24 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Fisik Udang Mantis Udang mantis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran berat dan panjang yang tidak seragam, akan tetapi nilai rendemen daging yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Rendemen merupakan suatu parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan pangan. Perhitungan rendemen berdasarkan persentase perbandingan antara berat akhir dengan berat awal proses. Semakin kecil rendemennya maka semakin rendah pula nilai ekonomis dan keefektivitasan dari produk tersebut, begitu pula semakin besar nilai rendemen produk tersebut maka semakin tinggi nilai ekonomis dan keefektivitasan suatu produk atau bahan tersebut. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis Jambi dan Cirebon disajikan pada Gambar 4. n = 20 n = 20 n = 20 n = 20 Gambar 4. Nilai panjang total, berat total, berat daging dan rendemen daging udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jambi dan Cirebon
25 Pada udang mantis dari Jambi, rendemen daging yang diperoleh adalah sebesar 40,28%, sedangkan untuk rendemen daging udang mantis dari Cirebon adalah sebesar 39,91%. Rendemen ini merupakan bobot bersih daging yang terdapat pada sampel. Ukuran proporsi daging merupakan yang terbesar dari keseluruhan tubuh ikan (Rogers et al. 2004). Habitat hidup dan lingkungan perairan tempat sampel udang mantis ini tidak jauh berbeda meskipun berbeda wilayah. Kondisi fisika kimia perairan habitat hidup udang mantis Jambi berada pada kisaran suhu 31-32 ºC, nilai ph perairan berkisar 7-8, salinitas 22-28, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5-7 mg/l, sedangkan untuk wilayah perairan Cirebon berada pada kisaran suhu 30-35 ºC, nilai ph perairan berkisar 7-8,5; salinitas 20-26, dan kandungan oksigen terlarut (DO) 5-9 mg/l (Arifuddin 2004). Hal ini diperkirakan mengakibatkan karakteristik udang mantis Jambi dan Cirebon tidak jauh berbeda. 4.2. Komposisi Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui jumlah kadar air, abu, protein dan lemak yang terdapat pada sampel udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon. Kandungan karbohidrat yang terdapat pada sampel dihitung secara by difference yaitu dengan cara 100% - (% kadar air + % kadar abu + % kadar protein + % kadar lemak). Hasil analisis proksimat pada kedua sampel udang mantis disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi proksimat udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Komposisi Udang Mantis Udang Jambi Cirebon vannamei* Air (%) 78,27 ± 1,42 a 78,49 ± 1,65 a 81,35 ± 0,97 Abu (%) 1,60 ± 0,71 a 1,64 ± 0,11 a 0,64 ± 0,06 Protein (%) 13,11 ± 0,88 a 14,39 ± 0,39 a 17,43 ± 0,89 Lemak (%) 1,29 ± 0,30 a 0,6 ± 0,00 b 0,15 ± 0,03 Karbohidrat (by difference) (%) 5,72 ± 0,45 a 4,88 ± 1,45 a 0,44 ± 0,11 Keterangan : Angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) * Irawan (2006) Produk hasil perikanan umumnya memiliki kandungan air yang sangat tinggi. Rata-rata kandungan air yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon
26 adalah sebesar 78,27% dan 78,49%, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan air pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 65,69%. Analisis kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat pada sampel udang mantis. Rata-rata kadar abu yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon adalah sebesar 1,60% dan 1,64%, dimana nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan abu pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 1,33%. Hasil analisis kadar protein menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar protein pada udang mantis Jambi adalah sebesar 13,11%, sedangkan pada udang mantis Cirebon sebesar 14,39%. Hasil kadar protein pada kedua sampel udang mantis tersebut berada di bawah kisaran kadar protein menurut USDA (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan protein yang terdapat pada udang berada pada kisaran 17-20%. Nilai rata-rata kadar lemak pada udang mantis Jambi adalah sebesar 1,29%, sedangkan pada udang mantis Cirebon sebesar 0,6%. Hasil kadar lemak pada kedua sampel udang mantis tersebut berada pada kisaran kadar lemak menurut USDA (2006) yang menyebutkan bahwa kandungan lemak yang terdapat pada udang adalah 0.92%. Rata-rata kadar karbohidrat yang terdapat pada udang mantis Jambi dan Cirebon adalah sebesar 5,72% dan 4,88%. Kadar karbohidrat pada sampel udang menjadikan udang bukan merupakan sumber karbohidrat yang utama. Perbedaan nilai proksimat antara udang mantis Jambi dan Cirebon ini disebabkan oleh perbedaan spesies, umur udang, ukuran udang, tingkat kematangan gonad, perbedaan kondisi lingkungan hidup dan tingkat kesegaraan udang tersebut. Perbedaan kandungan dan jumlah mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat organisme tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi nutrient, hal ini akan mempengaruhi jumlah komposisi proksimat dari udang mantis tersebut.
