V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Keunggulan Kompetitif Industri Karet Remah Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Keunggulan Kompetitif Industri Karet Remah Indonesia"

Transkripsi

1 62 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Keunggulan Kompetitif Industri Karet Remah Indonesia Keunggulan kompetitif karet remah Indonesia menunjukkan keunggulan yang dimiliki oleh karet remah Indonesia untuk dapat bersaing di pasar internasional. Keunggulan kompetitif karet remah Indonesia dianalisis dengan Porter s Diamond Theory menggunakan empat komponen utama yaitu kondisi faktor, permintaan, industri terkait dan pendukung, strategi perusahaan, struktur dan persaingan serta ditambah dengan komponen yang memengaruhi interaksi dari keempat komponen tersebut yaitu faktor peluang dan regulasi pemerintah. Keenam komponen tersebut membentuk suatu sistem yang dapat digunakan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif karet remah Indonesia Kondisi Faktor Kondisi faktor merupakan salah satu komponen dari Porter s Diamond Theory yang menjelaskan bahwa semakin tinggi kualitas suatu input dalam produksi maka semakin besar peluang industri dan negara untuk meningkatkan daya saing. Kondisi faktor yang berpengaruh terhadap daya saing karet remah Indonesia meliputi ketersediaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta sumber daya infrastruktur. Masing-masing kondisi faktor memengaruhi tingkat daya saing industri karet remah Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung, kondisi faktor tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :

2 63 1. Sumber Daya Alam Lahan perkebunan karet yang dimiliki Indonesia pada tahun 2010 sekitar 3,44 juta hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan,2011). Lahan perkebunan karet yang dimiliki oleh Indonesia merupakan perkebunan karet yang terluas di dunia. Lahan perkebunan karet Indonesia menurut kepemilikannya dibagi menjadi tiga yaitu lahan perkebunan rakyat, lahan perkebunan besar swasta dan lahan perkebunan negara. Proporsi terbesar kepemilikan perkebunan karet di Indonesia didominasi oleh perkebunan karet rakyat karena hampir 85% perkebunan karet Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Lahan perkebunan yang luas merupakan input yang potensial untuk menghasilkan getah karet (lateks) yang melimpah. Getah karet merupakan bahan baku untuk memproduksi karet remah (crumb rubber). Jumlah getah karet persatuan lahan perkebunan digambarkan oleh produktivitas dari lahan tersebut, semakin tinggi nilai produktivitas maka semakin banyak getah karet yang dapat dihasilkan. Lahan perkebunan yang luas serta banyaknya getah karet yang dapat diproduksi menjadi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing karet remah Indonesia. 2. Sumber Daya Manusia Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam proses produksi. Kebutuhan tenaga kerja untuk industri karet remah di Indonesia dapat terpenuhi dengan baik karena tenaga kerja tersedia secara melimpah di Indonesia. Tenaga kerja yang terserap oleh industri karet remah Indonesia tahun 1993 sampai dengan 2008 lebih dari tenaga kerja setiap tahunnya yang tersebar di seluruh

3 64 wilayah Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa industri karet remah menyediakan lapangan kerja bagi para tenaga kerja di wilayah Indonesia. 3. Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Karet remah merupakan karet alam (lump, sheet, slab) yang diproses secara khusus sehingga terjamin mutunya. Karet remah merupakan hasil inovasi baru dari karet alam yang diproses seiring dengan berkembangnya teknologi perkaretan nasional. Proses produksi karet remah harus melibatkan mesin berteknologi modern agar proses produksinya efektif, semakin efektif proses produksi industri karet remah maka semakin banyak karet remah yang dihasilkan. Karet remah yang dihasilkan oleh Indonesia dalam segi mutu masih di bawah karet remah Thailand dan Malaysia walaupun jika dilihat dari kuantitas produksinya tinggi. Karet remah Indonesia dari segi mutu belum dapat bersaing dengan produsen lain. Hal tersebut diduga karena proses produksi karet remah Indonesia kurang efektif, bahan baku yang digunakan tidak memenuhi standar mutu dan teknologi yang dipakai belum maksimal. Teknologi yang digunakan saat ini belum bekerja secara maksimal dan perlu untuk ditingkatkan lagi agar produksi karet remah maksimal dan mutu yang dihasilkan tinggi. 4. Sumber Daya Modal Modal merupakan salah satu aspek yang terpenting dalam sebuah industri. Modal yang dibutuhkan untuk industri karet remah (crumb rubber) tidak terlalu besar, untuk itu pemerintah megeluarkan larangan investasi asing yang berlebih dibidang industri karet remah. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang menjadi unggulan Indonesia untuk menghasilkan devisa negara untuk itu

