4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5 KONDISI AKTUAL PENDARATAN DAN PENDISTRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2013, hlm ISSN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 HASIL TANGKAPAN DIDARATKAN DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PALABUHANRATU

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 KONDISI AKTUAL FASILITAS DAN PELAYANAN KEPELABUHANAN TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kecamatan Teluk Betung Selatan

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Lamongan

4 KEADAAN UMUM. 4.1Keadaan umum Kabupaten Sukabumi

5 AKTIVITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA

34 laki dan 49,51% perempuan. Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 0,98% dibanding tahun 2008, yang berjumlah jiwa. Peningkatan penduduk ini

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

BAB 2 KONDISI GEOGRAFIS DAERAH PENELITIAN DAN INFORMASI MENGENAI MASYARAKAT PESISIR DI PPP CILAUTEUREUN

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

6 PEMETAAN KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM. 4.1 Letak Geografis

Katalog BPS:

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

BAB III DESKRIPSI AREA

4 KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian (1) Letak dan Kondisi Geografis

5 KEADAAN PERIKANAN TANGKAP KECAMATAN MUNDU KABUPATEN CIREBON

4 KEADAAN UMUM. 25 o -29 o C, curah hujan antara November samapai dengan Mei. Setiap tahun

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

5 TINGKAT KEBUTUHAN ES UNTUK KEPERLUAN PENANGKAPAN IKAN DI PPS CILACAP

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

PRODUKSI PERIKANAN 1. Produksi Perikanan Tangkap No. Kecamatan Produksi (Ton) Ket. Jumlah 12,154.14

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

7 KAPASITAS FASILITAS

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

VI. KARAKTERISTIK PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP. Rumahtangga nelayan merupakan salah satu potensi sumberdaya yang

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

BERITA NEGARA. No.955, 2011 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Juknis. DAK. Tahun 2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

Potensi Terumbu Karang Luwu Timur

8 AKTIVITAS YANG DAPAT DITAWARKAN PPI JAYANTI PADA SUBSEKTOR WISATA BAHARI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertanian merupakan suatu jenis produksi yang berlandaskan pada

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Keadaan Umum Kota Banda Aceh Letak topografis dan geografis Banda Aceh

6 EFISIENSI PENDARATAN DAN PENDITRIBUSIAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENGEMBANGAN TEMPAT PENDARATAN IKAN KURAU DI KECAMATAN BANTAN KABUPATEN BENGKALIS, RIAU Oleh: Jonny Zain dan Syaifuddin

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografis dan topografi Kota Jakarta Utara Secara admistratif DKI Jakarta terdiri dari lima kota, yakni Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Jakarta Utara membentang dari Barat ke Timur sepanjang kurang lebih 35 km, menjorok ke darat antara 4 s/d 10 km dan mempunyai luas 139,56 km 2. Ketinggian dari permukaan laut antara 0 s/d 4 meter, dari tempat tertentu ada yang di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa/empang air payau. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara merupakan pantai beriklim panas dengan suhu rata-rata 28,2 C, curah hujan setiap tahun rata-rata 152,48 mm dengan maksimal curah hujan pada Februari (707,3 mm) dan kelembaban udara rata-rata 74%, yang disapu angin dengan kecepatan sekitar 4,76 knot sepanjang tahun (Badan Pusat Statistik 2008). Selanjutnya Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa curah hujan tertinggi pada tahun 2009 menurun dibanding tahun 2008 yang mencapai 1.829,7 mm. Kondisi wilayah yang merupakan daerah pantai dan tempat bermuaranya 9 (sembilan) sungai dan 2 (dua) banjir kanal, menyebabkan wilayah ini merupakan daerah rawan banjir, baik kiriman maupun banjir air pasang laut. Wilayah Kota Administrasi Jakarta Utara memiliki batas daerah sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa dengan koordinat 106º15 BT dan 59º LS Sebelah Selatan : Kab. Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur Sebelah Barat : Kab. Tangerang dan Jakarta Pusat Sebelah Timur : Jakarta Timur dan Kab. Bekasi (Badan Pusat Statistik 2008) 4.1.2 Kependudukan Kota Jakarta Utara Secara keseluruhan jumlah penduduk Kota Jakarta Utara sebanyak 1.201.308 jiwa yang terbagi dalam dua kelompok gender yakni 51,08% laki-laki dan 48,92% perempuan. Penduduk Jakarta Utara tersebar di beberapa wilayah

37 kecamatan yakni Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja, Kelapa Gading, dan Cilincing (Badan Pusat Statistik 2009). Sebagian kecil dari jumlah penduduk Kota Jakarta Utara memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Luas wilayah, jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan rasio jenis kelamin di Kota Jakarta Utara, disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rasio Jenis Kelamin di Jakarta Utara, 2008 Kecamatan Luas Area (Km²) Lakilaki (jiwa) Penduduk Perempuan (jiwa) Jumlah (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/m 2 ) Rasio Jenis Kelamin (L/P) 1. Penjaringan 35,4870 96.493 90.035 186.528 5.256 107,17 2. Pademangan 9,9187 64.154 56.132 120.286 12.127 114,29 3. Tanjung Priok 25,1255 158.312 153.801 312.113 12.422 102,93 4. Koja 13,2033 119.414 113.695 233.109 17.655 105,03 5. Kelapa Gading 16,1212 54.659 53.945 108.604 6.737 101,32 6. Cilincing 37,6996 120.626 120.165 240.791 6.065 100,38 Jumlah 137,5553 613.658 587.773 1.201.431 8.609 104,40 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Administrasi Jakarta Utara, 2009 Penduduk terpadat di Kota Jakarta Utara berada di Kecamatan Koja dengan kepadatan 17.655 jiwa per km², diikuti Kecamatan Tanjung Priok yakni 12.422 jiwa per km² dan Kecamatan Penjaringan merupakan kecamatan dengan kepadatan terendah yakni 5.256 km². Jumlah nelayan di wilayah Kota Jakarta Utara adalah 25.959 jiwa yang tersebar di wilayah pesisir yakni Kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit, Kelurahan Pademangan, Kelurahan Tanjung Priok, Kelurahan Lagoa, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Cilincing dan Kelurahan Marunda. Selain nelayan di wilayah Jakarta Utara juga terdapat pengolah ikan, pedagang ikan, pembudidaya ikan hias, dan pelaku ekonomi sektor perikanan lainnya (Badan Pusat Statistik 2009).

