13 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai stategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, sebagai konsekuensi atas pertambahan penduduk Indonesia Perkembangan pola konsumsi menyebabkan arah kebijakan pembangunan sektor pertanian berubah. Pada awalnya kemerdekaan, pembangunan lebih diarahkan untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat. Saat ini, ketika pendapatan per kapita rakyat Indonesia semakin meningkat, kebijakan mulai bergeser untuk memenuhi kebutuhan protein Indonesia saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan karena pertambahan populasi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional. Usaha peternakan rakyat di Indonesia umumya bersifat tradisional dan metode pengelolaannya masih mengunakan teknologi seadanya dan masih bersifat sambilan. Karena itu, hasil yang dicapai tidak maksimal. Menurut Soprapto dan Abidin, (2006) masalah utama yang terjadi pada hampir semua peternak di Indonesia adalah rendahnya pengetahuan tengtang cara beternak yang benar. Seringkali ditemui di lapangan, seorang peternak tidak mengetahui waktu yang tepat untuk mengawinkan sapi potongnya. Selain itu, pemberian pakan umumnya dilakukan secara trial and error, tanpa tahu kandungan gizi bahan pakan yang cukup. Pemilihan teknologi juga harus didasarkan pada kemampuan para peternak. Penggunaan teknologi yang terlalu maju justru menyebabkan para peternak mengalami kesulitan karena culture shock. Penggunaan teknologi secara tepat guna mungkin diterapkan secara
14 bertahap, misalnya penerapan seleksi bibit pada sapi lokal, kontrol perkawinan, serta pengolahan dan penggunaan bahan pakan murah berkualitas. Keterbatasan-keterbatasan peternak, antara lain dalam bentuk permodalan, penguasaan lahan, keterampilan, pengetahuan, aksesibilitas pasar, dan bargaining position akan berpengaruh terhadap proses pengambilan keputusan dalam penentuan komoditas yang akan diusahakan dan teknologi usahatani yang akan diterapkan peternak. Rendahnya tingkat kosmopolitan atau kemampuan peternak untuk membuka diri terhadap suatu pembaharuan atau informasi yang berkaitan dengan unsur pembaharuan juga semakin memperburuk kondisi peternak dalam membuat keputusan untuk menolak atau menerima inovasi. Hal ini akan bermuara pada rendahnya pendapatan dan keadaan usahaternak yang sulit berkembang Permasalahan diatas tidak lepas dari bagaimana peternak mampu mengelola usahaternaknya sehingga menjadi sumber penghasilan yang mensejahterakan peternak. Perannya disini keberhasilan usahaternak tergantung bagaimana upaya dan kemampuan manajer. Keberhasilan usahaternaknya dimulai dari awal yaitu penentuan tujuan dan harapan yang diinginkan karena segala kegiatan harus mengarah pada tujuan-tujuan tersebut. Namun demikian, sering kali peternak karena kesibukan tidak mengganggap mengelola usahaternak adalah kewajiban dan pekerjaan sehari-hari yang dari dulu hingga saat ini hanya begitu-begitu saja, tidak berubah dan tanpa tujuan yang pasti. Dengan demikian, untuk mengukur keberhasilan di kemudian hari akan mengalami kesulitan. Padahal, jika tujuannya jelas maka dapat mengarahkan dan mengambil keputusan dengan segala kegiatan usahaternaknya.
