HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Mawar

PENGAKARAN SETEK BATANG MAWAR MINI (Rosa hybrida L.) MENGGUNAKAN KOMBINASI KONSENTRASI AUKSIN (IBA DAN NAA) YANG BERBEDA. Oleh ESTER YENTINA A

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus [L.] Merr) merupakan komoditas andalan dalam perdagangan buah

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi IBA (Indole Butyric Acid)

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Lada (Piper nigrum Linn.) merupakan tanaman rempah-rempah yang memiliki

Tipe perkecambahan epigeal

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

PELAKSANAAN PENELITIAN. Disiapkan batang atas ubi karet dan batang bawah ubi kayu gajah yang. berumur 8 bulan dan dipotong sepanjang 25 cm.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

I. PENDAHULUAN. keunggulan dalam penggunaan kayunya. Jati termasuk tanaman yang dapat tumbuh

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

HASIL DAN PEMBAHASAN

PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TATA CARA PENELITIAN

PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN DENGAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) INDOLEBUTYRIC ACID (IBA) TERHADAP PERTUMBUHAN STEK TANAMAN JERUK

5. PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh waktu pemberian GA3 terhadap pertumbuhan tanaman leek

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengatnatan terhadap parameter saat muncul tunas setelah dianalisis. Saat muncul tunas (hari)

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Kombinasi BAP dan IBA terhadap Waktu Munculnya Tunas Akasia (Acacia mangium Willd.)

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

III. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

Gambar 3. Tanaman tanpa GA 3 (a), Tanaman dengan perlakuan 200 ppm GA 3 (b)

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan (rumah kassa) Fakultas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus) berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Gambar 2. Bibit Caladium asal Kultur Jaringan

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

Percobaan 2: Pengaruh Paclobutrazol terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Jahe

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca dan Laboratorium Ilmu Tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Transkripsi:

16 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian dilaksanakan di lokasi dengan ketinggian 11 m di atas permukaan laut. Suhu di dalam rumah kaca berkisar antara 12-37 C dengan kelembaban 39.5-96%. Perbedaan suhu maupun kelembaban pada siang hari dengan malam hari cukup signifikan. Namun, perbedaan tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman mawar mini karena mawar mini dapat tumbuh di dataran rendah maupun di dataran tinggi dengan perbedaan suhu yang memang signifikan. Tanaman mawar merupakan tanaman yang mudah diperbanyak dengan setek. Daya tumbuh mawar yang disetek pada minggu kedua dan kelima percobaan mencapai 7% dan 6%. Tanaman mawar mulai mengeluarkan akar pada minggu pertama setelah setek, mengeluarkan tunas pada minggu kedua dan menghasilkan bunga pada minggu ketujuh. (a) Gambar 1. Setek Mawar Mini di Lokasi Penelitian Umur 2 MST (a); Setek Mawar Mini Umur 17 MST (b). Penelitian dilakukan di dalam rumah kaca. Meskipun demikian, tanaman tidak terhindar dari serangan hama maupun penyakit. Hal tersebut karena di dalam rumah kaca juga terdapat induk dari setek dan tanaman mawar mini lain yang berbeda kultivar. Hama maupun penyakit yang terdapat pada tanaman induk dapat dengan mudah menyerang. Hama yang menyerang adalah kutu daun, tungau, thrips, ulat grayak, kumbang dan laba-laba. (b)

17 Pada saat pertengahan penelitian curah hujan cukup tinggi dan suasana di dalam rumah kaca pun cukup lembab. Hal tersebut mengakibatkan tanaman mawar terserang penyakit embun tepung yang disebabkan oleh cendawan Oidium sp. Penyebaran penyakit tersebut relatif sangat cepat yang menyebabkan rontoknya tunas-tunas muda, bahkan menimbulkan kematian setek. Pada beberapa perlakuan yang seluruh seteknya mati dilakukan penyulaman, begitu juga pada perlakuan-perlakuan yang jumlah seteknya tidak cukup untuk memenuhi pengamatan selanjutnya. Penyulaman dilakukan pada minggu ketiga setelah tanam. Pupuk yang diberikan selama kegiatan pemeliharaan adalah pupuk NPK mutiara (25:7:7), dilanjutkan dengan NPK mutiara (16:16:16) dan pupuk gandasil- B pada saat tanaman sudah berbunga. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung setiap fase pertumbuhan dari tanaman. Pada saat tanaman berumur 4 minggu setelah tanam (MST), tanaman dipindahkan ke pot. Media yang digunakan adalah arang sekam, kotoran kuda dan pasir malang (2:1:1). Setelah tanaman dipindahkan ke pot pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik. Pengamatan berakhir setelah 21 minggu setelah tanam (MST).

