HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelusuran Nilai Ujian Nasional Matematika Tahun Akademik 2003/2004 dan 2004/2005

dokumen-dokumen yang mirip
ABDUL HOYYI. T e s i s Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada P r o g r a m S t u d i S t a t i s t i k a

KEEFEKTIFAN PRAUJIAN NASIONAL MATEMATIKA TAHUN AKADEMIK 2004/2005 (Studi Kasus di SMK Negeri dan Swasta di Jakarta Selatan 06)

KEEFEKTIFAN PRAUJIAN NASIONAL MATEMATIKA TAHUN AKADEMIK 2004/2005 (Studi Kasus di SMK Negeri dan Swasta di Jakarta Selatan 06)

BAB IV HASIL PENELITIAN. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu

Skala pengukuran dan Ukuran Pemusatan. Ukuran Pemusatan

di masa yang akan datang dilihat dari aspek demografi dan kepuasannya. PENDAHULUAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Gorontalo pada Mahasiswa semester VII tahun akademik 2013/2014.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Hasil Penelitian tentang Bimbingan Orang Tua

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2003/2004 SMK. Matematika Non Teknik Bisnis dan Manajemen (E4-1) PAKET 1 (UTAMA) SELASA, 11 MEI 2004 Pukul

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STK511 Analisis Statistika. Pertemuan 2 Review Statistika Dasar

SMA / MA IPS/KEAGAMAAN Mata Pelajaran : Matematika

4. HASIL DAN ANALISA


BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Minat dan Pengetahuan Dasar Pemesinan serta satu variabel terikat

ANALISIS BUTIR SOAL A. PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TRY OUT UJIAN NASIONAL TAH SMA/MA PROGRAM STUDI IPS MATEMATIKA

TRY OUT UJIAN NASIONAL TAH SMA/MA PROGRAM STUDI IPS MATEMATIKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian Deskripsi Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dan mengetahui materi apa saja yang belum dikuasai oleh mahasiswa PGSD. Data

10 Departemen Statistika FMIPA IPB

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

3.3 Pengumpulan Data Primer

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2003/2004 SMK. Matematika Non Teknik Bisnis dan Manajemen (E4-1) PAKET 2 (UTAMA) SELASA, 11 MEI 2004 Pukul

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan

BAB III METODE PENELITIAN. hasilnya, secara umum data yang di peroleh dari penelitian dapat di gunakan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mulai dari tenaga, media pembelajaran bahkan kurikulum yang akan digunakan.

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Pendidikan Teknik Arsitektur yang beralamatkan di Jln. Setiabudhi No. 207 Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 HASIL PENELITIAN

PENGUASAAN MATEMATIKA SD PADA MAHASISWA PGSD (Penelitian Pada Mahasiswa PGSD FIP Universitas Negeri Gorontalo Semester VII Tahun Akademik 2013/2014)

BAB III METODE PENELITIAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA LEMBAR PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Evaluasi merupakan hal yang sangat penting yang harus dilakukan

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

STK 211 Metode statistika. Materi 2 Statistika Deskriptif

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. analisis, (c) hasil pengujian hipotesis penelitian, (2) pembahasan, dan (3) keterbatasan penelitian.

Resume Regresi Linear dan Korelasi

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4, digunakan. metode P sedangkan jika δ maks

BAB 4 HASIL PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

Syllabus Statistika Dasar Semester Ganjil 2012/2013 Prodi Informatika FMIPA Unsyiah

TRY OUT UJIAN NASIONAL TAH SMA/MA PROGRAM STUDI IPS MATEMATIKA

TRY OUT UJIAN NASIONAL TAH SMA/MA PROGRAM STUDI IPS MATEMATIKA

BAB III METODE PENELITIAN

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan

ABDUL HOYYI. T e s i s Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada P r o g r a m S t u d i S t a t i s t i k a

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

BAB 4 HASIL PENELITIAN

Ujian Tengah Semester Nama:.. STK211 Metode Statistika NRP:.. Semester Ganjil - TA 2016/2017 Studi Mayor:..

Ujian Tengah Semester Nama:.. STK211 Metode Statistika NRP:.. Semester Ganjil - TA 2016/2017 Studi Mayor:..

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi merupakan bentuk analisis hubungan antara variabel prediktor

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

LABORATORIUM STATISTIK DAN OPTIMASI INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAWA TIMUR

Ukuran tendensi sentral seperti mean, median, dan modus seringkali tidak mempunyai cukup informasi untuk menyimpulkan data yg ada.

SATUAN ACARA TUTORIAL (SAT) Mata Kuliah : Statistika Dasar/PAMA 3226 SKS : 3 SKS Tutorial : ke-1 Nama Tutor : Adi Nur Cahyono, S.Pd., M.Pd.

BAB III METODE PENELITIAN. No Kelas Jumlah 1 XII Busana XII Busana XII Busana 3 32 Jumlah 94 Tabel 3.1.

baku, rentang kelas, distribusi frekuensi dan grafik histogram.

PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PENDIDIKAN Jl. Veteran No. 19 Malang Telp. (0341) TRY OUT KOTA I. Tahun Pelajaran

BAB IV HASIL PENELITIAN. meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, lama bekerja. Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Sugiyono (2008 : 2), Metode Penelitian pada dasarnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. belajar kimia SMA Negeri 1 Jogonalan Kabupaten Klaten.

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimen semu (quasi experiment). Menurut Suryabrata (2010 : 92) tujuan

BAB III METODE PENELITIAN R X O 1 R O 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Obyek dan Subyek Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Diagram kotak garis

MODEL-MODEL LEBIH RUMIT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010 MATEMATIKA SMA PROGRAM STUDI IPS. Rabu, 3 Februari Menit

BAB III METODE PENELITIAN. Surakhmad (Andrianto, 2011: 29) mengungkapkan ciri-ciri metode korelasional, yaitu:

TRY OUT UJIAN NASIONAL TAH SMA/MA PROGRAM STUDI IPS MATEMATIKA

BAB III METODE PENELITIAN. Nana Sudjana dan Ibrahim (16:2001) mengemukakan mengenai makna

SMK MGMP MATEMATIKA SMK NEGERI / SWASTA NEGERI DAN SWASTA MATEMATIKA KELOMPOK BISNIS MANAGEMEN PAKET II B KOTA SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SOAL STATISTIKA KELAS XI Oleh: Erni Kundiarsih

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Variabel X (Karakteristik Siswa)

Pengantar Statistik. Nanang Erma Gunawan

SILABUS. Kegiatan Pembelajaran Teknik. Memahami cara memperoleh data yang baik, menentukan jenis dan ukuran data, serta memeriksa, dan menyusun data.

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DINAS PENDIDIKAN SMA KABUPATEN SUKOHARJO Sekretariat : Jl. Jend. Sudirman No.197 Sukoharjo Telp.

