1 PENDAHULUAN Latar Belakang
|
|
- Adi Hartono
- 4 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Intensitas perubahan penggunaan lahan di suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) saat ini cenderung meningkat karena aktivitas pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan membawa pengaruh negatif terhadap kondisi hidrologis DAS, diantaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan. Masalah ini semakin bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dialih fungsikan menjadi lahan usaha lain. Persepsi publik dan kebijakan umum tentang perlindungan DAS menginginkan adanya suatu kondisi (hutan) di daerah hulu dan mengasosiasikan setiap kejadian banjir dengan hilangnya tutupan hutan di bagian hulu. Selain itu, merubah kawasan hutan menjadi bentuk-bentuk penggunaan lahan lainnya dianggap akan mengurangi kemampuan DAS dalam mempertahankan fungsi tersebut. Dampak lain terjadinya kehilangan hutan adalah dengan diberlakukannya rencana tata ruang yang diajukan oleh Kementerian, lembaga, gubernur dan bupati/walikota yang sarat usulan pelepasan kawasan hutan. Sementara itu kawasan berstatus hutan tetapi tidak lagi memiliki tegakan pohon juga cukup banyak, sehingga nantinya moratorium izin pembukaan kawasan gambut dan hutan primer tidak berguna. Hutan merupakan bentuk penggunaan lahan dengan berbagai pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Fungsi ekologis hutan sangat penting terutama untuk menjaga erosi serta mengatur tata air di daerah aliran sungai. Luas lahan hutan yang harus dipertahankan dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) agar dapat menjamin kelestarian sumber air menjadi permasalahan yang cukup kompleks saat ini, mengingat berbagai kepentingan atas penggunaan lahan di DAS antar berbagai sektor serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dampak negatif alih guna lahan hutan menjadi penggunaan lahan lain telah banyak dibuktikan dan apabila kebutuhan lahan mendesak, maka konversi lahan hutan akan sangat sulit untuk dihindari. Menurut FWI/GFW (2001) laju kerusakan hutan dari tahun ketahun terus meningkat. Periode tahun , kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1.7 juta hektar tahun -1 dan dalam periode tahun meningkat menjadi 3.8 juta hektar tahun -1 (Baplan Dephut 2003). Di Provinsi Aceh, kehilangan hutan yang terjadi sekarang ini sekitar hektar tahun -1 dari total kawasan hutan seluas 3.3 juta hektar akibat penebangan liar dan alih fungsi hutan (Walhi Aceh 2012). Kerusakan lingkungan di Indonesia juga telah menjadi keprihatinan banyak pihak, ini disebabkan oleh timbulnya bencana alam yang dirasakan saat ini seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan yang semakin meningkat. Rusaknya wilayah hulu DAS sebagai daerah tangkapan air diduga merupakan salah satu penyebab utama terjadinya bencana alam tersebut. Kerusakan DAS dipercepat oleh peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan perkembangan ekonomi, konflik kepentingan dan kurangnya
2 2 keterpaduan antar sektor, antar wilayah hulu-tengah-hilir, terutama pada era otonomi daerah, dimana sumberdaya alam ditempatkan sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD). Data terbaru Kementerian Negara Lingkungan Hidup menjelaskan pengrusakan lingkungan di Indonesia terus menunjukkan dampaknya. Saat ini terdapat 60 DAS di seluruh Indonesia masuk kategori super prioritas (BPDAS Aceh 2009). Gambaran kerusakan DAS di Indonesia juga tercermin dari banyaknya jumlah DAS yang masuk dalam skala prioritas. Tahun 1984 terdapat 22 DAS super prioritas (surat keputusan bersama tiga menteri, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehutanan, dan Menteri Pekerjaan Umum No: 19 Tahun No: 059/Kpts-II/ No: 124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984, diacu dalam Arsyad 2006). Tahun 1999 terdapat 62 DAS Prioritas I, 232 DAS