TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Q fever Karakteristik C. burnetii
|
|
- Handoko Jayadi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINJAUAN PUSTAKA 57 Sejarah Q fever Penyakit Q fever pertama kali dilaporkan di Australia pada tahun 1935 kemudian menyebar hampir ke seluruh dunia (sampai saat ini). Kejadian bermula pada pekerja rumah potong hewan di Brisbane Queensland, menderita demam yang tidak diketahui penyebabnya. Setelah kejadian di Australia, kejadian secara epidemik telah diteliti di Afrika, Eropa, Asia, dan Amerika Utara. Terdapat 51 negara dilaporkan adanya Q fever dan telah dibahas hampir di setiap negara kecuali New Zealand (Page 2004). Q fever pertama kali ditemukan oleh Edward H. Derrick pada tahun 1937, kemudian pada tahun 1939 Macfarlane Burnett dan Freeman mengisolasi agen penyebab Q fever yaitu Rickettsia, dan kemudian disebut Rickettsia burnetii. Namun demikian ternyata masih mempunyai perbedaan juga dengan kelompok tersebut, maka akhirnya agen Q fever ini berdiri dengan nama Coxiella burnetii (Maurin dan Raoult 1999; Soejoedono 2004). Di dunia perkembangan penelitian tentang Q fever sudah demikian maju bahkan sekuensing genom dari C. burnetii secara lengkap sudah dilakukan. Hal ini mengingat C. burnetii mempunyai potensi untuk dipakai sebagai senjata biologis (bioterrorism agent), sehingga penanganan yang benar dan cepat menjadi penting bila terjadi wabah (Fournier dan Raoult 2003). Karakteristik C. burnetii Penyakit Q fever disebabkan oleh Coxiella burnetii, bersifat obligat intraseluler, berbentuk batang (coccobacillus) dengan ukuran 0,3-1,0 µm (Gambar 1), pleomorfik dan gram negatif. C. burnetii sulit dilihat dengan teknik pewarnaan gram walaupun memiliki membran yang sama seperti bakteri gram negatif lainnya. Pewarnaan yang bisa dipakai adalah pewarnaan Gimenez dan pewarnaan Stamp s (Maurin dan Raoult 1999).
2 58 Gambar 1 Morfologi C. burnetii dengan pengamatan menggunakan mikroskop elektron (Davis 2004). C. burnetii bersifat obligat intraseluler pada inangnya dan memiliki karakter yang mirip dengan Rickettsia (Ogawa et al. 2004). Secara filogenetik C. burnetii masuk dalam kingdom Pseubacterial, filum Proteobacteriae, ordo Gamma, genus Coxiella dan spesies C. burnetii (Marrie 2003). C. burnetii hidup dan berproliferasi dalam sel inang. Sel target utama dari agen ini hanya pada monosit atau sel-sel makrofag. Jika infeksi terjadi melalui saluran napas maka makrofag alveolar merupakan sel utama yang berperan aktif terhadap terjadinya infeksi akut. Dalam hati sel kupfer berperan aktif terhadap adanya infeksi C. burnetii melalui aliran darah (Fournier et al. 1998). C. burnetii dapat bertahan dalam lingkungan dengan kurun waktu lama, tahan pada ph rendah dan tahan terhadap beberapa bahan kimia pembasmi bakteri seperti lisol 0.5%, sodium hipoklorit dan radiasi sinar ultra violet (Maurin dan Raoult 1999). C. burnetii memiliki formasi spora yang menyebabkan bakteri ini bersifat patogen. Spora ini dapat bertahan 7-10 bulan di dinding rumah pada suhu C, lebih dari satu bulan dalam daging dalam penyimpanan dingin dan lebih dari 40 bulan dalam susu skim pada suhu ruangan (Marrie 2003).
