TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.

PEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan salah satu tanaman pangan dan

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan tanaman yang berasal

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

Desti Diana Putri/ I.PENDAHULUAN

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

I. PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan dan kerugian bagi masyarakat di sekitar

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

TINJAUAN PUSTAKA. pertama adalah akar tunggang. Akar ini mempunyai akar- akar cabang yang lurus.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

II. TINJAUAN PUSTAKA

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang hijau termasuk suku (famili) leguminoseae yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mempengaruhi peserta didik agar dapat. menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya serta

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pakcoy merupakan tanaman dari keluarga Cruciferae yang masih berada

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kombinasi Pupuk Kimia dan Pupuk Organik terhadap Tanaman Jagung Manis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. pokok bagi sebagian besar rakyat di Indonesia. Keberadaan padi sulit untuk

TINJAUAN PUSTAKA. berikut Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Sub-Divisi : Angiospermae,

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

PRODUKSI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI PADA BUDIDAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT. Munif Ghulamahdi Maya Melati Danner Sagala

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

Transkripsi:

4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai (Glycine max L. Merr) termasuk family Leguminoceae. Kedelai merupakan tanaman semusim dan tidak tahan terhadap genangan air. Irwan (2006) menyatakan kedelai mempunyai perakaran berbentuk akar tunggang dan akar serabut (sekunder) yang tumbuh dari akar tunggang. Kedelai juga mempunyai akar adventif yang tumbuh dari bagian bawah hipokotil. Pada umumnya, akar adventif terjadi karena cekaman tertentu, misalnya kadar air tanah yang terlalu tinggi. Perkembangan akar sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah, cara pengolahan, kecukupan hara, dan ketersediaan air di dalam tanah. Umumnya akar tunggang hanya tumbuh pada kedalaman lapisan tanah yang tidak terlalu dalam, sekitar 30-50 cm. Sementara akar serabut dapat tumbuh pada kedalaman tanah sekitar 20-30 cm. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Pertumbuhan batang tipe determinate ditunjukkan dengan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Sementara pertumbuhan batang tipe indeterminate dicirikan bila pucuk batang tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga. Jumlah buku pada batang tanaman dipengaruhi oleh tipe tumbuh batang dan periode panjang penyinaran pada siang hari (Irwan, 2006). Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga. Bentuk daun kedelai ada dua yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate). Bentuk daun mempunyai korelasi dengan potensi produksi biji (Irwan, 2006). Suhu optimal untuk pertumbuhan kedelai adalah 24-25 o C. Suhu yang terlalu rendah (10 o C) dapat menghambat proses pembungaan dan pembentukan polong kedelai. Sebaliknya suhu yang terlalu tinggi (40 o C) menyebabkan bunga menjadi rontok (Irwan, 2006).

5 Kedelai termasuk tanaman yang mudah untuk dibudidayakan, tanaman ini dapat tumbuh pada ph tanah 5.8 7, curah hujan 100-400 mm/bulan, kelembaban antara 60 % - 70 %, dengan dan ketinggian kurang dari 600 m di atas permukaan laut (mdpl) (Tustiana, 2009). Fagi dan Tangkuman (1985) menyatakan kandungan air tanah yang optimal bagi kedelai adalah pada kisaran tegangan air 0.3-0.5 atm. Dalam keadaan status air yang demikian, serapan hara N, P, K dan Ca berlangsung baik dan tanaman dapat memanfaatkan nitrogen yang terfiksasi di bintil-bintil akar. Lahan Pasang Surut Berdasarkan penyebaran, sifat-sifat atau karakteristik tanah yang terbentuk lahan rawa dapat dibagi menjadi tiga zona yaitu zona I (wilayah rawa pasang surut air asin/payau), zona II (wilayah rawa pasang surut), dan zona III (wilayah rawa lebak/rawa non pasang surut). Ciri unik dari lahan pasang surut adalah adanya senyawa besi sulfida (FeS 2 ) yang biasa disebut pirit. Kandungan pirit di daerah pasang surut umumnya 0-5 % dan kerap menjadi permasalahan terutama pada saat lahan rawa dibuka untuk pertanian maupun pada saat pengolahaan lahan karena pirit bila terkena oksigen di udara akan teroksidasi dan melepaskan asam sulfat dan Fe 3+ yang merupakan racun bagi tanaman. Oleh karena itu pada saat pengolahan lahan perlu hati-hati dan diusahakan agar bongkahan tanah yang mengandung pirit tidak diangkut ke atas (Gandasasmita et al., 2006). Menurut Gandasasmita et al. (2006) lahan pasang surut merupakan tanah yang jenuh air atau tergenang dangkal, sepanjang tahun atau dalam waktu yang lama. Widjaja-Adhi et al. (1997) menyatakan lahan pasang surut dibagi menjadi 4 golongan menurut tipe luapan air pasang, yaitu: tipe A, lahan terluapi oleh pasang besar (pada waktu bulan purnama maupun bulan mati) maupun pasang kecil (pada waktu bulan separuh). Tipe B, lahan terluapi oleh pasang besar saja. Tipe C, lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya cukup dangkal, yaitu kurang dari 50 cm. Tipe D, lahan tidak terluapi oleh air pasang besar maupun pasang kecil, namun permukaan air tanahnya lebih dari 50 cm.