4 65 industri perkaretan harus dilindungi agar bisa berkembang dengan baik. Larangan investasi asing yang berlebih merupakan salah satu strategi untuk melindungi industri dalam negeri agar tidak dikuasai oleh pihak asing. Bahan baku untuk produksi karet remah sebagian besar diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat. Pengusahaan karet rakyat sebagian besar masih menggunakan alat tradisional dan belum menggunakan teknologi modern sehingga hasil yang diperoleh kurang maksimal. Karet alam yang dijual hasil produksi perkebunan rakyat tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 38/2008 bahwa karet yang dijual harus dalam keadaan bersih, sedangkan karet yang dijual oleh rakyat kurang memenuhi standar dan kotor. Karet alam yang kotor dan kurang memenuhi standar tersebut memerlukan proses pembersihan lebih lanjut sehingga diperlukan modal yang lebih besar 2. Namun demikian, pengusahaan modal untuk industri karet remah di Indonesia tidak terkendala oleh modal. Pihak-pihak yang terlibat dalam industri karet remah dapat memenuhi kebutuhan modalnya dengan cukup baik. Permodalan pada industri karet remah dibantu oleh pihak perbankan dalam negeri. 5. Sumber Daya Infrastruktur Keberadaan infrastruktur memberikan pengaruh positif terhadap kinerja perekonomian seperti pada sektor industri. Infrastruktur dapat berupa jalan, jembatan dan pelabuhan. Infrastruktur yang dimiliki oleh daerah-daerah penghasil karet saat ini masih kurang memadai. Pada umumnya infrastruktur-infrastruktur 2 Diakses pada 20 Maret 2011.

5 66 tersebut tidak dibangun secara langsung. Keadaan infrastruktur yang kurang memadai menyebabkan proses pemasaran dan pengangkutan komoditi karet kurang efektif. Proses pemasaran dan pengangkutan yang kurang efektif berpengaruh negatif terhadap kinerja industri karet remah Indonesia. Sarana transportasi yang buruk akan menyebabkan biaya yang besar bagi industri sehingga industri tersebut menjadi kurang efektif seperti yang terjadi di daerah Kalimantan dan Sumatera Kondisi Permintaan Kondisi permintaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya peningkatan daya saing karet remah Indonesia, semakin besar permintaan terhadap karet remah Indonesia maka daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional semakin baik. Sebagian besar karet Indonesia diekspor ke luar negeri, hanya sekitar tujuh persen karet yang dikonsumsi oleh industri dalam negeri. Pangsa pasar karet Indonesia adalah negara yang memerlukan karet untuk bahan baku industri dalam negerinya seperti industri ban, sarung tangan, dan barang-barang yang terbuat dari karet. Ekspor karet Indonesia terbesar ke Amerika Serikat, Jepang dan disusul oleh China (Lampiran 9). Negara-negara tersebut memerlukan karet remah sebagai bahan baku industri barang-barang yang terbuat dari karet seperti ban. Tingginya volume ekspor karet remah ke pasar internasional berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia.

6 Industri Terkait dan Industri Pendukung Industri terkait dengan industri pendukung memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing karet remah Indonesia. Pada industri terkait ekspor karet remah meliputi industri penyedia bahan baku yaitu getah karet sedangkan pada industri pendukung memiliki peran dalam pengembangan produk olahan karet. 1. Industri Terkait (penyediaan bahan baku) Industri terkait dalam industri karet remah (crumb rubber) Indonesia merupakan industri yang menyediakan bahan baku serta faktor-faktor produksi pembuatan karet remah, seperti industri penyediaan bahan baku karet remah, faktor produksi, dan bibit karet. Bahan baku karet remah berupa karet lump, sheet dan slab yang didapat dari hasil produksi perkebunan baik perkebunan rakyat, pemerintah maupun swasta. Sebagian besar bahan baku karet untuk produksi karet remah diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat. Perkebunan karet rakyat merupakan perkebunan yang diusahakan sendiri oleh rakyat dengan menggunakan peralatan yang masih sederhana dan cenderung memiliki produktivitas kecil. Bibit karet yeng ditanam bukan merupakan bibit unggul sehingga kurang produktif. Karet alam yang diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat sebagai bahan baku industri karet remah tidak sesuai dengan standar mutu yang dibutuhkan industri. Karet yang dijual oleh rakyat cenderung kotor sehingga memerlukan proses pembersihan lebih lanjut sebelum diproduksi menjadi karet remah. Proses pembuatan karet remah dengan bahan baku yang kotor

7 68 menjadikan proses produksi karet remah kurang efektif dan memerlukan modal yang lebih besar. 2. Industri Pendukung Industri pendukung yang dimaksud adalah industri yang menggunakan karet remah sebagai input produksi. Proses pengolahan (industrialisasi) digunakan untuk meningkatkan nilai tambah dari suatu komoditi primer ataupun setengah jadi seperti karet remah (crumb rubber). Industri ban merupakan salah satu industri yang menggunakan karet remah sebagai input produksinya. Industri ban berkembang seiring dengan perkembanbangan industri otomotif. Permintaan karet remah meningkat ketika industri otomotif dan permintaan ban meningkat. Peningkatan kinerja industri ban dan otomotif (industri pendukung karet remah) berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia Struktur, Persaingan dan Strategi Perusahaan Perusahaan karet remah (crumb rubber) di Indonesia tersebar diseluruh wilayah indonesia, berdasarkan data BPS (2010) perusahaan karet remah Indonesia berjumlah 183 perusahaan yang tersebar di wilayah Indonesia. Perusahaan karet remah merupakan perusahaan padat karya yang dapat menampung banyak tenaga kerja. Perusahaan karet remah tersebut memberikan peranan yang sangat penting bagi masyarakat dimana sekitar 40 ribu tenaga kerja dapat bekerja di perusahaan karet remah. Sebagian besar bahan baku karet remah diperoleh dari hasil perkebunan karet rakyat.

