BAB II KAJIAN PUSTAKA. masyarakata dalam pengolahan sampah, yaitu:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. masyarakata dalam pengolahan sampah, yaitu:"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian ini membahas tentang pemberdayaan masyarakat melalui program pengolahan sampah berbasis 3R. Adapun penelitian terlebi dahulu yang sama-sama membahas model pembahasan partisipasi masyarakata dalam pengolahan sampah, yaitu: Tabel 1: Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Fransiska Tanuwijaya, 2016 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Bank Sampah Pitoe Jambangan Kota Surabaya Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa masyarakat tidak dilibatkan dalam proses evaluasi di Bank Sampah PITOE Jambangan. Proses evaluasi kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan dilakukan dengan dua cara. Pertama, dilakukan dalam rapat internal pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan untuk kemudian hasilnya disampaikan kepada masyarakat atau pilihan yang kedua adalah dengan menampung seluruh usulan dan masukan yang disampaikan oleh masyarakat untuk kemudian dibawa dalam rapat internal pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Namun, bukan berarti usul dan [8]

2 masukan yang disampaikan oleh masyarakat ini dapat langsung disetujui dan dilaksanakan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Hal ini bergantung pada apakah pengurus sanggup untuk melaksanakan usul dan masukan yang diberikan tersebut. Proses evaluasi dilakukan secara rutin minimal satu kali dalam setahun. Laporan keuangan Bank Sampah PITOE Jambangan dalam satu tahun menjadi bentuk evaluasi yang dilakukan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Secara terbuka pengurus memberikan lembaran fotocopy laporan keuangan selama satu tahun kepada masyarakat. 2. Fauzi, Muhammad R, Sutomo, Dona Amelia, Juarsa Badri, 2017 Partisipasi Masyarakat Dalam Program Bank Sampah Pendowo Berseri Desa Tritih Wetan Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap Partisipasi Masyarkat Pada Pengelolaan Sampah Dengan Konsep 3r Di Kota Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat partisipasi berdasarkan tahapan menikmati hasil memiliki kategori tinggi sebanyak 52 anggota nasabah (83,9%) dan kategori sedang sebanyak 10 anggota nasabah (16,1%). Hal ini disimpulkan bahwa tahapan menikmati hasil dalam tingkat partisipasi masyarakat tinggi atau sudah baik, disebabkan karena tingginya keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program Bank Sampah Pendowo berseri di Desa Tritih Wetan Jeruklegi Cilacap Hasil penelitian ini memperlihatkan tingginya keinginan masyarakat kota Bukittinggi untuk berpartisipasi pada [9]

3 Bukittinggi program 3R. Sumber informasi dari kegiatan 3R juga beragam dimana hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memperoleh informasi tentang 3R dari sosial media dan penyuluhan. Terdapat beberapa alasan masyarakat belum berpartisipasi dalam kegiatan 3R diantranya yang paling menonjol adalah belum tahu cara melakukan 3R dan belum tahu manfaat dari program 3R. Ketersediaan sarana pendukung 3R juga masih terbatas dimana responden sebesar 86% menyatakan sarana pendukung kegiatan 3R masih belum mencukupi. Agar program 3R berhasil dijalankan dengan baik diperlukan kecukupan sarana pendukung, penegakan aturan serta kampanye yang intensif untuk keberlanjutan program 3R. 4. Stefanus T. Tanod, 2014 Partisipasi Masyarakat Kecamatan Madidir Terhadap Program Pengelolaan Sampah Kota Bitung Hasil penelitian didapat bahwa 81 persen responden merupakan warga asli bitung, 16 persen merupakan penduduk sangihe talaud, 2 persen penduduk asal jawa, dan 1 persen berasal dari kotamobagu. Responden yang merupakan warga asli bitung cenderung akan lebih menjaga kebersihan lingkungannya, daripada warga yang merupakan pendatang di Kota Bitung. Hal ini dikarenakan rasa memiliki yang besar akan tanah kelahiran akan memunculkan rasa peduli yang besar akan kemajuan daerahnya sendiri. Dalam hal ini, [10]

