Peta 1. Sebaran lokasi surveilans Penyakit Endemik Sebaran lokasi Pelaksanaan Surveilans dan Monitoring penyakit Endemik hewan Besar tahun 2020 adalah : No. Kota/Kab Target Sampel 1 Lampung Tengah 40 2 TulangBawang 40 3 Way Kanan 40 4 Lampung Selatan 40 5 Lampung Barat 40 6 Lampung Timur 40 7 Metro 40 8 Tanggamus 40 9 Pesawaran TulangBawang Barat Pringsewu Banyuasin Musi Banyuasin Ogan Komering Ilir (OKI) Musi Rawas Musi Rawas Utara Muara Enim Lahat Bengkulu Utara Bengkulu Selatan 80

15 21 Kaur Seluma Bangka Tengah Belitung Timur 80 PERSONEL PELAKSANA Personel yang bertanggung jawab terhadap seluruh rangkaian kegiatan Perlindungan Hewan terhadap Penyakit Endemis dan Zoonotik di Balai Veteriner Lampung tahun 2020 diuraikan pada Tabel 3 berikut : Tabel 3. Data Personel Pelaksana Kegiatan Monitoring dan Surveilans Penyakit Endemis di Balai Veteriner Lampung Tahun 2020 NO NAMA JABATAN / TUGAS 1 drh. Nasirudin, M.Sc Penanggung Jawab Kegiatan 2 drh. Arie Khoiriyah Koordinator Kegiatan 3 Medik dan Paramedik Balai Veteriner Lampung serta staf/personel yang ditetapkan oleh Kepala Balai Pelaksana Kegiatan di Lapangan

16 A. PENDANAAN Besarnya pembiayaan kegiatan Monitoring dan Surveilans Penyakit Endemik tahun 2020 di Balai Veteriner Lampung diuraikan sebagai berikut : Tabel 4. Rincian Biaya Kegiatan Perlindungan Hewan Terhadap Penyakit Endemik dan Zoonotik Hewan Besar di Regional Lampung Tahun 2020 NO Uraian Kegiatan Kebutuhan Harga Satuan Harga Total Jumlah (Rp) (Rp) (Rp) A Pengadaan Bahan Uji Kit untuk Diagnosa 1 PKT Bahan Kimia Diagnosa 1 PKT Antigen untuk Diagnosa 1 PKT Peralatan Habis Pakai 1 PKT B Belanja Barang Non Operasional Operasional Petugas Lapangan di Prop. Lampung 30 OH Operasional Petugas Lapangan di Prop. SumSel 20 OH Operasional Petugas Lapangan diprop. Bengkulu 12 OH Operasional Petugas Lapangan di Prop. Babel 6 OH C Belanja Perjalanan Pengambilan sampel di Kab. Lampung Tengah 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Tulangbawang 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Way Kanan 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Lampung Selatan 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Lampung Barat 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Lampung Timur 2 OP Pengambilan sampel di Kota Metro 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Tanggamus 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Pesawaran 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Banyuasin 2 OP Pengambilan sampel di Kab. OKI 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Banyuasin 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Musirawas 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Muara Enim 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Lahat 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Musi Rawas Utara 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Musi Banyuasin 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Bengkulu Utara 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Bengkulu Selatan 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Kepahiang 2 OP

17 21 Pengambilan sampel di Kab. Kaur 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Seluma 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Bangka Tengah 2 OP Pengambilan sampel di Kab. Belitung Timur 2 OP Pelaporan 1 Keg Jumlah

