BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Bahan 2.1.1 Hidrokortison Asetat Menurut Ditjen. BKAK., (2014), uraian tentang hidrokortison asetat adalah sebagai berikut : Rumus Struktur : Gambar 2.1 Struktur Hidrokortison Asetat Nama Kimia Rumus Molekul : Pregn 4-ene-3,20 dione-11β,17α dihidroksi-21-asetat : C23H32O6 Berat Molekul : 404,50 Kandungan : Mengandung hidrokortison asetat, C23H32O6 tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Pemeriaan : Serbuk hablur; putih hingga praktis putih; tidak berbau. Melebur pada suhu lebih kurang 200 disertai penguraian. Kelarutan : Tidak larut dalam air; sukar larut dalam kloroform.
Hidrokortison asetat merupakan obat golongan kortikosteroid. Sebagian besar khasiat yang diharapakan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi, antialergi. Karena khasiat inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi. Di bidang dermatologi pada umumnya lebih digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antialergi (Maftuhah dan Abidin, 2009). Dalam etanol, hidrokortison asetat memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 240 nm (A 1 1 = 435a) (Moffat, dkk., 2005). Gambar 2.2 Spektrum Hidrokortison Asetat (Moffat, dkk., 2005) 2.1.2 Kloramfenikol Menurut Ditjen. BKAK., (2014), uraian tentang kloramfenikol adalah sebagai berikut : Rumus struktur : Gambar 2.3 Struktur Kloramfenikol
Nama Kimia : D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β hidroksi α (hidroksimetil) p nitrofenetil]asetamida Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5 Berat Molekul : 323,13 Kandungan : Tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 130,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; hingga putih kelabu atau putih kekuningan; Larutan praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam. Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat. Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Obat ini terikat pada ribosom 50s dan menghambat enzim peptidil transferase sehingga ikatan peptida tidak terbentuk pada proses sintesis protein kuman (Setiabudy, 1980). Gambar 2.4 Spektrum Kloramfenikol (Moffat, dkk., 2005) Dalam air, kloramfenikol memiliki panjang gelombang maksimum sebesar
278 nm (A 1 1 = 298a) dan dalam alkohol memiliki panjang gelombang maksimum sebesar 271 (A 1 1 = 178a) (Moffat, dkk., 2005). 2.2 Spektrofotometri 2.2.1 Pengertian Spektrofotometri Spekrofotometri merupakan salah satu teknik analisis spektrofotometri yang menggunakan sumber radiasi elektromagnetik sinar ultraviolet dan sinar tampak dengan memakai instrumen spektrofotometer (Gandjar dan Rohman, 2009). Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 1985). 2.2.2 Komponen Spektrofotometri Suatu diagram sederhana dari spektrofotometer ultraviolet-visible dapat dilihat pada Gambar 2.5. Sumber Monokromator Sel Penyerap Detektor Meter atau Pencatat Gambar 2.5 Diagram spektrofotometer Ultraviolet-Visible (Sastrohamidjojo, 1985) a. Sumber tenaga radiasi: Sumber radiasi ultraviolet yang banyak digunakan adalah lampu hidrogen dan lampu deuterium (Sastrohamidjojo, 1985). Sedangkan untuk sumber radiasi visible digunakan lampu tungsten (Cairns, 2004).
b. Monokromator: Digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis (Khopkar, 1985). c. Sel absorpsi: Pada pengukuran di daerah visible kuvet kaca dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi (Khopkar, 1985). d. Detektor: Peranan detekor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai panjang gelombang (Khopkar, 1985). 2.2.3 Hukum Lambert-Beer Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert- Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi dan ketebalan sel, hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan (Gandjar dan Rohman, 2009). Hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan persamaan sebagai berikut: A = abc Keterangan: A = absorbansi a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm)
c = konsentrasi 2.2.4 Kegunaan Spektrofotometri Penggunaan utama spektrofotomteri ultraviolet-visible adalah dalam analisis kuantitatif, yaitu menentukan kadar senyawa yang mengabsorpsi radiasi ultraviolet-visible dengan membandingkan absorban sampel terhadap absorban senyawa standar yang konsentrasinya diketahui, diukur pada kondisi larutan yang sama (Satiadarma, dkk., 2004). Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004). Metode spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain kepekaan yang tinggi, ketelitian yang baik, mudah dilakukan, cepat pengerjaannya dan dapat digunakan untuk menentukan senyawa campuran (Munson, 1984). 2.3 Analisis Multikomponen dengan Spektrofotometri Analisis kuantitatif campuran dua komponen merupakan teknik pengembangan analisis kuantitatif komponen tunggal. Prinsip pelaksanaanya adalah mencari absorban atau beda absorban di tiap-tiap komponen yang memberikan korelasi yang linier terhadap konsentrasi, sehingga akan dapat dihitung masing-masing kadar campuran zat tersebut secara serentak atau salah satu komponen komponen dalam campurannya dengan komponen lainnya (Mulja dan Suharman, 1995).