6 Menurut Sabran et al. (2000) kendala budidaya kedelai di lahan pasang surut terutama tipe luapan A dan B adalah genangan air. Tanaman kedelai adalah tanaman yang tidak toleran terhadap genangan. Genangan air dalam waktu yang lama akan mengurangi ketersediaan oksigen di lapisan perakaran sehingga respirasi akar akan terganggu bahkan dalam jangka waktu yang panjang dapat mematikan tanaman. Oleh karena itu kedelai pada umumnya diusahakan di lahan pasang surut tipe luapan C atau D. Masalah lain yang dihadapi adalah kemasaman tanah dan kandungan pirit (FeS 2 ) yang tinggi. Kemasaman tanah menyebabkan terhambatnya aktivitas bakteri pengikat N, kekahatan Ca, Na dan K. Gandasasmita et al. (2006) menyatakan dengan adanya penggalian saluran-saluran drainase permukaan air tanah menjadi turun dan tanah bagian atas menjadi kering dan terbuka. Akibat adanya oksigen di udara sehingga tanah bagian atas mengalami oksidasi sementara tanah bagian bawah tetap dalam keadaan tereduksi. Dalam kondisi tereduksi pirit bersifat stabil dan tidak berbahaya bagi tanaman. Drainase yang berlebihan akan menyebabkan keadaan aerob. Pirit yang berada di tanah bagian atas ikut terbuka dan mengalami oksidasi menghasilkan asam sulfat dan Fe +3. Sehingga tanah bereaksi masam yang mengakibatkan rendahnya ph tanah, banyak mengandung ion-ion sulfat (SO 4 ), meningkatkan kelarutan Fe dan Al yang dapat memfiksasi P sehingga ketersediaannya dalam tanah menjadi rendah. Budidaya Jenuh Air Budidaya basah adalah cara penanaman di atas bedengan dengan memberikan pengairan secara terus-menerus di dalam parit sehingga tanah di bawah perakaran menjadi jenuh. Budidaya basah menyebabkan lengas tanah berada di sekitar kapasitas lapang (Rahayu, 2003). Ghulamahdi et al. (1991) menyatakan budidaya jenuh air juga dapat diterapkan di areal dengan irigasi cukup baik atau pada areal penanaman dengan drainase kurang baik. Ghulamahdi (2009) menambahkan air di lahan pasang surut dapat dimanfaatkan untuk mengairi lahan budidaya jenuh air. Pada saat pasang