BAB III ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN. Sebelum melakukan penelitian sebaiknya dilakukan pengujian terlebih dahulu

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN OPEN ENDED PROBLEM

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh: DWI SISTIANI A

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelusuran Nilai Ujian Nasional Matematika Tahun Akademik 2003/2004 dan 2004/2005 Pra- di Jakarta Selatan 06 dilaksanakan mulai tahun akademik 2004/2005. Menurut ketua rayon, Pra- dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai. Karena pada tahun akademik 2003/2004 belum dilaksanakan Pra-, maka dilakukan penelusuran nilai untuk tahun 2003/2004 dan 2004/2005, yaitu sebelum dilaksanakan Pra- dan setelah dilaksanakan Pra-. Ujian Nasional tahun akademik 2003/2004 bidang studi Matematika terdiri atas 40 butir sedangkan tahun akademik 2004/2005 terdiri atas 30 butir berbentuk pilihan ganda dengan alokasi waktu sama yaitu 120 menit. Histogram nilai Matematika tahun akademik 2003/2004 dan 2004/2005 masing-masing tercantum pada Gambar 1 dan 2. 2000 2000 1800 1800 1600 1600 1400 1400 Jumlah siswa Frequency 1200 1000 800 600 400 Std. Dev =.89 200 Mean = 4.8 0 N = 4868.00 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 Jumlah siswa Frequency 1200 1000 800 600 400 Std. Dev = 1.60 200 Mean = 6.4 0 N = 4898.00 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 Gambar 1 Histogram nilai tahun akademik 2003/2004. Gambar 2 Histogram nilai tahun akademik 2004/2005. Bila diperhatikan Gambar 1 dan Gambar 2, distribusi nilai tahun akademik 2004/2005 bergeser ke kanan dibandingkan tahun akademik 2003/2004 artinya nilai

14 siswa tahun akademik 2004/2005 lebih tinggi dibandingkan tahun akademik 2003/2004. Nilai rata-ratanya juga meningkat dari 4.79 menjadi 6.43. Berikut ini statistik deskriptifnya : Tabel 4 Statistik deskriptif nilai tahun akademik 2003/2004 dan tahun akademik 2004/2005 Statistik Tahun Akademik 2003/2004 2004/2005 Jumlah siswa 4868 4898 Mean 4.79 6.43 Median 4.59 6.67 Modus 4.48 7.33 Simpangan baku 0.89 1.60 Ragam 0.79 2.57 Skewness 0.20-0.35 Kurtosis 1.43-0.54 Minimum 1.06 1.67 Maximum 8.70 10.00 Q 1 4.33 5.33 Q 2 4.59 6.67 Q 3 5.33 7.67 Bila diperhatikan statistik deskriptif pada Tabel 4, nilai minimum siswa terjadi peningkatan dari 1.06 menjadi 1.67. Demikian pula nilai maksimumnya meningkat dari 8.70 menjadi 10.00. Nilai koefisien kemenjuluran (skewness) = 0.20 berarti pola sebaran menjulur ke kanan dengan nilai rata-rata lebih besar dari median. Hal ini mengindikasikan lebih banyak siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata. Tahun 2003/2004 siswa yang mendapat nilai di bawah rata-rata sebesar 55.73%. Sebaliknya pada tahun 2004/2005 nilai skewness = -0.35 berarti pola sebaran menjulur ke kiri dengan nilai rata-rata lebih kecil dari median. Hal ini mengindikasikan lebih banyak siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata. Tahun akademik 2004/2005 siswa yang mendapat nilai di atas rata-rata sebesar 53.18%. Namun nilai yang dicapai siswa tahun akademik 2003/2004 lebih seragam dibandingkan tahun akademik 2004/2005 hal ini bisa dilihat dari nilai keragaman tahun akademik 2003/2004 lebih kecil dibandingkan tahun akademik 2004/2005. Selain itu, peningkatan nilai dapat dilihat dari boxplot berikut ini :

15 10.00 8.00 6.00 4.00 2.00 0.00 2003/2004 2004/2005 Gambar 3 Boxplot nilai 2003/2004 dan nilai 2004/2005. Pada boxplot Gambar 3 nilai Q 3 2003/2004 sama dengan nilai Q 1 2004/2005. Hasil ini mengindikasikan nilai 2004/2005 lebih tinggi dibandingkan 2003/2004. Meskipun terjadi peningkatan rata-rata nilai pada tahun akademik 2004/2005 (ada Pra-) dibandingkan tahun akademik 2003/2004 (tidak ada Pra-) namun belum tentu peningkatan tersebut disebabkan karena adanya Pra- apalagi peningkatan yang terjadi cukup besar. Beberapa hal yang diduga penyebab meningkatnya nilai 2004/2005 adalah : - jumlah soal yang berbeda dengan alokasi waktu yang sama (40 soal untuk tahun 2003/2004 dan 30 soal untuk tahun 2004/2005) - tingkat kesulitan soal yang berbeda. Untuk mendapatkan penilaian yang lebih obyektif apakah Pra- dapat meningkatkan nilai, sebaiknya dilakukan perbandingan dengan menerapkan prinsipprinsip perancangan percobaan. Misalnya : sebelum Pra- dilaksanakan siswa dibagi menjadi dua kelompok yang dipilih secara acak. Kelompok pertama siswa dengan Pra- sedangkan kelompok kedua siswa tanpa Pra-, kemudian hasil ini dibandingkan dengan perolehan nilai apakah terjadi peningkatan atau tidak dengan dua perlakuan tersebut. Bila terjadi peningkatan pada kelompok siswa dengan Pra- maka besar kemungkinan peningkatan nilai karena Pra-, dengan asumsi faktor - faktor lain

16 yang dapat mempengaruhi nilai sama untuk kedua kelompok tersebut. Bagaimana pengaruh peningkatan nilai terhadap persentase kelulusan siswa, mengingat perubahan batas minimal kelulusan dari 4.01 menjadi 4.26. Berikut ini persentase kelulusan tahun akademik 2003/2004 dan 2004/2005. Tabel 5 Persentase kelulusan tahun akademik 2003/2004 dan 2004/2005 Tahun akademik 2003/2004 Tahun akademik 2004/2005 dengan batas kelulusan = 4.01 dengan batas kelulusan 4.01 4.26 89.93% 89.59% 89.50% Hasil perhitungan pada Tabel 5, persentase kelulusan siswa tidak terjadi peningkatan bahkan terjadi penurunan walaupun batas kelulusan sama dengan 4.01. Penelusuran Soal Pra- dan Soal Pra- diharapkan dapat menyerupai soal, oleh karenanya perlu ditelusuri tentang kesesuaian materi, persentase penyebaran soal, bentuk soal dan alokasi waktu. Pada tahun akademik 2004/2005, ujian Matematika SMEA berupa tes tertulis dengan bentuk soal pilihan ganda dengan lima alternatif pilihan jawaban tiap butir soal. Jumlah soal Matematika sebanyak 30 butir soal dengan alokasi waktu 120 menit artinya untuk satu butir soal memerlukan waktu pengerjaan soal 4 menit. Soal dirancang sesuai dengan kelompok keahlian masing-masing yaitu STM, SMEA dan SMIP. Soal Matematika ini meliputi 33% materi kelas satu (10 butir soal), 40% materi kelas dua (12 butir soal) dan 27% materi kelas tiga (8 butir soal). Acuan yang digunakan dalam menyusun soal adalah kurikulum 1994 beserta suplemennya (Depdiknas, 2005a). Soal Matematika Pra- terdiri atas 40 butir soal berbentuk pilihan ganda dengan lima alternatif pilihan jawaban tiap butir soal. Soal Matematika Pra- ini meliputi 35% materi kelas satu (14 butir soal), 35% materi kelas dua (14 butir soal) dan 30% materi kelas tiga (12 butir soal). Persentase penyebaran butir soal ini tidak terlalu mencolok perbedaannya dengan soal. Pada Pra- disediakan waktu 120 menit