18 BAB IV INDIKATOR KINERJA Untuk mengetahui rekaman seluruh kegiatan diperlukan parameter/ indikator kinerja yang meliputi : 1. Septichaemia epizootica OUTPUT Ditemukannya angka prevalensi di beberapa lokasi yang terkategori High Risk OUTCOME Dengan surveilans SE ini didapatkan angka prevalensi di daerah endemik yang berisiko dan konfirmasi atas seropositif yang diikuti gejala klinis. BENEFIT Dengan pengujian secara series test yakni yang mengalami seropositif Elisa, tidak dilakukan vaksinasi dan diikuti dengan gejala klinis akan dilanjutkan dengan metode kulture untuk mengetahui ada tidaknya bakteri yang dapat menyebabkan penyakit Septichaemia Epizootica. IMPACT 1. Dinas dapat melakukan kajian terhadap faktor resiko yang memiliki OR>1 untuk dihilangkan; 2. Ternak yang telah dilakukan vaksinasi dapat diketahui adanya kekebalan terhadap agen SE. 2. Q-Fever OUTPUT Tergambarkannya angka prevalensi di beberapa lokasi yang terkategori High Risk

19 OUTCOME Dengan surveilans Q-Fever diharapkan mampu memberikan informasi tentang keberadaan dan penyebaran penyakit Q-Fever di wilayah regional Lampung BENEFIT Dengan pengujian secara series test yakni yang mengalami seropositif akan dilanjutkan dengan PCR untuk mengetahui ada tidaknya bakteri yang dapat menyebabkan Q-Fever IMPACT Melakukan antisipasi terhadap kejadian Q-Fever berikutnya dengan memperhatikan sapi yang masuk ke daerah Balai Veteriner Lampung. 3. Paratubercullosis OUTPUT Tergambarkannya angka prevalensi di beberapa lokasi yang terkategori High Risk OUTCOME Dengan surveilans Paratibi diharapkan mampu memberikan informasi tentang keberadaan Johne s Disease di wilayah regional Lampung BENEFIT Dengan pengujian secara series test yakni yang mengalami seropositif Elisa III dan IV, akan dilanjutkan dengan PCR untuk mengetahui ada tidaknya bakteri yang dapat menyebabkan Johne s Disease IMPACT Melakukan antisipasi terhadap kejadian Johne s Disease berikutnya dengan memperhatikan sapi yang masuk ke daerah Balai Veteriner Lampung.

20 1. Lingkungan Pengendalian BAB V UPAYA PENGENDALIAN INTERNAL No Sub Unsur Uraian Dokumen 1. Organisasi Penanggung Jawab Kegiatan Ka. Balai Veteriner Lampung Penanggung Jawab SK. Kepala Balai no. teknis kegiatan bagian 05081/Kpts/OT.210/F5.C/01/2018 INFOVET Medik dan Paramedik Veteriner sebagai pelaksana 2. Kebijakan Adanya Desain Surveilans yang terbentuk dalam Draft Surveilans. Kumpulan Draft Surveilans Permentan 04/OT.140/1/ Sumber Daya Manusia Mempertimbangkan kompetensi dan jumlah sumber daya manusia yang diperlukan 4. Prosedur Diawali dengan Desain Surveilans Pengumpulan data dasar tentang Unit Respon Cepat PHMS Adanya perencanaan SDM untuk mencapai tujuan oleh kepegawaian Laporan kegiatan tahun sebelumnya Data statistik populasi hewan 2. Penilaian Resiko No Titik Kritis Daftar Resiko Penyebab Dampak Penanganan Resiko 1. Data Pendukung Data Riil Populasi Tidak update Target tdk tercapai Komunikasi Intensif 2. Sampel tidak tercapai Petugas tidak siap Petugas tidak fokus SDM tidak memadai Adanya kegiatan dinas yang berbarengan dengan surveilans Kurangnya kesadaran dalam melakukan sampling yang Spesimen yang didapat tidak optimal Komunikasi lebih intensif dan tidak memaksakan surveilansnya Melakukan pelatihan berkala dan mengkombinasikan TIM.

