B b = ε Q int = ε (1- e -k Lai ) Q S... (1)

dokumen-dokumen yang mirip
Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

memberikan informasi tentang beberapa daftar penelitian LAI dengan pendekatan optik dan hukum Beer-Lambert.

ANALISIS CADANGAN KARBON PADA PERKEBUNAN SAWIT MENGGUNAKAN CITRA SATELIT LANDSAT

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pemetaan Potensi Batuan Kapur Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 di Kabupaten Tuban

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI 2.5 Pengindraan Jauh ( Remote Sensing 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Data dan Alat Penelitian Data yang digunakan

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB III METODA. Gambar 3.1 Intensitas total yang diterima sensor radar (dimodifikasi dari GlobeSAR, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Persebaran Lahan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia Sumber : Badan Koordinasi dan Penanaman Modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 1

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RIZKY ANDIANTO NRP

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Kajian Nilai Indeks Vegetasi Di Daerah Perkotaan Menggunakan Citra FORMOSAT-2 Studi Kasus: Surabaya Timur L/O/G/O

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

bio.unsoed.ac.id III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

ix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

,Variasi Spasial Temporal Suhu Permukaan Daratan Kota Metropolitan Bandung Raya Tahun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN INDEKS LUAS DAUN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT MULTI SPEKTRAL

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) merupakan tanaman yang

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Citra Satelit Landsat

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

ANALISA KESEHATAN VEGETASI MANGROVE BERDASARKAN NILAI NDVI (NORMALIZED DIFFERENCE VEGETATION INDEX ) MENGGUNAKAN CITRA ALOS

Kegiatan konversi hutan menjadi lahan pertambangan melepaskan cadangan

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III DATA DAN METODOLOGI

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

III. METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL GEOGRAFI Media Pengembangan Ilmu dan Profesi Kegeografian

HIDROMETEOROLOGI TATAP MUKA KEEMPAT (RADIASI SURYA)

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

III. METODE PENELITIAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. and R.W. Kiefer., 1979). Penggunaan penginderaan jauh dalam mendeteksi luas

BAB I PENDAHULUAN I-1

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

EVALUASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN WILAYAH PERAIRAN PESISIR SURABAYA TIMUR SIDOARJO DENGAN MENGGUNAKAN CITRA SATELIT MULTITEMPORAL

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada Gambar 7 tertera citra MODIS level 1b hasil composite RGB: 13, 12

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

BAB II METODE PENELITIAN

Transkripsi:

10 dapat diketahui besarnya suatu nilai LAI dengan pendekatan hukum Beer-Lambert. Persamaan hukum Beer-Lambert adalah (Pierce and Running 1988) : I Ln = I 0 e -klai = -k.lai LAI = ((Ln )/(-k))... (11) Keterangan : I = Radiasi yang ditransmisikan oleh suatu kanopi I o = Radiasi di permukaan kanopi k = Koefisien pemadaman LAI = Leaf area indeks Nilai I o diasumsikan sebagai R S, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil perhitungan radiasi yang ditransmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman bekisar anatara 0.3-0.5 untuk daun vertikal serta 0.7-1.0 untuk daun horizontal (June 1993) dan dalam penelitian ini nilai koefisien pemadaman yang digunakan untuk tanaman sawit adalah 0.46 (Oil palm buletin 2004). b. Metode pendekatan Normalized Differenze Vegetative Index (NDVI) Nilai NDVI (normalized differenze vegetative index)/ indeks vegetasi diperoleh dengan menggunakan persamaan : NDVI =... (12) Nilai nilai indeks vegetasi dideteksi oleh instrumen pada wahana penginderaan jauh. Kisaran panjang gelombang radiasi elektromagnetik digunakan oleh kanal merah dan kanal inframerah tercakup dalam satelit Landsat ETM+ kanal 3 dan kanal 4, yang masing-masing 0.63-0.69 µm. Secara teoritis nilai indeks vegetasi berkisar antara (-1) sampai (+1), tetapi kisaran sebenarnya menggambarkan tingkat kehijauan vegetasi adalah 0.1 sampai 0.6. Nilai indeks vegetasi yang tinggi menunjukkan vegetasi tersebut rapat. Penurunan nilai LAI dari nilai NDVI diperoleh dengan menggunakan persamaan Twele et al. (2006) yaitu : LAI = -0.392 + 11.543NDVI... (13) Nilai LAI di atas dapat diturunkan untuk menentukan biomassa tanaman. 3.3.5 Biomassa dan Cadangan Karbon (Carbon Stock) Produksi biomassa potensial dihitung berdasarkan hasil kali antara efisiensi penggunaan radiasi surya (ɛ) dengan radiasi intersepsi (Q int ). B b = ε Q int = ε (1- e -k Lai ) Q S... (1) Keterangan : B b : Produksi biomassa potensial (kg ha -1 d -1 ) ε : Efisiensi penggunaan radiasi (kg MJ -1 ) Q S : Radiasi surya di atas tajuk tanaman (R S yang diperoleh dari data satelit) Q int : Radiasi intersepsi (MJ m -2 ) LAI : Leaf Area Index k : Koefisien pemadaman Efisiensi penggunaan radiasi untuk tanaman sawit adalah 2 g/ MJ (Imanto 2000) sedangkan untuk vegetasi non perkebunan adalah 1.25 g/ MJ (Pangle et al. 2009). Persamaan untuk megetahui cadangan karbon didapat dari proses fotosintesis yaitu : 6CO 2 + 6H 2 O + Energi PAR Larutan zat hara Klorofil C 6 H 12 O 6 + 6O 6 (berenergi tinggi) C 6 H 12 O 6 merupakan biomassa total dengan massa relatif 180 dan massa relatif karbon yang dibutuhkan pada proses pembentukan biomassa adalah 72, sehingga persamaan untuk menentukan simpanan karbon potensial pada tumbuhan adalah : C potensial = 0.4 x B b... (14) BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kajian Kecamatan Hanau dan Kecamatan Danau Sembuluh merupakan bagian dari Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Kuala Pembuang. Wilayah Kabupaten Seruyan di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Timur, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kotawaringin Barat, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Jawa. Luas wilayah Kabupaten Seruyan 16 404 Km 2 yang terbagi menjadi lima