8 69 Sistem tata niaga pada karet rakyat memperlihatkan struktur yang sangat kompleks dan mengarah pada bentuk pasar oligopsonistik. Pada sentra-sentra karet rakyat pola swadaya murni, sering ditemukan sejumlah petani karet hanya berhadapan dengan satu orang pedagang karet. Pada kondisi demikian petani karet benar-benar memiliki posisi sebagai price taker. Negosiasi harga tidak pernah terjadi, karena petani tidak memiliki pilihan yang lain. Pada kawasan yang telah relatif terbuka, umumnya pada sentra produksi karet rakyat pengembangan dan sekitarnya, telah terjadi pergeseran struktur dari bentuk oligopsonistik mengarah pada monopsonistik. Pasar karet bergeser dari struktur oligopsonistik yang mengarah pada pasar yang lebih bersaing. Beberapa petani berhadapan dengan sejumlah pedagang. Dengan kondisi ini, petani memiliki peluang melakukan negosiasi harga dengan beberapa pedagang. Keputusan petani untuk menjual hasil kebunnya akan lebih rasional dengan mempertimbangkan harga yang akan diperoleh. Namun demikian, pada kenyataan di lapangan, biasanya setiap petani tetap memiliki pedagang langganan tempat melakukan transaksi. 3 Komoditi karet Indonesia di pasar internasional sangat bersaing karena Indonesia merupakan penghasil karet terbesar kedua setelah Thailand yang disusul dengan Malaysia. Karet Indonesia di pasarkan ke Amerika Serikat, Jepang, China, Korea dll (Lampiran 9). Persaingan yang ketat antarnegara produsen karet dunia merupakan suatu tantangan yang besar bagi Indonesia. 3 Diakses pada 22 Maret 2011.

9 70 Persaingan tersebut terkait dengan jumlah produksi, penjualan, dan standar mutu karet dari masing-masing negara. Karet yang dipasarkan baik di pasar internasional maupun dalam negeri berupa karet alam dan karet sintesis. Salah satu jenis karet yang menjadi komoditi ekspor unggulan Indonesia adalah karet remah (crumb rubber). Karet remah yang diproduksi Indonesia dideferensasikan berdasarkan mutu. Strategi tersebut diterapkan agar konsumen memiliki pilihan untuk menggunakan karet remah berdasarkan mutu dan kualitas sesuai dengan kebutuhan Peran Pemerintah Pemerintah merupakan pembuat peraturan dan pengambil keputusan dalam menentukan arah kebijakan suatu negara baik di bidang ekonomi, sosial, politik dan hankam. Dalam penelitian ini peran pemerintah yang dibahas adalah peran pemerintah terkait dengan kebijakan perdagangan karet Indonesia yaitu karet remah. Peran pemerintah dalam mengembangkan industri karet remah terkait dengan permodalan, penetapan harga dan pemasaran karet remah baik dalam negeri maupun luar negeri. Pemerintah membuat aturan untuk melindungi industri karet remah Indonesia seperti standar karet alam yang digunakan untuk bahan baku karet remah. Bahan baku karet remah yang disyaratkan oleh pemerintah adalah karet alam yang bersih. Karet remah merupakan karet alam yang diproduksi dengan metode khusus agar mutu dan kualitas karet remah Indonesia yang tinggi. Karet remah yang diproduksi dengan metode yang tepat dan efisien akan menghasilkan karet remah yang dapat bersaing dengan negara produsen lain.

10

11 Analisis Keunggulan Komparatif Industri Karet Remah Indonesia Daya saing industri karet remah Indonesia pada penelitian ini dianalisis menggunakan metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk mengukur kinerja ekspor karet remah terhadap total ekspor Indonesia yang kemudian dibandingkan dengan nilai ekspor komoditi karet remah dunia terhadap total ekspor dunia. Nilai RCA menunjukkan kekuatan daya saing (keunggulan komparatif) karet remah, apabila nilai RCA lebih dari satu, dapat diartikan bahwa karet remah Indonesia memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara lain dan sebaliknya. Hasil perhitungan RCA dapat dilihat pada Tabel 5.1, karet remah Indonesia di pasar internasional tahun 1993 sampai dengan 2008 memiliki daya saing yang tinggi dengan nilai RCA yang lebih dari satu di setiap tahunnya. Nilai RCA tersebut menggambarkan keunggulan komparatif dari karet remah Indonesia di pasar internasional. Tabel 5.1 Nilai dan Indeks RCA Karet Remah Indonesia Tahun Tahun RCA Indeks RCA Tahun RCA Indeks RCA , ,481 0, ,547 1, ,253 4, ,758 1, ,391 0, ,283 1, ,674 0, ,334 1, ,808 1, ,314 1, ,395 1, ,155 1, ,502 0, ,523 0, ,741 1,014 Nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk komoditi karet remah Indonesia tahun 1993 sampai dengan 2008 menunjukkan hasil yang berfluktuatif dengan nilai rata-rata sebesar 12,08. Karet remah (crumb rubber)