21 3. Faktor yang berasosiasi terhadap target surveilans Peralatan tidak memadai Objek tidak sesuai Faktor tidak didapat baik Tidak lengkap peralatan untuk handling ternak yang sulit Tidak akuratnya data Kuisioner tidak lengkap Sampel cenderung Judgement/ Convinient Spesimen tidak sesuai Tidak dapat mencari penyebab Melengkapi kebutuhan surveilans Perbaiki database Penguatan TIM Surveilans 3. Pengendalian No Sub Unsur Pelaksanaan Keluaran (Output) 1. Koordinasi dengan Penanggung jawab Laboratorium Dilakukan sebelum Desain Surveilans dibuat Rencana Surveilans 2. Koordinasi dengan Tim Epidemiologi Dilakukan analisa terhadap masukan dari PJ. Laboratorium Terbentuknya prosedur pelaksanaan Surveilans 4. Informasi dan Komunikasi No Sub Unsur Jenis dan Sasaran 1. Informasi yang Evaluasi hasil diidentifikasi surveilans 2. Komunikasi Dinas dan stake holder terkait 3. Bentuk dan sarana Infokom Komputer Website Telepon/Fax Leaflet Poster Waktu 6 bulan sekali Tentatif Tentatif Output Data Peta Tersampaikannya informasi tentang kejadian penyakit 5. Pemantauan No Sub Unsur Jenis dan Sasaran Waktu Dokumen Pendukung 1 Pemantauan Berkelanjutan Pemantauan Semester / 6 Laporan perjalanan dan

22 melalui capaian sampel dan data yang masuk 2 Rencan Tindak Lanjut Tindak lanjut dilakukan oleh pelaksana kegiatan surveilans beserta PJ. Kegiatan bulan data sekunder 1-2 bulan Penambahan dan Perbaikan data sekunder Diperiksa tanggal : Januari 2020 Pemeriksa Kuasa Pengguna Anggaran Disusun tanggal : Januari 2020 Penyusun : drh. Nasirudin, M.Sc NIP drh. Arie Khoiriyah NIP

23 BAB VI PENUTUP Demikian TERM OF REFERENCE (TOR) Surveilans Terhadap Penyakit Endemik i kami buat, untuk dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan operasional di lapangan pada tahun Semoga kegiatan ini dapat terlaksana sesuai TOR yang kami buat. Bandar Lampung, Januari 2020 Kepala Balai Veteriner Lampung drh. Nasirudin, M.Sc NIP

24

LAPORAN PEMBINAAN DAN BIMBINGAN TEKNIS PUSKESWAN

LAPORAN PEMBINAAN DAN BIMBINGAN TEKNIS PUSKESWAN LAPORAN PEMBINAAN DAN BIMBINGAN TEKNIS PUSKESWAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI VETERINER LAMPUNG 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang

Lebih terperinci

ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III ABSTRAK ABSTRACT (IN ENGLISH)

ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III ABSTRAK ABSTRACT (IN ENGLISH) ROAD MAP MENUJU BEBAS AVIAN INFLUENZA DI WILAYAH BPPV REGIONAL III Marfiatiningsih, S 1), Ma arif, S 2), dan Guntoro, T 3) ABSTRAK Dalam rangka mendukung program menuju Indonesia bebas Avian Influenza

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN

1. PENDAHULUAN 2. MAKSUD DAN TUJUAN 1. PENDAHULUAN Workshop Epidemiologi tahun 2014 mengambil tema Surveilans Berbasis Resiko untuk Penguatan Sistem Kesehatan Hewan Nasional. Surveilans berbasis resiko bermanfaat untuk memberikan peringatan

Lebih terperinci

LAPORAN PERTEMUAN JEJARING LABORATORIOUM DAN PUSKESWAN

LAPORAN PERTEMUAN JEJARING LABORATORIOUM DAN PUSKESWAN LAPORAN PERTEMUAN JEJARING LABORATORIOUM DAN PUSKESWAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI VETERINER LAMPUNG 2014 0 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS

LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Brucellosis Penyakit keguguran / keluron menular pada hewan ternak kemungkinan telah ada sejak berabad-abad lalu seperti deskripsi dari Hippocrates dan mewabah pertama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak, pemeliharaan stamina tubuh, percepatan regenerasi sel dan menjaga sel darah merah (eritrosit) agar tidak mudah

