PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan
|
|
- Hadi Gunardi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Sementara itu areal pertanian produktif di daerah padat penduduk terutama di Jawa terus menyusut akibat perluasan pemukiman, perindustrian dan jaringan transportasi. Rawa-rawa yang semula dirasakan kurang menarik dan dianggap kurang memberikan manfaat, akhir-akhir ini mulai dikembangkan untuk mengatasi kekurangan pangan. Menurut Mulyadi (1977) dan Widjaja-Adhi (1987), di Indonesia terdapat juta hektar lahan rawa, dan sebagian besar dari lahan rawa tersebut (24.71 juta hektar) merupakan rawa pantai yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Lahan rawa pantai umumnya didominasi oleh gambut dan tanah sulfat masam. Luas tanah sulfat masam di Indonesia kurang lebih 6.7 juta hektar, sementara di Kalimantan diperkirakan mencapai 1.9 juta hektar (Nugroho et al., 1992). Pengembangan pertanian lahan rawa hingga sekarang telah dibuka sekitar satu juta hektar melalui Proyek Pengembangan Persawahan Pasang Surut ( ), Swamps I1 ( ), Pengembangan Lahan Gambut (PLG) dan Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Moderen (SUP) tahun Namun beberapa kendala tanah menyebabkan pengembangan pertanian di lahan rawa tersebut mengalami hambatan. Kendala yang sering muncul pada tanah sulfat masam yang umumnya terdapat di daerah pasang surut adalah ph rendah, keracunan besi, alumunium, sulfat, kahat hara seperti P, K, Ca dan Zn atau kombinasi faktor tersebut (Ottow, Benckiser dan Watanabe, 1989).
2 Tanah sulfat masam akan bermasalah bagi pengembangan tanaman pertanian jika horizon sulfurik atau pirit teroksidasi. Jika te rjadi oksidasi, maka kemasaman tanah akan meningkat, yang kemudian menciptakan kondisi kimiawi tanah lainnya yang tidak mendukung untuk pertumbuhan tanaman. Tanah sulfat masam yang piritnya teroksidasi menjadi tidak dapat ditanami, sehingga lahan tersebut disebut bongkor atau mati suri (Subagyo dan Widjaja-Adhi, 1998). Lahan rawa pasang surut dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian produktif apabila dikelola secara hati-hati dan benar dengan memperhatikan sifat dan karakteristik tanah secara rinci. Pengelolaan air sangat penting dalam memperbaiki kualitas tanah dan menanggulangi atau mengurangi degradasi tanah sebagai akibat salah pengelolaan. Konsep dasar dan strategi pengelolaan air didasarkan pada sifat tanah dan tipe luapan pasang surut. Pemanfaatan yang sesuai, pengembangan yang seimbang dan pengelolaan yang serasi dengan karakteristik, sifat dan kelakuan tanah dan air dapat mengubah tanah di daerah rawa pasang surut dan pantai menjadi lahan pertanian berproduktivitas tinggi dan berkelanjutan (Widjaja-Adhi, 1987; Subagyono, Vadari dan Widjaja-Adhi, 1998). Pada pengembangan lahan rawa pasang surut untuk sawah, karena kondisi tergenang dan kering yang silih berganti mengakibatkan adanya perubahan kondisi reduktif dan oksidatif yang silih berganti juga. Pada saat tergenang (reduktif), banyak Fe3+ yang ditransformasikan ke dalam bentuk Fe2+ sehingga dapat mendesak kedudukan kation-kation lain seperti K, Ca, Mg yang te rjerap koloid tanah yang bermuatan negatif. Sedangkan dalam keadaan