Prioritas II dan 178 DAS Prioritas III (Ditjen RRL 1999). Tahun 2004 jumlah DAS prioritas I meningkat menjadi 65 DAS (Ditjen SDA 2004). Dalam upaya untuk menyelamatkan DAS di Indonesia, Departemen Kehutanan telah menetapkan 108 DAS sebagai prioritas utama untuk ditangani dalam kurun waktu 5 tahun mendatang ( ), DAS Krueng Aceh merupakan satu dari 16 DAS yang berada di Sumatera yang masuk ke dalam kelompok DAS kritis di Indonesia dan menjadi prioritas utama dalam penanganannya (BPDAS Aceh 2009). Balai Pengelolaan DAS Aceh mengemukakan bahwa antara tahun banyak terjadi pengurangan luasan hutan di Aceh. Kerusakan terparah terjadi di DAS Krueng Aceh, pada tahun 1999 luas tutupan hutan DAS tersebut masih sekitar hektar sedangkan pada tahun 2008 luas tutupan lahan DAS tersebut hanya mencapai hektar, padahal fungsi ekologis kawasan itu sangat mendesak dan strategis (Walhi Aceh 2009). Aksi pengrusakan hutan yang terjadi juga telah mengancam keberlangsungan 47 DAS dan sub-das yang ada di Aceh. Salah satu contoh adalah kawasan Seulawah (daerah hulu DAS Krueng Aceh) dimana 40 persen kawasan hutan Seulawah yang letaknya sangat dekat dengan ibu kota provinsi Aceh juga telah dirambah, terlebih di kawasan hutan yang terpaut jauh di pedalaman dan agak sukar dipantau oleh petugas. FFI (2009) juga mengemukakan bahwa sekitar hektar hutan di Provinsi Aceh hingga tahun 2009 mengalami kerusakan yang cukup berat akibat pembalakan liar, sehingga propinsi Aceh disebut telah memecahkan rekor baru dalam hal pengrusakan hutan tercepat di dunia. Hingga kini pembalakan hutan masih terus berlangsung (termasuk di DAS Krueng Seulimum). Kondisi lingkungan hutan di Aceh juga diperparah dengan meningkatnya hot spot (titik api) dari 518 titik api menjadi titik api pada tahun Kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2001 sampai dengan 2006 telah menghanguskan areal seluas ha dari titik api (Walhi Aceh 2006). DAS Krueng Aceh mempunyai lima Sub DAS yaitu DAS Krueng Aceh Hilir, DAS Krueng Jreu, DAS Keumireu, DAS Krueng Inong dan DAS Krueng Seulimum. Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh yang berada pada tiga wilayah administrasi (Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Pidie) merupakan sumber pemasok utama kebutuhan air bersih baik untuk sumber air minum, irigasi pertanian dan keperluan lain.
3 3 DAS Krueng Seulimum dengan luasan hektar telah mengalami alih fungsi hutan yang sangat luas. Tahun 1977 luas hutan di DAS Krueng Seulimum masih sekitar ha (70.86%), tahun 1987 menurun menjadi ha (48.75%) dan tahun 2002 luas hutan tinggal ha (39.56%) (Wahyuzar 2005). Sedangkan tahun 2011 luasan hutan di DAS Krueng Seulimum tinggal Ha (27.51%) (Baplan Dephut 2011). Perubahan hutan yang terjadi di DAS Krueng Seulimum berdampak pada kontribusi air yang akan disumbangkan pada DAS Krueng Aceh. Debit air pada DAS Krueng Aceh dalam dua tahun terakhir ini juga semakin berkurang disamping itu airnya juga kurang jernih (BPDAS Aceh 2009). Walhi Aceh (2009) menambahkan bahwa debit air DAS Krueng Aceh menyusut lebih dari 40 persen dibandingkan pada tahun 2000, sehingga beberapa desa di kawasan hilir Banda Aceh sudah mulai kesulitan untuk mendapatkan air selama setahun terakhir. Dampak langsung yang dapat dilihat adalah pada musim kemarau masyarakat yang tinggal di sekitar sungai ini tidak bisa lagi menggunakan air sungai untuk keperluan mandi, karena debit airnya yang sudah sangat sedikit, berlumut dan dapat menimbulkan iritasi serta gatal-gatal pada kulit. Masalah ketersediaan air bagi penduduk setempat menjadi persoalan yang serius setiap tahun (BPDAS Aceh 2009). Kerusakan lain di DAS Krueng Seulimum juga dipicu oleh maraknya aktivitas penambangan galian C (pasir, batu dan kerikil). Kegiatan tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung yang mengakibatkan tingginya kecepatan arus sungai dan tingkat erosi pada tebing sungai. Akibat pembalakan liar, konversi hutan menjadi lahan pertanian, dan usahatani yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kemampuan lahan dan kesesuaian lahan serta penerapan agroteknologi telah menyebabkan kerusakan di DAS Krueng Seulimum. Hal ini terlihat dengan tingginya erosi\ dan rendahnya produktivitas lahan di bagian hulu yang ditunjukkan dengan rendahnya produksi kakao yaitu kg ha -1 (Disbunhut Aceh 2008). Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan penghasilan devisa. Saat ini komoditi kakao di Propinsi Aceh tersebar hampir di seluruh Provinsi (APED 2007). Secara keseluruhan luas areal tanaman kakao di Propinsi Aceh adalah ha, dimana 78% merupakan areal perkebunan rakyat (Disbunhut Aceh 2008). Dinas perkebunan dan kehutanan propinsi Aceh yang di dukung oleh dana dari ADB pada tahun 2007 telah mengembangkan lahan baru kakao di Aceh Besar seluas 500 ha (Program pembangunan perkebunan Aceh Besar), dan BRR melalui dinas terkait melakukan pengembangan lahan kakao seluas 100 ha. Ini semua sangat dibutuhkan upaya pengelolaan kakao yang berkelanjutan, mengingat produksi yang dihasilkan saat ini masih sangat rendah. Rendahnya produktivitas lahan di DAS Krueng Seulimum menyebabkan pendapatan petani di wilayah ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). Menurut BPS Aceh (2009), tingkat kemiskinan di propinsi Aceh menduduki peringkat ke lima dari 33 provinsi di Indonesia yaitu sebesar 19.48%, hasil sensus BPS 2007 juga menunjukkan bahwa penduduk miskin di DAS Krueng Seulimum sebesar 26.3% keluarga petani. Kondisi ini menunjukkan bahwa di DAS Krueng Seulimum telah berlangsung proses saling memiskinkan
4 4 antara lahan dan petani. Menurut Sinukaban (2001) proses saling memiskinkan harus diputuskan dengan penerapan sistem pertanian konservasi (SPK) yang bertujuan memperkecil erosi dan meningkatkan produktivitas lahan sehingga nantinya akan meningkatkan pendapatan petani. Uraian di atas menunjukkan masih rendahnya pengetahuan petani, sehingga usahatani kakao yang dilakukan oleh petani di DAS Krueng Seulimum tidak berkelanjutan. Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya yaitu dengan memadukan teknik konservasi tanah dan air pada lahan pertanian berbasis kakao, sehingga petani di DAS Krueng Seulimum memiliki pengetahuan tentang usahatani pertanian yang berkelanjutan yaitu pendapatan yang layak bagi setiap petani, agroteknologi yang diterapkan tidak menimbulkan kerusakan sumberdaya lahan (erosi), dan dapat diterima (acceptable) serta dikembangkan (replicable) oleh petani dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal yang dimiliki petani (Sinukaban 2005). Permasalahan Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah pokok yang harus diatasi di DAS Krueng Seulimum yaitu : 1. Telah terjadi kerusakan hutan akibat pembalakan liar (illegal logging) dan alih guna lahan sehingga terjadi aliran permukaan dan erosi yang tinggi dan mengakibatkan sedimentasi yang pada saat musim hujan mengakibatkan terjadinya banjir. 2. Usahatani kakao yang dilakukan saat ini kurang mempertimbangkan klas kemampuan dan kesesuaian lahan serta agroteknologi yang tepat sehingga memungkinkan terjadinya aliran permukaan dan erosi yang tinggi. 3. Pendapatan petani terutama yang berasal dari usahatani kakao masih rendah, karena produksi yang dihasilkan tanaman kakao yang belum dapat memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL). 