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia

LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia LAPORAN KEGIATAN INVESTIGASI WABAH PENYAKIT HEWAN TAHUN 2014 PENDAHULUAN Penyakit hewan masih menjadi permasalahan bagi industri peternakan di Indonesia dan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap

Lebih terperinci

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl

umum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial

Lebih terperinci

Catatan : 26 Mei 2017

Catatan : 26 Mei 2017 Catatan : 1. Registrasi/Check-in peserta hari Rabu tanggal 31 Mei 2017, dimulai pukul 12.00 15.00 WIB, dengan menyerahkan : a. Surat Tugas b. SK Pengangkatan/ Surat Penunjukkan dari masing-masing Dinkes

Lebih terperinci

PROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER. SUMATERA BARAT Kota Solok Arosuka

PROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER. SUMATERA BARAT Kota Solok Arosuka PROPINSI KOTAMADYA/KABUPATEN TARIF KABUPATEN/KOTAMADYA HARGA REGULER SUMATERA BARAT Kota Solok Arosuka 39.000 Kab. Tanah Datar Batu Sangkar 39.000 Kab. Tanah Datar Kota. Bukit Tinggi Bukit Tinggi 39.000

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandar Lampung, Pebruari Panitia

KATA PENGANTAR. Bandar Lampung, Pebruari Panitia KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, bahwa kami selaku tim panitia Rapat Koordinasi Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Se Wilayah Pelayanan Balai

Lebih terperinci

AKABANE A. PENDAHULUAN

AKABANE A. PENDAHULUAN AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini kajian dilakukan diseluruh instansi yang mempunyai tupoksi berkaitan dengan strategi pencegahan dan pengendalian bruselosis di seluruh Kalimantan. Instansi-instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Produksi daging sapi pada tahun 2012 mengalami defisit sebesar 78.329 ton (21,40%). Upaya yang telah dilakukan untuk peningkatan produksi daging sapi secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/241/2016 TENTANG DATA PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PER AKHIR DESEMBER TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017

PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 PENGENDALIAN PENYAKIT BRUCELLOSIS DI KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2017 Oleh : drh Nyoman A Anggreni T PENDAHULUAN Pengendalian terhadap penyakit brucellosis di Indonesia, pulau Jawa dan khususnya di terus dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil)

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit zoonosa yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis, yaitu bakteri berbentuk batang (basil) dengan ujung siku-siku bersifat

Lebih terperinci

Jadual Peserta Penyusunan Laporan Keuangan Tingkat Satker dan Wilayah Semester II Tahun 2011 Kementerian Pertanian (per Wilayah Provinsi Lampung)

Jadual Peserta Penyusunan Laporan Keuangan Tingkat Satker dan Wilayah Semester II Tahun 2011 Kementerian Pertanian (per Wilayah Provinsi Lampung) Lampiran. Jadual Peserta Penyusunan Laporan Keuangan Tingkat Satker dan Wilayah Semester II Tahun 2011 Kementerian Pertanian (per Wilayah Provinsi Lampung) Peserta Workshop Tahap I, tanggal 17-18 Januari

Lebih terperinci

LAPORAN RAPAT KOORDINASI KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER SE WILAYAH PELAYANAN BALAI VETERINER LAMPUNG TAHUN 2015

LAPORAN RAPAT KOORDINASI KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER SE WILAYAH PELAYANAN BALAI VETERINER LAMPUNG TAHUN 2015 LAPORAN RAPAT KOORDINASI KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER SE WILAYAH PELAYANAN BALAI VETERINER LAMPUNG TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

Lebih terperinci

Lampiran 1 Nomor : 7570 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli Daftar Undangan