3 kering (oksidatif), Fe2+ teroksidasi menghasilkan Fe3+ yang dapat meracuni tanaman (Siuta, 1962; Brinkman, 1970). Untuk mengatasi kendala kimiawi tanah pada lahan sawah tanah sulfat masam antara lain dengan pemberian kapur untuk menurunkan kernasaman tanah, dan penggunaan varietas padi yang tenggang terhadap keracunan besi. Selain cara tersebut adalah pengelolaan air untuk mengurangi kandungan unsur-unsur yang bersifat racun dan menghindari proses pemasaman lanjut. Teknik yang telah dikembangkan adalah pengelolaan tata air mikro dengan menggunakan sistem drainase dangkal intensif (saluran cacing) (Widjaja-Adhi, 1998; Subagyono et a/., 1998). Sistem tanam padi sawah di Kalimantan Tengah pada umumnya satu kali setahun menanam varietas lokal yang pemeliharaannya kurang intensif, hasil gabahnya rendah tetapi nasinya disukai masyarakat. Untuk itu pada Operasi Khusus Simpei Karuhei dan Miniatur Proyek Pengembangan Lahan Gambut 1 juta hektar telah diintroduksi sistem tanam Sawitdupa (Satu kali mewiwit/menyemai dua kali panen), yaitu pada musim tanam penghujan (Oktober-Maret) ditanam padi varietas unggul dan selanjutnya pada musim tanam kemarau (April-September) ditanam padi varietas lokal (Diperta Kalteng, 1999). Lokasi lahan rawa pasang surut yang digunakan pada penelitian ini adalah pada luapan pasang tipe B dan tipe C. Dipilihnya lokasi tipe C atas dasar pertimbangan untuk menambah luas tanam dan intensitas pertanaman yang biasanya sekali setahun (IP-100) menjadi dua kali setahun (IP-200). Dipilihnya lokasi luapan pasang tipe B dengan maksud untuk meningkatkan
4 pengembangan sawah yang sudah ada sehingga produktivitasnya tinggi. Kedua tipe tersebut berbeda dalam ha1 sistem tata air dan ketersediaan sumber air irigasinya. Reklamasi tanah sulfat masam dengan mengkombinasikan pengelolaan tanah, pengelolaan tata air dan pemberian amelioran (kapur) di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan telah menunjukkan hasil yang memadai (Vadari et al., 1992; Subagyono et al., 1998). Namun penelitian yang dilakukan pada tanah dengan tipe luapan yang berbeda masih belum dilakukan. Masing- masing tanah dengan tipe luapan pasang seyogianya mempunyai teknik pengelolaan tanah dan air serta perbaikan hara tanah yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini menilai tentang rehabilitasi sawah pada tanah sulfat masam di lahan rawa pasang surut melalui pemberian amelioran (dolomit dan fosfat alam) dan penggunaan saluran cacing yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman padi ditinjau dari sifat-sifat fisiologi dan agronomi. Lokasi penelitian adalah tanah sulfat masam aktual, dimana pada tipe luapan B merupakan tanah sulfat masam dangkal (SMPl) dengan kriteria SMA2 dan pada tipe luapan C merupakan tanah sulfat masam dalam (SMP2) dengan kriteria SMA2 (Tabel 1). Kerangka Pemikiran Kendala utama tanah sulfat masam untuk pertanian adalah tingginya keracunan besi dan sulfat akibat teroksidasinya pirit. Kenyataan di lapangan banyak lahan pengembangan pertanian rawa pasang surut yang sudah ditinggalkan oleh petani, karena tanahnya menjadi bongkor bahkan mati suri.