3 Epidemiologi Q Fever 59 Sumber Penularan dan Transmisi Q Fever Penyakit Q fever bersifat zoonosis dan penularan dapat terjadi melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi maupun oleh partikel debu yang terkontaminasi agen penyebab. Q fever dapat berpotensi besar sebagai senjata biologis karena sifatnya yang tahan terhadap lingkungan dan dapat ditransmisikan secara aerosol (Davis 2004). Q fever dapat terjadi dalam rute transmisi yang bervariasi. Sapi, domba dan kambing adalah ruminansia domestik dianggap sebagai reservoir utama dan sumber infeksi C. burnetii pada manusia. Pada manusia, rute penyebaran secara aerosol dianggap sebagai rute infeksi yang utama yaitu lewat inhalasi terhadap yang sudah terkontaminasi dengan C. burnetii. Materi yang terkontaminasi C. burnetii seperti cairan amnion, plasenta, ekskret, wol, tanah dan debu dapat menyebarkan agen ini melalui angin (windborne)(page 2004). Transmisi secara oral dapat juga terjadi melalui bahan pangan asal hewan yang terinfeksi seperti daging dan produknya (Page 2004). Transmisi lain dapat terjadi melalui transfusi darah, transplantasi tulang, inokulasi intradermal dan hubungan seksual (Davis 2004). Penelitian yang dilakukan Milazzo et al. (2001), melaporkan seorang pasien terdiagnosa orchitis setelah 29 hari sebelumnya melakukan hubungan seksual dengan penderita Q fever. Hewan peliharaan seperti kucing, anjing dan kelinci juga termasuk dalam sumber infeksi pada masyarakat perkotaan. Penelitian di Itali, menunjukkan bahwa anjing dapat mentransmisikan Q fever ke manusia melalui cairan ekskreta dan urine. Selain itu juga ditemukan bahwa C. burnetii tersebar luas di peternakan terutama selama masa partus. Hal ini disebabkan dalam masa partus, C. burnetii dilepaskan pada lingkungan lebih dari 10 9 bakteri pergram plasenta yang terinfeksi (Capuano et al. 2004). C. burnetii dapat bertahan selama 32 bulan dalam susu dari sapi yang terinfeksi Q fever. Penelitian yang dilakukan di Switzerland, ditemukan adanya C. burnetii pada 17 dari 359 sampel susu (sapi, kambing domba) dan telur (Fretz et al. 2007). Namun C. burnetii dalam susu dapat diinaktifkan melalui proses
4 60 pasteurisasi dengan suhu C (147 F) selama 30 menit atau C (161 F). Menurut Raoult (2002), konsumsi susu yang terkontaminasi C. burnetii dapat menyebabkan distribusi sistemik melalui saluran pencernaan. Hatchette et al. (2001), menemukan bahwa mengkonsumsi keju yang tidak dipasterurisasi merupakan faktor resiko bertambahnya kejadian Q fever di Inggris. C. burnetii dalam urine dan feses dari hewan yang terinfeksi dapat juga sebagai sumber kontaminasi untuk rute transmisi melalui air, debu, tanah, dan muntah. C. burnetii dapat bertahan selama 19 bulan dalam feses dari beberapa jenis arthropoda yang terinfeksi agen ini (Davis 2004). C. burnetii dapat diisolasikan dari berbagai jenis arthropoda seperti kecoa, kumbang, lalat, kutu, caplak dan tungau. Telah dilaporkan lebih dari 40 jenis arthropoda dapat terinfeksi C. burnetii melalui transovarial dan transstadial (diantara siklus hidup) (Page 2004). Penelitian Yanasa et al. (1998), menemukan adanya C. burnetii dari sampel debu yang dikoleksi dari peternakan sapi perah di Jepang Dua penelitian lain melaporkan bahwa penularan Q fever melalui angin dapat terjadi dengan jarak 18,3 km dari pusat infeksi (Tissot et al. 1999; Hawker et al. 1998). Penelitian yang dilakukan di Inggris, ditemukan adanya kontaminasi C. burnetii pada jerami, pupuk, dan debu dari kendaraan di peternakan. Di Swiss dilaporkan individu yang tinggal dekat jalan yang mengangkut domba beresiko tinggi terinfeksi Q fever (Page 2004) Individu yang beresiko terinfeksi termasuk peternak, pekerja RPH, pekerja laboratorium, dan dokter hewan yang sering kontak dengan produk hewan (Davis 2004). Penelitian Psaroulaki et al. (2006) melaporkan bahwa individu yang tinggal dekat peternakan kambing atau domba beresiko besar terhadap penularan Q fever dan serangga dianggap sebagai aspek epidemiologi yang paling berperan pada penularan tersebut. Transmisi Q fever dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu wildlife dan domestic cycle. Transmisi wildlife terjadi melalui perantara caplak yang menggigit hewan liar terinfeksi lalu menggigit hewan liar yang rentan. Transmisi domestic cycle terjadi secara aerosol dari udara yang tercemar; cairan amnion, plasenta