4 program pengelolaan sampah yang dijalankan di Kota Bitung. Pertama: Fransiska Tanuwijaya, 2016, degan judul Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Bank Sampah Pitoe Jambangan Kota Surabaya. 4 Partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa masyarakat tidak dilibatkan dalam proses evaluasi di Bank Sampah PITOE Jambangan. Proses evaluasi kegiatan pengelolaan sampah di Bank Sampah PITOE Jambangan dilakukan dengan dua cara. Pertama, dilakukan dalam rapat internal pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan untuk kemudian hasilnya disampaikan kepada masyarakat atau pilihan yang kedua adalah dengan menampung seluruh usulan dan masukan yang disampaikan oleh masyarakat untuk kemudian dibawa dalam rapat internal pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Namun, bukan berarti usul dan masukan yang disampaikan oleh masyarakat ini dapat langsung disetujui dan dilaksanakan oleh pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Hal ini bergantung pada apakah pengurus sanggup untuk melaksanakan usul dan masukan yang diberikan tersebut. Proses evaluasi dilakukan secara rutin minimal satu kali dalam setahun. Laporan keuangan Bank Sampah PITOE Jambangan dalam satu tahun menjadi bentuk evaluasi yang dilakukan oleh 4 Fransiska Tanuwijaya, Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Bank Sampah Pitoe Jambangan Kota Surabaya. Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga. Hlm 240. [11]

5 pengurus Bank Sampah PITOE Jambangan. Secara terbuka pengurus memberikan lembaran fotocopy laporan keuangan selama satu tahun kepada masyarakat. Sementara, berkaitan dengan penelitian yang di lakukan oleh penulis hampir serupa dengan yang di kemukakan oleh Fransiska Tanuwijaya, bahwa penelitian ini lebih cenderung menelaah terhadap pemberdayaan masyarakat yang berbasis lingkungan di tempat pengolahan sampah 3R. Karena dengan kehadiran lembaga pengolahan sampah dapat memberikan efek positif bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Kedua: Fauzi, Muhammad R, Sutomo, 2017, dengan judul skripsi Partisipasi Masyarakat Dalam Program Bank Sampah Pendowo Berseri Desa Tritih Wetan Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap.5 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat partisipasi berdasarkan tahapan menikmati hasil memiliki kategori tinggi sebanyak 52 anggota nasabah (83,9%) dan kategori sedang sebanyak 10 anggota nasabah (16,1%). Hal ini disimpulkan bahwatahapan menikmati hasil dalam tingkat partisipasi masyarakat tinggi atau sudah baik, disebabkan karena tingginya keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program Bank Sampah Pendowo berseri di Desa Tritih Wetan Jeruklegi Cilacap. Sementara, berkaitan dengan penelitian yang di lakukan oleh penulis hampir serupa dengan yang di kemukakan oleh Fauzi, Muhammad R, Sutomo. Bahwa penelitian ini lebih cenderung terhadap pemberdayaan masyarakat berbasis dengan kehadiran lembaga pengolahan sampah dapat 5 Fauzi, Muhammad R, Sutomo, Partisipasi Masyarakat Dalam Program Bank Sampah Pendowo Berseri Desa Tritih Wetan Kecamatan Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Alumni Pendidikan Geografi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hlm [12]