17 artinya untuk 40 butir soal tersebut masing-masing memerlukan rata-rata pengerjaan soal 3 menit. Soal Pra- terdiri dari dua jenis yaitu soal Pra- untuk kelompok teknik dan soal Pra- untuk kelompok nonteknik. Kelompok teknik khusus untuk siswa STM sedangkan kelompok nonteknik untuk siswa SMEA dan SMIP. Hal ini berbeda dengan soal, untuk SMIP soal berbeda dengan soal untuk SMEA. Penyajian soal Pra- yang sama antara SMEA dan SMIP akan mempengaruhi hasil ujian yang diperoleh siswa. Kemungkinan ada bab tertentu yang dipelajari di SMEA tetapi di SMIP tidak dipelajari, dan sebaliknya, sehingga siswa tidak bisa mengerjakan soal tersebut karena tidak diperoleh sewaktu belajar di kelas. Menurut Safari (2003) bahan ujian dikatakan baik jika ada kesesuaian antara materi yang diujikan dengan materi yang diajarkan. Hal ini hasilnya dapat memberikan informasi tentang siapa atau siswa mana yang telah mencapai tingkatan pengetahuan tertentu yang disyaratkan sesuai dengan tuntutan di dalam silabus/kurikulum dan dapat memberikan informasi mengenai apa dan seberapa banyak materi yang telah dipelajari siswa. Berdasarkan ilmu pengukuran pendidikan, ujian yang bahannya tidak sesuai dengan bahan yang telah diajarkan bukan saja kurang memberikan informasi tentang hasil belajar seorang siswa, melainkan juga tidak menghasilkan umpan balik bagi penyempurnaan proses belajar mengajar. Pada Pra- tidak ada larangan untuk menggunakan alat hitung (kalkulator) sedangkan pada dilarang, sehingga dengan waktu 120 menit dirasa sudah cukup waktu untuk mengerjakan 40 butir soal pada Pra-. Analisis Pra- untuk Menilai Kesiapan Siswa dalam Menghadapi Pra- diharapkan bisa digunakan untuk menilai kesiapan siswa. Kesiapan siswa artinya siswa yang lulus Pra- akan berpeluang lulus pada, sebaliknya siswa yang tidak lulus Pra- akan berpeluang tidak lulus. Oleh karenanya perlu ditelusuri kelulusan siswa pada Pra- dan dengan tabulasi silang dan dianalisis dengan analisis khi kuadrat sampel tak bebas. Tabulasi silang kelulusan siswa secara keseluruhan pada Pra- dan adalah seperti pada Tabel 6.

18 Tabel 6 Tabulasi silang kelulusan siswa untuk semua sekolah Pra- Jumlah L TL siswa L 3113 121 3234 TL 1271 393 1664 Jumlah Siswa 4384 514 4898 Keterangan : L = Lulus TL = Tidak Lulus Berdasarkan Tabel 6, dari populasi siswa berjumlah 4898 siswa terdapat 1664 siswa tidak lulus Pra- (34%) sedangkan pada sebanyak 514 siswa tidak lulus (10% ). Pada taraf uji 5% dengan statistik uji McNemar diperoleh nilai χ 2 = 950.07. Nilai 2 ini lebih besar dari χ 0.05:1 (3.84), artinya hipotesis nol ditolak, yang menunjukkan bahwa secara umum peluang siswa lulus pada Pra- tidak sama dengan peluang siswa lulus pada. Oleh karena sekolah-sekolah ini terdiri atas berbagai sekolah dengan mutu pendidikan yang berbeda maka digolongkan menjadi tiga bagian yaitu : SMEA golongan 1 (sekolah dengan mutu baik), SMEA golongan 2 (sekolah dengan mutu sedang) dan SMEA golongan 3 (sekolah dengan mutu rendah). Tabulasi silang untuk masing-masing golongan sekolah seperti pada Tabel 7. Tabel 7 Tabulasi silang kelulusan siswa untuk masing-masing golongan sekolah SMEA golongan 1 SMEA golongan 2 Pra- Jumlah L TL siswa Pra- Jumlah L TL siswa L 777 1 778 TL 11 0 11 L 931 5 936 TL 437 3 440 Jumlah Siswa 788 1 789 Jumlah siswa 1368 8 1376

19 Pra- SMEA golongan 3 Jumlah L TL siswa L 1405 115 1520 TL 823 390 1213 Jumlah Siswa 2228 505 2733 Pada taraf uji 5% dengan statistik uji McNemar diperoleh nilai χ 2 koreksi = 6.75 untuk SMEA golongan 1 dan χ 2 = 422.23 untuk SMEA golongan 2. Kedua nilai ini lebih 2 besar dari χ 0.05:1 (3.84) yang menunjukkan bahwa secara umum peluang siswa lulus pada Pra- tidak sama dengan peluang siswa lulus pada. Sedangkan pada SMEA golongan 3 diperoleh nilai χ 2 = 534.40. Nilai ini lebih besar dari χ 2 0.05: 1 (3.84) yang memberikan kesimpulan yang sama dengan kesimpulan pada SMEA golongan 1 dan SMEA golongan 2. Bila diperhatikan tabel informasi persiapan sekolah dalam menghadapi Matematika (lampiran 1) diambil sampel sekolah, secara umum sekolah telah mengadakan upaya untuk meningkatkan prestasi siswa dengan mengadakan pendalaman materi, adanya pembahasan bank soal, adanya uji coba (try out) internal. Pada SMEA golongan 1, awal semester genap sudah mempersiapkan siswa-siswinya mengadakan pendalaman materi dengan frekuensi pertemuan seminggu 1 kali. Pendalaman materi ini menekankan pada pengulangan pelajaran kelas 1 dan kelas 2. Hal ini sangat bermanfaat sehingga siswa mendapatkan penyegaran kembali pelajaran yang sudah satu atau dua tahun mereka tinggalkan mengingat materi meliputi pelajaran kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Menurut Sunardi (2000) pendalaman materi atau pengayaan bagi siswa akan memiliki dampak positif pada prestasi belajar siswa. Siswa dengan pengayaan materi akan lebih baik prestasi belajarnya daripada prestasi belajar siswa tanpa pengayaan. Pengayaan bisa dengan cara pemberian tugas, kajian pustaka, studi lapangan atau penelitian. Pada SMEA golongan 1, hasil Pra- persentase kelulusan sebesar 98.60% dan sebesar 99.87%. Adanya peningkatan nilai persentase kelulusan ini kemungkinan disebabkan pada saat ujian siswa lebih serius mengerjakan soal dibandingkan Pra-

