BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak
|
|
- Devi Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Usaha konservasi menjadi kian penting ditengah kondisi lingkungan yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak mengedepankan aspek lingkungan menjadi penyumbang terbesar rusaknya lingkungan, tidak terkecuali di kawasan bantaran sungai. Sungai merupakan alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai). Sungai dalam fungsinya yang utama adalah menampung air hujan dan mengalirkannya kembali ke laut. Namun fungsi ini tentu tidak akan berjalan sempurna dengan menumpuknya sampah di beberapa titik bagian sungai. Perilaku manusia yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan tersebut tentu berimbas pada kerusakan lingkungan yang justru akan merugikan manusia sendiri. Pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) seharusnya mampu menciptakan sinergi dan hubungan timbal balik antara kebutuhan manusia dengan kelangsungan ekosistem dalam DAS. Artinya setiap kegiatan yang dilakukan dalam pemanfaatan DAS haruslah memperhatikan kelestarian serta keberlanjutannya. Agar manusia dapat 1
2 merasakan kemanfaatan dari sumber daya alam tersebut dari generasi ke generasi. Zoebisch, et al (2005) menegaskan bahwa keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal dan kelestarian sumber daya alam menjadi syarat tercapainya tujuan pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Untuk mencapai syarat tujuan pengelolaan DAS sebagai sumber daya alam, Di Indonesia pertama kali diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung bahwa daerah hulu yang berfungsi untuk memberikan perlindungan kawasan di bawahnya dan daerah sempadan sungai seharusnya merupakan kawasan hutan. Peraturan ini kemudian diperbaharui dengan munculnya Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan di ikuti dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, yang ditegaskan bahwa setidaknya 30 persen kawasan DAS seharusnya merupakan kawasan hutan, dengan sebaran yang proporsional. Ini berarti kawasan hutan yang berada di DAS yang setidaknya sebesar 30 persen tersebar di seluruh DAS, bukan di bagian hulu semata. Namun dalam kenyataannya, di Indonesia terutama di kota-kota besar di Pulau Jawa, lahan kawasan hulu dan sempadan sungai adalah milik pribadi dan digunakan untuk berbagai macam kepentingan, tidak terkecuali pemanfaatannya sebagai lahan pemukiman. Dengan keadaan yang demikian, untuk mengembalikan fungsi kawasan tersebut sebagai kawasan hutan tentunya bukan lagi perkara yang mudah. 2
3 Pengelolaan DAS di Indonesia yang dilakukan secara terpusat ternyata belum mampu menciptakan sebuah bentuk pengelolaan yang mengutamakan keberlanjutan. Dari tahun ke tahun, DAS di Indonesia yang mengalami kerusakan terus bertambah banyak. Hal ini dapat dibuktikan dengan terus bertambahnya jumlah DAS yang dijadikan prioritas (dalam kaitannya dengan tingkat kekritisan lahan). Pada tahun 1984 ditetapkan 22 DAS yang menjadi prioritas penanganan, kemudian tahun 1999 meningkat menjadi 69 DAS yang ditetapkan sebagai DAS prioritas I, sedangkan di tahun 2009 jumlah itu berubah menjadi 108 DAS sebagai DAS prioritas yang dimuat dalam RPJM Degradasi DAS tersebut dipicu pengelolaan konvensional yang bersifat sektoral, tidak terpadu dari hulu ke hilir, serta top down yang menekankan command and control, baik pada tataran kebijakan, operasional, maupun pelaksanaan (Nugroho, 2003). Setiap sektor berusaha untuk memenuhi kepentingan sektor masing-masing. Akibatnya permasalahan yang ada dalam DAS tidak pernah terselesaikan, dan justru menimbulkan degradasi lingkungan yang semakin meningkat. Selain itu, sistem top down yang menekankan pada fungsi command and control menempatkan masyarakat lokal hanya sebagai penerima proyek dan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di DAS semata tanpa memiliki wewenang untuk berpartisipasi dan mengambil keputusan dalam pengelolaan DAS. 3