6 mebangkitkan kesejahteran sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga lembaga dapat merekrut masyarakat yang tidak memiliki penghasilan dengan adanya lembaga pengolahan sampah bisa meningkatkan kesejahteran ekonomi bagi masyarakat. Ketiga: Dona Amelia, Juarsa Badri, 2017, dengan judul skiripsi Partisipasi Masyarkat Pada Pengelolaan Sampah Dengan Konsep 3r Di Kota Bukittinggi. 6 Hasil penelitian ini memperlihatkan tingginya keinginan masyarakat kota Bukittinggi untuk berpartisipasi pada program 3R. Sumber informasi dari kegiatan 3R juga beragam dimana hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar responden memperoleh informasi tentang 3R dari sosial media dan penyuluhan. Terdapat beberapa alasan masyarakat belum berpartisipasi dalam kegiatan 3R diantranya yang paling menonjol adalah belum tahu cara melakukan 3R dan belum tahu manfaat dari program 3R. Ketersediaan sarana pendukung 3R juga masih terbatas dimana responden sebesar 86% menyatakan sarana pendukung kegiatan 3R masih belum mencukupi. Agar program 3R berhasil dijalankan dengan baik diperlukan kecukupan sarana pendukung, penegakan aturan serta kampanye yang intensif untuk keberlanjutan program 3R.. penelitian yang di lakukan oleh penulis bahwa dengan adanya tempat pengolahan sampah lingkungan jadi bersi terhindar dari penumpukan sampah, samapah dapat di daur ulang sehingga membantu masyarakat dalam kesejahteraan ekonomi dengan adanya masyarakat 6 Dona Amelia, Juarsa Badri, Partisipasi Masyarkat Pada Pengelolaan Sampah Dengan Konsep 3r Di Kota Bukittinggi lmu Ekonomi El Hakim, Solok. Hlm 343. [13]

7 dapat berpartisipasi dalam mendukung berjalannya lembaga pengolahan samapah berbasis 3R. Ke-empat: Stefanus T. Tanod, 2014, dengan judul skripsi Partisipasi Masyarakat Kecamatan Madidir Terhadap Program Pengelolaan Sampah Kota Bitung. 7 Hasil penelitian didapat bahwa 81 persen responden merupakan warga asli bitung, 16 persen merupakan penduduk sangihe talaud, 2 persen penduduk asal jawa, dan 1 persen berasal dari kotamobagu. Responden yang merupakan warga asli bitung cenderung akan lebih menjaga kebersihan lingkungannya, daripada warga yang merupakan pendatang di Kota Bitung. Hal ini dikarenakan rasa memiliki yang besar akan tanah kelahiran akan memunculkan rasa peduli yang besar akan kemajuan daerahnya sendiri. Dalam hal ini, program pengelolaan sampah yang dijalankan di Kota Bitung..Ada persamaan yang sama-sama membahas partisipasi masyarakat dan pengolahan sampah. Penilitian yang di lakukan penulis partisipasi Warga peduli dengan lingkungan. Dampak lembaga pengolahan sampah yang terdiri dari dampak ekologis, ekonomi dan dampak sosial. Munculnya perspektif baru bagi masyarakat terhadap lembaga pengolahan sampah 3R, dalam pemberdayaan masyarakat berbasis. Berdasarkan uraian penelitian terdahulu ada beberapa hal yang di jelaskan atau dikemukakan terkait partisipasi masyarakat diantaranya peningkatan ekonomi masyarakat, kebersihan dan mamfaat ekologis yang dirasakan masyarakat setempat. Dengan demikian, penulis juga 7 Stefanus T. Tanod, Partisipasi Masyarakat Kecamatan Madidir Terhadap Program Pengelolaan Sampah Kota Bitung. Jurusan Arsitetur Universitas Sam Ratulangi Hlm 271 [14]