Peubah yang diamati selama penelitian berlangsung yaitu waktu munculnya akar, jumlah akar, panjang akar, persentase setek hidup, panjang tunas, jumlah bunga, bobot kering akar dan bobot basah akar. Seluruh data yang diperoleh diuji dengan F-Hitung. Tabel 2. Rekapitulasi Sidik Ragam Setek Mawar Mini (Rosa hybrida L.) pada Berbagai Peubah Pengamatan Peubah Umur (MST) IBA NAA IBA*NAA KK (%) Respon Waktu munculnya akar 1-2 ** tn tn 31.8 K** Jumlah akar Panjang akar Persentase hidup 2 * tn tn 47.87 L** 3 tn tn tn 43.63 tn 4 tn tn tn 38.79 tn 2 ** tn tn 49.28 L** 3 tn tn tn 45.13 tn 4 tn tn tn 45.12 tn 2 tn tn tn 34.1 tn 5 tn * tn 42.68 L** Panjang tunas 5 tn tn * 26.22 tn Jumlah bunga 7-2 tn tn tn 31.24 tn Bobot basah akar 21 tn tn tn 58.51 tn Bobot kering akar 21 tn tn tn 44.84 tn Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5% ** = Sangat berbeda nyata pada taraf 1% tn = Tidak berbeda nyata L = Linier K = Kuadratik Seluruh data yang berbeda nyata kemudian diuji lanjut dengan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%. 18

19 Waktu Munculnya Akar Pengamatan waktu munculnya akar dilakukan setiap hari setelah 7 hari setelah tanam (HST), selama 8 hari dan pada saat tersebut setek dari semua perlakuan telah berakar. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa IBA berpengaruh sangat nyata terhadap waktu munculnya akar yang ditunjukkan dengan respon kuadratik yaitu dengan persamaan Y = (3 1-5 )x 2.16x + 12.526 dan nilai R² =.8778. Waktu munculnya akar dengan nilai rataan terkecil menunjukkan perlakuan yang paling cepat mengeluarkan akar, sebaliknya waktu munculnya akar dengan nilai rataan terbesar menunjukkan perlakuan yang paling lama mengeluarkan akar. Waktu munculnya akar (hari) 14 12 1 8 6 4 2 y = (3 1-5 )x 2 -,16x + 12,526 R² =,8778 1 2 3 4 Konsentrasi IBA (ppm) IBA Gambar 2. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Waktu Munculnya Akar Perlakuan IBA 2 ppm menunjukkan waktu munculnya akar yang paling cepat yaitu selama 1.2 hari dan perlakuan IBA ppm (tanpa auksin) menunjukkan waktu munculnya akar yang paling lama yaitu selama 12.4 hari. IBA berpengaruh terhadap waktu inisiasi akar dikarenakan sifat dari IBA yang tetap berada pada daerah pemberian perlakuan, translokasinya lemah, berlangsung lebih lambat sehingga bahan aktifnya akan tertahan di dekat tempat aplikasinya (Weaver, 1972).

Tabel 3. Waktu Munculnya Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Perlakuan Auksin I I 1 I 2 I 3 I 4 ---------------------------------------- hari ------------------------------------------ IBA 12.4a 11.6ab 1.2c** 1.8bc 11.4ab Keterangan: ** : Sangat berbeda nyata pada taraf 1% I : IBA ppm I 1 : IBA 1 ppm I 2 : IBA 2 ppm I 3 : IBA 3 ppm I 4 : IBA 4 ppm Berdasarkan data terlihat bahwa setek yang diberikan perlakuan auksin waktu munculnya akar lebih cepat dibandingkan dengan setek yang tanpa diberi perlakuan auksin. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zong et al. (28) bahwa peran utama auksin pada perbanyakan tanaman adalah menstimulasi akar pada setek batang dan daun dan meningkatkan cabang akar. 2 Waktu Munculnya Akar (hari) 11,6 11,4 11,2 11 1,8 1,6 1,4 11,53 11,53 11,33 11,2 1,8 N N1 N2 N3 N4 Perlakuan Gambar 3. Waktu Munculnya Akar pada berbagai Perlakuan Perendaman NAA Keterangan: N : NAA ppm N 1 : NAA 1 ppm N 2 : NAA 2 ppm N 3 : NAA 3 ppm N 4 : NAA 4 ppm Berdasarkan hasil analisis data juga diketahui bahwa NAA tidak berpengaruh nyata dan tidak terdapat interaksi antara IBA dan NAA terhadap waktu munculnya akar. Terlihat pada gambar diatas bahwa waktu yang diperlukan setek untuk munculnya akar pertama kali tidaklah berbeda nyata antara perlakuan