4. Belum dilakukan penataan (alokasi) penggunaan lahan yang optimal untuk usahatani kakao. Kerangka Pemikiran Daerah aliran sungai (DAS) terdiri atas unsur - unsur yang saling berinteraksi dan membentuk suatu sistem yang saling mempengaruhi dan sangat peka terhadap input-input yang terjadi didalamnya. Salah satu input yang mempengaruhi kondisi DAS adalah perubahan penggunaan lahan. Pasca terjadinya tsunami, penggunaan lahan di DAS Krueng Seulimum mengalami perubahan yang cukup pesat disamping perubahan lainnnya yaitu konversi hutan menjadi lahan usahatani kakao yang pengelolaannya masih secara konvensional sehingga menimbulkan erosi yang tinggi dan produksi yang diinginkan belum dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi petani. Pengelolaan DAS yang baik dan lestari adalah penggunaan sumberdaya alam secara rasional agar mendapatkan produksi yang maksimum dalam waktu yang tidak terbatas dan mencegah terjadinya kerusakan lahan seminimal mungkin. Tujuan utama pengelolaan DAS adalah keberlanjutan (sustainable) dengan parameter yang dapat
5 5 diukur yaitu erosi harus lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi (ETol), agroteknologi yang diterapkan harus dapat diterima (acceptable) dan dapat dikembangkan (replicable) serta pendapatan yang didapat harus di atas standar hidup layak. Untuk itu diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan DAS secara cermat dan seksama dengan penerapan sistem pertanian konservasi. Sistem pertanian konservasi (SPK) adalah sistem pertanian yang dapat mengendalikan degradasi lahan (erosi ETol) dan meningkatkan pendapatan petani hingga dapat memenuhi standar kebutuhan hidup secara layak (KHL) dengan menggunakan agroteknologi yang memadai serta bersifat khas lokasi (site specific). Penerapan sistem pertanian konservasi merupakan langkah tepat untuk menjamin kelestarian usahatani lahan kering dalam suatu DAS. Untuk itu agar sumberdaya lahan dapat dilakukan secara lestari dan berkelanjutan maka optimalisasi pola usahatani perlu didesain dan dirancang dengan tepat agar usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum dapat berkelanjutan. Tahap selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan penilaian kemampuan dan kesesuaian lahan pada tiap satuan lahan (SL) yang bertujuan untuk mengetahui produktivitas dari masing-masing satuan lahan bagi usahatani. Penggunaan lahan yang sesuai dan cocok dengan kemampuan lahan merupakan langkah awal menuju sistem budidaya tanaman yang baik. Bila kondisi tanahnya tidak sesuai untuk pertanian maka agroteknologi apapun yang digunakan tidak akan dapat mencegah erosi. Tingkat keberhasilan usahatani pada satu bidang lahan dengan penerapan agroteknologi dapat dilihat dari besarnya erosi yang terjadi, dimana erosi aktual yang terjadi harus lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransi (E < ETol), untuk itu agar agroteknologi yang diterapkan dapat diterima dan dikembangkan oleh petani maka agroteknologi tersebut harus disesuaikan dengan karakteristik biofisik (site specific), sehingga nantinya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat (Sinukaban 2004). Selanjutnya upaya untuk memadukan kepentingan konservasi tanah dan air dengan kepentingan pendapatan petani dari usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum maka perlu dilakukan optimalisasi pola usahatani yang dapat mengkompromikan berbagai aspek kepentingan (beberapa tujuan) tersebut. Metode optimalisasi yang dapat digunakan untuk mengakomodasi berbagai tujuan (kepentingan konservasi tanah dan air, dan kepentingan pendapatan petani) adalah dengan menggunakan model multiple goal programming (MGP) atau program tujuan ganda yang digunakan berdasarkan typical farm size. Metode ini dapat mengakomodasi berbagai tujuan atau kepentingan secara simultan (Nasendi dan Anwar 1985; Mulyono 1991). Fungsi tujuan dalam analisis optimalisasi dengan multiple goal programming adalah meminimumkan simpangan dari kendala tujuan yang ada (erosi dan pendapatan usahatani). Penentuan usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum dilakukan dengan perangkat pengambilan keputusan (decision tool) (kesesuaian lahan, agroteknologi, erosi < ETol dan pendapatan > KHL) pada skala DAS. Secara ringkas kerangka pemikiran penelitian telah diuraikan disajikan pada Gambar 1.