5 Oleh karena itu perlu dilakukan masukan teknologi untuk merehabilitasi tanah sawah sehingga menjadi lebih produktif. Tanah sulfat masam potensial memiliki kedalaman lapisan pirit yang berbeda. Pada tanah sulfat masam yang tergolong ke dalam sulfat masam potensial 1 (SMP1) lapisan pirit berada pada kedalaman < 50 cm sedangkan pada sulfat masam potensial 2 (SMP2) kedalaman lapisan pirit cm. Kedua kriteria ini secara berturut-turut biasanya diwakili oleh lokasi tipe luapan B dan tipe luapan C. Perbedaan kedalaman lapisan pirit menyebabkan perbedaan dalam pengelolaan tanah terutama segi pengolahan tanah. Selain itu kedua wilayah juga dibedakan dari segi tipe luapan pasang surut serta ketersediaan air. Lokasi tipe luapan B dipengaruhi langsung oleh pasang surut harian tetapi hanya terluapi oleh pasang besar saja dan tidak terluapi oleh pasang kecil, sedangkan pada tipe luapan C air pasang berpengaruh melalui air tanah oleh karena itu air tanahnya dangkal yaitu < 50 cm dari permukaan tanah. Pada musim penghujan lokasi tipe luapan C selalu terluapi oleh air hujan. Menurut Subagyo dan Widjaja-Adhi (1996) bahwa tata air mikro dibangun pada lahan budidaya memperhatikan sifat tanah dan tipe luapan pasang surut. Lahan pasang surut yang didominasi oleh tanah sulfat masam potensial, maka penggenangan dilakukan dengan mempertahankan air tanah diatas lapisan pirit. Dengan demikian diusahakan agar selalu membuat kondisi dalam keadaan anaerob. Apabila bangunan saluran-saluran air di tingkat sawah diperlukan, maka penggalian saluran tersebut hendaknya tetap diatas lapisan pirit. Pembuangan tanah galian yang mengandung pirit harus
6 diperhatikan sebab pirit yang terangkat tersebut akan teroksidasi dan tanah galian menjadi masam. Kemasaman tersebut akan berbahaya bagi daerah di sekelilingnya apabila terbawa air hujan. Sebagai contoh di daerah Barambai Kalimantan Selatan, tanah galian yang mengandung pirit telah teroksidasi dan menjadi masam, merusak tanaman yang berada disamping galangan-galangan galian tersebut. Oleh karena itu pembuatan saluran-saluran disamping galangan-galangan harus dilakukan hati-hati. Pengembangan sawah pada lokasi tipe luapan C juga dimaksudkan untuk memperluas areal tanam. Selama ini lokasi luapan tipe C tidak dijadikan areal persawahan padahal kondisinya selalu tergenang pada musim hujan, dan pada musim kemaraupun masih tersisa air dalam bentuk macak-macak. Dengan demikian perlu dilakukan percobaan pada ke dua tipe luapan sehingga dapat diketahui pola penanganan pada masing-masing tipe luapan. Kendala lain pada tanah sulfat masam adalah tingginya kemasaman tanah (ph <3.5), serta rendahnya kadar hara tanah. Pemberian amelioran dalam bentuk kapur dan fosfat alam merupakan salah satu solusi yang terbaik. Menurut Smilde (1990) bahwa pemberian kapur lebih ditujukan untuk mengontrol alumunium dan pertumbuhan tanaman padi pada ph Penggunaan fosfat alam berkualitas tinggi untuk budidaya tanaman mempunyai beberapa manfaat. Fosfat alam mempunyai sifat tidak larut dalam air, memiliki kandungan P dan Ca cukup tinggi, unsur P mengurainya lambat serta mempunyai efek residu jangka panjang. Pemberian amelioran fosfat alam pada tanah sulfat masam di Unit Tatas Kalimantan Tengah memberikan hasil gabah