21 yang satu dengan yang lain. Perlakuan NAA 1 ppm memiliki nilai rataan terendah yaitu 1.8 hari dan perlakuan NAA 2 ppm dan NAA 4 ppm memiliki nilai rataan tertinggi yaitu 11.53 hari. (a) Gambar 4. Dasar Setek Mawar Saat Masih dalam Bentuk Kalus (1 MST) (a); Akar Mawar Mini yang Sudah Terbentuk (2 MST) (b). Pada saat minggu pertama setelah tanam yang terbentuk pada daerah pengaplikasian auksin adalah kalus (Gambar. 4a). Kalus yang terbentuk kemudian akan berdiferensiasi menjadi akar. Lakitan (1996) menyatakan bahwa pembentukan akar adventif dapat timbul dari dua sumber: 1) jaringan kalus (wounded root). 2) bakal akar (morfologi atau akar primordial). Akar primer dari kalus muncul di daerah kambium vaskular (Febrijanti, 1999). Meskipun dibutuhkan dan berguna untuk menginduksi akar primordial, auksin pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan akar primordial dan pemanjangan akar pada setek batang dan micro setek (Zong, et al., 28). Informasi mengenai konsentrasi yang tepat yang dapat mendukung pertumbuhan dari setek tanaman mawar sangatlah dibutuhkan. (b) Jumlah Akar Akar yang diamati adalah akar primer, dengan panjang minimal 2 mm. Pengamatan dilakukan dari minggu kedua hingga minggu keempat setelah tanam (2-4 MST). Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa pada minggu kedua setelah tanam IBA berpengaruh nyata terhadap jumlah akar dengan respon linier dengan persamaan Y =.12x + 6.26 dan nilai R² =.828.

22 Penambahan konsentrasi IBA sampai pada konsentrasi 4 ppm masih dapat meningkatkan jumlah akar dan akan terus meningkat pada pemberian konsentrasi yang lebih tinggi. 12 1 Jumlah akar 8 6 4 2 1 2 3 4 Konsentrasi IBA (ppm) y =,12x + 6,26 R² =,828 IBA Gambar 5. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Jumlah Akar Perlakuan IBA 4 ppm memiliki nilai rataan tertinggi yaitu 11.13 yang menandakan perlakuan tersebut memberikan jumlah akar terbanyak pada minggu kedua dan perlakuan dengan nilai rataan terendah terdapat pada IBA 1 ppm yaitu 6.4 yang menunjukkan perlakuan tersebut memiliki jumlah akar paling sedikit. Tabel 4. Jumlah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Auksin Minggu Setelah Tanam (MST) 2 3 4 I 6.71bc 1.67a 12.53a I 1 6.4c 11.67a 14.13a IBA I 2 9.93ab 14.27a 15.2a I 3 9.4abc 14.7a 13.53a I 4 11.13a* 13.13a 13.93a Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf 5% I : IBA ppm I 1 : IBA 1 ppm I 2 : IBA 2 ppm I 3 : IBA 3 ppm I 4 : IBA 4 ppm Hal diatas sesuai dengan pernyataan Macdonald (22) yang menyatakan bahwa kegunaan dari hormon pengakaran yaitu secara keseluruhan meningkatkan

23 persentase pengakaran, mempercepat inisiasi pengakaran, meningkatkan jumlah dan kualitas dari akar, dan mendorong pengakaran yang seragam. Pada minggu ketiga dan keempat setelah tanam perlakuan IBA tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar. Pada minggu ketiga dan keempat nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan IBA 2 ppm yaitu sebesar 14.27 dan 15.2. Sedangkan, nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan IBA ppm (tanpa auksin) sebesar 1.67 dan 12.53. Jumlah Akar 18 16 14 12 1 8 6 4 2 1,9 9,1 8,7 7,9 7,1 16 15,2 14,113,8 14 12,112,3 12,3 12,2 11 N N1 N2 N3 N4 2 3 4 Minggu Setelah Tanam (MST) Gambar 6. Jumlah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA Keterangan: N : NAA ppm N 1 : NAA 1 ppm N 2 : NAA 2 ppm N 3 : NAA 3 ppm N 4 : NAA 4 ppm Berdasarkan hasil analisis data diketahui juga bahwa NAA tidak memberikan pengaruh yang nyata dan tidak terdapat interaksi antara IBA dan NAA terhadap peubah jumlah akar baik pada minggu ketiga maupun minggu keempat. Pada minggu ketiga pengamatan nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 2 ppm sebesar 16 dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan NAA 4 ppm yaitu 11. Pada minggu keempat, pengamatan nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 4 ppm sebesar 15.2 dan terendah pada perlakuan NAA ppm yaitu 12.2. Zong et al. (28) menyatakan bahwa peran auksin yang utama adalah menstimulasi akar dan meningkatkan jumlah akar. Fungsi dari akar adalah