Lampiran 1 Nomor : 7570 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli Daftar Undangan Lampiran 1 Nomor : 7570 /D.3.2/07/2017 Tanggal : 26 Juli 2017 Daftar Undangan 1. Kepala Badan Pengembangan SDM Kabupaten Aceh Barat 2. Kepala Badan Pengembangan SDM Kabupaten Aceh Barat Daya 3. Kepala

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )

COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( ) COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI (078114113) KLASIFIKASI ILMIAH Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Legionellales Family : Coxiellaceae Genus :

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1). Pembangunan bidang kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan amanat Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 42/Permentan/OT.140/9/2006 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA STANDAR BALAI BESAR VETERINER DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena mayoritas penduduk Indonesia memperoleh pendapatan utamanya dari sektor ini. Sektor pertanian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini.

KATA PENGANTAR. Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penerbitan publikasi prakiraan musim hujan ini. KATA PENGANTAR Penyajian Prakiraan Musim Hujan 2016/2017 di Provinsi Sumatera Selatan ditujukan untuk memberi informasi kepada masyarakat, disamping publikasi buletin agrometeorologi, analisis dan prakiraan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga

BAB I. PENDAHULUAN. pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata, harga BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan ketahanan pangan Nasional pada hakekatnya mempunyai arti strategis bagi pembangunan Nasional. Ketersediaan pangan yang cukup, aman, merata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini, berbagai penyakit infeksi mengalami peningkatan angka kejadian, tidak hanya terjadi di Indonesia juga di berbagai belahan dunia

Lebih terperinci

Pengambilan dan Pengiriman Sampel

Pengambilan dan Pengiriman Sampel Pengambilan dan Pengiriman Sampel Kenali Laboratorium Anda Ketahui jenis-jenis uji yang dapat dilakukan dan pilihlah yang terbaik Sediakan semua informasi yang dibutuhkan Hubungi lab bila Anda perlu informasi

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 103TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DAERAH DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 94 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATAKERJA UNIT PELAKSANA

Lebih terperinci

... "". t'..' KEMUNGKINAN Pasteurella multocida SEBAGAI ZOONOSIS B NASIP BIN ELI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR.

... . t'..' KEMUNGKINAN Pasteurella multocida SEBAGAI ZOONOSIS B NASIP BIN ELI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR. ',',~:' c '\"~l, ;, ~,,:,~~'".,1'."'... ;,;...~~'.t... J, ".:rr ",.,t;,:..'tr~,'".~"... :~... ;!.t:~* ( ' ~ \ KEMUNGKINAN Pasteurella multocida SEBAGAI ZOONOSIS Oleh NASIP BIN ELI Sarjana Kedokteran Hewan

Lebih terperinci

LAPORAN PENETAPAN NIP PER INSTANSI

LAPORAN PENETAPAN NIP PER INSTANSI LAPORAN PENETAPAN NIP PER INSTANSI NO LOKASI NAMA INSTANSI FORMASI USUL MASUK DITETAPKAN SISA PENYELESAIAN SISA FORMASI 1 Pusat Kementerian Koordinasi Bidang Politik dan Keamanan 17 16 16 0 1 2 Pusat Kementerian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam sektor pertanian.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat

Lebih terperinci

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR G/ fjll.. /III.16/HK/2015

GUBERNUR LAMPUNG. KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR G/ fjll.. /III.16/HK/2015 GUBERNUR LAMPUNG KEPUTUSAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR G/ fjll.. /III.16/HK/2015 TENTANG PENETAPAN KAWASAN SAPI POTONG, SAPI PERAH, KERBAU, KAMBING, KAMBING PERAH, DAN UNGGAS DI PROVINSI LAMPUNG Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

tudi Epidemiologi Penyakit Tuberculosis pada Populasi Sapi di Peternakan

tudi Epidemiologi Penyakit Tuberculosis pada Populasi Sapi di Peternakan tudi Epidemiologi Penyakit Tuberculosis pada Populasi Sapi di Peternakan Novryzal Dian Abadi Ade Margani Ferriyanto Dian K M. Amriyan N Ovilia Zabitha Uswatun Hasanah Widya Alif S Tri Cahyo D. Yessy Puspitasari