5 hewan tertular. Susu segar dan daging dari sapi yang menderita Q fever merupakan sumber penularan penting pada manusia (Acha dan Szyfres 2003). 61 Hewan liar terinfeksi Ixodidae spp., Argasidae spp. Hewan liar yang rentan Manusia Gambar 2 Transmisi (wildlife) Q fever (Acha dan Szyfres 2003). Hewan peliharaan yang terinfeksi Cairan amnion, plasenta Hewan peliharaan yang terinfeksi Produk asal hewan Manusia Gambar 3 Transmisi (domestic cycle) Q fever (Acha dan Szyfres 2003). Kejadian pada Manusia Penyakit Q fever pada manusia sering bersifat menahun dan menimbulkan kondisi yang fatal yaitu mengakibatkan kegagalan fungsi hati, radang tulang, radang otak, gangguan pada pembuluh darah dan yang kerap terjadi endokarditis yang berakhir dengan kematian (Stein dan Raoult 1992). Penelitian yang dilaporkan oleh Stein et al. (2005) menjelaskan bahwa penularan Q fever secara aerosol dapat menimbulkan lesi hebat pada paru-paru. Masa inkubasi C. burnetii antara 2-3 minggu dengan gejala klinis yang bervariasi tergantung tingkat patogenitasnya, diikuti dengan demam tinggi ( C), kedinginan, malaise, sakit kepala dan rasa sakit pada otot (Maurin dan Raoult
6 ). Namun masa inkubasi dan tingkat patogenitas dapat tergantung dari kondisi kesehatan individu ketika terpapar agen C. burnetii dan rute transmisi penyakit ini (Page 2004). Pada penelitian Panau et al. (2007), melaporkan adanya kasus Q fever dengan gejala klinis berupa gangguan jantung yang hebat diikuti infeksi pernapasan. Penelitian di Turki, melaporkan terdapat 46 kasus Q fever dalam kurun waktu 3 bulan dengan gejala klinis yang ditimbulkan berupa muntah (100.0%), nausea (85.7%), diare (57.1%), demam (42.9%), sakit pada perut (42.9%) dan sakit kepala (42.9%) (Gozalan et al. 2007). Q fever pada wanita hamil dapat menimbulkan gangguan yang serius. Penelitian yang dilaporkan Raoult et al (2002), menyebutkan bahwa wanita hamil yang didiagnosa menderita Q fever, beresiko mengalami keguguran, kelahiran prematur dan lahir dengan berat badan tidak normal pada usia 3 bulan pertama masa kehamilan sedangkan untuk kehamilan tua, abortus jarang terjadi. Dari hasil penelitian lain terhadap 7 wanita dengan kasus Q fever pada umur kehamilan 3 bulan pertama semuanya mengalami abortus (Page 2004). Kejadian pada hewan Kejadian Q fever pada hewan tidak selalu menimbulkan gejala klinis bahkan lebih sering tidak ada gejala yang tampak. Studi seroprevalensi yang dilaporkan Masala et al (2004), menunjukkan penularan Q fever yang sangat tinggi terjadi pada peternakan kambing dan domba. Penelitian lain di Itali dengan kurun waktu 4 tahun, dilaporkan dari 514 kasus abortus, 138 diantaranya dari ternak sapi dan 376 lainnya adalah kambing dan domba (376). Data ini menunjukan bahwa hampir semua infeksi C. burnetii pada hewan sering berhubungan dengan kejadian abortus (Parisi et al. 2006). Pada hewan C. burnetii berlokasi pada glandula mamae, uterus dan plasenta, diantara ketiganya konsentrasi C. burnetii paling banyak di plasenta. Menurut Tissot et al (1999), menjelaskan bahwa kejadian Q fever yang tiap tahun dilaporkan di sekitar daerah peternakan. Hewan peliharaan termasuk kucing, anjing, kelinci dan tikus liar adalah sumber yang baru bagi infeksi C. burnetii (Hawker et al. 1998; Marrie 2003). Bahkan di Perancis dilaporkan adanya