27 4.3. Komposisi Mineral Mineral adalah unsur-unsur kimia selain karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen yang dibutuhkan oleh manusia. Mineral adalah salah satu bagian dari tubuh dan memiliki peranan penting dalam pemeliharaan fungsi dari tubuh, baik itu pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral memegang peranan penting pada reaksi biokimia dalam tubuh yaitu sebagai ko-faktor enzim (Almatsier 2003). 4.3.1. Mineral makro Mineral makro diperlukan atau terdapat dalam jumlah relatif besar. Kelompok mineral makro meliputi kalium, kalsium, magnesium, natrium, sulfur, klor dan fosfor (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral makro yang terkandung pada udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi mineral makro udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jenis Mineral Udang Mantis (mg/100 g bk) Udang vannamei* Jambi Cirebon (mg/100 g bk) Natrium (Na) 887,14 ± 30,79 a 604,53 ± 27,37 b 777,45 ± 88,07 Kalium (K) 674,79 ± 44,05 a 511,03 ± 25,81 b 457,02 ± 37,20 Kalsium (Ca) 137,16 ± 2,41 a 57,91 ± 13,43 b 354,28 ± 28,51 Magnesium (Mg) 68,50 ± 2,54 a 123,73 ± 10,05 a 173,77 ± 2,37 Keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang beda (a, b) pada baris yang sama menunjukkan beda nyata (p<0,05) * Irawan (2006) Kandungan mineral makro dengan konsentrasi tertinggi pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah natrium, yaitu sebesar 887,14 mg/100 g bk, diikuti oleh kalium, kalsium dan magnesium, masing-masing sebesar 674,79; 137,16 dan 68,50 mg/100 g bk. Pada udang mantis yang berasal dari Cirebon, kandungan mineral makro tertinggi adalah natrium, yaitu sebesar 604,53 mg/100 g bk, diikuti oleh kalium, magnesium dan kalsium, berturut-turut sebesar 511,03; 123,73 dan 57,91 mg/100 g bk. Kandungan natrium pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kandungan natrium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 190,4 mg/100 g. Kandungan natrium pada udang mantis Jambi
28 memiliki nilai lebih besar apabila dibandingkan dengan udang mantis Cirebon dan udang vannamei (Irawan 2006). Kandungan kalium pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar kalium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 154,70 mg/100 g. Kandungan kalium dari Jambi dan Cirebon juga memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan kalium dari udang vannamei (Irawan 2006). Konsentrasi kalsium udang mantis dari Jambi lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi kalsium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 33,15 mg/100 g, sedangkan konsentrasi kalsium daging udang mantis dari Cirebon lebih kecil apabila dibandingkan dengan konsentrasi udang menurut USDA (2006). Kandungan kalsium dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Jumlah kandungan magnesium pada kedua jenis udang mantis ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah magnesium pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 28,90 mg/100 g. Kandungan magnesium dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Perbedaan kandungan mineral makro antara udang mantis Jambi dan Cirebon ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan untuk menyerap kandungan mineral yang terdapat pada habitat perairan tempat organisme tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). 4.3.2. Mineral mikro Mineral mikro adalah mineral yang diperlukan dalam jumlah sangat sedikit dan umumnya terdapat dalam jaringan dengan konsentrasi sangat kecil. Kelompok mineral mikro antara lain besi, iodium, seng, mangan, kobalt, fluor dan tembaga (Winarno 2008). Informasi mengenai kandungan mineral mikro yang terkandung pada udang mantis yang berasal dari Jambi dan Cirebon disajikan pada Tabel 4.