Menurut Day dan Underwood (1998) ada beberapa kemungkinan yang terjadi pada spektrum absorban dua komponen sebagai berikut: a. Kemungkinan I Gambar 2.6 Spektrum absorban senyawa X dan Y Pada Gambar 2.6 diatas menunjukkan terjadi kemungkinan spektrum tidak tumpang tindih pada dua panjang gelombang yang digunakan. X dan Y sematamata diukur masing-masing pada panjang gelombang λ1 dan λ2. b. Kemungkinan II Gambar 2.7 Spektrum absorban senyawa X dan Y, spektrum X bertumpang tindih pada spektrum Y Terjadi tumpang tindih satu cara dari Gambar 2.7 dimana Y tidak mengganggu pengukuran X pada λ1, tetapi X memang menyerap cukup banyak bersama-sama Y pada λ2. Konsentrasi X ditetapkan langsung dari absorban larutan
pada λ1, kemudian absorban yang dsumbangkan oleh larutan X pada λ2 dihitung dari absortivitas molar X pada λ2 yang telah diketahui sebelumnya. Sumbangan imi dikurangkan dari absorban terukur larutan pada λ2 sehingga akan diperoleh absorban yang disebabkan oleh Y, kemudian konsentrasi Y dapat diukur dengan cara yang umum. c. Kemungkinan III Gambar 2.8 Spektrum absorban senyawa X dan Y saling tumpang tindih Pada Gambar 2.8 spektrum X dan Y saling tumpang tindih secara keseluruhan. Pada absorbansi maksimum dari komponen X pada λ1, komponen Y memiliki absorbansi tersendiri. Begitu juga komponen Y pada λ2, komponen X memiliki absorbansi sendiri. Pada penetapan kadar campuran multikomponen sulit dilakukan, sehingga untuk mengatasi hal itu diperkenalkan analisis multikomponen menggunakan prinsip persamaan regresi berganda melalui perhitungan matriks dengan metode pengamatan beberapa panjang gelombang berganda (Zainuddin, 1999). Panjang gelombang dipilih berdasarkan spektrum tersebut mulai memberikan serapan sampai hampir tidak memberikan serapan, dimana konsentrasi larutan yang dipakai serapannnya memenuhi hukum Lambert dan Beer yaitu 0,2-
0,8. Penentuan panjang gelombang dengan memilih lima panjang gelombang secara variabel bebas. Pada metode ini tidak diperlukan proses pemisahan komponen zat aktif karena kadar komponen kedua zat dapat ditetapkan secara bersama-sama (Andrianto, 2009). 2.4 Hasil Beberapa Penelitian Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol dalam Campuran Hasil beberapa penelitian penetapan kadar hidrokortison asetat dan kloramfenikol dalam campuran dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Hasil Beberapa Penelitian Penetapan Kadar Hidrokortison Asetat dan Kloramfenikol dalam Campuran RUJUKAN Metode Pelarut Panjang Gelombang Kadar Hidrokortison Asetat Kadar Kloramfenikol Hamdani, dkk. (2014) Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase gerak: metanol-air-asam asetat glasial 0,1% (75:25) Laju alir: 1,0 ml/menit 256 nm Syafrisal (2015) Spektrofotometri derivatif secara zero-crossing Etanol Absolut hidrokortison asetat pada 222,2 nm dan kloramfenikol pada 228,4 nm Nurul Suci (2016) Spektrofotometri UV secara panjang gelombang berganda Etanol Absolut 220,6 nm; 241,8 nm; 250,6 nm; 259,2 nm; dan 266,6 nm (101,56 ± 0,43) % (100,08 ± 1,23) % (100,52 ± 0,08) % (98,405 ± 1,27) % (102,32 ± 3,90) % (98,81 ± 0,18) % 2.5 Validasi Metode Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah dihasilkannya data hasil uji yang absah (valid). Secara sederhana hasil uji yang absah dapat digambarkan sebagai hasil uji yang mempunyai akurasi (accuracy) dan presisi (precission) yang baik. Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004). Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi, presisi, limit deteksi, limit kuantitasi, kelinieran dan rentang (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.5.1 Akurasi Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Rentang nilai % akurasi analit yang dapat diterima adalah 90%-110% (Ditjen BKAK., 2014). Rentang ini bersifat fleksibel tergantung dari analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Akurasi bisa juga dilakukan dengan perhitungan matriks dari serapan komponen obat dan serapan campuran komponen (Andrianto, 2009). 2.5.2 Presisi Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistik. Presisi bisa dinyatakan dalam koefisien variasi (KV) dan dinyatakan memiliki presisi yang baik apabila KV < 2% (Gandjar dan Rohman, 2009). 2.5.3 Spesifisitas Spesifitas adalah suatu ukuran seberapa mampu metode tersebut mengukur analit saja dengan adanya senyawa-senyawa lain yang terkandung di dalam sampel (Watson, 2005). Secara umum, spesifitas dapat ditunjukkan oleh minimalnya gangguan oleh senyawa lain terhadap hasil analisis. Pendekatan tidak langsung adalah lewat pengamatan karakteristik akurasi dari metode tersebut. Bila akurasi metode telah dapat diterima maka metode tersebut otomatis telah masuk kriteria
sebagai metode yang spesifik (Ermer dan McB Miller, 2005). 2.5.4 Linieritas Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara konsentrasi (X) dengan serapan (Y). Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbedabeda. Data yang diperoleh selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2009; Watson, 2005). Nilai r 0,97 dapat diterima dan memenuhi kriteria validasi (Ermer dan McB Miller, 2005). 2.5.5 Rentang Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup. Rentang suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur analitik tersebut mampu memberikan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima ketika digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan McB Miller, 2005).