11 Gambar 1 Peta administrasi Kec. Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah. kecamatan. Keadaan geografi Kabupaten Seruyan terletak di daerah khatulistiwa yaitu antara 111 0 15 00 BT dan 0 0 45 00 LU, 3 0 30 00 LS. Wilayah kabupaten Seruyan termasuk daerah yang beriklim tropis dengan suhu udara rata-rata 29 0 C dan temperatur tertinggi 34 0 C. Tipe iklim adalah tropis lembab dan panas, curah hujan rata-rata per tahun 3 479.8 mm dengan rata-rata hujan per tahun 13.8 hari. Musim penghujan akan terjadi antara bulan Desember-Maret, sedangkan kemarau antara Juli-September. Kelapa sawit merupakan aset perkebunan utama Seruyan selama ini. Dengan luas lahan lebih kurang 78 871 hektar, potensi itu hendak dikembangkan dengan membuka lahan-lahan baru. Sentra tanaman kelapa sawit berada di tiga dari lima kecamatan, yaitu Danau Sembuluh, Hanau, dan Seruyan Tengah (www.seruyankab.go.id), hal ini yang melatar belakangi mengapa Danau Sembuluh dan Hanau menjadi daerah kajian. 4.2 Pengolahan Awal Data Citra Satelit 4.2.1. Koreksi Geometrik Koreksi geometrik merupakan proses pengolahan data awal pada citra Landsat 7 ETM/ ETM+, ini dilakukan agar citra satelit memiliki sistem koordinat yang sama dengan koordinat geografis yang sebenarnya. Proses selanjutnya yaitu menentukan titik ikat antara citra satelit yang belum dikoreksi dengan acuan google map. Saat menentukan titik ikat diambil posisi yang tidak mudah berubah seperti garis pantai dan daerah yang tidak tertutup awan. Hal ini dilakukan untuk memperkecil nilai kesalahan dari interpolasi (Root Mean Square) antara titik ikat. Semua titik mempunyai nilai RMS 0.5 yang merupakan standar ketelitian koordinat titik. Semakin kecil RMS yang dihasilkan, semakin teliti pula koordinat yang dihasilkan dari koreksi geometrik. 4.2.2. Pengambilan Area Studi Proses pengambilan area (cropping area) mengunakan perangkat lunak analisis citra (Er-Mapper versi 7.0). Pengambilan area studi dilakukan dengan data vektor lokasi kecamatan Hanau dan Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah yang di-overlay dengan data citra satelit Landsat ETM/ETM+ path/row : 119/62. Gambar 2 menyajikan citra satelit Landsat kombinasi kanal 542 dalam bentuk true colour atau sesuai nilai spectral dalam DN (digital number) yang diberikan oleh citra Landsat. 4.2.3. Klasifikasi Lahan Klasifikasi penutupan lahan kecamatan Hanau dan Danau sembuluh diperoleh melalui interpretasi digital citra Landsat ETM/ETM+ tahun 2001, 2004, 2008 dan 2009 menggunakan klasifikasi tidak terbimbing (Unsupervised Classification). Kelas yang dihasilkan dari klasifikasi ini adalah kelas spektral. Kelas spektral merupakan