Lebih terperinci

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL

PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL Pengambilan dan Pengiriman Sampel Kenali Laboratorium Anda Ketahui jenis-jenis uji yang dapat dilakukan dan pilihlah yang terbaik Sediakan semua informasi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

MATRIKS RENCANA KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2014

MATRIKS RENCANA KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2014 MATRIKS RENCANA KEGIATAN DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANGGARAN 2014 No Program/ Kegiatan Rincian Pekerjaan 1. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Ternak 1.1 Kegiatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 51/Kpts/OT.140/10/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 51/Kpts/OT.140/10/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 51/Kpts/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN TATA HUBUNGAN KERJA FUNGSIONAL PEMERIKSAAN, PENGAMATAN DAN PERLAKUAN PENYAKIT HEWAN KARANTINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

B. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota Wilayah Indonesia Barat

B. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota Wilayah Indonesia Barat LAMPIRAN UNDANGAN (PEMERINTAH DAERAH) A. Sekretaris Daerah Provinsi Wilayah Barat 1. Sekretaris Daerah Provinsi Aceh 2. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara 3. Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/ JASA (RUP) LINGKUP DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI BENGKULU KEMENTERIAN PERTANIAN RI TAHUN ANGGARAN 2013

RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/ JASA (RUP) LINGKUP DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI BENGKULU KEMENTERIAN PERTANIAN RI TAHUN ANGGARAN 2013 RENCANA UMUM PENGADAAN BARANG/ JASA (RUP) LINGKUP DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI BENGKULU KEMENTERIAN PERTANIAN RI TAHUN ANGGARAN 2013 PA/KPA : drh. Irianto Abdullah K/L/D/I : Kementerian

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 110/Kpts/PD.610/3/2006 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 110/Kpts/PD.610/3/2006 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 110/Kpts/PD.610/3/2006 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2015 WILAYAH PENGEMBANGAN TEBU DI INDONESIA. Oleh: Prima Diarini Riajaya Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat

PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2015 WILAYAH PENGEMBANGAN TEBU DI INDONESIA. Oleh: Prima Diarini Riajaya Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2015 WILAYAH PENGEMBANGAN TEBU DI INDONESIA Oleh: Prima Diarini Riajaya Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Wilayah pengembangan tebu di masing-masing provinsi mengikuti

Lebih terperinci

WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Risiko

WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Risiko WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK) yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE). Sebagai

Lebih terperinci

DIAGNOSA PENYAKIT SEPTICAEMIA EPIZOOTICA PADA SAPI TERNAK DENGAN TEOREMA BAYES

DIAGNOSA PENYAKIT SEPTICAEMIA EPIZOOTICA PADA SAPI TERNAK DENGAN TEOREMA BAYES DIAGNOSA PENYAKIT SEPTICAEMIA EPIZOOTICA PADA SAPI TERNAK DENGAN TEOREMA BAYES Yohanes Suban Belutowe Teknik Informatika S1. STIKOM Uyelindo Kupang yosube@gmail.com Abstrak Nusa Tenggara timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus

BAB I PENDAHULUAN. Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni usus hewan dan manusia dengan ratusan strain yang berbeda, baik yang berbahaya maupun yang

Lebih terperinci

POLA PEMBIAYAAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DI DINAS KESEHATAN KAB/KOTA PROPINSI SUMATERA SELATAN

POLA PEMBIAYAAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DI DINAS KESEHATAN KAB/KOTA PROPINSI SUMATERA SELATAN POLA PEMBIAYAAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DI DINAS KESEHATAN KAB/KOTA PROPINSI SUMATERA SELATAN Oleh : Misnaniarti, SKM, MKM UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Halaman: 1