6 6 DAS Krueng Seulimum ( Ha) - Kerusakan lahan akibat alih guna lahan dan illegal logging - Belum dilakukan penilaian terhadap kemampuan dan kesesuaian lahan serta agroteknologi pada usahatani berbasis kakao - Belum dilakukan penataan (alokasi) penggunaan lahan yang optimal untuk usahatani kakao - Produksi kakao rendah Erosi dan AP Tinggi Pendapatan Rendah Usahatani Kakao tidak Berkelanjutan Pengukuran dan pendugaan Erosi Analisis Usahatani Tipe dan Alternatif Agroteknologi Usaha tani Kakao Analisis Pengambilan Keputusan (LINDO dan Decision Tool) Arahan Usahatani Berbasis Kakao Berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum Gambar 1 Kerangka pemikiran perencanaan usahatani kakao berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji karakteristik lahan dan agroteknologi yang diterapkan untuk tanaman kakao di DAS Krueng Seulimum 2. Menganalisis laju erosi dan aliran permukaan pada lahan usaha tani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum. 3. Menganalisis alokasi lahan optimal untuk usahatani berbasis kakao dan agroteknologi sehingga dapat menurunkan erosi dan meningkatkan pendapatan petani di DAS Krueng Seulimum. 4. Merumuskan perencanaan usahatani berbasis kakao berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum.
7 7 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar dan Propinsi Aceh dalam mengambil kebijakan untuk pengembangan usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum. 2. Bagi petani di DAS Kreung Seulimum sebagai sumber informasi dalam usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan. 3. Pengembangan ilmu pengetahuan dalam mendesain usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan dengan menggunakan analisis program tujuan ganda. Kebaruan Penelitian (Novelty) Kebaruan dari penelitian ini adalah memberikan informasi: 1. Besarnya aliran permukaan dan erosi pada usahatani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum. 2. Tipe usahatani berbasis kakao yang berkelanjutan di DAS Krueng Seulimum. 3. Besarnya standar hidup layak keluarga petani berbasis kakao di DAS Krueng Seulimum
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bertambahnya jumlah penduduk dan masuknya migrasi penduduk di suatu daerah, maka akan semakin banyak jumlah lahan yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang
Lebih terperinciOPTIMALISASI LAHAN USAHATANI BERBASIS KAKAO UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KRUENG SEULIMUM PROPINSI ACEH HALIM AKBAR
OPTIMALISASI LAHAN USAHATANI BERBASIS KAKAO UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI DAS KRUENG SEULIMUM PROPINSI ACEH HALIM AKBAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) adalah vegetasi, tanah dan air serta jasa-jasa lingkungan yang merupakan modal bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis di Indonesia meliputi areal seluas 143 juta hektar dengan berbagai tipe dan peruntukan (Murdiyarso dan Satjaprapdja, 1997). Kerusakan hutan (deforestasi) masih
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sistem pertanian lahan kering adalah merupakan suatu bentuk bercocok tanam diatas lahan tanpa irigasi, yang kebutuhan air sangat bergantung pada curah hujan. Bentuk pertanian
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan penduduk yang cukup tinggi di negara sedang berkembang termasuk Indonesia menyebabkan kebutuhan pangan dan lahan pertanian semakin besar. Disamping itu, perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai, yang berfungsi menampung, menyimpan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan berpengaruh pada pemanfaatan sumberdaya lahan dalam jumlah besar untuk memenuhi ketersediaan kebutuhan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi
TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun
Lebih terperinciPembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro
Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA Nindyantoro Permasalahan sumberdaya di daerah Jawa Barat Rawan Longsor BANDUNG, 24-01-2008 2008 : (PR).- Dalam tahun 2005 terjadi 47 kali musibah tanah longsor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pertumbuhan ekonomi nasional tekanan terhadap sumber daya hutan semakin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan di Indonesia mempunyai peranan baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial budaya, maupun secara ekologis. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengelolaan DAS di Indonesia telah dimulai sejak tahun 70-an yang diimplementasikan dalam bentuk proyek reboisasi - penghijauan dan rehabilitasi hutan - lahan kritis. Proyek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan, karakteristik lahan dan kaidah konservasi akan mengakibatkan masalah yang serius seperti
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sumberdaya alam mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan manusia baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Dalam Undangundang Nomor 41 Tahun 1999 disebutkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar penduduk, memberikan sumbangan terhadap pendapatan nasional yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi jangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan
Lebih terperinciPerkembangan Potensi Lahan Kering Masam
Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ekonomi. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sumberdaya alam yang siap dikelola dan dapat memberikan manfaat ganda bagi umat manusia baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi. Manfaat hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.