12 Gambar 2 Citra satelit Landsat kombinasi kanal 542 Kec. Hanau dan Danau Sembuluh. pengelompokan berdasarkan nilai natural spektral citra. Proses klasifikasi menggunakan kanal 2,4 dan 5. Penggunaan kanal ini yang berpotensial untuk membedakan berbagai vegetasi, biomassa yang akan dilakukan dalam menganalisis sebaran simpanan karbon pada tumbuhan. Hasil klasifikasi lahan ditampilkan pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Tahun 2001 persentase masing-masing penutupan lahan adalah 3%, 55%, 17%, 21%, dan 4%, tahun 2004 terjadi peningkatan vegetasi bukan perkebunan menjadi 64% hal ini disebabkan luasnya pembukaan hutan menjadi lahan binaan namun belum menjadi perkebunan sawit melainkan semak belukar. Vegetasi perkebunan sawit sendiri mengalami peningkatan menjadi 24% hal ini disebabkan oleh lahan terbuka yang telah menjadi vegetasi perkebunan sawit, ini ditunjukkan dengan bekurangnya persentase lahan terbuka menjadi 9%. Tahun 2008 persentase penutupan vegetasi bukan perkebunan menjadi 23 %, pergeseran penutupan lahan ini menjadi lahan terbuka dan perkebunan sawit yang mengalami peningkatan yaitu 24% dan 47%. Tahun 2009 terjadi penutupan awan yang sangat besar mencapai 38% mengakibatkan tidak akuratnya persentase penutupan lahan jenis lain baik badan air, vegetasi bukan perkebunan, perkebunan sawit, dan lahan terbuka. Pada analisa selanjutnya yang menjadi fokus analisa adalah vegetasi perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit (yang terdiri dari hutan, semak, pertanian, dan perkebunan karet). 4.3 Peubah-peubah dalam Perhitungan Nilai Biomassa dan Cadangan Karbon 4.3.1 Spectral Radiance Citra satelit Landsat yang telah diklasifikasikan sebelum ditentukan besar neraca energi permukaan, terlebih dahulu dilakukan konversi satuan dari satuan citra (digital number) menjadi satuan radiasi spektral yaitu W m -2 sr -1 µm -1. Hasil yang diperoleh untuk nilai radiasi spektral ini dapatdilihat pada Tabel 7 dan Lampiran 6 untuk peta sebaran nilai radiasi spektral. Pola sebaran nilai radiasi spektral tahun 2001, 2002, 2008 dan 2009 memiliki pola yang sama dengan klasifikasi lahan yang telah dilakukan. Nilai radiasi spektral pada perkebunan sawit dan bukan perkebunan memiliki perbedaan yang signifikan pada tahun 2008 dan 2009. Nilai maksimum radiasi spektral pada perkebunan sawit mencapai 70.12 W m -2 sr -1 µm -1 dan 72.32 W m -2 sr -1 µm -1 sementara pada vegetasi bukan perkebunan mencapai 47.78 W m -2 sr -1 µm -1 dan 50.87 W m -2 sr -1 µm -1. Nilai radiasi spektral tinggi pada tahun 2008 karena vegetasi perkebunan sawit merupakan hasil konversi dari vegetasi bukan perkebunan seperti tertera pada Tabel 13. Peta sebaran nilai spektral radians tahun