38 4.1.3 Kondisi perikanan tangkap Kota Jakarta Utara 1) Unit penangkapan ikan (1) Armada dan alat penangkapan ikan Kapal perikanan yang digunakan oleh nelayan di Jakarta Utara adalah perahu tanpa motor/perahu layar, perahu motor tempel dan kapal motor. Pada rentang tahun 2004 2008 kapal motor di Jakarta Utara mendominasi jumlah armada di Kota Jakarta Utara dengan ukuran 0 5 GT dan 5 10 GT. Pada tahun 2008 kapal perikanan yang paling banyak digunakan adalah kapal motor dengan ukuran 5 10 GT sebanyak 1.858 unit dan kapal motor dengan ukuran 30 50 GT relatif lebih sedikit yakni sebanyak 51 unit (Tabel 5). Tabel 5 Jumlah armada penangkapan ikan menurut kategori armada di Jakarta Utara, 2004 2008 Kategori Armada 2004 (unit) Jumlah Armada per tahun 2005 (unit) 2006 (unit) 2007 (unit) 2008 (unit) Rata-rata Pertumbuhan Tahunan (%) 1. Perahu tanpa motor/layar 685 617 554 431 222-22,7 2. Perahu motor tempel 909 810 729 765 674-7,0 3.Kapal Motor (GT) 3.988 3.601 3.240 3.413 3.959 0,4 a. < 5 502 451 406 430 460-3,5 b. 5-10 1.492 1.343 1.209 1.276 1.858 7,8 c. 10-20 683 615 554 659 430-9,0 d. 20-30 467 421 379 354 596 10,5 e. 30-50 49 45 39 34 51 39,2 f. > 50 795 726 653 760 564-7,0 Jumlah 5.582 5.028 4.523 4.609 4.855-3,2 Sumber: Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kota Jakarta Utara (2009) Jumlah armada perikanan pada tahun 2008 yakni 4.855 unit yang terdiri dari perahu tanpa motor sebesar 4,6%, perahu motor tempel sebesar 13,9% dan kapal motor sebesar 81,5% unit. Jumlah kapal motor di Kota Jakarta Utara adalah sebesar 3.959 unit. Jumlah ini didominasi oleh jenis kapal motor dengan ukuran 5-10 GT yakni sebesar 1.858 atau 38,3% dari jumlah keseluruhan armada di Kota Jakarta Utara.

39 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kota Jakarta Utara selama tahun 2004 2008 mengalami peningkatan setelah mengalami penurunan pada tahun 2005 dan 2006. Pada tahun 2005, jumlah armada menurun sebesar 9,9% dari tahun sebelumnya yakni sebanyak 554 unit. Pada tahun berikutnya jumlah armada perikanan menurun kembali yakni sebesar 10% atau sebesar 505 unit. Secara keseluruhan, pertumbuhan jumlah armada perikanan di Kota Jakarta Utara selama tahun 2004 2008 rata-rata sebesar -3,2% setiap tahunnya. Perkembangan jumlah armada di Jakarta Utara selengkapnya ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta Utara, 2004 2008 Usaha penangkapan yang dilakukan oleh nelayan Kota Jakarta Utara mmenggunakan berbagai macam alat penangkapan ikan seperti jaring payang, purse seine, jaring insang dasar, gillnet, bagan, bubu dan pancing (Tabel 6). Bagi nelayan Muara Angke alat penangkapan yang paling banyak dipakai adalah purse seine, jaring insang dasar, gillnet, bubu dan pancing. Alat penangkapan jaring insang dasar, payang, jaring kejer, dogol dan trawl banyak dioperasikan oleh nelayan Cilincing. Alat penangkapan jaring kejer, bagan, sero dan payang banyak dioperasikan oleh nelayan di Muara Kamal. Nelayan di Muara Baru, banyak mengoperasikan alat tangkap tuna longline dan gillnet. Jumlah alat tangkap di Kota Jakarta Utara dari tahun 2004 sampai 2008 ditunjukan pada Tabel 6.

40 Tabel 6 Jumlah alat tangkap menurut jenis alat tangkap di Kota Jakarta Utara, 2004 2008 Jenis Alat Tangkap Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 Komposisi Jumlah (%) Rata-rata Pertumbuhan Tahunan (%) Payang 424 424 662 662 712 3,97 20 Dogol 361 457 457 457 497 2,77 0,9 Pukat Cincin 269 269 269 269 279 1,56 0,9 Jaring Insang Hanyut 396 396 396 396 960 5,36 35,6 Bagan Perahu 133 133 133 553 3,09 105,2 Bagan Tancap 136 136 124 124 124 0,69-2,2 Jaring Angkat Lain 455 495 601 648 408 2,28 0,2 Rawai Tuna 294 294 2822 2822 2822 15,75 215 Pancing Tonda 126 126 126 126 0,70 0 Pancing Lain 1.152 1.152 731 766 685 3,82-10,6 Bubu 6893 6.715 5420 5420 4927 27,50-7,7 Muroami 75 75 641 641 798 4,45 194 Lain-lain 6517 6.695 4636 4974 5026 28,05-4,9 Jumlah 16.972 17367 17018 17438 17917 100,00 1,38 Sumber: Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara (2008) Pada tahun 2008, jumlah alat penangkapan yang dioperasikan oleh nelayan Kota Jakarta Utara adalah sebesar 17.917 unit. Alat penangkapan yang paling banyak dioperasikan adalah alat tangkap bubu. Jumlah bubu pada tahun 2008 sebesar 4.927 unit atau 27,5% dari jumlah keseluruhan alat tangkap. Tahun 2004, jumlah alat tangkap bubu bahkan mencapai 6.893 unit. Gambar 4 Perkembangan jumlah alat tangkap di Kota Jakarta Utara, 2004 2008

