Tabel Kelas Kerawanan Sedimentasi DAS Loano Tabel Tingkat Kerawanan Limpasan Permukaan Satuan Bentuklahan DAS Loano 98 Tabel 5.12.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TATA CARA PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RENCANA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

2014, No Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. PENDAHULUAN. hutan harus dilakukan dengan tetap memelihara kelestarian, keharmonisan, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

FOREST LANDSCAPE RESTORATION

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

Disampaikan Pada Acara :

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN I-1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

BUPATI LANDAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER AIR BAKU

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 39/Menhut-II/2010 TENTANG POLA UMUM, KRITERIA, DAN STANDAR REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: P.36/MENHUT-II/2013 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA KEHUTANAN TINGKAT KABUPATEN/KOTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERRLINDUNGAN MATA AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat

KAJIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TEMPEL KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

REKLAMASI BENTUK LAIN PADA LAHAN BEKAS TAMBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

Transkripsi:

Tabel 5.10. Kelas Kerawanan Sedimentasi DAS Loano... 95 Tabel 5.11. Tingkat Kerawanan Limpasan Permukaan Satuan Bentuklahan DAS Loano 98 Tabel 5.12. Tingkat Kerawanan Limpasan Permukaan... 98 Tabel 5.13. Tingkat Kerapatan Penutup Lahan DAS Loano... 101 Tabel. 5.14. Rekapitulasi Skor Tingkat Kekritisan Satuan Bentuklahan DAS Loano 105 Tabel 5.15. Rekapitulasi Faktor Pembatas dan Konservasi Satuan Bentuklahan... 110 xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan satu ekosistem darat yang memerlukan pengelolaan secara proporsional dan berkelanjutan. DAS di Indonesia tersebar pada setiap pulau. DAS yang merupakan ekosisten darat pada Negara kepulauan terbesar dunia dengan 17.508 pulau perlu dikelola secara komprehensif (Ardiansyah, 2011). Ekosistem darat yang merupakan satu kesatuan terkecil yaitu daerah aliran sungai (DAS). Ekosistem terdiri dari berbagai komponen-komponen penyusun suatu sistem ekologi, dimana terdapat hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi sehingga membentuk suatu kesatuan (Asdak, 2010). DAS merupakan wilayah daratan yang dibatasi oleh igir-igir pegunungan yang merupakan area tampungan air hujan dan alur aliran air yang keluar pada satu luaran (outlet tunggal). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP RI) Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai menjelaskan bahwa daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas darat. Pengelolaan DAS penting dilakukan agar keseimbangan ekosistem yang ada di darat dapat terus dimanfaatkan secara berkelanjutan. Merujuk pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, pengelolaan daerah aliran sungai memiliki pengertian sebagai berikut: upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan ekosistem DAS dapat sesuai apabila dikelola berdasarkan karakteristik DAS. Karakteristik DAS dapat diketahui berdasarkan kondisi lahan dan air pada sistem DAS. Penilaian karakteristik DAS kritis memberikan masukan terhadap 1