13 Tabel 7 Nilai radiasi spektral tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Radiasi Spektral (W m -2 sr -1 µm -1 ) 28.51 62.26 30.28 57.79 29.56 47.78 29.04 50.87 14.21 Sawit 28.55 65.36 32.03 53.41 31.11 70.12 30.08 72.32 19.67 (Catatan : Hasil pengolahan data citra satelit Landsat) Tabel 8 Nilai Albedo tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Albedo (%) 0.07 0.16 0.10 0.18 0.07 0.15 0.09 0.18 0.05 Sawit 0.10 0.19 0.10 0.18 0.07 0.23 0.09 0.26 0.06 2008 pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa vegetasi perkebunan sawit bertambah luasnya dan menggeser posisi vegetasi bukan perkebunan sawit. sawit yang masih relatif muda menyebabkan besarnya radiasi spektral. Sedangkan radiasi spektral pada tahun 2009 sangat dipengaruhi oleh besarnya kondisi awan. 4.3.2 Albedo Nilai albedo diperoleh dengan memasukkan parameter sudut elevasi matahari, nilai irradiasi matahari dan jarak bumi dengan matahari dalam satuan astronomi. Secara umum nilai albedo bukan vegetasi lebih tinggi dibandingkan tipe penutupan lahan bervegetasi. Hal ini disebabkan lebih banyak energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan kembali oleh penutup lahan bukan vegetasi dibandingkan dengan penutup lahan bervegetasi. Nilai albedo yang diperoleh dari nilai specrtral radiance kanal 1, 2 dan 3 ditampilkan pada Tabel 8 dan Lampiran 7. Dari Tabel 8 nilai albedo pada vegetasi perkebunan sawit lebih besar dibandingkan dengan vegetasi bukan perkebunan sawit. Tabel 9 Nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Radiasi Gelombang Pendek yang Dipantulkan (R S ) (Wm -2 ) 44.5 98.1 50.1 87.3 41.1 81.8 47.4 127.0 31.3 Sawit 53.1 98.1 54.8 93.6 41.1 122.6 51.0 127.0 34.3 Tabel 10 Nilai radiasi gelombang pendek yang diterima oleh permukaan tahun 2001 hingga 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Radiasi Gelombang Pendek (Wm -2 ) Vegetasi Non 427 491 383 451 210 486 324 452 95 Sawit 419 483 408 446 210 483 175 451 122

14 Hal ini dipengaruhi warna vegetasi perkebunan yang lebih cerah, geometri kanopi yang tidak terlalu rapat, kandungan kelembapan. Perbedaan nilai albedo tiap tahunnya juga dipengaruhi oleh besarnya sudut datang matahari dan panjang gelombang. Nilai albedo pada penelitian ini mendekati nilai albedo yang dituliskan oleh Campbell (1977) dan Stull (1995) untuk beberapa jenis permukaan seperti air memiliki nilai albedo 0.05%, untuk hutan 0.16-0.18%, kebun gandum 0.26%, savana 0.15% dan steppa 0.20%. Perbedaan nilai albedo ini akan sangat mempengaruhi proporsi radiasi yang dipantulkan oleh masing masing kelas penutupan lahan. Radiasi yang dipantulkan akan semakin besar jika nilai albedo semakin besar. 4.3.3 Radiasi Gelombang Pendek yang Dipantulkan (R S ) Nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan diturunkan dari besar radians yang diterima oleh satelit Landsat dengan mengkonversi satuan radians menjadi W m -2. Kisaran nilai R S ditampilkan pada Tabel 9 dan Lampiran 8. Dari nilai kisaran R S pada tahun 2001 hingga 2009 energi radiasi gelombang pendek pada perkebunan sawit relatif lebih besar daripada bukan perkebunan sawit, hal ini disebabkan radiasi spektral dan nilai albedo pada vegetasi perkebunan sawit yang besar. 4.3.4 Radiasi Gelombang Pendek yang Datang (R S ) Besar energi radiasi gelombang pendek yang diterima merupakan nisbah dari nilai radiasi gelombang pendek yang dipantulkan (R S ) dengan nilai albedo yang telah diketahui. Radiasi yang datang pada wilayah kajian memiliki perbedaan pada tahun yang berbeda. Tahun 2001 dan tahun 2008 memiliki besar R S yang hampir sama yaitu 536 W m -2 dan 536 W m -2, hal ini disebabkan citra satelit Landsat pada 2 tahun ini diakuisisi pada bulan Januari di mana pada bulan ini terjadi jarak terdekat antara matahari dan bumi yaitu 0.98365 dan 0.98393 satuan astronomi bumi. Tahun 2004 diakuisisi pada bulan Agustus dan memiliki jarak matahari dan bumi sekitar 1.01186, sedangkan tahun 2009 diakuisis pada bulan Februari yang memiliki jarak matahari dan bumi sekitar 0.98921 hal ini juga yang mengakibatkan besar R S pada tahun 2004 dan 2009 memiliki besar yang hampir sama yaitu 501 W m -2 dan 502 W m -2. Maka radiasi gelombang pendek yang diterima oleh permukaan (R S ) dapat ditentukan dari selisih R S dan R S, nilai R S ditampilkan pada Tabel 10 dan Lampiran 9. Besar R S ini akan digunakan untuk menentukan besar radiasi yang diabsorbsi oleh kanopi vegetasi melalui hukum Kirchoff. 4.4 Nilai Sifat Optikal Kanopi 4.4.1 Radiasi Refleksi (Iρ) Dalam penelitian ini diasumsikan bahwa nilai energi yang direfleksikan dari permukaan suatu objek diperoleh dengan pendekatan albedo permukaan. Dimana besarnya nilai energi radiasi yang direfleksikan ekivalen dengan energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh permukaan suatu objek dalam hal ini kanopi vegetasi perkebunan dan bukan perkebunan sawit yang telah diketahui pada sub bab 4.3.3. Nilai radiasi yang direfleksikan ini tidak berpengaruh langsun pada besar nilai LAI namun akan mempengaruhi nilai radiasi yang akan diabsorbsi dan ditransmisikan oleh kanopi. Semakin besar radiasi yang di refleksikan maka radiasi yang diabsorbsi dan ditransmisikan akan semakin kecil. 4.4.2 Radiasi Absorbsi (Iα) Radiasi Emisi (Iɛ) Estimasi nilai radiasi yang diabsorbsi oleh kanopi vegetasi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan hukum Kirchoff. Dengan asumsi bahwa nilai radiasi yang diemisikan oleh suatu objek setara dengan nilai radiasi yang diserap oleh objek tersebut pada suhu dan panjang gelombang yang sama. Maka nilai radiasi yang diabsorbsi oleh vegetasi perkebunan dan bukan perkebunan sawit adalah (Iα) untuk tahun 2001 adalah 404-458 W m -2 dan 435-466 W m -2. Nilai radiasi yang diabsorbsi (Iα) untuk tahun 2004 adalah 211-424 W m -2 dan 192-429 W m -2. Nilai radiasi yang diabsorbsi (Iα) untuk tahun 2008 adalah 189-474 W m -2 dan 189-476 W m -2. Nilai radiasi yang diabsorbsi (Iα) untuk tahun 2009 adalah 162-442 W m -2 dan 292-442 W m -2. 4.4.3 Radiasi Transmisi (Iτ) Nilai radiasi yang terima tanaman sebagian akan diserap dan dipantulkan. Nilai radiasi yang diserap tidak semua dipergunakan oleh tanaman. Daun akan mentransmisikan sebagian radiasi yang diterima. Dalam penelitian ini energi radiasi yang ditransmisikan diperoleh dari selisih nilai radiasi gelombang pendek yang sampai di permukaan dengan nilai radiasi gelombang