41 Gambar 4 menunjukkan perkembangan jumlah alat tangkap di Jakarta Utara selama periode tahun 2004 2008 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan meningkat di akhir periode; dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,38% setiap tahunnya (2) Nelayan Nelayan merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan usaha penangkapan ikan. Nelayan memegang peranan sebagai subyek pelaku penangkapan ikan secara langsung. Oleh karena itu, keberadaan nelayan perlu diketahui secara jelas dalam lingkup perikanan tangkap. Jumlah nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di wilayah Kota Jakarta Utara pada tahun 2008 tercatat sebanyak 20.215 jiwa, terdiri dari 10.418 jiwa nelayan penetap (51,5%) dan 9.797 jiwa nelayan pendatang (48,5%). Berdasarkan status kepemilikan usaha, maka nelayan di wilayah ini dibagi atas 2.768 jiwa nelayan pemilik (13,7%) dan 17.447 jiwa nelayan pekerja (86,3%) (Tabel 7). Tabel 7 Jumlah nelayan di Kota Jakarta Utara, 2004 2008 Status Nelayan Jumlah nelayan per tahun (jiwa) 2004 2005 2006 2007 Jumlah 2008 Komposisi (100%) Ratarata Partumbuhan tahunan (%) 1. Nelayan Penetap 16.426 15.017 13.516 12.027 10.418 51,5-10,7 a. Pemilik 3.473 3.140 2.826 2.441 1.060 5,2-22,4 b.pekerja 12.953 11.877 10.690 9.586 9.358 46,3-7,7 2. Nelayan Pendatang 9.873 8.903 8.018 7.207 9.797 48,5 1,5 a. Pemilik 2.241 2.028 1.827 1.662 1.708 8,4 1,8 b.pekerja 7.632 6.875 6.191 5.545 8.089 40,0 3,9 Jumlah Nelayan 26.299 23.920 21.534 19.234 20.215 100-6,1 a. Pemilik 5.714 5.168 4.653 4.103 2.768 13,7 16 b. Pekerja 20.585 18.752 16.881 15.131 17.447 86,3-3,5 Sumber: Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara (2008), diolah kembali

42 Gambar 5 Perkembangan jumlah nelayan di Kota Jakarta Utara, 2004 2008 Berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 5, jumlah nelayan dari tahun 2004 sampai 2008 cenderung menurun namun mengalami peningkatan di akhir periode. Hal yang sama juga terjadi pada jumlah nelayan penetap dan pendatang dari tahun ke tahun. Perkembangan pertumbuhan jumlah nelayan rata-rata menurun sebesar -3,5 % per tahun. Jumlah nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2004 yakni sebesar 26.299 jiwa, sedangkan jumlah nelayan terendah terjadi di tahun 2007 sebesar 19.234 jiwa. Tingginya jumlah nelayan pada tahun 2004 diduga karena nelayan masih banyak yang memilih untuk menjual hasil tangkapan di pelabuhan-pelabuhan Jakarta dan kemudian menetap. Selain itu, jumlah ini juga dipengaruhi oleh tingginya jumlah armada penangkapan di Kota Jakarta Utara sehingga membutuhkan tenaga kerja nelayan yang lebih banyak. Rendahnya jumlah nelayan pada tahun 2007 diduga karena naiknya harga bahan-bakar minyak sehingga nelayan banyak yang beralih profesi karena tidak dapat memenuhi biaya operasional untuk melaut dan mengakibatkan banyaknya nelayan pendatang yang kembali ke tempat asal mereka. Perkembangan jumlah nelayan dan armada penangkapan dari tahun 2004 hingga 2008 cenderung menurun dikarenakan beberapa hal (Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara 2008):

43 a. Makin jauhnya daerah penangkapan ikan (fishing ground) menyebabkan biaya operasional lebih mahal sehingga sebagian nelayan tidak sanggup membiayainya; b. Naiknya harga bahan bakar minyak menyebabkan biaya operasional lebih mahal sehingga sebagian nelayan beralih profesi seperti menjadi pedagang, sopir dan buruh pabrik serta tukang ojek; c. Mahalnya biaya perawatan sehingga banyak kapal yang rusak tidak dapat beroperasi; d. Semakin sulitnya hidup di Jakarta dan banyak tempat tinggal mereka yang ditertibkan maka sebagian nelayan kembali ke daerah asalnya masingmasing; dan e. Beralih fungsinya kapal ikan menjadi kapal transportasi umum seperti kapal barang dan kapal penumpang. 2) Produksi hasil tangkapan Kota Jakarta Utara adalah penyuplai produk konsumsi ikan terbesar untuk kawasan Provinsi DKI Jakarta. Jumlah produksi ikan di Jakarta Utara pada tahun 2008 sebesar 22.263,3 kg. Jumlah ini merupakan produksi ikan yang didaratkan melalui darat dan laut. Ikan yang didaratkan melalui laut berasal dari lima pelabuhan perikanan di Jakarta Utara yakni PPI Muara Angke, PPS Muara Baru, PPI Muara Kamal, PPI Cilincing dan PPI Kali Baru sedangkan yang didaratkan melalui darat biasanya adalah ikan dari luar daerah melalui Pasar Ikan. Pada tahun 2008, PPS Muara Baru adalah penyumbang terbesar produksi perikanan di Jakarta Utara sebesar 14.398,8 ton (64,68%) disusul dengan Muara Angke sebesar 6.464,7 ton (29,04%), Muara Kamal, Kali Baru, Cilincing dan Pasar Ikan masing-masing sebesar 467,6 ton (2,10%); 473,6 ton (2,13%); 276,5 ton (1,24%); 182 ton (0,82%).