8 mengemukakan dalam penelitian ini yakni yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat di tempat pengolahan sampah terpadu 3R (Reduce, Reuse, Recycle) Desa Mulyoagung Kecamatan Dau Kabupaten Malang antara lain dengan kehadiran lembaga tersebut, sampah dari warga masyarakat dapat dikololah secara intensif atau berkelanjutan, dapat meberikan kebersihan dilingkungan Kecamatan Dau. Tidak hanya itu sampah dapat memberikan manfaat yang luar biasa bagi masyarakat hususnya pengusaha. Karena, sampah dapat didaur ulang kembali, bernilai ekonomis dan dapat dijadikan sebagai kompos atau atau pupuk dipertanian dan masyarakat dapat mendapatkan peluang perkerjaan melalui lowongan pemberdayaan sampah tersebut. Kemudian dengan adanya Partisipasi masyarakat melalui kegiatan usaha pengolahan sampah masyarakat dapat berubah pola pikirnya, artinya sampah yang semula menjijikan bagi masyarakat namun bagi pengusaha sangat bernilai wujudnya karena setelah dilakukan daur ulang terhadap sampah organik dapat menghasilkan uang yang dapat menunjang kehidupan manusia. B. Teori Partisipasi Masyarakat 1. Pengertin Partisipasi Banyak ahli memberikan pengertian konsep partisipasi. Bilah dilihat dari asal katanya, kata Partisipasi berasal dari kata bahasa inggris Participation yang berarti mengambil bagian, pengikut sertaan. 8 Slamet mengatakan bahwa partisipasi yang berarti peran serta seseorang atau kelempok masyarakat secara aktif dari proses 8 Pius A.Partan dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkolah. Hlm 655 [15]

9 perumusan kebutuhan, perencanaan, sampai pada tahap pelaksanaan kegiatan baik melalui pikiran atau langsung dalam bentuk fisik. 9 Menurut pernyataan Sherry R Arnstein yang dikutip oleh Sigit, bahwa berbagai jenjang partisipasi masyarakat bebarbai program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam 8 tingkat partisipasi,masyarakat dengan berdasarkan kekuasaan yang diberikan kepada masyarakat. 10 Tingkat partisipasi yang tertinggi ke terendah adalah sebagai berikut: a. Citizen Control, Masyarakat dapat berpartisipasi didalam dan mengendalikan seluruh peroses pengambilan keputusan. Pada tingkat ini masyarakat memiliki kekuatan untuk mengatur progaram atau kelembagaan yang berkaitan dengan kepentingan. Masyarakat mempunyai wewenag dan dapatmengadakan negosiasi dengan pihakpihak luar yang hendak melakukan perubahan usaha bersama warga ini langsung berhubungan dengan sumber dana untuk memperoleh bantuan tampah melalui pihak ketiga. 11 b. Delegatet Power, pada tingkat ini masyarakat diberi limpahan kewenangan untuk membuat keputusan pada rencana tertentu. Untuk menyelesaikan permasalahan, pemerintah harus mengadakan negosiasi dengan masyarakat mempunyai tingkat kendali atas keputusan pemerintah. c. Partnership, masyarakat berhak berunding dalam pengambilan ke[putusan atau pemerintah, atas kesepakatan bersama kekuasaan 9 Y. Slamet Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Sukarta: Sebelas Maret University Pree. Hlm Sigit Wijaksono Pengaruh Lama Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pengolaan Lingkungan Pemukiman. Jurnal Com Tech.Hlm 27 [16]

10 dibagai antara masyarakat dengan pemerintah. Untuk itu, diambil kesepakatan saling membagi tanggung jawab dalam perencanaan, pengendalian keputusan, penyusunan kebijakan serta pemecahan masalah yang dihadapi. 12 d. Placation, pemegang kekuasan (pemerintah) perlu menunjuk sejumlah orang dari bagian masyarakat yang dipengaruhi untuk menjadi anggota suatu badan publik, di mana mereka mempunyai akses tertentu dalamproses pengambilan keputusan, walaupun dalam pelaksanaan. Walaupun dalam pelaksanaan usulan masyarakat tetap diperhatikan, karena kedudukan relatif rendah dalam jumlahnya lebih sedikit dibandingkan anggota dari pemerinta maka tidak mampu mengambil keputusan. e. Consultation, masyrakat tidak hanya diberitahu tetapi juga diundang untuk berbagi pendapat, mekipun tidak ada jaminan bahwa pendapat yang dikemukakan akan menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Metode yang sering digunakan adalah servei tentang arah. 13 f. Informing, pemegang kekuasan akan memberikan informasi kepada masyarakat terkait proposal kegiatan, masyarakat tidak diberdayakan untuk mempengaruhi hasil.informasi dapat berupa hak, tanggung jawab dan berbagai pilihan, tetapi tidak ada umpan balik atau kekuatan untuk negosiasi dari masyarakat. Informasi diberikan pada tahapan 12 Ibid. Hlm Ibid. [17]