7 kejadian Q fever melalui feses merpati yang terkontaminasi C. burnetii (Marrie 2003). 63 Q Fever Di Indonesia Dalam laporan World Health Organization (WHO), berdasarkan pemeriksaan serologis dinyatakan bahwa penyakit Q fever pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1937 (Kaplan dan Bertagna 1955). Penelitian selanjutnya yang pernah dilaporkan adalah studi seroepidemiologi tentang Q fever di Indonesia pada tahun 1978 (Koesharjono 1978). Kasus pneumonia yang terbukti disebabkan oleh C. burnetii dari seorang penderita yang mempunyai riwayat pernah tinggal di Indonesia (Miyasita 2001). Penelitian seroepidemiologi di Indonesia terhadap Spotted fever group Rickettsia (SFGR), telah dilakukan di Kepulauan Gag, Irianjaya ternyata persentasi sero prevalensi positif SFGR berkisar 21 % -20,4% (Richard et al. 2003). Prevalensi terhadap penyakit grup rickettsia, Murine typhus juga telah diinvestigasi pada tikus liar di Indonesia. Sampel yang diambil dari Jakarta dan Boyolali menunjukkan dari 327 tikus liar, sebanyak 128 (39,1%) diantaranya infeksi terdapat Murine typhus (Ibrahim et al. 2001). Penelitian selanjutnya yang dilaporkan Mahatmi (2006), adanya infeksi Q fever pada sapi bali dan domba di Bali dan dengan hasil positif 6,8% dari jumlah sampel campuran hati dan jantung mengandung materi genetik C. burnetii. Penelitian terbaru seorang pria Jepang yang baru kembali dari Bali, Indonesia telah terdiagnosa Murine typhus, ini kasus kedua yang terjadi pada wisatawan yang pernah ke Indonesia (Ohji et al. 2008). Metode Diagnosa Q fever Diagnosa Q fever berdasarkan gejala klinis yang tampak hampir tidak memberikan ketepatan, mengingat gejala klinis yang bersifat subklinis dan sangat umum, sehingga hasil diagnosa secara laboratorium sangat diperlukan. Ketepatan diagnosa Q fever sangat diperlukan untuk melakukan pengobatan yang efektif sebab tidak semua antibiotika broadspektrum mampu membunuh bakteri C. burnetii. Deteksi DNA C. burnetii dengan metode dasar PCR telah banyak
8 64 digunakan untuk mendiagnosa Q fever (Ogawa 2004; Fournier dan Raoult 2003). Beberapa metode serodiagnosis yang diterapkan untuk pemeriksaan Q fever adalah enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), capilary tube mikroagglutination, complement fixation (CFT) dan micro indirect immunoflourescent antibody test, immunohistochemical staining dan immunoflourescent assay (IFA) (Slaba et al. 2005; Setiyono et al. 2005, Marrie 2003). Pencegahan dan Pengobatan Pengobatan Q fever akut yang direkomendasikan adalah doxycycline sedangkan macrolides direkomendasikan untuk wanita hamil. Fluoroquinolones dan macrolides baik untuk terapi alternatif bagi penderita Q fever. Pneumonia akibat Q fever dapat diobati dengan erythromycin (Page 2004), tetracycline juga efektif terhadap endokarditis akibat infeksi Q fever kronis. Terapi kombinasi chloroquine dan doxycycline atau doxycycline dan ofloxacin dapat dianjurkan karena telah berhasil menyembuhkan penderita Q fever (Calza et al. 2001). Pencegahan Q fever dengan vaksinasi dianjurkan pada individu yang mempunyai resiko tinggi tertular Q fever seperti peternak, dokter hewan dan pekerja rumah potong. Berbagai jenis vaksin telah dicoba, di Rusia telah dikembangkan jenis vaksin dari C. burnetii yang dilemahkan. Selama periode 5 tahun di Australia telah dikembangkan vaksin formalin inaktif yang disebut Q-vak yang telah dibuktikan 100% efektif. Vaksin Q fever menimbulkan efek samping seperti hipersensitivitas yang ditandai dengan gejala mulai dari peradangan lokal berupa eritema pada lokasi penyuntikan vaksin sampai gejala sistemik. Agar penggunaan vaksin Q fever aman diperlukan terlebih dahulu pemeriksaan potensi vaksin dengan uji dermal atau uji serologis (Page 2004).
COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI ( )
COXIELLA BURNETII OLEH : YUNITA DWI WULANSARI (078114113) KLASIFIKASI ILMIAH Kingdom : Bacteria Phylum : Proteobacteria Class : Gamma Proteobacteria Order : Legionellales Family : Coxiellaceae Genus :
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi
PENDAHULUAN Latar Belakang Keanekaragaman sumber daya hayati merupakan modal dasar dan faktor dominan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Seiring dengan perkembangan ekonomi, perdagangan dan teknologi
Lebih terperinciKAJIAN Q FEVER PADA SAPI DI KOTA KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR ANNYTHA INA ROHI DETHA
KAJIAN Q FEVER PADA SAPI DI KOTA KUPANG NUSA TENGGARA TIMUR ANNYTHA INA ROHI DETHA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN 37 Dengan ini saya menyatakan bahwa Kajian Q
Lebih terperincipenyakit menular baru harus dilakukan secara holistik dan terpadu dengan melakukan pelayanan kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner dan
PEMBAHASAN UMUM Sampai dengan tahun 2006 ada beberapa penelitian serologi tentang penyakit Query fever (Q fever) di Indonesia. Tahun 1955 ditemukan positif pada 188 serum sapi mengandung antibodi Coxiella
Lebih terperinciRABBIT FEVER?? Francisella tularensis
RABBIT FEVER?? Kelinci bisa kena demam?? Gara-gara apa? Fransisca Kurnianingsih 078114084 Francisella tularensis Abstract Francisella tularensis adalah bakteri Gram negatif (bakteri Gram negatif terdiri
Lebih terperinciAnjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis
Anjing Anda Demam, Malas Bergerak dan Cepat Haus? Waspadai Leptospirosis Leptospirosis adalah penyakit berbahaya yang diakibatkan oleh bakteri Leptospira interrogans sensu lato. Penyakit ini dapat menyerang
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Brucellosis Penyakit keguguran / keluron menular pada hewan ternak kemungkinan telah ada sejak berabad-abad lalu seperti deskripsi dari Hippocrates dan mewabah pertama
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sejarah
TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Nama lain dari penyakit demam Q atau Q fever di beberapa negara adalah Acute Q fever, Chronic Q fever, Coxiella burnetii fever, Coxiella burnetii borne diseases, Australian Q fever,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ELISA
HASIL DAN PEMBAHASAN Q fever merupakan penyakit zoonosa yang sangat infeksius, menyebar luas hampir di seluruh dunia, menginfeksi orang yang berhubungan dengan pekerjaannya (occupational hazard) dan dapat
Lebih terperinciKAJIAN Q FEVER PADA SAPI PERAH IMPOR DARI AUSTRALIA YANG MASUK MELALUI BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA ENDAH KUSUMAWATI
KAJIAN Q FEVER PADA SAPI PERAH IMPOR DARI AUSTRALIA YANG MASUK MELALUI BANDAR UDARA SOEKARNO-HATTA ENDAH KUSUMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu malaria, schistosomiasis, leismaniasis, toksoplasmosis, filariasis, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit parasiter saat ini menjadi ancaman yang cukup serius bagi manusia. Ada 6 jenis penyakit parasiter yang sangat serius melanda dunia, yaitu malaria, schistosomiasis,
Lebih terperinciRickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik
Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik (Manda Ferry Laverius/078114010) Penyakit typhus disebabkan oleh beragai macam bakteri. Meskipun penyakit ini memiliki kesamaan ciri secara umum, namun typhus dapat
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN INTEGRASI SITEM PCM ANALYSIS PENCEGAHAN TERHADAP VIRUS ZIKA. Oleh: Rika Puspitasari Rangkuti
PERANCANGAN DAN INTEGRASI SITEM PCM ANALYSIS PENCEGAHAN TERHADAP VIRUS ZIKA Oleh: Rika Puspitasari Rangkuti 2215 105 046 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ini tersebar di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis merupakan salah satu dari sekian banyak penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang secara alami dapat menular dari hewan ke manusia. Gejala klinis dari penyakit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakteri Salmonella sp merupakan mikrobia patogen penyebab sakit perut yang dapat menyebabkan kematian, yang disebut sebagai salmonellosis. Habitat alami Salmonella sp adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. untuk memenuhi hampir semua keperluan zat-zat gizi manusia. Kandungan yang
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Susu dan produk olahannya merupakan pangan asal hewan yang kaya akan zat gizi, seperti protein, lemak, laktosa, mineral dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi hampir
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah
PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daging bagi masyarakat (BSN, 2008). Daging sapi sebagai protein hewani adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi Bali merupakan salah satu dari beberapa bangsa sapi potong asli Indonesia yang memegang peranan cukup penting dalam penyediaan kebutuhan daging bagi masyarakat