20, mungkin anggapan siswa bahwa Pra- tidak terlalu penting sehingga siswa tidak mengerahkan semua kemampuan yang mereka miliki. Sekolah pada golongan 1 ini mempunyai koleksi bank soal Matematika yang berisi kumpulan soal-soal pada tahun-tahun sebelumnya dan dilakukan pembahasan bersama guru bidang studi. Hal ini dirasa sangat penting, karena siswa disamping dilatih mengerjakan soal-soal juga siswa akan mengenal bentuk soal-soal dan tingkat kesulitan soal. Selain itu sekolah ini sering melaksanakan uji coba internal. Dengan adanya uji coba ini guru dapat mengevaluasi tentang pencapaian pembelajaran selama di kelas. Bagi siswa sendiri pelaksanaan uji coba ini dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan diri sehingga memacu semangat belajar mereka dan terlatih mengerjakan soal sesuai dengan waktu yang disediakan. Namun bila diperhatikan pada tabulasi silang (Tabel 6) SMEA golongan 1 ini hanya ada 1 siswa (0.13%) lulus Pra- tetapi pada tidak lulus, sebaliknya mereka yang tidak lulus Pra- dan pada lulus ada 11 siswa (1.39%). Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor yaitu : sistem pengawasan ujian pada Pra- yang berbeda dengan. Pada Pra- sebagai pengawas ujian adalah guru di sekolah masing-masing, sehingga pengawasan kemungkinan tidak terlalu ketat, berakibat siswa mengerjakan ujian tidak dengan jujur (menyontek). Berbeda dengan pengawas yang menggunakan sistem pengawasan silang antarsekolah, sehingga kemungkinan siswa mengerjakan dengan tidak jujur relatif lebih kecil dibandingkan Pra-. Demikian juga persiapan yang dilakukan pada SMEA golongan 2, namun pendalaman materi sebagian besar dilaksanakan bulan ketiga, dengan frekuensi pertemuan ada yang 1 kali dan ada yang 2 kali dalam seminggu. Koleksi bank soal Matematika dan pembahasan serta Uji coba juga dilakukan oleh sebagian besar sekolah golongan 2 ini. Dari hasil Pra-, persentase kelulusan 68.02 % (936 siswa) dan persentase kelulusan 99.42% (1368 siswa). Dari 936 siswa yang dinyatakan lulus pada Pra- ada 931 (99.47%) siswa yang bisa dinyatakan siap (lulus ) dan 5 (0.53%) siswa tidak lulus. Sedangkan dari 440 siswa yang tidak lulus Pra-, ada 3 siswa (0.68%) yang dinyatakan tidak siap (tidak lulus ) sedangkan 437 (99.32%) siswa lulus. Sedangkan pada SMEA golongan 3 dari sampel sekolah yang terambil terlihat uji coba hanya sekali dilaksanakan, bahkan ada juga sekolah yang tidak mengadakan uji

21 coba. Jarangnya pelaksanaan uji coba ini akan membuat siswa kurang terlatih mengerjakan soal dengan mandiri, kurang mengetahui kesiapan dirinya. Bagi guru sendiri tidak bisa mengevaluasi secara berkala tentang materi mana yang dirasa belum maksimal diserap oleh siswa. Nilai persentase ini lebih besar jika dibandingkan dengan SMEA golongan 1. Bila diperhatikan pada tabel informasi persiapan sekolah menghadapi Matematika, terlihat bahwa persiapan lebih banyak dilakukan oleh SMEA golongan 1 seperti dimulainya pendalaman materi dan frekuensi pelaksanaan uji coba internal yang lebih sering dilakukan oleh SMEA golongan 1. Semakin sering siswa dilatih untuk menghadapi maka akan semakin siap siswa menghadapi yang sebenarnya. Faktor lain dimungkinkan oleh sistem pengawasan dan keseriusan siswa dalam mengejakan soal Pra-. Pada SMEA golongan 3 dengan analisis McNemar memberikan kesimpulan peluang siswa lulus pada Pra- tidak sama dengan peluang siswa lulus pada. Persentase kelulusan Pra- adalah 55.62 % (1520 siswa) dan persentase kelulusan adalah 81.52 % (2228 siswa). Dari 1520 siswa yang dinyatakan lulus pada Pra-, ada 1405 (92.43%) siswa yang bisa dinyatakan siap (lulus ) dan 115 (7.57%) siswa tidak lulus (tidak bisa dinilai kesiapannya). Sedangkan dari 1213 siswa yang tidak lulus Pra-, ada 390 siswa (32.15%) yang dinyatakan tidak siap (tidak lulus ) sedangkan 823 (67.85%) siswa lulus (tidak bisa dinilai ketidaksiapan). Persiapan yang dilakukan oleh sekolah ini kebanyakan dilakukan hanya sebulan menjelang pelaksaan. Melihat jangka waktu hanya 35 hari, merupakan jangka waktu yang pendek bagi sekolah untuk mengadakan pendalaman materi, sehingga tidak mungkin sekolah bisa mempersiapkan dengan matang mengingat materi Pra- dan meliputi materi pelajaran kelas 1, kelas 2 dan kelas 3. Pada sekolah ini ada yang mengadakan pendalam materi sampai seminggu 2 kali, hal ini dirasa kurang efisien karena siswa dipaksakan untuk bisa menerima materi yang banyak dengan waktu yang relatif singkat. Tidak adanya pelaksanaan uji coba internal akan mempengaruhi kesiapan siswa, karena siswa tidak terbiasa terlatih untuk mengerjakan soal sesuai dengan waktu yang tersedia. Pembahasan bank soal akan berpengaruh juga terhadap kesiapan siswa, karena siswa tidak banyak mengenal tipe-tipe soal dan tingkat kesulitan soal, akibatnya pada waktu pelaksakan akan merasa kesulitan karena siswa hanya terpaku belajar pada catatan

22 guru di kelas. Faktor lain adalah faktor kemampuan akademik siswa itu sendiri, melihat siswa pada SMEA golongan 3 ini adalah siswa yang tidak diterima pada SMEA golongan 1 dan SMEA golongan 2 pada saat penerimaan siswa baru dulu. Berdasarkan hasil analisa semua sekolah dan masing-masing golongan sekolah di atas ternyata memberikan kesimpulan yang sama yaitu peluang siswa lulus pada Pra- tidak sama dengan peluang siswa lulus pada. Karena banyak ditemukan siswa yang tidak bisa ditentukan kesiapannya dari hasil Pra-, seperti siswa yang tidak lulus Pra- ternyata pada mereka bisa lulus dengan jumlah yang cukup besar dibandingkan dengan siswa yang lulus pada Pra- ternyata gagal pada. Ada dugaan bahwa soal Pra- lebih sulit dibandingkan dengan soal. Berikut ini Statistik deskriptif (Tabel 8) dan histogram nilai Pra- dan (Gambar 4) untuk semua sekolah : Tabel 8 Statistik deskriptif nilai Pra- dan semua sekolah Statistik Pra- Jumlah siswa 4898 4898 Mean 4.96 6.43 Median 4.79 6.67 Modus 3.75 7.33 Simpangan baku 1.18 1.60 Ragam 1.39 2.57 Skewness 0.74-0.35 Kurtosis 0.18-0.54 Minimum 2.29 1.67 Maksimum 9.58 10.00