15 pendek yang dipantulkan dan dikurangi dengan nilai energi radiasi yang diserap (ekivalen dengan nilai radiasi yang diemisikan). Maka nilai radiasi yang ditransmisikan (Iτ) oleh kanopi pada vegetasi perkebunan dan bukan perkebunan sawit untuk tahun 2001 adalah 22.3-37.0 W m -2 dan 20.4-49.0 W m -2. Untuk tahun 2004 memiliki kisaran nilai 20.6-26.4 W m -2 dan 20.2-26.4 W m -2. Tahun 2008 memiliki kisaran nilai 17.0-27.7 dan 22.2-27.1 W m -2. Untuk tahun 2009 memiliki kisaran nilai 18.6-23.7 W m -2 dan 18.9-29.6 W m -2. Nilai radiasi yang ditransmisikan ini akan digunakan untuk menentukan besar LAI pada hukum Beer- Lambert. 4.5 Leaf Area Index (LAI) Estimasi nilai LAI dilakukan melalui dua pendekatan yaitu metode pendekatan neraca energi dan metode pendekatan nilai NDVI untuk penutupan vegetasi perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit, sehingga terlihat apakah nilai LAI kedua metode ini memilki nilai korelasi yang positif. 4.5.1 Metode Pendekatan Neraca Energi Estimasi nilai LAI dilakukan melalui dua pendekatan yaitu metode pendekatan neraca energi dan metode pendekatan NDVI untuk penutupan vegetasi perkebunan sawit dan non perkebunan sawit, hasil yang diperoleh dijabarkan pada Tabel 11 dan Lampiran 13. Nilai LAI paling rendah terdapat pada tahun 2004 yaitu sebesar 1.2 untuk perkebunan sawit dan 1.17 untuk bukan perkebunan sawit. Hal ini disebabkan adanya konversi/ perubahan lahan terbuka menjadi perkebunan sawit dengan umur tanaman muda dan lahan terbuka menjadi vegetasi bukan perkebunan (karet, semak, belukar) seperti yang disajikan pada Tabel 12. Nilai LAI kecil pada perkebunan sawit menunjukkan umur tanaman masih muda. Sementara nilai LAI kecil untuk vegetasi bukan perkebunan terjadi dikarenakan pada tahun 2001 terjadi pembukaan lahan yang mengakibatkan banyaknya tanaman muda serta semak pada tahun 2004. Nilai LAI tertinggi terdapat pada tahun 2009 untuk dua vegetasi ini mencapai 6.98, hal ini disebabkan oleh tanaman perkebunan sawit mencapai produktivitas potensial, begitu pula dengan vegetasi bukan perkebunan, bila nilai LAI pada tahun 2001, 2008, 2009 pada vegetasi bukan perkebunan kecil, nilai LAI ini menunjukkan penutupan lahan pertanian lain. 4.5.2 Metode Pendekatan Nilai NDVI Metode pendekatan NDVI dilakukan dengan menurunkan nilai kerapatan vegetasi dari kanal merah dan kanal inframerah Tabel 11 Nilai LAI melaui dua metode pendugaan LAI (Pendekatan Neraca Energi) Vegetasi Non 3.63 4.74 1.17 5.51 3.65 5.78 3.65 6.98 1.77 Sawit 3.65 4.79 1.19 5.55 3.65 6.29 3.66 6.98 1.84 LAI (Pendekatan Nilai NDVI) Vegetasi Non 1.62 5.38 0.40 4.74 0.08 4.34 0.78 4.99 2.28 Sawit 1.01 6.43 0.46 4.93 0.05 6.15 0.03 6.58 3.06 Tabel 12 Perubahan penutupan lahan tahun 2001 2004 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Perubahan lahan tahun 2001-2004 Persentase perubahan Luas (ha) Lahan Terbuka - 7% 24 111.4 Lahan Terbuka - 5% 17 222.4 Permukiman/ Awan - 4% 13 777.9