Lebih terperinciAKABANE A. PENDAHULUAN
AKABANE Sinonim : Arthrogryposis Hydranencephaly A. PENDAHULUAN Akabane adalah penyakit menular non contagious yang disebabkan oleh virus dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis (AG) disertai atau tanpa
Lebih terperinciPertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi
1 Lab Biomedik dan Biologi Molekuler Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jl Raya Sesetan-Gang Markisa No 6 Denpasar Telp: 0361-8423062; HP: 08123805727 Email: gnmahardika@indosat.net.id;
Lebih terperinciTrypanosoma cruzi Ciri Morfologi
Trypanosoma cruzi Ciri Morfologi Morfologi Trypanosoma dalam darah tampak sebagai flagelata yang pipih panjang(kira-kira 15-20 mikron), berujung runcing di bagian posterior, mempunyai flagel kurang dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk yang pesat, membaiknya keadaan ekonomi dan meningkatnya kesadaran masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal dan usus pada manusia sangat erat kaitanya dengan bakteri Escherichia coli yang merupakan salah satu bakteri patogen. Strain E. coli yang bersifat zoonosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. puncak kejadian leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit leptospirosis terjadi di seluruh dunia, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, di daerah tropis maupun subtropis. Di daerah endemis, puncak kejadian leptospirosis
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Distrik Bobonaro Distrik Bobonaro terletak di antara 8 o 48-9 15 Lintang Selatan dan 125 o 55-125 24 Bujur Timur dengan jarak 149 km dari Dili, suhu maksimun 32 o C dan suhu
Lebih terperinciProses Penyakit Menular
Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan
Lebih terperinciPenyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio
Pengertian Polio Polio atau poliomyelitis adalah penyakit virus yang sangat mudah menular dan menyerang sistem saraf. Pada kondisi penyakit yang bertambah parah, bisa menyebabkan kesulitan 1 / 5 bernapas,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Toksoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Toxoplasma gondii berperan sebagai parasit obligat intraseluler
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional.
BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia masih merupakan peternak kecil. Pengelolaan sapi perah rakyat pada kenyataannya masih bersifat tradisional. Cara beternak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan parasit protozoa Toxoplasma gondii, infeksi parasit ini dijumpai di seluruh dunia (Kijlstra dan Jongert, 2008).
Lebih terperinciBAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING
BAB III VIRUS TOKSO PADA KUCING 3.1. Virus Tokso Pada Kucing Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu gejala penyakit yang disebabkan oleh protozoa toksoplasmosis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang
Lebih terperinciumum digunakan untuk brucellosis yang di Indonesia umumnya menggunakan teknik Rose Bengal Plate Test (RBPT), Serum Agglutination Test (SAT), dan Compl
DIAGNOSA PENYAKIT BRUCELLOSIS PADA SAP] DENGAN TEKNIK UJI PENGIKATAN KOMPLEMEN Yusuf Mukmin Balai Penelitian Veteriner, Jalan R.E. Martadinata 30, Bogor 11614 PENDAHULUAN Brucellosis adalah penyakit bakterial
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, dapat menginfeksi pada hewan dan manusia dengan prevalensi yang bervariasi (Soulsby, 1982). Hospes
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA
BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah
Lebih terperinciBAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans yang mempengaruhi baik manusia maupun hewan. Manusia terinfeksi melalui
Lebih terperinciBacillius cereus siap meracuni nasi anda
AWAS!! Bacillius cereus siap meracuni nasi anda 14 Mei 2008 Iryana Butar Butar Farmasi/B/078114094 Universitas Sanata Dharma Kingdom: Bacteria Phyllum : Firmicutes Classis : Bacilli Ordo : Bacillales Familia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT
71 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Kondisi Peternakan di Propinsi NTT Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur meliputi 566 pulau besar dan kecil dengan luas daratan sekitar 47,3 ribu km 2. Kondisi alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis (WHO, 2015). Penularan hepatitis virus
Lebih terperinciRickettsia prowazekii
Rickettsia prowazekii Nama : Eva Kristina NIM : 078114026 Fakultas Farmasi Sanata Dharma Abstrak Rickettsia prowazekii adalah bakteri kecil yang merupakan parasit intraseluler obligat dan ditularkan ke