23 1200 PRA 1200 1000 1000 Jumlah siswa Frequency 800 600 400 200 0 Std. Dev = 1.20 Mean = 5.0 N = 4898.00 2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 Jumlah siswa Frequency 800 600 400 200 Std. Dev = 1.60 Mean = 6.4 0 N = 4898.00 2.5 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 PRA Pra- Gambar 4 Histogram nilai Pra- dan semua sekolah. Bila diperhatikan histogram nilai Pra- dan dan statistik deskriptif untuk semua sekolah terlihat bahwa pola sebaran yang cenderung menjulur ke kanan terjadi pada Pra- dibandingkan dengan. Bila dilihat nilai statistik lainnya nilai rata-rata Pra- dan median lebih rendah dari nilai rata-rata dan median. Demikian juga pada masing-masing golongan sekolah. Berikut ini statistik deskriptif dan histogram nilai Pra- dan SMEA golongan 1 dan golongan 2 : Tabel 9 Statistik deskriptif nilai Pra- dan SMEA golongan 1 dan golongan 2 SMEA golongan 1 SMEA golongan 2 Statistik Pra- Jumlah siswa 789 789 Mean 6.41 7.81 Median 6.46 8.00 Modus 6.67 8.33 Simpangan baku 1.09 1.05 Ragam 1.19 1.11 Skewness 0.20-0.48 Kurtosis -0.18 0.19 Minimum 3.13 3.33 Maksimum 9.58 10.00 Statistik Pra- Jumlah siswa 1376 1376 Mean 4.93 7.28 Median 4.79 7.33 Modus 3.75 7.33 Simpangan baku 0.97 1.05 Ragam 0.94 1.10 Skewness 0.65-0.54 Kurtosis -0.25 0.81 Minimum 2.92 2.00 Maksimum 8.33 10.00

24 300 PRA 300 Jumlah siswa 200 100 Jumlah siswa 200 100 Frequency 0 Std. Dev = 1.09 Mean = 6.4 N = 789.00 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 Frequency 0 Std. Dev = 1.05 Mean = 7.8 N = 789.00 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 3.5 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 9.5 PRA Pra- Gambar 5 Histogram nilai Pra- dan SMEA golongan 1. 400 PRA 400 Jumlah siswa Frequency 300 200 100 0 2.5 3.5 3.0 PRA 4.5 5.5 4.0 5.0 6.0 Pra- 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 Std. Dev = 1.06 Mean = 4.9 N = 1376.00 Jumlah siswa Frequency 300 200 100 0 2.5 3.5 3.0 4.0 4.5 5.5 6.5 7.5 8.5 5.0 6.0 7.0 8.0 Std. Dev = 1.05 Mean = 7.3 N = 1376.00 Gambar 6 Histogram nilai Pra- dan SMEA golongan 2. Hasil ini mengisyaratkan bahwa soal Pra- tingkat kesulitan lebih tinggi daripada soal. Jumlah butir soal yang berbeda dan alokasi waktu yang sama telah disesuaikan dengan diperbolehkan siswa menggunakan alat hitung pada Pra-. Nilai rendah siswa bisa juga disebabkan karena siswa merasa kesulitan menjawab soal Pra- akhirnya

25 memaksa menjawab dengan cara menebak. Menurut Purwanto (2005) dengan tes bentuk objektif peluang melakukan tebakan (guessing) sangat tinggi. Bentuk tes objektif (pilihan ganda) diragukan kemampuannya untuk mengukur hasil belajar yang kompleks dan tinggi karena siswa tidak menciptakan sendiri unsur yang diperlukan untuk menjawab soal. Siswa akan menggunakan semua informasi yang diingatnya untuk menjawab soal. Namun, ketika informasi yang disimpannya tidak cukup untuk secara pasti menjawab soal maka dia menebaknya. Penyebab lainnya karena batas minimal kelulusan Pra- dibuat sama dengan batas minimal kelulusan yaitu 4.26, sementara tingkat kesulitan soal Pra- lebih tinggi dibandingkan dengan. Hal ini yang menyebabkan banyak ditemukan siswa tidak lulus Pra- pada lulus. Agar Pra- bisa digunakan untuk mengetahui kesiapan siswa dalam menghadapi maka batas minimal kelulusan Pra- harus diturunkan. Penurunan batas minimal kelulusan ini dilakukan sampai diperoleh kesimpulan peluang siswa lulus Pra- sama dengan peluang siswa lulus (terima hipotesis nol). Harapannya adalah batas minimal yang diperoleh pada semua sekolah berlaku juga untuk masing-masing golongan sekolah. Berikut ini tabel penurunan batas minimal kelulusan Pra- dengan penurunan nilai 0.1 tiap tahap : Tabel 10 Pengaruh perubahan batas kelulusan nilai Pra- terhadap persentase kelulusan siswa dan nilai khi kuadrat untuk semua sekolah Batas kelulusan Persentase 1 Persentase 2 Pra- Nilai khi kuadrat kesimpulan 4.26 96.26% 76.38% 950.07 Tolak H 0 4.16 95.54% 73.35% 589.02 Tolak H 0 4.06 95.54% 73.35% 589.02 Tolak H 0 3.96 94.48% 69.25% 204.304 Tolak H 0 3.86 94.48% 69.25% 204.304 Tolak H 0 3.76 94.48% 69.22% 229.83 Tolak H 0 3.66 93.53% 52.50% 2.15 Terima H 0 3.56 93.53% 52.50% 2.15 Terima H 0 3.46 91.42% 47.91% 177.03 Tolak H 0 3.36 90.84% 54.95% 207.19 Tolak H 0 2 χ 0.05:1 = 3.84

26 Keterangan : - Persentase 1 adalah persentase siswa yang lulus dari yang lulus Pra- - Persentase 2 adalah persentase siswa yang lulus dari yang tidak lulus Pra- Hipotesisnya adalah : H 0 : Peluang siswa lulus pada Pra- = Peluang siswa lulus pada H 1 : Peluang siswa lulus pada Pra- Peluang siswa lulus pada Pada Tabel 10 yang menghasilkan kesimpulan terima H 0 terjadi pada batas minimal kelulusan Pra- sama dengan 3.66 dan 3.56 dengan nilai χ 2 = 2. 15 lebih kecil 2 dari χ 3. 84. Persentase siswa dikatakan siap (lulus Pra- dan lulus ) sebesar 0.05:1 = 93.53% dan persentase tidak lulus Pra- dan lulus sebesar 52.50%. Pada batas nilai 3.46 dan 3.36 nilai khi kudrat naik lagi hal ini disebabkan karena sel baris 1 dan kolom 2 (siswa lulus Pra- dan tidak lulus ) pada tabulasi silang naik dengan selisih cukup tinggi dengan sel baris 2 dan kolom 1 (siswa tidak lulus Pra- dan lulus ). Sedangkan untuk SMEA golongan 1 tabelnya adalah sebagai berikut : Tabel 11 Pengaruh perubahan batas kelulusan nilai Pra- terhadap persentase kelulusan siswa dan nilai khi kuadrat untuk SMEA golongan 1 Batas Nilai khi kelulusan Persentase 1 Persentase 2 kuadrat Pra- kesimpulan 4.26 99.87% 100.00% 6.75 Tolak H 0 4.16 99.87% 100.00% 4.9 Tolak H 0 4.06 99.87% 100.00% 4.9 Tolak H 0 3.96 99.87% 100.00% 3.13 Terima H 0 3.86 99.87% 100.00% 3.13 Terima H 0 3.76 99.87% 100.00% 2.29 Terima H 0 3.66 99.87% 100.00% 0.00 Terima H 0 3.56 99.87% 100.00% 0.00 Terima H 0 χ 0 = 3.84 2.05:1 Keterangan : - Persentase 1 adalah persentase siswa yang lulus dari yang lulus Pra- - Persentase 2 adalah persentase siswa yang lulus dari yang tidak lulus Pra-