7 besar air akan semakin mudah masuk ke petakan melalui saluran air, jika pasang agak kecil dapat didorong dengan bantuan pompa. Pertumbuhan dan produksi kedelai pada budidaya jenuh air lebih tinggi dibandingkan budidaya secara konvensional (Rahayu, 2003). Indradewa et al. (2004) menambahkan bahwa kedelai yang dibudidayakan dengan genangan menyebabkan pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan budidaya dengan pengairan luapan karena sebagian besar fotosintat akan dialokasikan ke bagian bawah tanaman. Menurut Ghulamahdi (2009) budidaya jenuh air meningkatkan bobot kering akar dan bintil akar serta aktifitas bakteri penambat N dibandingkan dengan irigasi biasa. Tampubolon (1988) menyatakan penggenangan secara terputus-putus dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produksi kedelai serta menghambat penambatan N. Simanungkalit (1991) menyatakan pada budidaya secara konvensional produksinya lebih rendah karena selang waktu antara pemberian air irigasi tidak cukup untuk mencegah terjadinya cekaman air. Pada awal irigasi keadaan tanah menjadi jenuh air dan pada akhirnya mengalami kekeringan. Kelebihan air pada saat pemberian air irigasi menyebabkan kematian beberapa bintil akar yang terletak lebih dalam, sedangkan kekeringan menyebabkan kematian beberapa bintil akar di bagian atas. Suwarto (1994) menyatakan tinggi muka air tanah menjadi hal yang kritis dalam budidaya jenuh air karena dapat berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan kedelai. Ghulamahdi (2009) menambahkan tinggi muka air yang tetap akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman, karena kedelai akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya. Tinggi muka air yang tepat di lahan pasang surut 15 cm di bawah permukaan tanah, dengan lebar saluran 30 cm dan dalam saluran 25 cm. Tanggap Kedelai terhadap Budidaya Jenuh Air Kedelai pada budidaya jenuh air akan beraklimatisasi selama dua minggu yaitu pada saat dua sampai empat minggu setelah pelaksanaan budidaya basah dimulai. Pada awal aklimatisasi, akar dan bintil akar di bawah permukaan air mati

8 dan selanjutnya tumbuh akar dan bintil akar di atas permukaan air. Kandungan N dalam jaringan tanaman dan N dalam daun menurun sehingga menunjukkan gejala klorosis. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya serapan nitrogen (CSIRO, 1983). Indradewa et al. (2004) menambahkan karena berkurangnya serapan N maka fotosintat dialokasikan ke bagian bawah tanaman (ke perakaran baru dan bintil akar). Ini berakibat aktivitas bintil mulai lebih awal dan dengan laju lebih cepat. Pada tahap aklimatisasi total bobot kering kedelai pada budidaya jenuh air lebih rendah dibandingkan budidaya biasa. Pada saat aklimatisasi pemupukan N penting untuk dilakukan karena dapat mempercepat masa aklimatisasi. Pertumbuhan kedelai pada tahap setelah aklimatisasi ditunjukkan oleh banyaknya akar dan bintil akar yang muncul di atas permukaan air dan daun hijau kembali. Laju pertumbuhan kedelai pada budidaya jenuh air menjadi lebih tinggi dibandingkan budidaya biasa. Simanungkalit (1991) menyatakan setelah aklimatisasi kandungan N daun meningkat dan total bobot kering tanaman pada BJA menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya konvensional. Tanggap varietas kedelai terhadap penggenangan berbeda-beda. Kedelai berumur panjang mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan kedelai berumur pendek (CSIRO, 1983). Kompos Bertham (2002) menyarankan perlunya pengembalian jerami padi ke lahan sawah untuk mempertahankan kesuburan tanah dan membenahi sifat-sifat tanah bermasalah. Namun masukan berupa bahan organik tanpa dikomposkan dapat membawa patogen serta telur serangga yang pada akhirnya dapat mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman serta terjadinya immobilisasi hara oleh jasad renik pendekomposisi masukan organik. Oleh karena itu pengomposan merupakan salah satu cara memanipulasi mutu masukan organik dengan kondisi terkendali sehingga menghasilkan bahan organik dengan mutu tertentu. Pengomposan adalah suatu proses dekomposisi biologi dari bahan-bahan organik menjadi zat-zat seperti humus (kompos) oleh kelompok-kelompok mikroorganisme campuran dan berbeda-beda di bawah kondisi terkontrol baik