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). HBV ditemukan pada tahun 1966 oleh Dr. Baruch Blumberg berdasarkan identifikasi Australia antigen yang sekarang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hog cholera 2.1.1 Epizootiologi Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian masyarakat pedesaan di Bali. Hampir setiap keluarga di daerah pedesaan memelihara
Lebih terperinciBAB 4 ANTRAKS. 1. Defenisi Penyakit Antraks
BAB 4 ANTRAKS 1. Defenisi Penyakit Antraks Kuman antraks pertama kali di isolasi oleh Robert Koch pada tahun 1877. Meskipun penyakit alaminya sudah banyak berkurang, antraks menarik perhatian karena dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Gejala umumnya muncul 10 hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Leptospirosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri patogen Leptospira, yang ditularkan secara langsung maupun tidak langsung dari hewan ke manusia,
Lebih terperinci: Vibrio vulnificus. Klasifikasi
Vibrio vulnificus Vibrio vulnificus merupakan bakteri yang relatif baru dalam identifikasinya sebagai bakteri yang patogen bagi manusia. Bakteri ini ditemukan sebagai patogen di tiram pada tahun1976 dan
Lebih terperinciHepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis
Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyakit ini adalah hewan yang ada di sekitar kita, seperti ayam, kucing, anjing, burung,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TORCH adalah singkatan dari toxoplasma, rubella, citomegalovirus, dan herpes, yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa atau parasit darah dan virus. Penyebab
Lebih terperinciBAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh
BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,
Lebih terperinciEtiology dan Faktor Resiko
Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang ditularkan kepada manusia dan menyerang susunan saraf pusat. Penyakit ini mendapat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Giardiasis adalah penyakit diare yang disebabkan oleh protozoa patogen Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi protozoa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penderitanya dan menghasilkan kerentanan terhadap berbagai infeksi. sel T CD4 yang rendah (Cabada, 2015; WHO, 2016).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penderita HIV/AIDS meningkat setiap tahun dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sel limfosit T CD4 merupakan sel target infeksi HIV, penurunan jumlah dan fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan hewan dapat menularkan penyakit, manusia tetap menyayangi hewan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia sulit terlepas dari kehidupan hewan, baik sebagai teman bermain atau untuk keperluan lain. Meskipun disadari bahwa kedekatan dengan hewan dapat menularkan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Sebanyak 173 dan 62 contoh serum sapi dan kambing potong sejumlah berasal dari di provinsi Jawa Timur, Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Barat, Jakarta dan
Lebih terperinci2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Morphologi, etiologi dan epidemiologi bovine Tuberculosis Kasus tuberkulosis pertama kali dikenal dan ditemukan pada tulang mummi Mesir kuno, kira-kira lebih dari 2000 tahun
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Karakter Biologi Klebsiella pneumoniae K. pneumoniae tergolong dalam kelas gammaproteobacteria, ordo enterobacteriale, dan famili Enterobacteriaceae. Bakteri K. pneumoniae adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh protozoa Toxoplasma gondii. Infeksi toksoplasmosis dapat terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit zoonosis merupakan penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Salah satu penyakit zoonosis adalah toksoplasmosis yang disebabkan oleh
Lebih terperinciFAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT
FAKTOR DAN AGEN YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT & CARA PENULARAN PENYAKIT LATAR BELAKANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYAKIT KESEHATAN KUNCI SUKSES USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN MOTO KLASIK : PREVENTIF > KURATIF
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium.
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium. Ada lima jenis Plasmodium yang sering menginfeksi manusia, yaitu P. falciparum,
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Leptospirosis disebabkan oleh Spirochaeta termasuk genus Leptospira. Pada
PENGANTAR Latar Belakang Leptospirosis adalah penyakit infeksi akut yang dapat menyerang manusia dan hewan (zoonosis). Penyakit ini sangat penting dan ditemukan hampir di seluruh dunia, terutama di belahan
Lebih terperinciMateri Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru
1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis
Lebih terperinciJika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.