12 73 Indonesia memiliki keunggulan komparatif di pasar internasional. Hal tersebut dibuktikan dengan nilai RCA karet remah Indonesia yang nilainya di atas satu (RCA > 1). Nilai RCA karet remah Indonesia tahun 1993 sampai dengan tahun 1999 mengalami peningkatan yang signifikan dengan nilai 11,155 dan menurun di tahun 2000 sebesar 1,632 dan menurun lagi pada tahun 2001 sebesar 3,042. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 berpengaruh positif terhadap peningkatan daya saing karet remah Indonesia. Pada saat krisis ekonomi nilai tukar rupiah terhadap mata uang lain melemah sehingga karet remah Indonesia lebih murah dibandingkan karet remah negara produsen lain. Hal ini menyebabkan karet remah Indonesia lebih diminati oleh para importir, sehingga nilai ekspor karet remah Indonesia meningkat. Pada tahun 2002 nilai RCA karet remah Indonesia mengalami peningkatan yang sangat drastis, nilai RCA mencapai 28,253. Peningkatan nilai RCA karet remah dipengaruhi dengan semakin besarnya nilai ekspor karet alam ke dunia. Kinerja ekspor karet remah Indonesia lebih besar dibandingkan dengan pasar internasional. Nilai indeks RCA pada tahun 2002 mencapai 4,36, hal ini berarti kinerja ekspor karet remah indonesia meningkat sebesar 4,36 kali jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Nilai RCA meningkat karena volume ekspor karet remah dari Amerika, China, Jepang dan negara pengimpor karet remah Indonesia lainnya yang meningkat. Kinerja ekspor karet remah Indonesia kembali turun pada tahun 2003 di level 21,39. Penurunan nilai RCA pada periode tahun 2002 ke 2003 dan tahun 2003 ke 2004 disebabkan oleh peningkatan kinerja ekspor dunia yang tidak diimbangi dengan peningkatan kinerja ekspor karet

13 74 remah Indonesia. Permintaan karet remah dunia yang meningkat karena peningkatan industri otomotif dunia kurang mampu dipenuhi oleh Indonesia walaupun kinerja ekspor karet remah Indonesia relatif meningkat pada tahuntahun tersebut. Nilai RCA karet remah yang berfluktuatif menggambarkan bahwa kinerja ekspor karet remah Indonesia tidak stabil. Nilai RCA karet remah Indonesia pada tahun 1993 sampai dengan tahun 2008 selalu lebih dari satu nilainya, hal ini berarti bahwa karet remah indonesia memiliki daya saing yang tinggi di pasar internasional. Daya saing tersebut menggambarkan kekuatan komoditi suatu negara untuk bersaing dengan negara lain. Nilai RCA karet remah Indonesia yang tinggi perlu dipertahankan agar daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional juga tinggi. Untuk itu, diperlukan strategi khusus untuk mempertahankan kinerja ekspor karet remah yang tinggi serta untuk meningkatkan daya saing karet remah Indonesia di pasar internasional Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Karet Remah Indonesia Dalam penelitian ini, terdapat beberapa faktor yang diduga memengaruhi daya saing karet remah Indonesia. Faktor-faktor tersebut antara lain : kuantitas produksi karet remah, harga ekspor karet remah, produktivitas, nilai tukar, dan krisis yang terjadi pada tahun Pengujian daya saing karet remah Indonesia pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Sebelum melakukan pengujian faktor-faktor yang memengaruhi daya saing karet remah Indonesia, maka terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik ekonometrika sebagai berikut :

14 75 A. Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu atau ruang. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini digunakan uji Durbin-Watson. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai statistik Durbin-Watson pada model sebesar 1, Nilai Durbin-Watson yang mendekati 2 memiliki arti bahwa model tersebut tidak mengalami masalah autokorelasi. B. Heteroskedastisitas Uji White merupakan pengujian yang dilakukan untuk mendeteksi apakah model regeresi memenuhi asumsi bahwa model memiliki gangguan varian yang sama (homoskedastisitas) atau tidak. Apabila nilai probability obs*r-square lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu (α = 5%) maka model persamaan mempunyai variabel pengganggu yang variannya sama (homoskedastisitas). Hasil uji yang dilakukan dapat dilihat dalam Lampiran 5 bahwa nilai P-value adalah sebesar 0,597 lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α = 5%) sehingga dapat disimpulkan bahwa model tidak memiliki masalah heteroskedastisitas. Model tersebut memiliki variabel pengganggu yang variannya sama atau homoskedastisitas. C. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah error term terdistribusi secara normal atau tidak. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan uji Jarque-Bera. Nilai probabilitas yang dihasilkan dari uji Jarque-Bera untuk model adalah P-Value > 0,150, lebih dari = 0,05 (5%). Nilai probabilitas tersebut lebih