29 Tabel 4. Komposisi mineral mikro udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Jenis Mineral Udang Mantis (mg/100 g bk) Udang vannamei* Jambi Cirebon (mg/100 g bk) Seng (Zn) 9,86 ± 0,54 a 9,86 ± 2,51 a 19,49 ± 7,65 Besi (Fe) 0,88 ± 0,08 a 1,00 ± 0,10 a Tidak terdeteksi Tembaga (Cu) 0,19 ± 0,01 a 0,72 ± 0,51 a Tidak terdeteksi Keterangan: Angka-angka yang diikuti superscript yang sama (a) pada baris yang sama menunjukkan tidak beda nyata (p>0,05) * Irawan (2006) Kandungan mineral mikro dengan konsentrasi tertinggi pada udang mantis yang berasal dari Jambi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti oleh besi dan tembaga, masing-masing sebesar 0,88 dan 0,19 mg/100 g bk. Pada udang mantis yang berasal dari Cirebon, kandungan mineral mikro tertinggi adalah seng, yaitu sebesar 9,86 mg/100 g bk, diikuti oleh besi dan tembaga, berturut-turut sebesar 1,00 dan 0,72 mg/100 g bk. Konsentrasi seng pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan konsentrasi seng pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 1,33 mg/100 g. Kandungan seng dari udang mantis Jambi dan Cirebon ini juga lebih kecil dibandingkan dengan jumlah kalsium dari udang vannamei (Irawan 2006). Kandungan tembaga pada kedua jenis udang mantis ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kadar tembaga pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 0,16 mg/100 g. Keberadaan tembaga udang mantis dari Jambi dan Cirebon berbeda dengan udang vannamei karena pada udang vannamei tidak terdeteksi kandungan tembaga (Irawan 2006). Jumlah kandungan besi pada kedua jenis udang mantis ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan jumlah besi pada udang menurut USDA (2006) yaitu sebesar 2,63 mg/100 g. Keberadaan besi dari udang mantis Jambi dan Cirebon berbeda dengan udang vannamei karena pada udang vannamei tidak terdeteksi kandungan besi (Irawan 2006). Perbedaan kandungan dan jumlah mineral pada suatu organisme dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi lingkungan tempat hidup dan perbedaan dari jenis makanan yang dikonsumsi serta kemampuan untuk menyerap kandungan mineral yang terdapat pada lingkungan perairan tempat mahluk hidup tersebut tinggal (Jobling et al. 2001). Selain itu, perbedaan kadar mineral juga
30 dapat disebabkan oleh perbedaan jenis spesies, konsentrasi mineral dalam habitatnya dan fase pertumbuhan (Darmono 1995). 4.3.3. Pemenuhan kecukupan gizi mineral Pemenuhan kecukupan gizi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) diperoleh dari kemampuan mengabsorpsi mineral dari udang mantis oleh tubuh. Informasi angka kecukupan gizi mineral dari udang mantis disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persentase absorpsi mineral dari udang mantis (Harpiosquilla raphidea) Udang mantis Udang Jenis mineral JAMBI CIREBON vannamei* mg % mg % mg % Natrium 183,14 36,63 123,54 24,71 137,74 27,55 Kalium 131,97 6,60 98,93 4,95 76,71 3,84 Kalsium 8,94 1,79 3,74 0,75 19,82 3,96 Magnesium 7,07 2,83 12,64 5,06 15,39 6,16 Seng 0,76 5,06 0,75 5,02 1,29 8,59 Besi 0,03 0,11 0,03 0,13 - - Tembaga 0,01 0,67 0,04 2,50 - - * Irawan (2006) Natrium pada tubuh manusia berfungsi untuk mengatur tekanan osmotik yang menjaga agar cairan tidak keluar dari dan masuk ke dalam sel-sel. Kekurangan natrium dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan cairan dalam tubuh dan dapat menurunkan tekanan darah. Angka kecukupan gizi natrium adalah 500-2400 mg sehari (Almatsier 2003). Pada kondisi normal, sebanyak 95% dari natrium yang dikonsumsi dapat diserap oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon hasil penelitian ini diperkirakan dapat memberikan sumbangan natrium sebanyak 183,14 dan 123,54 mg (bb) atau sekitar 25-37% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Kalium berperan dalam pengaturan kandungan cairan sel, dimana kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kekurangan kalium dapat terjadi karena tubuh banyak kehilangan ion kalium melalui saluran pencernaan seperti muntah-muntah atau