44 Tabel 8 Jumlah produksi perikanan berdasarkan TPI di Kota Jakarta Utara, 2004-2008 TPI Jumlah produksi per tahun (ton) 2004 2005 2006 2007 Jumlah 2008 Komposisi (%) R (%/tahun) 1. Muara Baru 10.037,4 5.695,2 6.296,4 12.617,3 14.398,8 64,68 20,4 2. Muara Angke 8.189,2 9.392,5 10.675,5 8.647,3 6.464,7 29,04-4 3. Pasar Ikan 743,2 638 688,2 722,3 182 0,82-19 4. Kamal Muara 577,4 589,4 529,9 521,3 467,6 2,10-5 5. Kalibaru 326.7 326,8 424,1 527,2 473,6 2,13 11 6. Cilincing 422.8 318,3 341,4 263,9 276,5 1,24-9 Jumlah 20.296,6 16.960,2 18.955,6 23.299,3 22.263,3 100,00 3,5 Ket : R = Rata-rata pertumbuhan tahunan (%/tahun) Sumber: Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kotamadya Jakarta Utara (2008), diolah kembali Berdasarkan Tabel 8, jumlah produksi perikanan di Kota Jakarta Utara mengalami fluktuasi dari tahun 2004 sampai tahun 2008 namun secara keseluruhan cenderung mengalami peningkatan. Secara umum rata-rata pertumbuhan produksi perikanan di Kota Jakarta Utara meningkat sebesar 3,5 % per tahunnya. Perkembangan produksi ikan di Kota Jakarta Utara selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Perkembangan jumlah produksi ikan di Kota Jakarta Utara, 2004-2008 Berdasarkan data yang diperoleh, hasil tangkapan dominan yang terdapat di Jakarta Utara adalah ikan jenis cakalang, tongkol, kembung, layang, lemuru, selar, ekor kuning, tuna, tenggiri dan kerapu. Selain untuk menyuplai ketersediaan

45 kebutuhan ikan di wilayah DKI Jakarta, produksi ikan di Kota Jakarta Utara juga banyak ditujukan untuk keperluan ekspor ke negara-negara importir seperti Singapura, Korea, dan Jepang. Jenis ikan yang menjadi ikan ekspor adalah ikan tuna, cakalang, tenggiri dan kerapu (Dinas Pertanian dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta 2009). 3) Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan nelayan-nelayan di Kota Jakarta Utara adalah: Bangka Belitung, Perairan Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, Perairan Kalimantan Barat, Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta, Perairan Karawang, Perairan Papua dan Perairan Karimun Jawa. Daerah penangkapan ikan yang jauh, tanpa diiringi dengan penanganan ikan yang baik selama di atas kapal, akan mengakibatkan turunnya kualitas ikan hasil tangkapan. Semakin dekatnya daerah penangkapan ikan juga dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan. Jika musim penangkapan ikan dalam kondisi baik maka akan memungkinkan untuk mencapai jarak yang lebih jauh untuk mendapatkan ikan, dan sebaliknya. Musim penangkapan ikan terbagi menjadi 2 (dua) musim yakni musim barat dan musim timur. Musim barat terjadi pada bulan November sampai bulan April. Pada musim ini angin bertiup sangat kuat dan menimbulkan gelombang yang tinggi. Hal ini mengakibatkan banyak nelayan tidak mau melaut karena memiliki resiko yang besar. Pada musim timur angin dan gelombang relatif lebih tenang dan stabil sehingga menjadi musim pilihan nelayan untuk melaut. Musim timur terjadi pada bulan April November. Musim timur adalah musim ikan dengan hasil tangkapan yang lebih banyak karena nelayan lebih banyak melakukan aktivitas penangkapan ikan. 4.2 Keadaan umum Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke 4.2.1 Kondisi Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke 1) Pengelolaan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan (PKPP) merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta di bidang pengelolaan kawasan pelabuhan

46 perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2002 UPT. Pengelola Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan mempunyai tugas-tugas sebagai berikut (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008): a. Mengatur, mengelola dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan, beserta sarana penunjangnya; b. Mengelola pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya; dan c. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban lingkungan kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. Berdasarkan pengamatan peneliti di lapangan, secara umum tugas-tugas yang diemban oleh UPT PKPP dan PPI untuk mengelola PPI Muara Angke telah terlaksana dengan baik. Hal ini terlihat kenyamanan dan kemudahan dalam melakukan aktivitas perikanan di kawasan PPI Muara Angke dengan tersedianya fasilitas dan sarana yang mendukung kegiatan perikanan khususnya perikanan tangkap. Selain tugas-tugas yang tertera di atas, UPT PKPP dan PPI Muara Angke juga memiliki fungsi secara khusus dalam pengelolaan kawasan PPI Muara Angke. Sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2002, UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan mempunyai fungsi sebagai berikut (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008): a. Menyusun program dan rencana kegiatan operasional; b. Perencanaan, pemeliharaan, pengembangan dan rehabilitasi dermaga dan pelabuhan; c. Penertiban rekomendasi izin kapal perikanan yang masuk dan keluar pelabuhan perikanan dari aspek kegiatan perikanan; d. Pelayanan tambat labuh dan bongkar muat kapal; e. Penyediaan fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan dan penyewaan fasilitas penunjang lainnya; f. Pengelolaan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan usaha yang menunjang usaha perikanan;