7 lebih baik dibanding pupuk TSP, dan mempunyai efek residu hingga musim tanam ketiga (Vadari etal., 1992). Penelitian tentang penggelontoran/pencucian air lahan pada tanah sulfat masam di lapang juga telah banyak dilakukan. Pencucian tanah sulfat masam yang disawahkan dengan saluran cacing berukuran lebar 20 cm, kedalaman 30 cm, dan jarak antar saluran cacing 6 m meningkatkan ph tanah sebesar 0.55 pada musim tanam tahun pertama dan 0.99 pada musim tanam kemarau (Subiksa et al., 1991). Penelitian tersebut juga membuktikan bahwa pencucian dengan air pasang lebih efektif dibanding air hujan (Didi Ardi et al., 1995). Dalam penelitian ini dibuat saluran cacing (saluran dangkal intensif = Intensive Shallow Drainage System) dengan konstruksi: lebar cm, kedalaman cm, dan jarak antar saluran cacing adalah 3 m, 6 m, 9 m, 12 m, dan panjang 25 m. Penentuan jarak saluran cacing 3 m adalah karena tingkat kandungan Fe pada lokasi penelitian cukup tinggi. Adanya saluran cacing akan mempercepat pencucian unsur-unsur yang bersifat racun yang mungkin terbentuk khususnya di lapisan tanah atas, dan memberikan pengaruh yang positif terhadap perbaikan kualitas tanah dan air dalam peningkatan hasil padi (Subagyono et al., 1998). Pengembangan varietas yang adaptif terhadap keracunan Fe juga sangat diperlukan. Masing-masing varietas kemungkinan memiliki kisaran serapan terhadap keracunan besi yang berbeda-beda. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa batas kritis ketenggangan tanaman padi terhadap keracunan besi sebesar 300 ppm Fe dalam daun (Yoshida, 1981), sedangkan peneliti lain memperoleh batas kritis bervariasi dari 30 hingga 500 ppm Fe
8 (Jayawardhana, 1989). Bronzing pada daun adalah tipe penyakit yang berhubungan dengan hara dalam padi disebabkan oleh keracunan besi, maka daun dapat mengandung 700 mg Fe/kg berat kering atau lebih tinggi lagi (Yamauchi, 1989). Sampai saat ini petani pada wilayah pasang surut Kalimantan Tengah sedikit sekali yang menanam varietas padi unggul. Hal ini disebabkan karena rasa nasinya kurang disukai dan pengelolaan varietas unggul terlalu intensif sehingga menyita banyak waktu dan tenaga. Sebagian besar petani menanam varietas padi lokal dan hanya mampu panen sekali dalam satu tahun (IP 100). Oleh karena itu dilakukan percobaan dengan mengembangkan pola Sawitdupa (Satu kali mewiwit dua kali panen) menjadi Duwitripa (Dua kali mewiwit tiga kali panen), yaitu menanam dua kali varietas padi unggul tanpa meninggalkan varietas padi lokal. Dengan pola ini diharapkan akan terjadi perangsangan minat petani untuk mengusahakan padi sawah serta peningkatan intensitas panen menjadi IP 200. Beberapa penelitian yang dilakukan selama ini hanya dilakukan dalam skala kecil dan terbatas (skala petak percobaan). Teknik pengelolaan tata air dan teknik budidaya padi sawah rawa pasang surut sulfat masam secara ekonomis dapat diterapkan apabila dikejakan minimal pada satu hamparan yang luas dan terkendali, yaitu dalam satu petak tersier atau dalam satu petak handel (Subagyo dan Widjaja-Adhi, 1996; Vadari et al, 1992). Pada penelitian ini dilakukan dalam skala yang lebih luas (skala hamparan petakan tersier dan petakan handel), yang melibatkan petani dan lahannya.
9 Hasil penelitian yang sudah dilakukan selama ini oleh proyek-proyek di lingkungan Departemen Pertanian terhadap peranan pengelolaan air dan teknik budidaya anjuran pada sawah pasang surut terhadap penampilan agronomi padi sawah belum cukup dipelajari. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menilai hasil rehabilitasi sawah rawa pasang surut sulfat masam aktual ditinjau dari sifat-sifat fisiologi dan agronomi, melalui: 1 Pemberian amelioran (dolomit dan/atau fosfat alam). 2. Penggunaan saluran cacing. 3. Adaptasi beberapa varietas padi. 4. Interaksi antar faktor pemberian amelioran (dolomit dan fosfat alam), penggunaan saluran cacing dan varietas padi. Hipotesis Pemberian amelioran (dolomit dan/atau fosfat alam) akan memperbaiki reaksi dan ketersediaan hara tanah sawah. Dolomit akan mengurangi kemasaman tana h sehingga sebagian hara yang sebelumnya teri kat secara kimiawi dalam koloid tanah dapat tersedia dan diserap oleh tanaman. Hara P pada tanah sulfat masam secara pedologis sangat rendah dan terikat oleh Fe, sehingga pemberian fosfat alam akan menambah suplai P tersedia bagi tanaman.