4 Semakin meningkatnya degradasi lingkungan yang dikarenakan kegagalan fungsi konvensional ini memaksa pemerintah untuk mencari alternatif dan pendekatan baru, yakni melibatkan peran serta dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan konservasi DAS. Dengan spirit tersebut, maka keluarlah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang didalamnya memuat konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan DAS. Namun partisipasi masyarakat dalam peraturan ini masih sebatas memberikan saran, aspirasi, dan turut mengawasi dalam pengelolaan dan konservasi DAS. Masyarakat dipandang sebagai subjek belum memiliki wewenang dalam mengambil keputusan terkait dengan pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Tabel 1. Kebijakan Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia Keppres No. 32 Th tentang Pengelolaan Kawasan Lindung daerah hulu yang berfungsi untuk memberikan perlindungan kawasan di bawahnya dan daerah sempadan sungai seharusnya merupakan UU No. 41 Th tentang Kehutanan & UU No. 26 Th tentang Tata Ruang 30 persen kawasan DAS seharusnya merupakan kawasan hutan, dengan sebaran yang proporsional PP No. 37 Th Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan daerah aliran sungai. Adapun pendekatan yang dipandang sebagai strategi yang menempatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama dalam pengelolaan 4
5 sumber daya alam untuk tujuan konservasi lingkungan adalah community based conservation (CBC). CBC mulai berkembang pada 1990an, dimana ketika itu organisasi-organisasi non-pemerintahan yang bergerak di bidang lingkungan mulai bereksperimen dengan menggunakan konsep CBC (Meyer & Helfman, 1993). Konsep utama CBC adalah dengan memberdayakan masyarakat lokal dalam proses manajemen, baik dalam tahapan perencanaan maupun implementasi penyelenggaraan proyek konservasi dengan menciptakan akuntabilitas (Spiteri, et al. 2006). Secara umum, CBC adalah pendekatan yang menempatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama dalam kegiatan konservasi. Lewat tulisan ini, peneliti mengangkat isu konservasi berbasis masyarakat di Sungai Winongo. Sungai ini merupakan bagian dari DAS Opak-oyo. Daerah aliran sungai seluas ,2 ha ini terdiri dari 4 Sub- DAS. Yakni Sub-DAS Opak dengan luas ,08 ha, Sub-DAS Oyo I dengan luas ,20 ha, Sub-DAS Winongo seluas ,36 ha, dab Sub- DAS Gandri dengan luas 7.227,78 ha. (BPDAS Serayu Opak Progo, 2009). Sungai Winongo memiliki panjang total 43,75 km yang melintasi wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, dan Kabupaten Bantul. Dari total 43,75 kilometer, 18 kilometer alur sungai berada di wilayah administratif Kota Yogyakarta serta melewati 6 kecamatan, dan 11 kelurahan (Anonymous, 2013). Seperti sungai-sungai lain di kota besar, permasalahan 5
6 utama yang dihadapi Sungai Winongo adalah tercemarnya air dikarenakan banyaknya sampah. Sampah-sampah menumpuk sehingga menghambat aliran sungai yang mengakibatkan pemukiman penduduk tergenang pada saat musim hujan tiba. Hal tersebut diperparah dengan adanya pemukiman kumuh yang dibangun di sepanjang bantaran sungai (Datin, 2012). Data Badan Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menjelaskan bahwa Sungai Winongo telah dalam kondisi tercemar. Pencemaran sebuah sungai dapat diketahui dari tingkat bakteri Eschericia Coli di dalamnya. Dalam ambang baku mutu air kategori 2, 1 bakteri E Coli berjumlah 5000 per 100 mililiter air (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air). Berikut merupakan data dari Badan Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai tingkat pencemaran di Sungai Winongo dilihat dari jumlah bakteri E Coli per 100 mililiter air. Pengukuran dilakukan dilakukan dibawah Jembatan Jatimulyo, Kricak, Yogyakarta. 1 Klasifikasi air berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencema ran Air. Pasal 8. Dan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengkategorikan air sungai sebagai kategori 2. 6