15 Usaha peternakan di Indonesia di laksanakan sebagai usaha sambilan, disamping usaha pertanian lainya seperti menanam padi di sawah. Akibatnya, alokasi tenaga dan pikiran lebih banyak pada usaha pokok dari pada usaha sampingan. Sapi-sapi tersebut umumnya dipelihara sebagai tabungan yang akan dijual sewaktu-waktu ketika peternak membutuhkan uang secara mendadak. Akibatnya sapi dijual dengan harga rendah karena waktu penjualannya tidak direncanakan terlebih dahulu (Soprapto dan Abidin, 2006) Keadaan ini sangat berhubungan dengan managerial skill atau human capitals yang rendah sehingga sering kali peternak dikatakan ketinggalan. Dengan kata lain, untuk keberhasilan usahaternak sangat ditentukan oleh pengambilan keputusan yang berdasarkan pada tujuan-tujuan usahaternak, permasalahan serta kondisi yang jelas, fakta dan data yang aktual, serta analisis yang tepat dan akurat. Kemampuan, pengetahuan ketrampilan, dan pengalamaan peternak yang memadai sangat diperlukan dan sangat menentukan keberhasilan usahaternaknya. Menurut A.T.Mosher (1984) mengatakan petani/peternak berperan sebagai manajer. Petani sebagai manajer akan berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan mana yang harus dipilih untuk diusahakan. Petani harus menentukan cara-cara berproduksi, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi, menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan dan sebagainya. Untuk itu, diperlukan keterampilan, pendidikan, dan pengalamaan yang akan berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Rendahnya populasi ternak sapi merupakan akibat dari rendahnya produktivitas sapi tersebut. Ini berhubungan erat dengan peran peternak dalam mengelola usahaternak. Perkembangan populasi ternak di daerah penelitian sudah
16 begitu banyak tetapi belum memberikan kontibusi bagi pendapatan keluarga peternak mensejahterakan kehidupan peternak. Tabel 1. Perkembangan Populasi Ternak Sapi Potong Per Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara Tahun 2002-2007 (Ekor). No Kabupaten /Kota 2002 2003 2004 2005 2006 2007 1 Nias 2,531 2,748 2,751 2,754 2,695 1,689 2 Nias Selatan 0 0 0 0 326 326 3 Mandailing Natal 2,801 3,004 3,067 3,281 3,456 3,714 4 Tapanuli Selatan 35,069 35,111 35,153 35,176 37,242 17,026 5 Tapanuli Tengah 1227 1,310 1,312 1,308 1,457 1,280 6 Tapanuli Utara 4,550 2,678 2,681 1,991 2,039 2,613 7 Humbahas 0 1,322 1,324 378 402 450 8 Toba Samosir 5,325 5,331 5,337 755 946 757 9 Samosir 0 2,140 2,143 2,145 2,469 4279 10 Labuhan Batu 13,765 14,498 14,515 16,350 14,413 17,575 11 Asahan 23718 23,746 23,774 30,996 31,296 52,225 12 Simalungun 28839 28,804 28,838 30,044 30,131 52,956 13 Dairi 1783 1,102 1,103 2,346 2,473 206 14 Pakpak Bharat 0 115 115 116 118 52,956 15 Karo 28,191 31,131 31,138 32,392 32,522 23,188 16 Deli Serdang 62,312 34,154 34,194 26,581 25,287 23,977 17 Serdang Bedagai 0 8,234 8,244 8,344 9,276 88,838 18 Langkat 35,613 44,802 44,856 46,550 48,879 31,457 19 Sibolga 0 0 0 0 0 0 20 Tanjung Balai 0 28 28 29 30 0 21 Pematang Siantar 154 155 155 122 133 0 22 Tebing Tinggi 353 385 385 386 415 36 23 Medan 569 1,293 1,294 1,758 1,462 373 24 Binjai 1,575 2,382 2,329 2,454 2,424 1,183 25 Padang Sidempuan 0 4,200 41,205 4,209 1,594 3,205 Jumlah 248375 248673 248971 250465 251488 111,414 Sumber: Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Utara, 2008 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa populasi ternak sapi potong di Sumatera Utara mengalami peningkatan dari tahun 2002 ke tahun 2007, dimana rata-rata setiap tahun meningkat sebesar 0,06 % itu dapat dilihat dari peningkatan jumlah ternak sapi potong setiap tahunnya. Di Kabupaten Deli Serdang jumlah populasi ternak sapi potong mengalami penurunan, meskipun tidak signifikan dimana pada tahun 2002 berjumlah 62.312 ekor, tetapi untuk tahun 2003 berjumlah 34.154 ekor atau sebesar 15,42%. Pada tahun 2003 dan tahun 2004 jumlah tidak mengalami perubahan yang besar, tetapi untuk tahun 2005
17 mengalami penurunan dimana jumlah tinggal 26.581 ekor atau turun sebesar 7,61 % dan tahun selanjutnya mengalami penurunan juga yakni 25.287 ekor atau sebesar 1,29%. Tabel 2. Populasi Ternak Sapi Potong Kecamatan Namo Rambe Per Desa Tahun 2008 (ekor) No Desa Populasi (Ekor) 1 SM Hilir 39 2 SM.Hulu 42 3 Sudi Rejo 161 4 Lau Mulgap 45 5 Batu Gemuk 55 6 Timbang Lawan 30 7 Batu Mbelin 24 8 Ujung Labuhan 86 9 Batu Penjemuran 92 10 Sialang Tungir 46 11 Namo Mbaru 31 12 Namo Pakam 31 13 Bekululu 33 14 Jati Kesuma 1142 15 Namo Rambe 75 16 Gunung Barita - 17 Kuta Tengah 54 18 Cinta Rakyat - 19 Rumah Mbacang - 20 Tanjung Selamat - 21 Rimo Mungkur 28 22 Namo Mbaru 23 23 Namo Pinang 21 24 Namo Ladur 57 25 Uruk Gedang 20 26 Tangkahan 19 27 Rumah Kaben 37 28 Lubang Ido 48 29 Silue-Lue 27 30 Batu Rejo 69 31 Jaba 58 32 Kwala Simeme 21 33 Naom Mbelin 25 34 Kuta Kuala 35 35 Gunung Kelawas 42 36 Deli Tua 63 Jumlah 2582 Sumber: Penyuluh Peternakan Kecamatan Namorambe Tahun 2009 Berdasarkan Tabel 2, di Kecamatan Namorambe merupakan salah satu daerah penyebaran populasi ternak di Kabupaten Deli Serdang yang berpotensial untuk dikembangkan. Populasi sapi potong pada tahun 2009 di Kecamatan Namo