11 ahir perancanaan dan masyarakat hanya memiliki sedikit kesempatan untuk mempengaruhi rencana yang telah disusun. 14 g. Therapy, memegang kekuasan memberikan alasan proposal dengan berpura-pura melibatkan masyarakat. Meskipun terlibat dalam kegiatan, tujuannya lebih kepa mengubah pola pikir masyarakat dari pada mendapatkan masukan dari masyarakat itu sendiri. 15 h. Manipulation, merupakan tingkatan partisipasi yang paling rendah, di mana masyarakat hanya dipakai namanyasaja. Kegiatan untuk melakukan manipulasi informasi untuk memperoleh dukungan publik dan menjanjikan keadaan yang lebih baik meskipun tidak hanya terjadi. 16 C. Konsep Partisipasi Masyarakat Mengidentifikasi tiga tradisi konsep partisipasi bila dikaitkan dengan praktis pembangunan masyarakat yang demokratis, yaitu partisipasi politik, partisipasi sosial, dan partisipasi warga. Adapun uraiannya 16 sebagai berikut: 17 a. Partisipasi Politik Partisipasi politik sering kali dihubungkan dengan proses politik yang demokratik, yang melibatkan interaksi perseorangan dan organisasi. Partisipasi politik dihubungkan dengan demokrasi politik yang mengedepankan prinsip perwakilan dan partisipasi tidak langsung. 14 Ibid. Hlm Ibid. 16 Ibid. 17 Astuti, Siti Irene. (2011). Desentralisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hlm 56 [18]

12 b. Partisipasi Sosial Partisipasi sosial lebih berorientasi pada perencanaan dan implementasi pembangunan. Partisipasi ini ditempatkan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang terkait dengan proses pembangunan dalam konsultasi data dan pengambilan keputusan pada semua tahapan siklus proyek pembangunan, dari evaluasi sampai penilaian, implementasi, pemantauan, dan evaluasi. c. Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa bentuk-bentuk partisipasi meliputi partisipasi politik, partisipasi sosial, dan partisipasi masyarakat. D. Konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle). 1. Reducem( imengurangi ) yaitummengurangi segalamsesuatu yangmmenyebabkanmtimbulnya sampahi, contohnyamketika belanjammembawamkantong/keranjang darimrumah, mengurangimkemasan yangmtidakmperlu, menggunakan kemasanmyang dapatmdidaurmulang, misalnyambungkusmnasi menggunakanmdaun pisangmatau daunmjati. 2. Reusem(gunamulang) [19]

13 yaitumkegiatan penggunaanmkembali sampahmyang masingidapat digunakanmbaik untukmfungsimyang samammaupun fungsimlain, contohnyamberupa botolmbekas minumanmdirubah fungsimjadi tempatmminyakmgoreng, banmbekas, dimodifikasimjadimkursi,ppot bunga. 3. Recyclel (mendaurmulang) yaitummengolah sampahmmenjadi produkmbaru,mcontohnya sampahmkertas diolahmmenjadi kertasmdaur uulang/kertas seni/campurannpabriknkertas, sampahpplastik kresekmdiolahimenjadi kantongmkresek, sampahmorganik diolahmmenjadikkompos. [20]

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH 45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP TEORITIS. Inggris participation yang berarti pengambilan bagian, melalui pikiran atau langsung dalam bentuk fisik. 2