16 Tabel 13 Perubahan penutupan lahan tahun 2004 2008 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh Penutup lahan tahun 2004-2008 Persentase perubahan Luas (ha) - 23% 79 223.2 - Lahan Terbuka 15% 51 667.3 - Permukiman/ Awan 2% 6 889.0 tercakup dalam satelit Landsat ETM+ kanal 3 dengan panjang gelombang 0.63-0.69 µm yang peka terhadap serapan sinar merah oleh klorofil (pigmen hijau) daun, sedangkan kanal 4 memiliki panjang gelombang 0.76-0.9 yang peka terhadap pantulan struktur internal daun. Penurunan nilai LAI dari nilai NDVI diperoleh dengan menggunakan persamaan Twele et al. (2006) yaitu : LAI = -0.392 + 11.543 NDVI Nilai LAI metode pendektan nilai NDVI yang dapat dilihat pada Tabel 11 memiliki nilai yang lebih kecil dari metode pendekatan neraca energi, hal ini diakibatkan penggunaan persamaan empiris yang hanya dipengaruhi oleh nilai kerapatan vegetasi (NDVI). Nilai minimal LAI sangat kecil pada tahun 2004 disebabkan oleh indeks kerapatan yang kecil. Hal ini terlihat pada Tabel 13 terdapatnya vegetasi muda. Nilai minimal LAI tahun 2008 lebih kecil dari tahun 2004 terjadi perubahan vegetasi bukan perkebunan menjadi vegetasi perkebunan sawit muda yang memiliki indeks kerapatan vegetasi (NDVI) yang kecil. Nilai LAI untuk vegetasi bukan perkebunan tahun 2009 memiliki nilai maksimum yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai LAI metode pendekatan neraca energi, hal ini disebabkan oleh penutupan awan yang sangat tinggi sehingga kerapatan vegetasi yang dihasilkan citra satelit Landsat terutama kanal 3 dan 4 menjadi kurang efektif. 4.5.3 Perbandingan Metode Pendugaan Nilai LAI pada Sawit Perbandingan nilai LAI menggunakan dua metode pendekatan dapat dilakukan dengan mengambil contoh vegetasi perkebunan sawit yang tidak mengalami perubahan selama tahun 2001, 2004, 2008, dan tahun 2009. Tabel 14 dan Gambar 3 menunjukkan pola perubahan nilai LAI yang semakin tinggi dari tahun 2001 hingga tahun 2009 untuk metode pendekatan neraca energi. Sedangkan pola nilai LAI pendekatan NDVI mengalami perubahan yaitu memiliki nilai yang rendah pada tahun 2004, hal ini disebabkan tanaman Tabel 14 Nilai LAI di areal perkebunan sawit tahun 2001, 2004, 2008 dan 2009 di Kec. Hanau dan Danau Sembuluh LAI Sub Sampel Metode Pendekatan Neraca Energi Metode Pendekatan Nilai NDVI Tahun 4.73 4.01 5.47 6.80 4.87 3.78 4.55 4.53 3.98 5.48 5.49 6.78 5.38 4.76 4.57 5.01 4.71 5.47 5.46 6.78 5.01 4.91 4.38 5.09 4.73 4.01 5.47 6.79 5.04 3.68 4.71 4.58 4.00 5.48 5.46 6.79 3.94 4.55 4.33 5.18 3.99 5.48 5.47 6.78 4.02 4.74 4.22 5.09 3.99 4.00 5.46 6.79 4.19 4.44 4.67 4.93 4.72 4.01 5.46 6.79 5.41 3.73 4.85 4.43 3.99 5.48 5.46 6.80 4.36 4.78 4.43 4.70 3.98 5.46 5.48 6.80 3.67 4.78 4.55 5.20 LAI Ratarata 4.28 4.89 5.47 6.79 4.59 4.41 4.53 4.87 LAI