47 g. Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan barang dan atau pihak ketiga; h. Pelayanan fasilitas sandar kapal, pasar grosir, pasar pengecer, pengolahan ikan, pengepakan ikan gudang hasil perikanan dan usaha pengolahan ikan; i. Pengkoordinasian kegiatan operasional instansi terkait yang melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan; j. Penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan kebersihan di kawasan pelabuhan perikanan; dan k. Pengelolaan urusan ketatausahaan. Tugas dan fungsi UPT PKPP dan PPI Muara Angke sebagai pengelola kawasan PPI Muara Angke dijalankan dengan membentuk susunan organisasi yang bekerja secara khusus. Sesuai dengan Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 105 tahun 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, susunan organisasi UPT PKPP dan PPI terdiri dari (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008): a. Kepala Unit; b. Sub Bagian Tata Usaha; c. Seksi Kepelabuhanan Perikanan; d. Seksi Pelelangan Ikan; e. Seksi Fasilitas Usaha; f. Seksi Pemukiman Nelayan, Keamanan dan Ketertiban; dan g. Sub Kelompok Jabatan Fungsional. Pada tahun 2009, susunan organisasi dan tata kerja UPT PKPP dan PPI Muara Angke telah berubah; namun pada saat penelitian berlangsung susunan organisasi dan tata kerja yang baru belum dapat diperoleh karena pihak UPT PKPP dan PPI Muara Angke sendiri juga belum mendapatkan surat keputusan yang sah. Dalam upaya mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsinya, UPT PKPP dan PPI membentuk jabatan non struktural tetapi juga non fungsional yang keberadannya ditetapkan oleh Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi

48 DKI Jakarta. Artinya jabatan tersebut tidak termasuk ke dalam susunan organisasi dan tata kerja dan hanya menjalankan fungsi sebagai pengelola pelelangan bersama dengan koperasi perikanan setempat. Jabatan yang dimaksud yaitu sebagai berikut : a. Kepala TPI Muara Angke; b. Kepala TPI Muara Baru; c. Kepala Pasar Grosir Muara Angke; d. Kepala Pasar Grosir Muara Baru; e. Kepala Pasar Ikan; dan f. Kepala Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional. Struktur organisasi UPT PKPP dan PPI di Muara angke ditunjukkan pada Gambar 7 berikut : Kepala Unit Kepala Sub Bagian Tata Kepala Seksi Fasilitas Kepala Seksi Pelelangan Ikan Kelompok Jabatan Fungsional Kepala Seksi Kepelabuhanan Kepala Seksi Pemukiman, Keamanan Gambar 7 Struktur Organisasi UPT PKPP dan PPI Muara Angke (UPT PKPP dan PPI 2008) Gambar 7 menunjukkan bahwa pengelolaan pelelangan ikan di PPI Muara Angke dilakukan oleh seksi pelelangan ikan yang langsung berada di bawah kepala unit UPT PKPP dan PPI Muara Angke. Hal ini memperlihatkan bahwa pelelangan ikan merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dan dikelola secara khusus.

49 2) Kondisi Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke telah dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas-fasilitas yang diharapkan mampu menunjang kelangsungan aktivitas kepelabuhan. Fasilitas-fasilitas yang telah dibangun di kawasan PPI Muara Angke adalah sebagai berikut (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008): (1) Perumahan nelayan Pembangunan kompleks perumahan nelayan telah dialokasikan lahan seluas 21,16 ha yang pembangunannya telah dilaksanakan sejak tahun 1978 dan jumlah rumah yang telah dibangun yaitu sebanyak 1.728 unit. Sebanyak 1.128 unit diantaranya, cara pengelolaannya sama dengan yang dilakukan oleh BTN maupun Perumnas yaitu dengan cara sewa beli dengan jangka waktu antara 15 18 tahun. Sedangkan sebanyak 600 unit berupa rumah susun disalurkan kepada nelayan dengan cara sewa. (2) Pengolahan hasil perikanan tradisional Fasilitas pengolahan hasil perikanan tradisional (PHPT) digunakanan untuk menampung aktivitas pengolah ikan. Pada tahun 1983 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah membangun 201 unit pengolahan tadisional diatas lahan seluas sekitar 5ha. Setiap unit pengolahan terdiri atas rumah kerja berlantai 2 ukuran 5 6m dan tempat penjemuran ikan seluas 120m² yang disalurkan dengan cara sewa yang besarnya sesuai peraturan daerah yang berlaku. Jenis ikan yang diolah antara lain: ikan bilis, bloso, cucut, cumi-cumi, layang, pari, pepetek, tenggiri, tongkol, dan lain-lain dengan produksi rata-rata perhari sebanyak 30 40 ton. Hasil produksi para pengolah tersebut pada umunya dipasarkan ke wilayah Jabodetabek.

50 berikut: Jenis olahan dan jumlah pengolah ikan di PHPT tertera dalam Tabel 9 Tabel 9. Jenis olahan dan jumlah pengolah di PHPT Muara Angke, 2008 Jenis olahan Jumlah pengolah (unit) 1. Ikan asin 189 2. Ikan pindang 1 3. Terasi 1 4. Kerupuk kulit pari 4 5. Pengolahan kulit par 3 6. Pengolahan limbah ikan 3 Jumlah 201 Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke (2008) (3) Tempat pelelangan ikan Tempat pelelangan ikan (TPI) mempunyai nilai strategis dalam upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan, karena di tempat ini pengelola pelelangan memberikan pelayanan lelang sehingga harga yang terjadi dalam proses lelang merupakan harga optimal yang dapat diperoleh nelayan. Tempat pelelangan ikan dalam satu hari melayani sekitar 15 kapal dan sekitar 45 perahu yang membongkar hasil tangkapannya dengan produsi ikan yang masuk dalam satu hari mencapai rata-rata 100 125 ton. Tempat pelelangan ikan sendiri dikelola oleh Koperasi Mina Jaya beserta pihak UPT PKPP PPI Muara Angke. (4) Pasar grosir Pasar grosir merupakan salah satu mata rantai distribusi/pemasaran ikan yang berada di Muara Angke. Pasar grosir memiliki 870 lapak yang dimanfaatkan oleh 275 pedagang grosir. Aktivitas pasar grosir ini dilakukan pada malam hari dan ikan yang diperdagangkan selain dari hasil lelang di Muara Angke juga berasal dari daerah seperti: Tuban, Pekalongan, Tegal, Cilacap, dan Lampung. Dalam satu malam perputaran perdagangan ikan di pasar grosir rata-rata mencapai 35ton. Pihak pengelola pelabuhan telah membangun pasar grosir baru dengan 216 lapak untuk meningkatkan pelayanan kepada pedagang dan pembeli ikan.