24 menyerap unsur hara dan air yang diperlukan dalam metabolisme tanaman (Sitompul & Guritno, 1995). Jumlah akar menunjukkan kemampuan dalam melakukan penyerapan unsur hara (Schuurman dan Goedewaagen, 1971). Tanaman dengan jumlah akar yang banyak akan meningkatkan penyerapan unsur hara dan air yang dapat mendukung pertumbuhan dari tanaman pula. Hartmann et al., (1997) menambahkan bahwa akar sebagai organ tumbuh geotrofik, selain berfungsi sebagai penegak batang, juga berperan sebagai organ penghisap hara dalam mendukung laju pertumbuhan. Perakaran yang baik akan mampu menopang pertumbuhan dari tanaman. Panjang Akar Pengamatan panjang akar sama seperti halnya pengamatan jumlah akar yaitu pada akar primer yang telah memiliki panjang akar 2 mm. Pada pengamatan minggu kedua diketahui bahwa IBA berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar dengan dengan persamaan Y =.1x + 1.18 dan nilai R² =.429. Penambahan konsentrasi IBA sampai dengan konsentrasi 4 ppm masih dapat meningkatkan panjang akar dan akan terus meningkat pada pemberian konsentrasi yang lebih tinggi. Hal tersebut dikarenakan IBA memiliki aktivitas auksin yang lemah, zat kimia bersifat stabil dan tetap berada pada daerah pemberian perlakuan, translokasinya lemah berlangsung lebih lambat sehingga bahan aktifnya akan tertahan di dekat tempat aplikasinya (Weaver, 1972). 2 Panjang akar (cm) 1,5 1,5 1 2 3 4 Konsenrasi IBA (ppm) y =,1x + 1,18 R² =,429 IBA Gambar 7. Pengaruh Konsentrasi IBA terhadap Panjang Akar

Pada minggu kedua perlakuan IBA 2 ppm memiliki nilai rataan tertinggi pada peubah panjang akar sebesar 1.87 cm. Panjang akar terendah pada minggu kedua dimiliki oleh perlakuan IBA ppm (tanpa auksin) yaitu 1.2 cm. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Arteca (26) bahwa auksin dapat menstimulasi inisiasi akar dan panjang akar. Hartmann dan Kester (1983) menambahkan bahwa IBA tidak menyebabkan racun pada tanaman karena mempunyai kisaran konsentrasi yang lebar dan efektif dalam menstimulir akar pada sejumlah besar spesies tanaman. Pada minggu ketiga dan keempat pengamatan perlakuan perendaman IBA tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar. Pada minggu ketiga sama seperti halnya minggu kedua, nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan IBA 2 ppm sebesar 3.5 cm. Pada minggu keempat, nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan IBA ppm (tanpa auksin) yaitu 4.77 cm. Nilai rataan terendah baik pada minggu ketiga maupun keempat terdapat pada perlakuan IBA 4 ppm, sebesar 2.75 cm dan 3.69 cm. Tabel 5. Panjang Akar pada berbagai Perlakuan Perendaman IBA Auksin Minggu Setelah Tanam (MST) 2 3 4 I 1.2c 3.27a 4.77a I 1 1.18bc 3.12a 4.5a IBA I 2 1.87a** 3.5a 3.96a I 3 1.29bc 3.41a 4.67a I 4 1.71ab 2.75a 3.69a Keterangan: * : Sangat berbeda nyata pada taraf 1% I : IBA ppm I 1 : IBA 1 ppm I 2 : IBA 2 ppm I 3 : IBA 3 ppm I 4 : IBA 4 ppm Berdasarkan hasil uji lanjut diketahui juga bahwa NAA tidak berpengaruh nyata dan tidak terdapat interaksi antara IBA dan NAA terhadap panjang akar. Terlihat seperti pada gambar dibawah, bahwa nilai rataan pada masing-masing perlakuan baik pada minggu kedua, ketiga maupun minggu keempat tidak berbeda nyata. Pada minggu kedua dan keempat nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 2 ppm yaitu 1.6 cm dan 5.2 cm. Pada minggu ketiga, nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 1 ppm yaitu 3.7 cm. 25

26 Panjang Akar (cm) 6 5 4 3 2 1 1,5 1,6 1,3 1,3 1,2 3,7 3,6 2,9 3,1 2,8 5,2 4,8 4,3 4,2 3,1 N N1 N2 N3 2 3 4 N4 Minggu Setelah Tanam (MST) Gambar 8. Panjang Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA Keterangan: N : NAA ppm N 1 : NAA 1 ppm N 2 : NAA 2 ppm N 3 : NAA 3 ppm N 4 : NAA 4 ppm Berdasarkan gambar diatas juga terlihat bahwa baik pada minggu kedua, ketiga maupun minggu keempat nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan NAA 4 ppm yaitu 1.2 cm, 2.8 cm, dan 3.1 cm. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Zong et al. (28) bahwa meskipun dibutuhkan dan berguna untuk menginduksi akar primordial, auksin pada konsentrasi yang tinggi seringkali menghambat pertumbuhan akar primordial dan pemanjangan akar pada setek batang dan mikrosetek. Kemungkinan konsentrasi yang diberikan terlalu tinggi, sehingga menghambat pemanjangan akar. Pertumbuhan dari setek juga tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi auksin yang diberikan, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan setek adalah kondisi fisiologis tanaman induk (stock plant), umur tanaman induk, jenis bahan setek, waktu pengambilan setek, zat pengatur tumbuh (ZPT), adanya tunas dan daun, umur bahan setek, dan kondisi lingkungan (Dawson dan King, 1994). Tanaman dengan kondisi optimum pertumbuhan akarnya akan berlangsung dengan baik. Panjang akar menunjukkan batas kemampuan tanaman untuk menjangkau wilayah tertentu dalam penyerapan unsur hara, sehingga semakin panjang akar memungkinkan setek untuk menyerap unsur hara, mineral dan air lebih banyak