17 7 6 5 LAI 4 3 2 1 0 LAI (Pendekatan Neraca Energi) 2001 2004 2008 Tahun 2009 LAI (Pendekatan Nilai NDVI) Gambar 3 Perbandingan nilai LAI melalui dua pendekatan di areal perkebunan sawit. sawit masih muda dan memiliki indeks kerapatan vegetasi yang rendah. Hasil LAI tersebut menunjukkan bahwa metode pendekatan neraca energi dianggap lebih baik daripada pendekatan metode NDVI. Pendekatan neraca energi dilakukan secara mekanistik dimana nilai LAI tidak tergantung pada jenis tanaman namun tergantung pada unsur energi yang diterima serta di lepaskan dalam hal ini adalah besar proporsi antara radiasi datang dan radiasi transmisi, bila ada unsur tanaman hanya tergantung pada nilai koefisien pemadaman pada jenis tanaman. Sementara metode pendekatan NDVI dilakukan secara empiris di mana berbeda untuk tiap vegetasi dan hanya tergantung pada nilai kerapatan vegetasi. Nilai LAI ini juga dapat dibandingkan dengan nilai LAI pada penelitian atau referensi yang telah ada seperti pada Tabel 3. Nilai LAI menggunakan metode pendekatan neraca energi memiliki nilai yang mendekati pada referensi, nilai minimum LAI pendekatan NDVI jauh lebih kecil dibandingkan pendekatan neraca energi maka dapat disimpulkan bahwa metode pendekatan neraca energi dianggap lebih baik daripada pendekatan metode NDVI. Nilai LAI pendekatan neraca energi lebih responsif terhadap umur tanaman dibandingkan pendekatan nilai NDVI. Pendekatan neraca energi dilakukan secara mekanistik dimana nilai LAI dihitung berdasarkan radiasi gelombang pendek yang datang dan radiasi yang ditransmisikan tanaman, serta nilai reflektan yang diterima satelit tidang berpengaruh secara langsung Tabel 15 Nilai biomassa dan cadangan karbon pendekatan neraca energi Biomassa (Pendekatan Neraca Energi (ton/ha)) 63.91 102.36 35.04 95.98 64.03 103.16 59.92 96.34 25.22 Sawit 63.96 102.64 35.45 96.14 64.04 104.27 59.95 96.49 25.34 Carbon (Pendekatan Neraca Energi (ton/ha)) 25.56 41.03 14.01 38.39 25.61 41.26 23.97 38.54 10.10 Sawit 25.59 41.06 14.18 38.45 25.61 41.71 23.98 38.60 10.14