10 2. Penggunaan saluran cacing (intensive shallow drainage system) di dalam petakan sawah pasang surut sulfat masam dapat mengendalikan keracunan besi karena akan mencegah proses oksidasi pirit. Kalaupun te qadi oksidasi sebagian hasil oksidasinya cepat tercuci. 3. Varietas padi yang berbeda ketenggangannya memberi respon berbeda terhadap kondisi tanah. 4. Ada interaksi antara faktor pemberian amelioran, penggunaan saluran cacing dan varietas padi.
11 Kendala Tanah Sulfat Masam pada Lahan Rawa Pasang Surut A TANAH : ph <~.o,f~~',ai~', ~0~~-,kahat P,K,Ca,Mg, Zn, kematangan gambut rendah, bongkor / mati suri 4 AIR:.TANAMAN: ph <4.0,~e~+, AL~+, Penyakit "bronzing", ~0~~-,tersedia (tipe varietas lokal, inten- B), terbatas (tipe C) sitas rendah, produksi rendah atau gagal panen r METODE REHABIUTASI SAWAH : (Uji lapang, pola tanam duwitripa, uji laboratorium, uji statistika) Kondisi Tanah Tipe luapan B Tipe luapan C MTI, MT2 Hasil Penelitian: I. Perbaikan lingkungan akar 2. Perbaikan proses fisiologi 3. Perbaikan adaptasi varietas (penampilan agronomi) 4. Interaksi antar faktor Kesimpulan: I. Hara tanah tersedia 2. Pengelolaan air yang tepat 3. Produktivitas lahan meningkat 4. Produksi tanaman padi cukup tinggi dan berkelanjutan Gambar I. Kerangka Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air
4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh
Lebih terperinciBAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi
BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi yang Menyebabkan Berdasarkan hasil-hasil penelitian penyebab keracunan besi beragam, bukan hanya disebabkan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Potensi Tanah Sulfat Masam
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Potensi Tanah Sulfat Masam Tanah sulfat masam umumnya bertekstur liat, berada di lahan rawa pantai serta memiliki lapisan gambut tipis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 1999 sampai dengan
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 1999 sampai dengan Agustus 2000, selama dua musim tanam di lokasi tipe luapan B (Anjir Mambulau Tengah) dan tipe luapan
Lebih terperinciPERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN
PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi
Lebih terperinciREKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor
REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi
102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam
Lebih terperinciPengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM
Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Areal Pasang Surut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan
Lebih terperinciPengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut
Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang
Lebih terperinciPengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut
Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP. Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang Suhendar Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan
Lebih terperinciMATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion
MATERI-9 Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur
Lebih terperinciPERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI
PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI Soehardi Kusumowarno Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 10
Lebih terperinciMATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK
MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: TEKNOLOGI PENGELOLAAN LAHAN PASANG SURUT UNTUK PERTANIAN PENDEKATAN FISIKA DAN HIDROLOGI Oleh: Ir. MUHAMMAD MAHBUB, MP PS Ilmu Tanah Fakultas
Lebih terperinciPENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN
1 PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN Syekhfani Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya 2 Pertanian Berkelanjutan Definisi: The ability to keep in existence; maintain or prolong; to
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan lahan pertanian di Indonesia merupakan salah satu pengembangan sektor pertanian yang dimanfaatkan dalam ekstensifikasi lahan pertanian yang semakin lama semakin
Lebih terperinciPengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial
Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Yulia Raihana dan Muhammad Alwi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box
Lebih terperinciKAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK
KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah 1, Suparman 1, W.A. Nugroho 1, Harmini 1 dan
Lebih terperinciLahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah
TEKNIK PENCEGAHAN OKSIDASI PIRIT DENGAN TATA AIR MIKRO PADA USAHA TANI JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT Rustan Hadi 1 Lahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah (marginal) dan rapuh (fragile).