51 (5) Pasar pengecer Selain pasar grosir, di Muara Angke telah tersedia fasilitas bagi pengecer untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan ikan dalam jumlah kecil. Luas pasar pengecer 1.260m² dengan jumlah lapak 150 buah yang dimanfaatkan oleh 148 orang pedagang pengecer. Pasar pengecer ini melayani kebutuhan konsumen dan para pengunjung yang akan mengkonsumsi ikan bakar di pusat jajan serba ikan yang masih berada di kawasan Muara Angke. Omzet penjualan di pasar pengecer dalam satu minggu mencapai 500 kg/pedagang dan puncak keramaian penjualan biasanya terjadi pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Guna memenuhi kebutuhan masyarakat tingkat menengah keatas pada tahun 2008 telah dibangun pasar pengecer higienis yang lokasinya berada disebelah barat pasar grosir lama. (6) Pabrik es PT AGB ICE pada tahun 2004 telah membangun 1 unit pabrik es dengan kapasitas 100.000 ton di Kawasan Muara Angke untuk dapat memenuhi kebutuhan nelayan, pedagang dan pengolah ikan. Pihak pelabuhan saat ini belum memiliki pabrik es sendiri untuk memenuhi kebutuhan es bagi nelayan. (7) Cold Storage Ikan merupakan suatu produk yang cepat sekali mengalami penurunan kualitas apabila tidak ditangani dengan baik. Oleh karena itu kegiatan penanganan ikan seharusnya dilakukan sejak penangkapan, pembongkaran, pengangkutan, distribusi dan pemasaran. Cold storage yang tersedia di kawasan Muara Angke sebanyak satu (1) unit cold storage dengan kapasitas 1.000 ton yang dibangun oleh PT AGB Tuna pada tahun 2003 diatas lahan seluas 3.000m². Pasokan ikan berasal dari nelayan Muara Angke, Palabuhanratu dan Muncar dengan jenis ikan yang disimpan adalah layur, bawal, cumi dan tenggiri dengan biaya penyewaan penitipan sebesar Rp.15,- per kg per hari. Namun melihat kapasitas cold storage tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan, maka UPT PKPP dan PPI sejak tahun 2007 2008 telah membangun 1 unit cold storage dengan kapasitas 900 ton.

52 (8) Stasiun pengisian bahan bakar umum/stasiun pengisisan bahan bakar Penyediaan kebutuhan bahar bakar minyak untuk kebutuhan kapal maupun kendaraan darat dilayani oleh stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sejak tahun 1997. Stasiun pengisisan bahan bakar umum ini dibangun diatas lahan seluas 2.212 m². Sejalan dengan kebijakan pemerintah pada tahun 2008 SPBU dipecah menjadi SPBU untuk memenuhi kebutuhan kendaraan darat dan stasiun pengisian bahan bakar (SPBB) untuk melayani kebutuhan kapal perikanan. Selain itu, tersedia juga 2 unit SPBB terapung yang dikelola oleh swasta. (9) Tempat pengepakan ikan Tempat pengepakan merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh pemerintah di kawasan Muara Angke terutama untuk memenuhi kebutuhan ikan segar di supermarket dan kebutuhan pasar ekspor. Muara Angke memiliki 30 unit gedung pengepakan dengan luas masing-masing 50 200 m², terdiri atas bangunan satu lantai dan dua lantai. Produksi tempat pengepakan ini rata-rata per bulan mencapai 75 ton dengan negara tujuan ekspor yaitu Singapura, Malaysia dan Hongkong. Jenis ikan yang diekspor meliputi bawal, ekor kuning, kakap merah, kerapu, tenggiri dan lain-lain. Ikan sebagai bahan baku diperoleh dari Muara Angke sebanyak 40% dan dari luar daerah sebanyak 60%. (10) Pusat jajan serba ikan Pusat jajan serba ikan merupakan fasilitas kios ikan bakar yang dibangun pada tahun 1996 dengan jumlah kios sebanyak 24 buah masing-masing berukuran 5 17 m. Tujuan pembangunan pusat jajan serba ikan ini yaitu untuk merangsang minat masyarakat untuk mengkonsumsi ikan dan menciptakan peluang pasar produk hasil perikanan khususnya jenis-jenis ikan yang lazim dikonsumsi. (11) Instansi lain, fasilitas sosial dan fasilitas umum Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang berada di kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan Muara Angke terdapat pula instansi pemerintah maupun kelembagaan serta fasilitas sosial dan fasilitas umum meliputi (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008):

