1. PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

II. TINJAUAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya tanaman umbi-umbian, termasuk aneka

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

I PENDAHULUAN. Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

TINJAUAN PUSTAKA. pisang raja berasal dari kawasan Asia Tenggara dan pulau-pulau pasifik barat. Selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang, 1.2. Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

ABSTRAK. Kata kunci : puree labu kuning, tapioka, bika ambon.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

BAB I PENDAHULUAN. Makanan tradisional merupakan wujud budaya yang berciri kedaerahan,

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN TEPUNG DARI BUAH SUKUN. (Artocarpus altilis)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, teksturnya yang lembut sehingga dapat dikonsumsi anak-anak

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

Bab I. Pendahuluan I-10 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Camilan atau snack adalah makanan ringan yang dikonsumsi diantara waktu makan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah jenis tanaman

PENDAHULUAN. terigu dari negara Timur Tengah seperti Turki, Srilanka, dan Australia. Impor

BAB I PENDAHULUAN. asupan zat gizi makro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi vitamin A

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dibuat dengan menambahkan santan, gula merah, daun pandan dan. pisang.menurut Veranita (2012), bolu kukus adalah bolu yang berbahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

TINJAUAN PUSTAKA. kata terigu dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa Portugis trigo yang. proteinnya, tepung terigu dapat dibagi menjadi:

TINJAUAN PUSTAKA. dan beta-karoten (provitamin A) (Suarni dan Firmansyah, 2005).

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

INOVASI TEKNOLOGI SPESIFIK LOKASI BUAH PISANG DALAM MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN DI LAMPUNG SELATAN

I. PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagian besar produk makanan jajanan di pasaran yang digemari. anak-anak berbahan dasar tepung terigu. Hal ini dapat menyebabkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

PEMANFAATAN EKSTRAK WORTEL (Daucus carota) DAN BUAH WALUH (Cucurbita moschata) SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI BAKSO DAGING

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. antara lain serealia, palmae, umbi-umbian yang tumbuh subur di hampir

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN SIFAT SENSORIK KUE BOLU KUKUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gemuk untuk diambil dagingnya. Sepasang ceker yang kurus dan tampak rapuh,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Labu kuning merupakan bahan pangan lokal yang melimpah, hal ini dapat dilihat dari tingkat produksi labu kuning di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Produksi labu kuning pada tahun 2011 sebesar 333 ton, tahun 2012 sebesar 251 ton, tahun 2013 sebesar 515 ton, tahun 2014 sebesar 522 ton, dan pada tahun 2015 mencapai 530 ton (BPS, 2015). Namun tingkat konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah yaitu kurang dari 50 kg/kapita/tahun (Haryati 2006). Bagian dari labu kuning yang memiliki nilai ekonomi dan zat gizi terpenting terdapat pada buahnya. Menurut Gardjito (2006), kadar beta karoten daging buah labu kuning segar adalah 19,9 mg/100 g. Warna kuning pada labu kuning menunjukkan adanya senyawa β-karoten dan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pangan alternatif untuk menambah jumlah β-karoten harian yang dibutuhkan tubuh (Usmiati et al., 2005). Masyarakat mulai mengolah labu kuning menjadi tepung untuk memperpanjang umur simpannya. Berdasarkan uji pendahuluan, tepung labu kuning yang diayak dengan ukuran 60 mesh meninggalkan residu berupa rendemen kasar (RK). Jumlah RK yang dihasilkan sebanyak 41,8% dari jumlah rendemen total yang dihasilkan. RK memiliki kandungan β-karoten yang hampir sama dengan tepung labu kuning. RK berbentuk serbuk granula yang memiliki ukuran partikel lebih besar daripada tepung labu kuning. RK dapat dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi tepung terigu dalam pembuatan cookies yang merupakan salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan nilai gizi cookies. Tepung labu kuning sudah diolah menjadi beberapa olahan pangan seperti biskuit, mie, kerupuk dan bolu mangkok (Riani et al., 2017 ; Novrina, 2015). Sedangkan penelitian yang memanfaatkan rendemen kasar sebagai produk olahan pangan belum ada. Penambahan RK dalam formulasi dapat mempengaruhi karakteristik fisikokimiawi dari produk cookies. Sehingga perlu dilakukan uji kimia yang meliputi kadar β-karoten, aktivitas antioksidan, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar protein, kadar air dan kadar abu. Sebelum itu dilakukan uji organoleptik untuk menentukan formulasi yang paling 1