15 76 besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa galat pada model yang digunakan terdistribusi secara normal (Lampiran 4). D. Multikolinearitas Multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana terjadinya satu atau lebih variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variabel bebas lainnya. Hasil uji pada model terdeteksi adanya masalah multikolinearitas karena terdapat hubungan yang sangat erat antara variabel kuantitas produksi dengan produktivitas yang mencapai 0,96. Nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada variabel kuantitas produksi dan produktivitas masingmasing adalah 19,3 dan 25,4 (Lampiran 7). Nilai VIF yang lebih dari 10, mengindikasikan adanya gejala multikolinieritas. Untuk mengatasi masalah multikolinieritas pada model tersebut digunakan regresi komponen utama. Hasil estimasi yang diperoleh dari merode OLS dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 5.2. R-square yang dihasilkan dari pengujian 0,701 dan Adjusted R-square sebesar 0,655, hal ini berarti bahwa variasi variabel endogennya dapat dijelaskan secara linier oleh variabel bebasnya sebesar 70,1 persen dan sisanya 29,9 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Faktor-faktor yang tidak bisa dijelaskan oleh model merupakan faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri karet remah, tetapi tidak dapat dikuantitatifkan seperti perkembangan teknologi industri, kemampuan sember daya manusia dan lain-lain.

16 77 Tabel 5.2 Hasil Estimasi Faktor-faktor yang Memengaruhi Daya Saing Industri Karet Remah Indonesia Variabel Koefisien t-hitung Keterangan QP t 0, ,74801 Signifikan PRO t 1, ,83432 Signifikan HEC t 0, , Tidak Signifikan ER t 0, , Signifikan dummy 0, , Signifikan R-square 70,1 % R-adjusted square 65,5 % Keterangan : taraf nyata (α = 5 %) - QP t = kuantitas produksi karet remah Indonesia - PRO t = produktivitas - HEC t = harga ekspor riil karet remah - ER t = nilai tukar riil Rupiah terhadap dollar - dummy = krisis yang terjadi tahun 1997 Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap daya saing industri karet remah Indonesia antara lain kuantitas produksi karet remah, produktivitas, harga ekspor riil karet remah, nilai tukar riil dan dummy krisis. Penjelasan faktor-faktor yang memengaruhi posisi daya saing karet remah Indonesia adalah sebagai berikut : Kuantitas Produksi Karet Remah Indonesia Hasil estimasi dengan menggunakan metode OLS menunjukkan bahwa kuantitas produksi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing. Nilai

17 78 koefisien kuantitas produksi karet remah sebesar 0,74596, artinya jika terjadi kenaikkan satu persen kuantitas produksi produksi karet remah maka daya saing industri karet remah Indonesia akan mengalami kenaikkan sebesar 0,74596 persen ceteris paribus. Variabel kuantitas produksi signifikan pada taraf nyata 5 persen. Hasil estimasi tersebut sesuai dengan hipotesis awal bahwa kuantitas produksi karet remah berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Produktivitas Produktivitas merupakan perbandingan antara jumlah komoditi (karet) yang dihasilkan dengan input (luas lahan). Berdasarkan hasil estimasi dari model OLS, produktivitas berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Koefisien produktivitas yang didapatkan dari hasil estimasi sebesar 1, artinya ketika terjadi kenaikan produktivitas satu persen maka daya saing karet remah Indonesia akan mengalami peningkatan sebesar 1, persen ceteris paribus. Variabel produktivitas signifikan pada taraf nyata lima persen ceteris paribus. Hasil estimasi tersebut sesuai dengan hipotesis bahwa produktivitas berhubungan positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia, semakin tinggi produktivitas maka semakin tinggi daya saing karet remah Indonesia. Hubungan positif antara daya saing dan produktivitas ini sesuai dengan teori Porter s Diamond yang menyatakan bahwa daya saing diidentikkan dengan produktivitas yaitu tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Produktivitas pada penelitian ini digambarkan dengan adanya

18 79 peningkatan produksi pada luas lahan perkebunan tertentu. Meningkatnya jumlah komoditi yang dihasilkan dengan luas lahan yang tetap maka produktivitasnya semakin tinggi. Dengan demikian, produktivitas karet yang tinggi akan meningkatkan daya saing. Harga Ekspor Riil Karet Remah Indonesia Harga ekspor riil karet remah menunjukkan kualitas dan mutu karet remah tersebut. Hasil estimasi dengan metode OLS menunjukkan bahwa harga ekspor riil karet remah tidak berpengaruh terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Harga ekspor riil karet remah tidak berpengaruh terhadap daya saing karena karet remah merupakan komoditi yang bersifat inelastis maka harga tidak berpengaruh terhadap jumlah permintaan karet, berapaun tingkat harga karet di pasar akan tetap di beli oleh konsumen. Harga ekspor riil karet remah memiliki koefisien 0, dan tidak signifikan pada taraf nyata lima persen ceteris paribus, artinya ketika ada kenaikkan atau penurunan harga karet remah tidak akan mempengaruhi daya saing karet remah secara signifikan. Nilai Tukar Riil Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai tukar riil rupiah terhadap dollar berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia. Koefisien nilai tukar riil yang diperoleh sebesar 0, artinya jika terdapat kenaikkan nilai tukar maka daya saing industri karet remah Indonesia akan meningkat sebesar 0, persen ceteris paribus. Jika nilai tukar riil rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terdepresiasi, maka harga riil karet remah Indonesia di pasar internasional menjadi relatif