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Dipilihnya desa Tanjung, Jati, Pada Mulya, Parigi Mulya dan Wanasari di Kecamatan Cipunegara pada penelitian ini karena daerah ini memiliki banyak peternakan unggas sektor 1 dan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015

PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN OPTIMALISASI FUNGSI UNIT PEMBIBITAN DAERAH TAHUN 2015 Direktorat Perbibitan Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian-RI Jl. Harsono RM No. 3 Pasar

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

Perkembangan harga Pangan Tingkat Pedagang Eceran

Perkembangan harga Pangan Tingkat Pedagang Eceran Perkembangan harga Pangan Tingkat Pedagang Eceran minggu 1 bulan Juni tahun 214 Ayam 1 5 125 8 9 72 2 25 12 35 195 11 75 127 2 52 1 86 1 8 193 16 15 28 2 1 84 13 3 5 11 85 9 8 11 1 12 35 16 1 75 12 4 42

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN (PKK)

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN (PKK) PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN (PKK) SKPD : Dinas Pean Kab. Bima Tahun : 202 Program. Pogram. Keg. Penyebaran dan Pengembangan Ternak Input : Dana Rupiah 95,000,000 836,300,000 9 Output : Ternak Sapi Ekor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ELISA

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ELISA HASIL DAN PEMBAHASAN Q fever merupakan penyakit zoonosa yang sangat infeksius, menyebar luas hampir di seluruh dunia, menginfeksi orang yang berhubungan dengan pekerjaannya (occupational hazard) dan dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Dalam rangka peningkatan produksi pertanian Indonesia pada periode lima tahun ke depan (2010-2014), Kementerian Pertanian akan lebih fokus pada

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN,

SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN, 285 SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 629/Kpts/OT.140/12/2003 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BESAR VETERINER MENTERI PERTANIAN, Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil

Lebih terperinci

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA

ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT KESEHATAN HEWAN ROAD MAP NASIONAL PEMBERANTASAN RABIES DI INDONESIA N I KETUT DIARMITA DIREKTUR KESEHATAN HEWAN BOGOR,

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Pada bab ini dikemukakan rencana program dan kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran, dan pendanaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.5-/216 DS995-2521-7677-169 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT 71 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi 566 pulau besar dan kecil dengan luas daratan sekitar 47,3 ribu km 2. Kondisi alam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN KANTOR SERTA SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi adalah ternak ruminansia yang memiliki nilai ekonomi tinggi dalam kehidupan masyarakat, sebab dapat menghasilkan berbagai macam kebutuhan hidup manusia. Pembangunan peternakan

Lebih terperinci

LAPORAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (DUMAS) SEMESTER I

LAPORAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (DUMAS) SEMESTER I LAPORAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT (DUMAS) SEMESTER I DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI VETERINER LAMPUNG 2015 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaduan Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Sumatera Selatan No. 30/05/16/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN Hasil Pendaftaran (Listing)

Lebih terperinci

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis

Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Sumber daya alam tersebut merupakan faktor utama untuk tumbuh kembangnya sektor pertanian

Lebih terperinci

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat BAB XXIII BALAI KESEHATAN HEWAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER PADA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI BANTEN Pasal 103 Susunan Organisasi Balai Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA SELATAN Seuntai Kata Sensus Pertanian 213 (ST213) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 1 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

L A P O R A N K I N E R J A B B V E T W A T E S T. A

L A P O R A N K I N E R J A B B V E T W A T E S T. A i LAPORAN KINERJA BBVET WATES I.A. 2016 KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Balai Besar Veteriner Wates disusun berdasarkan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) Tahun Anggaran 2016, serta Penetapan

Lebih terperinci

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1964 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1964 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1964 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I LAMPUNG DENGAN MENGUBAH UNDANG-UNDANG NO 25 TAHUN 1959 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH TINGKAT I SUMATERA