2 disukai dan setelah itu digunakan sebagai penelitian utama. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini yaitu, dapat menciptakan produk cookies RK yang memiliki kandungan β- karoten dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan cookies pada umumnya. Dengan demikian, porsi edible dari limbah produksi tepung labu kuning dapat dimanfaatkan. 1.2. Tinjauan Pustaka 1.2.1. Labu Kuning (Cucurbita moschata) Labu kuning merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak mengandung β- karoten atau provitamin A yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Di samping itu, labu kuning juga mengandung zat gizi seperti protein, karbohidrat, beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi, serta beberapa vitamin seperti vitamin B dan C. Berdasarkan kandungan gizinya yang cukup lengkap dan harganya yang relatif murah, maka labu kuning ini merupakan sumber gizi yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan masyarakat (Hendrasty, 2003). Labu kuning mempunyai kandungan gizi yang lengkap meliputi karbohidrat, protein, lemak, mineral (kalsium, fosfor dan besi), vitamin (vitamin A, B dan C) serta serat. Daging buah labu kuning segar mengandung 19,9 mg/100g senyawa β-karoten ditandai dengan daging buahnya yang berwarna kuning-oren (Gardjito, 2006). Perbedaan varietas, cara budidaya, kondisi tempat tumbuh, tingkat kematangan dan cara penyimpanan labu kuning setelah panen dapat mempengaruhi kandungan senyawa β- karoten dari buah labu tersebut (Muchtadi, 1989). Labu kuning sering diolah menjadi puree dengan cara dikukus kemudian dihancurkan yang dapat dikonsumsi secara langsung maupun diolah menjadi produk pangan lainnya. Labu kuning memiliki bentuk bulat atau lonjong dan memiliki warna kuning kemerahan yang berasal dari senyawa karotenoid. Salah satu karotenoid pada labu kuning adalah β-karoten yang kandungannya mencapai 1300 IU/100 gram bahan. Buah labu kuning dapat dipanen dalam waktu 3 4 bulan dengan bobot 3 5 kg (Hendrasty, 2003). Warna kuning cerah pada daging buah menunjukkan bahwa labu kuning mengandung pigmen

3 karotenoid, diantaranya adalah betakaroten. Betakaroten didalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A. Selain betakaroten, labu kuning juga mengandung zat karotenoid lainnya sepertin lutein, likopen, α-karoten dan cis-β-karoten, tapi dalam jumlah yang sedikit (Keller, 2001). Salah satu faktor yang penting dalam suatu bahan makanan adalah kandungan gizinya. Labu kuning merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang mempunyai kandungan gizi cukup tinggi dan lengkap. Komposisi zat gizi labu kuning dan tepung labu kuning dapat dilihat pada Lampiran 1. Labu kuning merupakan salah satu bahan pokok nonberas sehingga memiliki kelemahan yaitu daya simpannya pendek karena mengandung air yang cukup tinggi dalam keadaan segar. Salah satu upaya pengawetan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengubahnya menjadi tepung. Pengolahan labu kuning menjadi tepung juga merupakan upaya peningkatan daya guna labu kuning supaya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pangan (Richana, 2012). Tepung labu kuning mempunyai kualitas tepung yang baik karna mempunyai sifat gelatinisasi yang baik sehingga dengan demikian dapat membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas, maupun elastisitas yang baik, sehingga roti yang dihasilkan akan berkualitas baik. Komposisi kandungan tepung labu kuning secara umum dapat dilihat pada Lampiran 2. 1.2.2. Cookies Cookies adalah jenis biskuit dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur ruang padat (Manley, 2011). Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak dan gula tinggi, relatif renyah, dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. Cookies merupakan salah satu produk bakery yang tidak memiliki proses pengembangan (unleavened product) (Matz, 1992), maka tepung yang digunakan dalam pembuatan cookies adalah tepung berkadar protein rendah. Tepung jenis ini berwarna sedikit agak gelap dibandingkan dengan tepung gandum pada umumnya.