27 daripada akar yang pendek (Schuurman dan Goedewagen, 1971). Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992) panjang akar telah diterima sebagai ukuran menilai daya penyerapan sistem akar. Tanaman yang memiliki akar yang panjang akan memiliki kemampuan menyerap hara dan air lebih baik bila dibandingkan dengan tanaman yang akarnya pendek dan juga mampu mencari air pada lokasi yang sulit untuk mencapai air. Semakin bertambah panjang akar maka tanaman akan lebih kokoh dan air serta garam-garam mineral di dalam media tumbuh akan mudah diserap untuk disalurkan ke batang dan daun (Darliah, et al., 1994). Persentase Setek Hidup Persentase setek hidup menyatakan jumlah setek yang masih hidup saat pengamatan terhadap jumlah setek awal penelitian yang dinyatakan dalam persen. Pengamatan dilakukan pada minggu kedua dan minggu kelima. Pengamatan pada minggu kedua dilakukan untuk mewakili persentase hidup setek saat masih berada di bedengan dan pada minggu kelima untuk mewakili persentase hidup setek pada saat setek sudah di pot. Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa NAA berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup pada minggu kelima dengan respon linier dengan persamaan Y =.27x + 6.667. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsentrasi NAA sampai dengan 4 ppm masih dapat meningkatkan persentase setek hidup tanaman dan akan terus meningkat pada pemberian konsentrasi yang lebih tinggi. Tabel 6. Persentase Hidup setek pada berbagai Perlakuan Perendaman NAA Auksin Minggu Setelah Tanam (MST) 2 5 I 7a 57.33ab I 1 7a 6a* IBA I 2 68a 58.67a I 3 6.67a 4c I 4 61.33a 41.33bc Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf 5% N : NAA ppm N 1 : NAA 1 ppm N 2 : NAA 2 ppm N 3 : NAA 3 ppm N 4 : NAA 4 ppm

28 Pada minggu kelima nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA 1 ppm sebesar 6% dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan NAA 3 ppm yaitu 4%. Terlihat pada tabel di atas bahwa perlakuan NAA pada minggu kedua tidak berpengaruh nyata terhadap persentase setek hidup. Perlakuan NAA ppm dan NAA 1 ppm memiliki persen setek hidup tertinggi yaitu sebesar 7% dan perlakuan NAA 3 ppm memiliki nilai rataan terendah yaitu 6.67%. Persentase Hidup (%) 8 6 4 2 74,67 71,33 62,67 62 59,33 6 45,33 52 2 5 54,67 45,33 I I1 I2 I3 I4 Minggu Setelah Tanam (MST) Gambar 9. Persentase Setek Hidup pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Keterangan: I : IBA ppm I 1 : IBA 1 ppm I 2 : IBA 2 ppm I 3 : IBA 3 ppm I 4 : IBA 4 ppm Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui juga bahwa IBA tidak berpengaruh nyata dan tidak terdapat interaksi antara IBA dan NAA baik pada minggu kedua maupun pada minggu kelima. Pada minggu kedua dan minggu kelima setelah tanam terlihat bahwa perlakuan IBA ppm memiliki nilai rataan tertinggi yaitu sebesar 74.67% dan 6% yang menandakan jumlah setek yang hidup pada perlakuan tersebut adalah yang terbanyak. Sedangkan, Nilai rataan persentase setek hidup terendah terdapat pada perlakuan IBA 4 ppm untuk minggu kedua dan IBA 1 ppm dan IBA 4 ppm pada minggu kelima, yaitu 59.33% dan 45.33%. Penurunan persentase setek hidup sebagian besar disebabkan oleh serangan dari penyakit embun tepung yang diakibatkan oleh cendawan Oidium sp. Tanaman yang terserang akan mengalami kerontokan daun, baik daun-daun muda maupun daun tua. Ketika daun-daun telah rontok, kemudian setek mulai