Lebih terperinciPENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK
AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi
Lebih terperinciADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK
ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Pemanfaatan
Lebih terperinciPEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN
PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,
Lebih terperinciLAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
LAHAN GAMBUT TERDEGRADASI SRI NURYANI HIDAYAH UTAMI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA PENYEBAB Kebakaran hutan penebangan kayu (illegal logging, over logging), perambahan hutan, dan konversi lahan Salah
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan perlakuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34%
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LatarBelakang Pertambahan jumlah penduduk terus meningkat dengan rata-rata laju pertumbuhan 1,34% (BPS, 2013), sementara itu sebagian besar penduduk Indonesia (± 90%) masih menjadikan
Lebih terperinciPengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman
Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman 1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada ph 6-7, karena pada ph tersebut
Lebih terperinciPengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan
Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Water Resource Management to Increase Sustainably of Rice Production in Tidal
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat
Lebih terperinciKegiatan ini didasarkan kepada keberhasilan petani tradisional Kalimantan Selatan dalam membudidayakan padi
PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha-usaha untuk mereklamasi daerah pasang surut sebagai daerah pemukiman transmigrasi dan pengembangan persawahan telah dirintis sejak awal Pelita I. Langkah ini merupakan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Sedangkan kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan kedelai 25 sampai 30 c
PEMBAHASAN UMUM Aqroklimat Tatas Hasil identifikasi dan interpretasi agroklimat ber- dasarkan pengamatan unsur-unsur iklim mulai tahun 1981 sampai dengan tahun 1990 menunjukkan bahwa Kebun Percobaan Unit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyediaan beras untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional masih merupakan problema yang perlu diatasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : pertambahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
Lebih terperinciANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU
ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jalan Irian Km. 6,5 Kelurahan Semarang Kota
Lebih terperinciSosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya
Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik atau
TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sulfat Masam Lahan sulfat masam adalah lahan yang memiliki horizon sulfidik atau sulfurik pada kedalaman 120 cm dari permukaan tanah mineral. Pada umumnya lahan sulfat masam terbentuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN an. Namun seiring dengan semakin menurunnya produktivitas gula
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara dengan basis sumberdaya agraris, Indonesia pernah menjadi salah satu produsen dan eksportir gula pasir yang terbesar di dunia pada decade 1930-40 an.
Lebih terperinciIr. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si
Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan
Lebih terperinciDecision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa
Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa Muhammad Alwi dan Arifin Fahmi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box 31, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;
Lebih terperinciRawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya
RAWA adalah sumber air berupa genangan air terus menerus atau musiman yang terbentuk secara alamiah merupakan satu kesatuan jaringan sumber air dan mempunyai ciri-ciri khusus secara phisik, kimiawi dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit
TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman
Lebih terperinciBudi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut
Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Kedelai. Lingkungan Tumbuh Kedelai
4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai (Glycine max (L) Merril ) merupakan tanaman pangan semusim dari famili Leguminoseae. Tanaman kedelai termasuk berbatang semak yang dapat mencapai ketinggian antara
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan gambut yang terdapat di daerah tropika diperkirakan mencapai 30-45 juta hektar atau sekitar 10-12% dari luas lahan gambut di dunia (Rieley et al., 2008). Sebagian
Lebih terperincidampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau
dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan
PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa
Lebih terperinciPada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan jangka panjang ke dua (PJP II) dan tahun terakhir pelaksanaan Repelita VI. Selama kurun waktu Pembangunan Jangka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman padi dapat tumbuh dilahan pasang surut. Hanya saja padi yang ditanaman dilahan ini haruslah