9 dalam keadaan aerobik (terdapat oksigen) atau dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen) (Gaur, 1981). Kompos merupakan hasil dari pengomposan. Menurut Djuarnani et al. (2009) secara ilmiah kompos dapat diartikan sebagai partikel tanah yang bermuatan negatif sehingga dapat dikoagulasikan oleh kation dan partikel tanah untuk membentuk granula tanah. Menurut Djuarnani et al. (2009) proses pengomposan dapat berlangsung dalam keadaan aerobik dan anaerobik. Pengomposan secara aerobik adalah dekomposisi bahan organik dengan kehadiran oksigen dan pengomposan secara anerobik adalah dekomposisi tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Pengomposan secara aerobik menghasilkan CO 2, H 2 O, humus, hara dan energi. Pengomposan secara aerobik ditandai dengan adanya kenaikan suhu. Pada suhu diatas 40 o C mikroorganisme mesofilik akan digantikan oleh mikroorganisme termofilik. Pada pengomposan secara anaerobik tidak terjadi fluktuasi suhu dan menghasilkan metana, CO 2, dan senyawa lain seperti asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam laktat. Pada umumnya pengomposan secara anaerobik akan menghasilkan bau yang tajam. Proses dekomposisi secara umum dapat dituliskan dalam reaksi berikut ini (Gaur, 1981): Bahan organik + CO 2 + H 2 O + Humus + Nutrien + Energi Proses dekomposisi dimulai dengan aktivitas mikroba menggunakan bahan organik untuk pertumbuhan dan pembentukan selnya sehingga pada saat proses dekomposisi dibebaskan CO 2, energi dan senyawa-senyawa antara (Miranti, 1996). Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi adalah ukuran bahan, rasio C/N, kelembaban dan aerasi, suhu pengomposan, ph dan mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan (Aminah et al., 2003). Suwastika dan Sutari (2009) menyatakan penambahan aktivator mempunyai pengaruh yang menguntungkan yaitu dapat mempercepat proses pengomposan 3-4 minggu dibandingkan dengan pengomposan tanpa aktivator dan dapat meningkatkan aktivitas jasad mikro yang menguntungkan seperti jasad mikro penambat nitrogen.

10 Menurut Djuarnani et al. (2009) rasio C/N adalah faktor yang paling penting dalam pengomposan. Dalam proses pengomposan mikroorganisme membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan nitrogen untuk membentuk selnya. Suwastika dan Sutari (2009) menyatakan pada awal proses dekomposisi terjadi penurunan rasio C/N karena bahan organik yang digunakan mikroorganisme sebagai sumber energi dirombak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Senyawa karbon kompleks akan dirombak menjadi karbon yang lebih sederhana sampai akhirnya senyawa tersebut tidak dapat didekomposisikan lagi seperti tanin, asam humat dan fulfat. Pada akhir dekomposisi, ratio C/N dan kandungan C-organik menurun sedangkan kandungan N dan unsur hara lainnya meningkat. Rasio C/N optimal bahan organik yang sudah matang adalah lebih kecil dari 20. Jika rasio C/N tinggi maka akan terjadi immobilisasi nitrogen oleh jasad renik untuk memenuhi kebutuhan N dalam perkembangbiakannya. Bila rasio C/N terlalu rendah menyebabkan kehilangan N dalam bentuk amonia (Miranti, 1996). Menurut Djuarnani et al. (2009) kandungan hara kompos meliputi humus (53.70 %), N (1.33 %), P 2 O 5 (0.83 %), dan K 2 O (0.36 %). Menurut Forum Pertanian Indonesia (2009) satu ton kompos jerami memiliki kandungan hara setara dengan 41.3 kg Urea, 5.8 kg SP-36, dan 89.17 kg KCl atau total 136.27 kg NPK per ton kompos kering. Kompos memiliki peranan penting bagi tanah karena dapat mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat kimia, fisik, dan biologinya. Pemberian kompos sangat baik karena dapat memberikan manfaat baik bagi tanah maupun tanaman. Djuarnani et al. (2009) menyatakan penambahan kompos dapat memperbaiki struktur dan lapisan tanah sehingga dapat memperbaiki agregat tanah, aerasi, drainase dan kemampuan daya serap tanah terhadap air. Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimiawi tanah adalah kandungan humusnya. Humus yang menjadi asam humat dapat menurunkan Fe dan Al yang terlarut. Kompos dapat menggantikan unsur hara tanah yang hilang akibat terbawa oleh tanaman ketika dipanen. Kompos juga dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah,

11 meningkatkan ketersediaan kation-kation seperti K +, Mg 2+, dan Ca 2+ dan dapat meningkatkan penyerapan unsur hara dari pupuk mineral oleh tanaman.