18 terhadap nilai LAI tersebut. Sementara metode pendekatan NDVI dilakukan secara empiris di mana berbeda untuk tiap daerah penelitian, pendekatan metode NDVI ini juga sangat dipengaruhi oleh besar radiasi reflektan yang diterima oleh satelit. 4.6 Biomassa dan Cadangan Karbon Hasil nilai LAI melalui pendekatan metode neraca energi dan pendekatan nilai NDVI dapat digunakan untuk mengestimasi nilai biomassa untuk vegetasi perkebunan sawit dan bukan perkebunan sawit menggunakan persamaan Beer-Lambert, hasil biomassa yang diperoleh untuk dua metode berbeda seperti disebutkan pada estimasi nilai LAI dapat dilihat pada Tabel 15 dan Tabel 16. 4.6.1 Metode Pendekatan Energi Nilai biomassa dan cadangan karbon tidak berbeda jauh antara vegetasi perkebunan dan vegetasi bukan perkebunan sawit, namun kisaran nilai biomassa terendah terdapat pada tahun 2004 dengan kisaran 35.45 96.14 ton/ ha dan 35.04 95.98 ton/ ha, hal ini disebabkan pada tahun 2001 terjadi pembukaan lahan yang mengakibatkan banyaknya tanaman muda serta semak pada tahun 2004 demikian halnya dengan cadangan karbon pada dua vegetasi tersebut. Nilai biomassa dan cadangan karbon ini telah mendekati literatur. Imanto (2000) meuliskan nilai biomassa kering sawit berkisar 50 90 ton/ ha. Agus et al. (2009) menuliskan nilai cadangan karbon pada perkebunan sawit berumur 15 sampai 30 tahun adalah 100 ton/ ha dalam bentuk pohon sawit. Yulianti (2009) menuliskan nilai Tabel 16 Nilai biomassa dan cadangan karbon pendekatan NDVI Biomassa (Pendekatan Nilai NDVI) (ton/ha) cadangan karbon pada perkebunan sawit di lapangan adalah 0.7 16.43 ton/ ha. 4.6.2 Metode Pendekatan Nilai NDVI Hasil estimasi nilai LAI pendekatan NDVI diturunkan menggunakan hukum Beer- Lambert untuk mengestimasi besar biomassa pada vegetasi, hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 17. Nilai biomassa dan cadangan karbon tidak berbeda jauh antara vegetasi perkebunan dan vegetasi bukan perkebunan sawit, namun nilai minimum biomassa ada yang mencapai 0.07 ton/ ha pada tahun 2008 untuk perkebunan sawit hal ini diakibatkan rendahnya nilai kerapatan dan nilai LAI yang terekam oleh kanal 3 dan 4. Hal ini juga mengapa pendekatan nilai NDVI akan lebih baik jika menggunakan persamaan empiris bukan hukum Beer-Lambert. 4.6.3 Perbandingan Nilai Cadangan Karbon Pendekatan Neraca Energi dan Pendekatan NDVI Perbandingan yang dapat dilihat antara dua metode pendekatan yang berbeda pada Gambar 4 dan Gambar 5 memperlihatkan bahwa perhitungan cadangan karbon menggunakan dua metode yang berbeda memiliki korelasi yang positif terhadap nilai LAI yang telah diperoleh. Korelasi nilai cadangan karbon melalui pendekatan nilai NDVI lebih besar jika dibandingkan dengan metode pendekatan neraca energi, hal ini disebabkan nilai cadangan karbon pendekatan neraca energi mengalami fluktuatif atau penyebaran nilai sangat acak. 31.62 105.35 0.18 94.05 1.41 65.37 30.46 96.63 42.93 Sawit 58.47 105.58 31.60 94.05 0.74 106.66 2.34 98.80 45.55 Carbon (Pendekatan Nilai NDVI) (ton/ha) 12.65 42.14 1.95 37.63 0.54 26.15 12.18 38.65 16.855 Sawit 23.39 42.23 21.97 39.17 18.10 42.66 0.94 39.52 14.932

19 Cadangan Karbon (ton/ha) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 3,63 4,74 1,17 5,51 3,65 5,41 3,65 6,98 LAI Carbon (Pendekatan Neraca Energi (Jt ton/ha)) Carbon (Pendekatan Nilai NDVI) Gambar 4 Perbandingan nilai cadangan karbon pada vegetasi bukan perkebunan menggunakan 2 metode pendekatan. Cadangan Karbon (ton/ha) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 3,65 4,79 1,19 5,55 3,65 5,41 3,66 6,98 LAI Carbon (Pendekatan Neraca Energi (Jt ton/ha)) Carbon (Pendekatan Nilai NDVI) Gambar 5 Perbandingan nilai cadangan karbon pada vegetasi perkebunan sawit menggunakan 2 metode pendekatan. Korelasi nilai cadangan karbon pada vegetasi perkebunan lebih kecil dibandingkan dengan vegetasi bukan perkebunan, korelasi nilai cadangan karbon metode pendekatan neraca energi dan NDVI adalah positif tinggi karena vegetasi sawit merupakan vegetasi yang homogen, namun umur tanaman pada perkebunan sawit mempengaruhi nilai biomassa dan kehomogenan vegetasi. Pada penelitian ini tidak dapat menampilkan umur tanaman. BAB V. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan a. Nilai LAI metode neraca energi yang dihasilkan memliki hubungan linier yang positif untuk tahun 2001, 2004, 2008 dan 2009. Hal ini disebabkan pendekatan neraca energi dilakukan secara mekanistik dimana nilai LAI dihitung berdasarkan radiasi gelombang pendek yang datang pada kanopi dan radisi yang ditransmisi oleh kanopi. Unsur tanaman yang mempengaruhi adalah nilai koefisien