Lebih terperinciPETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN
PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 1 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGOLAHAN LAHAN A. DEFINISI Adalah pengolahan lahan
Lebih terperinciPENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK
PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH Dakhyar Nazemi dan K. Anwar Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Penelitian di lakukan pada lahan lebak tengahan,
Lebih terperinciREKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
4 REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA JADFAN SIDQI FIDARI Latar Belakang Pada tahun 1970an kebanyakan para pakar tanah negara barat, khususnya dari Belanda, sangat menyangsikan potensi lahan
Lebih terperinciTata at Ai a r Rawa (Makr
SISTEM TATA AIR RAWA PASANG SURUT Tata Air Rawa (Makro) 1 PEDOMAN TEKNIS Tata Air Makro adalah : Penguasaan air ditingkat kawasan/areal reklamasi yang bertujuan mengelola berfungsinya jaringan drainase
Lebih terperinciSeminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN
PENERAPAN SISTEM SURJAN UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI DAN PENINGKATAN PENDAPATAN DI LAHAN PASANG SURUT Desa Lagan Ulu Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjajung Jabung Timur, Jambi Dakhyar Nazemi, Y. Rina,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tomat merupakan tanaman yang sudah biasa ditanam di Indonesia. Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub Divisi:
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu komoditi sektor non-migas andalan yang berperan penting dalam menunjang pembangunan Indonesia. Produksi minyak sawit
Lebih terperinciAGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN
52 AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN 1979 5777 OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN RAWA PASANG SURUT MELALUI PENGELOLAAN LAHAN DAN KOMODITAS Dakhyar Nazemi, A. Hairani dan Nurita Zemi_58@yahoo.com Balai
Lebih terperinciPENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK
PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU Izhar Khairullah, Sutami, R. Humairie, dan M. Imberan Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Budidaya padi di
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.
TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah
Lebih terperinciPELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN
PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGOLAHAN TANAH Tujuan Berlatih
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan
Lebih terperinciTEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM1 RINGKASAN
Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200 TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM HUSIN KADERI Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penambangan batubara dapat dilakukan dengan dua cara: yaitu penambangan dalam dan penambangan terbuka. Pemilihan metode penambangan, tergantung kepada: (1) keadaan
Lebih terperinci5/15/2012. Novitasari,ST.,MT
SISTEM TATA AIR MIKRO (TAM) Novitasari,ST.,MT TIK Mahasiswa akan dapat memahami prinsipprinsip sistem pengelolaan air pada sistem tata air mikro, tipekal zoning, tipekal jaringan saluran blok sekunder,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan
Lebih terperinciSeminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura
PREFERENSI KONSUMEN TERHADAP PADI INPARA DAN PENAMPILAN PERTUMBUHAN DI LAHAN RAWA KABUPATEN BARITO KUALA CONSUMER PREFERENCES FOR INPARA PERFORMANCE AND GROWTH IN SWAMP LAND REGENCY BARITO KUALA Rina D.Ningsih
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting
PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini sebetulnya bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman yang berasal
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan lahan
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Lahan Kering dan Potensinya di Bali Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan
Lebih terperinciREHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG
1-8 REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG Agusni Dosen Program Studi Agroteknologi Universitas Almuslim Email: aisyahraja2017@gmail.com
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibudidayakan karena padi merupakan tanaman sereal yang paling banyak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sebagian besar petani menjadikan tanaman padi sebagai pilihan utama untuk dibudidayakan karena padi merupakan tanaman sereal yang paling banyak dibutuhkan oleh
Lebih terperinciGambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian
TAKAR-1 dan TAKAR-2, Varietas Unggul Kacang Tanah Terbaru Dua varietas unggul baru kacang tanah yaitu TAKAR-1 dan TAKAR-2 telah dilepas berdasarkan SK Kementan No. 3253/Kpts/SR.120/9/2012 dan No 3255/Kpts/SR.120/9/2012.
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan hakekatnya merupakan usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dari generasi ke generasi. Sudah sejak lama, komitmen pertambangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton
Lebih terperinci, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh
TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia. Perkembangan produksi tanaman pada (Oryza sativa L.) baik di Indonesia maupun
Lebih terperinci