Lebih terperinciPenanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM
Penanganan Das Bengawan Solo di Masa Datang Oleh : Ir. Iman Soedradjat,MPM DAS Bengawan Solo merupakan salah satu DAS yang memiliki posisi penting di Pulau Jawa serta sumber daya alam bagi kegiatan sosial-ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan dan merupakan salah satu unsur yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya di muka bumi. Berdasarkan UU Sumberdaya
Lebih terperinciPERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program
Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu, dengan ciri-ciri sebagai berikut (1) hutan masih dominant, (2) satwa masih baik, (3) lahan pertanian masih kecil, (4) belum ada pencatat hidrometri, dan (5)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. saling terkait. Peristiwa banjir, erosi dan sedimentasi adalah sebagian indikator
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai bagian dari pembangunan wilayah masih menghadapi berbagai masalah yang kompleks dan saling terkait. Peristiwa banjir,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)
A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Cisangkuy merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum hulu yang terletak di Kabupaten Bandung, Sub DAS ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah, terutama kondisi lahan pertanian yang dimiliki Indonesia sangat berpotensi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki sektor pertanian dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan, peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan serta mengatasi
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberadaan kawasan hutan di Jawa Timur, sampai dengan saat ini masih belum dapat mencapai ketentuan minimal luas kawasan sebagaimana amanat Undang-Undang nomor 41
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan hutan lindung, khususnya hutan yang menjadi perhatian baik tingkat daerah maupun nasional yang saat ini kondisinya sangat memperihatinkan, kerusakan tersebut
Lebih terperinciMAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)
MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dijelaskan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
Lebih terperincidan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan
KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Jumlah penduduk yang terus bertambah mendorong meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah wilayah dengan topogafi yang dibatasi oleh punggung-punggung bukit tempat tangkapan air hujan yang akan dialirkan melalui anak-anak sungai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sangat bergantung pada lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu
Lebih terperincisumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan
Lebih terperinciRENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO
RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub sektor pertanian tanaman pangan memiliki peranan sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk Indonesia yang setiap tahunnya cenderung meningkat seiring dengan pertambahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan timbal balik. Di dalam pembangunan, manusia merupakan konsumen yang berperan aktif dalam proses pemanfaatan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi iklim di bumi tidak pernah statis, tapi berbeda-beda dan berfluktuasi dalam jangka waktu yang lama. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit
Lebih terperinciBAB III ISU STRATEGIS
BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DAS Biru yang mencakup Kecamatan Bulukerto dan Kecamatan Purwantoro berdasarkan peraturan daerah wonogiri termasuk dalam kawasan lindung, selain itu DAS Biru
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam
2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara dengan jumlah kepulauan terbesar didunia. Indonesia memiliki dua musim dalam setahunnya, yaitu musim
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang
Lebih terperinciTINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1
TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia. Luas kawasan hutan di Indonesia saat ini mencapai 120,35 juta ha. Tujuh belas persen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
15 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karet merupakan komoditas perkebunan yang sangat penting peranannya di Indonesia. Selain sebagai sumber lapangan kerja, komoditas ini juga memberikan kontribusi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tingkat kerusakan hutan di Indonesia akibat degradasi (berkurangnya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam (SDA) hayati yang didominasi pepohonan yang mempunyai tiga fungsi, yaitu: a. fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan dan penghidupan bagi masyarakat di Kabupaten Kubu Raya yang memiliki panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.
KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011
Lebih terperincimampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan
Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari
Lebih terperinciPenggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan
Penggunaan Lahan Pertanian dan Arah Pengembangan ke Depan Oleh: Anny Mulyani, Fahmuddin Agus, dan Subagyo Penggunaan Lahan Pertanian Dari total luas lahan Indonesia, tidak terrnasuk Maluku dan Papua (tidak
Lebih terperinciKimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut
Lebih terperinci