27 Pada Tabel 11 dengan batas minimal Pra- mulai 3.96 dan seterusnya sudah menghasilkan kesimpulan terima H 0. Bila diperhatikan tabulasi silang (lampiran 3) pada Pra- persentase siswa lulus sama dengan 98.60% dan pada sama dengan 99.87%. Dan hanya ada 1 siswa (0.13%) lulus Pra- akan tetapi pada tidak lulus, sebaliknya mereka yang tidak lulus Pra- dan pada lulus ada 11 siswa (1.39%), sehingga bila batas kelulusan Pra- diturunkan maka perubahan untuk menuju kesimpulan terima H 0 akan cepat terjadi. Terbukti hanya dengan menurunkan sampai dua kali saja menghasilkan nilai 2 2 χ = 3. 13 yang lebih kecil dari χ 3. 84 0.05:1 =. Dari 11 siswa berubah menjadi 7 siswa artinya ada 4 siswa yang nilainya diantara 3.96 sampai dengan 4.26 dan dinyatakan lulus pada Pra- dan. Bila proses penurunan dilanjutkan sampai 3.56 akan menghasilkan nilai χ 2 = 0. 00 hal ini disebabkan sel baris 2 kolom 1 terus berkurang dan sentara sel baris 1 kolom 2 tetap yaitu hanya satu siswa yang tidak akan bertambah karena sel baris 2 kolom 2 dari awal bernilai nol artinya tidak ada siswa yang tidak lulus pada Pra- dan nya tidak lulus. Pada SMEA golongan 2 tabelnya sebagai berikut : Tabel 12 Pengaruh perubahan batas kelulusan nilai Pra- terhadap persentase kelulusan siswa dan nilai khi kuadrat untuk SMEA golongan 2 Batas kelulusan Persentase 1 Persentase 2 Pra- Nilai khi kuadrat kesimpulan 4.26 99.47% 99.32% 422.23 Tolak H 0 4.16 99.52% 99.10% 316.3 Tolak H 0 4.06 99.52% 99.10% 316.3 Tolak H 0 3.96 99.41% 99.47% 167.01 Tolak H 0 3.86 99.41% 99.47% 167.01 Tolak H 0 3.76 99.41% 99.47% 167.01 Tolak H 0 3.66 99.41% 100.00% 3.24 Terima H 0 3.56 99.41% 100.00% 3.24 Terima H 0 3.46 99.42% 100.00% 0.31 Terima H 0 χ 0 = 3.84 2.05:1 Keterangan : - Persentase 1 adalah persentase siswa yang lulus dari yang lulus Pra-U - Persentase 2 adalah persentase siswa yang lulus dari yang tidak lulus Pra-

28 Bila diperhatikan Tabel 12, proses penurunan batas kelulusan untuk mencapai kesimpulan terima H 0 lebih panjang dibandingkan dengan SMEA golongan 1. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang tidak lulus pada Pra- dan lulus pada (sel baris 2 kolom 1) sampai akhirnya batas minimal 3.66 sampai dengan 3.46 memberikan kesimpulan terima H 0. Nilai khi kuadrat menurun secara drastis dari 167.01 (batas minimal sama dengan 3.76) menjadi 3.24 (batas minimal sama dengan 3.66) hal ini mengindikasikan bahwa nilai siswa diantara 3.75 sampai dengan 3.66 cukup banyak. Hal ini juga bisa dilihat pada tabulasi silang dari 187 siswa berubah menjadi 17 siswa atau ada 170 siswa yang nilainya terletak antara 3.75 sampai dengan 3.66. Untuk SMEA golongan 3 tabelnya sebagai berikut : Tabel 13 Pengaruh perubahan batas kelulusan nilai Pra- terhadap persentase kelulusan siswa dan nilai khi kuadrat untuk SMEA golongan 3 Batas kelulusan Persentase 1 Persentase 2 Pra- Nilai khi kuadrat kesimpulan 4.26 92.43% 67.85% 534.4 Tolak H 0 4.16 91.23% 64.41% 296.53 Tolak H 0 4.06 91.23% 64.41% 296.53 Tolak H 0 3.96 89.35% 61.61% 103.44 Tolak H 0 3.86 89.35% 61.61% 103.44 Tolak H 0 3.76 89.35% 61.61% 103.44 Tolak H 0 3.66 87.81% 50.54% 3.80 Terima H 0 3.56 87.81% 50.54% 3.80 Terima H 0 3.46 84.42% 46.67% 177.24 Tolak H 0 3.36 83.45% 53.67% 207.69 Tolak H 0 2.05:1 3.84 Keterangan : - Persentase 1 adalah persentase siswa yang lulus dari yang lulus Pra- - Persentase 2 adalah persentase siswa yang lulus dari yang tidak lulus Pra- χ 0 = Hasil ini hampir sama dengan perolehan dengan penurunan pada semua sekolah, dimana setelah diperoleh kesimpulan terima H 0 maka kesimpulan berubah menjadi tolak H 0 lagi. Penyebabnya karena nilai sel baris 1 kolom 2 jadi naik walaupun sel baris 2 kolom 1

29 turun akan tetapi selisih antara keduanya jadi tinggi sehingga nilai khi kuadrat ikut tinggi karena perhitungan nilai khi kuadrat tergantung pada kedua sel ini. Statistik deskriptif dan histogram nilai Pra- dan SMEA golongan 3 seperti pada Gambar 7 dan Tabel 14. Tabel 14 Statistik deskriptif nilai Pra- dan SMEA golongan 3 Statistik Pra- Jumlah siswa 2733 2733 Mean 4.55 5.67 Median 4.38 5.67 Modus 3.75 6.33 Simpangan baku 0.95 1.46 Ragam 0.90 2.13 Skewness 0.73-0.02 Kurtosis 0.33-0.62 Minimum 2.29 1.67 Maksimum 8.33 10 PRA 800 800 700 700 600 600 500 500 Jumlah siswa Frequency 400 300 200 100 0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 Std. Dev =.95 Mean = 4.6 N = 2733.00 Jumlah siswa Frequency 400 300 200 100 0 2.5 3.0 3.5 4.5 4.0 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 8.0 8.5 Std. Dev = 1.46 Mean = 5.6 N = 2733.00 PRA Pra- Gambar 7 Histogram nilai Pra- dan SMEA golongan 3. Bila diperhatikan histogram nilai Pra- dan dan statistik deskriptif SMEA golongan 3 di atas, terlihat bahwa pola sebaran yang menjulur ke kanan terjadi pada Pra- (nilai skewness = 0.73 ) sedangkan pada pola sebaran menjulur ke kiri (nilai