BAB II KONSEP TEORITIS. Inggris participation yang berarti pengambilan bagian, melalui pikiran atau langsung dalam bentuk fisik. 2 31 BAB II KONSEP TEORITIS A. Teori Partisipasi Masyarakat 1. Pengertian partisipasi Banyak ahli memberikan pengertian mengenai konsep partisipasi. Bila dilihat dari asal katanya, kata partisipasi berasal

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sampah merupakan salah satu permasalahan yang patut untuk diperhatikan. Sampah merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, karena pada

Lebih terperinci

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari studi literatur hingga penyusunan Laporan Tugas Akhir, dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini: Studi Literatur

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT KECAMATAN MADIDIR TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BITUNG

PARTISIPASI MASYARAKAT KECAMATAN MADIDIR TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BITUNG Sabua Vol.6, No.3: 263-272 November 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN PARTISIPASI MASYARAKAT KECAMATAN MADIDIR TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH KOTA BITUNG Stefanus T. Tanod 1, M.M. Rengkung 2, &

Lebih terperinci

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan 2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Burung Hantu (Tyto alba) dan Pemanfaatannya Burung hantu (Tyto alba) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Scopoli tahun 1769. Nama alba berkaitan dengan warnanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) Oleh: Aip Rusdiana 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 62 III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Indikator Variabel 1. Difinisi Variabel Definisi variabel dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan

I. PENDAHULUAN. langsung, kebebasan berekspresi secara terbuka, berasosiasi, sampai kebebasan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia. Peristiwa besar di tahun 1998 telah menciptakan beberapa perubahan yang signifikan dalam kehidupan

Lebih terperinci

PERENCANAAN PARTISIPATIF

PERENCANAAN PARTISIPATIF PERENCANAAN PARTISIPATIF Pengertian Perencanaan Pengertian perencanaan memiliki banyak makna sesuai dengan pandangan masing-masing ahli dan belum terdapat batasan yang dapat diterima secara umum. Pengertian

Lebih terperinci

Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis

Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis Reka Lingkungan Teknik Lingkungan Itenas No.1 Vol. 6 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2018 Identifikasi Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Air Bersih di Kelurahan Cihaurgeulis

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan hutan dan lahan di Indonesia telah banyak menyebabkan kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah kritisnya sejumlah daerah aliran sungai (DAS) yang semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. 1. dan volumenya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. 1. dan volumenya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhannya terhadap lingkungan. Setiap manusia akan selalu berusaha untuk memenuhi segala kebutuhan primer,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk, perubahan pola konsumsi masyarakat, peningkatan konsumsi masyarakat dan aktivitas kehidupan masyarakat di perkotaan, menimbulkan bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Permasalahan Sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta Permasalahan sampah di berbagai daerah di Indonesia memang tidak ada habisnya. Begitu pula yang dialami oleh

Lebih terperinci

BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN

BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN 55 BAB VII PARTISIPASI KOMUNITAS TANI DAN KESIAPAN INSTITUSI DALAM PELAKSANAAN PROSES PEMBERDAYAAN 7.1 Partisipasi sebagai Kunci Pemberdayaan Partisipasi menurut Apriyanto (2008) merupakan keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebersihan lingkungan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk dijaga karena banyak sekali manfaatnya. Lingkungan yang bersih adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya perubahan yang

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan

BAB I PENDAHULUAN. pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya volume sampah di Surakarta telah menimbulkan masalah yang kompleks dalam pengelolaan sampah. Untuk itu dibutuhkan strategi yang efektif untuk mereduksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pembangunaan kesehatan menuju Indonesia sehat ditetapkan enam program pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah program lingkungan sehat, perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA TINGGAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