Virus Influenza menempati ranking pertama untuk penyakit infeksi. Pada tahun 1918 1919 perkiraan sekitar 21 juta orang meninggal terkena suatu pandemik influenza. Influenza terbagi 3 berdasarkan typenya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. media pertumbuhan mikroorganisme. Daging (segar) juga mengandung enzim-enzim
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging adalah salah satu pangan asal hewan yang mengandung zat gizi yang sangat baik untuk kesehatan dan pertumbuhan manusia, serta sangat baik sebagai media pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. parasit spesies Toxoplasma gondii. Menurut Soedarto (2011), T. gondii adalah parasit
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Toksoplasmosis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit spesies Toxoplasma gondii. Menurut Soedarto (2011), T. gondii adalah parasit intraseluler
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang bersifat patogen merupakan prioritas utama untuk dilakukan pada bidang kesehatan,
Lebih terperinciLAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS
LAPORAN ANALISIS RISIKO PEMASUKAN SAPI BIBIT BALI YANG DIKIRIM DARI LOMBOK- NTB KE MAKASSAR TERHADAP PENYAKIT ANTHRAKS Oleh : 1. Drh. Muhlis Natsir NIP 080 130 558 2. Drh. Sri Utami NIP 080 130 559 BALAI
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Air susu ibu merupakan makanan terbaik bagi bayi jika ditinjau dari, komposisi zat gizinya, dimana zat gizi yang terdapat dalam air susu ibu ini sangat kompleks, tetapi ketersediaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu bahan alami yang mempunyai nilai gizi tinggi dan telah lama dimanfaatkan sebagai sumber protein yang cukup penting bagi manusia. Pada umumnya
Lebih terperinciBAKTERI PENCEMAR MAKANAN. Modul 3
BAKTERI PENCEMAR MAKANAN Modul 3 PENDAHULUAN Di negara maju 60% kasus keracunan makanan akibat Penanganan makanan yg tidak baik Kontaminasi makanan di tempat penjualan Di negara berkembang tidak ada data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu. memproduksi endotoksin. Habitat alaminya adalah tanah, air dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristika stafilokokus Bakteri ini merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernafasan bagian atas; beberapa spesiesnya mampu memproduksi endotoksin. Habitat alaminya
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ atau kelenjar terbesar dari tubuh yang berfungsi sebagai pusat metabolisme, hal ini menjadikan fungsi hepar sebagai organ vital. Sel hepar rentan
Lebih terperinciinfeksi bakteri : Borrelia spp. vektor : louse (kutu) dan tick (sengkenit)
Rita Shintawati Pendahuluan Relapsing fever (RF) demam berulang infeksi bakteri : Borrelia spp. vektor : louse (kutu) dan tick (sengkenit) Gejala klinis yg khas timbulnya demam berulang diselingi periode
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan (Volk dan Wheeler, 1990). Udara dapat dikelompokkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Surra merupakan penyakit pada ternak yang disebabkan oleh protozoa Trypanosoma evansi. Penyakit ini juga menyerang hewan domestik dan hewan liar. Parasit ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit
Lebih terperinciBAB II VIRUS TOKSO Definisi Virus Tokso
BAB II VIRUS TOKSO 2.1. Definisi Virus Tokso Tokso adalah kependekan dari toksoplasmosis, istilah medis untuk penyakit ini. Toksoplasmosis gondii atau yang lebih sering disebut dengan tokso adalah suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data-data cemaran mikrobia pada produk susu mentah sudah ada dari kelompok peternakan yakni Budiarso, 2001 Tingkat cemaran rata-rata Coliform yang mengkontaminasi susu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
Lebih terperinciKanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?
Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker
Lebih terperinciBAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi
BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis kontak,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Debu terdiri atas partikel destrimen yang berasal dari rambut, daki, bulu binatang, sisa makanan, serbuk sari, skuama, bakteri, jamur dan serangga kecil (Sungkar, 2004).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung
Lebih terperinciBALAI BESAR KARANTINA PERTANIAN SOEKARNO HATTA
Halaman ke : 1 dari 6 IMPOR ANJING DAN KUCING (RISIKO TINGGI) Media Pembawa : Anjing dan Kucing HS Code : 0106.19.00 Dasar Pelaksanaan : UU 16 tahun 1992 PP 82 tahun 2000 PP 35 tahun 2016 Kepmentan 3238
Lebih terperinciSTREPTOCOCCUS PNEUMONIAE
Nama : Margareta Krisantini P.A NIM : 07 8114 025 STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE Streptococcus pneumoniae adalah sel gram possitf berbentuk bulat telur atau seperti bola yang dapat menyebabkan berbagai macam
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Toxoplasma gondii, merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia.
PENDAHULUAN Latar Belakang Toksoplasmosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii, merupakan penyakit yang banyak dijumpai di seluruh dunia. Luasnya penyebaran toksoplasmosis
Lebih terperinciHepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini
Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sangat dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi 2.1.1 Pengertian Infeksi Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat sangat dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan
Lebih terperinciDEFINISI KASUS MALARIA
DEFINISI KASUS MALARIA Definisi kasus adalah seperangkat criteria untuk menentukan apakah seseorang harus dapat diklasifikasikan sakit atau tidak. Kriteria klinis dibatasi oleh waktu, tempat, dan orang.
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI. 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah Analisis Masalah
BAB 3 METODOLOGI 3.1 Analisis Kebutuhan dan Masalah 3.1.1 Analisis Masalah Berdasarkan kajian jurnal, banyak pemilik anjing yang kurang memperhatikan kesehatan anjingnya karena masalah biaya, keberadaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan susu Nasional dari tahun ke tahun terus meningkat disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk Indonesia. Produksi susu segar dalam negeri hanya mampu memenuhi 20
Lebih terperinci