18 Rambe sebanyak 2582 ekor dan diantara 36 desa di Kecamatan Namorambe, maka Desa Jati Kesuma yang terbanyak yaitu 1142 ekor pada tahun 2009. Dengan jumlah populasi sebanyak 1142 ekor di Desa Jati Kesuma pada tahun 2009 sebenarnya ini sudah cukup banyak dibanding dengan desa yang lain, tetapi dilapangan tidak sesuai dengan harapan peternak, dimana usahaternak belum begitu meningkatkan pendapatan peternak, karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi peternak baik metode perkawinan, metode pemberian pakan, tujuan pemeliharaan, sistem perkandangan dan pemasaran ternak, permodalan, peran sumber informasi dan pengetahuan teknologi tentang usahaternak rendah. Dimana semua ini menyangkut dengan peran peternak sebagai manajer dalam usahaternak sehingga semua usaha dimanajemen dengan begitu baik. Kemampuan manajerial peternak tidak lepas bagaimana peran peternak mengakses sumber informasi dalam memutuskan segala bentuk input dan kebutuhan usaha. Ini pun sangat berhubungan dengan faktor sosial ekonomi peternak, bagaimana pendidikannya dan pengalamaan dalam usahaternaknya, sehingga memacu untuk beternak lebih baik. Mencermati permasalahan di atas maka peneliti tertarik melakukan pengkajian, dimana peternak sebagai manajer untuk usahaternaknya, karena itu peternak yang memutuskan segala sesuatu terhadap usahaternaknya, bagaimana faktor sosial ekonomi (jumlah ternak, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalamaan beternak, sumber informasi dan pendapatan), bagaimana kemampuan manajerial peternak sapi potong, serta bagaimana hubungan faktor sosial ekonomi (jumlah ternak, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalamaan beternak, sumber informasi dan pendapatan) peternak dengan dengan kemampuan
19 manajerial usahaternak di Desa Jati Kesuma, Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Indentifikasi Masalah: Berdasarkan kondisi diatas peneliti merumuskan masalah yang akan dikaji adalah: 1. Bagaimana faktor sosial ekonomi (jumlah ternak, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalamaan beternak, sumber informasi dan pendapatan) peternak sapi potong di daerah penelitian? 2. Bagaimana kemampuan manajerial peternak sapi potong dalam mengelola usahaternaknya di daerah penelitian? 3. Bagaimana hubungan faktor sosial ekonomi (jumlah ternak, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalamaan beternak, sumber informasi dan pendapatan) peternak sapi potong dengan kemampuan manajerial usahaternak di daerah penelitian? 4. Apa saja masalah yang dihadapi peternak sapi potong mengelola usahaternaknya di daerah penelitian? 5. Apa saja upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi peternak sapi potong dalam mengelola usahaternaknya di daerah penelitian?
20 Tujuan Penelitian : Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis faktor sosial ekonomi (jumlah ternak, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalamaan beternak, sumber informasi dan pendapatan) peternak sapi potong di daerah penelitian. 2. Menganalisis kemampuan manajerial peternak sapi potong dalam mengelola usahaternaknya di daerah penelitian. 3. Menganalisis hubungan faktor sosial ekonomi (jumlah ternak, umur peternak, tingkat pendidikan, pengalamaan beternak, sumber informasi dan pendapatan) peternak sapi potong dengan kemampuan manajerial usahaternak di daerah penelitian. 4. Menganalisis masalah yang dihadapi peternak sapi potong mengelola usahternaknya di daerah penelitian. 5. Menganalisis upaya yang dilakukan peternak dalam mengatasi masalah yang dihadapi peternak sapi potong dalam mengelola usahternaknya di daerah penelitian. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Dari segi praktis informasi penelitian ini diharapkan dapat membantu peternak untuk memperbaiki kelemahan dan kekurangan selama beternak 2. Dari aspek informasi diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi instansi pemerintah terkait untuk membuat kebijakan dalam usaha meningkatkan pendapatan peternak.