30 skewness = -0.02). Untuk semua sekolah dan untuk masing-masing golongan sekolah, nilai keragaman Pra- lebih rendah daripada mengindikasikan bahwa perolehan nilai siswa pada Pra- cenderung lebih seragam daripada. Melihat hasil analisa diatas supaya Pra- dapat digunakan untuk menilai kesiapan siswa dalam menghadapi maka batas minimal nilai kelulusan Pra- = 3.66. Tabulasi silang perubahan batas kelulusan dan persentase tiap sel untuk semua sekolah dan untuk masing-masing golongan sekolah dapat dilihat pada lampiran 2 sampai dengan lampiran 5. Nilai khi kuadrat dengan batas minimal kelulusan Pra- = 4.26 dan batas minimal kelulusan Pra- = 3.66 untuk masing-masing sekolah dapat diperhatikan pada Tabel 15 berikut ini :

31 Tabel 15 Nilai khi kuadrat dengan batas minimal Pra- = 4.26 dan batas minimal kelulusan Pra- =3.66 untuk masing-masing sekolah Nilai khi kuadrat No Nama sekolah Batas minimal kelulusan Batas minimal kelulusan Pra- = 4.26 Pra- = 3.66 1 SMEA 1 0.00 ~ 2 SMEA 2 0.40 0.00 3 SMEA 3 4.17 0.50 4 SMEA 4 53.02 1.33 5 SMEA 5 0.25 0.00 6 SMEA 6 47.00 ~ 7 SMEA 7 34.00 1.33 8 SMEA 8 100.04 0.17 9 SMEA 9 0.80 0.00 10 SMEA 10 45.00 0.00 11 SMEA 11 28.00 0.50 12 SMEA 12 63.06 0.00 13 SMEA 13 17.00 ~ 14 SMEA 14 32.11 0.00 15 SMEA 15 48.08 9.60 16 SMEA 16 16.67 6.67 17 SMEA 17 10.08 3.13 18 SMEA 18 5.44 5.44 19 SMEA 19 15.21 0.21 20 SMEA 20 72.67 1.06 21 SMEA 21 5.14 0.00 22 SMEA 22 2.45 0.06 23 SMEA 23 13.07 5.14 24 SMEA 24 35.03 2.45 25 SMEA 25 57.72 14.82 26 SMEA 26 16.67 0.18 27 SMEA 27 10.08 4.17 28 SMEA 28 6.75 5.82 29 SMEA 29 23.14 1.00 30 SMEA 30 97.00 30.12 31 SMEA 31 16.33 4.55 32 SMEA 32 14.45 0.75 33 SMEA 33 12.57 1.45 34 SMEA 34 0.33 1.00 35 SMEA 35 11.56 13.71 36 SMEA 36 38.40 2.88 37 SMEA 37 14.24 3.06 8 SMEA 38 12.45 6.55 39 SMEA 39 0.50 0.50 40 SMEA 40 0.25 0.80 41 SMEA 41 0.17 3.13 2 χ 0.05:1 = 3.84

32 Pada Tabel 15 tampak terjadi perubahan yang cukup tinggi dari kesimpulan hipotesa dengan perubahan batas nilai Pra- 4.26 menjadi 3.66. Dari 41 sekolah bila batas minimal Pra- = 4.26 hanya ada 9 sekolah yang memberikan kesimpulan terima H 0, dengan batas Pra- = 3.66 ada 30 sekolah yang memberikan kesimpulan terima H 0, sedangkan pada 11 sekolah yang tersisa memberikan kesimpulan tolak H 0. Kesebelas sekolah ini termasuk sekolah golongan 3. Analisis Prediksi untuk Data Hasil Pra- dan Nilai Pra- siswa diharapkan dapat digunakan sebagai prediksi untuk menentukan nilai, sehingga siswa dapat melihat prestasi dirinya sejauh mana hasil belajar yang telah dipersiapkan untuk menghadapi. Bagi pihak sekolah dapat digunakan sebagai evaluasi untuk lebih mempersiapkan diri menghadapi untuk meningkatkan prestasi siswa maupun sekolah. Harapannya adalah semakin baik nilai yang didapat pada Pra- akan diikuti semakin baiknya nilai yang didapat pada. Sehingga bila data nilai Pra- dan nilai siswa diplotkan maka titik-titik pengamatan akan cenderung membentuk pola garis lurus dengan kemiringan positif, atau mempunyai korelasi positif. Nilai korelasi Pra- dan dapat dilihat pada lampiran 7 sampai dengan lampiran 9. Pada analisa ini sebagai peubah bebas (X) adalah nilai Pra- dan peubah terikat (Y) adalah nilai. Plot nilai Pra- dan untuk semua golongan sekolah dapat dilihat pada lampiran 10. Dari plot data tersebut tampak bahwa untuk SMEA golongan 1 titik-titik pengamatan lebih banyak menggerombol di bagian atas artinya bahwa perolehan nilai tinggi, baik pada Pra- maupun, banyak terjadi pada SMEA golongan 1. Hal ini sesuai dengan kenyataan bahwa dari segi kualitas pendidikan siswa SMEA pada golongan 1 ini merupakan siswa pilihan dibandingkan dengan siswa SMEA golongan 2 dan golongan 3. Disamping itu dari segi persiapan sekolah dalam menghadapi SMEA golongan 1 ini lebih mempersiapkan diri daripada SMEA golongan 2 dan SMEA golongan 3 Sedangkan titik-titik pengamatan untuk SMEA golongan 2 dan golongan 3 kecenderungan keduanya menggerombol di bagian tengah, walaupun dibagian bawah titik-titik pengamatan semuanya SMEA golongan 3. Dari plot data SMEA golongan 2 dan golongan 3 yang saling menggerombol di bagian tengah mengindikasikan bahwa sulit untuk membedakan kemampuan siswa yang sebenarnya,