kondisi DAS, sehingga dapat diarahkan untuk upaya pengelolaan. Karakteristik DAS dapat diketahui berdasarkan analisis terhadap proses perubahan penggunaan lahan (land use change), lahan (surface), aliran air (runoff and interface) dan aktivitas manusia penyebab utama perubahan DAS sehingga berfungsi sebagai dasar penentuan skenario pengembangan dan pengelolaan DAS (He, 2002; Luo dan Zhang, 2009). DAS kritis atau DAS prioritas I merupakan DAS yang telah mengalami degradasi. Di Indonesia terdapat 108 DAS yang masuk dalam DAS prioritas I (Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 328/ Menhut-II/ 2009 tentang Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) Prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014). DAS prioritas merupakan DAS yang memerlukan rehabilitasi dan reklamasi dengan upaya pengelolaan. Pendekatan geomorfologi melalui bentuklahan dapat digunakan sebagai kerangka acuan dalam pengelolaan DAS kritis. Pendekatan geomorfologi mampu menjabarkan keragaman karakteristik suatu DAS. Pendekatan geomorfologi berdasarkan bentuklahan tidak lepas dari proses yang ada di dalam, luar, dan di permukaan bumi sehingga mampu menunjukkan sifat dan ciri bentuklahan (Sartohadi, 2007). Panizza (1996) menjabarkan geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari permukaan bumi dengan interaksi antar komponen-komponen yang ada di bumi baik litosfer, atmosfer, hidrosfer yang dipengaruhi oleh proses endogen ataupun eksogen. DAS Loano ditetapkan termasuk dalam kategori kritis memiliki status DAS kritis atau prioritas. Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 328/ Menhut-II/ 2009 tentang Penetapan DAS Prioritas dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2010-2014 menyebutkan bahwa DAS Loano (Sub DAS Bogowonto) termasuk dalam penetapan DAS prioritas I. Penjabaran surat keputusan mengamanatkan untuk segera melakukan rehabilitasi dan reklamasi untuk menyelamatkan aset berbasis penyelesaian permasalahan dalam pengelolaan DAS Loano. Degradasi DAS Loano ditandai dengan adanya penurunan kualitas dan kuantitas lahan. Sartohadi (2008) menyebutkan bahwa tidak ada wilayah aman dari longsorlahan di Kecamatan Loano, dimana setengah wilayah DAS Loano berada di 2

Kecamatan Loano. Berdasarkan penetapan wilayah potensi gerakan tanah oleh Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (2009), DAS Loano yang merupakan bagian dari 4 kecamatan (Loano, Bener, Kaligesing dan Samigaluh) memiliki tingkat potensi gerakan tanah menengah-tinggi (Tabel 1.1.). Bantase (2007) menyebutkan telah terjadi degradasi lahan yang tinggi di hulu DAS Loano dengan tingkat bahaya erosi dan tingkat bahaya gerakan massa. Tabel 1.1. Wilayah Potensi Gerakan Tanah di Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi DI Yogyakarta Bulan Oktober 2009 No. Propinsi Kabupaten Kecamatan Potensi Gerakan Tanah 1. Jawa Tengah Purworejo Bener Menengah-Tinggi Kaligesing Menengah-Tinggi Loano Menengah 2. DIY Kulonprogo Samigaluh Menengah-Tinggi Sumber: Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, 2009 Kegiatan masyarakat DAS Loano berperan penting dalam penentuan status DAS. Pemanfatan sumberdaya hasil hutan oleh masyarakat untuk memproduksi kayu lapis menyebabkan kegiatan penebangan pohon merambah semua sisi DAS Loano sehingga memberikan efek negatif terhadap DAS. Kegiatan penambangan pasir dan batu yang terjadi di sungai menyebabkan laju air sungai semakin deras dan melebarnya sungai karena terkikisnya tepian sungai akibat terbawa arus merupakan imbas dari kegiatan tersebut. Hal ini ditandai dengan pelebaran dan pendalaman muka air sungai akibat penambangan pasir dan batu (sirtu) pada tubuh sungai (Suara Merdeka, 2010). Pengelolaan DAS Loano yang kritis perlu segera mendapat masukan dan upaya penanganan. Pengelolaan dapat dilakukan sesuai melalui identifikasi karakteristik DAS Loano berdasarkan pendekatan geomorfologi. Pengelolaan DAS Loano penting dilakukan demi terwujudnya status DAS sehat dan mampu memulihkan kondisi DAS Loano. 1.2 Rumusan Masalah DAS Loano termasuk dalam kategori DAS kritis. Degradasi DAS Loano terjadi pada kondisi fisik lahan terutama pada tanah, air dan penutup lahan. DAS Loano berada pada sisi Baratlaut Perbukitan Menoreh yang sebagian besar wilayahnya merupakan bentuklahan vulkanik tua. Lokasi DAS Loano sangat 3