7 Tabel 2. Jumlah Bakteri E-Coli per 100 mililiter Air Sungai Winongo Tahun Jumlah Bakteri E-Coli per 100 mililiter Air Sungai Winongo (dalam ribuan) Feb April Mei Juni Agust Sept Okt Nov Rata- Rata (*) (*) (*) (*) (*) 2400 (*) (*) (*) (*) (*) 150 (*) (*) 230 (*) (*) (*) (*) (*) (*) 23 (*) 21 (*) (*) (*) (*) 28 (*) (*) 93 (*) (*) 43 (*) (*) (*) 240 (*) Keterangan: (*) = tidak dilakukan pengukuran Sumber: BLH Provinsi DIY Dari data tersebut, jelas terlihat bagaimana Sungai Winongo memiliki jumlah bakteri E Coli diatas ambang batas, dan dapat dikategorikan sebagai sungai yang tercemar. Untuk menghindarkan dari kerusakan lingkungan yang semakin parah, perlu diadakan program pelestarian lingkungan melalui usaha-usaha konservasi. Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi, konservasi adalah pengelolaan sumber daya lingkungan yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk 7
8 menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keragaman dan nilainya. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan, konservasi sumber daya alam merupakan salah satu aspek yang sangat penting (Kodoatie et al, 2010). Tentu hal ini sejalan dengan apa yang pernah disampaikan oleh Arief Budiman (2000) dalam bukunya bahwa kesinambungan dan keberlanjutan merupakan salah satu indikator suksesnya pembangunan. Tentu ini semakin menguatkan bahwa pembangunan harus dilakukan dengan perhatian lebih pada lingkungan, atau sering dikatakan sebagai pembangunan berwawasan lingkungan. Lewat usaha-usaha konservasi, pembangunan berwawasan lingkungan akan terwujud. Di Sungai Winongo, kegiatan konservasi berbasis masyarakat dilakukan dengan pembangunan kepariwisataan. Program yang digagas oleh komunitas masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Winongo ini muncul sebagai jawaban atas kebijakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta yang mengatakan pembangunan daerah bantaran sungai dilakukan secara bottom up. Pembangunan berbasis top down yang sempat diselenggarakan sekian tahun dinilai kurang efektif, terbukti dengan banyaknya hasil pembangunan yang tidak bisa dimanfaatkan dengan optimal oleh masyarakat (Esa, 2013). Untuk itu pembangunan perlu melibatkan masyarakat atau komunitas agar 8
9 pembangunan mengarah kepada situasi yang dibutuhkan dan diinginkan oleh masyarakat sekitar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Edy Muhammad, kepala Bappeda Kota Yogyakarta yang menyatakan: "Akan lebih efektif jika masyarakat sendiri yang merumuskan penataannya berdasarkan permasalahan yang dihadapi." ~ Edy Muhammad (Kepala Bappeda Kota Jogja), disampaikan pada Festival Winongo di RTH Becak Maju (11/11/2012). Dalam Esa (2013) Apa yang diungkapkan oleh Edy Muhammad selaku Kepala Bappeda tersebut menjelaskan bahwa upaya yang dilakukan untuk kegiatan konservasi ini bukan hanya domain pemerintah saja, melainkan melibatkan masyarakat setempat sebagai pihak yang paling memahami kondisi wilayahnya. Salah satu inisiatif penyelamatan DAS skala mikro sudah dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Bener dan Kricak melalui konservasi berbasis masyarakat (community based conservation). Wilayah administratif Kelurahan Bener dan Kricak berada dalam area Sub-DAS Winongo. Sejak tahun 2009, masyarakat setempat mulai berupaya mengembalikan kelestarian Sungai Winongo dengan berfokus pada pembangunan kampung wisata pendidikan lingkungan. Mereka memanfaatkan potensi Sungai Winongo dan antusiasme warga setempat serta menempatkan produk wisata berupa Kampung Outbond Becak Maju sebagai daya tarik utama. Kampung Outbond Becak Maju adalah sebuah 9
10 rintisan destinasi wisata yang berkonsep tradisional-edukatif, dan sepenuhnya dikelola oleh masyarakat sekitar. Dengan target utama konsumen adalah anak-anak kelompok umur 8-12 tahun. Pengelolaan sumber daya untuk keperluan konservasi lingkungan tersebut dilakukan secara partisipatif dan melibatkan komponen-komponen masyarakat setempat. Pembangunan dan pengelolaan kampung wisata tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Masyarakat lokal menyadari bahwa kebersihan, keindahan, dan kelestarian lingkungan merupakan daya tarik kawasan yang sepantasnya dijaga untuk dijamin kelangsungannya agar dapat dinikmati dan bermanfaat bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Karena itu, dalam pengelolaan kampung wisata ini pelestarian lingkungan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan. Dalam implementasinya, beberapa langkah telah diambil untuk keperluan mengembalikan kelestarian lingkungan. Diantaranya adalah: (1) menetapkan zona wisata yang secara prinsip selaras dengan pelestarian lingkungan, (2) mengembangkan usaha-usaha alternatif untuk mendukung kelestarian lingkungan, dan (3) menyusun struktur organisasi Kampung Outbond Becak Maju sebagai produk utama kegiatan kepariwisataan dalam rangka pelestarian lingkungan. 10