33 karena tidak ada perbedaan hasil yang dicapai pada kedua golongan SMEA ini. Idealnya adalah untuk SMEA golongan 2 titik-titik pengamatan berada mayoritas di tengah dan SMEA golongan 3 mayoritas di bawah. Bila diperhatikan plot data perolehan nilai Pra- dari kumpulan siswa yang mendapat nilai tertentu misalkan kisaran 5, maka nilai yang didapat berkisar antara 2 sampai dengan 9. Sulit dibedakan mana siswa yang benar-benar mampu mana yang tidak, dan kejadian ini banyak ditemukan didaerah plot SMEA golongan 2 dan golongan 3. Masih pada SMEA golongan 2 dan golongan 3, bila diperhatikan garis batas kelulusan terlihat banyak ketidaksesuain hasil yang didapat pada Pra- dengan artinya siswa tidak lulus pada Pra- tetapi pada siswa lulus, begitu pula siswa yang lulus Pra- ternyata pada tidak lulus. Hal ini dimungkinkan siswa tidak serius dalam mengerjakan soal Pra- karena mungkin ada anggapan bahwa Pra- hanya sebagai uji coba bukan ujian sebenarnya. Kemungkinan lain adalah sistem pengawasan pada yang lebih ketat dibandingkan dengan Pra- akibatnya siswa lebih jujur mengerjakan soal pada dibandingkan dengan Pra-. Nilai korelasi antara dua peubah semakin menurun dengan semakin memencarnya atau menjauhnya titik-titik pengamatan dari garis lurus. Secara keseluruhan nilai korelasinya adalah 0.53 dengan nilai koefisien determinasi sama dengan 28.5%, artinya hanya 28.5% keragaman dari nilai yang mampu dijelaskan oleh nilai Pra-. Persamaan linier yang diperoleh untuk data pada semua SMEA adalah ^ = 2.83 + 0.73Pr a. Prediksi nilai berdasarkan nilai Pra- dapat diperhatikan pada lampiran 12. Nilai-nilai prediksi ini semuanya berada diatas 4.26 (batas minimal kelulusan ) dengan selang kepercayaan 95% cukup lebar. Dengan lebarnya selang kepercayaan maka makin besar variasi nilai prediksi. Misalnya siswa dengan nilai Pra- = 2.50 dengan selang kepercayaan 95% adalah (1.98, 7.15), artinya siswa dengan nilai Pra- = 2.50 maka variasi nilai prediksi siswa terletak antara 1.98 sampai dengan 7.15. Bila dihitung peluang lulus pada siswa dengan nilai Pra- = 2.50 peluang lulus pada sama dengan 0.61. Siswa dengan nilai Pra- lebih besar atau sama dengan 6.00 memiliki batas bawah selang prediksi melebihi batas minimal kelulusan yaitu 4.26 dengan peluang lulus diatas 0.97. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa siswa dengan nilai Pra- lebih besar atau sama dengan 6.00 maka peluang untuk lulus pada cukup besar.

34 Analisis Keterandalan Soal Pra- Analisis ini bertujuan untuk mengetahui andal atau tidak soal Pra-, karena banyak ditemukan siswa yang tidak lulus Pra- pada lulus dan sebaliknya. Seolaholah soal Pra- tidak bisa mengukur kemampuan siswa sebenarnya. Pada analisis keterandalan ini hanya dilakukan pada soal Pra-. Hal ini dikarenakan penulis kesulitan mendapatkan data karena merupakan data rahasia negara. Data yang dimaksud yaitu data berskala biner jawaban tiap siswa untuk masing-masing butir soal yang diperlukan dalam analisis keterandalan. Oleh karena itu pada analisis ini diasumsikan bahwa soal sudah andal Nilai koefisien keterandalan (KR_21) soal Pra- untuk semua sekolah sama dengan 0.60. Nilai ini lebih kecil dari 0.7 sehingga menurut Kinan (1990) dan Fraenkel & Wallen (1990) soal Pra- ini tidak andal. Namun kriteria tersebut diasumsikan bahwa pengawasan ketat dan penilaian yang jujur. Seandal-andalnya soal Pra- bila dalam pelaksanaannya dengan pengawasan tidak ketat dan penilaian yang tidak jujur akan berakibat soal Pra- tidak andal. Jadi keterandalan tidak hanya ditentukan oleh butir soal saja melainkan satu rangkaian dengan pelaksanaan Pra- diantaranya pengawasan dan penilaian Pra-. Data nilai keterandalan untuk ujian-ujian di Indonesia hingga saat ini belum ditemukan berapa rata-rata kriteria yang andal untuk ujian-ujian di Indonesia. Bila seandainya nilai koefisien keterandalan sama dengan 0.5 sudah dikatakan cukup andal untuk ujian di Indonesia, maka perlu diuji apakah nilai KR_21 = 0.6 sudah andal dengan hipotesa : H H 0 1 : ρ = 0.5 : ρ > 0.5 Pada taraf uji 5% diperoleh z hitung = 10.07 yang lebih besar dari z tabel = 1.645 sehingga hipotesis nol ditolak, artinya nilai KR_21 untuk soal Pra- lebih besar dari 0.5 atau dengan kata lain soal Pra- tersebut andal. Berdasarkan tabulasi silang kelulusan (Tabel 16) banyak ditemukan siswa tidak lulus Pra- tetapi lulus. Sebaliknya banyak pula ditemukan siswa lulus Pra- tetapi lulus.

35 Tabel 16 Tabulasi silang kelulusan siswa untuk semua sekolah Pra- Jumlah L TL siswa L 3113 121 3234 TL 1271 393 1664 Jumlah Siswa 4384 514 4898 Pada Tabel 16 seolah-olah instrumen penelitian,dalam hal ini soal Pra-, tidak andal, dengan kata lain Pra- tidak dapat memberikan hasil pengukuran yang dapat diandalkan, sehingga hasil tes menjadi tidak memberikan gambaran sesungguhnya dari kemampuan siswa di sekolah. Beberapa faktor kemungkinan penyebabnya adalah sistem pengawasan ujian pada Pra- yang berbeda dengan. Pada Pra- sebagai pengawas ujian adalah guru di sekolah masing-masing, sehingga pengawasan kemungkinan tidak terlalu ketat, berakibat siswa mengerjakan ujian tidak dengan jujur (menyontek). Berbeda dengan pengawas yang menggunakan sistem pengawasan silang antarsekolah, sehingga kemungkinan siswa yang mengerjakan dengan tidak jujur relatif lebih kecil dibandingkan Pra-. Faktor kedua adalah tingkat kesulitan soal Pra- lebih tinggi dibandingkan dengan soal dengan batas kelulusan yang sama, sehingga banyak ditemukan siswa tidak lulus Pra- tetapi lulus. Analisis tingkat kesulitan ini sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Faktor ketiga adalah faktor keseriusan siswa. Siswa mungkin lebih serius mengerjakan soal daripada Pra- karena anggapan siswa Pra- hanya sekedar uji coba saja. Beberapa faktor tadi mendukung analisis prediksi sebelumnya dengan hanya 28.5% keragaman dari nilai yang mampu dijelaskan oleh nilai Pra-. Juga dari plot antara nilai Pra- dan banyak ditemukan siswa lulus Pra- tetapi tidak lulus. Sebaliknya, banyak juga ditemukan siswa yang tidak lulus Pra- tetapi lulus.

36 Bagaimana jika soal tidak andal juga dan Pra- andal? Jika kondisinya demikian, sudah jelas bahwa tidak bisa memberikan gambaran sesungguhnya dari kemampuan siswa, karena hasil pengukuran pada Pra- tidak sesuai dengan hasil pengukuran pada. Apalagi keduanya sama-sama tidak andal, sudah jelas tidak bisa digunakan untuk mengukur kemampuan sebenarnya dari siswa. Dengan demikian agar Pra- dan dapat memberikan hasil pengukuran yang dapat diandalkan maka soal Pra- dan soal harus andal. Dalam Ekaria (2004) ada beberapa faktor yang berperan sehingga hasil ujian tidak memberikan gambaran sesungguhnya kemampuan siswa yaitu : kualitas soal ujian, pengawasan ujian, kesungguhan siswa dalam mengerjakan ujian dan penilaian hasil ujian yang jujur.