rawan terhadap gerak massa yang dipengaruhi oleh proses degradasi yang mulai intensif. Aktivitas manusia mampu memberi dampak positif ataupun negatif terhadap DAS Loano. DAS Loano memiliki sumberdaya alam yang melimpah terutama hasil pertanian dan bahan galian. Kegiatan manusia dapat berkesinambungan dengan kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan apabila dikelola secara bijak. Keberlanjutan DAS Loano memerlukan pengelolaan sesuai dengan kapasitas alam. Pengelolaan di DAS Loano belum menunjukkan dampak positif karena pemahaman karakteristik wilayah dan kesadaran masyarakat belum tercipta. Pengelolaan DAS Loano melalui upaya pemulihan perlu segera dilakukan demi keberlanjutan ekosistem. Karakteristik DAS merupakan kerangka dasar yang digunakan dalam pengelolaan DAS. Karakteristik DAS memberikan informasi mengenai kondisi DAS. Berdasarkan karakteristik DAS dapat dirumuskan upaya pengelolaan sesuai penciri yang ada di DAS Loano. Terdapat banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam mengetahui karakteristik DAS. Pendekatan geomorfologi merupakan pendekatan yang sesuai digunakan dalam pengelolaan DAS. Pendekatan geomorfologi mampu menggambarkan karakteristik khas DAS kritis dengan menyajikan bentuklahan berdasarkan aspek utama geomorfologi. Aspek utama dalam pendekatan geomorfologi yaitu morfologi, morfokronologi, morfoaransemen, dan morfostruktur (Zuidam, 1979) akan mampu menjelaskan kondisi DAS terkini berdasarkan karakteristik yang melekat. Setiap satuan bentuklahan memiliki ciri yang dan memerlukan cara pengelolaan yang berbeda pula. Pemulihan DAS Loano perlu segera dilakukan demi merubah status DAS menuju DAS sehat. Pemulihan kondisi DAS dapat dilakukan melalui perumusan strategi pengelolaan yang sesuai. Pemulihan DAS dapat sesuai dengan tujuan akhir apabila memiliki pengaruh besar terhadap aktifitas pengelolaan di DAS Loano. DAS Loano memiliki permasalahan menarik untuk dikaji. Berdasarkan uraian mengenai DAS Loano maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yaitu: 1. Bagaimana karakteristik satuan bentuklahan di DAS Loano? 2. Bagaimana tingkat kekritisan DAS di setiap satuan bentuklahan di DAS Loano? 4

3. Bagaimana strategi konservasi DAS kritis yang sesuai dengan karakteristik geomorfologi DAS Loano? DAS kritis Loano segera membutuhkan perhatian dengan arahan yang tepat. Informasi yang penting untuk penanganan DAS kritis menjadi permasalahan bersama yang perlu untuk segera ditindaklanjuti. Peran pengelolaan DAS kritis penting dilakukan demi menciptakan DAS sehat yang mampu memberikan manfaat secara berkelanjutan. 1.3 Tujuan Penelitian Kondisi di DAS Loano yang kritis mampu memunculkan pertanyaan penelitian yang menarik untuk dikaji. Berdasarkan pertanyaan diatas memiliki tujuan penelitian yaitu: 1. Mempelajari karakteristik satuan bentuklahan di DAS Loano. 2. Menganalisis tingkat kekritisan DAS di setiap satuan bentuklahan di DAS Loano. 3. Menentukan strategi konservasi untuk DAS Loano yang sesuai dengan pendekatan geomorfologi. 1.4 Kegunaan Penelitian Secara akademik atau ilmiah: Hasil penelitian diharapkan dijadikan sebagai salah satu arahan pembuatan kerangka acuan pemantauan dan usaha pemulihan melalui konservasi untuk pengelolaan DAS yang masuk dalam kategori kritis sehingga mampu memperbaiki degradasi yang terjadi di DAS baik oleh pemerintah terutama Kementerian Kehutanan yang memiliki kewenangan dalam BP DAS untuk mengelola kawasan DAS dan komponen masyarakat hingga keselarasan ekosistem terjaga. Secara praktis: Menunjukkan kepada pemerintah dan masyarakat dengan melakukan selidik cepat terhadap kondisi DAS kritis berdasarkan karakteristik untuk segera dilakukan penanganan dalam meminimalisir kekritisan hingga mampu memperbaiki kondisi DAS sehingga dapat memberikan manfaat sekarang dan untuk masa depan. 5