19 80 lebih murah jika dibandingkan dengan dengan harga karet remah dari negara lain yang di pasarkankeret remah dari negara lain membuat permintaan karet remah Indonesia meningkat. Meningkatnya permintaan ekspor karet remah Indonesia membuat daya saing karet remah Indonesia meningkat. Dummy Krisis Periode krisis ekonomi pada tahun 1997 mengakibatkan nilai tukar Rupiah terdepresiasi terhadap USD. Hal ini akan menyebabkan harga karet remah menjadi lebih murah dibandingkan dengan harga karet remah dari negara lain, sehingga banyak negara importir yang memilih untuk mengimpor karet remah Indonesia. Oleh karena itu dengan terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia akan meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dummy krisis berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia dengan koefisien 0, serta signifikan pada taraf nyata lima persen ceteris paribus Strategi Peningkatan Daya Saing Karet Remah Indonesia Berdasarkan metode analisis yang telah dijelaskan yaitu metode Porter s Diamond Theory untuk menganalisis keunggulan kompetitif yang memengaruhi daya saing industri karet remah Indonesia, Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk menganalisis keunggulan komparatif karet remah Indonesia di pasar internasional dan Ordinary Least Square (OLS) untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi daya saing industri kaet remah Indonesia. Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif yang telah dianalisis dengan metodemetode tersebut akan diformulasikan untuk membuat rancangan strategi untuk

20 81 meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia. Hasil Porter s Diamond Theory menunjukkan masih terdapat empat komponen yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia yaitu komponen infrastruktur, IPTEK, industri terkait, dan permintaan domestik. Berdasarkan hasil analisis keunggulan komparatif industri karet remah Indonesia menunjukkan bahwa semua variabel berpengaruh positif terhadap daya saing industri karet remah Indonesia seperti kuantitas produksi, produktivitas, harga ekspor, nilai tukar dan dummy ksisis. Hasil metode OLS menunjukkan bahwa produktivitas merupakan variabel yang memiliki pengaruh besar terhadap daya saing industi karet remah Indonesia. Produktivitas juga berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap variabel-variabel lain dalam penelitian ini. Adapun strategi-strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia antara lain: 1. Mengembangkan infrastruktur Infrastruktur merupakan hal penting dalam proses industri, dengan infrastruktur yang baik akan memacu perkembangan industri karet remah. Untuk itu diperlukan kerjasama dengan instansi terkait untuk mengembangkan sarana dan prasarana fisik di daerah-daerah yang prospek industri karet remahnya potensial dengan memperbaiki infrastruktur seperti: jalan, jembatan, pelabuhan, jasa pengangkutan dan telekomunikasi. Kondisi infrastruktur yang memadai akan memperlancar proses transportasi dan pemasaran karet remah.

21 82 2. Meningkatkan industri terkait karet remah indonesia Industri terkait disini adalah penyuplai bibit karet, faktor produksi, dan getah karet sebagai bahan baku untuk produksi karet remah. Getah karet sebagian besar diperoleh dari hasil produksi perkebunan rakyat dengan kualitas yang relatif rendah karena getah karet yang kotor. Untuk mengatasi masalah tersebut sebaiknya petani diberikan pelatihan tentang pemeliharaan dan pengepakkan getah yang siap jual dan sesuai standar mutu karet remah serta adanya sebuah lembaga (koperasi) yang menghimpun karet petani agar proses distribusi lebih efektif. 3. Meningkatkan produktivitas karet Indonesia Produktivitas berhubungan dengan keefektifan suatu input dalam menghasilkan komoditi akhir. Pemanfaatan lahan perkebunan dengan menggunakan bibit karet unggul dan proses pemeliharaan pohon karet secara periodik serta penggunaan mesin-mesin modern dapat meningkatkan produktivitas karet. Semakin besar produktivitas maka semakin besar jumlah komoditi yang dihasilkan. Peningkatan produktivitas pada industri karet remah Indonesia dapat diterapkan dengan menggunakan teknologi modern yang dibutuhkan oleh industri karet remah dan penggunaan faktor produksi yang tepat. Produktivitas berhubungan positif dengan kuantitas produksi dan mutu / kualitas karet remah, ketika terjadi peningkatan produktivitas maka akan meningkatkan jumlah dan kualitas produksi sehingga dapat meningkatkan daya saing industri karet remah Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA. Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR KARET ALAM INDONESIA 6.1 Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengolahan data time series bulanan tahun 2005 sampai 2008, diperoleh hasil regresi sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deret waktu (time series) dengan periode waktu dari tahun 1993 sampai dengan

III. METODE PENELITIAN. deret waktu (time series) dengan periode waktu dari tahun 1993 sampai dengan 28 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa deret waktu (time series) dengan periode waktu dari tahun 1993 sampai dengan tahun

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. mengenai hasil dari uji statistik yang terdiri dari uji F, uji t, dan uji R-squared. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil estimasi dan pembahasan dalam penelitian ini akan dibagi dalam tiga pemaparan umum yaitu pemaparan secara statistik yang meliputi pembahasan mengenai hasil dari uji statistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA

VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA VI ANALISIS EKSPOR KEPITING INDONESIA 6.1 Pengujian Asumsi Gravity model aliran perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia yang disusun dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pengujian asumsi-asumsi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Estimasi Parameter Model Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur adalah dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Estimasi Variabel Dependen PDRB Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan metode pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi III. METODE PENELITIAN Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat suku bunga deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi pada bank umum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan masyarakatnya, suatu negara akan melakukan pembangunan ekonomi dalam berbagai bidang baik pembangunan nasional

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data tenaga kerja, PDRB riil, inflasi, dan investasi secara berkala yang ada di kota Cimahi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri Ketenagakerjaan merupakan isu penting dalam sebuah aktivitas bisnis dan perekonomian Indonesia. Angkatan kerja, penduduk

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN

BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN BAB VI ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR TEH PTPN 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Teh PTPN Analisis regresi berganda dengan metode OLS didasarkan pada beberapa asumsi yang harus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Negara Indonesia dari tahun 1985 sampai tahun 2014. Penentuan judul penelitian didasarkan pada pertumbuhan produksi beras Negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan suatu negara dan diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi seperti sekarang ini setiap negara melakukan perdagangan internasional. Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang sangat penting bagi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar, yaitu sekitar 14,43% pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea

V. PEMBAHASAN Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang Produksi Pupuk Urea V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Produksi Pupuk Urea PT. Pupuk Kujang 5.1.1. Produksi Pupuk Urea ton 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 - Tahun Sumber : Rendal Produksi PT. Pupuk Kujang,

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Integrasi Pasar (keterpaduan pasar) Komoditi Kakao di Pasar Spot Makassar dan Bursa Berjangka NYBOT Analisis integrasi pasar digunakan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

V. PEMBAHASAN Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi V. PEMBAHASAN 5.1. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing di Kota Cimahi Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi penanaman modal asing di Kota Cimahi adalah dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan komponen yang terbuat dari karet seperti ban kendaraan, sabuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini kebutuhan akan karet alam terus meningkat sejalan dengan meningkatnya standar hidup manusia. Hal ini terkait dengan kebutuhan manusia yang memerlukan

Lebih terperinci

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least

menggunakan fungsi Cobb Douglas dengan metode OLS (Ordinary Least III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pegawai divisi produksi

Lebih terperinci

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS), Perpustakaan IPB,

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. resmi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berbentuk time series, yang merupakan data bulanan dari tahun 005 sampai 008, terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Jumlah Uang Beredar Jumlah uang beredar dalam arti luas (M2) atau broad money merupakan merupakan kewajiban sistem moneter (bank sentral)

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi perumusan masalah, perancangan tujuan penelitian, pengumpulan data dari berbagai instansi

Lebih terperinci

semua data, baik variabel dependen maupun variable independen tersebut dihitung

semua data, baik variabel dependen maupun variable independen tersebut dihitung BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas mengenai pengaruh pertumbuhan variabel PMTDB, pertumbuhan variabel angkatan kerja terdidik, pertumbuhan variabel pengeluaran pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait.

Daerah Jawa Barat, serta instansi-instansi lain yang terkait. IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data sekunder untuk keperluan penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan juli hingga bulan agustus 2011 selama dua bulan. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia dan BPS Provinsi Maluku Utara.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis sumber data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis sumber data sekunder III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis sumber data sekunder dalam runtun waktu (time Series) yang diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik),

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN VIII. KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN I Dari hasil analisa yang dilakukan terhadap berbagai data dan informasi yang dikumpulkan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pangsa TSR Indonesia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan rentang waktu dari tahun 2001 2012. Tipe data yang digunakan adalah data runtut

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini

METODE PENELITIAN. Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian ini IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan studi kasus Struktur, Perilaku, dan Kinerja Industri Kakao di Indonesia. Kegiatan penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder 47 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan 2003-2012. Data sekunder tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung Dalam Angka, Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking,

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan hal yang sudah mutlak dilakukan oleh setiap negara. Pada saat ini tidak ada satu negara pun yang berada dalam kondisi autarki

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI

VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI VI. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB DEINDUSTRIALISASI 6.1. Pengujian Asumsi-Asumsi Klasik Regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan satu variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang 52 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data tahunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan 2000-2011. Data sekunder tersebut bersumber dari Lampung dalam Angka (BPS), Badan Penanaman Modal Daerah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN ANALISIS

V. HASIL DAN ANALISIS 53 V. HASIL DAN ANALISIS 5.1. Analisis Regresi Data Panel Statis Tabel 8 menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel statis pada persamaan (1). Koefisien estimasi yang disajikan merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari 34 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari tahun 2005-2012, yang diperoleh dari data yang dipublikasikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data 24 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder atau kuatitatif. Data kuantitatif ialah data yang diukur dalam

Lebih terperinci

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK

: Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu ABSTRAK Judul Nama : Pengaruh Luas Lahan, Jumlah Produksi, Kurs Dollar Amerika Serikat dan Inflasi Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Kurun Waktu 1994-2013 : I Kadek Edi Wirya Berata Nim : 1206105079 ABSTRAK Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah seiring dengan peningkatan pembangunan, untuk itu ekspor harus