31 diare yang berat. Kekurangan kalium dapat mengakibatkan lemah, letih, lesu dan kehilangan nafsu makan (Almatsier 2003). Angka kecukupan gizi dari kalium sehari-hari adalah sebesar 2000 mg. Sebanyak 90% kalium yang dikonsumsi dapat diabsorpsi oleh tubuh pada kondisi normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang kalium sebanyak 131,97 dan 109.92 mg (bb) atau sekitar 5-7% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Kalsium berfungsi dalam pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium ditandai dengan melunaknya tulang akibat matriks tulang yang tidak padat. Penyakit yang biasa terjadi akibat kekurangan kalsium adalah osteoporosis atau penurunan masa tulang (Winarno 2008). Pencegahan kekurangan kalsium dapat diupayakan dengan asupan gizi yang cukup bagi tubuh. Pada kondisi normal, tubuh dapat mengabsorpsi sebanyak 30% dari kalsium yang dikonsumsi oleh tubuh (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan menyumbang kalsium sebanyak 8,94 dan 3,74 mg (bb) atau sekitar 1-2% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Magnesium memegang peranan penting dalam sistem enzim di dalam tubuh. Kekurangan magnesium dapat menyebabkan kurang nafsu makan, gangguan pertumbuhan, lemah otot dan kejang kaki (Almatsier 2003). Sekitar 30-65% magnesium dapat diserap oleh tubuh normal (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang magnesium sebanyak 7,07 dan 12,64 mg (bb) atau sekitar 3-5% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Seng memiliki peranan penting dalam sintesis protein serta pembelahan sel. Kekurangan seng dapat mengakibatkan terjadinya diare, gangguan pertumbuhan, gangguan sistem saraf dan gangguan pada fungsi kekebalan (Almatsier 2003). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang seng sebanyak 0,7 mg (bb) atau sekitar 5% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernafasan sebagai kofaktor enzim tirokinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan
32 dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda. Kekurangan kadar tembaga dapat mengakibatkan terjadinya leukopenia atau kekurangan sel darah putih, demineralisasi tulang dan kurangnya sel darah yang dihasilkan (Winarno 2008). Angka kecukupan gizi tembaga yang aman untuk dikonsumsi dalam sehari adalah 1,5-3 mg (Almatsier 2003). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan dapat menyumbang tembaga sebanyak 0,01 dan 0,04 mg (bb) atau sekitar 2% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). Besi memiliki fungsi untuk transportasi oksigen ke jaringan (hemoglobin) dan dalam mekanisme oksidasi seluler. Kekurangan besi dapat mengakibatkan anemia, proses pertumbuhan terganggu dan kehilangan nafsu makan (Winarno 2008). Sekitar 15% zat besi yang dikonsumsi oleh tubuh pada kondisi normal dapat diabsorpsi (Groff dan Gropper 1999). Mengkonsumsi sebanyak 100 g udang mantis dari Jambi dan Cirebon diharapkan menyumbang besi sebanyak 0,03 mg (bb) atau sekitar 0,12% dari angka kecukupan gizi (Lampiran 16). 4.4. Kelarutan Mineral Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Bioavailable adalah banyaknya nutrien dalam makanan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh pada kondisi normal. Bentuk mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan dalam penyerapan mineral tersebut di dalam tubuh (Newman dan Jagoe 1994). Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat tertentu untuk larut dalam suatu pelarut. Pada penelitian ini diamati kelarutan mineral makro (natrium dan kalsium) dan mineral mikro (seng dan besi) dari daging udang mantis dalam berbagai pelarut yang digunakan yaitu larutan asam asetat, air dan garam dengan proses perebusan dan tanpa perebusan. Pemanasan air dalam proses perebusan akan meningkatkan daya kelarutan pada suatu bahan. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada
33 bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). 4.4.1. Kelarutan mineral makro Pada udang mantis Jambi, proses perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan natrium yang tertinggi yaitu 22,53%, sedangkan kelarutan natrium terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media garam yaitu sebesar 4,63%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan nilai kelarutan yang tidak jauh berbeda, dimana tingkat kelarutan natrium tertinggi terdapat pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 18,29%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media garam dan tanpa mengalami proses perebusan yaitu sebesar 3,68%. Kelarutan natrium pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 5. Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 5. Histogram rata-rata kelarutan natrium akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Hasil analisis ragam kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100 ºC
34 memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan natrium pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan natrium. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 8). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan natrium. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan natrium udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 8). Pada Gambar 6 menunjukkan adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh proses perebusan terhadap kelarutan kalsium. Pada udang mantis Jambi, proses perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan kalsium yang tertinggi sebesar 23,26%, sedangkan kelarutan kalsium terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media air yaitu sebesar 2,43%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan kalsium tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 22,11%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami proses perebusan yaitu sebesar 4,32%. Kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil analisis ragam kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100 ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan kalsium pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan kalsium. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 10).
35 Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 6. Histogram rata-rata kelarutan kalsium akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan kalsium. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan kalsium udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 10). Molekul-molekul berbagai senyawa dalam makanan terikat satu sama lain dalam ikatan hidrogen. Pemanasan dapat mengurangi daya tarik-menarik antara molekul-molekul air dan akan memberikan cukup energi kepada molekul-molekul air tersebut sehingga dapat mengatasi daya tarik-menarik antar molekul dalam bahan tersebut. Karena itu daya kelarutan pada bahan yang melibatkan ikatan hidrogen, akan meningkat dengan meningkatnya suhu (Winarno 2008). Perebusan menggunakan media asam asetat meningkatkan kelarutan natrium pada udang mantis. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya peningkatan suhu yang terdapat meningkatkan kelarutan natrium pada udang mantis tersebut. Penggunaan asam sebagai media pelarut juga memberikan pengaruh kelarutan
36 mineral. Hal ini dapat disebabkan karena pada kondisi ph rendah (kondisi asam) banyak zat gizi yang lebih bersifat stabil dan sulit mengalami degradasi kimiawi sehingga aktivitas biologisnya masih terjaga (Sediaoetama 1993). Suzuki et al. (2000) mempelajari kelarutan mineral pada kerang dengan perebusan menggunakan air dan garam. Dilaporkan bahwa kelarutan Ca terkadang meningkat setelah perebusan, sedangkan kelarutan Fe pada kerang mengalami penurunan setelah mengalami perebusan. 4.4.2. Kelarutan mineral mikro Pada udang mantis Jambi, perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan seng yang tertinggi yaitu 15,38%, sedangkan kelarutan seng terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media air yaitu sebesar 0,14%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan seng tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 14,73%, sedangkan kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami perebusan yaitu sebesar 0,05%. Kelarutan seng pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 7. Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 7. Histogram rata-rata kelarutan seng akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon
37 Hasil analisis ragam kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan seng pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan seng. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 12). Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan seng. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan seng udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 12). Pada Gambar 8 menunjukkan adanya pengaruh yang ditimbulkan oleh proses perebusan terhadap kelarutan besi. Pada udang mantis Jambi, perebusan dengan menggunakan media asam memberikan nilai kelarutan besi yang tertinggi yaitu 12,03%, sedangkan kelarutan besi terendah terdapat pada proses tanpa perebusan dengan media garam sebesar 0,58%. Udang mantis dari Cirebon menunjukkan kelarutan besi tertinggi pada proses perebusan dengan menggunakan media asam dengan nilai sebesar 14,73%, sedangkan tingkat kelarutan terendah terdapat pada perlakuan dengan media air dan tanpa mengalami perebusan yaitu sebesar 0,83%. Kelarutan besi pada udang mantis Jambi dan Cirebon dapat dilihat pada Gambar 8. Hasil analisis ragam kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan bahwa dengan perebusan selama 20 menit pada suhu 100ºC memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan besi pada udang mantis Jambi dan Cirebon. Media perebusan juga memberikan pengaruh nyata terhadap kelarutan besi. Hasil analisis ragam juga menunjukkan adanya interaksi antara perebusan dengan media perebusan yang berbeda (Lampiran 14).
38 Keterangan : Huruf a dan b adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap faktor perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Huruf x, y dan z adalah hasil uji lanjut Duncan terhadap perlakuan media perebusan yang menunjukkan beda nyata (p<0,05). Gambar 8. Histogram rata-rata kelarutan besi akibat perebusan dengan media yang berbeda pada udang mantis Jambi dan Cirebon Uji lanjut Duncan terhadap kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara media perebusan air dengan asam, air dengan garam dan asam dengan garam terhadap kelarutan besi. Hasil uji lanjut Duncan juga menunjukkan adanya pengaruh berbeda nyata antara faktor perebusan dengan tanpa perebusan pada ketiga jenis media perebusan terhadap kelarutan besi udang mantis Jambi dan Cirebon (Lampiran 14). Santoso et al. (2006) melaporkan bahwa ph dapat mempengaruhi kelarutan dari mineral. Penggunaan asam asetat 0,5% dapat meningkatkan kelarutan mineral seperti kalsium dan magnesium yang berasal dari rumput laut Indonesia. Kelarutan mineral Fe pada ikan cod, remis dan udang juga meningkat seiring dengan meningkatnya derajat keasaman (Yoshie et al. 1997), dan persentase kelarutan Fe pada ph 2,5-3,1 juga lebih tinggi daripada ph 5,5 dalam model studi dengan menggunakan asam organik dan lignin (Suzuki et al. 1992). Mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pemasakan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Kelarutan mineral dapat
39 meningkat atau menurun tergantung pada prosesnya. Pemanasan diketahui dapat menyebabkan protein menjadi terdenaturasi, hal ini dapat berinteraksi dengan mineral sehingga menyebabkan mineral sulit untuk larut (Santoso et al. 2006). Pemasakan makanan dapat mempunyai efek yang positif dimana pada proses pemasakan dapat merusak inhibitor dan mengubah komponen mineral pada makanan menjadi kompleks ligan yang dapat meningkatkan sifat bioavailable-nya. Selain itu dampak yang diakibatkan dari pemasakan dapat pula bersifat negatif, yaitu apabila terjadi pengaktifan enzim yang bersifat menghambat dan membuat mineral menjadi komponen yang sulit terlarut (Watzke 1998). Hal inilah yang dapat mengakibatkan kelarutan mineral dapat meningkat atau menurun.