53 a. UPT Dinas Perhubungan Laut; b. Syahbandar dan KPLP (Dept.Perhubungan); c. DPD HNSI; d. Pos polisi KP3 Muara Angke; e. Pos Kesehatan; f. Pos pemadam kebakaran; g. Terminal bus Muara Angke; h. Pasar Inpres (PD Pasar Jaya); i. Rumah Sakit Paru-Paru; j. Puskesmas; dan k. TK, SD dan SMP Fasilitas-fasilitas di PPI Muara Angke sama seperti layaknya fasilitas yang tersedia di berbagai pelabuhan perikanan di Indonesia. Fasilitas menarik perhatian adalah fasilitas pusat jajanan serba ikan (pujaseri) yang dibangun guna mengajak masyarakat untuk datang berkunjung ke PPI Muara Angke. Berdirinya fasilitas ini akan meningkatkan pendapatan PPI Muara Angke dan mendongkrak aktivitas kepelabuhan secara tidak langsung. 4.2.2 Kondisi perikanan tangkap di PPI Muara Angke 1) Armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke Armada penangkapan ikan yang berbasis di PPI Muara Angke mencakup tiga jenis yakni perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel (PMT) dan kapal motor. Perahu tanpa motor yang digunakan sebagai armada perikanan memiliki ukuran sedang sampai berukuran besar. Jumlah armada yang paling banyak digunakan di Muara Angke adalah kapal motor. Kapal motor digolongkan berdasarkan ukuran volume kapal menjadi 6 kelompok yakni 5 GT, 10 GT, 20 GT, 30 GT, 50 GT dan diatas 50 GT (Novri 2006). Saat ini armada kapal perikanan yang ada di Mura Angke didominasi oleh kapal motor yang berukuran 30 GT dan di atas 50 GT. Pada awalnya, perahu layar dan perahu motor tempel melakukan bongkar muat di PPI Muara Angke, tetapi sekarang ini kapal-kapal tersebut melakukan bongkar muat di daerah Kali Adem. Pendaratan hasil tangkapan perahu nelayan kecil dan tradisional di sekitar kali

54 Adem menyebabkan hasil penjualan hasil tangkapan nelayan tidak melalui proses lelang di TPI Muara Angke dan secara otomatis mengurangi pendapatan retribusi lelang (Faubianny 2008). Armada perikanan yang melakukan aktivitas tambah labuh maupun bongkar muat di PPI Muara Angke terdiri atas kapal berukuran 30 GT dan >30 GT. Selain dua jenis ukuran kapal tersebut, armada perikanan di PPI Muara Angke juga dibagi menjadi dua jenis yakni kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut. Kapal-kapal ikan yang melakukan tambat labuh di PPI Muara Angke antara lain adalah: kapal gillnet, jaring cumi (bukoami), purse seine, jaring insang dasar, bubu dan pancing. Berikut disajikan tabel jenis kapal yang melakukan aktivitas tambat labuh di PPI Muara Angke. Tabel 10 Perkembangan jumlah armada menurut GT dan jenis tambat labuh di PPI Muara Angke, 2003-2008 Jenis Kapal (unit) Jumlah 30 GT >30 GT Tahun Armada (unit) (unit) Pengangkut Penangkap Ikan 2003 4.842 4.069 773 1.761 3.137 2004 4.934 3.884 1.050 1.407 3.517 2005 5.209 3.873 1.336 1.468 3.137 2006 4.892 3.701 1.191 1.006 3.886 2007 4.305 3.662 643 1.008 3.297 2008 3.849 3.235 614 1.021 2.828 Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke, 2009 Jumlah aktivitas tambat pada tahun 2008 yakni sebesar 3.849 unit yang terdiri dari 1.021 unit kapal pengangkut (26,5%) dan 2.828 unit kapal penangkap ikan (73,5%). Berdasarkan ukuran kapal jumlah tersebut terdiri dari 3.235 unit kapal berukuran 30 GT dan 614 unit kapal berukuran >30 GT. Jumlah kapal yang melakukan aktivitas tambat tertinggi terjadi pada tahun 2005 yakni sebesar 5.209 unit yang terbagi menjadi 1.468 unit kapal pengangkut dan 3.137 unit kapal penangkap ikan. Berdasarkan ukuran kapal jumlah tersebut dibagi menjadi 3.873 unit kapal berukuran 30 GT dan 1.336 unit kapal berukuran >30 GT Alat tangkap yang terdapat di PPI Muara Angke terdiri dari berbagai jenis. Jenis alat tangkap di PPI Muara Angke didominasi oleh bukoami, jaring cumi, pukat cincin, bubu, cantrang, dan gillnet, selain ada juga alat tangkap dalam

55 jumlah yang kecil seperti muroami, jaring insang dasar, payang, lampara, pancing dan gillnet cucut (liongbun). Jumlah alat tangkap di PPI Muara Angke pada tahun 2008 adalah sebanyak 2.828 unit. Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan tahun 2008 yang beraktivitas di PPI Muara Angke antara lain bukoami sebanyak 40,7% kemudian disusul oleh alat tangkap jaring cumi sebesar 21,6% selanjutnya pukat cincin sebesar 17,8% dan bubu sebesar 7,5%. Jenis alat tangkap lainnya seperti muroami, jaring insang dasar, payang, lampara, pancing, dan gillnet cucut sebanyak 1,9%. Jumlah alat tangkap terbanyak yang dioperasikan terdapat pada tahun 2006, yaitu sebesar 3.886 unit dan terjadi penurunan pada tahun 2008 sebesar 4,8% dari tahun sebelumnya (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2009). Penurunan jumlah alat tangkap tersebut diduga karena banyak kapal yang berpindah tempat ke pelabuhan lain untuk membongkar hasil tangkapannya karena ketidakcocokan harga pada saat akan melelang hasil tangkapannya. 2) Nelayan Nelayan yang memanfaatkan PPI Muara Angke sebagai tempat mencari nafkah dan melakukan aktivitas kepelabuhanan meliputi nelayan penetap dan nelayan pendatang. Nelayan penetap adalah nelayan yang berdomisili di wilayah Muara Angke dan nelayan pendatang adalah nelayan yang berasal dari luar wilayah Muara angke. Klasifikasi nelayan tersebut terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan nelayan pemilik unit penangkapan ikan. Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa jumlah nelayan PPI Muara Angke pada tahun 2001 hingga tahun 2003 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2002 mengalami kenaikan tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan drastis. Drastisnya penurunan jumlah nelayan pada tahun 2003 diakibatkan oleh makin jauhnya fishing ground, naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan mahalnya biaya perawatan kapal. Jika dilihat dari asal nelayan, jumlah nelayan pendatang pada tahun 2001 2003 lebih banyak daripada nelayan penetap. Hal ini disebabkan karena harga ikan yang dilelang di daerah tidak setinggi harga ikan yang dilelang di Jakarta, sehingga sangat mempengaruhi pendapatan nelayan.