29 mengering dan akhirnya mati. Sanitasi dan pengendalian lingkungan merupakan hal yang mutlak dalam produksi tanaman mawar pot. Penyakit seringkali ikut terbawa ke keturunan berikutnya, Pengendalian pada semua tahap pertumbuhan sangatlah dibutuhkan (Dole and Wilkins, 25). Pencegahan merupakan hal yang sangatlah diperlukan. Pencegahan dapat dilakukan dengan menyemprot tanaman dengan fungisida ketika suasana lingkungan mulai lembab atau saat curah hujan mulai tinggi. (a) Gambar 1. Alat Sensor pada Irigasi Penyemprotan (a); Setek Umur 1 MST yang disemprot dengan Irigasi Penyemprotan (b). Pada umumnya irigasi penyemprotan dikontrol menggunakan pengatur waktu, tetapi interval waktu yang ditetapkan pada waktu cerah. Penyemprotan pada tengah hari dapat menyebakan kelembaban yang berlebihan, dapat menghambat pengakaran dan memacu pertumbuhan pathogen (Dole dan Wilkins, 25). Pada saat penelitian berlangsung, irigasi penyemprotan disambungkan dengan sensor otomatis yang akan menyemprotkan air ketika alat sensor kering dan tidak menyemprot pada saat keadaan lembab. Sehingga setek terhindar dari penyemprotan yang berlebihan yang dapat menghambat pengakaran dan memacu pertumbuhan pathogen. Suhu yang baik untuk pengakaran mawar yaitu 23-24 C (Dole dan Wilkins, 25). Kelembaban dapat terjaga dengan irigasi yang teratur. Penelitian ini menggunakan irigasi semprot untuk menjaga kelembaban pada saat pengakaran dan untuk mencukupi kebutuhan air tanaman. Irigasi semprot dan pengkabutan menyemprotkan air langsung ke setek untuk mengurangi transpirasi dan menjaga turgiditas setek sehingga memungkinkan perkembangan akar (Dole (b)

3 dan Wilkins, 25). Irigasi penyemprotan atau pengkabutan harus membasahi bedengan untuk memastikan bahwa semua setek basah seragam dan bebas dari stress kering. Panjang Tunas Peubah ini mulai diamati pada minggu kelima, pengamatan dilakukan setiap minggu hingga minggu ketiga belas. Namun, dikarenakan pertumbuhan untuk setiap minggunya tidak nyata, maka data yang ditampilkan adalah data pada minggu kelima dimana berdasarkan hasil analisis sidik ragam terdapat interaksi antara IBA dan NAA terhadap panjang tunas. Terlihat pada tabel dibawah bahwa nilai rataan tertinggi terdapat pada kombinasi konsentrasi IBA 4 ppm + NAA 1 ppm dengan nilai.72 cm. Nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan IBA 3 ppm + NAA 4 ppm dan IBA 4 ppm dan NAA 3 ppm yaitu.3 cm. Tabel 7. Interaksi Kombinasi Konsentrasi IBA dan NAA terhadap Panjang Tunas IBA N N 1 NAA N 2 N 3 N 4 -------------------------------------- cm -------------------------------------------- I.53abcd.4bcd.55abcd.4bcd.53abcd I 1.6abcd.5abcd.53abcd.55abcd.7ab I 2.53abcd.52abcd.38cd.47abcd.38cd I 3.67abc.55abcd.52abcd.65abc.3d I 4.5abcd.72a*.6abcd.3d.47abcd Keterangan: * : Berbeda nyata pada taraf 5% I : IBA ppm I 1 : IBA 1 ppm I 2 : IBA 2 ppm I 3 : IBA 3 ppm I 4 : IBA 4 ppm N : NAA ppm N 1 : NAA 1 ppm N 2 : NAA 2 ppm N 3 : NAA 3 ppm N 4 : NAA 4 ppm Pada minggu kelima berdasarkan hasil analisis sidik ragam terlihat juga bahwa IBA tunggal tidak mempengaruhi panjang tunas. Nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan IBA 1 ppm yaitu sebesar.56 cm. Sedangkan, nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan IBA 2 ppm yaitu.46 cm.

31 Panjang Tunas (cm),6,5,4,3,2,1,48,56,46,52,52 I I1 I2 I3 I4 Perlakuan Gambar 11. Panjang Tunas pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA pada 5 MST (Minggu Setelah Tanam) Perkembangan akar dan tunas setek dipengaruhi oleh kandungan bahan setek. Terutama persediaan karbohidrat dan nitrogen. Hartmann dan Kester (1978) menyatakan bahwa setek yang mengandung karbohidrat tinggi dan nitrogen yang cukup akan membentuk akar dan tunas. Pada kondisi lingkungan tumbuh yang sesuai, setek batang lebih mudah membentuk bagian-bagian vegetatif yang lain dan tumbuh menjadi individu yang sempurna (Hartmann dan Kester, 1978). Panjang Tunas ( cm),6,5,4,3,2,1,55,54,52,45,43 N N1 N2 N3 N4 Perlakuan Gambar 12. Panjang Tunas pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA pada 5 MST (Minggu Setelah Tanam) Berdasarkan hasil analisis data juga diketahui bahwa NAA tunggal tidak mempengaruhi panjang tunas. Terlihat pada tabel di atas nilai rataan tertinggi terdapat pada perlakuan NAA ppm yaitu sebesar.55 cm dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan NAA 4 ppm yaitu sebesar.43 cm.