11 1.2. Rumusan Masalah Paradigma baru tentang pegelolaan DAS yang lebih menekankan aspek partisipatif memberikan ruang bagi masyarakat setempat untuk berperan aktif dalam pengelolaan. Melalui community based conservation ini masyarakat memiliki wewenang untuk mengelola upaya konservasi DAS, baik secara langsung maupun tidak. Bentuk keterlibatan masyarakat ini bersifat multidimensi dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengimplementasian, dan pengawasan. Dari sedikit perumusan masalah diatas, perlu dilakukan kajian ilmiah untuk mengetahui apakah CBC di Kelurahan Bener-Kricak berhasil dalam upaya pelestarian DAS Sungai Winongo atau tidak. Selanjutnya dapat dirumuskan dalam poin pertanyaan berikut: Bagaimana upaya pengelolaan DAS yang dijalankan melalui penerapan aspek-aspek community-based conservation di Kelurahan Bener- Kricak? 1.3. Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya pengelolaan DAS yang dijalankan melalui penerapan aspek-aspek 11
12 community-based conservation di Kelurahan Bener-Kricak. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui aspek-aspek konservasi berbasis masyarakat dalam upaya konservasi DAS di Kelurahan Bener dan Kricak, Kecamatan Tegalrejo, Kota Yogyakarta. 2. Mengetahui aktivitas / fungsi pengelolaan dalam upaya konservasi DAS di Kelurahan Bener dan Kricak, serta peranan pihak luar dalam pengelolaan tersebut Manfaat Penelitian Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk akademisi, penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk melihat penerapan konsep community based conservation dalam upaya pelestarian daerah aliran sungai di kawasan perkotaan. 2. Untuk pengambil kebijakan, penelitian ini dapat memberikan masukan mengenai model konservasi daerah aliran sungai dan pelestarian lingkungan yang melibatkan masyarakat setempat sebagai aktor utama 12
13 3. Untuk masyarakat Kelurahan Bener dan Kricak, penelitian ini dapat memberikan masukan untuk penyempurnaan model konservasi dan pelestarian lingkungan yang melibatkan masyarakat setempat. 13
PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari pulau, daratan seluas 1,9 juta km 2, panjang garis pantai
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Indonesia terdiri dari 17.508 pulau, daratan seluas 1,9 juta km 2, panjang garis pantai 80.791
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 17.508 dan garis pantai sepanjang 81.000 km, dengan garis pantai yang panjang menyebabkan Indonesia
Lebih terperinci*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Secara alamiah, hubungan timbal balik tersebut terdapat antara manusia sebagai individu dan manusia sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan telah memunculkan kota sebagai pusat-pusat kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan telah memunculkan kota sebagai pusat-pusat kegiatan perekonomian dan sebagai pusat pembangunan infrastruktur untuk menunjang kegiatannya. Hal ini memicu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi banjir ialah aliran air sungai yang tingginya melebih muka air normal, sehinga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan rendah di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terjadinya bencana banjir, longsor dan kekeringan yang mendera Indonesia selama ini mengindikasikan telah terjadi kerusakan lingkungan, terutama penurunan daya dukung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa, berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan berhadapan langsung dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan
Lebih terperinciAMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.
AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan salah satu modal utama untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional, yaitu pemanfaatan sumber daya yang sebesar-besarnya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bentuk CSO pada aras lokal yang berfungsi sebagai saluran aspirasi masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG CSO (Civil Society Organization) atau organisasi masyarakat sipil merupakan organisasi yang beranggotakan masyarakat sipil sebagai bentuk peran masyarakat dalam pembangunan
Lebih terperinci2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran sungai di Yogyakarta yang terjadi beberapa tahun belakangan ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan. Adanya masukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA
BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAHAN KOTA YOGYAKARTA DAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP YOGYAKARTA 2.1 Profil Kota Yogyakarta 2.1.1 Deskripsi Wilayah Kota Yogyakarta Kota Yogyakarta yang meliputi daerah Kasultanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukiman perkotaan masa kini mengalami perkembangan yang pesat karena pertumbuhan penduduk dan arus urbanisasi yang tinggi sementara luas lahan tetap. Menurut Rahmi
Lebih terperinciPENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA
PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA Disampaikan dalam Kegiatan Pengabdian Pada Masyarakat (PPM) Dosen: PELATIHAN DAN SOSIALISASI PEMBUATAN
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MOR 32 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PROGRAM KALI BERSIH TAHUN 2012 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin memprihatinkan yang terutama dipengaruhi oleh perubahan penutupan lahan/vegetasi dan penggunaan lahan tanpa memperhatikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkotaan Yogyakarta mulai menunjukkan perkembangan yang sangat pesat di berbagai bidang, baik sektor pendidikan, ekonomi, budaya, dan pariwisata. Hal tersebut tentunya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28/PRT/M/2015 TENTANG PENETAPAN GARIS SEMPADAN SUNGAI DAN GARIS SEMPADAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN
Lebih terperinciMAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)
MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN WADUK SERMO
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2009.. TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN WADUK SERMO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari
Lebih terperinciIX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH
IX. ANALISIS STAKEHOLDER DALAM PENGELOLAAN SUB DAS BATULANTEH Pengelolaan DAS terpadu merupakan upaya pengelolaan sumber daya yang menyangkut dan melibatkan banyak pihak dari hulu sampai hilir dengan kepentingan
Lebih terperinciSKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT
SKENARIO STRATEGI SISTEM KEBIJAKAN PENGELOLAAN DAS DAN PESISIR CITARUM JAWA BARAT Hasil kinerja sistem berdasarkan hasil analisis keberlanjutan sistem dan kinerja model sistem menunjukkan bahwa sistem
Lebih terperinciBUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL,
BUPATI BANTUL KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Masalah utama dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan lahan pertanian adalah penurunan kualitas lahan dan air. Lahan dan air merupakan sumber daya pertanian yang memiliki peran
Lebih terperinciKAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR
KAJIAN PELUANG PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN HUTAN KOTA SRENGSENG JAKARTA BARAT TUGAS AKHIR Oleh : Elfin Rusliansyah L2D000416 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 05 TAHUN 2014 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh topografi (punggung bukit) sehingga air hujan yang jatuh di dalamnya akan diresapkan, disimpan,
Lebih terperinciW A L I K O T A B A N J A R M A S I N
W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa sungai
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SINGKAWANG TAHUN 2013-2032 I. UMUM Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan, merupakan salah satu aset pembangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di
Lebih terperinciPEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN
PEMANFAATAN SUMBER MATA AIR DALAM KAWASAN HUTAN Latar Belakang Air dan sumber daya air mempunyai nilai yang sangat strategis. Air mengalir ke segala arah tanpa mengenal batas wilayah administrasi, maka
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan dalam pembangunan membutuhkan pendekatan perencanaan yang integratif. Dimana komponen pendukung pengelolaan lingkungan memiliki sifat dan ciri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan aspek fisik, sosial dan ekosistem yang di dalamnya mengandung berbagai permasalahan yang komplek, seperti degradasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan
Lebih terperinciPERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON
PERATURAN DESA PATEMON NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG TATA KELOLA SUMBER DAYA AIR DESA PATEMON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA PATEMON Menimbang : a. bahwa Tata Kelola Sumber Daya Air Desa Patemon
Lebih terperinciKerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat
Kerangka landasan pendekatan DAS: Merupakan ekologi bentang lahan (Landscape ecology), suatu subdisiplin ekologi yang mengamati sebab dan akibat ekologi dari pola ruang, proses dan perubahan dalam suatu
Lebih terperinciPEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN
Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan
Lebih terperinciMenyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang
Konferensi Pers dan Rumusan Hasil Workshop 21 Juli 2009 Menyelamatkan Daerah Aliran Sungai (DAS): Saatnya Bertindak Sekarang Jakarta. Pada tanggal 21 Juli 2009, Departemen Kehutanan didukung oleh USAID
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yogyakarta dikenal dengan julukan sebagai kota pelajar, kota budaya serta kota pariwisata. Julukan tersebut tersemat bukan tanpa alasan. Salah satunya tentu
Lebih terperinciPerbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon
Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan
Lebih terperinciGUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU
1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua
Lebih terperincibahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Retribusi Izin Mendirikan Bangunan.
PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN ABSTRAKSI : bahwa dalam rangka menata dan mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, perlu dilakukan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR : 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SUNGAI DAN DRAINASE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan suatu studi kasus
BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 1.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Kajian dalam penelitian ini mengambil tentang Pengelolaan Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga kelestarian dan pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal
Lebih terperinciIMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR
IMBAL JASA LINGKUNGAN DALAM PELESTARIAN SUMBER DAYA AIR (Studi kasus : Kabupaten Karanganyar Kota Surakarta) TUGAS AKHIR OLEH : TOMMY FAIZAL W. L2D 005 406 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan merupakan satu kesatuan
Lebih terperinciSERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
30 APRIL 2004 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK 01 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG PENETAPAN DAN PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinci2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara dengan jumlah kepulauan terbesar didunia. Indonesia memiliki dua musim dalam setahunnya, yaitu musim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-undang No.41 Tahun 1999 hutan memiliki fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Hutan dengan fungsi lindung yaitu hutan sebagai satu kesatuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dan lingkungan memiliki hubungan yang tidak dapat terpisahkan. Manusia sangat bergantung pada lingkungan yang memberikan sumberdaya alam untuk tetap bertahan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. permasalahan yang dihadapi, di antaranya,
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Penerapan hukum sempadan sungai di Sungai Code Yogyakarta menghadapi permasalahan yang kompleks. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi, di antaranya, a. Pertama,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEBAK, Menimbang : Mengingat : a. bahwa sungai
Lebih terperinciPENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL
PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL Ir. Iman Soedradjat, MPM DIREKTUR PENATAAN RUANG NASIONAL disampaikan pada acara: SEMINAR NASIONAL PERTIMBANGAN LINGKUNGAN DALAM PENATAAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah sebidang lahan yang menampung air hujan dan mengalirkannya menuju parit, sungai dan akhirnya bermuara kedanau atau laut. Dengan
Lebih terperinci20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Satuan Wilayah Sungai (SWS) Serayu Bogowonto merupakan salah satu SWS di Pulau Jawa disamping SWS Cimanuk, SWS Pemali Comal, SWS Jratun Seluna, SWS Bengawan Solo,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Cikapundung adalah salah satu sungai yang membelah Kota Bandung melewati 9 kecamatan yang mencakup 13 kelurahan. Sungai Cikapundung memiliki fungsi dan peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang
Lebih terperinciBAGIAN 1 PENDAHULUAN. 1.2 Latar Belakang Permasalahan Perancangan
BAGIAN 1 PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Dan Batasan Judul Permukiman Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perkampungan (document.tips,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang
Lebih terperinci