56 Tabel 11 Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke, 2001 2003 Status Nelayan Tahun 2001 2002 2003 1. Nelayan penetap (orang) Pemilik 2.277 2.979 1.873 Pekerja 8.862 11.703 790 Sub jumlah 11.139 14.682 2.663 2. Nelayan pendatang (orang) Pemilik 1.324 1.813 1.690 Pekerja 11.478 9.858 9.140 Sub jumlah 12.802 11.671 10.837 Jumlah nelayan (orang) Pemilik 3.601 4.792 9.147 Pekerja 20.340 21.561 4.353 Jumlah 23.941 26.353 13.500 Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke (2006) Menurut pihak UPT PPI Muara Angke, perkembangan jumlah nelayan mulai tahun 2004 sampai 2008 tidak didapatkan datanya karena pihak UPT PPI Muara angke tidak lagi melakukan rekapitulasi data nelayan. Rekapitulasi data nelayan dilakukan oleh pihak Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Muara Angke, sehinnga pihak UPT PPI Muara Angke tidak lagi memiliki data nelayan yang melakukan tambat labuh di PPI Muara Angke. 3) Musim penangkapan Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa nelayan, musim penangkapan dibagi menjadi dua musim yakni musim barat dan musim timur. Musim barat berkisar antara bulan November April. bertiup sangat kuat dan menimbulkan gelombang yang tinggi. Pada musim ini angin Hal ini mengakibatkan banyak nelayan tidak mau melaut karena memiliki resiko yang besar. Pada musim timur angin dan gelombang relatif lebih tenang dan stabil sehingga menjadi musim pilihan nelayan untuk melaut. Musim timur terjadi pada bulan April November. Berdasarkan data yang diperoleh, musim pendaratan di PPI Muara Angke cenderung tidak menentu setiap tahunnya. Pada tahun 2008 musim pendaratan ikan terjadi antara bulan April sampai September dan mencapai titik tertinggi pada bulan September. Penurunan atau aktivitas pendaratan terendah terjadi pada

57 bulan Januari hingga Februari. Penurunan ini diduga sangat dipengaruhi oleh musim barat sehingga membuat nelayan jarang yang melaut ataupun yang akan mendaratkan ikan. 4) Daerah penangkapan ikan Daerah penangkapan ikan bagi nelayan di Muara Angke adalah Perairan Bangka Belitung, Perairan Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, Perairan Kalimantan Barat, Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta dan Karawang, serta Laut Karimun Jawa. Daerah penangkapan ikan yang jauh, tanpa penanganan ikan yang baik selama di atas kapal, akan mengakibatkan turunnya kualitas ikan hasil tangkapan. Hal terlihat jelas di lapangan dengan banyak hasil tangkapan yang rusak ketika didaratkan. Bagi nelayan-nelayan kecil yang bersifat one day fishing seperti payang, bubu dan pancing kebanyakan memilih daerah penangkapan disekitar Teluk Jakarta dan Karawang karena jarak yang ditempuh lebih dekat dan tidak memakan biaya terlalu besar. Nelayan-nelayan besar yang memakan waktu melaut bermingu-minggu dan bahkan berbulan-bulan seperti Purse Seine, Buko Ami, dan Jaring Cumi lebih memilih daerah penangkapan di daerah Perairan Bangka Belitung, Perairan Sumatera, Selat Karimata, serta Kepulauan Natuna (UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2009). 5) Produksi Hasil Tangkapan Suatu daerah perikanan dapat dikatakan berkembang apabila perkembangan produksi perikanan daerah tersebut berkembang pula. Pada tahun 2008, PPI Muara Angke adalah penyumbang terbesar kedua bagi produksi perikanan di Provinsi DKI Jakarta. Jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke tahun 2008 adalah sebesar 6.464,71 ton. Jumlah ini menurun sebesar 25% dari tahun 2007. Hal ini dikarenakan oleh semakin menurunnya jumlah kapal perikanan yang melakukan tambat labuh di PPI Muara Angke (Tabel 9). Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke dapat dilihat pada Tabel 12.

58 Tabel 12 Jumlah dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke, 2004 2008 Tahun Jumlah Produksi (Ton) Nilai (Rp) 2004 8.189,19 33.311.092.549 2005 9.392,51 34.539.811.192 2006 10.675,82 35.539.811.192 2007 8.647,29 31.274.813.740 2008 6.464,71 28.972.929.810 Sumber: UPT PKPP dan PPI Muara Angke (2009) Perkembangan produksi perikanan di PPI Muara Angke cenderung menurun secara jumlah. Jumlah produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006 sebesar 10.675,82 ton dengan nilai produksi sebesar Rp. 35.539.811.192,00. Jumlah ini meningkat sebesar 13,7% dari tahun 2005. Secara umum, pertumbuhan rata-rata jumlah produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke sebesar -3,8% setiap tahunnya atau berkisar antara -25% sampai dengan 14%. Gambar 8 Perkembangan jumlah produksi perikanan di PPI Muara Angke, 2004 2008 Gambar 8 dan Gambar 9 menunjukkan penurunan jumlah produksi hasil tangkapan pada tahun 2006 hinga tahun 2008 diikuti dengan penurunan nilai produksinya. Penurunan nilai produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006 ke 2007 sebesar 12% atau sebesar Rp. 4.264.997.452,00. Perkembangan pertumbuhan rata-rata nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke sebesar -3,2% setiap tahunnya atau berkisar antara -12% sampai dengan 3,7%.

Gambar 9 Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke, 2004 2008 59