32 (a) Gambar 13. Pertumbuhan Tunas pada 8 MST (a); Pertumbuhan Tunas pada 9 MST (b). Dapat dikatakan bahwa pada awal percobaan auksin berpengaruh terhadap peubah panjang tunas. Perlakuan dengan auksin yang memiliki waktu inisiasi akar yang lebih cepat dibandingkan perlakuan tanpa auksin dapat tumbuh dengan lebih baik. Akar yang dihasilkan pun lebih banyak sehingga dapat mendukung pertumbuhan tanaman melalui serapan air, hara dan garam-garam mineral. Darliah et al. (1994) menambahkan bahwa pertambahan panjang tunas merupakan hasil dari pertumbuhan dan perkembangan sel yang tergantung dari suplai unsur hara yang diberikan oleh akar untuk metabolisme dan sintesis protein. (b) Jumlah Bunga Pengamatan ini dilakukan sejak 7 MST hingga 2 MST, yang dilakukan sekali dalam seminggu. Data yang diperoleh adalah data penambahan jumlah bunga setiap minggunya. Sehingga diperoleh akumulasi jumlah bunga hingga tanaman berumur 2 MST. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa baik IBA, NAA maupun interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah bunga. Arteca (26) menyatakan bahwa auksin terlibat dalam banyak proses fisiologi tanaman seperti menginduksi pemanjangan sel, fototropisme, gravitropisme, dominansi apikal, inisiasi akar, produksi etilen, perkembangan buah, ekspresi seks dan pengendalian gulma. Hal tersebut menandakan bahwa baik IBA maupun NAA secara tidak langsung mempengaruhi pembungaan.

33 Gambar 14. Mawar Mini pada saat Berumur 12 Minggu Setelah Tanam (MST) Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembungaan antara lain fitokrom, fotoperiodisitas, vernalisasi, dan hormon pembungaan. Gardner et al. (1985) menambahkan bahwa proses pembungaan sangat dikendalikan oleh lingkungan terutama fotoperiode, temperatur dan faktor genetik terutama zat pengatur yang ada dalam tumbuhan, hasil fotosintesa dan pasokan hara. Jumlah Bunga 5 4 3 2 1 4,12 4,69 4,62 4,75 3,81 I I1 I2 I3 I4 Perlakuan Gambar 15. Jumlah Bunga pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Keterangan: I : IBA ppm I 1 : IBA 1 ppm I 2 : IBA 2 ppm I 3 : IBA 3 ppm I 4 : IBA 4 ppm Nilai rataan jumlah bunga tertinggi pada perlakuan perendaman IBA 4 ppm sebesar 4.75 dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan perendaman IBA 3 ppm yaitu 3.81. Sedangkan, pada perlakuan perendaman NAA nilai rataan tertinggi jumlah bunga terdapat pada perlakuan NAA 1 ppm sebesar 4.72

dan nilai rataan terendah jumlah bunga terdapat pada perlakuan NAA 2 ppm yaitu 4. 34 Jumlah Bunga 4,8 4,6 4,4 4,2 4 3,8 3,6 4,72 4,55 4,46 4,21 4 N N1 N2 N3 N4 Perlakuan Gambar 16. Jumlah Bunga pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA Keterangan: N : NAA ppm N 1 : NAA 1 ppm N 2 : NAA 2 ppm N 3 : NAA 3 ppm N 4 : NAA 4 ppm Tahap-tahap pembungaan meliputi: 1) induksi bunga. 2) Inisiasi bunga. 3) perkembangan kuncup bunga menuju anthesis, ditandai dengan diferensiasi bagian-bagian bunga. 4) anthesis, merupakan tahap pemekaran bunga. Berdasarkan pengamatan di lapangan juga diketahui bahwa untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi bunga sempurna dibutuhkan waktu berkisar antara 3 minggu. Bunga sangat mudah terkena serangan penyakit. Penyakit yang menyerang selama penelitian adalah bercak daun cendawan (Fungus leaf spot). Pada awalnya hanya daun saja yang mengalami serangan yang ditandai dengan kerontokan pada daun. Namun setelah beberapa hari serangan, spora dari cendawan tersebut juga menyerang bunga. Bunga yang terserang penyakit pertumbuhannya akan terhenti. Bunga akan mengalami perubahan warna dari merah menjadi agak keunguan. Bunga yang terkena serangan penyakit pada saat masih kuncup tidak akan mekar. Sedangkan, bunga yang terkena serangan penyakit pada saat sudah mekar, dipermukaan bunga akan terlihat spora-spora dari penyakit. Pencegahan penyebaran penyakit dengan melakukan penyemprotan fungisida pada saat