BAB I PENDAHULUAN. bertambah seiring dengan peningkatan pembangunan, untuk itu ekspor harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder

III. METODE PENELITIAN. runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder 42 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder yang mempunyai sifat runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN JURNAL ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING KOMODITAS KOPI INDONESIA TAHUN 2001 2015 JURNAL Oleh: Nama : Ilham Rahman Nomor Mahasiswa : 13313012 Jurusan

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB V ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN V.1 Gambaran Umum Hasil Penelitian Pada awal penelitian, penulis akan menganalisis data secara deskriptif terlebih dahulu. Setelah analisis deskriptif data dilakukan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian III. METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif. Definisi dari penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam ruang lingkup sektor pertanian. Waktu penelitian untuk mengumpulkan data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di BAB III METODE PENELITIAN A. Objek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di Indonesia pada tahun 2007M01 2016M09. Pemilihan pada periode tahun yang digunakan adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja, III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series dari tahun 1995 sampai tahun 2009. Data yang digunakan dalam model

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi

III. METODE PENELITIAN. Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi III. METODE PENELITIAN Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Suku Bunga Kredit Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi tentang satuan pengukuran,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari publikasi dinas atau instansi pemerintah, diantaranya adalah publikasi dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time-series data) bulanan dari periode 2004:01 2011:12 yang diperoleh dari PT.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR 32 III. METODE PENELITIAN A. Profil Lokasi Penelitian Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 29 Oktober 2008, sebagai pemekaran dari Kabupaten Tanggamus. Kabupaten ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam waktu jangka pendek biasanya sulit untuk menambah hasil

BAB I PENDAHULUAN. karena dalam waktu jangka pendek biasanya sulit untuk menambah hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan hubungan dengan luar negeri, karena perdagangan luar negeri merupakan salah satu aspek terpenting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada peningkatan perdagangan internasional. Secara umum bentuk perdagangan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada peningkatan perdagangan internasional. Secara umum bentuk perdagangan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berkembang dimana Indonesia tidak akan lepas dari putaran roda kegiatan perekonomian internasional. Hal ini berindikasi pada peningkatan

Lebih terperinci

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM

VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM VII. DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DAN PERUBAHAN LINGKUNGAN EKONOMI TERHADAP DINAMIKA EKSPOR KARET ALAM 7.1. Dampak Kenaikan Pendapatan Dampak kenaikan pendapatan dapat dilihat dengan melakukan simulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3. 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif deskriptif. Pendekatan kuantitatif menitikberatkan pada pembuktian hipotesis.

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis dan Hasil Regresi Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai Desember

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian merupakan cara peneliti yang digunakan dalam mendapatkan data untuk

III. METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian merupakan cara peneliti yang digunakan dalam mendapatkan data untuk III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian merupakan cara peneliti yang digunakan dalam mendapatkan data untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2013:24) metode penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu berkaitan dengan data yang waktu dikumpulkannya bukan (tidak harus) untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 57 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Estimasi Model Dalam analisis data panel perlu dilakukan beberapa pengujian model, sebagai awal pengujian pada ketiga model data panel statis yakni pooled least square (PLS),

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang 53 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Dan Sumber Data Data digunakan adalah data sekunder (time series) berupa data bulanan yang diperoleh dari data Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS) dan

Lebih terperinci

PERNYATAAN ORISINALITAS...

PERNYATAAN ORISINALITAS... Judul : PENGARUH KURS DOLLAR AMERIKA SERIKAT, LUAS AREA BUDIDAYA, INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR, JUMLAH PRODUKSI TERHADAP EKSPOR UDANG INDONESIA TAHUN 2000-2015 Nama : I Kadek Widnyana Mayogantara NIM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data time series triwulanan dengan periode data 2000 2010. Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah ini dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya yield to maturity (YTM) dari obligasi negara seri fixed rate tenor 10 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu

BAB I PENDAHULUAN. dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional merupakan sektor yang besar pengaruhnya dalam perekonomian suatu negara. Terjalinnya hubungan antara negara satu dengan negara yang

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE

PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE 1995-2010 Fitri Suciani Jaka Pratama Tetiyeni Dwi Lestari ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian diambil di provinsi Jawa Timur dengan menggunakan data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur. B. Jenis dan Sumber

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Aek Pamienke, Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Pemilihan provinsi Sumatera Utara sebagai lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS

VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS VII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS 7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 38 responden yang menjadi mitra

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode

1.1. Latar Belakang. dengan laju pertumbuhan sektor lainnya. Dengan menggunakan harga konstan 1973, dalam periode 1.1. Latar Belakang Pada umumnya perekonomian di negara-negara sedang berkembang lebih berorientasi kepada produksi bahan mentah sebagai saingan dari pada produksi hasil industri dan jasa, di mana bahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agriculture, Manufacture Dan Service di Indonesia Tahun Tipe

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agriculture, Manufacture Dan Service di Indonesia Tahun Tipe BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan analisis mengenai Pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Dan Penanaman Modal Asing

Lebih terperinci