Lebih terperinci

Monitoring penyakit usaha untuk

Monitoring penyakit usaha untuk Monitoring penyakit usaha untuk menduga kesehatan dan status penyakit pada suatu populasi yang secara langsung dan terus menerus dilakukan Sampel yang digunakan dapat merupakan sampel dari populasi yang

Lebih terperinci

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : SATU SET DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN A. DASAR HUKUM : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Q fever Karakteristik C. burnetii

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Q fever Karakteristik C. burnetii TINJAUAN PUSTAKA 57 Sejarah Q fever Penyakit Q fever pertama kali dilaporkan di Australia pada tahun 1935 kemudian menyebar hampir ke seluruh dunia (sampai saat ini). Kejadian bermula pada pekerja rumah

Lebih terperinci

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Pada awal abad ke-15 berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa sampai datangnya

LAMPIRAN-LAMPIRAN. Pada awal abad ke-15 berdirilah Kesultanan Palembang yang berkuasa sampai datangnya LAMPIRAN-LAMPIRAN A. Profil Sumatera Selatan Provinsi Sumatera Selatan sejak berabad yang lalu dikenal juga dengan sebutan Bumi Sriwijaya, pada abad ke-7 hingga abad ke-12 Masehi wilayah ini merupakan

Lebih terperinci

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH 29-211 Sri Handayani Irianingsih *, Rama Dharmawan * Dessie Eri Waluyati ** dan Didik Arif Zubaidi *** * Medik Veteriner pada Laboratorium

Lebih terperinci

KEMENTRIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HPT DENPASAR

KEMENTRIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HPT DENPASAR KEMENTRIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HPT DENPASAR Jalan. Gurita III Pegok, Telepon. (0361) 721471, Faximile. (0361) 724238, Denpasar,

Lebih terperinci

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan:

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan: Press Release Pelepasan Tim Pemantau Pelaksanaan Pemotongan Hewan Qurban 1435 H Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Jakarta, 1 Oktober 2014 Dalam rangka upaya penjaminan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan bagi negara tropis/ sub-tropis, negara berkembang maupun negara maju. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 207 juta kasus

Lebih terperinci

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No.

Presiden Republik Indonesia, Mengingat : a. pasal-pasal 96, 1 31 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara; b. Undang-undang No. UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM KABUPATEN-KABUPATEN DALAM LINGKUNGAN DAERAH PROPINSI SUMATERA SELATAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang

Lebih terperinci

GENDER BUDGET STATEMENT. (Pernyataan Anggaran Gender) TA. 2016

GENDER BUDGET STATEMENT. (Pernyataan Anggaran Gender) TA. 2016 GENDER BUDGET STATEMENT (Pernyataan Anggaran Gender) TA. 2016 Kementerian Negara / Lembaga : Kementerian Pertanian Unit Organisasi : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Program Kegiatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO

PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO PROFIL LABORATORIUM KESMAVET KOTA METRO DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA METRO BIDANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DINAS DAN KESEHATAN HEWAN Jln. Jend. Sudiman No 155, Kota Metro, Lampung

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN (Berdasarkan Peraturan Bupati Sigi Nomor 28 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Perangkat Daerah) A.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sektor ini memiliki share sebesar 14,9 % pada

Lebih terperinci

INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI

INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI SUPLEMEN II INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI Angka inflasi pada tahun 2007 secara persisten menunjukkan tren peningkatan. Tren peningkatan inflasi

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI

INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI SUPLEMEN 2 INFLASI BAHAN MAKANAN FENOMENA NASIONAL; PERLU LANGKAH DAERAH UNTUK MENANGGULANGI INFLASI Angka inflasi pada tahun 2007 secara persisten menunjukkan tren peningkatan. Tren peningkatan inflasi

Lebih terperinci

PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR

PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR PENYAKIT STRATEGIS RUMINASIA BESAR DAN SITUASINYA DI KALIMANTAN TIMUR WAFIATININGSIH 1, BARIROH N.R 1 dan R.A. SAPTATI 2. 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan

Lebih terperinci