35 kelembaban di rumah kaca meningkat dan sanitasi. Sanitasi dan pengendalian lingkungan merupakan hal yang mutlak diperlukan pada produksi mawar pot (Dole dan Wilkins, 25). Bunga dan daun yang telah terkena serangan penyakit harus segera disingkirkan agar tidak menulari tanaman yang lain. Bobot Basah dan Bobot Kering Akar Pengamatan bobot basah dan bobot kering akar dilakukan pada 21 MST atau pada akhir penelitian. Akar sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu dengan air untuk memisahkan akar dari sisa-sisa media, ditiriskan selama semalaman, kemudian keesokan harinya ditimbang untuk memperoleh bobot basah akar. Sedangkan bobot kering akar diperoleh dengan mengoven akar terlebih dahulu sebelumnya pada suhu 7 C selama 48 jam. Bobot Basah (gram),6,5,4,3,2,1,53,5,47,47,39 I I1 I2 I3 I4 Perlakuan Gambar 17. Bobot Basah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Keterangan: I : IBA ppm I 1 : IBA 1 ppm I 2 : IBA 2 ppm I 3 : IBA 3 ppm I 4 : IBA 4 ppm Berdasarkan hasil sidik ragam diketahui bahwa baik IBA, NAA maupun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap peubah bobot basah akar. Pada perlakuan perendaman IBA, akar yang memiliki nilai rataan bobot basah tertinggi terdapat pada perlakuan IBA ppm (tanpa auksin) yaitu.53 gram dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan IBA 3 ppm yaitu.39 gram.

36 Bobot Basah (gram),52,5,48,46,44,42,4,38,5,5,48,45,43 N N1 N2 N3 N4 Perlakuan Gambar 18. Bobot Basah Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA Keterangan: N : NAA ppm N 1 : NAA 1 ppm N 2 : NAA 2 ppm N 3 : NAA 3 ppm N 4 : NAA 4 ppm Pada perlakuan perendaman NAA nilai rataan tertinggi bobot basah akar terdapat pada perlakuan NAA ppm dan NAA 3 ppm yaitu.5 gram. Sedangkan, nilai rataan bobot basah akar terendah terdapat pada perlakuan NAA 4 ppm yaitu.43 gram. Pada peubah bobot kering akar seperti halnya pada peubah bobot basah akar bahwa baik IBA, NAA maupun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata. Bobot Kering (gram) 3,5 3 2,5 2 1,5 1,5 3,1 2,79 2,68 2,47 1,97 I I1 I2 I3 I4 Perlakuan Gambar 19. Bobot Kering Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman IBA Pada perlakuan perendaman IBA nilai rataan tertinggi bobot kering akar terdapat pada perlakuan IBA ppm yaitu 3.1 gram dan nilai rataan terendah terdapat pada perlakuan IBA 3 ppm yaitu 1.97 gram. Sedangkan, pada

37 perlakuan perendaman NAA nilai rataan tertinggi bobot kering terdapat pada perlakuan NAA 2 ppm yaitu 2.82 gram dan nilai rataan bobot kering terendah terdapat pada perlakuan NAA 1 ppm yaitu 2.19 gram. Semakin tinggi nilai rataan bobot basah dan bobot kering akar suatu tanaman maka makin banyak juga jumlah akar pada suatu tanaman yang akan membantu proses pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman. Tanaman akan memiliki kemampuan dalam menyerap air, hara dan garam mineral lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman yang memiliki bobot basah dan kering akar yang lebih kecil. Bobot Kering (gram) 3 2,5 2 1,5 1,5 2,72 2,82 2,71 2,41 2,19 N N1 N2 N3 N4 Perlakuan Gambar 2. Bobot Kering Akar pada Berbagai Perlakuan Perendaman NAA Pada saat kegiatan pencucian akar terjadi kehilangan bobot akar. Hal tersebut tertutama terjadi pada akar-akar muda yang baru terbentuk. Kehilangan bobot juga dikarenakan antara akar pada setek yang satu dengan akar pada setek yang lain dalam satu pot sudah saling bertautan. Sehingga pada saat pemisahan akar terdapat beberapa akar yang patah. Media merupakan salah satu hal yang penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman. Media adalah salah satu sumber makanan bagi tanaman. Media yang tepat dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan baik. Penelitian ini menggunakan campuran sekam, kotoran kuda dan pasir malang. Media tersebut memiliki aerasi yang baik dan cukup memenuhi kebutuhan tanaman. Namun, media tersebut menjadi kendala pada saat pengamatan peubah bobot basah dan bobot kering akar.