PENGARUH LAMA TINGGAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN PENGARUH LAMA TINGGAL TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN Sigit Wijaksono Architecture Department, Faculty of Engineering, Binus University Jl. K.H. Syahdan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor terpenting bagi kehidupan manusia, karena memiliki tiga fungsi pokok yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. faktor terpenting bagi kehidupan manusia, karena memiliki tiga fungsi pokok yaitu : BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup merupakan semua benda, daya, dan kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang dimana manusia atau makluk hidup berada dan dapat memenuhi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2002 SERI : D NOMOR : 8 PEMERINTAH KOTA SRAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2002

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2002 SERI : D NOMOR : 8 PEMERINTAH KOTA SRAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2002 LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2002 SERI : D NOMOR : 8 PEMERINTAH KOTA SRAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN ( LPMK

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir Sampai saat ini memang belum ditemukan definisi yang pasti mengenai wilayah pesisir karena batas-batas yang ada bisa berubah sewaktu-waktu, namun ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2005 SERI D PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2005

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2005 SERI D PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2005 LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2005 SERI D PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

Desa Tritih Lor Kecamatan Jeruk Legi

Desa Tritih Lor Kecamatan Jeruk Legi DESKRIPSI PROGRAM/KEGIATAN Program/Kegiatan Peningkatan IPLT Tririh Lor Mengingat makin banyaknya pemukiman pada wilayah-wilayah perkotaan seperti Cilacap kota, Kroya, Majenang, Maos yang berpotensi menjadi

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI sumber ENERGI alternatif terbarukan ASISTEN DEPUTI PENGELOLAAN SAMPAH 2014 Dasar Hukum: 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh

II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh 11 II.TINJAUAN PUSTAKA Setelah merumuskan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam mengambil masalah penelitian, pada bab ini penulis akan merumuskan konsepkonsep yang akan berkaitan dengan objek

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 17 Agustus 1945, telah diikrarkan sebuah kemerdekaan suatu negara di Asia tenggara bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemerdekaan ini disepakati

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pola integrasi antara tanaman dan ternak atau yang sering disebut dengan pertanian terpadu, adalah memadukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini sebagian dari kita yang telah melupakan kenyamanan lingkungan sekitar. Padahal makna dari lingkungan yang bersahabat sangat besar manfaatnya untuk manusia.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan 6 II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DAN LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH, SWASTA DAN MASYARAKAT BUPATI POLEWALI MANDAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan

BAB II LANDASAN TEORI. ini akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Dengan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Partisipasi Masyarakat Pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia, dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung pada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah desa merupakan simbol formil kesatuan masyarakat desa. Pemerintah desa sebagai badan kekuasaan terendah selain memiliki wewenang asli untuk mengatur

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa bentuk iuran sampah di Kota

BAB III PENUTUP. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa bentuk iuran sampah di Kota BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa bentuk iuran sampah di Kota Yogyakarta merupakan kewajiban sosial, bukan merupakan pelaksanaan prinsip pencemar membayar karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berbasis pada pendekatan Bottom Up, dipandanng

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan yang berbasis pada pendekatan Bottom Up, dipandanng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan akan tepat mengenai sasaran, terlaksanan dengan baik dan bermanfaat hasilnya jika dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI DESA TOLOMBUKAN SATU KECAMATAN PASAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI DESA TOLOMBUKAN SATU KECAMATAN PASAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI DESA TOLOMBUKAN SATU KECAMATAN PASAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA FIFIE RORONG JOYCE J. RARES, M.Si JOORIE M. RURU, M.Si Abstrac: Public participation

Lebih terperinci

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN

ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN ANALISIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM DAN SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (PAMSIMAS) DI DESA SENGON, KLATEN Rudy Cahyadi 1) dan Bambang Syairudin 2) Manajemen Proyek, Magister

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL TENTANG BANK SAMPAH INDUK

KEBIJAKAN NASIONAL TENTANG BANK SAMPAH INDUK KEBIJAKAN NASIONAL TENTANG BANK SAMPAH INDUK DIREKTUR PENGELOLAAN SAMPAH Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah, Bahan Berbahaya dan Beracun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rakornas Pengelolaan Sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, sehinggga semua kewenangan adalah dimiliki oleh rakyat. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG. Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih

PARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG. Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih PARTISIPASI PEMILIK RUMAH KOS DALAM IMPLEMENTASI PERDA KOTA SEMARANG NO. 3 TAHUN 2011 DI KELURAHAN TEMBALANG Oleh : Mey Prastiwi, Tri Yuniningsih DEPARTEMEN ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan cara yang efektif untuk memutuskan rantai penularan penyakit,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan cara yang efektif untuk memutuskan rantai penularan penyakit, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampah merupakan suatu yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis (Alamsyah dan Muliawati,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, 1 Menimbang : PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, a. bahwa dalam rangka memacu pertumbuhan

Lebih terperinci

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,

PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan hidup (Environment) dapat diartikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya dan keadaan dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya yaitu manusia dan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar jiwa (BPS, 2013). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Makassar sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia pada tahun 2012 memiliki total jumlah penduduk sebesar 1.369.606 jiwa (BPS, 2013). Jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syari ah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di Indonesia bahkan hingga

BAB I PENDAHULUAN. syari ah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di Indonesia bahkan hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu model lembaga keuangan syari ah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul di Indonesia bahkan hingga ribuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggara desa berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggara desa berdasarkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepala desa merupakan pimpinan penyelenggara desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD ( Badan Permusyawaratan Desa ), perangkat desa tersebut bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. menunculkan bidang-bidang yang terus berkembang di berbagai aspek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya pembangunan dan perkembangan Ekonomi di Indonesia semakin tahun semakin meningkat. Hal tersebut ditandai dengan semakin pesatnya laju perekonomian di

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah daerah berusaha untuk mengatur roda kepemerintahannya sendiri yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi akan. mempengaruhi perilaku, gaya hidup, dan pola konsumsi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi akan. mempengaruhi perilaku, gaya hidup, dan pola konsumsi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi akan mempengaruhi perilaku, gaya hidup, dan pola konsumsi masyarakat. Perubahan tersebut akan berpengaruh pula pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan sebagai suatu kegiatan nyata dan berencana, menjadi menonjol sejak selesainya perang dunia II. Inayatullah (dalam Nasution, hlmn 28) mengungkapkan

Lebih terperinci

26 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH

26 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH 26 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH Oleh: Mamah Halimah, Hetty Krisnani, & Muhammad Fedryansyah Email: mamahhalimah01@gmail.com; hettykrisnani@yahoo.com; fedry_cons@yahoo.com ABSRAK

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANK SAMPAH PITOE JAMBANGAN KOTA SURABAYA

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANK SAMPAH PITOE JAMBANGAN KOTA SURABAYA PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI BANK SAMPAH PITOE JAMBANGAN KOTA SURABAYA Fransiska Tanuwijaya Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dan meningkatnya kegiatan pembangunan (Thrihadiningrum, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dan meningkatnya kegiatan pembangunan (Thrihadiningrum, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menjadi salah satu masalah yang ada di perkotaan, karena timbulan sampah yang ada di perkotaan akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA

BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perlunya Pembaruan Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Beberapa hal yang mendasari perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum dan penyehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan-pesan konstitusi serta sarana

Lebih terperinci

Keywords: people s participation, waste management 3R

Keywords: people s participation, waste management 3R PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS 3R (REDUCE, REUSE DAN RECYCLE) (STUDI PADA TEMPAT PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU DI DESA MULYOAGUNG KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG) Devi Hernawati,

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlanjutan entitas bisnis dan untuk mengukur kemampuan bersaing dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perbankan syariah di Indonesia semakin berkembang seiring dengan berkembangnya pertumbuhan penduduk yang berpenduduk mayoritas beragama islam. Perbankan syariah menjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dan khususnya di provinsi Riau akan memberi dampak positif dan negatif. Salah satu dampak negatifnya yaitu dengan

Lebih terperinci