4 Tiap produk bakery membutuhkan tepung dengan spesifikasi tertentu. Berdasarkan kandungan proteinnya, tepung terigu dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu tepung terigu protein tinggi, sedang, dan rendah. Tepung terigu protein rendah mengandung protein 8 9%, mempunyai sifat gluten yang kurang baik, cocok untuk membuat cake, cookies, dan kue kue kering yang tidak menghendaki terbentuknya gluten. Tepung terigu protein sedang mengandung protein 10 11%, dihasilkan dari penggilingan campuran gandum soft dan hard, mempunyai sifat gluten sedang. Tepung terigu protein tinggi kadar proteinnya 11 13%, dihasilkan dari penggilingan 100% gandum hard, mempunyai sifat gluten yang ulet dan kuat, cocok untuk membuat roti beragi (Arpah, 1993). Syarat mutu cookies dapat dilihat pada lampiran 3. Gula pada pembuatan cookies mempengaruhi penyebaran, maka kue kering dengan persentase gula yang lebih tinggi akan lebih menyebar atau mengembang secara melebar daripada kue kering dengan gula yang jumlahnya sedikit. Mutu cookies sepenuhnya ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan. Biasanya menggunakan tepung terigu yang berprotein rendah untuk dapat menghasilkan produk akhir yang memiliki tekstur renyah. Seringkali dalam pembuatan cookies ditambahkan tepung maizena dengan tujuan agar cookies menjadi lebih renyah. Gula yang dipakai dalam pembuatan cookies atau kue kering bisa memakai gula halus (Matz, 1992) Telur berperan dalam pemberian bentuk dan tekstur dan dalam pembentukan flavor, rasa dan mutu cookies. Fungsi telur sebagai pengaerasi, pelembut dan pengikat. Dalam pengaerasi, telur menangkap udara pada waktu dikocok sehingga memberikan udara dalam adonan. Sebagai pelembut erat kaitannya dengan daya emulsi telur. Senyawa emulsifier adalah lesitin dan sepalin membuat adonan stabil dan melapisi lemak sehingga tidak mudah mengkristal. Penggunaan kuning telur sebagai pengganti telur utuh akan menghasilkan cookies yang lebih lembut dan enak dimakan, tetapi struktur dalam cookies tidak sesempurna cookies dengan telur utuh. Hal ini disebabkan kuning telur mengandung lemak yang lebih tinggi dan merupakan emulsifier yang kuat. Bila telur yang digunakan banyak maka cookies yang dihasilkan akan lebih mengembang dan menyebar (Matz, 1992).

5 Lemak berperan dalam rasa lezat, bertugas sebagai bahan pengempuk dan membantu pengembangan susunan fisik makanan yang dibakar (baked food). Dalam pembuatan cookies digunakan margarin. Margarin merupakan shortening yang digunakan pada pembuatan cookies yang terbuat dari lemak tumbuhan. Margarin mempunyai titik lebur (melting point) yang rendah, yang dapat menimbulkan penampakan yang berminyak pada produk bakery (Hoseney, 1994). Suatu produk membutuhkan kemasan untuk memperpanjang umur simpan. Jenis kemasan yang digunakan adalah plastik polietilen (PE). Plastik jenis PE memiliki sifat yang mudah dibentuk, penampakannya jernih, tahan terhadap berbagai bahan kimia, dapat mengurangi kehilangan air dan lemak pada bahan pangan, serta tekstur yang mengeras (Syarief et al, 1989). Low Density Polyethylene (LDPE) merupakan salah satu jenis polietilen (PE) yang memiliki daya rentang, kekuatan retak, dan ketahanan putus yang baik, relatif tahan terhadap air dan uap air, stabil hingga suhu di bawah -60 o C, namun kurang tahan terhadap gas (Robertson 1993). Umur simpan dapat diartikan sebagai selang waktu antara saat produk diproduksi hingga dikonsumsi dalam kondisi yang masih baik berdasarkan karakteristik rasa, tekstur, aroma, nilai gizi dan penampakan. Faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan mutu dari produk pangan dibedakan menjadi dua faktor, yaitu faktor intrinsik (bahan baku, formulasi, oksigen, aktivis air, ph, mikroorganisme, uap air, cahaya dan bahan kimia toksik), dan faktor ekstrinsik (proses, sanitasi, kemasan, dan penyimpanan) (Roberts 1999). Riani et al., (2017) menjelaskan bahwa labu kuning mempengaruhi tekstur dari produk bolu mangkok. Tekstur yang terbentuk pada kue bolu mangkok disebabkan oleh kandungan gluten pada adonan semakin sedikit dan menjadikan kue bolu mangkok kurang mengembang. Cookies merupakan produk yang tidak membutuhkan pengembangan sehingga rendemen kasar tepung labu kuning berpotensi sebagai bahan subtitusi dalam produk cookies. Selain itu Lydia et al., (2015) menjelaskan bahwa penambahan berbagai konsentrasi tepung labu kuning pada produk roti tawar dapat meningkatkan kadar air, kadar abu, kadar beta karoten, dan kadar serat secara nyata

6 dibanding kontrol. Menurut Siti & Yunianta (2015) dalam jurnalnya, tepung labu kuning mempengaruhi kadar betakaroten dan kadar air dalam produk cookies. Total karoten semakin meningkat seiring dengan semakin tinggi proporsi tepung labu kuning yang ditambahkan. Kadar air cookies semakin menurun seiring semakin banyak proporsi tepung labu kuning yang ditambahkan. 1.3. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh subtitusi rendemen kasar tepung labu kuning pada cookies terhadap karakteristik fisikokimiawi penambahan rendemen kasar tepung labu kuning pada produk cookies, serta untuk mengetahui perubahan kualitas mikrobiologi selama penyimpanan produk.